19
Partisipasi Anak-Anak Dalam Situasi Konflik dan Bencana PAT PRIDMORE PRIYA COOMARASWAMY, VESNA DEJANOVIC 221

Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Partisipasi Anak-anak dalam Situasi Bencana

Citation preview

Page 1: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Partisipasi Anak-Anak Dalam Situasi

Konflik dan Bencana

PAT PRIDMORE PRIYA COOMARASWAMY, VESNA DEJANOVIC

221

Page 2: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Ikhtisar Bagian ini mencoba mengeksplorasi apa makna partisipasi bagi kehidupan anak-anak, terutama mereka yang hidupnya mengalami kesulitan akibat kondisi sosial, ekonomi, ketidakstabilan politik, dan situasi perang. Beragamnya persoalan di atas menandakan bahwa situasi darurat itu tidak homogen, tetapi bersifat dinamis dengan naik turunnya intensitas krisis, sehingga untuk melaluinya diperlukan banyak pendekatan yang berfokus pada anak-anak. Situasi tersebut memerlukan identifikasi strategi tertentu untuk membangun kepercayaan dan mendorong kemampuan untuk maju dalam diri anak-anak. Segala kesempatan yang ada harus digunakan untuk melakukan perubahan positif di tengah situasi krisis. Studi kasus dari Srilanka, Yugoslavia, dan beberapa bagian Afrika menunjukkan bagaimana desain program dan implementasi pendekatan yang berfokus pada anak-anak itu diterapkan. Mereka menegaskan, meskipun dalam situasi krisis, suatu kemajuan dapat dicapai jika model pendekatan Barat yang paternalistik dan memperlakukan anak-anak semata-mata sebagai korban ditolak dan digantikan dengan suatu model yang menerima anak-anak sebagai aktor perubahan sosial. Studi-studi kasus dalam bab ini mengilustrasikan bahwa situasi krisis dapat melahirkan banyak kesempatan untuk melakukan perubahan positif, di samping usaha-usaha mencapai reintegrasi kultural. Issu-issu penting yang dibahas dalam bab ini adalah:

♦ Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup dan bergembira pada anak-anak yang hidup dalam kesengsaraan

♦ Situasi keamanan dapat menghalangi interaksi yang lebih luas dengan anak-anak, meskipun demikian harus ada alasan yang kuat untuk meningkatkan tingkat partisipasi anak-anak dalam desain, dan implementasi program.

♦ Meskipun dalam situasi krisis, sebuah perubahan dapat dilakukan dengan melalui cara-cara yang fleksibel, menumbuhkan pemikiran tentang realitas situasi yang ada, dan memperkirakan pada tahap-tahap apa anak-anak dapat berpartisipasi.

♦ Perhatian terhadap pemberian informasi seputar pertimbangan etika budaya dan menyediakan bantuan yang cukup bagi anak-anak yang mengalami trauma, sangatlah penting untuk dilakukan.

♦ Pemantauan dengan seksama bagaimana partisipasi mempengaruhi beban kerja anak-anak merupakan sebuah kebutuhan.

♦ Metode “Participatory Learning and Action” (PLA) dapat berperan membantu menghindari komentar-komentar yang dapat membangkitkan kecurigaan. Melibatkan anak-anak dalam proses perekaman, berbagi sejarah pengalaman hidup mereka, dan menemukan cara-cara untuk menumbuhkan masa depan mereka menjadi sangat berguna.

♦ Program yang mendorong keberanian anak dan menanggulangi ketidakmampuan anak diperlukan untuk mencapai partisipasi anak-anak. Partisipasi ini dapat menjadi tujuan sekaligua cara untuk menciptakan kesempatan supaya pandangan anak-anak itu didengar, dihargai, dan diperhitungkan. Sebagai langkah awal untuk mencapai hal itu adalah dengan mendorong orang-orang dewasa untuk mendengarkan suara anak-anak.

♦ Hasil yang akan diraih akan optmal apabila lembaga-lembaga yang bekerja dengan anak-anak dapat bersatu dan saling bekerja sama dalam menerapkan konsep keterlibatan anak-anak serta mengembangkan relasi antar anak.

♦ Kemungkinan yang paling baik adalah menghindari implikasi politik dari pemberdayaan anak-anak dan mulai mempresentasikan apa keuntungan dari partisipasi mereka bagi anak-anak sendiri dan orang dewasa. Kemudian berusaha membuat supaya relasi antar anak itu relevan bagi kebutuhan mereka.

222

Page 3: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Meskipun kekacauan yang dialami anak-anak dalam situasi krisis sangat besar, partisipasi anak-anak dalam situasi tersebut tetap menjadi wilayah yang tidak boleh diabaikan. Menjadi sangat beralasan untuk mempertanyakan apakah partisipasi anak-anak mempunyai peran untuk bermain dalam situasi krisis, dimana seluruh perhatian lebih dicurahkan pada usaha untuk bertahan hidup. Bagaimana pun, seperti yang akan kita lihat dalam studi kasus pada bab ini, situasi krisis seringkali berlarut-larut dan selama berbulan-bulan tingkat kematiannya tetap atau semakin tinggi saja. Di bawah tekanan situasi yang seperti ini, biasanya diasumsikan bahwa pendekatan tradisional yang top-down dan mempunyai fokus yang terbatas dalam memberikan bantuan adalah strategi yang paling mungkin dilakukan, meskipun penelitian menunjukkan bahwa model pendekatan ini tidak menyelesaikan persoalan secara mendasar (Baric, 1996:17). Terlebih dalam situasi krisis, pendekatan yang seperti ini bisa saja melakukan kesalahan karena dapat meruntuhkan potensi dan kapasitas individu serta komunitas untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian masalah (Ferron and Pridmore, 1998). Muecke (1992) menunjukkan bagaimana perspektif pendekatan-pendekatan charity yang digunakan cenderung memandang anak-anak sebagai korban, bukan sebagai orang yang mampu menyelamatkan diri. Hal ini mengejutkan mengingat kenyataan terjadinya krisis seringkali membuktikan bahwa ternyata anak-anak justru lahir menjadi kepala rumah tangga. Mereka menjadi aktor sosial yang penting dimana harus bertanggungjawab tidak saja demi kelangsungan hidup mereka sendiri tapi juga demi saudara-saudara kandung mereka. Baden (1997) merefleksikan bahwa setelah situasi konflik di Mozambique, dibutuhkan kebijakan dan perencanaan program yang dapat meningkatkan pemahaman rakyat sebagai agen aktif dalam merespon konflik, bukan hanya sekedar pasif mengikuti dampak krisis dalam kehidupan mereka. Van Damme (1995: 361) berkata bahwa cara pemindahan kamp-kamp pengungsi selama ini telah mendorong orang menjadi pasif dan kehilangan kemerdekaan sehingga menimbulkan rasa tidak berdaya. Pada masa sekarang ini telah ada kebutuhan untuk mengadaptasi lebih banyak lagi pendekatan yang berfokus pada manusia, bukan pada penanganan bencananya, untuk lebih meningkatkan partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aksi yang akan berpengaruh pada kesadaran mereka (Cuny, 1994; Walker, 1996). Meskipun ada kehendak untuk melakukan perbaikan dalam situasi bencna atau krisis, para relawan biasanya mengabaikan kekuatan masyarakat untuk membangun dan memperbaiki situasi dan hidup mereka sendiri. Sebuah perdebatan telah dimulai di antara beberapa organisasi pemberi bantuan tentang etika pelaksanaan untuk membantu anak-anak di wilayah konflik. Dalam situasi yang penuh kekalutan sebenarnya ada semangat yang semakin besar untuk membagi pengalaman bersama dan membangun kerangka penyelesaian dan perbaikan secara bersama-sama. Tulisan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi kontribusi pada perdebatan di atas, dengan merepresentasikan studi kasus inovasi dan perubahan dalam merespon kebutuhan partisipasi anak-anak yang semakin meningkat dalam penyelesaian konflik atau bencana. Membangun Kepercayaan, Membangkitkan Kegembiraan, dan Daya Hidup

