Upload
agung-dwi-laksono
View
959
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Dokumen ini merupakan sebuah panduan untuk pengajuan call for proposal "Riset Intervensi Kesehatan tahun 2016".
Citation preview
PANDUAN
PENGAJUAN PROPOSAL
RISET INTERVENSI KESEHATAN
BERBASIS BUDAYA LOKAL 2016
BIDANG: KESEHATAN IBU DAN ANAK, GIZI,
PENYAKIT MENULAR, PENYAKIT TIDAK MENULAR
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. 031-3528748 / Faks. 031-3528749
2015
KATA PENGANTAR
Riset Intervensi Kesehatan (RIK) Berbasis Budaya Lokal tahun 2016 merupakan riset
dalam rangka pengembangan atau inovasi dengan melibatkan modal sosial bagi upaya
peningkatan kesehatan yang berbasis budaya atau kearifan lokal. Riset ini bertujuan untuk
mengembangkan intervensi pada budaya kesehatan yang bersifat positif, hasil
pengetahuan budaya/kearifan lokal untuk menunjang program-program Kementerian
Kesehatan dengan mengikuti kaidah dan metode penelitian yang benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara etik-ilmiah.
Panduan Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya lokal tahun 2016 merupakan
acuan untuk menyusun riset intervensi sehingga proposal dapat disusun sesuai kriteria
yang telah disyaratkan. Riset Intervensi Kesehatan pada tahun 2016 ini difokuskan
pada upaya peningkatan kesehatan terkait KIA, gizi, penyakit menular dan penyakit tidak
menular dalam rangka memberdayakan kearifan lokal dan kekayaan intelektual lokal
(pengetahuan tradisional) berbagai budaya di Indonesia. Penelitian akan dilaksanakan
tahun 2016 dengan penanggungjawab adalah Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
menyusun pedoman Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya Lokal Tahun 2016.
Melalui riset ini diharapkan dapat memacu peneliti untuk berpartisipasi membantu
masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan melalui pemanfaatan kekayaan budaya
berupa pengetahuan lokal tradisional yang ada di lingkungan masyarakat itu sendiri.
Surabaya, 2 Nopember 2015 Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat drg. Agus Suprapto, M.Kes
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Umum 5
1.3. Tujuan Khusus 5
1.4. Manfaat 5
1.5. Arah 5
1.6. Sasaran 6
1.7. Luaran 6
2. RUANG LINGKUP DAN SIFAT RISET 7
2.1. Ruang Lingkup 7
2.2. Sifat dan Jenis Riset 7
3. PELAKSANA RISET INTERVENSI KESEHATAN 8
3.1. Susunan Tim Pelaksana Riset Intervensi Kesehatan 2016 8
3.2. Tim Teknis 9
3.3. Tim Pakar 9
3.4. Tim Peneliti 9
3.5. Peneliti Pendamping 10
3.6. Tenaga Administrasi 10
4. PEMBIAYAAN 11
5. JADUAL KEGIATAN 12
6. MONITORING, EVALUASI, PENGHARGAAN DAN SANKSI 13
7. FORMAT PROPOSAL, ETIK PENELITIAN, MEKANISME SELEKSI DAN
KRITERIA PENILAIAN
13
7.1. Format Proposal 13
7.2. Etik Penelitian 14
7.3. Mekanisme Seleksi dan Kriteria Seleksi 14
7.4. Kriteria Penilaian 15
8. PENUTUP 16
9. Daftar Pustaka 17
Lampiran
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampai saat ini permasalahan kesehatan di Indonesia masih banyak,
diantaranya adalah masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang cenderung meningkat;
masalah gizi khususnya gizi kurang, gizi buruk, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
stunting; penyakit menular (PM) yang memberikan kontribusi kematian akibat
infeksi; penyakit tidak menular (PTM) dengan peningkatan penyakit degeneratif di
beberapa wilayah di Indonesia.
Survei Demografi Indonesia (SDKI) 2012 memberikan data bahwa AKI 359 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB 32 per 1.000 kelahiran hidup. Lebih dari tiga
perempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak
dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus1,2. Berdasar kesepakatan
global (Millenium Development Goal/MDGs 2000) diharapkan tahun 2015 terjadi
penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per
1000 kelahiran hidup. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
bahwa 95,4 persen dari kelahiran mendapat pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal
Care (ANC).
Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester
saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan
semasa hamil. Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal)
seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester 1
hingga trimester 3. Hal ini dapat dilihat dari indikator ANC K4. Cakupan K1 ideal dan
K4 secara nasional adalah 81,6 persen dan 70,4 persen. Berdasarkan penjelasan di
atas, selisih dari cakupan K1 ideal dan K4 secara nasional memperlihatkan bahwa
terdapat 12 persen ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai
standar minimal (K4)3.
Data gizi menurut Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang
nasional pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4
persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi
menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup
tinggi, yaitu 37,2 persen pada tahun 2013. Prevalensi status gizi tidak berubah,
terlihat dari kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan
terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013).
