Upload
elistia-tripuspita
View
58
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tt
Citation preview
Revitalisasi Program Puskesmas
Penanggulangan Demam Berdarah Elistia Tripuspita
102010173-E2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
PendahuluanPuskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan
kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat 2010’. Upaya kesehatan
tersebut diselenggarakan dengan menitik beratkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas
bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan.1
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervisi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif,
promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP)
atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat
inap selain pelayanan rawat jalan. Hal ini disepakati oleh puskesmas dan dinas kesehatan
yang bersangkutan. Dalam memberikan pelayanan di masyarakat, puskesmas biasanya
memiliki subunit pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, pos
kesehatan desa maupun pos bersalin desa (polindes).1
Kasus
Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan DHF masih didapatkan
prevalensi DHF masih didapatkan prevalensi DHF berkisar 18% dengan CFR 4%,rata-rata
penderita datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan
1
pemantauan jentik didapatkan dari Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala
Puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit DHF dan ingin
didapatkan insiden serendah-rendahnya dan CFR 0% . Di daerah tersebut banyak dilakukan
pembangunan gedung-gedung kantor baru dan banyak sampah-sampah di sungai di sekitar
pemukiman warga. Masyarakat daerah tersebut masih menggunakan sarana penyimpan air
dalam gentong. Pihak Puskesmas mendapatkan data 60% rumah terdapat jentik nyamuk.
Program penyuluhan akan dilakukan oleh petugas puskesmas dalam rangka pemberantasan
sarang nyamuk.
Latar Belakang Penyakit DHF
Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah kasusnya.
Penyakit DBD menjadi salah satu penyakit yang meresahkan manyarakat, karena mempunyai
potensi menimbulkan kematian dan Kejadian Luar Biasa (KLB). 2
Epidemiologi
1. Lingkungan
a. Fisik
Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º
Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian
sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih
merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun
epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara
lain.
Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun
ditemukan kasus DBD sporadis pada musim 18 dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD
terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines. Epidemi
DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama
berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan.
Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung
2
oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi. 3 Perubahan iklim yang berpengaruh
terhadap kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
b. Non fisik
Sosial budaya
Ekonomi
Tingkat pendidikan
Faktor perilaku masyarakat dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Faktor pertambahan jumlah penduduk
Faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin
membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin
mudah dan semakin luas. 4
2. Frekuensi
a. Insidens
Angka insiden dirancang untuk mengukur rate pada orang sehat yang menjadi sakit
selama suatu perioede waktu tertentu, yaitu jumlah kasus baru suatu penyakit dalam suatu
populasi selama suatu periode waktu tertentu:
∑kasus baru yg terjadi dalam populasi selama periode waktu ttt∑orang yg berisikomenjadi sakit selama periode waktu ttt
×1.000
Insiden mengukur kemunculan penyakit, berarti kasus baru. Angka insiden digunakan
untuk membuat pernyataan tntang probabilitas atau risiko penyakit (ukuran mortalitas).
b. Case Fatality Rate ( CFR )
∑ jumla h kematian karena penyakit pada periode waktu tertentu
∑ jumlah kasus penyakit tersebut padaperiode yangsama×100
Ukuran ini menggambarkan probabilitas kematian di kalangan kasus yang didiagnosis.
CFR untuk penyakit yang sama dapat bervariasi besarnya pada wabah yang berbeda karena
keseimbangan antara agen, pejamu dan lingkungan. Berdasarkan kasus, pada akhir tahun
evaluasi program pemberantasan DHF masih didapatkan prevalensi sekitar 18% dengan
tingkat CFR 4%. Kepala puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan
DHF sehingga didapatkan insiden serendah-rendahnya dan CFR mencapai 0%.
3. Distribusi
3
a. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak
pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan
proporsi pada kelompok dewasa, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak
dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah
selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. 5
b. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan
ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang
rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia. Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah
yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya saran transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang tahun.3
c. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes
aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. 6
4. Faktor penyebaran5,6
Ada beberapa faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu :
Agent (virus dengue)
Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus
(Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe
virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa
inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh
manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD. Vector
utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes
albopictus di daerah pedesaan. Ciri-ciri nyamuk Ades aegypti adalah :
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban
bekas, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain-lain.
Tahan suhu panas dan kelembapan tinggi
4
Reservoir adalah manusia yang sakit ( viremia)
Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang
mempengaruhi manusia adalah:
a. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi
virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru
berumur beberapa hari setelah lahir.
b. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).
Lingkungan (environment). Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
dengue adalah :
1. Lingkungan fisik : Letak geografis dan musim
2. Lingkungan biologis :
a. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
insiden kasus DBD tersebut.
b. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
3. Lingkungan Sosial :
Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
infeksi virus dengue.
5. Cara transmisi
5
Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk: Aedes aegepti. Nyamuk tersebut
mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier)
tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai
kekebalan, tidak tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam
darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan
penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama ±
1 minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap virus dengue.Tempat-tempat yang
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah ialah tempat
umum yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-
tempat penampungan air.7
6. Teknik pencarian kasus DHF 6,7,8
Dalam menentukan kebijakan yang diambil dalam proses pemberantasan DBD, harus
diadakan penyelidikan epidemiologi (PE) yang tergabung dalam Proses
Penanggulangan Fokus terlebih dahulu. Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan
pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik
nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar,
termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.
Pelaksanaan penyelidikan epidemiologi dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara
dengan keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada
konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya),
b. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-
tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan.
Fungsi Puskesmas
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap
program pembangunan di wilayah kerjanya
Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan
6
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat:
Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat
Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaan
Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan,
dan pelayanan kesehatan masyarakat
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.1
Manajemen dan Administrasi Puskesmas
Dalam usaha melaksanakan program-program di puskesmas atau mana-mana pusat
kesehatan harus dimulai dengan manajemen atau administrasi. Administrasi adalah proses
penyelenggaraan kerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. administrasi, baik dalam pengertian luas maupun sempit di dalam
penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
1. Masukan (input)
Masukan merupakan suatu struktur yang berupa sumber daya manusia (man), dana
(money), sarana fisik perlengkapan dan peralatan (material), organisasi dan manajemen
(method).
2. Proses
Proses meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pencatatan, dan pelaporan,
serta pengawasan.
A. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk
mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Perencana akan
memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan
dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Puskesmas
merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat I yang dibina oleh
DKK, yang bertanggung jawab untuk melaksanakan identifikasi kondisi masalah
7
kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan meliputi
cakupan mutu pelayanan, identifikasi mutu sumber daya manusia dan provider, serta
menetapkan kegiatan untuk menyelesaikan masalah. Perencanaan meliputi kegiatan
program dan kegiatan rutin puskesmas yang berdasarkan visi dan misi puskesmas
sebagai sarana pelayanan kesehatan primer dimana visi dan misi digunakan sebagai
acuan dalam melakukan setiap kegiatan pokok puskesmas.
Budgeting dalam perencanaan menejemen keuangan dikelola sendiri oleh puskesmas
sesuai tatacara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan, adapun sumber biaya
didapatkan dari pemerintah daerah, retribusi puskesmas, swasta atau lembaga sosial
masyarakat dan pemerintah adapun pembiayaan tersebut ditujukan untuk jemis
pembiayaan layanan kesehatan yang mempunyai ciri-ciri barang atau jasa publik
seperti penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, P2M dan pelayanan kesehatan yang
mempunyai ciri-ciri barang atau jasa swasta seperti pengobatan individu.
