76
“PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG CUCU SEBAGAI AHLI WARIS PENGGANTI AKIBAT AHLI WARIS YANG MURTAD” (Study Kasus Suatu Keluarga di Daerah Jati Mulya Bekasi Timur) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Disusun Oleh: M Suri Hafidz Alfajri NIM. 1110043200026 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM (PMH) JURUSAN PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

“PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

“PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

TENTANG CUCU SEBAGAI AHLI WARIS PENGGANTI

AKIBAT AHLI WARIS YANG MURTAD”

(Study Kasus Suatu Keluarga di Daerah Jati Mulya Bekasi Timur)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun Oleh:

M Suri Hafidz Alfajri

NIM. 1110043200026

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM (PMH)

JURUSAN PERBANDINGAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini
Page 3: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini
Page 4: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini
Page 5: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

ii

ABSTRAK

Muhammad Suri Hafidz Alfajri. NIM 110043200026. PANDANGAN

HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG CUCU SEBAGAI AHLI

WARIS PENGGANTI AKIBAT AHLI WARIS YANG MURTAD. Program studi

Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH), Konsentrasi Perbandingan Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2017. Ix 60 Halaman.

Skripsi ini merupakan upaya untuk menjelaskan mengenai pergantian ahli

waris murtad kepada cucu Muslim dengan cara wasiat wajibah agar tidak

menyebabkan kecemburuan sosial diantara ahli waris lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan pendekatan Perbandingan

(Comparative Approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan studi

perbandingan hukum. Perbandingan hukum merupakan suatu metode studi dan

penelitian hukum, studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk

membandingkan hukum satu dengan hukum yang lain, penulis memilih pendekatan

ini karna penulis ingin membandingakan antara Hukum positif di Indonesia dengan

Hukum Islam. Dalam hal pembagian harta waris yang diberikan kepada anak ahli

waris akibat ahli waris murtad.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pandangan tentang ahli

waris yang murtad antara Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam serta untuk

mengetahui bagaimana pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam mengenai bagian

waris yang diberikan kepada ahli waris pengganti (cucu) Muslim di saat ahli waris

masih ada tetapi murtad.

Page 6: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

iii

KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRRAHMAN NIRRAHIM

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayat dan rahmatnya sehingga penyusun

dapat menyelesaikan tugas akhir dalam menepuh studi di Jurusan Perbandingan

Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan nabi besar kita nabi

muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang

senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena

mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan

rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga menjadi

pemimpin yang memberikan teladan dan integritas yang lebih baik. Dengan

kewenangan yang dimiliki telah memberi kepercayaan kepada penulis untuk

menyusun skripsi ini.

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si selaku ketua Jurusan Prodi PMH

dan ibu Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA. selaku sekertaris Jurusan PMH yang

sudah membantu dan memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahodi Yanggo, Selaku dosen pembimbing

Akademik yang selama ini selalu memberikan motivasi dan dukungannya

kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Page 7: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

iv

4. Bapak Drs. Sirril Wafa, M.Ag dan ibu Dewi Sukarti, M.A. yang telah

memberikan bimbingan dan sangat membantu dengan keikhlasannya, serta

selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen penguji yang telah menguji skripsi ini, yang telah memberikan kritik

serta saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah mengajar dan memberikan serta mendidik penulis agar kelak

menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, agama dan negara.

7. Tidak lupa pula kepada Staff Perpustakaan beserta Karyawan Universitas

Islam Negeri Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum yang telah meyediakan

fasilitas dan referensi untuk penulisan skripsi ini.

8. Teristimewah kepada ayahanda MOH. Sobari dan Ibunda Niar Susanti, serta

Kakak-Kakak tercinta Sari Eka Lestari Putri, S.Hi dan Sarah Dwi Lestari

Putri, S.Sy dan adik tercinta Muhammad Salman Al Farisi yang telah

memberikan motivasi dan dukungan baik berupa Moril dan Materil sehingga

skripsi ini dapat di selesaikan. Terimakasih banyak atas bantuan kalian

terutama doa dan pengorbanan kalian yang senantiasa memberi semangat

tanpa bosan dan jemu. Semoga allah SWT senantiasa menempatkan kalian

ditempat orang-orang yang sholeh dan mulia kelak. Tidak ada yang dapat

dipersembahkan sebagai balasan melainkan sebuah kesuksesan.

9. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi motivasi dan dukungan pada

penulis. Nenek tercinta serta om dan tante yang tulus telah mendukung

penulis dalam menyelesesaikan penulisan ini.

10. Kepada Sahabat PH, Rhamdani, Ridwan, Amel, Fathin, Rafika, Yusuf, Fathur,

Berli dan Aidz serta teman-teman PH lainnya yang sangat membantu dan

memberikan semangat serta berjuang bersama, semoga ilmu kita berguna.

11. Sahabat-sahabat Kartu 16, Arch, dan Himpel, Siska, Ihkwal, Urfa, Deny,

Ahmad, Eman, Puji, Putri, Zidan dan yang lain-lain yang telah membantu dan

memberikan semangat serta menghibur penulis agar terus menyelesaikan

Page 8: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

v

penulisan skripsi ini, semoga apa yang mereka berikan diganti oleh Allah

SWT.

12. Serta kepada semua pihak yang terkait dengan skripsi ini yang tidak bisa

penulis sebutkan semua.

Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat memberi masukan yang

positive kepada para pembaca. Semoga bantuan yang diberikan kepada

penulis akan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Penulis amat menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan,

kekhilafan dan kealfaan. Maka kritik dan saran yang bersifat kostruktif sangan

diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.

Kepada Allah SWT penulis memohon dan mendoakan semoga jasa

baik yang kalian sumbangkan menjadi ladang amal sholeh dan mendapat

imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Jakarta, Mei 2017

M. Suri Hafidz Alfajri

Page 9: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. i

ABSTRAK............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii

DAFTAR ISI........................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah................................................................... 6

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6

1. Pembatasan Masalah............................................................ 6

2. Perumusan Masalah............................................................. 7

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian................................................. 8

a. Tujuan Penelitian................................................................. 8

b. Manfaat Penelitian............................................................... 8

E. Review Study Terdahulu Yang Relevan.................................... 8

F. Definisi Operasional Hukum Positif dan Hukum Islam Di

Indonesia.................................................................................. 10

G. Metode Penelitian..................................................................... 12

1. Pendekatan Penelitian........................................................ 12

2. Jenis Penelitian................................................................... 13

3. Sumber Dan Jenis Data...................................................... 13

4. Metode Pengumpulan Data................................................ 13

5. Metode Pengolahan Dan Analisis Data.............................. 14

a. Metode Pengolahan Data............................................. 14

b. Metode Analisis Data................................................... 15

H. Sistematika Penulisan............................................................... 15

BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

DAN MENURUT HUKUM ISLAM

Page 10: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

vii

A. Pengertian Waris Dan Harta Waris (Tirkah)..................... 17

1. Pengertian Waris................................................................ 17

2. Harta Waris (Tirkah).......................................................... 20

B. Pengertian Pewaris Dan Ahli Waris..................................... 21

1. Pengertian Pewaris (Al-Muwarris).................................... 21

2. Pengertian Ahli Waris (Al Waarits)................................... 23

C. Sumber Hukum Kewarisan................................................... 24

D. Penggolongan Ahli Waris...................................................... 29

E. Sebab-Sebab Waris................................................................ 32

F. Penghalang Kewarisan.......................................................... 34

a. Pengahalang Kewarisan Menurut KUHPer................. 34

b. Penghalang Kewarisan Dalam KHI Dan Mazhab

Fiqih............................................................................. 35

BAB III PANDANGAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG

PEMBAGIAN HARTA WARIS, AHLI WARIS MURTAD DAN

CUCU SEBAGAI AHLI WARIS PENGGANTI

A. Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Positif............. 42

1. Cara Pembagian Waris...................................................... 42

2. Hak Mewarisi Menurut KUHPer (BW)............................. 42

3. Hak Mewarisi Menurut KHI.............................................. 43

B. Ahli Waris Murtad Menurut KHI........................................ 44

C. Pandangan Hukum Positif Tentang Cucu Sebagai Ahli

Waris Pengganti..................................................................... 47

BAB IV PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

TENTANG CUCU SEBAGAI AHLI WARIS PENGGANTI

AKIBAT AHLI WARIS MURTAD

A. Pandangan Hukum Positif Tentang Cucu Sebagai

Ahli Waris Pengganti Akibat Ahli Waris Murtad............ 51

B. Pandangan Hukum Islam Tentang Cucu Sebagai

Ahli Waris Pengganti Akibat Ahli Waris Murtad.......... 53

Page 11: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

viii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................. 57

B. Saran-Saran Penulis............................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

Page 12: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan

mati. Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada

lingkungan, terutama dengan orang yang dekat dengannya, baik dekat

dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.

Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi

dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dia

dengan orang tua, kerabat, dan masyarakat lingkungannya.Selama

hidupnya, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan usia

selanjutnya, manusia bertindak sebagai penanggung hak dan

kewajiban, baik selaku pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan

pemeluk agama yang harus tunduk, taat dan patuh kepada ketentuan

syariat dalam seluruh totalitas kehidupannya.

Demikian juga kematiaan seseorang membawa pengaruh dan

akibat hukum kepada diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan

sekitarnya. Selain itu, kematian tersebut menimbulkan kewajiban

orang lain bagi dirinya (simayit) yang berhubungan dengan

pengurusan jenazahnya (fardhu kifayah). Dengan kematian itu timbul

pula akibat hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu

hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap

seluruh harta peninggalannya. Bahkan masyarakat dan Negara (baitul

mal) pun, dalam keadaan tertentu, mempunyai hak atas peninggalan

tersebut.

Page 13: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

2

Adanya kematiaan seseorang mengakibatkan timbulnya cabang

ilmu hukum yang menyangkut bagaimana cara pengoperan atau

penyelesaian harta peninggalan kepada keluarga (ahli waris)-nya, yang

dikenal dengan nama Hukum waris. Dalam syari’at hukum Islam ilmu

tersebut dikenal dengan Nama ilmu mawaris, fiqh mawaris atau

faraidh.1

Hukum kewarisan adalah himpunan aturan-aturan hukum yang

mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta

peninggalan dari si meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli waris,

berapa perolehan masing-masing secara adil dan sempurna.2Kasus-

kasus masalah waris banyak kita jumpai di kalangan masyarakat, oleh

karna itu untuk menyelesaikan masalah waris tersebut rasulullah SAW

bersabda yang artinya:

“Belajarlah Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan

belajarlah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena

sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat,

dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih, tetapi tak akan mereka

bertemu seorang yang akan mengabarkannya (HR. Ahmad Turmudzi

dan An Nasa’I”).

Menurut hukum perdata (BW) dalam hukum waris berlaku

suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban dalam lapangan

hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan, dengan kata

lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai

dengan uang.3 Disamping itu berlaku juga suatu asas, bahwa apabila

1 Suparman Usman Dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam,

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 1. 2 M. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Hilco, 1987), h. 49.

3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), h. 95.

Page 14: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

3

seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan

kewajibannya beraliah pada ahli warisnya.4

Masalah yang sering muncul dalam waris ialah masalah

tentang pembagian harta waris yang tidak benar atau tidak adil,

sebagaimana pada study terdahulu skripsi dari Arwani Muslimah A

mahasiswa fakultas hukum Universitas Hasanuddin Makasar tahun

2013, yang mana skripsi tersebut membahas tentang “ANALISIS

PUTUSAN HAKIM TENTANG HAK WARIS KARENA

BERBEDA AGAMA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 16

K/AG/2010)” yang merumuskan masalah pada pertimbangan hakim

yang memberikan hak kepada seorang istri yang berbeda agama dalam

menerima harta warisan suaminya sudah sesuai dengan perundang-

undangan yang ada ?, serta bagaimana implikasi putusan Mahkamah

Agung Nomor 16k/AG/2010 terhadap pertimbangan hakim pengadilan

agama dalam menyelesaikan masalah tersebut?5

Kesimpulan skripsi dari Arwani Muslimah A mahasiswa

fakultas hukum universitas Hasanuddin Makasar, yakni; Dalam

memutuskan suatu perkara, majelis hakim memiliki banyak

pertimbangan. Jika dilihat dari aspek hukum islam maka pemberian

wasiat wajibah terhadap ahli waris non muslim oleh Mahkamah

Agung (MA) atas dasar pertimbangan demi keadilan sebenarnya tidak

dapat dibenarkan dalam hukum islam karena tidak sesuai dengan nash

dan ketentuan hukum kewarisan Islam.’Namun jika dilihat dari aspek

sosial-geografisnya, dimana Indonesia merupakkan negara kepulauan

dengan berbagai suku dan agama serta buka merupakkan negara

4 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum kewarisan Islam dengan

Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 120. 5 Arwani Muslimah A, “Analisis Putusan Hakim Tentang Hak Waris Karna Berbeda

Agama”, (Jakarta: skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, 2000), h., 8, t.d

Page 15: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

4

kepulauan dengan berbagai suku dan agama serta bukan merupakan

negara Islam, maka putusan Mahkamah Agung yang memberikan

wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim atas dasar keadilan tidak

pula dapat dipersalahkan mengingat banyak aturan-aturan Indonesia

yang diadopsi dari hukum Adat yang berlandaskan kepada

keseimbangan dan kemaslahatan umat tanpa memandang agamanya.

