23
HASIL BELAJAR MANDIRI SKENARIO B BLOK 16 Nama : Fania Rizkyani Sariza NIM : 04011181320098 Kelompok : 10 FAKULTAS KEDOKTERAN

Panek 16C.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Panek 16C.docx

Citation preview

Page 1: Panek 16C.docx

HASIL BELAJAR MANDIRI

SKENARIO B BLOK 16

Nama : Fania Rizkyani Sariza

NIM : 04011181320098

Kelompok : 10

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: Panek 16C.docx

Analisis Masalah

1. Lana, anak perempuan , usia 2 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar bernapas

disertai demam sejak 2 hari yang lalu, dan hari ini keluhannya bertambah berat.

a. Mengapa keluhannya bertambah berat?

Pneumonia merupakan penyakit akut pada pernafasan yang sering terjadi pada anak-anak adalah

pneumonia. Pada kasus pneumonia, kemungkinan kondisi pada Lana telah memasuki tahapan

perkembangan pneumonia yang kedua, yaitu hepatisasi merah (48 jam berikutnya), dengan kondisi,

paru tampak merah dan bergranula, karena sel-sel darah merah, leukosit PMN dan fibrin yag mengisi

alveoli. Semakin hari semakin bertambah sesak, karena alveoli tidak dapat mengerjakan tugasnya secara

normal (tempat pertukaran gas).

b. Bagaimana mekanisme keluhan-keluhan diatas?

- Batuk

Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf aferen, pusat

batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya

tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat

batuk yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Reseptor batuk terdapat pada

farings, larings, trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung, dan perikardium

sedangkan efektor batuk dapat berupa otot farings, larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain.

Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra

toraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada

pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-

banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis

yang bertujuan mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini

terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan

intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen

meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat,

dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-

lain. Setelah fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat atau

lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk kembali maka fase relaksasi

berlangsung singkat untuk persiapan batuk.

- Sukar Bernafas

Sesak napas merupakan keluhan subjektif dari seorang yang menderita penyakit paru. Keluhan

ini mempunyai jangkauan yang luas, sesuai dengan interpretasi seseorang mengenai arti sesak napas

tadi. Pada dasarnya, sesak napas baru akan timbul bila kebutuhan ventilasi melebihi kemampuan

tubuh untuk memenuhinya. Sedangkan kebutuhan ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan

seperti aktivitas jasmani yang bertambah atau panas badan yang meningkat.

Page 3: Panek 16C.docx

- Demam

Mikroorganisme masuk kedalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen, tubuh juga memiliki

pirogen endogen yang dihasilkan dari makrofag seperti limfosit, basofil dan neutrofil. Tujuannya

adalah untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan toksin yang masuk kedalam tubuh.

Saat fagositosis ada reaksi kimia yang terjadi, yang akan memicu messenger untuk mengaktifkan

sel-sel lain pada system imun kita. Messenger yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon.

Yang paling banyak adalah IL-1. IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu

keluarnya fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan memicu

keluarnya Prostaglandin (PG). Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di

hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang menyebabkan kenaikan suhu.

2. Pemeriksaan Lab:

Hb : 12,1 g/dl, Ht : 36 vol%, leukosit : 18.000/mm3, LED : 25 mm/jam, trombosit : 220.000/mm3. Hitung

jenis 0/2/1/74/20/3. CRP (-)

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab (nilai normal pada anak kecil)?

No. Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi Mekanisme Abnormal

1. Hb : 12,1 g/dl 11-16 gram/dL Normal -

2. Ht : 36 vol% 31-45% Normal -

3. leukosit : 18.000/mm3

5700-18000

sel/mm3

Ambang atas, terdapat

infeksi baik oleh virus

maupun bakteri.

Proses leukositosis dimulai

dari adanya infeksi yang

akan memicu respon imun.

Respon imun akan

menghasilkan sitokin-

sitokin dari makrofag.

