panduan Angklung netku

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sorry jk krng lengkap krn msh thap pengeditan

Citation preview

Sanggar Seni dan Kreatifitas Spemsa

Oleh sahrul Djamuddin

1

KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas izin dan Kuasa-Nya Buku Panduan Angklung sederhana ini hadir di dalam lingkup sendiri dan untuk kalangan SMP Muhammadiyah 1 Makassar. Buku ini memuat tentang pengenalan alat musik tradisional yang terbuat dari bambu yaitu Angklung, serta beberapa petunjuk penggunaan alat musik sederhana ini. Dengan demikian kami berharap buku ini dapat menjadi buku pendamping dan pelengkap selama proses pembelajaran atau kegiatan intra maupun ekstra terutama pada kelompok Paduan Suara sekolah kami. Penerbitan buku ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu masukan dari pembaca sangat kami harapkan. Materi buku ini memberikan pengetahuan keterampilan dan pengalaman belajar yang akan memberikan integritas serta pengaplikasiannya di kegiatan-kegiatan yang melibatkan kelompok Ansambel atau Paduan Suara dalam S2KS (Sanggar Seni dan Kreatifitas SPEMSA) di bawah naungan SMP Muhammadiyah 1 Makassar. Semoga Buku Panduan ini dapat memberikan sumbangsih pada tingkat Pendidikan SMP Muhammadiyah 1 Makassar ke depan. Penyusun

Sahrul Djamuddin

2

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ................................................................................ KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1. Angklung adalah Alat Musik Pendidikan dan Persahabatan ............. 2. Angklung ......................................................................................... BAB II MEMBACA NOT ANGKA ........................................................ 1. Pengertian Not Angka Angklung ..................................................... 2. Bermain Angklung Sendiri .............................................................. 3. Bermain Angklung Bersama/Secara Berkelompok ........................... 4. Tri Nada dan Catur Nada dalam Angklung....................................... 5. Nada atau Chord pada Angklung...................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

1 2 3 4 4 9 17 17 17 17 18 19 20

3

BAB I PENDAHULUAN 1. Angklung adalah Alat Musik Pendidikan dan Persahabatan Angklung dikatakan sebagai alat musik pendidikan dan persahabatan, karna alat musik tradisional dari bambu ini dapat melatih kepekaan bermusik dan pada saat yang sama juga mengajarkan pentingnya kerjasama dan mempererat persahabatan. Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu. Sebuah angklung terdiri beberapa tabung bambu (tergantung fungsinya) yang berbeda ketinggian dan diameternya untuk mencapai harmoni nada yang diinginkan.

Sebuah angklung melodi biasanya terdiri dari dua tabung yang menghasilkan nada terpaut satu oktaf,sementara angklung pengiring (accompagnement) terdiri dari tiga atau bahkan empat tabung tergantung

4

accord yang dimainkan. Tabung-tabung tersebut kemudian diikatkan pada rangka batang bambu untuk membentuk alat musik angklung yang lengkap. Sebuah angklung hanya menghasilkan satu nada, jadi untuk memainkan sebuah lagu dibutuhkan beberapa set angklung yang dimainkan oleh banyak orang. Kurang lebih seperti kelompok paduan suara dalam membawakan sebuah lagu. Untuk memainkannya, kita cukup menggoyangkan atau menggetarkannya. a. Sejarah Angklung adalah mitologi dari Bahasa Bali, yaitu Ang yang berarti angka (berupa not) dan klung yang berarti rusak. Jadi, jika digabungkan angklung berarti angka yang rusak. Dalam sejarah perkembangan musik Angklung, bentuknya yang sekarang merupakan adaptasi bentuk alat musik dari Filipina. Perkembangan musik angklung pada mulanya yaitu berasal dari bambu wulung (wulung awi) yang dimainkan dengan cara dipukul-pukul. Permainan bambu tersebut bermula untuk menghormati binatang totem dan untuk menghormati dan menghargai pemberian hasil panen padi yang banyak dan baik dari Dewi Sri yang dipercaya sebagai dewi yang memberikan kesejahteraan. Angklung dipercayai berasal dari pulau Jawa, khususnya tanah Sunda. Beberapa catatan dari orang Eropa yang melakukan perjalanan ke tanah Sunda pada abad 19 mengatakan bahwa di daerah ini sering terlihat "permainan" angklung oleh orang-orang setempat. Angklung memang juga dikenal di daerah-daerah lain di pulau Jawa, tetapi di tanah Sunda alat musik ini lebih populer. Pada awalnya, angklung tradisional digunakan oleh orangorang desa pada masa itu sebagai bagian dari ritual kepada Dewi Sri untuk meminta panen melimpah. Umumnya dibawakan dalam tangga nada pentatonis (terdiri dari lima nada) dan memainkan melodi yang berulang. Acara seperti ini biasanya dilakukan di ruang terbuka, sambil menari-nari dengan diiringi alat musik tradisional lain seperti goong, kendang, dan tarompet. Kesenian semacam ini masih dilestarikan di beberapa tempat di Jawa Barat.

