40

PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul
Page 2: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

PANCASILA DALAMPUSARAN GLOBALISASI

Page 3: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul
Page 4: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

Prolog

Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H.

PANCASILA

Editor:Al-Khanif, S.H., LL.M., Ph.DMirza Satria Buana, S.H., M.H., Ph.DManunggal Kusuma Wardaya, S.H., LL.M

DALAM PUSARANGLOBALISASI

Page 5: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIDominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul Ulum, dkk.@CHRM2 UNEJ, LKiS, 2017

xviii + 440 halaman: 15,5 x 23 cm1. Pancasila 2. Globalisasi

ISBN: 978-602-6610-23-2

Prolog: Prof. Moh. Mahfud MDEditor: Al Khanif, Mirza Satria Buana, Manunggal Kusuma WardayaPenyelaras Bahasa: Muhammad Bahrul UlumPerwajahan Sampul/Buku: Dwi Agusatya WicaksanaSetting/Layout: Tim Redaksi

Penerbit & Distribusi:LKiSSalakan Baru No. I Sewon BantulJl. Parangtritis Km. 4,4 YogyakartaTelp.: (0274) 387194Faks.: (0274) 379430http://www.lkis.co.ide-mail: [email protected]

Anggota IKAPI

Bekerja sama dengan The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration(CHRM2) Universitas Jember

Cetakan I: 2017

Percetakan:LKiSSalakan Baru No. I Sewon BantulJl. Parangtritis Km. 4,4 YogyakartaTelp.: (0274) 417762e-mail: [email protected]

Page 6: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ v ]

PENGANTPENGANTPENGANTPENGANTPENGANTAR EDITORAR EDITORAR EDITORAR EDITORAR EDITOR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buku ketiga Pancasilayang didukung penuh oleh Universitas Jember dan the Centre forHuman Rights, Multiculturalism and Migration (CHRM2)

Universitas Jember telah berhasil dirampungkan. Kami dari tim editor,Universitas Jember dan CHRM2 tentu senang dengan diterbitkannya bukuini karena kami telah berhasil melewati banyak permasalahan yang mewarnaiperjalanan panjang penulisan buku ini. Beberapa tantangan diantaranyaterkait pemilihan tema dan proses seleksi artikel yang akan diterbitkan.Hampir setengah tahun tim editor selalu bekerja dan berkoordinasi untukbisa menyelesaikan penulisan buku ini tepat waktu. Pada akhirnya kamidari tim editor menyepakati tema untuk buku ketiga Pancasila ini adalah“Pancasila Dalam Pusaran Globalisasi.”

Pemilihan tema besar “globalisasi” yang menjadi kata kunci dalam bukuini, tidak saja dikarenakan sistem politik, hukum dan budaya global yangsudah semakin niscaya dan memengaruhi segenap aspek kehidupanberbangsa dan bernegara, namun juga dikarenakan globalisasi dalam kontekskekinian dihadapkan pada realita bangkitnya kekuatan ultra-nasionalis(kanan), radikalisme agama dan sentimen populisme di berbagai negara.Munculnya gerakan ultra-nasionalis di Eropa semacam English DefenseLeague (EDL) dan United Kingdom Independence Party (UKIP), FrontNational Party yang dipimpin Jean-Marin Le Pen di Perancis, dan TheIndependent Party pimpinan Geert Wilders di Belanda layak untukdirenungkan. Apalagi gerakan ultra-nasionalis di Eropa juga menyebar ke

Page 7: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ vi ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Hungaria, Yunani, Swedia, Jerman, Austria dan Slovakia dengan satu sloganyakni anti imigran.1

Anti imigran yang menjadi kampanye utama dari gerakan ultra-nasionalis menunjukan bahwa “benturan peradaban” seperti yang ditulisoleh Samuel Huttington beberapa dekade silam layak untuk direnungkan.Hal ini disebabkan slogan “anti imigran” yang sekarang banyak berkembangdi negara-negara maju sebenarnya juga berkaitan dengan penolakan merekaterhadap Islam dan bukan karena semata-mata alasan imigran. Tentu sajagerakan ultra-nasionalis tersebut menjadi anti-tesis globalisasi yang selamaini didengungkan oleh Barat. Hal ini dikarenakan revivalisme ultra-nasionalis muncul di negara-negara pendukung utama globalisasi dengantingkat kemampuan ekonomi, pengetahuan demokrasi, pemahamantoleransi, dan pemanfaatan teknologi yang sudah mapan.2 Gerakan ultra-nasionalisme ini secara evolutif mendapatkan respon yang cukup besar dinegara-negara mayoritas kulit putih. Oleh karena itu, terpilihnya DonaldTrump di Amerika juga menjadi indikasi bahwa kemunculan ultra-nasionalisme di berbagai negara tidak lah berdiri sendiri melainkan sebuahfenomena yang saling berkaitan. Beberapa sebabnya antara lain terkaitidentitas dan ekonomi nasional, kebijakan pasar, nilai-sosial dan demografipenduduk terutama imigran yang ada di negara-negara Barat.3

Di lain pihak, semangat nasionalisme juga terus tumbuh di negara-negara berkembang dengan dinamika dan kompleksitas yang beragam.Konflik antara perdagangan bebas dan proteksi aset negara, sekularismevs. fundamentalisme agama, universalisme vs. relativisme hak asasi manusiatelah menempatkan diskursus nasionalisme negara-negara berkembangdalam kerangka globalisasi yang kompleks.4 Seringkali pertentangan

1 The New York Times, “Europe’s Rising Far Right: A Guide to the Most Prominent Parties”, N YTimes (13 June 2016), online: <https://www.nytimes.com/interactive/2016/world/europe/ europe-far-right-political-parties-listy.html>.

2 Muhammad Abdul Bari, “Brexit and the spectre of Europe’s ugly nationalism”, (18 June 2016),online: <http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2016/06/brexit-spectre-europe-ugly-nation-alism-160608110032798.html>.

3 Patali C Ranawaka, “2017 a year of Transition from Globalization to Economic Nationalism”, (1February 2017), online: <http://www.dailymirror.lk/article/-a-year-of-Transition-from-Globalization-to-Economic-Nationalism-121493.html?fbrefresh=refresh>.

4 Ibid.

Page 8: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ vii ]

tersebut menyebabkan pertentangan antara nasionalisme vs. globalisasi dibanyak negara berkembang yang mengakibatkan konflik internal negaradan bahkan mengancam keamanan kawasan dan global.

Dalam paparan sejarah dunia, boleh dikata tak seorangpun pengamatyang mampu memprediksi secara presisi bahwa ultra-nasionalisme akanmampu menjungkir balikkan etos integrasi bangsa dan globalisasi. Bahkanproposisi Fransis Fukuyama yang dianggap sangat hebat di awal tahun1990an juga tidak mampu menjelaskan mengapa ultra-nasionalisme justrumendapatkan panggung kembali di era milenium. Padahal globalisasi dalamsejarahnya telah mampu melakukan rekonsiliasi seperti yang terjadi diJerman maupun juga menipiskan jarak antar negara khususnya pascaselesainya perang dingin. Diawal abad milenia, Hong Kong kembaliberintegrasi dengan Tiongkok daratan. Dunia seolah juga semakin rapatdan borderless terutama setelah rejim internasional terus menekan seluruhnegara di dunia untuk memasuki era globalisasi dengan membuka dirikhususnya terhadap investasi asing. Sejalan dengan ide tersebut, merekajuga memberlakukan stigma “axis of evil” terhadap negara-negara yanganti globalisasi seperti Iran, Korea Utara dan Tiongkok.

Model Integrasi semacam ini mengakibatkan globalisasi dianggapsebagai sebuah kredo hubungan internasional. Negara-negara yang tidakinklusif terhadap globalisasi seperti Korea Utara, Iran, Tiongkok dan Kubadianggap sebagai negara yang tidak demokratis dan tidak terbuka.Ketertutupan mereka dianggap berlawanan dengan nilai-nilai global.Mereka adalah negara-negara menyimpang harus dimusuhi oleh semuanegara.

Sampai pada akhirnya nilai-nilai dasar globalisasi tersebut justrudiruntuhkan oleh para penganjur globalisasi itu sendiri. Salah satucontohnya adalah keterkejutan publik dengan hasil pilihan mayoritas wargaInggris dalam referendum yang mengeluarkan Inggris dari sistem Uni Eropadi awal tahun 2016 lalu. Tentu saja hasil referendum tersebut menjadiindikasi bahwa warga negara Inggris tidak lagi menganggap Inggris sebagaibagian dari Eropa dan tidak seharusnya menanggung semua persoalanekonomi yang sekarang menghantam kawasan tersebut.

Gejala menguatnya nasionalisme seperti yang terjadi di Eropa maupundi Amerika merupakan gejala global, yang manakala buku ini disusun,

Pengantar Editor

Page 9: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ viii ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

begitu kuat menampak dan menyeruak. Gejala ini seolah muncul tiba-tiba, namun sebenarnyalah telah lama berkecambah dalam relungmasyarakat kelas menengah di negara-negara Barat. Austria dalam pemilueksekutif tahun lalu juga nyaris dikuasai partai populis-nasionalis. PemiluPresiden Amerika Serikat 2016 bahkan memberi kejutan dengan terpilihnyasosok Donald Trump yang dikenal anti-keberagaman, anti-imigran dananti-globalisasi. Sentimen anti-integrasi dan anti-keberagaman juga terasakuat di Belanda, walaupun pada pemilu parlemen tahun 2017 narasipopulisme tersebut dapat dibendung.5 Tentu juga menarik disimak hasilpemilu Perancis dalam beberapa bulan menjelang pemilu tersebut akanmenentukan arus utama paradigma Eropa mendatang.

