Upload
dophuc
View
234
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA
(KASUS Dl DESA WISATA SAMBI, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN)
COMMUNITY PARTICIPATION IN THE DEVELOPMENT OF TOURISM VILLAGE
(A CASE AT SAMBI TOURISM VILLAGE, PAKEM DISTRICT, SLEMAN REGENCY)
F. YHANI SAKTIAWAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2008
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA
(KASUS 01 DESA WISATA SAMBI, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN)
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
F. YHANI SAKTIAWAN
. Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2008
TESIS
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA
(KASUS Dl DESA WISATA SAMBI, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN)
Disusun dan diajukan oleh
F. YHANI SAKTIAWAN
Nomor Pokok P0204207506
telah dipertahankan di depan Panitia Ujian T esis
pada tanggal 22 September 2008
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dr. lr. Sitti Bulkis, MS. Ketua
Ketua Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah,
Menyetujui
Komisi Penasihat,
Prof. Dr. Hamka Naping, MA. Anggota
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda di bawah ini
Nama F. Yhani Saktiawan P0204207506 Nomor mahasiswa
Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, September 2008 Yang menyatakan ·
F. Yhani Saktiawan
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, atas karunia dan rahmat-Nya penyusunan tesis ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Ide yang melatarbelakangi penulis memilih judul "Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata (Kasus di Desa Wisata
Sambi, Kecamatan Pakem, kabupaten Sleman) " adalah keinginan penulis
untuk mengetahui permasalahan pengembangan desa wisata dan partisipasi
masyarakat di Desa Wisata Sambi. Oleh karena itu penulis berharap adanya
kemitraan yang sinergis antar stakeholders terkait, baik masyarakat, swasta
dan pemda setempat. Disamping itu, penulis ingin memberikan rekomendasi
atau solusi permasalahan melalui model pengembangan desa wisata.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. lr. Sitti Bulkis, MS. dan Prof. Dr. Hamka Naping, MA selaku Ketua
Komisi Penasehat dan Anggota Komisi Penasehat atas bantuan dan
bimbingannya, mulai dari usulan penelitian hingga penyelesaian tesis ini.
2. Para Dosen Penguji, Dosen Pengajar, Pengelola dan Stat administrasi
pada Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan, Program Studi
Perencanaan Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin.
3. Kepala Pusdiklat Kehutanan di Bogar yang telah mendukung
pelaksanaan tugas belajar melalui beasiswa S2 Dalam Negeri Bappenas.
iv
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan segala bentuk
bantuan dan perhatiannya, selama menempuh pendidikan program
beasiswa S2 Dalam Negeri selama 13 bulan.
5. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi yang telah memberikan
kesempatan waktu tugas belajar di Universitas Hasanuddin.
6. Segenap lnstansi terkait di Pemda Sleman, Pusat Studi Pariwisata UGM,
GAIA Yogyakarta, Pengelola dan masyarakat Desa Wisata Sambi yang
telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini.
7. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan V PSKMP UNHAS yang telah
banyak membantu dalam rangka penyelesaian tesis ini.
Secara istimewa, penulis mengucapkan rasa kasih sayang yang
paling mendalam kepada isteriku tersayang Tri Hapsari Sapta Nugraha,
anakku terkasih Albertus lndra Parahita dan Bernadetta Clarissa Nugrahani.
Doa dan kasih setia mereka senantiasa memberikan semangat dalam
penyelesaian tesis ini.
Akhir kata, penulis menyadari penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, ibarat tidak ada gading yang tak retak. Segala bentuk kritik dan
saran yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman, Amien.
Makassar, September 2008
F. Yhani Saktiawan
v
ABSTRAK
F. YHANI SAKTIAWAN. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Oesa Wisata: Kasus di Oesa Wisata Sambi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman (dibimbing oleh Sitti Bulkis dan Hamka Naping).
Penelitian ini bertujuan mengetahui partisipasi masyarakat dan pengembangan desa wisata ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi.
Jenis penelitian 1n1 deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan analisis deskriptif 'kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi berupa pelatihan sumberdaya manusia, pembentukan kelompok sadar wisata, dan kemitraaan dengan pihak-pihak terkait. Bentuk pengembangan objek dan daya tarik wisata berupa pengembangan desa wisata terpadu dan penggalakan sapta pesona. Bentuk pengembangan sarana prasarana wisata berupa pengadaan sarana outbond, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Dari ketiga aspek pengembangan Desa Wisata Sambi, partisipasi masyarakat masih rendah. Keterlibatan swasta paling tinggi dalam pengembangan kelembagaan dan objek serta daya tarik wisata. Pengembangan objek dan daya tarik wisata, keterlibatan pemerintah paling tinggi. Hal ini sejalan dengan partisipasi pasif (kepatuhan) dengan komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan dan informasi hanya menjadi milik profesional dari luar.
ABSTRACT
F. YHANI SAKTIAWAN. Public Participation in the Development of Tourism Village: A Case at Sambi Tourism Village, Pa/em District, Sleman Regency (supervised by Sitti Bulkis and Hamka Naping).
The aim of the study was to discover public participation and development of tourism village viewed from 1he aspects of institutional, object, tourist attraction, tourism facility and infrastructure at Sambi tourism village.
The study was descriptive qualitative. The data were collected through in-depth interview, observation, and documentation and analyzed descriptively and qualitatively.
The results of the study indicate that the types of development at Sambi tourism village are training of human resources, establishment of tourism awareness group, and partnership with related institutions. The development of tourism object and tourism attraction is done by integrated tourism village development and increasing of seven tourism charms. The development of facility and infrastructure is done through the procurement of outbound, gateway building, special building for organizers, and restaurant of natural village environment. In the development of Sambi tourism village, public participation is low, but the involvement of government and private party is high. This is in line with passive participation (obedience), where the community participates through information on what is going on or what has been done by the government/agent of development Information only belongs to professional from outside the area.
PRAKATA
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR lSI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR lSI
A. Perencanaan Pembangunan Partisipatif
B. Partisipasi Masyarakat
C. Konsep Masyarakat
D. Pengembangan Desa Wisata
E. Desa Wisata
F. Produk Pariwisata
G. Hasil Penelitian T entang Partisipasi Dalam Pariwisata
viii
Halaman
iv
vi
vii
viii
xi
xii
xiii
1
8
9
9
11
17
22
23
26
28
30
H. Kerangka Pemikiran Penelitian 32
I. Definisi Operasional 34
Ill. METODOLOGI PENELITIAN
A Pendekatan dan Jenis Penelitian 36
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 36
C. Jenis dan Sumber Data 37
D. Unit Analisis dan Penentuan lnforman 39
E. Teknik Pengumpulan Data 39
F. Teknik. Analsis Data 41
G. Tahapan Penelitian 43
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A Gambaran Umum Lokasi Peneutian 44
B. Kependudukan Kabupaten Sleman 47
C. Kondisi Perekonomian Kabupaten Sleman 49
D. Arah Pengembangan, Strategi dan Kebijakan Pariwisata 55
E. Profil Desa Wisata Sambi 58
F. Pengembangan Desa Wisata Sambi 62
G. Partisipasi Masyarakat Datam Pengembangan Desa Wisata 80
H. Model Pengembangan Desa Wisata Sambi 94
ix
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
B. Saran
DAFT AR PUSTAKA
DAFT AR LAMPl RAN
X
99
100
101
105
DAFTAR TABEL
Nom or hal a man
1. Pengunjung dan Objek Wisata di Kabupaten Sleman 4
2. Unsur dan lnforman Pengembangan Desa Wisata Sambi 39
3. Tahapan Penelitian 42
4. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman 44
5. Tata Guna Tanah di Kabupaten Sleman 46
6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin 48
7. Perkembangan Penduduk Kabupaten Sleman 49
8. PDRB Kabupaten Sleman 2000-2004 49
9. Struktur Perekonomian Kabupaten Sleman 2000-2004 51
10. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Pendidikan 59
11. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Mata Pencaharian 60
12. Jenis Potensi dan Bentuk Atraksi Wisata di Desa Wisata Sambi 73
13. Hasil Perencanaan Desa Wisata Sambi 83
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian 33
2. Struktur Kelembagaan Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi 64
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nom or halaman
1. Daftar Pertanyaan Penelitian : Wawancara Mendalam 105
2. Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Nomor 556/43/Kep.Budpar/2008 Tanggal25 Maret 2008 Tentang Tim Pelaksana Kegiatan Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman 110
3. Peta Wisata Kabupaten Sleman 115
4. Matriks Hubungan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi 116
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32
tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri,
berdasarkan potensi dan masalah yang ada di daerahnya. Era ini juga
membawa tuntutan akan pengelolaan pembangunan yang lebih
demokratis dan terbuka, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat
dalam proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi.
Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan
pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam
menunjang pembangunan pariwisata daerah. Berkaitan dengan hal
tersebut di atas, pengembangan pariwisata daerah hendaknya mengacu
pad a prinsip: (1) berpijak pad a aspek pelestarian, (2) menekankan
manfaat bagi masyarakat, (3) pengelolaan yang ramah lingkungan, (4)
menjaga terciptanya keseimbangan antar stakeholder, (5) keselarasan
yang sinergis antara wisatawan, lingkungan dan masyarakat yang peka
terhadap warisan budaya, adat istiadat, lingkungan hidup, dan jati diri
bangsa (Anonim, 2007).
2
Berdasarkan RIPPDA Sleman (2006), pengembangan pariwisata
daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber
dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi
bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pendekatan
perencanaan pengembangan desa wisata di Sleman menggunakan
community approach atau community based development. Dalam hal ini
masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola
langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian
masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan
ekonomi dan mengurangi urbanisasi.
Menurut Nasikun (1999) dalam lokakarya Penataan Kepariwisataan
Menyongsong Indonesia Baru menjelaskan bahwa pariwisata berbasis
komunitas memiliki ciri yang berbeda dengan kegiatan pariwisata bentuk
lama. Karakter pariwisata berbasis kominitas (1) lebih mudah
diorganisasi dalam skala kecil, (2) lebih mudah mengembangkan objek
objek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil, dan dapat dikelola oleh
komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal serta menimbulkan dampak
sosio-kultural yang minimal, (3) lebih besar memberikan peluang bagi
partisipasi komunitas dalam menikmati keuntungan bersama
perkembangan industri pariwisata, (4) memberikan tekanan pada
pentingnya keberlanjutan kultural dan berupaya membangkitkan rasa
hormat wisatawan pada kebudayaan lokal.
3
Lebih lanjut menurut Nasikun (1999), rasanya tidak semudah
membalikkan telapak tangan untuk menuju model pembangunan
kepariwisataan berbasis komunitas mengingat beberapa halangan, antara
lain: (1) kurangnya pemahaman akan visi pembangunan pariwisata
berkelanjutan, bukan hanya di tingkat masyarakat masyarakat namun juga
kalangan elit, (2) rendahnya profesionalisme masyarakat dalam bisnis
pariwisata, (3) penguasaan yang rendah atas modal sosio-kultural berupa
kemampuan komunitas lintas kultural dengan wisatawan, dan (4) kurang
mempunyai investasi kapital di pihak masyarakat lokal.
Di sisi lain menurut Destha (2007), perlunya peran masyarakat
untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik
sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan
dan kebersihan lingkungan, serta memberikan kenangan dan kesan yang
baik bagi wisatawan. Hal ini selayaknya dilakukan oleh masyarakat dalam
rangka mendukung program sapta pesona, dan menanamkan kesadaran
masyarakat dalam mengembangkan desa wisatanya.
Namun demikian menurut Panji (2005), usaha-usaha
pengembangan pariwisata yang berorientasi pada masyarakat lokal
masih minim. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan
secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau
terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan
budaya. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pariwisata sangat berbeda
4
dan ini tergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan dan
keahlian yang dimiliki oleh individu atau masyarakat lokal tersebut.
Selama ini Pemerintah Kabupaten Sleman terus berbenah serta
mencari peluang baru guna mengoptimalkan sumberdaya pariwisata
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja
dan pendapatan masyarakat. Sumberdaya pariwisata di Kabupaten
Sleman memiliki berbagai objek wisata, meliputi: 19 obyek wisata budaya
dan 3 obyek wisata alam, 3 obyek wisata minat khusus serta beberapa
obyek wisata buatan yang cukup representatif. Data jumlah pengunjung
dan obyek wisata di Kabupaten Sleman, dapat dilihat pada tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1. Pengunjung dan Objek Wisata di Kabupaten Sleman tahun 2004-2005
JENIS OBYEK 2004 2005 No
WISATA Wisnus Wisman JML Wisnus Wisman JML
1. CANOl 938.905 80.170 1.019.075 921.321 76.549 997.870
2. WISATAALAM 974.560 7.142 981.702 992.282 3.295 995.577
3. MUSEUMIMONUMEN 373.998 1.613 375.611 368.966 1.156 370.122
4. DESAWISATA 31.470 174 31.644 42.271 384 42.655
5. ATRAKSI KESENIAN 28.774 7.976 36.750 34.928 7.904 42.832
JUMLAH 2.347.707 97.075 2.444.782 2.359.768 89.288 2.449.056
Sumber: Dmas Kebudayaan dan Pariwtsata Kabupaten Sleman, 2005
Dari tabel 1 diatas menunjukkan dari tahun 2004 ke tahun 2005,
kecenderungan kunjungan wisatawan (mancanegara maupun nusantara)
pada objek Desa Wisata mengalami kenaikan paling signifikan (34,80%)
dibandingkan objek wisata lainnya. Hal ini dikarenakan oleh semakin
5
banyak wisatawan yang menggemari wisata lingkungan atau kembali ke
alam menyebabkan trend desa wisata semakin bertambah jumlahnya di
masa mendatang. Meski demikian upaya pengembangan desa wisata
dihadapkan pada persoalan kurang maksimalnya pengembangan potensi
desa wisata. Belum berkembangnya desa wisata, disebabkan masing
masing tumbuh dan berkembang sendiri-sendiri (www.kr.co.id).
Terkait dengan hal tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata, berdasarkan
Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
Nomor 556/43/Kep.Budpar/2008 tentang Tim Pelaksana Kegiatan
Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman, perlu dilaksanakan
pendampingan, pembinaan dan pelatihan pengelola desa wisata secara
efektif, efisien, dan berkesinambungan, serta memfasilitasi Forum
Komunikasi Desa Wisata Sleman sebagai wadah pertemuan antar desa
wisata untuk saling bertukar pengalaman dan proses saling belajar, serta
memperluas jaringan pemasaran melalui pertukaran informasi dan
membangun kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik instansi di
tingkat kabupaten maupun propinsi, Pusat Studi Pariwisata UGM, LSM,
Biro Perjalanan, Asosiasi pemandu wisata, dan kalangan swasta.
Forum Komunikasi Desa Wisata Sleman juga berfungsi sebagai
wadah koordinasi kegiatan bersama, seperti penyelenggaraan kegiatan
pelatihan sumberdaya manusia dan outbond training pelaku desa wisata
yang lokasi prakteknya di Desa Wisata Sambi. Hal ini dilakukan dalam
6
dalam rangka peningkatan sadar wisata pengembangan pariwisata di
Kabupaten Sleman. Keselarasan dukungan kegiatan dari instansi terkait
dan pelaku desa wisata diharapkan mampu menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi.
Saat ini di Kabupaten Sleman memiliki 33 lembaga lokal desa
wisata dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata
pedesaan. Namun menurut Anonim (2007), masih ada kekurangan dan
kelemahan yang berkaitan dengan kompetensi sumberdaya manusia,
kekurangmampuan untuk mengelola akomodasi dan produk wisata yang
ada, serta belum optimalnya pelayanan warga. Oleh karena kelembagaan
desa wisata memiliki peranan penting dalam mengelola sumberdaya yang
ada, dengan aturan main yang disepakati bersama oleh masyarakat
Selama ini kelembagaan Sekretariat Bersama Desa Wisata
Sambi belum be~alan secara optimal dan belum didukung sepenuhnya
oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh belum tergugah kesadarannya
masyarakat secara penuh dan belum memahami konsep desa wisata
secara utuh dalam upaya pengembangan Desa Wisata Sambi. Di samping
itu latar belakang terbentuknya Desa Wisata Sambi bukan murni berasal
dari inisiatif masyarakat, sehingga mutual trust dari masyarakat terhadap
pengelola Desa Wisata Sambi belum terbangun sepenuhnya, dalam
rangka mengembangkan objek dan daya tarik wisatanya.
Berbagai objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi,
meliputi: atraksi wisata pertanian (bajak sawah), atraksi wisata budaya
7
(kesenian tradisional, bangunan rumah adat kuno, upacara tradisi adat),
dan atraksi wisata alam (outbound). Di samping itu keberadaan Desa
Wisata Sambi juga didukung dengan adanya sarana prasarana wisata,
meliputi: homestay, sanggar padepokan pamengku, lembah alam Kali
Kuning, infrastruktur jalan beraspal, transportasi, dan sarana air bersih.
Hal tersebut di atas tentunya berhubungan dengan wisatawan atau
pengunjung yang tinggal di Desa Wisata Sambi. Wisatawan tidak hanya
menikmati suasana alam dan menyaksikan berbagai atraksi wisatanya,
tetapi biasanya ikut langsung berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat
setempat. Motivasi tersebut biasanya dikaitkan dengan keinginan
wisatawan untuk menambah/memperkaya wawasan, mengembangkan
kapasitas diri dan petualangan (adventure), serta belajar kebudayaan
lokal.
Dengan pertimbangan di atas, Peneliti tertarik untuk mengungkap
fenomena aktual mengenai bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi
ditinjau dari aspek kelembagaan, aspek objek dan daya tarik wisata,
aspek sarana prasarana wisata, serta mengetahui partisipasi masyarakat
dalam pengembangan Desa Wisata Sambi.
8
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang tersebut di atas, dapat
dikemukakan rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari
aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana
prasarana wisata ?
2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Sambi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukan diatas,
maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari
aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana
prasarana wisata.
2. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa
Wisata Sambi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata, yaitu :
1. Memberikan gambaran dan masukan bagi pengelola Desa Wisata
Sambi terkait dengan pengembangan desa wisata dilihat dari aspek
kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana
wisata.
9
2. Sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi Pemda Sleman terkait
dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Sambi khususnya maupun desa wisata lainnya pada umumnya.
3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pemikiran untuk
penelitian selanjutnya, khususnya mengenai partisipasi masyarakat
dalam pengembangan desa wisata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Pada hakekatnya, perencanaan dilakukan oleh setiap orang dengan
pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan tertentu. Pemahaman
tentang perencanaan sangatlah penting karena hal ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap keterlibatan dan peran pelaku pembangunan dalam
proses perencanaan.
Perencanaan merupakan salah satu tahapan dari pembangunan.
Menurut Todaro dalam Bryant and White (1987) pembangunan adalah
"proses multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam
struktur sosial, sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional, dan juga
akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan (inequality),
dan pemberantasan kemiskinan absolut".
Menurut Kunarjo (2002) perencanaan merupakan penyiapan
seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang
yang akan diarahkan pada tujuan tertentu. Definisi ini menunjukkan
bahwa perencanaan mempunyai unsur-unsur: (1) berhubungan dengan
hari depan, (2) menyusun seperangkat kegiatan secara sistematis, dan (3)
dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses perencanaan dapat dipahami sebagai suatu proses yang
sistematis untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
11
untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan menentukan apa, bagaimana,
bilamana, dimana dan oleh siapa, kegiatan pembangunan dilaksanakan
serta mengapa kegiatan itu perlu untuk dilakukan. Perencanaan memberikan
suatu hasil yaitu : 1) adanya pengarahan dan pedoman bagi pelaksana
kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan, 2) adanya suatu prakiraan
(forecasting) atau kegiatan yang dilakukan dan hasil yang dicapai, sehingga
mengurangi ketidakpastian tentang kondisi-kondisi dimasa yang akan
datang. 3) adanya peluang untuk memilih alternatif kegiatan terbaik, dapat
menentukan skala prioritas untuk kegiatan yang dilakukan, adanya pedoman
dan alat ukur untuk melakukan pengawasan. 4) pada dasarnya kegiatan
perencanaan berusaha menjawab : apa yang perlu dilakukan dalam kurun
waktu tertentu, siapa yang bertugas dan bertanggung jawab untuk
melakukan kegiatan tertentu. 5) bagaimana prosedur, mekanisme dan tata
cara yang harus ditempuh, 6) berapa biaya yang diperlukan untuk semua
kegiatan dan darimana sumberdaya yang diperlukan dapat diperoleh dan
kapan tujuan, sasaran dan target akan dicapai dan bagaimana
penjadwalannya. {PSKMP, 2002).
Menurut Syahroni (2002) perencanaan pembangunan merupakan
suatu usaha yang sistimatik dari berbagai pelaku (aktor), baik pemerintah,
swasta maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkat yang berbeda
untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek-aspek fisik,
sosial ekonomi dan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara; (1) secara
terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan; (2)
12
merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan; (3)
menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (so/ust); dan (4)
melaksanakannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia,
sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dapat ditangkap secara berkelanjutan.
