64
PAPER HIDROLIKA PENGARUH PEMBELOKAN (ELBOW) TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS RISMA SIHOMBING 05091002007 JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Paper Hidrolika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paper Hidrolika

PAPER HIDROLIKA

PENGARUH PEMBELOKAN (ELBOW) TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS

RISMA SIHOMBING

05091002007

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2011

Page 2: Paper Hidrolika

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hidrolika merupakan satu topik dalam Ilmu terapan dan keteknikan yang

berurusan dengan sifat-sifat mekanis fluida, yang mempelajari perilaku aliran air

secara mikro maupun makro. Mekanika Fluida meletakkan dasar-dasar teori

hidrolika yang difokuskan pada rekayasa sifat-sifat fluida. Dalam tenaga fluida,

hidrolika digunakan untuk pembangkit, kontrol, dan perpindahan tenaga

menggunakan fluida yang dimampatkan. Topik bahasan hidrolika membentang

dalam banyak aspek sains dan disiplin keteknikan, mencakup konsep-konspen

seperti aliran tertutup (pipa), perancangan bendungan, pompa, turbin, tenaga air,

hitungan dinamika fluida, pengukuran aliran, serta perilaku aliran saluran terbuka

seperti sungai dan selokan.

Kata Hidrolika berasal dari bahasa Yunani hydraulikos, yang merupakan

gabungan dari hydro yang berarti air dan aulos yang berarti pipa.

Penemuan terkait di Romawi Kuno. Pada masa Romawi Kuno telah

dikembangkan beragam penerapan hidrolika, mencakup penyediaan air untuk

umum, sejumlah Aqueduct, kincir air, pertambangan hidrolis. Romawi Kuno

termasuk golongan awal yang menggunakan prinsip siphon untuk membawa air

melintasi lembah, serta menggunakan teknik tertentu bernama hushing dalam

pertambangan. Mereka menggunakan timbal dalam sistem pemipaan untuk suplai

domestik dan umum, semisal pemandian umum pada masa itu.

Inovasi pada Masa Kejayaan Islam. Pada masa kejayaan Islam, terobosan

dalam mekanika fluida oleh fisikawan muslim semisal Abu Rayhan al-Biruni

(973-1048) dan Al-Khazini (penemu keseimbangan hidrostatis pada tahun 1121),

menghantarkan berbagai inovasi di bidang hidrolika dari insinyur-Insinyur Arab

dan para penemu. Kerajaan Arab telah menemukan sistem pengairan domestik

semisal sistem pembilasan dan sistem transportasi air yang berdampak baik pada

pertanian.

Page 3: Paper Hidrolika

Aliran dapat diklasifikasikan dalam banyak bentuk, seperti turbulen dan

laminer. Situasi aliran turbulen sangat sering terjadi dalam praktek perekayasaan,

dalam aliran turbulen partikel-partikel massa molar yang kecil fluida bergerak

dalam lintasan-lintasan yang sangat tidak teratur, dengan mengakibatkan

pertukaran momentum dari satu bagian ke bagian lainnya dengan cara yang akak

menyerupai perpindahan momentum molekular. Aliran laminer, partikel-partikel

fluida bergerak sepanjang lintasan-lintasan yang halus serta lancar dalam lamina-

lamina, dan satu lapisan meluncur pada lapisan yang bersebelahan.

Penentuan aliran tersebut bila dilihat secara kasat mata sangat sukar untuk

dilaksanakan. Guna menentukan makna kelompok tanpa dimensi. Reynold

melakukan eksperimennya mengenai aliran air melalui lubang kaca. Sebuah

tabung kaca dipasang horizontal dengan satu ujungnya di dalam tangki dan sebuah

katup pada ujung lainnya. Pada ujung hulu terpasang lubang masuk corong

lonceng yang licin dengan jet warna yang diatur deikian sehingga arus zat waktu

yang halus dapat disemprotkan di titik di setiap di depan corong lonceng tersebut.

Bilangan Reynold ini selanjutnya akan memudahkan untuk penentuan jenis aliran

yang tejadi pada suatu saluran, baik saluran terbuka maupun saluran tetutup.

Sehingga praktikan tidak perlu menerka-nerka jenis aliran pada suatu saluran.

Aliran fluida di dalam fluida berdasarkan bilangan Reynold dibedakan

menjadi aliran laminer, aliran transisi dan aliran turbulen. Dalam hal ini jika nilai

Re kecil aliran akan meluncur di atas lapisan lain yang dikenal dengan aliran

laminer, sedangkan jika aliran-aliran tadi terdapat garis edar tertentu yang dapat

dilihat, aliran ini disebut aliran turbulen. Nilai bilangan Reynold pada pipa atau

saluran-saluran adalah sebagai berikut:

- Aliran laminer terjadi jika Re <> 4000

- Aliran transisi terjadi jika 2100 <> 1000

Sistem jaringan pipa digunakan oleh perusahaan-perusahan sebagai

pendistribusian air minum, minyak maupun gas bumi. Demikian juga dengan

keperluan air pada rumah tangga, sistem jaringan pipa ini paling banyak

digunakan baik untuk penyaluran air bersih maupun sanitasi.

Page 4: Paper Hidrolika

Jaringan pipa air bersih atau instalasi air bersih adalah suatu jaringan pipa

yang digunakan untuk mengalirkan atau mendistribusikan air, baik itu dari sumber

air ke penampungan air maupun dari provider ke konsumen. Dimana pada aliran

normal terjadi karena adanya perbedaa n tinggi tekanan/perbedaan elevasi muka

air. Sedangkan pada aliran mekanik digunakan pompa air, sehingga dapat

mengalirkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi.

Pipa yang paling banyak digunakan adalah pipa besi (galvanis) dimana

pipa galvanis, lebih kuat, tahan terhadap temperatur tinggi, tidak mudah pecah

atau bocor dan mudah dipasang, serta tahan lama. Pipa ini tersedia dipasaran

dengan berbagai merek baik yang diproduksi oleh industri dalam negeri maupun

dari produk impor.

Pada aliran air salah satu gangguan atau hambatan yang sering terjadi dan

tidak dapat diabaikan pada aliran air yang menggunakan pipa adalah kehilangan

energi akibat gesekan (mayor lose) dan minor lose (adanya perubahan arah,

perubahan penampang serta gangguan-gangguan lain yang mengganggu aliran

normal. Hal ini menyebabkan energi aliran air semakin lemah dan mengecil.

Kebutuhan air yang harus dipenuhi akan menentukan ukuran dan tipe

sistem distribusi yang di inginkan misalnya dipakai kebutuhan 1000 liter/orang

untuk suatu jaringan, maka kita harus merencanakan debit dan tekanan yang akan

diberikan. Sedangkan tekanan menjadi penting karena tekanan rendah akan

mengakibatkan masalah dalam distribusi jaringan pipa, namun bila tekanan besar

akan memperbesar kehilangan energi.

Panjangnya jarak tempuh pendistribusian air, mengakibatkan timbulnya

pemasalahan pada perencanaan instalasi perpipaan, diantaranya adanya kontur

tanah/lahan yang tidak rata, gedung-gedung, jalan raya, serta instalasi-instalasi

lainnya. Untuk itu perlu pembelokan arah pipa agar tidak mengganggu instalasi

instalasi lainnya.

