25
PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA Cedera kepala adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada berbagai kelompok umur. Sampai saat ini belum ada terapi efektif untuk mengembalikan efek cedera otak primer, dan terapi lebih ditujukan untuk meminimalkan cedera otak sekunder yang disebabkan oleh efek dari iskemia, hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial. Seorang dokter perlu mempunyai pemahaman tentang cedera kepala tidak hanya dari diagnosa hingga terapi, tetapi juga epidemiologinya untuk mengembangkan rencana preventif yang berbasis populasi dan menyediakan terapi yang efektif termasuk fasilitas rehabilitasinya. Istilah cedera kepala biasa digunakan untuk mendeskripsikan cedera yang berimbas tidak hanya pada otak tapi juga scalp, cranium, maksila, mandibula, dan indra penciuman, penglihatan, dan pendengaran. Trauma kepala juga sering berhubungan dengan traumatic brain injury (TBI)/cedera otak akibat trauma, yaitu trauma pada otak karena tenaga mekanik dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi fisik, kognitif, atau psikososial dengan disertai penurunan atau perubahan kesadaran, yang permanen atau temporer. Tingkatan cedera kepala dinilai berdasarkan skor GCS, dan digunakan untuk menggolongkan derajat berat ringannya cedera. GLASGOW COMA SCALE (GCS) Jenis Pemeriksaan Nilai Respon buka mata (Eye opening, E) Spontan Terhadap suara Terhadap nyeri Tidak ada 4 3 2 1 Respon verbal (V) Berorientasi baik Berbicara mengacau (bingung) Kata-kata tidak teratur Suara tidak jelas Tidak ada 5 4 3 2 1 Respon motorik terbaik (M) Menuruti perintah Melokalisir nyeri Fleksi normal (menarik anggota tubuh yang dirangsang) Fleksi abnormal (dekortikasi) Ekstensi abnormal (deserebrasi) Tidak ada (flasid) 6 5 4 3 2 1 Nilai GCS = (E+V+M), nilai terbaik = 15, nilai terburuk = 3

PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Cedera kepala adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada berbagai kelompok umur. Sampai saat ini belum ada terapi efektif untuk mengembalikan efek cedera otak primer, dan terapi lebih ditujukan untuk meminimalkan cedera otak sekunder yang disebabkan oleh efek dari iskemia, hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial. Seorang dokter perlu mempunyai pemahaman tentang cedera kepala tidak hanya dari diagnosa hingga terapi, tetapi juga epidemiologinya untuk mengembangkan rencana preventif yang berbasis populasi dan menyediakan terapi yang efektif termasuk fasilitas rehabilitasinya. Istilah cedera kepala biasa digunakan untuk mendeskripsikan cedera yang berimbas tidak hanya pada otak tapi juga scalp, cranium, maksila, mandibula, dan indra penciuman, penglihatan, dan pendengaran. Trauma kepala juga sering berhubungan dengan traumatic brain injury (TBI)/cedera otak akibat trauma, yaitu trauma pada otak karena tenaga mekanik dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi fisik, kognitif, atau psikososial dengan disertai penurunan atau perubahan kesadaran, yang permanen atau temporer. Tingkatan cedera kepala dinilai berdasarkan skor GCS, dan digunakan untuk menggolongkan derajat berat ringannya cedera.

GLASGOW COMA SCALE (GCS)

Jenis Pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (Eye opening, E) Spontan Terhadap suara Terhadap nyeri Tidak ada

4 3 2 1

Respon verbal (V) Berorientasi baik Berbicara mengacau (bingung) Kata-kata tidak teratur Suara tidak jelas Tidak ada

5 4 3 2 1

Respon motorik terbaik (M) Menuruti perintah Melokalisir nyeri Fleksi normal (menarik anggota tubuh yang dirangsang) Fleksi abnormal (dekortikasi) Ekstensi abnormal (deserebrasi) Tidak ada (flasid)

6 5 4 3 2 1

Nilai GCS = (E+V+M), nilai terbaik = 15, nilai terburuk = 3

Page 2: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Modifikasi Glasgow Coma Scale untuk Anak