Perencanaan dengan pendekatan partisipatif atau biasa disebut
sebagai participatory planning ini, Menurut Friedmann dalam (Paskarina,
2005:9) sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh
kesepakatan bersama (collective agreement) melalui aktivitas negosiasi
antar seluruh pelaku pembangunan (stakeholders). Proses politik ini
dilakukan secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat
memperoleh kemudahan setiap proses pembangunan yang dilakukan serta
setiap tahap perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif dapat
dipandang sebagai sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan
dapat meminimalkan konflik antar stakeholders. Perencanaan partisipatif
juga dapat dipandang sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social
teaming) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh pelaku pembangunan
atau stakeholders tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan
meningkatkan kapasitas seluruh stakeholders dalam upaya memobilisasi
sumberdaya yang dimilikinya secara luas.
Disamping itu perencanaan partisipatif dapat dipandang sebagai
proses teknis yang lebih menekankan pada peran dan kapasitas fasilitator
untuk mendefinisikan dan mengidentifikasi stakeholders secara tepat. Proses
13
teknis ini juga diarahkan untuk memformulasikan masalah secara kolektif,
merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi
konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik. Salah satu hal
penting dalam proses teknis ini adalah upaya pembangunan institusi
masyarakat sebagai wadah bagi masyarakat untuk melakukan proses
mobilisasi tentang pemahaman, pengetahuan, dan ide menuju terbangunnya
sebuah konsensus, sebagai awal tindak kolektif penyelesaian persoalan
publik.
Proses demokratisasi dalam pendekatan partisipatif, selalu dikaitkan
dengan masyarakat sebagai elemen terbesar dalam suatu tatanan
masyarakat, yang diharapkan dapat ikut berperan aktif dalam proses
penentuan arah pembangunan. Sutrisno 1985 dalam Suhirman (2003)
menyatakan perencanaan partisipatif adalah keikutsertaan seluruh
stakeholder termasuk masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
dan memiliki kemitraan serta pengambilan keputusan diambil melalui dialog
yang sehat antar stakeholders, dan masyarakat bukan hanya sebagai obyek
malainkan juga sebagai subyek pembangunan.
Menurut Salman (2005), perencanaan partisipatif pada awalnya
menempatkan rakyat hanya sebagai partisan dalam pembangunan, dengan
adanya' paradigma baru dalam pembangunan, berkembang pemikiran bahwa
pembangunan seharusnya oleh rakyat itu sendiri sedangkan pihak luar
hanyalah fasilitator. Agenda ini mengantarkan rakyat sebagai pelaku utama
dalam pembangunan. Pergeseran makna konsep partisipasi ini dari ka,\~
14
keadaan (keterlibatan rakyat dalam pembangunan) menjadi kata kerja
(pendekatan untuk mengantar rakyat menjadi pelaku pembangunan yang
dikenal dengan pendekatan partisipatoris).
Menu rut Garrod (2001 ), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan
penerapan prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata.
Pendekatan pertama yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan
formal sangat menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata.
Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang
partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih
seimbang antara pembangunan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini
lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dalam dampak
pembangunan ekowisata.
Lebih lanjut Garrod (2001) menyampaikan elemen-elemen dari
perencanaan pariwisata partisipatif yang sukses yaitu: (1) membutuhkan
kepemimpinan yang efektif (memiliki kredibilitas sebagai orang yang
memahami, empati dan peduli dengan pendapat stakeholder, memiliki
kredibilitas sebagai seseorang yang memiliki keahlian yang dibutuhkan di
daerah tersebut, mandiri, memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah
yang nyata dan tidak nyata, memiliki kemampuan mengatur partisipan, ber
sedia mengem-bangkan kelompok), mampu mengarahkan keterlibatan yang
sifatnya top down ke bottom up), (2) pemberdayaan masyarakat lokal, (3)
mengkaitkan keuntungan ekonomi dengan konservasi, (4) melibatkan
15
stakeholder lokal dalam setiap tahapan proyek, (5) adanya partisipasi lokal
dalam monitoring dan evaluasi proyek.
Menurut Nurhidayati (2002), salah satu bentuk perencanaan yang
partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan
Community Based Tourism (CBT) sebagai pendekatan pembangunan.
Definisi Community Based Tourism yaitu: (1) bentuk pariwisata yang
memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan
terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, (2) masyarakat
yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat
keuntungan, (3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi
dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di
pedesaan.
Pada dasarnya Community Based Tourism berkaitan erat dengan
adanya partisipasi dari masyarakat lokal. Menurut Timothy (1999) partisipasi
masyarakat dalam pariwisata terdiri dari dua perspektif, yaitu partisipasi lokal
dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi lokal berkaitan dengan
keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata.
Selanjutnya, Timothy menggagas model normatif partisipasi dalam
pembangunan pariwisata terdiri dari 3 hal pokok, yaitu: (1) berkaitan dengan
upaya mengikutsertakan anggota masyarakat dalam pengambilan
keputusan, (2) adanya partisipasi masyarakat lokal untuk menerima manfaat
dari kegiatan pariwisata, dan (3) pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat
lokal, yang dikenal dengan nama Albeit Western Perspektif. Ciri-ciri khusus
16
dari Community Based Tourism menurut Hudson dalam (Timothy, 1999)
adalah berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya
perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal serta lain
kelompok memiliki ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih besar
dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan.
B. Partisipasi Masyarakat
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan "keterlibatan
suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain". Dalam konteks
pembangunan, partisipasi masyarakat selalu terkait dengan keterlibatan
masyarakat dalam program/proyek/kegiatan pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah/negara. Sehingga disini terbedakan dengan jelas antara
pihak yang berperan sebagai pelaku/penginisiatif dengan pihak yang hanya
terlibat/partisipan (Salman, 2005).
Menurut Muhaimim (1997) dalam Syamsuddin (2005), teori partisipasi
masyarakat dapat dilihat dalam bentuk 2 (dua) matra, yakni matra sektoral
dan matra modernisasi. Pada kedua matra ini terlihat nuansa partisipasi
masyarakat secara horizontal maupun secara vertikal. Untuk matra sektoral
ini pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu:
a. Pola Umum: partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan oleh
pemerintah dan non pemerintah nyaris berimbang, artinya apabila terjadt
ke~asama antara keduanya dimana yj\ng terwujud adalah he~n semi
17
pemerintah, maka partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut
cenderung akan meningkat.
b. Pola Dualistik: partisipasi masyarakat dalam kegiatan non pemerintah
lebih tinggi daripada yang disponsori oleh pemerintah. Dengan kata lain,
kegiatan yang dimotori oleh pihak non pemerintah lebih mampu menarik
partisipasi masyarakat daripada yang disponsori oleh pemerintah.
Untuk matra modernisasi terdiri dari 2 (dua) bentuk pola, yaitu:
a. Pola Tradisonal: Partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang bersifat
tradisional lebih tinggi daripada partisipasi masyarakat dalam kegiatan
yang bersifat pasca tradisonal (modern). Masyarakat cenderung
berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang menggunakan organisasi
dalam lambang tradisional. Semakin banyak digunakan saluran-saluran
organisasi ataupun lambang-lambang tradisional, maka semakin tinggi
pula bentuk partisipasi masyarakat.
b. Pola Kreatif: Partisipasi masyarakat dalam pasca tradisonal untuk
beberapa hal tertentu adalah berbeda dengan kedua sektor lainnya, ada
kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya dapat menerima bentuk
lambang-lambang modernisasi. Pada saat yang sama, kelompok
masyarakat tadi melakukan pula pendekatan terhadap pola tradisional
maupun modern yang terlalu ekstrim, sembari kreatif pula mei1CiF'~C
lambang-lambang baru dengan tetap menyeleksi secara ket~t ilhsur
unsur modern tadi.
18
Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses
dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan
mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat
turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui
proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan
penggunaannya. Selanjutnya Amien (2003) menyatakan perlunya pelibatan
masyarakat dalam proses pembangunan setidaknya berbasis pada tiga
pertimbangan. Pertama, untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi
yang diperlukan agar proses pembangunan memiliki kemungkinan yang
semakin besar yang diperlukan untuk berhasil atau dengan kata lain
mengurangi ketidakpastian. Kedua, untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.
Ketiga, sebagai perwujudan dan aktifitas proses pengambilan keputusan.
Davis dan Newstrom (1988) dalam Salman (2005) mengartikan
partisipasi sebagai "keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam
situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi
kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan
itu". Oari definisi ini terkandung tiga esensi yakni: (1) keterlibatan, partisipasi
berarti adanya keterlibatan mental dan emosional dibanding hanya aktivitas
fisik, sehingga dengan itu makna partisipasi secara sukarela menjadi
terbedakan dari mobilisasi; (2) kontribusi, partisipasi berarti mendorong
orang untuk mendukung/menyumbang bagi situasi tertentu, sehingga
berbeda dengan sikap memberi ses~ ~3} tanggungjawab, partisipasi
mendorong orang untuk bertanggungjawab dalam suatu kegiatan karena apa
19
yang disumbangkannya itu adalah atas dasar sukarela sehingga timbul self
involve.
Pretty (1995) dalam Salman (2005) mengilustrasikan partisipasi
masyarakat dalam program pembangunan bersifat kontinum, mulai dari
partisipasi yang dimanipulasi (manipulative participation) yang dilakukan
pihak luar terhadap masyarakat, sampai pada mobilisasi diri (self
mobilisation) oleh inisiatif masyarakat itu sendiri dalam memecahkan
masalah/memenuhi kebutuhan sesuai keberadaannya.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dari yang
terendah sampai tertinggi adalah sebagai berikut: 1) Partisipasi Manipulasi
(Kooptast), partisipasi komunitas dipretensi secara sederhana, dimana
keterwakilan rakyat pada badan pemerintah tidak melalui pemilihan secara
demokratis, dan representasi komunitas pada badan pemerintah tidak
memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan; 2) Partisipasi Pasif
(Kepatuhan), komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa yang te~adi
atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan. Melibatkan
pengumuman sepihak dari manajemen/administrasi proyek tanpa
mendengarkan jawaban komunitas. lnformasi hanya menjadi milik
professional dari luar; 3) Partisipasi Konsultasi (Konsultatif), komunitas
berpartisipasi melalui konsultasi atau menjawab pertanyaan. Agen eksternal
menetapkan masalah dan proses pengumpulan informasi serta mengontrol
analisanya. Sebagian besal proses konsultatif berlangsung tanpa berbagi
pendapat dalam pengambilan keputusan, dan professional eksternal tidak
20
memiliki kewajiban untuk mengakomodir pandangan masyarakat dalam
formulasi rencana/keputusannya; 4) Partisipasi Material (Kontribust),
komunitas berpartisipasi melalui kontribusi sumberdaya seperti tenaga kerja,
atau bentuk material seperti bahan makanan atau dana. Bentuk seperti ini
sangat umum, yang didalamnya komunitas belum menjadi pemangku dari
praktek pembangunan yang berlangsung; 5) Partisipasi Fungsional
(Kerjasama), partisipasi komunitas dilihat oleh orang luar sebagai cara
(means) untuk mencapai tujuan dari proyek. Rakyat berpartisipasi melalui
pembentukan kelompok-kelompok untuk menemukan kelompok yang
berpengaruh; mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tetapi nanti
setelah keputusan besar dan mendasar sudah disiapkan oleh agen luar;
6) Partisipasi lnteraktif (Saling Belajat), rakyat terlibat dalam analisis
bersama, pengembangan rencana aksi dan pembentukan/penguatan
kelembagaan lokal. Partisipasi dilihat dalam makna yang benar, bukan
sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan proyek. Proses ini melibatkan
metodologi interdisipliner untuk mendapatkan perspektif yang lebih beragam
dan proses belajar yang sistematik dan terstruktur. Karena kelompok
memainkan kontrol dalam pengambilan keputusan dan menentukan
bagaimana sumberdaya digunakan, maka mereka menjadi pemangku dalam
memelihara struktur dan praktek; 7) Mobilisasi Diri (Pemberdayaan}, rakyat
berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif secara indepel'\den dari
lembaga eksternal dalam mengubah sistem. Mereka membangun kontak
dengan lembaga luar untuk dukungan sumberya dan bimbingal1 \eknis yang
21
diperlukan, tetapi tetap mengontrol bagaimana sumberdaya yang ada
digunakan.
C. Konsep Masyarakat
Menurut Koentjaraningrat (1996), masyarakat (society) adalah
kelompok manusia yang saling berinteraksi, memiliki prasarana untuk
kegiatan tersebut, dan adanya saling keterkaitan untuk mencapai tujuan
bersama.
Menurut Soekanto (2000), alam masyarakat setidaknya memuat unsur
sebagai berikut ini : (1) beranggotakan minimal dua orang, (2) anggotanya
sadar sebagai satu kesatuan, (3) berhubungan dalam waktu yang cukup
lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan
membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat, (4) menjadi
sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu
sama lain sebagai anggota masyarakat.
Masyarakat Pariwisata adalah masyarakat umum, masyarakat
tempatan/lokal, kelompok dan organisasi masyarakat, serta perguruan tinggi
dan badan/lembaga penelitian yang dalam kegiatan sehari-harinya terkait
baik secara langsung maupun tidak dengan perencanaan dan
pengembangan pariwisata (Tim Perumus, 2002).
22
D. Pengembangan Desa Wisata
Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata (2001 ), maka pola pengembangan desa wisata
diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :
a). Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat
Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola
kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi
wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya.
b). Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa
Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah
apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah
apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa
sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang
dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan
sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan
prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi
dan dinikmati wisatawan.
c). Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian
Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam
pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa tersebut sehingga
dapat mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.
d). Memberdayakan masyarak'at desa wisata
23
Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan
masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut.
Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep
Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa
memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan
pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam
bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari
e). Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan
Pengembangan suatu desa menjadi desa wisata harus memperhatikan
kapasitas desa tersebut, baik kapasitas fisik maupun kesiapan
masyarakat. Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable
tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan
yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar
tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial
budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik
desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah
penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home
stay), penyediaan kebutuhan konsum~ wisatawan, pemandu wisata,
penyediaan transportasi lokal seperti a~dong/dokar, kuda, pertunjukan
kesenian, dan lain-lain.
Prinsip dasar pengembangan desa wisata, meliputi: (1)
pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam sk~\a kecil beserta pelayanan
24
di dalam atau dekat dengan desa, (2) fasilitas-fasilitas dan pelayanan
tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja
sama atau individu yang memiliki, (3) pengembangan desa wisata
didasarkan pada salah satu "sifat" budaya tradisional yang lekat pada suatu
desa atau "sifat" atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan
desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Rl menetapkan beberapa
kriteria pengembangan pariwisata dimasa yang akan datang adalah : (1)
Pengembangan pariwisata harus didasarkan atas hasil musyawarah dengan
kemufakatan seluruh stakeholders (pemerintah, swasta dan masyarakat), (2)
Pengembangan pariwisata harus memberikan manfaat, baik manfaat
material, spiritual, kultural maupun intelektual, (3) Pengembangan pariwisata
harus didasarkan atas prinsip-prinsip lingkungan dan ekologi yang sehat,
peka terhadap atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial, budaya, dan
tradisi keagamaan yang dianut oleh penduduk setempat, serta tidak
menempatkan penduduk setempat pada posisi yang dapat merendahkan
martabatnya sebagai manusia, (4) Pengembangan pariwisata hendaknya
dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi ambang batas daya
dukung lingkungan dan menjadi kendala bagi peningkatan kualitas hubungan
manusia yang sehat berdasarkan keadilan dan kesetaraan (Renstra
Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasionai2005-2009J.
25
E. Desa Wisata
Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang
memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa
karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya
masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan
pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata
adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang
menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993).
Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a)
berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen
bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan, (e) adanya keterlibatan
anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g) adanya
motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, G) adanya
studi orientasi.
Pemahaman mengenai desa wisata (village tourism) seringkali
dirancukan dengan istilah wisata desa (rural tourism). Ahimsa Putra dkk
(2000) menyatakan bila desa wisata berbeda dengan wisata perdesaan.
Pengertian desa wisata mengarah kepada suatu bentuk kawasan
permukiman yang terdapat pada daerah perdesaan, baik secara sengaja
ataupun tidak, telah menjadi sebuah kawasan yang menjadi tujuan
kunjungan wisatawan karena memiliki daya tarik atau objek wisata, dan di
desa ini wisatawan dapat melakukan kegiatan menginap. Desa wisata
26
merupakan salah satu perwujudan pariwisata inti rakyat (PIR) karena di
dalamnya terkandung upaya untuk pemberdayaan sumberdaya lokal dan
mempergunakan pengetahuan serta kemampuan masyarakat lokal.
Sedangkan pariwisata perdesaan berupa kunjungan yang
berlangsung di daerah perdesaan, namun tidak menginap di daerah tujuan
tersebut. Wisatawan tetap tinggal di hotel atau di kota, sebab masih
minimnya fasilitas untuk wisatawan di perdesaan. Persoalan "menginap di
desa" inilah yang menjadikan perbedaan antara wisata desa dengan desa
wisata. Lebih lanjut, usaha menciptakan sebuah desa wisata tidak lagi hanya
terbatas pada upaya meninngkatkan daya tarik atau objek wisata yang ada di
desa tersebut, namun juga perlu diimbangi dengan peningkatan kuallitas
kondisi fisik, sosial dan budaya objek wisata tersebut, termasuk dalam hal
penyiapan penduduk lokal untuk menerima, memberikan pelayanan kepada
wisatawan, serta menciptakan suasana yang membuat mereka lebih betah
daripada di kota ..
Menu rut Nuryanti (1993), kriteria desa wisata meliputi : (1) atraksi
wisata yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia.
Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa, (2) jarak .,
tempuh adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutamcl tempat tinggal
wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota
kabupaten, (3) besaran desa menyangkut jumlah rumah, jumlah penduduk,
karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya
dukung kepariwisataan pada suatu desa, (4) sistem kepercayaan dan
27
kemasyarakatan merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan
yang khusus pada komunitas sebuah desa, (5) ketersediaan infrastruktur;
meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih,
drainase, telepon dan sebagainya.
F. Produk Pariwisata
Produk pariwisata sebagai komponen penting dalam industri pariwisata
mencakup tiga aspek yang dikenal dengan istilah Triple A yaitu Atraksi, Amenitas,
dan Aksesibilitas (Wijono, 1999). Produk pariwisata dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat 'dijual' sebagai komoditas pariwisata. Menurut UU No
9/1990, Atraksi atau objek dan daya tarik wisata (ODT\1\1 adalah objek yang
memiliki daya tarik untuk dilihat, ditonton, dinikmati yang layak 'dijual' ke pasar
wisata. Seringkali atraksi ditafsirkan dalam dua komponen yakni sebagai objek
wisata (tourism object) dan atraksi wisata (tourist attraction). Dalam hal ini objek
dan daya tarik wisata adalah segala macam objek bergerak maupun tidak
bergerak yang layak ditawarkan, dijual kepada pasar wisata, baik wisatawan
domestik ataupun mancanegara.
Dalam konteks pariwisata perdesaan, produk wisata mencakup segala
macam objek bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki daya tarik dan
layak ditawarkan, dijual kepada wisatawan, baik wisatawan domestik ataupun
mancanegara. Atraksi wisata perdesaan dapat dibedakan dalam dua bentuk,
yakni atraksi yang dapat dinikmati atau dicerap panca indera (tangible/material)
dan atraksi yang tidak dapat dilihat secara kasat mata (inmateriaVintangible). Dua
28
bentuk ini sebetulnya dapat dikemas secara bersama ataupun berbeda.
Amenitas adalah segala macam fasilitas yang menunjang kegiatan
pariwisata. Diantaranya rumah makan, hotel, sarana komunikasi, papan
informasi, money changer dll. Keberadaan dan kelengkapan berbagai jenis
fasilitas menjadi prasyarat mutlak bagi peningkatan kunjungan wisatawan pada
suatu objek wisata. Dalam kaitannya dengan wisatawan perdesaan, sarana
amenitas yang dipertukan wisatawan tidak pertu seperti yang terdapat di
perkotaan. Wisatawan yang hendak menginap di desa tidak mencari sarana
penginapan seperti hotel berbintang namun justru kesederhanaan seperti
hakekat kegiatan wisata perdesaan yakni mengajak tamu untuk tinggal bersama
(live in) pada rumahtangga perdesaan. Keberadaan beberapa rumah khas di
perdesaan Jawa, seperti joglo, sinom ataupun Iimas dapat direnovasi dan
digunakan untuk sarana menginap para tamu. Adanya bangunan dan ruang
ruang dalam sebuah rumah khas Jawa juga menarik untuk menjadi cerita
tersendiri bagi wisatawan.
