Upload
bayu-setyo-nugroho
View
214
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bacakan
Citation preview
FIKRI AKBAR ALFARIZI
2013730143
8. Jelaskan bagaimana pemberian edukasi, tindakan preventif dan rehabilitasi
yang tepat pada pasien di skenario.
TINDAKAN PREVENTIF
Langkah pencegahan stroke yang bisa dilakukan adalah dengan mencegah atau pengelolaan
yang tepat terhadap faktor risiko. Secara garis besar faktor risiko ini dibagi dua yaitu yang
bisa dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi. Faktor yang tidak dimodifikasi
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, faktor keturunan dan ras. Semakin tua maka risiko
mendapat serangan stroke makin tinggi. Namun saat ini kecenderungan usia mulai bergeser
ke arah usia yang lebih muda. Selain itu, juga jenis kelamin termasuk faktor risiko yang tidak
bisa dimodifikasi. Kaum pria harus terima bahwa dirinya memiliki risiko lebih besar
ketimbang perempuan. Yang masuk ke dalam kelompok dapat dimodifikasi antara lain adalah
hipertensi, diabetes melitus, kadar kolesterol atau lemak darah yang berlebih, kelainan
jantung (terutama gangguan irama jantung dan kelainan katup) dan merokok. Tekanan darah
tinggi merupakan penyebab utama stroke. Sekitar 70 persen dari penyebab stroke, terutama
jenis stroke sumbatan adalah hipertensi. Jika Anda memiliki salah satu atau beberapa faktor
risiko tersebut, berarti anda memiliki risiko untuk terkena stroke, maka segeralah lakukan
upaya pencegahan primer. Yang pertama-tama harus anda lakukan adalah menegenali dan
menemukan semua faktor risiko yang ada, dengan cara melakukan medical check up secara
rutin. Bila ditemukan faktor-faktor risiko seperti yang disebutkan tadi, maka harus ditangani
atau dikelola dengan tepat melalui konsultasi dengan dokter ahli. Dan yang tidak kalah
pentingnya adalah memperbaiki gaya hidup, dengan mengelola stess secara baik, pola makan
yang sehat, istirahat cukup dan olah raga yang teratur. Sebelum sampai di RS jangan jangan
memberikan makan dan minum kepada penderita, karena seringkali terjadi kelumpuhan pada
saraf menelan sehingga berisiko tersedak sehingga makanan atau minuman dapat masuk ke
saluran nafas. Apabila seseorang telah terkena stroke, disamping diberikan obat-obatan untuk
mencegah berulangnya stroke, maka juga diperlukan fisioterapi untuk pemulihan dari gejala
sisa atau kecacatan akibat stroke.
EDUKASI
PERUBAHAN GAYA HIDUP TERAPEUTIK
Modifikasi Diet
Diet tinggi buah buahan dan sayuran hijau berbunga terbukti memberikan perlindungan
terhadap stroke iskemik pada studi framingham (JAMA 1995;273;1113) dan stud Nurses
Health (JAMA 1999;282;1233); setiap peningkatan konsumsi perkali perhari mengurangi
risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga
direkomendasikan. Konsumsi alkohol ringan – sedang (i kali perminggu hingga 1 kali
perhari) dapat mengurangi resiko stroke iskemik pada laki laki hingga 20% dalam 12 tahun
(N Engl J Med 1999;341;1557), namun konsumsi alkohol berat (>5 kali/hari) meningkatkan
resiko stroke.
Diet Tipe Mediteranian
Penelitian Lyon Heart. Bukti bukti yang bertambah kuat menyatakan bahwa diet tipe
mediteranian menekankan konsumsi asam lemak tidak jenuh tunggal dan omega 3 dapat
memegang peranan penting dalam pencegahan penyakit vaskular aterotrombosit.
Aktifitas Fisik
Inaktivitas fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara dengan merokok dan
lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama
sekali. Semua pasien harus diberitahu untuk melakukan aktifitas fisik aerobik sekitar 30 – 45
menit setiap hari. Latihan fisik rutin yangmeningkatkan irama jantung hingga 60-80% irama
jantung maksimal selama 30 menit hampir setiap hari dapat meningkatkan kadal kolestrol
HDL hingga 30% dan dapat mencegah atau memperbaiki hipertensi, resistensi insulin dan
diabetes tipe 2, obesitas, ansietas dan depresi.
Pengendalian Berat Badan.
