78
PANDANGAN IBU-IBU 'AISYIYAH DI MALANG TERHADAP POLIGAMI OLEH: ANNE LOUISE DICKSON 07210565 AUSTRALIAN CONSORTIUM FOR IN-COUNTRY INDONESIAN STUDIES ANGKATAN KE-24 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG JUNI 2007

PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

  • Upload
    volien

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

PANDANGAN IBU-IBU 'AISYIYAH DI MALANG

TERHADAP POLIGAMI

OLEH:

ANNE LOUISE DICKSON

07210565

AUSTRALIAN CONSORTIUM FOR IN-COUNTRY

INDONESIAN STUDIES

ANGKATAN KE-24

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

JUNI 2007

Page 2: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL PENELITIAN: PANDANGAN IBU-IBU 'AISYIYAH DI MALANG

TERHADAP POLIGAMI

NAMA PENELITI: ANNE LOUISE DICKSON (07210565)

Malang, Juni 2007

Mengetahui:

Drs. Budi Suprapto, M.Si. Dr. H. Hamidi, M.Si.

Dekan FISIP Dosen Pembimbing

Philip King, Ph.D H. Moh. Mas’ud Said, Ph.D

Resident Director ACICIS Ketua ACICIS-UMM

i

Page 3: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

ABSTRAK

Poligami adalah masalah yang sering diperhatikan di Indonesia, salah satu

negara yang memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu. Poligami memang

termasuk ajaran agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk

Indonesia. Namun demikian, pemahaman orang Islam terhadap poligami dalam

ajaran agama berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa poligami dianjurkan

dalam keadaan tertentu; ada juga yang percaya bahwa poligami seharusnya

ditinggalkan pada masa kini. Dalam media massa Indonesia, sering ada berita

tentang poligami. Kasus Aa Gym, seorang kyai dari Bandung yang menikah lagi

pada tahun 2006, memicu perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang

topik yang kontroversial ini.

Dalam penelitian ini, pandangan sekelompok ibu Islam terhadap poligami

diteliti. Alasannya, para ibu merupakan kelompok yang paling diresahkan oleh

masalah poligami dan poligami biasanya dibahas di Indonesia dengan merujuk

kepada agama Islam. Ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang dipilih sebagai sumber

informasi. 'Aisyiyah adalah bagian perempuan dari Persyarikatan

Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia.

Selain mengetahui pandangan informan terhadap poligami secara umum,

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap ibu-ibu 'Aisyiyah tentang

keterlibatan diri sendiri dalam perkawinan poligami dan untuk mengetahui faktor

apa saja yang mempengaruhi pandangan informan.

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Data dikumpulkan

lewat wawancara terstruktur kemudian dianalisa dengan memakai teknik desriptif.

Enam belas ibu 'Aisyiyah dijadikan sebagai informan. Semuanya sudah menikah.

Usianya rata-rata 43,4 tahun. Ibu dari segala tingkat pendidikan diwawancarai,

meliputi ibu lulusan SD sampai ibu lulusan S3. Informan termasuk pengurus

'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting.

Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan lainnya

kurang suka. Hanya sedikit keuntungan keluarga poligami disebut oleh informan,

sedangkan kerugiannya banyak, khususnya untuk para istri dan anak. Walaupun

demikan, hanya dua informan secara tegas menentang poligami dalam keadaan

apapun pada masa kini. Sebagian besar informan setuju jika poligami dijalankan

ii

Page 4: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

dalam keadaan tertentu. Poligami diibaratkan sebagai ‘pintu darurat’ yang boleh

digunakan oleh seorang suami jika istrinya sakit atau mandul sehingga kurang

mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri.

Mengenai keyakinan agama, hampir semua informan berpendapat bahwa

seorang laki-laki yang mau berpoligami diharuskan mampu berlaku adil dalam hal

lahir dan batin terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Menurut sembilan informan,

ada pahala bagi pelaku poligami asalkan syarat tertentu dipenuhi dan menurut

sepuluh informan ada pahala bagi istri yang rela dimadu.

Bagaimanapun juga, hanya satu informan yang mau suaminya menikah lagi.

Tiga informan sama sekali menolak dimadu dalam keadaan apapun. Sepuluh

informan tidak mau dimadu tetapi mengatakan bahwa mereka dapat (atau

mungkin dapat) menerima sekarang atau dalam keadaan tertentu.

Menurut peneliti, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pandangan

informan terhadap poligami. Dari faktor pertama, yaitu pengamatan mereka

terhadap pelaksanaan poligami, informan cenderung kurang suka kebiasaan ini.

Namun, faktor ini sering bertentangan dengan kedua faktor lainnya, yaitu

keyakinan agama informan serta kepercayaan mereka tentang fitrah dan peran

laki-laki dan perempuan. Meskipun sebagian besar informan menganggap

poligami sebagai praktek yang biasanya merugikan keluarga, poligami tidak

ditolak pada dasarnya. Para informan rata-rata percaya bahwa poligami itu

dibolehkan dalam agama Islam dan sampai sekarang merupakan ‘hak dan

kebutuhan laki-laki’.

Pandangan kelompok Muslim lain di Malang terhadap masalah poligami

dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya, termasuk pandangan bapak-bapak

Muhammadiyah; pandangan perempuan 'Aisyiyah yang belum menikah, ibu

'Aisyiyah yang janda dan ibu 'Aisyiyah yang suaminya berpoligami; ataupun ibu-

ibu dari aliran Islam yang berbeda. Saran umum yang diajukan peneliti adalah

para suami yang berkehendak untuk menikah lagi sebaiknya mempertimbangkan

pendapat keluarganya terlebih dahulu. Untuk menghindari kesalahpahaman dan

menjaga kerukunan keluarga, sebaiknya semua pasangan suami-istri

membicarakan masalah poligami ini secara mendalam.

iii

Page 5: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

ABSTRACT

Polygamy is an issue which often draws attention in Indonesia, a country

which permits the practice when certain conditions are met. Indeed, teaching

about polygamy is included in Islam, the religion followed by the majority of

Indonesia’s population. However, Muslims hold various views concerning

polygamy in their religion. Some believe that polygamy is advised in certain

situations, while others hold that it should no longer be practised. News related to

polygamy is often presented by the Indonesian media. The case of Aa Gym, an

Islamic leader from Bandung who took a second wife in 2006, triggered

widespread debate within the Indonesian community about this controversial

issue.

In this research, the views of a group of Muslim women are investigated,

because it is women who are most concerned about polygamy and in Indonesia

this issue is usually discussed with reference to Islam. Women from the

organisation 'Aisyiyah in Malang were chosen as the source of information.

'Aisyiyah is the women’s component of Persyarikatan Muhammadiyah, the

second largest Islamic organisation in Indonesia.

Other than finding out the informants’ views on polygamy as a whole, the

aim of this research was to find out the attitudes of 'Aisyiyah women towards they

themselves being involved in a polygamous marriage and to consider what factors

influence their views.

This research takes a qualitative approach. Data was gathered through

structured interviews and then analysed using the descriptive technique. The

informants consist of sixteen 'Aisyiyah women, all of whom are married. Their

average age is 43.4 years. Women of all education levels were interviewed, from

women with only a primary school education to women with postgraduate

qualifications. The informants include leaders of 'Aisyiyah at the provincial,

regional, sub-regional and local level, as well as women who participate in the

activities of the organisation without holding a leadership position.

Besides one informant who strongly supports polygamy, the impression

conveyed by the informants is that they dislike the practice. Few advantages and

many disadvantages of a polygamous family, especially for women and children,

iv

Page 6: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

were mentioned by the informants. Although this is the case, only two informants

firmly oppose the practice of polygamy, no matter what the circumstances. Most

informants accept polygamy if it is practised in certain situations. Polygamy is

described as an ‘emergency exit’ which may be used by a husband if his wife is

sick or infertile and thus incapable of fully carrying out her duties as a wife.

In relation to religious convictions, almost all the informants believe that a

man who wants to practise polygamy must be capable of acting fairly towards his

wives and children in all matters. According to nine informants, there is a reward

for those who practise polygamy as long as certain conditions are fulfilled. Ten

informants believe that wives who are willing to have their husbands take a

second wife will be rewarded.

Only one informant, however, wants her husband to take another wife.

Three informants totally oppose the idea of their husbands practising polygamy

under any circumstance. Ten informants do not want their husbands to take

another wife, but say that they could (or maybe could) accept their husbands

marrying again either now or if certain situations arise in the future.

There seems to be three main factors which influence the views of

informants towards polygamy. From their observation of polygamy in society,

informants are inclined to dislike the practice. However, this factor often conflicts

with the other two factors, that is, the informants’ religious convictions and their

beliefs about the inherent nature and roles of men and women. Although most

informants view polygamy as a practice which usually has negative effects on

families, the practice is not rejected in principle. Generally, the informants believe

that polygamy is allowed in Islam and up until now is the ‘right and need of men’.

The views of other Muslim groups in Malang towards polygamy could be

investigated by future researchers, including the views of men from the

organisation Muhammadiyah; views of 'Aisyiyah women who are unmarried,

widows, or whose husbands practise polygamy; or women from different Muslim

organisations. General recommendations of the researcher are that husbands who

wish to practise polygamy consider the opinions of their families first. To avoid

misunderstandings and to maintain family harmony, married couples should

discuss this matter in depth.

v

Page 7: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

KATA PENGANTAR

Peneliti bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan untuk

melakukan penelitian di Malang selama semester ini. Tujuan penulisan laporan ini

adalah untuk menyajikan hasil penelitian mengenai pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah

di Malang terhadap poligami, termasuk kesediaan perempuan Islam dari aliran

Muhammadiyah ini untuk dimadu serta faktor apa saja yang mempengaruhi

pandangan mereka.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Malang dan Bapak Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang memberi kesempatan kepada

mahasiswa ACICIS untuk belajar di UMM.

2. Staf Program Australian Consortium of In-Country Indonesian Studies

(ACICIS), khususnya Resident Director ACICIS, Philip King, Ph.D dan

Ketua ACICIS-UMM, H. Moh. Mas’ud Said, Ph.D, yang

menyelenggarakan programnya dan memberi saran kepada peneliti.

3. Dosen pembimbing, Dr. H. Hamidi, M.Si., untuk masukannya mengenai

cara meneliti dan menulis laporan ini.

4. Mahasiswa ACICIS angkatan ke-24, khususnya Hannah Al-Rashid dan

Elisa Brewis, untuk dukungannya.

5. Maria Imakulata Zakariah, yang membantu peneliti dari awal sampai

akhir semester ini. Dia membantu peneliti mencari fokus penelitian,

sering menemani peneliti waktu mewawancarai informan dan memeriksa

naskah laporan ini.

6. Semua ibu-ibu 'Aisyiyah yang diwawancarai oleh peneliti. Mereka tidak

hanya bersedia menjelaskan pandangan mereka secara panjang lebar,

tetapi menghubungkan peneliti dengan ibu-ibu 'Aisyiyah lain serta

meminjamkan buku dan majalah yang bermanfaat.

Anne Dickson

Malang, Juni 2007

vi

Page 8: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... i

ABSTRAK ..................................................................................................... ii

ABSTRACT ................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ....................................................................... 5

2.1. Dasar Poligami dalam Agama Islam ........................................................ 5

2.2. Hukum Indonesia Berkaitan dengan Poligami ......................................... 7

2.3. Kesaksian Anggota Keluarga Poligami ................................................... 9

2.3.1 Kesaksian Pelaku Poligami ............................................................. 9

2.3.2. Kesaksian Para Istri yang Ikhlas .................................................... 11

2.3.3. Kesaksian Para Istri yang tidak Ikhlas ........................................... 14

2.3.4. Kesaksian Para Anak dari Keluarga Poligami ............................... 15

2.4. Organisasi 'Aisyiyah ................................................................................ 16

2.4.1. Sejarah 'Aisyiyah ........................................................................... 17

2.4.2. Tujuan 'Aisyiyah ............................................................................ 17

2.4.3. Susunan Organisasi 'Aisyiyah ........................................................ 18

2.5. Hasil Penelitian Sejenis Terdahulu .................................................. 19

2.5.1. Pandangan Perempuan Islam terhadap Poligami:

Feillard, 1995 ................................................................................. 19

2.5.2. Persepsi Pimpinan 'Aisyiyah Kota Malang terhadap Poligami:

Muhtadawan, 2003 ......................................................................... 19

BAB III: METODE PENELITIAN ............................................................. 21

3.1. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 21

vii

Page 9: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

3.2. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 21

3.2.1. Susuanan Pertanyaan Wawancara .................................................. 22

3.3. Sumber Informasi ..................................................................................... 22

3.4. Teknik Analisa Data ................................................................................. 23

BAB IV: HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN ................................. 25

4.1. Monografi Lapangan ................................................................................ 25

4.1.1. 'Aisyiyah Kota Malang .................................................................. 25

4.1.2. 'Aisyiyah Kabupaten Malang ......................................................... 26

4.2. Profil Informan ......................................................................................... 26

4.2.1. Umur .............................................................................................. 27

4.2.2. Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan ............................................... 27

4.2.3. Jumlah Anak .................................................................................. 28

4.2.4. Status dalam 'Aisyiyah ................................................................... 28

4.3. Pandangan Informan terhadap Poligami .................................................. 29

4.3.1. Apakah Informan Setuju dengan Poligami? .................................. 29

4.3.2. Bentuk Perkawinan yang Paling Baik ............................................ 31

4.3.3. Alasan Orang Terlibat dalam Perkawinan Poligami ...................... 32

4.3.3.1. Pelaku ................................................................................ 32

4.3.3.2. Istri Pertama ....................................................................... 33

4.3.3.3. Istri Kedua/Ketiga/Keempat .............................................. 34

4.3.4. Dampak Poligami terhadap Keluarga dan Masyarakat .................. 35

4.3.4.1. Keuntungan Keluarga Poligami ......................................... 35

4.3.4.2. Kesulitan dan Tantangan Keluarga Poligami .................... 35

4.3.4.3. Dampak terhadap Masyarakat Indonesia jika Poligami

Meluas ............................................................................... 36

4.3.5. Cerita Informan tentang Keluarga Poligami yang Mereka Kenal .. 37

4.3.6. Tokoh Islam Indonesia yang Berpoligami ..................................... 38

4.3.6.1. Kyai-Kyai di Indonesia yang Berpoligami ........................ 38

4.3.6.2. Kasus Aa Gym ................................................................... 39

4.3.7. Syarat-Syarat .................................................................................. 40

4.3.7.1. Persetujuan dari Istri/Istri-Istri ........................................... 40

viii

Page 10: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.3.7.2. Kekurangan pada Istri ........................................................ 42

4.3.8. Ajaran Agama Islam tentang Poligami .................................... 42

4.3.8.1. Alasan Nabi Muhammad Berpoligami .............................. 42

4.3.8.2. Syarat Adil ......................................................................... 42

4.3.8.3. Pahala untuk Poligami ....................................................... 44

4.4. Kesediaan Informan Dimadu ................................................................... 45

4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Informan terhadap

Poligami ................................................................................................... 49

4.5.1. Kesan dan Pengamatan Pribadi terhadap Pelaksanaan Poligami ... 50

4.5.2. Keyakinan Agama .......................................................................... 51

4.5.3. Kepercayaan tentang Fitrah serta Peran Laki-Laki dan

Perempuan ...................................................................................... 52

BAB V: PENUTUP ....................................................................................... 55

5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 55

5.2. Saran ......................................................................................................... 57

5.2.1. Saran untuk Peneliti Selanjutnya ................................................... 57

5.2.2. Saran Umum .................................................................................. 58

DAFTAR SUMBER ...................................................................................... 60

1. Daftar Pustaka ............................................................................................. 60

2. Daftar Wawancara ....................................................................................... 63

LAMPIRAN ................................................................................................... 64

1. Daftar Pertanyaan untuk Wawancara .......................................................... 64

2. Angket ......................................................................................................... 68

ix

Page 11: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Poligami: Apakah Sunah Rasulullah yang membawa berkat jika diamalkan?

Apakah sebagai pintu darurat yang seharusnya hanya digunakan dalam keadaan

tertentu? Ataukah lembaga patriarkal yang harus ditinggalkan sama sekali pada

zaman modern ini? Pertanyaan-pertanyaan serupa ini kini banyak

diperbincangkan dalam masyarakat Indonesia. Poligami memang merupakan

bahan pembicaraan yang menarik dan topik yang kontroversial.