Produk wisata lainnya adalah aksesibilitas, berupa sarana prasarana yang
menyebabkan wisatawan dapat berkunjung di sebuah kawasan wisata. Dalam
konteks ini, sarana dan prasarana dibangun agar wisatawan dapat mencapai
objek dengan mudah, aman, dan nyaman.
Dari ketiga aspek produk wisata di atas, , model pengembangan produk
wisata haruslah mempertahankan keasliannya agar dapat bersaing dengan
daerah lainnya. Dengan kata lain, masing-masing objek harus memiliki style
tersendiri yang berbeda dengan objek wisata lainnya. Style merupakan faktor
29
penting dalam menentukan penjualan. Dalam pariwisata yang dikatakan sebagai
product style yang baik adalah (a) daya atrik objek itu sendiri, (b) memiliki
perbedaan dengan objek lainnya, (c) dukungan kondisi prasarana yang
terpelihara dengan baik, (d) ketersediaan fasilitas "something to see, something
to do, something to buy", (e) dilengkapi dengan sarana prasarana lainnya
(RIPPDA Sleman, 2006).
G. Hasil Penelitian Tentang Partisipasi Dalam Pariwisata
Menurut Timothy (1999), partisipasi masyarakat dalam pariwisata
terdiri dari dua perspektif yaitu: (1) partisipasi lokal dalam proses
pengambilan keputusan, dan (2) partisipasi lokal berkaitan dengan
keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata.
Sedangkan menurut Murphy (1985), setiap masyarakat harus didorong untuk
mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan pariwisata untuk
meningkatkan kebutuhan masyarakat lokal. Untuk itu dibutuhkan
perencanaan sedemikian rupa sehingga aspek sosial dari lingkungan masuk
dalam perencanaan dan industri pariwisata memperhatikan wisatawan dan
juga masyarakat setempat.
Pemahaman mengenai aktivitas pariwisata di lingkungan perdesaan
antar negara cukup beragam (Lane, 1994). Di Finlandia berbentuk
penyewaan cottage-cottage atau lewat penyediaan pelayanan makanan di
pinggiran kota. Di Hungaria berupa village tourism yakni aktivitas beserta
pelayanan di desa-desa ter"WPuk pula berbagai bentuk wisatanya. Di
30
Belanda, aktivitas wisata perdesaan dengan cara berkemah di lahan
pertanian dan menekankan aktivitas di sekitar lokasi pertanian, baik sekedar
bersepeda atau berkuda (Rats dan Laszlo Pucko, 1998).
Hasil penelitian menurut Nurhasan (2002) pada Objek Wisata Alam
dan Budaya Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut menunjukkan
bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan potensi objek ini adalah
baik, dengan tingkat partisipasi pada perencanaan sebesar 28,4%, pada
pelaksanaan sebesar 14,2%, pada pemanfaatan sebesar 31 ,6%, dan pada
pelestarian sebesar 25,8%. Sehingga tujuan wisata bisa diarahkan juga
sebagai objek wisata tirta, seperti pemancingan, dayung, dan renang.
Sedangkan untuk persepsi wisatawan tentang fasilitas objek wisata,
kebersihan, keamanan dan pelayanan di objek wisata adalah baik. Sehingga
untuk mendukung upaya pengembangan perlu diadakan upaya perbaikan
dan penambahan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung terhadap
upaya pengembangan objek wisata.
Pengembangan kawasan perdesaan sebagai objek wisata di Pulau
Bali, tidak dapat dipisahkan antara pariwisata dan kebudayaannya.
Perkembangan kegiatan pariwisata di daerah ini didasarkan pada kehidupan
agama Hindu yang tercerminkan dalam struktur banjar adat dan desa adat.
Keberadaan desa adat dan banjar memegang peran penting dalam
keberlanjutan kepariwisataan di Pulau Dewata (Kusumaedi, 2003).
31
H. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pembangunan kepariwisataan dalam rangka pengembangan desa
wisata menggunakan pendekatan community based tourism, di mana
masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang
pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan pemerintah dan
swasta hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai
pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami
tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas
produk wisata yang ada di desa wisatanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, keterlibatan pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan
bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman
yang sama dari stakeholders yang terkait dan memberikan ruang yang
seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa
wisata.
Desa Wisata Sambi merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten
Sleman yang masih mengandalkan keaslian alam dan potensi desanya,
memiliki banyak potensi wisata alam dan wisata budaya. Namun potensi
wisata ini belum didukung adanya partisipasi aktif dari masyarakat secara
·penuh, sehingga hal ini akan mempengaruhi pada kelembagaan Desa
Wisata Sambi yang belum berjalan secara optimal.
Oleh karena itu pengembangan Desa Wisata Sambi perru diafahttitf
pada pengembangan aspek keJ~aan desa wisata, objek dl!ln daya tarik .~.
32
wisata, serta sarana prasarana wisata. Ketiga aspek ini sangat berperan
besar dalam meningkatkan kualitas produk dan pelayanan wisata yang lebih
baik kepada wisatawan. Selanjutnya, diharapkan akan mampu mendesain
model pengembangan desa wisata dan meningkatkan partisipasi
masyarakat, serta memberikan rekomendasi bagi keterlibatan pemerintah
dan swasta untuk lebih intensif memfasilitasi dan memotivasi dalam
pembinaan dan pelatihan-pelatihan terutama yang terkait dengan pelayanan
(services) kepada wisatawan.
Pengembangan Desa Wisata Sambi: a. Aspek Kelembagaan b. Aspek Objek dan Daya Tarik Wisata c. Sarana Prasarana Wisata
Partisipasi Masyarakat
Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi
Model Pengembangan Desa Wisata Sambi
Bagan 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
33
I. Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, maka
variabel-variabel tersebut dioperasionalkan dengan definisi sebagai berikut:
1. Partisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan masyarakat baik secara
mental maupun emosional yang mendorong mereka untuk memberikan
kontribusi kepada tujuan dan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian
tujuan itu. Definisi partisipasi memberikan 3 gagasan penting: (1).
Keterlibatan, menyangkut mental dan emosional bukan sekedar hanya
aktifitas fisik karena tugasnya melainkan bersifat fisiologis; (2) kontribusi,
motivasi untuk menyalurkan inisiatif dan kreatifitasnya untuk berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan; (3) tanggung jawab, dimana karena
keterlibatannya dalam proses sosial mereka akan bertanggung jawab
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang maksimal. Partisipasi
masyarakat dapat dilihat dari tingkat kehadiran, penyampaian gagasan
atau ide dalam musyawarah, dan keterlibatan dalam pengambilan
keputusan.
2. Masyarakat (Society) adalah orang perorangan, kelompok masyarakat
yang bersifat sosiologis, profesional, sektor informal dan lembaga
penelitian yang saling berinteraksi, memiliki prasarana untuk kegiatan
tersebut, dan adanya saling keterkaitan untuk mencapai tujuan bersama.
3. Pemerintah adalah aparat/pegawai negeri sipil yang terlibat langsung
dalam pengembangan desa wisata.
34
4. Swasta adalah pelaku usaha yang memiliki integritas proses bisnis, dan
terlibat langsung dalam pengembangan desa wisata.
5. Pengembangan adalah suatu tindakan untuk membuat suatu usaha yang
dikelola menjadi lebih besar.
6. Kelembagaan desa wisata merupakan wadah komunitas lokal suatu
desa wisata yang dikelola dengan aturan main yang disepakati
bersama.
7. Desa Wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi
keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik
lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat,
yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan fasilitas
pendukung wisatanya.
8. Obyek dan daya tarik wisata atau merupakan lokasi atau tempat tertentu
yang mempunyai potensi dan daya tarik wisata, baik wisata alam dan wisata
budaya.
9. Sarana prasarana wisata adalah segala fasilitas yang mendukung
kelancaran kegiatan wisata agar dapat memberikan kepuasan pelayanan
bagi wisatawan.
10. Model pengembangan desa wisata merupakan perwujudan dari model
pengembangan ekonomi kerakyatan melalui kegiatan pariwisata di pedesaan
dengan ciri khas budaya setempat, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya.
BAB Ill
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu
memberikan gambaran secara menyeluruh tentang bentuk pengembangan
Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik,
serta sarana prasarana wisatanya. Selanjutnya ingin diketahui integrasi
antara partisipasi masyarakat dengan pengembangan Desa Wisata Sambi,
yang melibatkan unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat dari
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif yang digunakan untuk
menggali partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi
dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta mendiskripsikan tentang
bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan,
aspek objek dan daya tari wisata, serta aspek sarana prasarana wisata.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan (Mei-Agustus 2008).
Lokasi penelitian ditetapkan di Desa Wisata Sambi Kecamatan Pakem
Kabupaten Sleman dengan sejumlah pertimbangan sebagai berikut:
36
1. Desa Wisata Sambi masih mengandalkan keaslian alam dan potensi
desanya, dengan daya tarik wisata alam maupun wisata budaya.
2. Desa Wisata Sambi memiliki letak strategis yang berada pada jalur
wisata unggulan Kaliurang.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan dan digunakan dalam penelitian ini
berasal dari dua sumber data yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui metode
wawancara mendalam, dan observasi. Data primer tersebut dapat berupa
informasi dan opini informan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Bentuk Pengembangan Desa Wisata Sambi dilihat dari 3 aspek, meliputi:
1. Kelembagaan, menggambarkan tentang kelembagaan desa wisata
Sambi dan cara pengembangannya, pembentukan kelompok sadar
wisata, kemitraan dengan swasta dan pemerintah, serta kegiatan
pelatihan sumberdaya manusia dan outbound training bagi pelaku
desa wisata.
2. Objek dan Daya Tarik Wisata, menggambarkan jenis potensi dan
bentuk atraksi, paket desa wisata terpadu, penggalakkan sapta
pesona dan manfaat desa wisata Sambi.
3. Sarana Prasarana Wisata, menggambarkan sarpras yang
dikembangkan berkaitan dengan pengadaan alat-alat outbound,
pembuatan gapura dan bangunan khusus pengelola desa wisata,
pengadaan cinderamata dan makanan khas Desa Wisata Sambi.
37
b. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi:
1. Tahap Perencanaan, menggambarkan tentang keterlibatan
pemerintah, swasta dan masyarakat dalam perencanaan
pengembangan Desa Wisata Sambi.
2. Tahap Pelaksanaan, menggambarkan tentang atraksi wisata dan
keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan
pengembangan Desa Wisata Sambi.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh tidak melalui upaya
pengumpulan sendiri, melainkan melalui dokumen-dokumen tertulis,
meliputi:
a. Data tentang lokasi penelitian, kondisi geografis, keadaan penduduk,
serta aspek lain yang menyangkut kondisi dan wilayah penelitian.
b. Dokumen-dukumen yang berkaitan dengan usulan-usulan program,
laporan kegiatan, laporan evaluasi, dan dokumen pendukung lainnya.
D. Unit Analisis dan Penentuan lnforman
Unit analisis dalam penelitian ini adalah stakeholders yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat yang terlibat langsung dalam
pengembangan Desa Wisata Sambi.
Sumber informasi atau informan ditentukan secara acak dengan
tujuan tertentu (purposive random sampling), meliputi: (1) Pemerintah
(Kepala Bidang Sosial Ekonomi Bappeda Sleman, Kepala Seksi ODTW
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, Kepala Seksi Pemasaran Dinas
38
Pertanian dan Kehutanan Sleman, Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Pakem, Kepala Desa Pakembinangun), (2) Swasta (Direktur
Yayasan GAIA Yogyakarta, Stat Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas
Gadjah Mada), (3) Masyarakat (Kepala Dukuh, Ketua Forum Komunikasi
Desa Wisata, Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi, Ketua LPMD
Sambi, Ketua Kelompok Tani Manunggal, Wakil Ketua Karang Taruna,
Pembina PKK, Pemilik Homestay).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sangat penting diperhatikan guna
memperoleh data yang tepat, valid dan akurat. Penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui :
1. Wawancara mendalam (in dept interview)
Wawancara mendalam dilakukan secara terbuka, dimana peneliti
bertanya pada informan kunci mengenai fakta-fakta empiris maupun opini
informan tentang partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa
Wisata Sambi. Pelaksanaan wawancara mendalam menggunakan alat
bantu berupa pedoman wawancara dan alat perekam. Wawancara
mendalam dilaku~an terhadctp 15 informan, secara rinci dapat dilihat
pada tabel 2 di baw~h ini.
39
Tabel 2. Unsur dan lnforman terkait dalam pengembangan Desa Wisata Sambi
Unsur Inform an Jumlah
1. Pemerintah a. Kepala Bidang Sosek Bappeda 1
b. Kepala Seksi ODTW Disbudpar 1
c. Kepala Seksi Pemasaran Distanhut 1
d. Kepala Seksi Ekobang Kecamatan Pakem 1
e. Kepala Desa Pakembinangun 1
2. Swasta a. Direktur GAIA Yogyakarta 1
b. Stat Peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM 1
3. Masyarakat a. Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata 1
b. Kepala Dukuh Sambi 1
c. Ketua Sekber Desa Wisata Sambi 1
d. Ketua LPMD Sambi 1
e. Ketua Kelompok Tani "Manunggal" Sambi 1
f. Wakil Ketua Sub Unit Karang Taruna Sambi 1
g. Pembina PKK Sambi 1
h. Pemilik Homestay Sambi 1
Totallnforman 15
2. Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek
penelitian untuk mengungkap fenomena yang belum terungkap lewat
wawancara mendalam, yaitu pengamatan terhadap kondisi lokasi
penelitian, aspek sosial dan budaya masyarakat, serta aspek-aspek
lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
3. Studi Dokumen yaitu menelaah berbagai informasi dan data yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti baik berupa peraturan-peraturan,
40
keputusan-keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda yang
terkait dengan objek penelitian, buku-buku literatur maupun laporan
pelaksanaan kegiatan dan evaluasi, serta dokumen lainnya.
F. Teknik Analisis Data
Dalam rangka menjawab permasalahan penelitian, maka
dipergunakan analisis kualitatif. Variabel-variabel penelitian yang diperoleh
melalui wawancara mendalam dengan informan didiskripsikan, selanjutnya
seluruh data akan dianalisis secara kualitatif untuk menjelaskan secara
objektif fakta yang ada, tentang partisipasi masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Sambi.
Metode analisis yang digunakan untuk menilai data dari lapangan
dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Fenomena yang
te~adi dievaluasi secara deskriptif. Hasil pengumpulan data direduksi,
selanjutnya dikelompokkan dalam bentuk segmen tertentu (display data) dan
selanjutnya dibuat kesimpulan (Bungin, 2003). Langkah-langkah dalam
analisis data deskriptif kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses memilih dan merangkum hal-hal pokok
yang sesuai dengan fokus penelitian sehingga memberikan gambaran yang
lebih tajam tentang hasil pengamatan maupun hasil wawancara mendalam.
41
2. Display Data
Display data adalah cara menyajikan data dengan memberikan variasi
berupa bagan, gambar, tabel/matriks atau grafik. Dalam hasil penelitian ini
sebagian besar display data ditampilkan dalam bentuk tabel.
Tujuan pertama penelitian ini untuk mendiskripsikan pengembangan
Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik
wisata, serta sarana prasarana wisata dalam bentuk uraian secara
kronologis. Display data disajikan menggunakan bagan dan tabel.
Sedangkan tujuan kedua dari penelitian ini untuk mengetahui partisipasi
masyarakat dalam pengembangan desa wisata Sambi dari perencanaan
hingga evaluasi, display data disajikan dalam bentuk tabel.
3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi
Data yang diperoleh dari lapangan, dilakukan pencarian makna dan
hubungan serta keterkaitan antara data yang satu dengan lainnya. Melalui
potongan-potongan data yang ada dapat membentuk suatu cerita utuh
mengenai topik yang diambil dan terakhir ditarik suatu kesimpulan.
H. Tahapan Penelitian
Pelaksanaan kegiatan penelitian mulai dari tahap persiapan hingga
sidang komisi tesis rnembutuhkan waktu kurang lebih empat bulan,
diperkirakan mu~ai bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Agustus 2008
dengan tahapan kegiatan sebagaimana terlihat pada tabel 3 di bawah ini.
No
1.
6.
c. Konsultasi
d.Seminar Proposal/
seminar Sidang komisi tesis
42
Tabel 3. Tahapan Penelitian
No
1.
2.
3.
6.
c. Konsultasi
d.Seminar Proposal/ revisi
Pengumpulan data, dan analisis data Penulisan Bab IV dan
seminar Sidang komisi tesis
42
T abel 3. Tahapan Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum lokasi Penelitian
1. letak dan luas Wilayah Administrasi
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta, terletak pada titik koordinat
10715'03" sampai dengan 10029'30" Bujur Timur dan 734'51" sampai
dengan 747'03" Lintang Selatan. Sebelah utara, berbatasan dengan
Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa
Tengah. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo,
Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi
Jawa Tengah. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta,
Kabupaten Bantu!, dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah
lstimewa Yogyakarta.
Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km2
atau sekitar 18% dari luas wilayah Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta
yang seluas 3.185,80 km2. Jarak te~auh utara-selatan wilayah Kabupaten
Sleman 32 km, sedangkan jarak terjauh timur-barat 35 km. Dalam
perspektif mata burung, wilayah Kabupaten Sleman berbentuk segitiga
dengan alas di sisi selatan dan puncak di sisi utara.
44
Berdasarkan wilayah administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas
17 wilayah kecamatan, 86 desa, dan 1.212 padukuhan. Kecamatan
Cangkringan dengan wilayah terluas yaitu 4. 799 Ha atau 8,35% dari total
luas wilayah Kabupaten Sleman, dan yang paling sempit adalah
Kecamatan Berbah seluas 2.299 Ha atau 3,99% dari total luas wilayah
Kabupaten Sleman, secara rinci dapat dilihat pada Tabel4 di bawah ini.
Tabel 4. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman
No Kecamatan Jumlah Luas % Thd Luas Des a Padukuhan (Ha) Kab.
1. Moyudan 4 65 2.762 4,80 2. Godean 7 77 2.684 4,67 3. Minggir 5 68 2.727 4,74 4. Gam ping 5 59 2.925 5,09 5. Seyegan 5 67 2.663 4,63 6. Turi 4 54 4.309 7,49 7. Tempel 8 98 3.249 5,65 8. Sleman 6 83 3.132 5,45 9. Ngaglik 5 87 3.852 6,70 10. Mlati 5 74 2.852 4,96 11. Depok 3 58 3.555 6,18 12. Cangknngan 5 73 4.799 8,35 13. Pakem 5 61 4.384 7,62 14. Ngemplak 5 82 3.571 6,21 15. Kalasan 4 80 3.584 6,23 16. Berbah 4 58 2.299 3,99 17. Prambanan 6 68 4.135 7,19
Jumlah 86 1.212 57.482 100 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2005
2. Keadaan Geografis
Keadaan topografi tanah di bagian selatan relatif datar kecuali
daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan
sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di
bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal. Ketinggian wilayah
45
Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter
di atas permukaan laut (m dpl). Kondisi geologi didominasi dari
keberadaan gunung Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan
vulkanik, sedimen, dan batuan terobosan, di mana endapan vulkanik
mewakili lebih dari 90% luas wilayah.
Di Kabupaten Sleman terdapat sekitar 100 sumber mata air, yang
airnya mengalir ke sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning,
Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat anak-anak sungai yang
mengalir ke arah selatan dan bermuara di samudera Indonesia. Air tanah
Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan bergerak
menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi, rekahan atau
patahan maka akan muncul mata air. Di samping itu terdapat 4 jalur mata
air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman
Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air
ini telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi.
Kondisi iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman termasuk
tropis basah dengan curah hujan rata-rata tertinggi 16,1 mm pada tahun
2003 dan 39,85 mm pada tahun 2004. Untuk tahun 2004, hari hujan dalam
sebulan maksimum 23 hari dan minimun 1 hari; kecepatan angin
maksimum 5,92 knots dan minimum 1,3 knots; kelembaban nisbi tertinggi
95,1% dan terendah 49,2%; sedangkan temperatur udara tertinggi 33,8°C
dan terendah 21 ,5°C.
46
Kondisi agroklimat di atas menunjukkan bahwa iklim di wilayah
Kabupaten Sleman pada umumnya cocok untuk pengembangan sektor
pertanian. Sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman merupakan tanah
pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis di bagian barat dan
selatan. Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa proporsi penggunaan lahan
pada tahun 2004 meliputi sawah 23.255 ha, tegalan 6.417 ha, pekarangan
18.956 ha, dan lain-lain 8.854 ha. Perkembangan penggunaan lahan
selama 5 tahun terakhir menunjukkan luas jenis tanah sawah turun rata-
rata per tahun sebesar 0,24%, luas tegalan naik 0,09%, luas pekarangan
naik 0,31 %, dan luas tanah untuk penggunaan lain-lain naik 0,06 %.
