49
PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI DAN STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA MELINDA RUMUY DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2

PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

  • Upload
    ngotruc

  • View
    236

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI DAN

STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA

MELINDA RUMUY

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2

Page 2: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh

Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi terhadap Perkembangan Balita

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Melinda Rumuy

NIM I14100151

Page 3: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

ABSTRAK

MELINDA RUMUY. Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status

Gizi terhadap Perkembangan Balita. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan NETI

HERNAWATI

Stunting merupakan bentuk kekurangan gizi kronis yang umumnya

dijumpai pada negara yang sedang berkembang dan memiliki efek jangka

panjang. Usia balita merupakan fase kritis tumbuh kembang yang menentukan

sehingga ASI harus menjadi makanan utama, khususnya usia baduta. Penelitian

ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pengaruh pemberian ASI, MP-

ASI dan kejadian stunting terhadap perkembangan balita. Desain penelitian adalah

cross sectional study dengan contoh sebanyak 80 balita. Hasil analisis deskriptif

menunjukkan bahwa 92.5% balita mendapatkan kolostrum, sebanyak 56.3% balita

telah diberikan ASI eksklusif dan masih terdapat 26.2% balita yang diberikan

prelakteal dan pemberian MP-ASI sebelum 6 bulan. Kejadian stunting dijumpai

pada 53.7% balita. Indeks perkembangan balita sebanyak 46.2% terkategori

tinggi, 22.5% terkategori sedang dan 31.2% terkategori rendah. Analisis regresi

berganda dengan metode stepwise menunjukkan bahwa status gizi dapat

menjelaskan sebanyak 6.6% perkembangan balita. Setiap kenaikan poin status gizi

(z-score) akan meningkatkan 3.63 poin perkembangan balita.

Kata kunci: anak balita, ASI, MP-ASI, Stunting, perkembangan

ABSTRACT

MELINDA RUMUY. Effect of Breastfeeding, Weaning Food and Nutritional

Status to Development of Children under Five Years. Supervised by ALI

KHOMSAN and NETI HERNAWATI.

Stunting is a chronic malnutrition and a common problem that still have

been embraced by developing country. Under five years of age is the critical

phase of children growth and development . Therefore, breast milk is the best food

to be given, especially for children under two years old. The objectives of this

study were to learn and analyze the effect of breastfeeding, weaning practices and

nutritional status (height for age) to children’s development on under five years.

This study design used a cross sectional study. Sample of this study were 80

children under five years. Descriptive analysis showed that 92.5% of subject had

been given colostrum, 56.3% exclusive breastfeeding and 26.2% prelacteal also

weaning food before six month. Stunting had found as much as 53.7%. As many

as 46.2% subject had high, 22.5% were moderate, and 31.2% were low of

development index. Regresion analysis revealed that 6.6% childrent’s

development can be explained by nutritional status. Every Z-score improving will

increase by 3.623 point of children’s development index.

Keyword : breastfeeding, children development, children under five years,

stunting, weaning food

Page 4: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI DAN

STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA

MELINDA RUMUY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 5: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi

terhadap Perkembangan Balita

Nama : Melinda Rumuy

NIM : I14100151

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Neti Hernawati, SP., M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 6: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang penuh kuasa atas segala

kasih dan karunia sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Desa Batulawang,Kabupaten Cianjur

dengan judul Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi

terhadap Perkembangan Balita.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS

dan Ibu Neti Hernawati, SP., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberi saran dan masukan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS atas

kesediaannya sebagai dosen pemandu seminar dan penguji pada ujian skripsi serta

sebagai ketua penelitian strategis IPB yang diikuti atas izin, saran dan masukan

yang diberikan. Terima kasih kepada rekan-rekan penelitian, bidan dan kader serta

pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih

juga disampaikan kepada keluarga dan kerabat atas segala dukungan dan doa.

Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman Departemen

Gizi Masyarakat angkatan 47, teman-teman Youth of Nation Ministry,

Persekutuan Mahasiswa Kristen dan teman-teman Fak Fak Student Community

serta pihak yang telah memberikan dukungan serta doa. Semoga karya ilmiah ini

dapat memberikan manfaat.

Bogor, Juli 2014

Melinda Rumuy

Page 7: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 5

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 9

Karakteristik Balita 9

Karakteristik Keluarga 10

Riwayat Pemberian ASI dan MP-ASI 12

Status Kesehatan 15

Status Gizi (TB/U) 15

Perkembangan Balita 17

Hubungan Perkembangan dengan Variabel lainnya 19

Faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan 24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 33

i

Page 8: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

DAFTAR TABEL

1 Skala dan cara pengumpulan data 6

2 Pengaktegorian variabel penelitian 7

3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik balita 10

4 Sebaran balita berdasarkan karakteristik keluarga 11

5 Sebaran balita berdasarkan riwayat ASI dan riwayat MP-ASI 13

6 Sebaran balita berdasarkan status kesehatan 15

7 Sebaran balita berdasarkan status gizi 16

8 Sebaran contoh berdasarkan z-score 16

9 Sebaran balita berdasarkan status perkembangan 17

10 Hasil uji korelasi indeks perkembangan dengan berbagai variabel 20

11 Hasil uji Chi-square indeks perkembangan dengan berbagai variabel 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambaran perkembangan balita berdasarkan umur dan aspek

Perkembangan 33

2 Hubungan antar variabel 36

3 Hasil analisis regresi linear berganda dengan metode stepwise 37

ii

Page 9: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) dan status gizi merupakan salah satu indikator

kesehatan yang menentukan kualitas SDM. Usia balita adalah bagian dari fase

terpenting dalam fokus meningkatkan kualitas kehidupan. Fase ini penting

(golden age) untuk menstimulasi perkembangan anak namun pada fase ini juga

rawan terhadap gangguan dan kekurangan gizi. Depkes pada tahun 2000 telah

memprediksi bahwa angka kejadian stunting di dunia akan mencapai 33%. Data

distribusi melaporkan bahwa 1 dari tiga anak di negara sedang berkembang

mengalami stunting dan 70 % berada pada benua Asia (Duggan et al. 2008). Data

Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa 35.6 % balita di Indonesia mengalami

masalah stunting (sangat pendek dan pendek) artinya hampir separuh balita

memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar tinggi badan balita seumurnya.

Meski prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia telah mengalami

penurunan sebesar 13 % dalam sepuluh tahun terakhir, namun Indonesia masih

memiliki 35.6 % balita pendek yang terdiri dari 18.5 % balita sangat pendek dan

17.1 % balita pendek. Anak balita perempuan dan anak laki-laki balita Indonesia

mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6.7 cm dan 7.3 cm lebih pendek

daripada standar rujukan WHO 2003. Jawa Barat memiliki prevalensi stunting

sebesar 33.6 %. Berdasarkan Departemen Kesehatan, ambang batas masalah

stunting dikatakan masalah kesehatan masyarakat jika prevalensi lebih dari 20 %

(Kemenkes RI 2011).

Kejadian stunting kurang mendapat perhatian yang serius dibandingkan

kejadian gizi kurang lainnya seperti marasmus atau kwarshiorkor. Hal ini karena

anak yang bertubuh pendek tidak memiliki gejala yang sangat khas atau tanda-

tanda khusus seperti odem pada kwarshiorkor. Khomsan (2004) mengatakan

bahwa pertumbuhan dan perkembangan tercepat otak terjadi di usia di bawah

lima tahun pertama kehidupan. Dengan demikian status gizi sangat menentukan

perkembangan dikemudian hari. Stunting memiliki dampak jangka panjang dan

permanen bagi kehidupan anak dikemudian hari. Studi menunjukkan bahwa anak

pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama

pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa.

Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh

menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih

rentan terhadap penyakit tidak menular. UNICEF (2011) telah mengemukakan

bahwa anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia

yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif

suatu bangsa di masa yang akan datang Salah satu proses penting dalam pemenuhan gizi balita adalah pemberian ASI.

ASI adalah makanan yang paling sesuai untuk bayi karena mengandung zat-zat gizi yang

diperlukan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang. Penelitian Cohor tentang efek

jangka panjang oleh Wendy et al. (2009) (diacu dalam Bapenas 2011) membuktikan

pemberian ASI yang singkat menjadi prediktor dari berbagai masalah kesehatan mental

yang akan muncul pada masa anak dan remaja. Dengan demikian, penelitian ini penting

Page 10: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

3

dilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada balita

dengan status gizi balita serta dampak status gizi terhadapa perkembangan balita.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh riwayat pemberian

ASI, MP-ASI, status kesehatan dan kejadian stunting terhadap perkembangan

anak.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik balita (umur, jenis kelamin, urutan

kelahiran dan berat badan lahir) dan karakteristik keluarga (umur ibu,

lama pendidikan orang tua, status kerja ibu, pekerjaan ayah, besar

keluarga, jumlah anak dan pendapatan per kapita).

2. Mengidentifikasi riwayat pemberian ASI (kolostrum, ASI ekslusif, lama

pemberian ASI saja, pemberian ASI pada usia bawah dua tahun dan usia

di atas dua tahun, ASI predominan, dan pralakteal) dan MP ASI (awal

pemberian MP-ASI dan jenis MP-ASI)

3. Mengidentifikasi status gizi anak (indeks tinggi badan menurut umur) dan

status kesehatan (kejadian ISPA, kejadian diare, dan persepsi ibu tentang

anak sering sakit)

4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga (pendidikan ibu, pekerjaan

ibu dan pendapatan per kapita), riwayat pemberian ASI (ASI eksklusif

dan pemberian ASI pada usia di bawah dua tahun) dan MP-ASI (waktu

awal diberi MP-ASI) dengan perkembangan balita.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan

balita.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran

kejadian stunting dan perkembangan pada anak, khususnya di daerah yang diteliti.

Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui hubungan kejadian stunting¸

riwayat pemberian ASI dan MP ASI dengan perkembangan anak. Selain itu hasil

dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak terkait

yang menangani masalah tumbuh kembang anak dalam menyusun solusi-solusi

jangka panjang.

Page 11: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Usia balita khususnya dua tahun pertama merupakan periode kritis dan

penting, namun demikian dalam usia ini juga rawan terjadi gangguan gizi dan

gangguan penyakit. Periode kritis adalah waktu yang tepat bagi seorang individu

untuk memperoleh pengalaman, ketrampilan maupun kemampuan secara optimal

bila dirangsang dengan tepat oleh lingkungan hidupnya (Dariyo 2007). Dengan

demikian penelitian ini mengambil contoh berupa anak usia balita.

Kompleksitas sistem jaringan otot, sistem syaraf serta sistem fungsi organ

tubuh sejalan dengan proses pematangan fisik atau pertumbuhan. Penelitian

Martorell (1996) dalam Jalal (2009) menyimpulkan bahwa kekurangan gizi pada

anak usia dini berdampak pada keterlambatan pertumbuhan fisik, perkembangan

motorik, serta gangguan perkembangan kognitif. Menurut Hanum (2012), gizi

kurang pada anak usia dini akan menyebabkan sel otak berkurang hingga 15-20%

sehingga dikemudian hari anak hanya akan mampu memaksimalkan kualitas otak

sekitar 80-85%. Stunting merupakan bentuk kekurangan gizi kronis yang terjadi

dalam jangka waktu lama. Stunting yang dilihat berdasarkan tinggi badan

merupakan indikator untuk menilai pertumbuhan fisik yang sudah lewat dan

dapat digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan

(Soetjiningsih 1998 diacu dalam Sofyana 2011, Hidayati 2005). Sehingga

pengukuran gizi pada penelitian ini difokuskan pada status gizi anak berdasarkan

tinggi badan berdasarkan usia.

Perkembangan juga dipengaruhi oleh lingkungan pengasuhan. Fungsi

pengasuhan yang diteliti dalam penelitian ini adalah praktek pemberian ASI dan

MP-ASI. Anjuran pemberian ASI menurut Depkes berupa pemberian ASI

Eksklusif selama 6 bulan dan dapat diteruskan sampai anak berusia 2 tahun. Hal

tersebut dikarenakan ASI mengandung protein, karbohidrat, lemak dan mineral

yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang seimbang (Depkes 2011). Pemberian

ASI selain berdampak positif pada status gizi dan kesehtan anak juga mampu

memenuhi kebutuhan awal stimulasi. Hal ini karena ASI kaya kandungan gizi

dan antibodi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi fisiologis anak.

Pemberian ASI dan MP-ASI yang baik berhubungan dengan tingkat

perkembanagan dan capaian status gizi anak yang lebih baik sedangkan

kekurangan zat gizi berakibat pada tidak sempurnanya pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Status kesehatan sebagai dampak dari pengasuhan akan berdampak pada

status gizi dan perkembangan anak melalui mekanisme penurunan pertahanan

tubuh. Secara normal, tubuh akan mengutamakan penggunaan zat gizi untuk

penyembuhan akibat penyakit (mekanisme alami mempertahankan hidup) dan

mengesampingkan penggunaan gizi untuk perkembangan anak. Oleh sebab itu,

penelitian ini juga meneliti terkait status kesehatan anak yang dilihat dari kejadian

penyakit infeksi dan persepsi ibu tentang anak sering sakit. Bagan kerangka

pemikiran selengkapnya disajikan pada Gambar 1.

