22
PANDUAN PENGAJUAN PROPOSAL RISET INTERVENSI KESEHATAN BERBASIS BUDAYA LOKAL 2016 BIDANG: KESEHATAN IBU DAN ANAK, GIZI, PENYAKIT MENULAR, PENYAKIT TIDAK MENULAR KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. 031-3528748 / Faks. 031-3528749 2015

Panduan Call Proposal Rik 2016

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dokumen ini merupakan sebuah panduan untuk pengajuan call for proposal "Riset Intervensi Kesehatan tahun 2016".

Citation preview

Page 1: Panduan Call Proposal Rik 2016

PANDUAN

PENGAJUAN PROPOSAL

RISET INTERVENSI KESEHATAN

BERBASIS BUDAYA LOKAL 2016

BIDANG: KESEHATAN IBU DAN ANAK, GIZI,

PENYAKIT MENULAR, PENYAKIT TIDAK MENULAR

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. 031-3528748 / Faks. 031-3528749

2015

Page 2: Panduan Call Proposal Rik 2016

KATA PENGANTAR

Riset Intervensi Kesehatan (RIK) Berbasis Budaya Lokal tahun 2016 merupakan riset

dalam rangka pengembangan atau inovasi dengan melibatkan modal sosial bagi upaya

peningkatan kesehatan yang berbasis budaya atau kearifan lokal. Riset ini bertujuan untuk

mengembangkan intervensi pada budaya kesehatan yang bersifat positif, hasil

pengetahuan budaya/kearifan lokal untuk menunjang program-program Kementerian

Kesehatan dengan mengikuti kaidah dan metode penelitian yang benar dan dapat

dipertanggung jawabkan secara etik-ilmiah.

Panduan Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya lokal tahun 2016 merupakan

acuan untuk menyusun riset intervensi sehingga proposal dapat disusun sesuai kriteria

yang telah disyaratkan. Riset Intervensi Kesehatan pada tahun 2016 ini difokuskan

pada upaya peningkatan kesehatan terkait KIA, gizi, penyakit menular dan penyakit tidak

menular dalam rangka memberdayakan kearifan lokal dan kekayaan intelektual lokal

(pengetahuan tradisional) berbagai budaya di Indonesia. Penelitian akan dilaksanakan

tahun 2016 dengan penanggungjawab adalah Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan

dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Kementerian Kesehatan R.I.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi

menyusun pedoman Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya Lokal Tahun 2016.

Melalui riset ini diharapkan dapat memacu peneliti untuk berpartisipasi membantu

masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan melalui pemanfaatan kekayaan budaya

berupa pengetahuan lokal tradisional yang ada di lingkungan masyarakat itu sendiri.

Surabaya, 2 Nopember 2015 Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat drg. Agus Suprapto, M.Kes

Page 3: Panduan Call Proposal Rik 2016

DAFTAR ISI

Halaman

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Umum 5

1.3. Tujuan Khusus 5

1.4. Manfaat 5

1.5. Arah 5

1.6. Sasaran 6

1.7. Luaran 6

2. RUANG LINGKUP DAN SIFAT RISET 7

2.1. Ruang Lingkup 7

2.2. Sifat dan Jenis Riset 7

3. PELAKSANA RISET INTERVENSI KESEHATAN 8

3.1. Susunan Tim Pelaksana Riset Intervensi Kesehatan 2016 8

3.2. Tim Teknis 9

3.3. Tim Pakar 9

3.4. Tim Peneliti 9

3.5. Peneliti Pendamping 10

3.6. Tenaga Administrasi 10

4. PEMBIAYAAN 11

5. JADUAL KEGIATAN 12

6. MONITORING, EVALUASI, PENGHARGAAN DAN SANKSI 13

7. FORMAT PROPOSAL, ETIK PENELITIAN, MEKANISME SELEKSI DAN

KRITERIA PENILAIAN

13

7.1. Format Proposal 13

7.2. Etik Penelitian 14

7.3. Mekanisme Seleksi dan Kriteria Seleksi 14

7.4. Kriteria Penilaian 15

8. PENUTUP 16

9. Daftar Pustaka 17

Lampiran

Page 4: Panduan Call Proposal Rik 2016

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sampai saat ini permasalahan kesehatan di Indonesia masih banyak,

diantaranya adalah masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang cenderung meningkat;

masalah gizi khususnya gizi kurang, gizi buruk, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),

stunting; penyakit menular (PM) yang memberikan kontribusi kematian akibat

infeksi; penyakit tidak menular (PTM) dengan peningkatan penyakit degeneratif di

beberapa wilayah di Indonesia.

Survei Demografi Indonesia (SDKI) 2012 memberikan data bahwa AKI 359 per

100.000 kelahiran hidup dan AKB 32 per 1.000 kelahiran hidup. Lebih dari tiga

perempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak

dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus1,2. Berdasar kesepakatan

global (Millenium Development Goal/MDGs 2000) diharapkan tahun 2015 terjadi

penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per

1000 kelahiran hidup. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013

bahwa 95,4 persen dari kelahiran mendapat pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal

Care (ANC).

Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester

saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan

semasa hamil. Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal)

seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester 1

hingga trimester 3. Hal ini dapat dilihat dari indikator ANC K4. Cakupan K1 ideal dan

K4 secara nasional adalah 81,6 persen dan 70,4 persen. Berdasarkan penjelasan di

atas, selisih dari cakupan K1 ideal dan K4 secara nasional memperlihatkan bahwa

terdapat 12 persen ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai

standar minimal (K4)3.

Data gizi menurut Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang

nasional pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4

persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi

menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup

tinggi, yaitu 37,2 persen pada tahun 2013. Prevalensi status gizi tidak berubah,

terlihat dari kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan

terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013).

Menurut indikator IMT >25, prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 19,7 persen

Page 5: Panduan Call Proposal Rik 2016

2

dan perempuan 32,9 persen3,4,5.

Data pemetaan penyakit menular Riskesdas menunjukkan penurunan angka

period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013.

Terjadi kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua

umur dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Prevalensi TB paru masih di

posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan prevalensi

hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen tahun 20133,4.

Data penyakit tidak menular Riskesdas menunjukkan prevalensi hipertensi

berdasarkan pengukuran tekanan darah terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun

2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara

terjadi peningkatan dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal

yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara juga meningkat dari 8,3/1000

(2007) menjadi 12,1/1000 (2013). Data Diabetes Melitus berdasarkan wawancara

terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,4 persen (2013)3,4.

Strategi pembangunan kesehatan seperti yang tertuang dalam Rencana

Pengembangan Jangka Panjang Bidang Kesehatan tahun 2005-2025 antara lain

menyebutkan tentang pemberdayaan masyarakat. Peran masyarakat dalam

pembangunan kesehatan semakin penting. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh

masyarakat sendiri dan pemerintah. Keberhasilan pembangunan kesehatan,dan

penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan

potensi spesifik daerah termasuk di dalamnya sosial dan budaya setempat.

Sistem Kesehatan Nasional 2012 menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat

bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat, mampu

mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap

pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan

pembangunan berwawasan kesehatan. Potensi yang dimiliki masyarakat perlu

digerakkan, antara lain adalah pengetahuan tradisional berakar dari budaya lokal

yang berkembang di masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan

sebagai pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga dan

masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan permasalahan

serta potensi masyarakat (modal sosial)6.

Indonesia terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang dihuni oleh ratusan

suku dengan berbagai ragam budaya telah memberikan suatu kekhasan tersendiri.

Wujud budaya dapat berupa: (1) sistem ide/gagasan/nilai/norma/peraturan; (2) sistem

sosial yang berupa kompleks aktivitas tindakan berpola dalam masyarakat; (3)

alat-alat/benda yang merupakan hasil karya manusia. Wujud budaya tersebut

Page 6: Panduan Call Proposal Rik 2016

3

merefleksikan budaya dan identitas sosial masyarakatnya.

Perilaku masyarakat tradisional tercermin dari cara mereka memanfaatkan

kearifan lokal berupa pengetahuan tradisional dan keanekaragaman hayati di

lingkungannya. Praktek budaya terkait kesehatan tersebut, sebagian diakui oleh

masyarakat modern sebagai salah satu penyebab status kesehatan masyarakat

yang rendah.

Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan

Litbangkes, Kemenkes RI, pada tahun 2012, 2014, dan 2015 telah melaksanakan

Riset Etnografi Kesehatan di beberapa wilayah di Indonesia. Hasil temuan diantaranya

adalah beberapa kelompok masyarakat di Jawa, Madura, Kalimantan, Sumatra masih

mempunyai kebiasaan memberi makanan campuran pisang lumat nasi kepada bayi

usia dini (kurang 4 bulan) sehingga bayi mempunyai risiko gangguan saluran

pencernaan. Praktek kesehatan yang berkembang di masyarakat seringkali

dipengaruhi faktor sosial budaya yang ada di lingkungan sekitar. Faktor sosial

budaya tersebut bisa berdampak merugikan terhadap kondisi kesehatan, namun

cukup banyak dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang bermanfaat bagi

kesehatan7.

Riset Etnografi tentang pertolongan persalinan membuktikan bahwa dukun bayi

masih mempunyai peran yang cukup besar di beberapa etnik Kabupaten Aceh Barat,

Kabupaten Lebak, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Sorolangun.12,13,14,15

Anggapan masyarakat etnik Papua bahwa darah persalinan perempuan adalah kotor

dan membawa bala, menyebabkan ibu melahirkan diasingkan pada saat melahirkan di

Kabupaten Boven Digul16. Etnik Laut di Indragiri Hilir Provinsi Riau, beranggapan bahwa

penyakit yang diderita bayi merupakan penyakit akibat roh halus sehingga pencarian

pengobatan dan penanganannya dilakukan secara tradisional17.

Penyakit kusta pada suku Asmat dianggap sebagai penyakit kulit biasa sehingga

tidak dilakukan pengobatan8. Perilaku pengobatan sendiri di Kabupaten Boalemo9,

mempengaruhi penyebaran penyakit Tuberkulosis. Kepercayaan masyarakat setempat

tentang penyakit TB berpengaruh pada keterlambatan pengobatan.10 Perilaku

kesehatan reproduksi pria berpengaruh pada kehidupan sosial budaya yaitu seks bebas

sebagai bukti kejantanan pria di Kabupaten Kaimana11.