Skor

Respon Verbal

Ucapan yang sesuai atau senyum sosial, terfiksasi dan mengikuti subyek

Menangis tapi dapat ditenangkan

Rewel yang persisten

Gelisah dan agitasi

Diam

5 4 3 2 1

Respon mata dan motorik sama dengan dewasa

Page 3: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

TBI menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena menjadi penyebab utama kecacatan. Penderita sering mengalami kelainan kognitif. mood, dan tingkah laku. Efek sosial dari kecacatan akibat TBI ini merugikan akibat hilangnya tahun-tahun produktif dan perlu bantuan dalam jangka panjang atau seumur hidupnya. Di dunia diperkirakan sekitar 10 juta TBI per tahun dengan tingkat yang cukup serius sehingga diperlukan perawatan di Rumah Sakit, kecacatan jangka panjang atau seumur hidup, atau kematian. Penyebab Cedera Kepala Penyebab utama dari cedera kepala berturut-turut adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh, pukulan atau benturan, kekerasan, dan olahraga. Perlu disadari juga bahwa hubungan antara penyebab dan efek antara mekenisme cedera dan TBI, dipengaruhi oleh faktor usia, gender, lokasi kejadian, dan sosio-ekonomi. Misalnya pada orang lanjut usia mempunyai insiden jatuh yang lebih tinggi dibanding golongan umur lain. Penyebab paling sering pada anak adalah kecelakaan dan jatuh, sedangkan pada dewasa adalah kecelakaan lalu lintas dan kekerasan. Preventif cedera kepala Kebanyakan kasus TBI mempunyai pola cedera yang dapat diprediksi dan dicegah. Pola ini dibentuk oleh adanya faktor sosial, ekonomi, peilaku, dan lingkungan. Untuk itu diperlukan identifikasi faktor risiko sebagai dasar mengembangkan cara preventif dan kebijakan kesehatan publik. Program prevensi TBI difokuskan pada prevensi kecelakaan lalu lintas (penggunaan helm, sabuk pengaman, larangan penggunaan handphone), meminimalkan risiko jatuh (terutama pada orang lanjut usia), menurunkan resiko cedera pada olahraga, dan menurunkan tingkat kekerasan termasuk kekerasan dalam rumah. Patologi Cedera Kepala Secara umum patologi cedera kepala dapat dibedakan menjadi lesi fokal (local) seperti kontusio, perdarahan, fraktur cranium, atau perubahan difus seperti cedera axonal difus, cedera vascular difus, pembengkakan otak, dan iskemia. Walaupun lesi terjadi pada saat cedera kepala (primer), tetapi besar kemungkinan untuk muncul dalam waktu satu jam atau beberapa hari setelah kejadian (sekunder), dan bahkan sejumlah pasien dengan cedera kepala berat mengalami kemunduran neurologis progresif beberapa tahun kemudian. Faktor yang mempengaruhi timbulnya lesi ini adalah usia pasien, komorbiditas seperti alkohol, cedera lain (terutama yang menyebabkan iskemia dan hipoksia), sepsis dan perawatan medis. Selain itu terdapat bukti bahwa polimorfisme genetik pada gen apolipoprotein berhubungan erat terhadap perubahan patologis dan luaran klinis dari cedera kepala.

Page 4: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

A. Lesi fokal 1. Cedera pada scalp

Lesi fokal pada scalp seperti abrasi dan laserasi dapat menjadi indikator yang berguna bagi lokasi terjadinya benturan dan sebagai petunjuk tipe obyek yang kontak dengan otak. Laserasi scalp juga menjadi rute infeksi dan sumber perdarahan massif. Sedangkan memar (bruise) tidak selalu dapat menjadi petunjuk lokasi benturan, misalnya memar pada periorbita sering berhubungan dengan fraktur pada atap orbit sebagai dampak contra-coup injury pada occiput, dan memar pada mastoid (battle sign) dapat disebabkan oleh rembesan darah dari fraktur os petroseus temporalis.

Battles's Sign - periauricular ecchymosis

Periauricular – sekitar auricular

Ecchymosis – perdarahan di bawah kulit Source of Image: Timby/Smith's Essentials of Nursing: Care of Adults and Children (2005). Lippincott. 2. Fraktur cranium

Adanya fraktur mengindikasikan adanya tenaga yang kuat yang terlibat dalam cedera kepala, dan dapat berhubungan dengan cedera intracranial seperti perdarahan. Fraktur linear adalah jenis yang paling sering, berawal pada titik terjadinya benturan lalu memanjang sepanjang tulang yang paling rendah tahanannya, atau tergantung pada anatomi cranium. Pukulan kuat yang mengenai area luas pada cranium dapat menyebabkan fracture comminutive dengan multiple fragment, sedangkan bila pukulan pada area yang relatif sempit akan menyebabkan fraktur depresif dengan satu fragmen tulang akan terdorong ke dalam dan menekan otak. Fraktur diastatik yang mengikuti linea sutura lebih sering terjadi pada anak. Fraktur yang merobek scalp akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi intracranial. Fraktur basis cranii dapat menyebabkan cerebro-spinal fluid (CSF) merembes ke sinus menyebabkan aeroceles, yang dapat menjadi sumber infeksi. Fraktur basis cranii sepanjang os petroseus dan fossa pituitary menyebabkan ‘hinge fracture’ yang menjadi indikasi benturan kuat dari samping kepala. ‘Ring fracture’ yang mengelilingi foramen magnum biasanya disebabkan oleh hiperekstensi leher yang sangat ekstrem, atau jatuh dari ketinggian dan mendarat pada kaki. Tipe yang sering terjadi adalah pada atap orbita yang disebabkan oleh ‘contra-coup injury’ pada saat seseorang jatuh ke belakang dan occiputnya menghantam permukaan keras.

Page 5: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Fraktur Midfacialis digolongkan menjadi 3 pola: Le Fort I, II, dan III. Terdapat tiga axis vertical penyokong midfacialis yaitu nasofrontal-maksilaris, frontozygomaticomaxillaris, dan pterygomaxillaris. Terdapat 5 garis horizontal yang rapuh yaitu os fraontalis, os nasalis, alveolus, arcus zygomaticus, dan region infraorbita. Tanda klasik dari fraktur midfacialis adalah subconjunctival hemorrhage; malocclusio; rasa tebal pada midfasialis atau hypesthesia (divisi maksilaris trigeminal nerve); facial ecchymosis; ocular signs/symptoms; dan mobilitas area maksillaris.

Fraktur Le Fort I terjadi transversal sepanjang alveolus, di atas apex dentis. Fraktur ini ditandai oleh palatum durum yang mobile sedangkan pyramid nasalis dan rima orbita stabil.

Fraktur Le Fort II melewati batas nasofrontal, dinding medial orbita, sepanjang bagian inferior rima orbita, dan pada articulation zygomaticomaksilaris. Pada pemeriksaan dorsum nasalis, palatum, dan bagian medial rima orbita mobile.

Fraktur Le Fort III (craniofacial disjunction) yaitu fraktur sepanjang garis pertemuan frontozygomaticomaksillaris, frontomaksillaris, dan frontonasalis. Pada keadaan ini, seluruh region facei mobile terhadap cranium.

Dalam kenyataannya, fraktur midfacei merupakan gabungan dari tiga pola tersebut. Fraktur pada midfacialis dan zygoma sering menyebabkan fraktur dasar orbita (orbital blow out), sehingga soft tissue dari orbita mengalami herniasi ke sinus maksilaris.