Page 12: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada
Page 13: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

5

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Karakteristik Anak:

Umur

Jenis kelamin

Urutan Kelahiran (Anak ke)

BBL

Riwayat pemberian ASI

Kolostrum

ASI eksklusif

Lama pemberian ASI saja

Frekuensi menyusui

Masih ASI (bawah 2 tahun)

Masih ASI (bawah 2 tahun)

Predominan ASI

Prelakteal

MP-ASI

MP ASI sebelum

6 bulan

Jenis MP ASI

Status Kesehatan:

Diare

Lama diare

Infeksi pernapasan akut (ISPA)

Lama ISPA

Persepsi ibu tentang anak sakit

Status Gizi (TB/U)

Perkembangan:

Motorik kasar

Motorik halus

Sosialisasi dan kemandirian

Bicara dan Bahasa

Karakteristik Keluarga

Umur ibu

Pendidikan orang tua

Pekerjaan orang tua

Pendapatan per kapita

Jumlah anak

Besar keluarga

Stimulasi Psikosoisal

Page 14: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

6

METODE PENELITIAN

Desain,Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian berlokasi di

Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jawa Barat dipilih karena memiliki prevalensi

stunting sebesar 33,6 % yang berdasarkan Departemen Kesehatan dikatakan

sebagai masalah kesehatan masyarakat karena prevalensi lebih dari 20%.

Penelitian dilakukan di Desa Batulawang karena jumlah populasi balita yang

cukup tinggi. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Strategis IPB yang

berjudul “Masalah dan Solusi Stunting akibat Kurang Gizi Kronis di Wilayah

Pedesaan” yang diketuai oleh Prof. Dr. Faisal Anwar, MS. Adapun sumber data

yang diambil langsung oleh peneliti adalah data yang berhubungan dengan

variabel perkembangan balita dan berat badan lahir. Pengambilan data primer

hingga analisis data berlangsung selama enam bulan terhitung dari bulan Oktober

hingga Desember 2013.

Jumlah dan Cara Pengumpulan Data

Responden penelitian adalah ibu yang memiliki anak balita. Contoh

penelitian adalah 80 anak yang berumur 12-60 bulan yang berada di Desa

Batulawang. Sebanyak 5 posyandu desa dipilih secara purposive dengan

memperhitungkan kelengkapan data Posyandu. Daftar jumlah anak diperoleh dari

buku registrasi posyandu. Sebanyak 80 balita dipilih secara acak dari populasi

yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

1. Anak berusia 12 hingga 60 bulan

2. Masih memiliki ibu dan tinggal serta diasuh oleh ibunya

3. Tinggal di Desa Batulawang

4. Terdaftar pada posyandu dan memilki KMS

5. Ibu bersedia diwawancarai

Kriteri eksklusi penelitian ini adalah:

1. Anak yang tidak tinggal di Desa Batulawang

2. Anak tidak terdaftar di Posyandu atau tidak memiliki KMS

3. Anak dengan keterbelakangan mental

Menurut Lemeshow et al. (1997) rumus penentuan jumlah sampel penelitian

adalah:

n=(z2

1-α/2 x p x (1-p) )/ d2

n=[(1.96

2)x0.336x(1-0.336)]/ (0.11

2)

n=70.8+(0.12x70.8)

n=79.2≈80 contoh

Keterangan :

n = besar contoh yang akan diteliti

z21-α/2 = nilai z skor pada 1- α/2 dengan tingkat kepercayaan 95% ( 1.96)

p = estimasi prevalensi stunting di Jawa Barat yaitu sebesar 33.6%

d = ketelitian atau presisi yaitu 11%

Page 15: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

7

Hasil perhitungan menunjukan bahwa contoh minimal yang diperlukan

adalah 71 balita dengan melebihkan sebanyak 12% dari contoh minimal maka

diambil sebanyak 80 contoh balita dalam penelitian ini. Penarikan contoh dari

posyandu dilakukan secara stratified random sampling dari data seluruh balita.

Dengan demikian banyaknya contoh yang terambil pada masing-masing posyandu

adalah:

ni= (Ni/ N) X n

Keterangan:

ni = jumlah contoh yang diambil dari masing-masing posyandu

n = ukuran minimal contoh yang diambil dalam penelitian

N = jumlah balita di semua posyandu yang diteliti

Ni= jumlah balita di posyandu i

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran

langsung dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari data Penelitian

Strategis IPB yang diikuti. Data yang dikumpulkan meliputi data perkembangan

balita. Data selain data perkembangan didapat dari Penelitian Strategis IPB.

Tabel 1 Skala dan cara pengumpulan data No Variabel Data yang dikumpulkan Cara Pengumpulan

1. Perkembangan Skor Perkembangan Pengukuran dengan

KPSP

2. Karakteristik anak Umur Kuesioner

Jenis kelamin

Urutan kelahiran (anak ke)

Berat badan lahir

3. Karakteristi

Keluarga Umur ibu Kuesioner

Pendidika orang tua

Pekerjaan orang tua

Pendapatan per kapita

Besar keluarga

Jumlah anak

4. Status Gizi TB/U Pengukuran langsung

5. Status Kesehatan Diare Kuesioner

Lama Diare

ISPA

Lama ISPA

Persepsi Sakit

6. Riwayat ASI Kolostrum Kuesioner

ASI Ekslusif

Lama Pemberian ASI

Lama Menyusui

Masih ASI (Usia ≤ 2 tahun)

Masih ASI (Usia > 2 tahun)

Prelakteal

Predominan ASI

7. MP ASI MP ASI sebelum 6 bulan Kuesioner

Jenis MP ASI

Page 16: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

8

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data nominal, ordinal, dan rasio. Data nominal

meliputi data jenis kelamin. Data ordinal adalah urutan anak, riwayat pemberian

ASI (pemberian kolostrum, ASI ekslusif, ASI masih diberikan, ASI predominan,

pemberian pralakteal) dan MP-ASI. Data rasio meliputi data umur anak dan ibu,

berat lahir, lama pemberian ASI, status gizi, lama pendidikan orangtua, besar

pendapatan per kapita dan skor perkembangan. Pengkategorian variabel penelitian

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengaktegorian variabel penelitian No Variabel Kategori Sumber pengukuran

1. Umur balita 1.batita (< 36 bulan)

3.Prasekolah (≥36 bulan)

Papalia et al. (2008)

2. Umur 1.< 20 tahun

2.20-39 tahun (dewasa Muda)

3. 40-65 tahun (dewasa tua)

Papalia et al. (2008)

3. Lama Pendidikan ≤ 6 tahun

7-12 Ahun

4. Status Pekerjaan ibu 1. Tidak bekerja

2. Bekerja

5. Pekerjaan ayah 1.Buruh

2. Bukan buruh

6. Besar Keluarga 1. ≤4 (keluarga)

2.5-6 (sedang)

3.≥ 7 (besar)

BKKBN (1998)

7. Jumlah anak 1.<2 anak

2. ≥ 2 anak

8. Pendapatan per kapita 1.Miskin (≤Rp 253.273)

2. Tidak miskin (>Rp 253.273)

Garis Kemiskinan Jawa

Barat 2013

9. Lama Pemberian ASI

eksklusif

1.6 bulan

2.4-5 bulan

3.1-3 bulan

4.< 1 bulan

Khomsan et al. (2009)

10. Persepsi sakit 1. Sakit dalam 1 tahun terakhir.

2. Tidak sakit dalam 1 tahun

terkahir

11. Status gizi

berdasarkan TB/U

Z skor >=-2 (normal)

Z skor < -2 ( stunting)

WHO (2007)

12. Perkembangan < 60 (rendah )

60-79 (sedang)

≥ 80(tinggi)

Khomsan (2007)

Depkes 2005

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis. Pengolahan data meliputi

editing, cleaning dan analisis data. Program komputer yang digunakan untuk

pengolahan dan analisis data adalah microsoft excel 2010 dan SPSS versi 16.0 for

windows. Uji normalistas dilakukan sebelum analisis data dengan menggunakan

K-S test (Kormogorov-Smirnov).

Analisis statistik yang dilakukan berupa statistik deskriptif dan inferensia.

Analisis deskriptif untuk menggambarkan sebaran variabel yang diteliti

berdasarkan persen dan rataan, sedangkan statistik inferensia yang digunakan

adalah uji korelasi dan regresi. Uji korelasi pearson digunakan untuk

menganalisis hubungan antara karakteristik keluraga (pendapatan per kapita) dan

status gizi (TB/U) dengan indeks perkembangan. Uji korelasi rank spearman

Page 17: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

9

digunakan untuk menganalisis karakteristik keluarga (pendidikan ibu) dengan

indeks perkembangan. Sedangkan uji chi square digunakan untuk menganalisis

hubungan antara karakteristik keluarga (status pekerjaan ibu), status kesehatan

(persepsi ibu tentang anak sering sakit), riwayat pemberian ASI (pemberian ASI

eksklusif dan pemberian ASI pada usia di bawah dua tahun) dan MP-ASI dengan

indeks perkembangan.

Uji regresi linear berganda dengan metode stepwise digunakan untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan. Variabel

dependen yang dianalisa adalah indeks perkembangan sedangkan variabel

independennya berupa karakteristik keluarga, status gizi balita (TB/U) dan lama

pemberian ASI dan umur awal diberikan MP-ASI. Persamaan regresi dalam

penelitian adalah:

Y= X1+ X2+X3 +X4+C

Keterangan

X1 = riwayat pemberian ASI (lama pemberian ASI saja)

X2 = riwayat pemberian MP ASI (umur awal diberi MP-ASI)

X3 = karakteristik Keluarga

X4 = status gizi

C = konstanta

Page 18: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Batulawang merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah

Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, dengan luas wilayah pemukiman ±

103.85 Ha, dan terdiri dari 8 dusun, 13 RW, serta 51 RT. Sebelah utara Desa

Batulawang berbatasan dengan Desa Sukawangi, sebelah selatan berbatasan

dengan Desa Palasari, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciloto dan sebelah

Timur berbatasan dengan Desa Sukanagalih. Keadaan geografis Desa Batulawang

terletak 950-1200M dari permukaan laut dengan banyak curah hujan

3.145mm/tahun dan suhu rata-rata adalah 240-27

0C.

Desa Batulawang memiliki jumlah penduduk sebesar 13 404 jiwa dengan

komposisi hampir seimbang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 6 842 jiwa dan

perempuan sejumlah 6582 jiwa. Total kepala keluarga sebanyak 3363 KK. Jumlah

keseluruhan bayi dan anak hingga usia 6 tahun yang terdapat di Desa Batulwang

mencapai 1892 anak dengan jumlah usia bayi 0-1 tahun sebanyak 321 anak dan

balita usia 2-6 tahun sebanyak 1571 anak. Jumlah posyandu di Desa Batulawang

sebanyak 20 posyandu yang tersebar pada 13 RW.

Sebagian besar (50.1%) penduduk angkatan kerja bermata pencaharian

sebagai buruh tani, sebanyak 33.3% sebagai petani, sebanyak 7.7% sebagai buruh

swasta, sebanyak 4% sebagai tukang dan sisanya adalah pedagang, pegawai

negeri dan montir. Kualitas sumber daya manusia sangat penting untuk

menghadapi tantangan kehidupan yang salah satunya terlihat dari tingkat

pendidikan. Kualitas pendidikan di Desa Batulawang masih rendah. Hampir

sebagian besar penduduk (48.1%) berstatus pendidikan tamat SD. Penduduk yang

tamat SMP/MTs menempati urutan kedua dengan presentase 21.4% diikuti

penduduk yang tamat SMP/MTs yang tidak melanjutkan dengan persentase

12.6%, tamat SMA/Aliyah sebanyak 8.8%, dan perguruan tinggi sebanyak 0.39%.

Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai merupakan salah

satu wujud pemerintah dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat

(Khomsan et al.2009). Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Desa

Batulawang dinilai masih sangat minim yang terlihat dari tersedianya sarana

hanya mulai dari TK/TPA sampai MTs (setara SMP). Terdapat 3 buah TK/TPA,

6 buah SD dan 1 buah MTs. Dengan fasilitas yang minim maka akses warga

untuk meningkatkan kualitas pendidikan terbilang sulit.

Karakteristik Balita

Karakteristik balita yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, jenis

kelamin, urutan anak dalam keluarga dan berat badan lahir. Usia balita pada

penelitian ini berkisar antara 12 hingga 60 bulan dengan rata-rata usia adalah

33.6±15.4 bulan. Anak balita dikelompokkan lagi menjadi usia di bawah tiga

tahun (batita) dan usia di atas tiga tahun (usia prasekolah). Anak batita ditemukan

sebanyak 56.3% lebih banyak dibandingkan dengan anak usia prasekolah

sebanyak 43.8%. Anak balita yang menjadi contoh tersebar hampir merata

berdasarkan jenis kelamin. Balita berjenis kelamin perempuan sebanyak 51.2%

Page 19: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

11

dan sisanya 48.8% balita berjenis kelamin laki-laki dengan sebagian besar

(53.8%) balita adalah bukan anak tunggal dan sisanya 46.2% adalah anak tunggal.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik balita

Karakteristik Balita n %

Umur

Batita (<36 bulan) 45 56.3

Prasekolah (≥36 bulan) 35 43.8

Jenis Kelamin

Laki-laki 39 48.8

Perempuan 41 51.2

Urutan Anak

Tunggal 37 46.2

Bukan tunggal 43 53.8

Berat Badan Lahir

Rendah (≤ 2500 g) 4 5.0

Normal (> 2500 g) 76 95.0

Menurut Hughes (1999), usia batita memiliki ciri spesifik yaitu masih

memiliki kelekatan emosi dengan orang tua, takut berpisah dengan orang tua,

membuat cerita yang tidak masuk akal, berbohong dan egosentris. Sedangkan

anak usia prasekolah, meskipun masih terikat dan memfokuskan diri pada

hubungan orang tua atau keluarga, namun masa ini ditandai dengan kemandirian,

kemampuan kontrol diri dan hasrat untuk memperluas pergaulan dengan anak-

anak sebaya. Dariyo (2007) menambahkan masa kanak-kanak awal masih

dicirikan dengan kegiatan bermain baik bermain sendiri maupun bermain

berkelompok dengan teman sebaya. Permainan pada masa kanak-kanan awal

selain berguna untuk pengembangan kepribadian juga berguna untuk

pengembangan psikomotorik halus dan kasar.