Arti dari istilah poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu

pasangan. Poligami termasuk poligini, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu

istri, dan poliandri, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu suami

(Encyclopaedia Britannica, 2004). Istilah poligami sering dipakai untuk mengacu

kepada poligini saja karena praktek ini lebih sering diamalkan daripada poliandri.

Demikian juga dalam laporan ini, poligami dipakai sebagai sinonim poligini.

Menurut sejarah, poligami dilakukan oleh banyak bangsa, termasuk bangsa

Ibrani, Arab, Jerman, Saxon, Afrika, Hindu India, Cina dan Jepang (Sabiq 1987,

hlm.169). Dewasa ini, poligami tetap sah di banyak negara termasuk sebagaian

besar negara Islam, kecuali Turki dan Tunisia (Mulia 2005, hlm.205). Dalam

Undang-Undang negara Indonesia, poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat

tertentu.

Belakangan ini, pemberitaan serangkaian kasus poligami menghebohkan

masyarakat Indonesia sehingga masalah poligami banyak dibicarakan. Salah satu

kasus yang terkenal adalah kasus Aa Gym. Pada bulan Desember 2006, pemilik

1

Page 12: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Pesantren Darut Tauhid Bandung ini mengakui bahwa pernikahan keduanya telah

berlangsung selama tiga bulan. Banyak di antara para muslimah Indonesia, yang

dulu mengagumi kyai ini, merasa marah terhadap Aa Gym dan mengasihani istri

pertamanya. Hal yang membuat ibu-ibu makin kecewa adalah Aa Gym pernah

mengatakan bahwa “ia tidak akan berpoligami karena sudah cukup bahagia

dengan keluarganya” (Setiati 2007, hlm.98). Perilaku tokoh agama yang dihormati

ini dikhawatirkan akan diteladani oleh para suami. Kasus Aa Gym ini memicu

perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang pro dan kontra poligami

serta ajaran agama Islam. Seringkali ada berita dalam televisi, surat kabar dan

majalah tentang poligami. Pada tanggal 21 Februari 2007, misalnya, sebanyak

lima artikel tentang poligami diterbitkan dalam Jawa Pos, termasuk laporan

tentang kasus Angel Lelga, wawancara dengan seorang ahli dan laporan tentang

hasil penelitian.

Salah satu ayat Al-Qur’an yang membahas tentang poligami adalah An-

Nisaa’ [4]: 3

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu

takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...”

(Departemen Agama Republik Indonesia 1992)

Penafsiran ayat-ayat dari Al-Qur’an dan Hadits mengenai poligami berbeda-beda.

Pendapat orang Islam terhadap poligami dapat digabungkan ke dalam tiga

kelompok utama. Kelompok pertama berpendapat bahwa orang yang berpoligami

mengikuti Sunah Nabi Muhammad maka secara otomatis mendapatkan pahala.

2

Page 13: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Menurut kelompok ini, poligami dianjurkan bagi laki-laki yang mampu

melaksanakannya. Poligami “dijadikan sebagai alat ukur keimanan seorang laki-

laki” (Setiati 2007, hlm.23). Menurut kelompok kedua, poligami tidak dianjurkan

dalam agama melainkan diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Sebagai contoh,

poligami dapat diamalkan oleh seorang suami untuk mencegah perzinaan, untuk

menolong janda-janda miskin, atau jika istrinya sakit atau mandul sehingga

kurang mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri. Kelompok ketiga percaya

bahwa poligami itu seharusnya tidak dijalankan pada masa kini. Menurut

kelompok ini, poligami dilakukan oleh Nabi Muhammad karena kondisi tertentu

yang ada pada zaman itu, yaitu masa perang yang menimbulkan banyak janda dan

anak yatim yang perlu dilindungi. Maksud ayat QS An-Nisaa’ [4]: 3 adalah untuk

membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi dan “menghapuskan poligini/poligami

secara perlahan” (Chodjim 2007, hlm.55). Ketidakmampuan laki-laki selain Nabi

Muhammad untuk berlaku adil terhadap istri-istri mereka ditekankan oleh orang

Islam dari kelompok ini.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijelaskan dengan mengajukan

tiga pertanyaan di bawah ini:

1. Bagaiamana pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami?

2. Apakah ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang bersedia terlibat dalam perkawinan

poligami?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di

Malang terhadap poligami?

3

Page 14: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami;

2. sikap ibu-ibu 'Aisyiyah tentang keterlibatan diri sendiri dalam

perkawinan poligami;

3. faktor apa saja yang mempengaruhi pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di

Malang terhadap poligami.

4

Page 15: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Dasar Poligami dalam Agama Islam

Al-Qur’an surat An-Nisaa’ [4]: 3 merupakan dasar ajaran agama Islam

tentang poligami.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu

takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-

budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak

berbuat aniaya.”

(Departemen Agama Republik Indonesia 1992)

Apa hubungan antara hukum tentang anak yatim dan hukum tentang poligami

dalam ayat ini? Ada beberapa pendapat tentang hal tersebut. Namun, penjelasan

yang disampaikan oleh 'Aisyah, salah satu istri Nabi Muhammad, adalah

penafsiran yang paling sering diterima. Menurut 'Aisyah, maksud ayat tersebut

adalah: wali anak peremuan yatim ingin menikahi anak yang diayominya karena

harta dan kecantikannya, tetapi tidak mau menenuhi kewajibannya dalam

memberikan mahar. Jika demikian, wali itu tidak boleh menikahi anak yatim

tersebut. Dia boleh menikahi perempuan lain (Sabiq 1987, hlm.147 & Kisyik

1994, hlm.20).

Dalam An-Nisaa’ [4]: 3, telah jelas bahwa seorang laki-laki tidak boleh

menikahi lebih dari empat istri. Demikian pula, dalam Hadits diceritakan bahwa

Harits bin Qais dan Ghailan bin Umayyah Attsaqafi yang masing-masing

5

Page 16: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

mempunyai delapan dan sepuluh istri, disuruh oleh Nabi Muhammad untuk

memilih empat saja di antara mereka dan menceraikan yang lain (Sabiq 1987,

hlm.150).

Menurut An-Nisaa’ [4]: 3, seorang suami yang mau berpoligami harus

meyakini dia dapat berlaku adil. Hal ini ditekankan dalam Hadits juga, di mana

diperintahkan bahwa seorang pelaku poligami yang tidak berlaku adil akan

dihukum (Setiyaji 2006, hlm.65). Bagaimanapun juga, ketidakmampuan seorang

suami berbuat adil dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ [4]: 129

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),

walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu

terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain

terkatung-katung...”

(Departemen Agama Republik Indonesia 1992)

Ada dua pandangan utama mengenai apa yang dimaksudkan dengan istilah ‘adil’

dalam An-Nisaa’ [4]: 3. Menurut pandangan pertama, seorang suami diwajibkan

oleh An-Nisaa’ [4]: 3 berbuat adil dalam hal lahir saja. Dia harus membagi waktu

dan hartanya antara istri-istrinya secara adil. Dalam hal batin, yaitu cinta, dia tidak

dituntut bahkan tidak mampu berbuat adil. Inilah yang dimaksudkan dengan An-

Nisaa’ [4]: 129. Dengan demikian, menurut pandangan pertama ini, tidak ada

pertentangan antara satu ayat Al-Qur’an dengan yang lain (Sabiq 1987, hlm.153;

Shihab 1996, hlm.201; Setiati 2007, hlm.13). Menurut pandangan kedua, An-

Nisaa’ [4]: 3 mewajibkan seorang suami berbuat adil dalam segala hal, termasuk

hal batin. Jika dia tidak mampu berbuat adil dalam segala hal, seharusnya dia

memiliki seorang istri saja. Penafsiran ini dijelaskan antara lain oleh A. Chodjim

6

Page 17: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

(2007, hlm.54); I. Rais, Wakil Ketua Bagian Dikdasmen Pimpinan Pusat

'Aisyiyah (2005, hlm.167); dan E. Jasman, mantan Ketua 'Aisyiyah (Feillard,

1998, hlm.239).

Dalam bahasan tentang poligami, penulis Muslim sering merujuk kepada

kehidupan pernikahan Nabi Muhammad. Pada saat Nabi Muhammad menikahi

istri pertamanya, seorang janda bernama Sayyidah Khadijah, beliau berumur dua

puluh lima tahun dan istrinya berumur empat puluh tahun (Kisyik 1994, hlm.39).

Mereka tinggal bersama di Mekah sampai wafatnya Khadijah dua puluh lima

tahun kemudian (Chodjim 2007, hlm.54). Selama sepuluh tahun terakhir

kehidupan Nabi Muhammad, beliau menjalankan poligami di Madinah, pada

masa perang (Rais 2005, hlm.167). Beliau menikahi sepuluh istri. 'Aisyah adalah

satu-satunya perawan yang dinikahi Nabi Muhammad, yang lain adalah janda.

Menurut penulis Muslim, Nabi Muhammad tidak menikah untuk kepentingan

pribadi melainkan untuk “menyukseskan dakwah atau membantu dan

menyelamatkan para perempuan yang kehilangan suami” (Tabloid Republika:

Dialog Jumat 8 Desember 2006, hlm.4).

2.2. Hukum Indonesia Berkaitan dengan Poligami

Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada di Indonesia

mengenai perkawinan adalah UU Nomor 1 Tahun 1974, PP Nomor 9 Tahun 1975,

PP Nomor 10 Tahun 1983 dan PP Nomor 45 Tahun 1990 (Budiarti et al. 2006,

hlm.20).

UU Nomor 1 Tahun 1974 memperbolehkan poligami asalkan syarat-syarat

tertentu dipenuhi. Seorang suami yang ingin berpoligami harus mengajukan

7

Page 18: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

permohonan kepada Pengadilan (Pasal 4:1). Dia dapat diberikan ijin untuk

menikah lagi jika salah satu dari syarat alternatif dipenuhi (Pasal 4:2):

a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain memenuhi salah satu syarat tersebut, semua syarat kumulatif di bawah

harus dipenuhi (Pasal 5:1):

a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup

istri-istri dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak

anak mereka.

PP Nomor 10 Tahun 1983 mempersulit Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk

terlibat dalam perkawinan poligami. PNS laki-laki yang mau berpoligami dan

PNS perempuan yang mau menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang yang

bukan PNS harus memperoleh ijin dari pejabat (Pasal 4:1 & 3). PNS perempuan

tidak boleh menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang PNS (Pasal 4:2). PP

Nomor 45 Tahun 1990 merupakan revisi PP Nomor 10 Tahun 1983. Pada bulan

Desember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PP tersebut

direvisi kembali supaya peraturan yang ada tentang poligami mencakup bukan

hanya PNS tetapi juga pejabat negara, pejabat pemerintah dan masyarakat umum.

Presiden Republik Indonesia juga berencana memperketat sanksi kepada

pelanggar PP (Setiati 2007, hlm.61-62).

8

Page 19: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

2.3. Kesaksian Anggota Keluarga Poligami

2.3.1 Kesaksian Pelaku Poligami

Pada bulan Desember 2006, Aa Gym mendapatkan Surat Ijin Poligami dari

Pengadilan Agama Negeri Bandung. Menurut ketua pengadilan tersebut, Aa Gym

memenuhi syarat hukum Indonesia untuk poligami, termasuk ijin dari istri

pertama, kemampuan berlaku adil dan kemampuan secara ekonomi (Kompas 12

Desember 2006). Sebenarnya sudah lama Aa Gym berencana untuk

berpoligami— sejak tahun 2001 (Setiyaji 2006, hlm.79). Aa Gym memilih

berpoligami untuk memperbaiki dirinya dan mendekatkan dirinya kepada Allah.

Dia mengatakan bahwa tindakannya “didasari ikhtiar untuk meraih ridha Allah,

ingin meningkatkan amal, melatih kesabaran serta keikhlasan dan bersih hati agar

disukai Allah SWT” (Setiyaji 2006, hlm.102). Dengan mengamalkan poligami,

Aa Gym mau menunjukkan bahwa poligami itu bukan hal buruk. Dia

menyayangkan bahwa poligami, yang diperbolehkan oleh Allah, sering dianggap

aib sedangkan pergaulan bebas diterima (Setiyaji 2006, hlm.102 & Setiati 2007,

hlm.96). Sebagaimana busana jilbab yang dianggap aneh dua puluh tahun yang

lalu dewasa ini sudah menjadi lumrah, Aa Gym berharap ajaran agama tentang

poligami dapat diterima masyarakat Islam Indonesia (Setiyaji 2006, hlm.103 &

158). Aa Gym ingin istri pertama dan anak-anaknya belajar lebih mencintai Allah

daripada dia sendiri akibat menempuh kehidupan baru dalam keluarga poligami

(Setiyaji 2006, hlm.57). Dia menjelaskan, dia “hanyalah sekadar makhluk yang

tiada daya dan upaya” sehingga tidak layak dicintai istrinya secara berlebihan

(Setiyaji 2006, hlm.103).

9

Page 20: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Walaupun dia sendiri mencari hikmah yang ada di dalam poligami, Aa Gym

tidak menganjurkan para suami untuk menikah lagi. Katanya, “pemahaman yang

arif dan kesiapan mental” diperlukan (Kusumaputra 2007) dan syaratnya berat.

Dia mengimbau, “kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan” (Tabloid

Republika: Dialog Jumat 8 Desember 2006, hlm.5).

Sikap Puspo Wardoyo terhadap poligami berbeda dengan sikap Aa Gym.

Pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo yang beristri empat ini

mempersilakan para suami yang mampu “secara materi, spiritual, maupun yang

lainnya” (Rahman 2006, hlm.25) untuk berpoligami. Dalam majalah yang

dipimpinnya, dia memberi nasihat singkat kepada para suami yang “telah terbukti

sukses dengan satu istri... selayaknya mau berpoligami (pindah tugas baru kepada

perempuan lain yang membutuhkan kepemimpinannya)” (Wardoyo 2007,

hlm.11). Pada tahun 2003, Puspo Wardoyo menciptakan ‘Poligami Award’ (Ihsan

2003). Menurut pelaku poligami ini, salah satu keuntungan poligami untuk dia

sendiri adalah istri-istrinya membantu dalam usahanya. Dia bertanya, “bagaimana

bisa ngurusi bisnis kalau istri satu?” (Rahman 2006, hlm.25).

Fauzan Al-Anshari mengatakan bahwa niatnya untuk berpoligami adalah

untuk menolong perempuan. Kabid Data dan Informasi Majelis Mujahidin

Indonesia yang memiliki empat istri ini berpendapat bahwa laki-laki dapat

menolong janda dan perawan tua melalui poligami (Rahman 2006, hlm.25).

Demikian juga, Diki Candra, seorang pengusaha dari Jakarta yang menikahi tiga

istri, menganggap dirinya sebagai penolong wanita. Dia mengatakan bahwa dia

“rela membagi kepemimpinan untuk tiga istri menuju ridho Allah” (Arief 2007,

hlm.4).

10

Page 21: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Salah satu keuntungan poligami yang sering disebut adalah untuk mencegah

perselingkuhan dan perzinaan. Antara lain, keuntungan ini diutarakan oleh Fauzan

Al-Anshari dan Noer Muhammad Iskandar, pengasuh pondok pesantren di Jakarta

yang beristri dua (Rahman 2006, hlm.25).

2.3.2. Kesaksian Para Istri yang Ikhlas

Teh Ninih, istri pertama Aa Gym, mengakui bahwa reaksinya waktu dia

mengetahui suaminya mau berpoligami sama dengan kebanyakan istri— kaget

dan sedih. Dia bertanya apa kekurangan pada dirinya sebagai istri (Lugito &

Siregar 2006, hlm.23). “Selama lima tahun saya dipersiapkan oleh Aa Gym untuk

menerima konsep poligami,” ujarnya (Setiyaji 2006, hlm.77). Lama-kelamaan dia

ikhlas bahkan membantu suaminya mencari istri kedua (Setiyaji 2006, hlm.92).