Baden (1997) menyoroti bahwa konflik ternyata dapat meningkatkan penyiksaan dan pengabaian terhadap anak-anak, misalnya yang dialami oleh anak-anak pekerja seks dan pengemis. Trauma yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dapat memberi efek yang dalam dan panjang terhadap perkembangan psikososial anak-anak ini. Demikian juga fakta tentang kerapuhan anak-anak terhadap krisis dan bencana telah teridentifikasi (Garbarino and Bedard, 1996; Jensen, 1996). Ditemukan bahwa trauma dapat menyebabkan pemahaman anak-anak akan makna dan tujuan hidup serta pembentukan identitas yang sehat menjadi rusak. Seperti yang dikatakan oleh Jensen (1996:418): “pembentukan identitas yang sehat hanya dapat dibangun dengan landasan kepercayaan dan rasa aman, serta landasan sosial yang kuat bagi pembangunan personal maupun kolektif”. Ketika trauma telah menghancurkan perasaan anak-anak akan kepercayaan di dunia ini, maka langkah pertama yang perlu dilakukan dalam proses pemulihan adalah melibatkan anak-anak dalam aktivitas sosial dan budaya sehingga dapat memulihkan rasa percaya dan identitas diri yang mendasar. Dalam beberapa masyarakat tradisional ada berbagai macam ritual seperti tarian pengobatan, lingkaran penyembuhan, atau dialog dengan orang-orang tua yang dapat meningkatkan

223

Page 4: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

proses pemulihan. Kita perlu mengeksplorasi dan mengadaptasi strategi-strategi alternatif lebih banyak lagi. Bagaimanapun, perlu ditekankan bahwa membangun kepercayaan antara orang-orang dewasa dan anak-anak memerlukan waktu dan membutuhkan orang-orang dewasa yang memiliki kemampuan khusus untuk mendengarkan anak-anak, berempati, dan menghargai pandangan-pandangan mereka. Ini memerlukan pelatihan para pekerja lapangan atau relawan yang intensif yang berkesinambungan untuk meningkatkan sensitifitas dan kemampuannya dalam merespon persoalan. Melibatkan anak-anak dalam proses eksplorasi dengan cara membagi sejarah pengalaman hidup mereka dan menemukan jalan untuk menumbuhkan masa depan mereka sendiri, dapat sangat berguna dalam situasi krisis. Pendekatan ini berdasarkan pada perspektif yang dikembangkan oleh Frankl (1993) dalam karya klasiknya Man’s Search for Meaning. Cohler (1991) berpendapat bahwa kita dapat melihat kebenaran perspektif ini dari fakta-fakta yang menghubungkan kemampuan untuk bercerita secara logis serta pengalaman hidup yang bermakna dengan variabel-variabel penting dari daya hidup yang ditunjukkan oleh anak-anak yang hidup dalam kemalangan. Lebih jauh lagi Garbarino dan Bedard (1996: 469) mengatakan bahwa bukti-bukti tersebut memperkuat fakta bahwa bangkitnya kemampuan anak-anak dan remaja adalah landasan yang paling penting bagi pulihnya daya hidup dan kegembiraan. Sikap Positif Di masyarakat saat-saat krisis dapat mempengaruhi perubahan kultural yang cepat dan di sisi lain hal tersebut ternyata juga melahirkan kesempatan perubahan yang positif. Hal ini dibuktikan oleh Jensen (1996:420) yang mengatakan bahwa: “dalam krisis kita tidak hanya menjadi saksi sebuah organisasi militer yang brutal, prasangka-prasangka buruk, mobilisasi rasa benci, dan sebagainya, tapi kita juga dapat menjadi saksi mobilisasi rasa peduli, rasa cinta, pengorbanan, dan solidaritas. Di sinilah kemudian terdapat kesempatan untuk pembebasan dan pengembangan para relawan yang bekerja bersama anak-anak. Pengembangan dilakukan dalam semangat perubahan yang positif untuk membangun gerakan balik yang berlandaskan rasa solidaritas, rasa cinta, rasa peduli, dan rasa ingin menghibur antara satu dengan yang lain”.

Gambar 5.1

Anak-anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari dampak perang. (Sumber: Kuleana Centre for Children’s Rights, Tanzania.)

kotak 5.1 Meningkatkan Daya Hidup dan Kegembiraan Anak-anak Laporan The Radda Barnen (1996) dari studi kasus di 26 negara (10 diantaranya dari Afrika) mengindikasikan bahwa perekrutan anak-anak yang disengaja untuk bertempur dalam medan peperangan telah mengalami

224

Page 5: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

peningkatan dramatis. Dalam laporannya ditunjukkan bahwa mayoritas anak-anak yang direkrut berasal dari latar belakang yang termiskinkan dan termarjinalkan, terutama mereka berasal dari pertalian keluarga yang telah hancur. Meskipun mayoritas tentara anak-anak adalah laki-laki, banyak juga anak-anak perempuan yang direkrut oleh kelompok-kelompok tentara tidak hanya sebagai tentara tapi juga dipaksa untuk melakukan pelayanan seksual. Pengaruh fisik dan psikologis dari pengalaman ini telah menggugah perhatian untuk tetap berupaya membangkitkan kegembiraan dan daya hidup pada anak-anak. Daya hidup dan kegembiraan adalah kapasitas universal yang memungkinkan seseorang, sebuah kelompok, atau komunitas untuk mencegah, meminimalisir, dan mengatasi efek-efek yang merusak dab menimbulkan kesengsaraan (Grotberg, 1995). Hal ini bisa dilakukan dengan mentransformasikan atau memperkuat daya hidup dari mereka yang memilikinya. Kapasitas universal daya hidup dan kegembiraan ini bisa dibangun dan dipelihara dengan faktor-faktor dukungan eksternal dan materi-materi lain, selain juga dilandasi oleh kekuatan personal dari dalam dan kemampuan interpersonal.. Sebuah program internasional (yang dikoordinatori oleh Grotberg) mengemukakan pentingnya menganalisa langkah-langkah yang telah diambil oleh para orang tua, para pemerhati, atau pelaku yaitu anak-anak, yang tampaknya mampu membangkitkan kegembiraan dan daya hidup. Sebuah usaha telah dilakukan yakni memikirkan cara-cara untuk membangkitkan kekuatan pada anak-anak seperti yang dilakukan pada mereka yang telah dewasa. Untuk itu Grotberg memprakarsai sebuah pertemuan yang diikuti oleh 30 negara di Benua Afrika (termasuk Namibia, Sudan dan Afrika Selatan). Dalam pertemuan tersebut ditemukan berbagai instrumen yang digunakan untuk mencapai kegembiraan dan daya hidup, masing-masing adalah:

♦ Identifikasi situasi penuh penderitaan (berjumlah 15 poin) yang dilontarkan oleh orang-orang dewasa dan anak-anak

♦ Sebuah daftar berisi 15 pernyataan yang mengindikasikan daya hidup dan kegembiraan seorang anak

♦ Tiga tes yang terstandart ♦ Pengalaman kesengsaraan yang dilaporkan oleh para responden,

lengkap dengan reaksi mereka sendiri terhadap situasi itu. Dalam kasus Katutura (sebuah daerah pinggiran miskin di Windhoek, Namibia), 6 problem utama yang disebabkan oleh faktor eksternal yang dialami sebuah keluarga dalam 5 tahun terakhir ini adalah perampokan, perang, kebakaran, gempa bumi, banjir, dan kecelakaan mobil. Sedangkan 6 problem utama yang bersifat internal yang dialami dalam satu periode yang sama adalah kematian orangtua atau kakek-nenek, perceraian, perpisahan, kesakitan orang tua atau saudara-saudara kandung, kemiskinan, dan perpindahan keluarga atau teman-teman.

225

Page 6: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Menurut Grotberg (1985), penemuan ini menunjukkan bahwa setiap negara dalam pasti memiliki seperangkat faktor-faktor daya hidup untuk membangkitkan daya hidup dan kegembiraan pada anak-anak. Ia menyimpulkan bahwa, jelas ada hubungan antara daya hidup serta kegembiraan dengan budaya setempat. Beberapa budaya lebih bergantung pada faktor kepercayaan terhadap mitos daripada suatu jalan pemecahan masalah untuk menghadapi bencana dan penderitaan. Beberapa yang lainnya lebih menaruh perhatian pada pemberian hukuman, demdam, dan rasa bersalah sementara yang lain lebih peduli pada kedisiplinan dan perdamaian. Beberapa kebudayaan mengharapkan anak-anak untuk lebih bergantung pada orang lain daripada menjadi diri sendiri dan percaya pada diri sendiri. Pengalaman-pengalaman yang dipresentasikan dalam bab ini menunjukkan bahwa dalam situasi krisis1 pun ada kebutuhan bagi lembaga-lembaga untuk melakukan reorientasi kebijakan-kebijakan menuju pendekatan yang berfokus pada anak-anak. Anak-anak harus diperlakukan sebagai agen aktif dalam menciptakan dan merespon konflik. Mereka bukan korban yang secara pasif mengikuti saja dampak segala situasi itu dalam kehidupan mereka. Ketika lembaga-lembaga telah menganggap situasi krisis sebagai kesempatan untuk perubahan yang positif berarti anak-anak telah membuat kontribusi yang berharga bagi penelitian dan pelaksanaan program. Tantangannya sekarang ada dua: (i) untuk bekerja dengan anak-anak dan menentukan indikator-indikator kualitatif untuk mengevaluasi program-program secara lebih baik dan memperkirakan pengaruh dengan lebih efisien; dan (ii) mendorong mitra-mitra organisasi untuk mengikuti kelanjutannya. Reorientasi kebijakan mempunyai implikasi luas dalam pelatihan proyek staf-stafnya. Ada kebutuhan khusus membangun strategi etik untuk mendukung anak-anak yang trauma dan melatih staf-staf, serta masyarakat lokal untuk membangun kemampuan yang diperlukan dalam rangka bekerja dengan anak-anak dalam cara-cara partisipatoris yang sesungguhnya. Pelatihan kemampuan konseling diperlukan untuk meningkatkan kemampuan para pekerja lapangan untuk mendukung proses penyembuhan. Orang-orang dewasa harus belajar bagaimana caranya mendengarkan anak-anak dan melibatkan mereka dalam aktivitas-aktivitas yang dapat membantu membangun kepercayaan dan penerimaan yang seringkali dapat mengikis trauma. Perlu ditekankan dalam pikiran bahwa para peneliti pun perlu juga untuk membangun kemampuan khusus mereka. Sumber-sumber material atau referensi yang berfokus pada penggunaan pendekatan partisipatoris dalam situasi krisis dan kamp-kamp pengungsi telah disusun oleh Attwood (1996) dan Hanbury (1993). Hal ini adalah kontribusi yang sangat berharga bagi pertumbuhan ide-ide dan metode untuk meningkatkan partisipasi anak-anak dan orang dewasa dalam situasi krisis.

1 Bagi banyak partisipan di workshop ini, isu-isu khusus seputar partisipasi anak dalam situasi krisis menyediakan sesuatu yang baru dan bermakna dan menjadi faktor-faktor yang membantu keterlibatan anak-anak.

226

Page 7: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Penelitian yang lebih dalam diperlukan untuk meningkatkan pemahaman di mana daya hidup anak-anak dapat diperkuat dalam konteks kebudayaan yang spesifik. Pemahaman ini kemudian dapat digunakan untuk membangun program-program yang lebih relevan dengan tujuan untuk membangun kekuatan personal dari dalam dan kemampuan komunikasi interpersonal. Program-program yang seperti ini dapat membantu untuk mencegah, meminimalisir atau mengatasi efek-efek yang menimbulkan kesengsaraan. Penemuan dari hasil penelitian pada partisipasi anak-anak telah seringkali diabaikan dan perlu untuk diprioritaskan. Ada kebutuhan untuk mengidentifikasi lapangan metode yang menyenangkan bagi anak-anak dan bisa meminimalisir resiko orang-orang menjadi curiga pada semua yang dianggap pendatang. Dalam situasi sosial dan politik yang tidak stabil, yang paling baik mungkin adalah untuk menghindari pengambilan catatan atau komentar-komentar dan menggunakan metode-metode visual yang mengharuskan informasi-informasi diambil dari aktivitas-aktivitas dan diskusi-diskusi yang mudah dilihat banyak orang. Perhatian khusus harus diberikan bagi latar belakang kebudayaan mikro di mana aktivitas program sedang dijalankan. Ini adalah suatu kebutuhan yang sangat besar karena dalam kebudayaan mikro dapat memenuhi partisipasi yang sukses meskipun kondisi kebudayaan makro sendiri sedang dalam keadaan tidak stabil. Partisipasi sebagai kekuatan anak-anak dapat sekaligus menakutkan dan sangat berharga untuk difokuskan pada bagaimana caranya untuk mendengar dan mencoba memahami pandangan hidup mereka yang dapat membantu memecahkan persoalan dan meningkatkan relevansi antara pelayanan-pelayanan yang disediakan bagi komunitas. Lay-out, tolong penomoran gambar diurut lagi. Thank’s Gambar 5.4. Akan kusampaikan sebuah cerita. Setiap kali aku bilang “kecoak!”, hentakkan kaki di lantai. Tiap aku bilang “ular”, loncatlah ke atas kursi dan bacalah man ra-mantra, dan kalau aku bilang “singa”, bersembunyilah di belakang kursi sambil menggeram!”