Implikasi atau akibat hukum dari putusan Mahkamah Agung

Nomor 16 K/AG/2010 adalah pemberian wasiat wajibah terhadap istri

pewaris (tergugat) disebabkan dalam hukum Islam ia tidak termasuk

dalam kategori ahli waris oleh karena ia beragama non muslim. Akibat

Hukum dari putusan Mahkamah Agung tersebut serta-merta dapat

dijadikan yurisprudensi meskipun putusan tersebut merupakkan

putusan Mahkamah Agung karena salah satu syarat suatu putusan

dapat dikatakan sebagai yurisprudensi adalah putusan tersebut telah

berulang kali dijadikan dasar untuk memutus perkara yang sama.6

Beda halnya dengan apa yang dialami oleh sebuah keluarga yang

berada di daerah Bekasi Timur Jatimulya, dalam hal ini yang

dipermasalahkan ialah seorang ahli waris yang tidak Mendapatkan

harta warisannya akan tetapi anaknya (cucu) yang mendapatkan harta

warisannya. Hal ini disebabkan akibat adanya keterlambatan waris

yang menyebabkan timbulnya masalah dalam keluarga tersebut,

masalah waris ini muncul disaat harta waris yang sudah sekian lama

tidak diberikan akan diberikan kepada ahli warisnya dan disaat itu pula

ada seseorang dari ahli waris tersebut yang sudah keluar dari akidah

islam (murtad) dan Ahli waris yang lain berasumsi bahwa orang yang

keluar dari agama islam tidak berhak mewarisi atau menerima harta

6 Arwani Muslimah A, “Analisis Putusan Hakim Tentang Hak Waris Karna Berbeda

Agama”, (Jakarta: skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, 2000), h., 86-87, t.d

Page 16: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

5

waris lalu bagian harta ahli waris murtad tersebut diberikan kepada

anaknya yang masih beragama islam.

Menurut Hukum Islam orang-orang yang tidak berhak menerima

harta waris yaitu, Pembunuh pewaris, orang murtad, orang yang

berbeda agama dengan pewaris, dan anak zina atau anak yang lahir

diluar nikah. Akan tetapi menurut hukum positif yang berlaku di

negara kita orang yang tidak patut menjadi ahli waris dan tidak berhak

menerima harta warisanya ialah: mereka yang telah dihukum karna

dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris,

mereka yang dengan putusan hakim pengadilan dipersalahkan karena

dengan fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pewaris

mengenai suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara 5

tahun atau lebih, mereka yang dengan kekerasan telah mencegah

pewaris membuat atau mencabut surat wasiatnya dan mereka yang

telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris.

Perbedaan ini antara hukum Islam dan hukum perdata inilah yang

menjadi masalah di atas, karna ahli waris yang murtad tersebut

beranggapan bahwa orang yang murtad menurut hukum perdata di

Indonesia tetap mendapat harta waris akan tetapi di sisi ahli waris

yang lain tetap berpegang teguh kepada hukum Islam bahwa, orang

yang murtad itu tidak berhak mendapatkan warisan dan harta

warisannya diberikan kepada anak dari ahli waris yang murtad

tersebut. Oleh karna itu penulis merasa tertarik untuk menulis

penelitian dalam masalah ini dengan judul “PANDANGAN HUKUM

POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG CUCU SEBAGAI

AHLI WARIS PENGGANTI AKIBAT AHLI WARIS

MURTAD”.

Page 17: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

6

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Perbedaan waktu pembagian waris menurut hukum positif di

Indonesia dan hukum Islam.

2. Terdapatnya perbedaan pembagian waris menurut hukum adat dan

hukum Islam.

3. Tidak segeranya dilakukan pembagian waris di masyarakat dapat

menimbulkan masalah hukum.

4. Perbedaan penggolongan penerima waris antara hukum positif,

hukum Islam dan hukum yang hidup di masyarakat.

5. Pandangan hukum Islam mengenai hak waris ahli waris yang

murtad.

6. Pandangan hukum positif dan hukum Islam tentang ahli waris

pengganti dalam hal si anak murtad digantikan oleh cucu Muslim.

C. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan Masalah

Jika kita lihat pada latar belakang masalah, ternyata masalah

yang ada begitu banyak dan luas, akan tetapi agar dalam penelitian ini

tidak terlalu melebar dan dapat terarah serta tersusun secara

sistematis, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

a. Penggolongan penerima waris menurut ukum Islam, KUH Perdata

dan hukum yang hidup di dalam masyarakat.

Page 18: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

7

b. Penggolongan penerima waris menurut hukum Islam, KUH Perdata

dan hukum yang hidup di dalam masyarakat.

c. Pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang hak waris ahli

waris yang murtad.

d. Pandangan hukum positif dan Mazhab Fiqih tentang ahli waris

pengganti.

e. Pandangan hukum kewarisan di Indonesia dan pendapat para ulama

Mazhab Fiqih mengenai cucu sebagai ahli waris pengganti akibat

ahli waris murtad.

2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi pokok masalah adalah

bagaimana hak waris ahli waris yang murtad yang kemurtadanya

terjadi jauh setelah pewaris meninggal dunia dan disaat harta waris

belum dibagikan kepada para ahli waris, keterlambatan waris

mewarisi ini menimbulkan permasalahan pembagian waris yang

dikarenakan salah satu dari ahli waris tersebut yang keluar dari akidah

Islam (murtad) menuntut akan bagian warisannya yang diberikan

kepada anaknya.

Berikut Rumusan Masalah yang penulis rincikan dalam beberapa

pertanyaan.

1. Bagaimana pandangan hukum positif dan Mazhab Fiqih tentang

ahli waris yang murtad?

2. Bagaimana pandangan hukum positif dan Mazhab Fiqih mengenai

bagian waris yang diberikan kepada ahli waris pengganti (cucu)

yang Muslim disaat ahli waris tersebut masih ada atau masih hidup

tetapi murtad?

Page 19: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

8

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

a. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui perbedaan pandangan tentang ahli waris

yang murtad antara hukum positif di Indonesia dan hukum

Islam.

2) Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum positif

dan hukum Islam mengenai bagian waris yang diberikan

kepada ahli waris pengganti (cucu) Muslim di saat ahli

waris masih ada tetapi Murtad.

b. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-

kurangnya untuk:

1) Kegunaan teoritis, sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan

tentang masalah pembagian harta ahli waris yang murtad,

yang diharapkan memberikan kontribusi pemikiran pada

dunia akademis dan penyandaran hukum pada masyarakat.

2) Kegunaan praktis, diharapkan dapat berguna untuk menjadi

acuan dan pertimbangan bagi penerapan suatu ilmu

dilapangan atau masyarakat.

E. REVIEW STUDY TERDAHULU YANG RELEVAN

Page 20: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

9

Dalam review kajian tedahulu ini, penulis berusaha membaca

beberapa penelitian yang ada hubungannya atau hampir sama dengan

penelitian yang penulis lakukan yaitu:

1. Skripsi oleh Arwini Muslimah A dari Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makasar tahun 2013, yang berjudul “Analisis Putusan

Hakim Tentang Hak Waris Karna Berbeda Agama (Study kasus

putusan Mahkamah Agung No. 16 K/AG/2010).”

Skripsi ini membahas tentang seorang istri yang berbeda

agama dengan suaminya yang menggugat suaminya untuk

memberikan hak warisnya tersebut kepengadilan.

Persamaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah masih

sama persoalannya dalam ruang lingkup waris dan beda agama.

Dan perbedaanya adalah pada skripsi ini yang dibahas adalah

seorang istri yang menuntut hak warisnya untuk diberikan

meskipun suami berbeda agama dengannya. Sedangkan pada

skripsi penulis membahas tentang harta waris yang diberikan

kepada anak ahli waris meskipun ahli waris masih hidup akibat

ahli waris tesebut itu murtad.

2. Skripsi yang ditulis oleh Akmal Farihk dari konsentrasi Siyasah

syar’iah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2006 yang berjudul

“ Penundaan Waris Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata

Barat (Studi kasus dikelurahan kebun jeruk kec.Kebon jeruk

Jakarta Barat).” Skripsi ini membahas tentang bagaimana

penerapan hukum waris di daerah kebun jeruk yang mana didaerah

tersebut banyak terjadi harta warisan yang tidak dibagikan oleh

para ahli waris atau terjadinya penundaan pembagian harta

waris.Dengan melihat study review terdahulu diatas membedakan

antara skripsi diatas dengan skripsi penulis adalah skripsi penulis

membahas tentang bagian harta ahli waris yang diberikan kepada

Page 21: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

10

anak ahli waris meskipun ahli waris tersebut masih hidup yang

dikarenakan sebelum harta warisan dibagikan salah satu ahli waris

tersebut keluar dari agama Islam.

3. Skripsi yang ditulis oleh Istiarini Cahyaningsih dari konsentrasi

Peradilan Agama Program Study Ahwal Al-Syahksiyah yang

berjudul “Analisa Putusuan Pengadilan Agama Depok Tentang

Ahli Waris Beda Agama dan Perkara Yang Diputus Secara Ultra

Petita.” Skripsi ini membahas tentang analisis putusan Pengadilan

Agama Depok Nomor: 318/Pdt.G/2006/PA.Depok yang

memberikan putusan melebihi apa yang diminta oleh penggugat

atau yang disebut juga dengan ultra petita. Dalam putusan tersebut

Majelis Hakim juga memutuskan salah satu keluarga yang berbeda

agama menjadi ahli waris si pewaris. Persamaan skripsi ini ialah

tentang ahli waris yang berbeda agama atau murtad.perbedaan

skripsi ini dengan skripsi yang saya tulis ialah, skripsi ini

membahas tentang putusanPengadilan Agama Depok sedangkan

skripsi penulis membahas tentang harta waris yang diberikan

kepada anak ahli waris disaat ahli waris masih hidup tetapi murtad.

F. DEFINISI OPERASIONAL HUKUM POSITIF DAN HUKUM

ISLAM DI INDONESIA.

Terminologi hukum umumnya dipahami mengacu pada

seperangkat Norma atau aturan tentang segala sesuatu. Di Indonesia,

konsepsi hukum mengacu kepada dua hal, yaitu hukum umum dan

hukum Islam. Hukum umum (selanjutnya disebut hukum positif)

yang berlaku di Indonesia berasal dari hukum Barat. Hukum dalam

konsepsi ini sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan

manusia sendiri dalam masyarakat tertentu. Dalam konsepsi hukum

perundang-undangan (Barat) yang diatur oleh hukum hanyalah

Page 22: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

11

hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dan hubungan

manusia dengan benda yang ada di dalam masyarakat. Pengertian

hukum dalam konsepsi Barat berbeda dengan pengertian hukum

dalam konsepsi Islam. Dalam konsep Islam, tidak hanya diatur

tentang hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan

manusia dengan benda yang ada dalam masyarakat saja, tetapi juga

diatur hubungan-hubungan lainnya. Manusia yang hidup di dalam

masyarakat memiliki berbagai bentuk hubungan; mulai dari hubungan

dengan Tuhan, hubungan dengan dirinya sendiri, hubungan dengan

manusia lain dan hubungan benda dalam masyarakat serta hubungan

dengan alam sekitar.7

Pada hakekatnya yang dimaksudkan dengan sumber hukum

adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum. Kata

sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti yaitu, (a)

sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan

hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan

sebagainya. (b) Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-

bahan hukum yang sekarang berlaku. (c) Sebagai sumber berlakunya,

yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan

hukum (penguasa, masyarakat). (d) Sebagai sumber dari mana dapat

mengenal hukum misalnya dokumen, undang-undang dan sebagainya

dan (e) sebagai sumber terjadinya hukum atau sumber yang

menimbulkan hukum.8

Hukum positif adalah peraturan-peraturan yang bersifat

memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan

7 Nurhikmah Biga,” Perbandingan Hukum Positif Dengan Hukum Islam”, artikel

diakses pada 29 Mei 2017 dari https://www.academia.edu/6464985/Konsep-dan-Sumber-

Hukum Analisis-Perbandinganhukumislam- dan-Hukumpositif.com 8

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta:

Liberty, 2005), h.82.

Page 23: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

12

masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,

pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan

diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

Hukum Islam adalah sekumpulan aturan baik yang berasal dari

Al-Quran dan Al-Hadist maupun adat yang diakui oleh masyarakat

dan bangsa tertentu sebagai pengikat bagi anggotanya.

Oleh karna itu di negara Indonesia kita ini masyarkatnya

mempunyai dua ideologi yaitu hukum positif dan hukum Islam,

hukum positif meliputi; KUHP, KUH Perdata, dan Komplikasi

Hukum Islam (KHI) sedangkan hukum Islam meliputi; Al-Quran, Al-

Hadist, dan Mazhab Fiqih. Dalam hal ini Kompliskasi Hukum Islam

(KHI) mencangkup hukum hukum positif, karna KHI dibuat sebagai

hukum positif di Indonesia walaupun KHI berpedoman pada hukum

Islam yaitu; Al-Quran, Al-Hadist dan Mazhab Fiqih.

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini digunakan pendekatan

Perbandingan (Comparative Approach) yaitu pendekatan yang

dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum.

Perbandingan hukum merupakan suatu metode studi dan penelitian

hukum, studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk

membandingkan hukum satu dengan hukum yang lain, penulis

memilih pendekatan ini karna penulis ingin membandingakan

antara hukum positif di Indonesia dengan hukum Islam. Dalam hal

pembagian harta waris yang diberikan kepada anak ahli waris

akibat ahli waris Murtad.

2. Jenis Penelitian

Page 24: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

13

Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka

penulis memilih jenis penelitian hukum normatif. Metode

penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang

dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan hukum untuk mencari status hukum pada

penelitian ini. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah

penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif

(Norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap

masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah

penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif

(hak dan kewajiban).

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu

menggambarkan gejala-gejala yang terjadi disuatu keluarga yang

mengalami masalah kewarisan, pendekatan yang dilakukan yaitu

pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif

oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang

diteliti. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk

mengetahui penyelesaian masalah waris yang dialami oleh suatu

keluarga yang berada di daerah Jatimulya Bekasi Timur yaitu

masalah tentang harta waris yang diberikan kepada anak ahli

waris (cucu) disaat ahli waris masih hidup akibat ahli waris

murtad.

