40
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat- Nya, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sebagai penyusun ucapkan kepada dr. Aida Fithrie, Sp.S sebagai pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama pelaksanaan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas makalah ini dengan senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, 25 Maret 2015 Penyusun ii

Paper Spondilitis Tb Renew

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tb spondilitis

Citation preview

KATA PENGANTARPuji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sebagai penyusun ucapkan kepada dr. Aida Fithrie, Sp.S sebagai pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama pelaksanaan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas makalah ini dengan senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari.Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 25 Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata PengantariiDaftar IsiiiiBab IPendahuluan1Bab II Tinjauan Pustaka22.1. Anatomi22.2. Definisi32.3.Etiologi32.4. Patofisiologi 42.5. Gambaran Klinis................................................................52.6. Pemeriksaan Penunjang 72.7. Gambaran Radiologis82.8. Staging182.9. Penatalaksanaan202.10. Komplikasi 212.11. Pencegahan212.12. Prognosis 22BAB III Kesimpulan 23Daftar Pustaka 24

i

1

BAB IPENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang 3 juta orang meninggal akibat penyakit ini.1 Tuberkulosis sering dijumpai di daerah dengan penduduk yang padat, sanitasi yang buruk dan malnutrisi.2 Walaupun manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini dapat mengenai organ apapun, seperti tulang,traktus genitourinarius dan sistem saraf pusat.3 Tuberkulosa tulang dan sendi merupakan 35% dari seluruh kasus tuberkulosa ekstrapulmonal dan paling sering melibatkan tulang belakang4, yaitu sekitar 50% dari seluruh kasus tuberkulosa tulang.5 Keterlibatan spinal biasanya merupakan akibat dari penyebaran hematogen dari lesi pulmonal ataupun dari infeksi pada sistem genitourinarius.6 Percival Pott pertama kali menguraikan tentang tuberkulosa pada kolumna spinalis pada tahun 1779. Destruksi pada diskus dan korpus vertebra yang berdekatan, kolapsnya elemen spinal dan kifosis berat dan progresif kemudian dikenal sebagai Potts disease.6 Walaupun begitu tuberkulosa spinal telah diidentifikasi pada mumi di Mesir sejak 3000 tahun sebelum masehi dengan lesi skeletal tipikal dan analisis DNA.7 Spondilitis tuberkulosa memiliki distribusi di seluruh dunia dengan prevalensi yang lebih besar pada negara berkembang. Tulang belakang adalah tempat keterlibatan tulang yang paling sering, yaitu 5-15% dari seluruh pasien dengan tuberkulosis.8 Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit yang dianggap paling berbahaya karena keterlibatan medula spinalis dapat menyebabkan gangguan neurologis. Daerah lumbal dan torakal merupakan daerah yang paling sering terlibat, sedangkan insidensi keterlibatan daerah servikal adalah 2-3%.9 Defisit neurologis pada spondilitis tuberkulosa terjadi akibat pembentukan abses dingin, jaringan granulasi, jaringan nekrotik dan sequestra dari tulang atau jaringan diskus intervertebralis, dan kadang-kadang trombosis vaskular dari arteri spinalis.10 Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit kronik dan lambat berkembang dengan gejala yang telah berlangsung lama. Riwayat penyakit dan gejala klinis pasien adalah hal yang penting, namun tidak selalu dapat diandalkan untuk diagnosis dini. Nyeri adalah gejala utama yang paling sering. Gejala sistemik muncul seiring dengan perkembangan penyakit. Nyeri punggung persisten dan lokal, keterbatasan mobilitas tulang belakang, demam dan komplikasi neurologis dapat muncul saat destruksi berlanjut. Gejala lainnya menggambarkan penyakit kronis, mencakup malaise, penurunan berat badan dan fatigue. Diagnosis biasanya tidak dicurigai pada pasien tanpa bukti tuberkulosa ekstraspinal. 6,10 Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa masih kontroversial; beberapa penulis menganjurkan pemberian obat-obatan saja, sementara yang lainnya merekomendasikan obat-obatan dengan intervensi bedah. Dekompresi agresif, pemberian obat anti tuberkulosis selama 9-12 bulan dan stabilisasi spinal dapat memaksimalkan terjaganya fungsi neurologis.9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Paru-paru adalah sepasang organ berbentuk kerucut di rongga toraks. Kedua paru dipisahkan oleh jantung dan struktur-struktur lain di mediastinum, yang membagi rongga toraks menjadi dua bilik secara anatomi. Setiap paru dilindungi oleh dua lapis membrane serosa yang disebut membrane pleura. Bagian superfisial, disebut pleura parietal, melapisi dinding dari rongga toraks; bagian dalam, pleura viseralis, melapisi dan melindungi organ paru-paru (Tortora & Derrickson, 2009).Paru-paru berlokasi di atas diafragma, sedikit superior dari klavikula dan berada di antara iga anterior dan iga posterior. Bagian inferior yang luas dari paru, the base, berbentuk konkaf dan berada di atas diafragma. Permukaan sempit di bagian atas dari paru disebut apeks. Permukaan lain dari paru berada di rongga toraks, pada permukaan kosta, berbentuk sama dengan permukaan kurvatura melengkung kosta. Permukan medial dari paru, mediastinum, terdapat hilum, melalui masing-masing bronkus, pembuluh limfa, perjalanan saraf masuk dan keluar. Struktur ini melekat dengan pleura dan jaringan ikat (Tortora & Derrickson, 2009).

