45
Diabetes Melitus tipe 2 Neng Nurmalasari 10-2010-326 B5 12 November 2012 Pendahuluan Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World health organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas Alamat korespodensi : Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Email : [email protected] 1 Tinjauan

Pbl Neng Blok 21

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pbl Neng Blok 21

Batuk dan konjungtiva hemorragik pada anak

Diabetes Melitus tipe 2

Neng Nurmalasari

10-2010-326

B5

12 November 2012

Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi

atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.

World health organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan suatu

yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor

dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan

mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi dini. 1

Alamat korespodensi :

Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Email : [email protected]

1

Tinjauan pustaka

Page 2: Pbl Neng Blok 21

Anamnesis

1. Diabetes melitus

Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemik,

disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi, nokturia), efek

samping diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular perifer, neuropati

perifer) atau komplikasi akibat meningkatnya kerentanan terhadap infeksi (misalnya ISK,

ruam kandida). Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan

pemeriksaan darah atau urin.

Ketoasidosis diabetik

Keadaan ini bisa terjadi sebagai manifestasi pertama diabetes melitus atau bisa juga

terjadi pada pasien yang sudah diketahui mengidap diabetes melitus. Onset gejala bisa

bertahap mulai dari haus dan poliuria. Gejala lain di antaranya adalah sesak napas, nyeri

abdomen, mengantuk, bingung atau bahkan koma. Pada pemeriksaan fisik bisa

ditemukan tanda-tanda asidosis (pernapasan cepat, kussmaul [dalam dan panjang]), atau

dehidrasi (disertai hipotensi, takikardia dan penurunan TD postural) atau kerusakan

diabetik yang sudah lama ada (misalnya retinopati, neuropati). Mungkin terdapat gejala

atau tanda penyakit yang memicu seperti infeksi bakteri disertai demam, menggigil dan

sebagainya. Manifestasi serupa bisa timbul pada hiperglikemia non-ketotik tetapi tanda-

tanda asidosis. Asidosis bisa terjadi pada pasien diabetes akibat asidosis laktat; tetapi

jarang berhubungan dengan penggunaan metformin.

Hipoglikemia

Hipoglikemia umumnya terjadi pada pengidap diabetes akibat pemberian insulin atau

obat-obat yang bersifat hipoglikemik, atau dalam keadaan kekurangan asupan kalori. Bisa

juga terjadi pada alkhoholik, adanya tumor yang mensekresi glukagon, malnutrisi dan

yang jarang terjadi, pada sepsis.

Gejala hipoglikemia adalah rasa lapar, gelisah, ingin pingsan, takikardia, berkeringat dan

berbagai gejala neurologis mulai dari nyeri kepala, defisit neurologis, sampai koma.

Pengenalan hipoglikemia dengan segera sangat penting agar pengobatan (glukosa

intravena) bisa diberikan dan menghindarkan kerusakan neurologis yang ireversibel. Pada

setiap pasien diabetes yang sakit berat pada setiap pasien koma atau mengantuk harus

dilakukan pemeriksaan gula darah langsung di tempat tidur. Jika tak ada fasilitas

2

Page 3: Pbl Neng Blok 21

pemeriksaan gula darah, glukosa harus diberikan untuk menghindari kerusakan

neurologis dari hipoglikemia potensial. Sebagai pengidap diabetes sudah akrab dengan

gejala hipoglikemia dan bisa mengkoreksinya dengan makan. Akan tetapi, hipoglikemia

bisa terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien: khususnya di malam hari atau saat

menggunakan obat bloker beta.

Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana manifestasinya dan apa

obat yang didapat? Bagaimana pemantauan untuk kontrol: frekuensi pemeriksaan urin,

tes darah, HbA1C buku catatan, kesadaran akan hipoglikemia? Tanyakan mengenai

komplikasi sebelumnya.

Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hiperglikemia

Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit vaskular perifer

(klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi ) neuropati

perifer, nerupati otonom (gejala gastroparesis-muntah, kembung, diare)

Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser

Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida

Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria)

Hipertensi-terapi

Diet/berat badan/olahraga

Obat-obatan

Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-obatan hipoglikemia oral

atau insulin?. Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogneik (misalnya

kortikosteroid, siklosporin). Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol, apakah

pasien memiliki alergi.

Riwayat keluarga dan sosial

Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?. Apakah diabetes mempengaruhi

kehidupan? Siapakah yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah dan sebagainya

(pasangan/pasien/perawat)?

Pemeriksaan fisik

3

Page 4: Pbl Neng Blok 21

Apakah pasien sakit berat? Bagaimana kadar gula darahnya? PERIKSALAH!. Apakah

tercium bau aceton? Adakah tanda-tanda takipneu atau pernapasan kussmaul (cepat dan

dalam)? Adakah tanda-tanda dehidrasi akibat hiperglikemia (takikardia, hipotensi,

hipotensi postural, membran mukosa kering, turgor kulit menurun dan sebagainya)?

Apakah pasien mengantuk, bingung, atau koma? Bagaimana suhu tubuh pasien? Periksa

sistem kardiovaskular: TD adakah tanda-tanda gagal jantung?. Periksa vaskularisasi

perifer untuk : nadi teraba, bruit?. Periksa kaki untuk: ulkus, selulitis, neuropati (sensasi

raba halus), tusuk jarum, monofilamen, rasa getar, rasa posisi sendi, refleks dan neuropati

otonom (TD postural, respons valsava). Periksa mata untuk ketajaman penglihatan dan

respon pupil. Lakukan funduskopi untuk: pendarahan bintik + bercak, retinopati

proliferatif, makulopati. Periksa setiap perubahan hipertensif. Periksa urin untuk:

proteinuria, glukosa, keton. Cari dan obati komplikasi akut berbahaya dari diabetes

melitus (misalnya hipoglikemia, ketoasidosis diabetik). Peritmbangkan infeksi atau

pemicu kemunduran lain. Periksa kerusakan organ-akhir akibat diabetes. 2

Penapisan dan diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan

diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang

dipakai. Untuk diagnosis pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaaan glukosa dengan

cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan

glukosa seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program

pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kendali kondisi

setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan

memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM

dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring

bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang memiliki risiko DM.

(serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan

penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif).

4

Page 5: Pbl Neng Blok 21

PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya

gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan

menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas DM diantaranya lemas,

kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pada pria) dan pruritus

vulva (pada wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal

satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala

khas DM maka diperlukan dua kali pemeriksaaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga

dapat ditegakkan cara tabel 1.1. 1

Tabel 1. Kriteria diagnosis DM 1

1. Gejala klasik DM+ glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol.L) glukosa

plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir

2. Atau gejala klasik DM+ glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L) puasa

diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mml/L) TTGO dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994)1

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari dengan

(karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak dilarutkan

dalam air 350 mL dan diminum dalam waktu 5 menit)

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

5

Page 6: Pbl Neng Blok 21

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:1

< 149 mg/dL : normal

140-<200 mg/dL : toleransi glukosa terganggu

≥200 mg/dL : diabetes.

