Upload
avidatur
View
401
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
PEDOMAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN DAN
PENILAIAN RANAH AFEKTIF
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM2003 – 2004
Rev. Akhir
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat taufiq, rahmat, dan
hidayahNya, buku Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian ranah
Afektif telah selesai disusun. Buku pedoman ini ditujukan kepada para guru
serta pengelola pendidikan untuk mengembangkan instrumen afektif serta cara
melakukan penilaiannnya. Ranah afektif merupakan bagian tujuan pembelajaran
peserta didik dan memiliki hubungan yang positif dengan pencapaian ranah
kognitif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian atas
pencapaian ranah afektif.
Pembuatan pedoman ini mengunakan pendekatan teoritis dan empiris.
Pendekatan teoritis dilakukan melalui kajian sejumlah buku-buku teks dan jurnal-
jurnal yang membahas penilaian ranah afektif. Pendekatan empiris dilakukan
melalui validasi pedoman ini kepada sejumlah guru serta kepala sekolah.
Validasi pedoman dilakukan di enam propinsi yaitu Bengkulu, Kalimantan Barat,
Banten, Sulawesi Tenggara, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Nusa Tenggara
Barat. Oleh karena itu diharapkan buku ini bisa digunakan oleh para guru serta
pengelola pendidikan dalam mengembangkan instrumen dan menilai ranah
afektif.
Terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberi
masukan demi sempurnanya buku ini. Walaupun demikian, kami yakin buku ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran demi sempurnanya
buku ini sangat kami harapkan.
Jakarta, Oktober 2003 Penyusun
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif ii
DAFTAR ISI
HALAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
II. PENGERTIAN AFEKTIF ............................................................. 4
III. PERINGKAT RANAH AFEKTIF .................................................. 5
IV. KRITERIA RANAH AFEKTIF ..................................................... 7
V. KARAKTERISTIK RANAH AFEKTIF............................................ 7
VI. PENGEMBANGAN INSTRUMEN ................................................ 10
VII. OBSERVASI ................................................................................ 27
VIII. KESIMPULAN ........................................................................... 27
DAFTAR ACUAN ................................................................................... 29
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif iii
I. PENDAHULUAN
Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan
penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah. Tiga ranah
ini adalah kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan
perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada dua ranah, yaitu
kemampuan berpikir dan keterampilan, namun tingkatannya dari satu peserta
didik ke peserta didik yang lain bisa berbeda. Ada peserta didik atau peserta
didik yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi, namun keterampilannya
rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan
berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi. Ada pula peserta
didik yang kemampuan berpikirnya biasa, demikian pula keterampilannya
juga biasa, tidak ada yang menonjol. Namun jarang sekali ada peserta didik
yang memiliki kemampuan berpikirnya rendah dan keterampilannya rendah.
Karena apabila demikian, sulit bagi peserta didik untuk bisa hidup di
masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Hal ini
merupakan keadilan dari Tuhan YME, sehingga tiap peserta didik memiliki
potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di
masyarakat.
Mempelajari setiap pelajaran memerlukan kemampuan berpikir.
Kemampuan berpikir termasuk pada ranah kognitif yang meliputi kemampuan
menghapal, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan
menganalisis, kemampuan mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Kemampuan yang penting pada ranah kognitif adalah kemampuan
menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah yang ada di
lapangan. Kemampuan ini sering disebut dengan kemampuan mentransfer
pengetahuan ke berbagai situasi sesuai dengan konteksnya. Hal ini berkaitan
dengan pembelajaran kontekstual. Hampir semua mata pelajaran berkaitan
dengan kemampuan kognitif, karena di dalamnya diperlukan kemampuan
berpikir untuk memahaminya.