Gambar 2.1.1. Paru-paru tampak dari anterior (Netter, 2006)

Gambar 2.1.2. Paru-paru tampak dari posterior (Netter, 2006)

2.2. DefinisiTumor jinak paru adalah perubahan pertama dari sel paru berupa metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia. Keadaan ini disebut masa pra kanker(Sylvia, 2004).Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker(Sylvia, 2004).

2.3. EtiologiMenurut Amin (2009), seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.Dari berbagai kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut (Amin, 2009).Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan menurut Amin (2009) adalah:1. Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti: abestos, radiasi ion pada pekerja tambang uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik, hidrokarbon, vinil klorida.2. Polusi udara3. GenetikTerdapat perubahan mutasi gen yang berperan dalam kanker paru, yakni: Proto oncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme4. Teori onkogenesisGen supresor tumor mengalami delesi/insersis yang dibantu oleh predisposisi inisiator, kemudian menjadi tumor yang dibantu oleh promotor. Akhirnya dari tumor/otonomi menjadi ekspansi/metastasis akibat adanya progresor. Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promotor progresor, dan rokok diketahui sangat berkaitan (terbesar) dengan terjadinya kanker paru.5. DietBeberapa penelitian menunjukkan, rendahnya konsumsi betakaroten, selenium, dan vitamin A meningkatkan resiko terkena kanker paru.

2.4. PatofisiologiDari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub-bronkus menyebabkan cilia hilang dari deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hiperplasia, dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan yang disebabkan oleh metaplasia, hiperplasia, dan displasia menembus ruang pleura, biasanya dapat timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi(Sylvia, 2004).Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, dinding esofagus, pericardium, otak, dan tulang rangka. (Sylvia, 2004)Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor (Sylvia, 2004).Initiasi agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang mampu bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan(Slamet, 2001).Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah (Slamet, 2001):1. Karsinoma epidermoid (sel skuamosa)Sel skuamosa umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.2. Karsinoma sel kecil (sel oat)Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial.3. Karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. 4. AdenokarsinomaSedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma, paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.

2.5.Gambaran KlinisPada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat (Amin, 2009):1. Lokal (tumor tumbuh setempat):a. Batuk baru atau lebih hebat pada batuk kronisb. Hemoptisisc. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napasd. Kadang terdapat kavitas seperti pada abses parue. Atelektasis2. Invasi lokal:a. Nyeri dadab. Dispnea karena efusi pleurac. Invasi ke perikardium : terjadi tamponade atau aritmiad. Sindrom vena cava superiore. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal reccurentg. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis3. Gejala penyakit metastasisa. Pada otak, tulang, hati, adrenalb. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)4. Sindrom Paraneoplastik, terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:a. Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demamb. Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasic. Hipertropi osteoartropatid. Neurologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifere. Neuromiopatif. Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)g. Dermatologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuhh. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)5. Asimtomatik dengan kelainan radiologisa. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologisb. Kelainan berupa nodul soliter

