Upload
aagista2404
View
547
Download
59
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Panduan Proses Produksi Dan Penentuan Titik Kritis Produk Mi Instan
Citation preview
Panduan Proses Produksi dan Penentuan Titik Kritis Produk Mi Instan
Mi instan adalah produk yang diperoleh dari tepung terigu dengan atau tanpa campuran
bahan pangan lain, dikukus, digoreng atau dikeringkan, dan matang setelah dimasak atau
diseduh dengan air mendidih dalam waktu 4 menit. Mi instan memiliki kadar air tidak lebih
dari 8%.
1. Diagram alir proses
Gambar1. Pengolahan mi instan dengan penggorengan (deep fried)
Proses pembuatan mi instan meliputi proses pengadukan (mixing), pembentukan menjadi
lembaran, pencetakan (slitting), pengukusan (steaming), pemotongan (cutting), penggorengan
(frying), pendinginan (cooling), dan pengemasan (packing).
Bahan baku yang dibawa oleh suplier terlebih dahulu harus melewati penerimaan bahan
baku dan diuji mutunya atau disesuaikan dengan pernyataan dari suplier. Setelah bahan-
bahan tersebut dinyatakan lolos uji, bahan-bahan tersebut ditimbang sesuai kebutuhan. Bahan
kering seperti tepung terigu dan tapioka terlebih dahulu dicampur. Sementara itu dilakukan
pembuatan larutan alkali. Larutan alkali dibuat dengan mencampurka garam, pewarna, guar
gum, STPP, dan soda abu (natrium karbonat dan atau kalium karbonat) dengan air. Larutan
alkali kemudian dicampurkan dengan bahan kering (tepung terigu dan tapioka) di dalam
mixer (Satiarina 2009). Mixer yang digunakan dapat bebentuk horizontal maupun vertikal,
dengan kecepatan 70-100 rpm selama 10-20 menit. Dalam proses pembuatan mi, pengadukan
yang dilakukan bertujuan untuk menyerragamkan bahan baku dan membasahi partikel
tepung. Pembentukan gluten yang terjadi pada tahap ini sangat sedikit. Proses pengadukan
paling baik dilakukan pada suhu 25-30C. Bila pengadukan dilakukan di bawah suhu 20C
maka pembentukan gluten nantinya akan sangat lambat. Namun bila proses pengadukan
dilakukan diatas 35C maka aktivitas enzim akan mengalami kenaikan. Aktivitas enzim yang
terlalu tinggi dapat enghancurkan gluten (Fu 2008). Krisnawati (2002) menyebutkan bahwa
dalam proses pembuatan mi instan di PT Sentrafood Indonesa karawang digunakan suhu 32-
35C. Bila suhu yang pengadukan di bawah 32C maka adonan kasar dan keras sehingga
elastisitasnya menurun, sementara apabila suhu di atas 35C maka mi menjadi lengket dan
elastisitasnya menurun. Setelah proses mixing, biasanya adonan diistirahatkan terlebih dahulu
agar partikel tepung terhidrasi lebih jauh dan memudahkan pembentukan gluten pada proses
selanjutnya. Pengistirahtan adonan dilakukan dengan mengaduk adonan pada kecepatan
rendah (508 rpm) selama 10-20 menit (Fu 2008).
Proses selanjutnya adalah proses pengepresan atau pembuatan adonan mejadi lembaran.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan roll press yang memiliki beberapa buah silinder
berpasangan yang berputar berlawanan arah. Proses pengubahan adonan menjadi lembaran
diulang hingga adonan mi mencapai ketebalan tertentu (Krisnawati 2002). Pada proses ini
terjadi pembentukan gluten karena adanya kompresi adonan. Dengan adanya tekanan,
partikel endosperm tepung yang berdekatan bergabung sehingga matriks protein yang
terdapat dalam partikel-partikel tersebut menyatu.Pada saat pengepresan adonan, adonan
sering kali dilipat menjadi dua dan dipres kembali. Setelah adonan yang terlipat tersebut
dipres ulang, adonan diistirahatkan agar jaringan gluten menjadi elastis dan ekstensibel (Fu
2008).