Kemampuan yang ke dua adalah keterampilan psikomotor, yaitu
kemampuan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari,
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 1
melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang
peralatan, dan sebagainya. Peringkat kemampuan psikomotorik ada lima,
yaitu: 1) gerakan reflek, 2) gerakan dasar, 3) kemampuan perseptual, 4)
kemampuan fisik, gerakan terampil, dan 5) komunikasi nondiskursip (Sax,
1980:76). Gerakan reflek adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang
muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada
keterampilan komplek yang khusus. Peserta didik yang telah mencapai
kompetensi dasar pada ranah ini mampu melakukan tugas dalam bentuk
keterampilan sesuai dengan standar atau kriteria.
Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan
kemampuan motor atau gerak. Kemampuan fisik merupakan kemampuan
untuk mengembangkan gerakan yang terampil. Gerakan terampil adalah
gerakan yang mampu dilakukan peserta didik sehingga menghasilkan produk
yang optimal, seperti keterampilan melakukan gerak tari, keterampilan
menendang bola, keterampilan mengenderai sepeda atau sepeda motor.
Untuk mencapai gerakan terampil, peserta didik harus belajar secara
sistematik melalui langkah-langkah tertentu. Gerakan yang telah dipelajari
peserta didik akan tersimpan lama dalam sistem memori dan saraf peserta
didik, sehingga apabila peserta didik salah dalam memperlajari gerakan
psikomotor maka sulit untuk memperbaiknya. Oleh karena itu guru harus
merancang dengan baik pembelajaran psikomotor sehingga mencapai
standar.
Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan gerakan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mengucapkan
kata-kata dalam mempelajari bahasa asing. Seperti ketika peserta didik
belajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggeris. Gerakan ini
mencakup gerakan lidah, penempatan lidah dan tekanan suara, sehingga
peserta didik dapat mengucapkan berbagai kata dengan benar.
Mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor
adalah pendidikan jasmani, pendidikan seni, serta pelajaran lain yang
memerlukan praktik. Kegiatan pada pelajaran yang berkaitan dengan ranah
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 2
psikomotor selalu berhubungan dengan gerak anggota badan atau indera.
Gerakan anggota badan peserta didik melalui tahapan tertentu. Setiap
tahapan memiliki kunci gerakan, seperti gerakan memukul bola tenis,
gerakan membuka busi speda motor, gerakan melakukan tari, gerakan
mematri komponen elektronika, dan sebagainya.
Kecakapan hidup sebagai bagian dari kompetensi lulusan SMA
(Sekolah Menengah Atas) dalam proses pembelajaran melekat pada semua
mata pelajaran. Beberapa kompetensi kecakapan hidup yang berkaitan
dengan ranah afektif adalah tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen,
percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan
mengendalikan diri. Semua kecapakan ini harus menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran di sekolah, yaitu dengan menentukan pengalaman belajar
yang tepat. Semua warga belajar harus ikut serta membantu proses
pembelajaran peserta didik. Lingkungan sekolah harus dirancang untuk
mendukung pencapaian kompetensi kecakapan hidup. Sebagian kompetensi
kecakapan hidup berkaitan erat dengan ranah afektif, seperti disiplin,
komitmen, kerjasama, sikap sosial, dan sebagainya. Keberhasilan guru
melaksanakan pembelajaran ranah afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu
dikembangkan pedoman pengembangan instrumen ranah afektif serta
penafsiran hasil pengukurannya.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat,
sikap, emosi, atau nilai. Menururt Popham (1995), ranah afektif menentukan
keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada
pelajaran tertentu sulit untuk mencapai kerhasilan studi secara optimal.
Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua guru
harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik belajar pelajaran
yang menjadi tanggungjawab guru. Selain itu ikatan emosional sering
diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan,
semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 3
lembaga pendidikan dalam merancang program pembelajaran harus
memperhatikan ranah afektif.
Hasil belajar akan bermanfaat bagi masyarakat bila para lulusan
memiliki perilaku dan pandangan yang positif dalam ikut mensejahterahkan
dan menenteramkan masyarakat. Masalah afektif dirasakan penting oleh
semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan
merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti
pembelajaran kognitif. Oleh karena itu, sekolah harus merancang
pengalaman belajar peserta didik yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif
dapat dicapai.