Kekayaan budaya Indonesia dari berbagai etnis yang tersebar di seluruh

Indonesia telah mewarnai upaya kesehatan baik preventif, promotif, kuratif dan

rehabilitatif, yang bersifat konvensional maupun tradisional dan komplementer.

Upaya kesehatan selalu ditekankan untuk mengutamakan keamanan dan

efektifitas yang tinggi dan diselenggarakan guna menjamin pencapaian derajat

Page 7: Panduan Call Proposal Rik 2016

4

kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan berbasis masyarakat termasuk

pengobatan dan cara-cara tradisional perlu dijamin keamanan dan khasiatnya7.

Riset Operasional Intervensi Kesehatan (ROI) 2012 telah menghasilkan intervensi

berupa pemberdayaan masyarakat berbasis pada nilai lokal setempat, seperti budaya

pijat bayi oleh dukun bayi. Pijat dengan teknik aman yang dilakukan oleh ibu sendiri,

akan memiliki efek fisiologi, biokimia dan interaksi ibu dengan bayi yang lebih positif18.

Penelitian lain dilakukan oleh Sasmito, dkk (2012)19 dan Syarifah, dkk (2012)20

memaparkan bahwa bidang seni tari dan syair budaya setempat dapat dijadikan

sebagai sarana penyuluhan KIA yang efektif. Penelitian oleh Catur Adi, dkk (2012)21

dan Nurrachmawati, dkk (2012)22 memaparkan bahwa metode penyuluhan kesehatan

bisa dilakukan melalui pendekatan aktor yang berperan dalam komunitas tersebut

seperti tokoh adat, orang tua, dan kyai.

Riset Intervensi Kesehatan berbasis budaya lokal tahun 2014 tentang gizi

menunjukkan hasil bahwa bahan makanan spesifik lokal daerah setempat (kearifan

lokal) bisa diolah sedemikian rupa dan disukai untuk peningkatan kesehatan ibu dan

anak. Makanan seperti blondo VCO, opak-opak, ulat sagu, tempe dan bulu babi bisa

dikembangkan oleh masyarakat, sehingga memiliki potensi ekonomi masyarakat

setempat.23,24,25,26,27 Intervensi KIA tahun 2014 memanfaatkan lagu daerah yang

dimodifikasi, kesenian drama lokal sebagai media kesehatan. Pemberdayaan pemudi

(teruni) sebagai pendamping ASI di Bali, pemanfaatan makan bersama (begibung)

untuk mengeliminasi pantangan makanan bergizi pada ibu hamil, penguatan peran

tokoh masyarakat lokal, pemantapan materi kesehatan ibu dalam pemanfaatan budaya

menunggu kehamilan dan ratus pasca kelahiran, merupakan contoh kearifan lokal yang

dimanfaatkan untuk intervensi kesehatan28,29,30,31,32,33,34.

Hasil riset Etnografi dan Intervensi yang telah dilakukan menggambarkan

bahwa banyak modal sosial yang dimiliki masyarakat dari berbagai suku yang bisa

dimanfaatkan untuk peningkatan status kesehatan. Menurut Bank Dunia (2011) dalam

Rocco & Suhrcke (2012), modal sosial bukan hanya sejumlah gabungan dari institusi

dalam masyarakat namun merupakan perekat yang mengikat keseluruhan yang dapat

menghasilkan luaran sosial dan/atau ekonomi yang menguntungkan35. Koordinasi akan

muncul mengikuti keuntungan-keuntungan potensial yang ada, kemudian diikuti

munculnya kepercayaan dalam interaksi sosial yang terwujud.

Masalah kesehatan dan kuatnya pengaruh sosial budaya

masyarakat menjadi permasalahan yang memerlukan suatu pemecahan segera.

Pengembangan atau inovasi dengan melibatkan modal sosial bagi upaya peningkatan

kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Page 8: Panduan Call Proposal Rik 2016

5

tersebut melalui suatu intervensi yang dapat diterima oleh masyarakat pelaku. Oleh

sebab itu, dukungan riset berupa intervensi kesehatan berbasis budaya yang

bernilai positif bagi kesehatan masih sangat diperlukan. Riset Intervensi Kesehatan

(RIK) berbasis budaya lokal tahun 2016 berfokus pada masalah kesehatan ibu dan

anak, gizi, pemberantasan penyakit menular, penanggulangan penyakit tidak

menular. RIK 2016 diharapkan memberi pemecahan masalah yang teridentifikasi

pada lokasi riset etnografi kesehatan, lanjutan dari RIK 2015 dan intervensi di

lokasi yang baru.

Kekayaan budaya Indonesia yang berdampak positif pada kesehatan

dapat terus dikembangkan, dilestarikan dan dimanfaatkan di tingkat kabupaten,

propinsi dan nasional. Peran masyarakat perlu ditingkatkan dengan melihat

permasalahan lokal serta potensi budaya lokal yang masih sangat banyak di

masyarakat.