Berat badan lahir anak menggambarkan keadaan perkembangan prenatal.

Proses perkembangan sistem syaraf terjadi bersamaan dengan pembentukan

organ-organ eksternal janin (Dariyo 2007). Hasil penelitian menunjukkan hampir

sebagian besar balita (95%) memiliki riwayat berat badan lahir normal dan hanya

sebagian kecil (5%) yang memiliki riwayat berat badan lahir rendah yaitu berat

badan lahir kurang dari 2500g. Rata-rata berat badan lahir balita adalah

3190±367.9g dan terkategori normal. Menurut Watemberg (2002), semakin

rendah berat lahir, semakin besar kemungkinan cedera otak. Saigal et al. (2003)

mengemukakan bahwa anak usia prasekolah dengan berat lahir rendah lebih

mungkin memiliki kesulitan belajar daripada anak dengan berat lahir normal.

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam

satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al. 2007). Menurut Suhardjo (1989)

(dalam Hanum 2012), keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari sepasang

suami istri dengan anak-anaknya. Karakteristik keluarga yang diidentifikasi dalam

penelitian ini meliputi usia ibu, tingkat pendidikan ibu dan ayah, status kerja ibu

Page 20: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

12

dan pekerjaan ayah, besar keluarga serta pendapatan per kapita. Karakteristik

keluarga yang diteliti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran balita berdasarkan karakteristik keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar keluarga balita berkisar antara

3 sampai 9 orang dengan rata-rata 4.9±1.7 orang dan terkategori sebagai

keluarga sedang. Lebih dari separuh contoh (52.5%) memiliki keluarga kecil

dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang orang. Hal ini ditunjukkan dengan

sebagian besar keluarga balita (70%) adalah keluarga inti dengan total anak

kurang dari dua anak.

Usia ibu dalam penelitian ini berkisar antara 18 tahun hingga 48 tahun

dengan rata-rata usia adalah 28.2 ± 6.7 tahun. Sebagian besar ibu, yaitu sebanyak

88.7% berada pada usia dewasa muda (usia 20 hingga 39 tahun) dan sisanya

sebesar 6.3% berada pada usia di bawah 20 tahun. Sebagian kecil ibu (5%) berada

pada usia dewasa tua (berusia 40 hingga 65 tahun). Menurut Hurlock (1999), usia

mempengaruhi seorang ibu dalam bertindak dalam memperhatikan kebutuhan

anaknya. Semakin tinggi usia ibu sejalan dengan bertambahnya jumlah anak. Uji

korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara umur ibu dan total

anak dalam keluarga (p<0.001, r= 0.823). Jumlah anak yang semakin meningkat

Karakteristik keluarga n %

Umur ibu

<20 tahun 5 6.3

20-39 tahun 71 88.7

40-65 tahun 4 5.0

Lama Pendidikan Ibu

≤ 6 tahun 62 77.5

7-12 tahun 18 22.5

Status Pekerjaan Ibu

Bekerja 17 21.2

Tidak Bekerja 63 78.8

Lama pendidikan ayah

≤ 6 tahun 61 76.3

7-12 tahun 19 23.7

Pekerjaan ayah

Buruh 62 77.5

Bukan buruh 18 22.5

Besar keluarga

Kecil (≤ 4 orang) 42 52.5

Sedang (5-6 orang) 21 26.3

Besar ( >7 orang) 17 21.2

Total Anak

≤2 anak 56 70.0

>2 anak 24 30.0

Pendapatan per kapita

Miskin 52 65.0

Tidak miskin 28 35.0

Page 21: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

13

akan mengurangi porsi perhatian dan stimulasi ibu terhadap anak. Disisi lain

Carlson (1995 dalam Santrock 2007) menjelaskan bahwa hubungan saudara pada

anak meliputi menolong, berbagi, mengajari, berkelahi, dan bermain. Saudara

kandung bagi balita bisa bertindak salah satunya sebagai dukungan emosional

dan mitra komunikasi.

Secara umum lama pendidikan ayah dan ibu hampir sama. Hal ini

ditunjukkan dengan sebagian besar yaitu sebanyak 77.5% ibu dan 76.3% ayah

balita memiliki lama pendidikan ≤ 6 tahun. Hanya sebagian kecil ayah (23.7%)

dan ibu (22.5%) yang memiliki lama pendidikan 7-12 tahun. Rata-rata lama

pendidikan ibu adalah 6.39±2.01 tahun dan rata-rata lama pendidikan ayah adalah

6.62±2.40 tahun.

Status pekerjaan ibu dibedakan antara ibu yang bekerja dan yang tidak

bekerja. Sebagian besar ibu balita 78.8% merupakan ibu yang tidak bekerja atau

sebagai ibu rumah tangga, sedangkan sisanya 21.2% adalah ibu yang bekerja

dengan banyak waktu dihabiskan di luar rumah. Ibu dengan status bekerja

sebagian besar (58.8%) adalah buruh, dan sebanyak 29.4% adalah wiraswasta.

Terdapat 2 orang ibu yang berprofesi sebagai guru/kader. Pekerjaan ayah

dikategorikan menjadi buruh dan bukan buruh. Sebagian besar ayah yaitu 77.5%

bekerja sebagai buruh (buruh tani dan buruh lainnya) dan sisanya 22.5% bukan

buruh dengan pekerjaan padagang atau petani.

Pendapatan perkapita keluarga adalah total pendapatan dalam keluarga

dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2013,

sebuah keluarga di Provinsi Jawa Barat digolongkan dalam keluarga miskin jika

pendapatan per kapita per bulan di bawah Rp253 273. Secara keseluruhan rata-

rata pendapatan per kapita keluarga sebesar Rp246 566 ± 153 332 dan masih

berada di bawah garis kemiskinan. Penelitian menunjukkan sebanyak 65%

keluarga balita terkategori dalam keluarga miskin. Menurut Yuliana (2004),

keluarga dengan kondisi ekonomi yang baik akan mendukung pertumbuhan dan

perkembangan anak berlangsung dengan baik melalui penyediaan makanan yang

bermutu. Hastuti (2008), mengemukan hal yang sama bahwa keluarga yang stabil

secara ekonomi memiliki peluang untuk memberikan lingkungan pengasuhan

yang relatif lebih baik dibandingkan dengan keluarga yang belum mandiri dan

lemah dalam kemampuan ekonomi.

Riwayat Pemberian ASI dan MP ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah susu alami yang diproduksi oleh organ tubuh

(payudara) yang dirangsang oleh hormon laktogen setelah ibu melahirkan.

Pemberian secara benar dan tepat akan member 3 manfaat pada bayi, yaitu

manfaat psikologis, manfaat sosiologis dan manfaat pertumbuhan fisiologis pada

bayi (Dariyo 2007). Dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding,

WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk

mencapai tumbuh kembang optimal yaitu pertama memberikan Air Susu Ibu

(ASI) kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua

memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir

sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan Makanan Pendamping Air Susu

Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan. Keempat meneruskan

pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes 2005). Dalam

penelitian ini, riwayat pemberian ASI meliputi pemberian kolostrum, pemberian

Page 22: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

14

ASI ekslusif, lama pemberian ASI, ASI predominan, dan pemberian pralakteal.

Adapun riwayat MP-ASI yang diamati adalah waktu pemberian MP-ASI dan jenis

MP-ASI yang diberikan.

Pemberian ASI

Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir seluruh balita, yaitu 92.5% telah

diberikan kolostrum. Kolostrum adalah air susu berupa cairan yang berwarna

lebih kuning dan kental dibandingkan ASI setelahnya yang keluar pada hari

pertama sampai hari ke-3 hingga minggu pertama sejak kelahiran bayi.

Dibandingkan dengan ASI sesudahnya, kolostrum lebih banyak mengandung

protein, zat antivirus dan zat antibakteri. Selain itu, kandungan lemak kolostrum

lebih rendah. Kolostrum memenuhi hampir semua kebutuhan gizi bayi kecuali

vitamin C, vitamin D dan tembaga (Gupte 2004).

Tahun pertama termasuk enam bulan pertama adalah masa yang sangat

kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung

cepat, tetapi juga pembentukan psikomotorik dan akulturasi terjadi dengan cepat

sehingga ASI harus menjadi makanan utama pada usia ini (Muchtadi 2002). Hasil

penelitian menunjukkan rata-rata lama pemberian ASI pada balita adalah 5.1±1.7

bulan dengan persentase terbesar 72.5% diberikan ASI hingga 6 bulan dan hanya

sebagian kecil balita yaitu 11.3% yang diberikan ASI kurang dari 3 bulan. WHO

menganjurkan pemberian ASI yang diteruskan hingga usia 2 tahun. Balita yang

berusia baduta dalam penelitian ini sebanyak 35% dan sebagian besar masih

diberikan ASI (73.1%). Sebanyak 40% balita dalam penelitian ini juga masih

diberikan ASI hingga usia di atas 2 tahun.

Pemberian ASI bukan hanya sebagai bentuk pemenuhan gizi namun juga

mampu memenuhi kebutuhan awal stimulasi. Balita membutuhkan lingkungan

yang mendukung bagi proses perkembangan. Kebutuhan ini salah satunya

diperoleh melalui kedekatan fisik ketika ibu memberikan ASI pada bayi.

Ainsworth pada tahun 1979 mencetuskan konsep teori kelekatan emosional antara

ibu dan anak sebagai pijakan lingkungan positif bagi perkembangan anak

(Goleman 2006). Dengan memberi ASI, ibu dapat memberikan stimulasi awal

berupa perhatian dan berkomunikasi dengan intim dengan bayinya (Papalia et al.

2004).

Tabel 5 Sebaran balita berdasarkan riwayat ASI dan riwayat MP-ASI Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI n %

Diberi Kolostrum 74 92.5

Diberi ASI Eksklusif 45 56.3

Lama Pemberian ASI saja

≤ 3 bulan 9 11.3

4-5 bulan 13 16.2

6 bulan 58 72.5

ASI masih diberikan (usia di bawah 2 tahun) 19 73.1

ASI masih diberikan (usia di atas 2 tahun) 22 40.7

ASI Predominan 57 71.2

Diberi Prelakteal 21 26.2

Diberi MP-ASI sebelum 6 bulan 21 26.2

Prelakteal adalah pemberian makanan pada neonatus sebelum ASI keluar

yang berupa makanan susu bubuk, susu sapi, atau air gula, madu yang diberikan

sebelum ASI keluar (Siregar 2004). Neonatus adalah bayi berusia kurang dari dua

Page 23: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

15

minggu. Tabel 5 menunjukkan bahwa balita yang diberikan prelakteal sebanyak

26.2%. Jumlah ini berada di bawah angka studi pemberian prelakteal nasional dan

provinsi. Berdasarkan presentase bayi yang diberi makanan prelakteal menurut

provinsi di Indonesia yaitu sebesar 43.6% dan di provinsi Jawa Barat yaitu

sebesar 38.7% (SDKI 2007). Pemberian makanan atau minuman dini selain ASI

menyebabkan bayi kenyang sehingga enggan untuk menyusui. Makanan

prelakteal merupakan jenis makanan seperti air kelapa, air tajin, madu, pisang,

yang sudah diberikan pada neonatus baru lahir. Hal ini sangat berbahaya bagi

kesadaran neonatus, dan mengganggu keberhasilan menyusui (Kuswoyo 2009).

Jenis pralakteal yang diberikan pada balita yang ditemukan dalam penelitian ini

berupa air zamzam (61.9%), susu formula (19%), dan air putih dan madu masing-

masing 9.5%. Pemberian madu tidak dianjurkan bagi bayi karena dikhawatirkan

kemungkinan adanya Chlostridium botolinum. Hasil penelitian Oktaria (2012)

menunjukkan terdapat beberapa alasan tersering pemberian prelakteal yaitu

karena ASI belum keluar (32.6%), ASI tidak cukup (19.8%), nasehat orang tua

atau keluarga(12%), ASI tidak ada (7%) dan alasan lainnya sebanyak 2%.

Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif merupakan program anjuran pemberian ASI kepada bayi

tanpa diberi makanan lain, termasuk tambahan cairan seperti susu formula, kuah

sup, jeruk, air teh, air biasa. Selain itu, juga tanpa tambahan makanan padat

seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,bubur nasi, bubur tim atau apapun

selain ASI yang diberikan selama enam bulan. Badan Kesehatan Dunia (WHO)

menganjurkan ASI eksklusif selama enam bulan. Tabel 5 menunjukkan bahwa

hampir sebagian (56.3%) ibu telah memberikan ASI eksklusif pada balita ketika

bayi, angka ini telah berada di atas angka nasional dan provinsi cakupan ASI

eksklusif namun belum memenuhi target nasional. Berdasarkan Riskesdas 2010,

cakupan ASI eksklusif nasional sebesar 15.3% dan cakupan provinsi Jawa Barat

sebesar 19.2%. Target nasional pemberian ASI eksklusif adalah 80%. Pemberian

prelakteal merupakan salah satu hambatan dalam pemberian ASI eksklusif.

