91
1 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BERBASIS GOVERNANCE DITERBITKAN OLEH KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE 2012

PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

1

PEDOMAN

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

BERBASIS GOVERNANCE

DITERBITKAN OLEH

KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE

2012

Page 2: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

2

Sambutan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(BAPEPAM-LK)

Perkembangan dunia usaha yang pesat dengan jenis kegiatan yang semakin beragam

menimbulkan pula risiko-risiko baru yang berbeda-beda untuk masing-masing jenis usaha.

Sema risiko tersebut memaksa organisasi tetap dapat tercapai. Manajemen risiko merupakan

alat untuk melindungi organisasi dari setiap kemungkinan yang merugikan melalui suatu proses

penilaian risiko yaitu mengidentifikasi risiko, menilai, dan mengevaluasi sehingga risiko tersebut

dapat diminimalkan dan kegiatan usaha dapat berjalan dengan efisien.

Pelaksanaan manajemen risiko di suatu organisasi tidak terlepas dari pelaksanaan prinsip

governance. Keterbukaan informasi dalam pelaksanaan manajemen risiko baik menyangkut

produk ataupun aktivitas bisnis, hasilnya harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan

wajar. Pihak-pihak yang menjalankan manajemen risiko harus bertanggungjawab kepada

pemangku kepentingan atas penerapan manajemen risiko tersebut. Selain itu, manajemen

risiko perlu dilaksanakan dengan asas independensi artinya plakseanaan manajemen risiko

harus dilakukan secara bebas tidak dicampuri dengan kepentingan lainnya.

Pelaksanaan manajemen risiko yang baik memerlukan pengaturan yang baik. Beberapa sektor

industri di Indonesia telah memiliki peraturan mengenai manajemen risiko, namun dengan

tingkat kejelasan yang berbeda. Dengan beragamnya risiko yang timbul, perlu kiranya

ditetapkan standar yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan manajemen risiko oleh

setiap organisasi.

Kami menyambut baik upaya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang secara

berkesinambungan menerbitkan pedoman-pedoman yang dibutuhkan oleh industri keuangan

maupun non keuangan dalam menunjang pelaksanaan good governance. Penerbitan pedoman

manajemen risiko ini akan sangat berguna bagi semua jenis usaha dalam melaksanakan

manajemen risiko bisnisnya sehingga risiko dapat diminimalkan. Kedepan, diharapkan pedoman

Page 3: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

3

ini dapat dikembangkan lebih jauh lagi sehingga dunia bisnis mempunyai kemampuan yang

semakin meningkat dalam menerapkan manajemen risiko yang efektif.

Akhir kata, kami atas nama Bapepam-LK selaku regulator dibidang pasar modal dan lembaga

keuangan non-bank mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan para pemangku

kepentingan yang telah mendukung tersusunnya pedoman ini, khususnya kepada KNKG.

Selanjutnya kami berharap semua pihak dapat menggunakan pedoman ini sebagai benchmark

dalam pelaksanaan manajemen risiko di dunia usahanya masing-masing.

Jakarta, 17 November 2011

Nurhaida

Ketua

Page 4: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

4

SAMBUTAN KETUA KNKG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BERBASIS GOVERNANCE

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kekuatan dan kemudahan yang

diberikanNya maka Pedoman Penerapan Manajemen Risiko (MRBG) dapat diselesaikan tepat

waktu. Kehadiran pedoman ini akan melengkapi beberapa pedoman teknis yang telah

diselesaikan sebelumnya seperti: pedoman etika bisnis, dan pedoman whistleblowing system.

Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang berkembang pesat seiring dengan kebutuhan

suatu perangkat dan teknik untuk mengelola dan mengendalikan risiko. Revolusi teknologi

informasi dan komunikasi telah mendorong perubahan lanskap dan lingkungan bisnis sehingga

perusahaan saat ini berhadapan dengan berbagai risiko bisnis seperti: risiko kredit, risiko pasar,

risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko

strategi. Masing-masing risiko memiliki karakteristik tersendiri dan membutuhkan penanganan

yang berbeda-beda. Untuk itu diperlukan suatu metodologi yang terencana, terarah, dan

terukur sehingga perusahaan mampu mengelola dan memitigasi risiko bisnis secara efektif dan

efisien.

Pasar yang semakin kompetitif melahirkan berbagai risiko bisnis dan kelangsungan usaha.

Dengan kata lain pelaku usaha berhadapan dengan ketidakpastian (uncertainty) atas perubahan

lingkungan bisnis. Kembali sejarah telah menunjukkan betapa banyak perusahaan besar yang

tenggelam dan hilang dari peredaran persaingan tatkala pengelola perusahaan tidak mampu

melihat, mengidentifikasi, dan memitigasi adanya risiko yang berdampak pada daya saing dan

keberlangsungan usaha. Bisnis di era seperti ini menghadapi berbagai potensi risiko seperti

risiko nilai tukar, risiko operasional, risiko financial, hingga risiko reputasi. Bahkan industri

dengan pengaturan yang ketat sekalipun, tanpa kita duga rentan dengan berbagai risiko.

Manajemen Risiko dapat diartikan sebagai suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola

ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman. Bisa juga diartikan sebagai suatu rangkaian

aktivitas manusia dalam mengelola ketidakpastian, termasuk penilaian risiko, pengembangan

strategi untuk mengelola dan memitigasi risiko dengan menggunakan sumber daya yang

tersedia. Strategi yang dapat diambil antara lain dengan cara memindahkan risiko kepada pihak

lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua

konsekuensi risiko tertentu.

Page 5: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

5

Pedoman Penerapan Manajemen Risiko berbasis Governance merupakan suatu pendekatan

dalam mengelola risiko dengan mengedepankan penerapan prinsip-prinsip Governance yang

baik seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, Independensi dan kewajaran. Kami

berharap pedoman ini dapat digunakan dan diimplementasikan dalam kehidupan bisnis sehari-

hari. Dengan demikian, maka pengelolaan risiko tidak semata-mata mengacu kepada

pengelolaan dan mitigasi risiko, namun lebih dari itu mampu meningkatkan daya saing dan

keberlangsungan usaha.

