15
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 A. Pengantar Untuk mengetahui berbagai macam kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam pasal- pasal UUD 1945 kita harus mengkaji secara objektif dan ilmiah tentang isi dari UUD 1945 tersebut. Untuk itu kita perlu membedakan pengertian UUD (hukum dasar tertulis), Convensi (hukum dasar tidak tertulis) dan Konstitusi. B. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar). Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pengertian hukum dasar meliputi dua macam, yaitu, hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar) dan hukum dasar tidak tertulis (convensi). Oleh karena sifatnya tertulis maka Undang-Undang Dasar itu rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum menurut E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang- Undang Dasar menurut sifat dan fungsinya adalah : Suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok- pokok cara kerja badan-badan tersebut. Jadi pada prinsip mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif dan Badan Yudikatif (walaupun di Indonesia tidak menganut sistem Tria Politica tersebut). Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Undang-Undang Dasar merekam hubungan- hubungan kekuasaan dalam suatu negara (Budiarjo, 1981 : 95,96). Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bersifat singkat dan supel. Undang-Undang Dasar 1945 hanya memuat 37 pasal, adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. hal ini mengandung makna: (1) Telah cukup jikalau Undang-Undang dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. (2) Sifatnya yang “supel” (elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis, negara Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Berhubungan dengan ini janganlah terlalu tergesa-gesa memberikan kristalisasi, memberikan bentuk (Gestaltung) kepada pikiran- pikiran yang masih belum berubah, memang sifat aturan yang tertulis itu bersifat mengikat, oleh karena itu makin “supel” sifat aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Menurut Padmowahyono seluruh kegiatan negara dikelompokkan menjadi dua macam yaitu : (1) Penyelenggaraan kehidupan negara. (2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Pancasila (UUD 1945)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

materi ppkn bab2

Citation preview

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

A. PengantarUntuk mengetahui berbagai macam kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam pasal-

pasal UUD 1945 kita harus mengkaji secara objektif dan ilmiah tentang isi dari UUD 1945 tersebut. Untuk itu kita perlu membedakan pengertian UUD (hukum dasar tertulis), Convensi (hukum dasar tidak tertulis) dan Konstitusi.

B. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar).Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pengertian hukum dasar meliputi dua macam, yaitu,

hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar) dan hukum dasar tidak tertulis (convensi). Oleh karena sifatnya tertulis maka Undang-Undang Dasar itu rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum menurut E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang-Undang Dasar menurut sifat dan fungsinya adalah : Suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.

Jadi pada prinsip mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif dan Badan Yudikatif (walaupun di Indonesia tidak menganut sistem Tria Politica tersebut).

Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Undang-Undang Dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara (Budiarjo, 1981 : 95,96).

Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar1945 bersifat singkat dan supel. Undang-Undang Dasar 1945 hanya memuat 37 pasal, adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. hal ini mengandung makna:(1) Telah cukup jikalau Undang-Undang dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya

memuat garis-garis besar instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.

(2) Sifatnya yang “supel” (elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis, negara Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Berhubungan dengan ini janganlah terlalu tergesa-gesa memberikan kristalisasi, memberikan bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih belum berubah, memang sifat aturan yang tertulis itu bersifat mengikat, oleh karena itu makin “supel” sifat aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman.

Menurut Padmowahyono seluruh kegiatan negara dikelompokkan menjadi dua macam yaitu :(1) Penyelenggaraan kehidupan negara.(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas maka sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :(1) Oleh karena sifatnya tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum positif yang

mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.

(2) Sebagaimana tersebut dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, serta memuat hak-hak asasi manusia.

(3) Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.

(4) Undang-Undang Dasar 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum positif yang tertinggi, di samping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarkhi tertib hukum Indonesia.

C. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis (Convensi)Convensi adalah Hukum Dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan

terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meksipun sifatnya tidak tertulis. Convesi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :(1) Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan

negara.(2) Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.(3) Diterima oleh seluruh rakyat.(4) Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak

terdapat dalam Undang-Undang Dasar.

D. KonstitusiDi samping pengertian Undang-Undang Dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu

“Konstitusi”. Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris “Constitution” atau dari bahasa Belanda “Constitutie”. Terjemahkan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang Dasar, dan hal ini memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata “Grondwet” (grond = dasar, wet = Undang-Undang) yang kedua-duannya menunjukkan naskah tertulis.

Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti :(1) Lebih luas daripada pengertian Undang-Undang Dasar, atau(2) Sama dengna pengertian Undang-Undang Dasar.

Dalam praktek ketatanegaraan negara Republik Indonesia pengertian konstitusi adalah sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (Totopandoyo, 1981 : 25,26).

E. Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 19451. Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945

Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara. Rakyat merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, oleh karena itu

dalam pengertian demokrasi kebebasan individu harus diletakkan dalam kerangka tujuan bersama, bukan bersifat liberal yang hanya mendasarkan kepada kebebasan individu saja dan juga bukan demokrasi klass. Kebebasan menurut individu yang diletakkan demi tujuan kesejahteraan bersama inilah yang menurut istilah pendiri negara disebut asas kebersamaan, asas kekeluargaan akan tetapi “Bukan Nepotisme”.

Secara umum di dalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung unsur-unsur yang paling penting dan mendasar, yaitu :(1) Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.(2) Tingkat kebersamaan tertentu di antara warga negara.(3) Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga negara.(4) Suatu sistem perwakilan(5) Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut maka demokrasi mengandung ciri yang merupakan patokan yaitu setiap sistem demokrasi adalah ide bahwa warga negara seharusnya terlibat dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan politik, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan melalui wakil pilihan mereka. Ciri lain yang tidak boleh diabaikan adalah keterlibatan atau partisipasi warga negara baik langsung maupun tidak langsung di dalam proses pemerintahan negara (Lyman Tower Sargen, 1986 : 44).

Penjabaran Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan IndonesiaRumusan kedaulatan di tangan rakyat menunjukkan bahwa kedudukan rakyatlah yang

tertinggi dan paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan negara yang sebagai tujuan kekuasaan negara. Oleh karena itu “rakyat” adalah merupakan paradigma sentral kekuasaan negara. Adapun rincian struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut.(1) Konsep KekuasaanKonsep kekuasaan negara menurut demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut.(a) Kekuasaan di Tangan Rakyat1) Pembukaan UUD 1945 Alinea IV

“…… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ……”.2) Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945

“Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan” (Pokok Pikiran III).3) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 (1)

“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang Berbentuk Republik”Kemudian penjelasan terhadap pasal ini UUD 1945 menyebutkan“Menetapkan bentuk negara kesatuan dan Republik mengandung isi Pokok Pikiran Kedaulatan Rakyat”.4) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (2)

“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan oleh Majelisk Permusyawaratan Rakyat”.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulan bahwa dalam negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tertinggi adalah dijalankan atau dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(b) Pembangian KekuasaanSebagaimana dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat, dan dilakukan

oleh suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat, oleh karena itu pembagian kekuasaan menurut demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut.1) Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945).2) Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945).3) Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (Pasal 24 ayat (1) UUD

1945).4) Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Bada Pemeriksaan Keuangan

(BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam Penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara angka VII. “… DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden …”.Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 ”... Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) ……”.

5) Kekuasaan Konsultatif, didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (Pasal 16 UUD 1945).

Mekanisme pendelegasian kekuasaan yang demikian ini dalam khasanah ilmu hukum tatanegara dan ilmu politik didekan dengan istilah “distribution of power” yang merupakan unsur mutlak dari negara demokrasi.

(2) Pembatasan KekuasaanPembatasan kekuasaan menurut konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui proses atau

mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai berikut.(a) Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “Kedaulatan di tangan rakyat…”. Kedaulatan politik rakyat

dilaksanakan lewat Pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.(b) Pasal 7 UUD 1945, “Majelis Permusyawaratan Rakyat memilih Presiden dan Wakil Presiden

untuk periode waktu lima tahun”.(c) Penjelasan UUD 1945 tentang sistem Pemerintahan Negara angka VII. “Dewan Perwakilan

Rakyat mengawasi jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden dalam jangka waktu 5 tahun”.

(d) Penjelasan UUD 1945 tentang sistem Pemerintahan Negara angka III. “Presiden yang diangkat oleh Majelis bertindak dan bertanggung jawab kepada Majelis ……”.

(e) Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (rangkaian kegiatan 5 tahunan sebagai realisasi periodisasi kekuasaan).

Dalam pembatasan kekuasaan menurut konsep mekanisme 5 tahunan kekuasaan sebagaimana tersebut di atas, menurut UUD 1945 mencakup antara lain : Periode kekuasaan, pengawasan kekuasaan dan pertanggungjawaban kekuasaan.

