41
Pendahuluan Seorang anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ke puskesmas karena batuk sejak 2 minggu yang lalu. Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas akibat batuk terus-menerus sehingga wajah menjadi memerah kebiruan. Di antara episode batuk, pasien tampak baik-baik saja. Keluhan demam (+) tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun. Riwayat imunisasi dasar pasien tidak lengkap. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Berdasarkan kasus, anak perempuan tersebut diduga menderita pertusis. Pertusis atau batuk rejan telah diketahui sejak abad ke-16. Organisme penyebab, Bordetella pertussis, telah diisolasi pada tahun 1906 oleh Bordet dan Gengou. 1 Pertusis merupakan penyakit akut yang sangat menular dan ditandai oleh serangan-serangan batuk yang hebat diikuti oleh whoop inspiratorik yang keras. Program imunisasi yang luas selama lebih dari 50 tahun secara dramatis menurunkan jumlah infeksi pertusis dan kematian di banyak negara. Namun, pertusis masih merupakan penyakit yang mematikan. WHO memperkirakan terdapat 600.000 kematian per tahun di seluruh dunia akibat pertusis, kebanyakan pada anak yang tidak di vaksinasi. 2 Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberi gambaran dasar pertusis pada anak. Adapun area yang akan dibahas meliputi anatomi sistem pernapasan, fisiologi paru, anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, faktor risiko, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis pertusis pada anak.

PBL Pertusis Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sdfbf

Citation preview

Pendahuluan

Seorang anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ke puskesmas karena batuk sejak

2 minggu yang lalu. Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas akibat batuk terus-menerus

sehingga wajah menjadi memerah kebiruan. Di antara episode batuk, pasien tampak baik-

baik saja. Keluhan demam (+) tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun. Riwayat imunisasi

dasar pasien tidak lengkap. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Berdasarkan kasus, anak

perempuan tersebut diduga menderita pertusis. Pertusis atau batuk rejan telah diketahui sejak

abad ke-16. Organisme penyebab, Bordetella pertussis, telah diisolasi pada tahun 1906 oleh

Bordet dan Gengou.1 Pertusis merupakan penyakit akut yang sangat menular dan ditandai

oleh serangan-serangan batuk yang hebat diikuti oleh whoop inspiratorik yang keras.

Program imunisasi yang luas selama lebih dari 50 tahun secara dramatis menurunkan jumlah

infeksi pertusis dan kematian di banyak negara. Namun, pertusis masih merupakan penyakit

yang mematikan. WHO memperkirakan terdapat 600.000 kematian per tahun di seluruh dunia

akibat pertusis, kebanyakan pada anak yang tidak di vaksinasi.2

Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberi gambaran dasar pertusis pada anak.

Adapun area yang akan dibahas meliputi anatomi sistem pernapasan, fisiologi paru,

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

faktor risiko, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis pertusis pada anak.

Landasan Teori

Anatomi

Hidung

Hidung terdiri atas externus nasus dan (hidung luar) dan cavum nasi. Lubang luar

hidung adalah adalah kedua nares atau lubang hidung. Setiap nares dibatasi oleh ala nasi di

lateral dan septum nasi di medial. Cavum nasi terletak dari nares di depan sampai choanae di

belakang.3 Septum nasi membagi rongga ini menjadi belahan kiri dan belahan kanan. Setiap

belahan mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial. Dasar dibentuk oleh

processus palatinus maxillae dan horizontalis ossis palatini yang merupakan permukaan atas

palatum durum. Bagian atap sempit dan dibentuk dari belakang ke depan oleh corpus ossis

2

sphenoidales, laminacribrosa ossis ethmoidales, os frontale, os nasale, dan cartilagines nasi.

Dinding lateral ditandai denggan tiga tonjolan yang disebut concha nasalis superior, media,

dan inferior.3-5 Area di bawah setiap concha disebut meatus. Di atas concha nasalis superior

dan di depan corpus ossis sphenoidales terdapat recessus sphenoetmoidales yang merupakan

muara sinus sphenoidalis.

Pharynx

Pharynx terletak di belakang cavum nasi, mulut, dan larynx. Berbentuk seperti

corong dengan bagian atas yang lebar terletak di bawah cranium dan bagian bawah yang

sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi vertebra cervicales enam.3,4 Pharynx

mempunyai dinding musculomembranosa yang tidak sempurna di bagian depan. Pada bagian

depan, jaringan musculomembranosa digantikan oleh apertura nasalis posterior, isthmus

faucium, dan aditus larynges. Otot-otot pharynx terdiri atas m. conctrictor pharyngis superior,

medius, dan inferior, yang serabut-serabutnya berjalan hampir melingkar, dan m.

stylopharyngeus serta m. salphingopharyngeus yang serabutnya berjalan hampir

longitudinal.3 Serabut-serabut paling bawah m. constrictor pharyngis inferior terkadang

disebut m. cricopharyngeus, otot ini diyakini berperan dalam mencegah masuknya udara ke

dalam oesophagus selama gerakan menelan.

Larynx

Bagian atas larynx terbuka ke dalam laryngopharynx, sedangkan bagian bawahnya

berlanjut sebagai trachea. Kerangka laryng dibentuk oleh beberapa cartilago yang

dihubungkan oleh membrana dan ligamentum serta digerakkan oleh otot. Larynx di lapisi oleh

membrana mucosa. Cartilago thyroidea terdiri atas dua lamina cartilago hialin yang bertemu

di garis tengah pada tonjolan, yaitu jakun (Adam’s apple).3 Pada permukaan luar setiap lamina

terdapat linea obliqua sebagai tempat melekat m. sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m.

constrictor pharyngis inferior. Cartilago circoidea berbentuk cincin cartilago yang utuh.

Bentuknya mirip cincin cap dan terletak di bawah cartilago thyroidea.

Epiglotis adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang

radix linguae.3-5 Bagian depannya berhubungan dengan corpus ossis hyoidei dan bagian

belakang berhubungan dengan cartilago thyroidea melalui tangkainya. Sisi epiglotis

berhubungan dengan cartilago arytenoidea melalui plica aryepiglottica. Pinggir atas epiglotis

bebas, dan membrana mucosa yang melapisinya melipat ke depan melanjutkan diri meliputi

3

permukaan posterior lidah. Di sini terdapat plica glossoepiglotica mediana dan plica

glossoepiglotica lateralis.3 Pada membrana mucosa di kanan kiri plica glossoepiglottica

terdapat cekungan yang disebut valleculae.

Trakea

Merupakan sebuah tabung udara yang dapat bergerak, terbentuk dari tulang rawan

dan selaput fibro-muskular, memiliki panjang sekitar 10-11 cm, sebagai lanjutan dari larynx,

membentang mulai setinggi cervical enam sampai tepi atas vertebra thoracal lima.3 Ujung

caudal trakea terbagi menjadi bronchus principalis (ekstrapulmonal) dextra dan sinistra.