Page 6: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Fraktur cranium dapat diklasifikasikan menjadi

• Linear: berbentuk garis

• Comminuted: fraktur multiple (depresi

bila fragmen frraktur terdorong ke dalam)

• Diastasis: fraktur mengikuti garis sutura

• Basilar: fraktur pada dasar cranium

Setiap fraktur yang menyebabkan laserasi scalp, sinus paranasalis, atau acusticus media diistilahkan compound fracture

.

CSF (cerebrospinal fluid) sering sulit dibedakan pada pasien dengan epistaksis. Bila didapatkan darah keluar dari lubang hidung, untuk mengidentifikasi adanya CSF dapat digunakan HALO TEST. Caranya yaitu cairan berdarah yang keluar dari lubang hidung diteteskan pada selembar kertas saring. Halo test positif bila terdapat bentuk lingkaran cairan jernih mengelilingi tetesan tersebut, hal ini menunjukkan terdapat rembesan CSF.

Page 7: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Trauma pada os zygomaticus (tulang pipi) dapat mengganggu artikulasinya dengan os frontal, maksilaris, temporalis, sphenoidalis, dan palatina. Gejala yang dapat dijumpai adalah perubahan penglihatan ipsilateral berupa diplopia, dan hyphema

4. Contusio dan laserasi otak

Robekan pia mater (laserasi) sering berhubungan dengan memar pada jaringan otak di bawahnya (contusio) dan fraktur pada struktur tulang di atasnya. Fraktur yang lebih sering disebabkan oleh contracoup injury dengan sering berlokasi di lobus frontalis dan lobus temporalis. Contracoup injury disebabkan oleh benturan pada satu sisi otak menyebabkan gelombang kejut yang menggerakkan cranium dan otak dalam cavitas cranialis searah dengan pukulan, kemudian keduanya mengalami gerakan deselerasi ke arah posisi semula. Tetapi karena otak bergerak lebih lambat dari cranium, maka saat cranium mulal bergerak ke posisi berlawanan, otak masih menyelesaikan gerakan awal. Hal ini menyebabkan otak membentur permukaan dalam cranium yang tidak rata, menyebabkan terjadinya contusio. Contusio terbentuk oleh perdarahan pada parenkim cerebrum, seringkali tegak lurus dengan permukaan korteks, dan perdarahannya dapat berlanjut hingga berjam-jam setelah cedera awal menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Perdarahan juga dapat menjalar hingga white matter subcortical atau menembus leptomeningen menuju ruangan subdural (sering pada lobus frontalis dan temporalis). Sesudah beberapa hari atau minggu, jaringan otak akan mereabsorbsi perdarahan, menghasilkan area berbentuk baji yang berwarna kecoklatan (produk breakdown darah). Walaupun contusion ringan dapat asimtomatik, tetapi dapat menyebabkan epilepsi.

Page 8: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

4. Perdarahan intracranial a. Perdarahan ekstradural/epidural

Perdarahan ekstradural dihasilkan oleh benturan langsung, sering berhubungan dengan fraktur pada pars squamousa os temporalis dan robekan arteri meningea media. Tetapi pada anak, dimana tulangnya lebih fleksibel,robekan vascular dapat terjadi tanpa fraktur cranium. Terjadi perdarahan klasij berbentuk oval yang terakumulasi dalam waktu beberapa jam bersamaan dengan lepasnya dura dari cranium. Hal ini menyebabkan pasien mengalami lucid interval. Volume hematoma menjadi predictor prognosa, dan kebanyakan pasien dengan perdarahan lebih dari 150 ml mempunyai prognosa buruk.

Gambar (A) adalah epidural hematoma dengan gambaran konvex pada hasil CT-scan, sedang pada perdarahan subdural (B) bentuknya konkaf dan mengikuti permukaan otak.

b. Perdarahan subdural / dural border hematoma

Perdarahan subdural biasanya disebabkan robekan vena cerebralis superior, di dekat sinus sagitalis superior. Perdarahan ini tidak selalu disebabkan benturan langsung, tapi lebih sering karena akselerasi-deselerasi cepat kepala. Sering terjadi pada lanjut usia, karena adanya atropi otak menyebabkan peningkatan kemampuan otak untuk bergerak dalam kavitas cranium. Perdarahan subdural dapat terjadi segera setelah trauma (perdarahan subdural akut), 1-2 minggu kemudian (sub akut), atau lebih dari 2 minggu kemudian (kronik). Pada awal perdarahan terbentuk gumpalan darah (blood clotting) yang mirip seperti jelly blueberry. Setelah beberapa hari akan dipecah menjadi bentuk cairan serous, dan sesudah 1-2 minggu terbentuk membran granulasi yang terdiri dari proliferasi fibroblast dan kapiler. Walaupun hematoma pada akhirnya direabsorbsi, tetapi dapat terjadi re-bleeding akibat perdarahan dari pembuluh darah immature yang baru tebentuk.

c. Perdarahan sub arachnoid Perdarahan subarachnoid dalam jumlah minimal umum terjadi pada cedera kepala, terutama bila terjadi contusion dan laserasi. Perdarahan jenis ini juga sering diikuti perdarahan intraventrikuler karena darah dapat melewati aperture medialis dan lateralis yang merupakan pintu keluar CSF dari ventrikel empat. Perdarahan subarachnoid massif

Page 9: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

juga dapat terjadi pada aspek ventral batang otak akibat laserasi arteri vertebralis atau arteri basilar. Penyebab perdarahan karena benturan langsung pada kepala atau leher, menyebabkan penderita langsung kolaps dan berakibat fatal. Setelah sembuh, penderita dapat mengalami komplikasi hidrosefalus.

d. Perdarahan intraventrikuler Perdarahan jenis ini biasanya sekunder dari perdarahan jenis lain.