Tabel 5. Tata Guna Tanah di Kabupaten Sleman
No Jenis Tanah Luas (Ha)
2000 2001 2002 2003 2004
1. Sawah 23.483 23.426 23.403 23.361 23.255
2. Tegalan 6.394 6.429 6.429 6.440 6.417
3. Pekarangan 18.722 18.794 18.810 18.832 18.956
4. Lain-lain *) 8.833 8.833 8.840 8.849 8.854
5. Jumlah 57.482 57.482 57.482 57.482 57.482
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2004 *) Meliputi:hutan rakyat, hutan negara, kolam/empangftebat, tanah kuburan, jalan, dan lapangan.
3. Karakteristik Sumberdaya
Rata-rata
pertahun
Turun 0,24%
Naik 0,09%
Naik 0,31%
Naik 0,06%
Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah
Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 kawasan, yaitu :
a. Kawasan lereng gunung Merapi, dimulai dari jalan yang
menghubungkan kota Tempel, Pakem, dan Cangkringan (ringbelt)
sampai dengan puncak gunung Merapi. Wilayah ini merupakan
47
sumberdaya air dan ekowisata yang berorientasi pada kegiatan
gunung Merapi dan ekosistemnya.
b. Kawasan timur meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian Kecamatan
Kalasan, dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat
peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya
dan daerah lahan kering serta sumber bahan batu putih.
c. Wilayah tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang
meliputi Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan
Gamping. Wilayah ini merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan
jasa.
d. Wilayah barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan, dan
Moyudan, merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia
cukup air dan sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan
mendong, bambu, dan gerabah.
B. Kependudukan Kabupaten Sleman
Kependudukan merupakan unsur utama dalam perencanaan, hal
ini didasarkan pada kegiatan atau aktivitas yang akan ditetapkan dan
terkait dengan besamya jumlah penduduk di masa yang akan datang.
Penduduk merupakan faktor utama dalam kegiatan perencanaan baik
sebagai pelaku utama maupun yang akan menikmati hasil-hasil
pembangunan itu sendiri dan menentukan proses perkembangan dan
pertumbuhan suatu wilayah, dengan asumsi semakin banyak jumlah
penduduk maka pergerakan dan aktivitas penduduk semakin dinamis.
48
Dari Tabel 6 di bawah ini menunjukkan bahwa penduduk
Kabupaten Sleman pada akhir tahun 2004 berjumlah 895.327 jiwa, terdiri
dari 443.471 jiwa laki-laki dan 451.856 jiwa perempuan. Dari data yang
ada maka sex ratio sebesar 98 yang berarti terdapat 98 orang laki-laki
dari setiap 100 penduduk perempuan.
Tabel6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
Jiwa % Jiwa % 1 2000 420.159 49,42 430.017 I 50,58 850.176
2 2001 426.329 49,44 435.985 50,56 862.314
3 2002 432.895 49,49 441.900 50,51 874.795
4 2003 437.967 49,50 446.760 50,50 884.727
5 2004 443.471 49,53 451.856 50,47 895.327
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2004
Pada Tabel 7 di bawah ini menunjukkan bahwa selama periode
tahun 2000-2004 jumlah penduduk Kabupaten Sleman bertambah
sebesar 56.669 jiwa yaitu dari 838.628 jiwa pada awal tahun 2000 menjadi
895.327 jiwa pada akhir tahun 2004, atau rata-rata per tahun meningkat
sebesar 1,30%. Penduduk yang datang selama 5 tahun sebanyak 48.447
jiwa, sedangkan penduduk yang pindah sebanyak 37.703 jiwa, sehingga
te~adi migrasi masuk netto sebanyak 1 0. 7 44 jiwa. Pertumbuhan penduduk
alami tahun 2000-2004 sebesar 0,85%/tahun.
Tabel7. Perkembangan Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2000-2004
No I Tahun Penduduk Mutasi Penduduk Per-Awal Lahir Datang Pindah Mati Akhir . tambah-
Tahun Tahun an
1 I 2000 838.628 10.808 10.076 5.386 3.950 850.176 11.548 !
2 2001 850.176 10.668 11.791 6.220 4.101 862.314 12.138
I 3 2002 862.314 10.41S 4.210 12.769 6.496 874.795 12.481 r- ·---- -------- ----- ----o---:: ----------:---:-: 1------- --- 4.186 ---------! 4 2003 874.795 10.136 10.544 6.562 884.727 9.932 I
5 2004 884.727 9.824 11.826 6.766 4.284 895.327 10.60~1 ------
I Jumlah 51.854 48.447 37.703 23.017 56.669
Sumber: Badan Pusat Stat1st1k Kabupaten Sleman, 2004
C. Kondisi Perekonomian Kabupaten Sleman
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
49
Pada Tabel 8 menunjukkan PDRB atas harga berlaku (ADHB)
selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata per tahun 14,35%
yaitu dari Rp3.572,57 milyar tahun 2000 menjadi Rp 6.107,69 milyar pada
tahun 2004, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK)
mengalami kenaikan rata-rata per tahun 4,56% yaitu dari Rp1.453,85
milyar tahun 2000 menjadi Rp1.737,75 milyar pada tahun 2004.
No
1.
2.
Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman Tahun 2000-2004 (Milyar Rupiah)
PDRB 2000 2001 2002 2003
ADHB 3.572,57 4.135,88 4.874,05 5.467,83
ADHK 1.453,85 1.507,37 1.578,86 1.654,68
Sumber: Badan Pusat Stat1st1k Kabupaten Sleman, 2004
2004
6.107,69
1.737,75
50
2. Struktur Perekonomian Daerah
Struktur perekonomian suatu daerah dapat diketahui dengan
melihat komposisi PDRB atas dasar harga konstan daerah tersebut
menurut lapangan usaha. Berdasarkan hasil perhitungan PDRB
Kabupaten Sleman pada tahun 2004, telah mengalami pergeseran
kontribusi sektor dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman selama 5
tahun terakhir. Sektor-sektor tersier masih menjadi kontributor dominan,
namun mengalami sedikit penurunan. Sektor-sektor sekunder semakin
membesar kontribusinya dengan peningkatan yang signifikan, sementara
sektor-sektor primer terus mengalami penurunan kontribusi. Kontribusi
kelompok sektor primer mengalami penurunan rata-rata 4,38%/tahun yaitu
dari 20,14% pada tahun 2000 menjadi 16,84% pada tahun 2004.
Penurunan kontribusi terbesar dialami oleh sektor pertanian, yaitu
dari 19,73% pada tahun 2000 menjadi tinggal 16,84% pada tahun 2004
(rata-rata menurun 3,88%/tahun). Hal ini disebabkan oleh adanya alih
fungsi lahan sawah menjadi tempat permukiman baru. Kontribusi
kelompok sektor sekunder terus mengalami kenaikan dari 24,29% pada
tahun 2000 menjadi 30,19% pada tahun 2004 atau rata-rata meningkat
5,59%/tahun. Semua sektor dalam kelompok sekunder mengalami
kenaikan kontribusi. Perubahan terbesar terjadi pada sektor industri
pengolahan dengan kenaikan rata-rata 5,37%/tahun. Kontribusi kelompok
sektor tersier cenderung stabil meskipun mengalami sedikit penurunan
51
yaitu dari 54,57% pada tahun 2000 menjadi 52,97% pada tahun 2004
(rata-rata menurun 0,74%/tahun).
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami peningkatan
kontribusi rata-rata 1 ,62%/tahun, sementara 3 sektor lainnya mengalami
penurunan. Sektor pengangkutan dan komunikasi menurun rata-rata
2,38%/tahun, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
mengalami penurunan rata-rata 0, 70%/tahun, dan sektor jasa-jasa
mengalami penurunan rata-rata 2,92%/tahun, secara rinci dapat terlihat
pad a T abel 9 di bawah ini.
Tabel9. Struktur Perekonomian Kabupaten Sleman 2000-2004
No Kelompok Sektor Kontribusi Terhadap PDRB (%)
2000 2001 2002 2003 2004
1. Primer 20,14 19,39 18,25 16.93 16,84
a. Pertanian 19,73 18,97 17,67 16,36 16,26
b. Pertambangan & Penggalian 0,41 0,42 0,56 0,57 0,58
2. Sekunder 24,29 25,29 28,62 29.37 30,19 '
a. lndustri Pengolahan 15,30 15,53 18,91 18,83 18,86
b. Listrik, Gas & Air Bersih 0,80 0,79 1,23 1,27 1,29
c. Bangunan 9,19 8,97 8,48 9,28 10,04
3. Tersier 54,57 55,32 53,15 53.69 52,97
a. Perdag.,Hotei,Rest. 19,83 20,55 20,37 21,44 21,15
b. Pengangkutan dan Komunikasi 8,61 8,61 8,22 8,05 7,82
c. Keuangan,Persew, Jasa Persh 9,40 9,69 9,30 9,05 9,14 d. Jasa-jasa 16,73 16,47 15,26 15,15 14,86
Jumlah 100 100 100 100 100
Sumber: Badan Pusat Stat1st1k Sleman, 2004
Dari komposisi kontribusi sektor pada Tabel 9 di atas, dapat dilihat
seberapa besar peranan masing-masing sektor perekonomian dalam
52
pembentukan PDRB suatu daerah. Hal ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah.
3. Prasarana dan Sarana Ekonomi
Prasarana dan sarana ekonomi di Kabupaten Sleman terdiri dari :
a. Sarana jalan kabupaten di Sleman sepanjang 1. 085,13 km meliputi:
355,80 km dengan kondisi baik, 477,72 km dengan kondisi sedang,
261,95 km dengan kondisi rusak, dan 19,66 km kondisi rusak berat.
Jalan desa sepanjang 2.764,13 km meliputi 758,906 km jalan aspal,
148,590 jalan batu, dan 877,389 km jalan tanah.
b. Jembatan sebanyak 444 buah, dengan kondisi baik 70 buah, kondisi
sedang 193 buah, kondisi rusak 119 buah, 62 dalaam keadaan rusak
berat. Sarana irigasi terdiri atas bendung sebanyak 1.043 buah,
embung sebanyak 2 buah, saluran pembawa sepanjang 299,80 km,
saluran pembuang sepanjang 4.662 km, bangunan pelengkap
sebanyak 3.430 buah, dan tanggul banjir sepanjang 6,5 km.
c. Sarana Jaringan Listrik
Kebutuhan listrik masyarakat kabupaten Sleman berasal dari PT. PLN
(Persero). Daya terpasang sebesar 207.868 KVA untuk melayani
212.151 pelanggan. Sebagian besar ruas jalan kabupaten dan ruas
jalan desa sudah dilengkapi dengan lampu penerangan jalan umum
(LPJU). Saat ini jumlah LPJU yang berijin dan biaya beban daya
listriknya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebanyak 5.482
buah yang terdiri 2.632 buah lampu jenis mercuri/natrium, 1.241 buah
53
lampu TL, dan 469 buah lampu pijar.
d. Telekomunikasi
Sarana pelayanan pos dan telekomunikasi terdiri dari Kantor Pos dan
Giro sebanyak 25 buah, jaringan telepon sebanyak 39.598 SST,
warung telekomunikasi sebanyak 657 buah, sarana telpon umum koin
sebanyak 372 buah, telepon umum kartu dan ponpin 210 buah,
pelayanan instansi pemerintah 5.492 buah, pelayanan swasta
perorangan 32.866 buah.
e. Sarana Perdagangan
Sarana perdagangan, berupa pasar sebanyak 36 buah dengan luas
155.126 m2, ditempati oleh 12.435 pedagang, dan dilengkapi dengan
sarana kios sebanyak 1.281 buah, los sebanyak 477 buah, dan bango
sebanyak 1.519 buah.
f. Koperasi
Jumlah koperasi ada 506 buah tersebar di 17 Kecamatan terdiri 7 jenis
koperasi yaitu koperasi serba usaha, koperasi simpan pinjam, koperasi
kerajinan, koperasi jasa, koperasi pertanian, koperasi perikanan, dan
koperasi petemakan. Keanggotaan koperasi be~umlah 198.587 orang
dengan simpanan senilai Rp 34.443.020.000,00 sedang modal
koperasi terdiri modal sendiri Rp 36.397.360.000,00. Keanggotaan
koperasi terdiri dari petanilmasyarakat desa, pegawai negeri, karyawan
perusahaan, TNI/POLRI, mahasiswa, pumawirawan TNI/Polri, dll.
54
g. Lembaga Keuangan
Lembaga perbankan yang ada terdiri kantor cabang PT. BNI 1 buah
dengan 8 kantor cabang pembantu dan 4 kantor kas unit, kantor
cabang Bank Pembangunan Daerah 1 buah dengan 5 kantor cabang
pembantu dan 1 0 kantor kas unit, kantor cabang BRI 1 buah dengan
kantor kas 27 unit, kantor cabang Bank Danamon 1 buah, Bank Mandiri
1 buah, Bank Panin Tbk 1 buah, Badan Kredit Desa 22 buah, Badan
Usaha Kredit Pedesaan 17 buah, BPR 36 buah, dan BMT 12 buah.
h. Sarana Pendukung Pariwisata
Sarana pendukung pariwisata meliputi hotel berbintang 5 sebanyak 2
buah,hotel berbintang 4 sebanyak 5 buah, hotel berbintang 3 sebanyak
2 buah, hotel berbintang 1 sebanyak 5 buah, hotel melati 3 sebanyak 2
buah,hotel melati 2 sebanyak 10 buah, dan hotel melati 1 sebanyak 73
buah, dan pondok wisata sebanyak 127 buah. Kapasitas dari hotel
berbintang sebanyak 1. 723 kamar, hotel non bintang 1.290 kamar, dan
pondok wisata 584 kamar.
Restoran tipe Talam Gangsa sebanyak 7 buah dan Talam Seloka ada
5 buah. Rumah makan kelas A sebanyak 27 buah, kelas B sebanyak 36
buah, dan kelas C sebanyak 55 buah. Sarana penunjang pariwisata
lainnya tersedia 43 biro pe~alanan, 19 cabang biro perjalanan, dan 4
agen pe~alanan wisata.
55
i. Sarana Jaringan Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air minum penduduk dengan menyediakan
jasa pelayanan air minum dari 5 kantor cabang PDAM yaitu di Sleman,
Godean, Minomartani, Kalasan, dan Depok, dengan cakupan untuk 17
kecamatan. Sambungan rumah sebanyak 18.888 buah dengan tingkat
pelayanan 41 ,85% dari jumlah penduduk. Air yang diolah dan dialirkan
kepada pelanggan PDAM berasal dari mata air, terutama dari Umbul
Wad on.
D. Arah Pengembangan, Strategi dan Kebijakan Pariwisata Sleman
1. Arah Pengembangan
Renstra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2005-2010
memiliki dua arah pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Arah Pengembangan Kebudayaan, meliputi: (a) Mengembangkan
kebudayaan daerah melalui pelestarian dan perlindungan nilai-nilai luhur
budaya daerah untuk memperkuat jati diri, meningkatkan harkat dan
marta bat serta kepribadian bangsa; (b) Meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menggali nilai-nilai luhur budaya daerah dan menerima
nilai-nilai positif yang berasal dari luar melalui pengembangan karya, cipta,
rasa dan karsa untuk memperkaya khasanahlkeanekaragaman budaya
bangsa di daerah; (c) Melestarikan nilai-nilai budaya serta peninggalan
sejarah dan purbakala termasuk kawasan eagar budaya, sistem nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat serta mengembangkan
56
kesenian tradisional dan kreasi baru untuk menunjang pariwisata; dan (d)
Meningkatkan upaya-upaya untuk menghindarkan, mencegah dan
menangkal masuknya unsur-unsur budaya asing yang tidak sesuai dan
berkecenderungan merusak nilai-nilai luhur budaya daerah.
2. Arah Pengembangan Pariwisata, meliputi: (a) Mengembangkan
pariwisata dengan pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat
multidisipliner dan parsipatoris untuk meningkatkan daya tarik obyek
wisata; (b) Meningkatkan ragam dan kualitas produk pariwisata serta
promosi dan pemasaran, baik di dalam maupun di luar negeri dengan
memanfaatkan kerjasama kepariwisataan regional secara optimal; (c)
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang kepariwisataan
untuk mendukung program Sapta Pesona; dan (d) Mewujudkan pariwisata
berwawasan agama, lingkungan dengan berdasar pada kearifan budaya
lokal agar mampu berdaya saing global untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2. Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Sleman
Penentuan strategi dalam pengembangan pariwisata sangatlah
penting dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model
pengembangan pariwisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari
perencanaan wilayah kepariwisataan. Disamping itu dapat digunakan
sebagai masukan dalam mendukung peningkatan sumberdaya manusia
yang terlibat, peningkatan pemerataan dan pendapatan perekonomian
daerah, serta peningkatan kondisi lingkungan dan infrastruktur.
57
Sesuai dengan visi pembangunan kebudayaan dan pariwisata
Kabupaten Sleman tahun 2005-2010 "Terwujudnya Masyarakat Sleman
Yang Sejahtera Maju Dan Dinamis Melalui Pe/estarian Dan
Pengembangan Kebudayaan Serta Pariwisata Yang Berwawasan
Lingkungan ", maka berdasarkan hasil analisis lingkungan strategis pad a
Renstra Din as Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2005-2010, strategi
yang dipilih adalah sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi/penyebaran informasi tentang Kab. Sleman
melalui berbagai media, baik elektronik maupun media lain.
2. Meningkatkan daya saing dan daya tahan dalam menghadapi
persaingan.
3. Meningkatkan inovasi pengembangan jenis-jenis objek dan daya tarik
wisata yang sejenis dengan daerah lain.
3. Kebijakan Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Sleman
Kebijakan pengembangan pariwisata merupakan upaya untuk
mendorong para pelaku di sektor pariwisata dalam mencapai sasaran
yang digariskan dan tujuan yang ditetapkan, mengarah pada :
a. Pengembangan objek dan daya tarik wisata (ODTW) alam, serta
mengangkat ciri khas lokal sebagai objek yang dikenal secara luas
sebagai prioritas utama.
b. Penggalian objek dan daya tarik wisata yang baru sebagai upaya untuk
memperpanjang waktu tinggal (lenght of stay) bagi wisatawan.
58
c. Pemanfaatan potensi yang sudah ada, guna mendukung
pengembangan wisata dengan mempertimbangkan aspek
persebarannya.
d. Pengembangan objek wisata yang dapat membantu pengembangan
kegiatan ekonomi di daerah sekitarnya
E. Profil Desa Wisata Sambi
1. Letak dan Kondisi Geografis
Desa Wisata Sambi termasuk dalam kelompok desa wisata budaya
dengan kategori desa wisata siap dijual laku di pasar, berada di Jalan
Kaliurang Km 19,5 Padukuhan Sambi Desa Pakembinangun Kecamatan
Pakem Kabupaten Sleman, dan memiliki letak strategis karena berada di
kawasan lereng Gunung Merapi bagian selatan, yang menghubungkan
jalur dari kota Kecamatan Tempel, Turi, Pakem, dan Cangkrlngan
(ringbelt) ke utara sampai dengan puncak gunung Merapi. Kawasan inl
memiliki sumberdaya air dan potensi ekowisata yang berorientasi pada
daya tarik kegiatan Gunung Merapi beserta ekosistemnya.
Desa Wisata Sambi merupakan dukuh dengan wilayah administratif
yang relatif kecil yaitu sebesar 25,4 Ha. Secara administratif, Desa Wisata
Sambi berbatasan :
Sebelah Utara
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Dukuh Pentingsari
: berbatasan dengan Dukuh Bedoyo
: berbatasan dengan Dukuh Balong
: berbatasan dengan Dukuh Purwodadi
59
Kondisi geografis Desa Wisata Sambi berada pada ketinggian
wilayah 382-525 m di atas muka permukaan laut, dengan suhu rata-rata
25 derajat Celcius. Banyaknya curah hujan 2000 mm/tahun, dan memiliki
dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Topografi berupa
dataran tinggi dengan udara yang sejuk.
2. Demografi
Berdasarkan monografi dukuh Sambi (2007), Jumlah penduduk
Sambi sebanyak 235 jiwa dengan jumlah laki-laki 108 jiwa dan jumlah
perempuan 127 jiwa, sehingga sex rationya adalah 85 yang artinya setiap
85 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan. Dilihat dari
kelompok usia, sebagian besar masyarakat berada pada kelompok usia
produktif 15-60 tahun sebanyak 132 jiwa (56, 17% ). Sementara kelompok
usia belum produktif usia 0-15 tahun sebanyak 56 jiwa (23,83%) dan usia
non produktif lebih dari 60 tahun sebanyak 47 jiwa (20%). Jumlah
pengangguran usia produktif (laki-laki 3 orang dan perempuan 4 orang).