Akibat sambungan dan pembelokan serta kurangnya perawatan dan akibat

umur pipa akan timbul permasalahan pada aliran seperti adanya: a) kebocoran, b)

lebih sering terjadi kerusakan pipa atau komponen lainnya, c) besarnya tinggi

energi yang hilang dan d) penurunan tingkat layanan penyediaan air bersih untuk

Page 5: Paper Hidrolika

konsumen (Kodoatie, 2002: 262) , dan masih banyak permasalahan lainnya.

Kehilangan energi akibat perubahan arah pada pipa dibedakan menjadi 2

(dua) yaitu pembelokan karena adanya sambungan yang terkesan tiba-tiba/tajam,

pembelokan ini disebut Elbow dan pembengkokan secara berangsur –angsur

pembengkokan ini disebut Bends. Perbedaan kedua perubahan arah itu bisa dilihat

pada gambar berikut ini.

Gambar 1.1 Perubahan Arah Pada Pipa

Elbow adalah pembelokan yang biasanya terjadi diakibatkan adanya

sambungan pipa, sambungan yang dipakai adalah fitting/keni. Fitting yang biasa

dijual dipasaran adalah sudut 45o dan 90o.

2. Tujuan

Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelokan

(elbow) terhadap kehilangan energy pada saluran pipa galvanis berdiameter ¾”

dengan sudut 45o dan 90o. Dan untuk mengetahui besarnya kehilangan energy

akibat pembelokan tersebut pada masing-masing elbow 45o dan 90o.

Page 6: Paper Hidrolika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penegasan Istilah

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (Open

Channel Flow) maupun saluran tertutup (Pipe Flow).

Pada aliran saluran air terbuka terdapat permukaan air yang bebas (free

surface), permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara

langsung. Sedangkan pada aliran pipa tidak terdapat permukaan yang bebas, oleh

karena seluruh saluran diisi oleh air. Pada aliran pipa permukaan air secara

langsung tidak dipengaruhi oleh tekanan udara luar, kecuali hanya oleh tekanan

hidraulik yang hanya dalam aliran saja.

Pada aliran pipa dua tabung plezometer dipasangkan pipa yaitu pada

penampang 1 dan 2. Permukaan air dalam tabung diatur dengan tekanan dalam

pipa pada ketinggian yang disebut garis derajat hidraulik (Hidraulic Grade Line).

Tekanan yang ditimbulkan oleh air pada setiap penampang ditunjukkan dalam

tabung yang bersesuaian dengan kolom air setinggi y diatas garis tengah pipa.

Jumlah energy dalam aliran dipenampang berdasarkan suatu garis persamaan yang

disebut Garis Derajat Energi (Energy Line), yaitu jumlah dari tinggi tempat z

diukur dari garis tengah pipa, tinggi tekanan y dan tinggi kecepatan V2/2g, dimana

V adalah kecepatan rata-rata aliran dalam pipa. Energy yang hilang ketika air

mengalir dari penampang 1 ke penampang 2 dinyatakan dalam hf.

Page 7: Paper Hidrolika

Pada aliran saluran terbuka untuk penyederhanaan dianggap bahwa aliran

sejajar, kecepatannya beragam dan kemiringan kecil. Dalam hal ini permukaan air

merupakan garis derajat hidraulik dan dalamnya air sama dengan tinggi tekanan.

Meskipun kedua jenis aliran hampir sama, penyelesaian masalah aliran dalam

saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan aliran pada pipa tekan, oleh

karena kedudukan permukaan air bebas cenderung berubah sesuai dengan waktu

dan ruang, dan juga bahwa kedalaman air, debit, kemiringan dasar saluran dan

kedudukan permukaan bebas saling bergantung satu sama lain.

Aliran dalam suatu saluran tertutup tidak selalu bersifat aliran pipa.

Apabila terdapat permukaan bebas, harus digolongkan sebagai aliran saluran

terbuka. Sebagai contoh, saluran drainase air hujan yang merupakan saluran

tertutup, biasanya dirancang untuk aliran saluran terbuka sebab aliran saluran

drainase diperkirakan hampir setiap saat memiliki permukaan bebas.

Aliran fluida dapat diaktegorikan:

1. Aliran laminar

Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan – lapisan, atau lamina –

lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar . Dalam aliran laminar ini

viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relative

antara lapisan. Sehingga aliran laminar memenuhi hukum viskositas Newton

yaitu :

2. Aliran turbulen

Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu

karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang

mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida

yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka

turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh

fluida sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran.

3. Aliran transisi

Page 8: Paper Hidrolika

Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran

turbulen.

Aliran diawali dengan aliran laminar yang menghasilkan lapisan batas

laminar berupa kurva AB dengan distribusi bersifat parabolis. Aliran dilanjutkan

dengan sifat turbulen dengan titik perubahan pada titik B. Garis BC merupakan

lapisan batas turbulen dengan distribusi bersifat logaritmis. Sub lapisan laminar

akan terbentuk apabila permukaan saluran relatif halus dengan kecepatan rendah.

Di dalam sub lapisan ini aliran bersifat laminar dan di atasnya merupakan zona

Page 9: Paper Hidrolika

peralihan dari laminar ke turbulen. Lapisan batas turbulen CD dengan pola

tertentu akan terbentuk apabila aliran seragam sepanjang saluran.

Jenis aliran diatas permukaan kasar :

a. Aliran kekasaran terisolasi : bila tonjolantonjolan terpisah jauh sehingga

pusaran yang terbentuk hilang sebelum mencapai tonjolan yang lain.

b. Aliran bercampur pusaran : bila tonjolan terletak sedemikian dekat,

sehingga pusaran pada setiap tonjolan tercampur dengan pusaran yang

lain.

c. Aliran licin semu : letak tonjolan sedemikian dekat sehingga aliran pada

dasar dapat mengalir di atas mercu tonjolan.

Pembelokan (elbow) merupakan perubahan arah dikarenakan adanya

sambungan pada instalasi perpipaan yang terlihat menyiku ataupun patahan pada

pipa, bukan perubahan arah secara berangsur-angsur. Perubahan arah pipa yang

diteliti yaitu pembelokan (elbow) 45o dan 90o.

Kehilangan Energi (head lose) adalah adanya energi yang berkurang pada

aliran air dalam saluran tertutup. Adapun yang dimaksud kehilangan energi dalam

penelitian ini adalah kehilangan energi sekunder akibat pengaruh pembelokan.

Saluran pipa merupakan saluran tertutup aliran fluida dengan tampang

aliran penuh. Perbedaan mendasar dengan saluran terbuka adalah adanya

permukaan bebas berupa udara pada saluran terbuka. Saluran terbuka mempunyai

kedalaman air 'y' sedang pada pipa air tersebut ditransformasikan berupa 'p'.

Pipa galvanis adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang

lingkaran terbuat dari bahan besi tuang yang digunakan untuk mengalirkan zat

cair atau gas di bawah tekanan (Triatmojo, 1996:5 8).