Makrofag akan

mengaktifkan netrofil dan

leukosit leukosit yang lain

untuk ikut serta

memfagositosis dan

melisiskan bakteri.

4. LED : 25 mm/jam <10 mm/jam

pertama

Meningkat, menandakan

adanya infeksi atau

inflamasi.

Infeksi saluran nafas atas

→ mekanisme pertahanan

tubuh tidak mampu

mengatasi ke saluran nafas

bawah → eksudat → reaksi

inflamasi (PMN, fibrin) →

viskositas darah meningkat

Page 4: Panek 16C.docx

→ darah mudah mengendap

→LED meningkat.

5. trombosit : 220.000/mm3

150.000-450.000

sel/mm3

Normal -

6. 0/2/1/74/20/3 Basofil 0-1%

Eosinofil 1-3%

Netrofil batang

3-5%

Netrofil segmen

50-70%

Limfosit 25-35%

Monosit 4-6%

Terjadi peningkatan

neutrofil segmen,

sedangkan neutrofil

batang, limfosit dan

monosit menurun.

Peningkatan jumlah netrofil

(baik batang maupun

segmen) relatif dibanding

limfosit dan monosit

dikenal juga dengan sebutan

shift to the left. Infeksi yang

disertai shift to the left

biasanya merupakan infeksi

bakteri.

7 CRP (-) - Normal Pemeriksaan kadar CRP

merupakan parameter

laboratorium yang dapat

membantu untuk

menentukan derajat

beratnya pneumonia.

C-reactive protein(CRP)

merupakan protein fase akut

yang diproduksi oleh sel

hepar sebagai respon

beberapa stimulus seperti

sejumlah sitokin yang

dilepaskan di daerah

inflamasi khususnya IL-6

yang dikeluarkan oleh

fibroblast, limfosit,

promielosit dan makrofag

yang aktif.

Kadar CRP kadang lebih

rendah pada infeksi virus.

Tetapi tidak terlalu spesifik.

Pada kasus ini, pneumonia

belum berada pada stadium

yang berat sehingga CRP

Page 5: Panek 16C.docx

belum meningkat.

3. Template

a. Apa DD pada kasus ini?

Diagnosis

Banding

Dyspnea

berat

Demam

tinggi

Batuk

produktif

Rales Sianosis Nasal

flare

Retraksi Perkusi

Redup

WBC ↑

Bronkopne

umonia

++ + + +

(ronki

basah

halus

nyarin

g)

+ + + + +

Bronkitis

akut

+ Demam

ringan

+ -

(whee

zing)

- + jarang - +

Bronkiolilis

akut

++ Demam

ringan

+ -

(whee

zing)

+ + + -

(hipers

onor)

+

b. Apa diagnosis pada kasus, dan bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini? (anamnesis gejala,

riwayat, pemeriksaan fisik, penunjang)

- Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:

1) Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2) Batuk yang sering produktif dan purulen

3) Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas

4) Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa

hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 400C, sakit

tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-

kadang berdarah.

- Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas dengan suara

napas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi

basah kasar pada stadium resolusi.

- Gambaran Radiologis

Page 6: Panek 16C.docx

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

1) Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara

anantomis.

2) Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

3) Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak

deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.

4) Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung

hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.

5) Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

6) Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.

7) Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

8) Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign.

c. Bagaimana patogenesis pada kasus ini?

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan

tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru

sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel

saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1) Inokulasi langsung

2) Penyebaran melalui pembuluh darah

3) Inhalasi bahan aerosol

4) Kolonisasi di permukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi

terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri

Page 7: Panek 16C.docx

dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian

terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan

permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi

pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan

pemakai obat (drug abuse).

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari

sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi

pneumonia.

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya

mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah,

akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa

edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi

permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan

alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri

tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4

zona pada daerah parasitik terset yaitu:

1) Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

2) Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.

3) Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang

banyak.

4) Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan

alveolar makrofag.

