Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    1/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    1

    EPISTEMOLOGI SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTASoleh : Dinar Dewi Kania 1

    A. Pendahuluan Human are in pursuit of Knowledge memiliki peranan yang signifikan dalam

    membuat pertimbangan, keputusan dan juga tindakan pada kehidupan ilmiah. Pengkajianmendalam dan sistematis terhadap pengetahuan, kriteria-kriteria dalam perolehannya denganketerbatasan-keterbatasannya serta cara menjustifikasi pengetahuan tersebut, dikenal dengannama Epistemologi. 2 Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti

    pengetahua ( knowledge atau science )3 dan logos yan berarti ilmu. Epistemologi merupakancabang filsafat yang membahas mengenai pengetahuan sehingga epistemologi dikenal dengannama filsafat pengetahuan atau teori pengetahuan.

    Epistemologi membahas secara mendalam segala sesuatu mengenai proses yangterlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuanyang didapat melalui metode keilmuwan, sehingga metode inilah yang membedakan ilmudengan buah pemikiran lainnya. 4 Menurut Richard Fumerton, peertanyaan-pertanyaantentang epistemologi mencakup konsep pengetahuan, bukti, alasan untuk mempercayai,

    justifikasi, probabilitas atau kemungkinan, apa yang bisa dipercayai dan konsep-konseplainnya yang hanya dapat dipahami melalui satu atau beberapa hal tersebut di atas. 5 Teori

    pengetahuan atau epistemologi bertujuan untuk menganalisa proses bagaimanamendapatkan pengetahuan, oleh karena itu pertama-tama harus diketahui dimana prosestersebut mulai dan kapan harus berakhir. 6

    Epistemologi sebagaimana dijelaskan oleh Alparslan, terjadi melalui tiga kerangka pikir ( mental frameworks ); pertama terbentuknya pandangan alam ( worldview ) dari parailmuwan. Worldview merupakan kerangka berpikir umum ( general framework ) yangmerupakan lingkungan konseptual ( conceptual environment ) dimana tiap-tiap aktivitas ilmiahtumbuh. Kedua adalah scientific conceptual scheme atau disebut konteks ( context ) ilmu, danyang ketiga merupakan technical vocabularies atau perbendarahaan kata teknis dan

    pandangan ( outlook ) dari jaringan konsep-konsep dalam keilmuan yang spesifik. 7 Lebih jauhdijelaskan bahwa ada beberapa kondisi dalam level sosial dengan segala aspeksnya untuk kebangkitan dari pembelajaran ( learning ) dalam suatu lingkungan social (given society ).Karena kondisi-kondisi ini menjadi penyebab dari munculnya pembelajaran dalamlingkungan sosial tertentu dan cultural context, atau dapat disebut contextual causes darimunculnya sains. Contextual causes pertama membawa kepada pre-scientific tradition danintelektual apabila lingkungan sosial mampu menyediakan pondasi yang sesuai bagi

    1 Peneliti INSISTS dan Kandidat Doktor Pendidikan Islam Program Kaderisasi Ulama (PKU) Baznas, DDII danUniversitas Ibn Khaldun Bogor.2 Vincent E. Hendricks, Mainstream and Formal Epistemology, Cambridge : Cambridge University Press, 2006,hlm. 13 Jonathan Ree (ed), The Concise Encyclopedia of Western Philosophy , 3rd Edition, New York : Routledge, 2005,hlm. 112-1134 Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Cetakan ke-17, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm.95 Richard Fumerton, Epistemology, Oxford : Blackwell Publishing, 2005, hlm.16

    Alparslan Acikgenc, Scientific Thought and Its Burden ; An Essay in the History and Philosophy of Science,Istanbul : Fatih Universiti Yyinlari, 2000, hlm. 267 Alparslan Acikgenc, Scientific Thought and Its B urden, hlm. 140

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    2/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    2

    pengembangan worldview yang berperan sebagai pondasi konseptual bagi kemunculansains. 8

    Epistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas dibangun atas tradisi intelektualIslam yang berkaitan erat dengan psikologi jiwa manusia ( the psychology of human soul )karena peroleh ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan konsep spiritual yang tidak terlepasdari hidayah Allah swt. Epistemologi Islam sangat berbeda dengan epistemologi Barat yangmemandang aktivitas intelektual independen dari hal-hal yang bersifat metafisik. Sebagaicontoh, epistemologi kaum empiris yang mendominasi cakrawala manusia Barat di duniamodern telah berhasil mereduksi realitas menjadi semata-mata dunia yang dialami olehindera eksternal, sehingga membatasi makna realitas dan menghilangkan konsep realitasyang mencakup Tuhan. Konsekuensi dari perubahan makna ini telah mereduksi Tuhan dansemua alam spiritual dari yang ada (being ) menjadi sesuatu yang abstrak dan pada akhirnyatidak nyata (unreal ).9

    Bangunan epistemologi al-Attas banyak mengadopsi pandangan-pandangan al-Ghazali (1058-1111) terutama dalam kitab Mariz yang diturunkan dari kitab Shif dan