Diabetes melitus

Gambaran klinis

Diabetes melitus adalah suatu penyakit heterogen yang didefinisikan berdasarkan adanya

hiperglikemia. Kriteria diagnostik untuk diabetes mencangkup 1. Glukosa plasma puasa >125

mg/dl, 2. Gejala diabetes plus glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl, atau 3. Kadar glukosa

plasma > 200 mg/dl setelah pemberian 75 g glukosa per oral (uji toleransi glukosa oral).

Hiperglikemia pada semua kasus disebabkan oleh defisiensi fungsional kerja insulin. Defisiensi

efek insulin dapat disebabkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel B pankreas, penurunan

respons terhadap peningkatan hormon counterregullatory yang melawan efek insulin. Kontribusi

relatif masing-masing dari ketiga faktor ini tidak saja membentuk dasar klasifikasi penyakit ini

menjadi beberapa subtipe tetapi juga membantu menjelasan gambaran klinis untuk setiap

subtipe.

Lebih dari 90% kasus diabetes dianggap sebagai proses primer dan individu yang bersangkutan

memiliki predisposisi genetik untuk mengalaminya, dan diklasifikasikan sebagai tipe 1 atau tipe

2. Diabetes melitus tipe 1 lebih jarang dijumpai daripada tipe 2, yang menyebabkan kurang dari

10% kasus diabetes primer. Diabetes tipe 1 ditandai oleh kerusakan autoimun sel B pankreas

yang menyebabkan defisiensi insulin berat. Pada sebagian kecil pasien kausa diabetes tipe 1

tidak diketahui.

Penyakit ini sering mengenai individu berusia kurang dari 30 tahun; insidens puncak terjadi pada

saat pubertas. Meskipun destruksi autoimun sel B tidak terjadi akut, gejala klinisnya muncul

mendadak. Pasien mengalami poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan serta peningkatan

mencolok kadar glukosa serum dalam beberapa hari atau minggu. Benda keton juga meningkat

akibat ketiadaan insulin, yang menyebabkan asidosis berat yang mengancam nyawa

(ketoasidosis diabetes). Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 memerlukan terapi dengan insulin.

6

Page 7: Pbl Neng Blok 21

Diabetes tipe 2 berbeda dari tipe 1 dalam beberapa hal: penyakit ini 10 kali lebih sering terjadi;

memiliki komponen genetik yang lebih kuat; terjadi terutama pada orang dewasa; meningkat

prevalensinya seiring bertambahnya usia (mis, prevalensi 20% pada orang berusia lebih dari 65

tahun); di Amerika Serikat terjadi lebih sering pada orang asli Amerika, Amerika-Meksiko, dan

Amerika-Afrika (terutama wanita); dan berkaitan dengan peningkatan resistensi terhadap efek

insulin ditempat-tempat kerjanya serta penurunan sekresi insulin oleh pankreas. Tipe ini sering

(80% kasus) berkaitan dengan obesitas, suatu faktor tambahan yang meningkatkan resistensi

insulin. Resistensi insulin adalah tanda utama diabetes tipe 2. Karena para pasien ini sering

memiliki insulin dalam jumlah yang bervariasi yang mencegah hiperglikemia berat atau ketosis,

mereka sering asimtomatik dan didiagnosis dalam waktu lama setelah timbulnya awitan penyakit

yang sebenarnya, oleh peningkatan glukosa puasa yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring

rutin. Survei penyaring pada populasi memperlihatkan bahwa ternyata 44% kasus diabetes tipe 2

di Amerika Serikat tidak terdiagnosis. Setelah teridentifikasi, para pasien ini biasanya dapat

ditangani dengan diet saja atau dengan diet obat yang meningkatkan sekresi insulin endogen

(mis. Sulfonilurea), menurunkan resistensi insulin di hati (mis, biguanid) atau perifer (mis,

tiozolidinedion) atau mengintervensi penyerapan karbohidrat di usus (mis, inhibitor alfa-

glukosidase usus). Karena itu, mereka tidak memerlukan pemberian insulin untuk kelangsungan

hidup. Namun, sebagian pasien diabetes tipe 2 diterapi dengan insulin untuk mencapai kontrol

glukosa yang optimal.

Saat ini, terjadi epidemi diabetes tipe 2 diseluruh dunia, terutama pada populasi non-eropa.

Selain itu, diabetes tipe 2 juga semakin banyak ditemukan pada non-hispanik dengan diabetes

mengidap tipe 1, 50% anak hispanik atau Amerika-Afrika kini didiagnosis dengan tipe 2. Pada

semua kelompok usia, peningkatan insidens diabetes tipe 2 berkaitan dengan obesitas.

Kausa lain diabetes, yang menyebabkan kurang dari 5% kasus, antara lain proses-proses yang

merusak pankreas (mis, pankreatitis) khususnya menghambat sekresi insulin (mis, defek genetik

sel B [MODY]), menginduksi resistensi insulin (mis, inhibitor protease HIV tertentu), atau

meningkatkan hormon counterregulatory (mis, sindrom cushing). Gambaran klinis kasus-kasus

ini bergantung pada sifat proses dan tidak dibahas disini.

Diabetes melitus gestasional terjadi pada 4% wanita hamil, dapat kambuh pada kehamilan

berikutnya dan cenderung sembuh setelah melahirkan. Penyakit ini berkaitan dengan

7

Page 8: Pbl Neng Blok 21

peningkatan mencolok risiko-hingga 50% pada wanita kegemukan-terjadinya diabetes di

kemudian hari (terutama diabetes tipe 2). Diabetes gestasional biasanya terjadi pada paruh kedua

gestasi, yang dipicu oleh peningkatan kadar hormon-hormon seperti somatotropin khorion,

progesteron, kortisol, dan prolaktin yang memiliki efek counterregulatory anti-insulin. Karena

efeknya yang merugikan pada prognosis janin, diabetes gestasional harus didiagnosis atau

disingkirkan dengan pemerikasaan penyakit rutin dengan pemberian glukosa oral pada

kunjungan pranatal pertama populasi berisiko tinggi- obesitas, usia >24 tahun, riwayat diabetes

dalam keluarga, atau anggota etnik tertentu dengan prevalensi diabetes yang tinggi-atau pada

usia gestasi 24 minggu pada mereka dengan risiko rerata. 3

Diagnosis kerja

Diabetes tipe 2

Epidemiologi

Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes

di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan

penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada

orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2

½ kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita

diabetes.

Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.

Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan ganggren adalah komplikasi yang paling utama. Selain

itu, kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga

meningkat.

Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat akibat pada biaya pengobatan dan hilangnya

pendapatan, selain konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan

penyakit vaskular. 4

Etiologi

8

Page 9: Pbl Neng Blok 21

Meskipun diabetes tipe 2 sepuluh kali lebih sering ditemukan ketimbang diabetes tipe1 dan

memiliki predisposisi genetik yang jauh lebih kuat (35% anggota keluarga generasi pertama

mengidap diabetes atau gangguan toleransi glukosa ), defek molekular spesifik atau defek yang

menyebabkan diabetes tipe 2 sebagian besar masih belum diketahui, sebagian karna sifat

penyakit yang heterogen serta kemungkinan kausa poligenik. Selain itu, peningkatan prevalensi

diabetes tipe 2 sebesar 61% yang terjadi di amerika serikat antara tahun 1991 dan 2001 (sesuai

dengan peningkatan prevalensi obesitas sebesar 74%) menekan pentingnya hubungan timbal

balik factor genetic dan lingkungan. Meskipun diabetes tipe 1 disebabkan oleh defisiensi insulin,

baik gangguan sekresi insulin maupun adanya resistensi insulin di jumpai pada diabetes tipe 2

dan keduanya harus ada pada kebanyakan kasus agar penyakit ini bermanifestasi secara klinis.