B. Pengorganisasian
Dinas Kesehatan Kota mempunyai tugas untuk menenetukan menetapkan struktur
organisasi puskesmas dengan pertimbangan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat I. Pola organisasi meliputi kepala, wakil kepala, unit tata usaha,
unit fungsional agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan yang
nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas program yang ditangani. Struktur
organisasi puskesmas
Unsur pimpinan : Kepala Puskesmas
Unsur pembantu pimpinan : Tata usaha
Unsur pelaksana : Unit I, II, III, IV, V, VI, VII.
Tugas pokok :
a) Kepala Puskesmas
Bertugas memimpin, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan puskesmas
yang dapat dilakukan dalam jabatan structural, dan jabatan fungsional.
b) Kepala urusan tata usaha
Bertugas dibidang kepegawaian, keuangan perlengkapan dan surat menyurat serta
pencatatan dan pelaporan.
c) Unit I
Bertugas melaksanakan kegiatan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana
dan perbaikan gizi.
d) Unit II
8
Melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium sederhana.
e) Unit III
Melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerja dan
manula.
f) Unit IV
Melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan
olahraga, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya.
g) Unit V
Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya masyarakat dan
penyuluhankesehatan masyarakat, kesehatan remaja dan dana sehat.
h) Unit VI
Melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap
i) Unit VII
Melaksanakan kegiatan kefarmasian.
C. Pelaksanaan
Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi penggerak semua kegiatan yang telah
dituangkan dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah dirumuskan pada fungsi perencanaan. Fungsi manajemen ini lebih menekankan
tentang bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Dalam menggerakkan dan mengarahkan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi, peranan pemimpin, motivasi staf,
kerjasama dan komunikasi antar staf merupakan hal-hal pokok yang perlu
diperhatikan oleh seorang manjer.
Secara praktis fungsi pelaksanaan ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim
kerjasama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi tercapai secara
efektif dan efisien. Fungsi pelaksanaan ini haruslah dimulai dari diri manajer, di mana
manajer harus menunjukkan kepada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk
mencapai kemajuan dan peka terhadap lingkungannya. Ia harus mempunyai
kemampuan bekerjasama dengan orang lain secara harmonis.2,3
D. Pengawasan
Pengawasan (controlling) dalam manajemen puskesmas merupakan fungsi terakhir
yang berkait erat dengan fungsi manajemen yang lainnya. Melalui fungsi pengawasan
dan pengendalian, standard keberhasilan selalu dibandingkan dengan hasil yang telah
9
dicapai atau yang mampu dikerjakan. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan
diupayakan agar penyimpangannya dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendali
atau dikurangi. Kegiatan fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar efisiensi
penggunaan sumber daya dapat lebih berkembang, dan efektifitas tugas-tugas staf
untuk mencapai tujuan program dapat lebih terjamin. Tiga langkah penting untuk
melakukan pengawasan:
Mengukur hasil/prestasi yang telah dicapai
Membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya
Memperbaiki penyimpangan yang dijumpai berdasarkan faktor-faktor penyebab
terjadinya penyimpangan. Bila diperkirakan terjadi penyimpangan, pimpinan perlu
berusaha lebih dulu untuk mencari faktor penyebabnya, kemudian menetapkan
langkah-langkah untuk mengatasinya.2
3. Keluaran
Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional
terhadap pasien atau terhadap suatu program yang dilaksanakan.
4. Sasaran
Sasaran merupakan golongan yang menjadi tumpuan terhadap pelaksanaan suatu program
yang direncanakan. Sasaran dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
5. Dampak
Hasil dari pelaksanaan yang dijadikan indikator apakah kebutuhan dan tuntutan kelompok
sasaran terpenuhi atau tidak. Dampak merupakan indikator yang sulit untuk dinilai.
6. Umpan balik
Umpan balik merupakan merupakan hasil dari keluaran yang menjadi masukan dari suatu
sistem.
7. Lingkungan
Lingkungan fisik (faktor kesulitan geografis, iklim, transport, dan lain-lain) dan non fisik
(sosial budaya, tingkat pendapatan ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat, dan
lain-lain).2
Wilayah Kerja Puskesmas
Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung-jawab atas pemeliharaan kesehatan
masyarakat dalam wilayah kerjanya. Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau
sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan
10
keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah
kerja Puskesmas. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang
disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Khusus untuk Kota Besar dengan
jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas bisa meliputi satu Kelurahan.
Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150 000 jiwa atau lebih, merupakan
"Puskesmas Pembina" yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga
mempunyai fungsi koordinasi.3
Pelayanan Kesehatan Menyeluruh
Pelayanan Kesehatan yang diberikan di Puskesmas ialah pelayanan kesehatan yang meliputi
pelayanan: kuratif (pengobatan), preventif (upaya pencegahan), promotif (peningkatan
kesehatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan), yang ditujukan kepada semua penduduk dan
tidak dibedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan
sampai tutup usia.
Upaya kesehatan puskesmas
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau
dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya
kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen
nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh
setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
11
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya
kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Upaya Perawatan Kesehatan
Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan
Tradisional
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya kesehatan
pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara
optimal, dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai.
Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam keadaan tertentu, upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.3
Azas Penyelenggaraan Puskesmas
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan
harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas
penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dan ketiga fungsi puskesmas .
Dasar pemikiran adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi
puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan
pengembangan, azas penyelenggaraan puskesmas yang di maksud adalah :
1. Azas pertanggungjawaban meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat
tinggal di wilayah kerjanya, berbagai kegitan yang harus dilaksanakan puskesmas antara
lain:
a) Mengerakkan pembangunan di berbagai sektor di kecamatan sehingga berwawasan
kesehatan.
b) Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya.
c) Memelihara setiap upaya kesehatanstrata pertama yang di selenggarakan oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
12
d) Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama secara merata dan terjangkau di
wilayah kerja.1
2. Azas Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas wajib memperdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan
aktif dalam setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
Puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain :
a) Upaya kesehatan ibu dan anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita(BKB)
b) Upaya perbaikan gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)
c) Upaya kesehatan sekolah : Dokter Kecil, Dokter Remaja.
d) Upaya kesehatan lingkungan : Kelompok Pemakai Air (polmair Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan (DPKL)Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN).
e) Upaya Usia Lanjut : Posyandu Lansia
f) Upaya Kesehatan Kerja : Pos UKK.
g) Upaya Kesehatan Jiwa : Posyandu ,Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat.
h) Upaya Pengobatan Tradisional :Taman Obat Keluarga(TOGA),Pembinaan Batra.
i) Upaya Pembiayaan Jaminan Kesehatan: Dana Sehat,Tabungan Ibu Bersalin(Tabulin)
3. Azas Keterpaduan
Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal,
penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika
mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu
diperhatikan yakni Keterpaduan Lintas Program dan Keterpaduan Lintas Sektor.
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program
antara lain:
1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, Gizi,
Promosi Kesehatan, Pengobatan,
2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan
Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan
kesehatan jiwa
3) Puskesmas Keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi
kesehatan, kesehatan gigi
4) Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, kesehatan jiwa, promosi
kesehatan
13
Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya
Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor
terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.
Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:
1) Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama
2) Upaya Promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian
3) Upaya Kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB
4) Upaya Perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB
5) Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan
6) Upaya Kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, tenaga kerja, dunia usaha.
