Upload
sitti-rahmadani-saranani
View
38
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
KEGEMUKAN
Skenario
Seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan
rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia
tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm, TD =
150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32
mg/dl, asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal.
A. Kata Kunci
1. Pria 44 tahun
2. Ibu menderita diabetes
3. Tidak merokok
4. Pemeriksaan fisis :
a. TB = 160 cm
b. BB = 78 kg
c. LP = 95 cm
d. TD = 150/95 mmHg
5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
a. GDP = 110 mg/dl
b. Kol. tot. = 280 mg/dl
c. LDL-kol = 180 mg/dl
d. HDL-kol = 32 mg/dl
e. Asam urat = 9 mg/dl
B. Klarifikasi Kata Sulit
1. IMT = = = 30,4 kg/m2
6. Dari nilai IMT (Indeks Massa Tubuh ) tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pria tersebut obesitas II karena nilai IMTnya lebih dari 30 kg/m2
sesuai klasifikasi WHO.
2. BBI = (TB–100) – (10 % (TB–100)) = 60 – 6 = 54 kg
7. Dari nilai BBI (Berat Badan Ideal) tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pria tersebut memiliki kelebihan berat badan sebesar 24 kg.
3. LP (Lingkar Pinggang) normal pada laki-laki adalah 90 cm. Dari nilai
LP pria tersebut, yaitu 95 cm maka dapat disimpulkan bahwa LP pria
tersebut lebih besar dari pada pria normal.
4. TD (Tekanan Darah) normal adalah 140/90 mmHg. Dari TD pria
tersebut, yakni 150/95 mmHg maka dapat disimpulkan bahwa pria tersebut
hipertensi.
5. Nilai rujukan untuk pemeriksaan Laboratorium berdasarkan interpretasi
berdasarkan NCEP-ATP III 2001.
8. Te
s9. Sampel
10. Bukan
DM
11. Belum pasti
DM12. DM
13. G
DS
14. Plasma
vena
15. Darah
kapiler
16. < 100
17. < 90
18. 100 – 199
19. 90 – 199
20. ≥20
0
21. ≥20
0
22. G
DP
23. Plasma
vena
24. Darah
kapiler
25. < 100
26. < 90
27. 100 – 125
28. 90 – 109
29. ≥12
6
30. ≥11
0
31. G
D2PP
32. Plasma
vena
33. Darah
kapiler
34. < 140
35. < 120
36. 140 – 200
37. 120 - 200
38. >20
0
39. >20
0
40.
41.
42. Berdasarkan nilai rujukan diatas maka kadar GDP pria tersebut belum
pasti DM (GDPT/Gula Darah Puasa Terganggu)
6. Nilai Rujukan untuk Kolesterol total
43.43. Total kolesterolTotal kolesterol 44.44.45. Interpretasi
46.46. < 200 mg/dl< 200 mg/dl 47.47.48.48. DesirableDesirable
49.49. 200 – 239 mg/dl200 – 239 mg/dl 50.50.51.51. BorderlineBorderline
52. >> 240 mg/dl 240 mg/dl 53.53.54.54. HighHigh
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kadar kolesterol total pria
tersebut tinggi.
7. Nilai Rujukan untuk LDL – Kolesterol :
63.63. LDL kolesterolLDL kolesterol 64. Interpretasi
65.65. < 100 mg/dl< 100 mg/dl 66.66. OptimalOptimal
67.67. 100 – 129 mg/dl100 – 129 mg/dl68.68. NearNear
optimaloptimal
69.69. 130 – 159 mg/dl130 – 159 mg/dl 70.70. BorderlineBorderline
71.71. 160 – 189 mg/dl160 – 189 mg/dl 72.72. HighHigh
73. >> 190 190 mg/dlmg/dl 74.74. Very highVery high
75.
76. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kadar LDL-kolesterol pria
tersebut tinggi.
77.
8. Nilai Rujukan untuk HDL – Kolesterol :
78.78.HDLHDL kolesterolkolesterol
79. Interpretasi
80.80.< 40 mg/dl< 40 mg/dl 81.81. LowLow
82. >> 60 mg/dl 60 mg/dl 83.83. HighHigh
84.
85. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kadar HDL-kolesterol pria
tersebut rendah.
9. Nilai Asam Urat Normal adalah 3,5 – 6 mg/dl. Dari nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa pria tersebut memiliki kadar asam urat tinggi atau
hiperurisemia.
86. Dari seluruh hasil interpretasi tersebut dapat disimpulkan
bahwa pria tersebut mengalami dislipidemia. Dislipidemia adalah gangguan
metabolisme lemak sehingga kadar kolesterol total dan trigliserida meningkat,
kadar LDL-kolestrol kecil padat meningkat, serta kadar HDL-kolesterol
menurun.
87.
C. Pertanyaan
1. Bagaimana metabolisme lemak yang terjadi dalam tubuh?
2. Hormon apa saja yang berperan dalam regulasi berat badan?
3. Bagaimana mekanisme peningkatan berat badan?
4. Organ-organ tubuh apa sajakah yang berperan dalam proses regulasi
berat badan?
5. Jelaskan peranan dari faktor genetik dan lingkungan terhadap
terjadinya penyakit penyebab peningkatan berat badan?
6. Bagaimana hubungan peningkatan berat badan dengan hipertensi?
7. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan peningkatan BB?
8. Tata cara pemeriksaan untuk mendiagnosis obesitas
9. Apakah Differensial Diagnosis pada kasus ini?
D. Jawaban
1. Metabolisme lemak dalam tubuh, yaitu
88. Makanan berlemak yang kita makan terdiri dari
trigliserid dan kolesterol. Selain kolestrol yang berasal dari makanan, dalam
usus juga terdapat kolesterol dari hati yang dieksresi bersama empedu ke usus
halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun dari hati
disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol ini akan diserap ke dalam
enterosit usus halus. Trigliserid diserap dalam bentuk asam lemak bebas dan
kolestrol dalam bentuk kolesterol. Selanjutnya di usus, asam lemak bebas
akan diubah kembali menjadi trigliserid dan kolesterol mengalami esterifikasi
menjadi kolesterol ester. Trigliserid dan kolesterol ester kemudian akan
bergabung dengan fosfolipid dan apolipoprotein menjadi lipoprotein yang
dikenal sebagai kilomikron.
89. Kilomikron kemudian akan masuk ke saluran limfe dan
melalui duktis torasikus akan masuk ke sirkulasi darah. Trigliserid dalam
kilomikron kemudian mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase
yang berasal dari endotel yang diaktivasi oleh apoprotein C-II yang
dikandung oleh kilomikron dan VLDL menjadi FFA. FFA ini akan disimpan
kembali sebagai trigliserid dalam jaringan adiposa, tetapi apabila terdapat
dalam jumlah banyak akan menjadi dibawa ke hati untuk pembentukan
trigliserid hati. Kilomikron yang telah kehilangan sebagian besar trigliserid
dan mengandung banyak kolesterol ester disebut kilomikron remnant dan
akan dibawa ke hati.