Tantangan nasionalisme sempit juga menjangkiti Indonesia, negarayang disebut-sebut paling demokratis dan menjunjung tinggi hak asasimanusia (HAM) se-ASEAN. Gejala nasionalisme sempit yang anti-keberagaman berkembang dan mulai mendapatkan tempat di eraReformasi, dimana keran aspirasi publik mengalir kencang dan cenderungtiada batas. Puncak gunung es nya adalah pada perhelatan pemilu presiden2014 silam, dimana masyarakat Indonesia terbelah dua; kami dan si liyan(others). Kontestasi pemilu berubah menjadi arena zero sum game. Konsep“others” yang mulai menggejala di Indonesia pasca Reformasi sebenarnyamerupakan pengulangan sejarah karena sebenarnya benih-benih ultra-nasionalisme yang membedakan pribumi dan non pribumi telah ada sejakjaman kolonial hingga di awal kemerdekaan. Salah satu indikasinya adalahadanya kelompok-kelompok yang memaksakan kehendak mereka untukmenjadikan Indonesia sebagai negara Islam seperti yang dilakukan olehMohammad Natsir.6

Pertentangan dengan si liyan bernuasa politis yang sekarang sedangmerebak di Indonesia terejawantahkan dalam beberapa isu-isu sensitifseperti perbedaan keyakinan, rapuhnya kohesi sosial antar umat beragamadan tafsir kebenaran sepihak. Isu-isu tersebut jika diabaikan akan dapatmenjadi ancaman potensial bagi keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk

5 The New York Times, supra note 1.6 Septian Prasetyo & others, “PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR TENTANG IDEOLOGISASI

ISLAM DI INDONESIA TAHUN 1949-1959” (2015) 3:2 J Mhs Teknol Pendidik, online:<http://ejournal.unesa.ac.id/article/15336/38/article.pdf>.

Page 10: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ ix ]

dan toleran. Terutama jika intoleransi semacam ini menjadi salah satu slogankampanye politik untuk menjaring simpati dari masyarakat. Hal inidisebabkan benih-benih intoleransi dan radikalisme sebenarnya masih adadi Indonesia terutama pasca tumbangnya Rejim Orde Baru. OrdeReformasi hanya berhasil menumbuhkan gerakan masyarakat sipilmelainkan juga memberikan peluang kepada kelompok-kelompok radikaluntuk berkembang di Indonesia.7 Seringkali keduanya terlibat perdebatandi ruang-ruang publik terkait isu moralitas dan toleransi.

Dalam menjawab tantangan-tantangan kontemporer tersebut, peranPancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa menjadi sangat relevan untukmembendung paham-paham ekstrim diatas. Namun pertanyaan besarharus mulai diajukan terkait kemampuan Pancasila untuk menjadi penengahdalam kuasa tarik menarik antara globalisasi dengan sentimen ultra-nasionalis yang sedang menguat di Indonesia saat ini. Mungkinkah Pancasilayang katanya Eka Dharmaputra sebagai periuk kosong8 karena hanyamemuat pilar kebangsaan dalam lima sila yang sangat sederhana mampumenjawab persoalan besar tersebut? Pertanyaan ini layak untuk diajukankarena Pancasila telah lama dimanipulasi oleh Orde Lama dan Orde Baru.Lalu saat ini Pancasila justru terjebak dalam pusaran globalisasi,ultrasanionalisme dan juga fundamentalisme agama yang kian hari semakinmenguat. Tawaran konsep Pancasila sebagai ideologi terbuka justrudimanfaatkan oleh beberapa kelompok untuk menggaungkan intoleransi,menyebarkan paham radikalisme bahkan melakukan terorisme. Oleh karenaitu sudah saatnya ada pemikiran untuk menekankan Pancasila sebagaisebuah ideologi yang mampu memediasi dan bergerak lincah menjawabpersoalan-persoalan tersebut.

Berdasarkan pemikiran diatas, buku ini diharapkan dapat digunakanoleh para pembaca untuk memahami perubahan sosial politik mutakhiryang berlangsung di aras global. Selain itu, buku ini juga diharapkan dapatmemberikan perspektif baru bagi bangsa Indonesia dalam menyiasati ekses

7 Zachary Abuza, Political Islam and violence in Indonesia, 1st ed, Asian security studies (New York:Routledge, 2007) hlm. 67.

8 Al Khanif, Protecting Religious Minorities within Islam in Indonesia: A Challenge for InternationalHuman Rights Law and Islamic Law (SOAS University of London, 2016) [unpublished] hlm.192.

Pengantar Editor

Page 11: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ x ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

perubahan tersebut dalam kehidupan bernegara. Pancasila sebagai ideologibangsa yang dikaji dari berbagai sudut oleh para penulisnya dalam bukuini diyakini akan menjadi benteng bagi bangsa Indonesia dari kuatnyapusaran globalisasi dan perubahan yang walau tak selalu bermakna negatif,pula berpotensi mengancam keutuhan dan jatidiri sebagai bangsa yangbermartabat.

Jember, 30 April 2017

Editor

Manunggal K. Wardaya, Universitas Jenderal Soedirman

Mirza Satria Buana, Universitas Lambung Mangkurat

Al Khanif, Universitas Jember

Page 12: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ xi ]

MMMMMoh. Moh. Moh. Moh. Moh. Mahfud M.D.,ahfud M.D.,ahfud M.D.,ahfud M.D.,ahfud M.D., S.H., (Universitas Islam Indonesia), S.U., (UniversitasGadjah Mada), Dr. (Universitas Gadjah Mada), adalah guru besar diFakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, hakim Mahkamah Konstitusiperiode 2008–2013, dan Menteri Pertahanan di era Presiden AbdurrahmanWahid.

MMMMMurni Hurni Hurni Hurni Hurni Hermawaty Sermawaty Sermawaty Sermawaty Sermawaty Sitanggangitanggangitanggangitanggangitanggang, S.Th. (Sekolah Tinggi Alkitab Jember),M.Th. (Seminari Alkitab Asia Tenggara), adalah pengajar di UPT-BSMKUUniversitas Jember.

Anik IAnik IAnik IAnik IAnik Iftitahftitahftitahftitahftitah, S.H., (Universitas Brawijaya Malang) adalah mahasiswaprogram pascasarjana Universitas Islam Kediri.

AAAAAdam Mdam Mdam Mdam Mdam Muhshiuhshiuhshiuhshiuhshi, S.H., (Universitas Jember), S.AP., (Sekolah Tinggi IlmuAdministrasi-Lembaga Administrasi Negara, Bandung), M.H., (UniversitasAirlangga) adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Jember danpeneliti di The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration(CHRM2) Universitas Jember.

MMMMMade Pade Pade Pade Pade Pramonoramonoramonoramonoramono, S.S., (Universitas Gadjah Mada), M.Hum., (UniversitasGadjah Mada), Dr. (Universitas Gadjah Mada) adalah staf pengajar diUniversitas Negeri Surabaya.

MMMMMoch. Choiroch. Choiroch. Choiroch. Choiroch. Choirul Rizalul Rizalul Rizalul Rizalul Rizal, S.HI., (Universitas Islam Negeri Surabaya), M.H.,(Universitas Trunojoyo Madura) adalah peneliti di Penal Policy of Initiatives(POINTS).

DDDDDAFAFAFAFAFTTTTTAR KAR KAR KAR KAR KONTRIBUTORONTRIBUTORONTRIBUTORONTRIBUTORONTRIBUTOR

Page 13: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ xii ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Al KhanifAl KhanifAl KhanifAl KhanifAl Khanif, S.H. (Universitas Jember), M.A. (Universitas Gadjah Mada),LL.M. (Universitas Lancaster), Ph.D. (School of Oriental and AfricanStudies/SOAS Universitas London) adalah pengajar di Fakultas HukumUniversitas Jember, direktur the Centre for Human Rights, Multi-culturalism and Migration (CHRM2) Universitas Jember dan Ketua SerikatPengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia periode 2017-2019.

KhoirKhoirKhoirKhoirKhoirul Anamul Anamul Anamul Anamul Anam, S.Thi., (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijogo), M.A.(Center for Religious and Cross Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada)adalah Editor Media Damai di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme(BNPT).

FFFFFiska Miska Miska Miska Miska Maulidian Naulidian Naulidian Naulidian Naulidian Nugrugrugrugrugrohoohoohoohooho, S.H., (Universitas Jember), M.H., (UniversitasAirlangga) adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Jember danpeneliti di The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration(CHRM2) Universitas Jember.

DDDDDominikus Ratoominikus Ratoominikus Ratoominikus Ratoominikus Rato, S.H. (Universitas Jember), M.Si (Universitas Airlangga),Dr. (Universitas Diponegoro) adalah guru besar dan pengajar di FakultasHukum Universitas Jember. Fokus keahlian dan penelitiannya adalahhukum adat dan filsafat hukum.

SSSSSukrukrukrukrukron Mon Mon Mon Mon Maaaaa’’’’’munmunmunmunmun, S.HI., (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijogo)M.Hum., (Universitas Gadjah Mada) adalah staf pengajar di Institut AgamaIslam Negeri Salatiga. Aktivis muda NU ini pernah mengikuti short courseReligious Pluralism di University of California, Santa Barbara, USA; MuslimExchange Program (MEP) di Australia; Short Course Research Methodologydi Western Sydney University, Australia; dan Short Course di English andForeign Language University (EFLU) Hyderabad, India.

MMMMMiririririrza Sza Sza Sza Sza Satria Batria Batria Batria Batria Buanauanauanauanauana, S.H., (Universitas Lambung Mangkurat), M.H.,(Universitas Islam Indonesia), Dr. (T.C. Beirne School of Law UniversitasQueensland) adalah pengajar di Fakultas Hukum Universitas LambungMangkurat.

IIIIIrham Brham Brham Brham Brham Bashori Hashori Hashori Hashori Hashori Hasbaasbaasbaasbaasba, S.HI., (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijogo),M.H., (Universitas Islam Indonesia) adalah staf pengajar di UniversitasIslam Negeri Malang.

DDDDDina ina ina ina ina TTTTTsalist salist salist salist salist WWWWWildanaildanaildanaildanaildana, S.HI., (Universitas Islam Negeri Sunan KalijogoYogyakarta) LL.M., (Universitas Gadjah Mada) adalah staf pengajar di

Page 14: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ xiii ]

Fakultas Hukum Universitas Jember dan peneliti di The Centre for HumanRights, Multiculturalism and Migration (CHRM2) Universitas Jember.

Anwar MAnwar MAnwar MAnwar MAnwar Masdukiasdukiasdukiasdukiasduki, S.HI., (Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta), M.A., (Center for Religious and Cross Cultural Studies,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

EEEEEmanuel Raja Dmanuel Raja Dmanuel Raja Dmanuel Raja Dmanuel Raja Damaituamaituamaituamaituamaitu, S.H., (Universitas Jember), M.H., (UniversitasNegeri Sebelas Maret) adalah staf pengajar di Fakultas Hukum UniversitasWidya Karya Malang.

Ayuningtyas SAyuningtyas SAyuningtyas SAyuningtyas SAyuningtyas Saptariniaptariniaptariniaptariniaptarini, S.H., (Universitas Jember) adalah mahasiswa padaprogram Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember danpegiat sosial di Mata Timoer Institute Jember.