Tabel10. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Pendidikan
Penduduk Sambi Menurut Pendidikan Tingkat Penduduk Prosentase
No Pendidikan (orang) (%) 1. Tidak Tamat SO 42 24 70 2. TamatSD 43 25,29 3. TamatSLTP 30 17,65 4. Tamat SLTA 35 20,59 5. Tamat Perguruan Tinggi:
- Tamat03 5 2,94 - TamatS1 14 8,24 - TamatS2 1 0,59
Jumlah 170 100 Sumber: Olahan Data Sekunder, 2008
60
Jumlah penduduk Sambi menurut pendidikan pada tabel 10 di atas
menunjukkan bahwa jumlah pendududuk yang tidak tamat SO dan tamat
SO mendominasi yaitu sebesar 85 orang (49,99%).Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata hampir separo penduduk Sambi memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. Berdasarkan informasi dari Ketua Sekretariat
Bersama Oesa Wisata Sambi diakuinya dengan tingkat pendidikan yang
rendah pada masyarakat cenderung kurang memiliki kesadaran wisata
dan acuh tak acuh terhadap pengembangan Oesa Wisata Sambi.
Pada tabel 11 di bawah ini menunjukkan bahwa mata pencaharian
penduduk Sambi sangat variatif dan didominasi bermata pencaharian
sebagai petemak yaitu sebesar 71 orang (49,31 %) dan hampir separo
dari jumlah penduduk Sambi berdasarkan mata pencahariannya.
Tabel11. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Mata Pencaharian
Penduduk Sambi Menurut Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Prosentase
Penduduk (orang) (%)
1. Petani 50 34,72 2. Buruh Tani 4 2,78 3. PNS 4 2,78 4. Guru 10 5,88 5. Pedagang 3 2,08 6. Peternak 71 49,31 7. Montir 2 1,39
Jumlah 144 100 Sumber: Olahan Data Sekunder, 2008
Berdasarkan informasi dari Kepala Oukuh Sambi menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai peternak
dan petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah (tidak tamat SO dan
61
tamat SO). Selama ini peternak dan petani terlibat dalam kelompok tani
dan juga terlibat dalam kelembagaan desa wisata Sambi. Oleh karena itu
kepengurusan Desa Wisata Sambi selama ini memiliki SDM dengan
tingkat pendidikan yang masih rendah dan hal ini tentunya berpengaruh
pada kelembagaan Desa Wisata Sambi yang belum berjalan secara
optimal.
3. Potensi Wisata di Desa Wisata Sambi
Berbagai potensi budaya dan potensi alam yang dapat dijual bagi
wisatawan yang berkunjung di Desa Wisata Sambi, meliputi:
a. Rumah tradisional Jawa yang khas dan unik berbentuk Joglo dapat
menjadi daya tarik bagi wisatawan. Disamping itu rumah tradisional
tersebut memiliki nilai sejarah bagi masyarakat, sebagai tempat
sarasehan kegiatan kampung maupun kegiatan pariwisata (rapat,
pertemuan, seminar, resepsi pernikahan, dan kegiatan lain) yang
berkaitan dengan budaya tradisi Jawa. Pada tanggal 25 Mei 2002
rumah tradisional joglo di Desa Wisata Sambi ini pernah dijadikan
sebagai lokasi kegiatan kunjungan lapang bagi peserta Konferensi
Sutera Alam tingkat internasional yang diikuti oleh 11 negara se-Asia
Tenggara, dan moment inilah sekaligus dijadikan hari lahirnya Desa
Wisata Sambi.
b. Mempunyai potensi pengembangan kegiatan pertanian dalam arti luas,
meliputi: atraksi bajak sawah, atraksi peras susu sapi, atraksi tangkap
62
ikan, dan atraksi persiapan lahan dan penanaman tanaman selada
yang diharapkan mampu menarik kunjungan wisatawan.
c. Keberadaan lembah Sambi yang telah dikembangkan oleh Yayasan
GAIA Yogyakarta menjadi kegiatan wisata pendidikan di Ledok Sambi
melalui kegiatan outbound dengan berbagai permainan dan tantangan
di alam terbuka. Lokasi ini memiliki pemandangan alam yang menarik
dan menjadi daya tarik bagi pengunjung
d. Masyarakat Sambi masih menjunjung tinggi kebudayaan/tradisi jawa,
dapat dibuktikan dengan masih kentalnya masyarakat melakukan
tradisi jawa seperti: memperingati bulan-bulan tertentu dengan kenduri
(Suran, Saparan, Muludan, Rejeban, Ruwahan, Selikuran, Syawalan,
Besaran, dan 17 agustusan). Kenduri keselamatan dilakukan sejak
anak dalam kandungan (mitoni), lahir (Aqiqah), anak, dewasa hingga
meninggal. Kegiatan selamatan untuk tanaman di sawah dengan
jenangi dan wiwit.
e. Adanya kegiatan seni tradisional jawa seperti: uyon-uyon, wayang, dan
ketoprak, serta belajar karawitan bagi pengunjung di Sanggar
Padepokan Pamengku Sambi.
F. Pengembangan Desa Wisata Sambi
Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari
penyelenggaraan pariwisata yang terkait langsung dengan jasa
pelayanan, yang membutuhkan ke~asama dengan berbagai komponen
63
penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Menurut UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan
bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta
masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang
dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik
wisata.
Pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif
kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan
masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna
meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam
dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya
yang ada (Nurmawati, 2006).
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa
wisata sebagai procluk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek
kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata.
Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut
memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas
produk wisata.
1. Pengembangan Kelembagaan Desa Wisata Sambi
Kelembagaan Desa Wisata Sambi merupakan wadah
interkoneksitas antara masyarakat dengan sumberdaya yang ada melalui
organisasi yang terbentuk berdasarkan norma-norma atau aturan yang
64
disepakati dan berlaku dalam rangka pengembangan wisata alam dan
wisata budayanya.
Kelembagaan Desa Wisata Sambi yang diberi nama "Sekretariat
Bersama Desa Wisata Sambi" dibentuk berdasarkan hasil musyawarah
masyarakat Padukuhan Sambi, memiliki struktur kelembagaan seperti
terlihat pada bagan 2 berikut ini.
Bagan 2. Struktur Kelembagaan "Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi"
Periode 2006-2009
I Masyarakat Padukuhan Sambi I ~
I Ketua I
I Sekretaris I Bendahara I
r
Pokja Pokja Pokja Pokja Pokja Pokja Pengembgn Pendanaan Produk Produk Pemasaran Monev
Produk Individu Desa Informasi
Berdasarkan kepengurusan Desa Wisata Sambi yang terbentuk,
maka masing-masing pengurus memiliki tugas sebagai berikut:
a. Ketua, memiliki tugas mengambil kebijakan, memutuskan hasil rapat,
menghadiri undangan, dan mempertanggungjawabkan seluruh
kegiatan yang ada di Desa Wisata Sambi.
65
b. Sekretaris, bertugas mencatat dan membukukan seluruh kegiatan
organisasi, memimpin jalannya rapat, dan mewakili Ketua bila
berhalangan hadir.
c. Bendahara, bertugas mencatat, membukukan dan menyimpan keluar
masuknya dana organisasi, serta mempertanggungjawabkan dana
kegiatan kepada Ketua.
d. Kelompok Kerja (Pokja)
Pengurus Pokja bertanggungjawab dalam menyusun program
jangka panjang dan jangka pendek, mengkoordinir dan melakukan
bimbingan terhadap bidang yang ditangani, terkait dengan pengembangan
produk, pendanaan, pemasaran, produk individu, produk desa, monitoring
evaluasi, dan informasi.
Pada awalnya kelembagaan Desa Wisata Sambi (pada tahun 2002
dinamakan Tim Wisata) dibentuk atas tunjukan Kepala Dukuh, namun
seiring dengan perkembangannya mengalami pergantian menjadi
Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi (periode 2006-2009) yang
dibentuk sebagai hasil musyawarah dari masyarakat Sambi.
Dalam rangka menumbuhkan kesadaran wisata dan meningkatkan
partisipasi masyarakat, diperlukan pengembangan kelembagaan. desa
wisata Sambi dalam bentuk sebagai berikut:
1. Pelatihan Peningkatan Sumberdaya manusia Pelaku Desa Wisata di
Gedung Pertemuan ratu Boko Prambanan dan Outbound Training di
Desa Wisata Sambi.
66
Pelatihan Peningkatan Sumberdaya manusia Pelaku Desa Wisata
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan bagi
pengelola desa wisata agar mampu memberikan pelayanan prima, dan
mengemas produk wisata yang menarik bagi wisatawan, serta meningkatkan
sadar wisata bagi masyarakat. Penyeienggara kegiatan ini adalah D1nas
Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, yang dilakukan dengan melibatkan
"'ebanvak :::::n Of"""ii pe"·-w+a .,..,.,tatihan tc-~rl·l~i rl--.n· 30 orang dar·l "'01aLru deS" ~:t • ·] \ ,_n_l 0.1 1.;::7 .,:,.c;i l JJCI lfl I ! 1 VI U If UOI f. tJCI r\. 0.
wisata, 10 orang dari forum komunikasi desa wisata, 20 orang dari
pendamping desa wisata.
Selanjutnya dilakukan kegiatan Outbound Training di Desa Wisata
Sambi pada tanggal 11 September 2007 dengan jumlah peserta pelatihan
sebanyak 60 orang, terdiri dari: 30 orang pelaku desa wisata dari pengelo!a
desa wisata; 14 orang dari forum komunikasi desa wisata. 15 orang d~ri
pendamping desa wisata, dan 4 orang dari polisi pariwisata.
Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran berwisata di
kalangan kaum muda bahwa tindakan mereka mempunyai konsekwensi dan
menumbullkan rasa kebersamaan dan kasih sayang pada orang lain.
Kegiatan ini dilaksanakan Sasaran metode pe!ati!-tan ini adalall semacam
Latihan Kepekaan (sensitivity training) yaitu untuk mengetahui sejauh mana
periiaku seserang dalam rnempengaruhi individu !ainnya dalam kelompok
atau sebaliknya.
67
2. Pembentukan Kelompok Sadar Wisata
Pembentukan kelompok sadar wisata yang diberi nama "Tim Peduli
Wisata atau Tim Sebelas" ini diprakarsai oleh Bapak Supriyanto selaku
Sekretaris Desa Wisata Sambi, dan dilatarbelakangi oleh keprihatinan
bersama terhadap keberadaan Desa Wisata Sambi akibat kurangnya
kebersamaan dan kesadaran masyarakat dalam mengembangkan desa
wisatanya.
Tim Sebelas ini diketuai oleh Bapak Supriyanto dan memiliki anggota
sebanyak sepuluh orang. Keberadaan Tim Sebelas ini bertujuan untuk
menanamkan kesadaran berwisata bagi masyarakat Sambi, dan secara
khusus untuk menggerakkan generasi muda untuk lebih peduli terhadap
pengembangan desa wisatanya. Kelompok sadar wisata ini belum lama
terbentuk dan masih membutuhkan proses yang panjang untuk
memberdayakan masyarakat guna mengembangkan desa wisatanya.
Terkait dengan pengembangan desa wisata, berikut komentar dari
Staf Peneliti Pusat Pariwisata UGM:
"Pengembangan desa wisata merupakan produk baru pariwisata berbasis masyarakat, dan hendaknya dilihat sebagai sebuah investasi yang membutuhkan waktu yang panjang. Tentunya penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi menjadi tantangan bagi anda. Hal ini dikarenakan selama ini kunjungan wisatawan di Desa Wisata Sambi cenderung didatangkan oleh pihak GAIA dan bukan didatangkan oleh masyarakat sendiri." (DTR, wawancara tangga/14 Juli 2008).
68
3. Mengembangkan kemitraan dengan pemerintah dan swasta
Pengembangan kemitraan dengan pemerintah dan swasta
merupakan upaya menjalin ke~asama atas dasar komitmen bersama
dalam rangka penguatan kelembagaan desa wisata. Jalinan kemitraan
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman terhadap kelembagaan
Desa Wisata Sambi dilakukan dengan cara memfasilitasi dan memperluas
jaringan kelompok dalam forum komunikasi desa wisata sebagai wadah
pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar pengalaman dan
proses saling belajar, serta memperluas jaringan pemasaran.
Pengembangan kemitraan yang dilakukan dengan pihak swasta
Yayasan GAIA Yogyakarta dengan cara menyewa lahan kas Desa
Pakembinangun seluas 4,2 ha dan dimanfaatkan untuk kegiatan wisata
pendidikan yang dikemas dalam bentuk paket-paket wisata.
Sejak awal mulai dari pembentukan sampai perkembangannya
saat ini, Desa Wisata Sambi telah melibatkan pihak swasta. Adanya
kerjasama dengan pihak swasta menjadikan ketergantungan
kelembagaan Desa Wisata Sambi kepada pihak swasta sebagai partner
dan kurang mendidik kemandirian bagi masyarakat untuk
mengembangkan sendiri desa wisatanya. Dengan demikian
mengakibatkan kelembagaan desa wisata Sambi belum berjalan secara
optimal.
Pemahaman terhadap pengembangan kelembagaan desa wisata
tentunya tidak terlepas dari proses pembentukan desa wisata itu sendiri.
69
Desa Wisata Sambi merupakan salah satu cikal bakal munculnya desa
wisata di Kabupaten Sleman dan hingga kini telah berkembang mencapai
33 desa wisata. Proses pembentukan Desa Wisata Sambi dilatarbelakangi
dari banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Desa Wisata Sambi dengan cara mengontrak atau menyewa rumah
warga.
Pada September 2001 ditindaklanjuti oleh seorang praktisi
pariwisata dan Dosen di lnstitut Pertanian (lntan) Yogyakarta Jr. Larasati
Suliantoro dengan menyewa rumah tradisional berbentuk sinom, yang
diberi nama "Griya lntan". Beliau melihat kondisi sosial budaya dan
lingkungan alam yang indah sangat potensial dan mendukungnya untuk
mempersiapkan Sambi sebagai desa wisata, dengan mengadakan
bimbingan kepada kelompok PKK tentang Tata Boga, yaitu dengan
memperkenalkan tata cara pembuatan beraneka ragan masakan dan
berbagai tata cara penyajiannya. Persiapan sarana prasarana fisik juga
dilakukakan dengan pengaspalan jalan, baik jalan utama dan jalan di
dalam dukuh Sambi. Seiring dengan persiapan tersebut, Kepala Dukuh
Sumantri memiliki inisiatif mengumpulkan pengurus padukuhan untuk
membentuk tim Pengelola Pra Desa Wisata Sambi yang bersifat
sementara dengan sistem tunjukan.
Setelah berjalan 4 bulan kepengurusan sementara tersebut,
tepatnya pada tanggal 25 Mei 2002 Desa Wisata Sambi ditunjuk sebagai
Jokasi kegiatan kunjungan lapang bagi peserta Konferensi Sutera Alam
70
tingkat internasional. Kegiatan akbar ini dihadiri oleh Bupati Sleman dan
perwakilan dari 11 negara se-Asia Tenggara yang menggunakan rumah
tradisional Sambi sebagai tempat pameran, kesenian tradisional dan
tempat istirahat. Bersamaan dengan event akbar ini, masyarakat Sambi
menyepakati tanggal 25 Mei dijadikan hari lahirnya Desa Wisata Sambi.
Selanjutnya Kepala Dukuh Sambi memiliki inisiatif mengumpulkan
kembali warganya untuk membubarkan kepengurusan sementara dan
membentuk kepengurusan definitif dengan nama Tim Pengelola Desa
Wisata Sambi periode 2002-2005. Kepengurusan ini berjalan satu periode,
dan diganti kepengurusan baru dengan nama Badan Pengelola Desa
Wisata Sambi (BPDWS). Sehubungan dengan adanya ketidakharmonisan
pengurus BPDWS, maka pe~alanan kegiatan kepariwisataan di Sambi
tidak be~alan sesuai yang diharapkan bersama. Sehingga pada bulan
Maret 2006 dibentuk kepengurusan baru dengan nama Sekretariat
Bersama Desa Wisata Sambi, dan masih berjalan hingga sekarang.
Namun dalam perkembangannya justru mengalami hambatan
internal dari masyarakat sendiri. Kurangnya kebersamaan antara
masyarakat dan pengelola desa wisata Sambi mengakibatkan
kelembagaan ini tidak be~alan optimal karena tidak didukung sepenuhnya
oleh segenap masyarakat. Terkait dengan modal sosial, selama ini
masyarakat belum memiliki mutual trust dalam pengembangan desa
wisatanya. Hal ini disebabkan masih adanya kecurigaan dan ketidak
percayaan sebagian masyarakat terhadap pengelola Desa Wisata Sambi.
71
Dari berbagai permasalahan kelembagaan desa wisata, berikut
komentar dari Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi :
" Selama ini masyarakat sulit diatur dan kurang kebersamaan (guyub:Jawa). Diakuinya masih terdapat konflik internal dan ketidakpercayaan sebagian masyarakat pada pengelola Desa Wisata Sambi. Periode masa kepengurusan kami dari tahun 2006-2009, namun rencana tahun 2008 ini kepengurusan kami akan mundur. Kami lebih condong kepengurusan ke depan diserahkan kepada Karang taruna Sambi, dan saya kira inilah solusi yang terbaik dalam menghindari konflik yang berkepanjangan. " (Hyn, Wawancara tanggal12 Juli 2008).
Terkait dengan belum berfungsinya kelembagaan desa wisata
secara optimal, berikut komentar Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata
di Sleman saat ditemui di rumahnya di Dukuh Ketingan, Desa Tirtoadi,
Kecamatan Mlati :
" Sebenamya pertemuan rutin setiap 3 bulan sekali ini sangatlah penting dilakukan dalam rangka mempermudah koordinasi dan membantu pelaksanaan pelayanan kunjungan bagi wisatawan. Namun kenyataan setiap ada pertemuan, kehadiran dari pengelola masing-masing desa wisata tidak mencapai separo dari jumlah desa wisata yang ada di Sleman. Semoga melalui rencana usulan pada bulan Juli 2008 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman tentang penetapan Forum Komunikasi Desa Wisata Sleman dalam bentuk SK Bupati, akan lebih membantu memperjelas peran, fungsi dan manfaat kelembagaan desa wisata bagi masyarakat." (Hry, Wawancara tanggal 17 Juli 2008).
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan
pengembangan desa wisata, mulai tahun anggaran 2008 ini Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Sleman memfasilitasi 4 kali pertemuan dalam
setahun bagi Forum Komunikasi Desa Wisata di Sleman yang berfungsi
sebagai wadah pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar
72
pengalaman dan proses saling belajar, serta memperluas jaringan
pemasaran.
Di samping itu adanya Tim Pelaksana Kegiatan Operasional
Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman yang tertuang dalam Surat
Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
Nomor 556/43/Kep.Budpar/2008 tanggal 25 Maret 2008, diharapkan dapat
menciptakan pembinaan dan pengelolaan desa wisata secara efektif,
efisien dan berkesinambungan, serta mampu meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengembangan desa wisatanya.
Berkaitan dengan pengembangan desa wisata, berikut kutipan
wawancara dengan Kepala Seksi ODTW Disbudpar Kabupaten Sleman:
"Pada prinsipnya desa wisata dibangun atas keinginan masyarakat itu sendiri, perkecualian di Desa Wisata Sambi dibangun bukan murni dari masyarakat tetapi atas inisiatif dari lbu Sulliantoro Sulaiman sebagai seorang praktisi pariwisata DIY. Selama ini di Kabupaten Sleman telah berkembang 33 desa wisata, dan masyarakatlah yang diberi kesempatan untuk menilai kesiapan desa wisatanya sendiri. Kalaupun ada pihak ketiga di dalamnya, seharusnya .masyarakat dilibatkan secara bersamasama mengelola kegiatan wisata yang ada, sehingga masyarakat betul-betul merasakan manfaat dari keberadaan desa wisatanya. (Skd, wawancara tanggal 11 Juli 2008).
2. Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata Sambi
Objek dan daya tarik wisata atau atraksi wisata merupakan lokasi atau
tempat tertentu yang mempunyai potensi dan daya tarik wisata, baik wisata
alam dan wisata budaya. Dengan kata lain, atraksi wisata dapat dijadikan
sebagai pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.
73
Tanpa adanya daya tarik pada suatu tempat mustahil pariwisata dapat
ber1<embang. Pariwisata biasanya akan lebih ber1<embang, jika di suatu
tempat terdapat pengusahaan objek dan daya tarik wisata.
Ber1<aitan dengan pengembangan objek dan daya tarik wisata, Desa
Wisata Sambi memiliki berbagai jenis potensi dan bentuk atraksi wisata
yang dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel12. Jenis Potensi dan Bentuk Atraksi Wisata di Desa Wisata Sambi
No Jenis Potensi Bentuk Wisata Atraksi Wisata
1. Wisata Alam a. Outbound dengan berbagai ( dikelola oleh GAIA dalam paket Ledok permainan. Sambi) b. Rekreasi (kemah keluarga).