5

Kini, Angklung telah menjadi alat musik internasional. Banyak Negara-negara lain mengembangkan angklung, dikarenakan beragam manfaat yang didapat. Filosofi angklung 5M (mudah, meriah, menarik, mendidik, massal) membuat angklung makin digemari di seluruh penjuru dunia. Pada jaman dahulu kala, instrumen angklung merupakan instrumen yang memiliki fungsi ritual keagamaan. Fungsi utama angklung adalah sebagai media pengundang Dewi Sri (dewi padi/kesuburan) untuk turun ke bumi dan memberikan kesuburan pada musim tanam. Angklung yang dipergunakan berlaraskan tritonik (tiga nada), tetratonik (empat nada) dan pentatonik (5 nada/ dengan bunyi dami-na-ti-la). Angklung jenis ini seringkali disebut dengan istilah angklung buhun yang berarti Angklung tua yang belum terpengaruhi unsur-unsur dari luar. Hingga saat ini di beberapa desa masih dijumpai beragam kegiatan upacara yang mempergunakan angklung buhun, diantaranya digunakan untuk keperluan : pesta panen, ngaseuk pare, nginebkeun pare, ngampihkeun pare, seren taun, nadran, helaran, turun bumi, sedekah bumi dll. Bukti tertulis penggunaan Angklung tertua yang ditemukan terdapat pada prasasti Cibadak bertahun 952 Saka atau 1031 SM, di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pada prasasti tersebut, diterangkan bahwa Raja Sunda, Sri Jayabuphati, menggunakan seni Angklung dalam upacara keagamaannya. Kita juga dapat menemukan bukti lain dalam buku Nagara Kartagama tahun 1359, yang menerangkan penggunaan Angklung sebagai media hiburan dalam pesta penyambutan kerajaan. Kata Angklung diambil dari cara alat musik tersebut dimainkan. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda angkleungangkleungan yaitu gerakan pemain Angklung dan suara klung yang dihasilkannya. Secara etimologis , Angklung berasal dari kata angka yang berarti nada dan lung yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap. b. Lahirnya Angklung Modern Pada Tahun 1938, Daeng Soetigna, seorang guru Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, melakukan modernisasi alat musik angklung dari alat yang berskala tangga nada pentatonis (tangga nada tradisional) menjadi angklung

6

kompleks yang berskala tangga nada diatonis (tangga nada modern). Angklung ini dapat memainkan lagu-lagu populer, musik nasional, dan lagu Barat maupun musik klasik. Disebut Angklung modern (diatonis) karena nada-nadanya disesuaikan dengan skala nada diatonis, yaitu dore-mi-fa-sol-la-si, dan angklung diatonis ini biasa disebut juga Angklung Padaeng, karena jasanya terhadap perkembangan Angklung dan pendidik musik. Angklung Modern (Padaeng) mulai diperkenalkan pada masyarakat internasional di tahun 1946 pada malam hiburan perundingan Linggar Jati. Tahun 1950 dan 1955, Angklung modern pun ditampilkan pada Konferensi Asia Afrika, dimainkan untuk acara resmi dalam Indonesia Ultimate Diversity tersebut, yaitu dalam lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu daerah yang terkenal seperti Rasa Sayange, Ayo Mama, Burung Kakak Tua dan Bebek Angsa. Kini lagu yang dimainkan tidak lagi berkisar pada lagu-lagu tradisional, tetapi juga lagu-lagu klasik, lagu pop, new age, bahkan lagu rock. Dengan angklung modern, lagu rock melodius seperti We Are the Champion dan Bohemian Rapshody dari Queen dapat dibawakan oleh alat musik angklung. Angklung "jenis baru" ini pertama kali diperkenalkan pak Daeng kepada sekelompok anak-anak pramuka. Setelah dipertunjukkan oleh murid-murid sekolah pada acara Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung, angklung diatonis atau angklung modern ini semakin dikenal masyarakat hingga saat ini menjadi kegiatan ekstrakurikuler di berbagai sekolah. Memang pada awalnya pak Daeng menginginkan angklung sebagai alat pendidikan. Mottonya adalah 5 M : Murah, Mudah, Menarik, Massal, dan Mendidik. Murah, karena bahan-bahan untuk membuat alat musik ini murah dan mudah didapat di Indonesia. Mudah, karena untuk memainkan angklung seseorang tidak perlu memiliki keterampilan khusus. Menarik, dilihat dari keunikannya bentuknya dan cara memainkannya. Massal karena untuk memainkannya melibatkan banyak orang. Dan Mendidik dalam arti alat musik ini memiliki unsur pendidikan selain musik.