WWWWWiwit Kiwit Kiwit Kiwit Kiwit Kurniawanurniawanurniawanurniawanurniawan, S.S. (Universitas Muhammadiyah Purwokerto), M.A.,(Center for Religious and Cross Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada)adalah staf pengajar di Universitas Pamulang dan peneliti di Pusat KajianPancasila dan Kepemimpinan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

MMMMMuhammad Buhammad Buhammad Buhammad Buhammad Bahrahrahrahrahrul Uul Uul Uul Uul Ulumlumlumlumlum, S.H., (Universitas Jember), LL.M. (UniversitasOsmania) adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Jember danpeneliti di The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration(CHRM2) Universitas Jember.

HHHHHayatul Iayatul Iayatul Iayatul Iayatul Ismismismismismi, S.H., (Universitas Riau), M.H., (Universitas Islam Indonesia),Dr. (Universitas Padjajaran) adalah staf pengajar di Fakultas HukumUniversitas Riau.

RRRRRosita Iosita Iosita Iosita Iosita Indrayatindrayatindrayatindrayatindrayati, S.H., (Universitas Jember), M.H., (Universitas Airlangga)adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Jember dan peneliti diThe Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration (CHRM2)Universitas Jember.

M. IM. IM. IM. IM. Iwan Swan Swan Swan Swan Satriawanatriawanatriawanatriawanatriawan, S.H., (Universitas Jember), M.H., (UniversitasBrawijaya) adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

AAAAAchmadudin Rajabchmadudin Rajabchmadudin Rajabchmadudin Rajabchmadudin Rajab, S.H., (Universitas Indonesia), M.H., (UniversitasIndonesia) adalah tenaga fungsional perancang undang-undang di DewanPerwakilan Rakyat (DPR).

Daftar Kontributor

Page 15: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ xiv ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

SSSSSadhu Badhu Badhu Badhu Badhu Bagas Sagas Sagas Sagas Sagas Suratnouratnouratnouratnouratno, S.H., (Universitas Jember), M.H., (UniversitasJember) adalah staf di Biro Hukum Pemerintah Daerah Banyuwangi.

Cakra ACakra ACakra ACakra ACakra Abbasbbasbbasbbasbbas, S.HI., (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta),M.H., (Universitas Sumatera Utara), Dr. (Universitas Sumatera Utara)adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas MuhammadiyahSumatera Utara.

Page 16: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

Pengantar Editor → → → → → vDaftar Kontributor → → → → → xiDaftar Isi → → → → → xv

PRPRPRPRPROLOLOLOLOLOGOGOGOGOGPancasila sebagai Pijakan Politik dan Ketatanegaraan → → → → → 1Moh. Mahfud MD

BAB I PBAB I PBAB I PBAB I PBAB I PANCASILANCASILANCASILANCASILANCASILA, AA, AA, AA, AA, AGAMA DAN GLGAMA DAN GLGAMA DAN GLGAMA DAN GLGAMA DAN GLOBALISASI OBALISASI OBALISASI OBALISASI OBALISASI → → → → → 15

Pancasila, Agama dan Tantangan Globalisasi → → → → → 17Murni Hermawati Sitanggang

Pancasila versus Globalisasi: Antara Konfrontasi dan Harmonisasi? → → → → → 35Anik Iftitah

Mengkaji Hak Beragama dalam Sistem Hukum Pancasila → → → → → 51Adam Muhshi

Spiritualitas Pancasila: Dari Korupsi Spiritual ke Pancaran IntensionalUniversalitas Nilai-Nilai Pancasila → → → → → 73Made Pramono

Mediasi Penal dan Pembaruan Hukum Berperspektif Pancasila → → → → → 91Moch. Choirul Rizal

DDDDDAFAFAFAFAFTTTTTAR ISIAR ISIAR ISIAR ISIAR ISI

Page 17: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ xvi ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

BAB II PBAB II PBAB II PBAB II PBAB II PANCASILANCASILANCASILANCASILANCASILA, RADIKALISME DAN IDEOLA, RADIKALISME DAN IDEOLA, RADIKALISME DAN IDEOLA, RADIKALISME DAN IDEOLA, RADIKALISME DAN IDEOLOGIOGIOGIOGIOGITRANSNASIONAL TRANSNASIONAL TRANSNASIONAL TRANSNASIONAL TRANSNASIONAL → → → → → 111

Pancasila dalam Pusaran Islam Transnasional → → → → → 113Al Khanif

Quo Vadis Ilusi Khilafah di Negara Pancasila → → → → → 129Khoirul Anam

Pancasila: Refleksi Sadar Ideologi sebagai Anti-virus Radikalisme → → → → → 147Fiska Maulidian Nugroho

BAB III PBAB III PBAB III PBAB III PBAB III PANCASILANCASILANCASILANCASILANCASILA SEBAA SEBAA SEBAA SEBAA SEBAGAI IDEOLGAI IDEOLGAI IDEOLGAI IDEOLGAI IDEOLOGI INKLOGI INKLOGI INKLOGI INKLOGI INKLUSIF DI ERAUSIF DI ERAUSIF DI ERAUSIF DI ERAUSIF DI ERAGLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI → → → → → 173

Pancasila sebagai Ideologi yang Hidup → → → → → 175Dominikus Rato

Pancasila, Ideologi Bangsa yang Terkoyak → → → → → 193Sukron Ma’mun

Pancasila, Multikulturalisme dan Tantangan Inklusi Sosial → → → → → 215Mirza Satria Buana

Patriarkhisme Pancasila: Dialektika Perempuan dalam PerumusanPancasila dan Pembangunan Bangsa Indonesia → → → → → 237Irham Bashori Hasba & Dina Tsalist Wildana

Menguji Negara Paripurna: Pancasila dan Tantangan Dunia Maya → → → → → 261Anwar Masduki

BAB IV PBAB IV PBAB IV PBAB IV PBAB IV PANCASILANCASILANCASILANCASILANCASILA, KEDAA, KEDAA, KEDAA, KEDAA, KEDAULULULULULAAAAATTTTTAN NEGARA DANAN NEGARA DANAN NEGARA DANAN NEGARA DANAN NEGARA DANGLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI → → → → → 277

Moralitas Pancasila dalam Kesesatan Globalisasi → → → → → 279Emanuel Raja Damaitu & Ayuningtyas Saptarini

Page 18: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ xvii ]

Pancasila dan Kedaulatan Bahasa dalam Pusaran Globalisasi → → → → → 301Wiwit Kurniawan

Pancasila dalam Arus Liberalisasi Pangan Pascareformasi → → → → → 317Muhammad Bahrul Ulum

Menguji Keadilan Pancasila dalam Menjaga Kedaulatan Rakyatatas Tanah → → → → → 337Hayatul Ismi

BAB BAB BAB BAB BAB V KEADILV KEADILV KEADILV KEADILV KEADILAN DAN DEMOKRASI PAN DAN DEMOKRASI PAN DAN DEMOKRASI PAN DAN DEMOKRASI PAN DAN DEMOKRASI PANCASILANCASILANCASILANCASILANCASILA DI ERAA DI ERAA DI ERAA DI ERAA DI ERAGLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI GLOBALISASI → → → → → 355

Pancasila dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia → → → → → 357Rosita Indrayati

Purifikasi Pilkada dan Revitalisasi Demokrasi Pancasila di Indonesia → → → → → 371M. Iwan Satriawan

Solusi Pancasila dalam Pembaharuan Demokrasi Indonesia: KajianPenyempurnaan Regulasi Pilkada → → → → → 387Achmadudin Rajab

Menyoal Aktualisasi Pancasila dalam Perspektif Mahkamah Konstitusi → → → → → 405Sadhu Bagas Suratno

Pancasila di Era Globalisasi: Sebuah Perspektif Ketatanegaraan → → → → → 423Cakra Arbas

Daftar Isi

Page 19: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 193 ]

Arus global tidak hanya menyangkut ranah sosial, politik, dan budaya,namun juga melibatkan sisi agama sebagai “penyedap” dalampertempuran ideologi sebagai bungkus kepentingan, baik politik

ataupun ekonomi. Kenyataannya agama menjadi sumbu peledak yangpaling ampuh untuk memporak-porandakan tatanan politik yangberkeadaban dan menjunjung tinggi moralitas kemanuasiaan.

Persoalan inilah yang nampaknya terjadi dalam dua tahun terakhirbelakangan dan memiliki kecenderungan untuk terus menguat. Indikasiyang mampu memberikan gambaran akan terjadinya penguatan adalahadanya kekuatan-kekuataan politik yang mampu memahami karaktermasyarakat bangsa, sebagai komunitas yang relijius dan kompromististerhadap berbagai persoalan.

Gerakan keagamaan transnasional1 juga telah menjadi bagian yang takterpisahkan dalam sisitem sosial dan politik bangsa Indonesia, semenjakreformasi tahun 1998 lalu.2 Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat krankekebasan dalam sistem demokrasi memungkinkan masyarakat untuk bebasberserikat, berkumpul, berpendapat, dan memilih keyakinannya. Sistem

PANCPANCPANCPANCPANCAAAAASILSILSILSILSILAAAAA, IDEOLOGI BANGSA Y, IDEOLOGI BANGSA Y, IDEOLOGI BANGSA Y, IDEOLOGI BANGSA Y, IDEOLOGI BANGSA YANGANGANGANGANGTERKTERKTERKTERKTERKOOOOOYYYYYAKAKAKAKAK

Sukron Ma’mun

1 Gerakan keagamaan transnasional juga merupakan efek dari globalisasi dalam ranah politik, ekonomi,dan budaya. Kendurnya sekat-sekat (boundaries) ikatan sosial, budaya, dan politik sebuah masyarakatmengakibatkan mudah diterimanya berbagai aliran, ideologi, dan pemahaman kelompok lain.Derasnya arus informasi sebagai bagian tak terpisahkan dari modernisasi dan globalisasi menjadifaktor pendorong cepatnya merambah gerakan keagamaan transnasional.

Page 20: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 194 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

rezim politik represif terhadap Islam yang dimainkan Orde Baru telahmeledakkan gerakan Islam baik politik maupun keagamaan murni.

Kelompok-kelompok keagamaan yang selama ini “terindimitasi” olehpemerintahan Orde Baru menyeruak dan mencari eksistensi diri dalamruang publik yang terbuka. Ekspresi kebebasan ditunjukkan denganpenguatan ideologi, gerakan keagamaan, dan sakralitas ritual. Ideologi-ideologi yang selama ini belum dikenal oleh masyarakat tiba-tiba munculmenjadi idola baru bagi masyarakat yang dimabuk kebebasan.

