Upload
bubub-fullkasus
View
257
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 panduan-spbk
1/60
BUKU PEDOMAN
Penyelenggaraan Bakti Sosial Operasi Katarak
Seksi Penanggulangan Buta Katarak
7/25/2019 panduan-spbk
2/60
7/25/2019 panduan-spbk
3/60
DAFTAR ISI
PrakataDr Johan A. Hutauruk, SpM v
Kata PengantarProf Dr dr Nila F. Moeloek, SpM viii
Bab I. Pendahuluan 1
Bab II. Organisasi 4A. Visi dan Misi 4
B. Tujuan dan Sasaran 5C. Target Program 6D. Indikator Pencapaian 7
Bab III. Tata TertibAdministratif PelaksanaanBakti Sosial Operasi Katarak 9
7/25/2019 panduan-spbk
4/60
Bab V. Pedoman/Tata TertibPelaporan Bakti SosialKatarak 47
V.1. Tata Tertib Organisasi 47V.2. Koordinasi SPBK Cabang
dengan SPBK Pusat 47V.3. Koordinasi SPBK denganDonatur 49
7/25/2019 panduan-spbk
5/60
7/25/2019 panduan-spbk
6/60
PRAKATA
Ketua Seksi Penanggulangan Buta Katarak - Perdami
Buku ini adalah wujud tertulis dari pengalaman Perdami dalammenyelenggarakan kegiatan bakti sosial operasi katarak sejak pertama
kali dilaksanakan 20 tahun lalu, ketika Perdami mendapat bantuan
Presiden Soeharto, saat itu sebagai ketua yayasan yang menunjuk
Yayasan Dharmais menjadi donatur tunggal untuk kegiatan operasi
katarak gratis di seluruh Indonesia
Dedikasi Perdami untuk mengatasi kebutaan katarak di Indonesia
tampak nyata dengan dibentuknya seksi khusus yang dinamakan SPBK
7/25/2019 panduan-spbk
7/60
banyak membantu baik dalam kegiatan sehari-hari operasional SPBK
maupun dalam penyusunan buku ini. Demikian juga staf SPBK seperti
Bpk Ruswandi, Ibu Arin dan Ibu Eva yang bekerja hampir setiap akhir
pekan untuk menunjang administrasi kegiatan baksos.
Peranan Prof. DR. dr. Nila F. Moeloek selaku ketua PP Perdami
sekaligus sebagai staf khusus Presiden Republik Indonesia untuk MDG
(Millenium Development Goals) memperbesar dampak kegiatan SPBK
Perdami melalui jejaring dan konektivitas luas yang dimiliki beliau, dan
saya ikut belajar dari passion beliau sehingga ikut semangat membantu
tugas yang diberikan sebagai Ketua SPBK.
Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada pasien-pasien yang telah
7/25/2019 panduan-spbk
8/60
KATA PENGANTAR
VISION 2020 The Right to Sightmerupakan program yang diinisiasi oleh
World Health Organization (WHO) dan International Agency for thePrevention of Blindness (IAPB) untuk mewujudkan fungsi penglihatan
yang optimal di dunia. Indonesia sebagai negara dengan angka kebutaan
ketiga terbanyak di dunia turut berkomitmen dalam upaya
pemberantasan kebutaan.
Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) sebagai organisasi
profesi dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata, berperan aktif dalam upaya
mencapai VISION 2020 melalui kegiatan Seksi Penanggulangan Buta
7/25/2019 panduan-spbk
9/60
dapat terjalin kerjasama yang semakin baik dalam upaya pemberantasan
kebutaan katarak di Indonesia.
Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi perbaikan
selanjutnya. Besar harapan kami, buku pedoman ini dapat menjadi acuanbagi seluruh anggota Perdami dan meningkatkan kinerja SPBK di masa
mendatang.
Jakarta, Juli 2013
Ketua PP. Perdami
Prof. DR. Dr. Nila F. Moeloek, SpM(K)
7/25/2019 panduan-spbk
10/60
B A B I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang telah mencanangkan diri untukmemusatkan perhatian pada masalah kebutaan melalui komitmennya
terhadap VISION 2020, the Global Initiative for the Elimination of
Avoidable Blindness. Prevalensi kebutaan di Indonesia merupakan yang
tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 1,5%, dengan 52% dari jumlah tersebut
(0,78%) disebabkan oleh katarak. Dalam kaitan dengan kelompok usia,
prevalensi kebutaan katarak ditemukan semakin tinggi seiring
bertambahnya umur, yaitu 20/1000 pada kelompok usia 45-59 tahun,
dan tertinggi (50/1000) pada kelompok usia >60 tahun. Biro Pusat
7/25/2019 panduan-spbk
11/60
individu maupun keluarga, dan dalam lingkup lebih besar, komunitas
serta negara. Oleh karena itu, selain sebagai masalah kesehatan
masyarakat (public health), kebutaan dan gangguan penglihatan juga
sudah menjadi masalah sosial-ekonomi yang harus diatasi secara
sungguh-sungguh guna memutus rantai kebutaan-kemiskinan, danmemperoleh kembali sumber daya manusia yang hilang.