Dia menjelaskan bahwa seorang istri “harus menaati suami, selama suami sesuai

dengan syariat Islam... saya harus ikhlas” (Setiyaji 2006, hlm.70). Teh Ninih takut

jika menolak sesuatu yang dibolehkan oleh ajaran Allah (Setiyaji 2006, hlm.77 &

91). Keuntungan poligami bagi Teh Ninih adalah dia belajar mencintai dan

mengandalkan Allah, bukan suaminya. “Saya selama ini terlalu mencintai suami...

ini saatnya saya kembali kepada Allah,” katanya pada tanggal 4 Desember 2006

(Setiyaji 2006, hlm.93). Walaupun ada keuntungannya, Teh Ninih pernah merasa

cemburu karena pernikahan kedua suaminya. Misalnya, dia menceritakan saat di

Malaysia pada awal bulan Desember 2006, dia mau menikmati makan bersama

suaminya. Dia kesal melihat Aa Gym sibuk mengirim SMS dan menelpon istri

keduanya (Setiyaji 2006, hlm.59).

11

Page 22: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Rini Purwanti, istri pertama Puspo Wardoyo, menangis waktu dia

mengetahui bahwa suaminya sudah berpoligami selama enam bulan (Setiati 2007,

hlm.91). Akhirnya dia menerima perkawinan kedua suaminya. Akan tetapi, Rini

menganjurkan pasangan suami-istri lain untuk membicarakan masalah poligami

sebelum dilaksanakan (Setiati 2007, hlm.93). Menurut Rini, poligami dibolehkan

untuk para suami yang mampu secara ekonomi, fisik dan mental. Keinginan

suaminya untuk melakukannya merupakan “fitrah seorang laki-laki” (Setiati 2007,

hlm.91). Rini begitu ikhlas dimadu sampai dia membantu suaminya melamar istri

ketiganya dan membantu memilih istri keempat. Rini mengakui bahwa rumah

tangga poligaminya tidak selalu rukun. Namun, konflik yang muncul diatasi

melalui keterbukaan (Setiati 2007, hlm.93).

Gina Puspita, seorang istri pertama dari empat istri, sering menyuarakan

dukungan terhadap poligami melalui artikel dan wawancara. Keinginannya untuk

dimadu muncul waktu perempuan lulusan S3 Struktur Aeronatika ini

menyaksikan kerukunan rumah tangga guru besarnya yang beristri empat. Gina

Puspita mencarikan istri untuk suaminya dengan cara bertanya kepada karyawan

dalam perusahannya siapa yang mau menikah dengan suaminya (Indah 2007,

hlm.57). Kebaikan dari poligami yang merupakan alasan lain yang mendorong

Gina Puspita untuk berbagi suami adalah “untuk mendekatkan diri pada Allah...

membuatku tak selalu tergantung dengan suami... saya bisa mandiri, dan segala

hidupku untuk Allah,” ucapnya (Indah 2007, hlm.57). Pandangan ini senada

dengan yang diutarakan oleh Teh Ninih. Gina Puspita mengakui bahwa pada

awalnya dia merasa cemburu akibat berbagi suami tetapi sekarang “masalah

cemburu itu jadi hal yang kecil” (Indah 2007, hlm.57). Ternyata, sisi positif

12

Page 23: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

kehidupan poligami lebih ditekankan oleh perempuan ini. Gina Puspita dan ketiga

madunya tinggal bersama. Mereka senang makan bersama dan dapat dirawat oleh

sesama istri jika sakit. Jika sedang sibuk, Gina Puspita terkadang “bersyukur...

karena ada yang bisa menggantikan kewajiban saya terhadap suami” (Indah 2007,

hlm. 57).

Dihan Fahimsyah, yang suaminya berpoligami, juga menikmati keuntungan

poligami dalam rumah tangganya. Menurut dia, para istri yang suaminya

berpoligami dapat lebih mandiri dan punya waktu untuk mengejar cita-citanya

sendiri karena ada lebih dari satu istri untuk menanggung pekerjaan rumah tangga.

Dia tidak dapat bergantung pada suaminya melainkan harus mempertahankan

identitas sendiri karena suaminya sering tidak ada (Fahimsyah 2004, hlm.12).

Cerita Endang Budiarti Candra, istri pertama Diki Candra, agak mirip

dengan pengalaman Teh Ninih. Sebagai “penentang keras poligami”, Endang

Budiarti Candra langsung terkejut waktu suaminya mengatakan dia mau menikah

lagi (Arief 2007, hlm.4). Setelah dia minta nasihat dari keluarganya, akhirnya

perempuan lulusan S1 Ekonomi ini mengerti bahwa “poligami merupakan puncak

dari cobaan terberat seorang wanita, namun akan lebih mendekatkan diri ke

surga” (Arief 2007, hlm.4)— seperti yang dijelaskan oleh Gina Puspita. Sama

dengan Teh Ninih, Endang Budiarti Candra dibantu oleh suaminya untuk

menerima poligami. Melalui menjalankan kehidupan poligami, dia merasakan

beberapa keuntungan. Imannya lebih teguh, dia belajar kesabaran dan

ketawakalan, dan dia akrab dengan kedua madunya. Endang Budiarti Candra

yakin bahwa suaminya memiliki niat yang baik untuk berpoligami, yang “tidak

13

Page 24: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

lepas dari tujuan perjuangannya” dan bermaksud untuk membantu perempuan

(Arief 2007, hlm.4).

Kedua madu Endang Budiarti Candra percaya bahwa menempuh kehidupan

poligami menguntungkan secara iman dan untuk memperbaiki diri sendiri.

Menurut Dyah Fitri Kusumadewi, istri kedua Diki Candra, poligami itu

merupakan latihan “untuk mengendalikan hawa nafsu (atas rasa cemburu, marah,

iri, dengki, dll)” sehingga “mendapatkan pelajaran kesabaran, rasa syukur,

ketenangan jiwa dan kestabilan iman” (Arief 2007, hlm.4). “Keikhlasannya...

menjalani poligami dalam kerangka jihad,” menurut Titani Sri Wikanihati Candra,

istri ketiga Diki Candra, “akan menambah pahala sebagai pencuci dosa-dosa masa

lalu saya” (Arief 2007, hlm.4). Menurut perempuan lulusan S1 Komunikasi ini,

poligami merupakan latihan kesabaran. Kedua wanita ini merasa poligami adalah

semacam perjuangan karena perbuatannya ditentang oleh banyak orang, termasuk

orang Islam.

Sebagai kesimpulan dari cerita-cerita tersebut, para istri yang ikhlas dalam

kehidupan poligami umumnya percaya bahwa poligami itu termasuk ajaran Allah

sehingga mereka ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan sikap ikhlas

mereka. Walaupun kehidupan poligami berat, ada banyak keuntungan, khususnya

dalam rangka melatih diri menjadi wanita yang solehah tetapi juga dalam berbagi

tugas rumah tangga.

2.3.3. Kesaksian Para Istri yang tidak Ikhlas

Dewi Yull, seorang penyanyi terkenal, memilih bercerai daripada dimadu.

Ray Sahetapi, suami Dewi, mau menikah lagi waktu pernikahan pertamanya

14

Page 25: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

sudah berlansung selama dua puluh tiga tahun dan menghasilan empat anak. Dewi

mengambil keputusan untuk menggugat cerai karena merasa tidak dapat ikhlas

berbagi suaminya dalam hal cinta (Lely 2007, hlm.38). Melalui cobaan ini, iman

Dewi tambah teguh dan dia merasa lebih dekat dengan Allah— ironisnya sama

dengan yang diungkapkan oleh banyak istri yang iklas dimadu (lihat bagian

2.3.2). Sekarang Dewi mengandalkan Allah dan tidak lagi mencintai salah satu

makhluknya secara berlebihan (Lely 2007, hlm.38).

Machica Muchtar menikah siri dengan Pak Moerdiono “karena beliau

adalah seorang pria mapan, berposisi strategis, dan pria yang bertanggung jawab”

(Ima 2007, hlm.39). Dia terpaksa menyembunyikan pernikahannya di depan

umum dan merasa cemburu karena dia tidak diutamakan seperti istri pertama.

Machica Muchtar dan suaminya bercerai waktu putranya berumur dua tahun.

Menurut perempuan ini, tidak mungkin dapat meraih kebahagiaan dengan

perkawinan poligami karena tidak mungkin berlaku adil dalam hal cinta. Machica

Muchtar sudah menikah lagi dan menganggap monogami sebagai “perkawinan

yang ideal” sedangkan “poligami adalah perkawinan yang tidak sehat” (Ima 2007,

hlm.39).

2.3.4. Kesaksian Para Anak dari Keluarga Poligami

Seorang anak yang bapaknya berpoligami menceritakan pengalamannya

dalam Kompas (6 Oktober 2003). Penulis ini mempunyai kenangan indah dengan

bapaknya waktu masih kecil. Akan tetapi, saat bapaknya menikah lagi, dia dan

delapan saudaranya merasa tidak diperhatikan lagi. Menurut penulis ini, bapaknya

tidak berlaku adil. Misalnya, kedua istrinya melahirkan anak perempuan dengan

15

Page 26: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

selisih hanya beberapa minggu. Untuk anak dari istri mudanya dilaksanakan

kenduri, sedangkan untuk anak dari istri tuanya tidak diadakannya upacara apa-

apa. Menurut penulis, adik bungsunya ini menjadi pemberontak karena dia tidak

pernah merasakan kasih sayang dari bapaknya. Penulis mengasihani bapaknya

karena dia sudah tua tetapi masih harus bekerja keras untuk menafkahi

keluarganya. Ceritanya diakhiri dengan kalimat ini: “Begitupun poligami, itu

sesuatu yang halal, tetapi aku benci poligami.”

Pada sisi lain, ada pendukung poligami di antara anak-anak dari keluarga

poligami, termasuk Syarif. Menurut Syarif, semua anggota keluarganya bahagia,

termasuk bapak, istri-istri dan anak-anaknya. Walaupun ekonomi keluarganya

pas-pasan, Syarif dan adik-adiknya berpendidikan bahkan Syarif sendiri menjadi

calon doktor (Syarif 2007, hlm.8).

Salah satu anak Ustadz Muhammad Umar, pelaku poligami dengan empat

istri, tampaknya senang dengan keluarganya. Anak yang berumur delapan tahun

ini mengatakan, “saya senang jadi punya banyak umi, dan banyak saudara”

(Setiyaji 2006, hlm.170).

2.4. Organisasi 'Aisyiyah

'Aisyiyah adalah bagian dari Persyarikatan Muhammadiyah, yang kini telah

menjadi organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia. 'Aisyiyah adalah organisasi

yang khusus untuk wanita.

16

Page 27: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

2.4.1. Sejarah 'Aisyiyah

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 di

Yogyakarta oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Tujuannya untuk mendorong umat

Islam untuk menganut agama Islam yang murni, tidak lagi dicampur dengan

kebatinan dan kepercayaan lain (Persyarikatan Muhammadiyah 2007). Bersama

istrinya, KH Ahmad Dahlan mengadakan kelompok pengajian perempuan yang

disebut Sapa Tresna. Kelompok pengajian ini dijadikan organisasi resmi pada

tanggal 19 Mei 1917 di Yogyakarta dan diberi nama 'Aisyiyah (Pimpinan Pusat

'Aisyiyah 2006). Sampai sekarang, 'Aisyiyah bergerak dalam bidang keagamaan,

sosial, pendidikan dan kesehatan. Taman kanak-kanak, sekolah, rumah sakit,

lembaga kesehatan lain, panti asuhan dan lembaga ekonomi telah didirikan serta

dikelola oleh 'Aisyiyah. Gerakan 'Aisyiyah sudah tersebar di seluruh Indonesia

(Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).

2.4.2. Tujuan 'Aisyiyah

Tujuan 'Aisyiyah adalah untuk:

“Menegakkan ajaran Islam yang rahmatan lil'alamin sehingga tercipta masyarakat

yang sejahtera dan berkeadilan serta menciptakan semangat beramal yang dijiwai

ruh berpikir yang Islami dan menjawab tantangan, serta menyelesaikan persoalan

kehidupan” (Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).

17

Page 28: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

2.4.3. Susunan Organisasi 'Aisyiyah

Pimpinan Pusat 'Aisyiyah (PPA)

31 Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah (PWA)

331 Pimpinan Daerah 'Aisyiyah (PDA)

1979 Pimpinan Cabang 'Aisyiyah (PCA)

5450 Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA)

Pimpinan Pusat 'Aisyiyah (PPA) membawahi Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah

(PWA) yang mengurus 'Aisyiyah pada tingkat propinsi. Pimpinan Wilayah

'Aisyiyah membawahi Pimpinan Daerah 'Aisyiyah (PDA) yang mengurus

'Aisyiyah pada tingkat kabupaten/kotamadya. Pimpinan Daerah 'Aisyiyah

membawahi Pimpinan Cabang 'Aisyiyah (PCA) yang mengurus 'Aisyiyah pada

tingkat kecamatan atau kotamadya. Pimpinan Cabang 'Aisyiyah membawahi

Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA) yang mengurus 'Aisyiyah pada tingkat desa

atau kelurahan. Sekarang terdapat 31 PWA, 331 PDA, 1979 PCA dan 5450 PRA

di Indonesia (Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).

Kegiatan 'Aisyiyah tahun 2005-2010 dilaksanakan oleh tujuh majelis dan

empat lembaga, yaitu Majelis Tabligh; Majelis Kesejahteraan Sosial; Majelis

Kesehatan dan Lingkungan Hidup; Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah;

Majelis Ekonomi; Majelis Pembinaan Kader; Majelis Pendidikan Tinggi;

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan; Lembaga Kebudayaan; Lembaga

Hubungan Organisasi, Hukum, dan Advokasi; dan Lembaga Hubungan

Masyarakat dan Penerbitan (Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).

18

Page 29: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

2.5. Hasil Penelitian Sejenis Terdahulu

2.5.1. Pandangan Perempuan Islam terhadap Poligami: Feillard, 1995

Dr. Andree Feillard, seorang peneliti dari Perancis, meneliti tentang

pandangan perempuan Islam Indonesia terhadap poligami pada bulan Oktober dan

Nopember 1995. Informannya termasuk tokoh perempuan Muslimat (Nahdlatul

Ulama), perempuan 'Aisyiyah dan perempuan dari Lembaga Swadaya

Masyarakat. Katanya, 22/23 informannya menentang poligami. Tidak ada alasan

yang diberikan oleh informannya yang berdasarkan agama. Alasan menolaknya

poligami termasuk “penderitaan ibu, laki-laki tidak bisa adil, tidak sesuai dengan

zaman” (Billah 1998, hlm.265).

2.5.2. Persepsi Pimpinan 'Aisyiyah Kota Malang terhadap Poligami:

Muhtadawan, 2003

Pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami pernah diteliti

oleh seorang mahasiwa jurusan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas

Muhammadiyah Malang. Judul skripsinya Persepsi pimpinan 'Aisyiyah Kota

Malang terhadap poligami (perspektif Syariah Islam dan hukum positif)

(Muhtadawan 2003).

Sumber informasi adalah empat puluh orang dari pimpinan 'Aisyiyah Kota

Malang. Dalam penelitiannya, Muhtadawan membahas pemahaman informan

tentang ajaran agama Islam mengenai poligami dan pandangan informan tentang

Undang-Undang Indonesia mengenai poligami dan apakah Undang-Undang

tersebut sesuai atau bertentangan dengan hukum Islam. Muhtadawan

19

Page 30: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

“mengkuatifikasi data kualtitatif” yang diperoleh lewat angket. Sebagian hasil

penelitiannya adalah:

- Menurut 75% informan, monogami merupakan bentuk perkawinan yang paling

baik.

- Menurut 95% informan, poligami dalam agama Islam dibolehkan dengan syarat

yang tidak ringan. Menurut 5% informan, poligami dianjurkan bahkan

diwajibkan.

- Menurut 97.5% informan, berlaku adil adalah syarat mutlak dalam perkawinan

poligami. Satu informan (2.5%) tidak menjawab.

- Menurut 97.5% informan, ‘adil’ dalam ajaran agama Islam meliputi baik hal

materi maupun non-materi. Hanya satu informan (2.5%) berpendapat bahwa

‘adil’ itu mengacu kepada hal materi saja.

Hasil penelitian yang disajikan memang menarik, tetapi tidak dapat

menjelaskan pandangan responden terhadap poligami secara menyeluruh.

