48
LAPORAN KASUS PREEKLAMPSIA BERAT Oleh : Kristali (11-2013-321) Pembimbing: dr. FX Widiarso, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI-GINEKOLOGI 1

PEB kristali

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pre eklamsia berat

Citation preview

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh :

Kristali

(11-2013-321)

Pembimbing:

dr. FX Widiarso, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI-GINEKOLOGI

PERIODE 1 DESEMBER 2014 – 7 FEBRUARI 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

2014

1

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Kristali Tanda tangan :

NIM : 11.2013.321

Dr pembimbing / penguji : dr. FX Widiarso, Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. Z Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 28 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Kawin (GIIIP0AII) Agama : Islam

Pekerjaan : - Pendidikan : SMP

Alamat : Desa Loram Weton RT 6 RW 5 Masuk Rumah Sakit : 19 Desember 2014

Pukul 14.00WIB

Nama suami : Tn. AS

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : Buruh pabrik

Alamat : Desa Loram Weton RT 6 RW 5

A. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis tanggal 19 Agustus 2014 Pukul 14.00 WIB

Keluhan utama :

Perut terasa kencang-kencang sejak 3 hari yang lalu

Keluhan tambahan :

Kepala pusing dan kaki bengkak

2

Riwayat Penyakit Sekarang

Wanita berusia 28 tahun dengan kehamilan usia 40 minggu datang dengan keluhan

perut terasa kencang-kencang sejak 3 hari yang lalu. Perut kencang-kencang

dirasakan hilang timbul dan tidak semakin sering. Keluhan ini disertai dengan kaki

bengkak sejak 1 minggu yang lalu dan disertai kepala pusing sejak 3 hari yang lalu.

Selama kehamilan pasien juga belum mengeluarkan cairan bening ataupun lendir

darah dari jalan lahir.

Pasien rutin kontrol ke bidan selama kehamilannya dan mengatakan baru saat periksa

ini tekanan darahnya tinggi. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan ini kehamilannya yang ketiga. Pasien mengalami abortus pada

kehamilan pertama saat usia kandungan 3 bulan, dan kehamilan kedua pada saat usia

kandungan 2 bulan pada tahun 2012.

Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien menderita hipertensi

Riwayat Menstruasi:

Menarche : 14 tahun

Dismenorrhea : (-)

Leukorrhea : (-)

Menopause : (-)

Siklus : 28 hari

Lama : 4 hari

Riwayat Perkawinan:

Menikah 1 kali pada usia 26 tahun, selama 2 tahun.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Hamil

ke

Usia

kehamilan

Jenis

persalinan

penyulit Penolong Jenis

kelamin

BB/TB

lahit

Umur

sekarang

1 3 bulan Abortus

3

2 2 bulan Abortus

3 40 minggu Hamil ini

Riwayat Kehamilan Sekarang:

HPHT : 7 Maret 2014

HPL : 14 Desember 2014

Riwayat Kontrasepsi:

( - ) Pil KB ( - ) IUD

( - ) Suntikan 3 bulan ( - ) Lain-lain

( - ) Susuk KB

Riwayat Antenatal Care:

Pasien memeriksakan kehamilannya 1 kali setiap bulan ke bidan.

Riwayat Penyakit Dahulu

OS pernah mengalami abortus pada kehamilan pertama dan keduanya

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien memiliki riwayat drah tinggi

Hubungan Umur Jenis kelamin Keadaan

kesehatan

Penyebab

meninggal

Ayah 55 tahun Laki-laki Hidup -

Ibu 52 tahun Perempuan Hidup -

Suami 31 tahun Laki-laki Hidup -

Ada kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi - √

Asma - √

4

Tuberkulosis - √

HIV - √

Hepatitis B - √

Hepatitis C - √

Hipertensi √ Ibu pasien

Cacat bawaan - √

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 91x/menit (kuat angkat, reguler)

Pernafasan : 24x/menit (abdomino-torakal)

Suhu : 37oC

Tinggi Badan : 155 cm

Berat : 50 kg

Kulit

Warna kuning langsat, turgor kulit baik, ikterus(-),

Kepala

Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata

Mata

Pupil isokor dengan diameter 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-/-),

sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)

Telinga

Selaput pendengaran utuh, serumen (-), perdarahan (-)

Hidung

Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)

5

Mulut

Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda.