2. Wisata Pertanian( dalam arti luas), dikelola oleh pengelola Desa Wisata a. Tanam Selada Sambi bekerjasama dgn GAIA dim b. Bajak sawah paket Ledok Sambi c. Tangkaplkan
d. Peras Susu S~pi. 3. Wisata Budaya
( dikelola oleh pengelola Desa Wisata a. Belajar karawitan Sambi bekerjasama dgn GAIA dim b. Kunjungan ke rumah ad at paket Ledok Sambi) joglo
c. U_Q_acara tradisi adatjawa
Sumber: Olahan Data Primer, 2008
Dari tabel 12 di atas menunjukkan Atraksi wisata alam berupa
rekreasi dan outbond di alam terbuka ini dikelola oleh Yayasan GAIA
Yogyakarta dengan berbagai paket Program Ledok Sambi dan
menggunakan instruktur yang h~ndal dan profesional. Program LEGI
(Lahan Event Gathering dan Internship) Weekend dan PADI (Pengenalan
dan Pengembangan Din) menjadi favorit bagi kunjungan wisatawan di
Ledok Sambi, baik dari instansi/lembaga maupun dari sekolah-sekolah
74
yang memanfaatkan moment liburan sekolah sebagai ajang refreshing
dalam rangka menikmati kesejukan dan keindahan alam di Ledok Sambi.
Selama ini kunjungan wisatawan di Desa Wisata Sambi cenderung
didatangkan oleh Yayasan GAIA Yogyakarta. Terbukti kunjungan
wisatawan selama 7 bulan pada bulan Januari-Juli 2008 untuk kegiatan
rekreasi sebanyak 551 orang dan outbound di Ledok Sambi sebanyak
2.161 orang dari 62 lembaga.
Terkait dengan pengembangan Desa Wisata Sambi, berikut petikan
wawancara dengan Direktur Yayasan GAIA Yogyakarta di Ledok Sambi:
" Sebenamya banyak potensi wisata di Sambi, namun selama ini masyarakat belum tergugah kesadarannya untuk mengembangkan desa wisatanya. Sebelumnya kami pemah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan tata boga dan cinderamata, namun tidak ada tindak lanjut dari masyarakat sendiri. Berkenaan dengan kegiatan GAIA di Ledok Sambi, sewaktu-waktu kami siap lepas dari lokasi ini kalau masyarakat Sambi sendiri sudah mampu mengemas atraksi wisata di Ledok Sambi ini. Orientasi kegiatan kami tidak semata-mata profit oriented, tapi lebih pada pengembangan masyarakat (community development). (Div, Wawancara tanggal 8 Juli 2008).
Atraksi wisata pertanian di Sambi, meliputi: tanam selada, bajak
sawah, tangkap ikan, dan peras susu sapi. Atraksi ini dikelola oleh
pengelola Desa Wisata Sambi bekerjasama dengan GAIA dalam paket
Ledok Sambi dan melibatkan kepengurusan kelompok tani "Manunggal"
terutama dalam pendampingan yang berhubungan dengan bentuk atraksi
wisata pertanian yang ditawarkan kepada wisatawan.
Atraksi wisata budaya Sambi yang dapat menjadi daya tarik bagi
75
wisatawan, dibedakan menjadi dua bagian, meliputi: (a) Bendawi
(materia~: Bangunan kono (rumah joglo, sinom dan limasan), alat
pertanian (alat untuk membajak sawah dengan sapi dan alat penumbuk
padi (lesung), alat kesenian karawitan), dan (b) Aktivitas (immaterial):
Pertanian (wiwit, nandur, njenangi), kesenian tradisonal dan tradisi adat
Jawa.
Atraksi wisata budaya yang menjadi favorit adalah atraksi kesenian
tradisional berupa be/ajar karawitan yang dipusatkan di Sanggar
Padepokan Pamengku milik ibu Hadi. Atraksi ini melibatkan pemandu
lokal khususnya pemuda Sambi dan pengelola Desa Wisata Sambi, dan
lebih ditujukan bagi generasi muda yang ingin belajar mendalami kesenian
tradisional. Paket wisata ini dtawarkan kepada pengunjung seharga Rp
15.000,00 per orang berdurasi 1-2 jam.
Upaya pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata
Sambi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a). Pengembangan Desa Wisata Terpadu (Sambi-Garongan-Kelor)
Pengembangan desa wisata terpadu merupakan terobosan wisata
altematif bagi wisatawan yang disesuaikan dengan lokasi dan keragaman
potensi di masing-masing desa wisata yang menggabungkan diri dalam paket
wisata terpadu. Berdasarkan hasil kaji ulang RIPPDA Sleman tahun 2006
ke~asama antara Bappeda Kabupaten Sleman dengan Pusat Studi
Pariwisata UGM, terdapat enam jalur paket desa wisata terpadu, meliputi :
Desa Wisata Terpadu (Jamur-Brajan-Grogol), Desa Wisata Terpadu
76
(Malangan-Sangu Banyu-Ketingan), Desa Wisata Terpadu (Miangi
Gamplong-Ketingan), Desa Wisata Terpadu (Kadisobo 11-Pajangan-Sendari),
Desa Wisata Terpadu (Sambi-Garongan-Kelor), Desa Wisata Terpadu
(Turgo-Kinahrejo-Petung).
Dalam rangka pengembangan desa wisata terpadu diperlukan
koordinasi antar pelaku desa wisata. Menurut Damanik dan Weber (2006),
masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan
wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena
sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi
sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Melalui paket desa wisata
terpadu (Sambi-Garongan-Kelor) dengan paket atraksi outbound di Sambi,
atraksi perikanan darat di Garongan, dan atraksi wisata pertanian salak
pondoh di Kelor, diharapkan ketiga objek desa wisata tersebut menjadi
tujuan wisata alternatif, sekaligus solusi bagi tempat tinggal para
wisatawan.
b). Penggalakan Sapta Pesona, meliputi: Aman (tenteram, tidak takut,
terlindung, damai), Tertib (teratur, lancar , disiplin), Bersih (bebas dari :
kotoran, sampah, limbah, penyakit, pencemaran), Sejuk (segar, rapi,
nyaman), lndah (menarik, sedap dipandang, tata letak, tata ruang, serasi,
selaras, cantik ), Ramah tamah (sikap dan perilaku, keakraban, sopan,
suka membantu, tersenyum), Kenangan (kesan yang baik, kenangan yang
indah selama kunjungan).
77
Pemahaman tentang sapta pesona perlu disosialisasikan oleh
instansi terkait dan pelaku pariwisata lainnya agar masyarakat lebih
memahami dan tergugah kesadaran wisatanya, guna mendapatkan
manfaat bersama dari adanya objek dan daya tarik wisata di desa wisata
Sambi. Berikut ini manfaat bersama yang diperoleh dari keberadaan Desa
Wisata Sambi adalah sebagai berikut :
1) Bagi Masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan kesempatan
usaha bagi masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan
pariwisata. Terkait dengan manfaat yang diterima masyarakat Sambi,
berikut petikan wawancara dari Bendahara Sekretariat Bersama Desa
Wisata Sambi sekaligus Pembina lbu-ibu PKK adalah sebagai berikut:
" Selama 2 tahun kepengurusan berjalan (2006-2008), pendapatan bersih yang masuk ke Kas Desa Wisata Sambi sampai akhir Juli 2008 sebesar Rp 10.697.000,00 memiliki nilai jauh lebih kecil dibandingkan pendapatan masyarakat yang diterima dari keberadaan desa wisata Sambi sekitar 10 kali lipat dari pendapatan bersih kas desa wisata Sambi. Sehingga manfaat desa wis~ta dapat dirasakan bagi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam kegiatan pariwisata." (SS, Wawancara tanggal18 Juli 2008).
Pendapatan masyarakat dan kas desa wisata Sambi bersumber dari :
a) Catering dan Homestay
Total nilai pendapatan kotor masyarakat dari hasil penyediaan catering
dan homestay dipotong 1 0% masuk ke kas desa wisata dan
selanjutnya dikelola oleh bendahara desa wisata, serta didistribusikan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
78
b). Retribusi kunjungan Rp 1.000,00 per orang.
Selama ini diakui kecenderungan kunjungan wisatawan didatangkan
oleh pihak swasta (GAIA Yogyakarta), sehingga retribusi kunjungan
dominan berasal dari yayasan GAIA yang mengelola paket wisata
Ledok Sambi. Berdasarkan laporan jumlah pengunjung dari bulan
Januari-Juli 2008 terdapat 562 wisatawan untuk rekreasi dan 2.165
orang untuk outbound. Hasil retribusi tersebut masuk ke kas desa
wisata dan dikelola sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti :
pembangunan sarana prasarana fisik, membantu menyalurkan tenaga
kerja bagi pemuda Sambi.
c). Retribusi parkir yang dikelola oleh sub unit Karang Taruna Sambi
Penanganan parkir terhadap kunjungan wisatawan yang menggunakan
kendaraan roda empat dikenakan tarif sebesar Rp 3.000,00 per
mobil/bis, dan kendaraan roda dua dengan tarif sebesar Rp 1.000,00
per motor. Selanjutnya Ketua Karang Taruna Sambi mengelola hasil
parkir untuk dimasukkan ke kas Karang Taruna, dengan terlebih
dahulu menyisihkan 10% masuk ke kas desa wisata.
2). Bagi dunia usaha/swasta : melalui Program Ledok Sambi yang
dikemas secara menarik di Desa Wisata Sambi dapat diperoleh
keuntungan dari atraksi wisata alam. Selama ini kunjungan wisatawan
yang dibawa oleh pihak GAIA Yogyakarta relatif banyak dan secara
langsung juga berdampak pada meningkatnya pemasukan kas desa
wisata.
79
3). Bagi Pemerintah Daerah : meningkatkan kapasitas pemerintah dalam
memfasilitasi pemberdayaan masyarakat, mendorong peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD), dan meningkatnya kunjungan
wisatawan.
4). Bagi Pengunjung/Wisatawan : (a) mempelajari pertanian masyarakat
setempat, (b) menikmati suasana alam nan indah dan menarik, serta
sejuknya udara (c) mempelajari tradisi dan budaya masyarakat
setempat.
3. Pengembangan Sarana Prasarana Wisata di Desa Wisata Sambi
Pengembangan sarana prasarana wisata merupakan bentuk
pengembangan segala fasilitas yang mendukung kelancaran kegiatan wisata
agar dapat memberikan kepuasan pelayanan bagi wisatawan. Berkaitan
dengan hal tersebut, terdapat berbagai sarana prasarana wisata di Desa
Wisata Sambi, meliputi :
a. Sarana wisata di Desa Wisata sambi, berupa: homestay, sanggar
seni "padepokan pamengku".
b. Prasarana wisata di Desa Wisata Sambi, berupa : papan nama, jalan
aspat, transportasi, jaringan telepon, jaringan listrik, air bersih.
Bentuk pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata
Sambi yang dapat dilakukan adalah:
a. Pengadaan papan nama desa wisata dan pengadaan alat-alat
outbound. Oleh karena itu dipertukan ke~asama dengan berbagai pihak,
baik pemerintah maupun swasta. Ke~asama dengan Dinas Kebudayaan
80
dan Pariwisata Sleman terkait dengan pengadaan alat-alat outbound,
dan papan nama desa wisata.
b. Membangun fasilitas pendukung wisata seperti: penambahan homestay,
pengembangan area outbound di lokasi yang baru, pembangunan
gapura dan bangunan khusus pengelola desa wisata.
c. Perbaikan infrastruktur jalan melalui rehab jalan aspal dalam rangka
mendukung kelancaran wisatawan menuju objek wisata.
d. Pengadaan cinderamata dan makanan khas Sambi sebagai produk lokal
yang dapat memberikan kenangan bagi kunjungan wisatawan.
H. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi
1. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Kelembagaan Desa Wisata Sambi
Sejalan dengan maraknya pengembangan desa wisata, maka
dalam masyarakat desa telah te~adi institusionalisasi atau pelembagaan
aktivitas pelayanan wisata. Dengan demikian kapasitas kelembagaan
desa wisata Sambi sangat ditentukan oleh kontinuitas dan kualitas
aktivitas dan pelayanan wisata. Sehingga pengembangan kelembagaan
Desa Wisata Sambi memiliki peranan penting dalam menopang ekonomi
masyarakat. Namun dalam pengembangannya mengalami banyak
permasalahan baik internal maupun eksternal kelembagaan.
Permasalahan internal kelembagaan desa wisata Sambi
disebabkan oleh masih ~endahnya sumberdaya manusia pelaku desa
81
wisata dalam memahami konsep desa wisata, belum adanya tokoh
masyarakat yang dijadikan panutan dalam menggerakkan masyarakat,
dan mutual trust dari masyarakat belum terbangun secara utuh.
Permasalahan eksternal lebih disebabkan oleh kurangnya jalinan
ke~asama atau kemitraan dengan pihak-pihak terkait, baik pemerintah,
pusat studi pariwisata UGM, forum komunikasi desa wisata, dan dunia
usaha/swasta lainnya.
Dari permasalahan tersebut di atas, pengembangan kelembagaan
Desa Wisata Sambi memerlukan perencanaan partisipatif (participatory
planning), di mana masyarakat dianggap sebagai mitra dalam
perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal
penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun
masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah
produk rencana (Ndraha, 1990).
Untuk memulai suatu perencanaan pembangunan di desa telah
dilakukan penyusunan rencana tahap awal melalui musyawarah
partisipatif di tingkat dukuh untuk merencanakan dan mengatasi masalah
masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi
yang ada. Perumusan rencana pada tingkat dukuh disusun oleh
masyarakat sendiri, sehingga tidak perlu tergantung pada orang luar yang
tidak mengetahui dengan pasti.
Berdasarkan hasil diskusi musyawarah rencana pembangunan
padukuhan (musrenduk) Sambi Tahun 2007, diperoleh rumusan usulan
82
program/kegiatan pembangunan di Desa Wisata Sambi tahun 2008, untuk
pembangunan fisik, meliputi:(a) Pembuatan jalan lingkar dan gapura, (b)
Pembangunan talud jalan, (c) Rehab jalan aspal, (d) Pembangunan sumur
resapan. Sedangkan pembangunan non fisik yang diusulkan, meliputi: (a)
Pemberdayaan siskamling, (d) Pembinaan kelompok tani.
Berkaitan dengan hal tersebut, berikut hasil wawancara dengan
Ketua LPMD dan Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi:
" Selama ini usulan kegiatan dari warga masyarakat Sambi lebih terfokus pada pembangunan fisik seperti rehab jalan aspal, pembangunan jalan lingkar dan gapura, talud jalan, sumur resapan, pemberdayaan simkamling, dan pembinaan kelompok tani. Sementara kegiatan non fisik yang terkait dengan pelatihan tentang pariwisata masih sangat minim. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya prioritas pembangunan non fisik dalam pengembangan Desa Wisata Sambi. Namun demikian pembangunan fisik tersebut juga menopang dalam pengembangan Desa Wisata Sambi." (Sbd, Hyn, Wawancara tanggal 9 Juli 2008).
Usulan program/kegiatan hasil musrenduk Sambi ternyata belum
semua terakomodir dalam program kerja hasil musrenbang Desa
Pakembinangun. Usulan dari masyarakat Sambi dalam pelaksanaan
hanya terealisasi dua kegiatan yaitu rehab jalan aspal dan pembinaan
kelompok tani. Pelaksanaan rehab jalan aspal didanai dari Anggaran dan
Pendapatan Belanja Desa Pakembinangun. Selanjutnya kegiatan
pembinaan kelompok tani yang dilakukan oleh penyuluh dari BPP Pakem
didanai dari APBD DPA-SKPD Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Sleman. Sedangkan pembangunan talud jalan didanai dari
dana gotong royong Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten
Sleman. Hal ini dapat terlihat pada tabel 13 di bawah ini.
83
Tabel13. Tabel Hasil Perencanaan Desa Wisata Sambi
No Hasil Hasil Pelaksanaan Pelaksana Sumber Musrenduk Musrenbang Dana
Sambi De sa 1. Pembuatan Pembinaan -
jalan lingkar LPMD -dan gapura -
---- -- ------·----- . -----------2. Pembangunan Gotong royong Pembangunan Kec. Dana Gotong
talud jalan kebersihan lingk. talud jalan Pakem Royong Bapermas
Sleman 3. Rehab jalan Rehap jalan Rehab jalan Des a APBDesa,
as pal aspal Pakem- Bantuan Kas binangun Desa Wisata
4. Pembangunan Pembangunan sumur resapan sumur resapan - - -
5. Pemberdayaan Pemberdayaan siskamling Siskamling - - -
6. Pembinaan Pertemuan Pembinaan BPP APBD DPA-kelompok tani Kelompok tani Kelompok tani Pakem- SKPD
Distanhut Distanhut
Sumber: Olahan Data Pnmer, 2008
Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan
kelembagaan desa wisata terkait dengan usulan dari tokoh masyarakat
dalam mengemukakan ide dalam musyawarah dukuh terkait dengan
partisipasi masyarakat dalam pengembangan kelembagaan Desa Wisata
Sambi berasal dari :
Ketua Sekber Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya:
Pembentukan kelompok sadar wisata "Tim Sebelas" dilatarbelakangi dari adanya keprihatinan bersama kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pengembangan desa wisata". (Hyn, wawancara tanggal 9 Juli 2008).
Ketua Kelompok T ani "Manunggal", berikut wawancara singkatnya:
" Kami akui mengalami kesulitan dalam memberdayakan masyarakat akibat masyarakat tidak kompak, dan harapan kami ada tokoh masyarakat yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam kelembagaan desa wisata Sambi. " (Sbd, wawancara tanggal 16 Juli 2008).
-·-
84
Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan kelembagaan desa wisata Sambi, kami ingin adanya studi banding ke desa wisata yang sudah maju. " (Stj, wawancara tanggal 11 Juli 2008).
Dari hasil wawancara ketiga tokoh masyarakat yang diwawancarai
menunjukkan bahwa peneliti melihat bahwa partisipasi masyarakat masih
rendah dan belum banyaknya ide-ide yang mengarah pada
pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi.
Dalam perencanaan kelembagaan Desa Wisata Sambi, selama ini
pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman terlibat
dalam memfasilitasi pertemuan dalam forum komunikasi desa wisata
sebagai wadah pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar
pengalaman dan proses saling belajar, serta memperluas jaringan
pemasaran melalui pertukaran informasi dan membangun kerjasama
dengan berbagai pihak terkait. Di samping itu melalui Keputusan Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Nomor
556/43/Kep.Budpar/2008 tentang Tim Pelaksana Kegiatan Operasional
Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman, tim pelaksana melakukan
pembinaan dan pendampingan pada setiap desa wisata di Sleman,
termasuk pembinaan kepada kelompok sadar wisata "Tim Sebelas".
Namun kenyataannya pembinaan dan pendampingan yang ada belum
efektif dikarenakan kendala anggaran dan kurangnya koordinasi.
85
Keterlibatan pemerintah Desa Pakembinangun berkaitan dengan
program pembangunan fisik maupun non fisik. Selama ini pembinaan atau
sosialisasi dilakukan oleh Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan
Desa Pakembinangun pada saat pertemuan padukuhan Sambi.
Sementara keterlibatan Bappeda Sleman belum nampak secara fisik
dikarenakan pengembangan kelembagaan desa wisata menggunakan
pendekatan pariwisata berbasis masyarakat, dimana masyarakatlah yang
memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan desa
wisatanya.
Menanggapi hal tersebut di atas, berikut kutipan wawancara
dengan Kepala Bidang Sosial Ekonomi Bappeda Sleman:
" Pada dasarnya kami menangani perencanaan pembangunan yang bersifat makro. Terkait dengan perencanaan pengembangan pariwisata, kami membuat RIPPDA (Rencana lnduk Pengembangan Pariwisata Daerah) Kabupaten Sleman bekerjasama dengan Pusat Studi Pariwisata UGM. Selanjutnya dari kaji ulang RIPPDA Sleman diharapkan secara lebih mikro dapat disusun Rl POW (Rencana lnduk Pengembangan Objek Wisata) oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman. Berkenaan dengan pengembangan desa wisata, pemerintah hanya sebatas menjadi fasilitator dan motivator dalam pengembangan desa wisata yang menggunakan pendekatan community based tourism." (JDW, Wawancara tanggal 15 Juli 2008).
Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan kelembagaan
desa wisata pada perencanaan awal terkait dengan pelatihan tata boga
dan homestay yang pernah dilakukan oleh pihak GAIA Yogyakarta.
Namun kenyataannya dengan terbatasnya kemampuan finansial dan
86
teknis yang dimiliki oleh masyarakat belum mampu untuk
mengembangkannya. Keterlibatan swasta dalam pelaksanaan
kelembagaan desa wisata Sambi terkait dengan informasi pengunjung dan
koordinasi dalam kaitannya dengan paket program Ledok Sambi
bekerjasama dengan paket atraksi wisata yang telah dipersiapkan oleh
masyarakat.
