Upload
claudia-dadlani
View
170
Download
39
Embed Size (px)
Citation preview
Daging Bergerak Keluar dari Anus
Putri Adheline Alang
10.2009.233
Email : [email protected]
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
PENDAHULUAN
Penyakit yang di sebabkan oleh cacing sering kali dianggap masalah biasa, Sebenarnya
hal ini sangat beralasan karena pada umumnya penyakit ini bersifat kronis sehingga
secara klinis tidak tampak begitu nyata. Karakteristik fisik wilayah tropik seperti
Indonesia merupakan surga bagi kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh
pola hidup kesehatan masyarakatnya. Sedangkan infeksi oleh cacing pita kebanyakan
disebabkan oleh cacing pita babi dan cacing pita sapi yang terjadi pada daerah-daerah
tertentu dengan kekhasan tipe budaya masyarakatnya antara lain pulau Samosir, pulau
Bali serta daerah migrannya di Lampung, dan Papua (Irian Jaya). Dalam hal ini tidak
dapat dipungkiri bahwa keeratan hubungan antara manusia dan ternak/hewan kesayangan
baik dalam bentuk rantai makanan maupun hubungan sosial dapat mempertahankan
kejadian penyakit yang bersifat zoonosis.
Proses penularan penyakit parasit dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya,
merupakan peristiwa yang lebih rumit dibandingkan dengan proses penularan yang
disebabkan mikroorganisme lainnya. Oleh karena itu, dalam usaha pengendalian
penyakit zoonosis parasit, pengetahuan mengenai habitat untuk masing-masing fase
infeksi dan perkembangannya perlu diketahui dengan baik. Selain itu, untuk
mengoptimalkan pengendalian, tentunya pengetahuan mengenai parasitnya sendiri harus
dikuasai pula. Taeniasis adalah infestasi cacing pita Taenia sp. berasal dari sapi atau babi
pada manusia. Manusia merupakan induk semang definitife atau induk semang akhir
(final host) cacing pita pada sapi. Sedangkan cacing pita pada babi, manusia bertindak
sebagai induk semang antara (intermediate host) dan juga induk semang definitife.
1
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau
sebaliknya. Taeniasis satu contoh zoonosis berbahaya pada manusia yang disebabkan
oleh infeksi cacing pita dewasa maupun larvanya.
Khususnya pada Taenia saginata Hal ini diperoleh dari sapi mencerna matang yang
encysted dengan tahap larva cacing pita dalam serat otot sapi.
PEMBAHASAN
Sejarah Taenia saginata
Taenia saginata dari sapi telah dikenal sejak dulu , akan tetapi identifikasi cacing tersebut
baru menjadi jelas setelah tahun 1782 ,karena karya Goeze dan Leuckart .Sejak itu ,diketahui
adanya hubungan antara infeksi cacing Taenia saginata dengan larva sistisercus bovis ,yang
ditemukan pada daging sapi .Bila seekor anak sapi diberi makan proglotid gravid cacing
Taenia Saginata, maka pada dagingnya akan ditemukan sistiserkus bovis.
Gambaran Umum Taenia saginata
Taenia saginata dalam format binomial nomenklatur berasal dari taedium kata yang
diterjemahkan menjadi jijik dan kelelahan. Taenia saginata adalah parasit sehingga habitat
dan gizinya berasal dari organisme lain.
Taenia saginata adalah cacing parasit yang datar telah berkembang cukup efisien dari waktu
ke waktu untuk beradaptasi cara yang luar biasa menyerap nutrisi dan menyelesaikan siklus
hidup yang kompleks.
Berikut Klasifikasi dari cacing Taenia saginata
Kerajaan: Animalia
Filum: Platyhelminthes
Kelas: Cestodes
Urutan: Cyclophyllidea
Keluarga: Taeniidae
2
Genus: Taenia
Spesies: Taenia saginata
Taenia saginata memiliki dua host yang menginfeksi yaitu: host definitif dan hospes
perantara.
Host Definitif: Host definitive adalah pada manusia. Cacing dewasa menghabiskan
sebagian besar waktu dalam usus kecil manusia. Para scolex terhubung ke lapisan
epitel usus dan karena luas permukaan kecil itu menghubungkan ke, respon yang
sangat imunologi terjadi dalam tubuh untuk kehadiran cacing pita itu. T aenia
saginata akan menghasilkan banyak telur yang akan mengangkut ed melalui kotoran
manusia dan diteruskan ke host menengah.
Host Perantara: Sapi bertindak sebagai hospes perantara dalam reproduksi siklus
hidup ketika telur melewati kotoran host definitif terinfeksi dicerna oleh sapi. Enzim
pencernaan akan memecah kulit telur tebal dan memungkinkan untuk membentuk
zigot. Mereka zigot kemudian menembus lapisan lendir dan memasuki sirkulasi
bovid tersebut. Di sinilah tahap larva muda dari T. saginata membentuk kista berisi
kacang polong, cairan, juga dikenal sebagai "Cysticercus" dan kista ini tampaknya
membentuk huruf s dalam otot dan kadang-kadang terlihat pada organ tertentu seperti
paru-paru dan hati.
Adaptasi
Cacing pita dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Tubuh datar sangat
ideal untuk menyerap jumlah maksimum nutrisi karena itu luas permukaan terhadap
volume. Sebuah scolex dibentuk sehingga dapat melekat pada inangnya, terutama
ketika ruang hidup utamanya adalah dalam usus.Cacing pita juga mengambil
keuntungan dari untuk membantu melanjutkan siklus hidup dan bereproduksi,
sehingga mengembangkan tersegmentasi proglottids yang akan pecah dan melewati
feses .Feses pada inang definitif akan dilepaskan ke lingkungan eksternal dan sapi
kemudian akan makan rumput yang terkontaminasi dengan telur memungkinkan larva
untuk memiliki hospes perantara untuk tinggal.