Ekspresi keagamaan pada masa-masa awal reformasi menunjukkan halyang bersifat positif, karena mengarah pada bentuk keterbukaan alamdemokrasi, dalam berserikat, berpedapat, dan tentunya berkeyakinan.Namun belakangan nampaknya gerakan keagamaan tersebut lambat launmulai mengkristal untuk menemukan titik kejelasan atau orientasi yangingin dicapai oleh masing-masing pihak.

Ali3 menyatakan bahwa gerakan keagamaan di Indonesia dapat dipilahdalam dua bkelompok besar, yakni kelompok mainstream dan non-main-stream. Kelompok gerakan Islam mainstream merujukan pada modelgerakan keagamaan yang memiliki akar kuat dalam perjalanan masyarakatMuslim di Indonesia. Gerakan keagamaan ini seperti Miuhammadiyyah,NU, Persatuan Islam Indonesia (Persis) dan Mathlaul Anwar. Sementaragerakan non-mainstream adalah gerakan keagamaan yang tidak memilikibasis kuat dalam perjalanan gerakan di Indonesia, karena berangkat darigerakan keagamaan transnasional.

Masing-masing kelompok ini masih dapat dipilah-pilah jenis danmodelnya, mengingat beragamannya orientasi yang ingin dicapai dalampembentukan gerakan tersebut. Gerakan Islam mainstream dengan berbagaianak gerakan sendiri dapat dipilah dalam tiga model, yakni Islam modernis,Islam tradisonalis-konservatif, transformasi Islam, dan Islam fundamentalis.4

2 Lihat M Imdadun Rahmad, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur TengahKe Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2005) hlm. X. Lihat pula As’ad Said Ali, Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi: Gerakan-gerakan Sosial-Politik dalam Tinjauan Sosialogis (Jakarta: LP3ES, 2013), hlm.vii-xi.

3 As’ad Said Ali, Ibid., 63-144. Baca pula As’as Said Ali, Negara Pancasila: Jalan KemaslahatanBerbangsa (Jakarta: LP3ES, 2009), hlm. 286-307.

4 As’ad Said Ali, Ideologi, hlm. 63-64.

Page 21: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 195 ]

Sementara kelompok non-mainstream dalam dipilah menjadi dua, yaknikelompok salafi dan non-salafi. kelompok salafi merujuk pada model Islamliteral dan kaffah. Sementara non-salafi berusaha mewujudkan cita-citapolitik Islam.5

Dalam konteks demokrasi dan kemajemukan Indonesia tentu hal inisangat wajar terjadi. Adanya pluralitas dalam keyakinan beragamamerupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, namunbagaiamana jika pluralitas tersebut mengancam bangunan fundamentaldari ideologi besar bangsa yang menjadi penyangga berdirinya bangsa?Pancasila merupakan ideologi bangsa yang menjadi pondasi berdirinyabangsa Indonesia. Ia merupakan hasil perasan dari berbagai ideologi yangtumbuh di Nusantara. jika demikian adanya, pertanyaan selanjutnya adalahakankah sebuah bangsa mampu bertahan dalam ancaman rongrongan yangmenggerus kerangka besar bangunannya? Jika ia berpotensi merobohkanimaginasi bersama, bagiamanakah seharusnya diselamatkan?

Konteks Historis Keragaman IdeologiKonteks Historis Keragaman IdeologiKonteks Historis Keragaman IdeologiKonteks Historis Keragaman IdeologiKonteks Historis Keragaman Ideologi

Secara ideologis Pancasila merupakan hasil dari proses resapan budaya,ajaran, dan nilai-nlai bangsa Indonesia yang sangat plural. Keberagamanbudaya dan keyakinan masyarakat Indonesia adalah hasil warisan dan silangbudaya yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia semenjak berkembang-nya peradaban Nusantara. Posisi silang nan strategis inilah yang menjadikanbangsa Indonesia tumbuh dalam keragaman budaya dan ideologi.

Sartono Kartodirdjo, dalam pengantar buku Denys Lombard,6

menyatakan periodisasi kebudayaan dan ideologi masyarakat Nusantaramengalami tiga periode, yakni Hindu-Budha, Islamisasi, dan Westernisasi.Pengaruh ideologi dan budaya Hindu-Budha mungkin dapat dikatakansebagai periode cukup lama memberikan pengaruh terhadap cara berfikirmasyarakat Nusantara, yakni berlangsung sekirat 14 abad. Pengaruh

5 Kategori salafi dan non-salafi ini ditunjukkan oleh As’ad Said Ali untuk membedakan gerakankeagamaan non-mainstream yang memiliki orentasi politik dan murni gerakan agama. Meskipunpada gerakan mainstream juga terdapat kelompok non-salafi. lihat Ibid, 73-74.

6 Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejara Terpadu, Bagian 1: Batas-Batas Pembaratan(Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. xv.

Sukron Ma’mun

Page 22: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 196 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

ideologi Islam berlangsung sekitar 7 dan pengaruh ideologi barat denganvarian agamanya berlangsung selama 4 abad.7

Hindu dan Budha yang berasal dari India memberikan warna dalamideologi Nusantara mulai dari abad ketiga dan keeampat Masehi. Agamayang berasal dari Asia Selatan ini bukan hanya memberikan nuansa religi,tetapi juga memberikan cetak budaya pada masyarakat Nusantara hinggaIndonesia modern. “Kontak” Islam dengan penduduk Nusantara disinyalirmulai abad ketujuh Masehi belum mampu memberikan warna ideologidan budaya masyarakat Nusantara hingga abad ketiga belas Masehi. Artinyatujah abad Islam memasuki wilayah Nusantara namun tidak banyak mem-berikan pengaruh terhadap keyakinan dan kebudayaan Nusantara kala itu.

Sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang dimulai abad ke-7 hanyamenyentuh wilayah kontak ekonomi, belum merambah pada ranah ideologisdan kebudayaan. Islam baru secara massif menjadi bagian dari keyakinanmasyarakat Nusantara dan mampu meberikan warna kebudayaan barusekitar abad ketiga belas hingga empat belas Masehi. Hal ini ditandai olehkonversi masyarakat Nusantara untuk mengikuti ajaran Islam, sertamassifnya intensitas masyarakat Timur Tengah dan India Muslim masukwilayah Nusantara.

Hingga pada titik itu, Islam secara ideologis dan kebudayaan padadasarnya belum diikuti secara “kaffah” (totalitas) oleh pemeluk barunya.Bahkan yang terjadi adalah adalah akulturasi kebudayaan antara Islam danJawa, yang tentu saja kental dengan budaya Hindu-Budha dan keyakinananimis-dinamis yang sudah ada. Pada proses selanjutnya terjadi sinkretismeajaran, sehingga menyebabkan model dan praktik keagamaan Islammasyarakat Nusantara menjadi unik.8 Tidak mengherankan banyak modelkeislaman yang tumbuh dalam masyarakat muslim Nusantara sebagaiartikulasi sinkretisme ajaran Islam dengan keyakinan lokal. Hal inimenunjukkan adanya penerimaan terhadap ajaran baru, namun masihkuatnya pengaruh ajaran lama yang telah ada.9

7 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia,2015), hlm. 57.

8 Martin Van Bruinessen, “Global andLocal in Indonesia lslam” dalam Southeast Asian Studies,Kyoto: vol 37, No 2, 1999, hlm. 46-63.

9 Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), hlm. 170. Lihat pulaAndik Wahyu Muqoyyidin, Dialektika Islam dan Budaya Lokal dalam Bidang Sosial Sebagai SalahSatu Wajah Islam Jawa, el Harakah, Vol. 14. No. 1, 2012, hlm. 21-22.

Page 23: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 197 ]

Selain diterima Islam sebagai bagian dari ideologi dan kebudayaan barudi Nusantara, masyarakat Nusantara juga memperoleh pengaruh Konghucuyang berasal dari China. Orang-orang China memberikan pengaruh cukupdalam kebudayaan dan ideologi masyarakat Nusantara.10 Lebih dari itupada perkembangannya etnik China juga menjadi bagian yang tidakterpisahkan dalam sistem sosial masyarakat Nusantara. Komunitas Chinadan tentu dengan ideologi dan kebudayaannya menjadi warna tersendiridalam perkembangan masyarakat Nusantara, yang tersebar di berbagaiwilayah.

Kedatangan kaum kolonial Eropa mulai abad 16, beberapa diantaranyaadalah Portugis, Inggris, dan Belanda, memberikan pengaruh ideologi danbudaya modern bagi masyarakat Nusantara. Agama Kristen yang awalnyatidak dikenal oleh penduduk Nusantara mulai dikenal dan dikuti. Meskipundatang lebih akhir dibanding dengan ketiga agama sebelumnya, Kristenmemberikan warna yang cukup mengingat kolonial Belanda yangmemerintah Indonesia mayoritas pemeluk agama Kristen. Meskipun tidakada pemaksaan agama oleh pemerintahan Hinda Belanda, namun kontakpemerintah dengan penduduk lokal memberikan imbas yang signifikanterhadap keberagaman masyarakat Indonesia pada nantinya.

Kenyataan di atas tentu bukan hal kebetulan belaka, namun sebuahproses sejarah yang berlangsung dalam cukup lama. Keragaman bangsaIndonesia tentu bukan kebetulan semata, namun dialektika dan negosiasiberbagai keyakinan dan budaya terjadi secara intensif. Hal yang perludigarisbawahi di sini adalah proses tersebut berjalan sangat harmonis dannyaris tanpa perselisihan berarti. Mengapa hal ini dapat terjadi? MenurutSuyanto11 hal ini lebih karena disebabkan oleh karakteristik budaya Jawayang cenderung religious, non-doktriner, toleran, akomodatif, dan

1 0 Yudi Latif, Negara, hlm. 58.1 1 Lebih jauh Suyanto menyebutkan karakter di atas melahirkan corak, sifat, dan kencenderung masyarakat

Jawa dalam 10 sifat; 1) Percaya pada Tuhan Yang Mahaa Esa sebagai sangkan paraning dumani(tempat manusia berasal). 2) Bercorak idealitis, percaya pada hal-hal yang bersifat adikodrati(supranatural), dan cenderung mistik. 3) Lebih mebnutamakan hakikat daripada segi-segi formaldan ritual. 4) Mengutamakan cinta kasih sebagai landasan pokok hubungan antar manusia. 5)Percaya pada takdir dan cenderung bersikap pasrah. 6) Bersifat konvergen dan universal. 7) Momotdan non-sekterian. 8) Cenderung pada simbolisme. 9) Cenderung pada gotong royong, guyub,rukun, dan damai. 10) Kurang kompetitif dan kurang mengutamakan materi. Lihat Suyanto,Pandangan Hidup Jawa (Semarang: Dahana Prize, 1990), hlm. 144.