2.6. Pemeriksaan PenunjangSelain itu, diperlukan pula pemeriksaan penunjang untuk dignosis dari tumor paru, yaitu(Sylvia, 2004):1. Radiologi.a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.b. BronkhografiUntuk melihat tumor di percabangan bronkus.2. Laboratorium.a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDADapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).3. Histopatologi.a. BronkoskopiMemungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).b. Biopsi Trans Torakal (TTB)Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.c. Torakoskopi.Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopid. MediastinosopiUntuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibate. TorakotomiTorakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam prosedur non invasif dan dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.4. Pencitraan.a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

2.7. Gambaran Radiologis2.7.1.Pemeriksaan X-Raya. Tumor jinakTumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru, biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan keluhandan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru yang paling sering dijumpai adalah hamartoma. Yang lebih jarang adalah fibroma,kondroma,lipoma, hemangioma, dan lain-lain (Kusumawidjaja, 2013). HamartomaPertambahan besar dari tumor jinak berlangsung dengan sangat lambat, 90% ditemukan di perifer paru dan sering terdapat di beberapa bagian paru (multiple).Bentuk tumor bulat atau bergelombang dengan batas tegas.Biasanya ukuran kurang dari 4cm dan sering mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis atau gambaran pop corn.

Kondroma Perihilar KananUkuran tumor < 3cm, mempunyai batas yang tegas dan bentuk yang regular. Kalsifikasi bisa terlihat pada tumor jinak (Odonovan, 2007).

b. Tumor ganas paruPada pemeriksaan foto toraks, kelainan dapat dilihat apabila masa tumor berukuran > 1cm.Meskipun kadang-kadang tumor itu sendiri tidak terlihat tetapi kelainan sebagai akibat adanya tumor akan sangat dicurgai ke arah keganasan, misalnya kelainan emfisema setempat, atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor atau akibat bronkus terjepit dan pembesaran kelenjar hilus yang unilateral (Kusumawidjaja, 2005).Pada pemeriksaan foto toraks, tumor ganas mempunyai ukuran yang lebih besar yaitu > 3cm, batas yang tidak tegas dan bentuk yang irregular dan bisa bersifat difus. Kalsifikasi biasanya tidak terjadi dan adanya pleural reaction seperti pleural effusion (Odonovan, 2007). Karsinoma Bronkial SentralGambaran foto PA dan lateral dengan karsinoma bronkial sentral pada lapangan paru kanan(Odonovan, 2007).

Karsinoma bronkial dengan LimfadenopatiGambaran foto toraks dengan karsinoma bronkial pada lobus atas kiri (tanda panah) disertai pembesaran kelenjar getah bening parahilar kiri (panah berwarna hitam), sumber: Odonovan, 2007).

Perkembangan dari Karsinoma BronkialTerdapat masa pada suprahilar kanan pada gambar pertama, 2 bulan kemudian dilakukan foto ulang. Pada foto kedua terdapat peningkatan ukuran dari karsinoma yang didapati sebelumnya di foto pertama (Odonovan, 2007).

Adenokarsinoma dengan Infiltrat BilateralAdenokarsinoma yang memproduksi mukus dengan infiltrat bilateral yang difus (Odonovan, 2007).

Non-Small Cell Lung CancerEfusi pleura pada paru kiri (Odonovan, 2007).

Canon Ball MetastasesMetastasis yang pada umumnya berasal dari karsinoma sel ginjal, endometrium, dan prostat menunujukkan gambaran canon ball metastases (Odonovan, 2007).

Pemeriksaan untuk mendeteksi tumor paru dengan X-ray tidak direkomendasikan lagi karena telah dibuktikan tidak menurunkan angka kematian kanker paru. Hal ini karena rontgen dada tidak memadai untuk mendiagnosa kanker paru-paru pada tahap awal ketika masih lebih bisa diobati. Namun, pemeriksaan X-ray bisa digunakan untuk memantau hasil pengobatan kanker(Odonovan, 2007).