Morfologi dan Siklus Hidup Taenia saginata
3
Morfologi Taenia saginata
Taenia saginata biasanya memiliki panjang 4 m sampai 10 m, tapi bisa menjadi sangat besar,
lebih dari 12 m panjang dalam beberapa situasi. Tubuh adalah keputihan dalam warna, dibagi
ke dalam scolex anterior, diikuti dengan leher yang pendek dan tubuh yang sangat tepat
disebut strobila diperpanjang. Tidak seperti cacing pita lainnya scolex tidak memiliki armatur
rostellum atau scolex. Hal ini terdiri dari 4 pengisap kuat. Para strobila terdiri serangkaian
segmen pita seperti disebut proglottids. Segmen yang terdiri dari proglottids matang dan
gravid. Taenia saginata adalah yang terbesar dari genus Taenia terdiri antara 1000-2000
proglottids dan juga dapat memiliki umur 25 tahun di usus sebuah host . Para proglottid
dewasa berisi rahim (tidak bercabang), ovarium, pori genital, testis, dan vitelline kelenjar. Ia
tidak memiliki sistem pencernaan, mulut tidak ada, tidak ada anus, atau saluran pencernaan.
Hal ini juga acoelomate suatu, yang berarti bahwa ia tidak memiliki rongga tubuh. Dalam
proglottid gravid, rahim bercabang dan diisi dengan telur. Segmen gravid melepaskan dan
diwariskan dalam tinja. Masing-masing segmen dapat bertindak seperti cacing. Ketika
mereka kering, pecah proglottid, dan telur dilepaskan. Telur hanya dapat menginfeksi sapi,
hospes perantara. Di dalam duodenum sapi oncosphere menetas dengan bantuan sekresi
lambung dan usus dan bermigrasi melalui darah ke otot. Ada berkembang menjadi infektif
cysticercoid cysticerci.
Taenia saginata tidak memiliki kait pada scolex seperti Taenia solium yang juga kita tahu
sebagai cacing pita daging babi yang menginfeksi umum babi peliharaan . Perbedaannya
dengan Taenia solium hanya terletak pada alat pengisap dan inang perantaranya. Taenia
saginata pada skoleksnya terdapat alat pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah
sapi. Sedangkan Taenia solium memiliki alat pengisap dengan kait pada skoleksnya dan
inang perantaranya adalah babi.
Siklus hidup
Taenia saginata adalah cacing pita besar yang menyebabkan infeksi yang disebut taeniasis.
Hal ini umumnya dikenal sebagai cacing pita daging sapi atau ternak cacing pita karena
menggunakan sapi sebagai host intermediate. Manusia adalah satu-satunya host definitif.
Taeniasis terjadi di seluruh dunia dan relatif umum di Afrika, Eropa Timur, Amerika Latin
dan Filipina.
4
Taenia saginata dimulai ketika telur berlalu dalam tinja manusia yang terinfeksi dalam
wadah yang disebut proglottid atau segmen cacing pita. Mereka dapat bertahan beberapa
bulan di lingkungan. Jika sapi (host intermediate) feed pada vegetasi terkontaminasi, ingests
telur matang atau proglottids gravid. Dalam larva usus kecil yang disebut oncospheres
menetas, menembus dinding usus, memasuki aliran darah dan bermigrasi ke jaringan otot
(jarang ke hati atau organ lain), di mana mereka encyst ke cysticerci. Para seukuran kacang
cysticerci dapat bertahan selama bertahun-tahun dan masih infektif ketika manusia makan
daging. Jika sapi tidak dimasak benar, cysticerci excyst di usus kecil dan berkembang
menjadi dewasa dalam waktu dua bulan. Dewasa melekat pada dinding usus dengan scolex
mereka menggunakan empat pengisap. Scolex memiliki penampilan berbentuk buah pir dan
cangkir-seperti mencapai 1-2 mm. Hal ini melekat pada leher yang mulai memproduksi
proglottids yang membentuk, panjang datar, tubuh tersegmentasi juga dikenal sebagai
strobila. Para proglottids matang dan tumbuh lebih besar karena mereka mendapat lebih dari
leher. Mereka sekitar 16-20 mm dan panjang 5-7 mm lebar dan masing-masing memiliki
organ proglottid sendiri reproduksi. Mereka menyerap nutrisi melalui membran mereka dan
memproduksi hingga 100 000 telur per hari. Proglottids putus dari ekor dan bergerak dengan
kotoran keluar dari tubuh manusia. Seorang dewasa Taenia saginata adalah keputihan dalam
warna dan memiliki sekitar 1000-2000 proglottids dan sekitar enam dari mereka terlepas
setiap hari. Telur biasanya tinggal di dalam proglottids sampai mereka keluar di lingkungan.
Ketika mengering proglottid, itu pecah dan melepaskan telur. Telur berembrio, kenari coklat
dan sekitar 35 mikrometer diameter memiliki oncosphere 6-bengkok di dalam shell yang
tebal. Jika kotoran mendarat di tanah penggembalaan untuk ternak, sapi sengaja mungkin
menelan proglottids atau telur. Taenia saginata dapat hidup sampai 25 tahun. Hal ini dapat
tumbuh hingga 5 meter namun dalam beberapa kasus bisa mencapai panjang lebih dari 10
meter (melingkar di saluran usus).
5
Gambar 1.1 Siklus Hidup Taenia Saginata
Patogenesis
Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging sapi yang mentah atau setengah
matang dan mengandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa
dan dapat menyebabkan gejala gasterointestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah
epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi.
Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia, malnutrisi. Pada kasus
yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat
ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun
Jumlah cacing pita dalam usus kurang berpengaruh terhadap perubahan patologis
dibandingkan dengan ukuran tubuh cacing. Walaupun hanya terdapat 1-2 ekor dan ukurannya
besar dampak patologisnya lebih nyata. Penderita taeniasis jarang menunjukkan gejala yang
khas walaupun di dalam ususnya terdapat cacing taenia selama bertahun-tahun, tetapi
biasanya hanya terdapat satu ekor. cysticercosis pada manusia sangat bergantung pada organ
serta jumlah cysticercus yang tinggal. Infeksi berat pada otot menyebabkan peradangan
(myocitis) yang bisanya menimbulkan demam. Jika menyerang organ mata (Ocular-
Cysticercosis) gejala yang paling berat adalah kebutaan . Gejala-gejala syaraf seperti
kelumpuhan, kejang, hingga epilepsi, dapat dipastikan bahwa larva tersebut menempati
organ-organ yang sarat dengan jaringan syaraf seperti otak/selaput otak atau sumsum tulang
belakang.
6
Gejala Penyakit Taeniasis saginata
Penyakit ini sering asimtomatik. Taeniasis Taenia saginata disebabkan oleh lebih terlihat dari
taeniasis disebabkan oleh Taenia solium (Taenia solium adalah meskipun secara keseluruhan
lebih berbahaya karena resiko sistiserkosis). Infeksi Taenia saginata berat dapat
menyebabkan beberapa gejala berikut:
reaksi alergi
kronis pencernaan
sembelit
diare
pusing
sakit kepala
kehilangan nafsu makan
mual
obstruksi usus
sakit perut
penurunan berat badan.
Proglotids Migrasi dapat menyebabkan:
radang usus buntu
radang saluran empedu
terlihat dalam tinja.
Diagnosis Penyakit Taeniasis saginata
Diagnosa taeniasis dapat ditegakkan dengan 2 ( dua ) cara yaitu :
a) Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis).
Di dalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah
mengeluarkan proglotid (segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar
maupun secara spontan. bila memungkinkan sambil memperhatikan contoh potongan
cacing yang diawetkan dalam botol transparan.
7
Anamnesis umum
Dari anamnesis umum ini bisa ditanyakan data pribadi penderita seperti :
Nama,umur, tanggal lahir, jenis kelamin , agama, pekerjaan, alamat dan lain-lain.
Anamnesis khusus
Dari anamnesis khusus kita bisa memperoleh keterangan tentang hal-hal
yang berkaitan dengan keadaan / penyakit penderita. Dalam anamnesis khusus bisa
didapatkan keterangan mengenai:
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita)
Pemakaian obat (termasuk obat yang dibeli bebas) yang sedang atau pernah
digunakan penderita karena hal ini penting.
Pada pasien yang datang dengan menderita taeniasis kita bisa menanyakan
pertanyaan – pertanyaan spesifik seperti berikut:
Keluhan utama
o Sejak kapan keluhan tersebut di alami. Dimana lokasinya?
o Frekuensi keluarnya daging yang bergerak - gerak dari anus ? Bentuk
bagaimana kira-kira ?
o Bentuk feses ? Bagaimana massa dan warna feses ?
Keluhan penyerta
o Adakah perasaan nyeri? Demam , pusing, mual, muntah, anemia, rasa
penuh diperut atau diare ?
Riwayat keluarga
o Selain menanyakan silsilah penyakit, tanya apa di keluarga ada yang
mengalami keluhan yang sama.
Riwayat obat
o Sudah pernah diobati sebelumnya ? Hasilnya bagaimana ? Terapi apa saja ?
Riwayat pribadi
o Dimana tempat kerja? Lingkungan kerja? Apakah diet atau konsumsi
makanan sehari – hari ? Dimasak matang, setengah matang, seperempat
matang atau mentah ? Kebersihan tempat makan bagaimana ? Lokasi tempat
makan ?
8
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Amati dan raba (menggunakan kedua tangan dan dengan tekanan), bandingkan (simetry),
cium bau yang tidak biasa dan dengarkan (suara napas atau derit anggota tubuh), dalam
urutan berikut:
1. Kepala
a. Kulit Kepala dan Tengkorak
b. Rambut
c. Telinga dan Hidung
d. Pupil Mata
e. Mulut
2. Leher
3. Dada
a. Periksa perubahan bentuk, luka terbuka, atau perubahan kekerasan
b. Rasakan perubahan bentuk tulang rusuk sampai ke tulang belakang
c. Lakukan perabaan pada tulang
4. Abdomen
a. Periksa rigiditas (kekerasan)
b. Periksa potensial luka dan infeksi
c. Mungkin terjadi cedera tidak terlihat, lakukan perabaan
d. Periksa adanya pembengkakan
5. Punggung
a. Periksa perubahan bentuk pada tulang rusuk
b. Periksa perubahan bentuk sepanjang tulang belakang
6. Pelvis
7. Alat gerak atas
8. Alat gerak bawah
9
Pemeriksaan tanda vital
1. Frekuensi nadi : termasuk kualitas denyutnya, kuat atau lemah, teratur atau tidak.
2. Frekuensi napas: juga apakah proses bernapas terjadi secara mudah, atau ada usaha
bernapas, adakah tanda-tanda sesak napas.
3. Tekanan darah
4. Suhu : diperiksa suhu relatif pada dahi penderita. Periksa juga kondisi kulit:
kering, berkeringat, kemerahan, perubahan warna dan lainnya.
Denyut Nadi Normal :
Bayi : 120 - 150 x / menit
Anak : 80 - 150 x / menit
Dewasa: 60 - 90 x / menit
Frekuensi Pernapasan Normal:
Bayi : 25 - 50 x / menit
Anak : 15 - 30 x / menit
Dewasa : 12 - 20 x / menit
Setelah melakukan pemeriksaan fisik head to toe, dapat kita lakukan pemeriksaan
fisik pada abdomen untuk lebih meyakinkan suatu diagnosis. Untuk melakukan
pemeriksaan fisik abdomen yang baik, pasien harus rileks dan bagian abdomen dari
bagian atas processus xyphoideus hingga simphisis pubis terlepas dari pakaian yang
menempel. Bagian daerah inguinal harus dapat dilihat, tetapi daerah genital harus
tetap ditutupi. Otot-otot abdomen harus dalam keadaan relaksasi untuk lebih
memudahkan pelaksanaan semua aspek pemeriksaan, kecuali pada palpasi.