    Najt Ibn Sina (980-1037). 10 Makalah ini bertujuan untuk mengetahui epistemologi yangdirumuskan Syed Muhammad Naquib al-Attas yang mencakup definisi ilmu pengetahuanserta bagaimana ilmu pengetahuan tersebut diterima oleh manusia. Makalah ini tidak membahas obyek ilmu pengetahuan secara spesifik yang merujuk pada realitas-realitassebagai hal yang mungkin diketahui oleh manusia. Al-Attas menjabarkan makna realitas danhubungannya dengan ilmu pengetahuan secara mendetail dan komprehensif dalam karya-karya ilmiahnya sehingga diperlukan kajian tersendiri mengenai permasalahan tersebut agar terhindar dari pemahaman yang parsial yang berujung kesimpulan yang salah.

    B. Definisi Ilmu PengetahuanMendefinisikan ilmu pengetahuan bukan suatu perkara yang mudah. Al-Attas

    berpandangan bahwa ketidakmampuan mendefinisikan suatu konsep dengan benar merupakan salah satu problematika umat Islam saat ini. 11 Beberapa pemikir muslim beranggapan bahwa mendefinisikan ilmu merupakan perkara yang mustahil, namun al-Attas perpandangan bahwa ilmu dapat secara rasm 12 dan bukan hadd . Ilmu berdasarkan hadd memang sulit untuk dibuat karena cakupan ilmu sangat luas dan tidak terbatas.

    8 Alparslan Acikgenc, The Emergence of Scientific Tradition in Islam , Manchester : FSTC Limited, 2006, hlm. 10,http://www.fstc.co.uk 9

    Syed Hossein Nasr, The Need for a Sacred Science, hlm. 510 Namun menurut al-Attas, al-Ghazali telah memodifikasi konsep para filsuf Islam tersebut dan mengafirmasibahwa apa yang diafirmasi mereka tidak berlawan dengan agama dan sebaliknya agama meminjam dukunganteori mereka dalam hal ini. Hanya saja klaim tentang keutamaan intelek sebagai petunjuk satu-satunya untukmengetahui sifat dasar realitas dibantahnya dalam kitab tahaafut yang ditulisnya. Lihat catatan kaki al-Attasdalam buku Prolegomena to the metaphysic of Islam ,2001, hlm. 16711Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas, Bandung: Mizan, 1998,hlm. 142.12 Hadd merupakan definisi yang menspesifikasikan ciri-ciri utama yang membedakan obyek yang didefinisikandari obyek lainnya. Contohnya adalah manusia adalah hewan yang berpikir (hayawaan naathiq). kemampuanberbicara (nuthq) yang merupakan manifestasi dari daya berpikir itulah yang menjadikan manusia beda darispesies-spesies lainnya yang terdapat dalam genus hewan. Sedangkan definisi Rasm adalah definisi yang

    menerangkan ciri- ciri utama suatu obyek, dan bukan esensi dari obyek tersebut. Contoh, manusia adalahmakhluk yang tertawa. Jika dalam kategori hadd manusia dipisahkan dari jenis hewan lainnya, namun definisirasm hanya menerangkan salah satu aspek dari manusia. lihat Wan Muhammad Wan Daud, hlm. 143-144

    http://www.fstc.co.uk/http://www.fstc.co.uk/http://www.fstc.co.uk/
  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    3/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    3

    Al-Attas mendefinisikan ilmu sebagai tibanya makna ke dalam jiwa bersamaandengan tibanya jiwa kepada makna dan menghasilkan hasrat serta kehendak diri. 13 Tibanyamakna ke dalam jiwa berarti Tuhan sebagai sumber asal pengetahuan, sedangkan tibanya

    jiwa kepada makna menunjuk kepada jiwa sebagai penafsirnya. 14 Maka menurut al- Attasilmu adalah kesatuan antara orang yang mengetahui dengan makna, dan bukan antara yangmengetahui (subyek ilmu) dengan yang diketahui (obyek ilmu). Unsur-unsur makna inidikonstruksikan oleh jiwa dari obyek-obyek yang ditangkap oleh indera ketika jiwamenerima iluminasi dari Allah swt, dan berarti unsur-unsur tersebut tidak terdapat dalamobyek-obyek yang ada. 15

    Definisi tersebut merujuk kepada tiga hal penting yang menjadi dimensi dari ilmu pengetahuan menurut al-Attas. Tiga hal tersebut adalah jiwa, makna, serta sifat-sifat dankegunaan ilmu pengetahuan. Definisi ilmu pengetahuan menurut al-Attas juga telahmemposisikan jiwa manusia sebagai entitas spiritual yang aktif untuk mempersiapkan diridalam menerima kehadiran makna yang merupakan bentuk intelijibel.