Dalam kesempatan ini ijinkan kami menghaturkan terima kasih atas kontribusi tim penyusun,

nara sumber, dan pihak lain yang turut berkontribusi sehingga pedoman ini mencerminkan

kesatuan pandangan seperti pelaku bisnis, praktisi manajemen risiko, akademisi dan

stakeholders lainnya. Diharapkan pedoman ini mampu menjadi rujukan pelaku usaha dalam

upaya mengelola dan memitigasi risiko bisnis, sehingga mampu mendorong peningkatan kinerja

dan daya saing berkelanjutan.

Akhirnya, kehadiran pedoman ini akan sangat berarti jika kemudian dipergunakan sebagai

rujukan bagi pelaku usaha dalam mengelola dan memitigasi risiko serta menjadi rujukan bagi

otoritas dalam menyusun berbagai regulasi terkait penerapan manajemen risiko berbasis

governance yang baik.

Jakarta, November 2011,

Komite Nasional Kebijakan Governance,

Mas Achmad Daniri

Ketua

Page 6: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

6

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 3

1. Latar Belakang 3

2. Ruang Lingkup, Maksud, dan Tujuan 13

3. Peraturan dan Pedoman Terkait

serta Aspek Penerapan Manajemen Risiko 15

4. Istilah dan Definisi 16

BAB II ASPEK STRUKTURAL 20

1. Pengantar 20

2. Prinsip,Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko 21

3. Tata Kelola Risiko 30

4. Sumber Daya Penerapan Manajemen Risiko 36

BAB III ASPEK OPERASIONAL 38

1. Pengantar 38

2. Manajemen Perubahan 40

3. Panduan Manajemen Risiko 42

4. Implementasi Manajemen Risiko 44

5. Komunikasi dan Konsultasi 45

6. Menentukan Konteks 46

7. Asesmen Risiko 51

8. Perlakuan Risiko 60

9. Monitoring dan Review 62

10. Dokumentasi Manajemen Risiko 66

BAB IV ASPEK PERAWATAN 71

1. Pengantar 71

2. Risk Governance 71

3. Budaya Risiko 73

4. Pengembangan Manajemen Risiko 76

TIM PENYUSUN PEDOMAN 79

ANGGOTA KNKG 80

Page 7: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

7

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Manajemen risiko adalah salah satu disiplin yang menjadi popular menjelang akhir abad

ke dua puluh. Disiplin ini mengajak kita untuk secara logis, konsisten, dan sistematis

untuk melakukan pendekatan terhadap ketidakpastian di masa depan. Dengan demikian,

kita dapat lebih berhati-hati dan produktif menghindari hal-hal yang tidak perlu dan

mencegah hal-hal yang merugikan atau tidak bermanfaat.

Kegiatan ini dilakukan tidak hanya berdasarkan keyakinan dan keberuntungan, namun

juga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara

mengatasi dampaknya. Hal tersebut juga didukung dengan kemampuan untuk

mempelajari dan memahami penyebab terjadinya suatu peristiwa (source of risk).

Sesuatu hal yang hanya didasarkan atas keberuntungan membuat pelaksanaan

manajemen risiko menjadi tidak efektif, bahkan dapat mengaburkan kebenaran dari

penyebab terjadinya suatu peristiwa.

Manajemen risiko berkembang seiring dengan perkembangan pembelajaran manusia.

Dalam satu abad terakhir ini, terdapat beberapa peristiwa politik, ekonomi, dan

perkembangan teknologi yang turut membantu perkembangan manajemen risiko, di

antaranya penggunaan bom atom dalam Perang Dunia ke-II, perkembangan teknologi

otomotif, alat transportasi, peluru kendali, komputer, dan lain-lain. Selain itu, juga

terdapat beberapa peristiwa lainnya, misalnya kasus bocornya reaktor nuklir di Rusia,

bencana industri Bhopal di India, tenggelamnya kapal Titanic, pencemaran Teluk

Minamata di Jepang, tragedi kapal tanker Exxon Valdez, kasus Enron, kasus Nick Leeson

dengan Baring Bank di Singapura, kasus terorisme yang menghancurkan Twin Tower di

New York, hingga krisis finansial yang dialami Indonesia tahun 1997/1998, kasus bank

Global, kasus Bank Century dan kasus-kasus lainnya. Semua peristiwa tersebut

memberikan stimulus terhadap perkembangan manajemen risiko untuk lebih memahami

Page 8: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

8

sebab-akibat, berikut prediksi tentang kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari proses evolusi manajemen risiko.

a. Sejarah Singkat Perkembangan Manajemen Risiko

Felix Kloman dalam “Enterprise Risk Management: Today’s Leading Research and

Best Practices for Tomorrow’s Executives” (2010) menuliskan secara ringkas beberapa

tonggak sejarah yang terkait dengan perkembangan manajemen risiko selama 100

tahun terakhir ini. Adapun uraian kronologis sejarah perkembangan manajemen

risiko adalah sebagai berikut:

1) 1914 : di Amerika Serikat perkumpulan dari para credit & lending officers dengan

nama Robert Martin Association terbentuk di Philadelphia, kemudian berganti

nama menjadi Risk Management Association pada tahun 2000, dan pada tahun

2008 anggotanya telah mencapai 3.000 lembaga keuangan dan 35.000 anggota

perorangan;

2) 1928: Kongres Amerika Serikat menerbitkan “Glass-Steagal Act” yang melarang

kepemilikan yang sama atas bank umum, investment bank dan perusahaan

asuransi. Undang-Undang ini dicabut pada tahun 1999, karena dianggap

menghambat perkembangan lembaga keuangan. Namun, beberapa peristiwa

bencana di bidang keuangan setelah tahun 2000 mempertanyakan kembali

kebijakan pencabutan Undang-Undang ini;

3) 1945: Kongres Amerika Serikat menerbitkan “McCarren-Ferguson Act” yang

menyerahkan kewenangan pengaturan industri asuransi kepada negara bagian

dan tidak lagi menjadi kewenangan nasional federal. Hal ini agak menghambat

perkembangan manajemen risiko karena mengurangi kemampuan industri

asuransi dalam menghadapi risiko-risiko dalam perspektif yang lebih luas;

4) 1966: The Insurance Institute of America mengembangkan satu set ujian yang

terdiri dari tiga bagian yang memberikan gelar “Associate in Risk Management”.

Ini adalah sertifikasi pertama yang diberikan dalam disiplin manajemen risiko.