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Fluida

Fluida adalah zat cair yang bisa mengalir menempati ruangan, mempunyai

partikel yang mudah bergerak dan berubah bentuk tanpa pemisahan massa

(Triatmodjo, 1993:9). Tahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat kecil,

sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti bentuk dan ruang serta tempat

Page 10: Paper Hidrolika

yang membatasinya. Pada fluida kental (viscous) maupun fluida cair (liquid )

apabila ada gaya geser yang bekerja padanya akan mengalami pergerakanantara

satu bagian terhadap bagian lainnya. Ini berarti bahwa fluida tida k dapat

menahan gaya geser.

Fluida dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu zat cair dan gas. Zat cair

terlihat memiliki volume tertentu, dan dapat berubah bentuk mengikuti ruang

yang di tempatinya. Zat ini memerlukan perubahan tekanan dan temperatur yang

besar untuk memperoleh perubahan volume yang mudah terlihat. Adapun gas

akan selalu mengisi tempatnya betapapun besarnya volume pada temperatur dan

tekanan tertentu.

Zat cair dan gas mempunyai sifat-sifat yang sama, yang antara lain adalah:

(1) kedua zat ini tidak melawan perubahan bentuk, (2) keduanya juga tidak

mengadakan reaksi terhadap gaya geser, yaitu gaya yang sejajar dengan

permukaan lapisan-lapisan fluida yang mencoba untuk menggeser lapisan –

lapisan tersebut terhadap yang lainnya. Oleh karena itu apabila ada sentuhan

sedikit saja, dua lapisan yang saling berdampingan akan bergerak antara satu

terhadap yang lainnya.

2.1.2 Aliran Pada Saluran Tertutup

Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk mengalirkan

fluida di bawah tekanan atmosfer (tampang aliran penuh), karena apabila tekanan

di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair di dalam pipa tidak penuh),

maka aliran termasuk dalam pengaliran terbuka. Fluida yang dialirkan melalui

pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari

tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer adalah tekanan dipermukaan zat cair di

sepanjang saluran terbuka.

Pada pipa yang alirannya tidak penuh dan masih ada rongga yang berisi

udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran

terbuka (Kodoatie, 2002:215). Contoh di lapangan adalah aliran air pada

goronggorong, dimana air hanya mengalir pada bagian bawah/tidak penuh pada

pipa.

Page 11: Paper Hidrolika

Pada kondisi air penuh, desainnya harus mengikuti kaidah aliran pada

pipa, namun bilamana aliran air pada gorong-gorong didesain tidak penuh maka

sifat alirannya adalah sama dengan aliran pada saluran terbuka.

Zat cair riil didefinisikan sebagai zat yang mempunyai kekentalan, berbeda

dengan zat cair ideal yang tidak mempunyai keke ntalan. Kekentalan disebabkan

karena adanya sifat kohesi antara partikel zat cair. Karena adanya kekentalan zat

cair maka terjadi perbedaan kecepatan partikel dalam medan aliran.

Partikel zat cair yang berdampingan dengan dinding batas akan diam

(kecepatan nol) sedang yang terletak pada suatu jarak tertentu dari dinding akan

bergerak. Perubahan kecepatan tersebut merupakan fungsi jarak dari dinding

batas. Aliran zat cair riil disebut juga aliran viscous.

2.1.1.1 Hukum Newton Tentang Kekentalan Zat Cair

Kekentalan zat cair menyebabkan terbentuknya gaya-gaya geser antara 2

(dua) elemen. Keberadaan kekentalan ini menyebabkan terjadinya kehilangan

energi selama pengaliran atau diperlukan energi untuk menjamin adanya

pengaliran.

Hukum Newton tentang kekentalan menyatakan bahwa tegangan geser

antara 2 (dua) partikel zat cair yang berdampingan adalah sebanding dengan

perbedaan kecepatan dari kedua partikel (gradien kecepatan) seperti terlihat pada

gambar 2.1 yang berbentuk :

Page 12: Paper Hidrolika

Seperti yang ditunjukan oleh persamaan (2.1) dan gambar (2.1), apabila 2

(dua) elemen zat cair yang berdampingan dan bergerak dengan kecepatan berbeda,

elemen yang lebih cepat akan diperlambat dan yang lebih lambat akan dipercepat.

Tegangan geser pada lapis 1 (satu) bagian bawah mempunyai arah ke kiri

karena bagian tersebut tertahan oleh lapis dibawahnya yang mempunyai kecepatan

lebih rendah. Sedangkan lapis 2 (dua) bagian atas bekerja tegangan geser dalam

arah ke kanan karena bagian tersebut tertarik oleh lapis di atasnya yang

mempunyai kecepatan lebih besar.

Pada permukaan antara dinding batas dan aliran zat cair juga terjadi

tegangan geser dengan arah berlawanan dengan arah aliran. Tegangan geser pada

dinding batas ini cukup besar karena gradien kecepatan di daerah tersebut sangat

besar.

2.1.1.2 Aliran Laminer dan Turbulen

Pada aliran viskos ada aliran laminer dan turbulen. Dalam aliran laminar

partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar

tanpa ada kecenderungan pada gerakan memutar. Aliran ini terjadi apabila

kecepatan kecil dan atau kekentalan besar.

Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam

gangguan yang dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan

berkurangnya kekentalan dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam

terhadap gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan

menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminer ke turbulen. Pada aliran

turbulen gerak partikel-partikel zat cair tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila

kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.

2.1.1.3 Percobaan Osborn Reynolds

Pada tahun 1884 Osborn Reynolds melakukan percobaan untuk

menunjukkan sifat-sifat aliran laminer dan aliran turbulen. Alat yang digunakan

terdiri dari pipa kaca yang dapat melewatkan air dengan berbagai kecepatan

Page 13: Paper Hidrolika

(gambar 2.2). Aliran tersebut diatur oleh katub A. Pipa kecil B yang berasal dari

tabung berisi zat warna C. Ujung yang lain berada pada lubang masuk pipa kaca.

Reynolds menunjukkan bahwa kecepatan aliran yang kecil di dalam aliran

kaca, zat warna akan mengalir dalam suatu garis lurus seperti benang yang sejajar

dengan sumbu pipa. Apabila katub dibuka sedikit, kecepatan akan bertambah

besar dan benang warna mulai berlubang yang akhirnya pecah dan menyebar pada

seluruh aliran dalam pipa (Gambar 2.3).

Kecepatan rata -rata pada benang warna mulai pecah disebut kecepatan

kritik. Penyebaran dari benang warna disebabkan oleh percampuran dari

partikelpartikel zat cair selama pengaliran. Dari percobaan tersebut dapat

disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil, percampuran tidak terjadi dan partikel-

partikel zat cair bergerak dalam lapisan-lapisan yang sejajar, dan menggelincir

terhadap lapisan di sampingnya. Keadaan ini disebut aliran laminer. Pada

Page 14: Paper Hidrolika

kecepatan yang lebih besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang

pipa, dan terlihat bahwa percampuran dari partikel-partikel zat cair terjadi,

keadaan ini disebut aliran turbulen.

Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan

suatu angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan

aliran di dalam pipa.