    Menurut al-Attas, dalam tradisi Islam, jiwa manusia dikenal dengan sebutan nafs ,aql , qalb , dan ruh . Keempat istilah tersebut pada hakikatnya adalah realitas tunggal denganempat keadaan ( ahwal/ modes ) yang berbeda, dan masing-masing terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kognitif, empiris, intuitif dan spiritual. Jiwa itu memiliki dua aspek dalam hubungan penerima dan pemberi efek. Pada saat menerima efek, dia berhubungandengan apa yang lebih tinggi dari "derajat" dirinya. Jiwa akan berperan sebagai pemberi efek

    pada saat ia berhubungan dengan sesuatu yang lebih rendah sehingga timbul prinsip etissebagai petunjuk bagi tubuh untuk menentukan mana yang baik dan buruk. Sedangkan padasaat jiwa berhubungan dengan realitas yang lebih tinggi maka pada saat itulah ia akanmenerima pengetahuan. 16

    Jiwa manusia memiliki fakultas atau kekuatan-kekuatan ( quw ) yang termanifestasimelalui hubungannya dengan tubuh. Jiwa mirip sebuah genus yang terbagi menjadi tiga jiwa

    yang berbeda yaitu: jiwa vegetatif ( al- nabtiyyah ), jiwa hewani ( al- hayawniyyah ), dan jiwainsani ( alinsniyyah ) atau jiwa rasional ( al- ntiqah ). Jiwa vegetatif memiliki fungsi sebagaikekuatan nutrisi, pertumbuhan dan regenerasi atau reproduksi. Kekuatan khas pada jiwahewani adalah penggerak ( motive ) dan perseptif sedangkan Jiwa insani atau rasional memilikidua kekuatan yaitu intelek aktif (praktis) dan intelek kognitif. Intelek aktif yaitu yangmengatur gerak tubuh manusia, mengarahkan tindakan indvidu (dalam kesepakatan denganfakultas teoritis atau intelek kognitif), bertanggung jawab akan emosi manusia, mengatur obyek fisik dan menghasilkan keterampilan dan seni, serta memunculan premis-premis dankesimpulan. Sedangkan Intelek kognitif adalah daya jiwa untuk menerima kekuatan kreatif dari pengetahuan melalui inteleksi dan intuisi jiwa. Kekuatan intelek kognitif ini bersifatspekulatif ( nazariyyah ).

    Sebagaimana jiwa manusia yang memiliki beberapa istilah, makna (mana ) menurutal-Attas juga merujuk kepada beberapa nama. Pada hakikatnya makna merupakan bentuk intelijibel yang berkaitan dengan kata, ekspresi, atau simbol yang diterapkan untuk menunjukkan itu. Ketika itu kata, ekspresi, atau simbol menjadi gagasan dalam pikiran ( 'aql:nutq ) hal itu disebut 'dipahami'( mahfm ). Sebagai bentuk Intelijibel yang dibentuk untuk menjawab pertanyaan "apa itu?" bentuk intelijibel itu disebut 'esensi' ( mhiyyah ). Apabila iadianggap sebagai sesuatu yang ada di luar pikiran, atau secara obyektif hal itu disebut

    13 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam , Pulau Pinang : PenerbitUniversiti Sains Malysia, 2007, hlm. 13, 3914 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, Kuala Lumpur : International

    Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), 2001, hlm. 133.15Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, hlm. 14916 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, hlm. 156

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    4/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    4

    'realitas' ( haqqah ). Sebagai suatu realitas yang membedakan sesuatu dari yang lainnya, makaia disebut 'individualitas' atau 'eksistensi individu (huwiyyah ). Secara umum makna ( mana )diartikan sebagai the recognition of the place of anything in a system atau pengenalanter hadap tempat dari segala sesuatu di dalam sebuah sistem. Konsep tempat pada definisimakna, mengacu kepada pengenalan terhadap tempat yang tempat yang berkaitan domainontologis yang mencakup manusia dan dunia empiris, serta domain ontologis yang mencakupaspek relijius pada eksistensi manusia.

    Makna harus melibatkan pengakuan terhadap tempat segala sesuatu di dalam sistemsehingga ilmu pengetahuan sejati terdiri atas pengakuan terhadap tempat yang tepat bagiAllah swt dalam urut an being dan eksistensi. Al -Attas menegaskan bah wa tempatmerujuk kepada letaknya yang wajar dalam sistem, yaitu sistem pemikiran dalam al- Quranyang diuraikan secara sistematis melalui tradisi para nabi dan dituturkan oleh agama sebagaisuatu pandangan alam ( worldview ) sehingga menghantarkan kepada pengenalan terhadapTuhan Semesta Alam. 17 Hal tini berarti bahwa ilmu pengetahuan tanpa pengakuan terhadapeksistensi Tuhan, bukan merupakan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.