t

227

Page 8: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Ilustrasi

Mengeksplorasi Partisipasi Anak: Pengalaman Srilanka

Mengapa Partisipasi Anak? Di akhir tahun 1995, tim program Save the Children Fund (SCF) Inggris di Kolombo dan kantor-kantor distrik setempat datang bersama-sama untuk menjalankan latihan pengumpulan data tentang pikiran dan persepsi anak-anak tentang kehidupan mereka sendiri. Waktu itu kegiatan ini baru dilakukan untuk pertama kalinya di wilayah tersebut. Pengertian tentang kehidupan anak-anak, pengalaman, kebutuhan, dan issu-issu tentang mereka, khususnya dari perspektif anak-anak sendiri sangat diperlukan sebagai dasar untuk memahami pengaruh sebuah program terhadap kehidupan anak-anak. Walaupun harus diakui bahwa pekerjaan ini di masa lalu telah didesain untuk membantu anak-anak, nyatanya sangat sedikit keuntungan yang diperoleh karena perencanaan proyek dan pelaksanaannya hanya melibatkan komunitas yang terbatas serta tidak melibatkan partisipasi anak-anak, sehingga kebutuhan spesifik dari anak-anak tidak pernah muncul. Oleh karena itu untuk mencapai program yang lebih berorientasi pada anak-anak, SCF (Inggris) di Srilanka mencoba membangun dan menguji pendekatan yang berfokus pada anak-anak berkaitan dengan keterlibatan mereka dalam perubahan sosial. Partisipasi anak adalah komponen integral dalam pendekatan ini, dan lebih lanjut pendekatan ini mampu menyediakan kerangka kerja untuk merencanakan dan membangun aksi yang berfokus pada anak-anak Tulisan ini meringkas pengalaman praktek SCF di Srilanka yang telah mencoba mengintegrasikan partisipasi anak-anak dalam proses program, khususnya di daerah-daerah yang dipengaruhi oleh konflik di Asia. Sebelum memulai program, pengalaman dan proses belajar telah disusun dalam fase yang berbeda-beda. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyatukan pandangan anak-anak dan melakukan observasi untuk menggali dan menganalisa data. Pada langkah berikutnya dilakukan pendekatan dengan melibatkan anak-anak sebagai partner dalam proses program yang ada di komunitas. Program dimulai dengan berbicara kepada anak-anak di wilayah konflik. Informasi dikumpulkan dari kaum laki-laki, perempuan, dan anak-anak melalui adaptasi dan penggunaan media dengan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA). Hal tersebut diikuti juga dengan langkah-langkah penelitian dan penilaian kebutuhan. Penelitian Partisipatoris & Pembelajaran

228

Page 9: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Penggunaan media dengan pendekatan PRA terbukti efektif dalam mendorong partisipasi anak-anak dalam proses penelitian. Kekuatan yang dimiliki oleh alat tersebut (PRA) memungkinkan proses diadaptasikan dengan karakteristik kelompok-kelompok yang ada. Diskusi-diskusi yang dilakukan dengan PRA menghasilkan temuan-temuan yang berguna untuk diskusi lebih lanjut dengan anak-anak, antara lain:

♦ Seberapa efektif pemakaian PRA? Informasi apa yang kita cari? Apa yang kita maksud dengan ‘mendengarkan anak-anak’? Apa alasan yang mendasari munculnya data-data dalan pemetaan, diagram-diagram, dan matriks-matriks? Apakah berbicara dan mendengarkan anak-anak termasuk jenis analisis yang dimaksud oleh KHA? Apakah bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan sebagainya sudah direkam dengan benar? (Jika tidak, faktor-faktor analitis yang penting mungkin hilang).

♦ Fase ini hanyalah permulaan dari semua proses. Bila akan membangun relasi kepercayaan, anak-anak dan orang dewasa seharusnya memulai untuk berkomunikasi dan membagi pikiran mereka secara lebih bebas.

♦ Anak-anak menikmati permainan, nyanyian, dan segala aktivitas dalam proses PRA, sehingga membantu proses membangun hubungan dengan mereka. Hal-hal yang semacam ini ikut membantu terciptanya suasana normal dalam daerah-daerah yang dipengaruhi konflik.

♦ Sensitifitas terhadap aspek-aspek budaya, struktur kekuasaan, dan isu-isu gender merupakan hal yang penting karena hal semacam itu dapat menentukan bagaimana anak-anak berpartisipasi.

♦ Biasanya anak-anak tidak selalu bersedia untuk ambil bagian. Kepedulian yang ditumbuhkan oleh orang-orang dewasa tentang issu-issu anak-anak tidak selalu bisa dieksplorasi dengan anak-anak yang lebih tua karena beberapa dari mereka, khususnya yang laki-laki, tidak mengikuti latihan-latihan. Meskipun anak-anak yang akan datang sudah diberi informasi secara umum, tetap saja ditemui kesulitan untuk mendapatkan opini dan perasaan mereka. Hal ini dapat menimbulkan beberapa pertanyaan: bisakah rintangan dan halangan anak-anak ini dihubungkan dengan fakta bahwa mereka seringkali tidak didorong oleh orang-orang dewasa untuk mengekspresikan opini-opininya? Dapatkah kebungkaman mereka menjadi indikasi sikap menutup diri mereka akan masa lalu sebagai cara untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan? Apakah kurangnya privacy di sesi-sesi kelompok yang besar menghalangi kemungkinan dialog yang lebih mendalam? Pertanyaan-pertanyaan tersebut layak untuk dilontarkan karena ditemukan fakta bahwa ada peningkatan komunikasi ketika seorang anak ditinggal berdua dengan seseorang.