Walaupun isinya masih sangat didominasi oleh konsep perusahaan asuransi,

Page 9: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

9

tetapi pengenal konsep risiko yang lebih luas mulai diperkenalkan, dan ini setiap

tahun selalu dimutakhirkan sesuai dengan tuntutan perubahan;

5) 1975: The American Society of Insurance Management mengubah namanya

menjadi Risk & Insurance Management Society (RIMS) yang pada tahun 2008

jumlah anggotanya di Amerika Utara telah mencapai 11.000 orang. Di negara lain,

RIMS mempunyai asosiasi dengan The International Federation of Risk and

Insurance Management Association (IFRIMA);

6) 1980: Mulai didirikan Society for Risk Analysis (SRA) di Washington, terutama oleh

mereka yang bergerak dalam kebijakan publik, lingkungan hidup dan para

akademisi terkait. Pada tahun 2008, SRA telah mempunyai anggota sebanyak

2.500 orang dan mempunyai afiliasi di Eropa dan Jepang. Kelompok ini yang mulai

memperkenalkan manajemen risiko pada produk-produk legislasi;

7) 1986: The Institute for Risk Management didirikan di London, beberapa tahun

kemudian mulai memperkenalkan ujian yang dapat diikuti secara international

untuk mendapatkan sertifikasi sebagai “Fellow of the Institute of Risk

Management”, yang merupakan program pelatihan berkelanjutan terkait dengan

manajemen risiko dalam berbagai macam aspeknya. Pada saat yang bersamaan

Kongres Amerika Serikat juga meloloskan revisi dari “The Risk Retention Act” yang

disahkan pada tahun 1982;

8) 1990: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memulai program The International

Decade for Natural Disaster Recovery (IDNDR), suatu program kajian 10 tahun

untuk mempelajari alam dan dampak bencana alam, khususnya pada negara-

negara yang terbelakang serta membangun suatu upaya mitigasi pada tingkat

dunia. Program ini berakhir pada tahun 1999 dan dilanjutkan dengan nama baru

The International Strategy for Disaster Reduction (ISDR). Hasil dari kajian tersebut

dapat dilihat dalam buku Natural Disaster Management yang diterbitkan oleh

PBB;

9) 1992: The Cadbury Committee di Inggris menerbitkan laporan yang menyarankan

agar Dewan Direksi (Governing Boards) bertanggung jawab atas kebijakan

Page 10: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

10

manajemen risiko perusahaan dan memastikan bahwa seluruh anggota

perusahaan memahami semua aspek risiko yang dihadapi perusahaan. Selain itu

merekomendasikan bahwa Dewan Direksi juga bertanggung jawab atas

pengawasan proses pelaksanaan manajemen risiko tersebut. Hempel & Turnbull

Committee yang melanjutkan tugas Cadbury Committee, memperluas dan

memperbarui mandat untuk penerapan manajemen risiko bagi seluruh

perusahaan. Kondisi semacam ini juga diikuti oleh beberapa negara antara lain

Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Afrika Selatan, Jerman dan Perancis. Pada tahun

yang sama The Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di

Swiss, menerbitkan ketentuan yang disebut sebagai Basel I bagi dunia perbankan

international yang terkait dengan kecukupan modal, ketentuan tentang risiko

kredit dan risiko pasar;

10) 1993: Jabatan “Chief Risk Officer (CRO)” pertama kali digunakan oleh James Lam,

dari GE Capital, untuk menggambarkan suatu jabatan yang bertanggung jawab

atas pengelolaan semau aspek risiko perusahaan, termasuk manajemen risiko

secara umum, risiko operasi, risiko usaha, risiko keuangan, dan lain-lain. Saat ini

sudah lebih dari 150 CRO yang bertanggung jawab atas penanganan berbagai

macam risiko yang dihadapi perusahaan;

11) 1995: Suatu kelompok kerja multi disiplin yang dibentuk oleh Standard Australia

dan Standard New Zealand menerbitkan standar manajemen risiko yang pertama

di dunia yaitu AS/NZS 4360:1995 Risk Management Standard (Standar ini

kemudian direvisi setiap 5 tahun, dan telah mengalami revisi pada tahun 1999

dan tahun 2004). Penerbitan standar ini segera diikuti oleh beberapa negara

antara lain Kanada, Jepang dan Inggris. Sementara itu beberapa pengamat

mengatakan bahwa tindakan ini prematur karena manajemen risiko masih dalam

proses evolusi, akan tetapi mayoritas pengamat menghargai upaya ini karena

standar ini merupakan langkah awal untuk dapat membuat suatu kerangka

referensi global atas manajemen risiko, terlebih aspek multi disiplin dari

manajemen risiko memperoleh tempat yang layak;

Page 11: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

11

12) 1996: The Global Association of Risk Professionals (GARP) didirikan di New York

dan London. Pada tahun 2008 jumlah anggotanya sudah mencapai lebih dari

74.000 orang. GARP juga memberikan berbagai macam program sertifikasi untuk

manajemen risiko;

13) 2000: Kekhawatiran atas kemungkinan terjadinya bencana akibat “virus” Y2K

tidak terjadi. Secara umum ini dapat dikatakan karena keberhasilan pengerahan

upaya dan dana yang sangat masif untuk melakukan perbaikan program guna

mengatasi kemungkinan terjadinya bencana tersebut. Kejadian ini sering disebut

sebagai salah satu keberhasilan manajemen risiko dalam mengantisipasi bencana;

14) 2001: The Professional Risk Manager’s International Association (PRMIA) didirikan

di Amerika Serikat dan Inggris. Pada tahun 2008, jumlah keanggotaannya

mencapai sekitar 2.500 anggota penuh (paid members) dan 48.000 anggota

afiliasi (associate members). Pada tahun yang sama juga terjadi tragedi 11

September 2001, yaitu serangan teroris pada Twin Tower di New York. Selain itu

kebangkrutan Enron karena bad governance juga terjadi pada tahun ini;

15) 2002: Kongres Amerika Serikat meloloskan Sarbanes-Oxley Act (SOA) untuk

merespons kebangkrutan Enron dan skandal di bidang keuangan lainnya.