Dimana : V = kecepatan (rata-rata) fluida yang mengalir (m/s)

D adalah diameter dalam pipa (m)

ρ adalah masa jenis fluida (kg/m3)

μ adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s) atau (N. det/ m2)

Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air melalui pipa dapat

disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan sehingga

aliran adalah laminer. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena

bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan zat cair atau bertambah

besarnya dimensi medan aliran (pipa), akan bisa menyebabkan kondisi aliran

laminer menjadi tidak stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas nilai

tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen.

Dilihat dari kecepatan aliran, menurut (Mr. Reynolds)

diasumsikan/dikategorikan laminar bila aliran tersebut mempunyai bilangan Re

kurang dari 2300, Untuk aliran transisi berada pada pada bilangan Re 2300 dan

4000 biasa juga disebut sebagai bilangan Reynolds kritis, sedangkan aliran

turbulen mempunyai bilangan Re lebih dari 4000. Berdasarkan pada percobaan

aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk angka Reynolds di

bawah 2000, gangguan aliran da pat diredam oleh kekentalan zat cair, dan aliran

pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila angka

Reynolds lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada diantara kedua

nilai tersebut 2000<Re<4000 aliran adalah transisi. Angka Reynolds pada kedua

nilai di atas (Re=2000 dan Re=4000) disebut dengan batas kritik bawah dan atas.

Page 15: Paper Hidrolika

2.1.1.4 Hukum Tekanan Gesek

Reynolds menetapkan hukum tekanan gesek dengan melakukan

pengukuran kehilangan energi di dalam beberapa pipa dengan panjang berbeda

dan untuk berbagai debit aliran. Percobaan tersebut memberikan hasil berupa

suatu grafik hubungan antara kehilangan energi hf dan kecepatan aliran V.

Gambar 2.4 Menunjukkan kedua hubungan tersebut yang dibuat dalam skala

logaritmik untuk diameter tertentu.

Bagian bawah dari grafik merupakan garis lurus, dengan kemiringan 45º,

yang menunjukkan bahwa hf sebanding dengan V, yang merupakan sifat aliran

laminer. Sedang bagian atas merupakan garis lurus dengan kemiringan n, dengan

n antara 1,75 dan 2,0 yang tergantung pada nilai Re dan kekasara n pipa. Hal ini

menunjukkan bahwa hf sebanding dengan Vn, nilai pangkat yang besar berlaku

untuk pipa kasar sedang yang kecil untuk pipa halus. Grafik tersebut di atas

menunjukkan bahwa kehilangan energi pada aliran turbulen lebih besar dari aliran

laminer. Hal ini disebabkan karena adanya turbulensi yang dapat memperbesar

kehilangan energi.

2.1.1.5 Aliran Laminer dalam Pipa

Dalam aliran laminer partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti

lintasan yang saling sejajar. Aliran laminer lebih mudah terjadi bila kecepatan

Page 16: Paper Hidrolika

aliran relatif kecil sedangkan viskositas cairan besar dan pengaruh kekentalan

cukup dominan dibandin gkan dengan kecepatan aliran, sehingga partikel-partikel

zat cair akan bergerak teratur menurut lintasan lurus.

Secara matematis aliran laminer akan terjadi bila perbandingan momentum

dan gaya viskos ada di bawah 2000, atau yang lebih dikenal dengan bilangan

Reynolds (Re) < 2000.

Kehilangan energi selama pengaliran melalui pipa diturunkan dengan

menggunakan gambar 2.5, kehilangan energi pada pengaliran antara titik 1 dan 2

adalah :

Dengan v (nu) adalah kekentalan kinematik.

Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Poiseuille. Satu hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa aliran laminer tidak dipengaruhi oleh bidang batas atau

kekasaran dinding. Gambar 2.6 menunjukkan distribusi kecepatan dan tegangan

geser di dalam pipa lingkaran. Tegangan geser pada dinding pipa biasanya diberi

notasi t 0.

Page 17: Paper Hidrolika

2.1.1.6 Aliran Turbulen dan Tegangan Reynolds

Turbulensi adalah gerak partikel zat cair yang tidak teratur. Turbulensi

ditimbulkan oleh gaya -gaya viskos dan gerak lapis zat cair yang berdampingan

pada kecepatan berbeda. Aliran turbulen akan terjadi pada bilangan Reynolds (Re)

lebih besar dari 4000. Analisa teoritis persamaan kehilangan energi pada aliran

turbulen (Re > 4000) akan lebih sulit dibandingkan yang terjadi pada aliran

laminer. Hal ini disebabkan adanya ketidakteraturan aliran turbulen. Faktor

gesekan f dapat diturunkan secara matematis untuk aliran laminer, tetapi belum

ada hubungan matematis yang sederhana untuk aliran turbulen. Untuk pipa-pipa

halus dan kasar hukum-hukum tahanan universal dapat diturunkan dari :

f = 8∗t 0p∗V 2

dimana : f = factor gesek

t0 = tegangan geser pada dinding pipa

V = kecepatan aliran

ρ = kerapatan air (density)

Untuk menentukan tegangan geser yang ditimbulkan oleh turbulensi,

dipandang aliran zat cair melalui elemen dengan luas dA (lihat gambar 2.7)

Page 18: Paper Hidrolika

Pada gambar 2.7, v' adalah kecepatan tegak lurus dA dan u' adalah

fluktuasi kecepatan atau perbedaan kecepatan pada kedua sisi luasan. Massa zat

cair yang melalui dA dalam satu satuan waktu adalah:

2.1.1.7 Kekasaran Permukaan

Pada zat cair ideal, aliran melalui bidang batas mempunyai distribusi

kecepatan merata. Sedang pada zat cair riil, karena adanya pengaruh kekentalan,

kecepatan di daerah dekat bidang batas mengalami perlambatan dan pada bidang

batas kecepatan adalah nol. Lapisan zat cair di dekat bidang batas di mana

pengaruh kekentalan dominan disebut dengan lapis batas.

Konsep adanya sub lapis laminer di dalam lapis batas pada aliran turbulen

dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kekasaran permukaan. Apabila

permukaan bidang batas dibesarkan, akan terlihat bahwa permukaan tersebut tidak

halus seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 Tinggi efektif ketidakteraturan

permukaan yang membentuk kekasaran disebut dengan tinggi kekasaran k.

Perbandingan antara tinggi kekasaran dan jari-jari hidraulis (k/R) atau diameter

pipa (k/D) disebut dengan kekasaran relatif.

Pada gambar 2.8.a tinggi kekasaran lebih kecil dari sub lapis laminar

(k<dL) sehingga ketidakteraturan permukaan akan sedemikian kecil sehingga

kekasaran akan selur uhnya terendam di dalam lapis laminer. Dalam hal ini

kekasaran tidak mempunyai pengaruh terhadap aliran di luar sub lapis laminer,

dan permukaan batas tersebut dengan hidaulis licin.

Page 19: Paper Hidrolika

Pada gambar 2.8.b tinggi kekasaran berada di daerah transisi (dL<k<dT),

dan aliran adalah dalam kondisi transisi.