(3) Konsep Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut:

(a) Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran ke III, yaitu “… oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaran perwakilan. Memang aliran inisesuai dengan sifat masyarakat Indonesia”.

(b) Pasal 2 ayat (3) UUD 1945, “Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak”.

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas mengandung pokok pikiran bahwa konsep pengambilan keputusan yang dianut dalam hukum tata negara Indonesia adalah berdasarkan :(a) Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asasnya, artinya segala keputusan

yang diambil sejauh mungkin diusahakan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.(b) Namun demikian jikalau mufakat itu tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan

keputusan itu melalui suara terbanyak.

(4) Konsep PengawasanKonsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :

(a) Pasal 1 ayat (2), “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Dalam penjelasan terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa :“Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara”.

(b) Pasal 2 ayat (1),”Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengna Undang-Undang”.

(c) Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat disebutkan : “… kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkas menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden ……”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka konsep pengawasan menurut demoraksi Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pada dasarnya adalah sebagai berikut :(a) Dilakukan oleh seluruh warga negara, karena kekuasaan di dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia adalah di tangan rakyat.(b) Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada pada DPR.

(5) Konsep PartisipasiKonsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :

(a) Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang dasar 1945“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”.

(b) Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

(c) Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana termuat dalam UUD 1945 tersebut di atas, maka konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakat dan partisipasi itu terbuka untuk warga negara Indonesia (Thaib, 1994 : 100-112).

2. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945Sistem Pemerintahan Negara Indonesia dijelaskan secara terici dan sistematis dalam

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia ini dibagi atas tujuh yang secara sistematis merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat, oleh karena itu sistem pemerintahan negara ini dikenal dengan “Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara”, yang dirinci sebagai berikut.a. Indonesia ialah Negara Berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat)b. Sistem Konstitusionac. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR)d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Bahwa Majelise. Presiden Tidak Bertanggungjawab Kepada DPRf. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggungjawab

Kepada Dewan Perwakilan Rakyatg. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-terbatas

3. Negara Indonesia adalah Negara HukumMenurut Penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adlaah negara hukum, negara hukum yang

berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat negara hukum hanya dapat ditunjukkan jikalau alat-alat perlengkapannya bertindak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai untuk mengadakan aturan-aturan itu.

Ciri-ciri suatu negara hukum adalah :a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang

politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat

dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

F. Isi Pokok Batang Tubuh UUD 1945Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa UUD 1945 terbagi atas 16 Bab, adapun isi pokok

dari ke 16 Bab tersebut adalah sebagai berikut :1. Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)2. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)(Bab II UUD 1945)3. Kekuasaan Pemerintahan Negara (Bab III UUD 1945)4. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)(Bab IV UUD 1945)5. Kementerian Negara (Bab V UUD 1945)6. Pemerintahan Daerah (Bab VI UUD 1945)7. Dewan Perwakilan Rakyat (Bab VII UUD 1945)8. Hal Keuangan (Bab VIII UUD 1945)9. Kekuasaan Kehakiman (Bab IX UUD 1945)10. Warga Negara (Bab X UUD 1945)11. Agama (Bab XI UUD 1945)

12. Pertahanan Negara (Bab XII UUD 1945)13. Pendidikan (Bab XIII UUD 1945)14. Kesejahteraan Sosial (Bab XIV UUD 1945)15. Bendera dan Bahasa (Bab XV UUD 1945)16. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XVI UUD 1945)17. Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan

G. Hubungan Antara Lembaga-lembaga Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945

1. Hubungan Antara MPR dan PresidenMajelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan Negara tertinggi (pasal 1

ayat 2) mengangkat presiden (pasal 6 ayat 2), untuk menjalankan pemerintahan (pasal 4 ayat 1) sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh Majelis (pasal 3). Sebagai imbalan dari kepercayaan Majelis yang diberikan kepadanya, serta menjalankan keputusan Majelis.

Dalam menjalankan tugas pokok dalam bidang eksekutif (pasal 4 ayat 1) Presiden tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan negara yang garis-garis besarnya telah ditentukan oleh MPR saja, melainkan termasuk juga bidang legislatif yang dijalankannya bersama-sama DPR (Pasal 5).