4. Azas Rujukan
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh
Puskesmas terbatas. Padahal Puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan
berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan
berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka
penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus
ditopang oleh azas rujukan. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab
atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik,
baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar strata sarana
pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal yakni Rujukan
Upaya Kesehatan Perorangan dan Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat. Cakupan
rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu Puskesmas
tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka Puskesmas tersebut
wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal
maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat
14
jalan sederhana, dirujuk ke Puskesmas. Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat
adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran
lingkungan, dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan
apabila satu Puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi
kebutuhan masyarakat. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah
kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat, maka Puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten/kota.3
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
SP2TP adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga
dan upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang bertujuan agar didapatnya semua
data hasil kegiatan Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan tempat tidur, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas keliling, bidan di Desa dan Posyandu) dan data yang berkaitan,
serta dilaporkannya data tersebut kepada jenjang administrasi diatasnya sesuai
kebutuhan secara benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya
kesehatan masyarakat. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas adalah
kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan
kesehatan di Puskesmas yang ditetapkan melalui SK MENKES/SK/II/1981. Data
SP2TP berupa Umum dan demografi, Ketenagaan, Sarana, Kegiatan pokok
Puskesmas. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
merupakan kegiatan pencatatan dan pelaporan puskesmas secara menyeluruh
(terpadu) dengan konsep wilayah kerja puskesmas. Sistem pelaporan ini ini
diharapkan mampu memberikan informasi baik bagi puskesmas maupun untuk
jenjang administrasi yang lebih tinggi, guna mendukung manajemen kesehatan.
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas merupakan sumber
pengumpulan data dan informasi ditingkat puskesmas. Segala data dan informasi baik
faktor utama dan tenaga pendukung lain yang menyangkut puskesmas untuk dikirim
ke pusat serta sebagai bahan laporan untuk kebutuhan. Data yang dikumpul oleh
puskesmas dan dirangkum kelengkapan dan kebenarannya. Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) ialah laporan yang dibuat semua puskesmas
pembantu, posyandu, puskesmas keliling bidan-bidan desa dan lain-lain yang
termasuk dalam wilayah kerja puskesmas. Sedangkan lokakarya mini puskesmas
adalah upaya untuk menggalang kerja sama tim untuk penggerakan dan pelaksanaan
upaya kesehatan puskesmas sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dari tiap-
15
tiap upaya kesehatan pokok puskesmas sehingga dapat di hindarkan terjadinya
tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatannya. Adapun ruang lingkup SP2TP:
1. SP2TP dilakukan oleh semua puskesmas termasuk puskesmas pembantu (PUSTU) dan
puskesmas keliling.
2. Pencatatan dan pelaporan mencakup:
Data umum dan demografi wilayah kerja puskesmas
Data ketenagaan di puskesmas
Data sasaran yang dimiliki puskesmas
Data kegiatan pokok puskesmas
a. KIA
b. KB
c. Usaha kesehatan gizi
d. Kesehatan lingkungan
e. Pemberantasan dan
pencegahan penyakit menular
f. Pengobatan termasuk
penanganan darurat karena
kecelakaan
g. Penyuluhan kesehatan
masyarakat
h. Kesehatan sekolah
i. Kesehatan olahraga
j. Perawatan kesehatan
k. Masyarakat
l. Kesehatan kerja
m. Kesehatan gigi dan mulut
n. Kesehatan jiwa
o. Kesehatan mata
p. Laboratorium sederhana
q. Pencatatan dan pelaporan
dalam rangka SIK
r. Pembinaan pengobatan
traditional
s. Kesehatan remaja
t. Dana sehat
3. Pelaporan dilakukan setelah periodik (bulan,semester,tahunan)
Alur Pengiriman SP2TP :
1. Aturan pengiriman sampai saat ini:
2. Dikirim ke dinas kesehatan tingkat II, diteruskan ke dinas kesehatan tingkat I, kemudian
diteruskan ke departemen kesehatan (bagian informasi Ditjen pembinanaan kesehatan
masyarakat)
3. Umpan balik dikirim ke kanwil ke departemen kesehatan provinsi
4. Alur pengiriman jangka panjang
5. Mengikuti alur jenjang administrasi organisasi. Departemen kesehatan menerima laporan
dari kanwil departemen kesehatan provinsi.
Adapun beberapa jenis laporan yang di buat oleh puskesmas antara lain:
16
a. Laporan harian untuk melakukan kejadian luar biasa penyakit tertentu.
b. Laporan mingguan untuk melaporkan kegiatan penyakit yang sedang di tanggulangi.
c. Laporan bulanan untuk melakukan kegiatan rutin program. Laporan jenis ini ada 4 jenis
yaitu:
LB1: berisi data kesakitan
LB2: berisi data kematian
LB3: berisi data program gizi, KIA, KB, dll
LB4: berisi data obat-obatan
Bentuk formulir pelaporan:
Formulir LB: untuk data kesakitan dan obat dengan LPLPO (laporan pemakaian dan
lempar permintaan obat)
Formulir LT: untuk data kegiatan
Formulir LS: untuk data saran, kegiatan dan kematian
LB1: laporan data kesakitan, kasus lama dan kasus baru
LB2: laporan data kematian (tidak dipakai) dan laporan obat-obatan (LPLPO)
LB3: gizi, KB, Imunisasi, KIA, Pengamatan Penyakit Menular
LB4: Kunjungan puskesmas, kesehatan olahraga, kesehatan sekolah, rawat tinggal, dll
LT: laporan kegiatan puskesmas (tribulan)
LT1:
- Keadaan sarana puskesmas
- dasar UKS
- kesehatan lingkungan
- program pendidikan dan pelatihan
- program pemberantasan penyakit dan gizi
LT2 (kepegawaian):
- Tenaga PNS di puskesmas
- Tenaga PTT di puskesmas
- Tenaga PNS di puskesmas pembantu
LP3 (peralatan) :
- Linen
- peralatan laboratorium
- peralatan untuk kesehatan gigi
- peralatan untuk penyuluhan
- peralatan untuk tindakan medis dan non medis
17
LSD1: data kependudukan, fasilitas pendidikan, kesehatan, lingkungan dan peran serta.
LSD2: keterangan puskesmas dan puskesmas pembantu.
LSD3: peralatan puskesmas dan puskesmas pembantu.3
Program Pokok Puskesmas
Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang
wajib di laksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6 Program Pokok
pelayanan kesehatan di Puskesmas yaitu :
1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan
untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan
oleh seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama
anamnesis dan pemeriksaan
2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan
untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan
penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).
3. Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di Puskesmas
yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia Subur) untuk
ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi dan balita.
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit
menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).
5. Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di puskesmas
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar,
pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk pengendalian pencemaran
lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat,
6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan gizi
masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan
Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium
(GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan
Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.1
Kegiatan Penunjang Puskesmas
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)
Posyandu merupakan wadah pusat kegiatan pemberian pelayanan kesehatan
dan KB yang terpadu tingkat desa. Adapun yang menjadi sasaran:
18
1. Bayi, ibu hamil, ibu menyusui, PUS (Pasangan Usia Subur). Tujuannya yaitu:
a) Mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
c) Mempercepat untuk diterimanya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera)
d) Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka ahli teknologi
untuk swa kelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
e) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan lain yang menunjang sesuai kebutuhan.
f) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan penduduk dan geografis.