♦ Bekerja dengan anak-anak dalam wilayah konflik membutuhkan waktu yang tidak singkat. Pertimbangan keamanan membatasi waktu yang tersedia untuk berkumpul di komunitas. Ketidakmampuan untuk menghabiskan waktu selama berhari-hari dengan mereka selama proses penelitian ikut memperlambat penyusunan data, dan informasi-informasi penting yang didapat selama observasi dapat hilang. Sulit

229

Page 10: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

menghubungi anak-anak selama masa sekolah karena mereka juga hanya punya sedikit waktu luang.

♦ Telah dipahami bahwa etika di komunitas setempat perlu dipertimbangkan. Agar tidak melanggar etika setempat, kita harus hati-hati mengembangkan dan membongkar sebuah issu yang mungkin sensitif. Karena sebuah program atau penelitian di wilayah konflik atau bencana kemungkinan besar akan memicu kenangan pedih, ketakutan, dan rasa sakit. Reaksi-reaksi ini memang muncul hanya sekejap, sehingga seorang peneliti atau CO mungkin tidak mampu mencermati dan meresponnya. Setelah mendapat persetujuan dari anak-anak yang telah kita ajak berdiskusi mengenai tujuan program, persetujuan itu sendiri harus terus menerus ditinjau ulang bersama-sana. Usia dan kematangan anak harus dipertimbangkan.

Gambar 5.2 Kami kehilangan pohon kelapa kami (Teks dalam gambar): kami kehilangan pohon kelapa dan pohon nangka kami/vasantham/aku sedih sebab meninggalkan kampungku Anak-Anak dan Perubahan Sosial Penelitian partisipatoris di Srilanka ini diikuti oleh anak-anak yang ikut serta dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan program penelitian. Program Peningkatan Pendapatan yang dilaksanakan The Woman Headed Households (WHH) di Eachchantivu, Distrik Trincomalee, adalah program utama penelitian yang berfokus pada anak-anak yang dimulai dengan cara berkolaborasi dengan organisasi lokal bernama Asosiasi Pengembangan Distrik Trincomalee. Meskipun tujuan utama dari proyek ini adalah untuk membantu memantapkan pendapatan keluarga secara berkelanjutan, namun ada beberapa sisi berdampak pada anak-anak. Ini memunculkan gagasan untuk melibatkan anak-anak dalam seluruh proses program. Anak-anak terlibat dalam proses sejak tahap identifikasi kebutuhan. Anak-anak yang lebih tua secara aktif membantu ibu mereka dalam mengatur dan membantu bermacam-macam pekerjaan yang terkait dengan usaha kecil mereka. Kelompok anak-anak yang lebih tua telah terbentuk, yang beranggotakan perwakilan keluarga WHH. Setiap keluarga diwakili satu anak. Cara itu dimaksudkan sebagai metode pemantauan aktivitas keluarga. Anak-anak mulai aktif menulis buku harian, kecuali anak-anak yang berusia 8 tahun dan dibawahnya. Pekerjaan ini akan berakhir ketika anak-anak mulai kehilangan rasa tertarik dan proses menjadi terlalu rumit dan berbelit-belit. Anak-anak yang lebih tua mulai diajak berunding ibu-ibu mereka selama proses pengambilan keputusan dan mulai memegang tanggung jawab yang lebih besar. Perubahan-perubahan banyak terjadi pada alokasi waktu aktivitas. Anak-anak tidak tampak terganggu dengan perubahan-perubahan ini dan tetap bangga dengan kontribusi yang telah mereka berikan. Kehadiran sekolah tidak dipengaruhi oleh program ini. Tabel 5.1 menunjukkan indikator SCF dalam proyek peningkatan penghasilan.

230

Page 11: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

SCF Anuradhapura berkolaborasi dengan Sucharitna Women’s Society di Etambagaskade, membantu program sanitasi di sebuah desa perbatasan Etambagaskade. Partisipasi anak-anak dalam identifikasi persoalan diarahkan dalam proses diskusi tentang kesehatan dan problem-problem yang disebabkan oleh ketiadaan sarana kakus (WC). Kehadiran anak-anak memberikan ide-ide untuk mempromosikan penggunaan kakus. Orang-orang dewasa bekerja membangun sarana kakus (WC). Anak-anak mewujudkan dukungan keluarga dengan ikut membantu pekerjaan yang kecil-kecil. Keterlibatan utama mereka dengan program ini adalah termasuk komponen pendidikan kesehatan. Kelompok anak-anak menerima pelatihan dari petugas kesehatan pemerintah. Pesan kesehatan telah disampaikan melalui komunikasi anak ke anak dan komunikasi anak ke orang dewasa. Anak-anak juga menggunakan boneka-boneka sejenis wayang untuk meningkatkan kesadaran. Beberapa anak adalah bagian dari tim kerja yang telah menerima pelatihan dalam pewayangan dan hak anak-anak. Tabel 5.1: Indikator SCF -- Program Peningkatan Pendapatan

♦ Bagian keuntungan digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak ♦ Anak-anak mulai menabung ♦ Perubahan dalam relasi ibu-anak. Partisipasi anak-anak yang lebih tua

dalam aktivitas bisnis keluarga, terutama dalam proses pengambilan keputusan.

♦ Pengaruh peningkatan penghasilan keluarga terhadap kehidupan sehari-hari anak adalah perubahan dalam alokasi waktu kegiatan sehari-hari dan kehadiran di sekolah.

♦ Partisipasi klub anak-anak dalam rekreasi dan aktivitas di komunitas ♦ Tingkat partisipasi dalam proses pelaksanaan kegiatan program

Diskusi informal dan permintaan untuk berpartisipasi dalam program sanitasi mengindikasikan kesadaran yang lebih besar akan pentingnya meningkatkan kesehatan dan kegiatan yang sehat. Para orang tua yang telah menerima pelatihan mengekspresikan kebanggaan dengan menunjukkan kemampuan dan rasa percaya diri dengan cara menunjukkan kepada anak-anak mereka. Program pemantauan dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan anak-anak sebagai partisipan dalam aktifitas tersebut. Tabel 5.2 menunjukkan indikator SCF dalam program kegiatan sanitasi. Bekerja dengan Partner Untuk mewujudkan pendekatan yang berfokus pada anak-anak, SCF membangun dan memperkuat hubungan dengan para mitra organisasi. SCF memberikan dukungan fasilitas tertentu dan terbatas sifatnya apabila dipandang mampu mendorong peningkatan kehidupan anak-anak. SCF juga berupaya mengenalkan metode ini pada organisasi yang berkaitan dengan anak-anak dan mendorong untuk melakukan kegiatan yang terfokus pada

231

Page 12: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

perspektif anak dengan landasan Hak-hak Anak. Sikap-sikap terhadap partisipasi anak mulai dianalisa. Dalam workshop yang diadakan oleh ORNOP dan lembaga-lembaga pemerintah yang merupakan rekanan SCF, debat dan diskusi-diskusi diselenggarakan untuk merefleksikan minat untuk meningkatkan konsep yang berfokus pada anak-anak. Ketertarikan mereka telah mendorong beberapa mitra organisasi mempertimbangkan cara-cara untuk mempraktekkan semuanya itu. Isu-isu yang dikembangkan berikut ini:

♦ Selalu ada kemungkinan bagi partisipasi anak-anak dalam bentuk dan tahap yang berbeda-beda. Anak-anak menunjukkan bahwa mereka dapat terlibat secara aktif dalam aktivitas program maupun memberikan kontribusi penting melalui keterlibatan mereka.