2. Hubungan Antara MPR dan DPRMajelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang (Pasal 2 ayat 1). Dengan demikian dimaksudkan supaya seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga MPR itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.

MPR mempunyai tugas yang sangat luas, melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan pembuatan Undang-Undang serta peraturan-peraturan lainnya agar Undang-Undang serta peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD. Melalui wewenang DPR ia juga menilai dan mengawasi wewenang lembaga-lembaga lainnya.

3. Hubungan Antara DPR dengan PresidenSebagai sesama lembaga negara dan sessama anggota badan legislatif maka DPR dan

Presiden bersama-sama mempunyai tugas antara lain :a. Membuat Undang-Undang (pasal 5 ayat 1, 20 dan 21), danb. Menetapkan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (pasal 23

ayat 1).

Bentuk kerjasama antara DPR dan Presiden tidak boleh mengikari partner legislatifnya. Presiden harus memperhatikan, mendengarkan, berkonsultasi dan dalma banyak hal, memberikan keterangan-keterangan serta laporan-laporan kepada DPR dan meminta pendapatnya. Untuk pengawasan tersebut maka DPR mempunyai beberapa wewenang yaitu :a. menurut UUD 1945.

(1) hak budget, yaitu hak untuk menyusun rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (pasal 23 ayat 1).

(2) hak inisiatif, yaitu hak untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang (pasal 21 ayat 1).

b. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1966, pasal 6 dan keputusan DPR No. 7/DPR/III/ 71,72.(1) hak amandemen (mengadakan perubahan).(2) hak interpelasi (meminta keterangan)(3) hak bertanya(4) hak angket (hak untuk mengadakan suatu penyelidikan).

4. Hubungan Antara DPR dengan Menteri-MenteriDalam UUD 1945 dinyatakan bahwa Menteri-Menteri diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden (pasal 17 ayat 2), sedangkan dalma penjelasannya dikemukan bahwa menteri-menteri itu tidak bertanggungjawab kepada DPR, artinya kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan, akan tetapi tergantung kepada Presiden.

Penafsiran tentang kedudukan menteri-menteri itu tidak bisa dilepaskan dari penafsiran tentang kedudukan Presiden yang juga dalma penjelasan UUD 1945, dalam pasal tentang kementerian negara (pasal 17) diterangkan bahwa Presiden yang bertanggung jawab kepada DPR (sistem Kabinet Presidensial).

5. Hubungan Antara Presiden dengan Menteri-MenteriPresiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (pasal 17 ayat 2) dan

menteri-menteri itu formal tidak bertanggung jawab kepada DPR, akan tetapi tergantung kepada Presiden. Mereka adalah pembantu Presiden (pasal 17 ayat 1). Meskipun kedudukan para menteri negara tengantung kepada Presiden, mereka bukan pegawai tinggi biasa, oleh karena itu menteri-menterilah yang terutama menjalanan pemerintahan dalam prakteknya. Sebagai pemimpin departemen (pasal 17 ayat 3), menteri mengetahuni seluk-belik mengenai lingkungan pekerjaannya.

Berhubungan dengna itu menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menuntun politik negara yang menyangkut departemennya. Memang yang dimaksudkan adalah bahwa para menteri itu pemimpin-pemimpin negara. Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintah negara, para menteri bekerjasama satu sama lain secara erat di bawah pimpinan presiden.

6. Hubungan Antara Mahkamah Agung dengan Lembaga Negara LainnyaDalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-Undang. Susunan dan kekuasaan Badan-Badang Kehakiman tersebut diatur dengan Undang-Undang (pasal 24 ayat 2). Akan tetapi UUD 145 tidak menetapkan hubungan antara Mahkamah Agung dengan lembaga-lembaga lainnya. Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan pemerintah ataupunn kekuasaan serta kekuatan lainnya. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam bentuk UUD tentang kedudukan para hakim, sebagai syarat mencapai suatu keputusan yang seadil-adilnya.

7. Hubungan Antara BPK dengan DPRBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas memerikasa langsung tanggung jawab tentang

keuangan negara dan hasil pemeriksaannya itu diberitahukan kepada DPR (pasal 23 ayat 5) untuk mengikuti dan menilai kebijaksanaan ekonomis financial pemerintah yang dijalankan oleh aparatur administrasi negara yang dipimpin oleh pemerintah.

Undang-Undang No. 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan menegaskan, bahwa BPK adalah lembaga tinggi negara yang dalam pelaksanaan terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah.