Dalam pengembangan kelembagaan desa wisata Sambi,
keterlibatan pihak swasta mendominasi dikarenakan selama ini
pembentukan awal kelembagaan desa wisata diprakarsai oleh lbu
Suliantoro Sulaeman selaku pihak swasta (Pengelola Griya lntan) yang
menggerakkan tokoh masyarakat Sambi untuk membentuk desa wisata.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kelembagaan desa wisata
Sambi hanya didominasi oleh tokoh-tokoh masyarakat, dan ide-ide hanya
terwakili oleh tokoh-tokoh masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
partisipasi masyarakat masih rendah, hal ini sejalan dengan partisipasi
pasif (kepatuhan). di mana komunitas berpartisipasi melalui penyampaian
apa yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku
pembangunan. lnformasi hanya menjadi milik profesional dari luar.
2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata di Desa Wisata Sambi
Dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata
sambi, permasalahan yang muncul lebih disebabkan oleh adanya
perencanaan awal terhadap objek dan daya tarik wisata justru datang dari
87
pihak swasta, atraksi wisata dari masyarakat belum dikemas secara
menarik, dan sapta pesona belum disosialisasikan dengan baik.
Dalam perencanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata,
keterlibatan pemerintah lebih didominasi oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Sleman terutama terkait dengan keterlibatan awal dalam
identifikasi potensi dan kebutuhan wisata, serta promosi wisatanya.
Keterlibatan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman nampak sebagai
penyelenggara atraksi wisata pertanian yaitu atraksi bajak sawah di Desa
Wisata Sambi. Sedangkan Bappeda Sleman bekerjasama dengan Pusat
Studi Pariwisata UGM terkait dengan penyusunan dan sosialisasi rencana
pengembangan desa wisata terpadu. Kenyataannya paket desa wisata
terpadu (Sambi-Garongan-Kelor) belum berjalan dan masih membutuhkan
sosialisasi dan koordinasi antar desa wisata dengan mempertimbangkan
jenis atraksi yang berbeda dari masing-masing desa wisata.
Dalam pelaksanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata,
pihak pemerintah lebih didominasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Sleman terutama terkait dengan kegiatan outbound training. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Sleman selaku penyelenggara bekerjasama
dengan pihak GAIA dan pengelola Desa Wisata Sambi dalam
mengadakan pelatihan outbound.
Keterlibatan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman nampak
sebagai penyelenggara Iomba ngluku (bajak sawah) di Oesa Wisata
Sambi. Dalam pelaksanaannya memerlukan koordinasi dan persiapan
88
peralatan bajak sawah dengan Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata
Sambi dan Ketua Kelompok Tani Manunggal Sambi. Terkait dengan
Lomba Ngluku tersebut, berikut komentar dari Kepala Seksi Pemasaran
Pertanian Liem Astuti, SP. MSi. :
" Pada dasarnya pertanian bukan hanya sebagai teknologi, tetapi menjadi sebuah tradisi budaya yang layak menjadi aset pariwisata. Dalam rangka mendukung wisata pertanian, pada tahun 2008 ini kami telah mengadakan Iomba bajak sawah (ngluku), Iomba burung berkicau dan Iomba panen padi dengan alat tradisional ani-ani. Khusus untuk Iomba ngluku dipusatkan di Desa Wisata Sambi bertujuan untuk mendorong generasi muda di pedesaan kembali mencintai pertanian, mampu mengakomodasi kebutuhan teknologi, kebudayaan dan kelestarian alam. Event ini telah mendapat respon baik dari masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Sambi. " (wawancara tanggal 11 Agustus 2008).
Sedangkan Bappeda Sleman bekerjasama dengan Puspar UGM
terlibat dalam pengembangan desa wisata terpadu (Sambi-Garongan-
Kelor) yang disesuaikan dengan jenis dan potensi masing-masing desa
wisatanya. Paket desa wisata terpadu ini dikemas dalam bentuk atraksi
utama (paket: dua hari satu malam) dengan rangkaian kegiatan sebagai
berikut: Hari pertama mengikuti kegiatan outbound di Desa Wisata Sambi.
Hari kedua menuju Desa Wisata Garongan untuk mengikuti atraksi
perikanan darat, dengan menu pagi adalah ikan. Sebelum makan siang
menuju ke Desa Wisata Kelor untuk melihat perkebunan salak pondoh
dan dilanjutkan makan siang di perkebunan salak.
Keterlibatan swasta paling dominan dikarenakan memiliki
perencanaan awal tentang objek dan daya tarik wisata. Pada tahun 2003
pihak GAIA Yogyakarta memiliki rencana jangka panjang untuk
89
menjadikan tempat permainan di alam terbuka pertama di Yogyakarta.
Rencana ini disampaikan pihak GAIA pada saat pertemuan dengan
pemuda Sambi, yang memperlihatkan dokumentasi tentang keberhasilan
sebuah tempat wisata di Jawa Barat yang mengelola permainan di alam
terbuka dengan menonjolkan perpaduan antara permainan kelompok
dengan menggunakan media alam terbuka. Pertemuan ini bertujuan untuk
memberikan motivasi pada pemuda Sambi agar tergugah kesadarannya
untuk mengembangkan desa wisatanya.
Terkait dengan pengembangan Desa Wisata Sambi, berikut petikan
wawancara dengan Direktur Yayasan GAIA Yogyakarta di Ledok Sambi:
" Sebenarnya banyak potensi wisata di Sambi, namun selama ini masyarakat belum tergugah kesadarannya untuk mengembangkan desa wisatanya. Sebelumnya kami pernah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan tata boga dan cinderamata, namun tidak ada tindak lanjut dari masyarakat sendiri. Berkenaan dengan kegiatan GAIA di Ledok Sambi, sewaktu-waktu kami siap lepas dari lokasi ini kalau masyarakat Sambi sendiri sudah mampu mengemas atraksi wisata di Ledok Sambi ini. Orientasi kegiatan kami tidak semata-mata profit oriented, tapi lebih pada pemberdayaan masyarakat (community empowerment). (Div, Wawancara tanggal 8 Juli 2008) .
. Keterlibatan swasta dalam pelaksanaan pengembangan objek dan
daya tarik wisata terkait dalam menyediakan atraksi yang dikemas secara
menarik melalui program-program Ledok Sambi dengan berbagai
permainan di alam terbuka dan memadukan antara permainan kelompok
dengan menggunakan media alam terbuka. Atraksi wisata alam ini
dikelola oleh Yayasan GAIA Yogyakarta meliputi kegiatan rekreasi dan
outbound di alam terbuka, dan selama ini mampu mendatangkan
90
kunjungan wisatawan cukup banyak. Terbukti kunjungan wisatawan pada
bulan Januari-Juli 2008 untuk kegiatan rekreasi sebanyak 551 orang dan
outbound di Ledok Sambi sebanyak 2.161 orang dari 62 lembaga.
Dari berbagai paket Program Ledok Sambi yang ditawarkan kepada
wisatawan, ternyata program LEGI (Lahan Event Gathering dan
Internship) Weekend dan PADI (Pengenalan dan Pengembangan Din)
menjadi favorit bagi kunjungan wisatawan di Ledok Sambi, baik dari
instansi/lembaga maupun dari sekolah-sekolah yang memanfaatkan
moment liburan sekolah sebagai ajang refreshing dalam rangka menikmati
kesejukan dan keindahan alam di Ledok Sambi. Kegiatan ini juga
melibatkan masyarakat Sambi dalam hal menyediakan catering,
mempersiapkan homestay bagi wisatawan, dan mengelola parkir oleh
karang taruna Sambi.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengembangan objek
dan daya tarik wisata nampak dalam mengemukakan ide/gagasan pada
pertemuan dukuh Sambi yang berasal dari:
Ketua Sekber Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Potensi wisata di Sambi cukup banyak, namun objek wisata belum dikemas secara menarik. Kami mengusulkan perlunya pelatihan mengenai tata cara penyajian catering dan penataan homestay bagi masyarakat". (Hyn, wawancara tanggal 10 Juli 2008).
Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Dalam pengembangkan objek dan daya tarik wisata Sambi, kami selaku generasi muda siap menerima tawaran dari GAIA untuk dilatih menjadi instruktur outbound, agar dapat secara mandiri mengembangkan desa wisatanya." (Stj, wawancara 9 Juli 2008).
91
Di samping itu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pengembangan objek dan daya tarik wisata nampak dalam
mengemukakan ide/gagasan pada pertemuan dukuh Sambi berasal dari :
Ketua Sekber Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Objek wisata di Sambi cukup beragam, namun kenyataannya masyarakat belum mampu mengemas paket wisatanya secara menarik. Kami sangat mengharapkan adanya paket desa wisata terpadu mampu meningkatkan partisipasi dan kesadaran wisata bagi masyarakat Sambi". (Hyn, wawancara tanggal13 Juli 2008).
Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Terkait dengan banyaknya kunjungan wisatawan di Ledok Sambi, biasanya kami mengerahkan karang taruna untuk terlibat dalam mengelola parkir, dan hal ini dapat membantu bagi pemasukan kas karang taruna dan mendukung aktivitas kepemudaan Sambi. " (Stj, wawancara tanggal11 Juli 2008).
Dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata di desa wisata
Sambi, keterlibatan pihak swasta mendominasi dikarenakan yang banyak
mendatangkan wisatawan adalah pihak GAIA Yogyakarta. Selama ini
promosi wisatanya telah dilakukan dengan baik. Sedangkan masyarakat
Sambi cenderung pasif dalam mendatangkan wisatawan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat masih rendah, hal ini sejalan
dengan partisipasi pasif (kepatuhan}, di mana komunitas berpartisipasi
melalui penyampaian apa yang terjadi atau dilakukan oleh pihak
pemerintah/pelaku pembangunan. lnformasi hanya menjadi milik
profesional dari luar.
92
3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Sarana Prasarana Wisata di Desa Wisata Sambi
Dalam pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata
Sambi, peneliti menemukan adanya keterbatasan saran a prasarana
wisata. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pengembangan sarana
prasarana wisata, keterlibatan pemerint~h nampak pada pengadaan
peralatan outbound di Desa Wisata Sambi yang dianggarkan dari sumber
dana APBD DPA-SKPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Tahun
Anggaran 2008 merupakan langkah maju bagi masyarakat dan pengelola
Desa Wisata Sambi untuk mengembangkan desa wisatanya. Sedangkan
Pemerintah Kecamatan Pakem terlibat dalam merealisasikan dana gotong
royong untuk pembangunan talud jalan di Desa Wisata Sambi.
Keterlibatan Desa Pakembinangun terkait dengan adanya realisasi
bantuan rehab jalan aspal yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa Pakembinangun Tahun 2008.
Keterlibatan pihak GAIA belum nampak secara fisik dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengembangan sarana prasarana wisata,
hal ini disebabkan pihak GAIA hanya memberikan bantuan dana
pengembangan sarana prasarana wisata seperti: pembangunan sarana
prasarana air bersih, rehab jalan aspal.
Dalam rangka merealisasikan keinginan masyarakat untuk
pembangunan gapura, dan gedung khusus pengelola desa wisata, serta
cinderamata khas Sambi dan rumah makan bernuansa alami pedesaan,
pengelola Desa Wisata Sambi terus berusaha mencari bantuan modal
93
pengembangan/usaha dan menjalin kemitraan dengan investor/pihak
swasta lainnya demi pengembangan desa wisatanya.
Partisipasi masyarakat dalam mengemukakan ide mengenai
pengembangan sarana prasarana wisata adalah sebagai berikut:
Kepala Dukuh Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Memang kami akui kebutuhan air bersih sangat penting bagi masyarakat. Selama ini dalam mendapatkannya menunggu giliran dari warga dukuh tetangga, dan kami mengusulkan penambahan sarana air bersih agar masyarakat lebih cepat memperolehnya". (Mjn, wawancara tanggal 8 Juli 2008).
Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi, berikut wawancara
singkatnya:
" Sebenarnya kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Sambi cukup banyak, namun tidak ada kenangan khas Sambi. Kami sangat menginginkan adanya cinderamata khas Sambi dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. "(Hyn, wawancara tanggal 9 Juli 2008).
Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya:
" Kami menginginkan Desa Wisata Sambi perlu membangun sarana wisata penunjang berupa gapura dan gedung khusus bagi pengelola Desa Wisata Sambi. " (Stj, wawancara tanggal 9 Juli 2008).
Dalam pengembangan sarana prasarana wisata di desa wisata
Sambi, keterlibatan pemerintah mendominasi dikarenakan selama ini
pemerintah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman yang
lebih banyak memfasilitasi sarana prasarana wisata. Sedangkan
keterlibatan swasta belum banyak memfasilitasi sarana prasarana wisata,
dan masyarakat Sambi lebih mengharapkan bantuan pengadaan sarana
prasarana wisata dari pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
94
partisipasi masyarakat masih rendah, hal ini sejalan partisipasi pasif
(kepatuhan) di mana komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa
yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan.
lnformasi hanya menjadi milik profesional dari luar.
I. Model Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan desa wisata merupakan pengembangan produk
wisata baru yang dapat memberikan solusi alternatif wisata bagi
wisatawan untuk mendapatkan kepuasan dari keindahan alam dan sarana
prasarana wisata yang diberikan oleh objek wisata, serta keterlibatan
langsung wisatawan dalam atraksi wisata maupun aktivitas kehidupan
sehari-hari dari masyarakat. Sehingga wilayah pedesaan menjadi sasaran
baru daerah tujuan wisata.
Pengembangan desa wisata yang menerapkan pendekatan
pembangunan pariwisata berbasis pada masyarakat hendaknya dilihat
sebagai sebuah investasi dimana dalam perkembangannya membutuhkan
proses dan tahapan yang panjang, serta senantiasa memperhatikan
tuntutan pasar dan mampu menghadirkan paket-paket wisata yang
menarik bagi wisatawan. Oleh karena itu keterlibatan pemerintah, swasta
dan masyarakat secara sinergis perlu dilakukan guna mendukung
pengembangan desa wisata. Pemerintah dan swasta harus memiliki
keberpihakan kepada masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai
subjek atau pelaku utama pembangunan.
95
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan oleh masyarakat masih
kurang dan partisipasi masyarakat masih rendah. Hal ini disebabkan
belum tergugahnya kesadaran masyarakat untuk secara bersama-sama
mengembangkan Desa Wisata Sambi. Oleh karena itu diperlukan model
pengembangan desa wisata dengan tahapan-tahapan yang disarankan
adalah sebagai berikut:
1. Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya
perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau
kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar mampu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat melalui
pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti:
pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata
homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata
termasuk didalamnya ketrarnpilan menjadi instruktur outbound. Dalam
pelatihan ini perlu melibatkan fasilitator dari Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Sleman, Bappeda Sleman, Pusat Studi Pariwisata UGM,
Balai Latihan Kerja Sleman, Pusdiklat Depdagri Regional Yogyakarta.
2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya
perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang
baik bagi wisatawan, agar kunjungan wisatawan mampu didatangkan
sendiri oleh masyarakat Desa Wisata Sambi. Di samping itu perlunya
sosialisasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman dalam
96
rangka menggalakkan sapta pesona agar masyarakat memiliki
kesadaran wisata dan motivasi ekonomi bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan pengembangan objek
dan daya tarik wisata, perlunya segera menerapkan terobosan wisata
alternatif melalui paket desa wisata terpadu, dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang tata cara mengemas paket wisata
secara menarik agar dapat memperpanjang waktu tinggal bagi
wisatawan di Desa Wisata Sambi.
3. Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal
dari pemerintah perlu diarahkan ke pengadaan sarana prasarana
wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura,
gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas Sambi, dan
rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam
pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan antara masyarakat dengan
pemerintah dan pengusaha/pihak swasta agar dapat terealisasi
pengadaan sarana prasarana wisata tersebut.
Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah
seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait
dengan pengembangan desa wisata di Sleman. Diharapkan dengan
adanya rencana usulan penetapan forum komunikasi desa wisata Sleman
sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antara
masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia
usaha/swasta akan mampu mengoptimalkan peran kelembagaan desa
97
wisata. lnstansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Sleman melalui Tim Pelaksana pengembangan desa wisata perlu lebih
mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan
memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa wisata agar benar
benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan
ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.
Pada Level Dunia Usaha/Swasta, Yayasan GAIA Yogyakarta yang
terlibat dalam kegiatan wisata di Ledok Sambi sebaiknya secara bersama
sama melibatkan masyarakat untuk mengembangkan Desa Wisata Sambi.
Masyarakat khususnya generasi muda karang taruna perlu dilibatkan
dalam kegiatan yang bersifat teknis menjadi instruktur atau pemandu
kegiatan outbound. Investor dari pihak swasta yang masih terbatas
melakukan penanaman modal atau investasi di Desa Wisata Sambi perlu
digandeng untuk bekerjasama dengan masyarakat dalam penguatan
modal usahanya terutama berkaitan dengan pengadaan homestay,
pembuatan gapura dan bangunan khusus pengelola desa wisata,
pembuatan cinderamata khas Sambi, dan pendirian rumah makan dengan
nuansa alami pedesaan.
98
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat
Sambi, diperlukan tahapan pengembangan desa wisata, meliputi:
1. Pengelolaan kolaborasi yang melibatkan seluruh stakeholders.
Kegiatan ini dilakukan melalui sosialisasi program pengembangan
kepariwisataan yang berkaitan dengan peran aktif masyarakat untuk ikut
terlibat di dalam penentuan program-program yang sesuai dengan
keinginan mereka. Dalam kegiatan ini, sangat diperlukan kolaborasi dari
stakeholders atau pemangku kepentingan, seperti aparat desa, tokoh
masyarakat/agama, lembaga swadaya masyarakat serta instansi
pemerintah dan swasta sebagai fasilitator kegiatan ini.
2. Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dalam rangka pengembangan desa wisata, pemberdayaan
masyarakat lokal merupakan prioritas utama untuk memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat lokal untuk berusaha dan
dan terlibat di dalamnya. Untuk itu perlu dipersiapkan berbagai
kemampuan dan ketrampilan dan masyarakat untuk dapat memegang
kendali kegiatan kepariwisataan, karena pada dasarnya masyarakat di
masing-masing desa wisata merupakan pelaku utama atau subjek dari
pengembangan itu sendiri. Penyiapan ini dapat dilakukan melalui berbagai
bentuk pelatihan maupun seminar yang berkaitan dengan manajemen
usaha, peluang usaha baru, ketrampilan khusus sebagai penyedia jasa
kepariwisataan seperti pelatihan pemandu wisata, tata boga dan
homestay.
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebagaimana diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1 . Bentuk pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi berupa
pelatihan sumberdaya manusia pelaku Desa Wisata Sambi,
pembentukan kelompok sadar wisata, dan kemitraan dengan pihak-pihak
terkait. Bentuk pengembangan objek dan daya tarik wisata berupa paket
desa wisata terpadu, dan penggalakkan sapta pesona. Bentuk
pengembangan sarana prasarana wisata berupa pengadaan sarana
outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata,
cinderamata, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan.
2. Partisipasi masyarakat masih rendah, dan keterlibatan pihak swasta
paling dominan dalam pengembangan kelembagaan Desa wisata Sambi.
Partisipasi masyarakat masih rendah, dan keterlibatan pihak swasta
paling dominan mendatangkan wisatawan dalam pengembangan objek
dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi. Partisipasi masyarakat
masih rendah, dan keterlibatan pemerintah paling dominan dalam
pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi.
100
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa hal yang perlu
disarankan adalah sebagai berikut :
1. Dalam pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi diperlukan
pelatihan sumberdaya manusia pelaku desa wisata secara berkala,
pembinaan pada kelompok sadar wisata, dan memperluas jalinan
kemitraan dengan pihak-pihak terkait. Dalam pengembangan objek dan
daya tarik wisata, perlunya pelatihan tentang tata cara pengemasan
paket desa wisata terpadu dan sosialisasi sapta pesona bagi
masyarakat. Dalam pengembangan sarana prasarana wisata di Desa
Wisata Sambi diperlukan jalinan kerjasama dengan pemerintah dan
swasta dalam mendukung pengadaan sarana prasarana wisatanya.
2. Perlunya peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelatihan
sumberdaya manusia pariwisata, pembinaan bagi kelompok sadar
wisata, dan kemitraan dalam pengembangan kelembagaan Desa
Wisata Sambi; pelatihan tata cara mengemas paket wisata dan
sosialisasi dalam rangka menggalakkan sapta pesona dalam
pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi;
serta pengadaan sarana prasarana wisata baru yang mendukung
pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi.
101
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa, P. dkk. 2000. Laporan penelitian: Pengembangan Model Pariwisata Pedesaan Sebagai Altematif Pembangunan Berkelanjutan. Kerjasama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Pusat Studi Pariwisata UGM.
Anonim. 2004. Laporan Akhir Penelitian: Model Peningkatan Kesadaran Masyarakat Terhadap Wisata Ramah Lingkungan. Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup Rl dengan Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
___ .2006. Laporan Akhir Penyusunan Kaji Ulang Rencana lnduk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Sleman. Kerjasama Bappeda Sleman dengan Pusat Studi Pariwisata UGM.
___ . 2005. Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional 2005-2009. Jakarta.
___ . 2005. Renstra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2005-2010. Yogyakarta.
___ . 2007. Laporan Penyelenggaraan Peningkatan dan Pelatihan Sumberdaya Manusia dan Outbond Training Pelaku Desa Wisata Kabupaten Sleman. Penyelenggara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman.