Sukron Ma’mun

Page 24: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 198 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

optimistik. Karakter yang demikian menjadikan masyarakat Nusantara,dengan komunitas etnik Jawa paling dominan, memiliki tingkat keragamanideologi, budaya, sosial, dan politik. Dengan demikian, keragaman menjadimenjadi hal yang sangat wajar terjadi.

PPPPPancasila sebagai Iancasila sebagai Iancasila sebagai Iancasila sebagai Iancasila sebagai Ideologi Bdeologi Bdeologi Bdeologi Bdeologi Bangsaangsaangsaangsaangsa

Pancasila lahir dalam konteks keragaman budaya dan ideologi masyarakatNusantara. Ia merupakan konsesus dari berbagai keyakinan dan fahamyang telah tumbuh di bumi Nusantara. Bahkan lebih dari itu Pancasilalahir dalam situasi pertarungan ideologi-ideologi besar dunia yang adakala itu, yakni Liberalisme, Sosialis-Komunisme, Chauvinisme, danKosmopolitisme. Pancasila lahir setelah melalui pemikiran matang parapendiri bangsa yang tidak serta merta memunculkan poin-poin dasar (sila)yang lima tersebut.

Pancasila adalah dasar yang menjadi pijakan dalam setiap langkamasyarakat bangsa dan tentu sistem pemerintahan dengan berbagaiaturannya. Karenanya dalam sejarah penyusunannya ia digodog secaramatang, melalui kejernihan fikir dan ketulusan hati. Ia merupakan resapannilai-nilai fundamental dari kebudayaan, keyakinan atau kepercayaan, danfasalah (cara pandang) bangsa Indonesia.

Hal yang perlu ditetakkan disini adalah Pancasila bukan sebuahkebetulan belaka, meskipun proses perumusannya terjadi setelah adanyajanji kemerdekaan pemerintahan Jepang yang menguasai Indonesia kalaitu, tahun 1945. Jepang yang menjanjian kemerdekaan Indonesia sejakSeptember 1944, membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan (BPUPK) pada 29 April 1945. BPUPK sendiri mulaimelakukan persidangan pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Hal yangmendasar dalam pertemuan tersebut adalah pembicaraan mengenai dasarnegara.12

Masing-masing anggota memberikan pandangan mengenai hal-haldasar yang menjadi landasan bernegara. Beberapa hal mendasar yangdibicara dalam persidangan tersebut adalah pentingnya ketuhanan (agama)

1 2 A.M.W Pranaka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila (Jakarta: CSIS, 1985), hlm. 31.

Page 25: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 199 ]

dalam bernegara, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, demokrasipermusyawaratan, dan nilai-nilai keadilan atau kesejahteraan sosial.13

Masing-masing tokoh memberikan pandangan mengenai dasar negaraRepublik Indonesia, beberapa diantaranya yang diminta memberipendangan oleh ketua BPUPK, Radjiman Wediodiningrat adalahMuhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.14

Dalam pandangan Muhammad Yamin, ketika berpidato di sidangBPUPK tanggal 29 Mei 1945, lima mendasar dari kehidupan bernegaraadalah peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan,dan kesejahteraan rakyat. Sementara Soepomo yang berkesempatanmemberikan pandangan pada 31 Mei 1945 menyatakan lebih abstrak darigagasan Muhammad Yamin. Soepomo hampir senada dengan Yamin, iamelihat pentingnya prinsip ketuhanan, kemanusaian, persatuan,permusyawaratan dam keadilan/kesejahteraan sebagai fundamenkenegaraan.15 Meskipun Soepomo lebih melihat pentingnya sebuah negaramemiliki falsafah yang mendasar sebagai pondasi kehidupan. Ia jugamengusulkan aliran bagi Indonesia merdeka adalah alirah atau fahamintegralistik.16

Sementara Soekarno yang mendapatkan kesempatan mengemukakangagasannya pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan gagasan yang hampirsama dengan Yamin dan Soepomo. Hanya saja urutannya berbeda, kelimadasar tersebut adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisasi atauperikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, danketuhanan yang berkebudayaan. Soekarno memberikan pandangan yangrunut, solidm dan koheren sehingga mampu menyakinkan anggota BPUPKyang berjumlah 69 plus 7 anggota istimewa (Tokubetu Iin) perwakilanpemerintahan Jepang.17

1 3 Yudi Latif, Negara, hlm. 10-11.1 4 Ibid. Lihat pula Muhammad Choirul Huda, Meneguhkan Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara:

Implementasi Nilai Keseimbangan dalam Pembangunan Hukum, dalam Absori, dkk (ed),Transendensi Hukum: Prospek dan Implementasi (Yogyakarta: Genta Publishing 2016), hlm.494.

1 5 Yudi Latif, Negara, hlm. 10.1 6 A.M.W Pranaka, Sejarah, hlm. 31.1 7 Yudi Latif, Negara, hlm. 669-671.

Sukron Ma’mun

Page 26: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 200 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Pada dasarnya Soekarno sendiri tidak mempersoalkan urutan lima dasartersebut harus sebagaimana yang ia sampaikan. Ia mempersilahkan urutantersebut dibuat sesuai dengan kesepakatan. Namun yang lebih pentingdari Soekarno adalah dasar-dasar tersebut hendaknya menjadi “dasar falsafah”(philosofische grondslog) atau “pandangan dunia” (weltanschauung) bagibangsa dan negara Indonesia.18

Soekarno memberikan nama Pancasila yang berasal dari BahasaSansekerta. Panca berarti lima dan Sila berarti dasar. Angka lima menurutSoekarno merupakan “angka keramat” yang diyakini oleh bangsa Indonesia.Dalam ajaran Jawa terdapat ajaran etika mengenai larangan “Mo-Limo”.Taman Siswa dan Chuo Sangi memiliki ajaran “Panca Dharma”. Hindu-Jawa memiliki keyakinan kesatria Pandawa Lima. Islam memiliki rukunIslam yang berjumlah lima. Soekarno menyebut lima dasar tersebut denganasosiasi penggunaan istilah Leitstar atau bintang pemimpin.19

Lima dasar dalam rumusan Pancasila adalah sari pati nilai-nilaikehidupan bangsa yang telah mengakar dalam alam pikir, sikap hidup,cara pandang hidup, dan tindakan masyarakat Indonesia. Sehingga wajarbanyak ilmuwan, tokoh, dan pemerhati dunia yang menyatakan bahwarumusan dalam Pancasila adalah karya agung bangsa Indonesia.

Pancasila merupakan sitensa dan juga antitesa dari berbagai ideologi.Rumusan yang terkadung dalam Pancasila merepresentasikan sebuah imajibesar dari bangsa Indonesia, bahwa Indonesia bukan negara agama, sekuler,ataupun sosialis. Tetapi juga mencerminkan bagaimana rumusan sila-siladi dalamnya merupakan resapan dari nilai-nilai agama, pandangan sosialisdan liberalis. Namun demikian Pancasila bukan ideologi agama, apalaginilai ideologi sosialis, komunis, dan liberalis.

Latif20 menyatakan sintesa Soekarno akan nilai-nilai ideologi ini dalamrumusan yang sangat tepat. Sehingga Soekarno menyebut sebagai dasarfalsafah (philosofische grondslag) dan pandangan dunia (weltanschauung).Sustesa tersebut adalah nasionalisme-islamisme, socio-democratic, dankonseptualisasinya tentang socio-nationalisme dan socio-democratic sebagaiasas Marhaenisme.

1 8 As’ad Said Ali, Negara, hlm. 17-18.1 9 Ibid.2 0 Yudi Latif, Negara, hlm. 46.

Page 27: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 201 ]

Sila pertama ketuhanan menunjukkan bahwa bangsa Indonesiamenyadari bahwa agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsaIndonesia. Sila kemanusiaan merepresentasikan humanitas dan rasakesamaan terhadap segala entitas ciptaan tuhan. Artinya adalah pembelaanterhadap hak-hak asasi manusia. Sila persatuan menunjukkan rasa cintaakan kebangsaan. Bangsa sebagai entitas yang satu dalam bingkaikeindonesiaan. Sila kerakyatan dan permusyawaratan menujukkanIndonesia merupakan negara demokrasi, bukan monokrasi ataupun teokrasi.Sila keadilan dan kesejahteraan sosial memberikan satu arahan bahwaIndonesia bukan negara kapitalis liberal, namun memperhatikan aspeksocial dalam membangun masyarakat.

Namun persoalan “ideologi bangsa” ini berhenti atau cukup sampaipada perumusan, nampaknya masih terjadi pertentangan hinggapengesahan Pancasila dengan sila-sila yang kita kenal sekarang. Hinggamenjelang kemerdekaan Indonesia masih terdapat tarik ulur yang sengitantara banyak pihak terkait dengan adanya rumusan Pancasila pada silapertama. Kelompok Islam masih sengit mempertahankan tujuh katasebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta, yakni “dengan kewajibanmenjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Penambahan tujuhkata ini yang menjadikan pembahasan Pancasila sila pertama mengalamideadlock. Hingga akhirnya terjadi kesepakatan pihak Islam menerimapenghilangan tujuh kata tersebut demi kesatuan bangsa Indonesia.

Kemauan pihak Islam ini merupakan indikasi langkah yang sangat luarbiasa dalam perkembangan kehidupan beragama di Indonesia. kalanganNasionalis, yang direpresentasikan oleh Soekarno, mampu menyakinkankelompok Islam, Muhammadiyyah yang diwaliki oleh Ki BagoesHadikoesmo dan NU yang diwakili Wachid Hasjim. Keduanya menerimapenghilangan tujuh kata dengan alasan menjaga persatuan bangsa.21

Hingga detik itu Pancasila merupakan dianggap sebagai dasar negaradan kesepakatan bersama, bukan falsafah ataupun ideologi sebagaimanaSoekarno inginkan. Meskipun pada dasarnya Soekarno juga tidak terlaluberambisi untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa untuk

2 1 Ibid., hlm. 36. Lihat pula Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Studitentang Perdebatan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 2006), hlm. 110-111.

Sukron Ma’mun

Page 28: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 202 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

menggantikan ideologi atau keyakinan-keyakinan yang telah ada.Welstanchauung sebagaimana yang dimaksud Soekarno menurut Alitidaklah sama dengan ideologi, karena secara prinsipal keduanya memilikiperbedaan. Welstanchauung lebih diartikan sebagai pandangan dunia(world view) suatu masyarakat yang terbentuk dan pengalaman bersamadalam batas dan kondisi lingkungan tertentu yang menghasilkan sistemsosiokultural, khususnya nilai-nilai spesifik.22 Sementara ideologi lebihcenderung pada sistem nilai yang bersifat mengikat dan berasal dari idebesar, baik yang bersumber dari alam pikir ataupun wahyu.