Menurut indikator IMT >25, prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 19,7 persen
2
dan perempuan 32,9 persen3,4,5.
Data pemetaan penyakit menular Riskesdas menunjukkan penurunan angka
period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013.
Terjadi kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua
umur dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Prevalensi TB paru masih di
posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan prevalensi
hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen tahun 20133,4.
Data penyakit tidak menular Riskesdas menunjukkan prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran tekanan darah terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun
2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara
terjadi peningkatan dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal
yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara juga meningkat dari 8,3/1000
(2007) menjadi 12,1/1000 (2013). Data Diabetes Melitus berdasarkan wawancara
terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,4 persen (2013)3,4.
Strategi pembangunan kesehatan seperti yang tertuang dalam Rencana
Pengembangan Jangka Panjang Bidang Kesehatan tahun 2005-2025 antara lain
menyebutkan tentang pemberdayaan masyarakat. Peran masyarakat dalam
pembangunan kesehatan semakin penting. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh
masyarakat sendiri dan pemerintah. Keberhasilan pembangunan kesehatan,dan
penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan
potensi spesifik daerah termasuk di dalamnya sosial dan budaya setempat.
Sistem Kesehatan Nasional 2012 menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat
bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat, mampu
mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap
pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan
pembangunan berwawasan kesehatan. Potensi yang dimiliki masyarakat perlu
digerakkan, antara lain adalah pengetahuan tradisional berakar dari budaya lokal
yang berkembang di masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan
sebagai pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan permasalahan
serta potensi masyarakat (modal sosial)6.
Indonesia terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang dihuni oleh ratusan
suku dengan berbagai ragam budaya telah memberikan suatu kekhasan tersendiri.
Wujud budaya dapat berupa: (1) sistem ide/gagasan/nilai/norma/peraturan; (2) sistem
sosial yang berupa kompleks aktivitas tindakan berpola dalam masyarakat; (3)
alat-alat/benda yang merupakan hasil karya manusia. Wujud budaya tersebut
3
merefleksikan budaya dan identitas sosial masyarakatnya.
Perilaku masyarakat tradisional tercermin dari cara mereka memanfaatkan
kearifan lokal berupa pengetahuan tradisional dan keanekaragaman hayati di
lingkungannya. Praktek budaya terkait kesehatan tersebut, sebagian diakui oleh
masyarakat modern sebagai salah satu penyebab status kesehatan masyarakat
yang rendah.
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan
Litbangkes, Kemenkes RI, pada tahun 2012, 2014, dan 2015 telah melaksanakan
Riset Etnografi Kesehatan di beberapa wilayah di Indonesia. Hasil temuan diantaranya
adalah beberapa kelompok masyarakat di Jawa, Madura, Kalimantan, Sumatra masih
mempunyai kebiasaan memberi makanan campuran pisang lumat nasi kepada bayi
usia dini (kurang 4 bulan) sehingga bayi mempunyai risiko gangguan saluran
pencernaan. Praktek kesehatan yang berkembang di masyarakat seringkali
dipengaruhi faktor sosial budaya yang ada di lingkungan sekitar. Faktor sosial
budaya tersebut bisa berdampak merugikan terhadap kondisi kesehatan, namun
cukup banyak dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang bermanfaat bagi
kesehatan7.
Riset Etnografi tentang pertolongan persalinan membuktikan bahwa dukun bayi
masih mempunyai peran yang cukup besar di beberapa etnik Kabupaten Aceh Barat,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Sorolangun.12,13,14,15
Anggapan masyarakat etnik Papua bahwa darah persalinan perempuan adalah kotor
dan membawa bala, menyebabkan ibu melahirkan diasingkan pada saat melahirkan di
Kabupaten Boven Digul16. Etnik Laut di Indragiri Hilir Provinsi Riau, beranggapan bahwa
penyakit yang diderita bayi merupakan penyakit akibat roh halus sehingga pencarian
pengobatan dan penanganannya dilakukan secara tradisional17.
Penyakit kusta pada suku Asmat dianggap sebagai penyakit kulit biasa sehingga
tidak dilakukan pengobatan8. Perilaku pengobatan sendiri di Kabupaten Boalemo9,
mempengaruhi penyebaran penyakit Tuberkulosis. Kepercayaan masyarakat setempat
tentang penyakit TB berpengaruh pada keterlambatan pengobatan.10 Perilaku
kesehatan reproduksi pria berpengaruh pada kehidupan sosial budaya yaitu seks bebas
sebagai bukti kejantanan pria di Kabupaten Kaimana11.
Kekayaan budaya Indonesia dari berbagai etnis yang tersebar di seluruh
Indonesia telah mewarnai upaya kesehatan baik preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif, yang bersifat konvensional maupun tradisional dan komplementer.