1.2. Tujuan Umum

Mengembangkan intervensi budaya kesehatan yang bersifat positif hasil pengetahuan

budaya/kearifan lokal untuk menunjang program KIA, gizi, pemberantasan Penyakit

Menular (PM), dan penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui

pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan berbasis budaya/kearifan lokal.

1.3. Tujuan Khusus

Memberikan kesempatan kepada peneliti kesehatan melaksanakan Riset

Intervensi Kesehatan (RIK) berbasis budaya lokal dengan fokus pada upaya

peningkatan kesehatan terkait KIA, gizi, Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular

dalam rangka memberdayakan kearifan lokal dan kekayaan intelektual lokal

(pengetahuan tradisional) berbagai budaya di Indonesia.

1.4. Manfaat

Diperoleh berbagai bentuk intervensi berbasis budaya lokal yang bermanfaat

bagi peningkatan kualitas kesehatan terkait masalah KIA, gizi, Penyakit Menular,

Penyakit Tidak Menular di Indonesia.

1.4. Arah

Arah RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 disesuaikan dengan MDG’s 2015 dan

Renstra Kementerian Kesehatan 2014 - 2019, serta kelayakan yang dapat dilakukan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka fokus intervensi RIK sebagai berikut:

Page 9: Panduan Call Proposal Rik 2016

6

1. Kesehatan ibu dan Anak termasuk kesehatan reproduksi berbasis budaya lokal.

2. Gizi masyarakat berbasis bahan makanan lokal.

3. Pemberantasan Penyakit Menular berbasis budaya lokal.

4. Penanggulangan Penyakit Tidak Menular berbasis budaya lokal.

1.5. Sasaran

Pedoman RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 ditujukan kepada:

1. Peneliti dari institusi penelitian dan pengembangan dari dalam dan luar Badan

Litbang Kesehatan, dan LSM.

2. Dosen/tenaga pengajar di Perguruan Tinggi, Poltekkes Kemenkes atau institusi

pendidikan kesehatan lainnya.

3. Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan jajaran di

bawahnya.

1.6. Luaran

Hasil atau luaran wajib RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 adalah:

1. Laporan akhir dalam bentuk hardcopy dan softcopy (format pdf).

2. Rekomendasi dalam bentuk Policy Paper, dalam bentuk hardcopy dan softcopy

(format pdf).

3. Naskah publikasi ilmiah hasil riset dalam bentuk hardcopy dan softcopy (format

pdf).

4. Film tentang riset secara keseluruhan dalam bentuk VCD beserta narasi film

(hardcopy dan sofcopy).

5. Produk intervensi, dapat berupa: buku panduan, buku petunjuk, leaflet, pamflet, VCD,

CD, brosur, buku saku, poster, dsb.

6. Data kuantitatif yang sudah dibersihkan dan atau transkrip untuk data kualitatif.

7. Laporan pertanggungjawaban keuangan.

Page 10: Panduan Call Proposal Rik 2016

7

2. RUANG LINGKUP DAN SIFAT RISET

2.1 Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan tahun 2016 meliputi riset kesehatan berbasis budaya

lokal, berupa intervensi yang memberi dampak terhadap program KIA dan Gizi,

penanggulangan PM dan PTM. Area riset mencakup pengembangan atau inovasi

serta pemanfaatan kearifan lokal/pengetahuan tradisional setempat.

Ruang lingkup riset adalah :

1. Intervensi terhadap hasil temuan REK 2012, 2014 dan 2015.

2. Intervensi lanjutan ROI 2012, RIK 2014 dan RIK 2015.

3. Inovasi intervensi kesehatan berbasis budaya/kearifan lokal yang baru

dan merupakan ide orisinal peneliti.

Intervensi diutamakan pada daerah dengan permasalahan kesehatan yang telah

dipetakan melalui REK dan bisa diadopsi untuk daerah lain yang mempunyai latar

belakang budaya atau etnis yang serupa. Intervensi dapat juga dilakukan di lokasi

lanjutan RIK 2014 dan RIK 2015 atau di lokasi yang baru.

2.2 Sifat dan Jenis Riset

Kegiatan riset bersifat orisinal, bukan merupakan pengulangan yang telah

dipublikasikan di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan riset tidak sedang diusulkan

atau pernah dibiayai oleh sumber dana yang lain.

Jenis riset yang diperkenankan dalam kegiatan RIK merupakan riset intervensi yang

dilaksanakan di masyarakat.

Page 11: Panduan Call Proposal Rik 2016

8

3. PELAKSANA RISET INTERVENSI KESEHATAN (RIK) 2016

3.1. Susunan Tim Pelaksana Riset Intervensi Kesehatan 2016

Pembina : Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat

Ketua Pelaksana

RIK Ibu, Anak dan Gizi : Ristrini, Dra. MKes.

RIK Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular

: Wahyu Dwi Astuti, dr.,SpPK, MKes

Koordinator Tim Teknis

GIKIA

PM dan PTM

:

:

:

M. Setyo Pramono, DR. S.Si,MSi

Herti Maryani, Dra.M.Kes

Lusi Kristiana, SSi,Apt.,MKes

Weny Lestari, S.Sos., M.Si

Rukmini, dr.MKes.