    Pengenalan tempat yang tepat juga mengisyaratkan bahwa Ilmu pengetahuan sejatiharus merujuk kepada otoritas keagamaan.Tradisi keilmuwan Islam membedakan otoritasmenjadi dua jenis. Pertama adalah para sarjana, saintis dan orang-orang berilmu yangmerupakan rangkaian berkelanjutan dari ucapan orang-orang yang rasionya tidak dapatmenerima bahwa mereka memiliki tujuan bersama untuk berbohong. Otoritas kedua adalahutusan Allah swt yang bersama-sama dengan al- Quran dan sunnah -Nya merupakan otoritastertinggi sebagai sumber dan saluran ilmu pengetahuan yang bersifat absolut. 18

    Salah satu aspek dari ilmu pengetahuan yang dibahas secara substansial oleh al-Attas yaitu sifat dan kegunaan ilmu pengetahuan yang berbeda dengan kegunaan dan sifatilmu dalam pandangan hidup Barat ( Western Worldview ) terutama dalam memandangrealitas dan hakikat kebenaran. Pandangan alam Barat tersebut telah menyebabkan

    pengaburan antara yang haq dan yang batil, yang sebenarnya dengan yang palsu,karena ilmu telah terlepas dari Iman atau Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisik akibatSekularisasi. Padahal dalam pandangan alam Islami, Iman mengandung unsur ilmu yangmemahamkan tentang kebenaran pada akal manusia. 19

    Sifat dan kegunaan Ilmu pengetahuan menurut al-Attas diantaranya; Ilmu pengetahuan yang sejati mungkin untuk dicapai manusia karena ciri atau sifat Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki ketegasan langsung pada manusia dan tidak bisa menundakeputusan terhadap kebenaran pengetahuan tersebut di masa mendatang. Ilmu yang benar dapat meyakinkan dan memahamkan secara nyata dan merupakan sifat yang akanmenghapuskan kejahilan, keraguan dan dugaan. Ilmu Pengetahuan sejati merupakan

    pengetahuan yang mengenali batas kebenaran dalam setiap obyeknya melalui kebijaksanaan.

    Kebijaksanaan tersebut pada gilirannya akan menghantarkan manusia menjadi seseorangyang beradab. Ilmu pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui hidayah Allah swt dan

    bukan diawali oleh keraguan sebagaimana epistemologi Barat. Ilmu pengetahuan menurut al-Attas bersifat tidak netral atau tidak bebas nilai karena ia dipengaruhi oleh nilai-nilai yangterdapat dalam diri manusia sebagai subyek ilmu.

    C. Proses Mengetahui

    17

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu , hlm. 4218 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam , hlm. 12119 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu , hlm. 2

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    5/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    5

    Ilmu Pengetahuan akan realitas sesuatu dan sifat-sifat dasar pokok ilmu pengetahuan dalam Islam, dibangun berdasarkan keyakinan yang diperloleh melaluifakultas/indera eksternal dan internal, rasio ( reason ) dan intuisi, serta berita yang benar.Berita benar tersebut haruslah didasarkan atas sifat-sifat dasar saintifik atau agama yangdiriwayatkan oleh otoritas agama yang otentik sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. 20 Menurut al-Attas, Islam tidak akan pernah menerima ataupun terpengaruh oleh etika sertaepistemologi relativisme yang menyatakan bahwa manusia adalah ukuran tunggal dari segalasesuatu. Premis dasar tersebut telah melahirkan paham-paham seperti skeptisisme,agnostisme, dan subjektisme, yang kesemuanya berperan dalam kelahiran modernisme dan

    posmodernisme.Dalam bukunya Prolegomena to the Metaphysics of Islam 21 dijelaskan bahwa ilmu

    pengetahuan diperoleh oleh manusia melalui tahapan persepsi, abstraksi dan inteleksi yang bersifat intuitif. Obyek ilmu pengetahuan pertama-tama akan melalui tahap persepsi olehindera eksternal dan kemudian disalurkan kepada indera internal pertama yaitu indera umum.Indera umum akan mengabtraksi bentuk dari obyek ilmu tersebut menjadi citra ( image ). Citradari realitas ekternal itu akan disimpan oleh fakultas representatitif ( al-khayliyyah ) ketikaobyek ilmu tersebut sudah menghilang dari indera eksternal tersebut. Citra tersebut kemudianoleh fakultas estimasi akan ditangkap makna non inderawinya dan membentuk putusan dan

    pendapat melalui jalan imajinatif dan bukan jalan analitik, seperti benar dan salah atau baik dan buruk. Makna non inderawi tersebut akan disimpan dan direkam oleh fakultas

    berikutnya, yaitu fakultas retentif dan rekolektif sampai kehadiran fakultas Imajinasi.Fakultas Imajinasi bertugas memadukan dan memisahkan makna-makna partikular yang telahdisimpan oleh fakultas retentif berdasarkan rasio praktis maupun rasio teoritis. FakultasImajinasi ini yang kemudian akan menghubungkan jiwa hewani pada manusia dengan jiwarasional karena fakultas ini memiliki dua aspek, yaitu sebagai penerima sensitif dari bentuk-

    bentuk inderawi, dan sebagai penerima rasional dari bentuk-bentuk intelijibel.