3. Sumber Dan Jenis Data

Dalam pengambilan sumber data penulis menggunakan

dua jenis sumber data yaitu sumber data primer adalah suatu

keluarga didaerah Jatimulya Bekasi Timur yaitu dengan

wawancara lansung dengan keluarga yang mengalami masalah

Page 25: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

14

waris tesebut, perundang-undangan dan putusan – putusan

pengadilan. Sumber data sekunder adalah dengan data-data

kepustakaan, yaitu dengan data yang didapat dari keluarga

tersebut, kitab-kitab fiqih, membaca buku-buku, artikel-artikel,

putusan-putusan pengadilan dan sumber bacaan yang terkait

dengan masalah waris yang dialami keluarga tersebut.

4. Teknis Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan tiga teknis,

yaitu:

a) Pustaka, yakni pengumpulan data melalui studi

kepustakaan atau penelitian kepustakaan yang berkaitan

dengan judul, dimana penelitian ini dilakukan dengan

mengkaji buku-buku, artikel- artikel, Undang-undang,

jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan

pembahasan.

b) Wawancara, yakni melakukan penelitian lapangan dengan

datang secara langsung ke keluarga yang menjadi objek

penelitian dan melakukan wawancara kepada orang-orang

yang terkait pada masalah ini.

c) Dokumentasi, yakni pengumpulan data dengan

melampirkan Surat-surat dan dokumen-dokumen mengenai

dengan masalah tersebut, seperti surat wasiat, surat

pernyataan, dan lain sebagainya.

d) Pengamatan langsung yakni; mengamati masalah yang

dialami suatu keluarga didaerah Jatimulya Bekasi Timur.

5. Metode Pengelolahan dan Analisis Data

A. Metode Pengelolahan data

Page 26: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

15

1) Seleksi data: Setelah memperoleh data dan informasi

yang dibutuhkan dalam Penulisan ini baik melalui

wawancara maupun dokumentasi, kemudian data dan

informasi tersebut diperiksa agar tidak terjadi

kekeliruan dan kesalahan.

2) Klasifikasi data: Setalah data-data dan informasi

diperiksa, lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan jenis

tertentu, kemudian diambil kesimpulannya.

3) Analisis data: analisis data dilakukan setelah data data

dan informasi informasi telah terkumpul dengan baik

melalui seleksi data dan klasifikasi data selanjutnya

dianalisa untuk membuat suatu konklusi

(kesimpulan).

B. Metode analisis data

Analisis yang dilakukan secara komperatif dan

deskriptif yaitu peneliti akan membandingkan antara

pandangan hukum islam dan hukum positif mengenai

masalah harta waris yang diberikan kepada anak ahli

waris (cucu) muslim disaat ahli waris masih hidup

akan tetapi ahli waris tersebut Murtad.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab Pertama berisi pendahuluan, meliputi; Latar Belakang

Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Dan Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Study Tedahulu, Definisi

Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua berisi Kewarisan Menurut Hukum Positif Di

Indonesia Dan Hukum Islam, meliputi; Pengertian Waris dan Harta

Page 27: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

16

Waris, Pengertian Pewaris Dan Ahli Waris, Sumber Hukum

Kewarisan, Penggolongan Ahli Waris, Sebab-sebab Waris dan

Penghalang Kewarisan.

Bab Ketiga berisi Pandangan Hukum Positif di Indonesia

Mengenai Pembagian Harta Waris, Ahli waris Murtad dan Ahli Waris

Pengganti, meliputi; Pembagian Harta Waris Menurutt Hukum

Positif, Ahli Waris Murtad Menurut KHI, dan Pandangan Hukum

Positif Mengenai Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti.

Bab Keempat berisi Pandangan Hukum Islam Mengenai Cucu

Sebagai Ahli Waris Pengganti Akibat Ahli Waris Murtad yang

meliputi; Pandangan Hukum Positif Mengenai Cucu Sebagai Ahli

Waris Pengganti Akibat Ahli Waris Murtad, dan Pandangan Hukum

Islam Mengenai Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti Akibat Ahli

Waris Murtad.

Bab Kelima berisi Penutup, meliputi; Kesimpulan, Saran-

saran Penulis, dan Daftar Pustaka.

Page 28: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

17

BAB II

KEWARISAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN

MENURUT HUKUM ISLAM

A. PENGERTIAN WARIS DAN HARTA WARIS (TIRKAH)

1. Pengertian Waris

Dalam hukum Islam kewarisan dikenal dengan istilah ilmu faraid

atau mirats dalam bahasa Arab, kata faraidh menunjukan bentuk

jamak dari bentuk tunggal faradha.1

Yang berarti ketetapan yang

diwajibkan atau ketetapan yang pasti.2 Demikian juga kata mawaris,

yang berarti harta yang diwariskan. Kata al-mirats dalam bahasa Arab

merupakan bentuk masdar dari kata waratsa-yuritsu-irtsan-

wamiiraatsaan.

Pengertian mirats yang dimaknakan dengan mauruts ialah: harta

peninggalan orang yang telah meninggal yang diwarisi oleh para

warisnya.3 Secara etimologi (bahasa) kata “kewarisan” berasal dari

kata “waratsa” yang memiliki beberapa pengertian, antara lain:

a) Pertama “mengganti” seperti yang tertera dalam Q.S al-Naml

ayat 16 :

رث تيىىامه كال شيء, ا ا انىاسءنمىا مىطك انطيز لا ل يا اي د, سهيما ن دا

انفضم انمثيه ان ذا ن

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan

Penerjemah/Penafsiran Al-Quran, 1973). 2 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan

Tafsir Termatik, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995), cet-1, h. 28. 3 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum Kewarisan Dalam Syariat Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), cet-1, h. 17.

Page 29: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

18

Artinya:

Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud,dan dia (Sulaiman)

berkata”wahai manusia ! telah diajari bahasa burung dan kami

diberi segala sesuatu sungguh, lalu mereka berbaris dengan

tertib.

b) Kedua “memberi” seperti yang tercantum dalam Q.S al-zumar

ayat 74:

رحىا األرض ا عدي, ا انحمد لل انذ صدلىا لا ن أ مه وتث

انجىح حيج وشآء, فىعم أجز انعمهيه.

Artinya:

Dan mereka mengucapkan:”segala puji bagi Allah yang telah

memenuhi janji-Nya kepada kami yang telah (memberi) kepada

kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati

tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki; maka

surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang

beramal”

c) Ketiga “mewarisi” seperti yang terdapat dalam Q.S Maryam

ayat 6:

ى يز ح أجعه رب رضيا.ب م عي ال ء ه م ث ز ي ئ ,

Artinya:

Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga

Ya‟qub dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang di ridhai.

Dari ketiga pengertian waris secara bahasa di atas ada tiga

macam arti, yaitu: menggantikan, memberi, dan mewarisi. Antara satu

dengan yang lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan

Page 30: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

19

melainkan memiliki kesamaan maksud, mengingatkan ketiga arti

tersebut selaras dengan pengertian waris atau kewarisan.4

Hukum waris atau kewarisan adalah hukum harta kekayaan

dalam lingkungan keluarga, karena wafatnya seseorang maka akan ada

pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat

dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik

dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.5

Wirjono

Prodjodikoro, mantan ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia,

mengatakan bahwa “hukum waris” adalah hukum-hukum atau

peraturan-peraturan yang mengatur, tentang apakah dan bagaimanakah

berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada

waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih

hidup”.6

Pengertian waris timbul karena adanya kematian yang terjadi pada

anggota keluarga, misalnya ayah, ibu atau anak apabila orang yang

meninggal itu mempunyai harta kekayaan. Maka, yang menjadi

persoalan bukanlah peristiwa kematian itu, melainkan harta kekayaan

yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.

Dengan demikian jelas, waris itu di satu sisi berakar pada keluarga

karena menyangkut siapa yang menjadi ahli waris dan berakar pada

harta kekayaan karena menyangkut waris atas harta yang ditinggalkan

oleh almarhum. Dalam pengertian waris, yaitu anggota keluarga yang

meninggal dan anggota yang ditinggalkannya atau yang di beri wasiat

4 Ahmad rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Persada, 2000), h. 356.

5 Surini Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris menurut BW (Burgerlijk Wetboek) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1983), h. 9. 6 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam di Pengadilan dan

Kewarisan Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di Pengadilan Negeri (Suatu

Studi Kasus), (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h.108.

Page 31: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

20

oleh almarhum. Peristiwa kematian yang menjadi penyebab timbulnya

muwarris kepada ahli waris. Obyek waris adalah harta yang

ditinggalkan oleh almarhum. Jika disimpulkan, maka hukum waris

adalah hukum yang mengatur tentang beralihnya warisan dari

peristiwa karena kematian kepada ahli waris atau orang yang di

tunjuk.7

Hukum kewarisan Islam berlaku untuk umat Islam dimana saja

didunia ini. Namun demikian corak suatu negara akan memberikan

pengaruh atas hukum kewarisannya. Pengaruh-pengaruh itu biasanya

terbatas dan tidak melampaui garis-garis pokok dari ketentuan

Kewarisan Islam tersebut. Pengaruh-pengaruh itu dapat terjadi pada

bagian-bagian yang berasal dari ijtihad atau pendapat ahli Hukum

Islam.

2. Harta Waris (Tirkah)

Al-mauruts atau al-mirats, yaitu harta peninggalan si mati

setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, dan

pelaksanaan wasiat. Harta peninggalan dalam kitab fiqh biasa disebut

tirkah, yaitu apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal

dunia berupa harta yang mutlak. Jumhul Fuqaha berpendapat bahwa

tirkah ialah segala apa yang menjadi milik seseorang, baik harta benda

maupun hak-hak kebendaan yang diwarisi oleh ahli warisnya setelah ia

meninggal dunia.8

Dengan kata lain yang bisa dijadikan harta

peninggalan atau harta warisian adalah milik dari pewaris secara

mutlak tanpa ada kaitannya dengan orang lain.

7 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1993), h. 266-267. 8 Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai

Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 57.

Page 32: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

21

Harta warisan adalah wujud harta kekayaan yang ditinggalkan

dan beralih kepada para ahli waris. Harta waris dapat berupa barang

tidak bergerak, barang bergerak, dan barang pusaka. Barang tidak

bergerak misalnya tanah, sawah, rumah, ladang kebun, dan

sebagainya. Barang bergerak berupa mobil, motor, sepeda, binatang

ternak, dan lain sebagainya. Barang pusaka adalah barang-barang yang

tidak bernilai ekonomis tinggi, namun sangat dihargai dan dirawat

dengan baik dan hati-hati, seperti kris, tombak, kitab kuno, dan lain-

lain.

Harta Warisan yang dalam istilah fara‟id dinamakan tirkah

(peninggalan) adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang

meninggal, baik berupa uang atau materi lainnya yang dibenarkan oleh

syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya. Tirkah yaitu

semua harta peninggalan si mayit sebelum diambil untuk kepentingan

pengurusan mayit, wasiat, atau pelunasan hutang. Sedangkan al-irst

adalah harta yang siap dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi

biaya pengurusan mayit, dan lain-lainnya.

Arti harta warisan/pusaka/peninggalan (tirkah) adalah: harta

yang ditinggalkan oleh si mati secara mutlak. Artinya harta yang

dimiliki oleh si mati saja, tidak dicampur-campur dengan harta lain

(sering disebut gono-gini) secara keseluruhan, apa-apa saja yang

menjadi milik si mati secara sah, itulah yang dibagikan sebagai harta

warisan atau pusaka, Misalnya seorang istri meninggal dunia, maka

yang dibagikan hanyalah milik si istri misalnya tabungannya,

motornya, atau apa saja yang menjadi milik dia, baik berasal dari

perolehan, pendapatan, ataupun pemberian.

B. PENGERTIAN PEWARIS DAN AHLI WARIS

Page 33: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

22

1. Pengertian Pewaris (Al-Muwarris)

Pewaris adalah orang yang diwarisi harta peninggalannya atau

orang yang mewariskan hartanya. Syaratnya, al-muwaris benar-benar

telah meninggal dunia, apakah meninggal secara hakiki, secara yuridis

(hukmi) atau secara taqdiri berdasarkan perkiraan. Mati hakiki, yaitu

kematian seseorang yang dapat diketahui tanpa harus melalui

pembuktian, bahwa seseorang telah meninggal dunia. Mati hukmi

adalah kematian seseorang yang secara yuridis ditetapkan melalui

keputusan hakim dinyatakan telah meninggal dunia. Ini biasanya

terjadi pada kasus orang yang dinyatakan hilang (al-mafquq) tanpa

diketahui dimana dan bagaimana keadaannya.

Al-muwarris menurut hukum Islam adalah Orang yang pada

saat meninggalnya beragama Islam, meninggalkan harta warisan dan

ahli waris yang masih hidup. Istilah pewaris secara khusus dikaitkan

dengan suatu proses pengalihan hak atas harta dari seseorang yang

telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup. Oleh

karena itu, seseorang yang masih hidup dan mengalihkan haknya

kepada keluarganya tidak dapat disebut pewaris, meskipun pengalihan

itu dilakukan pada saat menjelang kematiannya.

Menurut sistem hukum waris Islam, pewaris adalah orang yang

memiliki harta semasa hidupnya, telah meninggal dunia, dan beragama

Islam. Baik yang mewariskan maupun yang di warisi harta warisan

harus beragama Islam. Sedangkan pengertian pewaris menurut Pasal

171 KHI huruf b yaitu: “Pewaris adalah orang yang pada saat

meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan

Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta

peninggalan.”

Page 34: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

23

2. Pengertian Ahli Waris (Al Waarits)

Kata “ahli waris” dalam bahasa arab disebut “انارث “ –yang

secara bahasa berarti keluarga tidak secara otomatis ia dapat mewarisi

harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia.9

Karena

kedekatan hubungan keluarga juga dapat mempengaruhi kedudukan

dan hak-haknya untuk mendapatkan warisan. Terkadang yang dekat

menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak

dikategorikan sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan,

karena jalur yang dilaluinya perempuan.10

Sedangkan pengertian ahli waris (انارث) secara istilah adalah

orang yang menerima atau memiliki hak warisan dari tirkah (harta

peninggalan) orang yang meninggal dunia (pewaris). Untuk berhaknya

dia menerima harta warisan itu di isyaratkan dia telah dan hidup saat

terjadinya kematian pewaris. Dalam hal ini termasuk pengertian ahli

waris janin yang telah hidup dalam kandungan, meskipun kepastian

haknya baru ada setelah ia lahir dalam keadaan hidup. Hal ini juga

berlaku terhadap seseorang yang belum pasti kematiannya.11

Tidak

semua ahli waris mempunyai kedudukan yang sama, melainkan

9 Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h. 59.