Setelah lembaran adonan mencapai ketebalan yang diinginkan, lembaran tersebut dipotong
hingga terbentuk untaian mi. Penguntaian adonan mi ini dilakukan dengan dua buah roll yang
memiliki lajur-lajur pisau yang jaraknya sama antara satu roll dengan lainnya. Kedua roll
tersebut disusun secara horizontal. Roll yang dibelakang akan berrputar searah jarum jam dan
roll yang di depan akan berputar berlawanan arah dengan jarum jam. Untaian mi ini
kemudian dipindahkan secara kontinyu ke sebuah konveyor yang bergerak lebih lambat
daripada kecepatan pemotong. Perbedaan kecepatan ini akan menghasilkan mi yang
bergelombang (Fu 2008).
Untaian mi kemudian dikukus dengan menggunakan uap panas bersuhu sekitar 100C
selama 1-2 menit dengan tekanan atas 0.2 0.1 kg/cm2dan tekanan bawah 0.8 0.2 kg/cm
2
(Krisnawati 2002). Pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten
hingga mi menjadi kenyal. Pati yang tergelatinisasi akan menutupi permukaan mi dan
berfungsi sebagai pelindung saat penggorengan hingga mi tidak menyerap terlalu banyak
minyak dan tekstur mi menjadi lembut, lunak dan elastis (Satiarina 2005).
Mi yang telah dikukus akan didinginkan terlebih dahulu pada konveyor yang dilengkapi
kipas angin. Proses penddinginan ini dilakukan agar mi tidak melekat pada konveyor. Setelah
dingin mi dipotong dengan pisau yang berputas pada sumbunya. Mi yang telah terpotong
akan tertahan oleh sebuah roll sehingga tidak langsung meluncur ke bawah, melainkan
didorong bagian tengahnya oleh suatu alat hingga mi menjadi dua lipatan sama besar
(Satiarina 2005).
Setelah dipotong dan dibentuk, mi dikeringkan, Proses pengeringan mi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan proses penggorengan (deep frying) atau dengan
menggunakan udara. Bila mi dikeringkan dengan udara, maka udara yang digunakan
memiliki suhu 70C. Suhu 50C juga dapat digunakan dalam proses pegeringan namun lebih
umum digunakan dalam pengolahan mi kering (Fu 2008). Sudibyo (2008) melakukan
pengeringan pada suhu 100C selama 30 menit. Pengeringan yang tidak tepat dapat
menyebabkan kerusakan pada struktur mi, seperti elongasi yang berlebihan, retak, dan
pecahnya helaian mi (Fu 2008).
Jika mi instan dibuat dengan proses penggorengan (Deep frying), maka minyak yang
digunakan memiliki suhu 140-160C selama 60-100 detik. Penggorengan dilakukan dengan
bagian depan (inlet) memiliki suhu yang lebih rendah daripada bagian belakang (outlet).
Satiarina melaporkan proses penggorengan mi di PT Jakarana Tama Bogor. Pada perusahaan
ini inlet penggoreng memiliki suhu sekitar 90C sementara outletnya memiliki suhu sekitar
160C. Proses deep frying akan menyebabkan air pada mi menguap dan digantikan oleh
minyak, gelatinisasi pati (sebelum air bebas menguap), dan terciptanya struktur porous pada
permukaan dan bagian dalam mi (Fu 2008).
Mi yang telah digoreng kemudian didinginkan dengan menggunakan mesin yang memiliki
kipas angin. Selain menurunkan suhu mi, angin yang ditiupkan juga akan mengusir minyak
yang masih menempel pada mi. Jika mi dikemas dalam keadaan masih panas atau berminyak
maka mi akan cepat tengik dan berjamur sebelum masa kadaluarsa. Pengeringan mi
dilakukan hingga suhu mi berkisar antara 32-37C (Satiarina 2005).
Setelah dingin mi diberi bungkus bumbu jika diperlukan dan dikemas. Pada kemasan mi
harus sudah tercantum kode produksi dan tanggal kadaluarsa. Mi kemudian dikemas ulang
dalam karton bergelombang dan siap disimpan atau didistribusikan (Satiarina 2008).