Akhirnya kita hanya mengerti pandangan informan terhadap poligami dari sisi

hukum saja. Menurut peneliti, kita belum dapat memahami hati kecil informan.

Apa pandangan informan yang sungguh-sungguh terhadap poligami, selain

keyakinan agamanya? Apa saja alasan informan untuk jawaban-jawaban mereka?

Adalah sulit untuk mengerti cara berpikir informan jika data diperoleh lewat

angket saja. Walaupun demikian, skripsi ini dapat digunakan sebagai titik tolak

untuk memahami pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang secara mendalam.

20

Page 31: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam

hal ini, peneliti ingin membahas pandangan pribadi orang. Pandangan masing-

masing orang berbeda-beda. Kadang-kadang perbedaan pandangan ini sangat

jelas. Bagaimanapun juga, kadang-kadang pandangan orang agak mirip. Untuk

mengetahui selisih perbedaan pandangan yang sedikit ini, alasan informan dan

penjelasan secara rinci perlu digali. Peneliti ingin memahami dan menggambarkan

pandangan informan yang rumit itu secara mendalam, bukan secara garis besar

saja. Oleh karena itu, pendekatan kualitatif dianggap paling cocok untuk

penelitian ini.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Data tentang pandangan informan dikumpulkan lewat wawancara. Sebelum

diwawancarai, informan mengisi angket tentang keterangan pribadi (lihat

lampiran-2) supaya data tersebut dapat dikumpulkan dengan cepat dan tepat.

Teknik wawancara digunakan supaya informan dapat menyampaikan penjelasan

lengkap tentang pandangan mereka serta dapat berbagi cerita dari pengalaman dan

pengamatan mereka sendiri. Teknik wawancara terstruktur dipakai untuk

memastikan bahwa semua aspek ditanggapi oleh informan. Daftar pertanyaan

untuk wawancara terdiri dari dua puluh enam pertanyaan pokok (lihat lampran-1).

Kadang-kadang pertanyaan tambahan langsung diajukan supaya informan

menerangkan maksudnya atau memberi penjelasan lebih rinci. Wawancara

21

Page 32: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

dengan seorang informan biasanya menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.

Jika ada sesuatu yang kurang jelas mengenai jawaban informan, informan

dihubungi lagi untuk menerangkan pandangannya.

3.2.1. Susuanan Pertanyaan Wawancara

Daftar pertanyaan untuk wawancara dengan informan disusun secara teratur.

Keyakinan agama informan baru ditanyakan mulai dari pertanyaan (20) dan

pertanyaan ‘Apakah Ibu setuju dengan poligami’ adalah pertanyaan (15). Peneliti

berharap informan merasa nyaman untuk memberi tanggapan yang jujur terhadap

pertanyaan-pertanyaan tentang sikap dan reaksi mereka jika terlibat dalam

perkawinan poligami serta pandangan mereka terhadap pelaksanaan poligami,

sebelum poligami ditinjau dari segi agama. Jika memang keyakinan agama sangat

berpengaruh dalam membentuk pandangan seorang informan, faktor agama ini

secara wajar akan mengarahkan semua jawaban informan. Akan tetapi, mungkin

ada informan yang cenderung menyikapi poligami tanpa pengaruh besar dari

faktor agama. Jika pertanyaan (15) dan pertanyaan (20)-(26) mengenai keyakinan

agama diajukan pada awalnya, ada kemungkinan bahwa para informan merasa

terpaksa menjawab pertanyaan selanjutnya sesuai dengan keyakinan agamanya

sehingga pertanyaan-pertanyaan pribadi ini dijawab bukan dengan sikap ‘menurut

saya, seperti ini’ melainkan ‘dengan pertimbangan agama, seharusnya seperti ini’.

3.3. Sumber Informasi

Para ibu Indonesia paling diresahkan oleh masalah poligami karena mereka

yang dapat dijadikan ‘korban’ perkawinan poligami. Di Indonesia, poligami

22

Page 33: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

biasanya dibicarakan dalam konteks agama Islam, karena agama yang

mengandung ajaran tentang poligami ini dipeluk oleh sebagian besar penduduk

Indonesia. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana masalah poligami ini

disikapi oleh para ibu Islam? Atas dasar ini, para ibu 'Aisyiyah di Malang dipilih

sebagai sumber informasi. Di antara ibu-ibu 'Aisyiyah yang dijadikan sebagai

informan adalah ibu-ibu yang sudah menikah dan yang suaminya masih hidup.

Alasannya, yang sudah menikah dapat lebih mengerti masalah rumah tangga.

Pada awalnya, peneliti mencari informan di antara dosen Universitas

Muhammadiyah Malang (UMM) karena kebanyakan dosen perempuan di UMM

adalah anggota 'Aisyiyah. Setelah itu, peneliti melanjutkan penelitiannya terhadap

ibu-ibu 'Aisyiyah di luar UMM. Teknik ‘snow-ball sampling’ digunakan untuk

mencari informan lain. Dengan kata lain, informan menghubungkan peneliti

dengan ibu-ibu 'Aisyiyah lain untuk diwawancarai. Di pertemuan 'Aisyiyah

ranting Sengkaling pada tanggal 9 Maret 2007, peneliti sempat bertemu dengan

banyak ibu 'Aisyiyah dan mencari informan. Jumlah informan untuk penelitian ini

adalah enam belas ibu.

Untuk mencari informasi tentang organisasi 'Aisyiyah di Malang, peneliti

berkunjung ke kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang dan kantor

Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kabupaten Malang, pada tanggal 16 Mei 2007.

3.4. Teknik Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Tidak semua informasi yang

diperoleh melalui wawancara dianggap sebagai data dan digunakan untuk laporan

ini. Hanya informasi tertentu yang secara jelas menunjukkan pandangan informan

23

Page 34: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

diambil sebagai data untuk penelitian. Data ini diringkaskan, dikelompokkan,

diuraikan. Akhirnya data ini disajikan sebagai gambaran sebuah fenomena sosial,

yaitu pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami. Peneliti juga

meninjau hasil wawancara secara keseluruhan untuk mengetahui faktor apa saja

yang mempengaruhi pandangan informan.

24

Page 35: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

BAB IV

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

4.1. Monografi Lapangan

'Aisyiyah di Malang didirikan pada tahun 1927-an. Pada awalnya, 'Aisyiyah

di Malang merupakan satu kesatuan tetapi akhirnya dibagi dua— 'Aisyiyah Kota

Malang dan 'Aisyiyah Kabupaten Malang. Sekarang dua bagian ini dipimpin oleh

Pimpinan Daerah masing-masing (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang

2004).

4.1.1. 'Aisyiyah Kota Malang

Sekilas 'Aisyiyah Kota Malang

Jumlah Cabang: 6

Jumlah Ranting: 45

Jumlah Majelis: 6

Ketua: Dra. Hj. Rukmini Fadlan

'Aisyiyah Kota Malang terdiri dari enam cabang: Klojen, Lowokwaru,

Blimbing, Kedungkandang, Sukun dan UMM. Cabang 'Aisyiyah Khusus UMM

dibentuk pada tanggal 21 Desember 2006 dan beranggotakan karyawan dan dosen

perempuan UMM (Bestari Februari 2007, hlm.7). Keenam cabang tersebut

membawahi empat puluh lima ranting (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang

2004).

Dalam susunan 'Aisyiyah Kota Malang, ada enam majelis: Tabligh;

Kesehatan dan Lingkungan Hidup; Pendidikan Dasar dan Menengah; Ekonomi;

Kesejahteraan Sosial Masyarakat; dan Kader & Sumber Daya Insani (Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Malang 2007).

25

Page 36: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.1.2. 'Aisyiyah Kabupaten Malang

Sekilas 'Aisyiyah Kabupaten Malang

Jumlah Cabang: 20

Jumlah Ranting: 51+

Jumlah Majelis: 6

Ketua: Dra. Hj. Wadjdiyah Abdillah

'Aisyiyah Kota Malang terdiri dari dua puluh cabang: Lawang, Singosari,

Tumpang, Pakis, Gondang Legi, Turen, Tajinan, Bulu Lawang, Pagak,

Donomulyo, Sumber Pucung, Kepanjen, Pakisaji, Ngajum, Dau, Wagir, Karang

Ploso, Ngantang, Kasembon dan Pujon. Cabang Ngantang, Kasembon dan Pujon

baru bergabung dengan 'Aisyiyah Kabupaten Malang pada bulan April 2007. Pada

tanggal 16 Mei 2007, kantor Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kabupaten Malang

belum menerima laporan mengenai berapa ranting yang dibawahi ketiga cabang

tersebut. Ketujuhbelas cabang yang lebih lama membawahi lima puluh satu

ranting.

Dalam susunan 'Aisyiyah Kabupaten Malang, ada enam majelis: Tabligh;

Pembinaan Kesehatan; Pendidikan Dasar dan Menengah; Ekonomi; Pembinaan

Kesejahteraan Sosial; dan Pembinaan Kader (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah

Kabupaten Malang 2007).

4.2. Profil Informan

Jumlah informan yang diwawancarai adalah 16.

26

Page 37: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.2.1. Umur

Umur Jumlah informan 30-34 3 35-39 1 40-44 7 45-49 2 50-54 1 55-59 0 60-64 2

Umur informan di atas adalah umur informan saat diwawancarai. Umur

sebagian besar informan di bawah 50 tahun. Hampir separuh (7/16) informan

berumur antara 40 dan 44 tahun. Rata-rata, umur informan adalah 43,4 tahun.

4.2.2. Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan

Tingkat Pendidikan

Jumlah informan

Pekerjaan

SD 3 2 ibu rumah tangga, 1 pedagang (jual nasi) SMP 2 1 wiraswasta, 1 swasta SMA 3 1 pedagang (ketring), 2 ibu rumah tangga

S1 3 1 pensiunan kepala sekolah SD, 1 guru SMK, 1 guru SDS2/S3 5 5 dosen

Peneliti sengaja memilih untuk mewawancarai ibu dari latar belakang

pendidikan yang berbeda-beda. Pendidikan terakhir separuh (8/16) informan

adalah SMA ke bawah dan separuh (8/16) informan sudah lulus dari universitas,

termasuk S1, S2 dan S3.

Pekerjaan informan bermacam-macam. Informan yang lulusan S2/23 adalah

dosen dan yang lulusan S1 adalah guru sekolah atau pensiunan guru sekolah.

Separuh yang berpendidikan SMA ke bawah (4/8) adalah ibu rumah tangga,

sedangkan yang lainnya adalah pedagang atau bekerja di bidang swasta.

4.2.3. Jumlah Anak

27

Page 38: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Jumlah anak Jumlah informan 0 1 1 1 2 6 3 2 4 4 5 2

Rata-rata jumlah anak informan adalah 2,8 anak.

4.2.4. Status dalam 'Aisyiyah

Status (Kota Malang) Jumlah informan Pengurus, PWA Jawa Timur 1 Pengurus, PDA Kota Malang 4 Pengurus, PCA Khusus UMM 1

Status (Kabupaten Malang) Jumlah informan

Pengurus, PCA Dau 3 Pengurus, PRA 4

Peserta Ranting Sengkaling 2 Peserta Ranting Jetis 2

Peserta Ranting Wunut Sari 1 Keterangan: PWA= Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah PDA= Pimpinan Daerah 'Aisyiyah PCA= Pimpinan Cabang 'Aisyiyah PRA= Pimpinan Ranting 'Aisyiyah Pengurus= Ketua, Wakil Ketua, Ketua Majelis, Anggota Majelis, Wakil Sekretaris

Jumlah informan di atas adalah 18 karena ada dua informan yang memiliki

dua jabatan sekaligus dalam 'Aisyiyah. Salah satu informan adalah Pengurus,

PWA, Jawa Timur merangkap Pengurus, PDA, Kota Malang dan salah satu

informan lain adalah Pengurus, PCA, Dau merangkap Ketua Ranting.

Ibu-ibu 'Aisyiyah yang diwawancarai meliputi pengurus 'Aisyiyah dan

peserta dari Kota Malang dan Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Pengurus

'Aisyiyah yang diwawancarai meliputi pengurus wilayah, daerah, cabang dan

ranting.

28

Page 39: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.3. Pandangan Informan terhadap Poligami

Lihat daftar wawancara untuk daftar orang yang diwawancarai. Lihat

lampiran-1 untuk daftar pertanyaan yang diajukan kepada informan.

4.3.1. Apakah Informan Setuju dengan Poligami?

Ternyata pertanyaan (15), ‘Apakah Ibu setuju dengan poligami?’, kurang

bermanfaat untuk menggali informasi tentang pandangan informan yang

sebenarnya. Jawaban informan untuk pertanyaan ini harus dicocokkan dengan

jawaban mereka untuk pertanyaan lain supaya pandangan informan dapat

dipahami secara lengkap. Untuk pertanyaan (15) ini, satu informan menjawab

“sangat setuju”, lima informan menjawab “setuju”, delapan informan menjawab

“tidak”, dan dua informan tidak mau mengatakan bahwa mereka setuju atau tidak

setuju. B1 “sangat setuju” dengan poligami karena termasuk ajaran agama.

Menurut informan ini, poligami dibolehkan oleh Allah karena “sek laki-laki lebih

kuat— lebih baik [berpoligami] daripada selingkuh dan menyeleweng”.

Dari jawaban mereka untuk pertanyaan lain, dapat dilihat bahwa kelima

informan yang menjawab “setuju” untuk pertanyaan (15) sebenarnya kurang suka

poligami pada umumnya. Misalnya, untuk pertanyaan (8), ketika keuntungan

poligami ditanyakan, B2 dan C3 mengatakan bahwa keuntungannya sedikit dan

menurut C2 tidak ada keuntungannya bagi para istri dan anak. A3, B2 dan D1

“setuju” dengan poligami. Namun, mereka langsung mengkualifikasikan jawaban

mereka dengan kata “tergantung...”— “tergantung sikapnya dan lain-lain” (A3),

“tergantung untuk siapa” (B2) “tergantung sikon” (D1). Untuk menjelaskan

mengapa mereka setuju dengan poligami, C2 dan D1 mengatakan bahwa poligami

29

Page 40: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

dibolehkan dalam agama Islam. Kelihatannya mereka merasa harus mengatakan

“setuju” karena poligami dibolehkan dalam agama yang mereka anut, padahal

mereka kurang suka.

Sama halnya dengan A2 dan A5, yang ragu-ragu menjawab pertanyaan (15)

ini. Dari jawabannya untuk pertanyaan lain, terlihat jelas bahwa dua informan

tersebut kurang nyaman dengan konsep poligami. Meskipun demikian, mereka

tidak mau mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan poligami karena tidak

mau menentang Allah. A2 “tidak mengatakan tidak setuju. Boleh karena dalam

Al-Qur’an. Kalau tidak setuju berarti menentang agama. Syarat adil berat.”

Menurut A5, poligami itu “dari agama dibolehkan dengan syarat... Kalau saya

bilang ‘haram’, menentang Allah. Bisa haram... bisa Sunah... [jawaban saya]

antara ‘ya’ dan ‘tidak’.”

Antara kedelapan informan yang menjawab “tidak”, hanya satu yang

memberi perkecualian. A4 “tidak setuju, kecuali untuk keadaan yang

mengharuskan— habis perang, istri sakit berat dan lain-lain”. Padahal untuk

pertanyaan (17), lima informan lain setuju bahwa poligami itu ‘pintu darurat’

yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu. Lima informan ini termasuk

seorang lulusan SMA, seorang lulusan SMP dan tiga orang lulusan SD. Mungkin

jawaban kelima informan tersebut kurang lengkap bahkan bertentangan dengan

jawaban mereka sendiri untuk pertanyaan lain karena pendidikannya lebih rendah.

Jika semua jawaban informan ditinjau, ternyata hanya dua informan (A1, B3)

sama sekali tidak setuju dengan poligami dalam keadaan apapun. Bahkan jika

seandainya A1 menjadi presiden dia “mau UU sama sekali tidak boleh”.

