Upload
riris-arizka-wahyu-kumala
View
197
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
PAPIL EDEMA
Papilledema adalah suatu pembengkakan discus saraf optik sebagai akibat seunder dari
peningkatan tekanan intrakranial. Berbeda dengan penyabab lain dari pembengkakan discus saraf
optik, pengelihatan biasanya masih cukup baik pada papilledema akut. Papilledema hampIr
selalu timbul sebagai fenomena bilateral dan dapat berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa minggu. Istilah ini tidak dapat digunakan untuk menggambarkan pembengkakan discus
saraf optik yang disebabkan oleh kare na infeksi,infiltrative, atau peradangan.
DEFINISI
Edema discus saraf optic, biasanya bilateral, yang disebabkan oelh karena peningkatan tekanan
intrakranial.
PATOFISIOLOGI
Pembengkakkan discus saraf optik pada papilledema disebabkan oleh karena tertahannya aliran
axoplasmic dengan edema intra-axonal pada daerah discus saraf optik. Ruang subarachnoid pada
otak dilanjutkan langsung dengan pembungkas saraf optik. Oleh karenanya, jika tekanan cairan
cerebrospinal (LCS) meningkat, maka tekanannya akan diteruskan ke saraf optik, dan
pembungkus saraf optic bekerja sebagai suatu tourniquet untuk impede transport axoplasmik.
Hal ini menyebabkan penumpukan material di daerah lamina cribrosa, menyebabkan
pembengkakan yang khas pada saraf kepala. Papilledema dapat tidak terjadi pada kasus sebelum
terjadinya optic atrophy. Pada kasus ini ketiadaan papil edema sepertinya adalah sebagai akibat
sekunder terhadap penurunanjumlah serabut saraf yang aktif secara fisiologis.
ETIOLOGI
o Setiap tumor atau space-occupying lesions (SOL) pada SSP
o Hipertensi intrakranial idiopatik
o Penurunan resorbsi LCS (cth, thrombosis sinus venosus, proses peradangan, meningitis,
perdarahan subarachnoid)
o Peningkatan produksi LCS (tumor)
o Obstruksi pada sistem ventrikularo Edema serebri/encephalitis
oCraniosynostosis
KLINIS
Anamnesis
Kebanyakan gejala yang terjadi pada pasien dengan papilledema adalah aibat sekunder dari
peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya.
Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial secara karakteristik
emmburuk ketika bangun tidur, dan dieksaserbasi oleh batuk dan jenis manuver Valsava
lainnya.
Mual dan muntah: jika peningkatan tekanan intrakranialnya parah, mual dan muntah
dapat terjadi. Ini selanjutnya dapat diserai denan kehilangan kesadaran, dilatasi pupil, dan
bahkan kematian
Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut dapat terjadi:
o Beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya pengelihatan
memudar keabu-abuan pada penglihatan, terutama ketika bangun dari posisi
duduk atau berbaring).
o Pengelihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang, dan penurunan persepsi
warna dapat terjadi
o Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh terjadi
o Tajam pengelihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada penyakit yang sudah
lanjut.
Pemeriksaan Fisik
Riwayat penyakit pasien harus diselidiki, dan pemeriksaan fisik, termasuk tanda vital,
harus dilakukan. Terlebih lagi, tekanan darah harus diperiksa untuk menyingkirkan
hipertensi maligna
Pasien harus diperiksa akan adanya gangguan neurologis dan penyakit yang berhubungan
dengan demam
Tajam pengelihatan, pengelihatan warna, dan pemeriksaan pupil seharusnya normal.
Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi abduksi sebagai akibat
sekunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang dapat ditemukan berkaitan
dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk menemukan
tanda-tanda berikut:
o Manifestasi awal
Hiperemia diskus
Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi dengan
pemeriksaan slit lamp biomicroscopy yang cermat dan oftalmoskopi
langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari diskus. Tanda kunci
terjadi ketika edema lapisan serabut saraf mulai menghambat pembuluh
darah peripapiler.
Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah denan
cahaya bebas merah (hijau)
Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu dapat
menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari 200 mm air
o Manifestasi lanjut
Jika papilledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut saraf
akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara kasar terlihat
terangkat
Terjadi sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler menjadi lebih jelas,
diikui dengan eksudat dan cotton-wool spots
Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau, terkadang,
membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton lines. Lipatan
Choroidal juga dapat ditemukan
o Manifestasi kronis
Jika papilledema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus
perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat pada
diskus yang sudah hilang central cup-nya.