Pada gambar 2.8.c tinggi kekasaran berada di luar lapis transisi (k>dT),

maka kekasaran permukaan akan berpengaruh di daerah turbulen sehingga

mempengaruhi aliran di daerah tersebut. Permukaan ini disebut hidraulis kasar

2.1.3 Kehilangan Energi (Head Lose)

Zat cair yang ada di alam ini mempunyai kekentalan, meskipun demikian

dalam berbagai perhitungan mekanika fluida ada yang dikenal atau dianggap

sebagai fluida ideal. Menurut Triatmojo (1996:1), adanya kekentalan pada fluida

akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan

geser ini akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti

panas, suara dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut menyebabkan

terjadinya kehilangan energi.

Secara umum di dalam suatu instalasi jaringan pipa dikenal dua macam

kehilangan energi :

2.1.2.1 Kehilangan Energi Akibat Gesekan

Kehilangan energi akibat gesekan disebut juga kehilangan energi primer

(Triatmojo, 1996:58) atau Mayor lose (Kodoatie, 2002:245). Terjadi akibat

adanya ke kentalan zat cair dan turbulensi karena adanya kekasaran dinding batas

Page 20: Paper Hidrolika

pipa dan akan menimbulkan gaya gesek yang akan menyebabkan kehilangan

energi di sepanjang pipa dengan diameter konstan pada aliran seragam.

Kehilangan energi sepanjang satu satuan panja ng akan konstan selama kekasaran

dan diameter tidak berubah.

2.1.2.2 Kehilangan Energi Akibat Perubahan Penampang dan Aksesoris.

Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya

disebut juga kehilangan energi secunder (Triatmojo, 1996:58) atau minor lose

(Kodoatie, 2002:245). Misalnya terjadi pada perubahan arah seperti pembelokan

(elbow), bengkokan (bends), pembesaran tampang (expansion), serta pengecilan

penampang (contraction). Kehilangan energi sekunder atau minor lose ini akan

mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair dan meningkatnya

gesekan karena turbulensi serta tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu

penampang pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding pipa maka akan

terjadi olakan atau pusaran air. Adanya olakan ini akan mengganggu pola aliran

laminer sehingga akan menaikkan tingkat turbulensi.

Pada aliran laminer akan terjadi bila bilangan Reynolds (Re) < 2000,

dengan persamaan kehilangan energi pada aliran laminer sepanjang pipa L

menurut Hagen-Poseuille adalah sebagai berikut:

Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk :

Persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan Darcy-Weisbach.

Page 21: Paper Hidrolika

Dimana f = factor gesek

Re = bilangan Reynold.

2.1.4 Pipa Halus

Koefisien gesekan pipa tergantung pada parameter aliran, apabila pipa

adalah hidrolis halus parameter tersebut adalah kecepatan aliran diameter pipa

dan kekentalan zat cair dalam bentuk angka Reynolds. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan Blasius, mengemukakan bahwa rumus gesekan f untuk pipa halus

dalam bentuk :

Dari persamaan empiris koefisien gesekan te rsebut di atas akan dapat

dihitung kehilangan energi di sepanjang pipa berdasar persamaan Darcy-

Weisbach.

Sedangkan percobaan Nikuradse memberikan persamaan yang agak

berbeda dengan Blasius. Persamaan tersebut adalah :

2.1.5 Pipa Kasar

Tahanan pada pipa kasar lebih besar dari pada pipa halus, untuk pipa halus

nilai f hanya bergantung pada angka Reynolds. Untuk pipa kasar nilai f tidak

hanya tergantung angka Reynolds, tetapi juga pada sifat-sifat dinding pipa yaitu

kakasaran relatif k/D, atau f = (Re, k / D).

Page 22: Paper Hidrolika

dengan k = kekasaran dinding pipa,

D = diameter pipa.

Nikuradse melakukan percobaan tentang pengaruh kekasaran pipa.

Percobaan tersebut meliputi daerah aliran laminer dan turbulen sampai pada angka

Reynolds Re = 106, dan untuk enam kali percobaan dengan nilai k/D (kekasaran

relatif) yang bervariasi antara 0,0333 sampai 0,000985. Hasil percobaan

merupakan hubungan antara f, Re, dan k/D seperti gambar di bawah ini.

2.14.1 Daerah I

Daerah I merupakan daerah aliran laminer di mana Re < 2000. Hubungan

antara f dan Re merupakan garis lurus (kemiringan 45º untuk skala horizontal dan

vertikal yang sama), dan tidak dipengaruhi oleh kekasaran pipa. Di daerah ini

koefisien gesekan diberikan oleh persamaan f = 64/Re.

Page 23: Paper Hidrolika

2.14.2 Daerah II

Daerah ini antara Re = 2000 dan Re = 4000, yang merupakan daerah tidak

stabil di mana aliran berubah dari laminer ke turbulen atau sebaliknya. Aliran

tidak banyak dipengaruhi oleh kekasaran pipa.

2.14.3 Daerah III

Daerah ini merupakan daerah aliran turbulen di mana kekasaran relative

pipa mulai berpengaruh pada koefisien gesekan f. Daerah ini dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) sub daerah berikut ini :

1. Sub Daerah Pipa Halus

Daerah ini ditunjukkan oleh garis paling bawah dari gambar 3, yang

merupakan aliran turbulen melalui pipa halus. Koefisien gesekan pipa f dapat

dihitung dengan rumus Blasius.

2. Sub Daerah Transisi

Di daerah sub transisi ini koefisien gesekan tergantung pada angka

Reynolds dan kekasaran pipa. Daerah ini terletak antara garis paling bawah dan

garis terputus dari gambar 3, kekasaran relatif k/D sangat berpengaruh terhadap

nilai f.

3. Sub Daerah Pipa Kasar

Sub daerah ini terletak di atas garis terputus. Apabila angka Reynolds di

atas suatu nilai tertentu, koefisien gesekan tidak lagi tergantung pada angka

Reynolds, tetapi hanya tergantung pada kekasaran relatif. Untuk suatu nilai k/D

tertentu nilai f adalah konstan dan sejajar dengan sumbu horizontal. Di daerah ini

pengaliran adalah turbulen sempurna.

Rumus empiris untuk pipa kasar hasil percobaan Nikuradse adalah :

Page 24: Paper Hidrolika

Untuk aliran di daerah transisi, Colebrook menggabungkan persamaan

untuk pipa halus dan pipa kasar sebagai berikut:

Persamaan-persamaan di atas memberikan nilai f dalam suatu persamaan

implisit. Berdasarkan Triatmojo (1996:39) menyatakan bahwa pada tahun 1944

Moody menyederhanakan prosedur hitungan tersebut dengan membuat suatu

grafik berdasarkan persamaan Cole Brook. Grafik tersebut di kenal sebagai grafik

Moody seperti terlihat pada gambar 2.10.

Grafik tersebut mempunyai empat daerah yaitu daerah pengaliran laminer,

daerah transisi di mana f merupakan fungsi dari angka Reynolds dan kekasaran

dinding pipa (aliran kritis), dan daerah turbulen sempurna di mana nilai f tidak

tergantung pada angka Reynolds tetapi hanya pada kekasaran relatif. Untuk

menggunakan grafik tersebut, nilai k diperoleh dari tabel 2.1. Untuk pipa tua nilai

Page 25: Paper Hidrolika

f dapat jauh lebih besar dari pipa baru, yang tergantung pada umur pipa dan sifat

zat cair yang dialirkan. Untuk pipa kecil, endapan atau kerak yang terjadi dapat

mengurangi diameter pipa. Oleh karena itu diperlukan kecermatan di dalam

menghitung nilai k dan juga f.