Sebanyak 60% balita yang diberikan prelakteal adalah balita yang tidak diberikan

ASI eksklusif. Hasil uji chi-sqare menunjukkan terdapat hubungan bermakna

antara pemberian ASI eksklusif dengan prelakteal (p<0.001). Menurut Siregar

(2004), pemberian prelakteal dua kali pada bayi saja dapat mengagalkan proses

menyusui. Penyebab lain kegagalan pemberian ASI adalah akibat pemberian

predominan ASI. WHO mendefinisikan ASI predominan sebagai pemberian gizi

pada neonatus atau bayi melalui pemberian ASI selama 6 bulan pada bayi dengan

tambahan pemberian cairan sebelum atau selama pemberian ASI. Cairan yang

diberikan dapat berupa air atau minuman berbasis air, jus buah, tetesan atau sirup

(vitamin, mineral atau obat). Sebagian besar (71.2%) balita memiliki riwayat

diberikan ASI predominan. Sebanyak 37.2% balita yang tidak mendapat ASI

eksklusif adalah balita yang diberikan ASI predominan (p<0.00).

Pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASI pertama kali yang diberikan kepada bayi selain untuk

memenuhi kebutuhan bayi juga merupakan suatu proses agar bayi dibiasakan

secara perlahan-lahan dengan makanan orang dewasa. Umur awal diberikan MP-

ASI dalam penelitian berkisar antara sehari kelahiran hingga umur 9 bulan dengan

Page 24: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

16

rata-rata umur awal diberikan MP-ASI adalah 5.4±1.7 bulan. Waktu yang baik

dalam memulai pemberian makanan tambahan pada bayi adalah saat umur 6 bulan

(Muchtadi 2002). ASI merupakan makanan terbaik bayi usia 0-6 bulan namun

setelah 6 bulan ASI tidak mampu mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi bayi

sehingga diperlukan MP-ASI. Tabel 5 menunjukkan sebanyak 26.2% balita

diberikan MP-ASI sebelum 6 bulan. Jenis MP ASI yang diberikan berupa bubur

bayi kemasaan (71.4%), susu formula (14.3%), biskuit/kue (9.5%) dan pisang

(4.8%). Pada periode pemberian MP-ASI, bayi bergantung sepenuhnya pada

perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Suhardjo (1999) mengatakan

bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan makanan

tambahan pada bayi antara lain faktor kesehatan bayi, faktor kesehatan ibu, faktor

pengetahuan, faktor pekerjaan, faktor petugas kesehatan, faktor budaya dan faktor

ekonomi.

Menurut Krisnantuti et al. (2008), pemberian MP-ASI yang dilakukan

terlalu dini dapat menyebabkan berkurangnya produksi ASI. Hal ini disebabkan

ukuran perut bayi masih kecil, sehingga mudah penuh, sedangkan kebutuhan gizi

bayi belum terpenuhi. Akibatnya, proses pertumbuhan dan perkembangan bayi

akan terganggu. Penundaan waktu pemberian MP-ASI sesudah 6 bulan

menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan, seperti berat

badan bayi tidak bertambah, kesulitan dalam memberikan makanan padat pada

bayi, sehingga menyebabkan bayi kekurangan gizi (WHO 2000; Krisnatuti et

al.2008).

Status Kesehatan

Status kesehatan dalam penelitian ini diamati melalui kejadian penyakit

ISPA dan diare (penyakit infeksi) dan persepsi ibu tentang anak sering sakit.

Semua penyakit dapat timbul karena ketidakseimbangan berbagai faktor, baik dari

sumber penyakit, host, lingkungan dan tentunya asupan gizi. Pada umumnya,

penyakit infeksi disebabkan oleh virus. Berdasarkan tabel 6, hampir semua balita

(90%) mengalami ISPA dan hampir separuh balita (53.8%) balita mengalami

diare. Rata-rata lama ISPA selama 7.1±6.3 hari dengan kejadian terlama adalah 21

hari dan rata-rata lama diare adalah 2.6±3.4 hari. Berdasarkan persepsi ibu,

sebagian besar (68.8%) balita sering sakit dalam setahun terakhir. Anak dengan

kejadian sering sakit lebih banyak dijumpai pada usia di atas dua tahun (69.2%)

dibandingankan pada anak baduta. Hal ini karena baduta sebagian besar (73.1%)

masih diberikan ASI (Tabel 5).

Tabel 6 Sebaran balita berdasarkan status kesehatan

Status Kesehatan n %

Kejadian ISPA 1 bulan terakhir 72 90.0

Kejadian Diare 1 bulan terakhir 43 53.8

Sering sakit 1 tahun terakhir 55 68.8

Status Gizi (TB/U)

Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang

sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta

pulih kembali, berbeda dengan wasting (pelisutan tubuh) yang terjadi karena

Page 25: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

17

periode keadaan gizi kurang yang relatif singkat dan dapat pulih dengan cepat

(Michael et al. 2005). Penilaian terhadap status gizi (TB/U) menunjukkan

sebanyak 53.7% balita adalah balita stunting. Angka ini lebih tinggi dibandingkan

dengan prevalensi stunting Jawa Barat sebesar 33.6% dan telah terkategori

sebagai masalah kesehatan masyarakat (prevalensi di atas 20%).

Tabel 7 Sebaran balita berdasarkan status gizi

Status Gizi (TB/U) n %

Normal 37 46.3

Stunting 43 53.7

Jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Rata-

rata indeks tinggi badan menurut umur balita laki-laki lebih rendah (-

2.009±1.417) dan terkategori sebagai anak pendek dibandingkan balita perempuan

(-1.451±1.710) yang terkategori normal. Proporsi kejadian stunting pada balita

laki-laki sebanyak 59% lebih tinggi dibandingkan balita perempuan 48.8%. Hal

ini sejalan dengan penelitian Wamani et al. (2006) yang menemukan bahwa anak

laki-laki memiliki panjang badan lebih pendek dengan prevalensi tinggi

mengalami stunting. Selain jenis kelamin, usia juga mempengaruhi pertumbuhan.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa anak dengan usia di bawah dua tahun memiliki

rata-rata nila indeks tinggi badan menurut umur(-0.766±1.810) yang terkategori

dalam status gizi baik, sedangkan anak dengan usia di atas dua tahun memiliki

rata-rata nilai indeks tinggi badan menurut umur (-2.184±1.247) yang terkategori

sebagai anak stunting. Hal ini dapat dijelaskan dengan proporsi anak bukan baduta

yang lebih banyak (67.5%) yang terkategori sebagai balita stunting dan hanya

32.5% baduta yang terkategori balita stunting. Uji t-test menunjukkan terdapat

perbedaan yang bermakna (<0.05) pada nilai rata-rata indeks tinggi badan

menurut umur antara anak dengan usia di bawah dua tahun dan anak yang berusia

di atas dua tahun.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan Z-score Variabel Rata-rata z-score Kategori p (uji t-test)

Jenis kelamin

Laki-laki -2.009±1.417 Pendek 1.417

Perempuan -1.451±1.710 Normal

Umur

<2 tahun -0.766±1.810 Normal 0.001**

≥ 2 tahun -2.184±1.247 Pendek

Berat badan lahir

Berat lahir normal -1.654±1.596 Normal 0.064

Berat lahir rendah -3.025±0.644 Pendek

ASI Eksklusif

Ya -1.736±1.798 Normal 0.949

Tidak -1.713±1.427 Normal

Menurut Isselbacher (1987), anak-anak prasekolah dan terutama yang

berumur satu dan dua tahun lebih rentan terkena PEM. Anak dalam masa ini

tergantung pada orang lain terutama pengasuh yang menentukan jumlah dan mutu

asupan makanan; pada dasarnya kebutuhan asupan protein dan energi per satuan

berat badan lebih besar dan kebiasaan hidup tidak bersih serta sistem kekebalan

yang belum matang mempertinggi kerentanan anak terhadap infeksi yang

Page 26: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

18

merupakan salah satu pemicu PEM. Pemberian ASI dapat mencegah dan

mengurangi angka kejadian sakit dan meningkatkam status gizi anak.

Bayi lahir cukup bulan (37 minggu kehamilan), tetapi berat lahir rendah

mengalami pertumbuhan intrauterine terbatas. Berat lahir sangat tergantung pada

status gizi ibu selama kehamilan dan selama konsepsi. Hasil uji menunjukkan

tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai rata indeks tinggi badan

menurut antara anak dengan berat lahir normal dan anak dengan berat lahir

rendah. Meskipun demikian, rata-rata indeks tinggi badan menurut umur pada

anak dengan riwayat berat lahir normal lebih tinggi (-1.654 ±1.596) dan

terkategori normal dibandingkan anak dengan riwayat berat badan lahir rendah (-

3.025±0.644) dan terkategori sebagai balita stunting. Penelitian yang dilakukan

oleh Ergin et al. (2007) menyebutkan bahwa balita dengan berat lahir rendah

memiliki risiko menjadi stunting sebesar 2.7 kali dibandingkan dengan balita yang

mempunyai berat lahir normal.

Balita yang diberikan asi eksklusif memiliki rata-rata indek tinggi badan

menurut umur yang hampir sama dengan balita yang tidak diberikan ASI

eksklusif. Uji t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (<0.05).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Aisyah (2009) tidak ada perbedaan status gizi

pada anak yang diberikan ASI eksklusif dan non ekslusif. Penelitian lain

menunjukkan hasil berbeda, dimana bayi yang tidak diberikan ASI memiliki

kemungkinan kurang gizi lebih besar (Roesli 2002). Penelitian Sofyana (2011)

menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata peningkatan berat badan yang

signifikan antara kelompok pemberian ASI eksklusif dan yang bukan, namun

tidak terdapat perbedaan rata-rata pada pertambahan panjang badan pada

kelompok ASI eksklusif dan yang tidak ASI eksklusif.

Perkembangan Balita

Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel serta

jaringan di seluruh tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat

dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Wong 2000). Perkembangan

anak dalam penelitian ini dinilai dengan Kuesioner Praskrining Perkembangan

(KPSP) yang disesuaikan dengan kelompok umur balita. KPSP merupakan salah

satu alat skrining yang diwajibkan oleh Depkes untuk digunakan di tingkat

pelayanan kesehatan primer. Jumlah balita yang menjadi contoh penelitian

berjumlah 80 anak. berikut adalah tabel yang menyajikan hasil penilaian terhadap

perkembangan balita.

Tabel 9 Sebaran balita berdasarkan status perkembangan

Kategori perkembangan n %

Tinggi 37 46.2

Sedang 18 22.5

Rendah 25 31.2

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran perkembangan dari contoh 80 balita

sebagian besar (46.2%) merupakan balita dengan perkembangan yang terkatgeori

tinggi. Namun demikian, hasil penilaian masih menunjukkan balita dengan

perkembangan yang rendah sebanyak 31%. Angka ini lebih tinggi daripada

penelitian perkembangan.terdahulu di Pulau Jawa sebesar 13% balita memiliki

Page 27: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

19

potensi mengalami keterlambatan perkembangan. Rata-rata indeks perkembangan

balita adalah 72.4±2.3 dan terkategori sedang. Penilaian terhadap perkembangan

meliputi empat aspek perkembangan yaitu gerakan kasar, gerakan halus,

sosialisasi dan kemandirian serta aspek bicara dan bahasa.

Gerakan motorik kasar adalah aspek adalah aspek yang berhubungan

dengan pergerakan dan sikap tubuh. Hampir sebagian besar (≥80%) balita mampu

dalam penilaian yaitu ketika berdiri dengan waktu tertentu, duduk, berjalan tanpa

jatuh, naik tangga dengan berpegangan, menendang bola tanpa berpegangan,

melempar bola dengan jarak tertentu, melompati buku, serta berdiri dan melompat

dengan satu kaki. Terdapat beberapa penilaian pada aspek gerakan kasar yang

masih banyak belum mampu dilakukan oleh balita. Sebanyak 38.3% balita dan

secara khusus 45% balita usia 18-23 bulan belum mampu membungkuk dan

mengambil mainan dan berdiri kembali tanpa jatuh. Selain itu, sebagian besar

(55.5%) balita, khususnya sebanyak 60% balita usia 21-29 bulan belum mampu

berjalan mundur tanpa kehilangan keseimbangan. Penelitian Syahab (2012) juga

menunjukkan kemampuan berjalan mundur dalam variabel gerakan kasar

merupakan aspek yang paling banyak belum mampu dilakukan baik oleh contoh

usia 12-29 bulan. Sebagian besar 71.4% balita usia 36-47 bulan belum dapat

mengendarai sepeda roda tiga. Hal ini karena keterbatasan ekonomi menyebabkan

kebanyakan balita tidak memilki sepeda roda tiga. Menurut Dariyo (2007),

meskipun individu memiliki kesiapan dan kematangan fisiologis, namun bila tidak

diserta dengan proses pembelajaran, maka akan terjadi kemungkinan terjadi

keterlambatan perkembangan atau ketidakmampuan melakukan suatu aktivitas.

Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak

untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian

tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil namun dengan koordinasi

yang cermat, misalnya kemampuan untuk melempar, menggambar dan memegang

suatu benda. Menurut Smitsman (2004), selama dua tahun pertama kehidupan,

balita memperhalus tindakan meraih dan menggenggam. Pengalaman memainkan

peran penting dalam meraih dan menggenggam yang dibuktikan dengan penelitian

Needham et al. (2002). Sebagian besar yaitu 63,6% balita usia 12-14 bulan masih

sulit menggenggam pensil dengan baik. Sebagian besar (≥80%) balita telah

mampu dalam penilaian yaitu ketika mempertemukan dua kubus,mengambil

kacang dengan jari, menggelinding/melemparkan bola kembali, memungut

mainan, mencoret kertas tanpa dibantu dan menggambar lingkaran. Di sisi lain,

sebanyak 40% balita usia 24-29 bulan masih sulit melepaskan pakaian (baju, rok,

celana) sendiri, sebanyak 43% balita usia 30-35 bulan masih belum dapat

menyusun 4 buah kubus satu persatu di atas kubus yang lain tanpa menjatuhkan

kubus, sebagian besar balita usia 36-41 bulan masih sulit menggambar garis lurus

dengan baik, sebanyak 46.7% balita usia 42-53 bulan belum mampu menyusun 8

buah kubus satu persatu. Menurut Santrock (2007), anak usia 4 tahun memiliki

koordinasi motorik halus yang lebih baik, namun terkadang bermasalah dalam

membangun menara tinggi dengan kubus karena terdapat keinginan untuk

meletakan setiap balok dengan sempurna sehingga anak cenderung membongkar

balok yang hampir selesai tersusun atau sudah tersusun.

Bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan memberikan

respon terhadap suara, mengikuti perintah dan bicara spontan. Aspek bicara dan

bahasa yang telah mampu dilakukan anak dalam penilaian adalah mengatakan dua

Page 28: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

20

suku kata yang sama, memanggil “papa” atau “mama” jika melihat orangtuanya,

menunjuk bagian tubuh, memunggut mainan atau mengangkat piring jika diminta,

menggunakan dua kata saat berbicara, serta mengikuti perintah dengan benar.

Terdapat beberapa aspek penilaian bicara dan bahasa yang masih belum mampu

dilakukan oleh balita. Sebanyak 45.5% balita usia 12-14 bulan belum mampu

meniru 2-3 kata, sebanyak 71.3% balita usia 30-41 bulan masih sulit menyebut

dua diantara gambar dengan benar, dan sebanyak 80% balita usia 48-53 bulan

masih sulit menyebutkan nama lengkap dengan benar. Aspek tingkah laku sosial adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri, bersosialisasi serta berinteraksi dengan lingkungan.

Sebagian besar (≥80%) balita telah mampu ketika dalam penilaian ketika anak

mencari atau mengharapkan orang yang diajak bermain ketika bersembunyi,

menggelinding atau melemparkan bola kembali, meniru orang tua ketika

melakukan pekerjaan rumah, memunggut atau mengangkat piring jika diminta,

bermain dan mengikuti aturan. Aspek sosialisasi dan kemandirian pada balita

adalah aspek yang paling banyak belum mampu dilakukan oleh balita khususnya

dalam hal tugas kemandirian. Sebanyak 49.2% balita usia 15-23 bulan masih

menangis ketika menunjukkan apa yang diinginkan, sebagian balita (53.6%) usia

24-35 bulan belum mampu melepaskan baju secara mandiri dan sebagian besar

(72,8%) masih makan nasi dengan banyak yang tumpah, sebanyak 43% balita usia

36-41 bulan belum mampu menggunakan sepatu secara mandiri, sebanyak 40%

balita usia 48-53 bulan masih belum mampu mencuci tangan dan menggunakan

kaos kaki dengan benar. Hal ini terjadi akibat salah satunya kebanyakan ibu masih

membantu anak melakukan tugas kemandirian sehingga balita memiliki

kesempatan yang lebih sedikit untuk berkembang dalam aspek kemandirian.

Kebanyakan ibu masih memberikan makanan pada balita khususnya pada usia 24-

35 bulan dengan cara memberikan makan pada balita dengan menyuap. Menurut

Santrock (2007), kebutuhan anak yang sedang berkembang menuntut orang tua

untuk memberikan independensi yang semakin besar kepada anak. Sebagian besar

ibu merupakan ibu rumah tangga (tidak bekerja) dan memiliki waktu yang lebih

banyak dirumah namun menurut Hoffman (1989 dalam Santrock 2007)

menjelaskan beberapa kemungkinan pengaruh dari ibu yang bekerja pada

perkembangan anak dengan situasi jumlah anggota keluarga yang sedikit. Tidak

dapat diasumsikan bahwa anak akan selalu mendapatkan manfaat dari perhatian

dan waktu ekstra dari orang tua yang tinggal di rumah.

Hubungan Variabel dengan Perkembangan

Hubungan Perkembangan dengan Karakteritik Keluarga

Uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05)

antara perkembangan dengan tingkat pendidikan ibu. Sebagian besar responden

ibu (77.5%) berada pada pada lama pendidikan ≤ 6 tahun sehingga belum dapat

menunjukan hubungan yang signifikan antara lama pendidikan ibu dengan

perkembangan balita. Rata-rata indeks perkembangan balita pada ibu dengan lama

pendidikan ≤6 tahun (70.0±20.7) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

indeks perkembangan balita pada ibu dengan lama pendidikan 7-12 tahun

(68.0±27.0). Pendidikan ibu yang semakin baik akan meningkatkan pengetahuan

tentang perkembangan, namun pada penelitian ini terlihat bahwa akses terhadap

Page 29: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

21

informasi masih minim. Selain itu, pengasuhan dan stimulasi yang baik dapat

dipengaruhi faktor intrinsik seperti motivasi ibu dan budaya keluarga, khususnya

pengalaman pengasuhan yang diwariskan. Hasil ini berbeda dengan penelitian

Hastuti et al. (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu secara signifikan

mempengaruhi perkembangan anak. Penelitian lain yang dilakukan Ariani dan

Yasoprawoto (2012) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang

rendah merupakan risiko terjadinya keterlambatan perkembangan anak. Hal ini

karena pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan stimulasi kurang

dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat

pendidikan orang tua terutama ibu sangat mempengaruhi pola asuh kepada

anaknya, perilaku hidup sehat, pendidikannya dan sebagainya. Penelitian

sebelumnya di Thailand, anak yang diasuh oleh orangtua yang berpendidikan

rendah memiliki risiko tiga kali mengalami keterlambatan perkembangan

dibandingkan orang tua yang berpendidikan tinggi (Isaranurug et al.2005). Dalam

penelitian ini, responden ibu belum berpendidikan cukup untuk mendapatkan

pekerjaan yang layak sehingga lebih banyak ibu yang berstatus sebagai ibu rumah

tangga dengan banyak waktu dihabiskan bersama anak. Waktu yang lebih banyak

digunakan ibu untuk mengasuh anak akan berdampak pada perkembangan balita,

namun demikian menurut Hofman (1989 dalam Santrock 2007) bahwa

pengasuhan tidak selalu memberi pengaruh yang positif pada anak. Orang tua

yang terlalu menghabiskan waktu dengan anak dan menyediakan pertolongan

dapat melemahkan semangat anak untuk mandiri.

Tabel 10 Hasil uji korelasi indeks perkembangan dengan berbagai variabel Karakteristik Keluarga n (%) Indeks

perkembangan

r p

Tingkat pendidikan Ibu

0.006

0.961 ≤ 6 tahun 61(76.3) 70.0±20.7

7-12 tahun 18 (23.7) 68.0±27.0

Rata-rata±SD 6.4±2.0 (tahun)

Status gizi

0.256

0.020 Normal 37(46.3) 74.4±18.3

Stunting 43(53.7) 66.7±25.2

Rata-rata±SD -1.723±1.59 (Z-score)

Pendapatan

0.098

0.387 Miskin 66(82.5) 67.4±22.9

Tidak miskin 14(17.5) 75.4±21.1

Rata-rata±SD 246 566±153 332 (Rp)

Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara

perkembangan dengan status pekerjaan ibu. Namun demikian, rata-rata indeks

perkembangan balita dengan ibu tidak bekerja lebih tinggi (71.6±22.9)

dibandingkan balita dengan ibu yang bekerja (65.0±20.3). Hasil penelitian

menunjukkan balita dengan status perkembangan tinggi lebih banyak (89.2%)

dijumpai pada balita dengan ibu yang tidak bekerja. Namun demikian, balita

dengan status perkembangan rendah juga masih tetap dijumpai lebih banyak

(72%) pada balita dengan ibu tidak bekerja. Penelitian serupa yang dilakukan oleh

Syahab (2012) menunjukkan kecenderungan ibu yang bekerja memiliki anak

dengan skor perkembangan yang lebih rendah. Penelitian lain oleh Latifah et al.

(2010) menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak mempengaruhi perkembagan

anak. Hal ini menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu yang berdampak pada

Page 30: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

22

waktu pengasuhan tidak selalu memberikan hasil yang sama pada perkembangan

balita karena pengasuhan bukan hanya melibatkan kuantitas namun juga kualitas

dari pengasuhan itu sendiri.

Hasil uji korelasi pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara besar pendapatan per kapita dengan perkembangan balita

(p>0.05). Namun sebaran balita berdasarkan indeks perkembangan

memperlihatkan bahwa balita pada keluarga yang tidak miskin memiliki indeks

perkembangan lebih tinggi (75.4±21.1) dibandingkan dengan balita pada keluarga

miskin (67.4±22.9). Penelitian Oktarina (2011) dan Syahab (2012) menunjukkan

hasil yang berbeda dimana pendapatan per kapita keluarga berhubungan nyata

dengan perkembangan balita. Keterbatasan sumber daya ekonomi orang tua

merupakan penyebab salah satu anak kurang mendapat stimulasi edukatif melalui

penyediaan permaianan dan akses terhadap pendidikan yang berkualitas.

Hubungan Perkembangan dengan Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI

Sebaran ketiga kelompok perkembagan hampir sama pada kelompok balita

yang diberikan ASI eksklusif. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat

hubungan (p>0.005) antara perkembangan dengan pemberian ASI ekklusif.

Namun demikian, rata-rata indeks perkembangan balita yang diberikan ASI

ekslusif lebih tinggi (70.7±23.0) dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan

ASI ekslusif (68.8±21.4). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktarina (2010)

yang menyatakan bahwa meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan namun anak yang diberikan ASI

eksklusif memiliki perkembangan, khususnya perkembangan kognitif anak yang

lebih tinggi daripada anak yang tidak diberikan ASI eksklusif. Pemberian ASI

ekslusif mendorong meningkatkan kecerdasan melalui pertumbuhan otak yang

optimal. Nutrisi seperti taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang (AA, DHA,

Omega 3 dan omega 6) lebih dapat dipenuhi oleh ASI dibandingkan makanan lain

seperti susu formula yang cenderung kurang atau tidak mengandung gizi tersebut

(Dee et al. 2007). Penelitian kohor oleh Jedrychowski et al. (2011), menemukan

bahwa pemberian ASI berhubungan dengan peningkatan skor IQ dengan

pemberian ASI khususnya ASI eksklusif berpengaruh terhadap perkembangan

kognitif.

Uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara

perkembangan dengan status pemberian ASI pada anak usia di bawah dua tahun.

Namun demikian hasil pemetaan indeks perkembangan berdasarkan status

pemberian ASI menunjukkan rata-rata indeks perkembangan baduta yang

diberikan ASI lebih tinggi (77.9±18.4) dibandingkan baduta yang sudah tidak

diberikan ASI (70.0±24.5). Balita dengan status perkembangan tinggi lebih

banyak (81.2) ditemukan pada usia di bawah dua tahun (baduta) dan masih

diberikan ASI dibandingkan pada baduta yang sudah tidak diberikan ASI

(18.8%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Indrawati (2013) diketahui

perkembangan yang sesuai 72,91% lebih banyak dijumpai pada anak yang

diberikan ASI selama 2 tahun, sedangkan anak yang tidak diberikan ASI selama 2

tahun didapatkan perkembangan anak yang sesuai 46,15% anak. Menurut Lucas

(1993 dalam Roesli 2002), ibu yang menyusui umumnya akan membelai, bicara

dan bernyanyi pada bayi. Penelitian menunjukkan bahwa lirik lagu yang

Page 31: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

23

dinyanyikan ibu saat menyusui merangsang otak bagian kiri sedangkan melodi

merangsang otak bagian kanan.

Tabel 11 Hasil uji Chi-square indeks perkembangan dengan berbagai variabel

Variabel

Kategori Perkembangan

Tinggi Sedang Rendah Indeks

perkembangan n (%)

Pekerjaan Ibu 1)

Tidak Bekerja 33 (89.2) 12 (66.7) 18 (72.0) 71.6±22.9

Bekerja 4 (10.8) 6 (33.3) 7 (28.0) 65.0±20.3

Persepsi ibu tentang anak sakit2)

Ya 28 (75.5) 10 (55.6) 17 (68.0) 70.5±23.6

Tidak 9 (24.3) 8 (44.6) 8 (32.0) 69.5±20.2

Diberi ASI ekslusif 3)

Ya 27 (73) 13 (72.2) 18 (72.0) 70.7±23.0

Tidak 10 (27.0) 5 (27.8) 7 (28.0) 68.8±21.4

ASI masih diberikan (bawah 2

tahun) 4

Ya 13 (81.2) 4 (66.7) 2 (50) 77.9±18.4

Tidak 3 (18.8) 2 (33.3) 2 (50) 70.0±24.5

Diberi MP-ASI sebelum 6 bulan 5)

Ya 9 (24.3) 5 (27.8) 7 (28.0) 68.3±21.8

Tidak 28 (75.5) 13 (72.2) 18 (72.0) 70.9±22.9 1) Uji chi-squaere, F=4.66, p=0.097 3) Uji chi-square, F= 0.08, p=0.996 5) Uji chi-square, F= 0.23, p=0.936 2) Uji chi-square, F=2.30, p=0.318 4) Uji chi-square, F= 2.02, p=0.417

Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan hubungan ASI dan

perkembangan yaitu teori Psikoseksual dan teori Psikososial. Berdasarkan teori

perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, setiap tahapan

perkembangan memiliki fokus kepuasan yang spesifik yang harus dipenuhi

dengan baik. Anak pada tahun pertama (bayi) berada pada fase oral yang berarti

pusat kepuasan dan interaksi bayi terjadi melalui mulut. Hal ini dapat menjelaskan

mengapa kita sering menjumpai bayi yang memasukan setiap benda yang

dipegang bahkan kakinya sendiri ke dalam mulut. Kegiatan pemberian ASI

merupakan hal yang penting sebagai salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan bayi

melalui kegiatan menghisap (sucking). Teori Psikososial Erickson menjelaskan

bahwa pada usia 1-1.5 tahun anak berada pada fase trust versus mistrust dimana

anak belajar untuk membangun kepercayaan terhadap lingkungan. Ibu sebagai

pengasuh dan orang terdekat dengan anak memegang peranan penting dalam

memenuhi kebutuhan sosial dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

bagi anak melalui respon ibu pada anak ketika anak lapar dan tidak nyaman.