Ketentuan SOA diberlakukan untuk semua perusahaan publik yang tercatat di

bursa efek Amerika Serikat. Sementara pengamat memandang bahwa ini adalah

awal dari penggabungan unsur kepatuhan dengan manajemen risiko. Ada pula

yang berpendapat bahwa penggabungan ini adalah suatu kemunduran karena

memandang risiko hanya pada sisi negatifnya saja, sedangkan yang lain

berpendapat bahwa ini adalah langkah nyata penerapan manajemen risiko pada

tingkat Dewan Direksi;

16) 2004: The Basel Committee on Banking Supervision dari BIS menerbitkan The

Basel II Accord, yang memperluas cakupan pedoman yang telah dikeluarkan

sebelumnya (Basel I) yang meliputi ratio kecukupan modal, risiko kredit, risiko

pasar dengan tambahan risiko operasional perbankan. Beberapa pengamat

berkomentar bahwa penerapan pedoman ini secara global akan mengurangi

Page 12: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

12

kebebasan masing-masing individu lembaga keuangan. Kesepakatan global

sejenis Basel II ini diperkirakan juga menjadi alasan untuk menerbitkan

kesepakatan serupa untuk industri non-finansial;

17) 2005: The International Organization for Standarization (ISO) membentuk

International Working Group (Technical Committee) untuk mempersiapkan suatu

panduan global terkait dengan definisi manajemen risiko, panduan penerapan,

dan praktik-praktik manajemen risiko, dan ditargetkan selesai pada tahun 2009;

18) 2009: ISO menerbitkan ISO 31000:2009 Risk Management – Principles and

Guidelines. Penerbitan standar internasional ini segera diikuti dengan diadopsinya

oleh beberapa negara antara lain Australia, New Zealand, dan Jepang pada tahun

2010. Mereka mengadopsi ISO 31000 ke dalam standar manajemen risiko

negaranya.

Felix Kloman tidak memasukkan Committee of Sponsoring Organization of the

Treadway Commission (COSO) Enterprise Risk Management (ERM) – Integrated

Framework (2004) dalam tonggak sejarah perkembangan manajemen risiko tanpa

menjelaskan alasannya. Namun, dari beberapa tulisan pengamat lainnya dapat

disimpulkan bahwa kemungkinan tidak dimasukkannya COSO Enterprise Risk

Management – Integrated Framework, karena beberapa hal sebagai berikut:

1) COSO merupakan suatu unit organisasi privat yang disponsori oleh lima asosiasi

profesi bidang keuangan di Amerika Serikat (American Accounting Association,

American Institute for Certified Public Accountants, Financial Executive

International, Institute of Management Accountants dan Institute of Internal

Auditors). Dengan demikian COSO lebih merupakan “Opinion Leader” dan bukan

suatu asosiasi profesi. Hasil karyanya juga tidak disepakati (endorsed) menjadi

panduan yang mengikat oleh asosiasi yang mensponsorinya. Oleh karena itu

istilah yang digunakan adalah “Framework” dan bukan “Guideline” ataupun

“Standard”.;

Page 13: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

13

2) Dalam posisi demikian, walaupun publikasi COSO diakui sebagai “valuable tools

and offers detailed guidance on how company may implement enterprise risk

management" (Beasley & Frigo, 2010), tetapi sifatnya tidaklah berbeda dengan

karya-karya ilmiah lain di bidang manajemen risiko. Selain itu COSO ERM

Framework memberikan peluang untuk diinterpretasikan secara luas dan bebas

sesuai dengan kepentingan pengguna. Hal ini tentu berbeda dengan standar, yang

memuat kriteria dan norma aturan yang pasti dan harus diikuti, walaupun

memberikan kebebasan interpretasi, tetapi tetap dalam koridor yang telah

ditetapkan oleh standar tersebut.

3) Sponsor dari COSO adalah asosiasi organisasi profesi akuntan/auditor/keuangan,

sehingga dapat menimbulkan interpretasi terhadap kemungkinan adanya

benturan kepentingan apakah kerangka kerja yang dipublikasikan ini memang

untuk memenuhi kebutuhan publik atau untuk memenuhi kebutuhan para

praktisi dari asosiasi profesi tersebut. (S.J. Root, 1998).

4) Proses penerbitan pada COSO tidaklah serumit dengan proses penerbitan standar

yang harus melalui beberapa proses dengar pendapat dengan para pihak terkait

(public hearing/roundtable discussion) sebelum akhirnya disahkan menjadi

standar (S.J. Root, 1998).

5) COSO bukan suatu otoritas yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan

produknya menjadi suatu standar. Dengan demikian COSO Enterprise Risk

Management Integrated Framework (2004) bukanlah suatu standar untuk

manajemen risiko.

b. Keterkaitan Manajemen Risiko dengan Strategi dan Proses Organisasi

Setiap organisasi mempunyai visi dan misi. Visi adalah sasaran dan kondisi tertentu

yang ingin dicapai oleh organisasi dalam waktu yang ditentukan. Misi merupakan

alasan mengapa organisasi didirikan dan pada misi tersebut dapat diidentifikasi

proses utama organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan utamanya. Strategi

Page 14: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

14

adalah cara untuk mencapai visi organisasi yang lebih baik dari pesaing organisasi

tersebut.

Proses utama organisasi adalah proses yang menghasilkan apa yang dibutuhkan

pelanggan organisasi tersebut. Dalam organisasi bisnis, proses utama ini disebut

dengan “cash generating process”. Untuk dapat bersaing dalam memenuhi

kebutuhan pelanggan, maka setiap organisasi harus mengupayakan proses utama

mereka lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan produk dan jasa yang juga lebih

baik dari pesaing. Disinilah perumusan strategi dalam mencapai visi organisasi

berperan.

Dalam perumusan visi dan strategi terdapat konteks eksternal dan internal

organisasi, sedangkan dalam proses utama organisasi hanya terdapat konteks

internal organisasi. Konteks internal adalah lingkungan internal organisasi dimana

organisasi tersebut berusaha untuk mencapai sasarannya. Konteks internal ini terdiri

dari kapabilitas, struktur, proses, budaya, personalia, dan sumber daya organisasi.

Konteks internal ini relatif lebih dapat dikendalikan dibandingkan dengan konteks

eksternal yang lebih banyak dipengaruhi faktor di luar organisasi.

Konteks eksternal organisasi adalah lingkungan eksternal organisasi dimana

organisasi tersebut berupaya untuk mencapai sasaran organisasi, yaitu visinya.

Konteks ini meliputi kondisi makro, antara lain kondisi ekonomi, sosial, politik,

budaya, geografis, dan jenis industri organisasi tersebut. Selain itu, juga terkait

dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) dari organisasi tersebut,

pelanggan, pemasok, kreditur, karyawan, regulator, pengamat industri, media massa,

dan lain-lain. Dalam konteks eksternal ini, faktor luar organisasi berperan lebih

dominan.