Upaya kesehatan selalu ditekankan untuk mengutamakan keamanan dan
efektifitas yang tinggi dan diselenggarakan guna menjamin pencapaian derajat
4
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan berbasis masyarakat termasuk
pengobatan dan cara-cara tradisional perlu dijamin keamanan dan khasiatnya7.
Riset Operasional Intervensi Kesehatan (ROI) 2012 telah menghasilkan intervensi
berupa pemberdayaan masyarakat berbasis pada nilai lokal setempat, seperti budaya
pijat bayi oleh dukun bayi. Pijat dengan teknik aman yang dilakukan oleh ibu sendiri,
akan memiliki efek fisiologi, biokimia dan interaksi ibu dengan bayi yang lebih positif18.
Penelitian lain dilakukan oleh Sasmito, dkk (2012)19 dan Syarifah, dkk (2012)20
memaparkan bahwa bidang seni tari dan syair budaya setempat dapat dijadikan
sebagai sarana penyuluhan KIA yang efektif. Penelitian oleh Catur Adi, dkk (2012)21
dan Nurrachmawati, dkk (2012)22 memaparkan bahwa metode penyuluhan kesehatan
bisa dilakukan melalui pendekatan aktor yang berperan dalam komunitas tersebut
seperti tokoh adat, orang tua, dan kyai.
Riset Intervensi Kesehatan berbasis budaya lokal tahun 2014 tentang gizi
menunjukkan hasil bahwa bahan makanan spesifik lokal daerah setempat (kearifan
lokal) bisa diolah sedemikian rupa dan disukai untuk peningkatan kesehatan ibu dan
anak. Makanan seperti blondo VCO, opak-opak, ulat sagu, tempe dan bulu babi bisa
dikembangkan oleh masyarakat, sehingga memiliki potensi ekonomi masyarakat
setempat.23,24,25,26,27 Intervensi KIA tahun 2014 memanfaatkan lagu daerah yang
dimodifikasi, kesenian drama lokal sebagai media kesehatan. Pemberdayaan pemudi
(teruni) sebagai pendamping ASI di Bali, pemanfaatan makan bersama (begibung)
untuk mengeliminasi pantangan makanan bergizi pada ibu hamil, penguatan peran
tokoh masyarakat lokal, pemantapan materi kesehatan ibu dalam pemanfaatan budaya
menunggu kehamilan dan ratus pasca kelahiran, merupakan contoh kearifan lokal yang
dimanfaatkan untuk intervensi kesehatan28,29,30,31,32,33,34.
Hasil riset Etnografi dan Intervensi yang telah dilakukan menggambarkan
bahwa banyak modal sosial yang dimiliki masyarakat dari berbagai suku yang bisa
dimanfaatkan untuk peningkatan status kesehatan. Menurut Bank Dunia (2011) dalam
Rocco & Suhrcke (2012), modal sosial bukan hanya sejumlah gabungan dari institusi
dalam masyarakat namun merupakan perekat yang mengikat keseluruhan yang dapat
menghasilkan luaran sosial dan/atau ekonomi yang menguntungkan35. Koordinasi akan
muncul mengikuti keuntungan-keuntungan potensial yang ada, kemudian diikuti
munculnya kepercayaan dalam interaksi sosial yang terwujud.
Masalah kesehatan dan kuatnya pengaruh sosial budaya
masyarakat menjadi permasalahan yang memerlukan suatu pemecahan segera.
Pengembangan atau inovasi dengan melibatkan modal sosial bagi upaya peningkatan
kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
5
tersebut melalui suatu intervensi yang dapat diterima oleh masyarakat pelaku. Oleh
sebab itu, dukungan riset berupa intervensi kesehatan berbasis budaya yang
bernilai positif bagi kesehatan masih sangat diperlukan. Riset Intervensi Kesehatan
(RIK) berbasis budaya lokal tahun 2016 berfokus pada masalah kesehatan ibu dan
anak, gizi, pemberantasan penyakit menular, penanggulangan penyakit tidak
menular. RIK 2016 diharapkan memberi pemecahan masalah yang teridentifikasi
pada lokasi riset etnografi kesehatan, lanjutan dari RIK 2015 dan intervensi di
lokasi yang baru.
Kekayaan budaya Indonesia yang berdampak positif pada kesehatan
dapat terus dikembangkan, dilestarikan dan dimanfaatkan di tingkat kabupaten,
propinsi dan nasional. Peran masyarakat perlu ditingkatkan dengan melihat
permasalahan lokal serta potensi budaya lokal yang masih sangat banyak di
masyarakat.
1.2. Tujuan Umum
Mengembangkan intervensi budaya kesehatan yang bersifat positif hasil pengetahuan
budaya/kearifan lokal untuk menunjang program KIA, gizi, pemberantasan Penyakit
Menular (PM), dan penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan berbasis budaya/kearifan lokal.
1.3. Tujuan Khusus
Memberikan kesempatan kepada peneliti kesehatan melaksanakan Riset
Intervensi Kesehatan (RIK) berbasis budaya lokal dengan fokus pada upaya
peningkatan kesehatan terkait KIA, gizi, Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular
dalam rangka memberdayakan kearifan lokal dan kekayaan intelektual lokal
(pengetahuan tradisional) berbagai budaya di Indonesia.