Individu dengan diabetes tipe 2 mengeluarkan lebih sedikit insulin sebagai respons terhadap

glukosa dan memperlihatkn penurunan yang khas pada pelepasan awal insulin ( pelepasan

insulin fase-pertama). Selain itu, pasien dengan diabetes tipe 2 resisten terhadap efek insulin.

Tidak diketahui apakah resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin sel β merupakan lesi

primer pada diabetes tipe 2. Namun, beberapa decade sebelum munculnya diabetes klinis , terjadi

resistensi insulin dan peningkatan kadar insulin. Hal ini mendorong para peneliti berhipotesis

bahwa resistensi insulin mungkin merupakan kelainan primer, yang menyebabkan peningkatan

kompensatorik sekresi insulin yang akhirnya tidak dapat dipertahankan oleh pankreas. Ketika

pankreas telah “kelelahan” dan tidak dapat mengimbangi kebutuhan insulin, mungkin akibat

efek toksik dari tumpukan protein-protein di reticulum endoplasma sel β, timbulnya diabetes

klinis. Peneliti-peneliti lain menduga bahwa porses awal dipicu oleh hiperinsulinemia, suatu

defek primer sel β. Peningkatan kadar insulin menekan jumlah reseptor insulin, yang

meyebabkan resistensi insulin dan akhirnya menyebabkan kelelahan sel β. dalam scenario ini

hiperinsulinemia diperkirakan sebagai ekspresi “genotipe hemat” yang memberikan

keunggulan selektif bagi populasi dengan pasokan makanan yang inkonsisten tetapi

menyebabkan obesitas dan peningkatan resistensi insulin jika pasokan makanan berlimpah.

Sebagian peneliti lainnya menduga bahwa defek primernya dapat berupa gangguan sekresi awal

insulin oleh sel-sel pulau sebagai respons terhadap glukosa (pelepasan insulin fase-pertama),

yang kemudian menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia dan hiperinsulinemia kompensatorik

kemudian menyebabkan terjadinya resistensi insulin.

9

Page 10: Pbl Neng Blok 21

Dalam beberapa decade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi gen-

gen yang berperan dalam diabetes tipe 2. Contohnya gen-gen kandidat dengan produk gen

defektif yang dapat menjelaskan resistensi terhadap efek insulin, mungkin mencakup gen insulin

itu sendiri, reseptor insulin, atau produk gen lain yang bertanggung jawab dalam efek insulin

pascareseptor, sedangkan gen-gen yang mengatur sel-β. namun meskipun hasil berbagai

penelitian tersebut telah membantu mengungkapkan berbagai gen dan jalur yang terlibat dalam

patogenesis diabetes tipe 2 yang dapat dijadikan target untuk intervensi medis, penelitian–

penelitian tersebut hanya mengidentifikasi dasar genetic penyakit bagi hanya sebagian kecil

pasien. contohnya, defek di enam gen yang penting untuk fungsi sel-β (mis, glukokinase, factor

nucleus hati) terbukti menjadi penyebab diabetes pada orang dengan maturity onset diabetes of

the young (MODY), suatu penyakit autosomal dominan yang hanya menimbulkan 2-5% kasus

diabetes tipe 2 yang ditandai oleh muda ketimbang pada kebanyakan pasien diabetes tipe 2

dewasa. demikian juga, resistensi insulin akibat defek pada insulin, seperti mutasi yang

menyebabkan hilangnya pemrosesan proinsulin menjadi insulin, jarang ditemukan , seperti

halnya sindrom-sindrom resistensi insulin berat akibat defek reseptor insulin tipe A. karena itu ,

resistensi insulin diperkirakan timbul akibat defek pascaresepsor pada zat-zat antara penyalur

sinyal yang berada disebelah distal dari kinase reseptor insulin , misalnya pengangkut glukosa di

jaringan lemak dan otot (GLUT-4). Upaya–upaya untuk mengidentifikasi gen-gen kandidat

pascareseptor pada manusia dipengaruhi oleh hasil-hasil penelitian pada mencit transgenic yang

membuktikan pentingnya efek delesi elemen-elemen penting dalam jalur sinyal insulin

(termasuk reseptor insulin, IRS, dan GLUT-4) di jaringan tertentu (mis, hati otot, lemak, otak).

Contohnya, penurunan ekspresi glut-4 di jaringan lemak, yang juga terjadi pada individu dengan

diabetes, menyebabkan (melalui mekanisme yang belum jelas) gangguan kerja insulin di otot dan

hati, sementara mutasi di protein IRS dapat menyebabkan resistensi insulin dan defek sekresi

insulin sel β. karena penelitian terhadap berbagai gen kandidat spesifik untuk mutasi genetic

belum berhasil mengidentifikasi kausa utama diabetes tipe 2, studi-studi linkage-analysis kini

juga dilakukan pada populasi atau keluarga tertentu (mis, orang Indian pinna, dengan insidens

diabetes tipe 2 yang mencapai 50%) untuk mengidentifikasi lokasi kromosomal defek genetic

yang mendasari diabetes tipe 2. Dengan menggunakan pendekatan ini, gen untuk calpain 10,

suatu sistien protease yang fungsinya dalam pelepasan atau kerja insulin baru kini ditelaah,

berkaitan dengan diabetes tipe 2 pada orang Amerika-mesiko dan populasi tertentu lainnya.

10

Page 11: Pbl Neng Blok 21

Sebagian besar (80%) pengidap diabetes tipe 2 mengalami obisitas. Obisitas terutama obisitas

abdomen sentral , berkaitan dengan peningkatan resistensi insulin. Orang dengan obesitas yang

tidak mengidap diabetes memperlihatkan peningkatan insulin dan penurunan reseptor insulin.

Pengidap diabetes tipe 2 dengan obesitas sering memperlihatkan peningkatan kadar insulin

relative terhadap control non-obesitas. Namun, untuk kadar glukosa tertentu, kadar insulin pada

pengidap diabetes tipe 2 dengan obesitas lebih rendah dari pda kadar yang dijumpai pada control

dengan obesitas. Hal ini mengisyaratkan bahwa pengidap diabetes tipe 2 mengalami defisiensi

relative insulin dan tidak dapat mengompensasi peningkatan resistensi insulin yang disebabkan

oleh obisitas. Karena itu. Obisitas berperan timbulnya diabetes tipe 2. juga ditekankan oleh

kenyataan bahwa penurunan berat badan pada pengidap diabetes tipe 2 dengan obesitas dapat

meringankan atau bahkan menghilangkan penyakit. Semakin banyak bukti yang menunjukan

bahwa jaringan adipose, dengan menghasilkan hormon dan bahan bakar, merupakan suatu organ

penting dalam pathogenesis resistensi insulin pada diabetes tipe 2. Hormon-hormon yang

dihasilkan oleh lemak (adipokin), misalnya resistin, suatu protein yang banyak diproduksi oleh

jaringan lemak pada mencit dengan obesitas dan menyebabkan resistensi insulin di lemak dan

otot, atau adiponektin, suatu protein yang mungkin meningkatkan sensitivitas terhadap insulin