Oktarina,drg. MKes

Nailul Izza, SKM

Astridya Paramita, SKM., MKes

Lulut Kusumawati, dr., Sp.PK

Setia Pranata, Drs, M.Si

Tumaji, SKM.MPH.

Pramita Andarwati, dr.

Karlina, dr

Sekretariat : Mardiyah, SE, M.M

Drie Subianto, SE

Siti Luksitasari, Dra.

Hendra Tri Widodo, S.Kom

Alun Winarni

Page 12: Panduan Call Proposal Rik 2016

9

3.2. Tim Teknis

Tim Teknis bertugas dalam hal manajemen dan teknis pelaksanaan RIK, mulai

penyusunan buku panduan hingga laporan akhir RIK, yang meliputi:

1. Melakukan seleksi awal proposal.

2. Menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan RIK mulai seleksi proposal,

pembuatan protokol, pelaksanaan kegiatan riset, pelaksanaan supervisi,

pelaksanaan pembimbingan oleh Tim Pakar, pembuatan laporan akhir dan luaran

riset.

3.3. Tim Pakar

Tim Pakar merupakan tim yang dibentuk dengan susunan ketua dan anggota terdiri

dari para Profesor dan peneliti senior dari Badan Litbangkes, Profesor dari

Perguruan Tinggi, Ketua/anggota Komisi Ilmiah Badan Litbangkes, Ketua/angggota

PPI Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

(PHKKPM), dan para pakar dari Pusat lain di Badan Litbangkes dan Universitas

yang akan ditentukan oleh Kepala PHKKPM. Tim ini bertugas antara lain:

1. Melakukan seleksi proposal.

2. Memberikan bimbingan, pembinaan dan konsultasi pembuatan protokol.

3. Melakukan monitoring dan evaluasi serta supervisi ke lapangan saat

pelaksanaan riset. Supervisi pelaksanaan riset meliputi:

a. Kesesuaian antara protokol dengan pelaksanaannya, pencapaian tujuan dan

identifikasi kendala atau masalah.

b. Kemajuan pelaksanaan riset.

c. Pemeriksaan logbook.

d. Memberikan masukan perbaikan atau asistensi teknis riset.

e. Membantu mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan riset.

4. Melakukan bimbingan pembuatan laporan serta luaran riset.

3.4. Tim Peneliti

1. Tim peneliti berjumlah maksimal 3 (tiga) orang, terdiri dari yaitu: 1 (satu) orang

Ketua Pelaksana dan maksimal 2 (dua) orang anggota peneliti.

2. Setiap peneliti harus menandatangani pernyataan: keaslian proposal riset, tidak

ada duplikasi pendanaan, dan kesanggupan melaksanakan dan menyelesaikan

kegiatan. Formulir pernyataan disertakan dalam proposal yang diusulkan.

3. Ketua Pelaksana berpendidikan minimal S1 dan bertanggung jawab terhadap

keseluruhan pelaksanaan riset termasuk administrasi riset dan keuangan.

Page 13: Panduan Call Proposal Rik 2016

10

Anggota peneliti membantu dan bertanggung jawab sesuai tugas yang diberikan

oleh Ketua Pelaksana.

4. Ketua Pelaksana wajib mengikuti kegiatan pendampingan penyusunan protokol riset

sebanyak 1 (satu) kali, serta penyusunan laporan sebanyak 2 (dua) kali.

5. Tim peneliti wajib melampirkan ijin tertulis dari atasan.

3.5. Peneliti Pendamping

Setiap tim peneliti yang telah diterima untuk dibiayai, akan diberikan 1 (satu) orang

Peneliti Pendamping untuk membantu pelaksanaan riset. Peneliti Pendamping

adalah peneliti dari Badan Litbangkes yang ditentukan oleh PHKKPM. Peneliti

Pendamping berperan sebagai anggota peneliti dari Badan Litbangkes yang akan

membantu dan terlibat dalam keseluruhan proses pelaksanaan riset.

3.6. Tenaga Administrasi

Setiap tim peneliti yang telah diterima untuk dibiayai, akan diberikan 1 (satu) orang

Tenaga Administrasi untuk membantu dan mengontrol pertanggungjawaban

administrasi riset dan keuangan. Tenaga administrasi berasal dan akan ditunjuk oleh

PHKKPM.

Page 14: Panduan Call Proposal Rik 2016

11

4. PEMBIAYAAN

Pembiayaan RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 adalah:

1. Alokasi dana maksimal Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap

proposal. Proposal yang akan dibiayai total sebanyak maksimal 24 (dua puluh empat)

proposal yang memenuhi kriteria seleksi. Rencana Anggaran Belanja riset

disesuaikan dengan kegiatan riset yang sewajarnya dengan mengikuti Satuan

Biaya Umum (SBU) 2015 dari Kementerian Keuangan.

2. Jangka waktu efektif riset maksimal 10 (sepuluh) bulan.

3. Komponen pembiayaan terdiri dari:

a. Belanja honor, dengan total tidak melebihi 5% dari anggaran yang diusulkan.

b. Persiapan lapangan (belanja bahan, perjalanan, belanja non operasional), tidak

melebihi 40% dari anggaran yang diusulkan.

c. Pengumpulan data (belanja bahan, perjalanan, belanja non operasional), tidak

melebihi 45% dari anggaran yang diusulkan.

d. Penyusunan luaran dan laporan (belanja bahan), tidak melebihi 10% dari anggaran

yang diusulkan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Lampiran Rincian Rencana Anggaran.