10 Zaldaki Lutfi Zulfikar, “Hak Waris Istri Beda Agama (Analisis Perbabdingan

Putusan Perkara No: 1379/Pdt.G/2010/PA.JB dan No: 16K/AG/2010/MA)”, ( Jakarta: Skripsi

Universitas UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta, 2012), h., 21, t.d 11

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.

154.

Page 35: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

24

mempunyai tingkatan yang berbeda-beda secara tertib sesuai dengan

hubungnnya dengan si mayit.

Ahli waris itu ada yang ditetapkan secara khusus dalam Al-

Qur‟an dan langsung oleh Allah dalam Al-Qur‟an dan oleh Nabi

dalam hadisnya; ada juga yang ditentukan melalui Ijtihad dengan

meluaskan lafaz yang terdapat dalam nash hukum dan ada pula yang

dipahami dari petunjuk umum dari Al-Qur‟an dan atau hadis Nabi.

Artinya para ahli waris yang mempunyai hak waris dari seseorang

yang meninggal dunia baik yang ditimbulkan melalui hubungan

turunan (zunnasbi), hubungan periparan (asshar), maupun hubungan

perwalian (mawali) dapat dikelompokkan atas dua golongan, yakni;

(1) Ahli waris yang hak warisnya mengandung kepastian,

berdasarkan ittifaq oleh para ulama dan sarjana hukum Islam,

dan

(2) Golongan yang hak warisnya masih di perselisihkan (ikhtilaf)

oleh para ulama dan sarjana hukum Islam.12

C. SUMBER HUKUM KEWARISAN ISLAM

Dasar dan sumber utama dalam hukum islam sebagai hukum agama

(Islam) adalah Nash atau Teks yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah

nabi. Ayat ayat Al-Quran dan Sunnah Nabi yang secara langsung mengatur

kewarisan antara lain sebagai berikut:

a. Ayat-ayat Al-Quran

QS. An-Nisa ayat 7

ن ز ا ت م م ة ي ص و ال ج ز ه ن ن ز ا ت م م اء س ى ه ن ن ت ز ل ال ان د ان ان ن ت ز ل ال ان ند ا ان

ا ض ز ف م ة ي ص و ز خ ك ا ى م م ا ل م م

12 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan

Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 63 dan 65.

Page 36: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

25

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan

ibu, bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)

dari harta peninggalan ibu bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bagian yang telah ditetapkan”.

Ketentuan dalam ayat diatas merupakan landasan utama yang

menunjukan, bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan sama-

sama mempunyai hak waris dan sekaligus merupakan pengakuan islam,

bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan

kewajiban. Tidak demikiannya pada masa Jahiliyah, dimana wanita

dipandang sebagai objek bagaikan benda biasa yang dapat diwariskan.13

Sebagai pertanda yang lebih nyata bahwa Islam mengakui wanita

sebagai subjek Hukum, dalam keadaan tertentu mempunyai hak waris,

sedikit ataupun banyak yang telah dijelaskan dalam beberapa ayat Al-

Quran diantaranya dalam surat An-Nisa ayat 11:

ا م م اخ ه ح ه ه ف ه ي ي خ و ا ق ف اء س و ه خك ن ا ف شىي ي خ و ا ظ ح م خ م ز ك هذ ن م ك د ن ي ا ف للا م ك ي ص ي

ان ك ن ا ن ز ا ت م م س د ا انس م ى م د ح م ك ن ي ت ل ف ص ا انى ه ف قجد ح ت او ك و ا ن ز ت

س د انس م ال ف ج خ ا ن ان ك ن ا ف ج ه انخ م ال ف ا ي ت ا ح ر د ن ن ه ك ي م ن ن ا ف د ن ن

ه م ح ض ي ز ا ف ع ف و م ك ن ب ز ل ا م ي ا ن ر د ت ل م ك اؤ ت اء ه ي د ا ا ت ص ي ح ي ص د ع ت ه م

ام ي ك ا ح م ي ه ع ا ن ك للا ن ا ا لل

Artinya:”Allah mensyari‟atkan bagi kalian tentang (pembagian

pusaka) untuk anak-anak kalian. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama

dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya

perempuan lebih dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkannya; jika anak perempuan itu seorang saja. Maka ia

memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-

masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang mempunyai

anak dan ia mewarisi ibu bapanya (saja) maka ibunya mendapat sepertiga;

jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

`

13 Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam (sebagai

prmbaharuan Hukum Positif Indonesia), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 12.

Page 37: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

26

mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah

dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.

(tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa

diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah

ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana”.14

Firman-Nya, “Bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua

orang anak perempuan”. Maksudnya ketika ada anak laki-laki dan anak

perempuan. Tapi jika ada anak laki-laki, maka dia mendapatkan semua

warisan, jika yang ada anak perempuan maka dia mendapatkan separuhnya.

Jika ada dua anak perempuan maka mereka mendapat dua pertiga bagian.15

b. Al-Hadist

Hadist nabi Muhammad secara langsung mengatur tentang kewarisan

adalah sebagai berikut:

1. Hadist nabi dari Abdullah Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh

Tirmidzi yang artinya:

”Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma‟il telah

menceritakan kepada kami Uwuhaib telah menceritakan dari Nabi

Saw bersabda:”Berikanlah bagian Faraidh (warisan yang telah

ditetapkan) kepada yang berhak, maka bagian yang tersisa bagi

pewaris laki-laki yang paling dekat (nasabnya)”.16

2. Hadist nabi dari Usamah bin Zait menurut riwayat Imam Muslim

yang artinya:

”Telah Menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar

bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim, dan ini adalah Lafadz

Yahya, Yahya berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan

yang dua mengatakan; telah menceritakan kepada kami Ibnu

Uyainah dari Az Zuhri dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman

14

Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Quran dan terjemahnya, (Bandung:

diponogoro, 2010), h. 116. 15

As-Sayyid Muhamaad Shiddiq Khan, Al-Quran dan As-Sunnah bicara wanita,

(Jakarta: Darul Fallah, 2001), h. 50. 16

Sunan Tirmidzi, Sunan Tirmidz Jilid 4i, (Beirut: Dar Al-Fiqri, 2005), h. 31.

Page 38: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

27

dari Usamah bin Zait, bahwa Nabi Saw: “Seorang Muslim

tidak boleh mewarisi dari orang Kafir dan orang Kafir tidak dapat

mewarisi dari orang Muslim. (1614)”17

c. Ijtihad Para Ulama

Meskipun Al-Quran dan Al-Hadist sudah memberikan terperinci

pengertian pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih

diperlukan adanya Ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan

dalam Al-Quran maupun Al-Hadist misalnya, mengenai waris banci

atau waria, diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak habis

terbagi, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan suami

atau istri dan sebagainya.18

Contoh lain adalah:

Status saudara yang mewarisi bersama-sama dengan kakek, di

dalam Al-Qur‟an hal ini tidak dijelaskan, yang dijelakan hanyalah status

saudara-saudara bersama dengan ayah atau bersama-sama dengan anak

laki-laki yang dalam kedua keadaan ini mereka tidak mendapatkan apa-

apa lantaran terhijab, kecuali dalam masalah kalalah maka mereka

mendapat bagian. Menurut pendapat kebanyakan sahabat Nabi dan

Imam-imam Mazhab yang mengutib pendapat Zaid bin Tsabit, Saudara-

saudara tersebut pendapatkan pusaka secara muqasamah dengan

kakek.19

Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal dari pada kakek

yang bakal diwarisi yang mewarisi bersama dengan saudara-saudara

ayahnya. Menurut ketentuan mereka tidak mendapatkan apa-apa

lantaran dihijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut Kitab Undang-

17

Muhammad Fuadi Abdul Baqi, Shoih Muslim Jilid 6, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-

Ilmiah, 1995), h. 44. 18

Ahmad Azar Basyir, Hukum Waris Islam, (Jogyakarta: UII Press, 2004), h. 9. 19

Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam (sebagai

prmbaharuan Hukum Positif Indonesia), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 22.

Page 39: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

28

Undang Hukum Wasiat Mesir mereka diberikan bagian berdasarkan

wasiat wajibah.

Para Fuqaha Tabi‟in dan Imam-imam Fiqih, diantaranya Sait Ibnu

Musayyab, Ad-Dahak, Thaus, Al Husnul Bisri, Ahmad Ibnu Hambal,

Daud Ali, Ishak Ibnu Ruhawaih, Ibnu Jarir, dan Ibnu Hazm berpendapat

bahwa wasiat itu wajib untuk kerabat-kerabat terdekat yang tidak

mendapat harta pusaka. Hal ini ditetapkan berdasarkan firman Allah

SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 180 yang artinya: ”Diwajibkan atas

kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,

jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan

karib kerabatnya secara Ma‟ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-

orang yang bertaqwa”.20

Kata Kutiba dalam ayat tersebut artinya Furida, yaitu difardukan

sedangkan perkataan “Bilmarufi haqqon „alal muttaqin” artinya menurut

ma‟ruf sebagai suatu hak (kewajiban) atas setiap orang yang bertaqwa

merupakan suatu lafal yang sangat kuat menunjuk kepada kewajiban

wasiat.

Dalam hal tersebut, ulama berselisih pendapat tentang masih

berlakunya hukum yang telah dinashkan oleh ayat tersebut yaitu tentang

wajibnya wasiat untuk bapa dan kerabat-kerabat terdekat atau tidak berlaku

lagi. Kebanyakan ahli tafsir zumhur Fiqih berpendapat bahwa wajibnya

wasiat itu adalah mansukh, baik terhadap yang menerima wasiat maupun

tidak. Karena ayat wasiat itu telah di mansukh oleh ayat-ayat mawaris dan

oleh sabda Nabi Saw yang artinya, “tidak ada wasiat untuk para ahli

waris”.

20

Departeman Agama RI, Al-Hikmah Al-Quran dan terjemahnya, (Bandung:

Diponegoro, 2010), h. 44.

Page 40: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

29

Abu Muslim Al-Ashbahani mengemukakan bahwa ayat wasiat itu

sama sekali tidak mansukh, karena tidak ada pertentangan antara ayat

wasiat dan ayat mawaris.21

Golongan yang diwajibkan wasiat untuk

kerabat-kerabat yang tidak mendapat waris berpendapat bahwa ayat wasiat

tidak mansukh dan tertetap berlaku sampai sekarang untuk kerabat-kerabat

yang tidak mendapat warisan, kerena ada penghalang atau ada orang yang

lebih utama dari pada mereka. Oleh karena itu, wajiblah dibuat wasiat

untuk mereka. Terhadap kerabat-kerabat yang mendapat warisan,

dipergunakan ayat-ayat mawaris.

Atas dasar inilah cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal dari

pada kakek yang bakal diwarisi dan mewarisi bersama dengan saudara-

saudara ayahnya, untuk diberikan wasiat wajibah karena cucu terhijab oleh

saudara-saudara ayahnya.

D. PENGGOLONGAN AHLI WARIS

Macam-macam ahli waris di tinjau dari sebab-sebabnya, dapat

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:

1) Ahli waris nasabiah.

2) Ahli waris sababiyah.

Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahli

waris dapat dibedakan kepada:

a. Ahli waris yang hanya mewarisi secara fardh (yang

menerima bagian tetap) berjumlah 7 orang, yaitu: ibu,

saudara laki-laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari

ibu, nenek dari ayah, suami, dan istri.

21

Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 243.

Page 41: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

30

b. Ahli waris yang hanya mewarisi secara ta‟shib ( harta sisa

dari golongan fardh) atau ashbah berjumlah dua belas, yaitu:

anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki,22

saudara

laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki

dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara

seayah, paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari

paman sekandung, anak laki-laki dari paman seayah, laki-

laki yang memerdekakan budak, dan perempuan yang

memerdekakan budak.

c. Ahli waris yang sewaktu-waktu dapat mewarisi dengan jalan

fardh, ta‟shib atau kedua-duanya. Ahli waris ini adalah ayah

dan kakek. Keduanya dapat mewarisi harta dengan jalan

fardh, yakni mendapatkan bagian 1/6, ketika bersama

dengan keturunan laki-laki simayit. Namun, keduanya juga

dapat mewarisi secara ta‟shib, yakni ketika mereka tidak

bersama-sama dengan keturunan sinayit secara mutlak.

d. Ahli waris zawi al-arhâm, yaitu ahli waris yang

sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi

menurut ketentuan Al-Qur‟an tidak berhak menerima

warisan.

Apabila ahli waris dilihat dari jauh dekatnya hubungan

kekerabatan, sehingga yang dekat lebih berhak menerima warisan

daripada yang jauh, dapat dibedakan menjadi:

a) Ahli waris hajib, yaitu hali waris yang dekat yang dapat

menghalangi ahli waris yang jauh, atau karena garis

22

Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam (sebagai

prmbaharuan Hukum Positif Indonesia), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 12.

Page 42: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

31

keturunannya yang menyebabkannya dapat menghalangi ahli

waris yang lain.

b) Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang jauh yang terhalang

oleh ahli waris hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat

menerima warisan, jika yang menghalanginya tidak ada.