(produksi protein ini menurun pada mencit dengan obesitas), mungkin merupakan penghubung

antara obesitas dan diabetes pada manusia. Selain itu, produksi factor nekrosis tumor (TNF)

oleh jaringan lemak juga dapat menyebabkan resistensi insulin dengan merangsang dan

menginaktifkan fosforilasi protein penambat reseptor insulin, misalnya IRB-1. Bukti-bukti juga

mengisyaratkan bahwa peningkatan pengelihatan glukosa ke jalur heksosamin, suatu proses

yang digerakkan oleh glukosa atau asam lemak yang dalam kadar tinggi, menurunkan kepekaan

sel terhadap insulin. Kerena itu, kelebihan nutrien itu sendiri tampaknya juga dapat berperan

meningkatkan prevalensi resistensi insulin pada masyarakat kaya.5

Perkembangan klasifikasi diabetes melitus

Dalam beberapa dekade akhir ini hasil penelitian baik klinik maupun laboratorik menunjukkan

bahwa diabetes melitus merupakan keadaan yang heterogen baik sebab maupun macamnya.

Selama bertahun-tahun ini telah digumuli oleh banyak ahli ternama dengan tujuan mencapai

persetujuan internasional tentang prosedur diagnostik kriteria dan terminologi. Dahulu terdapat

11

Page 12: Pbl Neng Blok 21

banyak perbedaan dalam masing-masing bidang walaupun diusahakan untuk mendapat suatu

konsensus.

Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang berpendapat

diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin

secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes “juvenile onset” atau “insulin

dependent” atau “ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari

yang disebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang “stable” atau

“maturity onset” atau “non insuline dependent”. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi

insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi

insulin (insulin requering), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin

eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin terjadi kenaikan jumlah insulin secara

absolut bila dibandingkan dengan orang normal, tetapi ini biasanya berhubungan dengan obesitas

dan/atau inaktifitas fisik.

Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat dibagi lagi atas kelompok

kecil. Pada satu kelompok besar “IDDM” atau diabetes tipe 1, terdapat hubungan dengan HLA

tetentu pada kromosom 6 dan beberapa auto-imunitas serologik dan cell-mediated. Infeksi virus

pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes.

Pada percobaan binatang, virus, dan toksin diduga berpengaruh pada kerentanan prosen auto-

imunitas ini.

Kelompok besar lainnya (NIDDM atau diabetes tipe 2) tidak mempunyai hubungan dengan

HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya mempunyais el beta yang masih berfungsi, sering

memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin seumur hidup.

Dalam terminologi juga terdapat perubahan dimana pada klasifikasi WHO 1985 tidak lagi

terdapat istilah tipe 1 dan tipe 2. Tetapi karena istilah ini sudah mulai dikenal umum maka untuk

tidak membingungkan maka kedua istilah ini masih dapat dipakai tetapi tanpa mempunyai arti

khusus seperti implikasi etiopatologik. Istilah ini pun kemudian digunakan oleh ADA pada 1997

sampai 2005, sehingga DM tipe 1 dan tipe 2 merupakan istilah yang saat ini dipakai ketimbang

NIDDM (DMTTI) dan IDDM (DMTI). 1

Tabel 2. Klasifikasi diabetes melitus ADA 2009. 1

12

Page 13: Pbl Neng Blok 21

I. Diabetes melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut)

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

II. Diabetes melitus tipe 2 (bervariasi mulai yang pedoman resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin

bersama resistensi insulin)

III. Diabetes melitus tipe lain

A. Defek genetik fungsi beta

- Kromosom 12, NHF-α (dahulu MOD 3)

- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

- Kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)

- Kromosom 13, insulinpromoter factor (IPF dahulu MODY 4)

- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

- Kromosom2, neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitokondria

- Lainnya

B. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom

Rabson Mendelhall diabetes lipoatropik, lainnya

C. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,

fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya

D. Endrokinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme

somaostatinoma, aldosteronoma, lainnya

E. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

hormon tiroid, diazoksid, aldosteronema, lainnya

F. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya

G. Imunologi (jarang): sindrom :stiffman”, antibodi anti reseptor insulin, lainnya

H. Sindrom genetik lain: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner,

sindrom wolfram’s, ataksia friedrich’s, chorea huntington, sindrom laurence

moon biedl distropi miotonik, porfiria sindrom prader willi, lainnya

IV. Diabetes kehamilan

13

Page 14: Pbl Neng Blok 21

Patofisiologi

Pasien NIDDM tipe 2 mempunyai 2 defek fisiologi: sekresi insulin abnormal dan resistensi kerja

insulin pada jaringan sasaran atau target. Abnormalitas mana yang utama tidak diketahui. Secara

deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap

normal meskipun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua,

resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat,

tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga,

resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia

puasa dan diabetes yang nyata. Kebanyakan penulis yakin bahwa resistensi insulin merupakan

hal pertama, hiperinsulinemia kedua, jadi sekresi insulin meningkat untuk mengkompensasi

keadaan resistensi. Namun, hipersekresi insulin menyebabkan resistensi insulin, yaitu defek sel

pankreas primer menyebabkan hipersekresi insulin dan sebaliknya hipersekresi insulin

menyebabkan resistensi insulin. Hipotesis yang menjelaskan melibatkan sintesis lemak

terstimulasi insulin dalam hati dengan transpor lemak (melalui lipoprotein kepadatan sangat

rendah) menyebabkan penyimpanan lemak sekunder dalam otot. Peningkatan oksidasi lemak

akan mengganggu ambilan glukosa dan sintesis glikogen. Penurunan pelepasan insulin yang

terlambat dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau pankreas atau akibat defek

genetik yang mendasari. Sebagian besar pasien NIDDM obes, dan obesitas itu sendiri

menyebabkan resistensi insulin. Namun penderita NIDDM yang relatif tidak obes didapat

mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan kepekaan insulin, membuktikan bahwa obesitas

bukan penyebab resistensi satu-satunya. Hal ini bukan untuk mngurangi pentingnya peranan

kelebihan lemak karena penurunan barat badan yang sederhana seringkali memberikan perbaikan

besar dalam pengendalian glukosa darah pada penderita NIDDM yang obes.

Sebagai ringkasan, defek sekresi insulin dan resistensi insulin merupakan ciri khas NIDDM.

Mungkin keduanya diperlukan untuk penampakan diabetes, karena individu yang sangat obes

dengan resistensi yang nyata dapat mempunyai glukosa yang normal. Mungkin individu ini tidak

mempunyai lesi sel beta. Hal ini dapat menunjukkan bahwa defek utama terletak pada sel

penghasil insulin. Massa sel beta intak pada NIDDM tipe dua berlawanan dengan NIDDM tipe

satu. Populasi sel alfa meningkat, menyebabkan peningkatan rasio sel alfa dan beta. Hal ini

14

Page 15: Pbl Neng Blok 21

menyebabkan kelebihan relative glukagon dibanding insulin yang merupakan ciri khas NIDDM

dan gambaran semua hiperglikemik.