Pembiayaan yang TIDAK DIPERBOLEHKAN adalah:

1. Belanja di luar 4 komponen yang telah ditetapkan, misalnya belanja sewa, belanja

jasa untuk pemeriksaan.

2. Belanja honor lebih dari 10 bulan.

3. Belanja pembelian alat.

Page 15: Panduan Call Proposal Rik 2016

12

5. JADUAL KEGIATAN

Jadual kegiatan RIK tahun 2016:

Kegiatan Waktu

Penyebaran informasi Mulai Nopember 2015

Batas akhir penerimaan proposal di Sekretariat RIK 15 Januari 2016 (cap pos)

Seleksi proposal

Tahap 1 (administrasi) Desember 2015

Tahap 2 (substansi) Januari 2016

Perbaikan proposal/pendampingan Februari 2016

Finalisasi protokol riset dan konsinyasi etik Februari 2016

Pengajuan persetujuan etik penelitian Februari 2016

Pelaksanaan riset Maret – Desember 2016

Supervisi pelaksanaan riset Maret – Desember 2016

Konsinyasi penyusunan Laporan Akhir, Naskah Publikasi Ilmiah dan Policy Paper

Nopember 2016

Penyerahan laporan dan seluruh luaran 15 Desember 2016

Diseminasi hasil akhir RIK Desember 2016

Situs RIK www.pusat4.litbang.depkes.go.id akan memuat pengumuman dan berita

yang terkait dalam proses kegiatan. Peneliti yang mengirimkan proposal dianjurkan untuk

mengunjungi situs tersebut secara teratur dan berkala.

Page 16: Panduan Call Proposal Rik 2016

13

6. MONITORING, EVALUASI, PENGHARGAAN DAN SANKSI

Monitoring dan evaluasi akan dilakukan oleh Tim Pakar dan Tim Teknis. Supervisi

di tempat pelaksanaan riset akan diatur tersendiri oleh Tim Teknis. Pada waktu monitoring

dan seminar hasil riset akan dilakukan evaluasi laporan kemajuan riset (teknis dan

administrasi), dan pengisian log book.

Peneliti yang menunjukkan kinerja yang baik dan berprestasi akan diundang

dalam simposium Badan Litbangkes tahun 2016. Peneliti yang tidak memenuhi kewajiban

yang telah disepakati akan dihentikan pembiayaan riset dan diwajibkan mengganti biaya

yang telah dikeluarkan. Ketua Pelaksana tidak diperkenankan untuk mengajukan proposal

RIK berikutnya.

7. FORMAT PROPOSAL, ETIK PENELITIAN, MEKANISME SELEKSI

DAN KRITERIA PENILAIAN

7.1. Format Proposal

Isi proposal terdiri dari: judul, daftar isi, ringkasan penelitian, latar belakang, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, pertimbangan ijin penelitian,

pertimbangan etik penelitian, daftar kepustakaan, susunan tim peneliti, jadual

kegiatan penelitian, rincian rencana anggaran. Proposal disusun menggunakan

format sebagaimana terlampir atau diunduh dari situs RIK 2016

www.pusat4.litbang.depkes.go.id.

Proposal diketik dengan tipe huruf Arial 11 pt, spasi 1,5 dan ukuran kertas A4.

Proposal dijilid sebanyak 3 (tiga) rangkap dan dikirim ke alamat:

Sekretariat Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya Lokal 2016 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes Kemenkes RI Jalan Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. 031 3528748; Fax. 031 3528749

Proposal dalam bentuk softcopy dikirim ke alamat email sekretariat:

[email protected].

Proposal softcopy diterima sekretariat selambat-lambatnya tanggal 15

Januari 2016 jam 24.00 WIB.

Page 17: Panduan Call Proposal Rik 2016

14

Proposal hardcopy dikirim ke sekretariat selambat-lambatnya tanggal 15

Januari 2016 (cap pos). Disampul surat dan cover Proposal sebelah kiri

atas harap dicantumkan kode Poposal sebagai berukut :

1. KIA dan Kespro : Kode 1

2. GIZI : Kode 2

3. PM : Kode 3

4. PTM : Kode 4

7.2. Etik Penelitian

Protokol yang mengikutsertakan manusia sebagai obyek penelitian perlu

mengajukan persetujuan etik penelitian (Ethical clearance) kepada Komisi

Etik (KE) Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. Pengajuan persetujuan

etik penelitian dilakukan melalui sekretariat RIK dengan surat pengantar dari

PHKKPM. Pelaksanaan pengumpulan data diijinkan bila sudah menerima surat

persetujuan etik penelitian dari KE Badan Litbangkes Kemenkes RI.

7.3. Mekanisme dan Kriteria Seleksi

Setiap proposal akan diseleksi oleh Tim Teknis dan Tim Pakar berdasarkan

prinsip objektivitas dan bersifat kompetitif. Tugas Tim Teknis adalah menyeleksi

proposal pada tahap awal. Tugas Tim Pakar adalah menilai dan menyeleksi

proposal, serta membina peneliti untuk perbaikan proposal, protokol hingga laporan

akhir dan luaran riset. Keputusan Tim Pakar bersifat final dan mengikat.