Puskesmas Pembantu
Unit pelayanan kesehatan yangg sederhana & bersifat menunjang &
membantu melaksanakan kegiatan puskesmas yangg ruang lingkupnya > kecil.
Wilayah kerjanya dapat mencakup 2 – 3 desa dengan sasaran 2500 jiwa (luar jawa)
atau 10.000 jiwa (Jawa , Bali)
Puskesmas keliling
Puskesmas keliling adalah program pelayanan kesehatan terpadu keluar
gedung puskesmas yang menjangkau daerah terpencil, atau tempat tinggal masyarakat
yang sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan terdekat. Kegiatan Puskesmas
Keliling yaitu:
Memberikan pelayanan di daerah terpencil
Melakukan penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Alat transportasi penderita untuk rujukan ke puskesmas pembantu / induk
Penyuluhan kesehatan menggunakan audio visual
Kader
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk
masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Keberadaan
kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Padahal ada beberapa
macam kader bisa dibentuk sesuai dengan keperluan menggerakkan partisipasi
masyarakat atau sasarannya dalam program pelayanan kesehatan.1
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
KIA adalah upaya kesehatan yang mencakup pelayanan dan pemeliharaan ibu
hamil, ibu bersalin, bayi dan balita serta anak usia pra sekolah yang menjadi tanggung
jawab Puskesmas dalam rangka meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan bangsa
19
pada umumnya. Adapun yang menjadi sasaran adalah: Ibu hamil, ibu bersalin, bayi
dan balita, Serta anak usia pra sekolah. Tujuannya:
1. Melaksanakan pemeriksaan pada ibu hamil yaitu, timbang berat badan, mengukur tekanan
darah, mengukur tinggi fundus uteri, pemberan tablet tambah darah, serta vitamin A.
2. Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil mengenai keadaan gizi, perawatan payudara,
ASI eksklusif, kebersihan diri dan lingkungan serta P2P.
3. Memberikan motivasi agar ibu hamil ikut playanan KB.
4. Membina posyandu
5. Merujuk pasien ke Rumah Sakit apabila penyakitnya tidak dapat ditanggulangi di
Puskesmas.
6. Pencatatan dan pelaporan KPBIA (Kelompok Pembina Belajar Ibu dan Anak)
7. Pemberian imunisasi pada bayi, balita ibu hamil, anak sekolah dan calon pengantin.1
Kegiatan program KIA meliputi:
1. Pemeriksaan dan pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan ibu menyusui
2. Pertolongan persalinan di luar Rumah Sakit
3. Pemeriksaan dan pemeliharaan anak.
4. Imunisasi dasar dan revaksinasi
5. Pengobatan sederhana dan pencegahan dehidrasi pada anak yang menderita diare dengan
pemberian cairan per oral.
6. Penyuluhan gizi untuk meningkatkan status gizi ibu dan anak.
7. Bimbingan kesehatan jiwa anak
8. Menjalankan kunjungan rumah
9. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
10. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang dapat dipindahkan dari orang
atau hewan yang sakit, dari resevoir ataupun benda-benda yang mengandung bibit
penyakit lainnya ke manusia sehat. Adapun yang menjadi sasaran yaitu seluruh
lapisan masyarakat. Tujuannya yaitu:
1. Mencegah terjangkitnya penyakit
2. Untuk meningkatkan kesehatan yang optimal
3. Menurunkan angka kematian dan kesakitan
Kegiatan-kegiatan P2M berupa:
1. Mencari kusus sedini mungkin untuk melakukan pengobatan
20
2. Memberikan penyuluhan kesehatan daerah wabah di Puskesmas
3. Mengadakan imunisasi antara lain: BCG, DPT, campak, polio, Hepatitis B, dan TT.
4. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengamatan dan pemberantasan penyakit.
5. Mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit
6. Melaporkan penyakit menular.
7. Menyelidiki dilapangan untuk melihat ada tidaknya laporan yang masuk, menemukan
kasus-kasus untuk mengetahui sumber penularan.
8. Tindakan penularan untuk menahan penjalarannya.
9. Menyembuhkan penderita hingga sehat.
10. Pemberian imunisasi.
11. Pemberantasan vektor nyamuk.
12. Pendidikan kesehatan.1
Tugas Dokter Puskesmas
Five Star Doctor, menurut dr. Charles Boelen WHO:
1. Care Provider. Mampu menyediakan perawatan. Selain memberikan perawatan individu
“five stars doctor” harus memperhitungkan total (fisik, mental, sosial) kebutuhan pasien.
Mereka harus memastikan bahwa berbagai pengobatan-kuratif, preventif, rehabilitatif-
akan dibagikan denga cara yang saling melengkapi, terintegritas, dan berkesinambungan.
Dan mereka harus memastikan bahwa pengobatan adalah kualitas tertinggi.
2. Decision Maker. Mampu menjadi penentu keputusan. Dalam transparasi “five star
doctor” akan mengambil keputusan yang dapat dibenarkan dalam hal efikasi dan biaya.
Dari semua cara yang mungkin untuk mengobati kondisi kesehatan yang diberikan, salah
satu yang tampaknya paling sesuai dalam situasi tertentu harus dipilih. Sebagai
pengeluaran regards, sumber daya terbatas yang tersedia untuk kesehatan harus dibagi
secara adil untuk kepentingan setiap individu dalam masyarakat.
3. Communicator. Mampu menjadi komunikator yang baik. Lifestyle aspek seperti diet
seimbang, langkah-langkah keselamatan di tempat kerja, jenis kegiatan rekreasi,
menghormati lingkungan dan sebagainya semua memiliki pengaruh yang menentukan
kesehatan. Keterlibatan individu dalam melindungi dan memulihkan kesehatannya itu
sendiri, sangat penting karena paparan resiko kesehatan sangat ditentukan oleh perilaku
seseorang. Para dokter juga harus seorang komunikator yang sangat baik dalam rangka
membujuk pasien, keluarga dan masyarakat yang merupakan tanggung jawab dokter
untuk mengadopsi gaya hidup sehat dan menjadi mitra dalam upaya kesehatan.
21
4. Community Leader. Mampu menjadi pemimpin dalam komunitas atau masyarakat.
Kebutuhan dan masalah seluruh masyarakat tidak boleh dilupakan. Dengan memahami
faktor-faktor penentu kesehatan yang melekat dalam lingkungan fisik dan sosial dan
dengan menghargai luasnya setiap masalah atau resiko kesehatan, “five stars doctor”
tidak akan hanya mengobati individu yang mencari bantuan tetapi juga akan mengambil
bunga positif dalam kegiatan kesehatan masyarakat yang akan bermanfaat bagi sejumlah
besar orang.
5. Manager. Mampu dan bisa memiliki skill manajerial yang baik untuk menjalankan
fungsi-fungsi diatas. Untuk melaksanakan semua fungsi, maka penting untuk “five stars
doctor” untuk memperoleh keterampilan manajerial. Ini akan memungkinkan mereka
untuk memulai pertukaran informasi dalam rangka membuat keputusan yang lebih baik,
dan untuk bekerja dalam tim multidisiplin yang erat hubungannya dengan mitra lain
untuk kesehatan dan pembangunan sosial, apakah ditakdirkan untuk individu atau untuk
masyarakat.1
Masalah
Yang dimaksud dengan masalah adalah terdapatnya kesenjangan (gap) antara harapan
dengan kenyataan. Dalam usaha mencapai visi puskesmas terdapat beberapa masalah yang
dihadapi sehingga menyebabkan program yang diselenggrakan tidak mencapai target yang
ditetapkan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menetapkan prioritas masalah. Kita
bias menggunakan teknik non-scoring / scoring. Teknik non scoring meliputi brain storming,
Delphi technique, dan delbeq technique. Sedangkan teknik scoring kita lakukan dengan
kajian data yang diperoleh dari laporan bulanan puskesmas. Dalam pemilihan prioritas
(scoring) kita dapat melakukannya dengan menggunakan teknik kriteria matrik.