II. PENGERTIAN AFEKTIF
Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar,
kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan
Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir,
berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal
berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan
dengan ranah afektif. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia
dan dalam bidang pendidikan ketiga ranah tersebut merupakan hasil belajar.
Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil belajar ditentukan oleh kualitas proses
pembelajaran. Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik masukannya, yaitu
karakteristik peserta didiknya. Kemampuan afektif merupakan bagian dari
hasil belajar dan memiliki peran yang penting. Keberhasilan pembelajaran
pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan oleh kondisi afektif
peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positip
terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran
tersebut, sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran
yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini, namun belum banyak
tindakan yang dilakukan guru secara sistimatik untuk meningkatkan minat
peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal,
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 4
guru dalam merancang program pembelajaran dan pengalaman belajar
peserta didik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
Karakteristik Pembelajaran Hasil belajar Peserta didik
Perilaku Peringkat dan tipe afektif pencapaian
Kecepatan belajar
Karakteristik afektif Hasil afektif
Kualitas pembelajaran
Gambar 1. Ubahan utama sistem pembelajaran
III. PERINGKAT RANAH AFEKTIF
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif
mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di
dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif.
Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu:
receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
A. Peringkat Receiving
Pada peringkat receiving atau attending, peserta didik memiliki
keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya
kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas guru adalah
mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek
pembelajaran afektif. Misalnya guru mengarahkan peserta didik agar senang
membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan
menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang
positip.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif
Tugas belajar
5
B. Peringkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai
bagian dari perilakunya. Pada peringkat ini peserta didik tidak saja
memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran
pada daerah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan
memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Peringkat yang
tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada
pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang
membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
C. Peringkat Valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang
menunjukkan derajad internalisasi dan komitmen. Derajad rentangannya
mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian
berbasis pada internalisasi dari seprangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar
pada peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil
agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini
diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi.
D. Peringkat Organisasi
Pada peringkat organisasi, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan dan
konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal
yang konsisten. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berupa konseptualisasi
nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
E. Peringkat Characterization
Peringkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada
peringkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 6
sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil
pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
IV. KRITERIA RANAH AFEKTIF
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk
diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku
ini melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku ini harus
tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif ini
adalah: intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajad atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain,
misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Selain itu sebagian orang
kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain.
Arah berkaitan dengan orientasi positip atau negatif dari perasaan.
Arah menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang
pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila
intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik
afektif berada dalam suatu skala yang kontinum.
Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada
beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap
sekolah, matematika, situasi sosial, atau pengajaran. Tiap unsur ini bisa
merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh
seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik
merasa tegang bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut
cenderung sadar bahwa target ketegangan adalah tes.
V. KARAKTERISTIK RANAH AFEKTIF
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral. Lima tipe afektif ini yang akan dibahas dalam
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 7
pedoman ini, khususnya tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi definisi
konseptual, definisi operasional, dan penentuan indikator. Sesuai dengan
karakteristik afektif yang terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan
dibahas mencakup lima ranah, yaitu minat, sikap, konsep diri, nilai, dan
moral.
A. Sikap
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi
yang dipelajari untuk merespon secara positip atau negatif terhadap suatu
objek, situasi, konsep, atau orang. Objek sekolah adalah sikap peserta didik
terhadap sekolah, sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Ranah sikap
peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggeris, harus lebih positif
setelah peserta didik mengikuti pelajaran bahasa Inggeris. Jadi sikap peserta
didik setelah mengikuti pelajaran harus lebih positif dibanding sebelum
mengikuti pelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk itu
guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar
peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
menjadi lebih positip.
B. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum
minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
C. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 8
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target
konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah
konsep diri bisa positip atau negatip, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam
suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka bisa
dipilih alternatif karir yang tepat bagi diri peserta didik. Selain itu informasi
konsep diri ini penting bagi sekolah untuk memotivasi belajar peserta didik
dengan tepat.
D. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan yang dalam
tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang
dianggap jelek. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu
organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedang
suatu nilai mengacu pada keyakinan.
Menurut Andersen target nilai cenderung menjadi ide, tetapi sesuai
dengan definisi dari Rokeach, target dapat juga berupa sesuatu seperti sikap
dan perilaku. Arah nilai dapat positip dan dapat negatip. Selanjutnya
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi
dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai
adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam
mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan idea sehingga objek ini
menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya
sekolah harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai
yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dalam memperoleh
kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positip terhadap masyarakat.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 9
E. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral
anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgment
moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang
melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan,
bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain. Perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri
sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai
orang lain baik fisik maupun perasaan. Moral juga sering dikaitkan dengan
keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa
dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan
seseorang.
F. Ranah Afektif Lain
Beberapa ranah afektif lain yang tergolong penting adalah:
a. Kejujuran: Peserta didik harus belajar untuk menghargai kejujuran
dalam berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas: Peserta didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya
moral, dan artitistik.
c. Adil: Peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh
perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan: Peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis
harus memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimum
kepada semua orang.
VI. PENGEMBANGAN INSTRUMEN
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola
pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan isi program
sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 10
Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional
yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk
mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan-diri.
Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik
afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan, reaksi
psikologi, atau keduanya. Metode laporan-diri berasumsi bahwa yang
mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini
menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.
Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan
fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik
lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau
perbuatan seseeorang ditentukan watak dirinya dan kondisi lingkungan.
Instrumen afektif yang dibahas pada buku ini adalah sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah yang harus diikuti
dalam mengembangkan instrumen afektif, yaitu:
1. Menentukan spesifikasi instrumen.
2. Menulis instrumen.
3. Menentukan skala instrumen
4. Menentukan sistem penskoran
5. Mentelaah instrumen
6. Merakit instrumen.
7. Melakukan ujicoba.
8. Menganalisis hasil ujicoba
9. Memperbaiki instrumen.
10.Melaksanakan pengukuran.
11.Menafsirkan hasil pengukuran
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 11
A. Spesifikasi Instrumen
Spesifikasi instrumen terdiri dari tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam
bidang pendidikan, ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen
pengukuran ranah afektif, yaitu:
1. Instrumen sikap.
2. Instrumen minat.
3. Instrumen konsep diri.
4. Instrumen nilai.
5. Instrumen moral
Dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada empat hal yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Tujuan pengukuran
2. Kisi-kisi instrumen
3. Bentuk dan format
instrumen
4. Panjang instrumen.
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, terhadap guru,
dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif.
Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran
yang tepat untuk peserta didik.
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif
terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik
sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan
kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 12
sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Informasi karakteristik peserta didik
diperoleh dari hasil pengukuran.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan
keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral
seseorang diperoleh melalui pengamatan akan perbuatan yang ditampilkan
dan laporan diri yaitu mengisi kuesioner. Hasil pengamatan bersama dengan
hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.
Setelah tujuan pengukuran afektif ditetapkan, kegiatan berikutnya
adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi, juga disebut blue-print,
merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis.
Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi
konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks.
Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi
dasar, yaitu yang bisa diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan
menjadi sejumlah indikator. Indikator ini merupakan pedoman dalam menulis
instrumen. Tiap indikator bisa ditulis dua atau lebih butir instrumen. Salah
satu format kisi-kisi instrumen afektif ditunjukkan Tabel 1.
B. Penulisan Instrumen
Ada 5 (lima) ranah afektif yang biasa dinilai di sekolah, yaitu sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral. Penilaian ranah afektif peserta didik
dilakukan dengan menggunakan instrumen afektif. Hal ini akan dibahas
berturut-turut di bawah ini.
1. Instrumen Sikap
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespons
secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek.
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 13
suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap ini bisa positif bisa negatif.
Definisi operasional: sikap adalah perasaan positip atau negatif terhadap
suatu objek. Objek ini bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang
mudah untuk mengetahui sikap siswa adalah melalui kuesioner.