Risiko adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi sasaran organisasi. Salah satu

atribut risiko adalah ketidakpastian, baik dari sesuatu yang sudah diketahui maupun

Page 15: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

15

dari sesuatu yang belum diketahui. Dengan demikian strategi yang baik haruslah juga

memperhatikan risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam konteks internal maupun

eksternal organisasi, dan melakukan antisipasi perlakuan risiko bila memang risiko

tersebut menjadi kenyataan. Untuk risiko-risiko eksternal perlu diperhatikan harapan

dari tiap pemangku kepentingan yang bila tidak dipenuhi akan menimbulkan konflik

dan mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Begitu pula risiko yang mungkin

terjadi akibat perubahan situasi politik, ekonomi, sosial atau lainnya. Semua hal

tersebut harus diperhatikan dalam perumusan strategi.

Proses utama organisasi merupakan kunci realisasi strategi dalam mencapai sasaran

perusahaan. Kegagalan proses utama perusahaan dan proses pendukung lainnya

akan mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Semua kemungkinan yang dapat

mengganggu proses organisasi haruslah diidentifikasi dan diantisipasi

pencegahannya. Teknik yang paling sering digunakan dalam proses identifikasi risiko

adalah diagram tulang ikan (Ishikawa diagram) yang mengidentifikasi penyebab

kegagalan dengan metoda sebab-akibat. Teknik lainnya adalah FailureMode and

Effect Analysis, yang juga mengidentifikasi kegagalan apa saja yang mungkin terjadi

pada setiap tahapan proses, serta mencoba mencari kemungkinan deteksi dini dari

penyebab kegagalan tersebut sebelum terjadi.

c. Mengapa perlu Pedoman Manajemen Risiko berbasis Governance?

Berdasarkan OECD Principles of Corporate Governance (2004), Pedoman Umum GCG

Indonesia - KNKG (2006), Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011

tentang Penerapan GCG pada BUMN, serta Peraturan Bank Indonesia No.

8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum, corporate governance

mengandung pengertian tentang pencapaian keberhasilan usaha dan cara untuk

memantau kinerja pencapaian sasaran keberhasilan usaha tersebut. Adapun prinsip

dari corporate governance yang berpengaruh dalam pelaksanaan manajemen risiko

Page 16: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

16

adalah transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab (responsibilitas) dan

independensi.

Dengan mengacu pada pengertian dan prinsip-prinsip corporate governance di atas

maka jelaslah mengapa manajemen risiko yang berbasis governance menjadi sangat

diperlukan.

Pertama, manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan

corporate governance karena peran manajemen risiko dalam memberikan jaminan

yang wajar atas pencapaian sasaran keberhasilan usaha tidak tergantikan.

Kedua, pelaksanaan manajemen risiko yang baik memerlukan prinsip-prinsip

governance sebagai berikut:

1) Transparansi: pengelolaan risiko haruslah transparan, karena dampak risiko tidak

hanya pada satu unit atau bagian saja, tetapi juga pada bagian lain. Dengan kata

lain pengelolaan risiko haruslah bersifat inklusif dan transparan artinya

melibatkan semua pihak yang terkait dengan risiko tersebut, baik dalam

penanganan sumber risiko, maupun perlakuan terhadap dampak risiko;

2) Akuntabilitas: harus terdapat akuntabilitas yang jelas dalam penerapan

manajemen risiko dalam organisasi. Untuk seluruh perusahaan, akuntabilitas

tertinggi dalam penerapan manajemen risiko terletak pada Direksi dan

akuntabilitas pengawasan penerapan manajemen risiko terletak pada Dewan

Komisaris. Selain itu, akuntabilitas pengelolaan risiko tersebut juga harus jelas di

setiap tingkatannya, bahkan hingga ke tiap proses bisnis;

3) Responsibilitas: penjabaran akuntabilitas penerapan manajemen risiko

memerlukan uraian tanggung jawab yang lebih jelas dalam pengelolaan risiko

pada masing-masing tingkatan, bahkan hingga ke pengelolaan risiko dalam

proses organisasi. Oleh karena itu setiap pemangku risiko (risk owner) harus

dapat memamahi tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan pengelolaan risiko

dalam lingkup tugas dan kewenangannya;

Page 17: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

17

4) Independensi: ini adalah konsekuensi logis dari prinsip akuntabilitas dan

responsibilitas, dimana unit atau individu yang dibebani dengan akuntabilitas dan

responsibilitas untuk mengelola risiko yang masuk dalam lingkup tugas dan

kewenangannya, haruslah diberi kebebasan dalam merumuskan cara menangani

risiko tersebut.

Ketiga, risiko adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses organisasi. Oleh karena

itu manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dari kegiatan utama ataupun proses lain

dalam organisasi. Manajemen risiko juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

tanggung jawab manajemen dalam memastikan tercapainya sasaran organisasi.

Berdasarkan hal tersebut, maka manajemen risiko haruslah diintegrasikan

sepenuhnya ke dalam governance organisasi agar dapat memberikan kepastian

terhadap pencapaian sasaran organisasi. Dengan manajemen yang efektif, maka akan

lebih memberikan jaminan terhadap pencapaian sasaran organisasi.

2. Ruang Lingkup, Maksud dan Tujuan

a. Ruang lingkup

Pedoman ini akan menguraikan aspek-aspek dan elemen-elemen yang diperlukan

untuk membangun dan menerapkan manajemen risiko pada suatu organisasi. Aspek

dan elemen yang diuraikan pada dasarnya bersifat generik dan dapat digunakan baik

pada organisasi nirlaba, organisasi publik ataupun perusahaan yang berorientasi laba.

Selain itu, pedoman ini juga dapat digunakan pada proyek, proses organisasi atau

keperluan khusus lainnya yang disesuaikan menurut tujuan spesifiknya.

Penerapan manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dengan governance dari suatu

organisasi, dan governance suatu organisasi tidak terlepas dari peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Untuk organisasi publik, nirlaba baik yang termasuk di

dalamnya yayasan, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain, peraturan perundang-

undangan yang berlaku berbeda untuk masing-masing organisasi tersebut. Oleh

Page 18: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

18

karena itu demi kemudahan penulisan, pedoman ini akan menggunakan latar

belakang Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Alasannya

sederhana, karena Perseroan Terbatas merupakan peraturan perundangan yang

menjadi dasar organisasi yang bergerak dalam bidang perekonomian dan paling

banyak melibatkan kegiatan ekonomi masyarakat.