90.
91.
92.
2. Hormon-hormon apa saja yang berperan dalam regulasi berat badan, yaitu:
a. Hormon insulin
93. Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian
asam amino yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan
normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan
kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk
preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel
beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun
dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di
sini, dengan bantuan peptidase, proinsulin diuraikanlagi menjadi insulin
dan peptida-C (C-Peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan
secara bersama-sama melalui membran sel.
94. Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis
dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat Hormon ini
berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan
tubuh terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti
jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin
receptor substrate) yang terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin
dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berguna bagi
proses regulasi atau metabolisme glukosa dalam sel otot dan lemak,
dengan mekanisme yang belum begitu jelas. Bebera hal diketahui,
diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glukosa transporter-4)
pada membran sel karena proses translokasi GLUT-4 dari dalm sel
diaktivasi oleh adanya transduksi signal. Regulasi glukosa tidak hanya
ditentukan oleh metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di
jaringan hepar. Untuk mendapatkan metabolisme glukosa yang normal
diperlukan mekanisme sekresi insulin disertai aksi insulin yang
berlangsung normal.
95.
96.
97.
b. Hormon Tiroid
98. Kelenjar thyroid mensekresi dua jenis hormon, yaitu
tiroksin (T4), mencapai 90 % dari seluruh sekresi kelenjar thyroid dan tri-
iodotironin (T3) disekresi dalam jumlah kecil. Jika TSH mengikat
reseptor sel folikel, maka akan mengakibatkan terjadinya sintesis dan
sekresi tiroglobulin yang mengandung asam amino tirosin, ke dalam
lumen folikel.
99. Iodium yang tertelan bersama makanan dibawa aliran
darah dalam bentuk ion iodida menuju kelenjar thyroid. Sel-sel folikuler
memisahkan iodida dari darah dan mengubahnya menjadi molekul unsur
iodium. Molekul iodium bereaksi dengan tirosin dalam tiroglobulin untuk
membentuk molekul monoiodotirosin dan diiodotirosin, dua molekul
diiodotirosin membentuk T4 sedangkan satu molekul monoiodotirosin
dan satu molekul diiodotirosin membentuk T3. Sejumlah besar T3 dan T4
disimpan dalam bentuk tiroglobulin selama berminggu-minggu. Saat
hormon thyroid akan dilepas di bawah pengaruh TSH, enzim proteolitik
memisahkan hormon dari tiroglobulin. Hormon berdifusi dari lumen
folikel melalui sel-sel folikular dan masuk ke sirkulasi darh. Sebagian
besar hormon thyorid yang bersirkulasi bergabung dengan protein
plasma.
100. Hormon thyroid meningkatkan laju metabolisme hampir
semua sel tubuh. Hormon ini menstimulasi konsumsi oksigen dan
memperbesar pengeluaran energi terutama dalam bentuk panas.
Pertumbuhan dan maturasi normal tulang gigi, jaringan ikat, dan jaringan
saraf bergantungpada hormon-hormon thyroid. Fungsi thyroid diatur oleh
hormon perangsang thyroid (TSH) hipofisis, di bawah kendali hormon
pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik
hipofisis-hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi
TRH dan TSH adalah kadar hormon thyroid yang berdirkulasi dan laju
metabolik tubuh.
101.
102.
c. Hormon Kortisol
103. Mineralokortikoid disintesis dalam zona glomerolus.
Aldosteron merupakan mineralokortikoid terpenting mengatur
keseimbangan air dan elektrolit melalui pengendaliankadar natrium dan
kalium dalam darah. Sekresi aldosteron diatur oleh kadar natrium darah
tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiotensin. Glukokortikoid
disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi kortikosteron,
kortisol, dan kortison. Yang terpenting adalah kortisol. Glukokortikoid
mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk
membentuk cadangan molekul yang siap dimetabolisme. Hormon ini
meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat
(glukoneogenesis). Simpanan glikogen di hati (glikogenesis) dan
penningkatan kadar glukosa darah. Hormon ini juga meningkatkan
penguraian lemak dan protein serta menghambat ambilan asam amino dan
sintesis protein. Hormon ini juga menstabilisasi membran lisosom untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Glukokortikoid adalah melalui
kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik negatif. Stimulus utama dari
ACTH adalah semua jenis stres fisik atau emosional. Stres misalnya
trauma, infeksi, atau kerusakan jaringan akan memicu impuls saraf ke
hipotalamus. Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas
kortikotropin (CRH) yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis
menuju kelenjar pituitari anterior, yang melepas ACTH. ACTH
bersirkulasi dalam darah meuju kelenjar adrenal dan mengeluarkan
sekresi glukokortikoid. Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan
persediaan asam amino, lemak, dan glukosa dalam darah untuk
membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan karena stres dan
menstabilkan membran lisosom untukmencegah kerusakan lebih lanjut.
Gonadokortikoid (steroid kelamin) disintesis pada zona retikularis dalam
jumlah yang relatif sedikit, steroid ini berfungsi terutama sebagai
prekursor untuk pengubahan testosteron dan esterogen oleh jaringan lain.
104.
105.
d. Hormon pertumbuhan
106. GH (growth hormon) atau hormon somatotropik (STH)
adalah sejenis hormon protein. Hormon ini mengendalikan seluruh sel
tubuh yang mampu memperbesar ukuran dan jumlah disertai efek utama
pada pertumbuhan tulang dan massa otot rangka. GH mempercepat laju
sintesis protein pada seluruh sel tubuh dengan cara meningkatkan
pemasukan asam amino melalui membran sel. GH juga menurunkan laju
penggunaan karbohidrat oleh sel tubuh dengan demikian menambah
glukosa darah. GH menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak dan
pemakaian lemak untuk energi. Selain itu, GH menyebabkan hati
(mungkin juga ginjal) memproduksi somatomedin, sekelompok faktor
pertumbuhan dependen-hipofisis yang sangat penting untuk pertumbuhan
tulang dan kartilago.