2. Bahan baku, bahan tambahan pangan dan cemaran
2.1.Bahan baku dan bahan tambahan pangan
Bahan baku mi instan meliputi tepung tapioka, tepung terigu, gluten, garam,
pewarna tartrazin, guar gum, STPP, dan soda abu. Bila mi instan diproduksi dengan
cara digoreng, maka diperlukan juga minyak goreng yang biasanya telah mengandung
tetra butyl hydro quinon atau TBHQ (Satriarina 2005).
Mutu mi instan yang dihasilkan sangan terpengaruh oleh mutu bahan baku yang
digunakan. Tepung terigu yang digunakan diusahakan diperoleh dari produsen yang
menerapkan Good Production Practice, sehingga baik mutunya. Tepung yang
digunakan harus berasal dari gandum yang bebas penyakit, kering dan bersih. Tepung
juga harus memenuhi persyaratan batas maksimum residu pestisida serta cemaran
mikroba, logam berat dan lainya.
Air yang digunakan harus memenuhi standar mutu air minum yang ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan. Standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel1. Standar mutu air minum
Jumlah garam yang ditambahkan dalam formulasi mi instan dapat mempengaruhi
kecepatan pengeringan mi. Garam juga dapat memperbaiki proses pembuatan
lembaran mi karena garam dapat menghambat enzim proteolisis. Adonan yang
mempunyai cukup garam memiliki gluten yang lebih kuat dibanding yang tiddak
memiliki cukup garam. Larutan alkali membuat adonan mi menjadi berwarna
kekuningan, lebih keras, lebih kanyal tapi kurang ekstensibel. Pati seperti tapioka
dapat dtambahkan sebanyak 5-25% bobot tepung. Pati dapat memperbaiki tkstur mi
menjadi lebih kenyal dan elastis (Fu 2008).
Minyak yang digunakan dalam proses penggorengan biasanya akan tersisa dalam
produk akhir. Fu (2008) menyatakan bahwa minyak biasanya menyusun sekitar 20%
berat total produk akhir. Di Asia minyak yang umum digunakan adalah minyak sawit,
karena minyak sawit baik digunakan untuk menggoreng, stabil terhadap suhu tinggi,
tersedia dan mudah diperoleh, serta murah harganya.
Selama proses penggorengan, minyak akan mengalami proses kerusakan, salah
satunya adalah oksidai akibat panas tinggi. Akibat oksidasi yang terjadi, akan
terbentuk beragam komponen volatil dan non volatil dari minyak. Komponen-
komponen ini dapat menyebabkan perubahan flavor dari mi instan, dan beberapa
komponen tdidapati berbahaya bagi kesehatan manusia (Fu 2008). Oleh karena itu
perlu dipilih minyak yang stabil terhadap panas tinggi, terrefinasi, memiliki warna
dan flavor yang baik, asam lemak bebas rendah dan bilengan peroksidanya rendah.
Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan adalah bilanagn iodin, titik leleh dan titik
asap dari minyak (Fu 2008).
2.2.Batas penggunaan bahan tambahan pangan dan batas kandungan cemaran dalam
bahan pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan harus sesuai dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. STPP paling banyak
digunakan sejumlah 2000 mg/kg bahan pangan, sementara TBHQ maksimum
ditemukan sebanyak 180 mg/kg lemak. Batas penggunaan tartrazin untuk produk
pasta dan mi adalah sebesar 70 mg/kg. Batas penggunaan natrium karbonat pada
produk yang sama adalah sebesar 2600 mg/kg, sementara penggunaan kalium
karbonat disesuaikan dengan cara produksi pangan yang baik. Penggunaan guar gum
juga harus didasarkan pada cara produksi pangan yang baik.
Selain bahan tambahan pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (2009) juga
mencantumkan batas maksimum dari kandungan cemaran yang terdapat pada bahan
pangan. Batas maksimum ini dapat dilihat ada Tabel 2.