Untuk pengaliran turbulen sempurna, dimana gesekan berbanding

langsung dengan V2 dan tidak tergantung pada angka Reynolds, nilai f dapat

ditentukan berdasarkan kekasaran relatif. Pada umumnya masalah-masalah yang

ada pada pengaliran di dalam pipa berada pada daerah transisi dimana nilai f

ditentukan juga oleh angka Reynolds. Sehingga apabila pipa mempunyai ukuran

dan kecepatan aliran tertentu, maka kehilangan tenaga akibat gesekan dapat

langsung dihitung, tetapi jika diameter atau kecepatan tidak diketahui maka angka

Reynolds juga tidak diketahui. Dengan perubahan ini angka Reynolds yang besar,

perubahan nilai f sangat kecil. Sehingga perhitungan dapat diselesaikan dengan

menentukan secara sembarang nilai angka Reynolds atau f pada awal hitungan

dan dengan cara coba banding (trial and error) akhirnya dapat dihitung nilai f

yang terakhir (yang benar). Oleh karena nilai f berkisar antara 0,01 dan 0,07,

maka yang paling baik adalah menganggap nilai f, dan biasanya dengan dua (2)

atau tiga (3) kali percobaan akan dapat diperoleh nilai f yang benar.

2.1.6 Pipa Berubah Arah

Page 26: Paper Hidrolika

Perubahan arah pada pipa (berbelok dan bengkok) dapat menimbulkan

kehilangan energi akibat dari perubahan tersebut, besarnya kehilangan energi ini

tergantung pada sudut perubahan arah pipa.

Kehilangan energi yang diakibatkan adanya perubahan arah adalah

diakibatkan benturan air pada dinding. Kecepatan aliran air awal (V1) berubah

menjadi kecepatan aliran air setelah melalui pembelokan (V2), dimana (V1) lebih

besar dibanding (V2).

Ada perbedaan kehilangan energi akibat gesekan dan akibat perubahan

arah. Pengaruh dari gesekan ataupun benturan air dinding pada keseluruhan

hambatan dinyatakan sama dengan pipa-pipa lurus dengan nilai dan dengan

panjang l dari belokan, dimana diukur dari garis sumbu bengkokan.

2.1.5.1 Pipa Bengkok (Bends)

Sudut dengan perubahan arah yang terkesan berangsur -angsur (bends),

kehilangan energi tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokan dan

diameter pipa. Perubahan arah secara berangsur-angsur (bends) pada pipa dapat

dilihat pada gambar 2.11. Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D ditunjukkan dalam

tabel 2.2.

Kehilangan energi karena perubahan arah tercakup dalam bilangan Kb

dimana nilai dari bilangan ini ditentukan oleh jari-jari bengkokan R dan sudut

bengkokan ß (sudut a pada Triatmojo) dari pipa bengkok. Jari-jari belokan

minimal R, yang dianjurkan bagi pipa-pipa yang bengkok dingin oleh mesin, akan

Page 27: Paper Hidrolika

sangat mempengaruhi nilai Kb.

Secara normal nilai Kb, akan menjadi kecil jika jari-jari (R) semakin besar,

yang tergantung pada perbandingan jari-jari bengkokan (diameter dalam) pipa,

secara berturut-turut (R/D).

Kehilangan tinggi tekanan dalam pipa-pipa bengkok dapat dianalisis

menggunakan persamaan :

Dengan, L adalah panjang pipa bengkok dan D adalah diameter dalam.

Page 28: Paper Hidrolika

Koefisien hambatan untuk bengkokan tersusun (Ksb) selalu menjadi 90o

dihitung sebagai berikut:

Belokan setengah lingkaran (180 º) / 2 belokan Ksb = 2 Kb

2 belokan dalam bidang yang berbeda Ksb = 3 Kb

Belokan-belokan dalam bentuk S (2 belokan) Ksb = 4 Kb

Nilai Kb ini juga dapat digunakan untuk menghitung kehilangan energy

pada belokan/perubahan arah pada selang.

2.1.5.2 Pipa Berbelok (Elbow) dan Siku

Persamaan pada pipa untuk perubahan arah yang terjadi secara tiba-tiba

(elbow) dan siku hampir sama dengan persamaan pada pipa bengkok (bends).

Persamaan untuk kehilangan energi akibat pembelokan (elbow) pipa lebih

sederhana, yaitu:

Atau

Kb adalah koefisien kehilangan energy pada belokan yang ditunjukkan oleh Tabel

2.5.

Page 29: Paper Hidrolika

Pada pipa-pipa licin dan pipa-pipa kasar dapat digunakan angka-angka

kehilangan pada Tabel 2.6. berikut :

2.1.7 Penelitian Pipa Galvanis Lurus.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Kadarisnani, A. 2004:40-

44), pada pipa galvanis lurus berdiamemeter ½” didapatkan data sebagai berikut:

2.1.7.1 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes.

Pada penelitian 10 (sepuluh) kali percobaan didapatkan seperti terlihat

pada tabel 2.7 berikut.

Page 30: Paper Hidrolika

Sedangkan hasil pengolahan data penelitian pada instalasi pipa lurus

dengan menggunakan rumus teoritis dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energy

yang terjadi pada pipa lurus berdasarkan pengukuran di laboratorium Hidrolika

Unnes adalah sebesar 0,202 meter, sedangkan hasil perhitungan secara teoritis

diperoleh rata-rata kehilangan energi sebesar 0,184 meter. Lebih jelasnya

perbedaan hasil dari kedua pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 31: Paper Hidrolika
Page 32: Paper Hidrolika

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini pembahasannya berdasarkan hasil analisis yang ada

pada tabel kemudian dibuat grafik perbedaan antara hasil penelitian dengan

perhitungan teori. Penyimpulan hasil penelitian ini dengan cara mendiskripsikan

hasil pengamatan terhadap grafik-grafik yang ada serta grafik yang diperoleh dari

perbedaan perlakuan antara elbow 45o dengan elbow 90o, sehingga akan

didapatkan hasil dari perbedaan perlakua n dalam penelitian.

3.1 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes

3.1.1 Penelitian Pipa Elbow 45o.

3.1.1.1 Pengaruh Kecepatan Terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o.

Pada hasil penelitian ini dapat diketahui rata-rata kecepatan aliran air

sebesar 1,604 m/dt. Rata-rata selisih tinggi air dari pengamatan manometer adalah

0,035 meter (Tabel 4.5) .