7

c.

Alat Musik Pendidikan dan Persahabatan Untuk memainkan sebuah lagu sederhana, seseorang dapat memainkan satu set angklung sendiri, atau membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa orang (tergantung lagunya). Semakin kompleks aransemen sebuah lagu yang dimainkan, semakin banyak angklung dan pemain yang dibutuhkan. Disini unsur massal dari angklung berperan. Terlibatnya banyak orang dalam memainkan sebuah lagu, melatih para pemain menjadi peka akan musik, lagu dan bagian-bagiannya, dan juga mendidik mereka akanpentingnya kerjasama antar anggota kelompok yang memegang nada yang berbeda agar bersama-sama dapat menghasilkan musik yang indah dan harmoni. Kemudahan dalam memainkan alat musik ini membuat banyak orang tertarik akan angklung. Karena sebuah angklung hanya menghasilkan satu nada, orang yang memegang angklung nada tertentu hanya memainkannya jika nada tersebut muncul dalam lagu. Cukup mengikuti instruksi dari konduktor, tanpa memerlukan keahlian musik tertentu. Karena kemudahan inilah, di acara-acara pertunjukan musik angklung, penonton sering ikut dilibatkan untuk bermain setelah pertunjukan utama selesai. Contohnya yang dilakukan di Saung Angklung Udjo, Bandung. Setelah pertunjukan yang dibawakan oleh anak-anak selesai, para penonton yang rata-rata wisatawan mancanegara diajak sama-sama bermain angklung, dan karenanya hubungan antara pemain dan penonton semakin dekat dan suasananya lebih bersahabat. Kemudahan dan unsur persahabatan ini pula yang menjadikan angklung semakin diterima sebagai "duta musik" Indonesia di luar negeri. Musik angklung seringkali dipertunjukkan dalam acara pertukaran budaya Indonesia di luar negeri, dan kini bermunculan grupgrup angklung di berbagai negara. Angklung telah menjadi identitas bangsa dan duta musik Indonesia dalam menjalin persahabatan dengan bangsa lain. Maka tidak salah jika angklung disebut alat musik persahabatan. Jika anda ingin mengetahui lebih jauh dan melihat lebih jelas tentang keunikan angklung, sempatkan untuk singgah ke Saung Angklung Udjo di jalan Padasuka, Bandung. Disana anda akan mengerti mengapa angklung dikatakan alat musik persahabatan.

8

Kini Angklung Modern (Padaeng) memiliki fungsi tambahan sebagai sarana pendidikan musik, karena Angklung dapat memupuk sifat kerjasama, disiplin, kercermatan, keterampilan dan rasa tanggungjawab. Demikian pula mengenai hal-hal yang merupakan dasar pokok dalam pendidikan musik, seperti membangkitkan perhatian terhadap musik, menghidupkan musik dan mengembangkan musikalitas, melodi, ritme dan harmoni. Atas pemikiran tersebut, maka pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 182/1967 tertanggal 23 Agustus 1968 yang menyatakan Angklung sebagai alat pendidikan musik nasional. Sejak tahun 1971, pemerintah Indonesia menjadikan Angklung sebagai sarana dalam program diplomasi budaya. Angklung sejak saat itu menyebar luas ke berbagai negara. Di Korea Selatan, hingga kini tercatat lebih dari 8.000 sekolah memainkan Angklung. Di Argentina, Angklung telah menjadi mata pelajaran intrakurikuler yang menarik bagi siswa, demikian pula di Skotlandia. Sejak tahun 2002, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia telah memberikan kesempatan bagi siswa-siswi dari mancanegara untuk belajar dan mengenali Angklung di Indonesia. Kini Angklung tidak hanya menjadi alat musik kebanggan Indonesia, tetapi menjadi media untuk meningkatkan rasa persabatan antar bangsa di dunia. 2. Angklung Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada)

9

alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010. a. Asal Usul Angklung Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20. Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara. Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hiruphurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur. Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi

10

angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak-anak pada waktu itu. Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iringiringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya. Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena, tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda, mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas. b. Angklung Kanekes Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak

11

ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai. Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual. Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk. Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja

12

yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut. c. Angklung Dogdog Lojor Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib. Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang. Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.

13

d.

Angklung Gubrag Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

e.

Angklung Badeng Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acaraacara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng. Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam. Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Yati, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.

14

f.