Misalnya pada kasus ditemukan cakupan ANC, imuniasi dan DBD yang belum memadai. Hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor antaranya akibat manajemen yang tidak efektif atau
pelaksanaan program yang tidak efisien.
Pemecahan Masalah
Prioritas Pemilihan Masalah
Ditinjau dari sudut pelaksanaan program kesehatan, penetapan prioritas masalah dipandang
amat sangat penting, karena:
1. Terbatasnya sumber daya yang tersedia dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan
semua masalah.
2. Adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah lain dan karena itu tidak perlu
semua masalah diselesaikan.
22
Cara menetapkan prioritas masalah yang dianjurkan adalah memakai teknik kajian data.
Untuk dapat menetapkan prioritas masalah dengan teknik kajian data, ada beberapa kegiatan
yang harus dilakukan. Kegiatan yang dimaksud:
1. Melakukan pengumpulan data
Agar data yang dikumpulkan tersebut dapat menghasilkan kesimpulan tentang prioritas
masalah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Jenis data
Dapat dipergunakan pendapat Blum yang membedakan data kessehatan atas empat
macam yakni data tentang perilaku (behavior), lingkungan (environment), pelayanan
kesehatan (health service) dan keturunan (heredity). Tetapi apabila waktu, tenaga,
sarana, dan dana cukup tersedia, tidak ada salahnya mengumpulkan data yang lebih
lengkap, seperti :keadaan geografis. Pemerintahan, kependudukan, pendidikan,
pekerjaan dan mata pencarian, keadaan social budaya, kesehatan.
b. Sumber data
Ada tiga sumber data yang dikenal yakni sumber primer, sumber sekunder dan sumber
tersier. Contoh sumber primer adalah hasil pemeriksaan atau wawancara langsung
dengan masyarakat. Contoh sumber data sukender adalah laporan bulanan puskesmas
dan kantor kecamatan. Sedangkan contoh sumber data tersier adalah hasil publikasi
badan-badan resmi, seperti kantor dinas statistic, dinas kesehatan dan kantor kabupaten.
c. Jumlah responden
Kumpulkan data dengan lengkap dalam arti mencakup seluruh penduduk. Dalam
kehidupan sehari-hari pengumpulan data secara total sulit dilakukan. Lazimnya diambil
data dari sebagian penduduk saja, yang besarnya karena hanya merupakan suatu survey
diskriptif.
d. Cara mengumpulkan data
Cara mengumpulkan data ada empat yakni wawancara, pemeriksaan, pengamatan, serta
peran serta.
2. Memilih prioritas masalah
Cara yang dianjurkan adalah memakai kriteria yang dituangkan dalam bentuk matriks.
Dikenal dengan nama teknik kriteria matriks. Secara umum dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
a. Pentingnya masalah
23
Makin penting (importancy) masalah tersebut, makin diprioritaskan penyelesaiannya.
Ukuran pentingnya masalah banyak macam. Beberapa diantaranya yang terpenting
adalah:
Besarnya masalah (prevalence)
Akibat yang ditimbulkan oleh maslah (severity)
Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree of unmeet need)
Keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit)
Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)
b. Kelayakan teknologi
Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah
(technical feasibility), makin diprioritaskan masalah tersebut.
c. Sumber daya yang tersedia
Makin tersedia sumber daya yang dipakai untuk mengatasi maslah makin
diprioritaskan masalah. Sumber daya yang dimaksud adalah tenaga,dana,dan sarana.
Menetapkan Prioritas Jalan Keluar
1. Menentukan berbagai penyebab masalah
Lakukan curah pendapat (brain storming) dengan membahas data yang telah
dikumpulkan. Gunakan alat bantu diagram hubungan sebab-akibat (cause-effect diagram)
atau diagram tulang ikan (fish bone diagram).
2. Memeriksa kebenaran penyebab masalah
Lakukan pengumpulan data tambahan. Coba lakukan uji statistic untuk mengidentifikasi
penyebab masalah yang sebenarnya.
3. Mengubah penyebab masalah menjadi kegiatan.
Berdasarkan kasus diatas maka prioritas masalah adalah program seperti imunisasi
dasar, ANCm dan DHF belum mencapai hasil yang diharapkan. Penyebabnya adalah :
jumlah penduduk (populasi) yang terlalu banyak
Transportasi kurang memadai
Tingkat pendidikan rendah
Jalan keluar/solusi :
1. Perlu adanya Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
2. Perlu ditingkatkan upaya – upaya promosi kesehatan, penyuluhan, mengingat tingkat
pendidkan masyarakat yang rendah.4
Pelayanan Antenatal (ANC)
24
Pelayanan antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat
preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun
janin agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman, diperlukan kesiapan fisik
dan mental ibu sehingga ibu dalam status kesehatan yang optimal, karena dengan
keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang
dikandungnya.
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan kekebalan kepada tubuh terhadap penyakit
tertentu. Adapun yang menjadi sasaran adalah bayi, balita, Ibu hamil, anak sekolah, dan
Pasangan Usia Subur (PUS). Tujuan:
1. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
2. Mencegah terjadinya cacat pada bayi, anak, ibu hamil, dan pencegahan penyakit.
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan renjatan dan kematian. Etiologinya adalah Virus Dengue Tipe I, II, III, IV.
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue:
Penyebab penyakit (agent)
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang masuk dalam darah manusia melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti. Virus yang terserap oleh nyamuk bersama-sama dengan
darah penderita DBD mengalami multiplikasi dan tersebar ke seluruh tubuh nyamuk,
termasuk di kelenjar liurnya.
Pejamu (host)
Pejamu penyakit DBD adalah manusia, yang penderitanya merupakan sumber penularan.
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Nyamuk
tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang sakit.
Kemudian virus yang ada di kelenjar liur nyamuk berkembang biak dalam waktu 8─10
hari, sebelum dapat ditularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Lingkungan (environment)
Lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan vektor, sehingga berpengaruh
pula terhadap penularan penyakit DBD, antara lain sebagai berikut.
a) Lingkungan fisik, terdiri dari genangan air, khususnya genangan air yang tidak
kontak langsung dengan tanah, tempat penampungan air, air di pelepah atau batang
pisang, air di kaleng bekas atauban bekas dan tanaman hias.
25
b) Lingkungan biologi, terdiri dari tanaman yang dapat menampung air pada pelepah,
daun maupun batangnya.
c) Lingkungan sosial-ekonomi, berupa perilaku masyarakat yang kurang
memperhatikan kebersihan lingkungannya, terutama menguras bak atau tempat
penampungan air dan sampah-sampah yang dapat menampung air.8
Pemberantasan vektor
Tujuan pemberantasan demam berdarah dengue adalah penurunan angka
kematian (Case Fatality Rate) dan insidens demam berdarah dengue serendah
mungkin. Selain itu juga membatasi penyerbar-luasan penyakit.
1) Pengamatan Epidemiologi dan tindakan Pemberantasan
a) Surveillance epidemiologi
(1) Tujuan:
- Deteksi secara dini adanya "out break" atau kasus-kasus yang endemis, sehingga
dapat dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.
- Mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya
penularan-penularan atau wabah.
(2) Daerah pelaksanaan:
- Surveillance tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah pernah ter-
dapat penderita/penularan DHF saja, tetapi harus dilaksanakan juga di daerah-
daerah yang receptive, yaitu daerah-daerah dimana diketahui terdapat Aedes
aegepti saja tidak cukup untuk dinyatakan receptive.
(3) Pelaksanaan:
- Penemuan penderita.
- Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan
konfirmasi laboratorium dari DHF.
- Pelaporan penderita.
- Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu
dilaporkan kepada unit-unit surveillance epidemiologi.
- Penelitian KLB / wabah.
Didalam pembatasan penyakit sering dipakai istilah wabah dan kejadian luar biasa
(KLB) yang artinya sebagai berikut:
1) Wabah
26
Wabah adalah suatu peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang telah meluas
secara cepat baik jumlah kakus maupun luas daerah terjangkit.
Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan, maksudnya ialah:
Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain/penderita-penderita
tersangka DHF yang perlu dikonfirmasi laboratorium. Menentukan luas
daerah yang terkena dan luas daerah yang perlu ditanggulangi.
Penilaian sumber-sumber (inventory) mengenai keadaan umum setempat,
mengenai fasilitas dan faktor-faktor yang berperanan penting pada timbulnya
wabah.
Setiap kasus demam berdarah/tersangka demam berdarah perlu dilakukan
kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan
jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya. Bila terdapat
jentik, masyarakat diminta melakukan pemberantasan sarang nyamuk (Pada
umumnya Penyemprotan/fogging, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Dati II.
Prioritas fogging adalah pada area dengan kasus-kasus demam berdarah yang
mengelompok, dan yang meninggal).8
2) Kejadian Luar Biasa
a) KLB adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya
suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu.
b) Kriteria KLB (kriteria kerja) antara lain:
- Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal di suatu
daerah.
- Adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang dua kali atau lebih dibandingkan
dengan jumlah kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu kubelumnya
(jam, hari, minggu) tergantung dari jenis penyakitnya.
- Adanya peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu (jam, hari,
minggu) berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
b) Surveillance Vektor
Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu Tim dari Dati II atau Dati I dalam
pelaksanaan surveillance vektor ini.
Perlindungan perseorangan :
27
Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah.
(1) Pemberantasan vektor jangka panjang (pencegahan)
- Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha peniadaan
sarang nyamuk,
- Menguras bak mandi seminggu sekali yaitu dengan menggosok dinding bagian
dalam dari bak mandi tersebut.
- Tempat-tempat persediaan air agar dikosongkan lebih dahulu kubelum diisi kem-
bali. Maksudnya agar larva-larva dapat disingkirkan.
(2) Dalam usaha jangka panjang untuk daerah dengan vektor tinggi dan riwayat wabah
DHF maka kegiatan Puskesmas lebih lanjut yaitu:
- Abatesasi untuk membunuh larva dan nyamuk
- Fogging dengan malathion atau fonitrothion.
(3) Pemberantasan vektor dalam keadaan wabah, kegiatan puskesmas adalah membantu :
(a) Tim Propinsi/Dati II untuk kurvai larva dan nyamuk.
(b) Membantu penyiapan rumah penduduk untuk di-fogging.6
Pelaksanaan Survei Jentik (pemeriksaan Jentik)
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti : bak
mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pada
penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira 1 menit untuk
memastikan keberadaan jentik.
Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas
bunga/pot, tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu
dipindahkan ke tempat lain.
Adapun metode survey jentik secara visual dapat dilakukan sebagai berikut :
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan
jentik Aedes aegypti biasanya menggunakan persamaan house index kubagai berikut :
28
Kegiatan PJ dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita.
Hasil PJ segera dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,untuk tindak
lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah.Bila hasil PJ positif (Ditemukan 1 atau
lebih penderita DBD lainnya dan atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik
(≥5%), dilakukan penanggulangan fokus, melakukan pengasapan (fogging), penyuluhan,
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan larvasidaki selektif), sedangkan bila hasilnya
negatif dilakukan penyuluhan, PSN dan larvasidaki selektif.
Berikut adalah bagan penyelidikan epidemiologi yang tergabung dalam
penanggulangan fokus penanggulangan penderita DBD di lapangan :
Dalam penentuan kebijakan dari hasil pelaksanaan penyelidikan epidemiologi, maka
disediakan fasilitas pencarian kasus lewat metode case based reasoning. Silahkan masukkan
nilai-nilai dari indikator penyelidikan epidemiologi yang ada, maka anda akan dihubungkan
dengan kasus-kasus yang serupa yang dapat dijadikan patokan kebijakan pemberantasan
demam berdarah (DBD). Nilai indikator yang anda masukkan mempunyai batasan daerah
penyelidikan epidemiologis yaitu dalam sekop kelurahan/desa. 7
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan vector penular
DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vektor melalui gerakan
PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ
yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di
lingkunagnnya masing-masing belum optimal.
29
PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
pencegahannya dilakukan melalui jalur :
a) Penyuluhan kelompok:
PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid sekolah,
pengelola tempat umum/instansi, dll.
b) Penyuluhan perorangan:
- Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
- Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
- Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas
c) Penyuluhan melalui media massa:
TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan pusat).
Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan
(musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat.
Kegiatan PSN oleh masyarakat ini diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam
rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota.
Di tingkat Puskesmas,usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam ber-
darah ini diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan. 7
Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan
a) Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam
berdarah dengue menggunakan formulir:
- W1/laporan KLB (wabah) -
- W2/laporan mingguan wabah
- SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan
LB 2/laporan bulanan data kematian.
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan
kegiatan Puskesmas (SP2TP).
b) Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya
(akut dan konvalesens)untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama
ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.6
Pertolongan pada penderita
30
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DBD dapat
berobat jalan sedangkan pakien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.
Promosi Kesehatan
Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PNS (pemberantasan sarang
nyamuk), penyuluhan tentang informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya
dilakukan melalui jalur informasi yang ada :
a. Penyuluhan kelompok : PKK, organisasi social masyarakat lain, kelmpok agama,
guru, murid di sekolah, pengelola tempat umum/instansi.
b. Penyuluhan perorangan : kepada ibu-ibu pengunjung posyandu, kepada
penderita/keluarganya di puskesmas
c. Kunjungan rumah oleh kader/petugas puskesmas.
d. Penyuluhan melalu media massa : TV, radio dan lain-lain (oleh Dinas Kesehatan Tk.
II, I, Pusat)
Analisis Penyebab Masalah
Semua jenis hambatan atau penyebab timbulnya masalah dalam sesuatu program
dapat dirumuskan pada saat melakukan analisis situasi (sistem) yang lebih difokuskan pada
sumber daya dan proses (input dan proses).
1. Input:
Man: jumlah staf kurang, ketrampilan, pengetahuan, dan motivasi kerjaya yang
rendah. Tingkat partisipasi masyarakat juga rendah.
Money: jumlah dana untuk pengembangan program sangat terbatas dan turunnya
dana terlambat serta sering dipotong di Dinkes tingkat II.
Material: jumlah peralatan medis yang kurang memadai dan jenis obat yang tersedia
tidak sesuai dengan masalah kesehatan yang potensial berkembang di wilayah kerja
Puskesmas. Harga peralatan yang mahal.