Tabel2. Batas kandungan cemaran pada mi instan
Cemaran Jenis Cemaran Batas Maksimum
Mikroba
ALT (30C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
APM Eschericia coli 10/g
Staphylococcus
aureus 1 x 10
3 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 103 koloni/g
Kapang 1 x 104 koloni/g
Logam
berat
Arsen 0.5 ppm
Kadmium 0.2 ppm
Merkuri 0.05 ppm
Timah 40 ppm
Timbal 0.3 ppm
Mikotoksin Deoksinivalenol 750 ppb
Okratoksin A 3 ppb
3. Tabel HACCP
Kebanyakan mi instan di Asia Tenggara diproduksi menggunakan proses
penggorengan. Hanya sebagian kecil yang menggunakan udara panas dalam proses
pengeringan mi instan (Fu 2008). Krisnawati (2002) mendeskripsikan rencana
HACCP untuk mi instan yang diproduksi menggunakan proses penggorengan,
sementara Sudibyo (2008) menjelaskan HACCP pada proses produksi mi instan yang
dikeringkan menggunakan udara panas. Rancangan HACCP yang dibuat dengan
membandingkan kedua proses ini disajikan dalam Tabel 3 dan Tabel 4.
Mi instan yang telah melalui proses pengeringan dengan menggunakan metode
deep frying memiliki kadar air akhir sebesar 3-6% dan kadar lemak 15-22%.
Pengeringan dengan udara panas menghasilkan mi dengan kadar lemak lebih rendah,
namun kadar airnya biasanya lebih tinggi daripada mi yang dikeringkan dengan
metode deep frying, yaitu di bawah 12% (Fu 2008).
Rendahnya kadar air mi instan menyebabkan mi relatif aman dan dapat disimpan
dalam waktu yang lama. Fu (2008) menyebutkan bahwa mi instan yang dikeringkan
dengan menggunakan udara panas dapat disimpan selama 1-2 tahun. Hal ini
mengimplikasikan bahwa proses pengeringan adalah tahapan yang penting dalam
proses pengolahan mi instan. Khusus untuk mi instan yang diolah denganmetode
penggorengan, mi akan mudah mengalami ketengikan apabila mi masih mengandung
terlalu banyak minyak. Mi juga akan mudah berjamur jika mi telah dibungkus
sebelum dingin (Satiarina 2005). Pada mi yang dikeringkan dengan udara panas pun
hal ini juga mungkin terjadi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa proses
pendinginan setelah pengeringan merupakan proses yang penting untuk
mempertahankan mutu mi instan.
Tabel3. Identifikas bahaya dan penetapan CCP
No. Tahap/Material
Jenis
bahaya Bahaya Tindakan pengendalian CCP/CP
1. Penerimaan
bahan baku
Tepung terigu
dan tapioka
Biologi
Eschericia coli yang mengkontaminasi
tepung terigu karena penanganan di
supplier kurang higienis.
Pada tahap selanjutnya terdapat proses
pengukusan pada suhu 90-100C selama
1.5-2 menit dan proses pengeringan pada
suhu 90-100C selama 25-30 menit
CP
Kimia
Kadar air tepung lebih tinggi dari 14%,
cemaran logam berat seperti Pb, Hg, Cu,
dan arsen serta residu pestisida.