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah

konsolodasi yang luas.

Page 8: Panek 16C.docx

Learning Issue (Pneumoni: Patofisiologi dan Patogenesis)

Definisi

1. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang

berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).

2. Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang

ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).

3. Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya

biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).

4. Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah

radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-

bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun

dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh

penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di

negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza

dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,

nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa

penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk

pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun

dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian

akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya

ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk

mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka

pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga

Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian

di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 %

diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada

penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam

Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo

Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %.

Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.

Page 9: Panek 16C.docx

Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

1. Faktor Infeksi

a. Pada neonatus

Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b. Pada bayi

- Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.

- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

c. Pada anak-anak :

- Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

- Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

d. Pada anak besar – dewasa muda :

- Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis

- Bakteri: Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

2. Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

a. Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti

pelitur, minyak tanah dan bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum.

Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian makanan dengan

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang

menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang

yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut

sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum

berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik

yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian

berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan

etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Pembagian secara anatomis :

Page 10: Panek 16C.docx

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

3. Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

4. Pembagian secara etiologi :

a. Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus

influenzae.

b. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

c. Jamur: Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.

5. Corpus alienum

6. Aspirasi

7. Pneumonia hipostatik

Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini

disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat

timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai

cara, antara lain : Inhalasi langsung dari udara, Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring,

Perluasan langsung dari tempat-tempat lain, Penyebaran secara hematogen, Mekanisme daya tahan traktus

respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga

hidung. Jaringan limfoid di nasofaring. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan

sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya

aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang

melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat

maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding

alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan

yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru

yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun

dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel

mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin

untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan

dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak

Page 11: Panek 16C.docx

yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang

dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada

perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang

terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis

sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi

fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel

fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambaran Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu

dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak

sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar

hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah

beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung

dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor

memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah

gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada

perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah

gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada

perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium

resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3

minggu.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri.

Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun

Page 12: Panek 16C.docx

3. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat,

empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan

infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

4. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis metabolik.

5. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,

bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak

dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.

6. JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan

imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.

7. Pemeriksaan serologi titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

8. LED meningkat

9. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas

mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.

10. Elektrolit           : natrium dan klorida mungkin rendah

11. Bilirubin            : mungkin meningkat

12. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka   :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan

sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala

dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak

infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi

seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear

juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar

hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan

mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan.

Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan

pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :

1. Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan

diberi antibiotika.

2. Bronkopneumonia berat :

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah

sakit dan diberi antibiotika.

3. Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

Page 13: Panek 16C.docx

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi

antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

a. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung

b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

c. Deteksi antigen bakteri

Diagnosa Banding

Bronkiolitis akut

Bronkitis akut

Aspirasi pneumonia

Tb paru primer

Penatalaksanaan

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu

dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi maka

yang biasanya diberikan:

a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari atau diberikan

antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas

demam 4-5 hari.

b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam

perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.

c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dapat diberikan

koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.

d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.

Komplikasi

Otitis media

Bronkiektase

Abses paru

Empiema

Prognosis

Page 14: Panek 16C.docx

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak

dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek

keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi

ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis,

maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan

dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau

mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap

berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga

kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:

1. Vaksinasi Pneumokokus

2. Vaksinasi H. influenza

3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Chernecky CC & Berger BJ. (2008). Laboratory Tests and Diagnostic Procedures 5th edition. Saunders-

Elsevier.

Dewi, Ni Putu Sucita Wahyu. (2012). Perbedaan Kadar C-Reactive Protein pada Anak dengan Pneumonia

Berat dan Sangat Berat. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Supriyanto, Bambang. (2010). Batuk Kronik pada Anak. Department of Child Health Faculty of Medicine

University of Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.

Tadda, Asri. (2010). Referat Kedokteran: Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Pneumonia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

di Indonesia dalam www.klikpdpi.com.