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif
Definisi konseptual: Sikap adalah perasaan seseorang terhadap suatu objek.
Definisi operasional: Sikap adalah perasaan positip atau negatip terhadap
suatu objek
No. Indikator Jumlah butir Pertanyaan/Pernyataan Skala
1
2
3
4
5.
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan
yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-
kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah
perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi,
baik-buruk, diingini-tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya
adalah:
a. Membaca buku matematika
b. Belajar matematika
c. Interaksi dengan guru matematika
d. Mengerjakan tugas matematika
e. Diskusi tentang matematika
f. Memiliki buku matematika
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 14
Contoh kuesioner:
a. Saya senang membaca buku matematika
b. Tidak semua orang harus belajar matematika
c. Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran
matematika
d. Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
e. Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-
baiknya
f. Matematika penting untuk semua peserta didik
2. Instrumen Minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan
untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran.
Definisi konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman
yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, pengertian, keterampilan
untuk tujuan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:
a. Catatan pelajaran matematika.
b. Usaha memahami matematika
c. Memiliki buku matematika
d. Kehadiran dalam pelajaran matematika
Contoh kuesioner:
a. Catatan pelajaran matematika saya lengkap
b. Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang
hal-hal yang penting
c. Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum pelajaran matematika
d. Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
e. Saya senang mengerjakan soal matematika.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 15
f. Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika
3. Instrumen Konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh
peserta didik. Hal ini berdasarkan informasi karakteristik peserta didik yang
diperoleh dari hasil pengukuran.
Definisi konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang
menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri
adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata
pelajaran.
Contoh indikator konsep diri adalah:
a. Mata pelajaran yang mudah dipahami
b. Kecepatan memahami mata pelajaran
c. Mata pelajaran yang dirasa sulit
d. Kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh instrumen:
a. Saya sulit mengikuti pelajaran matemeatika
b. Saya mudah memahami bahasa Inggeris
c. Saya mudah menghapal
d. Saya mampu membuat karangan yang baik
e. Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
f. Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
g. Saya mampu membuat karya seni yang baik
h. Saya perlu waktu yang lama untuk memahami
pelajaran fisika.
4. Instrumen Nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi
peserta didik. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotorik tidak akan
memberi manfaat bagi masyarakat, apabila tidak diikuti dengan kempetensi
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 16
afektif. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa baik, bila
digunakan membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan
tersebut digunakan untuk merugikan orang lain. Hal inilah letak pentingnya
kemampuan afektif.
Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi nilai
(value) peserta didik. Ada yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada
yang tidak. Ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak.
Kesemua ini dipengaruhi nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan
penilaian baik dan buruk terhadap kegiatan tersebut.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagiamana ia
berbuat atau keinginan berbuat. Hermin dan Simon memasukkan pada
bagian nilai seperti keyakinan, sikap, aktivitas atau perasaan yang
memuaskan, antar lain yang didukung dan terpadu dengan perilaku yang
sesungguhnya serta berulang dalam kehidupan seseorang. Jadi nilai
berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang.
Tindakan merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau suatu objek. Definsi operasional, nilai adalah
keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya
keyakinan akan kemampuan peserta didik, kayakinan tentang kinerja guru.
Kemungknan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk
ditingkatkan. Atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan
perubahan.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan
keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Contoh indikator nilai adalah:
a. Keyakinan akan peran sekolah
b. Keyakinan atas keberhasilan peserta didik
c. Keyakinan atas kemampuan guru.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 17
d. Keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh kuesioner tentang nilai peserta didik:
a. Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit
untuk ditingkatkan.
b. Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum.
c. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes
cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
d. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat
kesejahteraan masyarakat.
e. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
f. Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah
karena atas usahanya.
Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep
diri, nilai, dan dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik
afektif peserta didik dilakukan di tempat terjadinya kegiatan belajar dan
mengajar. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, guru harus
menyiapkan diri untuk mencatat setiap tindakan yang muncul dari peserta
didik yang berkaitan dengan indikator ranah afektif peserta didik. Untuk itu
perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur.
5. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Moral
didefinisikan sebagai pendapat, tindakan yang dinaggap baik dan yang
dianggap tidak baik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi di atas
adalah:
a. Memegang janji
b. Kepedulian terhadap orang lain
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 18
c. Kepedulian terhadap tugas-tugas
d. Kejujuran
Contoh instrumen moral
a. Bila berjanji pada teman saya, tidak harus selalu menepati.
b. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua saya berusaha menepatinya.
c. Bila berjanji pada anak kecil saya tidak harus selalu menepatinya.
d. Bila menghadapi kesulitan saya selalu minta bantuan orang lain.
e. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan saya berusaha
membantunya.
f. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
g. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat
saya.
h. Bila bertemu guru saya, saya selalu menyapanya, walau ia tidak
melihat saya.
i. Saya selalu bercerita tentang hal yang menyenangkan teman saya,
walau tidak seluruhnya benar.
j. Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
C. Skala Instrumen
Secara garis besar skala instrumen yang sering digunakan dalam
penelitian, yaitu Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Skala Thurstone terdiri dri 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang
paling kecil bernilai 1.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Sejarah
7 6 5 4 3 2 11. Saya senang belajar Sejarah !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
2. Pelajaran sejarah bermanfaat !.......!. . ...!......! …..! ... ..!.......!.......!
3. Saya berusaha hadir tiap pelajaran sejarah !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
4. Saya berusaha memiliki buku pel.sejarah !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 19
5. Pelajaran sejarah membosankan !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika
4 3 2 1
1. Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS
2. Pelajaran matematika sulit SS S TS STS
3. Tidak semua harus belajar matematika SS S TS STS
4. Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS
5. Sekolah saya menyenangkan SS S TS STS
Keterangan:
SS : Sangat setujuS : SetujuTS : Tidak setujuSTS : Sangat tidak setuju
Contoh skala Beda semantik:
Pelajaran sejarah
7 6 5 4 3 2 1
Menyenangkan !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Membosankan
Sulit !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Mudah
Bermanfaat !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Sia-sia
Menantang !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Menjemukan
Banyak !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Sedikit
D. Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran.
Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir
adalah 7 dan yang terkecil adalah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan
skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, skor tertinggi
tiap butir adalah 5 dan yang terendah adalah 1.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 20
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih
jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk mengatasi hal
tersebut skala Likert hanya menggunakan 4 (empat ) pilihan, agar jelas
sikap atau minat responden, yaitu:
Sangat setuju – setuju - tidak setuju - sangat tidak setuju
4 3 2 1
Selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat
klas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor.
Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing
peserta didik dan minat klas terhadap suatu mata pelajaran.
E. Telaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meniliti tentang: a) apakah
butir pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang
digunakan apa sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang
benar, dan c) apakah butir peranyaaan atau pernyataan tidak bias, d) apakah
format instrumen menarik untuk dibaca, e) apakah pedoman menjawab atau
mengisi instrumen jealas, dan f) apakah jumlah butir sudah tepat sehinggga
tidak menjemukan menjawabnya.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih
baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat
bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen.
Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan
responden. Hasil telaah ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki
instrumen.
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu
tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen
sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 21
pertanyaan atau pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh,
struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata.
Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan
jawaban responden pada arah tertentu, positip atau negatif.
Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar guru setuju semua peserta didik yang menempuh
ulangan akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang
mengikuti ulangan lulus semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian guru setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus,
namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta
didik yang menempuh ujian akhir lulus semua?
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-
kata untuk suatu kuesioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan
tingkat pendidikan responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang
digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian
atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan..
F. Merakit Instrumen
Setelah isntrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu
menentukan format tata letak instrumen, urutan pertanyaan atu pernyataan.
Format instrumen harus dibuat menarik, sehingga responden tertarik untuk
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 22
membaca dan mengisi instrrumen. Format instrumen sebaiknya tidak terlalu
padat. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara
memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang.