Adapun pengaruh kecepatan aliran air yang melalui pipa terhadap

kehilangan energi dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :

Page 33: Paper Hidrolika

Dari gambar tersebut nampak bahwa besarnya kehilangan energi pada pipa

dipengaruhi oleh kecepatan aliran, semakin besar kecepatan aliran yang melalui

pipa maka semakin besar pula kehilangan energinya. Pada kecepatan rendah 1,560

m/det terdapat kehilangan energi sebesar 0,02421 m, sedang pada kecepatan

tinggi 1,642 m/det kehilangan energi sebesar 0,02683 m (Tabel 4.5). Hal ini

sesuai dengan pendapat Triatmodjo (1996:58) bahwa kehilangan energi sangat

dipengaruhi oleh gesekan (major lose). Gesekan ini disebabkan adanya kecepatan

aliran dan viskositas fluida.

Perbedaan kecepatan yang menyebabkan kehilangan energi yang berbeda

dalam 10 (sepuluh) kali percobaan ini dikarenakan keterbatasan dalam

pelaksanaan penelitian, terutama pada saat pengamatan manometer dan

pengamatan ketinggian air yang masuk ke dalam bejana.

3.1.1.2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o.

Dari penelitian ini didapatkan besar kehilangan energi rata-rata hasil

pengamatan manometer dan besar kehilangan energi secara perhitungan teori.

Kehilangan energi rata-rata hasil pengamatan manometer sebesar 0,035 meter

sedangkan kehilangan energi rata-rata perhitungan secara analisis teori sebesar

0,0256 meter (Tabel 4.5). Lebih jelasnya selisih hasil dari penelitian tersebut

dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:

Page 34: Paper Hidrolika

Selisih rata-rata kehilangan energi pada penelitian elbow 45o antara

pengamatan manometer dengan perhitungan analisis teori terjadi karena adanya

1. Perbedaan nilai koefisien kehilangan energi, dimana nilai koefisien kehilangan

energi yang dipakai sebagai analisis berbeda dengan nilai koefisien energi yang

didapatkan dari hasil penelitian. Nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian

sebesar 0,27 sedangkan menurut pendapat Triatmodjo yang dipa kai sebagai

analisis sebesar 0,195 yang berarti nilai koefisien kehilangan energi hasil

penelitian lebih tinggi, namun lebih rendah terhadap nilai koefisien kehilangan

energi menurut pendapat Krist yang nilainya 0,32 (Tabel 4.6). Dalam penelitian

ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi pendapat Triatmodjo.

Tingginya nilai koefisien yang didapatkan dari hasil penelitian ini terjadi

akibat kecepatan aliran air yang melalui pipa, sehingga menimbulkan besarnya

kehilangan energi sesuai dengan hubungan ke cepatan aliran dengan kehilangan

energi.

2. Rekayasa alat yang dikerjakan secara manual dengan alat dan bahan yang ada

di laboratorium, diantaranya:

a. Pemasangan kran manometer pada pipa yang memungkinkan

terganggunya arah aliran.

b. Pipa peluap yang mele bihi tinggi manometer, sehingga perlu

pengamatan yang lebih cermat agar ketinggian air dalam bak penampung konstan,

sehingga aliran dalam keadaan steady flow.

c. Bak penampung air (sump tank ) yang cukup tinggi, yang menyebabkan

tekanan dan kecepatan aliran besar.

3. Adanya 2 (dua) pembelokan sebesar 90o selama pengaliran sebelum melalui

kran penelitian elbow 45o serta 1 (satu) kali pembelokan sebesar 45o dan 3 (tiga)

kali pembelokan sebesar 90o setelah melalui kran penelitian, sehingga

dimungkinkan akan mempengaruhi kecepatan aliran

4. Pengambilan data pada penelitian elbow 45o ini, adalah arah pipa mendatar

yang kemudian membelok arahnya ke atas dengan sudut 45o, yang dimungkinkan

mempengaruhi kecepatan aliran.

Page 35: Paper Hidrolika

3.1.2 Penelitian Pipa Elbow 90o.

3.1.2.1 Pengaruh Kecepatan terhadap Kehilangan Energi.

Hasil analisis menunjukkan rata -rata kecepatan aliran pada pengujian di

laboratorium Hidrolika Unnes sebesar 1,01 m/dt. Kecepatan ini akan berpengaruh

terhadap kehilangan energi dimana rata-rata kehilangan energi teori sebesar 0,051

meter (Tabel 4.7)

Untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran air yang melalui pipa

terhadap kehilangan energi dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut :

Dari grafik tersebut nampak bahwa besarnya kehilangan energi pada pipa

yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran, dimana semakin besar kecepatan aliran

yang melalui pipa pada saat penelitian maka semakin besar pula kehilangan

energinya.

3.1.2.2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o.

Dari penelitian ini diketahui adanya selisih kehilangan energi pada saat

praktik dengan perhitungan analisis teori pada pipa (elbow) dengan sudut 90o.

Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengujian tersebut dapat dilihat pada

Page 36: Paper Hidrolika

gambar 4.4 berikut:

Pada penelitian elbow 90o ini kehilangan energi yang terjadi lebih besar

dibandingkan dengan penelitian elbow 45o dimana perubahan sudut yang dapat

menimbulkan benturan aliran pada pipa. Selisih kehilangan energi pada penelitian

antara praktik dengan analisis teori terjadi karena adanya perbedaan nilai

koefisien kehilangan energi, dimana nilai koefisien kehilangan energi yang

dipakai sebagai analisis berbeda dengan nilai koefisien energi hasil penelitian.

Nilai koefisien kehilangan energi yang dihasilkan dari penelitian ini

sebesar 1,18 sedangkan menurut pendapat Triatmodjo sebesar 0,98 yang berarti

nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian lebih tinggi, namun lebih rendah

terhadap nilai koefisien kehilangan energi menurut pendapat Krist yang nilainya

1,27 (Tabel 4.8). Dalam penelitian ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi

pendapat Triatmodjo.

Kelemahan rekayasa alat pengukur kehilangan energi juga dapat

menyebabkan kurang maksimalnya pengambilan data seperti pemasangan kran

yang kurang halus sehingga mempengaruhi arah aliran, serta tahapan penelitian

dalam pengambilan data, dimana pada penelitian elbow 90o ini adalah arah pipa

Page 37: Paper Hidrolika

mendatar yang kemudian membelok arahnya ke bawah dengan sudut 90o. Hal ini

dimungkinkan akan berpengaruh pada kecepatan aliran.

Adanya pembelokan selama penelitian, yaitu 4 (empat) pembelokan

sebesar 90o setelah melalui kran penelitian elbow 90o serta 2 (dua) kali

pembelokan sebesar 45o setelah melalui kran penelitian. Adanya pembelokan baik

sebelum dan sesudah penelitian ini bisa mempengaruhi kecepatan aliran dimana

kecepatan ini erat kaitannya dengan kehilangan energi.

3.2 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines

3.2.1 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o.

Sebagai acuan, dalam hal ini penelitian di laboratorium Hidrolika Polines

didapatkan analisis data selisih kehilangan energi saat praktik dengan analisis

teori yang terjadi pada pipa elbow 45o. Untuk mengetahui selisih kehilangan

energi antara hasil praktik dengan perhitungan teori dapat dilihat pada gambar 4.5

berikut :

Kehilangan energi pada penelitian elbow 45o di laboratorium Hidrolika

Polines antara praktik dengan analisis teori terdapat selisih yang cukup tinggi.