    Setelah proses persepsi dan abstraksi oleh indera, maka bentuk-bentuk intelligible yang dilokalisasi dan disimpan oleh fakultas-fakultas indera internal, menunggu prosesselanjutnya yaitu proses inteleksi oleh jiwa rasional. Bentuk-bentuk intelligible dan bahkan

    bentuk imajinasi kognitif tidak memiliki penyimpanan fisik. Intelek itu substansi spiritualyang terpisah dari materi, dia tidak berada di jiwa atau pun dalam tubuh. Jiwa rasionalmemiliki dua kekuatan yaitu intelek aktif (praktis) dan intelek kognitif. Intelek aktif yaituyang mengatur gerak tubuh manusia, mengarahkan tindakan indvidu dalam kesepakandengan fakultas teoritis dan intelek kognitif, bertanggung jawab akan emosi manusia,mengatur obyek fisik dan menghasilkan keterampilan dan seni, serta memunculan premis-

    premis dan kesimpulan.Intelek kognitif adalah daya jiwa untuk menerima kekuatan kreatif dari pengetahuan melalui inteleksi dan intuisi jiwa. Kekuatan intelek kognitif ini bersifat

    spekulatif ( nazariyyah ).Proses abstraksi dari inderawi ke intelligible adalah merupakan sebuah proses

    epistemologi agar jiwa hadir kepada makna. Proses tersebut mengalami belbagai tahapanyang harus dipenuhi agar tercapai kesempurnaan dan dimulai pada saat indera melalukantindakan persepsi terhadap obyek pengetahuan dan mencapai abstraksi yang sempurna padasaat terjadi proses inteleksi. Sebelum bentuk intelligible dan universal hadir dalam intelek,

    bentuk-bentuk inderawi yang partikular yang tercetak pada fakultas-fakultas indera internalakan tertinggal dalam entitas-entitas fisik . Bentuk tersebut akan menampilkan kekuatan

    20 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam , hlm. 1421

    Proses mengetahui dalam epistemologi al-Attas yang dipaparkan dalam makalah ini disarikan dari buku al-Attas yang berjudul Prolegomena to the Metaphysics of Islam terutama bab mengenai Psikologi Jiwa Manusia,serta bab mengenai Islam dan Filsafat Sains.

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    6/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    6

    perseptif dan fakultas-fakultas dilokalisasi oleh tubuh dan disimpan oleh pemelihara merekasebagai bentuk-bentuk intelektual.

    Imajinasi rasional yang berada di fakultas imajinatif merupakan tempat beradanyainteligibel potensial yang dengan kehadiran intelek maka inteligibel potensial tersebut akan

    berubah menjadi inteligibel aktual. Namun berubah disini bukan berarti inteligibel itumenjadi bentuk yang berbeda. Intelligible potensial akan melalui proses inteleksi yaitu

    pempertimbangkan, membandingkan dan menganalisis mereka serta mengabstraksi daritambahan material untuk tiba pada makna universalnya. Pertama kali intelek akanmemisahkan sifat dasar esensial mereka dari tambahan aksidental, dari karakteristik yangserupa dan yang berbeda. Dari makna yang majemuk dalam kesamaannya, intelek dapatmenghasilkan makna tunggal yang universal. Sedangkan dari makna yang serupa pada setiapketidaksamaannya, intelek dapat tiba pada makna yang majemuk. Oleh karena itu dapatdisimpulkan bahwa intelek dapat menghasilkan makna tunggal dari makna-makna yangmajemuk sekaligus menurunkan banyak makna dari makna yang tunggal. Kemampuanintelek inilah yang menyebabkan manusia dapat melakukan pembagian logis dari genus,spesies dan diferensia dan juga menghasilkan rumusan silogisme yang melahirkankesimpulan serta rumusan definisi-definisi. Menurut al-Attas, aktivitas jiwa dalam menilaiterhadap hal-hal yang partikular hanyalah untuk membawa dirinya kepada sebuah kondisikesiapan untuk menerima intelligible dari kecerdasan aktif.

    Tibanya jiwa pada makna adalah melalui intuisi, karena intuisi yang menyintesiskanapa yang rasio dan pengalaman lihat secara terpisah tanpa mampu mengkombinasikannyadalam sebuah sistem yang koheren. Intuisi hadir apabila manusia memiliki kesiapan untuk menerimanya, yaitu ketika rasio dan pengalaman sudah terlatih dan memiliki kedisiplinanuntuk menginterpretasikannya. 22 Kesiapan menerima makna menurut al-Attas berkaitandengan tahapan perkembangan intelekual manusia atau kemampuan manusia dalam prosesinteleksi. Inteleksi ini bersifat intuitif dan iluminatif yang ditentukan oleh hidayah dari Allah

    swt yang berkendak mengilhamkan makna sebagai bentuk intelligible ke dalam jiwa manusia.Al-Attas menyatakan bahwa perkembangan intelektual atau kemampuan intelek manusiamelalui empat tahapan yang digambarkan sebagai berikut :

    Intelek manusia

    GAMBAR 1. Tahap perkembangan intelek manusiaSumber : Syed M. Naquib al-Attas, 2001

    22 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam , hlm.120

    Potensial(Potential)

    Sempurna(Perfect)

    Absolute

    MungkinPossible

    Posesif (Possesive)

    Perolehan(Acquired)