Urutkan pertanyaan atau pernyataan instrumen sesuai dengan tingkat
kemudahan dalam menjawabnya atau mengisinya
G. Ujicoba Instrumen
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai
dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau
orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya
mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah siswa SMA,
maka sampelnya juga siswa SMA. Ukuran sampel yang diperlukan adalah
minimal 30 siswa, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.
Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari
responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat
yang digunakan, waktu yang diperlukan mengisi instrumen. Waktu yang
digunakan disarankan bukan waktu yang saat responden sudah lelah. Selain
itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat
bawah pengisian instrumen bukan merupakan tes, sehingga walau ada
batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan,
maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang
diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman,
waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah sekitar 30 menit atau kurang.
H. Analisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan
atau pernyataan. Apabila skala isntrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban
responden bervariasi dari 1 sampai 5, maka instrumen ini bisa diharapkan
menjadi instrumen yang baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu
pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 23
tergolong tidak biak Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda.
Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, yaitu korelasi antara skor butir
dengan skor total, maka butir instrumen tergolong baik.
Indikator lain yang diperhatikan indeks keandalan yang dikenal dengan
indeks reliabilitas. Besarnya indeks ini adalah minimum 0,70. Bila indeks ini
lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh
karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimum 0,70.
I. Perbaikan Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir yang tidak baik, berdasarkan
hasil analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen tampak baik,
namun hasil ujicoba empirik tampak tidak baik. Untuk itu butir instrumen
harus diperbaiki. Perbaikan termasuk pada semua saran-saran dari
responden ujicoba. Instrumen harus dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
J. Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran seperti disarankan di depan bukan pada
waktu responden sudah lelah. Selain itu ruang untuk mengisi instrumen
harus memiliki sinar yang cukup dan sirkulasi udara ruang juga cukup.
Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain.
Diusahakan agar responden tidak saling tanya pada responden yang lain
agar jawaban pada kuesioner tidak sama atau homogen.
Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan
pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
K. Penafsiran Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil
pengukuran disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran
diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan
jumlah butir yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert dengan 5 (lima
pilihan) untuk mengukur sikap peserta didik, yaitu:
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 24
Sangat setuju - Setuju - Sama-saja - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
( 5 ) (4) (3) (2) (1)
Ada (4) empat kategori hasil pengukuran sikap atau minat, yaitu sangat
tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Penentuan skor tiap kategori dapat
dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau
sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap
mata pelajaran tertentu. Caranya dapat dilihat pada Tabel 3.
Misalkan ada 10 butir pertanyaan pada kuesioner tentang sikap atau
minat seseorang terhadap pelajaran tertentu dengan menggunakan skala
Likert dengan 5 (lima) pilihan. Skor paling tinggi adalah bila peserta didik
memilih sangat setuju,yaitu 5, dan skor paling rendah adalah bila peserta didik
memilih jawaban sangat tidak setuju, yaitu 1. Jadi skor tertinggi adalah 10
butir x 5 = 50, dan skor terendah adalah: 10 butir x 1 = 10. Rangkuman
penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan
No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat
1. Sama atau lebih besar dari 40 Sangat positip/sangat tinggi
2. 30 sampai 39 Tinggi/positip
3. 20 sampai 29 Negatif/rendah
4. Kurang dari 20 Sangat negatif/sangat rendah
Keterangan Tabel 2:
1. Skor batas bawah kategori sangat positip atau sangat tinggi adalah: 0,80 x 50 = 40, dan batas atasnya 50.
2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau positip adalah: 0,60 x 50 = 30, dan skor batas atasnya adalah 39.