Tahap proses seleksi untuk proposal RIK adalah:

1. Rapat Tim Teknis merupakan seleksi awal proposal untuk menjaring proposal

yang sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup RIK, memenuhi persyaratan

substansi dan kelayakan biaya.

2. Proposal yang lolos seleksi awal akan dilanjutkan seleksi oleh Tim Pakar. Seleksi

dilakukan berdasarkan kriteria dan bobot yang telah ditentukan. Penilaian dalam

seleksi akan menghasilkan dua kategori proposal: (a) diusulkan untuk dibiayai,

atau (b) tidak dibiayai.

3. Proposal yang diusulkan untuk dibiayai merupakan proposal yang sudah

diperbaiki berdasarkan masukan dari Tim Pakar. Perbaikan proposal disertai

dengan pengantar isi perbaikan (ditulis bagian kalimat yang diperbaiki, halaman,

dan dicetak tebal).

4. Peneliti akan diundang pada seminar proposal untuk memaparkan proposal riset

dan mendapat pembinaan dari Tim Pakar untuk dilanjutkan menjadi protokol

riset.

Page 18: Panduan Call Proposal Rik 2016

15

5. Protokol selanjutnya diserahkan kepada Tim Teknis untuk diproses pengurusan

etik penelitian.

7.4. Kriteria Penilaian

Lingkup seleksi proposal lengkap dilakukan untuk menyeleksi proposal dari

aspek substansi dan aspek kelayakan biaya. Aspek substansi dan kriteria seleksi

adalah:

1. Orisinalitas

2. Kontribusi terhadap program Gizi, KIA, PM dan PTM Kementerian Kesehatan RI

3. Peluang adopsi (penerimaan) dan keberlanjutan pemakaian oleh pengguna

4. Penulisan dan ketepatan metodologi

Page 19: Panduan Call Proposal Rik 2016

16

8. PENUTUP

Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pengajuan proposal dan

pelaksanaan RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 bagi semua pihak khususnya yang

berminat dalam penelitian bidang humaniora kesehatan. Calon peserta diharapkan

mendapat informasi yang jelas dari buku panduan sehingga dapat berpartisipasi dalam

RIK dan mengajukan proposal sesuai persyaratan yang telah ditetapkan.

Seluruh hasil luaran RIK harus diserahkan kepada sekretariat RIK berbasis budaya

lokal tahun 2016 dan seluruhnya menjadi hak milik Pusat Humaniora Kebijakan

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Publikasi lain bersumber dari data penelitian, Hak Atas

Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk paten yang mungkin dihasilkan dari riset, akan diatur

tersendiri.

Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:

1. Dra. Ristrini, M.Kes HP: 081330673252, 081918118502 2. Dr. Wahyu Dwi Astuti, SpPK, M.Kes HP: 0811378684 3. DR. M. Setyo Pramono, S.Si,Msi HP: 081330695133 4. Dra. Herti Maryani, M.Kes HP: 08123199390 5. Lusi Kristiana, Apt., M.Kes HP: 088803117569 6. Weny Lestari, S.Sos., M.Si. HP: 08123157097 7. Astridya Paramita, SKM., M.Kes. HP: 081330543763 8. 9. 10.

dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK Dra. Siti Luksitasari Alun Winanrni

HP. 081230203965 Hp. 081235045689, 0818591491 Hp. 082234562230, 08563142207

Page 20: Panduan Call Proposal Rik 2016

17

9. DAFTAR PUSTAKA

1. Sindonews.com, 26 September 2013. Data SDKI 2012, angka kematian ibu melonjak. http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/25/15/787480/data-sdki-2012-angka-kematian-ibu-melonjak. Diakses 19 Oktober 2013.

2. BPS dan Tim, 2012. “Laporan Pendahuluan Badan Pusat Statistik”. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.

3. Badan Litbangkes RI, 2014. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Litbangkes

Kemkes RI.

4. Badan Litbangkes RI, 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

5. Badan Litbangkes RI, 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Litbangkes

Kemkes RI.

6. Kemkes RI, 2012. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

7. Badan Litbangkes RI, 2012. Laporan Penelitian Riset Etnografi Budaya Kesehatan Ibu dan Anak. Badan Litbangkes Kemkes RI.