    KecerdasanAktif

    Bentuk lebihtinggi

    In action

    In action

    In action

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    7/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    7

    Dari gambar tersebut diatas, proses perkembangan intelektual manusia berkaitandengan perkembagan intelek. Pertama, adalah tahapan intelek material yang merupakansebuah potensi murni manusia untuk menerima bentuk-bentuk intelligible namun bersifattidak aktif. Ketika potensi murni itu diaktifkan oleh kesan-kesan intelligible yang datang dariintelek-dalam aksi ( intellect-in-action ) maka hal tersebut akan memungkin ia memiliki

    bentuk-bentuk intelligible tanpa sungguh-sungguh berpikir tentang mereka. Bentuk-bentuk intelligible ini akan tercetak dan dipelihara dalam intelek material sehingga intelek ini tidak dalam kondisi potensialitas absolut namun berubah menjadi intelek mungkin ( possibleintellect ). Pada kondisi ini, intelek telah memiliki prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

    Pada tahap kedua, intelek mungkin ( possible intellect ) kembali diaktivasi olehintelek-dalam aksi ( intellect-in action ) sehingga possible intellect akan menilai bentuk-bentuk

    Intelligible yang tercetak padanya. Kondisi ini terus berlangsung sampai possible intellect memiliki semua bentuk spekulatif dan proses penerimaan berhenti, maka intelek ini akanmencapai kondisi mapan yang cendrung untuk berpikir tentang bentuk-bentuk intelligible tersebut. Pada kondisi ini intelek mencapai kesempurnaan dan telah terbentuk pula kebiasaan(habit ). Intelek potensial mungkin ( possible intellect ) pada tahap ketiga berubah menjadiintelek posesif ( possesive intellect ) yang bersama-sama dengan intellect-in action akanmenyebabkan ia bisa melakukan tindakan berpikir oleh dirinya sendiri. Tahap perkembanganini merupakan tahap ketiga dimana hampir semua manusia mencapai tahapan ini.

    Tahapan perkembangan intelektual yang terakhir yang tidak dialami oleh semuamanusia yaitu ketika possive intellect berubah menjadi intelek perolehan ( acquired intellect ).Saat itu intelek telah mencapai kondisi aktual yang absolut. Pada tahap ini intelek mampumerefleksikan apa-apa yang ada dalam dirinya dan berpikir tentang pemikiran yang sedangdipikirkannya itu (swa-inteleksi).

    Dari ketiga tahap tersebut al-Attas menyebutkan peran intellect-in action sebagai

    kunci dari semua tahapan dimana intelek mencapai intelektualitas yang tertinggi ( acquired intelelect ). Intelek potensial tidak dapat berubah menjadi aktual tanpa adanya intellect-inaction yang disebut al-Attas sebagai kecerdasan aktif ( active intelligence , al- aql al - faaal )yang diidentifikasikan sebagai Ruh Suci ( al-ruuh al-qudus ) atau secara mendasar diartikansebagai Tuhan. Dalam hubungannya dengan dengan intelek manusia, kecerdasaan aktif merupakan intellect-in action yang membangkitkan intelek materi ( material intellect ) darikondisi tidak aktifnya dengan cara mengaktivasi bentuk-bentuk pemikiran yang universal dankebenaran abadi menjadi possible intellect. Intelek tersebut akan lebih teraktualisasikanmelalui iluminasi dari intelect-in action pada saat bertransformasi menjadi intelek perolehanketika ia mampu melakukan swa- inteleksi.

    Hubungan antara Kecerdasan Aktif dengan jiwa menurut al-Attas seperti matahari

    dan mata. Tanpa ada cahaya matahari yang datang ke mata, maka organ mata hanyalahsebuah organ potensial dari penglihatan tanpa bisa digunakan untuk melihat obyek-obyek disekitarnya. Jiwa manusia apabila tidak mendapatkan cahaya dari Kecerdasan Aktif maka iatidak akan mampu merubah intelek potensial menjadi intelek aktual atau inteligibel potensialmenjadi inteligibel aktual. Ketika kekuatan intelektif dari jiwa-dalam hal ini intelek potensial-menilai hal-hal partikular dalam imajinasi, tindakan penilaiannya ini menyebabkan ia beradadalam kondisi kesiapan untuk menerima bentuk intelligible universal dari kecerdasan aktif melalui jalan iluminasi.

    Kekuatan intelektif merupakan sesuatu yang berbeda dengan jiwa rasional, karenadalam hubungan antara jiwa dengan intelek, jiwa berperan sebagai agen sedangkan intelek adalah instrumennya, seperti pisau dengan tindakan pemotongan. Namun pada kenyataannyamenurut al-Attas, jiwa, intelek dan pikiran (mind) menunjuk kepada entitas yang sama. Iadisebut intelek karena entitas tersebut perseptif, disebut jiwa karena memerintah tubuh, dan

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    8/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    8

    disebut pikiran karena ia cendrung untuk menangkap realitas-realitas. Letak jiwa independendari tubuh, namun demikian jiwa membutuhkan tubuh di dunia fisik untuk memperoleh

    prinsip-prinsip dari ide dan kepercayaan-kepercayaan. Hubungan inilah yang membuat jiwamampu mendapatkan hal-hal yang partikular dari kekuatan hewaninya yaitu data-data yangdiperolehnya melalui indera-indera.

    Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa obyek ilmu pengetahuan akan melaluitahapan persepsi, abstraksi dan inteleksi sampai pada akhirnya makna tiba pada jiwamanusia. Rangkuman dari proses mengetahui yang dipaparkan oleh al-Attas dapat dilihat darigambar berikut ini :

    GAMBAR 2 : Proses Mengetahui

    D. Implikasi terhadap dunia Pendidikan

    Implikasi dari epistemologi al-Attas terhadap dunia pendidikan sangatlah besar terutama dalam bidang pengajaran dan dapat menjadi argumentasi untuk menolak sekularisasi di bidang pendidikan. Al-Attas dalam epistemologinya secara tegas menekankan

    bahwa keseluruhan proses pendidikan pada dasarnya adalah proses pendidikan jiwa.Sekularisasi berusaha menghilangkan Tuhan dan realitas metafisik dalam logika dan pikiranmanusia sehingga kurikulum pendidikan saat ini tidak menekankan pentingnyamempersiapkan jiwa manusia untuk menerima makna yang bersifat spiritual. Oleh karena itu,ilmu pengetahuan sejati haruslah diajarkan melalui pendidikan berbasis pandangan alam(worldview ) Islam agar jiwa manusia dapat mencapai kesempurnaan melalui latihan dankedisiplinan dalam mempraktekan ajaran-ajaran Islam.

    Epistemologi al-Attas yang mengacu pada tradisi intelektual Islam juga menjadiantitesis bagi konsep kecerdasan spiritual yang dikembangkan Barat. Menurut Danah Zohar,sebagai salah seorang tokoh yang mempopulerkannya, Kecerdasan Spiritual (SQ) merupakankapasitas bawaan otak manusia yang memberi manusia kemampuan dasar untuk membentuk

    makna dan keyakinan. SQ tidak memiliki hubungan dengan agama institusional. MenurutZohar, seseorang yang ber SQ tinggi bisa jadi tidak memeliki keyakinan relijius dan seorang

    Jiwa hewani

    ObyekIlmu

    ILUMINASI/INTUITIF

    ABSTRAKSI

    Allah swt

    InderaInternal

    InderaEksternal

    JiwaManusia(Rasional)

    Intellect in-action(Kecerdasan Aktif)

    INTELEKSI

    Bentuk

    ILMU

    Makna (Intelijibel Form)

    PERSEPSI

    Qalb (Hati)

    Aql

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    9/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    9

    yang sangat relijius sangat mungkin memiliki SQ yang sangat rendah. 23 Konsep SQ tersebuttentunya datang dari Worldview Barat yang dualistis, yang memisahkan antara spiritualitasdengan relijiusitas. Makna, nilai dan keyakinan yang dimaksud Zohar, sangat condongkepada aktualisasi manusia dalam hubungannya dengan dunia materi atau fisik sehinggaaktivitas keagamaan hanya dianggapnya sebagai salah satu pilihan untuk mengatasi krisiseksistensi yang melanda manusia modern.

    Epistemologi al-Attas menjelaskan bahwa inti dari ilmu pengetahuan adalahdatangnya makna kepada jiwa. Hal hal tersebut secara implisit mengisyratkan bahwakecerdasan manusia pada dasarnya adalah kemampuan manusia menempatkan segala sesuatu

    pada tempat yang tepat, termasuk di dalamnya menempatkan Tuhan swt sebagai realitasyang tertinggi dalam kerangka berpikirnya. Pengakuan terhadap Tuhan tersebut harus diikutidengan ketaatannya mengikuti syariat Tuhan yang termaktub dalam ajaran Islam, sebagai

    jalan pembuktian penyerahan diri manusia kepada Tuhan. Oleh karena itu, dalam Islam,tidak ada konsep kecerdasan spiritual sebagaimana definisi Barat. Semua kercerdasan padadasarnya memiliki dimensi spiritualitas karena aktivitas intelektual merupakan aktivitas jiwayang terhubung dengan Allah swt sebagai pemberi makna dan mengilhamkannya kepada dirimanusia.