2.7.2.Pemeriksaan CT-ScanKelebihan CT scan dalam mendiagnosis tumor paru adalah dapat secara akurat menggambarkan karakteristik suatu nodul baik bentuk luarnya maupun bagian dalam sampai lesi yang berukuran kecil kurang dari 1 cm. CT scan lebih sensitif daripada pemeriksaan sputum dan foto toraks. Peranan CT scan dalam mendeteksi tumor paru yang dini serta menganalisis morfologi jinak dan ganas sangatlah besar. CT scan terbukti dapat mendeteksi tiga kali lebih tinggi stadium I kanker paru dibandingkan foto toraks (Mark, 2000). Kekurangan pemeriksaan CT scan adalah paparan radiasi yang tinggi, adanya kemungkinan positif palsu dalam penegakan diagnosa tumor paru, harga pemeriksaan yang relatif mahal (Mark, 2000).Tumor paru dapat berbentuk nodul ataupun massa. Dikatakan nodul jika diameternya kurang dari 3 cm, sedangkan yang lebih dari 3 cm disebut massa. Nodul yang berukuran lebih dari 2 cm biasanya maligna, hanya sekitar 50% nodul yang berukuran kurang dari 2 cm adalah maligna.Menurut Mark S (2000), tipikal gambaran CT pada lesi yang ganas adalah:1. ukurannya lebih dari 20 mm2. spiculated3. adanya kalsifikasi punctuate yang eksentrik4. dinding kavitasnya tebal > 10mm5. lesinya cepat tumbuh6. dengan kontras, enhancement lebih dari 15 HUKavitas sering dijumpai pada nodul yang maligna tapi suatu lesi yang jinak dan fokal seperti abses dapat juga membentuk kavitas.Karakteristik gambaran lesi jinak meliputi (SS Mark, 2000):1. ukuran lesi yang stabill selama paling sedikit 2 tahun dilihat dari foto toraks2. ukuran lesi kurang dari 20 mm3.tepinya halus/rata4. nodul dengan kalsifikasi di sentral, difus, lakunar5. tebal dinding kavitas < 10 mm6. dengan kontras, enhancement antara 10-15 HU

CT scan dengan kontras tampak paru kiri membesar dengan adanya massa dan hilus melebar.

CT scan axial thorax tampak tumor hilus pada paru kanan

Pada paru kanan tampak adanya nodul dengan ukuran 5mm

2.7.3.Pemeriksaan USGPemeriksaan ultrasonografi paru memiliki beberapa keuntungan yaitu bebas dari bahaya radiasi, portable, bersifat non-invasif dan biaya pemeriksaannya relatif murah. Kekurangan pemeriksaan ultrasonografi adalah hanya dapat mendeteksi tumor paru yang letaknya perifer dan kelainan di pleura. Tumor paru perifer dapat tampak pada pemeriksaan USG apabila tumor melekat pada pleura (Rumende, Martin C, 2012).Cara pemeriksaan USG adalah dengan melakukan penentuan frekuensi transduser sesuai dengan organ yang ingin divisualisasikan. Frekuensi rendah untuk melihat organ yang lebih dalam seperti rongga dada sedangkan untuk frekuensi tinggi untuk melihat pleura dan menggunakan transduser linear dengan frekuensi 7,5-10 MHz. Saat diperiksa, pasien dipersiapkan dalam posisi duduk dengan kedua tangan diletakkan pada kontralateral bahu atau diletakkan di belakang kepala. Untuk menjalankan pemeriksaan secara terperinci, pemeriksa, pasien, dan transduser dapat diposisikan secara fleksibel. Transduser dapat diletakkan pada beberapa lokasi di sekitar dinding dada tergantung abnormalitas pada lokasi yang ingin dievaluasi (Rumende, Martin C, 2012).Tumor pada pemeriksaan USG akan tampak hipoekoik dengan posterior acoustic enhancement dan ateletaksis parenkim paru. Invasi tumor paru pada pleura viseral dan rongga dada dapat tampak pada pemeriksaan pemeriksaan USG dengan resolusi tinggi dan lebih jelas tampak dibandingkan dengan pemeriksaan CT-scan. Apabila tumor tidak bergerak pada saat respirasi menandakan tumor telah menyebar sampai di luar pleura parietal (Rumende, Martin C, 2012). Tampak massa jaringan lunak berbentuk bulat di bawah diafragma yang terkompresi akibat tekanan dari lobus kanan hati. Pemeriksaan ultrasonografi ini menunjukkan massa pada pleura atau paru kanan, kemungkinan maligna.