Leher

Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea (−), Hipertrofi otot

pernapasan tambahan (−), Retraksi suprasternal (−)

Dada

Paru-paru (Pulmo)

Inspeksi : warna kuning langsat, sela iga tidak melebar, retraksi (-), pergerakan

simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan abdominotorakal.

Palpasi : sela iga tidak melebar, pergerakan simetris pada saat statis dan

dinamis, vokal fremitus simetris kanan dan kiri.

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung (Cor)

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea

midclavicularis sinistra

Perkusi :

Batas atas : pada sela iga II garis parasternal kiri

Batas kiri : pada sela iga V, 2 cm medial dari garis midclavicularis

sinistra

Batas kanan : pada sela iga V, pada garis parasternal sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke

4 katup jantung

Perut (Abdomen)

Inspeksi : membuncit membujur, tidak ada luka bekas operasi.

Palpasi : nyeri tekan ( - ), massa ( - ), defans muskuler (-)

6

Hati : tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+)

Anggota gerak :

Edema Akral hangat

- - + +

+ + + +

Kelenjar getah bening

Submandibula : tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran

Leher : tidak ditemukan pembesaran

Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

Aspek kejiwaan

Tingkah laku : tenang

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar

C. PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS

Pemeriksaan Luar

Inspeksi

Wajah : chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesaran (+), puting susu menonjol, pengeluaran ASI (-)

Abdomen : membuncit memanjang

linea nigra (+), striae livide (+), striae albicans (+)

bekas operasi (-)

Palpasi

7

TFU : 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (31 cm)

Tafsiran Berat Janin: (31-11) x 155= 3100 gram

Leopold I : Teraba bulat, lunak, dan tidak melenting (bokong).

Leopold II : Teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kanan

(PUKA)

Leopold III : Teraba bagian bulat, melenting, dan keras (kepala)

Leopold IV : konvergen (bagian kepala belum masuk PAP)

DJJ : 136x/menit

His : (+) 2x dalam 10 menit selama 10 detik.

PPV : (-)

Pemeriksaan dalam:

Vaginal Toucher – (pukul 14.00)

Ø 2 cm, KK (+), effacement 25%

bagian bawah janin kepala, hodge I

UUK kanan lintang

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium, 19 Desember 2014 (pukul 14.48)

Darah rutin

Hemoglobin 10,2 g/dL (N: 11,7 – 15,5)

Leukosit 12,06 ribu (N: 3.600 – 11.000)

Eosinofil% 0,5 % (N: 1-3)

Basofil% 0,10 % (N: 0-1)

Neutrofil % 80,10 % (N: 50-70)

Limfosit% 13,40 % (N: 25-40)

Monosit% 5,90 % (N: 2-8)

MCV 73 fL (N: 80-100)

MCH 25 pg (N: 26-34)

MCHC 34 g % (N: 32-36)

Hematokrit 30,50 % (N: 30-43)

Trombosit 326.000 (N: 150.000-440.000)

8

Eritrosit 4,2 juta (N: 3,8 – 5,2)

RDW 13,8 % (N: 11,5 - 14,5)

PDW 14,7 % (N: 10-18)

MPV 11,7 µm3 (N: 6,8 – 10)

Golongan darah/Rh O/+

Waktu perdarahan/BT 1,3 menit (N: 1-3)

Waktu pembekuan/CT 4,0 menit (N: 2-6)

E. RINGKASAN (RESUME)

Wanita berusia 28 tahun, GIIIP0AII hamil 40 minggu, datang dengan keluhan perut

kencang yang dirasakan 3 hari SMRS. Belum keluar apa-apa dari jalan lahir. Gerakan

janin aktif dan masih dapat dirasakan. Kaki pasien dirasa bengkak sejak 1 minggu

yang lalu dan pasien merasa pusing sejak 3 hari yang lalu. Buang air besar dan buang

air kecil lancar. Pasien mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke

bidan.. pasien tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

HPHT : 7 Maret 2014

HPL : 14 Desember 2014

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 88x/menit (kuat angkat, reguler)