Hukum waris perdata diatur dalam buku kedua yaitu tentang

kebendaan dalam pasal 830, yakni “pewarisan hanya berlangsung

karena kematian” menurut pasal ini rumusan atau definisi hukum waris

mencangkup masalah yang begitu luas. Pengertian yang dapat

dipahami yaitu bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka seleuruh

hak dan kewajibannya beralih atau berpindah kepada ahli warisnya.23

Menurut UU pembagian waris, menetapkan adanya keluarga

sedarah yang berhak mewaris dan keberadaan suami istri (yang hidup

paling lama) dengan pewaris ada empat golongan:

a. Golongan pertama

Terdiri dari anak atau keturunannya dan janda atau duda yang

jumlah bagiannya ditetapkan dalam pasal 852 (a,b) dan 515 KUH

Perdata.

b. Golongan kedua

Terdiri dari orang tua (bapak atau ibu), saudara-saudara atau

keturunannya. Sedang jumlah bagiannya ditetapkan dalam pasal

854,855,856 KUHPerdata.

c. Golongan ketiga

Terdiri dari kakek dan nenek atau leluhur dalam garis lurus ke atas

yang jumlah bagiannya ditetapkan dalam pasal 853,858(1)

KUHPerdata.

23

Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h.

12.

Page 43: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

32

d. Golongan keempat

Ahli warisnya sanak keluarga didalam garis menyamping sampai

tingkat ke enam yang jumlah bagiannya di tetapkan dalam pasal

856(2),861,832(2),852-866 KUHPerdata.

Karena adanya sistem Plaatsvervulling, maka secara otomatis

apabila ahli waris golongan ke-1 sudah meninggal, maka hak warisan

jatuh pada golongan ke-2 dan seterusnya. Dan hal inilah yang

membedakan sistem pembagian waris Islam.

Sedangkan mengenai pembagian waris menurut hukum perdata,

karena disebabkan oleh penunjukkan dalam wasiat. Warisan berwasiat

yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima

warisan atas kehendak terakhir (wasiat) si pewaris.24

Wasiat ini harus

dinyatakan dalam bentuk tulisan misalnya dalam akte notaris (warisan

testamentair).

Jadi pewarisan perdata disini juga memberikan kebebasan kepada

pewaris untuk menunjuk seseorang (berwasiat) baik itu keluarga

sendiri atau bukan untuk dijadikkan pewaris, dan pembagian warisan

seperti ini pula tidak terdapat dalam pewarisan Islam, karena dalam

pewarisan Islam wasiat berdiri sendiri diluar ahli waris.

D. SEBAB-SEBAB WARIS

Lafazh asbab‟ sebab-sebab‟ adalah bentuk jamak dari lafazh sabab‟

sebab‟. Sabab menurut bahasa ialah sesuatu yang lain, baik sesuatu yang

menyampaikan kepada sesuatu yang lain. Sedangkan menurut istilah

adalah sesuatu yang mengharuskan keberadaan hal yang lain, sehinggal hal

yang lain itu menjadi ada dan ketiadaan suatu hal itu menjadi hal yang lain

tidak ada secara substansial.

24

C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1989), h. 255.

Page 44: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

33

Definisi ulama yang mengatakan bahwa keberadaan sesuatu

mengharuskan adanya sesuatu yang lain, dengan sendirinya mengecualikan

makna syarat, karna syarat tidak mengharuskan adanya sesuatu.

Sedangkan ucapan mereka yang lain, bahwa tidak adanya sesuatu akan

mengakibatkan sesuatu yang lain juga menjadi tidak ada, dan

mengecualikan makna mani‟ „penghalang‟, karena mani‟ mengecualikan

adanya sesuatu yang tidak mengharuskan adanya sesuatu yang lain.

Dengan demikian, sebab- sebab adanya pewarisan adalah sesuatu

yang mewajibkan adanya hak mewarisi, jika sebab-sebabnya terpenuhi.

Dengan demikian juga hak mewarisi menjadi tidak ada jika sebab-

sebabnya tidak terpenuhi.25

Masalah kewarisan baru timbul apabila

dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Harus ada pewaris (muwarits) seseorang yang telah meninggal dunia

dan meninggalkan harta peninggalan (tirkah) adalah merupakan “conditio

sine quo non” (syarat mutlak), karena sebelum ada seseorang yang

meninggal dunia, atau ada yang meninggal dunia teteapi tidak ada harta

benda merupakan kekayaan belumlah timbul masalah kewarisan.

Harus ada harta peninggalan (tirkah); ialah apa yang ditinggalkan oleh

pewaris baik hak-hak kebendaan berwujud, maupun tak berwujud, bernilai

atau tidak bernilai, atau kewajiban-kewajiban yang harus dibayar, misalnya

hutang sipewaris. Dengan catatan bahwa utang sipewaris dibayar sepanjang

harta bendanya cukup untuk membayar hutang tersebut.

Benda-benda berwujud dan bernilai seperti misalnya benda benda

bergerak, seperti mobil, termasuk didalamnya piutang-piutang, benda wajib

25

Komite Fakultas Syari‟ah Al-azhar Mesir, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi

Publishing, 2004), h. 32-33.

Page 45: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

34

(diyah wajibah) yang harus dibayar oleh si pembunuh. Benda-benda tetap

seperti rumah, tanah, kebun, sawah, dan sebagainya.

Hak-hak kebendaan lainnya hak monopoli untuk mendayagunakan,

seperti menarik hasil dari sumber irigasi, pertanian perkebunan dan

sebagainya.

Hak-hak lainnya seperti; Hak khiyar, yaitu hak untuk menentukan

pilihan antara dua alternatif, meneruskan akad jual beli atau diurungkan atau

ditarik kembali akad jual belinya. Hal ini untuk memikirkan kemaslahatan

masing-masing agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari lantaran ada

yang dirugikan atau ada yang tertipu disalah satu pihak. Hak syuf‟ah, ialah

suatu hak membeli kembali dengan paksa dengan harga pantas. Dalam hal

ada salah seseorang anggota persekutuan telah menjual haknya atas harta

persekutuan kepada orang lain tanpa izin para anggota lain, maka para

anggota lain itu berhak membeli dengan paksa hak anggota yang telah dijual

itu dengan harga pantas. Hak membeli dengan paksa itulah disebut hak

syuf‟ah.

Hak-hak yang bersangkutan (berhubungan) dengan orang lain diluar

kategori hak khiyar dan hak syuf‟ah, misalnya; hak gadai, hak hipotek, hak

credit verband dan mas kawin yang belum dibayar yang kesemuannya

disebut hak ainiyah (dain-ainy).

E. PENGHALANG KEWARISAN

Faktor penghalang mendapat warisan dalam istilah Ulama Faraid ialah

suatu kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dapat menerima warisan,

walaupun memiliki cukup sebab dan cukup pula syarat-syaratnya. Atau yang

dalam KUH Perdata dikenal dengan kata Onwaardig yaitu orang yang tidak

patut atau pantas menerima warisan dari si pewaris.

Page 46: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

35

1. Penghalang kewarisan menurut KUH Perdata

Dalam hukum perdata terdapat orang-orang yang tidak patut atau tidak

pantas menerima warisan (Onwaardig). Orang-orang ini adalah orang-orang

mempunyai pertalian darah dengan pewaris, tetapi karena perbuatannya tidak

patut menjadi waris. Adapun orang-orang yang terhalang untuk mewarisi

dimuat dalam pasal 838 dan pasal 912 KUH Perdata yaitu:

a. Ahli waris menurut wasiat yang dinyatakan tidak patut untuk

menerima warisan, dalam pasal 838 KUH Perdata, adalah:

1) Mereka yang telah dihukum (telah ada keputusan hakim)

karena mencoba membunuh pewaris.

2) Mereka yang dengan keputusan hakim dipersalahkan dengan

fitnah mengajukan pengaduan terhadap pewaris tentang

sesuatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun

lamanya.

3) Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah pewaris

membuat atau mencabut testament.

4) Mereka yang telah menggelapkan merusak atau memalsu

testament pewaris.

b. Ahli waris menurut wasiat yang dinyatakan tidak patut untuk

menerima warisan dalam pasal 912 KUH Perdata yaitu:

1) Mereka yang telah dihukum membunuh si pewaris.

2) Mereka yang telah menggelapkan, membinasakan, atau

memalsukan surat wasiat si pewaris.

3) Mereka yang dengan paksaan atau kekerasan telah mencegah si

pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya.

Page 47: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

36

Disamping itu Undang-Undang juga mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan anak dan pergantian mawaris bagi seseorang yang tidak patut (tidak

pantas) menjadi ahli waris (pasal 840-848) KUHPerdata.

Misal: pasal 840, anak dari seseorang yang telah dinyatakan tak patut

menjadi waris atas diri sendiri mempunyai panggilan untuk menjadi waris,

maka tidaklah mereka karena kesalahan orang tuanyalah yang tidak boleh ikut

menikmati.

2. Penghalang Kewarisan Menurut KHI dan Mazhab Fiqih

Kata al-mawani‟ „beberapa penghalang‟ adalah bentuk jamak dari

Mani‟. Menurut bahasa, mani‟ berarti penghalang diantara dua hal.

Contohnya, ini merupakan Mani‟ antara ini dengan ini. Maksudnya,

merupakan penghalang diantara keduanya, sedangkan menurut istilah Mani‟

berarti sesuatu yang mengharuskan ketiadaan sesuatu yang lain. Tentu saja

ketiadaan sesuatu yang lain itu, tidak serta mereta bermakna secara subtansial

dengan demikian Mani‟ adalah keberadaannnya, syarat adalah ketiadaannya,

dan sebab adalah keberadaan dan ketiadaannya.

Jadi yang dimaksud dengan beberapa penghalang mewarisi ialah

keberadaan penghalang yang menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi

harta peninggalan. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan penghalang-

penghalang mewarisi ialah tindakan atau hal-hal yang dapat menggugurkan

hak seseorang untuk mewarisi harta peninggalan setelah adanya sebab-sebab

mewarisi.26

Orang yang terhalang mewarisi disebut dengan mamnu‟atau mahrum.

Istilah tersebut harus dibedakan dengan istilah mahjub yang juga mempunyai

arti sama dengan mamnu‟ atau mahrum. Perbedaan keduanya terletak kepada

26

Komite Fakultas Syari‟ah Al-azhar Mesir, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi

Publishing, 2004), h. 45-47.

Page 48: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

37

kemutlakan tidak memperoleh harta warisan. Mahjub adalah ahli waris yang

terhalang mendapat warisan karena adanya ahli waris lain yang lebih dekat

kekerabatannya dengan pewaris. Ahli waris mahjub sifatnya sementara karena

apabila ahli waris yang menghalanginya sudah tidak ada maka ia akan tampil

sebagai ahli waris. Adapun mamnu‟ atau mahrum adalah ahli waris yang

terhalang karena kedudukannya yang diharamkan oleh Islam dan ini berlaku

selamanya.

Penghalang warisan (mamnu‟/ mahrum) mengakibatkan gugurnya hak

ahli waris untuk menerima harta warisan dari harta peninggalan pewaris

walaupun jarak kekerabatannya dengan si pewaris sangat dekat seperti anak

yang membunuh orang tuanya atau anak yang berbeda agama dengan orang

tuanya yang meninggalkan harta warisan tersebut.

Para ulama mazhab sepakat bahwa ada tiga hal yang menghalangi

warisan yaitu perbudakkan, perbedaan agama, dan pembunuhan. Para

faradhiyun telah bulat pendapatnya untuk menetapkan perbudakkan itu adalah

suatu hal yang menjadi penghalang waris mewarisi berdasarkan adanya

petunjuk nash yang sharih yang menafikan kecakapan bertindak seorang

budak dalam segala bidang yang termaktub dalam firman Allah SWT (QS.An-

nahl :75)

كا ل ك ف ى ي ا ف ى س ا ح ل س ا ر ى م ا ي ى ل س ر ه م ئ ي ش ه ع ر يمد ضزب للا مخال عثدا ممه

ز س ى م ن م ه يع ل م ز خ ك ا م ت لل د م انح ن ت س ي م ا ز ج ا

Artinya:

Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki

yang tidak dapat bertindak tergadap suatu apapun dan seorang yang kami beri

rezeki yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu

secara sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama? Segala

puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

Page 49: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

38

Berkaitan dengan pembunuhan jumhur ulama juga telah berpendapat,

bahwa pembunuhan dapat menghalangi seseorang menjadi ahli waris. Begitu

juga dengan penganiyaan yang mengakibatkan terbunuhnya seseorang.

Sangat beralasan jika seseorang pembunuh tidak berhak atas harta

yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuhnya apalagi ahli waris ingin

mempercepat memperoleh harta warisan dengan cara yang tidak dibenarkan

oleh hukum manapun baik hukum agama maupun hukum yang dibuat oleh

manusia, sebagaimana dengan hadist nabi yang berbunyi :

سهم نيس ال ل ي د ج ه ي ع ث ن ا ه ة ع ي ع ش ه ز ت م ع ه ع ل للا صهي للا عهي : لال رس

شيء ال مه انميزاث ت م نه

Artinya:

“Dari „Amr bin Syu‟aib dari ayahnya dari kakeknya berkata ia: Rasulullah

SAW: ”tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi”27

Hadist tersebut menjelaskan bahwa pembunuhan pewaris menghalangi

yang bersangkutan mewarisi harta warisan pewaris yang dibunuh. Kaitannya

dengan beberapa hadist diatas adalah kaidah fiqhiyah berikut:

لة تحزما و ع ا و مه استعجم انشيء لثم ا

Artinya:

“Barang siapa ingin mempercepat mendapatkan sesuatu sebelum waktunya

maka ia dikenakan sanksi tidak boleh mendapatkannya”28

27

Abi Bakar bin Husein bin Ali Al-Baihaki, Sunanul Qubra, juz 6 (Beirut: Dar al-

Fikr), h. 220. 28

H.A.Dzajuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam

Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis,(Jakarta: Kencana,2006), h. 106.

Page 50: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

39

Fuqaha sepakat dalam menetapkan bahwa pembunuhan itu menurut

prinsipnya menjadi penghalang mewarisi, namun mereka memperselisihkan

macam-macam pembunuhan yang bisa dikategorikan sebagai peghalang

mewarisi. Ulama Hanafiyah menentukan bahwa pembunuhan yang dapat

mengugurkan hak waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib

membayar kaffarat. Ulama Hanabillah berpendapat bahwa pembunuhan yang

dinyatakan sebagai penggugur hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang

mengharuskan pelakunya di Qisash, membayar Diyat, atau membayar Kaffrat.