Kebutaan katarak hanya dapat dicegah dengan tindakan bedah ekstraksi
katarak. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa penyediaan layanan
bedah katarak di Indonesia masih dihadapkan pada banyak tantangan.
Keterbatasan tenaga spesialis mata dalam hal jumlah dan distribusi telah
mengecilkan peluang pemerataan jangkauan kepada masyarakat.
Kesulitan akses geografik, kurangnya sarana dan prasarana yang layak
7/25/2019 panduan-spbk
12/60
Penanggulangan Buta Katarak (SPBK) yang sudah dibentuk pada tahun
1987. Memiliki organisasi di jajaran Pusat dan Cabang, SPBK selama ini
bekerja dengan menyelenggarakan operasi katarak bagi orang kurang
mampu, dengan berbagai sumber donasi, di berbagai daerah di
Indonesia. Dengan besarnya tantangan dan tugas SPBK dalammenurunkan angka kebutaan katarak di Indonesia, maka pedoman kerja
dirasakan penting agar kegiatan yang dilakukan SPBK menjadi terarah
dan efektif. Pedoman kerja SPBK ini disusun dengan memperhatikan
kemamputerapan serta kondisi lokal/nasional. Kami akan
mempertimbangkan dengan baik semua masukan, dan saran perbaikan
untuk penyempurnaan selanjutnya. Besar harapan kami agar pedoman
kerja ini dapat menjadi acuan kerja dalam meningkatkan kerjasama dan
produktivitas kerja SPBK Pusat dan SPBK Cabang.
7/25/2019 panduan-spbk
13/60
B A B I I
ORGANISASI
A. Visi dan Misi
Visi
Menanggulangi kebutaan katarak di Indonesia (to eliminate cataract
blindness in Indonesia).
Misi
Misi Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah:
1. Menyediakan layanan bakti sosial operasi katarak
7/25/2019 panduan-spbk
14/60
B. Tujuan dan sasaran
Tujuan
Tujuan program Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah
meningkatkan cataract surgical rate (CSR) dari 720 menjadi 1000 dalamjangka waktu tiga tahun (estimasi adalah 5 operasi
katarak/SpM/minggu, dengan asumsi jumlah operator katarak 1000
orang).
Sasaran
Sasaran program Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah:
1. Pengendalian dan pencegahan kebutaan akibat katarak
a. Menciptakan demand untuk layanan dengan mengatasi
7/25/2019 panduan-spbk
15/60
a.
Membangun sentra-sentra umum sumber daya
kesehatan mata (public eye-health resources centers) guna
menyediakan support, ekspertise serta pelatihan
b. Menyediakan peralatan standar untuk
penyelenggaraan operasi katarak sesuai SOP(keratometri, IOL, set katarak, mikroskop)
c. Menyiapkan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan
operasi katarak dengan menggunakan teknologi tepat
guna dan aksesibel.
d.
Penyusunan program/rencana kerja berkala
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kegiatan.
C. Target Program
7/25/2019 panduan-spbk
16/60
Prevalensi kebutaan di Indonesia 1.5% (1996) dengan 52%
penyebab katarak. Diketahui bahwa insidens buta katarak
adalah 0.1% sehingga bila bisa dilakukan operasi katarak pada
seluruh jumlah insidens maka tidak akan terjadi tumpukan
(backlog
) buta katarak. Berdasarkan data tersebut maka dapat
diperkirakan jumlah buta katarak baru per tahun adalah
240.000 (1/1000 populasi) sehingga perlu dilakukan operasi
katarak sebanyak 240.000 per tahun. Bila diperkirakan jumlah
penduduk kurang mampu untuk membayar operasi adalah
sekitar 15%, maka dibutuhkan bantuan operasi katarak oleh
SPBK sebanyak: 15% x 1/1000 x 240 juta = 36.000 operasi
katarak untuk masyarakat kurang mampu per tahun.