Trakea terletak hampir di bidang sagital, tetapi biasanya bifurkasi trakea sedikit terdesak ke

arah kanan oleh arcus aortae. Selama inspirasi dalam, mungkin bifurkasi ini turun sampai

setinggi vertebra thoracal 5. Bentuk trachea sedikit kurang silindris karena datar di sebelah

posterior.

Trakea memiliki rangka cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna,

dipersatukan oleh jaringan fibrosa dan otot polos. Cincin trakea berjumlah 15-20, masing-

masing sebagai cincin yang membentuk gambaran huruf U.3-5 Cincin ini membatasi dinding

2/3 bagian anterior. Di sebelah dorsal tabung trakea berbentuk datar karena dinding dorsal

cincin tulang rawan trakea tersebut disempurnakan oleh jaringan fibro-elastik dan otot polos.

Cincin pertama tulang rawan trachea dihubungkan dengan tepi bawah cartilago cricoidea oleh

lig. Cricotracheale.3 Cincin terakhir tulang rawan trachea menebal di tengah dan tepi bawah,

yakni cincin carina yang merupakan taju berbentuk kuku segitiga yang melengkung ke bawah

dan belakang di antara bronchi.3,4

Bronchus Principalis

Tulang rawan bronchus principalis yang terletak ekstrapulmonal lebih pendek, lebih

sempit, dan kurang beraturan, tetapi umumnya serupa bentuk dan susunannya. Ke arah distal

ketidakaturan lempeng-lempeng tulang rawan pada bronchi pulmonal meningkat. Lempeng

tulang rawan menghilang di pangkal bronchiolus. Bronchus principalis dextra lebih lebar,

lebih pendek, dan lebih vertikal dibandingkan bronchus principalis sinister.3,4 Sebelum masuk

ke dalam hilum pulmonis dextra, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus

lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi

bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dextra.5

4

Bronchus principalis sinister lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal

dibandingkan bronchus principalis dextra.3 Berjalan ke kiri di bawah arcus aortae dan di

depan oesophagus. Pada waktu masuk ke dalam hilum pulmonis sinistra, bronchus principalis

sinister bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior

sinister.3-5

Struktur Pleura

Pleura terletak di sisi mediastinum di dalam cavitas thoracis, masing-masing

pleura mempunyai dua bagian yaitu lapisan parietalis dan lapisan visceralis.3-5 Lapisan

parietalis membatasi dinding thorax, meliputi permukaan thoracal diaphragma dan permukaan

lateral mediastinum, serta meluas ke leher untuk membatasi permukaan bawah membrana

suprapleura pada apertura thoracis. Lapisan visceralis meliputi seluruh permukaan luar paru

dan meluas ke dalam fissura interlobaris. Kedua lapisan ini saling berhubungan satu sama lain

pada lipatan pleura yang mengelilingi alat-alat yang masuk dan keluar dari hilus pulmonis

pada setiap paru. Normalnya, cavitas pleuralis mengandung sedikit cairan jaringan yang

meliputi permukaan pleura sebagai lapisan tipis dan memungkinkan kedua lapisan pleura

bergerak dengan sedikit pergesekan.

Berdasarkan letaknya, pleura parietalis dibagi menjadi beberap bagian. Cupula

pleurae meluas sampai ke leher, membatasi permukaan bawah membrana suprapleuris. Pleura

parietalis pars costalis mermbatasi permukaan dalam costae, cartilagines, costales, spatium

intercostale, pinggir-pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang sternum.3,4 Pleura pars

diaphragmatica meliputi permukaan thoracaldiaphragma. Pada respirasi biasa, pleura costalis

dan pleura diaphragmatica berdekatan satu sama lain di bawah pinggir paru. Saat inspirasi

dalam, pinggir bawah paru turun sehingga pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalis

pars diaphragmatica terpisah.

Bagian bawah cavitas pleuralis yang dimasuki paru pada waktu inspirasi disebut

recesses costo-diaphragmaticus. Pleura parietalis pars mediastinalis meliputi dan membentuk

batas lateral mediastinum. Pada hilum pulmonis lipatannya membentuk manset di sekitar

pembuluh darah dan bronchus yang kemudian melanjutkan diri sebagai pleura visceralis.

Masing-masing paru terletak bebas kecuali pada daerah hilum, yang merupakan tempat

melekat paru pada pembuluh darah dan bronchus yang disebut radix pulmonis.4,5 Recessus

costodiaphragmaticus merupakan celah sempit di antara pleura parietalis pars costalis dan

pars diaphragmatica yang hanya dipisahkan oleh lapisan tipis cairan pleura.

5

Pulmo

Gambar 1. Pulmo Sinister dan Dexter4

Selama hidup pulmo kiri dan kanan lunak, berbentuk seperti spons dan sangat

elastis. Jika rongga thorax dibuka volume pulmo segera mengecil sampai sepertiga atau

kurang. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda, tetapi dengan bertambahnya usia pulmo

menjadi gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel-partikel debu yang terperangkap

dalam fagosit pulmo. Pulmo terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing paru terletak

di samping kanan dan kiri mediastinum. Masing-masing paru berbentuk kerucut dan

diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing,

hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis.3,5 Masing-masing paru mempunyai

apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 1 inci di atas

clavicula.4 Pada basis pulmonis yang konkaf terdapat diafragma. Facies costalis yang konveks

disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf

merupakan cetakan pericardium.

Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua

dan fissura horizontalis. Pulmonis dextra dibagi menjadi tiga lobus, yakni lobus superior,

lobusmedius, dan lobus inferior.3-5 Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke

belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior

sekitar 2,4 inci di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang

permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fisura obliqua pada

6

linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi

oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua. Pulmo sinistra dibagi oleh fissura obliqua dengan

cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior.3-5 Pada pulmo sinister

tidak terdapat fissura horizontalis.

Fisiologi

Mekanisme Pernapasan

Inspirasi dan Ekspirasi

Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan

selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser

sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti dua lempeng

kaca yang direkatkan dengan air. Tekanan di di dalam ruang antara paru dan dinding dada

(tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik.6,7 Pada saat kelahiran, jaringan paru

dikembangkan sehingga teregang, dan pada akhir respirasi tenang, kecenderungan daya rekoil

jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya rekoil dinding dada ke arah

yang berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru

kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel

shaped).6,7

Inspirasi merupakan proses aktif, kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan

volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal

sekitar -2,4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 5

mmHg.6 Jaringan paru semakin teregang, tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit

lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai

menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan

kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan didalam saluran udara

menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan

tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk

menurunkan volume intra torakal.6-8 Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi

ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan

memperlambat ekspirasi.