Page 38: Paper Hidrolika

Dimana besar kehilangan rata-rata pada selisih manometer sebesar 0,016 m

sedangkan hasil kehilangan energi teori rata -rata sebesar 0,00968 m (Tabel 4.9).

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi pada

penelitian dengan koefisien analisis teori yang digunakan dalam penelitian. Nilai

koefisien kehilangan energi pada penelitian sebesar 0,32 sedangkan secara teori

pada pendapat Triatmodjo sebesar 0,195 (Tabel 4.10). Sedangkan dalam

perhitungan teori ini digunakan pendapat Triatmodjo.

3.2.2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energy

yang terjadi pada pipa (elbow) dengan sudut 90o berdasarkan praktik di

laboratorium Hidrolika Polines adalah sebesar 0,033 meter, sedangkan hasil

perhitungan secara analisis teori sebesar 0,031 meter (Tabel 4.11).

Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengujian tersebut dapat dilihat

pada gambar berikut:

Seperti halnya pada penelitian di laboratorium Unnes bahwa pada

penelitian elbow 90o lebih besar kehilangan energinya karena perubahan sudut,

dimana terjadi tumbukan air pada dinding pipa saat melalui pembelokan.

Selisih kehilangan energi pada penelitian antara praktik dengan analisis

teori terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi, dimana

Page 39: Paper Hidrolika

nilai koefisien kehilangan energi yang dipakai sebagai analisis berbeda dengan

nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian. Nilai koefisien kehilangan

energi pada penelitian sebesar 1,06 sedangkan secara teori pada pendapat

Triatmodjo sebesar 0,98 dan pada pendapat Krist besarnya 1,27 (Tabel 4.12).

Pada penelitian ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi pendapat

Triatmodjo.

3.3 Selisih Kehilangan Energi Antara Pipa Elbow 45o dan 90o.

3.3.1 Hasil Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes.

Perbedaan kehilangan energi akibat perubahan arah pipa pada sudut 45o

dan sudut 90o, yang diteliti di laboratorium Hidrolika Universitas Negeri

Semarang dihasilkan sebagai berikut:

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kehilangan energi pada

penelitian elbow 90o lebih besar dibanding dengan penelitian elbow 45o. Hal ini

disebabkan karena pembelokan 90o lebih tajam, sehingga hambatan terhadap arah

aliran lebih besar, sedangkan pada elbow 45o pembelokannya lebih landai (smooth

). Dengan demikian terjadinya tumbukan aliran air saat melalui elbow 90o telah

banyak kehilangan energi. Rata-rata kehilangan energi pada pipa elbow 45o

Page 40: Paper Hidrolika

berdasarkan hasil pengujian di laboratorium Unnes hanya sebesar 0,035 meter

(Tabel 4.5), sedangkan pada pipa elbow 90o sebesar 0,062 meter (Tabel 4.7).

3.3.2 Hasil Pengujian di Laboratorium Polines.

Meskipun dalam penelitian di Polines hanya sebagai acuan, namun perlu

diketahui besar selisih kehilangan energi akibat perubahan arah pipa pada elbow

45o dan elbow 90o yang diteliti di laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri

Semarang. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa kehilangan energi pada

penelitian elbow 90o lebih besar dibanding kehilangan energi pada penelitian

elbow 45o. Rata-rata kehilangan energi pada elbow 45o berdasarkan hasil

penelitian di laboratorium Polines adalah 0,016 meter (Tabel 4.9), sedangkan pada

pipa elbow 90o sebesar 0,033 meter (Tabel 4.11).

Mengacu pada kedua hasil penelitian yang dilakukan baik di laboratorium

Hidrolika Unnes maupun di Polines, maka dapat diketahui bahwa semakin besar

sudut pembelokan akan semakin besar pula tingkat kehilangan energinya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Krist (1991:89) bahwa kehilangan Energi akibat olakan

dalam pembelokan atau pipa siku akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 41: Paper Hidrolika

kehilangan energi akibat gesekan pada pipa lurus dengan diameter yang sama atau

konstan.

Adapun menurut pendapat Triatmodjo (1995:58) bahwa pada pipa

panjang, kehilangan tenaga primer biasanya ja uh lebih besar daripada kehilangan

energi sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan energi sekunder

dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan energi sekunder harus

diperhitungkan. Apabila kehilangan energi sekunder kurang dari 5% dari

kehilangan energi primer, maka kehilangan energi tersebut dapat diabaikan. Untuk

memperkecil kehilangan energi sekunder, perubahan arah dibuat secara

pembengkokan (bends).

Page 42: Paper Hidrolika

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

4.1.1 Elbow 45o

1. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Unnes, kecepatan aliran ratarata

sebesar 1,604 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata–rata

sebesar 0,035 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energy

rata-rata sebesar 0,02561 meter, adapun nilai koefisien kehilangan

energinya adalah 0,27.

2. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Polines, kecepatan aliran rata

–rata sebesar 0,9862 meter/dertik, dengan selisih tinggi manometer rata –

rata sebesar 0,016 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan

energy rata-rata sebesar 0,00968 meter, adapun nilai koefisien kehilangan

energinya adalah 0,323.

3. Alat pengukur kehilangan energi pada elbow 45o di laboratorium Hidrolika

Unnes cukup layak digunakan sebagai penelitian dengan nilai korelasi =

0,754.

4.1.2 Elbow 90o

1. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Unnes, kecepatan aliran ratarata

sebesar 1,0147 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata –rata

sebesar 0,062 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energy

rata-rata sebesar 0,05149 meter, adapun nilai koefisien kehilangan

energinya adalah 1,18.

2. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Polines, kecepatan aliran rata-

rata sebesar 0,7925 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata –rata

sebesar 0,0333 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan

energi rata -rata sebesar 0,0314 meter, adapun nilai koefisien kehilangan

energinya adalah 1,06.

Page 43: Paper Hidrolika

3. Alat pengukur kehilangan energi pada elbow 45o di laboratorium Hidrolika

Unnes cukup layak digunakan sebagai penelitian dengan nilai korelasi =

0,887.

4.1.2 Kehilangan energi yang didapatkan pada penelitian elbow 45o, lebih kecil

dibandingkan dengan elbow 90o. Semakin besar sudut pembelokan akan

semakin besar pula kehilangan energinya.

4.1.3 Kecepatan aliran air akan mempengaruhi besar tingkat kehilangan energi.

2. Saran

Penelitian ini sebaiknya dikembangkan lebih lanjut, misalnya dengan

menggunakan jaringan pipa PVC, sehingga dapat menggambarkan kehilangan

energi pada pipa PVC dan galvanis.

Page 44: Paper Hidrolika

DAFTAR PUSTAKA

Haliday, D. 1996. Fisika 2. Erlangga : Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hidrolika.

Soedradjat, S. 1983. Mekanika Fluida dan Hidrolika.Nova : Bandung.

Tim penyusun. 2008. Modul Praktikum Mekanika Fluida. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Welty, dkk. 2000. Dasar- Dasar Fenomena Transport Volume 1 Transfer Momentum Edisi ke-4. Erlangga: Jakarta.

Wihantoro. 2006. Fisika Dasar Universitas. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.