Amien, A M, 2005. Kemandiriah Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi, Pembangunan dan Pendidikan. Makasar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar.
Bryant C. dan White L. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. LP3S, Jakarta.
Bungin, B. 2003. Ana/isis Data Penelitian Kualitatif. PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.
Destha, T.R. 2005. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Budaya (Kajian Etnoekologi Masyarakat Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, kabupaten Sleman, Dl Yogyakarta). Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Destha, T.R. 2007. Organisasi dan Manajemen Desa Wisata. Disampaikan Dalam Diktat Peningkatan SDM Pelaku Desa Wisata Sleman Tanggal28 Juli 2007.
102
Garrod, B. 2001. Local Partisipation in the Planning and Management of Ecotourism: A Revised Model Approach. Bristol: University of the West of England.
Hikmat H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press (HUP). Bandung.
Julisetiono, D.W. 2007. Makalah Perencanaan Pembangunan Pariwisata. Disampaikan Dalam Diklat Peningkatan SDM Pelaku Desa Wisata Sleman Tanggal 28 Juli 2007.
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Kunarjo, 2002. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Kusumaedi, I Komang. 2003. Banjar Sebagai Basis Pariwisata Budaya: Studi di Kabupaten Badung, Jembrana, Gianyar, dan Kota Denpasar, Pascasarjana UGM Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Lane. 1994. "What is Rural Tourism", Journal of Sustainable Tourism 2.
Murphy, P. 1985. Tourism: A Community Approach. Methuen, London.
Nasikun. 1999. Globalisasi dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas. Lokakarya Penataan Kepariwisataan Dalam Menyongsong Indonesia baru. Puncak, 31Agustus- 3 September. Tidak dipublikasikan.
Nurhasan, Cecep. 2002. Pengembangan Potensi Objek Wisata A/am dan Budaya Cangkuang di Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut, Jawa Barat. Skripsi tidak dipublikakan. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Nurhayati, S. 2005. Community Based Tourism Sebagai Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berke/anjutan. Program Studi 03 Pariwisata FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.
Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges.· Makalah bagian dari Laporan Konferensi lnternasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Panji I Gusti Raka, 2005. Tradisional Bali Da/am Konteks Pariwisata Budaya, http:// www.mspi.org/index.php, diakses 17 Januari 2008.
103
Pendit, Nyoman, S, 2003. 1/mu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Paskarina, 2005 Perencanaan Partisipatif dalam pembangunan Daerah, Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung.
PSKMP, 2002. Partisipatory Local Sosial Development Planning (PLSD) Universitas Hasanuddin. Makasar.
Rats, T. and Puszlo, L. 1998. Rural Tourism and Sustainable Development, RuraiTourism Management Sustainable Option, September.
Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Jakarta.
______ . 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta.
Salman, D 2005 Pembangunan Partisipatoris, Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan, Program Studi Manajemen Pembangunan. Unhas Makasar 2005.
Sampara, J.T. 2000. Pengembangan Ekowisata Kawasan Lereng Merapi Selatan Kabupaten Sleman. Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasa~ana Universitas Gadjah Mada.
Spillane, James. 2001. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya, Penerbit Kanisius, Jakarta.
Suhirman. 2003. Partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, Makalah disajikan dalam Conference on 'Decentralization, Regulatory Reform and the Business Climate' diselenggarakan oleh PEGUSAID di Hotel Borobudur, Jakarta 12 Agustus 2003.
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suranti, R. 2005. Pariwisata Budaya dan Peran Serta Masyarakat, http : //www. budpar. go.id, diakses tanggal 24 Desember 2007.
Syahroni, 2002 Pengertian Dasar dan Generik tentang Perencanaan Pembangunan Daerah. GTZ USAID. Jakarta.
104
Syamsuddin.2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan Pada Pranata Sosial Emposipitangarri di Kabupaten Jeneponto. Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Timothy, D.J. 1999. Participatory Planning a View of Tourism in Indonesia. Annuals Review of Tourism Research, XXVI (2).
Tim Penyusun. 2005. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Lingkungan Strategik Pengembangan Desa Wisata DIY. CV. Dhian Kartika, Yogya.
Tim Perumus. 2002. Risalah Pengayaan Materi Substansi RUU Kepariwisataan. Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta.
Wijono, Djoko. 1999. Ana/isis Produk Wisata. Bimbingan Teknis Perencanaan Program Kepariwisataan Kepala Dinas Pariwisata Daerah tingkat II. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Puspar UGM,Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Yaman, Amat Ramsa & A Mohd. 2004. Community Based Ecotourism: New Proposition for Sustainable Development and Environment Conservation in Malaysia. Journal of Applied Sciences IV (4).
Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus: Desain dan Metode, Diterjemahkan oleh M. Djauzi Muzakir. PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.
Yoeti, A Oka. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
lU)
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian: Wawancara Mendalam
Tujuan 1 : Untuk Mengetahui Bentuk Pengembangan Desa Wisata Sambi Ditinjau
dari Aspek Kelembagaan, Objek Dan Daya Tarik Wisata, serta Sarana
Prasarana Wisata.
Nama
U m u r
Pekerjaan
Alamat
Pendidikan Terakhir
I. PEMERINTAH
IDENTITAS INFORMAN
Tahun
1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya desa wisata di Kabupaten Sleman?
2. Dasar hukum apa yang melandasi adanya kelembagaan desa wisata,
bagaimana peran instansi terkait terhadap kelembagaan desa wisata ?
3. Sejauhmana peran pemerintah dalam perencanaan pengembangan Desa
Wisata Sambi ?
4. Program-program apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam
mendukung pengembangan Desa Wisata Sambi ?
5. Terkait dengan peran pemrintah sebagai fasilitator, sejauhmana sosialisasi dan
pembinaan yang dilakukan terhadap kelembagaan Desa Wisata Sambi ?
6. Terkait dengan aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarpras
wisata, bagaimana teknik evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan ?
IU6
7. Faktor-faktor penghambat apa saja yang mempengaruhi pengembangan Desa
Wisata Sambi ?
8. Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh instansi terkait dalam rangka
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Sambi?
II. SWASTA
1. Bagaimana sesungguhnya keterlibatan swasta dalam perencanaan
pengembangan Desa Wisata Sambi ? Bagaimana bentuk ke~asama dengan
kelembagaan Desa Wisata Sambi ?
2. Program-program apa saja yang diimplementasikan di Desa Wisata Sambi ?
3. Terkait dengan objek dan daya tarik wisata, serta sarpras wisata yang ada,
sejauhmana respon pengunjung terhadap keberadaan Desa Wisata Sambi ?
4. Faktor-faktor penghambat apa saja yang mempengaruhi dalam
pengembangan Desa Wisata di Sambi ?
Ill. MASYARAKA T
1. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Sambi?
2. Program-program apa saja yang diimplementasikan di Desa Wisata Sambi ?
3. Terkait dengan kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, sejauhmana
respon masyarakat terhadap keberadaan Desa Wisata Sambi ?
4. Faktor-faktor penghambat apa saja yang .mempengaruhi dalam
pengembangan Desa Wisata Sambi ?
Tujuan 2 : Mengetahui Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan
Desa Wisata Sambi
IDENTITAS INFORMAN
Nama
U m u r
Jabatan
Unit Kerja
Pendidikan Terakhir
I. INSTANSI PEMERINTAH
A. Tahap Perencanaan
Tahun
1. Kegiatan apa saja yang direncanakan di Desa Wisata Sambi ?
107
2. Bagaimana keterkaitan program-program dari instansi terkait dengan program
program yang direncanakan dari masyarakat ?
3. Bagaimana wujud koordinasi dan pembinaan dalam rangka perencanaan
pengembangan desa wisata Sambi ?
B. Tahap Pelaksanaan
1. Kegiatan wisata apa saja yang telah diimplementasikan di Desa Wisata Sambi ?
2. Sejauh mana wujud keterlibatan masyarakat dalam implementasi kegiatan dari
instansi terkait?
3. Apakah program yang telah diimplementasikan mampu merespons terhadap
perubahan lingkungan masyarakat setempat ? alasannya ?
108
4. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan
dari instansi terkait ?
5. Sejauh mana koordinasi dilakukan selama berlangsungnya kegiatan yang
melibatkan masyarakat secara langsung ?
Nama
U m u r
Jabatan
Kantor
Pendidikan Terakhir
II. SWASTA
A. Tahap Perencanaan
IDENTITAS INFORMAN
Tahun
1. Bagaimana peran swasta dalam rangka menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan di Desa Wisata sambi ?
2. Bagaimana sebenarnya permasalahan dan potensi Desa Wisata Sambi ?
3. Kegiatan wisata apa saja yang direncanakan di Desa Wisata Sambi ?
B. Tahap P~lak~anaan
1. Atraksi wisata apa saja yang telah diimplementasikan di Desa Wisata Sambi?
2. Apakah kegiatan-kegiatan yang telah diimplementasikan mampu merespons
terhadap perubahan lingkungan masyarakat setempat ? alasannya ?
3. Bagaiman bentuk kerjasama dengan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
wisata?
Nama
U mur
Pekerjaan
Ala mat
Pendidikan Terakhir
Ill. MASY ARAKAT
A. Tahap Perencanaan
lUl)
IDENTITAS INFORMAN
Tahun
1. Bagaimana cara masyarakat merencanakan kegiatan di Desa Wisata Sambi?
2. Usulan kegiatan apa saja yang direncanakan? Bagaimana respons
masyarakat terhadap adanya rapat/pertemuan yang difasilitasi oleh instansi
terkait?
3. Bagaimana frekuensi pembinaan dari instansi pemerintah atau swasta dalam
merencanakan kegiatan di Desa Wisata Sambi ?
B. Tahap Pelaksanaan
1. Atraksi wisata apa yang telah dilakukan di Desa Wisata Sambi ?
2. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan wisatanya ?
3. Manfaat apa yang diperoleh masyarakat dari adanya Desa Wisata Sambi ?
t"I:.MI:.KIN I AM 1'\.A~Ut"A II:.N ~L.I:.IVIAN
DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA Alamat: Jl. KRT. Pringgodiningrat No. 13, Tridadi, Sleman, Daerah lstimewa Yogyakarta
Telp-Fax. (0274) 869613 Kode Pos 55511
KEPUTUSAN KEPALA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN SLEMAN
Nomor :~h /47/Kep. Budpar/2008
TENTANG
TIM PELAKSANA KEGIATAN OPERASIONAL PETUGAS DESA WISATA
KABUPATEN SLEMAN
KEPALA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN SLEMAN :
Menimbang
Mengingat
a. bahwa dengan keberadaan potensi Desa Wisata di Kabupaten Sleman
dan dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat · serta
mengembangkan Desa Wisata, perlu dilaksanakan Pembinaan dan
Pengelolaan Desa Wisata secara efektif, efiSeksin dan
berkesinambungan;
b. bahwa dalam Pembinaan dan Pengelolaan Desa Wisata di Kabupaten
Sleman agar dapat terlaksana dengan terencana dan terorganisir perlu
dibentuk Tim Operasional Petugas Desa Wisata;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas perlu menetapkan
Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
tentang Tim Operasional Petugas Desa Wisata Tahun 2008
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004;
3. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 tahun 2003 tentang
Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor:
12 Tahun 2000 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah
Kabupaten Sleman;
4. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor : 1 tahun 2008 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008;
5. Peraturan Bupati Sleman Nomor : 2 tahun 2008 tentang Penjabaran
Ariggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sleman Tahun
Anggaran 2008.
6. Keputusan Bupati Sleman Nomor : 33/Kep.KDH/A/2003 tentang Struktur
Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman;
Menetapkan PERTAMA
KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
KEENAM
MEMUTUSKAN
Membentuk Tim Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman dengan
Susunan dan Personalia sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini;
Tim bertugas :
1. Melaksanakan Pendampingan, Pembinaan dan Pelatihan Pengelola Oesa
Wisata;
2. Melaksanakan fasilitasi Forum Komunikasi Desa Wisata dan papan nama
pesa Wisata;
3. Melaksanakan monitoring Desa Wisata dengan membuat laporan berkala.
Dalarn melaksanakan tugasnya Tim bertanggung jawab dan melaporkan hasil
pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Sleman;
Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat pelaksanaan keputusan ini
dibebankan pada DPA-SKPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten '·
Sleman Nomor:' 40/41/Kep. Ka. BPKKD/DPA/2008;
Segala sesuatu akan diubah dan ditetapkan kembali apabila ternyata dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini;
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
Pada tanggal
: Sleman : ~-> 1'Yl a r .c-t ?. oo 8
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth :
1. Bupati Sleman
2. Kepala Badan Pengawas Daerah Kabupaten Sleman
3. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Kab. Sleman
4. Anggota Tim
NO.
1. ---2. --
3. r--
4.
5.
6. ~-
7.
8.
r----~
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Lampiran I
Nomor Tanggal
SUSUNAN PERSONALIA
TIM PELAKSANA
Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman :~fil3-/Kep. Budpar/2008
: ~.> 111ar-tt z..oo~
KEGIATAN OPERASIONAL PETUGAS DESA WISATA
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2008
NAMA -
Drs. Dwi Supriyatno, MS
lr. Wahyudi Heru Santosa, MP
Ora. Sri Winarti
Drs. Untoro Budiharjo
HY. Aji Wulantara, SH
Wiji
Drs. Siswanto
Edy Winarya, S.Sn.
B. Budiraharjo, A.Md
Suharna, S.Pd
lgn. Eko Ferianto, S.Sn
Ali, SE
Tri Sunu Yulianto, S.Sos
Kardiyono
Sulistya, SE
Jemirin
Anas Mubakkir, SS
Sukardi, SE
Agus Budi Nugraha, SE"
Agus Hartono
JABATAN DALAM DINAS
Kepala Dinas
Ka. Bid. Pariwisata
Ka. Bag Tata Usaha
Ka. Bid. Kesenian
Ka. Bid. PBNT
Kasi Sarprasdok
Kasi Jarah & Nitra
Kasi Pembinaan dan Pengembangan Kesenian
Staf Seksi Pemasaran
Staf Seksi Sarana & UJP
Staf Seksi Sarprasdok
Staf Seksi Sarana & UJP
Staf Seksi Pemasaran
Staf Seksi ODTW
Staf Seksi Pemasaran
Staf Seksi Pembinaan dan Pengembangan Kesenian
Staf Seksi Muskala
Ka. Sub. Bag Perencanaan
Staf Seksi ODTW
Staf Seksi ODlW
Ditetapkan di
Pada tanggal
KEDUDUKAN DALAM TIM
Penanggungjawab
Ketua ·----
Koordinator Pelaksana Teknis
Koordinator Pelaksana Teknis
Koordinator Pelaksana Teknis
Pelaksana Teknis
Pelaksana Teknis
Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana T eknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Pembantu Pelaksana Teknis
Staf Administrasi
Staf Administrasi
Staf Administrasi
: Sleman : tr VY1 are. t q (9o 8
Lamp1ran 11 1\eputusan l\epa1a u1nas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
Nomor :>SbA?IKep. Budpar/2008 Tanggal : ?s maY<.i ~oog
STRUKTUR TIM PELAKSANA KEGIATAN OPERASIONAL PETUGAS DESA WISATA
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2008
PENANGGUNGJAWAB Drs. OWl S.UPRIY ATNO, MS
KETUA lr. WAHYUDI HERU SANTOSA, MP
ADMINISTRASI ... .................. 1.SUKARDI, SE. 2.AGUS HARTONO 3.AGUS BUDI NUGRAHA, SE
; ........................................... =:~ ~ ............................................................ !~ . . : :
KOORD Ora. Sri
INA TOR Winarti
f\
Drs. Sis - Plemp - Candi
wanto: oh Abang
B. Budi - Kelor
raharjo, A.Md. : '·
- Garon gan - Gabug an tY
lgn Eko - Kadiso
Feriyanto, S.Sn. bo II
- Dukuh \v -l<emba ngarum
Suharn - Srowo
a, S.Pd. I an
- Brayut • Tanjun g • Pajang an
v
KOORDINATOR KOORDINATOR Drs. Untoro Budiharjo HY. Aji Wulantara, SH
~ ~
Edi Winarya, S.Sn : Wiji:
~ - Wonolelo r-7 - Brajan - Bokesan - Jamur
- Grogol
Kardiono: Sulistya SE: ~ - Tunggularum
~ - Trumpon
- Nganggring j/ - Ngamboh
Ali, SE: Jemirin:
~ - Kinahrejo f.? - Malangan - Petung - Sangubanyu
- Gamplong
Tri Sunu Yulianto, S.Sos Anas Mubakkir, SS -Sambi - Ketingan
~ ~ - Kaliurang Timur ........:: ~ - Sendari .. .. - Turgo - Mlangi
TUGAS-TUGAS:
1. Penanggungjawab
JOB DESCRIPTION PENDAMPING DESA WISATA
a. Memberikan pengarahan kepada Tim Pelaksana Teknis dalam pelaksanaan pembinaan dan pendampingan agar dapat berjalan baik.
b. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan operasional c. Memberikan pembinaan kepada desa wisata d. Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan desa wisata e. Menyampaikan laporan perkembangan desa wisata kepada Bupati
2. Ketua a. Mengkoordinir seluruh kegiatan desa wisata agar pelaksanaan pembinaan dapat berjalan
dengan baik dan lancar b. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kebud'"yaan dan
Pariwisata selaku penanggungjawab c. Melaksanakan pembinaan kepada desa wisata d. Menyampaikan laporan perkembangan desa wisata kepada kepala Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata
3. Koordinator Pelaksana Teknis a. Membantu tugas ketua dalarn melaksanakan tugasnya b. Mengkoordinir pelaksanaan tugas kepada masing-masing anggotanya c. Melaksanakan pembinaan kepada desa wisata yang dibawah koordinasinya. d. Bertanggungjawab dalam pelaporan kepada ketua dan penanggungjawab.
4. Pelaksana Teknis dan Pembantu Pelaksana Teknis a. Melaksanakan pendarnpingan terhadap desa wisata masing-masing b. Memberikan motivasi, mendarnpingi dan membantu kelembagaan desa wisata masing-
masing c. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan yang ada di desa wisata d. Melakukan pendataan, evaluasi dan pelaporan perkembangan desa wisata e. Sebagai mediator antara desa wisata dengan dinas/instansi terkait.
5. S taf Administrasi a. Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembinaan desa wisata b. Mencatat, menyampaikan laporan perkembangan desa wisata c. Rekapitulasi data kunjungan wisatawan d. Melaksanakan tugas yang diberikan ketua e. Revisi dan pemutakhiran data buku profil desa wisata f. Bekeijasarna dengan Forum Komunikasi Desa Wisata dalarn membahas kemajuan desa
wisata.
>. Mage lang
_ .. ya _ ......... ............
LE C ENDA ·--• --o-.Jil._.._
Kab. Klalen
Kab. Bantul
PETA WISATA KABUPATEN SLEMAN
~ -- ~ .... --~....... - --~- ~M. .... .. __ ......_ "'~"--""-
-·-····"--· '"' -- ~ ..... -- ~--~--· ...... _. .. ._._.
Kab. Bantu I
::;.:.._.~ .. ~ ·--.- - ·---·s.-~.:[;__ ;._;~z-
I I 6
Lampiran 4. Matriks Hubungan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi
'No Partisipasi Dalam Pengemba11g_an Desa Wisata Sambi ---- ------- -----
Perencanaan dan Pelaksanaan Kelembagaan desa wisata Objek dan daya tarik wisata SaiJ>ras Wisata 1. Pemerintah:
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman Tidak terlibat Terlibat Tidak terlibat
b. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Terlibat Terlibat Terlibat
c. Bappeda Sleman Tidak terlibat Terlibat Tidak terlibat
e. Kecamatan Pakem Tidak terlibat Tidak terlibat Terlibat f. Desa Pakembinangun Terttbat Tidak terlibat Terlibat
i
2. Swasta:
a. Yayasan GAIA Yogyakarta Terlibat Terlibat Terlibat
b;; Pusat Studi Pariwisata UGM Tidak terlibat Terlibat Tidak terlibat
3. Masyarakat:
a. Ketua Forkom Desa Wisata Tidak terlibat Tidak tertibat Tidak terlibat b. Kepala Dukuh Sambi Tidak terlibat Tidak tertibat Terlibat c. Ketua Sekber Desa Wisata Sambi Terlibat Terlibat Terlibat d. Ketua LPMD Sambi Tidak terlibat Tidak terlibat Terlibat e. Ketua Kelompok Tani Manunggal Sambi Terlibat Tidak tertibat Tidak tertibat f. Pengurus PKK Sambi Tidak terlibat Tidak tertibat Tidak terlibat g. Wakil Ketua Karang Taruna Sambi Terlibat Terlibat Tidak tertibat h. Pemilik Homestay Sambi Tidak terlibat Tidak tertibat Tidak terlibat
Sumber: Olahan Data Primer, 2008