Pernafasan : 18x/menit (abdomino-torakal)

Suhu : 36,6oC

Tinggi Badan : 155 cm

Berat : 50 kg

PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS

Pemeriksaan Luar

Inspeksi

Wajah : chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesaran (+), puting susu menonjol, pengeluaran ASI (-)

Abdomen : membuncit memanjang

9

linea nigra (+), striae livide (+), striae albicans (+)

bekas operasi (-)

Palpasi

TFU : 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (31 cm)

Tafsiran Berat Janin: (31-11) x 155= 3100 gram

Leopold I : Teraba bulat, lunak, dan tidak melenting (bokong).

Leopold II : Teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kanan

(PUKA)

Leopold III : Teraba bagian bulat, melenting, dan keras (kepala)

Leopold IV : Konvergen (Kepala belum masuk PAP)

DJJ : 136x/menit

His : (+) 2x dalam 10 menit selama 10 detik.

PPV : (-)

Pemeriksaan dalam:

Vaginal Toucher – (pukul 14.00)

Ø 2 cm, KK (+), effacement 25%

bagian bawah janin kepala, hodge I

UUK kanan lintang

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hemoglobin 10,3 g/dL (N: 11,7 – 15,5)

Leukosit 12,06 ribu (N: 3.600 – 11.000)

Hematokrit 30,50 % (N: 30-43)

Trombosit 326.000 (N: 150.000-440.000)

Eritrosit 4,2 juta ( N : 3,8 – 5,2 )

Golongan darah /

rhesus

0/+

Waktu perdarahan / BT 1,3 menit ( N : 1 – 3 )

Waktu pembekuan / CT 4,0 menit ( N : 2 – 6 )

F. DIAGNOSIS

10

Diagnosis kerja : pukul 14.00

GIIIP0AII, Umur 28 tahun, hamil 40 minggu

Anak I, hidup intrauterine

Presentasi kepala U, PUKA

Inpartu kala I fase laten

Preeklampsia Berat

G. PENATALAKSANAAN

Pengawasan 10

Evaluasi 4 jam

IVFD MgSO4 15cc dalam RL 500 ml 20 tetes per menit

Tirah baring

H. PROGNOSIS

Vitam : dubia ad bonam

Fungtionam : dubia ad bonam

Sanationam : dubia ad bonam

I. FOLLOW UP

19 Desember 2014, Pukul 14.00 WIB

S: Perut terasa kencang hilang timbul.

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD : 160/100 mmHg RR : 18x/menit

HR : 88x/menit T : 36,6oC

HIS : 2x/ 10 menit selama 10 detik

PPV : (-)

DJJ : 136 x/menit

VT: Ø 2 cm, KK (+), effacement 25%

bagian bawah janin kepala, hodge I

UUK kanan lintang

A: GIIIP0AII, Umur 28 tahun, hamil 40 minggu

11

Anak I, hidup intrauterine

Presentasi kepala U, PUKA

Inpartu kala I fase laten

Preeklampsia Berat

P: IVFD MgSO4 15cc dalam RL 500 ml 20 tetes per menit

Oksigen 3L

Foley catheter

Pengawasan 10

Evaluasi 4 jam

19 Desember 2014, Pukul 18.00 WIB

S: Perut tidak terasa semakin kencang

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD : 160/100 mmHg RR : 20x/menit

HR : 78x/menit T : 36,6oC

HIS : 2x/ 10 menit selama 20 detik

PPV : (-)

DJJ : 140 x/menit

VT: Ø 2 cm, KK (+), effacement 25%

bagian bawah janin kepala, hodge I

UUK kanan lintang

A: Idem

Inpartu kala I fase laten

Preeklampsia Berat

P: IVFD MgSO4 15cc dalam RL 500 ml 20 tetes per menit

Oksigen 3L

Foley catheter

Pengawasan 10

Evaluasi 4 jam

12

19 Desember 2014, Pukul 22.00 WIB

S: Perut tidak terasa semakin kencang.