Maskipun resistensi insulin pada NIDDM tipe dua disertai penurunan jumlah reseptor insulin,

sebagian besar resistensi adalah paska reseptor. Sudah lama diketahui bahwa endapan amiloid

ditemukan dalam pankreas diabetes tipe dua. Bahan ini adalah peptida asam amino 37 yang

disebut amilin. Amilin normalnya terbungkus bersama-sama insulin dalam granula sekretori dan

dikeluarkan bersam-sama sebagai respon terhadap pengeluaran insulin. Pada hewan, amilin

dilaporkan memicu resistensi insulin. Penumpukan amilin pada pulau pankreas mungkin

merupakan akibat kelebihan produksi sekunder karena resistensi sekunder. Kemungkinan lain,

penumpukan amilin pada pulau pankreas dapat menyebabkan kegagalan lambat produksi insulin

dengan NIDDM yang sudah berjalan lama. Kesimpulan yang paling aman adalah bahwa peran

amilin belum dibuktikan.

Tanpa memandang mekanisme resistensi insulin, konsekuensi fisiologiknya jelas. Tidak ada

kelainan utama baik pada ambilan glukosa oleh sel atau metabolisme oksidatif menjadi co2 air

dan laktat. Blok metabolik utama terjadi pada sintesis glikogen atau metabolisme oksidatif.

Metabolism enon oksidatif glukosa yang terganggu seperti hiper insulinemia dan resistensi

insulin dapat terlihat pad aindivudu non obes relative normo glikemik dengan NIDDM.6

Bentuk NIDDM tipe dua yang jarang, secara klinis ringan, karena prodksi insulin abnormal yang

tidak terikat baik pada reseptor insulin. Individu seperti ini berespon normal pada insulin

eksogen.6

Diagnosis banding

Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh destruksi imunologis selektif B pulau pankreas yang diperantai

oleh limfosit T. Makrofag diperkirakan merupakan salah satu sel radang pertama yang terdapat

di pulau tersebut. Kemudian, pulau langerhans disebuki oleh sel-sel mononukleus aktif

15

Page 16: Pbl Neng Blok 21

penghasil-sitokin. Limfosit T supresor CD8 merupakan bagian terbesar sel-sel ini dan diduga

sebagai sel utama yang bertanggung jawab dalam kerusakan sel B. Limfosit T penolong CD4

dan limfosit B juga terdapat di pulau ini. Destruksi autoimun sel B, suatu proses yang

diperkirakan diperantai oleh sitokin, berlangsung secara bertahap dalam periode beberapa tahun

sampai cukup banyak massa sel B yang lenyap untuk menimbulkan gejala defisiensi insulin.

Pada saat diagnosis, peradangan sedang berlangsung di sebagian pulau sementara pulau-pulau

lain telah atrofik dan hanya terdiri atas sel A penghasil-glukagon serta sel D penghasil-

somatostatin.

Kerentanan genetik tampaknya beperan kurang penting dalam terjadi diabetes tipe 1 ketimbang

tipe 2, seperti dibuktikan oleh perbandingan angka concordance pada kembar monozigot. Risiko

diabetes tipe 1 juga meningkat pada anggota keluarga generasi pertama dengan diabetes tipe 1

(2-6%). Sedikitnya 50% kerentanan genetik untuk diabetes tipe 1 dilaporkan berkaitan dengan

gen-gen kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) yang menyandi antigen leukosit manusia

(human leukocyte antigen) kelas II, yaitu molekul-molekul yang diekspresikan dipermukaan sel

penyaji-antigen spesifik seperti makrofag. Molekul kelas II membentuk suatu kompleks dengan

autoantigen atau antigen asing yang telah diproses, yang kemudian mengaktifkan limfosit T CD4

melalui interaksi dengan reseptor T.

Alel-alel di lokus HLA-DQ atau HLA-DR kelas II memiliki pengaruh terkuat terhadap risiko

diabetes tipe 1. Identifikasi haplotipe HLA saat ini masih menjadi alat riset.

Meskipun destruksi sel B diperkirakan diperantai oleh proses selular, bukan hormonal.

Autoantibodi berkaitan dengan diabetes tipe 1 telah digunakan dalam berbagai riset untuk

memperkirakan awitan penyakit. Terdapat hipotesis bahwa berbagai antibodi ini berfungsi

sebagai penanda destruksi imunologis pulau langerhans dan mungkin ditujukkan pada antibodi

sel B yang memicu respons imun. Islet cell antibodies (ICA), yang diukur dengan memanjankan

serum pada potongan-potongan pankreas, pertama kali dikemukakan pada tahun 1970an dan

merupakan bukti pertama adanya dasar autoimun untuk diabetes tipe 1.

Kini diakui bahwa glutamic acid decarboxylase (GAD, asam glutamat dekarboksilase) dan

tyrosine phosphatase-2 protein (IA2, protein tiroksin fosfatase-2) merupakan antigen utama yang

dikenal oleh ICA. ICA terdapat lebih dari 50% orang saat didiagnosis dibuat dan bersifat

16

Page 17: Pbl Neng Blok 21

prediktif untuk awitan penyakit pada baik anggota keluarga generasi pertama maupun populasi

utama. Antibodi terhadap insulin (insulin autoantibodi [IAA], autoantibodi insulin) juga terdapat

pada 50% orang yang baru didiagnosis. Kombinasi antibodi sel pulau dan autoantibodi insulin

sangat prediktif untuk terjadinya diabetes tipe 1 (70% anggota keluarga generasi pertama yang

positif unntuk kedua antibodi akan mengalami diabetes selama 5 tahun). Rendahnya angka

corcodance untuk diabetes tipe 1 pada penelitian terhadap pasien kemabar, serta meningkatnya

insidens diabetes tipe 1 sejak perang dunia II, mengisyaratkan bahwa faktor lingkungan juga

mungkin berperan dalam pembentukan diabetes tipe 1. Bukti-bukti mengisyaratkan bahwa

infeksi virus, misalnya rubela kongenital, dapat memicu terjadinya penyakit, terutama pada

orang yang rentan secara genetis. Terdapat hipotesis bahwa respon imun terhadap suatu antigen

asing dapat memicu destruksi sel B jika antigen sel pulau yang teridentifikasi (GAD) memiliki

homologi dengan suatu protein coxsakievirus, dan yang lain dengan albumin serum sapi, suatu

protein yang terdapat dalam susu sapi; konsumsinya pada masa kanak-kanak dini mungkin

berkaitan dengan peningkatan insidens diabetes tipe 1.