Diperkirakan sekitar 65% orang dewasa amerika serikat (127 juta) mengalami berat badan
berlebih atau obesitas. Berat badan berlebih dan obesitas meningkatkan resiko mortalitas oleh
berbagai penyebab dan juga meningkatkan morbiditas akibat stroke, hipertensi, dislipidemia,
diabetes tipe 2, PJK, Penyakit kandung empedu, Osteoatritis, apnea saat tidur, masalah
respirasi dan kanker.
Berhenti Merokok.
Penggunaan tembakau merupakan faktor resiko terpenting stroke dan PJK dan merupakan
penyebab kematian yang paling dapat dicegah di AS. Setiap tahun 40000 kematian
disebabkan oleh penggunaan tembakau, melebihi penyalahgunaan alkohol. Perokok yang
merokok 1 bungkus perhari 14 kali lipat berisiko mengalami kematian akibat kanker paru,
tenggorokkan atau mulut; 4 kali lipat mengalami kematian akibat kanker esophagus; dua kali
lipat mengalami MI atau Stroke; dua kali lipat mengalami kematian akibat Penyakit jantung
atau kandung kemih.
REHABILITASI
Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para penderita yang
mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan pengobatan medis untuk mencapai
kemampuan fisik psikologis, dan sosial yang maksimal.
Rehabilitasi paska stroke merupakan bagian penting dari proses pemulihan penderita stroke.
Tujuan dari rehabilitasi paska stroke adalah membantu penderita mempelajari kembali fungsi
tubuh yang terganggu.
Dalam masa rehabilitasi, penderita stroke akan belajar bergerak, berpikir, dan merawat diri
sendiri. Rehabilitasi tidak dapat menyembuhkan efek-efek yang ditimbulkan stroke,
namun dapat membantu penderita stroke untuk mengoptimalkan fungsi tubuhnya.
Rehabilitasi akan memberikan hasil yang optimal bila dilakukan dalam 3 bulan pertama
paska stroke. Meskipun perkembangan pemulihan yang optimal didapatkan dalam jangka
waktu tersebut, proses pemulihan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk memulai rehabilitasi sedini mungkin dan secara berkesinambungan.
Rehabilitasi dimulai sejak penderita dirawat di rumah sakit dan dapat dilanjutkan secara
rawat jalan, atau di rumah dengan perawatan tim rehabilitasihome care.
Pemilihan jenis terapi yang diperlukan akan disesuaikan dengan kondisi penderita stroke dan
apa yang dibutuhkan supaya penderita stroke dapat mandiri. Tim rehabilitasi medis, yang
terdiri dari dokter spesialis rehabilitasi medis, perawat, fisioterapis, terapis wicara, terapis
okupasi, dokter spesialis gizi, dan psikiater, akan melakukan pengkajian dan menentukan
perencanaan terapi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan penderita stroke, antara
lain:
Ketrampilan perawatan diri, seperti makan, mandi, berpakaian, dan lain-lain
Ketrampilan pergerakan, seperti berjalan, menggunakan kursi roda, dan lain-lain
Ketrampilan berbicara dan berbahasa untuk meningkatan komunikasi
Ketrampilan sosial untuk berinteraksi dengan orang lain
Satu hal yang harus kita tekankan, kesuksesan terapi rehabilitasi paska stroke sangat
tergantung sari dedikasi dan motivasi pasien serta keluarga sepanjang proses rehabilitasi
Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam
rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi
rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
Rehabilitasi Stroke Fase Akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah
sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di
ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik.
Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat
dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Rehabilitasi pada fase itu tidak akan di bahas
lebih lanjut dalam makalah ini, karena memerlukan penanganan spesialistik di rumah sakit.
Rehabilitasi Stroke Fase Subakut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali
ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif.
Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan
sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan
memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan
gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat
kembali mencapai kemandirian yang optimal.
Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas lebih rinci terutama mengenai
tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih. Pada fase subakut pasien
diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan.
Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke.
Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan
atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar
mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit
yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien
mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan
pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang terkena
terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/ beraktivitas
menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang sakit.
Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan
terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya
sirkuit hanya akan terbentuk bila ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang
sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan
terlupakan.
2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional daripada gerak
tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan
membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian–
bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru
yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan
yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak
begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan
agar terbentuk sirkuit yang baru.
3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang
normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan
gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga”
secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya secara “aktif”. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif).
Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan
mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis
yang memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang
diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu dalam
posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan
dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk
tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke
salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi
duduk sementara batang tubuh.