Sedangkan ulama Syafi‟iyah berkata bahwa setiap pembunuhan

menghalangi kewarisan, sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh orang gila

atau anak kecil, juga sekalipun dengan cara benar seperti had atau Qisash.

Kalangan pengikut Imam Maliki berkata bahwa sesungguhnya pembunuhan

yang disengaja dan dilakukkan dengan motif permusuhan yang baik langsung

maupun melalui perantara.29

Pendapat terkuat adalah dari ulama Hanabillah karna pendapat mereka

selaras dengan dalil-dalil yang menegaskan pembunuhan menjadi penghalang

mewarisi disamping pendapat tiga mazhab yang lain. Berbeda dengan

ketentuan diatas yang menjelaskan bahwa salah satu penghalang menerima

waris karna alasan pembunuhan, Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang

substansinya mengacu kepada berbagai literature fiqih, justru menyatakan

bahwa bukan saja pembunuhan yang dapat menjadi penghalang mewarisi,

namun juga kepada perbuatan percobaan pembunuhan.30

Perbuatan percobaan pembunuhan belum mengakibatkan kepada

hilangnya nyawa seseorang. Selain itu, penganiayaan berat dan memfitnah

pewaris pun juga termasuk dalam halangan mewarisi. Adapun dalam beberapa

literature fiqih hanya ada 3 tiga hal yang mengakibatkan seseorang terhalang

29

Al- Sayyid Sabiq, Fiqh as- Sunnah, (Semarang: Toha Putra, t.p), h. 486. 30

Lihat pasal 173 Kompilasi Hukum Islam.

Page 51: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

40

mewarisi atau gugur haknya sebagai ahli waris yaitu perbudakkan,

pembunuhan, dan berbeda agama.

Halangan mewarisi yang ketiga adalah berbeda agama, dimaksud

dengan perbedaan agama adalah perbedaan agama yang menjadi kepercayaan

orang yang mewarisi dengan orang yang di warisi, misalnya, agama orang

yang mewarisi itu kafir, sedangkan yang diwarisi itu beragama Islam, maka

orang kafir tersebut tidak boleh mewarisi harta peninggalan orang Islam,

Sebagaimana dalam hadist Rasulullah yang artinya : “Abu Ashim dari Ibn

Juraij dari Ibn Syihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsaman dari

Usamah bin Zaid ra memberitahu kami : sesungguhnya Nabi Muhammad

SAW bersabda ( tidak mewarisi antara muslim dengan kafir dan tidak pula

kafir dengan muslim)”(H.R.Bukhori Muslim)

Sebagian ulama mengemukakan bahwa Murtad (keluar dari Islam),

termasuk dalam kategori berbeda agama. Oleh karna itu murtad merupakan

penghalang untuk mewarisi, bahkan menurut Ijma‟ ulama, orang murtad tidak

boleh mewarisi orang Islam.31

Ada riwayat lain dari Mu‟adz, Mu‟awiyah Ibnu musayyab, Masruq

dan Nakha‟i bahwa sesungguhnya seorang muslim itu mewarisi dari seorang

kafir namun tidak sebaliknya. Sama seperti seorang muslim laki-laki boleh

menikah dengan kafir perempuan dan seorang muslim perempuan tidak boleh

menikah dengan kafir laki-laki. Orang non muslim boleh saling mewarisi satu

sama lain karena dianggap memeluk satu agama.32

Ulama Hanfiyah menyebutkan ada empat macam penghalang

kewarisan yang mahsyur yaitu perbudakkan, pembunuhan, perbedaan agama,

dan perbedaan negara. Al-Qudri menambahkan murtad kedalam penghalang

31

Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 34. 32

Al- Sayyid Sabiq, Fiqh as- Sunnah, (Semarang: Toha Putra, t.p), h. 486.

Page 52: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

41

kewarisan.33

Sementara itu ada juga yang menambahkan ketidaktahuan waktu

kematian seperti peristiwa kebakaran atau tenggelam, dikarenakan salah satu

syarat kewarisan adalah hidupnya ahli waris ketika pewaris meninggal dunia

dan waris mewarisi tidak bisa dilaksanakan bila ada keraguan. Selain itu,

ketidak tahuan ahli waris juga dimasukkan dalam kategori penghalang

kewarisan yang terdapat dalam beberapa hal di antaranya sebagai berikut:

a) Seorang wanita yang mengasuh bayi orang lain dan juga bayinya

sendiri. Wanita tersebut meninggal dunia dan tidak diketahui yang

mana anaknya diatara dua bayi tersebut, maka tidak ada yang

mewarisi diatara keduanya.

b) Seorang yang muslim dan seorang yang kafir menyewa satu orang

pengasuh untuk anak mereka sampai mereka dewasa. Tidak

diketahui yang mana anak dari si muslim dan mana anak si kafir,

sedangkan kedua anak tersebut muslim. Maka, kedua anak

tersebut tidak bisa mewarisi dari orang tuanya masing-masing.

Sebagian ulama Hanafiyah menyebutkan ada 10 penghalang

kewarisan yaitu perbedaan agama, perbudakkan, pembunuhan

sengaja, li‟an, zina, keraguan dalam menentukan kematian

muwarrist, kehamilan, keraguan tentang hidupnya seorang anak,

keraguan dalam menentukan kematian yang lebih dulu antara

muwarris dan ahli waris, dan keraguan dalam menentukan jenis

kelamin laki-laki atau perempuan.34

33

Wahab Zuhaili, Al-fiqh Al Islami wa Adilatuhu, juz x, (Dmsyk: Dar Al-Fiqh,

1997), h. 770. 34

Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT. AL-Ma‟arif, 1975), h. 84.

Page 53: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

42

BAB III

PANDANGAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG WARIS, AHLI

WARIS MURTAD DAN CUCU SEBAGAI AHLI WARIS PENGGANTI

A. Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Positif

Mengenai aturan hukum pembagian harta warisan orang tua, di

Indonesia memiliki tiga aturan yang berbeda, yakni berdasarkan pertama,

Hukum Perdata Barat dimana pemberlakuannya adalah bagi golongan

Tionghoa dan Timur Asing; Kedua, Hukum Adat yang bersumber dari

masing-masing daerah Adat Indonesia; Ketiga, Hukum Islam yang tentunya

berlaku pada orang Indonesia beragama Islam.

1. Cara Pembagian Waris

Perihal cara pembagian warisan, hanya bisa dilaksanakan jika

memahami ketentuan dalam fiqih mawaris dan KUHPer, seperti siapa saja

yang menjadi ahli waris, disertai bagian masing-masing; terpenuhinya

syarat dan rukun waris, serta adanya kepastian tidak adanya halangan

(mawani') menerima waris.

Disamping itu, kita perlu mengetahui ilmu berhitung atau cara

menghitung harta warisan. Ada kaidah-kaidah perhitungan yang harus

diketahui, sehingga selain memudahkan cara pembagiannya, juga dapat

membagi harta warisan dengan benar.

2. Hak Mewarisi Menurut KUH Perdata (BW)

Di indonesia. Saat ini terdapat beraneka ragam sistem hukum

kewarisan yang berlaku bagi warga negara indonesia. Pertama, sistem

kewarisan perdata barat (Eropa) yang tertuang dalam BW atau KUH Perdata

BW berlaku bagi : a) orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan

degan Eropa; b) Orang Timur Asing Tionghoa; c) orang timur asing lainnya

Page 54: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

43

dan orang-orang Indonesia yang menundukkan diri kepada hukum Eropa.

Kedua, Sistem hukum adat yang beraneka ragam sistemnya, yang dipengaruhi

oleh bentuk etnis di berbagai daerah lingkungan hukum adat. Hukum adat,

pada beberapa daerah masih sangat kuat diterapkan oleh masyarakatnya.

Ketiga, sistem hukum kewarisan Islam yang juga terdiri atas berbagai macam

aliran pemahaman.1

Dalam KUH Perdata, prinsip dari pewarisan dapat dilihat pada Pasal

830 dan Pasal 832 KUH Perdata, yakni bahwa Harta Waris baru dapat

diwariskan kepada pihak lain apabila terjadinya suatu kematian. Selain itu,

Ahli Waris harus memiliki hubungan darah dengan pewaris.

Sehingga, yang memiliki hak waris terbatas pada orang-orang yang

mempunyai hubungan darah dengan pewaris, baik keturunan langsung

maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudaranya.

Prinsip pembagiannya pun diutamakan golongan pertama, yakni

suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya, dapat dilihat pada

Pasal 852 KUHPerdata. Jika golongan pertama tidak ada, maka turun ke

golongan kedua, yakni orang tua dan saudara kandung pewaris. Jika golongan

kedua tidak ada, maka turun ke golongan ketiga, yakni Keluarga dalam garis

lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris. Terakhir, jika golongan ketiga

juga tidak ada, maka turun ke golongan keempat, yakni Paman dan bibi

pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan

bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan

nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

3. Hak Mewarisi menurut KHI

Hukum Waris diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, Bab II dengan

judul Hukum Kewarisan. Hukum waris Islam diatur di dalam Pasal 171-214

1 Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam di Pengadilan Agama dan

Kewarisan Menurut BW di Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 2.

Page 55: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

44

Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut KHI, Hukum kewarisan adalah

hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan

(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan

berapa bagiannya masing-masing.

Penggolongan Kelompok-kelompok ahli waris di dalam hukum Islam

dibagi dalam:

a) Menurut hubungan darah:

1) Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara

laki-laki, paman dan kakek;

2) Golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara

perempuan dan nenek.

b) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat

warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda. Dalam hukum waris

Islam, laki-laki mendapat dua bagian dan perempuan mendapat satu

bagian dari harta warisan. Sedangkan besarnya bagian masing-

masing ahli waris dapat dilihat di dalam Pasal 176-185 Kompilasi

Hukum Islam.

B. Ahli Waris Murtad Menurut KHI

Pada zaman modern ini, kebebasan adalah termasuk dalam Hak

Asasi Manusia. Kebebasan dalam hal ini dapat diartikan lebih lanjut

dalam persoalan agama, sehingga menimbulkan arti bahwa agama adalah

hak azasi seseorang dalam menentukan dan memilihnya.

Islam sebagai agama juga telah menerangkan bahwa: “Tidak ada

paksaan dalam agama” Banyak kalangan yang menafsirkan bahwa ayat

ini menyatakan tidak ada paksaan dalam memilih agama sehingga

perbuatan murtad tidak dipersalahkan atau diperbolehkan. Penafsiran

Page 56: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

45

seperti ini sangat tidak beralasan karena menurut penulis ayat ini

menerangkan bahwa benar tidak ada paksaan dalam beragama, namun jika

seseorang telah memilih Islam sebagai agamanya, maka ada ikatan dan

kewajiban yang harus ia lakukan dan taati dengan sepenuhnya, dan salah

satunya adalah persoalan pelarangan pindah kepada agama lain (murtad) dan

akibat hukumnya.

Persoalan seseorang yang berpindah dari ajaran Islam (murtad)

dianggap persoalan yang sangat penting, karna dengan berpindahnya agama

seseorang mempengaruhi hak-hak dan kewajibannya. Salah satu hak yang

dipengaruhi seseorang yang berpindah agama ialah hak warisnya.

Mengenai orang murtad, yang keluar dari agama Islam, para ulama

berpendapat bahwa orang-orang tersebut mempunyai kedudukan hukum

tersendiri. Hal ini karena orang murtad dipandang telah memutuskan tali

(shilah) syari‟ah dan melakukkan kejahatan agama.2

Dalam pembahasan hukum kewarisan sebelumnya telah disebutkan

bahwa salah satu penghalang dari hak-hak kewarisan ialah adanya perbedaan

agama antara muwarris dengan ahli warisnya, seperti agama muwaris

beragama non Islam sedangkan ahli waris beragama Islam, atau sebaliknya.

Ulama ahli tafsir, hadist, dan fiqh bersepakat bahwa perbedaan agama

pewaris dan ahli waris menjadi penghalang untuk mendapatkan harta

warisan3. Hal ini di dasarkan kepada Hadist Rasulullah SAW yang Artinya:

”Telah menceritakan kepada kami Abu „asim dari Ibnu Khuraij dari Ibnu

Sihab dari Ali dari Ibnu Husain dari „Amru bin Utsman dari Asomah bin

Zaid ra, berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:”orang

muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang

muslim”

2 Muslich Maruzi, Pokok-pokok Ilmu waris, (Semarang: Mujahidin, 1981), h. 16.

3 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia ,(Jakarta:

Kencana Prenada Group,2011), Cet.Ke-1, h. 77.

Page 57: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

46

Hukum waris di Indonesia secara umum masih menggunakan tiga

landasan hukum, pertama, hukum waris berdasarkan hukum Islam, kedua,

hukum waris berdasarkan hukum adat, dan ketiga menggunakan hukum waris

yang berdasarkan hukum barat (BW).4 Tidak adanya hukum nasional yang

mengikat secara nasional mengakibatkan pelaksanaan hukum waris sangat

tergantung pada pilihan warga negaranya. Meski bersifat fakultatif (tidak

imperatif), tetapi kenyataan di lapangan KHI-Inpres hampir 100% digunakan

para hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara, juga dijadikan

rujukan para pejabat Kantor Urusan Agama dan sebagian anggota

masyarakat.5

Terkait dengan hak waris non muslim, Kompilasi Hukum Islam lebih

merujuk pada pendapat para Ulama‟ klasik yang menegaskan bahwa

perbedaan agama antara muwarris dengan ahli waris menjadi penghalang

terjadinya proses kewarisan. Hal ini bisa dibaca dalam pasal 171 point b

menyatakan “Pewaris adalah orang yang yang pada saat meninggalnya atau

yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan”.

Dalam pasal yang sama 171 point c menyatakan “Ahli waris adalah

orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau

hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang

karena hukum untuk menjadi ahli waris”. Ketentuan keberagamaan seseorang

dapat ditentukan lewat identitasnya, hal ini jelas dalam pasal 172 yang

berbunyi “Ahli waris yang dipandang beragama Islam apabila diketahui dari

Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bayi

4 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), (Jakarta: PT.