♦ Mengapa dan bagaimana mereka berpartisipasi? Siapa yang menentukan? Bagaimana efek dari keterlibatan mereka itu dapat dipantau? Indikator-indikator apa yang seharusnya digunakan?

♦ Organisasi yang meningkatkan partisipasi anak-anak perlu untuk mempertimbangkan berapa banyak waktu yang bisa dialokasikan anak-anak untuk aktivitas dalam program. Jarak, transportasi dan biaya sekolah yang tinggi dapat memperlambat waktu sekolah.

♦ Apakah kemajuan partisipasi anak-anak dapat menambah waktu bekerja anak-anak? Pengaruh aktivitas anak-anak akan memerlukan pemantauan yang lebih hati-hati dengan indikator yang sesuai.

♦ Anak-anak menunjukkan bahwa dengan diberi kesempatan dan dorongan, mereka dapat memberi kontribusi pada pembangunan. Sifat dasar keterlibatan mereka dapat menjadi indikator meningkatnya rasa percaya diri dan rasa penghargaan kepada diri sendiri.

♦ Dalam memfasilitasi proses partisipasi melalui pembentukan kelompok, bagaimana seharusnya mekanisme keluar-masuk anak-anak sebagai anggota itu ditentukan? Apakah mengeluarkan anggota bisa berakibat perpecahan? Siapa yang menentukan?

♦ Sangat penting untuk memahami kehidupan anak-anak yang bermacam-macam, hubungan orang dewasa-anak dan penyesuaian program dengan kondisi dan latar belakangnya. Kapasitas yang ditunjukkan anak-anak dapat membawa perubahan sikap, penghargaan pada pandangan mereka dan kontribusi inisiatif pembangunan komunitas.

♦ Apa implikasinya bagi komunitas sosial dan kekuatan dalam struktur yang ada? Bagaimana orang-orang dewasa dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi?

♦ Situasi keamanan di daerah yang terkena konflik dapat menghalangi interaksi yang lebih luas dengan anak-anak. Hal ini akan menghambat pengembangan proyek dan menciptakan keprihatinan di antara anak-anak dan orang dewasa tentang kelanjutan partisipasi mereka dalam penyelesaian proyek.

♦ Organisasi-organisasi lain juga berkeinginan untuk mengeksplorasi partisipasi anak-anak. Tantangan yang paling utama justru pada sikap para individu.

♦ Penekanan pendekatan yang berfokus pada anak-anak dengan perspektif hak anak-anak memerlukan kapasitas staf yang berbeda-

232

Page 13: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

beda dan masukan pelatihan yang berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan yang diperlukan bagi kebutuhan implementasi.

Tabel 5.2 Indikator SCF Proyek Sanitasi

♦ Praktek kesehatan yang lebih baik di antara orang dewasa dan anak-anak

♦ Berkurangnya penyakit ♦ Tingkat partisipasi anak-anak dalam aktivitas pendidikan kesehatan ♦ Tingkat partisipasi dalam proses aktivitas program

Kesimpulan Tujuan utama dari pendekatan yang berfokus pada anak-anak yakni dalam rangka mewujudkan pemakaian perspektif anak dalam segala pertimbangan kebijakan dan praktek dalam pelaksanaan pembangunan. Di SCF Srilanka, kegiatan yang berbasis perspektif anak telah menciptakan ruang kesempatan untuk mengeksplorasi partisipasi anak-anak. Pengalaman telah menunjukkan bahwa selama proses berlangsung mengandung banyak tantangan, tetapi anak-anak tetap dapat menunjukkan kontribusi penting selama berpartisipasi dalam penelitian dan juga dalam pelaksanaan program. Pembelajaran yang telah diperoleh akan membantu membangun pendekatan berfokus anak-anak yang lebih mendalam di Srilanka.

233

Page 14: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Pengalaman Masa Lalu

dan Strategi Masa Depan

Ratifikasi Konvensi PBB akan Hak Anak-anak sejalan dengan keadaan ekonomi dan sosial politik yang tengah mengalami krisis serius di bekas Yugoslavia. Keadaan tersebut masih disertai dengan peperangan, arus 650.000 pengungsi, orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, dan isolasi dari komunitas internasional berupa sanksi. Saat ini bisa dikatakan sebagai masa paska perang dan periode ketidakstabilan sosial dan politik. Hal itu menjadikan kemiskinan semakin meningkat dan menimbulkan perpecahan keluarga, seperti proses transisi yang umumnya terjadi di negara-negara Eropa Tengah dan Timur. Situasi dan kondisi yang sangat kompleks tersebut merupakan isyarat positif jika dilihat sebagai saat-saat tantangan dan perubahan, baik dalam aspek ekonomi, sosial dan politik, dan juga saat yang tepat untuk perubahan sikap, pikiran, tingkah laku, serta relasi yang dapat menjadi dasar perbaikan kebijakan dan praktek hubungan antar anak. Untuk mengenalkan sebuah diskusi tentang konsep partisipasi anak-anak dalam sebuah masyarakat yang ada dalam situasi krisis, yang dipengaruhi sangat besar oleh proses transisi dan tradisi, dapat dilihat dalam ringkasan hasil kerja kongkrit Save the Children Fund’s (SCF) di Republik Federasi Yugoslavia dari tahun 1994 yang menghargai keterlibatan anak-anak dan kaum remaja. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mempraktekkan pengembangan strategi meningkatkan partisipasi anak-anak baik dalam konsep maupun praktek. Apa yang Telah Dilakukan? Ketika program "Anak-Anak Yang Terpisah di Pembuangan" dimulai pada bulan Juni 1994, fokus program hanya ditujukan untuk pengungsi dalam keadaan darurat. Partisipasi anak belum dianggap sebagai isu penting sehingga sebagai konsekuensinya hal itu tidak dianggap sebagai tujuan. Sebagai bagian dari unit operasi UNHCR (United Nations High Commission on Refugees), tujuan programnya antara lain:

♦ Identifikasi, yaitu mendaftar dan mendokumentasikan semua anak-anak di Republik Federasi Yugoslavia yang terpisah dari orang tuanya karena perang

♦ Memastikan adanya bantuan untuk upaya penyatuan kembali (reunifikasi)

♦ Memastikan bantuan sementara yang paling mungkin diberikan sampai reunifikasi menjadi kenyataan

♦ Menemukan solusi jangka panjang bagi anak-anak yang mungkin tidak akan pernah bersatu kembali dengan orang tuanya.