A. Lesi Diffuse 1. Traumatic axonal injury (TAI)

Istilah diffuse axonal injury (DAI) ditujukan untuk kerusakan axon yang luas pada otak, sebagai akibat dari trauma, hipoksia, iskemia, dan hipoglikemia. DAI yang disebabkan oleh trauma (disebut sebagai TAI) disebabkan oleh akselerasi-deselerasi kepala yang cepat, terutama bila pergerakannya berupa rotasi. Pasien dengan TAI biasanya tidak sadar sejak awal cedera dan mempunyai prognosa buruk, berupa kematian, kecacatan berat, atau kondisi vegetatif persisten. TAI ditandai kerusakan axon, dan perdarahan petechial pada otak. Perdarahan petechial berdiameter 3-5 mm terutama di corpus callosum dan bagian atas batang otak (terutama di pedunculus cerebri), derajat petechie menjadi dasar menentukan derajat TAI. Kerusakan axon ditandai oleh akumulasi protein precursor β-amyloid sejak 35 menit sesudah cedera kepala. Degenerasi axon menyebabkan hemisfer keabu-abuan dan mengecil, atropi batang otak, dan dilatasi ventrikel. Kerusakan axon menyebabkan terjadinya shearing force yang menyebabkan tarikan pada axon dan merusak axolemma, mengakibatkan influx calcium dan aktivasi calcium-dependent enzyme. Aktivasi calpain menyebabkan kerusakan protein sitoskeleton, mengganggu mekanisme transport axonal dan akhirnya terjadi akumulasi protein pada lokasi cedera.

2. Diffuse vascular injury (DVI) Pasien dengan cedera otak dengan tipe akselerasi-deselerasi dapat mengalami perdarahan petechial luas yang disebabkan tenaga tarikan pada pembuluh darah. Pasien dengan tipe cedera ini tidak dapat bertahan cukup lama untuk mengalami perubahan axonal.

3. Edema otak dan iskemia cerebral Setelah terjadi cedera pada otak, akan terjadi peningkatan volume darah cerebral karena vasodlatasi, masuknya cairan akibat tidak kompetennya blood-brain barrier (edema vasogenik) dan peningkatan cairan intraseluler (edema sitotoksik). Edema otak menyebabkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi cerebral, dan menyebabkan ischaemic brain damage. Perbedaan tekanan intracranial antar kompartemen menyebabkan heniasi otak dan semakin meningkatkan ischaemic injury local. Misalnya herniasi subfalcine dari gyrus cingulatum menyebabkan kompresi arteri cerebralis anterior yang menyebabkan iskemia lebih lanjut.

4. Emboli lemak Walaupun bukan sebagai akibat langsung dari cedera kepala, tetapi emboli lemak dapat dijumpai pada pasien cedera kepala yang juga mengalami fraktur tulang panjang. Sindrom yang ditimbulkan berupa dispnea dan tampak bingung 2-3 hari setelah cedera. Pada white matter ditemui perdarahan ptechie. Gejala ini disebabkan lipid yang dilepaskan bone marrow menyumbat pembuluh darah di paru dan intracranial.

Page 10: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

PENANGANAN AWAL PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

B. Anamnesis

Informasi yang diperlukan adalah: – Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat – Mekanisma trauma – Waktu trauma – Pernah pingsan atau sadar setelah trauma – Amnesia retrograde atau antegrade – Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, kejang, vertigo – Riwayat mabuk, alkohol, narkotika – Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan diabetes melitus,

serta gangguan faal pembekuan darah C. Pemeriksaan fisik Umum

Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk menentukan kelainan: – Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki – Per sistem B1 – B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone)

Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan trauma otak adalah:

1. Pemeriksaan kepala, mencari tanda tanda : i. Jejas di kepala meliputi : hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka, luka

tembus dan benda asing. ii. Tanda-tanda patah dasar tengkorak, meliputi : ekimosis periorbita, ekimosis post

auricular, rhinorhoe, dan otorhoe serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.

iii. Tanda-tanda patah tulang wajah meliputi : fraktur maxilla (Le Fort), fraktur rima orbita dan fraktur mandibula

iv. Tanda-tanda trauma pada mata meliputi : perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.

Page 11: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

v. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang berhubungan dengan diseksi karotis.

2. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang. Mencari tanda-tanda adanya cedera pada tulang belakang (terutama cedera servikal) dan cedera pada medula spinalis. Meliputi jejas, deformitas dan status motorik, sensorik dan autonomik.

Mengenali Racoon Eyes Perlu diperhatikan perbedaan antara Raccon Eyes dengan periorbital ecchymosis (mata memar, misal karena pukulan pada mata). Pada Raccoon eyes selalu terjadi bilateral, dan muncul dalam 2-3 hari setelah terjadinya trauma yang menyebabkan fraktur basis cranii. Sedangkan periorbita ecchymosis bisa terjadi pada satu atau dua mata, dan timbul dalam hitungan jam setelah trauma.

D.Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan status neurologis terdiri dari : a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS) b. Saraf kranial

o Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya, reflek konsensuil, bandingkan kanan-kiri

o Tanda-tanda lesi saraf VII perifer (wajah asimetris) c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal detachment. d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda-tanda lateralisasi. e. Autonomis : refleks bulbocavernous, refleks kremaster, refleks spingter, refleks tendon, refleks

patologis dan tonus spingter ani.