Pemberian ASI selain memenuhi kebutuhan fisiologis (lapar) juga memenuhi

kebutuhan psikologis dan sosial melalui pembentukan ikatan emosi (bonding)

antara ibu dan anak yang akan terus bertahan (Papalia et al. 2004; Santrock 2007).

Menurut Jain et al. (2002) dan Daniel et al. (2005), ASI eksklusif dan lama

pemberian ASI bukan merupakan satu-satunya kriteria yang menetukan kualitas

pemberian ASI yang berdampak pada perkembangan. Terdapat 4 kriteria yang

menentukan kualitas ASI dan pemberian ASI yaitu pemberian ASI eksklusif,

penyakit yang sedang dan pernah diderita ibu, pengukuran lama pemberian ASI

dan intensitas pemberian ASI. Uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05)

antara perkembangan dengan status pemberian MP-ASI. Balita dengan indeks

Page 32: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

24

perkembangan yang tinggi sedikit lebih banyak (75.5%) dijumpai pada balita yang

tidak diberikan MP-ASI sebelum 6 bulan dibandingkan dengan balita dengan

pemeberian MP-ASI sebelum 6 bulan. Besar nilai rata-rata indeks perkembangan

hampir sama antara balita yang sudah diberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan

(68.3±21.8) dan balita yang tidak diberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan

(70.9±22.2). Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum umur tersebut

akan menimbulkan resiko seperti produksi ASI yang berkurang sehingga akan

sulit untuk memenuhi stimulasi awal dan kebutuhan gizi anak yang berdampak

pada pertumbuhan dan perkembangan (Muchtadi 2002 ).

Hubungan Perkembangan dengan Status Kesehatan dan Status Gizi

Uji korelasi menunjukan tidak terdapat hubungan signifikan antara kejadian

balita sering sakit dengan perkembangan balita. Rata-rata indeks perkembangan

hampir sama antara balita yang sering sakit (70.5±23.6) dan tidak sering sakit

(69.5±20.2). Hartoyo et al.(2003) menyatakan bahwa kondisi kesehatan anak

mempengaruhi nafsu makan dan pemanfaatan gizi oleh tubuh. Keadaan kesehatan

yang buruk dapat mengurangi asupan zat gizi dan membuat daya tahan tubuh

terhadap penyakit menjadi rendah yang mengakibatkan tubuh mudah terserang

penyakit infeksi sehingga menganggu proses perkembangan. Meskipun rata-rata

indeks perkembangan menunjukan nilai yang hampir sama pada kelompok balita

dengan persepsi sering sakit dan tidak, namun diketahui bahwa balita yang sering

sakit lebih banyak (75.0%) dijumpai pada keluarga miskin. Menurut Amelia

(2005), kejadian sakit balita yang tinggi umumnya berhubungan dengan tingkat

sosial ekonomi yang rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga

tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang layak. Perkembangan balita

dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor psikososial yang meliputi stimulasi

(rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman, kelompok sebaya, stress,

lingkungan sekolah, cinta kasih serta kualitas interkasi anak dan orang tua yang

tidak diteliti. Selain itu, faktor lingkungan seperti status gizi merupakan faktor

yang diketahui lebih berpegaruh terhadap perkembangan balita dalam penelitian

ini.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan positif (p<0.05)

antara perkembangan balita dan status gizi. Hal ini menjelaskan bahwa semakin

tinggi nilai z-score (status gizi baik) maka indeks perkembangan akan semakin

tinggi juga. Rata-rata indeks perkembangan balita normal lebih tinggi (74.4±18.3)

dibandingkan balita stunted (66.7±25.2). Stunting merupakan kegagalan

pertumbuhan yang berlangsung dalam periode yang lama dan menurut Hautvast

et al (2000), stunting pada masa anak-anak dapat mengakibatkan gangguan

perkembangan kognitif dan terhambatnya perkembangan mental dan motorik.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Hizni et al. (2009) yang menyimpulkan bahwa

status gizi (TB/U) berkorelasi positif dengan perkembangan motorik halus dan

kasar serta bahasa. Beberapa penelitian telah menemukan keterkaitan antara

pertumbuhan tinggi badan dan perubahan perkembangan dalam usia 3 tahun

pertama. Di Guatemala, perubahan tinggi badan pada usia 6 hingga 24 bulan

disertai dengan perubahan perkembangan. Di Jamaika, anak-anak yang bertubuh

pendek dicatat dalam usia 6 dan 24 bulan, dan perubahan tinggi badan selama 24

bulan berikutnya dimana terjadi perubahan pada kemampuan intelektual.

Page 33: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

25

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Balita

Uji regresi linear digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang yang

berpengaruh terhadap perkembangan. Variabel dependen yang dianalisa adalah

indeks perkembangan sedangkan variabel independennya berupa karakteristik

keluarga yang meliputi pendapatan per kapita, status gizi balita (TB/U), lama

pemberian ASI dan umur awal diberikan MP-ASI. Hasil uji regresi dengan

metode stepwise menunjukkan hanya status gizi yang berpengaruh signifkan

terhadap perkembangan balita. Nilai R square sebesar 0.066 berarti sebesar 6.6%

perkembangan balita dijelaskan oleh status gizi. Selebihnya diduga dipengaruhi

oleh faktor yang tidak diteliti. Hasil uji menunjukkan variabel status gizi (0.041)

yang diketahui secara nyata berpengaruh positif terhadap perkembangan balita.

Variabel status gizi dengan koefisien regresi (B) sebesar 3.623 menunjukkan

bahwa setiap kenaikan poin status gizi akan meningkatkan 3.63 poin

perkembangan balita. Hasil uji regresi tersebut didukung oleh data korelasi yang

membuktikan bahwa balita pendek yang juga memiliki indeks perkembangan

rendah sebanyak 44.2% dengan rata-rata indeks perkembangan 66.7. Sebaliknya

balita normal dan juga memiliki indeks perkembangan tinggi sebesar 48.6%

dengan rata-rata indeks perkembangan adalah 74.4 (Tabel 10).

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan

secara simultan. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan dimana

pertumbuhan sebagai syarat kematangan fungsi yang mengarah pada

perkembangan anak. Gizi kurang sebagai bentuk malnutrisi adalah penyebab

pertumbuhan anak yang terganggu. Anak-anak dengan gangguan malnutrisi kronis

perlu ditekankan karena umumnya gangguan gizi kronis lebih mudah diabaikan

dan lalai diawasi oleh bidang kesehatan pediatri dibandingkan dengan gangguan

gizi yang akut. Hal ini karena anak dengan gangguan gizi kronis (stunting) dapat

tampak normal secara BB/TB namun sebenarnya telah mengalami gangguan

pertumbuhan linear yaitu tinggi badan yang kurang dari standar rujukan.

Stunting tidak terjadi dengan mudah dan membutuhkan waktu yang lama.

Artinya anak stunted telah mengalami siklus dengan kemungkinan lebih sering

mengalami sakit, stress dan kekurangan asupan zat gizi serta perawatan selama

atau pada periode pertumbuhan dan perkembangan otak tercepat. Kejadian

Stunting banyak dijumpai pada masa kanak-kanak karena pada masa ini individu

bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhannya. Anak yang

pendek tidak mencapai pertumbuhan optimal yang akan tetap menjadi pendek

diusia dewasa (Martorell 2001).

Pertumbuhan dan perkembangan tercepat otak terjadi di usia di bawah lima

tahun pertama kehidupan. Bayi yang menderita kekurangan gizi berat pada masa

pertumbuhan otak cepat pertama akan terjadi pengurangan jumlah sel otak

sebanyak 15-20 %. Stunting sebagai bentuk kekurangan gizi kronis berhubungan

dengan perkembangan kognitif, perkembangan motorik dan perkembangan emosi.

Penelitian Martorell (2001) menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan

dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik,

perkembangan motorik dan gangguan perkembangan kognitif. Padahal

perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan yang

sederhana menuju kemampuan yang lebih kompleks sehingga tahapan

perkembangan terdahulu merupakan pijakan untuk perkembangan selanjutnya.

Page 34: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Umur balita berkisar antara 12 hingga 60 bulan yang tersebar hampir merata

berdasarkan jenis kelamin dengan lebih dari separuh balita (53.8%) adalah bukan

anak tunggal. Hampir sebagian besar balita (95%) memiliki riwayat berat badan

lahir normal. Karakteristik keluarga balita termasuk dalam keluarga kecil dan

miskin dengan umur ibu termasuk dalam golongan dewasa muda. Baik ayah

maupun ibu sebagian besar memiliki lama pendidikan kurang dari 6 tahun.

Sebagian besar ibu (78.8%) adalah ibu yang tidak bekerja sedangkan sebagian

besar ayah (77.5%) bekerja sebagai buruh. Hampir semua balita (92.5%) telah

diberikan kolostrum dan sebagian besar (56.3%) diberikan ASI eksklusif. Masih

terdapat sebanyak 26.2%. balita yang diberikan pralakteal dan pemberian MP-ASI

sebelum 6 bulan dengan waktu awal pemberian berkisar antara sehari setelah

kelahiran hingga 9 bulan. Status kesehatan balita terkategori rendah dengan

hampir semua balita (90%) mengalami ISPA dan sebagain besar balita (53.8%)

mengalami diare serta sering sakit dengan sebagian besar balita (53.8%)

terkategori anak stunted. Anak stunted lebih banyak ditemukan pada anak laki-

laki dengan usia di atas dua tahun dan yang memiliki riwayat berat badan lahir

rendah.

Indeks perkembangan balita terkategori tinggi pada hampir separuh balita

(46.2%), terkategori sedang pada sebanyak 22.5% dan terkategori rendah pada

hampir sepertiga balita (31.2%). Rata-rata indeks perkembangan balita adalah

72.4±2.3 dan terkategori sedang. Keterlambatan perkembangan pada aspek

gerakan motorik kasar paling banyak dijumpai pada usia 30-47 bulan.

Keterlambatan perkembangan pada aspek gerakan motorik halus paling banyak

dijumpai pada usia 12-14 bulan. Keterlambatan perkembangan pada aspek bicara

dan bahasa paling banyak dijumpai pada usia 30-53 bulan. Keterlambatan

perkembangan pada sosialiasi dan kemandirian paling banyak dijumpai pada usia

24-35 bulan

Berdasarkan hasil uji korelasi variabel status gizi berhubungan signifikan

(p<0.05) dengan perkembangan balita. Tidak terdapat hubungan yang signifikan

(p>0.05) antara perkembangan dengan karakteritik keluraga, riwayat ASI dan

MP-ASI serta status kesehatan balita. Uji lanjutan berupa uji regresi menunjukkan

bahwa status gizi (TB/U) dapat menjelaskan perkembangan balita sebesar 6.6%.

Status gizi merupakan faktor yang berpengaruh positif terhadap perkembangan

balita. Setiap kenaikan poin status gizi akan meningkatkan 3.623 poin

perkembangan balita.

Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang diketahui memiliki

perkembangan yang rendah lebih tinggi ditemukan dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya di Jawa Barat sehingga perlu dilakukan pemeriksaan

perkembangan lanjutan. Pemeriksaan perkembangan awal dengan KPSP

sebaiknya dilakukan secara rutin oleh kader maupun orang tua untuk mendeteksi

sejak dini gangguan perkembangan anak sehingga intervensi yang tepat dapat

dilakukan. Balita yang terkategori memiliki perkembangan sedang dan rendah

Page 35: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

27

perlu dilakukan pemantauan perkembangan disertai dengan stimulasi

perkembangan. Kejadian stunting ditemukan cukup tinggi dalam penelitian ini

dan teridentifikasi sebagai faktor yang berhubungan dengan perkembangan balita

sehingga perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat melalui perbaikan

gizi sejak dalam kandungan. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu

perlu diteliti juga stimulasi psikososial dan perkembangan pada usia di atas selain

balita untuk melihat efek jangka panjang kejadian stunting. Selain itu, status

kesehatan ibu perlu diteliti sehubungan dengan keterkaitan antara riwayat

pemberian ASI dengan perkembangan balita.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah DS. 2009. Perbedaan status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dan ASI

non eksklusif di puskesmas pandanaran semarang.[skripsi]. Semarang (ID):

UNIMUS.

Amelia. 2005. Pengaruh Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas

Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): Depkes RI

Ariani, Yasoprawoto M. 2012. Usia Anak dan Pendidikan Ibu sebagai Faktor

RisikoGangguan Perkembangan Anak, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.

27, No. 2

[Bapenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2011.Rencana Aksi

Nasional Pangan dan Gizi 2011. http://scalingupnutrition.org/wp-

content/uploads/2013/07/National-Food-and-Nutrition-Action-Plan.pdf

Diakses 11 Juni 2013

[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 1998.

Gerakan Keluarga Berencana dan Keluraga Sejahtera. Jakarta : Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

[BPS] Badan Pusat Statistik. Indikator Statistik Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id/

(di akses tanggal 8 Maret 2014)

Daniel MC, Adair LS. 2005. Breastfeeding influence cognitive development in

Filipino children. The journal of American Nutrition 2589-2595

Dariyo A.2007. Psikologi Perkembangan. Bandung (ID): Refika Aditama

Dee DL, Li R, Lee LC, Strawn LMG. 2007. Assosiation between breastfeeding

practices and young children‟s language and motor skill development.