Buncis Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi. Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis. Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi. Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog

15

dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (19081984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa.

16

BAB II MEMBACA NOT ANGKA 1. Pengertian Not Angka Angklung Not angka angklung adalah bunyi suara angklung yang dibagi berdasarkan susunan atau tangga nada solmisasi (ut, re, mi, fa, sol, la, ti, ut) yang dituliskan dalam sistem angka-angka yaitu:

Tangga nada Tangga nada diatonis (ut, re, mi, fa, sol, la, ti, ut) 2. Bermain angklung sendiri Dalam menggunakan not-not angklung bisa dilakukan secara perorangan atau sendiri-sendiri dengan cara alat yang digunakan dibuatkan wadah atau tempat pengait untuk menggantung bilah-bilah bambu yang sudah dibuat. Jadi satu orang bisa membunyikan not tersebut dengan begitu tinggal digoyang dan diayun-ayun not yang akan dibunyikan. 3. Bermain angklung bersama/secara berkelompok Adapun tekhnik menggunakan angklung selain secara sendiri-sendiri bisa juga berkelompok atau grup, dimana alat musik angklung dibagi-bagi berdasarkan jumlah nada yang digunakan, jika solmisasinya terdiri dari 2 oktaf maka kita mencari orang/tenaga sebanyak 16 orang. Jadi tiap orang memegang satu not/nada tersebut.

17

4.

Tri Nada dan Catur Nada dalam Angklung Memainkan melodi atau solmisasi dalam ansambel angklung sama seperti kalau kita menggunakan pianika atau organ/piano dengan mengikuti urutan atau susunan notnya. Tapi dalam Tri Suara atau Empat Suara ada pengkodean khusus bagi dirigen atau conductor sebuah kelompok ansambel angklung atau sebagainya. Adapun susunan nadanya sama juga dengan nada-nada alat musik lain. Seperti nada C, D, E, F, G, A, B cuman dalam hal ini ada dua macam angklung yaitu angklung semi oktaf dan angklung satu oktaf. Semi oktaf yakni cuma sebagian solmisasinya yang ada seperti angka 1 2 3 4 5 6 7 tapi pada angklung satu oktaf lengkap yakni

1 1# 2 2# 3 4 4# 5 5# 6 6# 7 atau biasa juga b b b b b di tulis seperti 1 2 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 .solmisasinya terdiri dari Perlu diingat tanda # (baca: kruis atau kromatis yaitu not asli naik setengah) atau b (baca: mol yaitu not asli turun setengah) merupakan solmisasi setengah dari solmisasi asli ( 1 2 3 4 5 6 7 ), jika dalam permainan piano solmisasi bertanda # atau b merupakan solmisasi yang tutsnya berwarna hitam pada gambar piano berikut.

18

5.

Nada atau Chord pada Angklung a. Chord pada angklung semi oktaf Nada C : 1 3 5 Nada Cminor (Cm) Nada D : 2 4 6 Nada Dminor (Dm) Nada E : 3 5 7 Nada Eminor (Em) Nada F : 4 6 1 Nada Fminor (Fm) Nada G : 5 7 1 Nada Gminor (Gm) Nada A : 6 1 3 Nada Aminor (Am) Nada B : 7 2 4 Nada Bminor Nada Bdim (B0) Chord pada angklung satu oktaf Nada C :1 3 5 Nada C7 Nada Cminor (Cm) Nada D Nada Dminor (Dm) Nada E Nada E7 Nada Eminor (Em) Nada F Nada Fminor (Fm) Nada G Nada G Nada Gminor (Gm) Nada A Nada Aminor (Am) Nada Aminor7 (Am7) Nada B Nada Bminor Nada Bdim (B0) :1 3 5

:1 :2 :3 :4 :5 :6 :7 :7

3 4 5 6 7 1 2 2

5 6 7 1 1 3 4 4

b.

6#

atau atau atau atau atau

13 5

7b

2# 5 # :2 4 6:1 :2 4 6

3b 5 b 25 61

5# 7 # :3 5 7 2:3 :3 5 7 :4 6 1 :4 5 1 :5 7 1 :5 7 1 4#

6b 7 b 36 7 23 4

atau

6b 1

6# 2 # :6 1 3:5 :6 1 3 :6 1 3 5

atau atau

7b 2 b 6 2 35

2# 4# # :7 2 4:7 :7 2 4

atau atau

3b 5b b 7 2 57

19

DAFTAR PUSTAKA

Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung. http://kalakayjasinga.blogspot.com/2009/04/angklung-alat-musik-tradisionalasli.html http://www.angklung-udjo.co.id/sau/angklung.php (20 Maret 2009) http://www.pianotricks.com/lesson.php?input=3

20