1.4. Manfaat
Diperoleh berbagai bentuk intervensi berbasis budaya lokal yang bermanfaat
bagi peningkatan kualitas kesehatan terkait masalah KIA, gizi, Penyakit Menular,
Penyakit Tidak Menular di Indonesia.
1.4. Arah
Arah RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 disesuaikan dengan MDG’s 2015 dan
Renstra Kementerian Kesehatan 2014 - 2019, serta kelayakan yang dapat dilakukan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka fokus intervensi RIK sebagai berikut:
6
1. Kesehatan ibu dan Anak termasuk kesehatan reproduksi berbasis budaya lokal.
2. Gizi masyarakat berbasis bahan makanan lokal.
3. Pemberantasan Penyakit Menular berbasis budaya lokal.
4. Penanggulangan Penyakit Tidak Menular berbasis budaya lokal.
1.5. Sasaran
Pedoman RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 ditujukan kepada:
1. Peneliti dari institusi penelitian dan pengembangan dari dalam dan luar Badan
Litbang Kesehatan, dan LSM.
2. Dosen/tenaga pengajar di Perguruan Tinggi, Poltekkes Kemenkes atau institusi
pendidikan kesehatan lainnya.
3. Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan jajaran di
bawahnya.
1.6. Luaran
Hasil atau luaran wajib RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 adalah:
1. Laporan akhir dalam bentuk hardcopy dan softcopy (format pdf).
2. Rekomendasi dalam bentuk Policy Paper, dalam bentuk hardcopy dan softcopy
(format pdf).
3. Naskah publikasi ilmiah hasil riset dalam bentuk hardcopy dan softcopy (format
pdf).
4. Film tentang riset secara keseluruhan dalam bentuk VCD beserta narasi film
(hardcopy dan sofcopy).
5. Produk intervensi, dapat berupa: buku panduan, buku petunjuk, leaflet, pamflet, VCD,
CD, brosur, buku saku, poster, dsb.
6. Data kuantitatif yang sudah dibersihkan dan atau transkrip untuk data kualitatif.
7. Laporan pertanggungjawaban keuangan.
7
2. RUANG LINGKUP DAN SIFAT RISET
2.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan tahun 2016 meliputi riset kesehatan berbasis budaya
lokal, berupa intervensi yang memberi dampak terhadap program KIA dan Gizi,
penanggulangan PM dan PTM. Area riset mencakup pengembangan atau inovasi
serta pemanfaatan kearifan lokal/pengetahuan tradisional setempat.
Ruang lingkup riset adalah :
1. Intervensi terhadap hasil temuan REK 2012, 2014 dan 2015.
2. Intervensi lanjutan ROI 2012, RIK 2014 dan RIK 2015.
3. Inovasi intervensi kesehatan berbasis budaya/kearifan lokal yang baru
dan merupakan ide orisinal peneliti.
Intervensi diutamakan pada daerah dengan permasalahan kesehatan yang telah
dipetakan melalui REK dan bisa diadopsi untuk daerah lain yang mempunyai latar
belakang budaya atau etnis yang serupa. Intervensi dapat juga dilakukan di lokasi
lanjutan RIK 2014 dan RIK 2015 atau di lokasi yang baru.
2.2 Sifat dan Jenis Riset
Kegiatan riset bersifat orisinal, bukan merupakan pengulangan yang telah
dipublikasikan di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan riset tidak sedang diusulkan
atau pernah dibiayai oleh sumber dana yang lain.
Jenis riset yang diperkenankan dalam kegiatan RIK merupakan riset intervensi yang
dilaksanakan di masyarakat.
8
3. PELAKSANA RISET INTERVENSI KESEHATAN (RIK) 2016
3.1. Susunan Tim Pelaksana Riset Intervensi Kesehatan 2016
Pembina : Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Ketua Pelaksana
RIK Ibu, Anak dan Gizi : Ristrini, Dra. MKes.
RIK Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
: Wahyu Dwi Astuti, dr.,SpPK, MKes
Koordinator Tim Teknis
GIKIA
PM dan PTM
:
:
:
M. Setyo Pramono, DR. S.Si,MSi
Herti Maryani, Dra.M.Kes
Lusi Kristiana, SSi,Apt.,MKes
Weny Lestari, S.Sos., M.Si
Rukmini, dr.MKes.
Oktarina,drg. MKes
Nailul Izza, SKM
Astridya Paramita, SKM., MKes
Lulut Kusumawati, dr., Sp.PK
Setia Pranata, Drs, M.Si
Tumaji, SKM.MPH.
Pramita Andarwati, dr.
Karlina, dr
Sekretariat : Mardiyah, SE, M.M
Drie Subianto, SE
Siti Luksitasari, Dra.