Pediatrics2007;119(suppl):s92-98

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Makanan Pendamping Air Susu Ibu

(MP-ASI). Jakarta (ID): Depertemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial,

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes RI

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarat

(ID): Depkes RI

_______. 2000. ASI Ekslusif, Bayi Cerdas, Ibupun Sehat. -

http://www.depkes.go.id/.pdf (30 Maret 2013)

_______. 2011. Stop Generasi Stunting. http://gizi.depkes.go.id/artikel/stop

generasi stunting-diindonesia/ (10 Maret 2013)

Page 36: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

28

_______. 1996. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan

Pneumonia pada Balita dalam Pelita IV. Jakarta (ID): Departemen

Kesehatan Republik Imdonesia

Duggan C, Watkins J, Walker A. 2008. Nutrition In Pediatrics. India(IN): BC

Decker

Ergin F, Okyay P, Atasoylu G, Beser E. 2007. Nutritional status and risk factors

of chronic malnutrition in children under five years of age in Aydin, a

western city of Turkey. Turkish Journal of Pediatrics, 4993: 283–289

Goleman D. 2006. Social Intelligence:The New Science of Human Relationship.

New York (US): Bantam Deli

Gupte S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta (ID): Pustaka Populer Obor.

Hughes FP. 1999. Play, Children and Development.(3rd

edition). Boston(US):

Allyn&Bacon

Hanum NL, Khomsan A. 2012. Pola Asuh Makan, Perkembangan Bahasa dan

Kognitif pada Anak Balita Stunted dan Normal di Kelurahan Sumur Batu

Bantar Gebang Bekasi. Jurnal Gizi dan Pangan, 7(2), 30-31

Hautvast, et al. 2000. Severe Linear Growth Retardation in Rural Zambian

Children : The Infuence of Biological Variables. American Journal

Clinical Nutrition ; 71 : 550 – 559

Hastuti D .2006. Analysis of Effect of Preschool Education Model on Healthy,

Smart and Character Children (Analisis Pengaruh Model Pendidikan

Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat, Cerdas dan Berkarakter).

[Disertasi]. Bogor(ID): Sekolah Paskasarjana, Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia

[diktat]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

______, Alfiasari, Chandriyani. 2010. Nilai anak, stimulasi psikososial, dan

perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun pada keluarga rawan pangan di

Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Keluarga dan

Konsumen 3(1): 27-34

Hidayati A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak (edisi 1). Jakarta(ID):

Salemba Medika

Hizni A, Julia M, Gamayanti IL. 2009. Status stunted dan hubungannya dengan

perkembangan anak balita di wilayah pesisir pantai utara Kecamatan

Lemahwungkuk Kota Cirebon. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 6 (3): 131-137

Hurlock EB. 1999. Perkembangan Anak. Tjandrasa M, Zarkasih M, penerjemah;

Jakarta(ID): Erlangga. Terjemahan dari: Child Development.

Indrawati D.2013.Gambaran Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun yang Diberikan

ASI selama 2 Tahun dan Kurang dari 2 Tahun Berdasarkan KPSP Di Desa

Bebel Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Tahun 2013 [Skripsi].

Pekalongan(ID): STIKES Muhammadiyah

Isselbacher.1987. Harrison:Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie A,

Penerjemah; Jakarta.(ID): EGC. Terjemahan :Harrison’s Principles and

Internal Medicnes.

Isaranurug S, Nanthamongkolchai S, and Kaewsiri D. 2005. Factors Influencin

Development of Children Aged One to Under Six Years Old.

Thailand:Journal of the Medical Association Thailand; 88(1): 86-90.

Page 37: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

29

Jain, Concato J, Leventhal J. How good is the evidence linking breastfeeding and

intelligence?. Pediatric journal 109,6(2002):1044-53

Jalal F. 2009. Pengaruh Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pembentukan

Kecerdasan Anak Dini: Agenda Pelayanan Tumbuh Kembang Anak

Holistik-terintegratif. Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas. Padang

(ID)

Jedrychowski W, Perera F, Jankowski J, Butscher M, Mroz E, Flak E, Lisowska,

Skarupa A, Sowa A. 2011. Effect of exclusive breastfeeding on the

development of children's cognitive function in the Krakow prospective

birth cohort study. Europan Journal pediatric: 151-8. doi: 10.1007

[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Peringatan Hari

Gizi Nasional. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA

Khomsan, Anwar F, Riyadi H, Sukandar D, Mudjajanto ES.2009. Studi

Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan

Gizi Balita. Bogor(ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Nestle Foundation.

_______, Anwar F, Hernawati N, Suhanda NS, Oktarina. 2012.Growth, Cognitive

Development and Psychosocial Stimulation of Preschool Children in Poor

Farmer and Non-Farmer Households. Bogor(ID): Neys-van Hoogstraten

Foundation and Departement Of Community Nutrition, Faculty of Human

Ecology, IPB

________.2004.Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta(ID): Grasindo

Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. 2007. Studi

Implementasi Program Gizi:pemanfaata Cakupan Keefektifan dan Dampak

terhadap Status Gizi. Bogor(ID): Depertemen Gizi Masyarakat, Institut

Pertanian Bogor.

Krisnantuti D, Yenrina R. 2001. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.

Jakarta(ID): Puspa Swara,pp

Kuswoyo R. 2009. Upaya Penurunan AKI di Kabupaten Ende Provinsi Nusa

Tenggara Timur. [Tesis]. Yogyakarta (ID):Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

Latifa E, Hastuti D, Latifah M. 2010. Effect of breastfeeding and psychosocial

stimulation on social emotional development of children under five in the

working and nonworking mothers. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen

3(1):42-43

Martorell R, Eckhardt L, Rivera J, Adair LS. 2001. Full Breast-feeding For at

Least Four Months has Differential Effect on Growth before and After Six

Months of Age among Children in Mexican Community. The Journal of

Nutrition 15(4): 2304-2309

Michael J, Gibney, Barrie M, Margetts, John M, Kearney, dan Lenore A, editor;

2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah; Widyastuti P,

SKM, dan Hardiyanti A, editor edisi bahasa Indonesia; Jakarta (ID): EGC.

Terjemahan dari Public Health Nutrition.

Muchtadi D. 2002.Gizi untuk Bayi: Air Susu Ibu, Susu Formula dan Makanan

Tambahan. Jakarta(ID): Pustaka Sinar Harapan

Needham A, Barrett T, Peterman K. 2002. A pick-me up for infants‟ exploratory

skills: Early simulated experiences reaching for objects using „sticky

Page 38: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

30

mittens‟ enhances young infants‟ exploration skills. Infant Behavior and

Development, Journal of Experimental Child Psychology. 25(3), 279–295.

Nuurcahyo K. 2010. Konsumsi Pangan, Penyakit Infeksi dan Status Gizi

AnakBalita Pasca Perawatan Gizi Buruk. [Skripsi]. Bogor (ID) :

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

Oktaria M. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif, Insisiasi

Menyusui Dini, tempat persalinan terhadap Pemberian Makanan

Prelakteal pada bayi 0-5 Bulan di Wilayah Puskesmas Balai Agung Kota

Sekayu Kabupaten Musi Banyusin. Jakarta(ID): Universitas Indonesia

Oktarina W, Khomsan A, Hernawati N, Anwar F. 2010. Relation between

nutritional status, psychosocial stimulation, and cognitive development in

preschool in Indonesia. Nutrition Research and Practice 2012;6(5): 451-457

Papalia DE, Olds SW & Feldman RD. 2004. Human Development. (9th

edition).

Boston(US):McGrawHill.

Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. 2008. Human Development.

Boston(US):McGrawHill

Rahayu RP. 2005. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI

dan MP-ASI pada Anak Batita di Pedesaan dan Perkotaan (Studi Kasus di

Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, dan Desa Blembem

Kecamatan Jambon Ponorogo Provinsi Jawa Timur) [Skripsi]. Bogor (ID):

IPB

[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar.Laporan Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar

2010. Jakarta(ID): Depkes RI

Roesli U. 2002. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta(ID): Trubus Agriwidya

Saigal S, Hoult LA, Streiner DL. 2003. School difficulties at adolescence in a

regional cohort of children who were extremely low birth weight. Pediatrics

journal; 114(1):105:325

Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak Edisi Sebelas. Rachmawati M,

Kuswanto A, penerjemah; Jakarta(ID):Erlangga. Terjemahan dari: Child

Development.

Siregar A. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu

melahirkan [Disertasi ]. Pasca Sarjana : USU

Sofyana H. 2011. Perbedaan dampak pemberian Nutrisi ASI Ekslusif terhadap

perubahan ukuran antropometri dan staus imunitas pada neonates di Rumah

sakit Umum Daerah Al Ihsan Jawa Barat. Depok(ID): Fakultas Ilmu

Keperwatan

Soetjiningsih. 2003. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta(ID): EGC. Hal : 1 – 14

Tim Peneliti Direkorat Bina Kesehatan Keluarga dan Direktorat Kesehatan Jiwa.

Laporan Akhir Penelitian Pengembangan Paket Pemantauan

Perkembangan Anak. Jakarta(ID): Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 1990

[SDKI] Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2007. Indonesia

Suhardjo. 1999. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta (ID):

Kanisius

Syahab R. 2012. Praktek pemberian ASI dan MP-ASI, stimulasi psikososial,

pertumbuhan dan perkembangan anak baduta.[skripsi]. Bogor(ID):

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

Page 39: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

31

[UNICEF] United Nations Children Foundation.2011. Ringkasan Kajian, Gizi

Ibu dan Anak. http://www.unicef.org(11 Maret 2013)

Wamani H, Astorm A, Peterson S, Tumwine KJ, Tylleskar T. (2007) Boys are

more stunted than girls in Sub –Saharan Africa : a meta analysis of 16

demografic and health surveys, BMC Pediatrics, pp.7-17

Watemberg N. 2002. Developmental coordination disorder in children with

attention-deficit-hyperactivity disorder and physical therapy intervention.

Child Neurology Unit and Child Development Center, Meir Medical Center,

Kfar Saba, Israel.

[WHO] Word Health Organization.2003.Making a Difference: Indicators to

improve children’s environmrental health.WHO

[WHO] Word Health Organization.2007.WHO Anthro for Personal Computers:

Manual.Geneva (US):Word Health Organization.

[WHO] Word Health Organization. 2009. Infant and Young Child Feeding.

Washington DC.

Wong D dan Whaley. 2000. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, edisi ke -2.

Jakarta (ID): EGC

Wong D, Hockenberry M, Wilson D, Winkelstein M, Schwartz P. 2001. Buku

3Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Sutarna A, Juniarti N, Kuncara H,

Penerjemah. Jakarta(ID): EGC

Yuliana (2004) Pengaruh Gizi, Pengasuhan dan Lingkungan Terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah[tesis].

Bogor(ID):Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Page 40: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

32

LAMPIRAN

Page 41: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

33

Page 42: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

34

Aspek perkembangan Ya Tidak

n % n %

Usia 12-14 bulan (n=11)

Gerakan Kasar

- Berdiri 30 detik dengan berpegangan 10 90.9 1 9.1

- Megangkat badan ke posisi berdiri tanpa bantuuan 8 66.7 3 33.3

- Duduk tanpa bantuan 11 100 0 0.0

Gerakan Halus

- Menggenggam pensil 4 36.4 7 63.6

- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 7 63.6 4 36.4

- Mempertemukan 2 kubus yang dipegang 9 81.2 2 18.2

Sosialisasi dan Kemandirian

- Anak mencari atau mengharapkan orang yang diajak bermain ketika

orang tersebut bersembunyi

10 90.9 1 9.1

- Merasa asing dengan orang yang baru dikenal/ menunjukkan sikap malu-

malu/ ragu-ragu

8 66.7 3 33.3

Bicara dan Bahasa

- Mengatakan dua suku kata yang sama (ma-ma) 10 90.9 1 9.1

- Meniru 2-3 kata 6 54.5 5 45.5

Usia 15-17 Bulan (n=8)

Gerakan kasar

- Dapat berjalan sendiri dengan berpegangan 7 87.5.0 1 12.5

- Berdiri tanpa berpegangan 15 detik 8 100.0 0 0.0

- Berdiri tanpa berpegangan 30 detik 8 100.0 0 0.0

- Membungkuk mengambil mainan dan berdiri kembali 6 75.0 2 25.0

- Berjalan tanpa jatuh 7 87.5 1 12.5

Gerakan Halus

- Mempertemukan 2 kubus yang dipegang 6 75.0 2 25.0

- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 8 100.0 0 0.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Bertepuk tangan atau melambai 6 75.0 2 25.0

- Menunjukkan yang diinginkan tanpa menangis atau merengek 5 62.5 3 37.5

Bicara dan Bahasa

- Memanggil “papa” atau “mama” jika melihat orang tuanya 7 87.5 1 12.5

Usia 18-20 Bulan (n=5)

Gerakan kasar

- Berdiri tanpa berpegangan 5 detik 5 100.0 0 0.0

- Berdiri tanpa berpegangan 30 detik 5 100.0 0 0.0

- Membungkuk mengambil mainan dan berdiri kembali 3 60.0 2 40.0

- Berjalan tanpa jatuh 5 100.0 0 0.0

Gerakan Halus

- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 5 100.0 0 0.0

- Menggelinding/ melemparkan bola kembali 4 80.0 1 20.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Melambai / bertepuk tangan 4 80.0 1 20.0