Dengan demikian bagi pengguna yang bukan bergerak dalam organisasi Perseroan

Terbatas, haruslah menginterpretasikan ulang posisi-posisi Direksi dan Dewan

Komisaris dengan posisi yang mempunyai tugas dan kewenangan serupa dalam

organisasinya.

b. Maksud dan Tujuan

Penerapan manajemen risiko yang baik antara lain dapat:

1) Mengurangi kejutan yang kurang menyenangkan. Hal ini dapat diperoleh karena

melalui penerapan manajemen risiko yang baik semua hal yang berakibat pada

pencapaian sasaran perusahaan telah diidentifikasikan sebelumnya berikut langkah

perlakuan terhadap hal tersebut telah diantisipasi. Hal ini berlaku untuk peristiwa

yang berdampak positif maupun negatif bagi perusahaan atau organisasi;

2) Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan. Hal ini diperoleh

karena dalam menerapkan manajemen risiko wajib untuk menemukenali para

pemangku kepentingan dan harapannya. Melalui komunikasi timbal balik yang

cukup intens maka dapat digalang kesamaan persepsi dan kepentingan bersama,

dengan demikian dapat diperoleh hubungan yang lebih baik;

3) Meningkatkan reputasi perusahaan. Dengan adanya komunikasi yang baik dengan

para pemangku kepentingan, mereka dapat mengetahui bahwa perusahaan mampu

untuk menangani risiko-risiko yang dihadapi dengan baik. Akibatnya kepercayaan

pelanggan, pemasok, kreditor, komunitas bisnis serta masyarakat juga meningkat;

4) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen. Semua risiko yang dapat

menghambat proses organisasi telah diidentifikasikan dengan baik. Kemudian

Page 19: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

19

gangguan kelancaran proses organisasi tersebut juga telah diantisipasi sebelumnya.

Karenanya, bila gangguan tersebut memang terjadi, maka organisasi telah siap

untuk menangani dengan baik;

5) Lebih memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan karena

terselenggaranya manajemen yang lebih efektif dan efisien, hubungan dengan

pemangku kepentingan yang semakin membaik, kemampuan menangani risiko

perusahaan yang juga meningkat, termasuk risiko kepatuhan dan hukum.

Berdasarkan hal-hal di atas, pedoman ini dapat dikatakan sebagai panduan bagi

pimpinan perusahaan untuk membangun dan menerapkan manajemen risiko sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Dengan mempertimbangkan karakteristik perusahaan

yang berbeda antara satu dengan lainnya, maka pimpinan perusahaan harus dapat

menyesuaikan pedoman ini dengan kebutuhan perusahaannya masing-masing.

Secara garis besar, tujuan dari penyusunan pedoman ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai panduan untuk mengembangkan, membangun dan menerapkan

manajemen risiko yang baik;

2) Sebagai sarana untuk melakukan peninjauan ulang terhadap proses penerapan

manajemen risiko yang telah dilakukan sebelumnya;

3) Sebagai sarana untuk memastikan kejelasan governance structure manajemen risiko

dan juga sebaliknya bahwa manajemen risiko sudah terintegrasi sepenuhnya dengan

governance perusahaan.

3. Peraturan dan Pedoman Terkait serta Aspek Penerapan Manajemen Risiko

a. Peraturan dan Pedoman Terkait

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko

antara lain:

1) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

2) Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal;

3) Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 tentang Pengendaliann Intern

Pemerintah;

Page 20: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

20

4) Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;

5) Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen

Risiko bagi Bank Umum; dan

6) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha

Milik Negara.

Pedoman GCG yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang

juga terkait dengan penerapan manajemen risiko adalah sebagai berikut:

1) Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia (2006);

2) Pedoman Umum Good Public Governance Indonesia (2008);

3) Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran – SPP/WBS (2008); dan

4) Pedoman Etika Bisnis Perusahaan (2010)

Selain peraturan perundang-undangan dan pedoman di atas, masih terdapat pedoman

internal perusahaan yang terkait dengan peraturan di bidang industri, keuangan,

ketenagakerjaan, dan lain-lain yang juga perlu diperhatikan dalam penerapan

manajemen risiko perusahaan.

b. Aspek Penerapan Manajemen Risiko

Proses penerapan manajemen risiko yang disarankan dalam Pedoman ini terdiri dari

tiga aspek yaitu:

1) Aspek struktural yaitu aspek yang memastikan arah penerapan, struktur

organisasi penerapan dan akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko dalam

organisasi, penyediaan sumber daya, dan sebagainya.;

2) Aspek operasional, yaitu aspek yang menunjukkan tahapan proses implementasi

yang sistematis dan terarah, mulai dari pernyataan komitmen Direksi dan Dewan

Komisaris, penyusunan Pedoman Manajemen Risiko Perusahaan, briefing untuk

Komisaris dan Direktur, pelatihan para pemangku risiko, hingga penerapannya.

Page 21: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

21

3) Aspek Perawatan, yaitu aspek yang memastikan adanya upaya menjaga

efektifitas penerapan dan perbaikan yang berkesinambungan melalui, monitoring

dan review serta audit manajemen risiko.

4. Istilah dan Definisi

Istilah dan definisi manajemen risiko yang digunakan dalam Pedoman ini mengacu pada

ISO GUIDE 73:2009 Risk management – Vocabulary. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kerancuan dari berbagai macam istilah dan definisi yang digunakan dalam

berbagai macam standar.