Method: perlaksanaan program yang kurang efektif dan efisien. Waktu yang dimiliki
oleh staf tidak cukup untuk menyusun rencana atau untuk mengadakan supervisi.
Informasi juga dapat menjadi hambatan program karena datanya yang tersedia
kurang dapat dipercaya, kurang akurat, pemanfaatan data jarang dilakukan untuk
31
perencanaan kegiatan program sehingga staf terperangkap pada rutinisme, dan
laporannya belum dibuat.10
2. Proses: masalah ini dapat dikaitkan dengan fungsi manajemen (POAC)
Planning: kurang jelasnya tujuan atau rumusan masalah program sehingga rencana
kerja operasional tidak relevans dengan upaya pemecahan masalah
Organizing: pembagian tugas untuk staf tidak jelas bahkan sering tidak ada. Staf
yang ada jumlahnya belom memadai.
Actuating: koordinasi dan motivasi staf kurang atau kepimpinan kepala Puskesmas
tidak disenangi staf. Pengumpulan data yang kurang baik, masih lemahanya sistem
pencatatan dan koordinasi antar program.
Controlling: pengawasan (supervise) lemah dan jarang dilakukan serta pencatatan
data untuk monitoring program kurang akurat dan jarang dimanfaatkan.10-13
3. Lingkungan
Sarana transportasi yang kurang memadai
Iklim atau musim yang kurang menguntungkan
Masalah tingkat pendidikan yang rendah
Sikap dan budaya masyarakat yang tidak kondusif (tabu, salah persepsi, mitos)
4. Output : cakupan imunisasi dasar , ANC, dan DHF
5. Sasaran : bayi , balita , ibu , ibu hamil, dan masyarakat beresiko tinggi DHF
6. Dampak : Cakupan berbagai program belum mencapai hasil.12
Evaluasi program DHF dengan pendekatan system
Penyelesaian pada kasus kita di dapatkan:
1. Input :
32
Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari untur tenaga
(man), dana (money), sarana (material), dan metoda (method) yang merupakan variable
dalam melaksanakan evaluasi program pemberantasan Demam Berdarah Dengue.
MAN à tenaga/sumber daya
MONEY-MATERIAL à uang, vaksin, transportasi, alat kontrasepsi, alat-alat
pemeriksaan à hanya transportasi yang diketahui ( motor, perahu dan jalan kaki)
METHOD à kemampuan / keahlian tenaga medis, cara yang digunakan (tidak
diketahui)
2. Proses :
Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari unsure
perencanaan (planning), organisasi (organization), pelaksanaan (activities), dan
pengawasan (controlling) yang merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi
program Demam Berdarah Dengue
a) PLANNING à Program yang dapat dilakukan untuk menangani berbagai cakupan
program yang terdapat pada kasus yang dihadapi ( imunisasi dasar, KB, ANC, dan
DHF) adalah:
a) Menetapkan tujuan operasional program kesehatan bersifat SMART
b) Menyusun program / kegiatan yang dapat mendukung suatu program utama
c) Menggalakan program imunisasi dasar lengkap untuk bayi dan balita secara jelas
dan terstruktur
d) Melakukan promosi kesehatan 3M untuk menanggulangi vector penyebab DHF
(dengue)
e) Melakukan penyemprotan (fogging) berkala, jika didapatkan lingkungan
puskesmas merupakan lingkungan rawan DHF
f) Melakukan penyuluhan tentang DHF sehingga masyarakat dapat mengetahui
penyakitnya secara benar dan tepat, sehingga bisa dilakukan penanganan yang
cepat jika terjadi kasus DHF
g) Melakukan promosi kesehatan tentang pentingnya melakukan pemeriksaan rutin
bagi ibu hamil (K4) yakni minimal 4 kali selama kehamilan ( 1 kali pada
trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester akhir)
h) Melakukan penyuluhan tentang KB
b) ORGANIZING
a) Melakukan pembagian tugas dengan jelas dan tidak tumpang tindih
33
b) Menetapkan struktur organisasi yang jelas dan sesuai dengan jumlah staff yang
ada
c) Mencari staff, tenaga medis, administrasi jika didapati masalah yang terjadi
akibat kekurangan sumber daya manusia (man)
c) ACTUATING
1) Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf
2) Menciptakan kerjasama yang lebih efisien
3) Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi kerja staf
4) Melakukan kerjasama yang baik lintas program yang terpadu, sehingga cakupan
program dapat saling mendukung dan mencapai hasil yang diinginkan bersama.
d) CONTROLLING
1) Melakukan evaluasi program secara berkala
2) Jika ditemukan adanya penyimpangan dalam program yang terjadi, secepatnya di
benahi oleh pimpinan / staf yang bertanggung jawab untuk mengawasi program
tersebut
3) Pimpinan harus lebih aktif dan mempunyai pikiran yang kritis, sehingga mampu
melakukan analisa yang baik jika terjadi suatu penyimpangan
3. Lingkungan
Dunia luar yang tidak dikelola oleh system tetapi mempunyai pengaruh terhadap system.
1) Melakukan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan dan datang puskesmas
jika sakit
2) Melakukan perbaikan sarana dan prasarana yang menghambat tercapainya suatu
program, atau menghambat kinerja dari puskesmas
3) Mengusahakan sarana transportasi yang baik.
4. Output/Keluaran
Kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam system
dari kegiatan pemberantasan DBD
5. Sasaran
masyarakat beresiko tinggi DBD
6. Umpan Balik/Feedback
Kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari system dan sekaligus
sebagai masukan dalam program pemberantasan DBD
7. Dampak
34
Akibat yang ditimbulkan oleh keluaran dalam pemberantasan DBD
Tolak Ukur Keberhasilan
Terdiri dari variable masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan dan dampak.
Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam program pemberantasan
DBD.
1) Masukan
Tenaga : - Dokter
- Koordinator P2M dan PKM
- Petugas Laboratorium
- Petugas Administrasi
- Kader aktif
- Jumantik
2) Dana
Dana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh di :
- APBD : sebagai contoh, APBD menyediakan anggaran untuk pengawasan dan
monitoring, sarana diagnosis, bahan cetakan, kegiatan pemecahan masalah di
kotamadya.
- Swadaya Masyarakat : contoh, menyediakan anggaran untuk operasional,
pemeliharaan, pelaksanaan, pencegahan dan penanggulangan DBD
3) Sarana :
- Medis, meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Poliklinik set : stetoskop, timbangaan BB, thermometer,
tensimeter, senter
b. Alat pemeriksaan hematocrit
c. Alat penyuluhan kesehatan masyarakat
d. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS (kasus DBD di
Rumah Sakit)
e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan antipiretik)
f. Buku petunjuk program DBD
g. Bagan penatalaksanaan kasuk DBD
h. Larvasida
35
- Non-Medis, meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Gedung puskesmas
b. Ruang tunggu
c. Ruang administrasi
d. Ruang periksa
e. Ruang tindakan
f. Laboratorium
g. Apotik
h. Perlengkapan administrasi
i. Formulir laporan
4) Metode ,terdapat metode untuk :
- Penemuan penderita tersangka DBD, kasus dilihat dari jumlah suspect DBD yang
datang ke puskesmas
- Rujukan penderita DBD ,bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak
panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC
atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik
merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi
muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
- Penyuluhan Kesehatan pada Penyuluhan masyarakat meliputi :
a. Penyuluhan Perorangan : terhadap individu yang berobat melalui konseling
b. Penyuluhan Kelompok : Melalui diskusi, ceramah, penyuluhan melalui poster.