Inspeksi
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah inspeksi. Seorang dokter harus
berdiri di sebelah kanan pasien. Buatlah garis-garis imajiner berdasarkan regio-regio
abdomen. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
10
Kulit yang meliputi warna kulit, jaringan parut (sikatriks), striae atau stretch
marks, dan vena yang berdilatasi, serta ruam dan lesi. Beberapa vena kecil
mungkin normalnya akan terlihat.
Umbilicus. Amati apakah ada tanda-tanda inflamasi atau hernia.
Kontur abdomen. Apakah abdomen tersebut rata, bulat, buncit, atau skafoid.
Peristaltis. Amati apakah terdapat suatu peristaltis selama beberapa menit jika
kita mencurigai kemungkinan obstruksi intestinal. Tetapi pada orang yang
sangat kurus, peristaltik ini juga dapat terlihat.
Pulsasi. Pulsasi dari aorta abdominalis yang normal sering terlihat di daerah
epigastrium.
Auskultasi
Auskultasi adalah bagian yang paling penting dalam pemeriksaan fisik abdomen.
Lakukan auskultasi abdomen sebelum melakukan perkusi dan palpasi karena kedua
pemeriksaan tersebut dapat mengubah frekuensi bunyi usus. Yang perlu diperhatikan
dalam pemeriksaan ini adalah bunyi usus. Bunyi usus dapat terdengar normal karena
gerakan peristaltik usus tersebut atau abnormal karena obstruksi atau inflamasi.
Auskultasi juga apakah ada bunyi bruits yaitu bunyi vascular yang menyerupai bising
jantung di daerah aorta atau pembuluh arteri lainnya pada abdomen, terdengarnya
bunyi ini menunjukkan adanya kemungkinan penyumbatan dalam pembuluh darah.
Dengarkan bunyi usus dan frekuensi serta sifatnya. Bunyi normal terdiri atas bunyi
dentingan (click) atau gemericik (gurgles) yang terdengar dengna frekuensi sebanyak
5-34 kali per menit. Terkadang juga dapat terdengar bunyi gemericik yang panjang
(borborigmi) atau gurgles yang panjang, hal ini terjadi karena hiperperistaltik karena
perut yang kosong.
Perkusi
Perkusi dapat membantu untuk mengetahui adanya massa padat atau cairan dalam
abdomen. Penggunaannya dapat juga digunakan untuk mengetahui adanya besar dari
organ-organ di dalam abdomen seperti hepar dan lien. Pada bagian abdomen
terutama usus yang terdapat isi (biasanya makanan) maka akan terdengar bunyi yang
redup. Sebaliknya bila usus atau lambung diperkusi, maka akan terdengar bunyi
timpani.
Palpasi
Palpasi biasanya dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri pada abdomen.
Tanyakan pada pasien dimanakah letak nyeri tersebut, dan lakukan palpasi pada
11
bagian tersebut di terakhir. Lakukan palpasi dalam untuk mengetahui batas-batas
massa abdominal pada kuadran-kuadaran. Lakukan palpasi ringan untuk
mengidentifikasikan nyeri tekan pada abdomen, resistensi otot, dan beberapa organ
serta massa yang letaknya superficial
b) Pemeriksaan tinja
Tinja diperiksa untuk menemukan telur parasit. Telur terlihat seperti telur yang lain
dari Taeniidae keluarga, sehingga hanya mungkin untuk mengidentifikasi telur untuk
keluarga, bukan ke tingkat spesies. Karena sulit untuk mendiagnosa menggunakan
telur saja, melihat scolex atau proglottids gravid dapat membantu mengidentifikasi
Taenia saginata . Menghitung cabang uterus memungkinkan beberapa identifikasi
(Taenia saginata uteri memiliki dua belas atau lebih cabang di setiap sisi, sementara
spesies Taenia solium lain seperti hanya memiliki lima sampai sepuluh).
Sangat sulit untuk membedakan spesies dari spesies lain dari Taenia solium seperti T.
dan T. asiatica karena kemiripan morfologi dekat mereka, dan telur mereka lebih atau
kurang identik. Identifikasi sering memerlukan pengamatan histologis cabang rahim
dan deteksi PCR gen 5.8S ribosom T. saginata rahim yang berasal keluar dari
pusatnya membentuk 12 sampai 20 cabang, tetapi berbeda dengan spesies erat terkait
Taenia, cabang jauh. kurang dalam jumlah dan relatif lebih tebal, di samping ovarium
dan testis bilobed dua kali lebih banyak.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan Terkait Penyakit Taeniasis saginata (edukasi)
Pencegahan
Untuk mencegah infeksi maka hal-hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Pemakaian jamban keluarga ,sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh babi dan
tidak mencemari tanah atau rumput.
Pemelihara sapi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi dikandangkan sehingga
tidak dapat berkeliaran
Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di RPH, sehingga daging yang
mengandung kista tidak sampai dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sektor
dengan dinas Peternakan)
12
Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan.
Menghilangkan kebiasaan maka makanan yang mengandung daging setengah matang
atau mentah. Memasak daging sampai matang ( diatas 57 º C dalam waktu cukup
lama ) atau membekukan dibawah 10º selama 5 hari .
Cara Pengendalian Taenia saginata.
Pengendalian cacing pita Taenia saginata dapat dilakukan dengan memutuskan siklus
hidupnya. Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat
dilakukan melalui pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. Beberapa obat cacing yang
dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide dan Praziquantel. Sedangkan untuk
mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone. Untuk
mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan
peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak,
terutama babi di daerah endemis taeniasis/ sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan
kecukupan gizi pada manusia.
Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan siklus hidup Taenia
karena lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran penyakit. Pelepasan telur Taenia
dalam feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran taeniasis. Faktor risiko utama
transmisi telur Taenia ke sapi. Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat
lembab sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup dan penyebarannya semakin luas.
Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan
sarana sanitasi, pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi, pencegahan kontaminasi
tanah dan tinja pada makanan dan minuman. Pembangunan sarana sanitasi, misalnya kakus
dan septic tank, serta penyediaan sumber air bersih sangat diperlukan. Pencegahan konsumsi
daging yang terkontaminasi dapat dilakukan melalui pemusatan pemotongan ternak di rumah
potong hewan (RPH) yang diawasi oleh dokter hewan.
Pengobatan
Ada dua jenis obat yang digunakan untuk mengobati individu yang terinfeksi dengan cacing
pita sapi.
Niclosamide:
13
Obat ini adalah inhibitor fosforilasi oksidatif nonabsorbable. Ini bertindak untuk
membunuh bagian anterior yang menghubungkan pada lapisan epitel dalam usus, termasuk
scolex tersebut. Ini kemudian akan memungkinkan cacing pita untuk diteruskan keluar
seluruhnya melalui kotoran. Ini adalah pilihan obat dengan infeksi parasit karena tingkat
menyembuhkan berada pada 95% tinggi.
Praziquantel:
Ini adalah obat sintetis yang berasal dari isoquinoline-pyrazine. Ini adalah obat
sebanding dengan Niclosamide, karena hampir sama-sama efektif dan cukup beracun. Ini
bukan sebagai efek meskipun karena scolex tidak selalu hancur. Ini berarti bahwa cacing
baru bisa tumbuh kembali dari scolex terhubung. Pasien yang menggunakan pengobatan ini
harus diawasi selama sebulan dua kemudian untuk memastikan bahwa proglottids cacing pita
tidak mulai muncul lagi di kotoran mereka.
Differential Diagnose
1. Diphylobotrium latum
Difilobatriasis atau Penyakit Cacing Pita adalah salah satu jenis penyakit cacing yang paling
berbahaya. Bentuk cacingnya pipih seperti pita, bisa mencapai panjang 3 – 10 meter dan
hebatnya walau dipotong-potong, cacing ini masih bisa hidup. Bibit cacing terutama banyak
ditemukan didalam daging babi dan daging sapi.
Morfologi
Ditemukan pada usus halus manusia, anjing, kucing, babi, beruang, mamalia pemakan ikan.
Cacing memiliki ukuran 2-12 m warna abu-abu kekuningan dengan bagian tengah berwarna
gelap (berisi uterusdan telur). Testis dan gld. Vitellaria terletak di lateral, ovarium di tengah
berlobus 2. Uterus berbentuk bunga di tengah dan membuka di ventral. Porus uterus terletak
disebelah porus genitalis. Telur keluar terus menerus di tinja dengan ukuran 67-71 x 40-51 μ.
Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) dan
panjangnya sampai 450-900 cm. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di dalam usus dan
14
dibuang melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan menghasilkan embrio, yang
akan termakan oleh krustasea (binatang berkulit keras seperti udang, kepiting). Selanjutnya
krustasea dimakan oleh ikan. Manusia terinfeksi bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang
mentah atau yang dimasak belum sampai matang.
Ciri-ciri
Merupakan jenis cacing pita yang hidup sebagai parasit pada manusia, anjing, kucing
dan serigala.
Sebagai inang perantaranya adalah katak sawah (Rana cancrivora), ikan dan Cyclops.
Menyebabkan Diphyllobothriasis.
Daerah penyebarannya meliputi wilayah eropa, afrika, amerika utara dan jepang.
Telur berkembang untuk beberapa minggu, coracidium (onchosphere berkait 6 dilengkapi
embriophore yang bercilia) berada di air, kemudian dimakan h.i. I cyclopid/diaptomid
(berkembang menjadi procercoid) di haemochole dalam 2-3 minggu selanjutnya h.i. I
dimakan h.i. II ikan (berkembang menjadi plerocercoid) di viscera dan otot. H.i. II dimakan
h.d dan menjadi dewasa dengan periode prepaten 3-4 minggu.
Gejala
infeksi biasanya tidak menimbulkan gejala, meskipun beberapa penderita mengalami
gangguan usus yang ringan. kadang cacing pita menyebabkan anemia karena pada penderita
awalnya kekurangan vitamin B12.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya telur cacing dalam tinja.
Pengobatan
Diberikan niklosamid atau prazikuantel per-oral (melalui mulut).
2. Enterobius vermicularis
Enterobiasis atau oxyuriasis adalah penyakit akibat infeksi cacing E. vermicularis atau
Oxyuris vermicularis. Disebut pula sebagai pinworm infection, atau di Indonesia dikenal
15
sebagai infeksi cacing kremi. Penyakit ini identik dengan anak-anak, meski tak jarang orang
dewasa juga terinfeksi.
Enterobius vermicularis
A.Taksonomi
Phylum : Nematoda
Class : Cecernentea
Subclass : Rhabditia
Order : Rhabditida
Suborder : Rhabditina
Superfamily : Oxyuroidea
Family : Oxyuridae
Genus : Oxyuris atau Enterobius
Spesies : O. vermicularis atau E. vermicularis
B. Morfologi
a. Cacing Dewasa
Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm, dengan pelebaran kutikulum seperti sayap
pada ujung anterior yang disebut alae. Bulbus oesofagus jelas sekali, dan ekor runcing. Pada
cacing betina gravid, uterus melebar dan penuh telur .