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD : 160/100 mmHg RR : 22x/menit

HR : 80x/menit T : 36,6oC

HIS : 2x/ 10 menit selama 20 detik

PPV : (-)

DJJ : 144 x/menit

VT: Ø 2 cm, KK (+), effacement 25%

bagian bawah janin kepala, hodge I

UUK kanan lintang

A: Idem

Inpartu kala I fase laten

Preeklampsia Berat

P: IVFD MgSO4 15cc dalam RL 500 ml 20 tetes per menit

Oksigen 3L

Foley catheter

Pengawasan 10

Evaluasi 4 jam

LAPORAN PERSALINAN

19 Desember 2014, Pukul 22.10 WIB

- Insisi dinding abdomen pada linea mediana sepanjang ±10 cm

- Insisi diperdalam lapis demi lapis sehingga peritoneum terbuka

- Tampak uterus besar sesuai masa kehamilan aterm

- Buka plica vesicouterina semiunar

- Insisi segmen bawah rahim ±10 cm

- Air ketuban jernih

- Kepala bayi diluksir, dilahirkan kepala, bahu, dan badan bayi

13

- Bayi laki-laki, BBL: 3030 gr, PBL: 46 cm, APGAR 7-8-9

- Plasenta dilahirkan manual, kotiledon lengkap

- Infark plasenta 10 %

- Jahit segmen bawah rahim dengan chromic catgut no. 2, overhecting dengan chromic

catgut no. 2

- Kontrol perdarahan, perdarahan terhenti

- Adneksa dalam batas normal

- Jahit peritoneum dengan plain catgut no. 0

- Jahit otot dengan plain catgut no. 0

- Jahit fascia dengan safil no. 2

- Jahit lemak subkutan dengan plain catgut no. 2-0

- Jahit kulit dengan nylon no. 2

- Perdarahan selama operasi ±200 cc

- Tindakan selesai

Follow up

20 Desember 2014, Pukul 07.00 WIB

S: nyeri post SC (+), kentut (-)

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD : 170/100 mmHg RR : 18x/menit

HR :76x/menit T : 37,6oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Pulmo : SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Mammae : Puting menonjol, ASI (+)

Abdomen : Supel, BU (+)

TFU : 2 jari di bawah pusat

PPV : Lochea (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema tangan +/+, edema kaki +/+

A: PIAII, 28 tahun, post SC hari ke-1 dengan PEB

P: Amoxicillin 3x500 mg

Methylergometrine maleate 2 x 0,125 mg

14

Multivitamin & Zinc 1 x 1

Tirah baring

21 Desember 2014, Pukul 08.00 WIB

S: -

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD : 140/90 mmHg RR : 18x/menit

HR :76x/menit T : 36,4oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Pulmo : SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Mammae : Puting menonjol, ASI (+)

Abdomen : Supel, BU (+)

TFU : 2 jari di bawah pusat

PPV : Lochea (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A: PIAII, 28 tahun, post SC hari ke-2 dengan PEB

P: Amoxicillin 3x500 mg

Methylergometrine maleate 2 x 0,125 mg

Multivitamin & Zinc 1 x 1

Mobilisasi

22 Desember 2014, Pukul 08.00 WIB

S: -

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TD : 120/90 mmHg RR : 18x/menit

HR :80x/menit T : 36,6oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Pulmo : SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Mammae : Puting menonjol, ASI (+)

15

Abdomen : Supel, BU (+)

TFU : 2 jari di bawah pusat

PPV : Lochea (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A: PIAII, 28 tahun, post SC hari ke-2 dengan PEB

P: Amoxicillin 3x500 mg

Methylergometrine maleate 2 x 0,125 mg

Multivitamin 1 x 1

Mobilisasi

TINJAUAN PUSTAKA

16

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Hipertensi dipicu

kehamilan adalah gangguan dengan etiologi yang tidak diketahui yang khusus pada wanita

hamil. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.

Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15

mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Klasifikasi yang dipakai di

Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education

Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah:1,2

Hipertensi kronik

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu

atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan

hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.