Page 12: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Pemeriksaan Pupil

Page 13: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

KRITERIA MASUK RUMAH SAKIT Pasien cedera otak akan dirawat di rumah sakit dengan kriteria sebagai berikut: 1. Kebingungan atau riwayat pingsan/penurunan kesadaran 2. Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala menetap dan muntah 3. Kesulitan dalam penilaian klinis, misalnya pada alkohol, epilepsi 4. Kondisi medik lain : gangguan koagulasi atau diabetes mellitus 5. Fraktur tengkorak 6. CT scan kepala abnormal 7. Tak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah sakit 8. Umur pasien diatas 50 tahun 9. Anak-anak (usia < 18 tahun) 10. Indikasi sosial KRITERIA PULANG PASIEN CEDERA OTAK Kriteria pasien cedera otak dapat dipulangkan dengan pesan : - Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan - Tidak ada gejala neurologis - Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala hilang - Tak ada fraktur kepala atau basis kranii - Ada yang mengawasi di rumah - Tempat tinggal dalam kota

Page 14: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

CONTOH LEAFLET UNTUK PASIEN YANG DIPULANGKAN (diberikan kepada pasien dan orang dewasa yang membawa pasien pulang)

Pihak rumah sakit/petugas kesehatan mengijinkan anda untuk pulang. Kami telah melakukan observasi terhadap cedera kepala anda, dan tampaknya menuju fase penyembuhan. Jadi saat anda pulang kemungkinan tidak akan ada gejala yang serius. Tapi bila gejala berikut ini terjadi, anda harus kembali ke rumah sakit atau menelepon rumah sakit untuk meminta nasihat. Gejala yang harus diwaspadai adalah :

Sakit kepala berat yang tidak membaik dengan obat pereda nyeri Muntah-muntah Tampak bingung (tidak tahu sedang berada dimana atau berbicara dengan siapa atau bingung

dengan waktu) Selalu ngantuk setiap waktu Tiba-tiba pingsan Keluar cairan dari hidung atau telinga Penglihatan menjadi kabur

Gejala ringan yang biasa terjadi Pada orang yang mengalami cedera kepala kadang mengalami gejala ringan, Anda mungkin akan merasakan sakit kepala ringan, mumet/rasa berputar, sulit berkonsentrasi, mudah kesal/marah, lelah, atau sulit tidur. Gejala-gejala ini akan hilang setelah 2 minggu tanpa perlu pengobatan, sehingga jangan khawatir tentangnya. Tetapi bila gejala ini tidak hilang setelah 2 minggu, anda harus memeriksakan diri kepada dokter. Beberapa saran untuk membuat anda lebih cepat membaik :

Lebih banyak beristirahat dan hindari stress atau suasana ramai Jangan mengkonsumsi alkohol atau sejenis Jangan mengkonsumsi obat tidur, atau yang menyebabkan kantuk, kecuali yang diberikan oleh

dokter

Jangan melakukan olahraga yang menyebabkan kontak tubuh (misal: sepak bola, basket, voli) setidaknya selama 3 minggu, tanpa terlebih dulu berkonsultasi dengan dokter.

Page 15: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema. Pada papil yang mengalami atrofi, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang. Pada atrofi sekunder warna papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Lamina cribrosa terlihat pada atrofi primer. Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau kiasma optikum (misalnya pada tumor hipofise atau arachnoiditis opto-kiasmatis). Atrofi sekunder merupakan akibat lanjut dari papiledema, misalnya pada pasien yang menderita tekanan tinggi intrakranial yang lama. Papiledema dapat disebabkan oleh radang aktif ataupun bendungan. Bila oleh radang aktif hal ini disebut papilitis atau neuritis optik yang biasanya disertai perburukan visus yang hebat. Bila di bagian distal N.II yang mengalami inflamasi, sedangkan papilnya normal, hal ini disebut neuritis retrobulbar.

Page 16: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Retinal bleeding

Page 17: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

PROSEDUR PELEPASAN HELM Helm awalnya dibuat dengan tujuan melindungi kepala saat terjadi pertempuran. Helm saat ini banyak digunakan oleh pengendara sepeda motor, atlit (football, hoki, lacrosse, hingga balap sepeda) dan aktivitas rekreasi seperti kayaking, rollerblade, skateboard. Penggunaan helm dapat mengurangi angka kejadian dan kegawatan trauma kepala pada kasus kecelakaan sepeda motor. Kebanyakan helm yang diproduksi saat ini terdiri dari bahan foam/busa di lapisan bagian dalam dan dibungkus dengan material plastik yang keras. Beberapa helm telah dimodifikasi dengan menambahkan lapisan (padding) di bagian dalam sehingga dapat menyesuaikan dengan kepala dan terasa erat saat dipakai. Petugas gawat darurat harus dapat melakukan prosedur pelepasan helm secara aman. Pelepasan helm membutuhkan metode tertentu yang harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari trauma lebih lanjut pada tulang belakang. Indikasi dan kontraindikasi Pada kasus dimana pasien trauma adalah atlit atau aktivitas rekreasi, ada dua pendapat mengenai prosedur pelepasan helm pada kondisi prehospital. Satu pendapat menyarankan bahwa pelepasan helm pada kondisi tersebut jarang perlu dilakukan karena helm itu sendiri sudah merupakan alat imobilisasi tulang belakang yang cukup baik. Pendapat lainnya merekomendasikan agar helm selalu dilepas sehingga pasien dapat terekspos secara keseluruhan dan petugas penolong mempunyai akses penuh pada bagian kepala dan leher pasien sehingga dapat melakukan manajemen jalan nafas, kontrol perdarahan dan stabilisasi tulang servikal. Karena adanya kontroversi ini maka pada November 1999, dibentuklah satuan kerja yang membahas penanganan secara tepat pada kasus trauma tulang belakang pada atlit. Hasil konsensus yang dibahas berupa panduan yang merekomendasikan pelepasan helm hanya pada situasi sebagai berikut:

Jika helm dan tali pengikat dagu tidak dapat melindungi kepala dengan baik yang artinya bila helm tidak dilepas juga tidak menjamin imobilisasi kepala

Meskipun bagian penutup wajah sudah dilepas, namun penggunaan helm dan tali pengikatnya mengakibatkan kontrol jalan nafas tidak adekuat.