107. Pengaturan sekresi hormon pertumbuhan terjadi melalui
sekresi dua hormon antagonis. 1. stimulus untuk pelepasan, hormon
pelepas hormon pertumbuhan (GHRH) dari hipotalamus dibawa melalui
saluran portal hipotalamus-hipofisis menuju hipofisis anterior tempatnya
menstimulasi sintesis dan pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk
pelepasan GH melalui stress, malnutrisi, dan aktivitas yang merendahkan
kadar gula darah seperti puasa dan olahraga. 2. Inhibisi pelepasan, sekresi
GHRH dihambat oleh peningkatan kadar GH dalam darah melallui
mekanisme umpan balik negatif. Somatostatin, hotmon penghambat
hormon pertumbuhan (GHIH) dari hipotalamus dibawa menuju hipofisis
anterior melalaui sistem portal. Hormonm ini menghambat sintesis dan
pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk inhibisi GH meliputi obesitas
dan peningkatan kadar asam lemak darah.
e. Hormon epinefrin
108. Secara keseluruhan efek hormone epineferin adalah
untuk mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas fisik yang merespon stres,
kegembiraan, cedera, latihan dan penurunan kadar gula. Efek epinefrin
yang lain, yaitu meningkatkan frekuensi jantung, metabolisme, dan
komsumsi oksigen. Kadar gula darah meningkat melalui stimulasi
glikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Pembuluh darah
pada kulit dan organ-organ viseral berkontriksi sementara pembululh di
otot rangka dan otot jantung berdilatasi.
109.
3. Mekanisme peningkatan Berat badan, yaitu:
a. Faktor emosi dan stress
110. Sebagian orang menganggap bahwa makan merupakan
salah satu alat pelepas ketegangan sehingga kondisi emosi atau stress
dapat meningkatkan nafsu makan. Selain itu, kemungkinan faktor
emosi/stess ini berpengaruh terhadap stimulasi α-adrenergik yang dapat
menstimulasi pelepasan growth hormon. Dimana GH ini berlawanan
dengan kerja inisulin dalam hal ambilan gula dan pelepasan asam lemak
dan sesuai dengan kerja anabolik insulin dalam hal ambilan asam amino.
111. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa
mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan
reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan
emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan
masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas,
dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya
serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial. Ada dua pola makan
abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam
jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan
pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan
kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang
makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak
diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai
akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan
pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan
diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam
hari.
b. Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan
112. Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan akibat
peningkatan asupan nutrisi disertai dengan kurangnya beraktivitas.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat
yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit
kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak
dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.
113. Jika jumlah energi dalam bentuk makanan yang
memasuki tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat badan
akan meningkat. Oleh sebab itu, obesitas karena jumlah energi yang
masuk lebih banyak daripada jumlah energi yang keluar. Untuk setiap 9,3
Kalori kelebihan energi yang memasuki tubuh maka 1 gram lemak
disimpan.
114. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau
keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan
dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada
masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel
lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya
dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap
sel
c. Gangguan endokrin tertentu
115. Terjadinya gangguan berupa kelebihan atau kekurangan
pada salah satu hormon yang berpengaruh terhadap regulasi berat badan
seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan dapat mempengaruhi berat
badan seseorang. Obat-obat tertentu, misalnya steroid dan beberapa anti-
depresi juga bisa menyebabkan penambahan berat badan.
d. Gangguan pusat pengaturan makan di hipotalamus
116. Hipotalamus basal mengontrol stabilitas berat badan.
Beberapa regio hipotalamus diimplikasi pada rasa lapar dan kenyang.
Perangsangan inti ventromedialis hipotalamus akan menyebabkan rasa
sangat keyang, oleh karena itu disebut sebagai pusat kenyang. Sedangkan
inti lateral hipotalamus dikenal sebagai pusat lapar atau pusat makan.
117. Selain pusat lapar dan pusat kenyang yang telah
disebutkan, masih banyak daerah lain di otak yang berpengaruh terhadap
pengaturan asupan makanan. Sebagai contoh, lesi pada nukleus
paraventrikular sering menyebabkan makan yang berlebihan dan telah
ditegaskan secara khusus menyebabkan makan karbohidrat yang
berlebihan. Sebaliknya, lesi pada nukleus dorsomedial hipotalamus
biasanya menekan makan. Selain itu, lesi di dalam atau perangsangan
daerah bagian otak bagian bawah, seperti area postrema, nukleus media
kaudal traktus solitarius, atau saraf vagus, dapat mempengaruhi derajat
makan.
118. Pusat yang lebih tinggi dari hipotalamus juga
memainkan peranan penting dalam mengendalikan makan, terutama
dalam pengendalian nafsu makan. Pusat ini khususnya mencakup
amigdala, dan korteks prefrontal.
119.
e. Faktor genetik
120. Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga
memiliki penyebab genetik. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen,
tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong
terjadinya obesitas. Hal ini dapat berupa kebiasaan makan banyak, tiga
kali sehari dan setiap kali makan harus penuh yang didapatkan dari orang
tua sejak kecil. Dan kebiasaan ini berlangsung sepanjang hidupnya hingga
menyebakan obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya
hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-
rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat
badan seseorang.
4. Organ-organ yang berperan dalam regulasi berat badan, yaitu:
a. Pankreas, yaitu berperan dalam sintesis hormon insulin dan glukagon.
Insulin dan glukagon beperan dalam pengaturan kadar glukosa darah.
b. Hipotalamus, yaitu Hipotalamus basal mengontrol stabilitas berat
badan yang berperan sebagai pusat lapar dan pusat kenyang
c. Amigdala, yaitu berperan dalam mengendalikan makan terutama
dalam pengendalian nafsu makan
d. Hati, yaitu berperan dalam metabolisme lemak.
e. Saluran pencernaan, yaitu berperan dalam pencernaan dan penyerapan
zat-zat makanan.
121.
5. Hubungan antara faktor genetik dan lingkungan terhadap terjadinya
peningkatan berat badan.
122.Peningkatan berat badan secara pasti terjadi secra familial.
Misalnya, kembar identik mampu mempertahankan selisih berat badan
sekitar 2 pon antara keduanya sepanjang hidup mereka, jika mereka hidup
dalam lingkungan yang sama, atau sekitar 5 pon jika lingkungan hidup
mereka berbeda degan nyata. Hal ini terjadi sebagian karena kebiasan makan
yang bersal dari masa kanak-kanak, tetapi diyakini bahwa ada kemiripan
yang dekat antara kedua anak kembar yang dikendalikan secar genetik.
123.Contoh lain bahwa bayi dari ibu yang gemuk kecenderungan
pengeluaran energinya 20 % lebih rendah dari bayi dari ibu yang langsing.
Diketahui bahwa gen berpengaruh 33 % terhadap berat badan. Gen dapat
mengatur tingkat makan dengan berbagai cara, termasuk (1) kelainan genetik
pusat makan untuk mengatur tingkat penyimpanan energi tinggi atau rendah,
dan (2) kelainan faktor psikis secara herediter, baik yang meningkatkan
nafsu makan, atau menyebabkan orang tersebut makan sebagai ”mekanisme
pelepasan”.
124.Kelainan genetik pada sifat kimiawi penyimpanan lemak juga
diketahui dapat meningkatkan berat badan hingga mengalami obesitas.