Pancasila pada akhirnya menjadi “ideologi bangsa” setelah pada kurun1945 hingga 1950 mengalami berbagai cobaan dalam sistem politik dankenegaraan negara muda Indonesia. Adanya kemungkinan tafsir yangdisesuaikan dengan kepentingan adalah hal yang tidak terelakan mengenaisila pertama. Misalnya kelomopok nasionalis sekuler melihat maknaketuhanan dalam pengertian sosiologis.23 Ketuhahan tidak terikat padaagama atau netral, sehingga terlihat seolah Islam bukanlah inspirasiperumusan Pancasila. Sementara kalangan komunis berkeinginan lebihjauh, menggati sila pertama dengan kebebasan beragama dan kepercayaan.24

Perdebatan panjang mengenai tafsiran sila pertama ini cukup melegekansetelah beberapa tokoh sepakat untuk melakukan reinterpretasi. Pertama,Pancasila merupakan kompromi politik. Perdebatan di siding BPUPK danPPKI merupakan bentuk kompromi tersebut. Kedua, lebih dari sekedarkompromi politik atau kontrak sosial, Pancasila merupakan falsafah bangsaatau welstanchauung bangsa Indonesia.25

Bagaimana lantar respon umat Islam? Muhammadiyyah dan NahdlatulUlama pada awalnya nampak masih ragu menerima Pancasila sebagai faslafahbangsa. Hal ini terambar dari pidato Mohammad Nasir yangmempertanyakan sumber sila-sila dalam Pancasila. Demikian pula denganKH Ahmad Zaini yang berasal dari NU.26

2 2 As’ad Said Ali, Negara, hlm. 18-19.2 3 Ahmad Syafii Maarif, Islam, hlm. 147.2 4 As’ad Said Ali, Negara, hlm. 26.2 5 Ibid., hlm. 23-24.2 6 Ahmad Syafii Amarif, Islam, hlm. 147.

Page 29: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 203 ]

Muhammadiyah dan NU menggagap Pancasila merupakan kompromipolitik yang dimaksudkan untuk mendudukan hal yang paling esensialdari proses kehidupan berbangsa yang plural atau multikultur. Kenyataankehidupan berbangsa yang plural saat itu harus diselamatkan dalam situasiyang kritis dalam masa-masa awal menjelang kemerdekaan.27 MenurutKH Mustafa Bisri NU sendiri misalnya menerima totalitas Pancasila sebagaiasal tunggal setelah melakukan perdebatan panjang, bahkan kemudianmenjadi pembela utama Pancasila.28

Terlepas dari perdebatan panjang mengenai Pancasila sebagai falsafahbangsa, Pancasila layak menjadi “ideologi bangsa” untuk menyatukanpikiran, gagasan, dan tindakan semua komponen bangsa. Sebagaimanadikemukakan KH Abdurrahman Wahid,29 Pancasila harus diterima sebagaiideologi bangsa yang mengikat seluruh kompenen bangsa dalam sila yanglima. Pancasila merupakan bukan sebatas hasil perenungan, lebih dari itunilai-nilai yang diangkat adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai relegiusyang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelummembentuk negara.

PPPPPotrotrotrotrotret Ret Ret Ret Ret Retak Netak Netak Netak Netak Nusantarausantarausantarausantarausantara

Tidak dapat dipungkiri bahwa Pancasila mengalami distorsi yang luar biasaselama rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto.

2 7 Ibid., hlm. 149.2 8 Pembelaan ini menurut KH Mustofa Bisri dituangkan dalam Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila

dengan Islam yang berjumlah lima poin hasil Musyawarah Nasional (MUNAS) Alim Ulamatanggal 21 Desember 1983. Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indone-sia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untukmenggantikan kedudukan agama. Kedua, sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai dasar NegaraRepublik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 UUD 1945, yang menjiwai sila yang lain,mencermkinkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. Ketiga, bagi Nahdlatul Ulama(NU) Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah danhubungan antarmanusia. Keempat, penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudandan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Kelima, sebagai konsekuensidari sikap di atas, NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila danpengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak. Lihat As’ad Said Ali, Negara, hlm.xxix-xxx. Lihat pula Andree Feillard, NU vis a vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk, dan Makna(Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 242-245.

2 9 Abdurahman Wahid, Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kaitannya Dengan Kehidupan Beragamadan Berkepercayaan Terhadap Tuhan YME, dalam Alfian & Oetojo Oesman, eds. Pancasila SebagaiIdeologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara (Jakarta: BP-7 Pusat, 1991), hlm. 161.

Sukron Ma’mun

Page 30: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 204 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Pemberlakuan asas tunggal memang bukan sesuatu yang buruk, namuncara mensikapi dan menjadikan Pancasila sebagai bagian dari jiwa bangsaIndonesia yang kurang tepat.

Program pemasyarakatan Pancasila melalui Penataran P4 (PedomanPenghayatan dan Pengamalan Pancasila) dinilai hanya sebuah program tanpa“penghayatan dan pengamalan” sama sekali terhadap Pancasila itu sendiri.Pancasila hanya menjadi jargon, namun tidak menjadi bagian dari hidupterutama bagi kaum elit politik (penguasa). Memang setiap warga negarawajib mengikuti program tersebut untuk mengenalkan Pancasila sebagaipandangan hidup bernegara. Namun program Penataran P4 seolah hanyarutinitas dan bagian dari cara “pembelengguan” warga masyarakat. Pesertapenetaran hanya akan meniru kata-kata sang penatar, tanpa perlumempertanyakan atau bahkan mengkiritisi. Bertanya, mendebat, ataumengkritisi justru akan menjadi boomerang bagi yang bersangkutan.30

Akibat dari kekurangtepatan memberikan pemahaman terhadapmasyarakat akan Pancasila, justru Pancasila menjadi senjata bagi masyarakatuntuk melawan negara. Tidak sedikti masyarakat yang secara diam-diamantipasti terhadap Pancasila. Banyak ormas-ormas Islam yang menentangPancasila sebagai asas tunggal organisasi, bahkan menolaknya.

Pemberlakuan asas tunggal bagi organisasi selama Orde Barumendapatkan tantangan keras dari berbagai ormas Islam.31 Bagi yang cukupmoderat mereka menganggap bahwa Pancasila tidak bisa dijadikan asasuntuk kepentingan organisasi, namun bisa menjadi asas bagi negara.Muhammadiyyah dan Nahdlatul Ulama (NU) berada dalam posisi ini.Meskipun keduanya pada akhirnya menerima secara total. Sebaliknya bagiyang secara frontal menolak, mereka tidak bisa mengkompromikannyakarena berbagai alasan. Misalnya Pancasila ciptaan manusia, kesepakatanpolitik, dan penuh kontroversial pada proses pembentukannya. Menerimaasas tunggal dikhawatirkan menganggap Pancasila telah menggantikanagama.

Potret paling nyata penolakan terhadap Pancasila sebagai ideologi negaraadalah kasus pemberontakan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia

3 0 As’ad Said Ali, Negara, hlm. xvi, xxv-xxviii3 1 Ibid., hlm. xxvi.

Page 31: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 205 ]

(TII) oleh SM Kartosuwiryo. Kartosuwiryo memprokalmirkan diri sebagaiimam dari gerakan pemberontakan tersebut dan mendapatkan simpati dandukungan dari banyak pihak. Kahar Muzakar dan pasukannya menyatakandukungannya pada tanggal 20 Januari 1952 dan menyatakan diri sebagaibagian dari NII (Negara Islam Indonesia, istilah lain dari Darul Islam/DI). Kemudian pada tanggal 21 September 1953, Daud Beureueh di Acehjuga menyatakan bagian dari NII Kartosuwiryo. Tahun 1954, Ibnu Hajardan pasukannya yang bermarkas di Kalimantan Selatan jugamenggabungkan diri. Pada akhirnya, gerakan ini berhasil ditumpas olehmiliter pro pemerintah dan tidak pernah lagi muncul kecuali melaluigerakan bawah tanah.32

Setelah adanya gerakan makar itu, disusul oleh gerakan perlawananterhadap kekuasaan yang dikomandani oleh Partai Komunis Indonesi (PKI)tahun 1965.33 Sebagai partai komunis PKI boleh dibilang sebagai penolakkeras Pancasila, karena pertentangan dengan asas ideologi dan gerakan dasardari ideologi komunis. Bukan haya itu, secara deametral PKI bertentangandengan nilai-nilai dasar dalam Pancasila. Pada puncak gerakan makar yangdilakukan oleh PKI tanggal 30 Spetember 1965, akhirnya gerakan partaikomunis ini berhasil dilumpuhkan sebelum akhirnya beralihnya kekauasaanOrde Baru.

Semasa pemerintah orde baru, rezim penguasa juga secara frontal“menyerang” kelompok-kelompok yang menolak asas tunggal sebagaikelompok yang berorientasi pada ideologi Marxist, Lenin, dan Komunis.Meskipun penyerangan ini juga ditujukkan pada ormas dan partai Islam,yang kala itu ditunjukkan pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP)(Ismail, 1999:197-199). Menurut Gus Mus34 penolakan bisa dianggapsebagai subversi oleh Rezim Orde Baru yang sangat membahayakan bagiyang bersangkutan. Mereka akan disebut “PKI”, “ekstrem kanan”, “ekstrimkiri” dan tidak Pancasilais”.

3 2 Saifuddin, Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa; Sebuah Metamorfosa Baru, Analisis, VolumeXI, Nomor 1, Juni 2011, hlm. 22.

3 3 Baca Eep Syaifullah Fatah, Penghianatan Demokrasi ala Orde Baru; Masalah dan Masa DepanDemokrasi Terpimpin Konstitusional (Bandung: Rosdakarya, 2000), hlm. 19.

3 4 Baca kata pengantar KH Mustofa Bisri dalam buku As’ad Said Ali, Negara, xxvi.

Sukron Ma’mun

Page 32: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 206 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Akibat dari penolakan ini tentu saja sikap represif pemerintah terhadapkalangan penolak, tidak mengecualikan Islam. Partai politik Islammengalami masa kemunduran dan organisasi-organisasi Islam ada dalampengawasan ketat pemerintah. Sikap represif ini mengakibatkan gerakanIslam justru mulai melakukan konsolidasi dan penguatan ideologi yangcukup diriskan pada masa-masa selanjutnya.