Preeklampsia

Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai

dengan proteinuria (300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+

dipstick) serta edema generalisata (anasarka) atau kenaikan berat badan > 0,57

kg/minggu.

Eklampsia

Eklampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.

Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia

Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia adalah hipertensi kronik

disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

Hipertensi gestasional (transient hypertension)

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai

proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau

kehamilan dengan tanda-tanda pre-eklampsia tetapi tanpa proteinuria.

Preeklamsia1,2

17

Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi),

pembengkakan jaringan (edema anasarka), dan ditemukannya protein dalam urin

(proteinuria) yang timbul karena kehamilan.

Preeklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi dalam kehamilan dengan gejala

utama hipertensi akut pada wanita dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan wanita

dalam masa nifas; edema generalisata; dan proteinuria tanpa penyakit vaskular atau renal.

Pada wanita tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan pada tingkat dengan kejang

disebut eklampsia. Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah minggu

ke-20, setelah persalinan gejala-gejalanya menghilang dengan sendiri.

Untuk diagnosis preeklampsia pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih, ditemukan

sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuria. Namun demikian proteinuria bisa saja tidak

ada apabila timbul hipertensi yang disertai dengan nyeri kepala, penglihatan menjadi kabur,

nyeri abdominal atau dari pemeriksaan laboratorium ditemukan gangguan enzim hati, maka

keadaan ini sangat dicurigai suatu preeklampsia (atypical preeclampsia). Dikatakan

hipertensi apabila tekanan sistolik 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg diatas tekanan

biasanya. Tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih atau kenaikan 15 mmHg diatas biasanya.

Tekanan ini diperoleh dengan sekurang-kurangnya pengukuran dua kali dengan selang waktu

6 jam.

Proteinuria adalah protein lebih dari 0,3gr/L dalam urin 24 jam atau lebih dari 1gr/L pada

pemeriksaan urin sewaktu. Proteinuria ini harus ada dalam 2 hari berturut-turut atau lebih.1,2

Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat.

Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang

jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat

mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.

Preeklamsia berat merupakan salah satu jenis hipertensi dalam kehamilan yang sering terjadi.

Yang dimaksud dengan preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,

paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja

18

pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan

sampai preeklampsia yang berat.1

Epidemiologi

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan

lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika

Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu

23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)

mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur

sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31

Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus

(0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida

(17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari

35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia.

Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya

hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH. 4

Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan

angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung

paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling

banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita

dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka

memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %)

yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar

memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan

tunggal.

Faktor Risiko

19

Sampai sekarang belum ada teori yang pasti tentang bagaimana penyebab terjadinya

preeklamsi. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya preeklamsia,

yaitu:1,2,3

Riwayat preeklamsia

Primigravida

Kegemukan/obesitas

Kehamilan ganda

Riwayat penyakit tertentu

Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang

dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu

disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.

Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”.

Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.

Adapun etiologi yang diperoleh dari teori-teori tersebut adalah : 1-4

Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan

kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-

sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin

meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul

vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini

menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan

volume plasma.

Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama

karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral

dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan

proteinuria. 1-4

Peran Faktor Genetik . Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia

meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.

Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus 1-4

20

Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah.

Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal

memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin

dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara

signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar

fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin

akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.

Patofisiologi

Preeklamsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. Patofisiologi dari hipertensi dalam

kehamilan tidak dapat dijelaskan dalam satu teori saja. Teori-teori yang sekarang banyak

dianut adalah :2

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-

cabang arteri uterina dan erteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus

miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis.

Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis

memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam

lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut

sehingga terjadi dilatasi arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan

sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan

lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen

arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi

vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran

darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat

menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan ‘remodeling arteri

spiralis’.

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada laisan otot

arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi

21

tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami

distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi,

dan terjadi kegagalan ‘remodeling arteri spiralis’, sehingga aliran darah uteroplasenta

menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta

akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis

hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan

pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri

spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan

terjadi kegagalan ‘remodeling arteri spiralis’, dengan akibat plasenta mengalami

iskemia. Plasenta yang bebas mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan

oksidan atau sering disebut radikal bebas.