Berikut beberapa istilah dan definisi manajemen risiko yang diadopsi, yakni:

a. Risiko adalah dampak ketidakpastian pada sasaran. ( ISO GUIDE 73:2009 definisi 1.1);

b. Manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan

dan mengendalikan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1);

c. Kerangka kerja manajemen risiko adalah sekumpulan perangkat organisasi yang

menyediakan landasan bagi perencanaan, penerapan, monitor dan review serta

perbaikan sinambung manajemen risiko bagi seluruh organisasi (ISO GUIDE 73:2009

definisi 2.1.1);

d. Kebijakan manajemen risiko adalah pernyataan Direksi dan Dewan Komisaris terkait

dengan arah dan tujuan penerapan manajemen risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi

2.1.2);

e. Rencana manajemen risiko adalah pola atau skema dalam kerangka manajemen

risiko yang menunjukkan pendekatan yang akan diterapkan dalam mengelola risiko

antara lain, pendekatan yang digunakan, komponen-komponen manajemen

termasuk teknik manajemen risiko yang digunakan, sumber daya yang akan dipakai

dalam mengelola risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1.3);

f. Pemangku Risiko (risk owner): adalah orang atau suatu entitas yang mempunyai

akuntabilitas dan kewenangan untuk mengelola suatu risiko (ISO GUIDE 73:2009

definisi 3.5.1.5);

Page 22: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

22

g. Proses manajemen risiko: adalah penerapan secara sistematik kebijakan

manajemen, prosedur dan praktik manajemen dalam pelaksanaan tugas untuk

melakukan komunikasi dan konsultasi; menetapkan konteks; melakukan identifikasi;

menganalisa; mengevaluasi; memperlakukan, memantau dan mengkaji risiko (ISO

GUIDE 73:2009 definisi 3.1.);

h. Menetapkan konteks: adalah proses untuk menentukan batasan dan parameter

eksternal dan internal yang harus dipertimbangkan dalam mengelola risiko dan

menentukan lingkup serta kriteria risiko dalam kebijakan manajemen risiko (ISO

GUIDE 73:2009 definisi 2.4);

i. Komunikasi dan konsultasi: adalah proses yang berulang dan berkelanjutan antara

organisasi dan para pemangku kepentingannya (stakeholders) dalam saling

memberikan, berbagi informasi serta melakukan dialog terkait dengan pengelolaan

risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.2.1);

j. Pemangku kepentingan: adalah setiap orang atau organisasi yang dapat

mempengaruhi atau dipengaruhi, atau menganggap dirinya dapat dipengaruhi oleh

suatu keputusan atau kegiatan (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.2.1.1);

k. Asesmen risiko: adalah keseluruhan proses yang meliputi identifikasi risiko, analisa

risiko dan evaluasi risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.4.1);

l. Sumber risiko: adalah segala sesuatu yang baik sendiri ataupun bersama-sama

mempunyai potensi yang melekat (intrinsic) untuk menimbulkan terjadinya risiko

(ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.5.1.2);

m. Peristiwa (event): adalah suatu kejadian atau perubahan yang terjadi pada suatu

kondisi atau lingkungan tertentu (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.5.1.3);

n. Dampak (consequence): adalah akibat dari suatu peristiwa yang mempengaruhi

sasaran (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.6.1.3);

o. Kemungkinan (likelihood): adalah kesempatan/kemungkinan sesuatu terjadi.

(catatan : Perlu dibedakan antara likelihood dengan probability. Terminologi

probabilitas adalah istilah matematika, terutama statistika, sehingga dalam

menggunakannya perlu diperhatikan kaidah-kaidah matematika terkait. Istilah

Page 23: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

23

likelihood atau kemungkinan adalah istilah yang lebih umum dan tidak terkait dengan

kaidah matematika, sehingga dalam menentukan ukurannya dapat lebih bebas, baik

subyektif, kualitatif ataupun kuantitatif, frekuensi atau juga dengan probabilitas,

selama kaidah matematikanya dipenuhi). (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.6.1.1);

p. Profil risiko: adalah gambaran atau uraian dari suatu kelompok risiko.

(catatan : kelompok risiko ini dapat berisikan risiko-risiko yang terkait dengan

seluruh organisasi, hanya sebagian dari organisasi, atau dari suatu proyek/proses).

(ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.8.2.5);

q. Kriteria risiko: adalah kerangka acuan untuk mengukur besaran risiko yang akan

dievaluasi (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.3.1.3);

r. Perlakuan risiko: adalah proses untuk merubah risiko.

(catatan: pada dasarnya upaya perlakuan risiko dilakukan melalui cara mengurangi

kemungkinan terjadinya risiko atau/dan mengurangi dampak risiko, bila risiko

tersebut terjadi). (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1);

s. Pengendalian: adalah upaya-upaya untuk merubah risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi

3.8.1.1);

t. Risiko tersisa: adalah risiko yang masih tersisa setelah dilakukan perlakuan risiko (ISO

GUIDE 73:2009 definisi 3.8.1.6);

u. Pemantauan (monitoring): adalah suatu proses yang dilakukan secara terus menerus

untuk memeriksa, mengawasi, melakukan pengamatan secara kritis untuk dapat

mengidentifikasi terjadinya perubahan dari tingkat kinerja atau sasaran yang ingin

dicapai dari pelaksanaan pengelolaan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.8.2.1);

v. Pengkajian (review): adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan suatu

kesesuaian, kecukupan, dan efektifitas suatu obyek, proses atau cara yang digunakan

dalam mencapai sasaran.

(catatan: review dapat dilakukan terhadap kerangka kerja manajemen risiko, proses

manajemen risiko, perlakuan risiko ataupun pengendalian risiko) (ISO GUIDE 73:2009

definisi 3.8.2.2);

Page 24: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

24

w. Selera risiko (risk appetite) adalah jumlah dan jenis risiko yang siap ditangani atau

diterima oleh organisasi. (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.7.1.2);

x. Toleransi risiko (risk tolerance) adalah kesiapan organisasi atau pemangku

kepentingan (3.2.1.1) untuk menanggung risiko (1.1) setelah perlakuan risiko (3.8.1)

dalam upaya mencapai sasaran. (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.7.1.3).

(catatan: Toleransi risiko dapat dipengaruhi oleh persyaratan hukum dan peraturan

perundangan).

y. Struktur tata kelola risiko (Risk governance structure) struktur organisasi dalam

pengelolaan manajemen risiko perusahaan,

z. Risk Champion adalah karyawan pada masing-masing bagian yang ditunjuk menjadi

fasilitator dalam penerapan manajemen risiko pada bagian tersebut.

Page 25: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

25

BAB II ASPEK STRUKTURAL

1. Pengantar

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab I, Aspek Struktural merupakan aspek yang

memastikan struktur organisasi penerapan, arah penerapan, dan akuntabilitas pelaksanaan

manajemen risiko dalam organisasi, serta penyediaan sumber daya. Ini berarti bahwa aspek

ini akan menjadi fondasi bagi penerapan manajemen risiko pada suatu organisasi. Hal-hal

yang dibahas dalam aspek ini adalah bagaimana tata kelola risiko (risk governance)

termasuk didalamnya kejelasan akuntabilitas para pemangku risiko (risk owner).