Ali35 melihat masyarakat Indonesia letih dengan ideologisasi Pancasilaselama Orde Baru yang hanya terkesan formalis tanpa makna. Tidakmengeherankan jika gerakan Islamist yang melakukan konsolodasi danpenguatan ideologi tiba-tiba meledak pasca reformasi tahun 1998.Penolakan Pancasila sebagai ideologi tunggal menjadi tidak terbendunglagi, bahkan yang lebih parah adalah adanya upaya menggantikan ideologiIndonesia.

Model gerakan, cara pandang, dan sistem yang seragam munculkepermukaan sebagai bukti konsolidasi penguatan gerakan Islamist dibawah tekanan Orde Baru. Ali36 memberikan contoh bagaimana alumni-alumni LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab,perguruan tinggi Islam di Indonesia yang merupakan cabang UniversitasImam Muhammad ibn Saud Riyad) yang mengenalkan ideologi salafi alaArab Saudi kepada mahasiswa-mahasiswanya. Berdirinya LIPIA ini tidaklepas dari peran Nastir dan DDII-nya yang memiliki jaringan denganIkhwanul Muslimin Mesir.37 Ali38 menambahkan tidak mengherankanpecahnya reformasi tahun 1998 kemudian bermunculan gerakan Islamyang memiliki karakter mirip gerakan Ikhwan di Timur Tengah.

Gerakan-gerakan salafi ini kemudian merembes di kota-kota besarterutama di kalangan kaum muda intelektual yang merasa haus akanpengetahuan agama dan spiritual. Kampus-kampus “sekuler” menjadi basispersemaian massifnya gerakan Islamist modern, seperti Institut Teknologi

3 5 Ibid., 264.3 6 Ibid., 301-303.3 7 Abd A’la, Sikap Muslim Fundamentalis Indonesia terhadap NKRI Antara Penolakan dan Penerimaan

Setengah Hati, UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010, hlm. 59. Lihat juga M. ImdadunRahmad, Arus, bagian yang membahas permulaan persinggungan kelompok Islam dengan IkhwanulMuslim Mesir.

3 8 As’ad Said Ali, Ideologi, hlm. 31.

Page 33: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 207 ]

Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI)Jakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas SebelsMaret (UNS) Solo, dan kota-kota besar lainnya.

Di kalangan masyarakat luas gerakan Islamist juga mengalamipenguatan yang tak kalah kerasnya, kelompok-kelompok radikal yang bolehjadi anti Pancasila melakukan penguatan. Beberapa kelompok gerakan dapatdisebutkan adalah MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Laskar Jihad,FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlu Sunnah wa al-jama’ah), HTI (HizbutTahrir Indonesia), FPIS (Front Pemuda Islam Surakarta), Hizbullah SunanBonang, Laskar Jundullah, dan lain sebagainya.39 Indikasi anti Pancasilaadalah upaya yang massif untuk merongrong kekuasaan dengan dalihpemerintahan thaghut dan kafir. Hal yang paling sederhana juga misalnyaterdapat sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan gerakan tersebut melarangadanya penghormatan terhadap bendera Merah Putih.

Gerakan ideologi Islamist dengan berbagai variannya muncul baik dilembaga-lembaga pendidikan resmi milik pemerintah, seperti Sekolah-Sekolah Negeri Unggulan, universitas-universitas negeri terbaik diIndonesia. kelompok-kelompok siswa dan mahasiswa mendirikan atauberafiliasi dengan gerakan-gerakan radikal yang anti Pancasila dan bahkanNKRI. Kasinyo Harto40 yang melakukan penelitian di Universitas Sriwijayamenemukan berbagai gerakan Islamist telah menjadi bagian dari gerakanMahasiswa di kampus tersebut, seperti Hizbut Tahrir Indonesia, GerakanTarbiyah, gerakan Salafi, dan Jamaah Tabligh.

Gerakan-gerakan Islamist ini sebenarnya telah lama menjamur diberbagai kampus besar, sebagaimana disebutkan di atas. Gerakan-gerakanini memang tumbuh dalam beberapa varian, jika merujuk pada modeltaksonomi gerakan yang dibuat oleh As’ad Said Ali41 gerakan Islam dapat

3 9 Saifuddin, Radikalisme, hlm. 27.4 0 Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum: Kasus Gerakan Keagamaan

Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang, Jakarta: Balitbag Kemenag RI, 2008.4 1 Secara lebih rinci As’ad Said Ali membagi kelompok mainstream dan non-mainstream dalam

berbagai varian. Varian-variab dalam kelompok mainstream dapat dibedakan menjadi empat, IslamModernis, Islam Tradisional-Konservatif, Transformasi Islam, Islam Fundamentalis. Sementaravarian dalam kelompok non-mainstream dapat dipilah dalam dua kategori, yakni salafi dan non-salafi. gerakan-gerakan kelompok non-salafi seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, GerakanSyiah, dan Jamaah Tabligh. sementara karakteri dalam kelompok salafi adalah salafi wahabi, salafi

Sukron Ma’mun

Page 34: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 208 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

dibedakan menjadi dua, mainstream dan non-mainstream, maka seluruhgerakan tersebut ada di kampus-kampus. Gerakan Islam salafi, non-salafi,Islam konservatif, dan fundamentalis telah tumbuh di lingkunganpendidikan tinggi.

Gerakan-gerakan Islam transnasional ini memang memberikan warnayang cukup signifikan dalam kancah akademik di Perguruan Tinggi.Pluralias atau multiideologi menjadi warna baru yang tidak dapatdipungkiri. Namun sayangnya dari sekian gerakan ada upaya-upayamelemahkan NKRI dan menggerus nilai-nilai Pancasila. Hal ini wajaradanya mengingat gerakan keagamaan ini juga tidak sedikit yang antipastiterhadap Pancasila.

Kasus paling menyolok mata adalah video yang menjadi viral di mediamassa terkait dengan deklarasi khilafah Islamiyyah di kampus InstitutPertanian Bogor (IPB) (Januari 2017).42 Kebenaran kasus ini sendiri masihdalam proses penyelidikan pihak berwenang, polisi. Khilafah adalah sistemnegara Islam yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai hukumtertinggi dan syariah merupakan sistem terbaiknya. Jika kabar tersebutbenar adanya, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara sedang dikoyak-koyak oleh anak bangsa sendiri. Belum lagi “skandal” politik yang mengurasenergi bangsa dalam kasus menjelang pilkada DKI. Isu penistaan agamadan kemudian dibumbui oleh sikap-sikap rasial merupakan kasus“ponodaan” terhadap kesepakatan bersama, yang sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila.

Terlepas dari hal itu, pasca reformasi “performa” Pancasila sedangmengalami penurunan di mata masyarakat. Menguatnya gerakan syariatdan khilafah di beberapa forum yang diprakarsai oleh gerakan-gerakanIslamist menjadi potret buram perjalanan bangsa Indonesia. Seperti adaupaya yang massif menggerus kebhenikaan Indonesia yang mengarah padasatu tujuan politik tertentu.

jihadi, dan salafi puritan. Dalam taksonomi gerakan keagamaan yang dibuat oleh As’ad Said Ali ini,kelompok salafi merujuk pada kelompok yang cendenrung radikal dalam gerakannya, termasukterbentuknya Laskar Jihad Ahl Sunnah Wal Jamaah (LJASW) pimpinan Ja’far Umar Thalib. LihatAs’ad Said Ali, Ideologi, hlm. 63-144.

4 2 Lihat Berita Satu, Polri Dalami Video Deklarasi Konsep Khilafah di Kampus IPB, sumber: https://www.youtube.com/watch?v=BqppeNoZluc. Diakses 2 Mei 2017.

Page 35: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 209 ]

MMMMMengembalikan Pengembalikan Pengembalikan Pengembalikan Pengembalikan Pancasilaancasilaancasilaancasilaancasila

Negara Kesatuan Republik Indonesai (NKRI) dan Pancasila adalah hargamati. Pengingkaran terhadapnya adalah sebuah pelanggaran kesepakatanbersama atas nilai-nilai besar yang dibangun oleh para pendahulu. Pancasilabukan hanya sekedar sila-sila yang perlu dihafal, namun juga perlu dihayati,dipahami, serta dipraktikkan dalam keseharian masyarakat bangsa dannegara.

Pobia terhadap Pancasila pasca reformasi merupakan imbas terhadapsikap represif Orde Baru terhadap ormas anti Pancasila dan sikap eksesifterhadap Pancasila. Sikap pobia ini muncul kembali tatkala tahun 2003dirancang UU keormasan yang di dalamnya terdapat pasal pemberlakuanPancasila sebagai asas utama organisasi langsung mendapat penentangankuat. Beberapa ormas yang menolak pemberlakuan “asas tunggal” punmenolak disebut sebagai anti Pancasila.

Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Majelis Az Zikra, dan ormasIslam Persatuan Islam (PERSIS) menolak asas Pancasila wajib ada dalamormas. HTI menjadi kelompok yang paling keras menolak Pancasila sebagaiasas organisasi, bahkan HTI sendiri menolak Indonesia sebagai negara yangsah mengigat cita-cita politiknya khilafah Islamiyyah (Republika, 22/03/2013). Alasan penolakan ini didasarkan pada tiga pandangan, sebagaimanaditulisa dalam buku karya Drs. Muhammad Thalib dan Irfan S. Awwasdalam buku “Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila: Menguak TabirPemikiran Politik Founding Father RI”.43 Pertama teori yang menyatakanPancasila berasal dari bumi Indonesia, lahir akibat proses kebudayaan bangsaIndonesia yang beragam, kemudian dirumuskan oleh para pendiri bangsaini sejak zaman penjajah Jepang bercokol di Indonesia.

Menurut teori ini, dalam merumuskan Pancasila, Soekarno telah berhasilmemadukan aspirasi para pemimpin Islam ketika itu, yang berhasratmenjadikan Islam sebagai ideologi dan dasar negara, dengan caramemasukkan ke-Tuhan-an sebagai salah satu silanya. Dalam ide pokokkonsepsi ini, agaknya Pancasila ingin berdiri sebagai wakil kepercayaan

Sukron Ma’mun

4 3 Buku ini dapat diakses secara online di https://taimullah.files.wordpress.com/2012/09/5sila__zionisme.pdf. Diakses 1 Mei 2017.

Page 36: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 210 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

seluruh umat beragama di negeri ini. Dalam perkembangan berikutnya,penguasa ingin mencari kepastian hukum atas keinginan tersebut, yangpada gilirannya melahirkan doktrin azas tunggal, dengan tujuan pokoknya“Mempancasilakan Umat Beragama”.