Barang siapa yang sengaja tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan keterangan yang diminta BPK dengan jalan menolak atau menghindarkan diri untuk memberikan keterangan, dapat dikenakan hukuman penjara selama-lamanua satu tahun enam bulan atau dengan hukuman dengan sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,00-

8. Hubungan Antara DPA dengan PresidenMenurut pasal 16 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa DPA berkewajiban member jawaban

atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah dalam bidang politik dan kebijaksanaan Pemerintah.

DPA adalah sebuah Badan Penasehat yang berkedudukannya tidak berada di bawah kekuasaan Presiden, karena badan ini tidak lepas dari pertanggung jawabannya kepada masyarakat dan Negara.

9. Kedudukan dan Hubungan Tata Negara Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Lembaga-lembaga tinggi Negara Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/1978Hubungan tata kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan lembaga-lembaga Tinggi Negara,

menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, adalah sebagai berikut :a. Lembaga Tertinggi Negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR sebagai

lembaga penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan Negara Tertinggi dan pelaksana dari Kedaulatan Rakyat. MPR memilih dan mengangkat Presiden/Mandataris dan Wakil Presiden untuk membantu Presiden. MPR memberikan mandat kepada Presiden untuk melaksanakan Garis-garis besar Haluan Negara dan putusan-putusan MPR lainnya. MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum masa jabatannya karena :(1) Atas permintaan sendiri(2) Berhalangan tetap (mangkat, berhenti atau tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam

masa jabatan).(3) Sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara.

b. Lembaga-lembaga Tinggi Negara yang sesuai dengan urut-urutan yang terdapat dalam UUD1945 adalah sebagai berikut.a. Presiden

Presiden adalah penyelenggara Kekuasaan Pemerintahan Negara Tertinggi di bawah MPR, yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden.b. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

DPA adalah Badan Penasehat pemerintahyang berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan Presiden.c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

DPR yang seluruh anggotanya adalah juga anggota MPR berkewajiban senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam rangka melaksanakan haluan negara.d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK adalah Badan yang memeriksa tentang tanggungjawab keuangan negara, yang dalam pelaksanaan tugasnya terlaps dari pengaruh kekuasaan Pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah.e. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah suatu Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.

10. Susunan Kekuasaan dan Hubungan Lembaga-Lembaga Negara Menurut Sistem UUD 1945

Keterangan1. Semua lembaga-lembaga negara termasuk MPR, setelah MPR menetapkan UUD terikat dan

mematuhi UUD2. UUD 1945 kini menjadi sumber kekuasaan serta pedoman bagi segala penyelenggaraan

Pemerintahan Negara.3. Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga-lembaga yang

ditetapkan UUD, justru menjamin agar lembaga-lembaga tersebut tidak dipengaruhi oleh kekuasaan/kekuatan apapun dalam melaksanakan tugasnya.

4. DPA sebagai Lembaga Negara yang ditetapkan oleh UUD terikat dan bertanggung jawan kepada nasihat dan usulnya yang diterima Presiden.

5. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan yang tertinggi di bawah MPR harus mempertanggungjawabkan segala pelaksanaan jalannya pemerintahan negara kepada MPR.

6. Presiden bersama DPR membuat Undang-Undang7. DPR sebagai bagian dari MPR menjalankan tugas penilaian dan pengawasan terhadap segala

pelaksanaan jalannya Pemerintahan Negara.

11. Bagan Eksekutif

1. Dalam bidang eksekutif Presiden merupakan “Central Figure” sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR.

2. Pelaksanaannya dibantu/didampingi DPA dan kerjasama dengan DPR.

3. Presiden sebagai pemimpin Penyelenggaraan Pemerintahan bertanggung jawab kepada MPR

12. Bagan Pengawasan

1. Dalam bidang pengawasan DPR sebagai bagian utama dari MPR mempunyai peranan penting terhadap badang eksekutif.

2. Dalam melaksanakan tugas, DPR mendapat bahan-bahan tentang penggunaan uang negara dari laporan BPK.

3. Untuk tugas pengawasan ini DPR mempunyai hak-hak sebagai berikut : a) bertanya, b) interpelasi, c) angket, d) amandemen.