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau molekul yang

mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang

dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya

terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada

manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk

perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah iungkin dahulu dianggap

sebagai bahan toksin yang beredar dialam darah, maka dulu hipertensi dalam

kehamilah disebut “toksemia”.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak

tidak jenuh menjadi peroksia lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran

sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Dalam kondisi normal,

produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh selalu diimbangi dengan produksi

antioksidan.

Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti bahwa kadar okasidan, khususnya

peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan menurun, sehingga terjadi

dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh

dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.

22

Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,

karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak

asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan

radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endotel yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran

sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh

struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel,

terjadi gangguan metabolisme prostaglandin, kerusakan agregasi sel trombosit yang

mengakibatkan vasokonstriksi, peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan

produksi bahan vasopresor seperti edotelin, dan peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intolera nsi imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam

kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :

Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam

kehamilan jika diibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang

kemudian menikah lagi mempunya risiko lebih besar terjadinya hipertensi

dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.

Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah

makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte

antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon

imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK)

ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam

jaringan desidua ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya

invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi

sel NK. Pada plasenta dipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi

HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat

invasi trofopbblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar

23

jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya

dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, yang

memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.

Pada awal trimester kedua kehamiln, perempuan dengan kecenderungan terjadi

preeklamsia ternyata memiliki proporsi sel Helper yang lebih rendah dibanding pada

normotensif.

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.

Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor,

atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon

vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap

bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel

endotel pembuluh darah.

Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor.

Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga

pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan

kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah

dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.

5. Teori defisiensi gizi

Penelitian yang dilakukan tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu

sebelum pecahnya Perang Dunia II menunjukkan bahwa suasana serba sulit mendapat

gizi yang cukup dalam masa persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden

hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi

minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia.

Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat

produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi

pembuluh darah.

6. Teori inflamasi

24

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas ke dalam sirkulasi darah

merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal

plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan

nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses

inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,

sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses

apoptosis pada preeklamsia. Pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif

sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin

banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka

reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas

juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah

ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.

Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit,

yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan

gejala-gejala preeklamsia pada ibu.

Manifestasi Klinis

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan

kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering

ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia

akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria

bertambah meningkat. 1,2,3

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik

30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg.

Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai

kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema

paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak. 1-4

Diagnosis

25

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua

golongan yaitu : 1-4

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan dengan

riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine

kateter atau midstream.

Edema pada lengan, muka, perut, atau edema geralisata. Edema lokal tidak

dimasukkan dalam kriteria preeklamsia.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil

sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium kuadran kanan atas abdomen (teregang kapsula Glisson).

Kenaikan kadar kreatinin plasma

Terdapat edema paru dan sianosis

Trombositopeni berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan

cepat.

Gangguan fungsi hati : peningkatan kadar SGOT dan SGPT.

Pertumbuhan janin terhambat.

Sindrom HELLP

Pembagian Preeklamsia Berat

Dibagi menjadi preeklamsia berat dengan impending eclampsia kalau disertai gejala-gejala

subjektif seperti nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,

kenaikan progresif tekanan darah dan preeklamsia berat tanpa impending eclampsia.2

26

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

Volume Plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (hipervolemia) untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan terjadi pada umur kehamilan 32-34

minggu. Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40% (hipovolemia)

diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi.2

Fungsi Ginjal

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :

- Menurunnya aliran darah ke ginjal karena hipovolemia sehingga terjadi oliguria sampai

anuria

- Kerusakan sel glomerulus (Glomerulus Capillary Endotheliosis) mengakibatkan

meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan

mengakibatkan proteinuria

- Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan sehingga kadang proteinuria timbul setelah

janin lahir.

- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.

- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal, akibat dari vasospasme pembuluh darah.

Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah

Proteinuria

Bila timbul :

- Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal

- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan

- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, umumnya ditemukan pada ISK atau

anemia.

- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya

jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria,

karena janin sudah lahir lebih dahulu

- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick : 100 mg/l atau +1,

sekurang-kurangnya diperiksa 2x urin acak selang waktu 6 jam, dan (b) pengumpulan

proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.

Asam Urat Serum, Kreatinin Plasma, Oliguria dan Anuria

27

Karena hipovolemia (turunnya aliran darah ke ginjal), sehingga sekresi asam urat menurun,

dan terjadi peningkatan asam urat serum. Hal ini terjadi juga pada kreatinin plasma yang

meningkat akibat turunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin dalam

ginjal. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada PEB

dengan penyulit pada ginjal. Dalam hal ini berlaku juga bagi oliguria atau anuria yang

menggambarkan beratnya hipovolemia.

Elektrolit

Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit

total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diaretikum banyak, restriksi konsumsi

garam, atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. PEB yang mengalami

hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Kadar natrium dan kalium

pada PE sama dengan hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.

Tekanan Osmotik Koloid/Tekanan Onkotik

Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan

peningkatan permeabilitas vaskular.

Edema

Edema terjadi karena hipoalbuminemia, atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang

patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata,

dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

Hepar

Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi

perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan

enzim hepar. Perdarahan dapat meluas hingga dibawah kapsular hepar dan disebut

subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di epigastrium dan

dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga diperlukan pembedahan.2

Neurologik

- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.

- Spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat

berupa : pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya

kelainan dan ablasio retina (retinal detachment)

28

- Dapat timbul kejang eklamptik yang faktor resikonya bisa dari edema serebri,

vasospasme serebri dan iskemia serebri.

Kardiovaskular

Peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat

hipovolemia.

Paru-paru

Edema paru oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya

diuresis.2

Janin

Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan

oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel

pembuluh darah plasenta.2

Dampaknya pada janin :

- IUGR dan Oligohidramnion

- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine

growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan secara simptomatis, karena faktor penyebab yang belum diketahui

secara pasti. Tujuan dari penangannannya adalah 1

1. Mencegah terjadinya eklampsi.

2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.

3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.

4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Dasar pengobatannya terdiri dari pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan

obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat optimal, yaitu sebelum janin mati dalam

kandungan, akan tetapi sudah cukup matur hidup di luar uterus.

Indikasi untuk merawat pasien dengan preeklamsia di rumah sakit adalah dengan

Tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90

29

mmHg atau lebih.

Proteinuria 1+ atau lebih.

Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.

Penambahan edema yang berlebihan secara tiba-tiba.

Penanganan pada Preeklamsi Berat

Penderita preeklamsi berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan

tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah

pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunya risiko tinggi untuk

terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas,

tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolamia,

vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/ pulmonary

capillary wedge pressure.

Oleh sebab itu, monitoring input cairan (melalui oral maupun infus) dan output cairan

(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya, harus dilakukan pengukuran secara tepat

berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda

edema paru, segera lakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5%

dekstrosa atau cairan garam faali dengan jumlah 125 cc/jam atau infus 5% dekstrosa yang

tiap 1 liternya diselingi infus ringer laktat (60-125 cc/jam) sebanyak 500 cc.

Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi

urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir

asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam

lambung. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara

parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf

pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus

kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.

Infus intravena kontinu :

Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan

diberikan dalam 15-20 menit.

30

Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena selama 6

jam.

Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infuse

untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l). 2-7

Injeksi intramuskular intermiten:

Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak

melebihi 1 g/menit. Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%)

disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 %

dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4

sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak

melebihi 1g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan

sampai 4 gram perlahan.

Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam

ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:

Refleks patela (+)

Tidak terdapat depresi pernapasan (frekuensi >16x/menit)

Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

Harus sedia antidotum (kalsium glukonas 10% dalam 10 cc = 1 g).

MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir atau 24 jam setelah kejang berakhir atau

jika ada tanda-tanda intoksikasi.

Selain itu dapat juga diberikanobat antihipertensi, yaitu antara lain :1

a. Penghambat adrenergik

o Adrenolitik sentral

Metildopa : 3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari.