8. Tumaji, et al, 2014. Nomphoboas yang Mengganas di Mumugu. Etnik Asmat. Kabupaten Asmat. Riset Etnografi Kesehatan. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

9. Ningsi, et al, 2014. Rekam Jejak Terengi. Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo. Buku

Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

10. Santi D, et al, 2014. Belenggu Apung. Etnik Sumba, Kabupaten Sumba Timur. Buku

Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

11. Setia P, et al, 2014. Dibalik Rahasia Bungkus Daun Tiga Jari. Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

12. Mufida A, et al, 2014. Kesembuhan Mulia. Mamoh. Etnik Aceh, Kabupaten Aceh Barat. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

13. Mara I, et al, 2014. Menguak Halimun Baduy. Etnik Baduy Dalam, Kabupaten Lebak.

Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

14. Sri H, et al, 2014. Hembusan Topo Tawui di Seberang Koala. Etnik Kalii Da’a, Kabupaten Mamuju Utara. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat

Humaniora, Badan Litbangkes

15. Manggala I, et al, 2014. Cukit Budak. Nun Jauh di Mudik. Etnik Melayu Jambi, Kabupaten Sarolangun. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat

Humaniora, Badan Litbangkes

16. Agung D.L, et al, 2014. Perempuan Muyu dalam Pengasingan.Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digul. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan

Litbangkes

17. Syarifah N, et al, 2014. Tangis Budak dari Negeri Seribu Jembatan. Etnik Laut, Kabupaten Indragiri Hilir. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes

18. Lestari, Ade Febriana., et al, 2012. “Budaya Pijat Bayi Aman (Safe Baby Massage)

Berbasis Keluarga Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Bayi Di Sleman

Page 21: Panduan Call Proposal Rik 2016

18

Yogjakarta”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora,

Badan Litbangkes dan Rumah Sakit Akademik UGM.

19. Sasmito, et al, 2012. “Tari Memengan Sebagai Media Penyampai Pesan Posyandu Pada Ibu dan Anak di Banyuwangi Jawa Timur”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Politeknik Kesehatan Malang.

20. Syarifah, et al, 2012. “Syair dalam Tarian Maena Sebagai Wahana Penyampaian

Pesan untuk Meningkatkan Pengetahuan kesehatan Reproduksi Remaja pada Masyarakat Nias Barat”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat

Humaniora Badan Litbangkes dan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan.

21. Annis Catur, et al. 2012. “Penguatan Modal Sosial Buppa Babbu Guru ban Rato dalam Peningkatan Kualitas Diet Ibu Hamil Etnis Madura di Bangkalan Jawa Timur”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora Badan Litbangkes

dan FKM Unair Surabaya.

22. Nurrachmawati, et al, 2012. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora Badan Litbangkes.

23. Murlan, et al, 2014. Optimasasi Pemanfaatan Sisa Produk Virgin Coconut Oil

(Blondo) pada makanan lokal untuk Perbaikan Gizi Balita di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan STIK Avicenna Kendari.

24. Susilo, et al, 2014. Keberkelanjutan Pemberian Makanan Tradisional Opa-opak dengan Pengayaan Ikan Ekor Kuning dan Serbuk Daun Kelor sebagai Alternatif Selingan Untuk Ibu hamil KEK di Kabupaten Lombok Utara, NTB. (Tahap1). Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes NTB.

25. Intan, et al, 2014. Optimalisasi Penerimaan Ulat Sagu (Rhinchophorus Ferruginenus) Dalam Meningkatkan Kualitas Makanan Anak Balita Suku Tolaki Dengan Pendekatan Potensi Budaya Makan Setempat”. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Kendari.

26. Yohannes, et al, 2014. Optimalisasi Budaya Makan Tempe Generasi Dua Untuk

Meningkatkan Asupan Gizi Ibu Hamil dan Anak Balita di Kota Malang. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Malang.

27. Wiralis, et al, 2014. Budaya Makan Tetehe Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas

Menu Keluarga pada Suku Bajo Relokasi Pulau Bokori. , Di Konawe. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Kendari.

28. Lia, et al, 2014. Efektifitas Seni Budaya Tarling Cirebon Sebagai Media Peningkatan

Pengetahuan Ibu Hamil di Kabupaten Cirebom Jawa Barat. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.

29. Rini, et al, 2014. Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Hamil terhadap

Kesehatan Maternal Melalui Media Kesenian "Dulmuluk" di Kabupaten Ogan Ikir Sumatera Selatan. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan FKM Universitas Sriwijaya Palembang.

30. Ida Ayu, et al, 2014. Pemberdayaan Sekaa Teruni Dalam Meningkatkan

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Menyusui di wilayah Puskesmas Klungkung Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Denpasar.

31. Nurhandini, et al, 2014. Budaya Begibung Sebagai Upaya Penurunan Kurang energy

Kronis (KEK) pada Kehamilan di Kabupaten Lombok. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Dinas Kesehatan Lombok Tengah NTB.

Page 22: Panduan Call Proposal Rik 2016

19

32. Annis Catur, et al. 2014. Pengembangan Intervensi Penguatan "Modal Sosial Buppa

Bappu ban Ratto" Dalam Peningkatan Kualitas Diet Ibu Hamil Etnis Madura di Daratan Pulau Madura. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan FKM Unair

33. Epti, et al, 2014. Pemanfaatan Budaya Merunggu Pada Ibu Bersalin Suku Serawai

Dalam Promosi Pertolongan Persalinan, IMD dan ASI Ekslusif di Desa Puguk Kabupaten Seluma. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan dan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

34. Nancy, et al, 2014. Pemberdayaan Budaya Bakera "Sebagai Upaya Peningkatan

Cakupan Pemberian ASI Ekslusif di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan dan Poltekkes Kemenkes Manado.

35. Rocco L, Suhrcke M., 2012. Is social capital good for health? A European perspective.

Copenhagen, WHO Regional Office for Europe.