Jika penutup wajah (facemask) tidak dapat dilepas. Jika helm yang digunakan mencegah teknik imobilisasi yang diperlukan untuk proses pengangkutan

pasien. Jika helm tidak dilepaskan, imobiliasi tulang servikal dapat dilakukan dengan mempertahankan posisi helm menggunakan tape, foam blocks, dan backboard. Pada pemain football, bila helm dilepaskan maka bantalan pelindung bahu juga harus dilepaskan untuk mencegah hiperekstensi kepala. Pada pengendara sepeda motor, helm harus dilepas pada saat sebelum dibawa ke rumah sakit (prehospital). Helm sepeda motor yang menutupi seluruh wajah (full-face helmet) menyebabkan kesulitan untuk mengakses dan melakukan manajemen jalan nafas dan untuk mengevaluasi jejas pada kepala dan leher. Dan bila helm tetap digunakan oleh pasien, karena ukuran dan desain helm yang besar dapat menyebabkan fleksi leher saat pasien dipindahkan ke backboard. Satu-satunya kontraindikasi absolut pelepasan helm adalah adanya nyeri leher dan parestesia yang berhubungan dengan prosedur. Sedangkan kontraindikasi relatif apabila penolong tidak mengetahui teknik yang tepat dan kekurangan tenaga penolong.

Prosedur Dibutuhkan sedikitnya dua orang yaitu untuk melakukan pelepasan helm dan untuk stabilisasi manual tulang servikal selama dilakukannya prosedur. Meskipun pelepasan helm dapat dilakukan oleh satu orang namun yang terbaik adalah dilakukan oleh minimal dua orang terutama pada kasus penderita tidak sadar atau tidak kooperatif.

Page 18: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Satu orang menstabilkan kepala dan leher penderita dengan meletakkan masing-masing tangan pada helm dan jari-jari pada rahang bawah penderita. Posisi ini mencegah tergelincirnya helm bila tali pengikat lepas.

Penolong kedua memotong atau melepaskan tali helm pada cincin D-nya.

Penolong kedua meletakkan satu tangan pada angulus mandibula dengan ibu jari pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada sisi lain. Sementara tangan yang lain melakukan penekanan dibawah kepala pada region oksipitalis. Manuver ini mengalihkan tanggung jawab imobilisasi lurus kepada penolong kedua.

Penolong pertama kemudian melebarkan helm ke lateral untuk membebaskan kedua daun telinga dan secara hati-hati melepas helm. Bila helm yang digunakan mempunyai penutup wajah, maka penutup ini harus dilepaskan dulu. Bila helm yang dipakai mempunyai penutup wajah yang sangat lengkap, maka hidung penderita dapat terhimpit dan menyulitkan melepaskan helm. Untuk membebaskan hidung, helm harus dilipat kebelakang dan dinaikkan keatas melalui hidung penderita.

Selama tindakan ini penolong kedua harus tetap mempertahankan imobilisasi dari bawah guna menghindarkan menekuknya kepala.

Setelah helm terlepas, imobilisasi lurus manual dimulai dari atas, kepala dan leher penderita diamankan selama penatalaksanaan pertolongan jalan napas.

Imobilisasi lurus dipertahankan sampai dilakukan pemasangan backboard dan cervical collar. Untuk membuka jalan nafas, dapat digunakan jaw-thrust.

Page 19: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

PEMASANGAN CERVICAL COLLAR Pemasangan cervical collar adalah memasang alat cervical collar untuk immobilisasi leher (mempertahankan tulang servikal). Pasien-pasien trauma seringkali mengalami trauma di daerah servikal. Trauma di daerah servikal akan berakibat buruk bila juga mengenai sumsum tulang belakang. Sehingga, sangatlah penting untuk segera melakukan immobilisasi secara efektif pada kasus trauma servikal yang tidak stabil. Tujuan pemasangan cervical collar:

1. Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah 2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan corda spinalis 3. Mengurangi rasa nyeri

Tujuan pemasangan cervical collar adalah untuk immobilisasi dengan jalan menjaga kepala dalam posisi netral dan agar tidak terjadi gerakan kepala dan leher ke segala arah. Pemakaian cervical collar melakukan pembatasan gerak (membidai) kepala dan leher baik untuk terapi ataupun profilaksis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peralatan yang digunakan harus sesuai dengan prinsip dasar kasus orthopedi yaitu melakukan immobilisasi pada persendian diatas dan dibawah daerah yang dicurigai mengalami trauma. Agar dapat digunakan pada kondisi diluar rumah sakit), peralatan untuk immobilisasi servikal haruslah mudah dibawa dan mudah digunakan dan dapat menjamin bebasnya jalan nafas. Teknik standar untuk imobilisasi tulang belakang diawali dengan melakukan stabilisisai kepala dan leher secara manual yang diikuti dengan pemasangan cervical collar (cervical collar). Kemudian dilakukan stabilisasi kepala lateral dengan menempatkan bahan padat seperti balok busa, gulungan handuk, gulungan selimut, bantal dan perekat. Indikasi Pemasangan Cervical collar Cervical collar digunakan pada kasus-kasus trauma kepala dan leher. Apabila mekanisme trauma tidak diketahui, pasien harus dilakukan imobilisasi untuk mencegah terjadinya injuri potensial pada tulang servikal. Mekanisme injuri yang paling sering yakni pada kecelakaan kendaraan bermotor yang menyebabkan terjadinya hiperfleksi dan hiperekstensi. Pasien dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan tidak mampu mengenali gejala trauma tulang belakang yang mereka alami, sehingga harus secara rutin dilakukan immobilisasi. Semua pasien yang tidak sadar harus dilakukan immobilisasi untuk mencegah memburuknya trauma tulang belakang yang sudah terjadi. Semua pasien trauma yang sadar dan mengeluh nyeri pada tulang belakang, parestesia, kelemahan dan kelumpuhan harus dilakukan immobilisasi dengan sangat hati-hati untuk mencegah cedera sekunder tulang belakang. Imobilisasi juga dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dengan keterbatasan kemampuan berbicara dan gangguan pendengaran yang akan mempengaruhi kemampuan pasien mengkomunikasikan dan mempersepsikan rasa nyeri. Kegunaan dari cervical collar:

1. Melindungi jalan nafas dengan cara membatasi gerakan fleksi pada pasien-pasien yang patensi jalan nafasnya dapat terganggu bila posisi rahang dan lehernya tidak dipertahankan.