7

Pada inspirasi kuat tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg, menimbulkan

pengembangan jaringan paru yang lebih besar.7 Apabila ventilasi meningkat, derajat

pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot-otot ekspirasi yang

menurunkan volume intratorakal.

Peranan Otot Respirasi

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-

alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru.

Demikian juga, tekanan intra- alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara

mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi. Hukum boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan,

tekanan yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas; yaitu,

sewaktu volume gas meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara

proporsional.6,7 Sebaliknya, tekanan meningkat secara proporsional sewaktu volume

berkurang. Perubahan volume paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus, ditimbulkan secara

tak langsung oleh aktivitas otot pernapasan. Otot-otot pernapasan yang melakukan gerakan

bernapas tidak bekerja langsung pada paru untuk mengubah volumenya. Otot-otot ini

mengubah volume rongga thoraks, menyebabkan perubahan serupa pada volume paru karena

dinding thoraks dan dinding paru berhubungan melalui daya rekat cairan intrapleura dan

gradien tekanan transmural.5,6,8

Sebelum inspirasi, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara

yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi

utama yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang adalah

diafragma dan otot interkostal eksternal.5-7 Pada awitan inspirasi, otot-otot ini dirangsang

untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah

diafragma, satu lembaran otot rangka yang membentuk rantai rongga thoraks dan dipersarafi

oleh n. Phrenicus dan m. intercostalis eksternus.5,6,8 Diafragma dalam keadaan melemas

berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi,

diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran

vertikal. Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena

diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan. Sekitar 74% pembesaran

rongga thoraks sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma.6 Pada inspirasi

kuat, prosesnya dibantu oleh otot-otot inspirasi tambahan. Otot-otot tersebut antara lain m.

8

sternocleidomatoideus yang berfungsi mengangkat sternum, m. serratus anterior yang

mengangkat sebagian besar iga, dan m. scalenus yang mengangkat dua iga pertama.7

Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga, otot interkostal eksternal terletak di atas

otot interkostal internal. Kontraksi otot interkostal eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke

bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga thoraks dalam

dimensi lateral dan anteroposterior.5-7 Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal

mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan

otot-otot interkostal ini. Pada akhir ekspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil

posisi aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternal melemas,

sangkar iga yang sebelumnya terangkat tururn karena gravitasi.6,7 Tanpa gaya-gaya yang

menyebabkan ekspansi dinding dada maka dinding dada dan paru yang semula teregang

mengalami rekoil ke ukuran semula. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-alveolus

meningkat, karena jumlah udara termampatkan ke volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi

kuat terjadi kontraksi otot-otot ekspirasi. Otot-otot ekspirasi tersebut antara lain, m. rectus

abdominis yang menarik iga ke arah bawah dan m. intercostalis interna.

Volume Paru

Pada orang dewasa sehat, udara maksimal yang dapat ditampung paru adalah

sekitar 4,7 liter pada pria dan 3,2 liter pada wanita.6 Ukuran anatomik, usia, daya regang paru,

dan ada tidaknya penyakit pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total. Dalam keadaan

normal, volume paru mengalami pengembangan moderat sepanjang siklus pernapasan. Pada

akhir ekspirasi tenang normal, paru mengandung sekitar 2200 ml udara.6 Selama bernapas

biasa saat istirahat, sekitar 400 ml udara masuk dan keluar paru sehingga selama bernapas

tenang volume paru bervariasi antara 2200 ml pada akhir ekspirasi sampai 2700 ml pada akhir

inspirasi.1,2 Selama ekspirasi maksimal, volume paru dapat turun menjadi 1200 ml pada pria

dan 1000 ml pada wanita, tetapi paru tidak pernah dapat dikosongkan secara total karena

saluran-saluran napas kecil kolaps ketika ekspirasi paksa pada volume paru yang rendah

sehingga menghambat pengeluaran udara lebih lanjut.6-8

9

Gambar 2.

Diagram

Pernapasan7

Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang

keluar dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume / TV), nilainya

pada kondisi istirahat 400 ml.6,8 Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada

inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory

reserve volume / IRV). IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot interkostal

eksternal, dan otot inspirasi tambahan dengan nilai rerata 3000 ml.6,7 Jumlah udara yang dapat

dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi

biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume / ERV), nilai reratanya

1000 ml. Udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut

volume residu (residual volume), nilai reratannya 1200 ml.6-8 Volume residual tidak dapat

diukur secara langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar dan masuk

paru. Namun, volume ini dapat ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran

gas yang melibatkan inspirasi sejumlah tertentu gas penjejak tak berbahaya seperti helium.

Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity / IC) merupakan volume udara maksimal

yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TD), nilai reratanya 3400

ml.6,7 Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity / FRC) merupakan volume

udara paru pada akhir ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV), nilai reratanya 2200 ml. 6,8

Kapasitas vital (vital capacity / VC) merupakan volume udara maksimal yang dapat

dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV).

10

VC mencerminkan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru.6,7 Hal ini jarang

digunakan karena kontraksi otot maksimal yang terlibat melelahkan, tetapi berguna untuk

memastikan kapasitas fungsional paru, nilai reratanya 3400 ml.6 Kapasitas paru total (total

lung capacity / TLC) merupakan volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru

(TLC = VC + RV), nilai reratanya 4700 ml.6,8

Tekanan Pleura dan Perubahannya Selama Pernafasan

Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan

pleura dinding dada. Tekanana pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -4 cm air,

yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka

sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada

akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan

menjadi leibh negatif, menjadi rata-rata sekitar -7,4 cm air, ketika inspirasi terjadi volume

paru meningkat sebanyak 0,4 liter dan pada saat ekspirasi yang terjadi ialah kebalikannya. 6

Tekanan Alveolus

Tekanan alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis

terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau ke luar paru, maka tekanan pada

semua bagian jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer yang

dianggap sebagai tekanan acuan 0 dalam jalan nafas yaitu tekanan 0 cm air. Untuk

menyebabkan udara mengalir ke dalam alveoli selama inspirasi, maka tekanan dalam alveoli

harus turun sampai nilainya sedikit di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0). Pada saat

inspirasi normal, tekanan alveolus menurun sampai sekitar -1 cm air. Tekanan yang sedikit

negatif ini cukup untuk menarik 0,4 liter udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik

sebagaimana yang diperlukan untuk inspirasi yang normal dan tenang. Selama ekspirasi,

terjadi tekanan yang berlawanan, tekanan alveolus meningkat sampai sekitar 1 cm air dan

tekanan ini akan mendorong 0,4 liter udara inspirasi keluar paru pada saat ekspirasi selama 2

sampai 3 detik. 6

Tekanan Transpulmonal dan Komplians Paru

11

Terdapat perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura. Perbedaan ini disebut

tekanan transpulmonal. Ini merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada

permukaan luar paru dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang cenderung

mengempiskan paru pada setiap pernafasan yang disebut tekanan daya lenting paru.

Luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan transpulmonal

(jika terdapat cukup waktu untuk mencapai keseimbangan) disebut komplians paru. Nilai

komplians total dari kedua paru pada orang dewasa normal rata-rata sekitar 200 ml udara per

cm tekanan transpulmonal air. Artinya setiap kali tekanan transpulmonal meningkat sebanyak

1 cm air, maka volume paru setelah 10 sampai 20 detik akan mengembang sekitar 200 ml. 6

Difusi Gas

Semua gas yang berhubungan dengan fisiologi pernafasan adalah molekul-molekul

sederhana yang dapat bergerak bebas di antara satu sama lain, suatu proses yang disebut

difusi. Untuk terjadinya difusi, harus ada sumber energi. Energi ini dihasilkan oleh gerakan

kinetik molekul itu sendiri. Kecuali pada suhu nol, semua molekul bergerak terus-menerus

pada setiap waktu. Untuk molekul-molekul bebas yang secara fisik tidak berikatan dengan

molekul lainnya, hal ini berarti terdapat gerakan linier dengan kecapatan tinggi sampai

molekul tersebut berbenturan dengan molekul lainnya. Kemudian molekul itu melambung ke

arah lain dan begitu selanjutnya sampai terjadi benturan dengan molekul yang lain lagi.

Dengan cara ini, molekul akan bergerak dengan cepat dan secara acak satu sama lainnya.

Difusi gas ini juga akan terjadi dari daerah yang konsentrasi tinggi ke arah daerah yang

mempunyai konsentrasi yang rendah. Alasannya ialah lebih banyak molekul yang bergerak

(dari daerah konsentrasi yang tinggi) dibandingan molekul (dari daerah yang konsentrasi

tinggi) ke arah yang berlawanan. 6,7

Transportasi Oksigen

Pengangkutan Oksigen dari Paru ke Jaringan Tubuh

Gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cara difusi dan pergerakan

ini selalu disebabkan oleh perbedaan tekanan parsial dari tempat pertama ke tempat

berikutnya. Dengan demikian, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru

12

karena tekanan parsial oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar daripada PO2 dalam darah

kapiler paru. Dalam jaringan tubuh lainnya, PO2 yang lebih tinggi dalam darah kapiler paru

daripada dalam jaringan menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam sel-sel di sekitarnya.

Sebaliknya bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbon dioksida,

tekanan karbon dioksida (PCO2) intrasel meningkat ke nilai yang tinggi, sehingga

menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Setelah darah mengalir ke

paru, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk ke dalam alveoli karena PCO2 dalam

darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli. Sehingga, pengangkutan oksigen dan

karbon dioksida oleh darah bergantung pada difusi keduanya dan aliran darah. 6-8

Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah Kapiler Paru

PO2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 103 mmHg, sedangkan PO2 darah vena

yang masuk ke kapiler paru pada ujung arterinya, rata-rata hanya 30 mmHg karena sejumlah

besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui jaringan perifer. Oleh karena itu,

perbedaan etkanan yang menyebabkan oksigen berdifsui ke dalam kapiler paru adalah 53

mmHg. Sedangkan PO2 meningkat hampir sebanding dengan peningkatan yang terjadi pada

udara alveolus sewaktu darah melewati sepertiga panjang kapiler yang menjadi hampir 103

mmHg. Perlu diingat juga bahwa selama kerja berat, tubuh manusia membutuhkan 20 kali

jumlah oksigen normal. 6

Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Cairan Interstisial

Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PO2 kapiler masih 94 mmHg. PO2 dalam

cairan interstisial yang mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 30 mmHg. Dengan demikian,

terdapat perbedaan tekanan awal yang sangat besar yang menyebabkan oksigen berdifusi

secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringan, begitu cepatnya sehingga PO2 kapiler turun

hampir sama dengan dalam interstisium yaitu 30 mmHg. Oleh karena itu, PO2 darah yang

meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki vena sistemik juga kira-kira 30 mmHg. Sebagai

kesimpulan, PO2 jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan pengangkutan

oksigen dalam darah ke jaringan dan kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan. 6,7

Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Sel Jaringan

Oksigen selalu dipakai oleh sel Oleh karena itu, PO2 intrasel dalam jaringan perifer

tetap lebih rendah daripada PO2 dalam kapiler perifer. Juga, pada beberapa keadaan, ada jarak

13

fisik yang sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2 intrasel normal berkisar

dari 4 mmHg sampai 30 mmHg, dengan rata-rata 23 mmHg. Karena pada keadaan normal

hanya dibutuhkan tekanan oksigen sebesar 1 sampai 3 mmHg untuk mendukung sepenuhnya

proses kimiawi dalam sel yang menggunakan oksigen. 6

Transportasi Karbon Dioksida

Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam Kapiler Jaringan dan dari

Kapiler Paru ke dalam Alveoli

Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbon

dioksida, sehingga PCO2 intrasel meningkat karena PCO2 sel jaringan yang tinggi ini, karbon

dioksida berdifsui dari sel ke dalam kapiler jaringan dan kemudian dibawa oleh darah ke paru.

Di paru, karbon dioksida berdifusi dari kapiler paru ke dalam alveoli dan kemudian akan

dikeluarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karbon dioksida berdifusi dalam arah

yang berlawanan dengan arah difusi oksigen. Tetapi, kemampuan karbon dioksida dalam

berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingan dengan kemampuan difusi oksigen.6,7

Tekanan-tekanan CO2 ini kurang lebih sebagai berikut :

1. PCO2 intrasel kira-kira 35 mmHg; PCO2 interstisial kira-kira 34 mmHg. Dengan

demikian hanya ada perbedaan tekanan 1 mmHg.6

2. PCO2 darah arteri yang masuk ke jaringan, 30 mmHg; PCO2 darah vena yang

meninggalkan jaringan, 34 mmHg.6

3. PCO2 yang masuk kapiler paru pada ujung arteri, 34 mmHg; PCO2 udara alveolus, 30

mmHg. Dengan demikian perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menyebabkan

difusi karbon dioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli hanya 4 mmHg.6