Seiring dengan waktu, disus dapat mengembangkan deposit kristalin yang
mengkilat (disc pseudodrusen)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah biasanya tidak membantu dalam diagnosis papilledema.
Jika diagnosis meragukan, hitung darah lengkap, gula darah, angiotensin-converting
enzyme (ACE), Laju endap darh (LED), dan serologi sifilis dapat membantu dalam
emnemukan tanda-tanda penyakit infeksi, metabolik, atau peradangan.
Pemeriksaan Radiologi
o Neuroimaging segera (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan dalam
usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.
o Fluorescen angiography dapat digunakan untuk mebantu menegakkan diagnosis.
Papilledema akut menunjukkan peningkatan dilatasi kapiler peripapillar dengan
kebocoran lanjut pada kontras.
Pemeriksaan Lain
o Perimetri
Lapang pandang harus diperiksa. Umumnya menunjukkan pembesaran titik buta.
Pada edema diksus yang ekstrim, suatu “pseudo“ hemianopsia bitemporal dapat
terlihat.
Pada papilledema kronis, pembatasan lapang pandang, terutama daerah inferior,
secaar bertahap dapat terjadi, ang selanjutnya dapat memburuk menjadi
kehilangan pengelihaan sentral dan kebutaan total.
o Fotografi warna Stereo pada diskus optikus berguna untuk mendokumentasikan
perubahan yang terjadi.
PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Terapi, baik secara medis ataupun bedah, diarahkan kepada proses patologis yang
mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler. Terapi spesifik harus diarahkan
kepada lesi massa yang mendasarinya jika ditemukan.
Diuretik: obat carbonic anhydrase inhibitor, acetazolamide (Diamox), dapat berguna pada
kasus tertentu, terutama pada kasus-kasus hipertensi intrakranial idiopatik. (pada
keberadaan trombosis sinus venosus, diuretik dikontraindikasikan. Pada keadaan ini,
evaluasi oleh seorang ahli hematologis direkomendasikan).
Penurunan berat badan direkomendasikan pada kasus hipertensi intrakranial idiopatik.
Kortikosteroid mungkin efektif dalam kasus yang berkaitan dengan keadaan peradangan
(ch, sarcoidosis).
Pembedahan
Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat. Lumboperitoneal shunt atau
ventriculoperitoneal shunt dapat digunakan untuk memintas LCS.
Dekompesi selubung saraf optik dapat dilakukan untuk mengurangi pemburukan gejala
okuler dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol dengan obat-
obatan. Prosedur ini kemungkinan tidak akan menghilangkan sakit kepala persisten yang
terjadi.
Diet
pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli diet dalam kasus hipertensi intrakranial
idiopatik mungkin diperlukan.
PAPIL ATROFI
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai papil berwarna
pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan selubung myelin nervus optikus
dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan
tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari suatu proses
yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi
papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan diagnosis yang
cermat dan tepat sehingga dapat segera tertangani.
I. ATROFI NERVUS OPTIKUS
Terdapat dua macam atrofi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan atrofi optik
heredodegeneratif (kongenital).
A. Definisi
Atrofi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia.
B. Etiologi
1. oklusi vaskular
2. proses degenerasi
3. pasca papil edema
4. pasca neuritis optik
5. pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun
6. glaukoma
7. gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus
8. intoksikasi
9. kelainan kongenital
10. trauma
11. degenerasi retina
C. Klasifikasi
1. Papil atrofi primer
terjadi akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber
klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak lamina kribosa pada
dasar ekskavasio
2. Papil atrofi sekunder
terjadi akibat peradangan akut saraf optik yang berakhir dengan proses degenerasi.
Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa tidak tampak.
D. Patofisiologi
Beberapa jenis gangguan lapang pandang yang timbul baik altitudinal, sektoral, ataupun
temporal bisa menjadi petunjuk dari patogenesa dan lokasi penyakit.
Pada fase awal papil kehilangan warna merahnya dan isinya perlahan-lahan menghilang
sehingga meninggalkan gambaran cekungan dangkal dan pucat yang merupakan gambaran dari
lamina cribrosa. Pada fase lanjut pembuluh darah retina dengan ukuran normal masih tampak
muncul dari bagian tengah papil yang pucat. Pada sebagian besar kasus perubahan menuju atrofi
tidak menimbulkan perubahan yang berarti pada cup papil.
Pada fase lanjut tanda-tanda atrofi yang muncul antara lain menipisnya berkas serabut
saraf di daerah arkuata, reflek cahaya yang meningkat di sekitar pembuluh darah
retina,penurunan caliber pembuluh darah retina, dan papil yang pucat degan gambaran kapiler-
kapiler pada papil yang sulit dilihat.
E. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda atrofi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang mendasari. Gejala dan
tanda umum adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Gangguan persepsi warna
3. Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.
Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik buta fisiologik dapat
menyebabkan:
o Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf optik,
dan oklusi arteri retina sentral
o Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
o Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua
mata, khas pada kelainan kiasma optik, meningitis basal, kelainan sphenoid dan
trauma kiasma
o Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan bagian
temporal kiasma optik kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder akibat
TIK meninggi.
o Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
o Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua
mata, pada lesi temporal
o Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat
terjadi pada iskemik optik neuropati, kerusakan saraf optik, kiasma dan kelainan
korteks .
F. DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menentukan ada tidaknya riwayat kondisi yang sama dalam
keluarga. Selain itu pada anamnesis juga ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan
tertentu dan riwayat keracunan.
Pemeriksaan lintas visual
1. Pemeriksaan visus, baik visus sentral jauh maupun sentral dekat dengan usaha
koreksi sebaik mungkin (Snellen Chart)
2. Pemeriksaan lapangan pandang baik dengan cara yang paling sederhana atau
dengan alat yang canggih misalnya :
a. Uji konfrontasi
b. Pengujian dengan perimeter Goldmann
• Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien
• Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda
digerakkan dari perifer ke sentral.
• Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat
ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya
• Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien.
c. Pemeriksaan persepsi warna, bisa dilakukan dengan uji ishikara
d. Pemeriksaan refleks pupil
e. Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil pucat
bisa dengan batas tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar,
cekung, atau menonjol)
II. 2. ATROFI OPTIK HEREDODEGENERATIF
A. Definisi
Atrofi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus sentral bilateral simetris yang
berlangsung pelan-pelan.
B. Klasifikasi
1. Atrofi Optik Dominan
Atrofi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer, Pewarisannya dominan autosom
C. Gejala :
Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada skrining hanya
ditemukan penurunan ketajaman mata yang ringan.
Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun
Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan penglihatan warna.
Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak
D. Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai 20/70. Jarang sampai
20/200. (penyakit dominan memang biasanya lebih ringan daripada penyakit resesif).
o Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang pandang perifernya
biasanya normal.
o Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus optikus, ekskavasio
sektoral temporal dan penipisan berkas serabut saraf, sesekali terlihat cupping diskus
yang ringan
o Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)
E. Diagnosis :
• Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.
• Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3
• Kelainan ini dapat berhubungan dengan tuli progresif atau congenital atau dengan
ataksia, tetapi jarang terjadi.
2. Atrofi Optik Resesif
Atrofi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga disebut atrofi optik
kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun. Gangguan visusnya biasanya berat,
kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus optikusnya pucat dan terjadi pengecilan pembuluh
darah. Atrofi optik juga bisa merupakan bagian dari sindroma yang lebih luas. Dapat disertai
penurunan pendengaran progresif, kuadriplegia spastik dan demensia. Sindrom Wolfram
(insipidus juvenilis, diabetes melitus, atrofi optik, dan tuli) bisa juga menyertai. Diabetes
juvenilis disertai atrofi optik yang kepucatan diskus optikusnya sebanding dengan beratnya atrofi
optik.
III. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan neuritis optikus dengan kortikosteroid hingga saat ini masih kontroversial.
Sedangkan penatalaksanaan atrofi papil saraf optikus karena penyebab yang lain tergantung pada
penyakit yang mendasari.
IV. PENCEGAHAN
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata teratur, terutama
bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya inflamasi atau
masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi karena intervensi yang dapat
segera diambil. Sedangkan pada mereka yang secara genetik berisiko menderita Leber’s
hereditary optic neuropathy, disarankan untuk mengkonsumsi vitamin C, vitamin E, coenzyme
Q10, atau anti oksidan lainnya; serta menghindari konsumsi tembakau dan alkohol. Menghindari
paparan terhadap zat beracun dan mencegah malnutrisi juga dapat menjauhkan kemungkinan
terjadinya neuritis optikus toksik atau nutrisional.
Daftar pustaka
Indraswati, Erni. Syhartono, Gatot. 2008. Sindroma Foster Kennedy. Jurnal Oftalmology
Indonesia. Hal 92-103.
Vaughan, Daniel G. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya Medika: Jakarta.
Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Yogiantoro, et al. 2006. Papil Atrofi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata Edisi
III. Surabaya: RSU Dokter Soetomo. Hal: 54-55.