2. Mengurangi gerakan tulang servikal, terutama gerakan fleksi, juga gerak rotasi, lateral, dan ekstensi. 3. Menyangga berat kepala saat pasien dalam posisi duduk dan membantu mempertahankan agar

tulang servikal tetap pada satu garis pada saat pasien diposisikan berbaring.

Pemakaian cervical collar bukan merupakan tindakan imobilisasi kepala dan leher yang sempurna. Cervical collar dirancang sebagai alat tambahan. Imobilisasi yang lengkap terjadi bila pasien telah dipasang long spine board, namun prosedur pemasangan cervical collar dilakukan terlebih dahulu sebelum prosedur imobilisasi lainnya dilakukan.

Page 20: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Kontraindikasi pemasangan cervical collar Ada beberapa keadaan dimana cervical collar tidak perlu digunakan: (1) Adanya pembedahan pada jalan nafas (misalnya krikotiroidotomi dan trakeostomi) membutuhkan modifikasi teknik imobilisasi servikal. (2) Dislokasi servikal yang ditandai dengan angulasi atau abnormalitas anatomi dapat mempengaruhi efektivitas pemasangan cervical collar buatan pabrik. Pada kasus seperti ini, bisa dilakukan imobilisasi servikal yang dimodifikasi seperti horse collar atau mempertahankan posisikan secara manual tanpa melakukan traksi. (3) Edema servikal yang hebat (misalnya akibat dari trauma atau perdarahan trakea). Pada kondisi ini, apabila dipasang cervical collar akan menghalangi pertukaran udara, mengurangi perfusi serebral atau meningkatkan tekanan intrakranial. (4) Adanya benda asing yang menempel pada daerah leher seperti pisau, pecahan kaca, atau logam juga menimbulkan kesulitan untuk melakukan imobilisasi dengan menggunakan cervical collar. Peralatan Terdapat tiga macam cervical collar yaitu:

1. Cervical 2. Head-cervical 3. Head-cervical-thoracic

Cervical collar mempunyai struktur penyangga pada empat titik di bagian bawah collar yaitu dua pada otot trapesius di bagian belakang dan dua pada klavikula di bagian depan. Ada pula yang menambahkan satu titik penyangga di daerah sternum sehingga dapat menyangga kepala-leher dan thorax. Collar juga dirancang untuk menyangga kepala bagian belakang atas dan dibagian depan menyangga mandibula. Desain collar juga dibuat sedemikian rupa sehingga mencegah kompresi pada kartilago thyroid dan pembuluh darah di daerah cervikal. Soft collar, meskipun terasa nyaman tapi tidak memiliki fungsi imobilisasi karena hanya sedikit menyangga servikal dan tidak mengurangi gerakan leher ke semua arah. Semirigid collar juga harus diperhatikan faktor kenyamanannya bagi pasien. Beberapa karakteristik collar yang ideal:

1. Mampu menyangga berat kepada pada posisi netral/anatomis. 2. Mampu mencegah pergerakan kepala ke arah lateral, rotasi dan anteroposterior. 3. Nyaman digunakan, bersifat translusen untuk keperluan radiologi dan berbentuk compact. 4. Mudah untuk dipasang 5. Dari segi harga terjangkau sehingga dapat disediakan dalam jumlah yang memadai dan dengan

ukuran yang bervariasi di setiap ambulans. 6. Tidak mempengaruhi struktur atau fungsi jalan nafas dan sirkulasi serebral. 7. Desainnya sederhana sehingga dapat dipasang oleh dua orang penolong dalam waktu kurang dari 60

detik tanpa melakukan manipulasi pada kepala atau leher. 8. Tersedia dalam ukuran yang bervariasi sampai dengan ukuran yang terkecil.

Page 21: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Philadelphia cervical collar

Horse collar

Page 22: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Metode pengukuran

Penggunaan ukuran yang tepat sangatlah penting. Cervical collar yang terlalu pendek tidak akan berfungsi dengan baik sedangkan cervical collar yang terlalu tinggi akan menyebabkan hiperekstensi. Gunakanlah cervical collar yang paling tinggi untuk pasien tersebut namun tidak menyebabkan hiperekstensi. Cara pengukuran untuk menentukan cervical collar yang tepat adalah mengukur jarak antara garis imajiner yang ditarik dari atas bahu dan bawah dagu pasien.

Pada cervical collar, dimensi pengukuran dapat ditentukan dengan mengukur jarak antara pengikat berwarna hitam dan batas bawah band yang melingkar (dari bahan plastik kaku, bukan bantalan foamnya).

Gunakan jari-jari untuk visualisasi jarak bahu ke dagu pasien.

Kemudian gunakan jari-jari tersebut untuk memilih cervical collar yang sesuai dengan dimensi pengukuran.

Prosedur pemasangan Pemasangan cervical collar adalah prosedur yang sederhana. Cervical collar haruslah dianggap sebagai sebuah bidai. Prinsipnya yaitu imobilisasi pada persendian diatas dan dibawah daerah yang mengalami injuri. Daerah leher harus diperiksa sebelum dipasang cervical collar. Pemeriksaan untuk mencari tanda-tanda pembengkakan, ekimosis, deformitas atau luka penetrasi.