- Surveilan kasus DBD, Angka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik
dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
- Surveilans vector , Pengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang
diperiksa jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
- Pemberantasan vector
a. Abatisasi : pemberian bubuk abate pada tempat
penampungan air yang tidak bias dikuras
b. Kegiatan 3 M : dengan Badan Gerakan 3M yang
perwujudannya melalui Jumat bersih selama 30 menit setiap
satu minggu sekali. Dilakukan dengan pengawasan kader.
Menguras, menutup, dan mengubur tempat pertumbuhan jentik.
c. Fogging focus
- Pencatatan dan Pelaporan
36
5) Proses
- Perencanaan , ada perencanaan tertulis mengenai:
a. Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD
yang datang ke puskesmas
b. Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti
mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara
38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika
kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada
perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes
Torniquet positif.
i. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
ii. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik
iii. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala
iv. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M,
dan Fogging focus
v. Pencatatan dan Pelaporan
- Pengorganisasian , terdapat strukur organisasi tertulis dan pemberian tugas yang
jelas dalam melaksanakan tugasnya.
- Pelaksanaan
a. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas
b. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi
2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC
atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit
direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada
perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes
Torniquet positif.
c. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
d. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per
tahun)
e. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per
tahun)
37
f. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan
Fogging focus
g. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah
- Pengawasan dan Pengendalian
Melalui pencatatan dan pelaporan yang dilakukan : Bulanan , Triwulanan, dan
Tahunan
6) Keluaran/output
i. Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect
DBD yang datang ke puskesmas
Contoh : 128 orang/tahun
ii. Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti
mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara
38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika
kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada
perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes
Torniquet positif.
Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus
iii. Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat untuk PSN (pemberantasan
sarang nyamuk)
Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan
melalui jalur-jalur informasi yang ada:
- Penyuluhan Kelompok : PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama,
guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.
- Penyuluhan Perorangan : Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu,
penderita/keluarganya di puskesmas, Kunjungan rumah oleh kader/ petugas
puskesmas
- Penyuluhan melalui media massa : TV, radio, dll .
iv. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat
atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu
dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya
jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-
ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah:
38
House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa. HI
= Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%
Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa.
CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%
Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang
diperiksa. BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah
Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu
jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.
ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100%
Jumlah Rumah Yang Diperiksa, merupakan salah satu indicator keberhasilan
program pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak
ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan tingkat
partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang dibawah 95%
menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di
lingkungannya masing-masing belum optimal. Contoh : 3x/ tahun dengan cakupan
ABJ 96,07%
v. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan
yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100
rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas
Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk
disuatu wilayah.
vi. Pemberantasan vector : Perlindungan perseorangan, yaitu memberikan
anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah.5-7
a. Menggunakan insektisida
- Abatisasi : adalah menaburkan bubuk abate ke dalam penampung air untuk
membunuh larva dan nyamuk. Cara melakukan abatisasi : untuk 10 liter air cukup
dengan 1 gram bubuk abate. Penaburan abate perlu di ulang selama 3 bulan.7
- Fogging dengan malathion atau fonitrothion. Melakukan pengasapan saja tidak
cukup, karena penyemprotan hanya mematikan nyamuk dewasa.
a. Tanpa insektisida, Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan
melaksanakan penyuluhan 3M:
Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali
39
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang
bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastic bekas dan lain-
lain.
Selain itu ditambah dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M Plus, seperti :
Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lain seminggu sekali
Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer
Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan lain-lain, misalnya dengan
tanah.
Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisang
atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan
di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah kosong, dan lain-lain.
Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk
Pasang kawat kasa di rumah
Pencahayaan dan ventilasi memadai
Jangan biarkan menggantuk pakian di rumah
Tidur menggunakan kelambu
Gunakan obat nyamuk untuk mencegah gigtan nyamuk.
- Pencatatan dan Pelaporan: kalau seandainya terjadi wabah, sesuai dengan
ketentuan/sistem pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam berdarah
dengue menggunakan formulir :
W 1/ laporan KLB (wabah)
W 2/ laporan mingguan wabah
SP2TP : LB 1 / laporan bulanan data kesakitan
LB 2 /laporan bulanan data kematian, Sedangkan untuk
pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3 / Laporan bulanan
kegiatan Puskesmas (SP2TP)
7) Lingkungan
- Lingkungan Fisik :
a. Jarak dengan pemukiman penduduk (dekat/jauh)
b. Transportasi (mudah/sukar)
c. Jarak dengan fasilitas umum
- Lingkungan Non-Fisik :
40
a. Mata Pencaharian penduduk (terbanyak)
b. Tingkat pendidikan
8) Umpan balik
- Adanya pencatatan dan Pelaporan :
a. Sesuai dengan waktu yang ditetapkan
b. Masukan dalam program pemberantasan DBD selanjutnya
c. Rapat kerja (berapa kali / tahun)
- Antara kepala puskesmas dengan Pelaksana Unit untuk :
a. Membahas laporan kegiatan bulanan
b. Evaluasi program yang telah dilakukan
9) Dampak
- Langsung : apakah terjadi penurunan angka morbiditas dan mortalitas kasus DBD
- Tidak langsung : apakah terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
-
Kesimpulan
Dalam usaha merevitalisasi setiap upaya kesehatan tersebut harus mendapat
kerjasama semua pihak termasuk individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Untuk mengatasi masalah di dalam puskesmas kita perlu memilih prioritas masalah
terlebih dahulu, kemudiaan menganalisanya, menentukan kesenjangan yang terjadi
( input, proses, keluaran, lingkungan, dan sebagainya) kemudiaan mencari solusi yang
tepat sehingga masalah dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
1. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Dalam: Chandra B. Manajemen
dan pelaksanaan kesehatan di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2006.h.230–40.
2. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah. Dinas kesehatan Propinsi DKI
Jakarta, 2008.
3. Widoyono. Demam berdarah dengue.Penyakit tropis, epidemiologi, penularan,
pencegahan dan pemberantasan. Jakarta. Erlangga; 2008.h.59
4. Bustan M N. Ukuran Epidemiologi. Pengantar epidemiologi.Cetakan ke-2. Jakarta.
Rineka Cipta;2009.h 75
5. Depertemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan. Jakarta. Depertemen Kesehatan; 2012.h.1
41
6. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Tatalaksanan demam berdarah
dengue. Jakarta. Departemen Kesehatan;2010.h.2
7. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Kesehatan Lingkungan Pemukiman.
Pedoman Kerja Puskesmas. Jilid 3. Jakarta: Departeman Kesehatan RI, 2010.h.61-80
8. Departemen Kesehatan RI. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue oleh
jumantik. Edisi ke-3 Jakarta. Departemen Kesehatan;2007.h.7
9. Kumalla P, Pendit BU. Pelayanan kesehatan puskesmas. Dalam: Kumalla P, Pendit BU.
Manajemen pelayanan kesehatan primer. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC;2003.h.25-55.
10. Muninjaya GA. Manajemen Puskesmas. Dalam: Muninjaya GA. Manajemen Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2003.h.43-56.
11. Azwar A. Perencanaan program kesehatan.. Dalam: Azwar A. Pengantar administrasi
kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa Aksara;2007.h. 200-6.
12. Adisasmito. Manajemen kerja puskesmas. Dalam: Adisasmito. Pelayanan kesehatan
puskesmas. Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.h.1-80.
42