2. Target Outcome:
7/25/2019 panduan-spbk
17/60
Dikatakan kurang jika proporsi penanaman IOL < 95%.
3. Tajam penglihatan setelah operasi
Dikatakan baik jika mencapai target tajam penglihatan
sebagaimana dalam target outcome (C.2)
Dikatakan kurang jika tidak mencapai target outcome (C.2)
7/25/2019 panduan-spbk
18/60
B A B III
TATA TERTIB ADMINISTRATIF PELAKSANAAN
BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK
III.1. Tata Tertib Administratif Pengajuan Proposal Kegiatan
1. Rencana kegiatan Bakti Sosial (Baksos) operasi katarak dapat
diajukan oleh pribadi, Puskesmas, Rumah Sakit, Balai
Kesehatan, Yayasan, organisasi, dan atau klinik.
2. Semua kegiatan yang dilakukan untuk kegiatan sosial
pemberantasan buta katarak di Indonesia diselenggarakan
sepengetahuan Seksi Penanggulangan Buta Katarak (SPBK)
7/25/2019 panduan-spbk
19/60
Seksi Penganggulangan Buta Katarak (SPBK) Pusat -
Perdami
Telp. (021) 3155377 Fax. (021) 3155377
e-mail: [email protected]
7. Proposal akan diproses SPBK Cabang atau Pusat dan keputusan
akan didapat paling lama 7 hari kerja setelah proposal diterima.
8. Alur administratif pengajuan proposal Baksos operasi katarak:
7/25/2019 panduan-spbk
20/60
Subdinkes setempat dan SPBK Cabang yang
mempunyai wilayah tersebut.
Jika SPBK Penyelenggara bermaksud melakukan
Baksos di luar wilayahnya, SPBK Penyelenggara
membuat surat permohonan dan proposal kepadaSPBK setempat (tujuan) terlebih dulu dengan
tembusan ke SPBK Pusat (minimal 1 bulan
sebelum tanggal penyelenggaraan). SPBK Pusat
kemudian akan membuat surat perintah tugas
kepada SPBK Penyelenggara (untuk selanjutnya
berkoordinasi dengan SPBK tempat tujuan
penyelenggaraan dan melengkapi urusan
administratif dengan Bupati dan Dinkes).
7/25/2019 panduan-spbk
21/60
Gambar 2.Alur pengajuan kegiatan lintas cabang.
b. Setelah jumlah pasien dipastikan, SPBK setempat/
Pusat membuat surat permohonan pelaksanaan
7/25/2019 panduan-spbk
22/60
anggota Tim apabila terjadi Kejadian yang Tidak
Diharapkan (KTD).
III.2. Pedoman Administratif dan Payung Hukum Penyelenggaraan
Kegiatan
1. Anggota Tim Operasi:
a. Jika jumlah anggota Tim Operasi Cabang diperkirakan
belum mencukupi kebutuhan jumlah pasien yang akan
dioperasi, atau SPBK Cabang bermaksud meminta
pendampingan teknis/knowledge transfer, permintaan
tambahan tenaga dapat diajukan kepada SPBK Pusat
sehingga SPBK Pusat dapat mengalokasikan tenaga
7/25/2019 panduan-spbk
23/60
kedatangan tenaga Dokter dari luar negeri selayaknya
adalah dalam konteks knowledge/skill transfer.
f. Semua Paramedis harus mempunyai Surat Pernyataan
Kompetensi yang masih berlaku untuk dapat menjadi
anggota Tim. Surat ini dibuat oleh Instansi tempat
Paramedis tersebut berdinas).
2. Kriteria pasien Baksos:
a. Seleksi pasien operasi dengan indikasi medis dan
indikasi sosial adalah kewenangan Dokter SpM
setempat bersama Tim SPBK.
b. Pada waktu seleksi awal pasien, Dokter Spesialis Mata
setempat harus diikutsertakan, sehingga tidak terjadi
konflik tentang pasien yang dipilih (yang tidak
7/25/2019 panduan-spbk
24/60
tindakan/operasi apa yang akan dilakukan, tujuan
tindakan/operasi tersebut, obat apa yang harus
ditetes/ diminum setelah operasi, penyulit yang dapat
terjadi pada/setelah operasi, tanda-tanda penyulit yang
terjadi pasca-operasi dan prosedur penanganannya
serta biaya ditanggung oleh penyelenggara. Sebaiknya
satu saksi yang menandatangani dari pihak
Penyelenggara adalah Dokter Mata Setempat. Informed
consentini diulangi sekali lagi pada saat pra-bedah,
sekaligus ditandatangani oleh operator. (Contoh form
informed consentterlampir).