13. Bagan Legislatif

1. Dalam bidang legislatif DPR dan Presiden bekerjasama dalam ikatan partnership.2. Presiden dapat minta nasihat dari DPA dan DPA dapat mengajukan usulnya tanpa diminta.3. DPR menggunakan hak inisiatifnya dalam menyusun rancangan Undang-Undang.4. DPR menggunakan hak budgetnya dalam menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Rancangan Anggaran Belanja Negara.

14. Bagan Penilaian

1. MA merupakan peradilan kasasi dan mengawasi kegiatan-kegiatan pengadilan-pengadilan lainnya.

2. MA berhak menguji keserasian peraturan-peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang terhadap peraturan-peraturan serta kaidah-kaidah lainnya.

3. BPK menilai dan meneliti kemanfaatan/penggunaan serta sahnya penggunaan uang negara.

H. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 19451. Hak-hak asasi Manusia dan Permasalahannya

Hak-hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir secara mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB tersebut dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik kulminasiperjuangan sebagian besar umat manusia di belahan dunia khususnya yang tergabung dalam PBB. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia baik di Barat maupun di Timur kendatipun upaya tersebut masih bersifat lokal, partial, dan sporadikal.

2. Penjabatan Hak-hak Asasi Manusia dalam UUD 1945Dalam rentangan sejarah berdirinya bangsa dan negara Indonesia dalam kenyataannya secara

resmi deklarasi Bangsa Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari pada Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB, karena Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya diundangkan tanggal 18 Agustus 1945, adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal ini merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi sedunia PBB telah

mengangkat hak-hak asasi manusia dan melindungi dalam kehidupan negara yang tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para pendiri negara.

Dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea I dinyatakan bahwa “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB pasal 1.Dasar filosofis hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa kebebasan manusia itu bukanlah kebebasan individualis, melainkan, menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial). Sehingga hak asasi manusi tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi manusia.

Rincian hak-hak asasi manusia dalam pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut :a. Hak atas Kebebasan untuk Mengeluarkan PendapatUndang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 :Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.Declaration of Human Right, Pasal 19 :Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerimadan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas.Convenant on Civil and Political Right, pasal 19:

b. Hak atas Kedudukan yang Sama di Dalam HukumUndang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (1)Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengna tidak ada lagi kecualinya.Declaration of Human Right, Pasal 7 :Sekalian orang adalah sama terhadap Undang-Undang dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini.Convenant on Civil and Political Right, Pasal 26.

c. Hak atas Kebebasan BerkumpulKemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.Declaration of Human Right, Pasal 20 :(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berapat.(2) Tiada seorang juapun dapat dipaksakan memasuki salah satu perkumpulan.Convenant of Civil and Political Right, Pasal 21.

d. Hak atas Kebebasan BeragamaUndang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 :(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Declaration of Human Right, Pasal 18 :

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran keinsyafan batin dan agamanya, dalam hal ini termasuk kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yan tersendiri.

e. Hak atas Penghidupan yang LayakUndang-Undang Dasar 1945, Pasal 27, (2), Pasal 34 :Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2).Fakir miskin dan anak-anak terlantar dikuasai oleh negara (Pasal 34).Declaration of Human Right, Pasal 25 :(1) setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk

dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami kekuarangan nafkah lain-lain karena keadaan diluar kekuasaannya.

(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapatkan perlindungan sosial yang sama.

Convenant on Economic, Social, dan Cultural Right, Pasal 11.

f. Hak atas Kebebasan BerserikatUndang-Undang Dasar 1945, pasal 28 :Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.Declaration of Human Rights, Pasal 23, (4) :Setiap orang berhak mendirikan dan memasuku serikat-serikat sekerja untuk melindungi kepentingannya.Convenant on Economic, Social and Cultural Right, Pasal 8.Convenant on Civil and Political Right, Pasal 22.

g. Hak atas PengajaranUndang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 :(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yan

diatur dalam undang-undang.Declaration of Human Rights, Pasal 26.Convenant of Economic, Social and Cultural Right, Pasal 13.

h. Hak atas Kewarga NegaraanUndang-Undang Dasar 1945, Pasal 26 :(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli, dan orang-orang bangsa

lain yang disahkan dengan undang-undang.(2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.Declaration of Human Right, Pasal 15 :(1) Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan.

Declaration of Human Rights, Pasal 29 :(2) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap suatu masyarakat di mana ia mendapat

kemungkinan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan bebas.Convenant on Civil and Political Right, Pasal 24