30

Page 41: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.3.2. Bentuk Perkawinan yang Paling Baik

Menurut dua informan, monogami dan poligami sama baiknya. Hal yang

menentukan yang mana yang lebih baik untuk suatu keluarga adalah sifat dan

keadaan suaminya. Menurut B1, “kalau mampu bijaksana, ya poligami. Kalau

tidak mampu bijaksana, adil— monogami.” Menurut C3, “kalau sudah nyaman,

satu cukup” tetapi jika si suami “sangat membutuhkan” karena istrinya mandul

atau “tidak memuaskan” dia, “lebih baik poligami” kemudian “kalau kyai-kyai

yang kaya raya, dibutuhkan orang— harus [berpoligami]”.

Menurut dua belas informan, monogami adalah bentuk perkawinan yang

paling baik, tetapi poligami merupakan ‘pintu darurat’ yang dapat dipakai dalam

keadaan tertentu, misalnya jika istrinya sakit, mandul atau tidak dapat melayani

suaminya. A5 mengibaratkan, “dalam pesawat ada pintu darurat. Kok dipakai

kalau kondisi normal!” Menurut empat informan (A2, A3, B2, C2), lebih mudah

jika istrinya satu saja untuk menghindari konflik dan masalah dan “menjaga

keutuhan keluarga” (B2). C2 menjelaskan, “rumah tangga tidak bisa 100%

bahagia apalagi kalau dua! Masalah baru— dulu satu soal dijadikan dua soal!”

A1 dan B3 membela monogami sebagai satu-satunya bentuk perkawinan

yang baik. Menurut mereka, poligami bukan ‘pintu darurat’ karena seharusnya

tidak digunakan dalam keadaan apapun. Jika si istri sakit, “suami harus

membantu... dia sakit, suami ikut sakit,” ucap A1. Informan ini berpendapat

bahwa jika salah satu pihak tidak subur, solusi lain dapat dicari, misalnya IVF

atau adopsi. Dari sudut pandangan A1, poligami beralasan tidak mempunyai anak

tidak adil dan tidak masuk akal. “Bagaimana kalau laki-laki yang tidak subur?

31

Page 42: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Poliandri? Tidak! Tidak bisa punya anak bukan alasan... apapun yang terjadi

harus dihadapi bersama.”

Maka 87.5% (14/16) informan berpendapat bahwa monogami adalah bentuk

perkawinan yang paling baik. Persentase ini lebih besar lagi daripada persentase

hasil penelitian Muhtadawan (75%) untuk pertanyaan yang sama yang diajukan

kepada ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang (2003, lihat bagian 2.5.2).

4.3.3. Alasan Orang Terlibat dalam Perkawinan Poligami

4.3.3.1. Pelaku

Hampir semua informan (13/16) menyebut nafsu seksual atau kebutuhan

biologis sebagai alasan laki-laki memilih berpoligami. Adalah sulit untuk

mengetahui sejauh mana para informan merasa alasan ini dapat dimakhlumi dan

sejauh mana mereka kurang menghormati para suami yang berpoligami

berdasarkan alasan ini. Menurut beberapa informan, alasan ini dapat dimakhlumi

karena laki-laki memang memiliki dorongan seksual yang tinggi. Mungkin satu

istri memang tidak cukup untuk si suami karena istrinya kurang mampu melayani

dia secara seksual atau karena si suami memiliki kelainan seksual. Selain itu,

“nggak bisa disalahkan laki-laki saja” untuk keputusan mereka untuk

berpoligami menurut A1. Ada “faktor wanita” juga, misalnya “yang nakal

dengan pakaian yang tidak sopan”, sehingga laki-laki tergoda.

Pada sisi lain, alasan nafsu seksual ini dianggap kurang mulia oleh banyak

informan. Menurut A2, biasanya motivasi orang yang berpoligami hanya seksual

dan“tidak banyak yang menjadi teladan”. A4 dan D2 menyebut bahwa orang

yang berpoligami sekarang tidak mencontoh Nabi Muhammad. “Biasanya tidak

32

Page 43: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

mengikuti Sunah Rasulullah... mesti lebih cantik, lebih muda,” kata A4. Menurut

A5 dan B3, agama digunakan sebagai pembenar atau alat saja. “Agama sering

dijadikan alasan saja... di dalamnya fakor-faktor lain— cinta dan nafsu saja,”

ucap A5.

Hanya dua informan menyebut alasan menolong wanita secara tegas. Laki-

laki yang berpoligami mau “menegakkan syariat... menolong sesama, mengikuti

Sunah” menurut B1, dan “sekarang terlalu banyak wanita, mereka mau

melindungi” menurut D1.

4.3.3.2. Istri Pertama

Menurut enam informan, salah satu alasan para istri pertama mengijinkan

suaminya berpoligami adalah untuk mencegah perselingkuhan atau karena dia

tidak dapat melayani suaminya dengan baik. Si suami kuat secara biologis tetapi

istrinya tidak mampu memuaskan dia, misalnya karena dia sudah tua atau sakit.

Menurut B1, “sek orang laki-laki sepuluh kali lipat seorang perempuan.

Daripada berselingkuh diberi kesempatan.”

Lima informan menggunakan kata “terpaksa”, secara ekonomi, untuk

menjelaskan mengapa istri pertama mengijinkan suaminya menikah lagi.

Perempuan itu “tidak berdaya untuk menolak. Kalau cerai, ‘anak saya makan

apa?’” menjelaskan A4. Perempuan seperti itu “terlalu tergantung” pada

suaminya, sehingga terpaksa menerima dimadu, menurut D1.

Lima informan menyebut kepercayaan agama sebagai alasan untuk

merelakan suami menikah lagi. Menurut A4, C2 dan E3, si istri merasa poligami

33

Page 44: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

dibolehkan dalam agama sehingga ajarannya ditaati. Istri pertama ikhlas antara

lain karena dia mencari pahala dengan berbagi cinta suami, menurut A1 dan A2.

4.3.3.3. Istri Kedua/Ketiga/Keempat

Dari jawaban mereka untuk pertanyaan (7), jelas bahwa sebagian besar

informan kurang menghormati perempuan yang menikah dengan laki-laki yang

sudah memiliki istri. Hampir semua informan (13/16) menyebut ekonomi sebagai

alasan perempuan mau menikah dengan seorang laki-laki yang sudah beristri.

Tiga informan dari tiga belas informan tersebut juga menganggap pangkat atau

status seorang laki-laki yang sudah beristri sebagai daya tarik untuk perempuan.

Menurut lima informan, ada perempuan yang tidak peduli bahwa laki-laki yang

mereka sukai sudah menikah. “Yang penting [untuk mereka] dapat uang

walaupun ‘merusak’ rumah tangga orang,” ucap A5. Tiga informan menyebut

alasan diperbolehkan dalam agama. Menurut B1, untuk perempuan yang menikah

dengan laki-laki yang beristri, pilihan mereka merupakan “perjalanan hidup dari

Allah— kalau tidak takdir pasti tidak mau”. Menurut A5, ada perempuan yang

berkeyakinan bahwa dalam Islam poligami dianjurkan dan “poligami itu bukan

salah, wajar-wajar aja menurut mereka”. Islam digunakan “sebagai alasan”

untuk menikah dengan laki-laki yang sudah beristri, menurut A2.

34

Page 45: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.3.4. Dampak Poligami terhadap Keluarga dan Masyarakat

4.3.4.1. Keuntungan Keluarga Poligami

Ketika keuntungan keluarga poligami ditanyakan, banyak informan bingung

dan mengalami kesulitan dalam mencari sisi positif dari poligami, khususnya

untuk para istri dan anak. “Tidak ada,” menurut tiga informan (A1, A4, E1),

sedangkan A2 dan C1 “belum lihat” keuntungan keluarga poligami. Banyak

informan malah mulai menyebut kerugiannya. Salau satu keuntungan yang

disebut tiga informan (B1, B2, C3) adalah masalah kelebihan wanita dapat diatasi

melalui poligami. Keuntungan lain yang disebut informan termasuk keturunan

diperbanyak (6— B1, B2, D1, D2, E2, E3) sekaligus anak-anak tambah saudara

(5— A5, B1, D1, E2, E3). Menurut informan, keuntungan poligami bagi para istri

hanya sedikit, termasuk beban tugas rumah tangga (A3, A5) atau melayan suami

(B2) dapat dibagi antara istri, dan istrinya seperti saudara (D2, E2). Walaupun

keuntungan ini disebut oleh informan, ada yang meragukan berapa sering

keuntungannya muncul. Misalnya, A5 mengatakan, “mungkin ada” keuntungan

untuk istri-istri dan anak-anak sebelum dia menyebutnya. Sesudah D1 menyebut

keuntungan “banyak saudara” untuk anak-anak, dia mengatakan, “jarang seperti

itu”.

4.3.4.2. Kesulitan dan Tantangan Keluarga Poligami

Ternyata kesulitan dan tantangan keluarga poligami jauh lebih mudah

dijelaskan oleh informan daripada keuntungannya. Kesulitan suami berlaku adil,

misalnya dalam membagi waktu dan harta, disebut oleh enam informan (A2, A4,

A5, C1, C3, D2). Tantangan ekonomi atau kesusahan yang dialami karena gajinya

35

Page 46: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

harus dibagi disebut oleh enam informan. Enam informan ini meliputi kelima

informan lulusan SD dan SMP. Hal ini mungkin disebabkan oleh perempuan yang

dari segi ekonominya lebih rendah ini dapat membayangkan kesusahan yang akan

dialami mereka sendiri jika suaminya berpoligami. Banyak kesulitan yang

dihadapi oleh para istri disebut, termasuk penderitaan secara emosi— sakit hati,

sedih, iri, cemburu (5— A3, A4, A5, C3, D2), kurang perhatian dari suaminya

(4— B1, D1, D2, E2) dan tantangan berhubungan baik dengan istri lain (4— A2,

C2, C3, E3). Bagi anak-anak, kerugian yang disebut termasuk rasa kecewa dan

cemburu serta kasih sayang dari bapaknya kurang bahkan mereka terlantar. Dua

informan (A4, A5) mengatakan bahwa mungkin anak perempuan tidak mau

menikah karena dia menyaksikan penderitaan ibunya.

4.3.4.3. Dampak terhadap Masyarakat Indonesia jika Poligami Meluas

Jika poligami meluas di Indonesia, tanggapan B1 adalah, “Alhamdulillah!

Lebih baik— tidak ada penyelewengan. Masyarakat lebih sehat.” Menurut enam

informan lain, dampaknya terhadap masyarakat positif asalkan yang

melakukannya tidak sembarangan orang. A2 beranggapan bahwa jika niat

pelakunya adalah untuk menolong orang miskin, dampaknya positif. Poligami

dapat berdampak positif jika istri pertama iklas, menurut dua informan (A3, C3)

dan pelakunya mampu, menurut empat informan (A3, B2, C3, D1).

Sembilan informan sama sekali tidak setuju jika poligami meluas di

Indonesia karena dampak negatifnya terhadap keluarga, khususnya perempuan

dan anak-anak. Akibat poligami, “wanita semakin dilecehkan, korban-korban

anak,” menurut A1, dan “banyak yang sakit hati, keluarga pertama terlantar,”

36

Page 47: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

kata A4. Menurut D1, meluasnya poligami akan menimbulkan “perang terus,

bertengar terus”.

4.3.5. Cerita Informan tentang Keluarga Poligami yang Mereka Kenal

Selain ketiga ibu lulusan SD yang tidak mempunyai saudara atau teman dari

keluarga poligami, semua informan berbagi cerita dari pengamatan pribadi. Tidak

mengherankan bahwa kesan terhadap keluarga poligami yang mereka kenal sesuai

dengan pandangan mereka masing-masing terhadap poligami secara umum.

Menurut B1, anak saudaranya yang berpoligami “saling memperkuat, saling

menyatu” dan dalam keluarga kenalan lain, istri-istrinya “gotong royong,

mendukung” dan suaminya “adil, tidak ada masalah”. A3 berbagi dua cerita

yang mendukung kesimpulannya bahwa berhasil tidaknya poligami “tergantung

sikap suami dan istri”. Pamannya A3 dicarikan istri kedua oleh istri pertamanya.

Menurut A3, “karena pikiran poligami dari istri dan sikap suami adil—

berhasil”. Cerita keluarga poligami yang tidak baik diambil dari pengalaman

suaminya. Suami A3 menjadi “korban” sebagai anak pertama dari istri pertama.

“Bapaknya mampu secara ekonomi tapi tidak adil,” menjelaskan A3. Dari

pengamatan C3, poligami itu “umumnya tidak baik” tetapi ada yang berhasil.

Cerita tentang keluarga poligami yang disampaikan oleh sepuluh informan

lain dianggap kurang berhasil atau menimbulkan masalah. Dalam cerita tiga

informan (A1, B2, C2), akhirnya istri kedua diceraikan. Dalam dua keluarga lain,

yang diceritakan A5 dan D1, kedua istri menyuruh suaminya pergi ke rumah istri

yang lainnya. Istri pertama dalam cerita A5 mengatakan kepada suaminya, “tidak

usah di sini!” kemudian istri keduanya menyuruh suaminya, “ke sana aja!”,

sehingga “suami di tempat lain— tidak tahu di mana— di mesjid atau di mana

37

Page 48: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

dia menginap”. Masalah lain yang dialami keluarga poligami yang dikenal oleh

informan termasuk istri-istrinya kurang bahagia dan tidak rukun, anak-anaknya

tidak setuju serta kesulitan dalam ekonomi.

4.3.6. Tokoh Islam Indonesia yang Berpoligami

4.3.6.1. Kyai-Kyai di Indonesia yang Berpoligami

Informan-informan menceritakan budaya pesantren tertentu di mana

poligami dianggap sebagai suatu kebiasaan. Orang tua santri sering menawarkan

putrinya kepada kyai karena mereka bangga memiliki kyai sebagai menantu,

bahkan santrinya senang dinikahi. Para kyai menganggap dirinya telah mengikuti

Sunah Rasulullah dengan mengamalkan poligami. Mereka mampu secara

ekonomi dan mungkin mempunyai nafsu seksual yang tinggi sehingga mau

menikah lagi. Tujuh informan (A2, A5, B1, B2, C3, D1, E2) tidak menentang

fenomena tersebut. Menurut A2 dan C3, kyai-kyai boleh saja berpoligami asalkan

syarat tertentu dipenuhi. “Terserah— boleh dalam Islam. Kalau istri pertama

ikhlas— tidak dipaksa, diintimidasi— saya tidak protes,” ucap A2. C3 setuju

asalkan kyai itu memang perlu menikah lagi agar tidak berzina, dia mampu secara

ekonomi dan sudah menjelaskan kehendaknya kepada istri-istrinya. B2 “bukan

nggak setuju. Boleh-boleh saja. Kyainya mampu.” Tanggapan D1 adalah,

“santrinya mau—nggak apa-apa”.

Sembilan informan kurang setuju dengan perilaku kyai-kyai yang

berpoligami. Menurut tiga informan (A1, A4, D2), kyai-kyai tersebut salah

menafsirkan ajaran agama Islam tentang poligami atau agama digunakan sebagai

alasan saja. Tiga informan (A1, B3, E3) tidak setuju karena tidak ada manusia

38

Page 49: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

yang mampu berbuat adil. Lima infomran (A1, A3, C1, C2, D2) kurang setuju

karena mereka yakin bahwa kyai-kyai menikah lagi karena nafsu.

4.3.6.2. Kasus Aa Gym

Masyarakat seharusnya tidak langsung heboh dan menilai Aa Gym yang

boleh saja menikah lagi, menurut B1 dan B2. Empat informan lain setuju atau

tidak apa-apa jika Aa Gym berpoligami. Aa Gym dapat menolong seorang janda

dan anak-anak, menurut C2, dan dia mampu secara ekonomi, menurut D1. E2

“setuju ae— bukan tetangga, saudara”. Namun, sebentar lagi sikapnya berubah

dan dia mengatakan, “aslinya tidak setuju— bukan tetangga biarin saja”.

Walaupun mereka mengatakan bahwa mereka setuju, C2 dan E2 “kasihan”

terhadap Teh Ninih, istri pertama Aa Gym.

Menurut C1 dan C3, Teh Ninih “hebat” karena dia rela dimadu. C1

“setengah setuju, setengah tidak” karena dia mengagumi Teh Ninih sekaligus

merasa tidak ada alasan baik untuk pernikahan kedua Aa Gym.