234

Page 15: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

Ketika menganalisa metode dan berbagai strategi yang digunakan jelaslah bahwa partisipasi anak-anak mengena dalam level praktis, meskipun sebagai sebuah konsep bukanlah merupakan konsep yang mapan. Metode yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:

♦ Wawancara. Dalam proses pendaftaran dan pemantauan yang terus menerus, seorang anak diwawancarai bersama-sama dengan orang yang merawatnya. Dengan cara ini, para pelaksana program mendapatkan informasi dan berguna untuk membangun opini sesuai dengan isu-isu yang mereka anggap penting.

♦ Informasi. Setiap orang yang akan diwawancarai (anak-anak dan yang merawatnya), sebelumnya harus diberi informasi secara detil tujuan dan maksud dari wawancara. Setiap orang mempunyai hak untuk menerima atau menolak wawancara. Hal ini juga masih merupakan persoalan.

♦ Kartu Kontak. Setelah wawancara, setiap anak diberi kartu kontak (lengkap dengan alamat, nomor telepon SCF dan pewawancara) untuk mendorong mereka mengontak kami setiap kali merasa membutuhkan bantuan.

♦ Konsultasi. Dalam setiap aktivitas yang ditawarkan, diprakarsai atau diadakan sendiri, seorang anak harus diajak berunding dan opini mereka harus diperhitungkan. Program ini kemudian dilanjutkan untuk memantau dan menilai semua situasi yang dihadapi setiap anak.

Partisipasi anak tidak menjadi tujuan secara eksplisit sehingga tidak ada indikator-indikator evaluatif dan metode yang tetapkan dengan ketat. Pada tahap berikutnya di bulan Maret 1996 dilakukan perencanaan untuk menggunakan kesimpulan-kesimpulan dari prosedur peninjauan regular dalam kerangka menentukan pendekatan strategi global SCF. Dalam usaha untuk bergerak dari kasus-kasus individual menuju ke pendekatan komunitas, konsep partisipasi anak telah menjadi subyek penting dalam seminar-seminar dan akitifitas penyebarluasan lainnya. Apa yang dikerjakan? Dalam usaha untuk mencapai keseimbangan dalam program-program negara antara sumber daya yang tersedia, kontribusi terhadap keseluruhan strategi SCF dan memenuhi kebutuhan nyata Republik Federasi Yugoslavia, partisipasi anak telah menjadi tujuan yang makin eksplisit dalam fase-fase kerja berikutnya. Promosi untuk membantu perkembangan program Program ini bertujuan untuk membantu perkembangan pelayanan, yaitu melakukan kegiatan dalam rangka untuk memberi kesempatan pada anak-anak supaya didengarkan dan mendorong mereka untuk ikut ambil bagian dalam setiap kegiatan dan pengambilan keputusan sesuai dengan kemajuan

235

Page 16: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

dan perkembangan program. Tujuan ini merupakan inti kegiatan dan terdapat secara eksplisit dalam program. Fase pertama dikonsentrasikan untuk meningkatkan jumlah relawan, mengembangkan prosedur pemberian bantuan melalui promosi media, dan mendukung kaum profesional di Pusat Kesejahteraan Sosial. Semua metode di bawah ini dapat mendorong anak-anak untuk membagi pandangan mereka dalam membantu perkembangan program dan membantu orang-orang dewasa (orang tua angkat potensial) untuk mendengarkan anak-anak mereka sendiri:

♦ Audio Visual menampilkan pandangan anak-anak angkat tentang pengangkatan anak dalam acara “malam pengangkatan anak” yang diadakan untuk menginformasikan dan mendorong orang-orang agar menjadi orang tua angkat

♦ Wawancara dengan para orang tua angkat potensial anak-anak itu sendiri dengan prosedur penilaian yang khusus. Tim-tim di Pusat Kesejahteraan Sosial telah dilatih untuk melakukan tugas itu.

Ketika mengevaluasi “malam pengangkatan anak”, tingkat pengaruh pandangan anak-anak pada partisipan akan dinilai. Dokumentasi baru akan dirancang untuk prosedur penilaian dengan memperhitungkan pandangan anak-anak dalam rumah anak-anak angkat. Fase kedua (perkembangan prosedur lanjutan), sebuah workshop diselenggarakan untuk menciptakan kesempatan bagi pandangan anak-anak supaya didengarkan. Mereka akan didorong untuk membagi opini mereka selama hidup dalam keluarga-keluarga angkat. Berdasarkan pada hal itu, buku-buku harian anak-anak angkat dikembangkan dan seharusnya bisa menjadi petunjuk bagi para anak angkat untuk berbicara tentang isu-isu penting dengan prosedur tindak lanjut yang biasa. Dokumentasi lanjutan sangat berarti untuk menguji langkah-langkah yang diambil tentang isu-isu yang dimunculkan anak-anak. Kegagalan Program Program ini bertujuan untuk mengangkat sebuah sistem non-institusional, mengembangkan kemampuan profesional, dan mendorong perkumpulan para orangtua untuk peduli dan bertindak atas nama anak-anak. Sesuai dengan tujuannya, sasaran dari program ini adalah kaum profesional dan tentu saja para orangtua. Sekali lagi, partisipasi anak-anak belum menjadi tujuan utama, tapi paling tidak telah dinyatakan dalam tujuan program, yaitu bekerja untuk membuat pelayanan-pelayanan yang lebih relevan dan mengena bagi kebutuhan anak-anak, termasuk di antaranya pendekatan dengan partisipasi anak. Hal itu lebih tampak dalam level aktifitas sebagai berikut:

♦ Rencana kerja individu bagi setiap anak yang berdasar penilaian akan kebutuhan dan kemampuan anak-anak

♦ Kompetisi untuk memilih nama-nama boneka-boneka perpustakaan ♦ Pemantapan mainan lokal sehingga anak-anak dan orangtua dapat

berinteraksi secara positif dan mendorong ekspresi opini-opini mereka secara aktif

236

Page 17: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

♦ Pelatihan dan publikasi bagi orangtua dalam berhubungan dengan anak-anak mereka, termasuk masalah ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak-anak

Fase partisipasi anak selanjutnya telah mempunyai tujuan eksplisit: untuk membangun kelompok pelopor anak-anak yang akan mendemonstrasikan nilai-nilai inheren anak-anak yang beda kemampuannya sebagai individu, potensi mereka sebagai anggota independen dan positif dalam masyarakat, nilai partisipasi dalam metode penelitian dan pengerjaan program dengan anak-anak, serta kenyataan respon institusi dan publik akan kegagalan yang terjadi. Apa Langkah Berikutnya? Dengan mempertimbangkan pekerjaan gabungan dan pengaruh yang telah dicapai melalui lembaga-lembaga lokal, kita sedang membangun strategi yang komperehensif pada periode selanjutnya. Bersama-sama dengan partner lokal, SCF mendirikan ORNOP lokal bernama The Yugoslav Child Rights Centre, yang salah satu tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan konsep dan praktek partisipasi anak-anak. Lembaga ini bekerja dalam program partisipasi anak-anak yang berbeda-beda tujuannya lewat program-program yang ada di dalam centre (Penguatan Sumber Daya, Program Advokasi, Pengembangan NGO) untuk mengangkat Konvensi PBB akan Hak Anak-Anak. Kontribusi yang diberikan terutama dipusatkan pada penciptaan program-program yang secara spesifik memfasilitasi partisipasi anak-anak dan mengembangkan pelayanan relasi anak. Tahap-tahap pengembangannya meliputi:

♦ Partisipasi anak dalam semua aktivitas dan program-program center ♦ Berbagai program, proyek dan aksi partisipasi anak yang spesifik

Prinsip-prinsip dibawah ini sangat penting dilaksanakan:

Memperhitungkan segala kebutuhan anak-anak, pandangan dan minat mereka (termasuk melibatkan mereka dalam proses inisiatif, perencanaan dan realisasi program)

Memperhitungkan realitas sosial dan kebudayaan Pendekatan aksi praktek dalam segala tipe aktivitas.

Kerangka kerja metodologis dari aktivitas kita terdiri atas pendekatan yang berkembang, teknik-teknik pembelajaran aktif, dan dan pembentukan model-model yang sesuai. Sebuah kelompok kerja multidisipliner telah menciptakan strategi untuk dua tahun ke depan telah menyarankan aktivitas-aktivitas di bawah ini: 1. Penelitian, tentang pengetahuan anak-anak dan pemahaman akan hak-

hak mereka, sikap orang-orang dewasa pada hak-hak dan partisipasi anak-anak, tentang kontribusi anak-anak dalam kehidupan dan perbandingan antara regulasi formal dan praktek

2. Pendidikan, bagi target-target yang berbeda-beda (pada kelompok umur yang berbeda, pemimpin-pemimpin muda, orang tua, kaum profesional, relawan, kelompok khusus semacam pramuka) dengan menggunakan dua

237

Page 18: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

strategi, sesuai dengan subyek yang kita hadapi: (i) pendudukan khusus untuk anak-anak atau orang dewasa; dan (ii) pendidikan bagi anak-anak dan orang dewasa bersama-sama

3. Model partisipasi, termasuk dukungan untuk ikut dalam jajaran para pengambil keputusan di antara lembaga-lembaga yang peduli dan dukungan untuk bergabung dengan konferensi yang diadakan untuk partisipasi anak-anak

4. Kerja anak-anak pelopor, mendukung berdirinya organisasi-organisasi anak-anak pelopor, aksi-aksi dan inisiatif-inisiatif lainnya

5. Menginformasikan, mendukung diadakannya lembaga berita dan surat kabar anak-anak yang baru, dan pengaruhnya lewat majalah anak-anak yang sudah ada.

Tekanan penting diberikan untuk monitoring program, mengevaluasi dan menilai hasil yang diharapkan. Kita telah beranjak dari situasi di mana keterlibatan anak-anak dalam program-program belum dikenal atau dibentuk sebagai suatu partisipasi dan konsep itu sendiri dianggap sebagai makhluk asing dan tampak menakutkan bagi kaum profesional, menuju pengenalan secara eksplisit dan pencantuman dalam tujuan obyektif proyek dan aktifitasnya. Untuk memunculkan kebutuhan pada program-program yang komprehensif, pemisahan program ditetapkan sebagai gabungan antara SCF dan ORNOP lokal untuk meningkatkan dan membangun partisipasi anak-anak sebagai konsep dan praktek. Apa yang telah kita pelajari? Meskipun tampaknya partisipasi anak-anak bukan suatu prioritas dalam situasi perang atau krisis, hal ini dapat diperkenalkan dalam cara-cara yang fleksibel, dengan memperhitungkan konteksnya dan dalam tahapan partisipasi yang berbeda-beda. Tetapi jika kita ingin aksi-aksi yang kita lakukan dalam jangka panjang itu berdampak nyata dan menimbulkan efek-efek yang nyata, maka pekerjaan yang dilakukan harus berdasarkan pada metodologi yang kuat. Hal ini berarti bahwa pada mulanya kita harus:

1. Mulailah dengan analisis situasi sesuai dengan isu-isu partisipasi anak-anak di masyarakat

2. Menentukan indikator-indikator untuk mengevaluasi program-program dan untuk memperkirakan dampaknya

3. Membangun rencana aksi langkah demi langkah yang memperhitungkan tidak hanya faktor ketidakleluasaannya tapi juga kapasitas-kapasitas yang ada

Bagaimana dengan spesifikasi kebudayaan? Aturan-aturan metodologis bisa terlalu atau kurang universal, tapi kebijakan strategi harus didiskusikan dalam ukuran kebudayaan lokal. Analisis situasi berarti mendapatkan sikap kebudayaan anak-anak untuk merobohkan halangan-halangan untuk berpartisipasi bersama-sama dengan data-data yang lain. Pernyataan-pernyataan yang biasa seperti ‘masyarakat ini sangat tradisional, takut untuk berpartisipasi' dan sebagaianya, harus diterjemahkan dalam tingkatan yang paling praktis untuk menciptakan strategi yang tepat dalam rangka berhubungan dengan mereka. Sebuah cara untuk

238

Page 19: Partisipasi Anak-Anak dalam Situasi Bencana

memperhitungkan spesifitas kebudayaan adalah bekerja bersama-sama dengan NGO-NGO lokal dan memperluas pengaruh melalui mereka. Bagaimana dengan isu-isu historis (transisi, paska-perang)? Tidak ada jawaban yang paling tepat bagi pertanyaan ini. Hanya ada satu kepercayaan bahwa masa sekarang harus dilihat sebagai satu kesempatan bagus untuk perubahan positif. Karena itu telah diputuskan untuk mulai dengan suatu aksi yang lebih luas termasuk advokasi, lobi-lobi, penelitian, pendidikan, penerangan, dan di atas itu semua, mempromosikan model partisipasi anak-anak. Ketika melihat komponen-komponen proses (untuk mendengar, menghargai dan untuk diperhitungkan), semuanya dapat dipertimbangkan sebagai fase pemberdayaan anak-anak. Dalam usaha untuk realistis atas apa yang dilakukan, langkah pertamanya adalah membantu orang-orang tua untuk belajar bagaimana mendengarkan anak-anak. Lebih jauh lagi, untuk menghindari implikasi politik, suatu hal yang sangat sensitif di Republik Federasi Yugoslavia, haruslah dimulai dengan mempresentasikan keuntungan dari pemberdayaan pada tahap anak-anak dan mendorong orang-orang dewasa untuk membuat pelayanan relasi anak menjadi lebih relevan bagi kebutuhan anak-anak. Gambar Gambar 5.3: kita akan membangun kembali

239