Gunung Agung 1996), h. 195. 5 Marzuki Wahid, Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) Dalam

Perspektif Politik Hukum Di Indonesia, makalah dalam The 4th Annual Islamic Studies

Postgraduate Conference, (The University of Melbourne, 17-18 November 2008), h. 51.

Page 58: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

47

yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya

atau lingkungannya”.

Ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sangat tegas bahwa

hak kewarisan otomatis terputus ketika berkaitan dengan perbedaan agama.

Aturan dalam KHI mendasarkan seutuhnya pada pendapat Ulama‟ klasik

khususnya Imam Syafi‟i. Bahkan dalam Surat Edaran Biro Peradilan Agama

Tanggal 18 Februari 1958 Nomor B/I/735 hukum materil yang dijadikan

pedoman dalam bidang-bidang hukum Kompilasi Hukum Islam adalah

bersumber pada 13 (tiga belas) buah kitab yang kesemuanya merupakan

madzhab Syafi‟i.6

C. Pandangan KUH Perdata Mengenai Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti

Ahli waris pengganti pada umumnya diberi makna, orang yang tampil

sebagai ahli waris karena menggantikan kedudukan orang tuanya yang

meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris, tanpa membedakan apakah orang

yang meninggal itu laki-laki atau perempuan.

membedakan antara orang yang disebut “ahli waris pengganti” dan

“pengganti ahli waris”. Menurutnya, ahli waris pengganti adalah orang yang

sejak semula bukan ahli waris tetapi karena keadaan tertentu ia menjadi ahli

waris dan menerima warisan dalam status sebagai ahli waris. Misalnya,

pewaris tidak meninggalkan anak tetapi meninggalkan cucu laki-laki atau

perempuan dari anak laki-laki. Sedangkan pengganti ahli waris adalah orang

yang sejak semula bukan ahli waris tetapi karena keadaan tertentu dan

pertimbangan tertentu mungkin menerima warisan namun tetap dalam status

bukan sebagai ahli waris. Misalnya, pewaris meninggalkan anak bersama cucu

baik laki-laki maupun perempuan yang orang tuanya meninggal lebih dahulu

daripada pewaris. Keberadaan cucu disini sebagai pengganti ahli waris.

6

Soesilo dan Pramudji (Penerjemah), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgelijk Wetboek), Rhedbook Publisher, Tanpa Tahun), h. 552.

Page 59: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

48

Mewaris secara tidak langsung atau mewaris karena penggantian atau

(plaatsvervulling) pada dasarnya menggantikan kedudukan ahli waris yang

telah lebih dulu meninggal dari pewaris diatur dalam pasal 841 s/d 848

KUHperdata. Ahli waris pengganti dalam KUHPerdata menduduki

kedudukan orang tuanya secara mutlak, artinya, segala hal dan kewajiban

orang tuanya yang berkenaan dengan warisan beralih kepadanya.

Pasal 840 KUH Perdata mengatur, bahwa apabila anak-anak dari

seseorang yang telah dinyatakan tidak pantas mejadi ahli waris, atas diri

sendiri mempunyai panggilan untuk menjadi waris, maka tidaklah karena

kesalahan orang tua tadi dikecualikan dari pewaris.7

Dalam KUH Perdata pergantian ahli waris disebut dengan

plaatsvervulling, perkataan plaatsvervulling dalam bahasa Belanda berarti

penggantian tempat, yang dalam hukum waris berarti pergantian ahli waris.

Untuk terpenuhinya plaatsvervulling haruslah terpenuhi hal-hal sebagai

berikut:

1. Orang yang menggantikan harus memenuhi syarat sebagai ahli waris.

Ia harus ada pada saat pewaris meninggal dunia dan dia sendiri tidak

boleh onwaardig.

2. Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal, orang tidak

dapat menggantikan tempat orang yang masih hidup, sebagaimana

putusan H.R. tanggal 15 April 1932, N.J 1932, 1665 memutuskan

sebagai berikut:

“Apabila dalam deretan orang-orang yang dalam suatu peristiwa

tertentu berada antara pewaris dengan orang yang mungkin berhak

dengan penggantian ada seseorang yang masih hidup pada waktu

harta peninggalan terbuka, tetapi seorang yang bersangkutan telah

dikesampingkan dari harta peninggalan tersebut, karena ida di cabut

hak warisnya, atau tidak pantas untuk mewarisi atau ia menolak

warisan, maka dalam hal ini tidak ada penggantian, tanpa

7 Lihat KUH Perdata Pasal 840

Page 60: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

49

memperdulikan tempat orang yang dikesampingkan itu berada dalam

deretan.”

Putusan ini membuktikan bahwa antara pewaris dengan orang

yang menggantikan tidak boleh ada penggantian selama orang yang

digantikan masih hidup.

3. Orang yang menggantikan tempat orang lain haruslah keturunan sah

dari orang yang tempatnya digantikan. Jadi anak luar kawin di akui

tidak dapat bertindak sebagai pengganti, dan hukum tidak mengenal

penggantian dalam garis ke atas.

Menurut KUH Perdata dikenal 3 (tiga) macam penggantian

tempat (plaatsvervulling), yaitu:

1. Penggantian dalam garis lenceng ke bawah, yaitu penggantian

seseorang oleh keturunannya, dengan tidak ada batasnya,

selama keturunannya tidak dinyatakan onwaardig atau

menolak menerima watisan (pasal 842). Dalam segala hal,

penggantian seperti diatas selamanya diperbolehkan, baik

dalam hal bilamana beberapa anak si yang meninggal mewaris

bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang

berbeda-beda derajatnya.

2. Penggantian dalam garis kesamping (zijlinie), dimana tiap-tiap

saudara si meninggal dunia, baik sekandung maupun saudara

tiri, jika meninggal dunia lebih dahulu, digantikan oleh anak-

anaknya. Juga penggantian ini dilakukan dengan tiada

batasnya (pasal 853, jo. Pasal 856, jo. Pasal 857).

3. Penggantian dalam garis ke samping menyimpang dalam hal

kakek dan nenek baik berupa dari pihak ayah maupun dari

pihak ibu, maka harta peninggalan diwarisi oleh golongan

keempat, yaitu paman sebelah ayah dan sebelah ibu.

Page 61: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

50

Pewarisan ini juga dapat digantikan sampai ahli waris

golongan yang lebih dekat menyampingkan ahli waris

golongan yang lebih jauh (ahli waris derajat keenam) (pasal

861).8

Dalam keterangan diatas dijelaskan bahwa cucu bisa

menjadi ahli waris pengganti jika ayah atau ibunya sudah lebih

dahulu meninggal, dan cucu bisa menjadi ahli waris pengganti

selama ia sebagai keturunan yang sah dari orang tuanya serta tidak

dikategorikan onwaardig.

8 Pasnelyza Karani, “Tinjauan Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum Kewarisan Islam

dan Hukum Kewarisan KUH Perdata” (Semarang: tesis Univ Dipenogoro Semarang, 2010),

H., 113-114, t.d

Page 62: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

51

BAB IV

PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM MENGENAI CUCU

SEBAGAI AHLI WARIS PENGGANTI AKIBAT AHLI WARIS MURTAD

A. Pandangan Hukum Positif Mengenai Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti

Akibat Ahli Waris Murtad

Apa yang disebut dengan Plaatsvervulling dalam KUHPerdata, dan

apa yang disebut wasiat wajibah dalam undang-undang Mesir serta apa yang

diatur pasal 185 KHI oleh Raihan A.Rasyid dinamakan pengganti ahli waris,

bukan ahli waris pengganti. Terlepas dari sebutan mana yang tepat, yang pasti

dalam KHI digunakan sebutan ahli waris pengganti, Mengenai ahli waris

pengganti menurut pemahaman Prof Dr Hazairin Al qur’an mengaturnya

dalam Surat An Nisa’ ayat 33 yang berbunyi :

امىاليىاجعل ولكل ق ربىنال ىالدانتركمم وال وصيبهم فآتىهم أي ماوكم عقدت والذيه

إن ء كل على كانللا شهيداشي

Artinya,

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan

karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang

yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada

mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”1

Komplikasi Hukum Islam (KHI) memperkenalkan sistem penggantian tempat

dalam pasal 185, yang berbunyi:

(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada pewaris

maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya kecuali

mereka yang tersebut dalam pasal 173.

1 Muhammad Nasib Ar-rifai, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Kastir

(terj.) Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), H. 701.

Page 63: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

52

(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian

ahli waris yang sederajat dengan yang di ganti.

Karna penggantian tempat adalah:

1. Orang yang digantikan oleh anaknya tersebut harus meninggal

dunia lebih dahulu dari sipewaris.

2. Orang yang digantikan oleh anaknya tersebut harus merupakan

ahli waris andaikata ia masih hidup.

Syarat yang pertama sudah jelas sebagaimana bunyi pasal diatas, dan untuk

syarat yang kedua tertuang dalam pasal 173 yang berisikan ketentuan bahwa

soseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim di

hukum karena:

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat pewaris.

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam dengan

hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Syarat lain yang meskipun tidak tersurat secara tegas dalam KHI tetapi harus

dianggap ada adalah bahwa yang digantikan itu harus beragama Islam, sebab

seorang cucu yang bapaknya beragama selain Islam dan telah meninggal lebih

dulu daripada pewaris (kakek atau nenk si cucu) meskipun cucu tersebut

beraga Islam, ia tidak dapat mewarisi karena penggantian tempat. Sebab andai

kata orang tuanya cucu tersebut masih hidup tetap orang tua tersebut tidak

dapat mewarisi karena beraga selain Islam.2

2 Puji Wahyuni, “Kedudukan Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti Menurut Hukum

Islam”(Semarang: tesis Univ Diponerogo Semarang, 2005), h., 61, t.d

Page 64: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

53

Jadi, dalam masalah cucu yang menggantikan ayahnya yang murtad

untuk menjadi ahli waris pengganti disini, tidak di perbolehkan menurut KHI

maupun menurut KUH Perdata, karena dalam sengketa waris ini posisi ahli

waris yang murtad masih ada dan belum meninggal dunia. Hal ini yang tidak

diperbolehkan menurut KUH Perdata karena tidak memenuhi syarat sebagai

ahli waris pengganti.

Sedangkan, menurut KHI orang yang murtad tidak berhak menerima hak

warisnya begitu pula dengan keturunannya meskipun masih beragama Islam,

karena ayahnya yang murtad itu hak warisnya telah gugur sebab saudara dari

ayahnya masih hidup dan masih beragama Islam.

B. Pandangan Hukum Islam Mengenai Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti

Akibat Ahli Waris Murtad

Umat Islam di Indonesia termasuk ke dalam kelompok ahlu sunnah

wal jama’ah atau Sunni, Kelompok Sunni ini merupakkan kelompok umat

Islam terbesar dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang lain. Lebih

kurang 90% dari jumlah umat Islam di seluruh dunia dapat dimasukkan ke

dalam kelompok sunni, sedangkan sekitar 10% lainnya termasuk kelompok

Syi’ah.3

Cucu adalah keturunan garis lurus ke bawah yang berkedudukan sama

dengan anak. Ia berhak menjadi ahli waris dan bahkan dalam hal tertentu ia

menjadi ahli waris bersamaan dengan anak. Namun dengan demikian

kedudukan cucu sebagai ahli waris tidak diatur secara rinci dalam al-quran

sehingga para ahli berbeda pendapat tentang kedudukan cucu sebagai ahli

waris, apakah hanya cucu laki-laki dan cucu perempuan dari anak laki-laki,

atau termasuk cucu laki-laki atau perempuan dari anak perempuan.

3

Pasca Sarjana, Kedudukan Cucu sebagai ahli waris Pengganti Suatu Kajian

perbandingan UI, (Jakarta: Perpustakaan Pasca Sarjana UI 1995), h. 1.

Page 65: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

54

Kata cucu perluasan dari kata walad, kata walad disebut juga ibnu.

Kata ibnu berasal dari kata banau jamaknya abnaun yang mengandung arti

membina atau memelihara. Dari kata ini cucu dapat diartikan sebagai generasi

kedua yang berkedudukan sebagai ahli waris apabila tidak ada generasi

pertama (anak).

Ulama ahlusunnah dalam memperluas walad atau anak kepada cucu

membatasinya kepada cucu melalui anak laki-laki dan tidak untuk cucu

melalui anak perempuan; sedangkan ulama Syi’ah memperluas pengertian

anak itu kepada cucu secara mutlak, baik melalui anak laki-laki maupun anak

perempuan. Memang tidak ada penjelasan dari Al-quran maupun Sunah yang

secara gamblang menjelaskan pengertian cucu itu. Ada memang sepotong

hadist nabi dari Ibnu Mas’ud tang menyatakan cucu perempuan mewarisi

bersama dengan anak perempuan, namun tidak pula dijelaskan dari jalur mana

cucu itu. Dengan demikian Hadist ini pun tidak dapat membatasi pengertian

cucu itu.4

Sistem Kewarisan Madzahab syafi’i bersifat patrilineal, karena hukum

kekeluargannya menarik garis keturunan dari garis laki-laki atau garis bapak

sehingga hanya anak laki-laki yang dapat menjadi penghubung. Ajaran

kewarisan Sunni tidak mengenal penggantian tempat untuk seorang cucu.

Dasar bagi seorang cucu untuk mewarisi yang dipergunakan oleh ajaran ini

adalah pendapat Zaid bin Tsabit:

“Anak laki-laki yang punya anak perempuan sepangkat dengan anak-

anak jika si mati tidak meninggalkan anak, yaitu: yang laki-laki sama dengan

laki-laki dan perempuan dan perempuan sama dengan perempuan. Mereka

jadi waris sebagaimana anak jadi waris, mereka jadi hajib sebagaimna anak-

anak jadi hajib dan anak laki-laki punya anak laki-laki tidak dapat warisan

selama ada anak laki-laki, dan jika si mati meninggalkan anak perempuan dan

4

Prof.DR Amir Syarifuddin,Hukum Kewarisan Islam.Cet Ke2, (Jakarta:

PrenadaMedia Group), h. 166.