Dalam pembentukan diabetes munculnya antibodi di sel pulau diikuti dengan gangguan progresif

pengeluaran insulin sebagai respons terhadap glukosa. Kriteria ini telah berhasil digunakan untuk

mengidentifikasi anggota keluarga generasi pertama yang berisiko terkena diabetes tipe l dengan

tujuan untuk mengintervensi agar timbulnya diabetes dapat dicegah. Namun, karena hanya 10%

individu yang baru didiagnosis diabetes tipe 1 memiliki riwayat diabetes dalam keluarga, metode

pemeriksaan penyaring semacam ini tidak akan mengidentifikasi sebagaian besar pasien yang

sedang terkena diabetes. Karena rendahnya insidens diabetes tipe 1 dalam populasi, metode-

metode penyaring yang saat ini tidak memiliki sensitivitas yang memadai untuk mengidentifikasi

sebagian besar orang yang berisiko dalam populasi umum. 3

Diabetes tipe lain

Bentuk diabetes sekunder mencakup keadaan penjamu. Penyakit pankreas, terutama pankreatitis

kronik pada alkoholik, merupakan penyebab yang lazim. Penghancuran massa sel beta

merupakan mekanisme penyebab. Penyebab hormonal meliputi feokromositoma, akromegali,

sindroma cushing dan pemberian hormon steroid terapeutik.”hiperglikemia beban”, yang

17

Page 18: Pbl Neng Blok 21

berhubungan dengan luka bakar berat, infark miokard akut dan penyakit-penyakit lain yang

mengancam kehidupan disebabkan oleh pelepasan glukagon dan katekolamin endogen.

Mekanisme hiperglikemia hormonal termasuk berbagai kombinasi gangguan pelepasan insulin

dan induksi resistensi insulin. Sejumlah besar obat dapat menyebabkan hiperglikemia tetapi

paling sederhana menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Hiperglikemia dan bahkan

ketoasidosis dapat terjadi akibat kelainan kadar reseptor insulin. Disfungsi ini dapat disebabkan

oleh kerusakan kualitatif atau bahkan kuantitatif pada reseptor itu sendiri atau pada antibodi itu

sendiri terhadap insulin. Mekanisme ini sendiri pada dasarnya adalah resistensi insulin murni.

Sejumlah sindrom genetik disertai dengan gangguan toleransi glukosa atau hiperglikemia. Tiga

sindroma yang paling lazim adalah lipodistrofi, distrofi miotonik dan ataksia-telangiektasia.

Kategori terakhir, lain-lain, belum dapat dijelaskan dan dimaksudkan untuk mencakup keadaan-

keadaan yang tidak dapat dimasukkan pada skema etiologi lainnya. Adanya metabolisme

karbohidrat yang abnormal disertai penyebab sekunder apapun tidak perlu menunjukkan adanya

diabetes yang mendasari meskipun ada beberapa kasus diabetes primer tidak bergejala yang

ringan dapat menjadi jelas dengan adanya penyakit sekunder.1,6

Manifestasi klinis

A. Penyulit akut

1. Hiperglikemia. Jika peningkatan kadar glukosa melebihi ambang ginjal ntuk

reabsorpsi glukosa, glukosuria akan terjadi. Ini menyebabkan diuresis osmotik yang

secara klinis bermanifestasi sebagai poliuria, termasuk nokturia. Timbul dehidrasi,

yang merangsang rasa haus dan menyebabkan polidipsia. Pengeluaran kalori yang

dignifikan dapat terjadi akibat glukosuria karena pengeluaran glukosa urine dapat

melibihi 75 g/hari. Polifagia terjadi karena menurunnya aktivitas pusat kenyang

dihipotalamus. Tiga “poli” pada diabetes- poliuria, podipsia, dan polifagia-

merupakan gejala awal yang umum terjadi pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2.

Penurunan berat badan juga dapat terjadi akibat dehidrasi dan hilangnya kalori

melalui urin. Penurunan berat badan yang parah mungkin terjadi pada pasien dengan

insulinopenia berat (diabetes tipe 1) dan sibebabkan oeh kehilangan kalori dan

penyusutan otot. Peningkatan katabolisme protein juga berperan menyebabkan gagal

tumbuh pada anak dengan diabetes tipe 1.

18

Page 19: Pbl Neng Blok 21

Peningkatan kadar glukosa meningkatkan osmolalitas plasma. Perubahan kandungan

lensa mata sebagai respons terhadap perubahan osmolalitas dapat menyebabkan

penglihatan kabur.

Pada wanita, glukosuria dapat meningkatkan insidens vulvovaginitis kandida. Pada

sebagian kasus, hal ini mungkin satu-satunya gejala awal. Pada pria yang belum

disunat, balanitis akibat kandida (infeksi serupa di glans penis) dapat terjadi.

2. Ketoasidosis diabetik. Penurunan mencolok aktivitas insulin tidak saja menyebabkan

peningkatan adar glukosa serum akibat meningkatnya pengeluaran glukosa oleh hati

dan penyerapan glukosa oleh berbagai jaringan peka-insulin tetapi juga menyebabkan

ketogenesis. Tanpa adanya insulin, lipolisis terpacu sehingga asam-asam lemak

dihasilkan yang cenderung diubah menjadi benda keton di hati oleh efek glukagon

yang tidak terimbangi. Hiperglikemia berat dan ketosis (ketoasidosis diabetes)

biasanya terjadi pada pengidap diabetes tipe 1, yaitu orang yang tida memiliki insulin

endogen. Namun, ketoasidosis diabetik juga dapat terjadi pada pengidap diabetes tipe

2, terutama sewaktu infeksi, trauma berat, atau kausa lain stres yang meningkatkan

kadar-kadar hormon counterregulatory sehingga menciptakan suatu keadaan kerja

insulin sangat terhambat.

Pada ketoasidosis diabetes, koma terjadi pada sebagian kecil pasien (10%).

Hiperosmolalitas (bukan asidosis) adalah penyebab koma. Penurunan cairan intrasel

di otak yang parah menyebabkan koma.

Peningkatan ketogenesis yang disebabkan oleh penurunan mencolok kerja insulin

menyebabkan peningkatan kadar keton serum dan ketonuria. Asetoasetat dan β-

hidroksibutirat yaitu benda keton utama yang dihasilkan hati adalah asam-asam

organik sehingga menyebabkan asidosis metabolik, yang menurunkan pH darah dan

bikarbonat serum. Respirasi dirangsang yang secara parsial mengompensasi asidosis

metabolik dengan menurunkan PCO2 jika pH lebih rendah daripada 7,20 terjadi

pernapasan cepat-dalam yang khas (pernapasan kussmaul).

Hipertrigliseridemia berat juga dapat menyertai ketoasidosis diabetik karena

meningkatnya produksi dan penurunan bersihan VLDL yang terjadi pada keadaan

defisiensi insulin. Peningkatan produksi disebabkan oleh meningkatnya aliran asam-

asam lemak hati yang selain digunakan untuk ketogenesis dapat dikemas kembali dan

19

Page 20: Pbl Neng Blok 21

dieksresikan sebagai VLDL; penurunan bersihan disebabkan oleh berkurangnya

aktivitas lipoprotein lipase.

Mual dan muntah sering menyertai ketoasidosis diabetes dan ikut berperan

menimbulkan dehidrasi. Nyeri abdomen yang terdapat pada 30% pasien mungkin

disebabkan oleh statis dan peregangan lambung.