Kontaminasi mungkin terjadi sejak dari
proses pertaniannya dan tidak dapat
dihilangkan
Permintaan jaminan dari pemasok dan
pemeriksaan COA bahan baku terigu,
audit ke pihak supplier, dan pengujian
eksternal setiap 6 bulan sekali
Fisik
Kontaminasi benang, tali plastik, dan
potongan serangga karena pihak supplier
kurang memperhatikan lingkungan
produksi
Inspeksi dan pemeriksaan terhadap
bahan baku yang masuk ke perusahaan
oleh bagian QC, dan pada saat produksi
dilakukan proses pengayakan dengan
ayakan ukuran mesh 200
Garam
Biologi Tidak ada
Kimia
Kadar air lebih dari 1%, cemaran logam
berat seperti Pb, Hg, Cu, dan arsen serta
residu pestisida. Kontaminasi mungkin
terjadi sejak dari proses pertaniannya
dan tidak dapat dihilangkan
Permintaan jaminan dari pemasok
supplier, inspeksi dan pemeriksaan COA
bahan baku garam yang masuk ke
perusahaan oleh bagian QC, serta
pengujian secara eksternal setiap 6 bulan
sekali
Fisik
Kontaminasi potongan benang, tali
plastik, pasir, dan tanah yang terjadi
akibat pihak supplier kurang
memperhatikan lingkungan produksi dan
kontaminasi saat penanganan dan
distribusi
Sebelum proses produksi dilakukan
proses pengayakan dengan ayakan
ukuran mesh 200
Tepung telur
Biologi Salmonella, Staphylococcus, E. Coli
Pada tahap berikutnya terdapat proses
pengukusan dan pengeringan pada suhu
90-100C selama 25-30 menit
Kimia Tidak ada
Fisik Kotoran akibat pihak supplier kurang
memperhatikan lingkungan
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian
QC
Natrium
karbonat dan
kalium karbonat
Biologi Tidak ada
Kimia Cemaran logam berat atau logam lain
Permintaan jaminan dari pemasok dan
pemeriksaan COA bahan natrium dan
kalium karbonat dari supplier. Audit ke
supplier juga mungkin diperlukan
Fisik Tidak ada
Pewarna
(tartrazin)
Biologi Tidak ada
Kimia Penggunaan bahan tambahan yang tidak
sesuai dengan peraturan
Permintaan jaminan dari
pemasok/supplier, inspeksi dan
pemeriksaan COA bahan pewarna
tartrazin yang masuk ke perusahaan oleh
bagian QC. Penggunaan bahan pewarna
ini juga akan dikontrol penggunaannya
sesuai peraturan yang berlaku saat
produksi
Fisik Tidak ada
Air bantu
Biologi
Cemaran E coli, coliform grup
Salmonella, Staphylococcus yang
berasal dari lingkungan tempat
pengambilan air yang tercemar
Water treatment dan penyaringan
(filtrasi), klorinasi air yang dipakai dan
penerapan SSOP keamanan air, serta
ddilakukan pengujian eksternal setiap 6
bulan sekali
Kimia Cemaran logam-logam berat dan logam
lain serta bahan kimia lainnya
Water treatment dan penerapan SSOP
keamanan air
Fisik Kotoran/ padatan terlarut (Jumlah zat
padat terlarut dan kekeruhan)
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian
QC
Minyak goreng
Biologi Tidak ada Spesifikasi memenuhi batas maksimum
yang ditentukan
Kimia Kadar asam lemak bebas melebihi 0.1% Analisa setiap produk datang
Fisik Tidak ada
TBHQ
Biologi Tidak ada Kepastian jaminan dari peasok
Kimia Tidak ada Penanganan dan penyimpanan yang
sesuai dengan SOP
Fisik Adanya kontaminan benda asing
Pengemas
primer plastik
(PP)
Biologi Tidak ada
Kimia
Residu bahan kimia seperti aditif plastik
(plasticizer) yang dapat pindah (migrasi)
dari plastik ke produk pangan dan
bersifat karsinogenik terhadap tubuh
manusia
Menggunakan plastik food grade,
permintaan jaminan dari
pemasok/supplier, pemeriksaan COA
dari pemasok/supplier
Fisik
Debu, kotoran dan benda asing lainnya
yang mengkontaminasi kemasan saat
penanganan dan penyimpanan di
supplier serta saat distribusi kemasan
plastik
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian
QC dan personil bagian produksi
Pengemas
sekunder (karton
jenis CFB)
Biologi Tidak ada
Kimia Tidak ada
Fisik Debu, kotoran yang menempel pada
karton
Inspeksi dan pemeriksaan kotak karton
yang masuk ke perusahaan oleh bagian
QC, dan penyimpanan kemasan sesuai
persyaratan GMP
2. Penyimpanan bahan-bahan di
gudang
Biologi
Binatang seperti tikus, kecoa, lalat dan
serangga yang menyebabkan
kontaminasi silang bakteri pada bahan-
bahan yang disimpan di gudang
Lakukan pengendalian hama (pest
control) dengan tepat CP
Kimia Sisa residu bahan sanitaiser yang
terdapat pada alat yang dipakai dapat
Menggunakan sanitaiser yang diizinkan
dengan dosis yang tepat
mengkontaminasi bahan
Fisik
Debu dan kotoran yang berasal dari
ruang / gudang penyimpanan yang tidak
bersih
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian
QC, diikuti dengan penyimpanan sesuai
dengan SOP dan GMP
3. Pengayakan tepung terigu dan
garam
Biologi Tidak ada
CP
Kimia Tidak ada
Fisik Benang, tali plastik, potongan serangga
Lakukan pengayakan dengan
menggunakan alat ayakan berukuran 200
mesh. Cemaran fisik yang diperoleh
kemudian dipisahkan dan dibuang ke
tempat sampah
4.