Sembilan informan kurang setuju dengan pernikahan kedua Aa Gym. Tujuh

informan dari kesembilan informan tersebut kurang setuju karena mereka

mengasihani Teh Ninih. Menurut kelima informan lulusan S2/S3, istri pertama Aa

Gym ini kelihatannya terpaksa menerima dimadu, padahal dia tidak mau. “Dia

ikhlas karena benar-benar ikhlas atau karena didoktrin terus selama bertahun-

tahun?” menanyakan A2. Tiga informan (A1, A3, E3) meragukan niat murni Aa

Gym, mengingat istri keduanya cantik. Walaupun A2 dan A5 kurang setuju

dengan tindakan Aa Gym, mereka ragu-ragu menghakimi dia. “Kalau niatnya

benar tidak berdosa tapi masih kecewa... [saya] tidak akan mengecam dia... tapi

39

Page 50: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

tetap kecewa,” kata A2. A5 merasa “tidak bisa menghakimi dia— tidak ada

larangan”.

4.3.7. Syarat-Syarat

Jawaban A1 dan B3 tidak terhitung untuk bagian 4.3.7 ini karena mereka

tidak setuju dengan poligami dalam keadaan apapun. Maka sampel untuk bagian

ini adalah empat belas informan. Para informan sepakat bahwa harus ada

kepastian bahwa seorang suami yang mau berpoligami akan berlaku adil dan

mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya.

4.3.7.1. Persetujuan dari Istri/Istri-Istri

Pertanyaan (18b) mengenai perlu tidaknya ada persetujuan dari istri/istri-

istri sebelum seorang laki-laki menikah lagi, ternyata kurang dapat menggali

pendapat informan yang sebenarnya. Semua informan setuju bahwa sebaiknya ada

persetujuan dari istri/istri-istri sebelum seorang laki-laki berpoligami. Dua

informan (A5, C3) menjelaskan bahwa persetujuan tersebut bukan syarat dalam

agama Islam, tetapi “etikanya saja, pantas-pantas saja” (A5). Pada awalnya, dua

belas informan mengatakan bahwa harus ada persetujuan atau si suami harus

minta ijin dulu. Dari penjelasan mereka selanjutnya, ternyata tujuh informan

percaya bahwa seorang laki-laki yang mau berpoligami boleh saja tanpa ijin dari

istri/istri-istrinya. Pandangan ini jelas bertentangan dengan hukum Indonesia yang

menetapkan persetujuan dari istri/istri-istri sebagai salah satu syarat poligami (UU

Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 5:1, lihat bagian 2.2). Jika si istri tidak ikhlas, si

suami “bisa memilih cerai istri pertama atau cari jalan lain biar istri pertama

taat agama,” menurut B1. Menurut C3, “tidak harus ada izin tapi harus jujur,

40

Page 51: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

harus terus terang”. Untuk menggali informasi lebih lanjut agar pandangan

mereka jelas, pertanyaan tambahan diajukan kepada informan-informan jika

diperlukan. Menurut lima informan (A4, B2, C2, D2, E3), jika seorang istri sakit

dan tetap menolak memberi ijin, suaminya boleh menikah lagi tanpa persetujuan

dari istrinya. “Istrinya tidak punya hak untuk melarang,” kata C2. “Kalau sakit

atau mandul, udah ditinggal aja istri pertama, walaupun tidak setuju. Kalau

nggak ada anak, rugi suaminya,” menjelaskan D2.

Menurut tujuh informan lain, jika seorang laki-laki mau menikah lagi, tetapi

istrinya tidak memberi ijin, sebaiknya si suami tidak berpoligami. A2

menjelaskan, “harus ada persetujuan, harus tanpa tekanan, dinyatakan secara

spontan, bukan karena doktrin terus-menerus”. Menurut A2, si istri memiliki hak

untuk minta cerai jika dia menolak dimadu. A3 dan E2 dengan tegas mengatakan

bahwa jika seorang istri yang sakit tidak mengijinkan suaminya menikah lagi,

suaminya tidak boleh berpoligami. Menurut D1, dalam keadaan tersebut “suami

harus mengerti perasaan istri”. Jika imannya suami kuat, dia tidak akan

berpoligami, walaupun istrinya sakit atau mandul, menurut C1. Menurut A2 dan

A5, lebih baik jika si suami tidak berpoligami dalam kondisi tersebut. Walaupun

E1 mengatakan bahwa sebelum seorang laki-laki berpoligami harus ada

persetujuan dari istri/istri-istrinya, dia tidak memberi tanggapannya tentang boleh

tidaknya si suami menikah lagi tanpa ijin dari istrinya jika istrinya sakit atau

mandul. Dari ketujuh informan tersebut, empat informan (A2, A5, C1, D1)

mengatakan bahwa lebih baik dalam keadaan tersebut si istri mengijinkan

suaminya menikah lagi.

41

Page 52: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.3.7.2. Kekurangan pada Istri

Bertentangan dengan hukum Indonesia (UU Nomor 1 Tahun 1974, Pasal

5:1, lihat bagian 2.2), dua belas informan mengatakan bahwa kekurangan pada

istri bukan syarat poligami. Jika istri sehat mengijinkan suaminya menikah lagi, si

suami boleh berpoligami. Namun demikian, lebih mudah diterima orang lain jika

istrinya sakit atau mandul, menurut A2 dan A5.

Dua informan (E1, E2) tidak memberi tanggapan mereka mengenai boleh

tidaknya seorang suami menikah lagi dalam keadaan si istri sehat dan dia

memberi ijin. Menurut E2, istrinya “harus sakit” dan menurut E1, seorang laki-

laki boleh menikah lagi jika ada alasan, misalnya istri sakit atau mandul.

4.3.8. Ajaran Agama Islam tentang Poligami

4.3.8.1. Alasan Nabi Muhammad Berpoligami

Kepercayaan para informan mengenai mengapa Nabi Muhammad

berpoligami sama dengan kepercayaan umat Islam pada umumnya. Semua

informan, termasuk mereka yang menentang poligami, yakin bahwa alasan Nabi

Muhammad berpoligami bersifat mulia, yakni untuk menolong janda-janda dan

anak yatim dan untuk “berjuang di jalan Allah” (B3). Tiga informan (A2, A4,

A5) menceritakan kehidupan perkawinan Nabi Muhammad dan menjelaskan

bahwa beliau mengamalkan monogami lebih lama daripada poligami.

4.3.8.2. Syarat Adil

Menurut 14/15 informan yang menjawab pertanyaan (22), seorang suami

yang mau berpoligami dituntut harus adil dalam hal lahir dan batin. B2

42

Page 53: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

merupakan perkecualian. Menurut dia, artinya ‘adil’ dalam An-Nisaa’ [4]: 3

meliputi “waktu, harta, perhatian. Cinta sangat pribadi, tidak bisa adil tapi

jangan diungkap!” Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Muhtadawan

(2003, lihat bagian 2.5.2). Dalam penelitian sejenis terdahulu ini, 39/40 informan

percaya bahwa ‘adil’ itu mengacu kepada hal lahir saja. Hasil penelitian ini juga

senada dengan pandangan I. Rais, Wakil Ketua Bagian Dikdasmen Pimpinan

Pusat 'Aisyiyah dan E. Jasman, mantan Ketua 'Aisyiyah (lihat bagian 2.1).

Delapan informan kurang pasti, atau jawabannya kurang jelas mengenai

kemampuan seorang suami yang berpoligami berlaku adil. Empat informan

menekankan bahwa lebih banyak yang tidak mampu. “Jarang” ada yang dapat

berbuat adil, kata A3, “maka banyak konflik”. B1 dan B2 mengatakan bahwa

seorang pelaku poligami seharusnya berusaha berbuat adil. Menurut B1,

kemampuan seorang suami yang berpoligami berbuat adil “terbatas— kecuali

Muhammad... diusahakan. Sebatas kemampuan suami, bisa.”

Delapan informan dengan tegas mengatakan bahwa tidak mungkin seorang

suami yang berpoligami berbuat adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Di

antara informan tersebut, ada yang menjelaskan bahwa dalam hal harta dan waktu,

mungkin dapat berlaku adil, tetapi dalam hal batin/cinta tidak mungkin. Atas

dasar ketidakmampuan seorang suami yang berpoligami berlaku adil, A1 dan B3

sama sekali tidak setuju dengan poligami. Dua-duanya menjelaskan bahwa

poligami dibolehkan sekaligus tidak dibolehkan dalam Al-Qur’an karena tidak

mungkin seorang suami berlaku adil. Menurut kedua informan ini, Nabi

Muhammad adalah perkecualian dan pada masa kini poligami seharusnya tidak

dilaksanakan. Menurut B3, dari Al-Qur’an, “kalau bisa adil silakan tapi nggak

43

Page 54: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

ada manusia yang bisa adil... Kalau dikaji benar, tidak dilakukan. Muhammad

dan kita beda sekali. Nabi disuci bersih. Dia perkecualian karena manusia

pilihanNya.”

4.3.8.3. Pahala untuk Poligami

Sampel untuk bagian 4.3.8.3 ini adalah empat belas informan. E1 tidak

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pahala, sedangkan

peneliti kurang yakin E2 memahami maksud pertanyaannya.

Lima informan (A1, A4, B3, C1, D2) mengatakan bahwa poligami itu

bukan Sunah, yaitu tidak berpahala bagi mereka yang melakukannya. Menurut

sembilan informan, ada pahala bagi pelaku poligami asalkan mereka memenuhi

syarat tertentu, misalnya jika pelakunya membahagiakan atau menolong orang

(A2, C2, C3, E3) atau poligami itu dijalankan dengan “pertimbangan ibadah”

(B2). Tiga dari kesembilan informan tersebut (A5, C2, D1) mengatakan bahwa

“tergantung niatnya”.

Hanya dua informan (A1, A4) mengatakan bahwa tidak ada pahala untuk

wanita yang rela dimadu. “Yang menyuruh suami nikah lagi karena pikir dapat

pahala, dari mana dapat idea itu?” menanyakan A1. Dua informan (A5, B3)

kurang tahu apakah ada pahala atau tidak bagi seorang istri yang rela dimadu.

Sepuluh informan mengatakan bahwa ada pahala. Ternyata banyak informan

menganggap perempuan yang rela dimadu sebagai perempuan yang patut

dihormati. B1 berpendapat bahwa ada pahala baik sekarang, yaitu “kedamaian

hidup”, maupun nanti, pada hari kiamat. Menurut D2, “ada pahala— sangat taat

kepada suami. Jaminan surga.” Kata B2 dan C2, ada pahala bagi perempuan

44

Page 55: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

yang rela dimadu untuk “menyelamatkan suami” dari dosa perzinaan. Sebagian

dari informan yang meyakini ada pahala bagi perempuan yang rela dimadu

percaya bahwa pahalanya hanya untuk keadaan tertentu. Misalnya, menurut tiga

informan (A2, A3, E3), ada pahala jika si istri benar-benar ikhlas.

4.4. Kesediaan Informan Dimadu

Hanya satu informan mengatakan bahwa dia mau dimadu. B1 “mau,

berapapun mau, senang” bahkan jika suaminya mau menikah lagi “saya

lamarkan, uruskan”. Seandainya suaminya mengakui bahwa dia sudah menikah

lagi selama setahun, B1 ikhlas. Keikhlasan B1 untuk dimadu berdasarkan

keyakinan agamanya. Dia meyakini poligami termasuk ajaran Allah yang harus

diterima. Poligami itu “pasti ada gunanya karena diturunkan dari Allah”. Dia

ikhlas, katanya, daripada suaminya berzina. B1 senang dimadu karena dengan

poligami keturunan dapat diperbanyak sehingga jumlah umat Islam bertambah.

Akan tetapi, suami B1 tidak mau berpoligami. Menurut B1, suaminya mampu

tetapi “takut... tidak ada keberanian... minder”.

Meskipun mereka tidak mau dimadu, dua informan lain menekankan bahwa

poligami termasuk ajaran agama Islam, sehingga merasa harus rela jika suami

mereka mau berpoligami— asalkan dia mampu berbuat adil. Jika suaminya mau

menikah lagi, C2 akan, “berusaha ikhlas, Insya Allah ikhlas... dalam hati kecil

tidak mau tapi ada dalam agama”. Ketika reaksinya jika suaminya sudah

terlanjur menikah lagi ditanyakan, jawabannya, “itu mungkin yang bikin kaget.

Kalau sudah resmi nggak apa-apa.” Kelihatannya D1 merasa kurang nyaman

45

Page 56: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

menjawab pertanyaan tentang kesediaannya dimadu. Katanya, “meskipun berat,

ada aturan”.

B2 dan C1 bersedia dimadu pada keadaan tertentu tetapi kurang jelas jika

dalam keadaan yang sekarang. Dua-duanya tidak mau dimadu. Akan tetapi,

menurut C1, “istri yang baik mengizinkan, suami yang baik tidak akan menikah

lagi... seharusnya ikhlas dari ajaran Islam”. Demikian pula, menurut B2, jika

seorang suami “mampu— bisa membagi waktu, ekonomi— harus berlapang”.

Dua kutipan tersebut memberi kesan bahwa dua informan ini merasa harus rela

dimadu sebagai perempuan Islam. Padahal dua-duanya menunjukkan bahwa

mereka malah tidak menerima dimadu dalam keadaan yang sekarang. Mereka rela

hanya jika tidak mampu melayani suami. Kata B2, dia “bisa memenuhi kewajiban

sebagai istri. Pada masa depan kalau tidak bisa melayani, harus beri peluang

kepada suami.” C1 ikhlas “kalau ada alasan murni”, yaitu dia tidak mampu

melayani suaminya karena sakit. Jika suaminya mengatakan bahwa dia sudah

menikah lagi, C1 ikhlas jika alasannya baik, walaupun “pada awalnya kecewa,

marah”. Akan tetapi, jika tidak ada alasan yang dapat diterima dan ternyata

suaminya menikah lagi karena “playboy saja”, C1 akan bercerai. Sedangkan,

menurut B2, jika suaminya sudah menikah lagi “tidak bisa putus aja. Ini

merupakan cobaan dalam hidup.”

Enam informan tidak ikhlas dimadu untuk saat ini dalam keadaan normal

tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menerima pada masa depan. Hal yang

berbeda adalah kondisi apa yang memungkinkan dan derajat kesediaan mereka

dimadu pada kondisi tertentu itu. Untuk saat ini, A2 “tidak siap menerima

persaingan dalam cinta” dan jika suaminya mau menikah lagi dia “marah,

46

Page 57: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

protes, menolak”. D2 akan memberi saran kepada suaminya jika dia mau menikah

lagi: “agama boleh, keluarga tidak boleh— biar tidak pecah belah”. C3

mengagumi Teh Ninih, istri Aa Gym yang rela dimadu, tetapi C3 sendiri tidak

ikhlas. Dalam keadaan tertentu ada kemungkinan bahwa keenam informan ini

beralih pikiran dan memperbolehkan suaminya menikah lagi. Jika A4 “tidak bisa

melayani suami, mengurus rumah tangga, cacat”, sikap yang diambilnya adalah

“berat hati tapi silakan”. Jika alasan yang diberikan oleh suami A3 untuk

menikah lagi “masuk akal”, misalnya A3 sakit, “mau tidak mau, daripada

berselingkuh, ikhlas”. C3 dapat menerima dimadu misalnya jika suaminya bekerja

jauh dan lama, “daripada dia jatuh dalam yang tidak benar, dibolehkan”. C3

juga “pasrahlah” kepada suaminya sebagai pemimpin keluarga jika dia mau

menikah lagi karena nafsu seksualnya yang kuat dan C3 tidak mampu

memuaskannya. A2, A5 dan D2 sangat tidak nyaman mengatakan bahwa mereka

membolehkan suami mereka berpoligami dalam keadaan tertentu. Seandainya

suami A2 mau menikah lagi karena A2 sakit dan tidak mampu melayani

suaminya, A2 tidak tahu sikap apa yang akan diambilnya— apakah dia dapat

menerima atau tidak. “Kalau menimpa saya, saya tidak tahu reaksi saya,”

ucapnya. A5 juga ragu mengatakan bahwa dia dapat menerima dimadu dalam

keadaan tertentu. “Kalau kondisinya sangat amat terpaksa. Kalau betul-betul

sakit, dengan sangat terpaksa— tapi berat.” Jika D2 tidak mampu melayani

suaminya, hal kesediaan dimadu akan “dipikirkan lagi. Barangkali suami

perlu...”