    Implikasi lainnya dari epistemologi yang dikembangkan al-Attas adalah konsep pendidikan karakter yang dikembangkan Barat saat ini tidak mungkin dapat mencetak manusia-manusia beradab. Menurut al-Attas, prinsip etika yang sejati dan universaldibangun oleh jiwa manusia ketika jiwa berhubungan dengan tubuh (entitias fisik) setelahmendapatkan pengetahuan yang benar dari Tuhan sebagai sumber pengetahuan. Al-Attas jugamenegaskan pentingnya kedudukan otoritas wahyu sebagai penjamin dari tindakan etismanusia yang diperolehnya melalui kebijaksanaan ketika manusia memperoleh ilmu

    pengetahuan sejati. Konsekuensinya, etika universal tidak akan mungkin diperoleh dariepistemologi yang menganggap Tuhan, Jiwa atau realitas metafisika tidak memiliki

    obyektifitas dan nilai ilmiah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Penolakan terhadap eksistensi jiwa manusia mencapai puncaknya oleh kehadiran positivisme yang diilhami tulisan AugusteComte pada awal abad ke sembilan belas. Aliran ini sangat menolak pemikiran metafisiskarena dianggap sebagai sebuah ilusi dan menganggap aktivitas ilmiah sebagai suatuaktivitas yang bebas nilai. 24 Adalah sesuatu yang utopis apabila pendidikan karakter yanguniversal dirumuskan oleh mereka yang berkiblat pada epistemologi Barat. Oleh karena ituumat Islam hendaknya mengembangkan konsep akhlak yang memiliki definisi yangkomprehansif dan berakar pada tradisi intelektual Islam yang bersumber dari al- Quran danSunnah.

    E. Penutup

    Epistemologi Islam menurut Al-Attas menekankan pentingnya intuisi dalam perolehan ilmu melalui proses iluminatif. Intuisi yang dijabarkan al-Attas berbeda denganintuisi yang didefinisikan kebanyakan pemikir-pemikir Barat yang hanya menghubungkanintuisi dengan elemen-elemen indrawi ( sensational elements ) seperti yang dikembangkanoleh pemikir Barat salah satunya adalah Henry Bergson (1859-1941). 25 Intuisi dalam konsep

    23 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital; Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, Cetakan kedua,Bandung : Mizan, 2005, hlm. 116.24 Brian Morris, Antropologi Agama: Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer, Cetakan Kedua, Yogyakarta : AKGroup, 2007, hlm. 6025

    Intuisi menurutnya adalah mengetahui secara langsung atau to know directly . Melalui metode intuisi,kepercayaan filosofis ( philosophical belief ) dibangun melalui kebenaran yang dipersepsikan secara langsung(directly pereceived truth ). Pengetahuan langsung dari pikiran tersebut tidak memerlukan simbol-simbol ( one

  • 7/27/2019 Paper Epistemologi Al-Attas - InSISTS

    10/10

    DINAR DEWI KANIAEpistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas

    10

    al-Attas bukan hanya pengenalan langsung dan cepat dan cepat ( direct and immediate )subyek ilmu kepada dunia eksternal, kebenaran rasio dan nilai-nilai universal. Namun intuisimerupakan pengenalan langsung dan cepat terhadap kebenaran relijius, yaitu realitas daneksistensi Tuhan. Pengenalan tersebut diperoleh melalui intuisi tingkat tinggi yang disebutintuisi akan eksistensi ( intuition of existence ). Intuisi ini menurut al-Attas adalah pekerjaandari hati ( qalb ).26

    Epistemologi al-Attas menekankan pada proses persepsi dan inteleksi yang bersifatintuitif sehingga hal ini menegaskan bahwa proses memperoleh ilmu pengetahuanmerupakan aktivitas spiritual yang menjadi perbedaan mendasar antara epistemologi Islamdan Barat. Keterlibatan kognitif dalam epistemologi melibatkan dunia materi dan intelek,atau tubuh dan pikiran. 27 Pernyataan ini merupakan ciri dari epistemologi Islam yangdijabarkan al-Attas yang menyatukan Rasionalisme dan Empirisme, sekaligus mengafirmasi

    pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori. Sejarah filsafat Barat secara umumhanya mengakui akal dan pengalaman indera sebagai sumber paling otentik dalam mencapaiilmu pengetahuan. Dalam epistemologi yang dipaparkan al-Attas, rasio dan intuisiterhubungkan melalui perantara intelek.

    Epistemologi al-Attas juga memiliki implikasi pada dunia pendidikan saat ini, yaitu pertama, menekankan pentingnya pendidikan berbasis pandangan alam Islami ( worldview Islam ) agar manusia memiliki kesiapan untuk menerima ilmu pengetahuan yang benar.Kedua, epistemologi al-Attas merupakan antitesis terhadap konsep kecerdasan spiritual yangdirumuskan Barat karena pada dasarnya semua kecerdasan memiliki dimensi spiritualitasyang terhubung dengan Allah swt sebagai pemberi makna dan mengilhamkannya kepada dirimanusia. Ketiga, konsep pendidikan karakter yang bersifat universal tidak mungkindiperoleh dari epistemologi Barat yang menganggap realitas metafisika tidak memiliki nilaiilmiah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu umat Islam diharapkan mampumengembangkan konsep akhlak yang berakar pada tradisi intelektual Islam dan tidak

    mengadopsi konsep pendidikan karakter Barat yang sekuler.

    can directly exp erience ones mind, Such direct knowledge of the mind does not require symbols ). Lihat JamesA. Gould (ed), Classic Philosophical Questions, Sixth Edition, Colobus : Merrill Publishing Company, 1989, hlm.

    22126 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam , hlm. 11927 Ibid, 167