Penimbangan bahan baku dan
bahan lainnya untuk persiapan
formulasi
Biologi
Staphylococcus dan Salmonella yang
mungkin berasal dari kontaminasi alat
dan personil yang menangani
penimbangan bahan baku dan bahan
lainnya
Penerapan SSOP dan GMP dengan
benar. Selain itu pada tahap selanjutnya
terdapat proses pengukusan dan
pengeringan CP
Kimia Tidak ada
Fisik Debu, kotoran yang berasal dari alat
yang digunakan dalam penimbangan
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian
QC dan bagian produksi. Pemberihan
juga harus dilakukan
5. Pembuatan larutan alkali
Biologi Tidak ada
CP Kimia
Residu bahan sanitaisen yang digunakan
untuk sanitasi alat uang digunakan dalam
pembuatan larutan alkali
Penggunaan bahan sanitaiser yang
diizinkan dengan dosis yang tepat
Fisik Debu dan kotoran yang berasal dari alat
yang digunakan
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian
QC, dan dilakukan pembersihan
6. Pencampuran dan formulasi
adonan mi (Mixing) Biologi
Kontaminasi Salmonella,
Staphylococcus maupun biofilm yang
berasal dari alat yang dipakai dan
personil yang melakukan pencampuran
dan formulasi pada bahan adonan
SSOP sanitasi alat dan dan SSOP
kesehatan dan hygiene karyawan. Selain
itu pada tahap produksi selanjutnya
terdapat proses pengukusan dan
pengeringan
CP
Kimia
Residu bahan sanitaiser yang mungkin tersisa pada alat dapat tercampur dengan
bahan. Selain itu, terdapat kemungkinan
penggunaan BTP yang tidak sesuai
dengan peraturan
Penggunaan sanitaiser yang diizinkan
pada dosis yang tepat, diikuti dengan
pemeriksaan oleh bagian QC
Fisik
Debu dan kotoran yang
mengkontaminasi alat dari lingkungan
produksi
Pembersihan, inspeksi dan pemeriksaan
pleh bagian QC
7. Pengepresan dengan roll press
Biologi
Kontaminasi Salmonella,
Staphylococcus, dan biofilm pada
permukaan alat pengepres yang mungkin
tercampur pada bahan. Adanya sisa
kerak pada adonan juga dapat
menimbulkan bakteri penyebab biofilm
Penerapan SSOP kebersihan permukaan
alat yang kontak dengan bahan pangan,
SSOP pencegahan kontaminasi silang.
Selain itu pada tahap selanjutnya akan
terdapat proses pengukusan dan
pengeringan CP
Kimia
Fisik Adanya kerak adonan yang menempel
pada alat pengepres
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
8. Pencetakan untaian mi (slitting)
Biologi
Kontaminasi Staphylococcus,
Salmonella, biofilm yang terbawa dari
bahan baku yang digunakan serta
personil yang menanganinya
Penerapan SSOP dan GMP dengan
benar. Selain itu pada tahap selanjutnya
terdapat proses pengukusan dan
pengeringan CP
Kimia Tidak ada
Fisik Debu dan kotoran yang berasal dari alat
yang digunakan dalam pencetakan
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
9.