3. Hipoglikemia. Hipoglikemia adalah penyulit terapi insulin pada diabetes tipe 1 dan

tipe 2, tetapi penyulit ini juga dapat terjadi pada apemberian obat hipoglikemik oral

yang merangsang sekresi insulin endogen ( mis, sulfonilurea, atau turunan asam

benzoat). Hipoglikemia sering terjaid sewaktu olahraga atau puasa yaitu keadaan-

keadaan yang dalam keadaan normal ditandai oleh peningkatan ringan hormon-

hormon counterregulatory dan penurunan kadar insulin. Kadar insulin yang rendah

pada keadaan-keadaan ini memudahkan mobilisasi substrat bahan bakar yang

diperantai oleh hormon-hormon counterregulatory yang meningkatkan pengeluaran

glukosa hati, dan menghambat pengeluaran glukosa di jaringan peka-insulin. Respon-

respon ini normalnya akan meningkatkan kadar glukosa darah. Namun pada pasien

diabetes keadaan-keadaan tersebut memicu hipoglikemia akibat pemberian insulin

eksogen dalam dosis yang tidak sesuai atau akibat induksi insulin endogen.

Gejala-gejala awal hipoglikemia terjadi akibat pengeluaran kotekolamin (gemetar,

berkeringat dan berdebar-debar). Sering dengan menurunnya kadar glukosa, gejala

neuroglikopenik juga timbul akibat efek langsung hipoglikemia terhadap fungsi SSP

(delirium, koma). Kumpulan khas gejala (keringat malam, mimpi buruk, nyeri kepala

pagi hari) juga menyertai serangan-serangan hipoglikemik yang terjadi sewaktu tidur

(hipoglikemia nokturnal). 3

B. Penyulit kronik

Tabel 4. Penyulit kronik diabetes mellitus. 3

Penyakit mirovaskular

Retinopati

Neuropati

20

Page 21: Pbl Neng Blok 21

Penyulit makrovaskular

Penyakit arteri koroner

Penyakit serebrovaskular

Penyakit vaskular perifer

Penyakit neuropati

Polineuropati simetris perifer

Neruropati otonom

Mononeuropati

Tukak kaki

Infeksi

Penatalaksanaan

Edukasi pasien: penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi mandiri dan lain-lain

Penilaian klinis: setelah menegakkan diagnosis diabetes melitus, lakukan terapi

komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup, pemeriksaan untuk

mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulan- penglihatan (retinopati dan katarak),

sistem kardiovaskular (denyut nadi perifer, tanda-tand agagal jantung, hipertensi) sistem

saraf ( neuropati sistem saraf otonom dan/atau saraf sensoris perifer) dan kaki (ulkus

gangren dan infeksi). Fungsi ginjal (kreatinin dan albuminuria) harus diperiksa.

Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi dan harus

memungkinkan pasien menjalani hidup normal- hal ini membutuhkan edukasi dan

dukungan kepada pasien. Usaha memaksimalkan prognosis tergantung pada kontrol

glukosa darah secara optimal dan menyingkitkan faktor-faktor risiko kardiovaskular

seperti merokok. Hipertensi (usahakan tekanan darah < 130/80 mmHg) dan

hiperlipidemia. Kontrol glukosa yang optimal dengan sendirinya dapat memperbaiki

kadar kolesterol. Namun apabila kadar kolesterol tetap tinggi setelah ini terapi penurunan

lipid secara agresif dengan statin dapat dilakukan. Hampir semua orang yang menderita

diabetes dan memiliki penyakit vaskular seharusnya mendapat terapi statin. 7

Terapi spesifik diabetes melitus

21

Page 22: Pbl Neng Blok 21

Sarankan perubahan pola makan: usahakan mencapai berat badan ideal (karena

obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan pengurangan berat badan

dapat mengurangi diabetes tipe 2. Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak

karbohidrat kompleks. Kurangi lemak jenuh. Hindari konsumsi alkohol yang

berlebihan

Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet saja tidak

cukup mengontrol metabolisme

Sulfonilurea: glikazid, glibenklamid, tolbutamid, dapat meningkatkan pelepasan

insulin dari sel β pankreas (dengan menutup saluran K+, menyebabkan depolarisasi

sel). Dapat menyebabkan kenaikan berat badan atau hipoglikemia

Biguanid: metformin. Mekanisme kerjanya belum jelas. Dapat menimbulkan

anoreksia ringan sehingga diindikasikan pada individu obesitas/ mengurangi

resistensi insulin dan glukoneogenesis di hati. Efek sampingnya: gangguan

pencernaan dan asidosis laktat walupun jarang

Inhibitor α-glukosidase: akarbose menghambat pencernaan karbohidrat, mengurangi

absorpsi glukosa di usus. Efek samping kembung dan diare

Regulator glukosa setelah makan (post-prandial glucose regulator [PPGR]) repaglinid

menstimulasi pelepasan insulin oleh sel β pankreas. Hipoglikemia lebih jarang terjadi

pada penggunaan obat ini dibandingkan dengan golongan sulfonilurea karena durasi

kerjanya yang pendek. Efek samping: disfungsi hati

Tiozolidinedion: troglitazon (ditarik dari peredaran), rostigtazon, pioglitazon. Obat-

obat tersebut bekerja dengan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin,

mengaktivasi peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR-γ) sehingga

menstimulasi transkripsi molekul transporter glukosa glut-1. Efek samping:

hepatotoksisitas.

Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes

tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis: insulin

rekombinan manusia adalah yang paling sering digunakan. Walaupun beberapa

pasien lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi. Sediaan yang berbeda

memiliki onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek, menengah, atau panjang).

Sediaan dengan kombinasi berbeda antara lain kerja pendek dengan

22

Page 23: Pbl Neng Blok 21

menengah/panjang sering digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami

modifikasi kimiawi. Misalnya lispro, yang memiliki onset yang cepat dan lama kerja

yang lebih singkat, sehingga memungkinkan pemberian langsung sebelum makan.

Obat hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan bersama terapi

insulin untuk penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sensitivitas terhadap

insulin. Efek samping dari insulin adalah hipoglikemia, kenaikan berat badan, dan

lipohipertropi pada tempat-tempat injeksi.7

Prognosis

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal,

sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih

cepat.

Komplikasi

Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: 1.

Komplikasi metabolik akut, dan 2. Komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang.

Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi

metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetika (DKA). Apabila

kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan

lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan asam lemak bebas disertai pembentukan

benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma

mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi benda keton meningkatkan beban ion hidrogen

dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis

osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi

dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan

mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena

pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan

pengobatanDKA dapat dilakukan sedini mungkin.

23

Page 24: Pbl Neng Blok 21

DKA ditangani dengan 1. Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin, 2.

Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan 3. Pengobatan kedaaan yang mungkin

mempercepat ketoasidosis. Pengobatan dengan insulin (regular) masa kerja singkat- diberikan

melalui infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular yang sering dan infus glukosa dalam

air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolisis dan pembentukan

benda keton, serta memulihkan keseimbangan asam-basa. Selain itu, pasien juga memerlukan

penggantian kalium. Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada

penderita diabetes, maka tidak mengherankan kalau infeksi dapat mempercepat terjadinya

dekompensasi diabetik akut dan DKA. Dengan demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin

perlu pengobatakn antibiotika.

Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut lain

dari diabetes yang sering pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi

insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan

kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg.dl. hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,

diuresis osmotik dan dehidrasi berat. Padien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila

keadaan ini tidak ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Pengobatan HHNK

adalah rehidrasi, penggantian elektrolit dan insulin regular. Perbedaan utama antara HHNK dan

DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

Komplikasi metabolik lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok,

insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes dependen insulin mungkin saat

menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkannya untuk

mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadi hipoglikemia. Gejala-gejala

hipoglikemi disebabkan oleh pelepasan efineprin (berkeringat, gemetar, sakit kepala dan

palpitasi) juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang

tumpul, dan koma). Harus ditekankan bahwa serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila

sering terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau

bahkan. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral

maupun intravena. Kadang-kadang diberikan glukagon, suatu hormon glikoneolisis secara

intramuskular untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Hipoglikemia akibat pemberian insulin

pada pasien diabetes dapat memicu pelepasan hormon pelawan regulator (glukagon, epinefrin,

24

Page 25: Pbl Neng Blok 21

kortisol dan hormon pertumbuhan) yang seringkali meningkaykan kadar glukosa dalam kisaran

hiperglikemia (efek somogryi). Kadar glukosa yang naik turun menyebabkan pengontrolan

diabetik yang buruk. Mencegah hipoglikemia adalah dengan menurunkan dosis insulin, dan

dengan demikian menurunkan hiperglikemia.

Komplikasi kronik jangka panjang

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil-

mikroangiopati-dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar-makroangiopati. Mikroangiopati

merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik)

dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia,

lesi-lesi ini ditandai dnegan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa

kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan

bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar. Penggunaan glukosa dari sel-sel

ini tidak membutuhkan insulin. Bukti histologik mikroangiopati sudah tampak nyata pada

penderita IGT. Namun, manifestasi klinis penyakit vaskular, retionopati atau netropati biasanya

baru timbul 15 sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes.

Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dnegan insidens dan berkembangnya retinopati.

Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola

retina. Akibatnya pendarahan, neurovaskularisasi dan jaringan retina dapat mengakibatkan

kebutaan. Pengobatan yang oaling berhasil untuk retinopati adalah fotokuagulasi keseluruhan

retina. Sinar laser difokuskan pada retina, menghasilkan parut karioretinal. Setelah pemberian

sinar beberapa seri, maka akan dihasilkan sekitar 1800 parut yang ditempatkan pada kutub

posterior retina. Pengobatana dengan cara ini nampaknya dapat menekan neovaskularisasi dan

pendarahan yang menyertainya.

Manifestasi klinis nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus

berlanjut, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien mungkin

memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal.

Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur polipol (glukosasorbitol-fruktosa) akibat

kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan

pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf, terjadi pembimbunan sorbitol dan

25

Page 26: Pbl Neng Blok 21

fruktosa serta penurunan kadar mionisitol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia

dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolisme sl-sel schwann dan menyebabkan

hilangnya akson. Kecepatan konduksi mototrik akan berkurang pada tahap dini perjalanan

neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar, dan propriospetik

dan gangguan motorik yang disertai hilanngya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot dan

atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan plineuropati), saraf-

saraf kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare

noktural, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroporesis, hipotensi postural, dan

impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut

tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons kotekolamin terhadap hipoglikemia dan

tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.

Makroangipati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa arteriosklerosis. Gabungan

dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis

penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa: 1. Penimbunan sorbitol dalam intima

vaskular, 2. Hiperlipoproteinemia dan 3. Kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya,

makroangiopati diabetik ini akan menyebabkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-

arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio

intermiten dan gangren pada ektermitas serta insfusiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena

adalah arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

Diabetes juga mengganggu kehamilan, perempuan yang menderita diabetes dan hamil,

cenderung mengalami abortus spontan, kehamilan janin intrauterin, ukuran janin besar dan bayi

prematur dengan insidens sindrom distres pernapasan yang tinggi, serta malformasi janin. Tetapi

sekarang ini kehamilan ibu-ibu dengan diabetes telah mengalami perbaikan berkat pengontrolan

glukosa darah yang lebih ketat selama kehamilan, kelahiran yang dibuat lebih dini dan

kemajuan-kemajuan dibidang neonatologi dna penatalaksanaan komplikasi pada neonatus

menyebabkan peningkatan kebutuhan insulin yang progresif yang mencapai puncaknya pada

semester ketiga, dan penurunan tajam kebutuhan insulin setelah melahirkan.

Bukti klinis dan pecobaan sekarang ini menunjukkan bahwa timbulnya komplikasi diabetik

jangka panjang karena kelainan kronik metabolisme disebabkan oleh insufisiensi sekresi insulin.

Komplikasi dibetik dapat dikurangi atau dicegah jika pengobatan dibetes cukup efektif untuk

26

Page 27: Pbl Neng Blok 21

membawa kadar glukosa ke dalam kisaran normal seperti yang diindikasikan oleh hemoglobin

glikat. Pentingnya pengontrolan glukosa dalam menurunkan atau mencegah komplikasi diabetes

telah disoroti oleh diabetes control and complications trial (DCCT) yang merupakan pusat

penelitian selama lebih dari 10 tahun. Pasien dengan diabetes tipe 1 yang menerima terapi insulin

secara efektif dan menurunkan kadar hemoglobin glikat hingga <70%, 50% hingga 75%

mengalami penurunan dalam komplikasi mikroangiopati mayor termasuk retinopati, nepropati

dan neuropati. Penelitian selama 10 tahun yang dilakukan united kingdom prospective diabetes

study (UKPDS), memperlihatkan pentingnya pengontrolan glukosa untuk menurunkan risiko

komplikasi pada pasien dengan diabetes tipe 2.

Objektif akhir dari pengobatan diabtetes adalah pencegahan. Pengenalan indvidu beresiko

terhadap diabetes tipe 1 dapat mengarahkan pada deteksi dini dari proses autoimun yang

mengakibatkan kerusakan sel-sel beta, serta pengobatannya dengan agen imunosupresif yang

spesifik. Jika penyakit telah terjaid, transplantasi pankreas mungkin akan memulihkan kapasitas

sekresi insulin. Pada pasieb-pasie diabetes tipe 2, pengertian yang lebih mengenai mekanisme

molekuler resistensi insulin dapat mengarahkan untuk dikembangkannya agen farmakologik

yang secara spesifik udapat memperbaiki kerja insulin. Riset dalam bidang-bidang ini masih

terus berjalan. 4

Kesimpulan

Diabetes adalah merupakan kelompok penyakit metabolik dengan onset atau mulai terjadinya

lama sehingga mortalitas dan morbilitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi dini.

Penderita Diabetes melitus tipe 2 biasanya terdapat riwayat obsesitas dan diagnosis biasa dibuat

bila individu tanpa gejala ditemukan mempunyai peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan

laboratorium rutin.

Daftar pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta Pusat : Interna Publishing. 2009. Hal. 1880, 2003-2049

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: penerbit

erlangga;2007.h.138-141

27

Page 28: Pbl Neng Blok 21

3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran klinis. Ed.6. Jakarta:

Erlangga; 2010.h.557-587.

4. Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;

2005.h. 1259-1270

5. Ganong WF, McPhee SJ, Pendit BU, Dany F. Patofisiologi penyakit: Pengantar menuju

kedokteran klinis. Ed.5. Jakarta: EGC; 2010.h.566-84.

6. Hartono A. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed.13. Vol.5. Jakarta: EGC;

2012.h.2196-217.

7. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: penerbit Erlangga;2002.h.267

28