3. Skor batas bawah pada kategori negatif atau rendah adalah: 0,40 x 50 = 20, dan skor batas atasnya adalah 29.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 25
4. Skor yang tergolong pada kategori sangat negatif atau sangat rendah adalah: kurang dari 20.
Tabel 3 Kategorisasi sikap atau minat klas
No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat
1. Sama atau lebih besar dari 40 Sangat positip/sangat tinggi
2. 30 sampai 39 Tinggi/positip
3. 20 sampai 29 Negatif/rendah
4. Kurang dari 20 Sangat negatif/sangat rendah
Keterangan:
1. Cari rerata skor kelas, yaitu: jumlahkan skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta didik.
2. Skor batas bawah kategori sangat positip atau sangat tinggi adalah: 0,80 x 50 = 40, dan batas atasnya 50.
3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau positip adalah: 0,60 x 50 = 30, dan skor batas atasnya adalah 39.
4. Skor batas bawah pada kategori negatif atau rendah adalah: 0,40 x 50 = 20, dan skor batas atasnya adalah 29.
5. Skor yang tergolong pada kategori sangat negatif atau sangat rendah adalah: kurang dari 20.
Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik
terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong negatif atau
minat peserta didik tergolong rendah, maka guru harus berusaha
mingkatkatkan sikap dan minat peserta didik. Sedang bila sikap atau minat
peserta didik tergolong positip atau tinggi, guru harus mempertahankannya.
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata
pelajaran. Jadi dalam pengukuran sikap atau minat diperlukan informasi
tentang minat atau sikap tiap peserta didik dan sikap atau minat kelas
terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas
untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi
sekolah akan memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan
profil prestasi belajar. Umumnya mereka yang berminat pada mata pelajaran
tertentu prestasi belajarnya baik.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 26
VII. OBSERVASI
Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner
juga bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama,
yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional.
Definisi konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator
ini menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat
pada mata pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam
mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapian dan kelangkapan
catatan.
Hasil observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan
demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang
ditempuh akan lebih tepat.
VIII. KESIMPULAN
Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang
perlu diperhatikan adalah kemampuan guru untuk melakukan penilaian.
Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai untuk
guru. Namun pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk
dinilai.
Jenis instrumen yang dikembangkan dibatasi sesuai dengan ranah
afektif yang penting di kelas, agar guru dan para pengelola pendidikan dapat
mengembangkannya. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah
sikap dan minat peserta didik. Pengembangan instrumen afektif dilakukan
melalui langkah berikut ini:
1. Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2. Menentukan definisi operasional
3. Menentukan indikator
4. Menulis instrumen.
Instrumen yang dibuat harus ditelah oleh teman sejawat untuk
mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 27
digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya
instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan
informasi yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan
instrumen. Hasil ujicoba digunakan untuk memperbaiki instrumen. Hal yang
penting pada instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen
yang dikatakan baik adalah minimum 0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan distribusi normal dengan
dua kategori yaitu positip atau negatip. Positip berarti minat peserta didik
baik atau sikap peserta didik terhadap suatu objek adalah positip, sedang
negatif berarti minat peserta didik kecil atau sikap peserta didik terhadap
objek negatif. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk
mengukur ranah afektif yang lain.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 28
DAFTAR ACUAN
Allen, Mary. Yen., & Yen, Wendy. M. (1979). Intrductioan measurement theory. Berkeley, California: Brooks/Cole Publishing Company.
Andersen, Lorin. W. (1981). Assessing affective characteristic in the schools. Boston: Allyn and Bacon.
Gable, Robert. K. (1986). Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.
Mueller, D. J. (1986). Measuring social attitudes. New York: Teachers College, Columbia University.
Robinson, John. P., & Shaver, Philip. R. ( 1980). Measures of social psychological attitudes. Michigan: The Institute of Social Research.
5Sax, Gilbert. (1980). Principles of educational and psychological measurement and evaluation. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
Straughan, R. (1989). Belief, behaviuor, and education. London: Biddles Ltd. Guilfordand King’s Lynn.
Thorndike, Robert, L., & Hagen, Elizabeth. P. (1977). Measurement and evaluation in psychology and education. New York: John Wiley & Sons.
Traub, Ross. E. (1994). Reliability for the social sciences. London: Sage Publications.
Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif 29