Hendra Tri Widodo, S.Kom
Alun Winarni
9
3.2. Tim Teknis
Tim Teknis bertugas dalam hal manajemen dan teknis pelaksanaan RIK, mulai
penyusunan buku panduan hingga laporan akhir RIK, yang meliputi:
1. Melakukan seleksi awal proposal.
2. Menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan RIK mulai seleksi proposal,
pembuatan protokol, pelaksanaan kegiatan riset, pelaksanaan supervisi,
pelaksanaan pembimbingan oleh Tim Pakar, pembuatan laporan akhir dan luaran
riset.
3.3. Tim Pakar
Tim Pakar merupakan tim yang dibentuk dengan susunan ketua dan anggota terdiri
dari para Profesor dan peneliti senior dari Badan Litbangkes, Profesor dari
Perguruan Tinggi, Ketua/anggota Komisi Ilmiah Badan Litbangkes, Ketua/angggota
PPI Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
(PHKKPM), dan para pakar dari Pusat lain di Badan Litbangkes dan Universitas
yang akan ditentukan oleh Kepala PHKKPM. Tim ini bertugas antara lain:
1. Melakukan seleksi proposal.
2. Memberikan bimbingan, pembinaan dan konsultasi pembuatan protokol.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi serta supervisi ke lapangan saat
pelaksanaan riset. Supervisi pelaksanaan riset meliputi:
a. Kesesuaian antara protokol dengan pelaksanaannya, pencapaian tujuan dan
identifikasi kendala atau masalah.
b. Kemajuan pelaksanaan riset.
c. Pemeriksaan logbook.
d. Memberikan masukan perbaikan atau asistensi teknis riset.
e. Membantu mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan riset.
4. Melakukan bimbingan pembuatan laporan serta luaran riset.
3.4. Tim Peneliti
1. Tim peneliti berjumlah maksimal 3 (tiga) orang, terdiri dari yaitu: 1 (satu) orang
Ketua Pelaksana dan maksimal 2 (dua) orang anggota peneliti.
2. Setiap peneliti harus menandatangani pernyataan: keaslian proposal riset, tidak
ada duplikasi pendanaan, dan kesanggupan melaksanakan dan menyelesaikan
kegiatan. Formulir pernyataan disertakan dalam proposal yang diusulkan.
3. Ketua Pelaksana berpendidikan minimal S1 dan bertanggung jawab terhadap
keseluruhan pelaksanaan riset termasuk administrasi riset dan keuangan.
10
Anggota peneliti membantu dan bertanggung jawab sesuai tugas yang diberikan
oleh Ketua Pelaksana.
4. Ketua Pelaksana wajib mengikuti kegiatan pendampingan penyusunan protokol riset
sebanyak 1 (satu) kali, serta penyusunan laporan sebanyak 2 (dua) kali.
5. Tim peneliti wajib melampirkan ijin tertulis dari atasan.
3.5. Peneliti Pendamping
Setiap tim peneliti yang telah diterima untuk dibiayai, akan diberikan 1 (satu) orang
Peneliti Pendamping untuk membantu pelaksanaan riset. Peneliti Pendamping
adalah peneliti dari Badan Litbangkes yang ditentukan oleh PHKKPM. Peneliti
Pendamping berperan sebagai anggota peneliti dari Badan Litbangkes yang akan
membantu dan terlibat dalam keseluruhan proses pelaksanaan riset.
3.6. Tenaga Administrasi
Setiap tim peneliti yang telah diterima untuk dibiayai, akan diberikan 1 (satu) orang
Tenaga Administrasi untuk membantu dan mengontrol pertanggungjawaban
administrasi riset dan keuangan. Tenaga administrasi berasal dan akan ditunjuk oleh
PHKKPM.
11
4. PEMBIAYAAN
Pembiayaan RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 adalah:
1. Alokasi dana maksimal Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap
proposal. Proposal yang akan dibiayai total sebanyak maksimal 24 (dua puluh empat)
proposal yang memenuhi kriteria seleksi. Rencana Anggaran Belanja riset
disesuaikan dengan kegiatan riset yang sewajarnya dengan mengikuti Satuan
Biaya Umum (SBU) 2015 dari Kementerian Keuangan.
2. Jangka waktu efektif riset maksimal 10 (sepuluh) bulan.
3. Komponen pembiayaan terdiri dari:
a. Belanja honor, dengan total tidak melebihi 5% dari anggaran yang diusulkan.
b. Persiapan lapangan (belanja bahan, perjalanan, belanja non operasional), tidak
melebihi 40% dari anggaran yang diusulkan.
c. Pengumpulan data (belanja bahan, perjalanan, belanja non operasional), tidak
melebihi 45% dari anggaran yang diusulkan.
d. Penyusunan luaran dan laporan (belanja bahan), tidak melebihi 10% dari anggaran
yang diusulkan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Lampiran Rincian Rencana Anggaran.
Pembiayaan yang TIDAK DIPERBOLEHKAN adalah:
1. Belanja di luar 4 komponen yang telah ditetapkan, misalnya belanja sewa, belanja
jasa untuk pemeriksaan.