Semua proses difusi karbon dioksida sama dengan difusi oksigen, hanya arahnya saja yang

berbeda. 6

Batuk

14

Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf

aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah

satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf

aferen ke pusat batuk yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Reseptor

batuk terdapat pada farings, larings, trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga,

lambung, dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot farings, larings,

diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal,

penutupan glotis, peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara

eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi

diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi

peningkatan tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan

mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi

kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal

tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen

meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat,

singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti

mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat

berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk

kembali maka fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk.6,8,9

Refleks batuk dimulai dengan iritasi mekanoreseptor subepitel di dalam trakea dan

bronkus, reseptor batuk ini dapat diaktifkan oleh debu, bahan kimia, radang mukus, distorsi

jalan napas, atau perubahan volume jalan napas yang cepat. Batuk serial yang sukar

dihentikan disebut paroksismal dan lazim pada pertussis, infeksi virus, fibrosis kistik, refluks

gastroesofagus, dan asma.. selama batuk paroksismal, tekanan darah vena sentral naik, aliran

darah vena otak turun, dan tekanan intrakranium bertambah. Ini dapat menghasilkan tanda

hipertensi serebral, seperti sakit kepala, muntah, atau penglihatan kabur. Bila benda asing atau

mukus berlebihan, batuk penting untuk mengeluarkan obstruksi atau membantu

membersihkan mukosiliar. Namun tekanan intratoraks tinggi yang ditimbulkan selama

ekspirasi, dapat kolaps dan mengobstruksi jalan napas bayi muda atau penderita bronkiektasis.

Batuk kronis dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, atau bahkan membahayakan,

menyebabkan nyeri dada, kebocoran udara baru, atau fraktur iga. 9

15

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan

cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam

keadaan tertentu dengan penolong pasien.10 Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis

dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar

pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang

dikeluhkan oleh pasien.10

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis, dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar

teori dari anamnesis, maka dapat kita ketahui data-data sebagai berikut:10,11

1. Identitas Pasien

Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.11

2. Keluhan Utama

Anak batuk sejak 2 minggu yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas akibat batuk terus-menerus sehingga

wajah menjadi memerah kebiruan. Di antara episode batuk, pasien tampak baik-baik

saja. Keluhan demam (+) tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun.

4. Keluhan Penyerta

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Adanya nyeri dada, sputum, hemoptysis,

mengi, dan suara serak.

5. Riwayat penyakit Dahulu

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah anak pernah menderita batuk

sebelumnya, campak (morbili), rubella, varisela, polio.10,11

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah ada keluarga anda yang mengalami

masalah yang sama? Apakah terdapat kelainan familial yang diwariskan? 10,11

16

7. Riwayat Alergi

Apakah pasien menderita alergi terhadap obat-obatan tertentu, makanan tertentu, atau

faktor lain. 10,11

8. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi dasar pasien tidak lengkap.

9. Riwayat Sosial-Ekonomi

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pekerjaan orang tua pasien?

Bagaimana kebiasaan pasien sehari-hari? Bagaimanakah lingkungan tempat tinggal

pasien? 10,11

10. Riwayat pengobatan

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pasien sedang menjalani

pengobatan? Obat apa yang dipakai? Bagaimana perkembangannya? 10,11

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik, dilihat keadaan umum pasien, status kesadaran dan

tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dsb) yang dapat memberikan petunjuk

tentang berat ringannya penyakit pasien. Kelainan – kelainan yang ditemukan pada

pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan penyebab keluhan. Keempat komponen

pemeriksaan paru lengkap meliputi: inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. Pemeriksaan

tingkat pernapasan, kedalaman, kemudahan, simetri, dan irama pernapasan sangat penting

untuk mendeteksi penyakit paru. Pada anak-anak, tingkat pernapasan meningkat dapat

menjadi indikator awal pneumonia atau hipoksemia. Dalam sebuah penelitian terhadap anak-

anak dengan penyakit pernapasan, upaya pernafasan, warna, dan gerakan memiliki akurasi

diagnostik yang baik dalam mendeteksi hipoksemia. Palpasi posisi trakea, simetri gerakan

dinding dada, dan getaran dengan vokalisasi dapat membantu dalam mengidentifikasi

kelainan intratoraks. Pergeseran posisi trakea dapat menyarankan pneumothorax atau

atelektasis signifikan. Fremitus taktil dapat berubah dengan adanya konsolidasi atau udara di

17

dalam rongga pleura. Membantu tes transmisi kebisingan lainnya termasuk bronchophony

dan egophony. 1,10

Auskultasi harus menilai kualitas suara nafas dan mendeteksi keberadaan suara

abnormal seperti halus atau kasar, mengi, atau ronki. Hal ini penting untuk mengetahui

anatomi paru-paru untuk mengidentifikasi lokasi temuan abnormal. Pada pasien yang lebih

tua, unilateral crackles adalah pemeriksaan yang paling berharga dalam menemukan

pneumonia. Perkusi dapat mengidentifikasi suara timpani atau membosankan yang dapat

membantu menentukan proses intratoraks. Manifestasi ekstrapulmonar penyakit paru

termasuk kegagalan pertumbuhan, perubahan status mental (dari hipoksemia atau

hiperkapnia), sianosis, clubbing, dan osteoarthropathy. Bukti cor pulmonale (bunyi keras

pulmonal dari suara jantung kedua, hepatomegali, peningkatan tekanan vena leher, dan edema

perifer) menandakan penyakit paru-paru lanjut. Gangguan pernafasan bisa bersifat sekunder

penyakit pada sistem lain. Oleh karena itu penting untuk mencari kondisi lain seperti penyakit

jantung bawaan (murmur atau gallop), penyakit neuromuskuler (pengecilan otot atau

scoliosis), immunodefisiensi (ruam atau diare), dan penyakit autoimun atau keganasan

tersembunyi (arthritis atau hepatosplenomegali).1,10

Pemeriksaan penunjang

Hitung leukosit pada darah perifer anak yang menderita pertusis sering meningkat

dan ditandai dengan menonjolnya limfosit. Kadang-kadang ditemukan hitung leukosit total

lebih dari 100.000. Limfositosis maksimal sesuai saat batuk yang paling berat. Limfositosis

tidak terlalu nyata terlihat pada anak atau orang dewasa yang telah mendapat vaksinasi

pertusis sebelumnya. Infeksi bakteri sekunder sering menyebabkan hitung jenis leukosit

bergeser dengan menonjolnya neutrofil. Pemeriksaan Rontgen pada pertusis sering normal.

Kekasaran sepanjang perbatasan jantung atau konsolidasi sekitar bronkus juga bisa terlihat.