Page 66: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

55

seorang cucu laki-laki maka anak itu dapat separuh dan selebihnya untuk cucu

laki-laki”

Ijtihad Zaid bin Tsabit tersebut menunjukkan bahwa cucu yang berhak

mewaris hanya cucu laki-laki dan cucu perempuan dari anak laki-laki,

sedangkan cucu laki-laki dan cucu perempuan dari anak perempuan tidak

berhak mewaris. Ketentuan kewarisan cucu tersebut berlaku apabila anak laki-

laki sudah tidak ada. Apabila ijtihad Zaid bin Tsabit tersebut di ikuti maka

jelas tidak ada pergantian tempat karena seorang cucu tidak mungkin mewaris

bersama dengan anak laki-laki.5

Menurut hukum Islam, seperti yang tertuang dalam buku-buku

fiqih,cucu tidak berhak menerima bagian waris jika ia bertemu dengan anak

(laki-laki) atau kata lain ia terhalang oleh anak (laki-laki). Ketentuan ini

disyariatkan dari beberapa hadist yang salah satu artinya: “berikanlah bagian-

bagian warisan kepada yang berhak, dan harta yang tersisa adalah haknya para

pihak lai-laki yang terdekat”. Hadist ini menetapkan bahwa para ahli waris

yang berhak atas ashabah didahulukan yang terdekat setelah pembagian atas

hak warisan dilakukan pada pemilik hak yang utama. Anak (laki-laki)

tentunya lebih dekat dan dihalukan dari pada cucu. maka, anak dari anak tidak

memperoleh harta warisan selama ahli waris yang lebih dekat masih ada.

Para mujtahid terdahulu pada umumnya berpendat bahwa

kelompok yang disebut sebagai ahli waris pengganti itu, hak yang

mereka terima bukanlah hak yang seharusnya diterima oleh ahli waris

yang digantikannya hal ini terlihat dalam contoh:

a. Bagian yang diterima cucu laki-laki adalah sebagaimana yang

diterima oleh anak laki-laki. Cucu perempuan dari anak laki-laki

menerima warisan sebagaimana yang diterima oleh anak perempuan,

5 Puji Wahyuni, “Kedudukan Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti Menurut Hukum

Islam” (Semarang: Tesis Univ Diponerogo Semarang, 2005), h., 45, t.d

Page 67: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

56

tidak sebagaimana hak yang diterima oleh anak laki-laki yang

digantikannya dan yang menghubungkan kepada pewaris.

b. Kakek menerima bagian sebagaimana yang didapat oleh ayah baik

kakek sebagai Dzawil furud maupun sebagai ashabah. Tetapi kakek

tidak berkedudukan sebagaimana terlihat dalam beberapa hal:

1) Ayah dapat menutup hal kewarisan saudara, tetapi kakek

dapat mewaris bersama saudara, kecuali menurut ulama

Hanafi, kakek juga menutup kewarisan saudara.

2) Ayah dapat menggeser hak kewarisan ibu dari sepertiga harta

menjadi sepertiga dari sisa harta dalam masalah garawayni.

Dalam hal ini kakek tidak dapat disamakan dengan ayah.

c. Hak kewarisan nenek tidak sama dengan hak kewarisan ibu, karena

nenek dalam keadaan bagaimanapun tetap menerima seperenam,

sedangkan ibu kadang-kadang menerima sepertiga yaitu bila pewaris

tidak meninggalkan anak.

d. Saudara seayah tidak sepenuhnya menempati kedudukan saudara

kandung, sebagaimana terlihat dalam keadaan dibawah ini:

1) Saudara laki-laki kandung dapat menarik saudara perempuan

kandung menjadi ashabah sedangkan saudara seayah tidak

dapat berbuat begitu.

2) Saudara kandung dapat berserikat dengan saudara seibu dalam

masalah musyarakah, sedangkan saudara seayah tidak dapat

diperlakukan demikian.

e. Anak saudara menerima warisan sebagai anak saudara, demikian

pula paman dan anak paman menerima hak dalam kedudukannya

sebagai ahli waris tersendiri.

Khusus menyangkut dengan masalah cucu, dalam keadaan

apapun Mujtahid terdahulu tetap menempatkannya bagai cucu, bukan

Page 68: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

57

sebagai pengganti ayahnya. Cucu yang dimaksud disini khusus cucu

melalui anak laki-laki.

Berdasarkan pendapat diatas, maka cucu yang ayahnya sudah

terlebih dahulu meninggal dunia tidak berhak menerima warisan

kakeknya bila saudara laki-laki dari ayahnya itu ada yang masih hidup.

Page 69: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

57

BAB V

PENUTUP

Bab V ini merupakan bab penutup dari rangkain bab-bab

sebelumnya. Penulis mencoba menyajikan kesimpulan dari apa yang

telah penulis kumpulkan baik dari data-data atau keterangan-keterangan

yang mencakup isi dalam penulisan skripsi ini. Selain itu penulis juga

ingin memberi saran sebagai himbauan, harapan dan pertimbangan

kepada ahli waris yang masih hidup mengenai cucu sebagai ahli waris

pengganti dari ahli waris yang sebenarnya akibat ahli waris murtad.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan yang

berhubungan dengan permasalahn skripsi ini, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

Kedudukan cucu sebagai ahli waris pengganti menurut hukum

kewarisan Islam dan hukum positif di Indonesia yaitu:

1. Terkait dengan ahli waris murtad Kompilasi Hukum Islam lebih

merujuk pada pendapat para Ulama’ klasik yang menegaskan bahwa

perbedaan agama antara muwarris dengan ahli waris menjadi

penghalang terjadinya proses kewarisan, sebagaimana diaatur dalam

pasal 171 point b menyatakan “Pewaris adalah orang yang yang pada

saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan

Page 70: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

58

putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan

harta peninggalan”.

Mengenai orang murtad, yang keluar dari agama Islam, para

ulama berpendapat bahwa orang-orang tersebut mempunyai

kedudukan hukum tersendiri. Hal ini karena orang murtad dipandang

telah memutuskan tali (shilah) syari’ah dan melakukkan kejahatan

agama, yang mengakibatkan gugurnya hak ahli waris mereka

terhadap harta waris yang di tinggalakan pewarisnya.

2. Hukum kewarisan menurut KHI di Indonesia. Dalam sistem ini, cucu

berhak menggantikan kedudukan orang tuanya untuk mendapatkan

warisan, apabila orang tuanya tersebut meninggal lebih dahulu dari

pewaris. Namun bagian cucu tersebut tidak selalu sebesar bagian

orang tuanya. Bagian cucu tersebut tidak boleh melebihi bagian ahli

waris lain yang sederajat dengan yang digantikannya. Hukum

kewarisan BW tentang ahli waris pengganti diatur dalam KUH

Perdata yang diatur dalam pasal 854 s/d 857 yang dihubungkan

dengan pasal 860 dan pasal 866. Dalam pasal-pasal ini menunjukan

kepada kita bahwa KUH Perdata mengenal dan mengakui adanya

plaatsvervulling atau penggantian ahli waris. Oleh karna itu

pemggantian ahli waris di Indonesia sudah dilaksanakan.

Cucu sebagai ahli waris pengganti menurut madzhab syafi’i

Tidak diperbolehkan, Ajaran kewarisan Sunni tidak mengenal

Page 71: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

59

penggantian tempat untuk seorang cucu, dan cucu tidak bisa

mewarisi jika bersama-sama anak laki-laki, dalam masalah disini

cucu menggantikan ayahnya yang murtad jelas tidak bisa menurut

hukum Islam, dikarenakan orang yang berlainan agama tidak bisa

mewarisi karna telah putus tali persaudaraannya.

B. Saran-Saran

1. Bagi setiap ahli waris yang mengalami sengketa harta waris akibat

salah satu ahli waris yang sebenarnya murtad, lalu hak warisnya

diberikan kepada cucu (anak ahli waris yang murtad) yang masih

beragama Islam, seharusnya semua ahli waris memusyawarahkan

masalah tersebut kepada kaum agamawan atau oran yang faham

masalah agama terutama masalah waris yang ada disekitar

lingkungan tersebut, mengenai jalan keluar atau solusi dari masalah

ini, agar tidak ada kecemburuan sosial terhadap ahli waris lainnya.

2. Agar tidak ada pihak ahli waris yang merasa dirugikan, maka

sebaiknya solusi dari permasalahan hak ahli waris murtad yang

diberikan kepada cucu(anak ahli waris murtad) di berikkan dengan

cara wasiat wajibah, yaitu kesepakatan dari setiap ahli waris untuk

memberikan hak ahli waris yang murtad tersebut dengan ketentuan

menghibahkan haknya kepada anaknya yang sudah disepakati oleh

semua ahli waris.

Page 72: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

60

3. Penelitian ini belum komprehensif karna pembahasan untuk ahli

waris pengganti akibat ahli waris murtad belum diatur secara jelas

dalam KHI , dan masih kekurangan sumber hukum mengenainya.

Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya merujuk ke hukum waris

negara Islam lainnya agar penelitiann selanjutnya lebih

komprehensif.

Page 73: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

61

DAFTAR PUSTAKA

A, Arwani Muslimah, “Analisis Putusan Hakim Tentang Hak Waris

Karna Berbeda Agama”, Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Makassar, 2000.

Abi Bakar bin Husein bin Ali Al-Baihaki, Sunanul Qubra, juz 6,

Beirut: Dar al-Fikr.

Ar-rifai, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir

Ibnu Kastir (terj.) Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Fiqhul Mawaris Hukum Kewarisan Dalam

Syariat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Persada,

2000.

Basyir, Ahmad Azar, Hukum Waris Islam, Jogyakarta: UII Press,

2004.

Biga, Nurhikmah ,” Perbandingan Hukum Positif Dengan Hukum

Islam”, artikel diakses pada 29 Mei 2017 dari

https://www.academia.edu/6464985/Konsep-dan-Sumber-Hukum Analisis-

Perbandinganhukumislam- dan-Hukumpositif.com.

Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Quran dan terjemahnya,

Bandung: diponogoro, 2010.

Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Dzajuli, A, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam

Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta: Kencana, 2006.

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia,

Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011.

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Khan, As-Sayyid Muhamaad Shiddiq, Al-Quran dan As-Sunnah

bicara wanita, Jakarta: Darul Fallah, 2001.

Page 74: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

62

Komite Fakultas Syari’ah Al-azhar Mesir, Hukum Waris, Jakarta:

Senayan Abadi Publishing, 2004.

Lihat pasal 173 Kompilasi Hukum Islam.

Maruzi, Muslich, Pokok-pokok Ilmu waris, Semarang: Mujahidin,

1981.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar,

Yogyakarta: Liberty, 2005.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1993.

Muhammad Fuadi Abdul Baqi, Shoih Muslim Jilid 6, Beirut: Dar Al-

Kutub Al-Ilmiah, 1995.

Muhibbin, Mohammad dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam

(sebagai prmbaharuan Hukum Positif Indonesia), Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Parman, Ali, Kewarisan Dalam Al-Quran Suatu Kajian Hukum

Dengan Pendekatan Tafsir Termatik, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

1995.

Pasca Sarjana, Kedudukan Cucu sebagai ahli waris Pengganti Suatu

Kajian perbandingan UI , Jakarta: Perpustakaan Pasca Sarjana UI, 1995.

Rafiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002.

Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, Bandung: PT. AL-Ma’arif, 1975.

Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum kewarisan

Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), Jakarta: Sinar

Grafika, 2000.

Ramulyo, M. Idris, Hukum Kewarisan Islam (studi kasus

perbandingan ajaran Syafi’i (patrilineal) Hazairin (bilateral) KUH Perdata

(BW) praktek di Pengadilan Agama/Negeri, Jakarta: Hilco, 1987.

Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam di

Pengadilan dan Kewarisan Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di

Page 75: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

63

Pengadilan Negeri (Suatu Studi Kasus), Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya,

1992.

Al- Sayyid Sabiq, Fiqh as- Sunnah, Semarang: Toha Putra, t.p.

Sjarif, Surini Ahlan, Intisari Hukum Waris menurut BW (Burgerlijk

Wetboek) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta Timur: Ghalia

Indonesia, 1983.

Soesilo dan Pramudji (Penerjemah), Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (Burgelijk Wetboek), t.t, Rhedbook Publisher, t.p.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 1985.

Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta,

1991.

Sunan Addarimi. Hadist No 380 Juz 2.

Sunan Tirmidzi, Sunan Tirmidz Jilid 4i, Beirut: Dar Al-Fiqri, 2005.

Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media,

2003.

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam.Cet Ke2, Jakarta:

Prenada Media Group, 2005.

Umam, Dian Khairul, Fiqih Mawaris, Bandung: Pustaka Setia, 2000

Usman, Suparman Dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum

Kewarisan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Wahab Zuhaili, Al-fiqh Al Islami wa Adilatuhu juz x, Dmsyk: Dar

Al-Fiqh, 1997.

Wahid, Marzuki, Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-

KHI) Dalam Perspektif Politik Hukum Di Indonesia, makalah dalam The 4th

Annual Islamic Studies Postgraduate Conference, The University of

Melbourne, 2008.

Wahyuni, Puji, “Kedudukan Cucu Sebagai Ahli Waris Pengganti

Menurut Hukum Islam”, Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas Diponerogo

Semarang, 2005.

Page 76: “PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41176/1/MUHAMMAD... · waris akibat ahli waris murtad. Tujuan dari penelitian ini

64

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan

Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsiran Al-Quran, 1973.

Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam),

Jakarta: PT. Gunung Agung 1996.

Zulfikar, Zaldaki Lutfi, “Hak Waris Istri Beda Agama (Analisis

Perbabdingan Putusan Perkara No: 1379/Pdt.G/2010/PA.JB dan No:

16K/AG/2010/MA)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,

2012.