Cacing jantan lebih kecil sekitar 2-5 mm dan juga bersayap, tapi ekornya berbentuk seperti
tanda tanya, spikulum jarang ditemukan.
b. Telur E. vermicularis
Telur E. vermicularis oval, tetapi asimetris (membulat pada satu sisi dan mendatar pada sisi
yang lain), dinding telur terdiri atas hialin, tidak berwarna dan transparan, serta rerata
panjangnya x diameternya 47,83 x 29,64 mm. Telur cacing ini berukuran 50μm - 60μm x
30μm, berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisinya (asimetris). Dinding telur bening
dan agak tebal, didalamnya berisi massa bergranula berbentuk oval yang teratur, kecil, atau
berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar
C. Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila
16
menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa
dalam caecum, termasuk appendix
Cacing betina memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai
memproduksi telur. Cacing betina yang gravid mengandung sekitar 11.000-15.000 butir telur,
berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan
vaginanya. Telur-telur jarang dikeluarkan di usus sehingga jarang ditemukan di tinja. Telur
menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah dikeluarkan pada suhu badan. Dalam
keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Kadang-kadang cacing betina berimigrasi
ke vagina dan menyebabkan vaginitis
Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di caecum. Cacing jantan mati setelah
kopulasi, dan cacing betina mati setelah bertelur. Daur hidup cacing mulai dari tertelannya
telur infektif sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke perianal dan
memerlukan waktu kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan.
Gambar: Siklus hidup E. vermicularis
D. Epidemiologi
Prevalensi cacing di Indonesia, menurut Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit
Indonesa (P4I), tahun 1992 untuk cacing gelang 70 – 90%, cacing cambuk 80 – 95% dan
cacing tambang 30 – 59%. Sedangkan dari data departemen kesehatan (1997) menyebutkan,
prevalensi anak usia SD 60 – 80% dan dewasa 40 – 60% .
Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi
cacing tersebut. Meskipun penyakit ini banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah,
pasien rumah sakit jiwa, anak panti asuhan, tak jarang mereka dari golongan ekonomi yang
17
lebih mapan juga terinfeksi.
Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan,
daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Semua umur dapat terinfeksi cacing ini
dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak. Penyakit ini sangat erat hubungannya
dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Prevalensi menurut jenis
kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan kebiasaan penderita. Distrik Mae
Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak laki-laki lebih banyak yaitu sebesar
48,8% dibandingkan dengan anak perempuan yang hanya 36,9% pada umur 4,58 ± 2,62
tahun.Sedangkan di Yogyakarta infeksi cacing lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki
dibandingkan penderita perempuan. Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis
aktivitas atau pekerjaan. Semakin besar aktivitas yang berhubungan atau kontak langsung
dengan lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan untuk terinfeksi. Selain itu,
prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan status ekonomi dan kebersihan lingkungan
diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok
sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan kelompok sosial
ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik.
E. Penularan Penyakit
Enterobiasis menular setidaknya melalui 3 cara, yaitu:
penularan dari tangan ke mulut setelah menggaruk perianal (autoinfeksi), atau tangan
menyebarkan telur ke orang lain maupun diri sendiri setelah memegang benda-benda dan
pakaian yang terkontaminasi, debu merupakan sumber infeksi. Infeksi melalui inhalasi yang
mengandung telur,retroinfeksi melalui anus. Larva yang menetas disekitar anus kembali
masuk ke usus. Binatang piaraan seperti anjing dan kucing bukan host bagi E. vermicularis,
tapi bulunya dapat mengandung cacing kremi. Sehingga para pecinta binatang yang tidak
cuci tangan mudah untuk terinfeksi. Telur cacing yang tertelan dapat tumbuh menjadi cacing
dewasa dalam usus manusia dan berkembang biak dengan mengeluarkan banyak telur; seekor
cacing betina bertelur sampai puluhan ribu per hari. Telur ini dapat dikeluarkan bersama –
sama tinja penderita. Tinja yang mengandung sel telur ini menjadi sumber penularan penyakit
cacingan. Infeksi pada anak – anak usia sekolah dapat mengganggu kemampuan belajar, dan
pada orang dewasa mengganggu produktivitasnya.
Intensitas penularan penyakit tinggi pada anak-anak yang belum mengenal higiene pribadi
yang baik. Tempat-tempat kumuh, rumah dihuni banyak orang, rumah sakit, panti asuhan
merupakan tempat yang efektif bagi penularan Enterobiasis. Hygine yang buruk, seperti
18
jarangnya penggantian seprei, tidur secara berkelompok, dan tukar menukar baju, serta
frekuensi penggantian celana dalam dan baju yang jarang juga mempercepat penularan
penyakit ini.
F. Patologi dan Gejala Klinis
Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis yang menonjol
berupa pruritus ani, disebabkan oleh iritasi disekitar anus akibat migrasi cacing betina ke
perianal untuk meletakkan telur-telurnya. Gatal-gatal di daerah anus terjadi saat malam hari,
karena migrasi cacing betina terjadi di waktu malam.
Cacing betina gravid, sering mengembara dan bersarang di vagina serta tuba fallopi.
Sementara sampai di tuba fallopi menyebabkan salphyngitis. Kondisi ini sangat berbahaya,
terutama pada wanita usia subur, sebab dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya
saluran tuba. Cacing juga sering ditemukan di appendix. Hal ini bisa menyebabkan
apendisitis, meskipun jarang ditemukan.
G. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan riwayat pasien dengan gejala klinis positif. Diagnosis pasti
dengan ditemukannya telur dan cacing dewasa. Selain itu, diagnosa dapat dilakukan dengan
pemeriksaan tinja dan anal swab dengan metode Scotch adhesive tape swab.
Pada pemeriksaan tinja dapat ditemukan adanya cacing dewasa. Cacing jantan dewasa setelah
kopulasi mati dan keluar bersama tinja. Sementara dengan metode Scotch adhesive tape
swab, dapat menemukan telur yang diletakkan didaerah perianal. Metode yang kedua lebih
mudah dilakukan, dan lebih sering dilakukan. Selain biaya yang relatif murah, juga kerja
yang cepat. Cara kerja metode tersebut hanya menempelkan sisi lekat celophan tape ke
daerah perianal, kemudian dengan menggunakan xylol atau toluol untuk menjernihkan, dapat
ditemukan adanya telur cacing kremi. Metode ini juga sangat efektif. Sekali melakukan
pemeriksaan dengan swab dapat menemukan 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan
90%, dan pemeriksaan 7 hari berturut-turut diperlukan untuk menyatakan seseorang bebas
infeksi.