Atelektasis dan limfadenopati trakeobronkial kadang-kadang terjadi. Infiltrat paru yang jelas

dapat menunjukkan pneumonia bakteri sekunder.1,2,12

Biakan positif Bordetella pertussis merupakan standar paling baik untuk

mendiagnosis pertusis. Oleh karena Bordetella pertussis merupakan organisme yang sukar

tubuh, biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis pertusis. Pada epidemi, sampai 80%

infeksi yang dicurigai dipastikan melalui biakan. Pada keadaan klinis biasa, angka bakteri

yang diisolasi dari pasien yang diduga pertusis jauh lebih rendah. Pemberian antibiotik

18

sebelumnya akan sangat mengurangi angka isolasi. Karier Bordetella pertussis yang

asimtomatis sangat jarang. Angka isolasi paling tinggi selama 3-4 minggu awal penyakit. Tes

antibodi fluoresen langsung (DFA= direct fluorescent antibody ) pada apusan sekret

nasofaring bermanfaat untuk diagnosis cepat bila dilakukan dengan reagen yang baik dan

personil yang berpengalaman. Namun dapat terjadi hasil yang negatif maupun positif palsu. 12

Diagnosis

Work Diagnosis

Pertusis

Masa inkubasi pertusis adalah 7-14 hari. Ada tiga stadium yang diketahui: periode

kataralis, paroksismal, dan penyembuhan. Periode kataralis berlangsung beberapa hari sampai

seminggu. Periode ini tidak dapat dibedakan dengan salesma, yang disertai dengan rinore,

bersin, batuk ringan, dan kadang-kadang infeksi konjungtiva ringan. Batuk berangsur-angsur

menjadi nyata dan bera. Periode kataralis adalah fase yang paling menular. Periode

paroksimal ditandai batuk yang berangsur-angsur semakin keras karena anak mencoba

mengeluarkan secret kental, banyak, dan lengket dari saluran napas. Periode ini umumnya

berlangsung 1-4 minggu. Pada periode paroksimal batuk terjadi cepat dan berturut-turut

sehingga anak tidak sempat mengambil napas antara batuk. Akhirnya saluran napas bebas

dan anak kemudian bisabernapas. Karakteristik rejan disebabkan oleh aliran masuk udara

lewat laring yangtertutup sebagian. Bayi mungkin tidak mengalami rejan ini di akhir

serangan batuk. Selain itu, bayi sangat muda dapat menderita apnea tanpa riwayat

batuk.risiko hipoksemia berat dapat terjadi dalam periode paroksismal berat.1,2,12

Beratnya batuk paroksismal anak sangat kontras dengan kurangnya distress di antara

serangan batuk. Makan bisa mencetuskan atau memperberat batuk. Batuk bisabegitu beratnya

sehingga terjadi emesis ekspirasi akhir sebelum rejan ekspirasi akhir. Kebanyakan komplikasi

pertussis terjadi pada periode paroksismal. Daya infeksi menurun selama periode ini; 3

minggu setelah permulaan batuk, pasien biasanya tidak menularkan. Dalam periode

penyembuhan, berat dan frekuensi batuk berangsur-angsur berkurang. Namun batuk

paroksismal berlanjut dari berminggu-minggu setelah pasien mulai membaik. Paroksismal

bisa hilang, hanya kembali dalam bentuk lebih ringan pada penyakit pernapasan berikutnya.

19

Pasien tidak infeksius selama periode penyembuhan. Namun, penurunan berat badan atau

sulit menambah berat badan bisa terjadi, terutama pada bayi muda.1,2,12

Differential Diagnosis

Bronkitis

Bronkitis merupakan proses peradangan pada bronkus dengan manifestasi utama

berupa batuk yang produktif. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses

penyakit yang terjadi dari saluran napas atas maupun bawah. Definisi klinis dari bronchitis

pada anak sampai saat ini masih belum jelas, tetapi banyak para klinisi membuat diagnosis

bronchitis untuk anak dengan gejala batuk, dengan atau tanpa demam serta adanya produksi

dahak/sputum. Meskipun etiologi dari bronchitis masih sukar dijelaskan secara spesifik, dan

beberapa studi menunjukkan bahwa bronchitis merupakan penyakit yang self-resolving,

tetapi bronkitis ini pada umumnya disebabkan oleh patogen virus. Secara praktis, diagnosa

bronkitis sering tercermin dari hasil pemberian resep berupa antibiotika tertentu yang

diyakini membasmi jenis bakteri penyebab penyakit ini. Jaringan teriritasi dan memproduksi

banyak lendir. Hal ini banyak terjadi pada anak-anak yang menjadi perokok baik perokok

primer maupun sekunder dan tinggal di lingkungan yang banyak terpolusi.1,2,9

Bronkitis kronik pada orang dewasa didefinisikan sebagai batuk produktif selama 3

bulan atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih, namun tidak ada

standar demikian yang dapat diterima pada anak. Belum ada persesuaian pendapat mengenai

definisi bronkitis kronik pada anak. Kesepakatan definisi batuk produktif kronis atau sering

kumat (batuk kronik berulang – BKB) ialah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai

penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu

berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3x dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai

gejala respiratorik dan biorespiratorik lainnya.9

Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko

yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti asap rokok, polusi udara,

polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang

terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap

perjalanan penyakit dan penyakit lain di luar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang

pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Pada

20

anak prasekolah batuk berulang biasanya disebabkan bronchitis oleh virus, bila terdapat

kemungkinan disebabkan oleh inhalasi/aspirasi benda asing, kolaps paru, dan fibrosis

kistik.2,9

Kelainan klinis yang lama pada bronkitis kronis menimbulkan dugaan adanya reaksi

inflamasi yang berlebihan pada saluran napas atau paparan bahan berbahaya yang terus

menerus dari lingkungan, hal ini menimbulkan kerusakan pada saluran napas sehingga terjadi:

ganguan pembersihan lender, produksi lendir meningkat, batuk basah, penyempitan saluran

napas sehingga timbul suara mengi dan turunya daya tahan saluran napas terhadap virus.

Gejala utamanya adalah batuk produktif yang sudah berlangsung lama, anak biasanya

mengeluh nyeri dada, gejala-gejala ini menjelek pada malam hari, reaktivitas otot bronkus

kurang, produksi lendirnya banyak, inflamasi saluran napas (pada asma yang menonjol adalah

reaktivitas otot bronkus). 2,9

Epidemiologi

Pertusis adalah satu dari penyakit-penyakit yang paling menular, dapat

menimbulkan “attack rate” 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia ada 60

juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari 500.000 meninggal. Selama masa pra-vaksin,

pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah usia 14

tahun di Amerika Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 % adalah bayi kurang dari setahun, 75 %

adalah anak kurang dari 5 tahun. Pertusis terutama mewabah di negara-negara berkembang

dan maju, seperti Italia, daerah-daerah tertentu di Jerman dimana cakupan vaksin rendah atau

Nova Scatia dimana digunakan vaksin yang kurang poten, dengan angka insidensi rata-rata

mencapai 200-500/100.000 populasi dengan angka kematian 350.000 pada anak dibawah 5

tahun.2 Di Amerika Serikat sendiri dilaporkan insidensi tertinggi 4500 kasus sejak tahun