4. Pelaksanaan:
a. Tempat yang digunakan untuk operasi katarak
7/25/2019 panduan-spbk
25/60
6.
Pelaporan kegiatan:
Untuk menciptakan ketertiban adiministrasi dan ketepatan
penghitungan jumlah operasi wilayah kerja, maka untuk
pelaporan kegiatan Bakti Sosial ditetapkan sebagai berikut:
a. SPBK Penyelenggara akan melaporkan kegiatan
(berkaitan dengan teknis penyelenggaraan) dan hasil
operasi ke SPBK setempat, dengan tembusan ke SPBK
Pusat (Formulir A dan B).
b. SPBK tempat penyelenggaraan (tujuan) akan
melaporkan hasil operasi (berkaitan dengan jumlah,
pencapaian visus, dan komplikasi) melalui Laporan
Bulanannya ke SPBK Pusat (formulir akan dikeluarkan
oleh SPBK Pusat) sebagai capaian wilayah kerjanya.
7/25/2019 panduan-spbk
26/60
b.
Unit cost operasi per pasien telah diperhitungkan
secara proporsional sesuai perhitungan SPBK, sebesar
Rp 600.000/pasien, dengan perincian sebagai berikut:
1.A. Biaya operasional per pasien : minimal 40 operasi
Obat-obatan dan prasarana Rp 250.000
Kacamata/IOL Rp 65.000
Biaya operasional dokter Rp 75.000
Biaya operasional asisten/tim pendukung Rp 35.000
Perawatan alat mikro/linen Rp 80.000
Biaya follow-up tim Rp 20.000
Biaya penanganan komplikasi Rp 50.000
Subtotal I Rp 575.000
1.B. Biaya administrasi/keuangan per pasien
Subtotal II Rp 25 000
7/25/2019 panduan-spbk
27/60
7/25/2019 panduan-spbk
28/60
No. Revisi Halaman
1 dari 2
1
2
3
4
5
6
Bakti sosial operasi katarak adalah Pelaksanaan operasi katarak secara
massal bagi pasien tidak mampu.
SPBK adalah suatu seksi di bawah Perdami Pusat.
Dokter spesialis Mata Tim SPBK adalah dokter spesialis mata yang
ditugaskan oleh ketua SPBK Pusat/Cabang untuk melaksanakan bakti sosial
operasi katarak.
Dokter Spesialis Mata setempat adalah dokter spesialis mata yang bertugas
di wilayah pelaksanaan bakti sosial operasi katarak.
Paramedis yang dimaksud adalah perawat mahir mata yang membantu
operator dalam pelaksanaan bakti sosial operasi katarak.
Buta katarak adalah penurunan tajam penglihatan yang disebabkan oleh
kekeruhan lensa mata dengan tajam penglihatan 3/60 atau kurang.
Standar
Prosedur
operasional
DitetapkanKetua SPBK Pusat
Dr. Johan Hutauruk, SpM
BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK
OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK)
PERDAMI
No. Dokumen
04.01.001
5 Januari 2009
Tanggal Terbit :
Pengertian
7/25/2019 panduan-spbk
29/60
No. Revisi Halaman
2 dari 2
A.
Perizinan :1
2
3
B. Persiapan pasien dan peralatan :
1
2
3
BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK
OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK)
PERDAMI
No. Dokumen
04.01.001
Pihak Penyelenggara/ Rumah Sakit/ Puskesmas/ Pemerintah Daerah/
Yayasan mengajukan surat permohonan bakti sosial operasi katarak kepada
Seksi Penanggulangan Buta Katarak (SPBK).
SPBK membuat surat tugas ke Dokter Spesialis Mata (SpM)/ Rumah Sakit/
Puskesmas setempat sesuai rencana yang diusulkan (mengenai jumlah
pasien, daerah sasaran baksos dan waktu pelaksanaan). Tembusan ke
Dinas Kesehatan/ Instansi terkait.
Dinas Kesehatan setempat menerbitkan surat izin/penugasan yang sifatnyasementara yang akan berfungsi sebagai SIP sementara (berlaku 3 bulan).
Seleksi pasien operasi dengan indikasi medis dan indikasi sosial adalah
kewenangan dari Dokter SpM setempat bersama tim SPBK.
SPBK menyiapkan peralatan medis, bahan habis pakai dan obat-obatan
keperluan bakti sosial.