Kelainan ini dapat berupa bahwa lemak mudah disimpan dalam jaringan
adiposa, tetapi jumlah lipase peka hormon dalam jaringan adiposa sangat
berkurang, sehingga hanya sedikit lemak yang dapat dikeluarkan. Keadaan
ini jelas menyebabkan jalur satu arah, dimana lemak secara terus menerus
disimpan walaupun tidak pernah dilepaskan. Kelainan yang lain dapat
berupa terdapatnya kelebihan asam lemak sintetase yang menyebabkan
kelebihan sintesis asam lemak.
125. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus
obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup
berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa
yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana
aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya,
tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
126.
6. Hubungan antara peningkatan berat badan dengan hipertensi, yaitu:
127. Pada penderita obesitas, akan terjadi resistensi insulin yang
menyebabkan timbulnya bebagai komplikasi. Resistensi insulin disebabkan
karena banyaknya lemak yang terdapat pada jaringan adiposa sel dapat
memblok reseptor insulin sehingga insulin tidak mampu berikatan dengan
reseptornya untuk memungkinkan pengaktifan glucose transporter yang
dapat membawa glukosa masuk ke dalam sel, terutama sel otot untuk
dimetabolisme. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat
(hiperglikemia) dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin ini kemudian
mendasari timbulnya disiplidemia dan berbagai komplikasi pada penderita
obesitas dan sindrom metabolik.
128. Hiperinsulinemia dapat mengaktifkan Renin Angiotensin
Aldostrone System (RAAS). Angiotensin II dapat merangsang terjadinya
vasokonstriksi otot polos vaskular dengan menaikkan tekanan darah
sehingga dapat terjadi hipertensi dan penyempitan pembuluh darah. Selain
itu, angiotensin merangsang pelepasan norepinefrin dan epinefrin yang dapat
menyebakan vasokonstriksi arteri tertentu. Selain itu, Hiperglikemia kronik
dapat meningkatkan sintesis diacylgliserol (DAG). Peningkatan kadar DAG
akan meningkatkan aktivitas Protein Kinase C (PKC). Baik DAG maupun
PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi. Kenaikan
tekanan darah dan vasokonstriksi ini dapat menyebabkan tejadinya penyakit
jantung koroner.
129. Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai
sumber energi. Namun pada keadaan resistensi insulin, glukosa tidak dapat
digunakan, sehingga hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan
menjadi aktif dan lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin
meningkat. Keadaan ini menyebabkan trigliserida dihidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak bebas (FFA) secara berlebihan. Asam lemak ini
kemudian akan memasuki sirkulasi darah, sebagian akan digunakan sebagai
sumber energi melalui beta oksidasi maupun siklus sitrat, dan sebagian akan
dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida hati dan kemudian menjadi
bagian dari VLDL. Sedangkan gliserol digunakan untuk glukoneogenesis di
hati. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin
akan sangat kaya trigliserida, disebut VLDL kaya trigliserid atau LDL besar
(enrichrd triglyceride VLDL/large VLDL).
130. Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar
dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. LDL berasal dari hidrolisis IDL
yang hidrolisis dari VLDL oleh enzim lipoprotein lipase. LDL adalah
liporotein yang paling banyak mengandung kolesterol yang sebagian dari
kolesterol tersebut akan dibawa ke jaringan steroidogenik lainnya seperti
kelenjar adrenal, testis dan ovarium. Yang mempunyai reseptor untuk
kolesterol LDL.
131. Hal ini juga akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid
tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid
yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (biasa
meningkat pada keadaan resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL
yang kecil padat, yang dikenal dengan LDL kecil padat (small dene LDL).
Partikel LDL kecil padat berifat mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat
aterogenik. Banyaknya kolesterol LDL kecil padat menyebabkan makin
banyak kolestrol LDL yang dapat dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor
scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell).
Foam Cell ini merupakan derivat plak aterosklerosis sehingga dapat terjadi
komplikasi hipertensi.
132. Pada beberapa penyelidikan hemodinamik orang gemuk
yang normotensif ditemukan kenaikan konsumsi O2 dan juga denyut jantung
yang sedikit meningkat. Juga ditemukan adanya kenaikan volume darah
yang beredar berhubungan dengan curah jantung yang juga meningkat. Juga
ditemukan peningkatan kerja ventrikel kiri. Volume darah yang meningkat
pada orang pada orang gemuk kebanyakan disebabkan oleh meningkatnya
volume darah dalam jaringan lemak. Pada orang gemuk tekanan sistolik
akan lebih nyata.
133.
134.
7. Penyakit-penyakit yang menyebabkan peningkatan berat badan, yaitu:
a. Hypothyroidisme
135. Adanya penurunan kadar hormon thyroid akan
menyebabkan penurunan metabolisme basal 50-60 % dari keadaan
normal. Sehingga lemak yang normalnya pada keadaan basal harus
dilisiskan sebesar 2,5 g/kgBB/hari akan mengalami penurunan sama
sekali bahkan tidak ada. Akibatnya kandungan lemak dalam tubuh
semakin banyak. Hal inilah yang dapat menyebabkan obesitas.
b. Cushing’s Syndrome
136. Pada Cushing syndrome terjadi peningkatan kadar
kortisol yang cukup signifikan, dimana efek dari peningkatan hormon
kortisol akan berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat,
lemak, protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi. Khusus
pada metabolisme lemak, akibat peningkatan kortisol maka semakin
banyak terjadi lipogenesis pada jaringan adiposa dan glukoneogenesis di
hepar, namun hasil dari lipolisis berupa asam lemak ini banyak yang
dimobilisasi kembali dan terpusat pada dada dan wajah. Demikian halnya
kita ketahui bahwa selain meningkatkan mobilisasi asam lemak tubuh,
kortisol juga menyebabkan penumpukan lemak pada wajah dan dada,
sehingga 30-40% hasil metabolisme dari glukosa berupa lemak akan
banyak yang ditumpuk pada bagian dada dan wajah. Hal inilah kemudian
yang memicu terjadinya obesitas.
c. Growth Hormone Disorders
137. Pada keadaan normal GH berfungsi dalam
meningkatkan sintesa protein, memobilisasi asam lemak dan
meningkatkan penggunaan lemak sebagai sumber energi terutama pada
keadaan puasa. Adanya gangguan pada GH akan mengakibatkan
berkurangnya pemakaian lemak sebagai sumber energi, dan pemakaian
glukosa menjadi tidak terkontrol. Akibatnya pemakaian lemak menjadi
berkurang dan pembentukannya meningkat sebagai hasil dari
metabolisme glukosa. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya
kegemukan pada seseorang.
138.