Jika ditanyakan tentang reaksi jika hari ini suami mereka mengakui bahwa

pernikahan keduanya sudah berlangsung selama setahun, jawaban keenam

47

Page 58: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

informan tersebut berbeda-beda. Sama dengan A1 dan B3 yang tidak bersedia

dimadu dalam keadaan apapun, A2, A4 dan D2 akan menyuruh suami mereka

memilih salau satu istrinya dan menceraikan yang lainnya dalam keadaan

tersebut. Jika suami C3 mengakui bahwa dia sudah menikah lagi dan alasannya

dapat diterima, C3 pasrah. Jika alasannya tidak dapat diterima, dia akan minta

diceraikan atau “kalau kita bisa memaafkan, lebih baik”. Walaupun A5 “tidak

bisa terima— marah, benci, kecewa” jika suaminya menikah lagi tanpa

pengetahuannya, dia merasa “harus memaafkan— sudah terjadi”. Alasannya

untuk menjaga keutuhan keluarga untuk kepentingan anak-anaknya dan karena

perceraian dibenci Allah. Menurut A3, tidak mungkin suaminya menikah lagi

tanpa pengetahuannya.

E1 dan E3 tidak mau suami mereka berpoligami, tetapi tidak menjelaskan

apakah mereka dapat menerima jika keadaan tertentu muncul pada masa depan.

Kelihatannya, alasan kedua ibu lulusan SD ini mengatakan bahwa mereka tidak

akan bercerai jika suami mereka menikah lagi adalah faktor ekonomi. Mereka

tidak ikhlas dimadu, tetapi E3 “tetap karena terpaksa” dan E1 tidak mau bercerai

karena dia takut anak-anaknya nanti terlantar.

Tiga informan lain sama sekali tidak rela dimadu. Dalam keadaan apapun

dan apapun alasan suaminya mau berpoligami, mereka menentang. Seandainya

suaminya sudah menikah lagi, A1 dan B3 akan menyuruh suaminya memilih

salah satu istri dan bercerai dengan yang lain. A1 khuatir tentang dampaknya

terhadap anak-anaknya jika suaminya berpoligami. Dia “tidak mengijinkan

karena mau membina keutuhan, keharmonisan keluarga”. A1 mau tetap sebagai

keluarga monogami sebagai contoh keluarga ideal kepada anak-anaknya dan

48

Page 59: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

supaya mereka “merasa terlindung”. B3 tidak mengijinkan suaminya berpoligami

karena “nggak bisa adil dalam cinta”. Jika suami E2 mau berpoligami “marah-

marah semua, anak dan cucu”. Walaupun E2 tidak dapat menerima jika suaminya

berpoligami, dia tidak mau bercerai karena sudah tua.

4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Informan terhadap

Poligami

Cara enam belas ibu 'Aisyiyah yang diwawancarai dalam menanggapi

poligami kadang-kadang kurang konsisten. Misalnya, tidak ada unsur baik dalam

cerita 10/13 informan yang berkenalan dengan paling sedikit satu anggota

keluarga poligami sedangkan sebelas informan tidak menutup kemungkinan

bahwa mereka rela dimadu sekarang atau pada masa depan. Bahkan jawaban-

jawaban satu informan sering bertentangan antara jawaban yang satu dengan yang

lainnya. Misalnya, pada satu sisi, E3 mengatakan bahwa poligami merugikan bagi

kaum istri bahkan dia “tidak setuju, diperintahkan tapi nggak setuju” dengan

poligami. Akan tetapi, pada sisi lain, jika ada seorang istri yang sakit atau

mempunyai kekurangan lain dan tetap menolak memberi ijin kepada suaminya

untuk berpoligami, tanggapan E3 adalah, “kalau terpaksa, nikah aja, kawin lagi,

nggak apa-apa walaupun nggak ada izin”. Kadang-kadang, sikap informan yang

sesungguhnya kurang jelas karena dilema yang dialaminya. Dilemanya:

Bagaimana dia dapat menanggapi poligami sesuai dengan kesannya terhadap

pelaksanaannya, keyakinannya sebagai orang Islam serta kepercayaannya

mengenai fitrah dan peran laki-laki dan perempuan sekaligus? Tiga faktor tersebut

49

Page 60: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi pandangan informan terhadap

poligami.

4.5.1. Kesan dan Pengamatan Pribadi terhadap Pelaksanaan Poligami

Para informan menyaksikan dan menilai sendiri keberhasilan poligami dari

pengamatan pribadi mereka. Dua belas informan berkenalan dengan paling sedikit

satu keluarga atau anggota dari keluarga poligami yang dianggapnya kurang

berhasil atau bahagia (lihat bagian 4.3.5). Pandangan informan juga dipengaruhi

oleh pengamatan mereka terhadap cerita yang disampaikan oleh media massa,

misalnya kasus Aa Gym. Sembilan informan tidak setuju dengan pernikahan

kedua Aa Gym dan dua informan lain mengatakan bahwa mereka mengasihani

istri pertamanya (lihat bagian 4.3.6.2).

Kebanyakan informan berpendapat bahwa pelaku poligami biasanya

menikah lagi bukan karena keinginan menolong, melainkan karena nafsu atau

kebutuhan biologisnya (lihat bagian 4.3.3.1). Istri kedua biasanya mau menikah

dengan seorang laki-laki yang sudah beristri untuk kepentingan sendiri saja,

misalnya karena laki-laki itu kaya atau dihormati orang (lihat bagian 4.3.3.3).

Keuntungan poligami sedikit sedangkan kerugiannya banyak (lihat bagian 4.3.4).

Tidak dapat disangkal bahwa sebagian besar informan kurang suka poligami

karena pengamatan pribadi mereka. Oleh karena itu, 14/16 informan mengatakan

bahwa monogami adalah bentuk perkawinan yang paling baik (lihat bagian 4.3.2)

dan 15/16 informan tidak mau dimadu (lihat bagian 4.4).

50

Page 61: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

4.5.2. Keyakinan Agama

Para informan menyadari poligami termasuk ajaran agama Islam, sehingga

sebagian besar percaya bahwa poligami boleh dilaksanakan (lihat bagian 4.3.1 &

4.3.2) bahkan bermanfaat dalam keadaan tertentu, walaupun mereka sendiri jarang

atau belum pernah melihat sisi positif itu. Karena keyakinan agama mereka,

semua informan setuju dengan kehidupan poligami Nabi Muhammad (lihat bagian

4.3.8.1). Menurut kebanyakan informan, jika pelaku poligami benar-benar

mengikuti Sunah Nabi Muhammad— niatnya murni dan poligami dijalankan

dengan adil— maka poligami dapat bermanfaat. Dengan kata lain, secara teoretis,

poligami dapat bermanfaat. Maka menurut 7/16 informan, meluasnya poligami

dapat bedampak positif terhadap masyarakat Indonesia (lihat bagian 4.3.4.3) dan

menurut 9/14 informan, poligami berpahala bagi pelakunya asalkan mereka

memenuhi syarat tertentu (lihat bagian 4.3.8.3).

Kayakinan agama informan juga mempengaruhi kesediaan mereka dimadu.

Walaupun mereka kurang suka poligami, sebelas informan rela dimadu atau

mungkin rela dalam keadaan tertentu (lihat bagian 4.4). Bahkan sepuluh informan

percaya bahwa ada pahala bagi perempuan yang ikhlas dimadu (lihat bagian

4.3.8.3).

Dalam hati kecil, para informan rata-rata tidak suka poligami, tetapi mereka

‘terpaksa’ oleh keyakinan agamanya untuk menerima praktek ini pada asasnya.

Pertentangan antara pengamatan pribadi dan tuntutan agama ini sangat jelas dalam

pernyataan E3: “Kalau saya pribadi tidak setuju. Al-Qur’an ada jadi saya

percaya boleh berpoligami.” Informan ini tidak suka poligami, tetapi tidak mau

51

Page 62: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

menolak ajaran agama. Antara lain, pertentangan antara dua faktor tersebut

terlihat jelas dari jawaban informan yang disajikan dalam bagian 4.3.1 dan 4.4.

Walaupun kelihatannya banyak informan merasa ‘terpaksa’ sebagai orang

Islam untuk menerima poligami, ada cara lain faktor keyakinan agama ini dapat

ditinjau. Informan tidak ‘terpaksa’ oleh keyakinannya melainkan membentuk

pandangan mereka tentang poligami mengingat faktor-faktor lain (misalnya,

pengamatan terhadap pelaksanaannya dan kepercayaan tentang fitrah serta peran

laki-laki dan perempuan), kemudian memilih penafsiran yang sesuai dengan

pandangan ini. Teori ini dapat menjelaskan keanekaragaman pandangan informan.

Baik B1, yang sangat mendukung poligami, maupun A1 dan B3, yang sangat

menentang poligami, memberi alasan untuk pandangan mereka dari pengertian

agama mereka masing-masing (lihat bagian 4.3.1 & 4.3.8.2). Mungkin keyakinan

agama informan dapat dianggap sebagai faktor yang sangat menentukan

pandangan terhadap poligami sekaligus sesuatu yang dicocokkan sesuai dengan

pandangan yang telah dibentuk— tergantung masing-masing perorangan teori

yang mana yang lebih benar.

4.5.3. Kepercayaan tentang Fitrah serta Peran Laki-Laki dan Perempuan

Faktor ketiga ini tidak dapat dipisahkan dengan faktor kedua tersebut, yaitu

faktor keyakinan agama. Keyakinan agama, budaya Jawa dan hal-hal lain

membentuk kepercayaan informan tentang kodrat, naluri dan peran laki-laki dan

perempuan. Banyak informan percaya bahwa kaum laki-laki memiliki dorongan

hawa nafsu yang lebih besar daripada kaum perempuan dan dorongan ini tidak

selalu dapat dikendalikan. Oleh karena dorongan hawa nafsu ini, harus ada ‘jalan

52

Page 63: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

keluar’ yang halal supaya kaum laki-laki tidak menyeleweng. Para istri harus

mengerti fitrah laki-laki tersebut dan bersedia jika suaminya ‘terpaksa’ menikah

lagi. Pandangan ini senada dengan yang diutarakan oleh istri pertama Puspo

Wardoyo, yang menganggap keinginan untuk berpoligami sebagai “fitrah seorang

laki-laki” (lihat bagian 2.3.2). Kata C1, seorang istri yang tidak mampu

menjalankan kewajibannya sebagai istri “harus mengizinkan daripada suami

lewat belakang”. Menurut B2, “kalau tidak cukup satu [istri] sebaiknya izinkan”.

Para informan menekankan hak dan kebutuhan seorang suami, yang

meliputi hak untuk memiliki keturunan dan untuk dipuaskan secara seksual oleh

istrinya. Menurut A5, jika “istri sakit atau mandul, harus rela untuk kepentingan

biologis suami— tidak boleh melarang hak orang lain dapat ketururnan”.

Oleh karena hak dan kebutuhan tersebut, tujuh informan mengatakan bahwa

seorang suami boleh berpoligami tanpa ijin dari istri/istri-istrinya (lihat bagian

4.3.7.1). Peran istri adalah untuk melayani suami, yang berperan sebagai kepala

keluarga. Bahkan menurut C3, “wanita tercipta untuk melayani suami”.

Kebutuhan atau perasaan istri tidak sepenting kebutuhan suami, sehingga istri

harus pasrah dan menerima nasibnya jika suaminya menikah lagi. Sikap ini mirip

dengan sikap Teh Ninih yang merasa harus ikhlas dimadu sebagai istri yang taat

kepada suaminya (lihat bagian 2.3.2).

Ketiga faktor tersebut, yaitu pengamatan informan terhadap pelaksanaan

poligami; keyakinan agama mereka; dan kepercayaan informan tentang fitrah

serta peran laki-laki dan perempuan, dapat menimbulkan suatu pertentangan pada

informan dalam menyikapi poligami. Jika kita memahami faktor-faktor tersebut,

kita dapat lebih mengerti mengapa para informan rata-rata menjawab pertanyaan

53

Page 64: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

dengan cara yang kedengarannya kurang konsisten. Harus disadari bahwa,

informan menanggapi poligami dengan merujuk kepada beberapa faktor, sehingga

pandangan mereka dapat dikatakan rumit.

54

Page 65: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami berbeda-beda.

Enam informan mengatakan bahwa mereka setuju dengan poligami, delapan

informan tidak setuju dan dua informan tidak menjawab dengan tegas ketika hal

ini langsung ditanyakan. Namun demikian, jelas dari pertanyaan lain bahwa

mengetahui pandangan orang terhadap poligami tidak sesederhana itu.

Nampaknya, satu informan (B1) sangat mendukung poligami. Dua informan

(A1, B3) menentang poligami dan tidak setuju jika poligami dijalankan dalam

keadaan apapun pada masa kini. Selain tiga informan tersebut yang pandangannya

sangat tegas dan mudah diketahui, pandangan informan benar-benar rumit.

Ketigabelas informan tersebut kurang suka poligami, tetapi setuju jika poligami

dilakukan oleh orang tertentu dan dalam keadaan tertentu. Walaupun mereka

menganggap monogami sebagai bentuk perkawinan yang paling baik, duabelas

informan setuju bahwa poligami itu adalah ‘pintu darurat’ yang dapat dipakai oleh

seorang suami, misalnya jika istrinya tidak mampu menjalankan kewajibannya

sebagai istri karena dia sakit atau mandul. Bahkan tujuh informan percaya bahwa

seorang suami boleh berpoligami tanpa ijin dari istri/istri-istrinya. Para informan

sepakat bahwa seorang laki-laki yang mau berpoligami harus mampu berlaku adil.

Empat belas informan berpendapat bahwa syarat adil dalam Al-Qu’ran mengacu

kepada hal lahir maupun batin walaupun delapan informan yakin bahwa tidak

mungkin seorang suami berbuat adil. Menurut sembilan informan, poligami dapat

berpahala bagi pelakunya jika dijalankan dengan baik.

55

Page 66: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Informan rata-rata menganggap nafsu seksual atau kebutuhan biologis

sebagai alasan utama laki-laki berpoligami. Alasan yang biasanya

melatarbelakangi istri kedua/ketiga/keempat terlibat dalam perkawinan poligami,

yaitu untuk kepentingan ekonomi, dianggap informan kurang mulia lagi. Menurut

informan, istri pertama mengijinkan suaminya menikah lagi karena suaminya

memang membutuhkan, karena terpaksa dari segi ekonomi atau karena dia merasa

seharusnya rela dimadu sebagai penganut agama Islam. Keuntungan keluarga

poligami yang disebut oleh informan sedikit, sedangkan kesulitan dan

tantangannya banyak.

Kesan informan terhadap kasus-kasus poligami juga diteliti. Sembilan

informan kurang setuju dengan kebiasaan kyai-kyai yang berpoligami dan

sembilan informan kurang setuju dengan pernikahan kedua Aa Gym. Jika

pendapat informan tentang keluarga poligami yang mereka kenal ditanyakan, rata-

rata kesan yang disampaikan mirip. Tiga belas informan mempunyai kenalan dari

keluarga poligami. Kesan sepuluh informan terhadap keluarga-keluarga poligami

yang mereka kenal itu tidak ada unsur baiknya.

Mengenai kesediaan dimadu, hanya satu informan mau suaminya

berpoligami. Dua informan merasa harus rela dimadu jika suaminya memenuhi

syarat agama. Enam informan tidak ikhlas dimadu untuk saat ini tetapi mungkin

dapat menerima dalam keadaan tertentu, misalnya jika tidak dapat menjalankan

kewajiban sebagai istri. Dua informan lain bersedia dimadu dalam keadaan

tertentu tetapi kurang jelas apakah mereka bersedia untuk saat ini. Tiga informan

sama sekali tidak bersedia dimadu dalam keadaan apaun. Dua informan lain tidak

ikhlas dimadu, tetapi tidak menjelaskan apakah bersedia dalam keadaan tertentu.

56

Page 67: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Menurut peneliti, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pandangan

informan terhadap poligami: pengamatan pribadi terhadap pelaksanaan poligami;

keyakinan agama; dan kepercayaan tentang fitrah serta peran laki-laki dan

perempuan. Kedua faktor terakhir ini sering bertentangan dengan faktor pertama

tersebut, sehingga kadang-kadang pandangan informan membingungkan. Pada

umumnya, informan mengamati kasus-kasus poligami kemudian kurang suka

praktek ini. Namun demikan, keyakinan agama dan kepercayaan tentang fitrah

serta peran laki-laki dan perempuan adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi

sebagian besar informan, sehingga mereka tidak menolak poligami pada dasarnya.