7/25/2019 panduan-spbk
30/60
No. Revisi Halaman
1 dari 2
1
2
3
4
5
6
Dr. Johan Hutauruk, SpM
Pengertian
Indikasi operasi adalah kriteria pasien yang diseleksi untuk dilaksanakan
operasi katarak.
Teknik seleksi adalah pemeriksaan mata pada pasien yang dipilih sesuai
standar yang berlaku dalam pelaksanaan operasi katarak.
Teknik operasi adalah cara yang dipilih untuk melakukan operasi katarak
sesuai dengan prosedur operasional standar.
Evaluasi pasca bedah adalah penilaian hasil operasi yang dilaksanakan
setelah operasi katarak.
Penyulit/ komplikasi operasi adalah keadaan yang tidak diharapkan akibat
tindakan operasi yang terjadi pada saat dan atau setelah operasi katarak.
Rumah sakit rujukan adalah rumah sakit yang ditunjuk untuk mengatasi
penyulit / komplikasi operasi katarak.
BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK
OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK)
PERDAMI
No. Dokumen
04.01.002
Standar
Prosedur
operasional
DitetapkanTanggal Terbit : Ketua SPBK Pusat
5 Januari 2009
7/25/2019 panduan-spbk
31/60
No. Revisi Halaman
2 dari 2
A. Indikasi operasi :
1
2
3
B. Teknik seleksi :
1
2
3
C. Teknik operasi :
Indikasi administratif: pasien-pasien miskin yang dinyatakan dengan surat
keterangan tidak mampu dari RT/RW, Lurah, Camat dan Puskesmas
setempat, yang tidak memiliki jaminan kesehatan apapun.
Indikasi medik: presenting visual acuity
7/25/2019 panduan-spbk
32/60
Keterangan :
1. Protap Administrasi Baksos & Protap Pelaksanaan Baksosmerupakan
format baku dan harus ditandatangani oleh ketua SPBK Perdami Pusat.
2.
Protap Administrasi Baksos & Protap Pelaksanaan Baksos, harus disertai
dengan Formulir rencana pelaksanaan Baksos yang sudah ditanda
tangani oleh Ketua SPBK Cabang dan Dokter Spesialis Mata setempat.
3.
Protap Administrasi Baksos & Protap Pelaksanaan Baksos dan Formulir
rencana pelaksanaan Baksos dibawa ke Dinas Kesehatan setempat untuk
diterbitkan SIP sementara.
7/25/2019 panduan-spbk
33/60
III.3. Tata Tertib/Kebijaksanaan Donasi
III.3.1. Komponen Biaya Bakti Sosial operasi katarak
B
A
K
S
OS
7/25/2019 panduan-spbk
34/60
2.
Dalam melakukan kerjasama atau pembuatan MOU denganDonatur, harus dibicarakan dan dinyatakan secara jelas hak dan
kewajiban Penyelenggara dan Donatur. Donatur harus
memahami secara jelas hal-hal apa saja yang dapat dicakup dari
peran sertanya, dan apa yang tidak.
3. Komponen transportasi dan akomodasi menjadi perhitungan
penting mengingat adanya Donatur yang menginginkan
operasi diselenggarakan di daerah-daerah remote/jauh dari
sentra RS. Dengan demikian, unit cost per pasien sebesar Rp
600.000/operasi/pasien pada beberapa kondisi tidak dapat
mencukupi komponen transportasi dan akomodasi.
4. Co-sponsorship:
Sebagian Donatur dapat memilih untuk menjadi sponsor
tunggal artinya Donatur tersebut menanggung seluruh aspek
7/25/2019 panduan-spbk
35/60
5.
Sebagian Donatur menganut sistem reimbursement; untuk ituharus dibicarakan dan dinyatakan secara jelas kelengkapan
persyaratan administratifyang dibutuhkan untuk pengajuan
klaim biaya kegiatan, selain juga time-limit pengajuan dan
pembayaran, guna terciptanya kerjasama yang transparan dan
tertib administratif.
6. Tidak ada bentuk baku sebuah MOU, tetapi dalam
pembuatannya, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Target operasi
Cakupan area operasi
Jangka waktu pelaksanaan kerjasama
Hak dan kewajiban pihak Donatur dan pihak
Penyelenggara
7/25/2019 panduan-spbk
36/60
B A B I VPEDOMAN/TATA TERTIB TEKNIS MEDIS OPERASI
KATARAK
IV.1. SOP Skrining Pasien Katarak
IV.1.1. Pemeriksaan dan tatalaksana pada fasilitas kesehatan primer
1.
Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau Tumbling E chart
dengan koreksi terbaik atau menggunakan pinhole.
2. Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup untuk segmen
anterior di mana tidak ditemukan kekeruhan kornea dan tampak
reflek pupil masih baik
7/25/2019 panduan-spbk
37/60
3.
Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer Schiotz.4. Jika TIO dalam dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg)
dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%.
Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan
slitamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai
dengan visus pasien.
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan.
IV.1.3. Pemeriksaan dan tatalaksana pada fasilitas kesehatan tersier
1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector
dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior.
3 Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non
7/25/2019 panduan-spbk
38/60
berwarna kekuningan. Reflek fundus masih mudahdiperoleh dan paling sering memberikan gambaran
seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3:Nukleus dengan kekerasan medium,
biasanya visus antara 6/30 3/60, tampak nucleus
berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang
berwarna keabu-abuan.
d. Derajat 4:Nukleus keras, biasanya visus antara 3/60
1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan.
Reflek fundus sulit dinilai.
e. Derajat 5:Nukleus sangat keras, biasanya visus
biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita
sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berwarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman katarak ini
7/25/2019 panduan-spbk
39/60
3.
Tatalaksana pasien katarak dengan visus terbaik kurang dari6/12 adalah operasi katarak berupa EKEK + IOL atau
fakoemulsifikasi + IOL dengan mempertimbangkan
ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak dan tingkat
kemampuan ahli bedah
4.
Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi
dan peralatan bedah mikro, di mana pasien dipersiapkan untuk
implantasi IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta
pengukuran biometri A-scan
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri
ukuran IOL dapat ditentukan berdasar anamnesis ukuran
kacamata yang selama ini dipakai pasien. IOL standar power
+20 00 dioptri jika pasien menggunakan kacamata power IOL
7/25/2019 panduan-spbk
40/60
IV.2. SOP Sterilisasi
IV.2.1. Sterilisasi perlengkapan operasi
Metode sterilisasi
1.
Kain linen disterilisasi menggunakan sterilisator autoclave
2. Instrumen operasi di sterilisasi tiap kali operasi dengan
menggunakan domestic pressure cooker dengan steam pressure:
a. 5 lb/in2 pada temperature 116 C selama 40 menit.
b.
10 lb/in2 pada temperature 121 C selama 20 menit.
3. Air yang digunakan untuk proses sterilisasi adalah aqua
destilata
Mempertahankan sterilitas alat
7/25/2019 panduan-spbk
41/60
3.
Penggunaan instrumen operasi Peralatan yang sudah steril hanya boleh digunakan
oleh personel yang telah mencuci tangan dan memakai
sarung tangan steril.
Instrumen diberikan dari perawat asisten kepada
operator dengan cara tertentu sehingga operator dapat
memegang bagian badan instrument, bagian ujung
instrument yang akan bersentuhan dengan mata pasien
tidak boleh disentuh oleh tangan operator maupun
perawat asisten.
IV.2.2. Sterilisasi kamar operasi
Sterilisasi kamar operasi ini dilakukan mengikuti standar Rumah Sakit,
7/25/2019 panduan-spbk
42/60
Bantalan kepala (donat) Sterilisator
Mikroskop
Kabel panjang, adaptor
Bangku / kursi putar untuk ahli bedah
Kauter
Benang nilon 9/0 atau 10/0
Benang silk 5/0
Viskoelastis
Lensa intraokuler
Spons seluler segitiga (strolls)
IV.3. SOP Operasi Ekstraksi Katarak
7/25/2019 panduan-spbk
43/60
d.
Mengenakan baju bersih selama operasi
IV.3.2. Persiapan mata pasien
Petugas yang memberi tetes mata harus :
1.
Mencuci tangan sebelumnya
2. Memeriksa kembali mata mana yang akan dioperasi dan
melakukan cukur bulu mata, jika tidak memakai eye drape, jika
memakai eye drape bulu mata tidak perlu dicukur.
3.
1 (satu) jam sebelum operasi memberikan tetes pantocaine 0,5%,
tropicamide 0,5-1% dan tetes phenylephrine 10% pada mata
yang akan dioperasi.
4. Mengulangi pemberian obat tetes mata 10 menit kemudian bila
diperlukan
7/25/2019 panduan-spbk
44/60
2.
Persiapan cairan anestesiPersiapan cairan anestesi sebagai berikut :
a. Obat anestetik yang digunakan adalah lidokain 2%
atau dengan campuran bupivakain 0,5% dalam jumlah
perbandingan yang sama dimasukkan dalam syringe 5
ml
b. Jarum 19 G ditusukkan pada vial obat anestetik dan
tetap terpasang disana untuk pengambilan dosis
berikutnya
c.