Pengukusan mi pada suhu 90-
100C selama 1.5-2 menit
(Steaming)
Biologi
Adanya kontaminasi bakteri seperti
Salmonella dan Staphylococcus yang
berasal dari bahan baku yang digunakan
dalam proses produksi
Penerapan SSOP dan kontrol suhu
pengukusan secara periodik setiap 4 jam
sekali
CP
Kimia
Adanya residu bahan sanitaiser pda alat
konveyor yang digunakan dalam
pengeringan
Penggunaan bahan sanitaiser yang
diizinkan dengan dosis yang tepat
Fisik Kontaminasi debu dan kotoran pada Pembersihan dan pemeriksaan oleh
konveyor yang digunakan dalam pendinginan
bagian QC
10. Pendinginan mi hasil pengukusan
(Cooling)
Biologi
Kontaminasi Salmonella,
Staphylococcus, biofilm yang tervawa
dari bahan adonan dan dari alat yang
dipakai serta personil yang menangani
proses pendinginan.
SSOP sanitasi alat dan SSOP kesehatan
dan hygiene karyawan. Selain itu pada
tahap produksi selanjutnya terdapat
proses dan pengeringan CP
Kimia Tidak ada
Fisik Debu dan kotoran yang berasal dari
kipas dan lingkungan produksi
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
11. Pemotongan untaian
Biologi
Kontaminasi bakteri seperti Salmonella,
Staphylococcus dan biofilm yang
mungkin terbawa dari bahan adonan dan
alat yang digunakan untuk pemotongan
mi
Penerapan SSOP kebersihan permukaan
alat yang kontak dengan bahan pangan,
SSOP pencegahan kontaminasi silang,
serta pada tahap selanjutnya terdapat
proses pengeringan CP
Kimia Adanya kontaminasi dari residu bahan
sanitaiser pada cutter yang digunakan
Penggunaan sanitaiser yang diizinkan
pada dosis yang tepat, diikuti dengan
pemeriksaan oleh bagian QC
Fisik Adanya kerak adonan yang menempel
pada cutter
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
12.
Pengeringan di
dalam oven
pada suhu 90-
100C selama
25-30 menit
(Drying)
Udara panas
Biologi
Kontaminasi Staphylococcus,
Salmonella, biofilm yang terbawa dari
bahan baku yang digunakan serta
personil yang menanganinya
Set suhu dan waktu yang diinginkan,
kontrol suhu secara periodik setiap 2 jam
sekali, kalibrasi termometer/termocouple
secara berkala tiap 2 bulan sekali
menggunakan thermometer master yang
sudah dikalibrasi. Penerapan SSOP
untuk sanitasi alat dan kesehatan dan
hygiene karyawan
CCP
Kimia Tidak ada
Fisik
Kontaminasi debu dan kotoran yang
berasal dari konveyor dalam pengering
yang digunakan
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
Deep frying
Biologi Kontaminasi mikroba tahan panas Pembersihan alat secara berkala,
pemeriksaan suhu dan waktu
Kimia
Tidak adaterbentuknya senyawa-
senyawa sampingan hasil dari
penggorengan
Pemberian antioksidan, cek turnover
minyak
Fisik
Kontaminasi debu dan kotoran yang
berasal dari konveyor dalam pengering
yang digunakan
13. Pendinginan dengan kipas angin
selama 2-3 menit (cooling)
Biologi
Kontaminasi bakteri Salmonella,
Staphylococcus yang berasal dari alat
pendingin dan kipas yang digunakan
serta dari lingkungan
SSOP alat dan lingkungan
CP Kimia Tidak ada
Fisik
Kontaminasi debu dan kotoran yang
berasal dari kipas yang digunakan untuk
proses pendinginan
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
14. Pengemasan dengan plastik PP
Biologi
Kontaminasi bakteri seperti salmonella,
staphylococcus, dan E coli yang berasal
dari kemasan yang bocor
SSOP sanitasi alat serta kesehatan dan
higiene karyawan periksa adanya
kebocoran kemasan plastik setiap 2 jam
sekali. Selain itu pada tahap berikutnya
ada proses pemasakan/pemanasan
produk mi oleh pihak konsumen CP
Kimia
Residu bahan aditif plastik (plasticizer
dan lain-lain) yang bermigrasi ke produk
mi kering
Penggunaan bahan pengemas yang food
grade. Penerapan SSOP sanitasi alat dan
kesehatan dan higiene karyawan dengan
benar
Fisik Debu dan kontaminasi yang berasal dari