8. Tata cara mendiagnosis untuk mendiagnosis obesitas, yaitu
a. Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan menggunakan rumus
kemudian menggunakan interpretasi sebagai berikut:
139. 1). Menurut WHO
140. 141. IMT (Kg/m2)
142. Risiko ko-morbiditas
143. BB kurang
144. < 18.5 145. Rendah
146. Normal
147. 18.5 - 24.9
148. Normal
149. BB lebih
150. 25.0 - 29.9
151. Meningkat
152. Obes I
153. 30.0 - 34.9
154. Moderat
155. Obes II
156. 35.0 - 39.9
157. Berat
158. Obes III
159. > 40 160. Sangat berat
161. 2). Asia Pasifik
162.163. IMT
(Kg/m2)164. Risiko ko-
morbiditas165. B
B kurang
166. < 18.5 167. Rendah
168. Normal
169. 18.5 - 22.9
170. Normal
171. BB lebih
172. > 23 173.
174. Beresiko
175. 23 - 24.9
176. Meningkat
177. Obes I
178. 25 - 29.9
179. Moderat
180. Obes II
181. > 30 182. Berat
183.
184. Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik
b. Mengukur Lingkar Pinggang dengan nilai-nilai sebagai berikut:
185. 1). WHO 2000
186. Laki-laki = 94 cm
187. Perempuan = 80 cm
188. 2). Eropa
189. Laki-laki = 102 cm
190. Perempuan = 88 cm
191. 3). Asia Pasifik
192. Laki-laki = 90 cm
193. Perempuan = 80 cm
194. Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik.
c. Mengukur Kadar lemak
195. Tidak mudah untuk mengukur lemak tubuh seseorang.
Cara-cara berikut memerlukan peralatan khusus dan dilakukan oleh
tenaga terlatih:
a. Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di
dalam air dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air
yang tersisa.
b. BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah
dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah
udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.
c. DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai skening
tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokalisasi
dari lemak tubuh.
196. Cara yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu:
a. Jangka kulit, mengukur ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian
tubuh diukur dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang
menyerupai forseps). Tebal lipatan kulit dapat diukur pada sembilan
tempat pada tubuh, yaitu dada, subskapula, mid-axilaris, supraliaka,
perut, trisep, bisep paha, dan betis.
b. Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik),
penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik tidak
berbahaya di alirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.
197.
198.
9. Differensial Diagnosis pada kasus ini, yaitu:
a. Dislipidemia, yaitu gangguan metabolisme lemak yang ditandai
dengan meningkatnya kadar kolesterol total dan trigliserida,
meningkatnya kadar LDL-kolesterol kecil padat, serta menurunnya kadar
HDL-kolesterol.
b. Obesitas, yaitu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik dan
spesifik. Secara fisiologis, obesitas merupakan keadaan akumulasi lemak
yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehinggan
mengganggu kesehatan atau dengan kata lain obesitas adalah derajat
berapapun kelebihan lemak yang memberi resiko kesehatan.
c. Sindrom Metabolik, yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau
sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor-faktor risiko yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit
kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2. The National Cholesterol
Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) melaporkan
bahwa sindrom metabolik merupakan faktor risiko independen terhadap
penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi modifikasi
gaya hidup yang ketat (intensif).
d. Cushing’s Sindrom, yaitu penyakit yang trrjadi karena peningkatan
kadar kortisol yang cukup signifikan. Efek dari peningkatan hormon
kortisol akan berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat,
lemak, protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi.
199.
200. E. Tujuan pembelajaran Selanjutnya
201. Tujuan pembelajaran selanjutnya, yaitu:
a. Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan
peningkatan berat badan.
b. Mengetahui penatalaksanaan penyakit-penyakit yang menyebabkan
peningkatan berat badan.
202.
203. F. Informasi Baru
204. 1. Regulasi berat badan dipengaruhi oleh kadar leptin. Kadar Leptin dalam
tubuh, memiliki korelasi langsung dengan seberapa banyak lemak ditimbun
dalam tubuh. Reseptor atau penerima sinyal Leptin, terletak di bagian otak
yang disebut hypothalamus. Bagian otak ini terutama diketahui sebagai
pengatur berat badan. Caranya dengan mengendalikan rasa lapar, kebiasaan
makan, suhu tubuh dan kebutuhan energi. Pada dasarnya, leptin merupakan
sinyal penghubung antara sistem saraf pusat dan sel lemak dalam tubuh.
Leptin berfungsi sebagai penurun rasa lapar. Jika kadar leptin turun maka
tubuh akan merasa lapar dan sebaliknya jika kadar leptin naik.
205. 2. Stimulasi selera makan dan penghentian pencernaan makanan
dipengaruhi oleh bermacam-macam neuropeptida dan neurotransmitter. Selera
makan distimulasi oleh asam γ-aminobutirat (GABA), dopamin, β-endorfin,
enkefalin, dan neurupeptida Y. Selera makan dihambat oleh serotonin,
noreepinefrin, kolesistokinin, TRH, nalokson, somatostatin, dan peptida
intestinal vasoaktif (VIP). Obesitas hipotlamus pada manusia biasanya
berhubungan dengan lesi di vasinitas nukleus ventromedial; obesitas ini
tampaknya melibatkan ”resetting set point” berat badan. Adanya tumor di area
ini, tingkah laku kekerasan dan hiperfgia (mungkin berhubungan dengan
pengosongan cepat lambung) terjadi sampai terjadinya set point berat badan
yang baru. Pasien kadang menunjukkan penurunan aktivitas dan ras tidak
pernah kenyang saat terjadinya set point yang baru.
206.
207. G. Klasifikasi Informasi
1. Komplikasi Obesitas, yaitu:
a. Diabetes Melitus
208.Obesitas merupakan faktor yang sangat penting untuk
timbulnya Diabetes Melitus. Pada orang obes kandungan lemak tubuhnya
sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan resistensi insulin yaitu suatu
keadaan dimana terjadi defek kerja insulin. Pada keadaan ini insulin
membutuhkan jumlah yang lebih banyak dari keadaan normal untuk
melakukan fungsi metabolismenya terutama metabolisme glukosa. Insulin
juga berperan mengatur kecepatan sintesa glukosa oleh sel hati melalui
proses glukoneogenesis. Karena kadar insulin yang dibutuhkan untuk
metabolisme glukosa lebih banyak, maka kerja insulin yang menghambat
glukoneogenesis di hati akan berkurang sehingga sintesa glukosa
bertambah. Keadaan ini memicu kembali sel beta pankreas untuk
mensekresikan insulin. Pada keadaan yang berlangsung lama akan
menyebabkan kelelahan sel beta pankreas sehingga terjadi hipoinsulinemia
yang kemudian diikuti dengan hiperglikemia.
b. Hipertensi
209.BMI (Body Mass Index) yang tinggi merupakan ciri
masyarakat yang hipertensif. Hubungan antara tekanan darah dan berat
badan lebih nyata untuk tekanan sistolik dibanding tekanan diastolik.