Bersihkan tutup botol yang berisi obat anestetikdengan kapas alcohol
d. Dengan syringe 5 ml, ambil 2,5 mL Lidocain 2%,
kemudian tambahkan 2,5 mL bupivacain 0,5%
e Pasangkan jarum 25G atau 23G pada syringe 5 ml
7/25/2019 panduan-spbk
45/60
bawah. Bola mata harus teraba dibawah kulitkemudian jari digerakkan sedikit ke bawah
b. Ambil suntikan anestesi dengan tangan lainnya.
Suntikan jarum pada daerah 1/3 luar sisi orbital tepat
diatas indeks jari bevel/sisi serong ujung jarum kearah
bola mata, melalui konjungtiva forniks bawah (cara 1)
atau melalui kulit kelopak bawah/cara 2 agar dapat
mencapai di belakang bola mata
c. Saat jarum tepat berada dibelakang ekuator bola mata
(ditandai pada setengah panjangnya jarum), arah jarumkemudian dibelokkan ke arah nasal atas menuju conus
orbita sampai seluruh panjang jarum terbenam,
lakukanlah aspirasi dan suntikan obat anestesi secara
perlahan-lahan sebanyak 3-5 mL
7/25/2019 panduan-spbk
46/60
4.
Anestesi Parabulbara. Pasien harus berbaring pada permukaan yang datar
seperti meja operasi, tempat tidur dll. Lebih baik tanpa
bantal. Pasien harus melihat lurus keatas langt-langit
Metode 1 : tarik kebawah, kelopak mata
bawah di daerah 1/3 luar dengan ujung jari
tangan untuk memperlihatkan konjungtiva
dan bola mata
Metode 2 : letakkan ujung jari tengah pada
kulit daerah sisi orbita pada 1/3 luar kelopak
bawah. Bola mata harus teraba dibawah kulit
kemudian jari digerakkan sedikit ke bawah
b. Ambil suntikan anestesi dengan tangan lainnya.
7/25/2019 panduan-spbk
47/60
menyentuh dan jangan sampai menembus bola mata.Hentikan dan tarik keluar jarum jika dicurigai terjadi
perforasi. Jika tidak dicurigai terjadi perforasi tetapi
dirasakan adanya tahanan, tarik keluar jarum perlahan-
lahan dan ubah sudut kemiringan bola mata
f.
Jika pada waktu melakukan aspirasi terhisap darah,
jarum ditarik sedikit kearah luar dan lakukan tes
aspirasi kembali
5. Anestesi Subkonjungtiva
a.
Teknik anestesi sub-konjungtiva menggunakan jarumsuntik ukuran 1 mL, dengan jarum 26 G
b. Larutan Lidokan 2% sebanyak 0,5 1 mL di injeksi di
bawah konjungtiva
c Daerah subkonjungtiva yang dipilih daerah superior
7/25/2019 panduan-spbk
48/60
6.
Anestesi Subtenona. Pemberian anestesi topikal (tetes mata lidokain 4%),
yaitu satu tetes tiap 10 menit selama 20 menit
menjelang operasi dimulai.
b. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis.
c.
Insisi pada konjungitva inferior nasal sekitar 3 mm
dari limbus, menggunakan gunting konjungtiva
(wescott scissors) sampai kelihatan bagian sklera. Jika
terjadi perdarahan diatasi dengan kauterisasi, bisa
dengan kauter panas (Optem) ataupun kauter basah(bipolar).
d. Melalui luka insisi tersebut dimasukkan kanula sub
tenon menyusuri dinding bola mata sampaimencapai
daerah ekuator
7/25/2019 panduan-spbk
49/60
IV.3.4. Kebersihan baju operasi dan sarung tangan
Hal hal yang harus dipatuhi dan diperhatikan :
1. Di dalam kamar bedah seluruh tim / petugas harus
menggunakan masker dan penutup kepala sepanjang persiapan
dan prosedur pembedahan.
2. Mencuci tangan dengan povidone iodine atau cairan
chlorhexidine menggunakan sikat steril terutama untuk daerah
kuku selama 3 menit, dibawah air mengalir
3.
Dokter ahli bedah, perawat asisten dan perawat sirkulatordiwajibkan mengenakan baju khusus kamar bedah yang bersih.