KKKKKeduaeduaeduaeduaedua, teori yang , teori yang , teori yang , teori yang , teori yang menyatakan bahwa Pancasila yang dikemukakanoleh beberapa orang pemimpin pergerakan Indonesia di dalam rapatBPUPKI dalam sidangnya pada bulan Juni 1945, adalah pengaruh darikode moral ajaran Budha yang telah menjadi tuntunan dan tatanan hidupsehari-hari di dalam masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Sayangnyapendapat ini sangat lemah, mengingat angka lima dalam Pancasila,sebagaimana dikemukakan Soekarno dalam pidatonya 1 Juni 1945merupakan angka penting yang ada dalam ajaran Jawa, Hindu, dan Islam.44

KKKKKetigaetigaetigaetigaetiga,,,,, teori yang menyatakan baha Pancasila yang digagas olehMohamad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno adalah terpengaruh akandoktrin zionis yang telah dipropagandakan oleh tokoh-tokoh Freemasonrydi Asia pada umumnya, dan Asia Tenggara pada khususnya. Adanyapersamaan antara sila-sila Pancasila dengan Khams Qanun Zionis, danazas-azas ideologi negara yang dikemukakan oleh Nehru di India, Dr. SunYat Sen di Cina, Pridi Banoyong di Thailand, dan Andres Bonivasio diFilipina adalah bukti bahwa Pancasila tidak sesuai dengan Islam.

Pancasila nampaknya sulit keluar dari jarum penolakan elemen-elemenbangsa ini yang terlanjur memiliki cara pandang berbeda, namunpengembalian makna dan upaya penyegaran harus terus dilakukan. Halini dimaksudkan agar bangsa ini tidak kehilangan arah dalam melangkah,dan terjebak pada sekterian kelompok-kelompok.

Memang harus diakui bahwa kenyataan keragaman dan pemahamanyang kurang tepat terhadap Pancasila menimbulkan berbagai persoalan,polemik, dan debat. Terlebih secara lebih dalam memaknai Pancasiladimaksudkan untuk menggantikan ideologi atau keyakinan umat beragamaakan menambah alasan untuk anti Pancasila.

Untungnya beberapa akademisi dan praktisi melakukan diskusi positifterkait dengan wacana Pancasila. Ali45 menjelaskan polemik dan debat

4 4 Yudi Latif, Negara, hlm. 17.4 5 As’ad Said Ali, Negara, hlm. 52-53.

Page 37: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 211 ]

tersebut berujung pada empat wacana. Pertama, wacana Pancasila yangdianggap sebagai kontrak sosial dan bukan ideologi. Sebagai kontrak sosialposisinya sama dengan Magna Charta Inggris atau Bill of Right AmerikaSerikat. Pancasila tidak mungkin diubah, karena mengubah Pancasila samadengan mengubah negara. Kedua, wacana Pancasila sebagai ideologikebangsaan. Pancasila dalam konteks ini diletakkan sebagai identitaskebangsaan dan keindonesiaan, atau ciri kultural masyarakat Indonesia.nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dianggap sebagai nilai yangmampu merekatkan entitas sosial, politik, budaya, dan ekonomi bangsaIndonesia. sebagai ideologi bangsa Pancasila dimiliki oleh semua entitasbangsa yang ada di Indonesia.

Ketiga, wacana mengenai Pancasila sebagai visi bangsa dan negara. Halyang penting untuk dipahami adalah Pancasila adalah cita-cita bangsa yanghendak diraih, bukan kondisi faktual yang ada. Jika pemahaman diletakkanpada kondisi saat ini maka terlalu banyak nilai-nilai yang dianggapmelenceng jauh dari Pancasila. Sehingga kegetiran terhadap kendosi negarayang “kacau” harus dipahami bukan karena Pancasila, namun lebih padasikap dan perilaku oknum. Keempat, wacana yang meletakkan Pancasilasebagai konsepsi politis dan ideologi negara. Dalam konteks ini Pancasilahanya berlaku pada ruang publik dan domain politik. Ideologi-ideologiyang menjadi doktrin keagamaan menjadi wilayah privat, golongan, atauasosiasi harus dihormati dan diakui oleh negara.

Jika perdebatan atau perbincangan wacana demikian berkembangdengan baik, dengan melepaskan segala prasangka politik dan golonganmaka upaya “mengembalikan” atau mendudukan Pancasila sebagai ideologibangsa dan negara akan memperoleh hasil yang maksimal. Ali46

mengungkapkan banyak ilmuwan yang melihat di manakah Pancasiladidudukan atau dikembalikan sehingga mampu memberikan resapan untukmewujudkan cita-cita dan tujuan luhur bangsa Indonesia. Pertama, posisiPancasila bisa menjadi “kontrak sosial”, “ideologi bangsa”, “konsepsi politik”,atau “common platform”. Masing-masing akan sangat tergantung pad acarapandangnya. Namun hal yang membanggakan adalah adanya kejernihandan ketulusan cara pandang terhadap Pancasila.

Sukron Ma’mun

4 6 Ibid., hlm. 57-82.

Page 38: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 212 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Kedua, Pancasila sebagai dasar negara, yang artinya sumber segalahukum. Hal ini sesuai dengan ketetapan MPRS No XX tahun 1966.Namun posisinya ini harus dipahami hukum kenegaraan, bukan hukumagama. Meskpiun masih terdapat hal-hal yang bersifat abstrak dalamPancasila, sehingga yang menjadi tugas bersama adalah cara Pandangterhadap Pancasila sebagai grundnorm yang tidak kaku. Ketiga, Pancasilasebagai konsesus dasar negara. Pancasila sebagaimana dibahas di atasmerupakan produk yang telah diperdebatkan, dinegosiasikan dan akhirnyamenjadi kesepakatan bersama. Kesepakatan inilah yang hendaknyamenjadikan pijakan bagi elemen-elemen bangsa untuk secara arif melihatkepentingan bersama, bukan ego sektoral etnisitas ataupun agama.

Hal yang menimbulkan polemik dalam konteks pendudukan dan fungsiPancasila adalah ketika mendudukan Pancasila sebagai ideologi negara yangjustru tidak diilhami secara tulus dan tepat oleh penguasa. Sehingga istilahPancasila hanya “diwiridkan” betul adanya, karena Pancasila hanyadidoktrinkan bukan diamalkan. Gambaran sederhana ajaran baik hanyadisampaikan, tetapi tidak dilakukan apalagi dcontohkan.

Penting untuk dipikirkan ulang, meskipun sudah menjadi perdebatanlama, bahwa Pancasila harus menjadi ideologi bangsa yang mampumemberikan warna, identitas atau karakter bagi masyarakat bangsa. Nilai-nilai agung (high value) yang diserap dari kebudayaan, tradisi, keyakinan,dan agama-agama yang ada di Nusantara harus ditumbuhkan dan dimaknaisecara berkelanjutan. Pemahaman dan kesadaran yang perlu terus dibangunadalah Pancasila tidak menggantikan ideologi atau keyakinan agama, namunia merupakan warna lain yang memberikan bumbu. Dalam konteks sosio-cultul dan politik Pancasila ada dalam ranah publik, bukan pada area privat.

Akhirnya, kembali pada para elit dan seluruh elemen bangsa untukkembali melihat, mendudukan, dan menjadikan Pancasila sebagai sesuatuyang mendasar bagi kehidupan bangsa dan negara dalam arti publik, bukanranah privat. Sehingga ideologi bangsa ini bisa menyelamatkan kehidupanbersama, bukan dikoyak karena sempitnya cara pandang dan pikir.

Page 39: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 213 ]

DDDDDafafafafaftar Ptar Ptar Ptar Ptar Pustakaustakaustakaustakaustaka

A.M.W. Pranaka, Sejarah Pemikiran tentang Pancasila, Jakarta: CSIS, 1985.Abd A’la, “Sikap Muslim Fundamentalis Indonesia terhadap NKRI Antara

Penolakan dan Penerimaan Setengah Hati,” UNISIA, Vol. XXXIIINo. 73 Juli 2010.

Abdurahman Wahid, “Pancasila sebagai Ideologi dalam Kaitannya denganKehidupan Beragama dan Berkepercayaan terhadap Tuhan YME,dalam Alfian & Oetojo Oesman, eds., Pancasila Sebagai Ideologidalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa danBernegara, Jakarta: BP-7 Pusat, 1991.

Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara: Studitentang Perdebatan dan Konstitante, Jakarta: LP3ES, 2006.

Andik Wahyu Muqoyyidin, “Dialektika Islam dan Budaya Lokal dalamBidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa”, el Harakah,Vol. 14. No. 1, 2012.

Andree Feillard, NU vis a vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk, dan Makna,Yogyakarta: LKiS, 1999.

As’ad Ali Said, Ideologi Gerakan Pasca Reformasi: Gerakan-Gerakan Sosial-Politik dalam Tinjauan Ideologis, Jakarta: LP3ES, 2013.

______, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbagangsa, Jakarta:LP3ES, 2009.

Berita Satu, Polri Dalami Video Deklarasi Konsep Khilafah di KampusIPB, sumber: https://www.youtube.com/watch?v=BqppeNoZluc.Diakses 2 Mei 2017.

Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983.Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan,

Jakarta: Gramedia, 1996.Eep Syaifullah Fatah, Penghianatan Demokrasi ala Orde Baru; Masalah

dan Masa Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional, Bandung:Rosdakarya, 2000.

Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum: KasusGerakan Keagamaan Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang,Jakarta: Balitbag Kemenag RI, 2008.

M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi RevivalismeIslam Timur Tengah Ke Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2005.

Sukron Ma’mun

Page 40: PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8046/2/Pancasila...PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI Dominikus Rato, Dina Tsalist Wildana, Muhammad Bahrul

[ 214 ]

Pancasila dalam Pusaran Globalisasi

Martin Van Bruinessen, “Global andLocal in Indonesia lslam” dalam SoutheastAsian Studies, Kyoto: vol 37, No 2, 1999.

Muhammad Choirul Huda, “Meneguhkan Pancasila sebagai Ideologi Ber-negara: Implementasi Nilai Keseimbangan dalam PembangunanHukum”, dalam Absori, dkk (eds.), Transendensi Hukum:Prospek dan Implementasi, Yogyakarta: Genta Publishing 2016.

Saifuddin, “Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa; SebuahMetamorfosa Baru”, Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011.

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan AktualisasiPancasila, Cetakan Kelima, Jakarta: Gramedia, 2015.