Klonidin : 3x0,1 mg/hari atau 0,3 mg/500 ml glukosa 5%/6jam

o Beta bloker

Pindolol : 1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari

o Alfa bloker

Prazosin : 3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari

o Alfa dan Beta Bloker

Labetolol : 3x100 mg/hari

b. Vasodilator

o Hidralazin : 4x25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg – 5 mg

31

c. Antagonis kalsium

o Nifedipin : 3 x 10 mg/hari.

Tindakan terminasi kehamilan

Pelahiran jalan adalah penyembuhan bagi preeklamsia. Nyeri kepala, gangguan penglihatan

atau nyeri epigastrium merupakan petunjuk bahwa akan terjadi kejang dan oliguria adalah

tanda buruk lainnya. Preeklamsia berat memerlukan anti kejang dan biasanya terapi

antihipertensi diikuti kelahiran. Terapi serupa dengan yang akan dijelaskan kemudian untuk

eklamsia. Tujuan utama adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan

serius pada organ vital lain, serta melahirkan bayi yang sehat.

Namun, apabila janin dicurigai atau diketahui prematur, cenderung penundaan persalinan

dengan harapan bahwa tambahan beberapa minggu in utero akan menurunkan risiko

kematian atau morbiditas serius pada neonatus. Seperti telah dibicarakan, kebijakan semacam

ini jelas dibenarkan untuk kasus yang lebih ringan. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin

dan fungsi plasenta, terutama apabila terdapat keenganan unutk melahirkan janin dengan

alasan prematuritas. Sebagian besar peneliti menganjurkan pemeriksaan berkala berbagai uji

yang saat ini digunakan untuk menilai kesejahteraan janin.

Pada preeklamsia sedang atau berat tidak membaik setelah rawat inap, demi kesejahteraan

ibu dan janinnya biasanya dianjurkan pelahiran. Persalinan sebaiknya diinduksi dengan

oksitosin intravena. Banyak dokter menyarankan pematangan serviks dengan prostaglandin

atau dilator osmotik. Bila tampak bahwa induksi persalinan hampir pasti tidak berhasil, atau

upaya melakukan induksi persalinan gagal, diindikasikan sesar untuk kasus-kasus yang parah.

Bagi wanita menjelang aterm, serviks yang mengalami pendataran parsial, bahkan

preeklamsia yang lebih ringan pun mungkin membawa risiko lebih besar bagi ibu dan

janinnya daripada induksi persalinan dengan infus oksitosin yang dipantau ketat. Akan

tetapi, tidak demikian jika preeklamsianya ringan dengan serviks masih padat dan tertutup.

32

Hal ini menunjukkan bahwa mungkin perlu dilakukan pelahiran per abdomen jika kehamilan

akan dihcntikan. Bahaya sesar mungkin lebih besar dibandingkan kehamilan dibiarkan

berlanjut di bawah observasi ketat sampai servik memadai untuk induksi.

Apabila ditegakkan diagnosis preeklamsia berat, kecenderungan obstetris adalah melahirkan

janin dengan segera. lnduksi persalinan untuk menghasilkan pelahiran per vaginam secara

tradisional dianggap merupakan tindakan demi keselamatan ibu. Beberapa pertimbangan,

termasuk kondisi serviks yang kurang memadai.

Daftar Pustaka

33

1. Wiknosastro H. Pre-eklamsia dan eklamsia. Editor: Wiknjosastro H, Saifuddin

AB, Rachmihadhi T, dalam ilmu kebidanan. Edisi ke-2, cetakan ke-4. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.h.281-94.

2. Wiknosastro H. Hipertensi dalam kehamilan. Editor: Wiknjosastro H, Saifuddin

AB, Rachmihadhi T, dalam ilmu kebidanan. Edisi ke-2, cetakan ke-4. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

3. Cunningham, F.G et al. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New York: Mc Graw

Hill Medical Publising Division; 2005.h.699-780.

4. Manuaba I. Preeclampsia. Edisi 2012. Diunduh dari

http://www.emedicinehealth.com/preeclampsia/page10_em.htm..

5. Prawirohardjo S. Ilmu bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.80-7.

34