alat dan lingkungan
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
15. Pengemasan dengan kotak karton
(kemasan sekunder)
Biologi Tidak ada
CP Kimia Tidak ada
Fisik Debu dan kotoran yang berasal dari
kemasan karton
Pembersihan dan pemeriksaan oleh
bagian QC
16. Penyimpanan produk mi kering di
gudang
Biologi
Infeksi tikus, kecoa dan serangga yang menyebabkan kontaminasi silang bakteri
pada bahan-bahan yang disimpan di
gudang
Lakukan pengendalian hama dengan tepat, gunakan denah untuk
pengendalian hama. Penyimpanan
dilakukan dengan prinsip FIFO
CP Kimia Tidak ada
Fisik Debu dan kotoran dari ruang/gudang
penyimpanan yang tidak bersih
Penerapan SSOP, pencegahan
kontaminasi silang dengan pembersihan,
inspeksi oleh bagian QC dan lakukan
pembersihan
17. Pengiriman dan pendistribusian
produk mi
Biologi Tidak ada
CP Kimia Tidak ada
Fisik Tidak ada
Tabel4. Penetapan batas kritis, monitoring, tindakan koreksi, verifikasi dan dokumentasi
CCP
Batas kritis Monitoring Tindakan koreksi Tindakan
verifikasi Dokumentasi
Pengeringan
Udara
panas
Suhu 90-100C dan
lama pengeringan
25-30 menit
Memeriksa suhu proses pada mesin oven
pengering secara visual dan waktu
pengeringan dengan stopwatch/jam tangan
selama proses produksi setiap proses
pengeringan (25-30 menit) oleh operator
bagian pengeringan mi dan bagian QC
Bila suhu tidak sesuai
standar, maka produk
yang sudah jadi
dipisahkan/dikarantina
Kalibrasi
alat
termometer
dan stop
watch secara
berkala
Dokumentasi
laporan tindakan
koreksi
Kecepatan aliran
udara 2 m/detik
Memeriksan kecepatan aliran udara
pengeringan selama proses setiap pengeringan
oleh operator bagian QC
Stop proses dan
diseproses (waktu
proses pengeringan
diperpanjang)
uji
mikrobiologi
terhadap
produk akhir
Dokumentasi
laporan operator
pengeringan
produk, kalibrasi
alat, laporan
catatan batas
kritis
Kadar air produk
mi kering
Memeriksa kadar air produk mi kering
dengan memakai alat konduktivitas meter
Data atau log
sheet
maksimal 10% setiap selesai proses satu batch pengeringan
oleh operator bagian QC
pengukuran serta
checklist
Deep
frying
Peralatan bersih Cek waktu dan suhu penggorengan Reject
Rekap form
penggantian
minyak
Laporan/logsheet
proses
penggorengan
Suhu 160-180C
Inspeksi proses produksi oleh supervisor dan
QC
Ulang proses produksi
Kalibrasi
alat
termometer
dan stop
watch secara
berkala
Catatan laporan
penggantian
minyak
Kadar air akhir 2-
5%
Daftar Pustaka
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan K.A. Badan POM RI No.: HK.00.05.52.4040.
Fu BX. 2008. Asian noodles: history, classification, raw materials and processing. Food Research International. (41): 888-902.
Krisnawati A. 2002. Aplikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produk Instant Noodles di PT. Sentrafood Indonusa
Karawang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia
dalam Makanan. No. HK.00.06.1.52.4011.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pengatur Keasaman. No. 8 Tahun 2013.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Penstabil. No. 24 Tahun 2013.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pewarna. No. 37 Tahun 2013.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Antioksidan. No. 38 Tahun 2013.
Satiarina B. 2005. Proses penyusunan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan Produk Mi Instan dalam Tangka Rencana
Sertifikasi di PT. Jakarana Tama Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudibyo A. 2008. Penyiapan Kelayakan Persyaatan dasar dan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk
Produksi Mi Kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor. Tugas Akhir. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.