2.7.4.Pemeriksaan MRIPencitraanMagnetic Resonance Image (MRI) merupakan salah satu cara pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, khusunya radiologi, yang menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnit tanpa menggunakan sinar X (Abdullah, 2013).Pemeriksaan ini menghasilkan gambar yang memungkinkan pemeriksa untuk melihat ukuran dan lokasi dari tumor paru-paru dan atau metastasis kanker paru-paru. MRI menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menghasilkan gambar detil dari tubuh. Sebuah media kontras dapat disuntikkan ke dalam vena pasien atau diberikan secara oral untuk memberikan detil yang lebih baik (American Society of Clinical Oncology, 2013). Scan MRI tidak bekerja dengan baik untuk mengambil gambar dari bagian tubuh yang bergerak seperti paru-paru, yang bergerak dengan setiap napas yang diambil. Oleh karena itu, scan MRI jarang digunakan untuk melihat paru-paru (American Society of Clinical Oncology, 2013). Selain itu pemeriksaan MRI juga mahal, waktu pemeriksaan cukup lama, pasien yang mengandung metal tak dapat diperiksa, serta pasien dengan claustrofobi perlu dianestesi umum (Abdullah, 2013). Namun, mungkin akan membantu untuk menemukan kanker paru-paru yang telah menyebar ke otak (American Society of Clinical Oncology, 2013).Berikut adalah istilah pada MRI menurut Hiroshi et. al. (2003): TR : repetition time (waktu antara dua pulsa berturut-turut yang diterapkan pada slice yang sama). TR mengontrol karakteristik kontras gambar. TE : echo time (pulsa awal dan puncak sinyal echo) T1 : waktu yang konstan bahwa magnetisasi longitudinal kembali menuju keseimbangan setelah RF eksitasi. T2 : waktu yang konstan bahwa magnetisasi transversal meluruh menuju nol setelah RF eksitasi. T1 weighted image: mewakili citra kontras karena perbedaan waktu relaksasi T1. T1 weighted image dibuat dengan menggunakan TR dan TE pendek. T2 weighted image: mewakili citra kontras karena perbedaan waktu relaksasi T2. T2 weighted image dibuat dengan menggunakan TR dan TE panjang.

Berikut massa yang mungkin tampak pada pemeriksaan Magnetic Resonance Image (MRI) pada tumor paru: Tampak massa di potongan koronal T2-weighted MRI pada paru kanan menunjukkan tumor dengan intensitas signal rendah dan atelektasis dengan intensitas signal tinggi pada lobus kanan bawah dari paru (a). Pada potongan aksial T2-weighted MRI menunjukkan penebalan pleura pada tanda panah (b). Pada potongan axial diffusion-MRI menunjukkan tumor (tanda panah) dan penebalan pleura (c). sumber: Hochheger, 2012.

Perbandingan antara CT-scan dan MRI. CT-scan aksial menunjukkan nodul paru, dengan batas lobulated, pada lobur bawah kiri paru (a). T2-weighted MRI pada level yang sama menunjukkan sinyal intensitas tinggi pada lesi (b). sumber: Hochheger, 2012.

2.7.5.Pemeriksaan Bone ScanningPemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang. Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) ke tulang dilaporkan sebesar 15% (Amin, 2009).

