Paper Analisis Neraca Air Lahan Kering Pada Iklim Kering Untuk Mendukung Pola Tanam

Embed Size (px)

Citation preview

PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Inventarisasi berbagai potensi alam termasuk faktor pembatas yang mungkin ada untuk menentukan kemampuan wilayah dan berbagai komoditas serta teknologi yang akan diterapkan merupakan tahapan

perencanaan pembangunan pertanian. Iklim merupakan salah satu potensi alam, namun pada kondisi tertentu dianggap sebagai faktor pembatas. Unsur iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban sering menjadi faktor yang dapat menurunkan tingkat kesesuaian lahan di tingkat atas, karena sifatnya permanen dan sulit dimodifikasi, akibatnya dapat menutup peluang untuk pengembangan bagi komoditas tertentu (Sibuea dan Pramudia,1992). Penggunaan perhitungan neraca air lahan yang sekali gus menyajikan periode musim hujan atau kemarau, diharapkan dapat mencegah kesalahan yang mungkin terjadi dalam penetapan pola tanam (Abujamin, 2000). Lahan kering ditandai adanya sumber air untuk pertanian berasal dari curah hujan saja, sedangkan iklim kering dibatasi adanya jumlah curah hujan per tahun kurang dari 2000 mm. Sebaran dan tinggi hujan di lahan kering sangat menentukan periode pola tanam dalam setahun.

Karakteristik curah hujan di lahan kering bersifat eratik yaitu deras, singkat dan sulit diduga. Munculnya sumber air di musim kering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti jenis tanah, iklim dan pengelolaan lahan oleh manusia. Pengelolaan lahan oleh manusia merupakan salah satu model pola tanam. Paper ini membahas hasil analisis neraca air lahan untuk mendukung pola tanam di wilayah kering.

II. TUJUAN 1. 2. Mengetahui kapasitas lapang tanah kering pada iklim kering Mengetahui kadar air tanah kering pada iklim kering

[Type text]

III. TINJAUAN PUSTAKA Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan2 kering. Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket2 teknologi untuk mananggulangi masalah2 tersebut juga dah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah. Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengaawetkan tanah. Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air. Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah2 di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah

[Type text]

hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman2 tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah. Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan ato penanaman tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman tanaman yg bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete.

Analisis neraca air menggunakan sistem tatabuku berdasarkan kadar air tanah (KAT) lebih kecil dari kapasitas lapang untuk setiap APWL (accumulation of point water loss) untuk tanah dengan nilai kapasitas lapang sebesar 300 mm/m. Langkah analisis data berdasarkan model neraca air dengan prinsip masukan (M) sama dengan pengeluaran (K). Asumsinya bahwa sumber air adalah murni curah hujan, kedalaman tanah hingga 100 cm homogen, evapotranspirasi (ETP) merupakan nilai maksimum lahan tanaman pertanian dan keluaran fungsi air hujan untuk ETP, meningkatkan kadar air tanah dan sisanya sebagai air bawah tanah ataupun aliran permukaan (run off). Prosedur analisis mengikuti persamaan sebagai berikut : M CH CH S ETP = K........................................................................................... (1) = ETP+S CH .......................................................................... (2) = ETP+dKAT+S ..................................................................... (3) = CH-ETP-dKAT .................................................................... (4) = (x/12)(Y/30)*ETP dasar ...................................................... (5)

ETP dasar ................................................................................................ = 16(10T/I) ................................................................................................ (6) ETA = CH + |dKAT|; (jika CH>ETP) ............................................. (7)

[Type text]

ETA

= ETP; (Jika CH