2. Belanja honor lebih dari 10 bulan.
3. Belanja pembelian alat.
12
5. JADUAL KEGIATAN
Jadual kegiatan RIK tahun 2016:
Kegiatan Waktu
Penyebaran informasi Mulai Nopember 2015
Batas akhir penerimaan proposal di Sekretariat RIK 15 Januari 2016 (cap pos)
Seleksi proposal
Tahap 1 (administrasi) Desember 2015
Tahap 2 (substansi) Januari 2016
Perbaikan proposal/pendampingan Februari 2016
Finalisasi protokol riset dan konsinyasi etik Februari 2016
Pengajuan persetujuan etik penelitian Februari 2016
Pelaksanaan riset Maret – Desember 2016
Supervisi pelaksanaan riset Maret – Desember 2016
Konsinyasi penyusunan Laporan Akhir, Naskah Publikasi Ilmiah dan Policy Paper
Nopember 2016
Penyerahan laporan dan seluruh luaran 15 Desember 2016
Diseminasi hasil akhir RIK Desember 2016
Situs RIK www.pusat4.litbang.depkes.go.id akan memuat pengumuman dan berita
yang terkait dalam proses kegiatan. Peneliti yang mengirimkan proposal dianjurkan untuk
mengunjungi situs tersebut secara teratur dan berkala.
13
6. MONITORING, EVALUASI, PENGHARGAAN DAN SANKSI
Monitoring dan evaluasi akan dilakukan oleh Tim Pakar dan Tim Teknis. Supervisi
di tempat pelaksanaan riset akan diatur tersendiri oleh Tim Teknis. Pada waktu monitoring
dan seminar hasil riset akan dilakukan evaluasi laporan kemajuan riset (teknis dan
administrasi), dan pengisian log book.
Peneliti yang menunjukkan kinerja yang baik dan berprestasi akan diundang
dalam simposium Badan Litbangkes tahun 2016. Peneliti yang tidak memenuhi kewajiban
yang telah disepakati akan dihentikan pembiayaan riset dan diwajibkan mengganti biaya
yang telah dikeluarkan. Ketua Pelaksana tidak diperkenankan untuk mengajukan proposal
RIK berikutnya.
7. FORMAT PROPOSAL, ETIK PENELITIAN, MEKANISME SELEKSI
DAN KRITERIA PENILAIAN
7.1. Format Proposal
Isi proposal terdiri dari: judul, daftar isi, ringkasan penelitian, latar belakang, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, pertimbangan ijin penelitian,
pertimbangan etik penelitian, daftar kepustakaan, susunan tim peneliti, jadual
kegiatan penelitian, rincian rencana anggaran. Proposal disusun menggunakan
format sebagaimana terlampir atau diunduh dari situs RIK 2016
www.pusat4.litbang.depkes.go.id.
Proposal diketik dengan tipe huruf Arial 11 pt, spasi 1,5 dan ukuran kertas A4.
Proposal dijilid sebanyak 3 (tiga) rangkap dan dikirim ke alamat:
Sekretariat Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya Lokal 2016 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes Kemenkes RI Jalan Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. 031 3528748; Fax. 031 3528749
Proposal dalam bentuk softcopy dikirim ke alamat email sekretariat:
Proposal softcopy diterima sekretariat selambat-lambatnya tanggal 15
Januari 2016 jam 24.00 WIB.
14
Proposal hardcopy dikirim ke sekretariat selambat-lambatnya tanggal 15
Januari 2016 (cap pos). Disampul surat dan cover Proposal sebelah kiri
atas harap dicantumkan kode Poposal sebagai berukut :
1. KIA dan Kespro : Kode 1
2. GIZI : Kode 2
3. PM : Kode 3
4. PTM : Kode 4
7.2. Etik Penelitian
Protokol yang mengikutsertakan manusia sebagai obyek penelitian perlu
mengajukan persetujuan etik penelitian (Ethical clearance) kepada Komisi
Etik (KE) Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. Pengajuan persetujuan
etik penelitian dilakukan melalui sekretariat RIK dengan surat pengantar dari
PHKKPM. Pelaksanaan pengumpulan data diijinkan bila sudah menerima surat
persetujuan etik penelitian dari KE Badan Litbangkes Kemenkes RI.
7.3. Mekanisme dan Kriteria Seleksi
Setiap proposal akan diseleksi oleh Tim Teknis dan Tim Pakar berdasarkan
prinsip objektivitas dan bersifat kompetitif. Tugas Tim Teknis adalah menyeleksi
proposal pada tahap awal. Tugas Tim Pakar adalah menilai dan menyeleksi
proposal, serta membina peneliti untuk perbaikan proposal, protokol hingga laporan
akhir dan luaran riset. Keputusan Tim Pakar bersifat final dan mengikat.
Tahap proses seleksi untuk proposal RIK adalah:
1. Rapat Tim Teknis merupakan seleksi awal proposal untuk menjaring proposal
yang sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup RIK, memenuhi persyaratan
substansi dan kelayakan biaya.