H. Terapi dan Pencegahan
Pengobatan enterobiasis efektif jika semua penghuni rumah juga diobati, infeksi ini dapat
menyerang semua orang yang berhubungan dengan penderita. Obat-obatan yang digunakan
antara lain piperazin, pirvinium, tiabendazol dan stilbazium iodide.
19
Pengobatan enterobiasis adalah sebagai berikut :
1. Piperazin sulfat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 8 hari,
2. Pirvinium pamoat, diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g) dan
diulangi 2 minggu kemudian,
3. Piranthel pamoat, diberikan dengan dosis 11mg/kg berat badan single dose, dan maksimum
1 gram,
4. Stilbazium Iodida, dengan dosis tunggal 10-15 mg/kg berat badan. Warna tinja akan
menjadimerah karena obat ini.
Pencegahan dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti sprei teratur,
ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah, potong kuku
secara rutin, hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Kalau perlu toilet dibersihkan
dengan menggunakan desinfektan. Selain itu, peningkatan kesehatan perorangan dan
kelompok digabung dengan terapi kelompok dapat membantu pencegahan.
3. Taenia Solium
Hospes definitif T. Solium adalah manusia, sedangkan hospes perantara adalah babi.
Manusia yang dihinggapi cacing dewasa Taenia solium juga menjadi hospes perantara
cacing ini. Nama penyakit yang desebabkan oleh cacing dewasa adalah taeniasis solium dan
yang disebabkan stadium larva adalah sistiserkosis.
Taenia solium berukuran panjang 2-4 meter dan kadang-kadang sampai 8 meter
cacing ini seperti cacing Taenia saginata, terdiri dari skoleks, leher dan strobila, yang terdiri
atas 800-1000 ruas proglotid skoleks yang bulat berukuran kira-kira 1 milimeter mempunyai
4 buah batil isap dengan rostelum yang mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing
sebanyak 25-30 buah. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid (matur) dan mengandung telur
(gravid). Gambaran alat kelamin pada proglotid dewasa sama dengan Taenia saginata,
kecuali jumlah folikel testisnya lebih sedikit ,yaitu 150-200 buah. Bentuk proglotid gravid
mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya. Jumlah cabang uterus pada
proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi proglotid gravid berisi 30.000-50.000 buah
telur. Telurnya keluar melalui celah robekan pada proglotid. Telur tersebut bila termakan oleh
hospes perantara yang sesuai, maka dindingnya dicerna dan embrio heksakan keluar dari
telur, menembus diding usus dan masuk kesaluran getah bening atau darah bila daging babi
20
yang mengandung larva sistiserkus dimakan oleh manusia, diding kista dicerna,skoleks
mengalami evaginasi untuk kemudian melekat pada didnding usus halus seperti yeyunum.
Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur.
Taenia solium
Sejarah
Cacing pita dari daing babi, diketahui sejak Hippocrates, atau mungkin sudah sejak Nabi
Musa walaupun pada waktu itu belum dapat dibedakan antara cacing pita sapid an cacing pita
babi, sampai pada karya Goeze 1782.
Aristophane dan Aristoteles melukiskan stadium larva atau sistiserkus selulose pada lidah
babi hutan. Gessner (1558) dan Rumler (1588), melaporkan stadium larva pada manusia.
Kuschenmeister (1855) dan Leuckart (1856), adalah sarjana – sarjana yang pertama kali
mengadakan penelitian daur hidup cacing tersebut dan membuktikan bahwa cacing
gelembung yang didapatkan pada babi adalah larva cacing Taenia solium.
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitive T. solium adalah manusia dan hospes perantaranya adalah babi. Manusia
yang menelan sampai terhinggapi cacing dewasa Taenia solium juga menjadi perantara
penyakit cacing ini. Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah teniasis solium
dan yang disebabkan stadium larva adalah sistiserkosis.
Morfologi dan Daur Hidup
Taenia solium berukuran panjang 2 – 4 meter dan kadang sampai 8 meter. Cacing ini mirip
seperti taenia saginata, terdiri dari skoleks, leher dan strobila yang terdiri dari 800 – 1000
ruas proglotid. Skoleks yang bulat berukuran kira – kira 1 milimeter, mempunyai 4 buah batil
isap dengan rostelum yang mempunyai 2 baris kait – kait, masing – masing sebanyak 25 – 30
buah. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), dewasa (matur)
dan mengandung telur (gravid).
21
Gambaran alat kelamin pada proglotid dewasa sama denganTaenia saginata, kecuali jumlah
folikel testisnya lebih sedikit yaitu 150 – 200 buah. Bentuk proglotid gravid mempunyai
ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya. Jumlah cabang uterus pada proglotid adalah 7-
12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang – seling pada sisi kanan
atau kiri strobila secara tidak beraturan.
Proglotid gravid berisi 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar melalui celah robekan pada
proglotidnya. Telur tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai maka didingnya
dicerna dari embrio, maka dindingnya dicerna dari embrio heksakan keluar dari telur,
menembus dinding usus dan masuk ke saluran getah bening atau darah.
Embrio heksakan kemudian ikut aliran darah dan menyangkut di jaringan otot babi, embrio
heksakan cacing gelembung (sistiserkus) babi, dapat dibedakan dari cacing gelembung sabpi,
dengan adanya kait-kait di skoleks yang tunggal. Cacing gelembung biasanya disebut
sistiserkus selulose biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung dan pundak babi. Hospes
perantara lain kecuali babi, adalah monyet, unta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan
manusia.