- Menunjukkan yang diinginkan tanpa menangis atau merengek 2 40.0 3 60.0

- Menggelinding/ melemparkan bola kembali 4 80.0 1 20.0

- Minum tanpa tumpah 3 60.0 2 40.0

Bicara dan Bahasa

- Memanggil “papa” atau “mama” jika melihat orang tuanya 5 100.0 0 0.0

Usia 21-23 Bulan (n=2)

Gerakan kasar

- Membungkuk mengambil mainan dan berdiri kembali 1 50.0 1 50.0

- Berjalan tanpa jatuh 2 100.0 0 0.0

- Berjalan mundur 5 langkah tanpa kehilangan keseimbangan 1 50.0 1 50.0

Gerakan Halus

- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 1 50.0 1 50.0

- Menggelinding/melempar bola kembali 1 50.0 1 50.0

Lampiran 1 Gambaran perkembangan balita berdasarkan umur dan aspek perkembangan

Page 43: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

35

- Menyusun dua kubus (3 cm) 1 50.0 1 50.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Menunjukkan yang diinginkan tanpa menangis atau merengek 1 50.0 1 50.0

- Menggelinding/melempar bola kembali 2 100.0 0 0.0

- Memegang gelas dan minum tanpa tumpah 1

- Meniru orang tua ketika melakukan pekerjaan rumah 1 50.0 1 50.0

Bicara dan Bahasa

- Mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti 1 50.0 1 50.0

Usia 24-29 bulan (n=10)

Gerakan kasar

- Berjalan mundur 5 langkah tanpa kehilangan keseimbanga 4 40.0 6 60.0

- Naik tangga dengan berpegangan 8 80.0 2 20.0

- Menendang bola tenis tanpa berpegangan 8 80.0 2 20.0

Gerakan Halus

- Menyusun 2 buah kubus 7 70.0 3 30.0

- Melepaskan pakaian sendiri 6 60.0 4 40.0

- Memungut mainan/ mengangkat piring jika diminta 8 80.0 2 20.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Meniru orang tua ketika melakukan pekerjaan rumah 10 100.0 0 0.0

- Melepaskan pakaian sendiri 5 50.0 5 50.0

- Naik tangga dengan berpegangan 8 80.0 2 20.0

- Makan tanpa banyak tumpah 4 40.0 6 60.0

- Memungut mainan/ mengangkat piring jika diminta 8 80.0 2 20.0

Bicara dan Bahasa

- Menunjuk bagian tubuh 9 90.0 1 10.0

- Mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti 7 70.0 3 30.0

Usia 30-35 Bulan (n=7)

Gerakan kasar

- Naik tangga dengan berpegangan 6 85.7 1 14.3

- Menendang bola tenis tanpa berpegangan 6 85.7 1 14.3

Gerakan Halus

- Mencoret-coret kertas tanpa dibantu 5 71.4 2 28.6

- Menyusun 4 kubus 4 57.0 3 43.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Melepas pakaian tanpa dibantu 3 42.9 4 57.1

- Makan nasi tanpa banyak tumpah 1 14.3 6 85.7

Bicara dan Bahasa

- Menunjuk benar paling kurang 1 bagian badan 5 71.4 1 28.6

- Memungut mainan/ mengangkat piring jika diminta 6 85.7 1 14.3

- Menggunakan 2 kata saat berbicara 5 71.4 2 28.6

- Menyebut dua diantara gambar tanpa bantuan 1 14.3 6 85.7

Usia 36-41Bulan (n=7)

Gerakan kasar

- Melempar bola arah lurus dari jarak 1,5 meter 6 85.7 1 14.3

- Melompati buku tanpa berlari sebelumnya 4 57.0 3 43.0

- Mengayuh sepeda roda tiga 2 28.6 5 71.4

Gerakan Halus

- Mencoret-coret kertas tanpa dibantu 7 100.0 0 0.0

- Menyusun 4 balok 5 71.4 2 28.6

- Menggambar garis lurus 3 42.9 4 57.1

Sosialisasi dan Kemandirian

- Mengenakan sepatu sendiri 4 57.0 3 43.0

Bicara dan Bahasa

- Menggunakan 2 kata saat berbicara 6 85.7 1 14.3

- Menyebut 2 diantara gambar 3 42.9 4 57.1

- Melaksanakan 3 perintah yang diberikan 5 71.4 2 28.6

Usia 42-47 Bulan (n=7)

Lampiran 1 (lanjutan)

Page 44: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

36

Gerakan kasar

- Mengayuh sepeda roda tiga 5 71.4 2 28.6

- Berdiri satu kaki selama 2 detik 5 71.4 2 28.6

- Melompati buku tanpa berlari sebelumnya 6 85.7 1 14.3

Gerakan Halus

- Menggambar lingkaran 5 71.4 2 28.6

- Menyusun 8 buah kubus 4 57.0 3 43.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Mengenakan sepatu sendiri 6 85.7 1 14.3

- Mencuci tangan dengan benar 6 85.7 1 14.3

- Bermain dan mengikuti aturan main 7 100.0 0 0.0

- Mengenakan kaos kaki 7 100.0 0 0.0

Usia 48-53 Bulan (n=10)

Gerakan kasar

- Mengayuh sepeda roda tiga 4 40.0 6 60.0

- Berdiri satu kaki selama 2 detik 8 80.0 2 20.0

- Melompati buku tanpa berlari sebelumnya 8 80.0 2 20.0

Gerakan Halus

- Menggambar lingkaran 9 90.0 1 10.0

- Menyusun 8 buah kubus 4 40.0 5 50.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Mencuci tangan dengan benar 6 60.0 4 40.0

- Bermain dan mengikuti aturan main 9 90.0 1 10.0

- Mengenakan kaos kaki 6 60.0 4 40.0

Bicara dan Bahasa

- Menyebut nama lengkap 2 20.0 8 80.0

Usia 54-59 Bulan (n=12)

Gerakan kasar

- Berdiri satu kaki 6 detik 10 83.3 2 16.7

Gerakan Halus

- Menyusun 8 kubus 11 91.7 1 8.3

- Menentukan garis yang panjang 9 75.0 3 25.0

- Menggambar seperti contoh 10 83.3 2 16.7

Sosialisasi dan Kemandirian

- Bermain dan mengikuti aturan main 12 100 0 0.0

- Mengenakan kaos kaki 11 91.7 1 8.3

- Mengancing baju 7 58.3 4 41.7

Bicara dan Bahasa

- Menyebut nama lengkap 6 50.0 6 50.0

- Menjawab pertanyaan dengan benar 9 75.0 3 25.0

- Mengikuti perintah dengan benar 11 91.7 1 8.3

Usia 60 Bulan (n=2)

Gerakan kasar

- Berdiri dengan 1 kaki tanpa berpegangan selama 6 detik 2 100.0 0 0.0

- Melompat dengan 1 kaki tanpa berpegangan 2-3 kali 2 100.0 0 0.0

Gerakan Halus

- Menunjuk garis yang lebih panjang 1 50.0 1 50.0

- Menggambar seperti contoh 1 50.0 1 50.0

Sosialisasi dan Kemandirian

- Menganjingkan baju 1 50.0 1 50.0

- Bereaksi tenag saat ibu meninggalkannya 2 100.0 0 0.0

- Berpakaian sepenuhnya tanpa bantuan 1 50.0 1 50.0

Bicara dan Bahasa

- Menjawab pertanyaan dengan sesuai 1 50.0 1 50.0

- Mengerti perintah 1 50.0 1 50.0

- Menunjuk warna dengan benar 1 50.0 1 50.0

Lampiran 1 (lanjutan)

Page 45: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

37

Lampiran 2 Hubungan Antar Variabel

Variabel 1 2 4 6 7 8 9 10 14 19 20 21 23 24

Umur ibu (1) r

p

1

.

Tingkat pendidikan ibu

(2)

r

p

0.006

0.961

1

Tingkat pendidikan

ayah(4)

r

p

0.064

0.451

0.009

0.940

1

JART (6) r

p

0.512

0.000

0.097

0.390

-0.073

0.518

1

Pendapatan/ kapita(7) r

p

-0.148

0.191

0.026

0.820

0.007

0.494

-0.284

0.011

1

Umur Balita (8) r

p

0.163

0.146

-0.017

0.883

0.087

0.442

-0.098

0.387

0.057

0.613

1

Urutan anak (9) r

p

0.835

0.000

0.054

0.632

-0.019

0.865

0.347

0.002

-0.205

0.068

-

0.193

0.087

1

Berat badan lahir (10) r

p

0.026

0.821

-0.082

0.472

0.136

0.228

-0.008

0.945

-0.070

0.538

-

0.008

0.941

0.090

0.426

1

Lama pemberian ASI

(14)

r

p

0.037

0.747

0.069

0.544

0.083

0.463

-0.212

0.059

0.122

0.281

0.223

0.047

-0.067

0.555

0.000

0.997

1

Umur awal MP-ASI (18) r

p

-0.006

0.960

0.060

0.595

0.126

0.266

-0.295

0.008

0.175

0.121

0.276

0.013

-0.022

0.845

-0.046

0.683

0.747

0.000

Kejadian ISPA (19) r

p

0.055

0.628

0.120

0.289

-0.009

0.940

0.242

0.030

-0.171

0.130

-

0.068

0.548

0.059\

0.600

0.150

0.184

0.031

0.783

1

Kejadian Diare (20) r

p

-0.099

0.382

0.095

0.400

-0.042

0.711

-0.023

0.838

-0.137

0.225

-

0.176

0.119

-0.007

0.949

0.195

0.082

-

0.181

0.108

0.175

0.120

1

Frekuensi sakit (21) r

p

-0.133

0.239

-0.070

0.540

-0.071

0.532

-0.016

0.888

-0.080

0.479

-

0.187

0.097

-0.023

0.846

0.129\

0.255

-

0.048

0.673

0.235

0.036

0.316

0.004

1

Status Gizi (TB/U) (23) r

p

-0.055

0.626

-0.185

0.101

-0.370

0.001

-0.005

0.963

0.039

0.731

-

0.361

0.001

0.015

0.895

0.216

0.054

-

0.051

0.651

0.076

0.505

-.0.032

0.781

0.099

0.383

1

Perkembangan (24) R

P

-0.201

0.074

-0.134

0.235

-0.020

0.859

-0.048

0.676

0.132

0.245

0.004

0.971

-0.219

0.051

-0.048

0.671

0.091

0.423

0.082

0.468

0.035

0.760

-0.001

0.992

0.256

0.020

1

Page 46: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

38

Lampiran 3 Hasil analisis regresi linear berganda dengan metode stepwise

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .256a .066 .054 21.88327

a. Predictors: (Constant), Z skor TB/U

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2619.488 1 2619.488 5.470 .022a

Residual 37352.434 78 478.877

Total 39971.923 79

a. Predictors: (Constant), Z skor TB/U

b. Dependent Variable: Indeks perkembangan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 76.467 3.621 21.115 .000

Z skor TB/U 3.623 1.549 .256 2.339 .022

a. Dependent Variable: Indeks perkembangan

Excluded Variablesb

Model Beta In t Sig.

Partial

Correlation

Collinearity Statistics

Tolerance

1 Lama pemberian ASI saja (bulan) .060a .547 .586 .062 .994

Umur awal diberi MPASI -.025a -.225 .823 -.026 .983

Pendapatan/kapita .083a .756 .452 .086 .998

a. Predictors in the Model: (Constant), Z skor TB/U

b. Dependent Variable: Indeks perkembangan

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered Method

1 Z skor TB/U

Stepwise (Criteria: Probability-of-F-to-enter <= .050, Probability-of-

F-to-remove >= .100).

a. Dependent Variable: Indeks perkembangan

Page 47: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Melinda Rumuy lahir pada tanggal 12 September 1990 di

Kataloka (Seram Timur) dari ayah Alfan Rumuy dan Lily Manipi. Penulis

merupakan putri ke-2 dari 5 bersaudara.Penulis lulus pendidikan dasar di SD

St.Yosep Sorpeha pada tahun 2003 dan sekolah menengah pertama di SMP

Negeri 2 Fak Fak serta menyelesaikan pendidikan menegah atas pada tahun 2009

di SMA Negeri 1 Fak Fak. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pemerintah Kabupaten Fak Fak

pada tahun yang sama (2009) dan mengikuti program Pra-universitas selama

setahun.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi

Bersama Masyarakat (KKBM) di Kabupaten Garut selama 2 bulan dan Internship

Dietetic di Rumah Sakit Khusus Kanker Dharmais (Jakarta) dengan

penatalaksanaan 3 kasus utama yaitu penyakit dalam, penyakit bedah dan penyakit

anak. Penulis pernah berperan sebagai penyuluh di kegiatan Bina Desa yang

diselengarakan oleh Badan Konsultasi Gizi (BKG). Penulis juga merupakan

anggota dari forum penulisan Scientia dengan karya tulis yang dimuat di Batam

Pos. Selain kegiatan kampus, penulis juga aktif dalam kegiatan pemberdayaan

masyarakat yang diselengarakan di luar kegiatan kampus yaitu sebagai bagian dari

tim penyuluh gizi dan kesehatan di kupang (NTT) tahun 2012 yang

diselenggarakan di bawah naungan Yayasan Pukat Bangsa. Penulis tergabung

dalam Youth of Nation Ministry (YONM) dan ikut sebagai penyelengara kegiatan

tahunan Unlocking Potential Collage Conference (UPCC) dan Playlist.Selain itu,

penulis merupakan bagian dari komisi Diaspora yang diselengarakan oleh

Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK). Penulis juga merupakan bagian dari

perkumpulan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa

Papua (IMAPA) dan sebagai pengajar di Study Club IMAPA( periode 2010-2011.

Page 48: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

40

Page 49: PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70537/I14mru.pdfdilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada

41