2. Proposal yang lolos seleksi awal akan dilanjutkan seleksi oleh Tim Pakar. Seleksi
dilakukan berdasarkan kriteria dan bobot yang telah ditentukan. Penilaian dalam
seleksi akan menghasilkan dua kategori proposal: (a) diusulkan untuk dibiayai,
atau (b) tidak dibiayai.
3. Proposal yang diusulkan untuk dibiayai merupakan proposal yang sudah
diperbaiki berdasarkan masukan dari Tim Pakar. Perbaikan proposal disertai
dengan pengantar isi perbaikan (ditulis bagian kalimat yang diperbaiki, halaman,
dan dicetak tebal).
4. Peneliti akan diundang pada seminar proposal untuk memaparkan proposal riset
dan mendapat pembinaan dari Tim Pakar untuk dilanjutkan menjadi protokol
riset.
15
5. Protokol selanjutnya diserahkan kepada Tim Teknis untuk diproses pengurusan
etik penelitian.
7.4. Kriteria Penilaian
Lingkup seleksi proposal lengkap dilakukan untuk menyeleksi proposal dari
aspek substansi dan aspek kelayakan biaya. Aspek substansi dan kriteria seleksi
adalah:
1. Orisinalitas
2. Kontribusi terhadap program Gizi, KIA, PM dan PTM Kementerian Kesehatan RI
3. Peluang adopsi (penerimaan) dan keberlanjutan pemakaian oleh pengguna
4. Penulisan dan ketepatan metodologi
16
8. PENUTUP
Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pengajuan proposal dan
pelaksanaan RIK berbasis budaya lokal tahun 2016 bagi semua pihak khususnya yang
berminat dalam penelitian bidang humaniora kesehatan. Calon peserta diharapkan
mendapat informasi yang jelas dari buku panduan sehingga dapat berpartisipasi dalam
RIK dan mengajukan proposal sesuai persyaratan yang telah ditetapkan.
Seluruh hasil luaran RIK harus diserahkan kepada sekretariat RIK berbasis budaya
lokal tahun 2016 dan seluruhnya menjadi hak milik Pusat Humaniora Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Publikasi lain bersumber dari data penelitian, Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk paten yang mungkin dihasilkan dari riset, akan diatur
tersendiri.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:
1. Dra. Ristrini, M.Kes HP: 081330673252, 081918118502 2. Dr. Wahyu Dwi Astuti, SpPK, M.Kes HP: 0811378684 3. DR. M. Setyo Pramono, S.Si,Msi HP: 081330695133 4. Dra. Herti Maryani, M.Kes HP: 08123199390 5. Lusi Kristiana, Apt., M.Kes HP: 088803117569 6. Weny Lestari, S.Sos., M.Si. HP: 08123157097 7. Astridya Paramita, SKM., M.Kes. HP: 081330543763 8. 9. 10.
dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK Dra. Siti Luksitasari Alun Winanrni
HP. 081230203965 Hp. 081235045689, 0818591491 Hp. 082234562230, 08563142207
17
9. DAFTAR PUSTAKA
1. Sindonews.com, 26 September 2013. Data SDKI 2012, angka kematian ibu melonjak. http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/25/15/787480/data-sdki-2012-angka-kematian-ibu-melonjak. Diakses 19 Oktober 2013.
2. BPS dan Tim, 2012. “Laporan Pendahuluan Badan Pusat Statistik”. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.
3. Badan Litbangkes RI, 2014. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Litbangkes
Kemkes RI.
4. Badan Litbangkes RI, 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
5. Badan Litbangkes RI, 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Litbangkes
Kemkes RI.
6. Kemkes RI, 2012. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
7. Badan Litbangkes RI, 2012. Laporan Penelitian Riset Etnografi Budaya Kesehatan Ibu dan Anak. Badan Litbangkes Kemkes RI.
8. Tumaji, et al, 2014. Nomphoboas yang Mengganas di Mumugu. Etnik Asmat. Kabupaten Asmat. Riset Etnografi Kesehatan. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
9. Ningsi, et al, 2014. Rekam Jejak Terengi. Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo. Buku
Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
10. Santi D, et al, 2014. Belenggu Apung. Etnik Sumba, Kabupaten Sumba Timur. Buku
Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
11. Setia P, et al, 2014. Dibalik Rahasia Bungkus Daun Tiga Jari. Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
12. Mufida A, et al, 2014. Kesembuhan Mulia. Mamoh. Etnik Aceh, Kabupaten Aceh Barat. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