Kelihatannya para informan rata-rata menganggap poligami sebagai

kebiasaan yang merugikan perempuan, khususnya istri pertama, sedangkan

poligami diperlukan oleh kaum laki-laki sebagai ‘pintu darurat’ dalam keadaan

tertentu. Bahkan, poligami itu dibolehkan dalam agama Islam. Menurut sebagian

besar informan, poligami bukan ‘hak dan kebutuhan perempuan’ seperti

ditegaskan dalam tabloid yang dipimpin oleh Puspo Wardoyo, melainkan ‘hak

dan kebutuhan laki-laki’.

5.2. Saran

5.2.1. Saran untuk Peneliti Selanjutnya

Selama melaksanakan penelitian tentang pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah,

peneliti berbicara dengan beberapa bapak yang mengatakan bahwa fokus

penelitian ini terlalu sempit sehingga tidak adil. Menurut bapak-bapak tersebut,

seharusnya para bapak diwawancarai juga supaya hasil penelitian tidak berat

sebelah. Untuk penelitian selanjutnya, pasti menarik untuk mengikuti saran

57

Page 68: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

tersebut dan meneliti pandangan bapak-bapak Muhammadiyah di Malang supaya

pandangan aliran ini terhadap poligami dapat dimengerti secara lebih lengkap.

Bagaimana pendapat mereka tentang pelaksanaan poligami? Apa keyakinan

agama mereka mengenai poligami? Apa kepercayaan mereka tentang fitrah serta

peran laki-laki dan perempuan? Apakah mereka menganggap poligami sebagai

‘hak dan kebutuhan laki-laki’? Apa perbedaan antara pandangan para bapak

Muhammadiyah dan para ibu dari aliran yang sama?

Untuk penelitian ini, para ibu 'Aisyiyah yang sudah menikah diwawancarai.

Untuk penelitian selanjutnya, pandangan ibu-ibu tersebut dapat dibandingkan

dengan pandangan perempuan 'Aisyiyah yang belum menikah, ibu 'Aisyiyah yang

janda dan ibu 'Aisyiyah yang suaminya berpoligami.

Kelompok ibu lain yang dapat dijadikan informan untuk penelitian sejenis

selanjutnya adalah ibu-ibu dari aliran agama Islam yang lain di Malang.

Bagaimana ibu-ibu Muslimat (Nahdlatul Ulama), misalnya, menanggapi masalah

poligami? Apa perbedaan antara pandangan para ibu 'Aisyiyah dan para ibu dari

aliran yang lain?

5.2.2. Saran Umum

Menurut peneliti, para suami yang mempunyai cita-cita untuk berpoligami

sebaiknya mempertimbangkan pendapat, perasaan dan kepentingan istri dan anak-

anaknya terlebih dahulu. Mungkin istrinya menerima dimadu, tetapi ada

kemungkinan besar bahwa dalam hati kecilnya dia menentang kehendak

suaminya. Jangan sampai berpoligami seenaknya saja, menggunakan agama

sebagai alasan tanpa memikirkan perasaan orang lain.

58

Page 69: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

Ibu-ibu Islam seharusnya membicarakan masalah poligami dengan

suaminya secara mendalam. Pasangan suami-istri sebaiknya berbagi kesan mereka

masing-masing terhadap pelaksanaan poligami, keyakinan agama dan kodrat laki-

laki dan perempuan supaya dapat saling mengerti pandangan dan perasaan

pasangan mereka terhadap masalah hangat ini. Dengan demikian, kepercayaan

dan keterbukaan dalam komunikasi dan tindakan dapat dijaga dan dibina bersama,

sehingga keluarga tetap rukun.

59

Page 70: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

DAFTAR SUMBER

1. Daftar Pustaka

Arief, D 2007, ‘Diki Candra: entrepreneur, relawan poligami dari Jakarta’, Poligami: hak dan kebutuhan perempuan, ed.2, hlm.4.

Billah, M M 1998, dalam Hasyim. S (red), Menakar ‘harga’ perempuan: eksplorasi lanjut atas hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam, Penerbit Mizan, Bandung.

Budiarti R T, Mohammad H & Bahaweres R A 2006, ‘Provokasi gunung es poligami’, Gatra, 20 Desember 2006, hlm.18-22.

Chodjim, A 2007, ‘Benarkah poligami dibenarkan dalam Islam?’, Paras: bacaan utama wanita Islam, No.41/Tahun IV/Feb 07, hlm.54-55.

Departemen Agama Republik Indonesia 1992, Al Qur’an dan terjemahnya, PT Tanjung Mas Inti, Semarang.

Encyclopaedia Britannica, 2004.

Fahimsyah, D 2004, ‘The cases for polygamy’, Reform: a magazine for reformers, No.25, hlm.12-13.

Feillard, A 1998, dalam Hasyim. S (red), Menakar ‘harga’ perempuan: eksplorasi lanjut atas hak-hak reproduksi prempuan dalam Islam, Penerbit Mizan, Bandung.

Ihsan, M M 2003, ‘“Polygamy award” & wajah seksualitas kita ..!’, Kompas, 5 Agustus 2003.

Ima 2007, ‘Machica Muchtar: “materi bisa saja adil, tapi perasaan tidak!”’, Paras: bacaan utama wanita Islam, No.41/Tahun IV/Feb 07, hlm.39.

Indah 2007, ‘Dr. Ing. Gina Puspita: “Poligami bisa mendekatkanku pada Tuhan dengan cara berbagi”’, Paras: bacaan utama wanita Islam, No.41/Tahun IV/Feb 07, hlm.56-57.

Jawa Pos, 21 Februari 2007.

60

Page 71: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

‘Kesaksian ucok tentang poligami...!’, Kompas, 6 Oktober 2003.

Kisyik, A H 1994 (diterjemahkan oleh Nursida, I), Hikmah pernikahan Rasulullah saw: mengapa Islam membolehkan poligami?, Penerbit Al-Bayan (Kelompok Penerbit Mizan) Anggota IKAPI, Bandung.

Kusumaputra, R A 2007,‘Aa Gym: poligami bukan kejahatan’, Kompas, 8 Januari 2007.

Lely 2007, ‘Dewi Yull: memilih bercerai daripada harus dimadu’, Paras: bacaan

utama wanita Islam, No.41/Tahun IV/Feb 07, hlm.38.

Lugito, H & Siregar, B 2006, ‘Cinta terbelah di Gegerkalong’, Gatra, 20 Desember 2006, hlm.22-24.

Muhtadawan, I 2003, Persepsi pimpinan 'Aisyiyah Kota Malang terhadap poligami (perspektif Syariah Islam dan hukum positif).

Mulia, S M 2005, ‘Perempuan dalam hukum perkawinan di Indonesia (krtitik Muhammadiyah)’ dalam Gunawan, W & Inayati, E S (red), Wacana fiqh perempuan dalam perspektif Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah Yogyakarta & Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jakarta.

‘Pengadilan izinkan Aa Gym poligami’, Kompas, 12 Desember 2006.

‘Perempuan-perempuan di samping Khadijah RA dan Aisyah RA’, Tabloid republika: dialog Jumat, 8 Desember 2006, hlm. 4.

Persyarikatan Muhammadiyah 2007, Yogyakarta, dilihat 3 Juni 2007, <www.muhammadiyah.or.id>.

Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kabupaten Malang 2007, kunjungan pribadi ke kantor, 16 Mei 2007.

Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang 2004, Laporan kegiatan tahun 2000-2004 Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang periode 2000-2005 (sic), Malang.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang 2007, kunjungan pribadi ke kantor, 16 Mei 2007.

Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006, Yogyakarta, dilihat 3 Juni 2007,

61

Page 72: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

<www.aisyiyah-pusat.or.id>.

Rahman, M 2006, ‘Suara pelaku poligami’, Gatra, 20 Desember 2006, hlm.25.

Rais, I 2005, ‘Perempuan dalam figh munakahat: perspektif Muhammadiyah’ dalam Gunawan, W & Inayati, E S (red), Wacana fiqh perempuan dalam perspektif Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah Yogyakarta & Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jakarta.

Sabiq, S 1987, (diterjemahkan oleh Thalib, M) Fikih Sunnah, jld.6, PT Alma’arif, Bandung.

Setiati, E 2007, Hitam putih poligami: menelaah perkawinan poligami sebagai sebuah fenomena, Cisera Publishing, Jakarta.

Setiyaji, A 2006, Aa Gym: mengapa berpoligami?: testimoni seorang jurnalis, QultumMedia, Jakarta.

Shihab, M Q 1996, Wawasan Al-Qur’an: tafsir Maudhu’i atas pelbagai persoalan umat, Penerbit Mizan: Khazanah Ilmu-Ilmu Islam, Bandung.

Syarif 2007, ‘Calon doktor dari keluarga poligami sederhana’, Poligami: hak dan kebutuhan perempuan, ed.2, hlm.8.

‘UMM bentuk cabang Aisiyah (sic)’, Bestari, No.223/TH.XX/Februari 2007.

Wardoyo, P 2007, ‘Ideal sukses poligami (bibit unggul)’, Poligami: hak dan kebutuhan perempuan, ed.2, hlm.11.

62

Page 73: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

2. Daftar Wawancara

Wawancara dengan Informan Lulusan S2/S3

A1, 12/3/07 & 10/4/07, di UMM

A2, 12/3/07 & 4/4/07, di UMM

A3, 19/3/07, di rumah A3

A4. 21/3/07 & 25/5/07, di UMM

A5, 26/3/07 & 9/4/07, di UMM

Wawancara dengan Informan Lulusan S1

B1, 5/3/07 & 20/3/07 & 11/4/07, di rumah B1

B2, 15/4/07, di rumah B2

B3, 17/4/07, di rumah B3

Wawancara dengan Informan Lulusan SMA

C1, 9/4/07, di rumah C1

C2, 11/4/07, di rumah C2

C3, 13/4/07 & 14/4/07, di rumah C3

Wawancara dengan Informan Lulusan SMP

D1, 16/4/07, di rumah D1

D2, 21/4/07, di rumah D2

Wawancara dengan Informan Lulusan SD

E1, 13/4/07, di rumah E1

E2, 21/4/07, di rumah E2

E3, 21/4/07, di rumah E3

63

Page 74: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

LAMPIRAN

1. Daftar Pertanyaan untuk Wawancara

1. (a) Bagaimana pendapat Ibu kalau suami Ibu mau berpoligami? Ibu ikhlas

kalau dimadu? Mengapa?

(b) Apakah Ibu selalu berpendapat begitu? Kalau tidak, mengapa Ibu beralih

pikiran?

(c) Pada masa depan, ada kemungkinan Ibu akan beralih pikiran? Mengapa?

(d) Bagaimana reaksi Ibu kalau hari ini suami Ibu mengatakan bahwa dia mau

menikah lagi?

(e) Bagaimana reaksi Ibu kalau hari ini suami Ibu mengakui bahwa dia sudah

menikah dengan perempuan lain selama setahun?

(f) Seandainya suami Ibu mau menikah lagi, apakah Ibu merasa kecewa karena

cinta suami beralih kepada wanita lain? Apakah Ibu merasa suami tidak

setia terhadap Ibu dan anak-anak Ibu?

(g) Apakah Ibu lebih senang kalau dimadu atau kalau tidak dimadu?

2. Kalau suami Ibu menikah lagi, apa dampaknya terhadap Ibu? Misalnya,

terhadap gaya hidup, iman dan lain-lain.

3. Ada yang berkata, ‘Jika seorang istri tidak mengijinkan suami beristri lagi,

sama artinya dia menyukai suami berhubungan seks dengan wanita lain secara

diam-diam.’ Bagaimana tanggapan Ibu tentang pernyataan tersebut?

4. Apakah suami Ibu mau berpoligami? Mengapa?

5. Apa alasan laki-laki memilih berpoligami, baik alasan yang berdasarkan

ajaran agama Islam maupun alasan lain?

6. Mengapa istri pertama suami yang berpoligami setuju dimadu?

7. Mengapa istri kedua/ketiga/keempat suami yang berpoligami mau menikah

dengan seorang laki-laki yang sudah punya istri?

64

Page 75: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

8. Apa keuntungan keluarga yang berpoligami?

(a) Bagi suami?

(b) Bagi istri-istrinya?

(c) Bagi anak-anaknya?

9. Kesulitan dan tantangan apa yang dihadapi keluarga yang berpoligami?

(a) Bagi suami?

(b) Bagi istri-istrinya?

(c) Bagi anak-anaknya?

10. Bagaimana dampak terhadap anak-anak kalau bapaknya berpoligami?

(Misalnya, dampak psikologis karena mereka jarang bertemu dengan

bapaknya?)

11. Apakah Ibu pernah punya teman atau saudara dari keluarga yang berpoligami?

Bagaimana kesan Ibu tentang keluarga itu?

12. Mengapa kyai-kyai di Indonesia sering berpoligami? Bagaimana pendapat Ibu

tentang fenomena itu?

13. Bagaimana pendapat Ibu tentang kasus Aa Gym?

14. Bagaimana pendapat Ibu kalau poligami menjadi semacam perkawinan yang

biasa di Indonesia dan dilakukan oleh banyak orang? Bagaimana dampak

terhadap masyarakat?

15. Apakah Ibu setuju dengan poligami?

16. Ada yang berkata, ‘Poligami adalah bentuk hubungan timpang antar lelaki dan

perempuan... poligami adalah lembaga patriakal yang menempatkan

65

Page 76: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

perempuan sebagai pecundang.’ Bagaimana tanggapan Ibu tentang pernyataan

tersebut?

17. (a) Bentuk perkawinan apa yang paling baik, monogami atau poligami?

Mengapa?

(b) Apakah poligami itu seperti ‘jalan darurat’ untuk keadaan tertentu?

18. (a) Seharusnya ada syarat-syarat tertentu yang dipenuhi sebelum seorang laki-

laki boleh berpoligami?

(b) Haruskah ada persetujuan dari istri/istri-istri?

(pertanyaan tambahan: Kalau si istri sakit atau mandul dan tetap menolak

memberi ijin, bagaimana? Si suami boleh menikah lagi tidak?)

(c) Haruskah adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-

istri dan anak-anaknya?

(d) Haruskah adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya?

(e) Haruskah istri seorang laki-laki mempunyai kekurangan? Misalnya, tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; atau mendapat cacat badan

atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau tidak dapat melahirkan

keturunan?

(petanyaan tambahan: Kalau si istri sehat tetapi mengijinkan suaminya

berpoligami, si suami boleh menikah lagi tidak?)

19. Siapa yang boleh diambil sebagai istri kedua? Seharusnya dia seorang janda?

Bagaimana kalau dia muda dan cantik?

20. Mengapa poligami dilakukan oleh Nabi Muhammad?

21. Tolong jelaskan landasan ajaran agama Islam tentang poligami dari Al-Qur’an

dan Hadits.

66

Page 77: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

22. Menurut Al-Qur’an, seorang suami yang berpoligami harus berbuat adil. Apa

definisi ‘adil’ dalam konteks ini? (‘Adil’ ini mengacu kepada keadilan dalam

hal lahir saja atau hal lahir dan batin/cinta?)

23. Dapatkah seorang suami yang berpoligami berbuat adil terhadap istri-istri dan

anak-anaknya?

24. Apakah seorang Muslimah harus rela dimadu? Adakah pahala bagi wanita

yang rela dimadu?

25. Apakah benar poligami itu Sunah, yaitu berpahala bagi yang melakukannya?

26. Memang ajaran tentang poligami termasuk dalam Al-Qur’an. Kalau seorang

Muslim tidak setuju dengan poligami, benarkah itu termasuk menentang Allah

dan menolak firmannya?

67

Page 78: PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP POLIGAMI · 'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting. Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan

2. Angket

Nama: Alamat: Tempat/Tanggal Lahir: Pendidikan Terakhir: Pekerjaan: Status Pernikahan: Jumlah dan Umur Anak: Status dalam 'Aisyiyah: Nomor Telpon:

68