Larva tersebut berukuran 0,6 – 1,8 cm. bila daging babi yang mengandung larva sisterkus
dimakan setengah matang atau mentah oleh manusia, dinding kista dicerna, skoleks
mengalami evaginasi untuk kemudian melekat pada dinding usus halus seperti yeyenum.
Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur.
Patologi dan Gejala Klinis
Cacing dewasa yang biasanya berjumlah seekor, tidak menyebabkan gejala klinis yang
berarti. Bial ada dapat berupa nyeri uluh hati, mencret, mual, obstipasi dan sakit kepala.
Darah tepi dapat menunjukkan eosinofilia. Gejala klinis yang berarti dan sering diderita
disebabkan oleh larva yang disebut sistiserkosis. Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan
gejala, kecuali bila alat yang dihinggapi adalah alat tubuh yang penting.
Pada manusia, sistiserkus atau larva Taenia solium sering menghinggapi jaringan subkutis,
mata, jaringan otak, otot, otot jantung, hati, paru dan rongga perut. Walaupun sering
dijumpai, kalsifikasi atau pengapuran pada sisterkus tidak menimbulkan gejala, akan tetapi
22
sewaktu – waktu terdapat pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam tinggi dan
eosinofilia.
Pada jaringan otak atau medulla spinalis, sistiserkus jarang mengalami kalsifikasi. Keadaan
ini sering menimbulkan reaksi jaringan dan dapat menimbulkan serangan ayan,
meningoensefalitis, gejala yang disebabkan oleh tekanan intracranial yang tinggi seperti nyeri
kepala dan kadang – kadang kelainan jiwa. Hidrosefalus internus dapat terjadi, bila timbul
sumbatan lairan cairan serebrospinal. Sebuah sistiserkus tunggal yang dapat ditemukan dalam
ventrikel IV otak bias menyebabkan kematian.
Diagnosis
Diagnosis taeniasis solium dilakukan dengan menemukan telur dan proglotid. Telur sukar
dibedakan dengan telur Taenia saginata. Diagnosis sistiserkosis dapat dilakukan dengan cara:
1. Ekstirpasi benjolan yang kemudian diperiksa secara histopatologi.
2. Radiologis dengan CT scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).
3. Deteksi antibody dengan teknik ELISA, Western Blot, uji hemaglutinasi, dan counter
Immuno Electrophoresis.
4. Deteksi coproantigen pada tinja.
5. Deteksi DNA dengna teknik PCR.
Pengobatan
Untuk pengobatan penyakit teniasis solium digunakan prazikuantel. Untuk sisterkosis
digunakan prazikuantel, albendazol atau dilakukan pembedahan.
Epidemiologi
Walaupun cacing ini kosmopolite, kebiasaan hidup penduduk yang dipengaruhi tradisi
kebudayaan dan agama, memainkan peranan penting. Biasanya penyakit ini ditemukan pada
orang yang bukan beragama islam tapi ada juga kasusnya.
Cara penyantapan daging tersebut yaitu matang, setengah matang atau mentah dan pengertian
akan kebersihan atau hygiene, memainkan peranan penting dalam penularan cacing Taenia
Solium maupun sistiserkus selulose. Pengobatan perorangan maupun pengobatan secara
23
masal harus dilakukan agar penderita tidak menjadi sumber inveksi bagi diri sendiri maupun
babi dan hewan lain sperti anjing.
Pendidikan mengenai kesehatan harus dirintis. Cara – cara ternak babi harus diperbaiki, agar
tidak ada kontak dengan tinja manusia. Sebaiknya untuk ternak babi harus digunakan
kandang yang bersih dan makanan yang sesuai pencahannya lakukan seperti mencegah taenia
saginata.
PENUTUP
Kesimpulan
Taenia saginata adalah cacing parasit yang datar telah berkembang cukup efisien dari waktu
ke waktu untuk beradaptasi cara yang luar biasa menyerap nutrisi dan menyelesaikan siklus
hidup yang kompleks. Taenia saginata memiliki dua host yang menginfeksi yaitu: host
definitif pada manusia dan hospes perantara pada sapi. Cacing dewasa taenia saginata
biasanya menyebabkan gejala-gejala berikut: reaksi alergi ,kronis pencernaan ,sembelit ,diare
,pusing ,sakit kepala ,kehilangan nafsu makan ,mual ,obstruksi usus ,sakit perut, penurunan
berat badan.
Diagnosis dasar dasar dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Menanyakan riwayat penyakit
(anamnesis) dan dari sampel tinja. Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis). Didalam
anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakak penderita pernah mengeluarkan proglotid
(segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan. bila
memungkinkan sambil memperhatikan contoh potongan cacing yang diawetkan dalam botol
transparan. Sedangkan dengan pemeriksaan tinja yaitu Tinja diperiksa untuk menemukan
telur parasit. Telur terlihat seperti telur yang lain dari Taeniidae keluarga, sehingga hanya
mungkin untuk mengidentifikasi telur untuk keluarga, bukan ke tingkat spesies. Karena sulit
untuk mendiagnosa menggunakan telur saja, melihat scolex atau proglottids gravid dapat
membantu mengidentifikasi Taenia saginata.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi
kedokteran edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI 2009
2. Brown H W. Dasar Parasitologi Klinik. Jakarta: penerbit Gramedia. 2009.
3. Abdurahman N, Daldiyono H, Markum, dkk. Anamnesis danPemeriksaanFisik.
Jakarta: Balaipenerbit FKUI 2003.
4. Djaenudin N, Ridad A. parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. EGC; Jakarta. 2009.
5. Juni PA L.A, Tjahaya P.U, Darwanto. Atlas Parasitologi Kedokteran. Penerbit PT
gramedia pustaka utama; Jakarta. 2001.
6. http://www.depkes.go.id/downloads/Taeniasis.pdf ;diunduh 11 Mei 2012
25