Orang dengan tekanan darah tinggi cenderung menjadi gemuk, dan orang
gemuk dengan tekanan darah normal akan cenderung hipertensif. Pada
orang gemuk terjadi peningkatan konsumsi O2 dan denyut jantung menjadi
meningkat (palpitasi).
210.Adanya kenaikan volume darah yang beredar berhubungan
dengan curah jantung yang meningkat dan peningkatan kerja ventrikel kiri.
Volume darah yang meningkat pada orang gemuk disebabkan karena
meningkatnya volume darah dalam jaringan lemak. Adanya kenaikan curah
jantung sebanding dengan konsumsi O2 dan derajat kegemukan.
Meningkatnya curah jantung akan menyebabkan peninggian tekanan darah
yang dikeluarkan oleh jantung. Keadaan inilah yang akan menyebabkan
terjadinya hipertensi.
c. Penyakit Kardiovaskuler
211.Pada orang gemuk terjadi peningkatan kadar O2 yang
dikonsumsi, isi sekuncup juga meningkat sesuai derajat kegemukannya.
Pada orang sangat gemuk dapat terjadi tanda overload dan fungsi ventrikel
kiri berkurang sebanding dengan kegemukannya. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya payah jantung dan kelainan koroner.
d. Hipoventilasi alveolar
212.Hipoventilasi Alveolar sering terjadi pada orang gemuk yang
pada keadaan berat dapat menyebabkan timbulnya sindrom Pickwickian
(obes, somnolensia, edema, kelainan pernapasan berat disertai periode
apnea dengan sianosis). Kelainan sirkulasi yang ditemukan adalah karena
adanya kenaikan volume darah total dan volume darah paru. Perfusi normal
tetapi ventilasi paru berkurang. Tekanan akhir diastolik kiri meninggi
walaupun peninggiannya tidak ditemukan pada semua pasien.
Hipoventilasi Alveolar dan Asidemia akan menyebabkan pembesaran
ventrikel kanan dan kor pulmonal dengan dekompensasi. Kelainan tersebut
mulai tampak pada kelainan obes simpel dan perubahan tersebut membaik
dengan adanya penurunan berat badan.
e. Batu Empedu
213.Belum jelas diketahui kaitan antara kegemukan dan batu
empedu, diduga ada korelasi bermakna antara lipatan kulit subskapular dan
patela dengan insiden batu empedu. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa
aktivitas fisik dan makanan turut mempengaruhi insiden penyakit batu
empedu tersebut.
f. Gangguan pada Kehamilan
214.Wanita hamil dengan kegemukan cenderung lebih mudah
terkena hipertensi dan DM. Penyelidikan terhadap wanita hamil ditemukan
kemungkinan anaknya lahir dengan BB 4000 g (dua kali kondisi normal).
Insiden persalinan yang lebih lama dari 24 jam setelah amniotomi juga
meningkatkan keadaan hemoragi post partum primer, asfiksia neonatal dan
pireksia purpural.
g. Resiko Lainnya
215.Semua organ tubuh dapat terpengaruh oleh obesitas dan
menimbulkan penyakit pada organ terkait misalnya pada perlemakan hati.
Orang gemuk karena BB lebih akan terjadi lipatan kulit yang banyak
dengan kelembaban yang tinggi hingga mempermudah infestasi jamur pada
daerah tersebut terutama pada aksila, perineal serta dibawah lipatan
payudara. Osteoartritis lebih sering terjadi terutama pada persendian yang
menopang beban BB. Pada anak dengan kegemukan dapat terjadi genu
valgum, menstruasi tidak teratur, oligomenore, fibrosis uterus bahkan
karsinoma endometrium. Obesitas juga dapat mengakibatkan disfungsi
endotel dan respon inflamasi yang meningkat.
2. Hormon pertumbuhan (GH) disekresi oleh somatotrof, yang merupakan 50 %
bagian anterior sel-sel hipofisis. Hipofisis normal mengandung 3 sampai 5 mg
GH dan mensekresi 300 sampai 875 μg GH perhari. Gena GH terletak pada
kromosom 17. GH sangat diperlukan untuk pertumbuhan linear yang normal.
GH nampaknya bukan merupakan stimulator langsung utama tetapi bertindak
secara tidak langsung dengan menstimulasi pembentukan hormon lainnya.
IGF-1 (insulin like growth factors) bergantung pada GH dan bertanggung
jawab untuk stimulasi pertumbuhan. IGF-1 ini merupakn somatomedin yang
paling penting untuk pertumbuhan pascanatal, diproduksi di hati, kondrosit,
ginjal, otot, hipofisis, dan saluran makanan.
216. IGF-1 secara struktural mirip dengan proinsulin dan
memperlihatkan pula beberapa kerja yang menyerupai insulin. Selanjutnya,
GH adalah faktor tropik untuk pelepasan insulin, memudahkan pelepasannya
sebagai respons terhadap berbagai pemacu sekresi (secretagogues) dan pada
orang yang kekurangan GH akan mengalami gangguan pelepasan insulin
terhadap adanya rangsangan glukosa. Pasien dengan kelebihan GH akan
mengalami resistensi insulin. GH meningkatkan pelepasan asam lemak bebas
dari adiposit. Keadaan ini yang menyebabkan pada orang dewasa yang
kekurangan GH prosentasi lemak tubuhnya tinggi. Peningkatan konsentrasi
asam lemak bebas mengakibatkan penumpulan pelepasan GH.
217.
218. H. Analisis dan Sintesis Masalah
219. Pada kasus, seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter
untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria
tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB
= 78 kg, LP = 95 cm, TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
220.Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil, yaitu GDP = 110 mg/dl,
kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam
urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal. Berdasarkan gejala-gejala yang dialami
oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut:
221.
222.♂
223.44 thn
224.RK-
DM
225.Obes
226.Hiper
227.tensi
228.G
229. Dislipidemia
230.Hiper
urisemia
231.Cushin
g’s Sindrom
232.+
233.±
234.- 235. + 236. +237.+
238. -239.
±
240.Sindro
m Metabolik
241.+
242.+
243.+244. + 245. +246.+
247. +248.
±
249.Obesit
as
250.+
251.+
252.+253. + 254. +255.+
256. +257.
±
258.
259. Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat
ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah Sindrom metabolik dan
obesitas. Sindrom metabolik dan obesitas memiliki manifestasi klinis yang sesuai
dengan skenario, yaitu kelebihan berat badan, hipertensi, Gula darah puasa
terganggu, dislipidemia, dan hiperurisemia. Kriteria sindrom metabolik, yaitu
peningkatan kadar trigliserida lebih dari 150 mg/dl, penurunan kadar kolesterol
HDL kurang dari 40 mg/dl pada laki-laki dan 50 mg/dl pada perempuan,
peningkatan tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg, dan peningkatan kadar
glukosa darah puasa lebih dari 100 mg/dl, tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas
jika kriteria lainnya telah ada sebab terdapat individu yang tidak obes tetapi
memiliki resistensi insulin dan faktor resiko metabolik terutama pada individu
yang memilki kedua orang tua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat
kedua yang diabetes. Pada penderita obesitas, akan terjadi resistensi insulin yang
menyebabkan timbulnya bebagai komplikasi. Resistensi insulin disebabkan karena
banyaknya lemak yang terdapat pada jaringan adiposa sel dapat memblok reseptor
insulin sehingga insulin tidak mampu berikatan dengan reseptornya untuk
memungkinkan pengaktifan glucose transporter yang dapat membawa glukosa
masuk ke dalam sel, terutama sel otot untuk dimetabolisme. Hal ini menyebabkan
kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) dan hiperinsulinemia.
Resistensi insulin ini kemudian mendasari timbulnya disiplidemia dan berbagai
komplikasi pada penderita obesitas dan sindrom metabolik.
260. Hiperinsulinemia dapat mengaktifkan Renin Angiotensin
Aldostrone System (RAAS). Angiotensin II dapat merangsang terjadinya
vasokonstriksi otot polos vaskular dengan menaikkan tekanan darah sehingga
dapat terjadi hipertensi dan penyempitan pembuluh darah. Selain itu, angiotensin
merangsang pelepasan norepinefrin dan epinefrin yang dapat menyebakan
vasokonstriksi arteri tertentu. Selain itu, Hiperglikemia kronik dapat meningkatkan
sintesis diacylgliserol (DAG). Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan
aktivitas Protein Kinase C (PKC). Baik DAG maupun PKC berperan dalam
memodulasi terjadinya vasokonstriksi. Kenaikan tekanan darah dan vasokonstriksi
ini dapat menyebabkan tejadinya penyakit jantung koroner.
261. Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai
sumber energi. Namun pada keadaan resistensi insulin, glukosa tidak dapat
digunakan, sehingga hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi
aktif dan lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini
menyebabkan trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas
(FFA) secara berlebihan. Asam lemak ini kemudian akan memasuki sirkulasi
darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi melalui beta oksidasi
maupun siklus sitrat, dan sebagian akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi
trigliserida hati dan kemudian menjadi bagian dari VLDL. Sedangkan gliserol
digunakan untuk glukoneogenesis di hati. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan
pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya trigliserida, disebut VLDL kaya
trigliserid atau LDL besar (enrichrd triglyceride VLDL/large VLDL).
262. Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar
dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. LDL berasal dari hidrolisis IDL yang
hidrolisis dari VLDL oleh enzim lipoprotein lipase. LDL adalah liporotein yang
paling banyak mengandung kolesterol yang sebagian dari kolesterol tersebut akan
dibawa ke jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan
ovarium. Yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL.
263. Hal ini juga akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid
tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang
dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (biasa meningkat
pada keadaan resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat,
yang dikenal dengan LDL kecil padat (small dene LDL). Partikel LDL kecil padat
berifat mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Banyaknya kolesterol
LDL kecil padat menyebabkan makin banyak kolestrol LDL yang dapat dioksidasi
dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel
busa (foam cell). Foam Cell ini merupakan derivat plak aterosklerosis sehingga
dapat terjadi hipertensi.
264. Trigliserid VLDL juga dipertukarkan dengan kolesterol ester
pada HDL dengan bantuan enzim Cholesterol ester transfer protein (CETP) dan
menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL
yang demikian lebih mudah dikatabolime oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum
rendah. Kenaikan kadar VLDL besar, LDL kecil padat, trigliserida, dan penurunan
HDL ini menandai terjadinya disiplidemia.
265. Cushing’s Sindrom tidak dapat dijadikan diagnosis utama
karena tidak semua gejala-gejala yang terdapat dalam scenario terdapat pada
manifestasi klinis Cushing’s Sindrom. Pada Cushing’s Sindrom, penderita tidak
memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan tidak mengalami dislipidemia
seperti dalam scenario.
266. CUSHING’S SINDROME
A. Defenisi
267. Kortisol plasma berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang
disebut dengan cushing syndrome, dimana aldosteron berlebihan menyebabkan
aldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan menyebabkan virilisme
adrenal. Sindrom ini tidak dijumpai dalam bentuk murni tetapi bisa mempunyai
gambaran yang tumpang tindih.
B. Etiologi dan Klasifikasi
268. Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan
obesitas badan (truncul obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea,
hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan
tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini dinamakan dengan sindrom cushing .
Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Hiperplasia Adrenal
269.a. Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisis, yaitu berupa
disfungsi hipothalamik-hipofisa dan mikro dan makroadenoma yang
menghasilkan ACTH hipofisis.
270. b. Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang menghasilkan ACTH
atau CRH, yaitu karsinoma Bronkhogenik, karsinoid Thymus, karsinoma
pankreas, dan adenoma bronkhus.
271.2. Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa adenoma dan
karsinoma
272. 3. Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan
penggunaan glukokortikoid jangka lama penggunaan ACTH jangka lama
273.Tanpa mempertimbangkan etiologi semua kasus cushing
sindrom endogen disebabkan oleh peningkatan sekresi hormon kortisol oleh
adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya ialah :
1. Hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis
2. Produksi ACTH oleh tumor non-endokrin
3. 20-25% pasien sindrom Cushing menderita neoplasma adrenal
4. Penyebab terbanyak adalah iatrogenik
274.
C. Epidemiologi
275. Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih
sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal
adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia
dekade ketiga atau keempat.
276.
D. Patofisiologi
277. Penyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih
diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah adenoma
hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada lebih 90% pasien
dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis. Disamping itu, defek bisa berada
pada hipothalamus atau pada pusat-pusat saraf yang lebih tinggi, menyebabkan
pelepasan CRH (Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak sesuai dengan
keadaan kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar
kortisol yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke rentang normal.
Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis, menyebabkan
hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada waktu ini tumor hipofisis menjadi
independen dari pengaruh pengaturan sistem saraf pusat dan/atau kadar kortisol
yang beredar. Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan individu yang
hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma (diameter <10mm;50% adalah
5mm atau kurang), tetapi bisa dijumpai makroadenoma (>10mm) atau
hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik.
278. Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara
biologik, kimiawi, dan immunologik takk dapat dibedakan dari ACTH dan
CRHdan menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari kasus ini berkaitan
dengan primitive small cell (Oat Cell) tipe dari karsinoma bronkogenik atau
tumor timus, pankreas, ovarium, Ca. Medulla tiroid, atau adenoma Bronkus.
Timbulnya sindrom Cushing bisa mendadak, terutama pada pasien dengan Ca.