4. Dokter ahli bedah dan perawat asisten harus memakai jas
operasi steril
5 Menggunakan sarung tangan steril
7/25/2019 panduan-spbk
50/60
Masker Sandal untuk kamar bedah
Perlengkapan pakaian/linen:
Balutan kepala pasien
Duk lubang
Duk berlubang dibuat dari kain berukuran 120 x 220 cm. Dibagian
sepertiga dari panjang kain dibuat kain yang berwarna berbeda
berukuran 30 x 30 cm. Kemudian di tengahnya dibuat lubang
berukuran 5x 5 cm (contoh gambar di lampiran 3) Kain penutup meja operasi
Kain penutup meja instrument
Pakaian operasi / bedah
Baju operasi
7/25/2019 panduan-spbk
51/60
Balon penurun tekanan / pressure reducing device denganpengikatnya
Instrumen Operasi Mikro
Instrumen operasi dipergunakan dengan teknik aseptic non touch,
instrumen diberikan dari perawat asisten kepada operator dengan
cara tertentu sehingga operator dapat memegang bagian badan
instrument, bagian ujung instrument yang akan bersentuhan
dengan mata pasien tidak boleh disentuh oleh tangan operator
maupun perawat asisten.
7/25/2019 panduan-spbk
52/60
IV.4. SOP Follow-Up dan Komplikasi
7/25/2019 panduan-spbk
53/60
a.
Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam kurun 48 jamsetelah operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi
komplikasi dini seperti kebocoran luka yang
menyebabkan bilik mata depan dangkal, hipotonus,
peningkatan tekanan intaraokular, edema kornea
ataupun tanda-tanda peradangan.)
b. Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4-7 setelah
operasi jika tidak dijumpai masalah pada kunjungan
pertama, yaitu untuk mendeteksi dan mengatasi
kemungkinan endoftalmitis yang paling sering terjadipada minggu pertama pascaoperasi
c. Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan
kebutuhan pasien di mana bertujuan untuk
memberikan kacamata sesuai dengan refraksi terbaik
7/25/2019 panduan-spbk
54/60
Beberapa komplikasi pasca operasi yang sering dialami adalah sebagai
berikut:
Luka yang tidak sempurna menutup
Edema kornea
Inflamasi/ uveitis
Atonic pupil
Pupillary capture
Masalah yang berkaitan dengan IOL
Kekeruhan kapsul posterior
Toxic anterior segment syndrome (TASS)
Capsular bag distention syndrome (CBDS)
Sisa massa lensa/ korteks
Cystoid macular edema (CME)
7/25/2019 panduan-spbk
55/60
7/25/2019 panduan-spbk
56/60
B A B V
PEDOMAN/TATA TERTIB PELAPORAN BAKTI SOSIAL
KATARAK
V.1. Tata tertib organisasi
Dengan memperhatikan kedudukan SPBK secara hirarki di
dalam organisasi Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia
(Perdami), SPBK adalah seksie yang bernaung di bawahDepartemen Peningkatan Pengabdian dan Pelayanan
Masyarakat (DP3M), salah satu struktur di dalam organisasi
Perdami. Dengan demikian rekapitulasi kegiatan SPBK akan
dilaporkan secara berkala kepada DP3M
7/25/2019 panduan-spbk
57/60
penyelenggaraan dan SPBK Cabang pelaksana untuk
menjaga kontinuitas pelaporan.
4. Laporan penyelenggaraan kegiatan Baksos dilaporkan secara
lengkap sesuai format yang sudah ditentukan (Formulir
Pelaporan A dan B).
5.
Setiap penyelenggaraan kegiatan Baksos disertai dengan
dokumentasi kegiatan (foto), dan bukti dokumentasi ini
disertakan bersama Formulir Pelaporan B.
6. Formulir B yang sudah terisi minimal sampai dengan follow-up
H+7 dan sudah diterima SPBK Pusat paling lambat 2 minggusetelah tanggal penyelenggaraan kegiatan.
7. Bentuk pelaporan kegiatan akan lebih baik dalam bentuk
softcopy dan dikirimkan melalui e-mail atau CD, sehingga
mempercepat pengiriman dan mempermudah perekapan data
7/25/2019 panduan-spbk
58/60
V.3. Koordinasi SPBK Donatur:
Untuk Donatur dengan jumlah operasi satu tahun melebihi 500 orang,
kerjasama dibuat melalui SPBK Pusat dengan membuat MOU.
7/25/2019 panduan-spbk
59/60
7/25/2019 panduan-spbk
60/60
!"#$%&' )&*+$+ $!",&+- *&.&,&* / +!)* !",#&%- 01