13. Mara I, et al, 2014. Menguak Halimun Baduy. Etnik Baduy Dalam, Kabupaten Lebak.
Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
14. Sri H, et al, 2014. Hembusan Topo Tawui di Seberang Koala. Etnik Kalii Da’a, Kabupaten Mamuju Utara. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat
Humaniora, Badan Litbangkes
15. Manggala I, et al, 2014. Cukit Budak. Nun Jauh di Mudik. Etnik Melayu Jambi, Kabupaten Sarolangun. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat
Humaniora, Badan Litbangkes
16. Agung D.L, et al, 2014. Perempuan Muyu dalam Pengasingan.Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digul. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan
Litbangkes
17. Syarifah N, et al, 2014. Tangis Budak dari Negeri Seribu Jembatan. Etnik Laut, Kabupaten Indragiri Hilir. Buku Seri Riset Etnografi Kesehatan 2014. Pusat Humaniora, Badan Litbangkes
18. Lestari, Ade Febriana., et al, 2012. “Budaya Pijat Bayi Aman (Safe Baby Massage)
Berbasis Keluarga Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Bayi Di Sleman
18
Yogjakarta”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora,
Badan Litbangkes dan Rumah Sakit Akademik UGM.
19. Sasmito, et al, 2012. “Tari Memengan Sebagai Media Penyampai Pesan Posyandu Pada Ibu dan Anak di Banyuwangi Jawa Timur”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Politeknik Kesehatan Malang.
20. Syarifah, et al, 2012. “Syair dalam Tarian Maena Sebagai Wahana Penyampaian
Pesan untuk Meningkatkan Pengetahuan kesehatan Reproduksi Remaja pada Masyarakat Nias Barat”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat
Humaniora Badan Litbangkes dan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan.
21. Annis Catur, et al. 2012. “Penguatan Modal Sosial Buppa Babbu Guru ban Rato dalam Peningkatan Kualitas Diet Ibu Hamil Etnis Madura di Bangkalan Jawa Timur”. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora Badan Litbangkes
dan FKM Unair Surabaya.
22. Nurrachmawati, et al, 2012. Laporan Hasil ROI KIA Berbasis Budaya Lokal. Pusat Humaniora Badan Litbangkes.
23. Murlan, et al, 2014. Optimasasi Pemanfaatan Sisa Produk Virgin Coconut Oil
(Blondo) pada makanan lokal untuk Perbaikan Gizi Balita di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan STIK Avicenna Kendari.
24. Susilo, et al, 2014. Keberkelanjutan Pemberian Makanan Tradisional Opa-opak dengan Pengayaan Ikan Ekor Kuning dan Serbuk Daun Kelor sebagai Alternatif Selingan Untuk Ibu hamil KEK di Kabupaten Lombok Utara, NTB. (Tahap1). Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes NTB.
25. Intan, et al, 2014. Optimalisasi Penerimaan Ulat Sagu (Rhinchophorus Ferruginenus) Dalam Meningkatkan Kualitas Makanan Anak Balita Suku Tolaki Dengan Pendekatan Potensi Budaya Makan Setempat”. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Kendari.
26. Yohannes, et al, 2014. Optimalisasi Budaya Makan Tempe Generasi Dua Untuk
Meningkatkan Asupan Gizi Ibu Hamil dan Anak Balita di Kota Malang. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Malang.
27. Wiralis, et al, 2014. Budaya Makan Tetehe Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas
Menu Keluarga pada Suku Bajo Relokasi Pulau Bokori. , Di Konawe. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Kendari.
28. Lia, et al, 2014. Efektifitas Seni Budaya Tarling Cirebon Sebagai Media Peningkatan
Pengetahuan Ibu Hamil di Kabupaten Cirebom Jawa Barat. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.
29. Rini, et al, 2014. Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Hamil terhadap
Kesehatan Maternal Melalui Media Kesenian "Dulmuluk" di Kabupaten Ogan Ikir Sumatera Selatan. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan FKM Universitas Sriwijaya Palembang.
30. Ida Ayu, et al, 2014. Pemberdayaan Sekaa Teruni Dalam Meningkatkan
Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Menyusui di wilayah Puskesmas Klungkung Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Poltekkes Kemenkes Denpasar.
31. Nurhandini, et al, 2014. Budaya Begibung Sebagai Upaya Penurunan Kurang energy
Kronis (KEK) pada Kehamilan di Kabupaten Lombok. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan Dinas Kesehatan Lombok Tengah NTB.
19
32. Annis Catur, et al. 2014. Pengembangan Intervensi Penguatan "Modal Sosial Buppa
Bappu ban Ratto" Dalam Peningkatan Kualitas Diet Ibu Hamil Etnis Madura di Daratan Pulau Madura. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan FKM Unair
33. Epti, et al, 2014. Pemanfaatan Budaya Merunggu Pada Ibu Bersalin Suku Serawai
Dalam Promosi Pertolongan Persalinan, IMD dan ASI Ekslusif di Desa Puguk Kabupaten Seluma. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan dan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
34. Nancy, et al, 2014. Pemberdayaan Budaya Bakera "Sebagai Upaya Peningkatan
Cakupan Pemberian ASI Ekslusif di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Pusat Humaniora Badan Litbangkes dan dan Poltekkes Kemenkes Manado.
35. Rocco L, Suhrcke M., 2012. Is social capital good for health? A European perspective.
Copenhagen, WHO Regional Office for Europe.