1967. namun setelah hal tersebut, pertusis jarang sekali kasusnya karena sudah lebih di

galakkan vaksinasi . 1,12

Pertusis adalah endemik, dengan ditumpangin siklus endemik setiap 3-4 tahun

sesudah akumulasi kelompok rentan yang cukup besar. Dilaporkan sebagian kasus terjadi dari

bulan Juli sampai dengan Oktober. Pertusis sangat menular dengan angka serangan 100%

pada individu rentan yang terpajan pada aerosol dengan rentang yang rapat. Penyebaran

terjadi melalui kontak langsung atau melalui droplet yang ditularkan selama batuk. Dahulu

21

dikatakan bahwa Perempuan terkena lebih sering daripada laki-laki dengan perbandingan

0.9:1 . Namun dengan laporan terbaru perbandingan insidensi antara perempuan dan laki-laki

menjadi sama sampai umur dibawah 14 tahun. Sedangkan proporsi anak belasan tahun dan

orang dewasa yang terinfeksi pertusis naik secara bersama samapai 27% pada tahun 1992-

1993. Tanpa reinfeksi alamiah dengan Bordetella pertussis atau vaksinasi booster berulang,

anak yang lebih tua dan orang dewasa lebih rentan terhadap penyakit ini jika terpajan.

Sedangkan antibodi dari ibu secara transplasental pada anak tidaklah k onsisten mencegah

bayi yang baru lahir terhadap pertussis. Pertussis pada neonatus yang berat dapat ditemukan

dengan gejala-gejala pertussis normal. Di Amerika selama tahun 2003, insidens tertinggi

pertusis terjadi pada bayi <6 bulan, tetapi kasus terbanyak terjadi pada anak-anak dan remaja

umur 10-14 tahun dan 15-19 tahun.2,12

Etiologi

Bordetella pertussis merupakan penyebab satu-satunya pada epidemi pertusis dan

penyebab tersering pada pertusis sporadis. Bordetella parapertussis merupakan penyebab

pertussis sporadis yang ditemukan di eropa barat dan timur. Bordetella pertussis merupakan

bakteri batang gram negative yang sukar tumbuh dan memerlukan media khusus untuk

isolasinya. B. pertussis menempel ke epitel bersilia pada bronkus, sehingga menimbulkan

siliostasis.2

Patofisiologi

Hanya B. pertussis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen utama.

B.pertussis juga menghasilkan beberapa bahan aktif, yang banyak darinya dimaksudkan

untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Aerosol, hemaglutinin filamentosa

(HAF), beberapa aglutinogen (FIM2-FIM3), dan protein permukaan nonfimbria 69-kD yang

disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran

pernapasan. Sitotoksin trakea, adenilat siklase, dan TP menghambat pembersihan organisme.

Sitotoksin trakea, faktor dermonekrotik dan adenilat siklase diterima secara dominan

menyebabkan cidera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan

mempermudah penyerapan TP. 2,13

22

TP mempunyai 2 sub unit, yaitu A dan B. TP (B) akan berikatan dengan reseptor

pada sel taret dan mengaktivasi TP(A) pada membran sel yang merangsang pengeluaran

enzim. TP akan merangsang pengeluaran Adenosin Diphosphate (ADP) sehingga akan

mempengaruhi fungsi dari leukosit, limfosit, myocardial sehingga bermanifestasi pada

peradangan saluran napas dengan hyperplasia kelenjar limfe peribronkial dan meningkatkan

produksi mukus yang akan menutupi permukaan silia, yang pada akhirnya bias mengarah ke

komplikasi bronkopneumonia, infeksi sekunder bakteri lain (Pneumococcus, Haemophilus

influenzae, S.aureus, S.pyogenes), sianosis karena apnea dan ventilation perfusion

mismatch.2,13

Faktor Risiko

Orang-orang yang berada pada risiko tertular pertusis meliputi:

1. Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru.14

2. Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat.14

3. Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan.14

4. Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik pertusis.14

Penatalaksanaan

Non medika mentosa

Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk setiap anak dengan serangan

paroksismal berat yang disertai sianosis dan apnea. Oleh karena penyakit berat dan

komplikasi terjadi terutama pada anak yang sangat muda, bayi muda yang mendapat pertusis

harus dirawat di rumah sakit sampai pasti bahwa serangan apnea, sianosis, dan masalah

makan dapat diatasi di rumah. Diperlukan penghisapan sering sekret yang banyak dari

nasofaring terutama pada bayi yang lemah, kecil, dan lelah. Pemantauan ketat dan respon

perawatan yang cepat untuk serangan batuk diperlukan untuk mencegah hipoksemia.

Tergantung berat dan gejala anak, merawat anak di unit perawatan intensif diindikasikan bila

bangsal pediatrik tidak lengkap. Perawatan di unit intensif ini berguna agar dapat berespon

cepat untuk serangan tersebut. Oksigen blow by harus tersedia untuk digunakan selama

serangan batuk. Intubasi mungkin diperlukan untuk apnea, serangan batuk yang sangat hebat

23

atau pneumonia sekunder. Cairan parenteral dan dukungan nutrisi sering diperlukan pada

penyakit berat dan lama.1,2,14

Medika mentosa

Obat penekan batuk, ekspektoran, obat mukolitik, dan sedatif belum terbukti

bermanfaat untuk mengobati pertusis. Terapi antibiotik diindikasikan pada semua penderita

pertusis. Obat terpilih adalah eritromisin dengan dosis 40-50 mg/kgbb/hari terbagi dalam 4

dosis selama 14 hari (maks. 250 mg 4 kali sehari). Orang yang terpajan paling dekat dengan

penderita pertusis yang infeksius harus diberi profilaksis antibiotik selama 14 hari setelah

kontak terakhirnya. Dosis sama dengan dosis terapi. Profilaksis harus diberikan meskipun

kontak baru saja menerima vaksinasi pertusis. Terapi eritromisin dini pada stadium prodromal

dapat memperpendek penyakit dan kadang-kadang mencegah pemburukan menjadi stadium

paroksismal. Bila sudah terjadi stadium paroksismal, terapi berguna untuk membatasi

penyebaran organisme. 1,2,14

Komplikasi

. Bayi berusia <6 bulan memiliki mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi, dengan

usia < 2 bulan sebagai usia dengan angka tertinggi pertussis-associated hospitalization (82%).