Paru, pasien tidak memperilahtkan gambaran klinis. Sebaliknya pasien dengan
tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai perjalanan klinis yang lama
dan menunjukkan gambaran Cushingoid yang tipikal Hiperpigmentasi pada
penderita sindrom Cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, di
luar kranium atau dalam kranium.
279. Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira
setengahnya adalah ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai
gambaran biokimia hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya
mempunyai mikro atau makronudular kedua kelenjar nodular mengakibatkan
hiperplasi nodular. Penyebabnya adalah penyakit autoimun familial pada anak-
anak atau dewasa muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan
hipersensitivitas terhadap gastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder
terhadap peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal.
Penyebab terbanyak sindrom Cushing adalah iatrogenik pemberian steroid
eksogen dengan berbagai alasan.
280.
E. Gejala klinis
281. Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan
kelemaha otot dan kelelahanm osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah di
bawah kulit. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin dapat
menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Hiperkortisolisme mendorong
penumpukan jaringan adiposa di tempat-tempat tertentu khususnya wajah bagian
atas (Moon face), daerah antara tulang belikat (Bufallo Hump) dan mesentrik
(Obesitas Badan). Jarang, tumor episternal dan pelebaran mediastinum sekunder
terhadap penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan
adiposa ini belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin
dan/atau peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai
peningkatan sel darah merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumopai
perubahan emosional, mudah tersinggung, emosi labil, depresi berat, bingung
atau psikosis. Pada wanita peningkatan kadar androgen adrenal menyebabkan
acne, hirsutisme, dan oligomenorrea atau amenorrea, simtom yang lain seperti
obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan DM kurang membantu diagnosis.
Sebaliknya tanda-tanda mudah berdarah, striae, miopati, dan virilisasi adalah
lebih sugestif pada sindrom Cushing. Kecuali pada sindrom Cushing iatrogenik,
kadar kortisol plasma dan urin meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, dan
alkalosis metabolik dijumpai, terutama dengan produksi ACTH ektopik.
282.
F. Diagnosis
283. Diagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi
kortisol dan kegagalan menekan produksi kortisol secara normal bila diberikan
deksametason.
284. Untuk skrining awal dilakukan ters supresi deksametason tengah malam.
Pada kasus sulit (Obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga bisa
digunakan sebagai tes skrining awal. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi
dari 275 nmol/dl (100 mikrogram/dL), diagnosis defenitif ditetapkan bila gagal
menurunkan kortisol urin menuju ke <80nmol atau kortisol plasma turun ke
<140nmol setelah tes supresi deksametason dosis-rendah standar (0,5 mg setiap 6
jam selama 48 jam). Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan
ACTH secreting pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary disfunction
dengan bentuk sindrom Cushing yang lain adalah dengan menentukan respon
pengeluaran kortisol terhadap pemberian deksametason dosis tinggi (2 mg setiap
6 jam selama 2 hari).
285. Kadar ACTH plasma digunakan untuk membedakan berbagai
penyebab sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab tergantung-ACTH
dari tak tergantung-ACTH. Pada sindrom ACTH ektopik , kadar ACTH bisa
meningkat diatas 100 pmol/L (500pg/mL), dan kebanyakan pasien kadar ACTH
berada di atas 40pmol/L (200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat
mikroadenoma atau disfungsi hipothalamik pituitari, kadar ACTH berkisar dari
6-30pmol/L (30-150pg/mL)[normal <14pmol/L(<60pg/mL)]
286. Beberapa pemeriksaan tambahan seperti tes infus metirapon
dan CRH, sedangkan pasien dengan tumor yang memproduksi ACTH ektopik
tidak. Penggunaan tes infus CRH tidak memastikan karena jumlah penelitian
yang telah dilakukan terbatas dan CRH tidak tersedia.
287. Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol
disangkatkan dengan peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal
urin dengan hanya perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat
plasma. Sekresi estrogen adrenal pada pasien ini biasanya menurun sehubungan
dengan supresi ACTH yang diinduksi-kortisol dan involusi zona retikularis yang
menghasilkan andrgogen.
288. Diagnosis karsinoma adrenal disangkatkan dengan massa
abdomen yang teraba dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan DHEA
sulfat plasma.
289. Evaluasi radiologik berupa CT scan bernilai untuk menemukan
lokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral. Semua
pasien hipersekresi ACTH hipofisis harus mengalami pemeriksaan pencitraan
MRI scan hipofisis dengan bahan kontras gadolinium.
290.
G. Pengobatan
a. Neoplasma Adrenal
291. Obat utama untuk pengobatan karsinoma kortikoadrenal
adalah mitotan, isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan produksi
kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan urin. Meskipun kerja
sitotoksiknya relatif selektif untuk daerah korteks adrenal yang memproduksi
glukokortikoid, zona glomerulosa bisa terganggu. Obat ini biasanya diberikan
dengan dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis ditingkatkan
secara bertahap menjadi 8 sampai 10g perhari. Semua pasien yang diobati
dengan mitotan harus menjalani terapi pemulihan jangka lama.
b. Hiperplasia Bilateral
292. Terapi yang harus ditujukan untuk mengurangi kadar
ACTH, pengobatan ideal adalah pengangkatan dengan menjalani eksplorasi
bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan menemukan adenoma.
Pada banyak keadaan dianjurkan selective petrosal sinus venous sampling dan
adrenalektomi total. Penghambatan steroidogenesis juga bisa diindikasikan
pada subjek cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan. Adrenalektomi
kimiawi mungkin lebih unggul dengan pemberian penghambat
steroidogenesis ketokonazol (600-1200mg/hari). Mitotan (2-3mg/hari)
dan/atau penghambatan sintesis sterooid aminoglutetimid (1g/hari) dan
metiraponi (2-3g/hari). Mifeperistone, suatu inhibitor kompetitif ikatan
glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan.
293.
H. Prognosis
294. Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan
mempunyai prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis
tergantung pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan,
terutama aterosklerosis dan osteoporosis. Prognosis karsinoma Adrenal
adalah amat jelek, disamping pembedahan.
295.
296.
297.
298.
299.
300.
301.
302.
303.
304.
305.
306.
307.
308.
309.
310.
311.
312.
313. DAFTAR PUSTAKA
314.
315.
316. Arif Mansjoer, Suphohaita dan Wahyu Ika Wardhani, 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua
317. Guyton & Hall. 2006. Medical Physiology Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders
318. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi 2. Jakarta :
EGC.
319. Robbins, Cotran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC.
320. Sudoyo, Aru W, dkk (editor). 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
321.
322.
323.
324.
325.
326.
327.
328.
329.
330.
331.
332.
333.
334.
335.
336.
337.
338.
339.
340.
341.
342.
343.
344.
345.
346.
347.
348.
349.
350.
351.
352.
353.
354.
355.
356.
357.