2.8.Staging Tumor ParuStagingTumor Paru diadaptasi dari guideline terbaru, yaitu 7th Edition of TNM in Lung Cancer of The International Association for The Study of Lung Cancer (IASLC) Staging Comitee pada tahun 2009. Berikut ini komponen klasifikasi dari klasifikasi TNM kanker paru (Zijistra, I., et. al., 2010):Komponen Klasifikasi

T Tumor T1 T1a: 2 cm T1b: > 2 cm tetapi 3 cm Tumor T2 T2a: > 3 cm tetapi 5 cm T2b: > 5 cm tetapi 7 cm Tumor T3tumor > 7 cm atau: invasi langsung ke: dinding dada, difragma, nervus frenikus, pleura mediastinal, perikardium parietal, bronkus utama atelektasis atau penumonitis obstruktif keseluruhan paru. nodul tumor yang terpisah pada lobus yang sama Tumor T4tumor dengan ukuran apapun yang menginvasi mediastinum, jantung, pembuluh darah vena besar, nervus laringeal rekuren, esofagus, korpus vertebra, carina, atau dengan nodul tumor terpisah pada lobus berlawanan.

N N1nodus peribronkial ipsilateral dan/atau nodus limfa hilum ipisilateral dan nodus intrapulmonal N2nodus mediastinum ipsilateral dan/atau nodus limfa subcarina N3nodus limfa mediastinum kontralateral, hilum kontralateral atau supraklavikular kontralateral

M M1anodul paru kontralateral dan diseminasi pleura M1bmetastasis dekat

Berikut adalah klasifikasi TNM kanker paru (Zijistra, I., et. al., 2010):T1aT1bT2aT2bT3T4

N0IAIBIIAIIBIIIA

N1IIAIIAIIBIIIAIIIA

N2IIIAIIIAIIIAIIIB

N3IIIAIIIAIIIAIIIB

2.9.Penatalaksanaan2.9.1.Pembedahan Pembedahan pada tumor paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total beserta kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita tumor ataupun kanker paru dapat menjadi lebih baik. Pembedahan untuk mengobati tumor paru dapat dilakukan dengan cara : 1. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal. 2. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru. 3. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.Para ahli medis memperkirakan bahwa antara 10% dan 35% dari semua kanker paru-paru dapat diangkat melalui pembedahan.

2.9.2. RadioterapiRadioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada non small cell lung cancer (NSCLC) stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan. Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi.

2.9.3. Kemoterapi Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan pada small cell lung cancer (SCLC) atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi. Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih.Efek samping dari pengobatan ini biasanya mual, muntah, sariawan, rambut rontok dan kehilangan nafsu makan.

2.10.KomplikasiKomplikasi yang umum terjadi pada tumor paru antara lain: hiperkalsemia (tingginya kadar kalsium). perdarahan setelah dilakukan biopsi terkadang terjadi penekanan pada korda spinalis. Jika terjadi hal ini, maka segera berikan kortikosteroid.Selain itu semua, komplikasi lain yang terjadi bisa akibat dari kemoterapi, misalnya: neutropenia (kekurangan neutrofil) gagal ginjal akibat dampak dari cisplatin kekurangan magnesium, juga efek samping dari cisplatin.Komplikasi yang tidak jarang terjadi adalah kematian sebagai akibat sesudah terapi pembedahan.

2.11.PencegahanKarena merokok merupakan penyebab utama kanker paru maka pencegahan utama yang dapat dilakukan adalah tidak merokok. Bagi anda yang mungkin sudah terlanjur merokok ataupun perokok aktif, ada baiknya jika anda segera menghentikan kebiasaan anda.Peran pemerintah juga sangat dibutuhkan disini. Misalnya tentang edukasi publik mengenai bahaya merokok, membuat larangan merokok pada area-area tertentu, dan meningkatkan pajak tembakau.

2.12.PrognosisMenurut IASLC (Rami-Porta, R., et.al., 2009), klasifikasi TNM kanker paru menjadi penentu prognosis dari kanker paru. Five-year survival rates menurut stage klinis edisi ke-7 adalah IA 50%, IB 47%, IIA 36%, IIB 26%, IIIA 19%, IIIB7%, dan IV 2%.