Page 23: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Langkah-langkah pemasangan cervical collar: 1. Penolong pertama melakukan immobilisasi secara manual pada kepala dan leher 2. Penolong kedua mengukur leher dengan cara membuat garis khayal dari dagu ke arah sudut rahang

(angulus mandibula) lalu tempatkan jari sampai pangkal leher (clavicula) 3. Tempatkan jari di tempat untuk mengukur pada neck collar, lalu ganti ukuran pada neck collar 4. Masukkan neck collar di bawah leher dengan perlahan jangan sampai posisi leher berubah 5. Lakukan sapuan dada lalu posisikan pada dagu sehingga neck collar mengelilingi leher. 6. Setelah itu amankan neck collar dengan velcro 7. Pastikan collar pada posisi nyaman 8. Jaga posisi leher dan kepala selama proses pemasangan

Pemasangan pada posisi duduk atau berdiri

Sambil kepala pasien dipertahankan tetap lurus secara manual, pasanglah cervical collar bagian depan dari arah dinding dada. Pastikan dagu tersangga dengan baik. Kesulitan dalam memasang cervical collar mengindikasikan ukuran yang digunakan kurang tepat.

Kemudian bagian belakang cervical collar dipasang mengelilingi leher dan rekatkan velcro. Prosedur ini dilakukan sambil tetap mempertahankan kepala pasien pada posisi lurus.

Pemasangan pada posisi berbaring

Jika posisi pasien berbaring, pasanglah bagian depan cervical collar seperti gambar pertama, kemudian bagian belakang cervical collar diselipkan melewati belakang leher. Velcro ditekuk kedalam saat menyelipkannya melewati belakang leher agar debris tidak melekat pada velcro yang akan mengurangi daya rekatnya.

Cara alternatif dengan memasang bagian belakang cervical collar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bagian depan cervical collar.

Page 24: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

Cervical collar yang sudah terpasang kemudian secara hati-hati dieratkan dan Velcro direkatkan secara tepat. Lakukan pengecekan kembali apakah pemasangan cervical collar sudah benar dan mampu menyangga kepala dan leher dengan benar.

StiffneckTM dapat dirubah dengan memegang ujung cervical collar bagian depan seperti tampak pada gambar dan merubah posisi pengikat berwarna hitam. Jangan mengubah posisi pengikat yang berwarna putih.

Setelah cervical collar terpasang, pasien harus selalu diingatkan untuk tidak menggerakkan kepala atau lehernya. Bila setelah dipasang timbul keluhan nyeri atau kesulitan bernafas, maka cervical collar harus dilepas dan dipasang kembali sambil tetap melakukan stabilisasi secara manual. Pemasangan cervical collar tidak boleh dilakukan sampai kepala pasien diposisikan ke posisi netral dan dilakukan stabilisasi lurus secara manual. Apabila pasien mengalami spasme otot servikal, nyerinya bertambah, terdapat keluhan neurologis seperti parestesia dan kelemahan, atau untuk menjamin jalan nafas maka leher dan kepala pasien tidak boleh digerakkan. Dalam situasi semacam ini, pasien harus diimobilisasi dalam posisi sebagaimana mereka ditemukan dengan menggunakan teknik alternatif misalnya gulungan selimut atau gulungan handuk. Komplikasi Pemasangan cervical collar yang tidak tepat dapat terjadi apabila ukuran cervical collar yang dipasang tidak sesuai untuk pasien tersebut atau tenaga pemasang kurang terlatih. Cervical collar yang ukurannya terlalu kecil akan terlalu ketat bila dipasang ke leher pasien atau terlalu pendek sehingga tujuan imobilisasi tidak tercapai dengan adekuat. Bila cervical collar terlalu lebar seringkali mengakibatkan hiperekstensi yang dapat memperparah trauma tulang belakang yang sudah terjadi. Pemasangan cervical collar yang tidak tepat dan berkepanjangan dapat menghambat venous return dan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga manifestasi yang terkadang muncul yaitu flushing pada wajah. Penggunaan cervical collar Philadelphia dalam jangka lama sebagai bagian dari terapi trauma tulang servikal berhubungan degan terjadinya ulkus yang diakibatkan tekanan pada kulit kepala. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemasangan cervical collar pada kasus trauma tidak menjamin imobilisasi. Imobilisasi yang efektif dan perlu dilakukan saat merujuk hanya terjadi bila pasien telah dipasang cervical collar, ditempatkan pada backboard dan dilakukan stabilisasi leher lateral. Kemudian dilakukan pengangkutan dan pemindahan pasien dengan teknik yang benar.

Page 25: PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS …fkunmul.zohosites.com/files/panduan trammed 281420/trapmed-blo… · PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

SKENARIO Seorang laki-laki pengendara sepeda motor ditemukan tidak sadar di tepi jalan setelah mengalami tabrak lari. Pengendara tersebut masih mengenakan helm. Lakukan penanganan sesuai prosedur. (Skenario selengkapnya dan temuan klinis akan dibimbing oleh instruktur)

CHECKLIST PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PROCEDURAL SKILLS CEDERA KEPALA

No ASPEK YANG DINILAI NILAI

0 1 2

1 2 3 4 5

A. PENANGANAN AWAL PENDERITA CEDERA KEPALA Melakukan pemeriksaan dan stabilisasi ABC Menggali informasi yang diperlukan Melakukan pemeriksaan umum head to toe Melakukan pemeriksaan terkait trauma kepala Melakukan pemeriksaan neurologis: Pemeriksaan kesadaran dengan GCS

6 7 8

B. PROSEDUR PELEPASAN HELM Melakukan stabilisasi kepala dan leher Melepaskan tali helm Melepaskan helm dengan tetap mempertahankan imobilisasi lurus

9 10 11 12

C. PROSEDUR PEMASANGAN CERVICAL COLLAR Melakukan imobilisasi manual kepala dan leher Melakukan pengukuran cervical collar yang sesuai Memasang cervical collar tanpa merubah posisi kepala dan leher Melakukan evaluasi hasil pemasangan

JUMLAH NILAI

KETERANGAN: 0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tetapi kurang tepat 2 = Dilakukan dengan baik