Sekitar 90% bayi berusia <4 bulan diasosiasikan dengan pertusis fatal. Komplikasi utama

pertusis antara lain apnea, infeksi sekunder (seperti otitis media dan pneumonia), dan sekuele

fisik berupa batuk yang keras. Komplikasi neurologik antara lain kejang, hemiplegia,

paraplegia, ataksia, afaksia, buta, tuli, dan kerusakan otak permanen. Masalah pada paru

antara lain ateletaksis, emfisema, dan pneumotoraks. Komplikasi lain yang berkaitan dengan

tekanan adalah epistaksis, melena, petekie, hernia, prolaps rektum, perdarahan epidural spinal,

dan erdarahan subdural. Di Amerika, bila anak di bawah usia 6 bulan mendapat infeksi

pertusis, terdapat kemungkinan 0,4% meninggal.2,14

Pencegahan

Sebagai akibat dari imunitas terbatas pada dewasa dan tidak adanya imunitas

transplasenta, bayi sangat rentan terhadap infeksi. Imunisasi aktif dapat dirangsang dengan

vaksin pertussis aselular (DTaP). Vaksin pertusis mempunyai kemanjuran 70-90%;

24

kemanjuran menurun dengan lebih sedikit vaksinasi. Di Amerika Serikat vaksin pertusis

aselular yang dikombinasikan dengan difteri dan tetanus toksoid, yang dikombinasikan

dengan Haemophilus influenza tipe b, diberikan pada semua bayi. Vaksin aselular

mengandung satu antigen atau lebih dari B. pertussis yang diisolasi, seperti toksin pertusis,

pertaktin, atau hemaglutinin filament, dan setiap preparat yang sekarang dilisensi tampaknya

memberikan proteksi yang setara. Vaksin aselular ini juga memiliki efek samping yang jauh

lebih rendah (misalnya mengantuk, iritabilitas, atau anoreksia), juga tingkat reaksi lokal yang

lebih rendah. 2,15,16

Efek samping serius, termasuk menangis lama, episode hipotonik-hiporesponsif, dan

demam tinggi telah dilaporkan pada penggunaan vaksin aselular ini, tetapi dengan frekuensi

yang lebih rendah dibandingkan insidensi dari efek samping serius yang dilaporkan pada

penggunaan vaksin seluruh sel sebelumnya. Bayi yang mendapat vaksin pertusis berikutnya

sesudah efek samping yang bermakna tidak mengalami pengaruh buruk lebih lanjut. Kontak

erat anak usia kurang dari 7 tahun yang telah mendapat empat dosis vaksin harus mendapat

dosis booster DTaP kecuali kalau dosis booster telah diberikan dalam 3 tahun sebelumnya.

Mereka juga harus diberi eritromisin. Kontak erat anak usia lebih dari 7 tahun harus mendapat

eritromisin profilaksis selama 10-14 hari, tetapi bukan vaksin. Jika ada kemungkinan

pemajanan pertusis, karena penyakit endemic atau epidemic, vaksin dapat diberikan pada usia

2 minggu. Pasien yang menderita pertusis tidak memerlukan vaksinasi pertusis lebih lanjut

karena penyakit ini menghasilkan imunitas seumur hidup.2,15,16

Prognosis

Dubia ad bonam, prognosis untuk pemulihan penuh dari pertusis sangat baik,

komplikasi pertusis biasanya minimal, dan kebanyakan pasien mengalami pemulihan penuh

secara bertahap dengan perawatan suportif dan antibiotik. Komplikasi kecil selama sakit

termasuk epistaksis, mual dan muntah, perdarahan subconjungtiva, dan ulkus frenulum.

Pasien dengan kondisi komorbiditas tertentu, bagaimanapun, memiliki risiko morbiditas dan

mortalitas tinggi dan harus dievaluasi secara individual. Selain itu, dibandingkan dengan

anak yang lebih tua dan orang dewasa, bayi kurang dari 6 bulan dengan pertusis lebih

mungkin memiliki penyakit yang parah, komplikasi, dan memerlukan rawat inap. Dari 2001-

2003, 69% dari bayi kurang dari 6 bulan dengan pertusis harus dirawat inap.2,15,16

25

Kesimpulan

Pertusis merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan

bagian atas, disebabkan terutama oleh Bordetella pertussis. Pertusis ditandai dengan batuk

lama dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong (whooping cough) dan episode

diakhir dengan ekspulsi dari sekret trakea,silia lepas dan epitel nekrotik.Pertusis sering

menyerang bayi dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang belum diimunisasi lebih

rentan, demikian juga dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang dewasa. Stadium penyakit

pertusis meliputi 3 stadium yaitu kataralis, paroksismal, dan penyembuhan. Masing-masing

berlangsung selama 2 minggu. Pada bayi, gejala menjadi lebih jelas justru pada stadium

konvalesen. Sedangkan pada orang dewasa mencapai puncaknya pada stadium paroxsismal.

Diagnosa pertusis dengan gejala klinis memuncak pada stadium paroksismal, riwayat kontak

dengan penderita pertusis, kultur apus nasofaring, DFA, foto thorax. Terapi yang dapat

diberikan antibiotic eritromisin 50mg/kgB/hari dibagi 4 dosis selama 14 hari, dan suportif.

Prognosis baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kematian biasanya terjadi

karena ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi penyakit paru yang lainnya.

Daftar Pustaka

1. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Ed-20. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.656-8, 1768-9.

2. Kliegman RM, Behram RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson’s textbook of pediatrics.

18th ed. Philadelphia: Saunders Elseviers; 2007.p.1178-82.

3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed-6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2006.hal 84-90, 795-809.

4. Sloane E. Anatomi dan Fosiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2004.hal.266-77.

5. Shier D, Butler J, Lewis R. Hole’s essentials of Human anatomy & physiology. 10th

ed. New York: Mc Graw-Hill; 2006.p.452-61.

6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke ke sistem. Ed-6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2011.hal.497-544.

26

7. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical Physiology. 11th ed. Pennsylvania:

Elseviers Saunders; 2006.p.763-7.

8. Silverthorn DU. Human Physiology an integrated approach. 5th ed. San Fransisco:

Pearson Benjamin Cummings; 2010.p.570-89.

9. Supriyatno B. Batuk kronik pada anak. Maj Kedokt Indon. 2010;60(6):285-8.

10. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga

Medical Series;2008. h.176-7.

11. Akunjee N, Akunjee M. Panduan menghadapi OSCE bagi mahasiswa tingkat akhir.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h.18-20.

12. Tan T, Trindade E, Skowronski D. Epidemiology of pertussis. The Pediatric Infectious

Disease Journal. 2005;24(5):10-7.

13. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran dasar patologi penyakit. Ed-7.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.389-90, 741-2.

14. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatric diagnosis &

treatment. 18th ed. San Fransisco: Mc Graw Hill Companies; 2007.p.2088-9.

15. Brown T. Pertussis vaccines: whole-cell more durable than acellular. Medscape

Medical News [serial online]. May 22, 2013;Accessed May 27, 2013. Available at

http://www.medscape.com/viewarticle/804644.

16. Mandal S, Tatti KM, Woods-Stout D, et al. Pertussis pseudo-outbreak linked to

specimens contaminated by Bordetella pertussis DNA from clinic surfaces. Pediatrics.

2012;129(2):e424–e430.