BAB IIIKESIMPULAN

Tumor jinak paru adalah perubahan pertama dari sel paru berupa metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia. Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Pemeriksaan awal sederhana yang mendeteksi adanya kanker paru dapat diperoleh dari foto toraks posterior anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada (CT-scan).Pada pemeriksaan foto toraks, tumor jinak paru yang paling sering dijumpai adalah hamartoma.Yang lebih jarang adalah fibroma,kondroma,lipoma, hemangioma, dan lain-lain.Tumor ganas paru menunjukkan gambaran pemeriksaan foto toraks berupa atelektasis, nodul, dan perselubungan dengan destruksi tulang sekitarnya. Pada pemeriksaan CT-scan digunakan untuk menilai nodul paru dengan ukuran lesi, tepi lesi, serta tebalnya kavitas dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu dalam upaya diagnosis berbagai kelainan pleura dan paru yang letaknya perifer. Scan MRI tidak bekerja dengan baik untuk mengambil gambar dari bagian tubuh yang bergerak seperti paru-paru. Pemeriksaan bone scanning diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang.Selain itu dilakukan pula pemeriksaan non-radiologis untuk menegakkan diagnosa tumor paru dan staging tumor.StagingTumor Paru diadaptasi dari guideline terbaru, yaitu 7th Edition of TNM in Lung Cancer of The International Association for The Study of Lung Cancer (IASLC) Staging Comitee pada tahun 2009. Penatalaksanaan tumor paru yang dilakukan adalah pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi berdasarkan stage dan jenis dari tumor paru. Pencegahan utama yang dapat dilakukan adalah tidak merokok dikarenakan merokok merupakan penyebab utama kanker paru. Prognosis kanker paru ditentukan berdasarkan stage TNM kanker paru.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A.A., 2013. Pencitraan Resonansi Magnetik, dalam: Rasad, Sjahriar,2013. Radiologi Diagnostik, Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 591-611.

American Society of Clinical Oncology, 2013. Lung Cancer. di unduh dari: www.cancer.net (Diakses pada tanggal 3 Juni 2014)

Amin. 2009. Kanker Paru, dalam: Sudoyo, A.W., dkk.,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Hiroshi Y, Philipp M, Schletweg, Katsumi K, 2003. Magnetic Resonance Imaging. Elsevier health, h 46.

Hochheger Bruno. Magnetic resonance of the lung: a step forward in the study of lung disease. J Bras Pneumol 2012; 38 (1): 45-48.

Kusumawidjaja, K., 2013. Tumor Jinak Paru, dalam: Rasad, Sjahriar, 2013. Radiologi Diagnostik, Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 145-147.

Kusumawidjaja, K., 2013. Tumor Ganas Paru, dalam: Rasad, Sjahriar, 2013. Radiologi Diagnostik, Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 148-159.

Netter, F, 2006. Color Netter Atlas of Human Anatomy. USA: Elsevier.

Peter B.Odonovan, MD, The Radiologic Appearance of Lung Cancer; Oncology, September 01, 2007.di unduh dari:http://www.lung.org/lung-disease/lung-cancer/learning-more-about-lung-cancer/diagnosing-lung-cancer/screening-for-lung-cancer.html(Diakses pada tanggal 3 Juni 2014)

Price, Sylvia, 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC.

Rami-Porta, R., Crowley, J.J., Goldstraw, P., 2009. The Revised TNM Staging System for Lung Cancer. Ann Thorac Cardiovasc Surg; 15(1): No. 4-9

Rumende, Martin C. The role of ultrasonography in the management of lung and pleural disease. Acta Med Indones 2012; 44(2): 175-180.

Suyono, Slamet, 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

SS Mark. 2000.Early lung cancer detection-screening and diagnostic work up by multisicle spiral chest CT. Jakarta: Radiology Medical Group.

Tortora, G.J, Derrickson, B, 2009. Principles of Anatomy and Physiology, Twelfth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Zijistra, I., Delden, O., Schaefer-Prokop, C. Smithuis, R., 2010. Lung Cancer New TNM. di unduh dari: http://www.radiologyassistant.nl/en/p42459cff38f02/lung-cancer-new-tnm.html (Diakses pada tanggal 3 Juni 2014).