Selanjutnya dibahas mengenai pedoman penerapan manajemen risiko yang berupa prinsip-

prinsip yang harus diacu untuk memastikan dan sekaligus memfasilitasi terjadinya budaya

sadar risiko, sehingga meningkatkan daya tahan dan keliatan (resilience) organisasi dalam

menghadapi tantangan perubahan yang mengandung risiko.

Pelaksanaan tata kelola manajemen risiko tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan

struktur organisasi entitas. Padahal struktur organisasi suatu entitas sangat tergantung pada

sistem hukum yang dianut dalam negara dimana entitas tersebut berada dan jenis kegiatan

organisasi tersebut. Suatu organisasi swasta tentu akan berbeda dengan suatu organisasi

publik, karena acuan hukum yang dirujuk berbeda. Organisasi yang mengejar laba tentu

berbeda juga dengan organisasi nirlaba, karena peraturan perundangan yang digunakan

sebagai acuan juga berbeda. Pedoman ini, walaupun diupayakan untuk bersifat generik,

akan tetapi tidak mungkin mencakup seluruh jenis organisasi.

Untuk kepentingan praktis mengenai struktur organisasi entitas, pedoman ini akan mengacu

pada Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang

tentang perusahaan swasta pada umumnya, termasuk juga Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Alasannya sederhana, karena jenis entitas inilah yang jumlahnya paling banyak dan

juga sekaligus menjadi tumpuan perputaran roda ekonomi sektor riil.

Page 26: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

26

Untuk entitas lain yang mempunyai bentuk bukan Perseroan Terbatas, maka dia harus

mencari padanan organ apa yang setara tugas dan kewajibannya dengan organ Perseroan

Terbatas, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Organisasi

lain, terutama organisasi publik, organisasi nirlaba, hendaknya melihat dan mengacu pada

peraturan perundangan yang terkait.

Perbedaan peraturan perundangan yang digunakan akan mempengaruhi bentuk kerangka

kerja penerapan manajemen risiko dan juga akuntabilitas penerapan manajemen risiko bagi

organisasi tersebut.

2. Prinsip, Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko

Pada awal penerapan manajemen risiko, fokus lebih tertuju hanya pada bagaimana

menangani risiko tersebut dan secara parsial, bukan bagaimana menangani berbagai

macam risiko yang mungkin dihadapi oleh organisasi. Merubah cara penanganan risiko yang

semula secara parsial (silo) menjadi terintegrasi seluruh organisasi, memerlukan suatu

pendekatan yang berbeda. Perlu dibangun suatu pemahaman yang sama tentang prinsip-

prinsip penanganan risiko, suatu landasan kerangka kerja yang akan menjadi dasar bagi

penanganan setiap risiko, urutan proses penanganan risiko, pemahaman tentang teknik dan

metoda penanganan risiko dan proses pelaporan serta monitoring dan review untuk seluruh

proses penanganan risiko dalam suatu organisasi. Penerapan manajemen risiko untuk

seluruh organisasi ini sering disebut sebagai ERM (Enterprise Risk Management).

a. Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko

Merujuk pada standar manajemen risiko terbaru yaitu ISO 31000:2009 – Risk

Management – Principles and Guidelines, manajemen risiko suatu organisasi hanya

dapat efektif bila mampu menganut dan menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Manajemen risiko melindungi dan menciptakan nilai tambah

Manajemen risiko memberikan kontribusi melalui peningkatan kemungkinan

pencapaian sasaran perusahaan secara nyata. Selain itu, juga memberikan perbaikan

dalam aspek keselamatan, kesehatan kerja, kepatuhan terhadap peraturan

Page 27: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

27

perundang-undangan, perlindungan lingkungan hidup, persepsi publik, kualitas

produk, reputasi, corporate governance, efisiensi operasi, dan lain-lain.

2) Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi

Manajemen risiko merupakan bagian dari tanggung jawab manajemen dan

merupakan bagian tak terpisahkan dari proses organisasi, proyek, dan manajemen

perubahan. Manajemen risiko bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri dan

terpisah dari kegiatan serta proses organisasi dalam mencapai sasaran.

3) Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan

Manajemen risiko membantu para pengambil keputusan untuk mengambil

keputusan atas dasar pilihan-pilihan yang tersedia dengan informasi yang selengkap

mungkin. Manajemen risiko dapat membantu menentukan prioritas tindakan dan

membedakan berbagai alternatif tindakan. Manajemen risiko dapat membantu

menunjukkan semua risiko yang ada, mana risiko yang dapat diterima dan mana

risiko yang memerlukan perlakuan lebih lanjut. Manajemen risiko juga memantau

apakah perlakuan risiko yang telah diambil memadai dan cukup efektif atau tidak.

Informasi ini merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan.

4) Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian

Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian dalam proses

pengambilan keputusan. Ia memperkirakan bagaimana sifat ketidakpastian dan

bagaimanakah hal tersebut harus ditangani.

5) Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu

Sifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu yang digunakan dalam pendekatan

manajemen risiko inilah yang memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan

konsistensi manajemen risiko. Dengan demikian, hasilnya dapat dibandingkan dan

memberikan hasil serta perbaikan.

6) Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia

Masukan dan informasi yang digunakan dalam proses manajemen risiko didasarkan

pada sumber informasi yang tersedia, seperti pengalaman, observasi, perkiraan,

penilaian ahli, dan data lain yang tersedia. Akan tetapi, tetap harus disadari bahwa

Tahap transisi

Komitmen

Eksplorasi

Perlawanan

Penolakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Manajemen Puncak

& Senior

Manajemen menengah

& lini pertama

Seluruh

karyawan

Bulan

Pengumumanperubahan

Manajemen Puncak harus kommit sebelum perubahan diluncurkan

Sumber: S Price & D Holmes, Managing Change from Theory to Practice, New Jersey: Ministry of Health British Columbia, 2007

Page 28: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

28

semua informasi ini mempunyai keterbatasan yang harus dipertimbangkan dalam

proses pengambilan keputusan, baik dalam membuat model risiko maupun

perbedaan pendapat yang mungkin terjadi di antara para ahli.

7) Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya (tailored)

Manajemen risiko harus diselaraskan dengan konteks internal dan eksternal

organisasi, serta sasaran organisasi dan profil risiko yang dihadapi organisasi

tersebut.Termasuk dalam pengertian ini adalah disesuaikan dengan kebutuhan dari

para pemangku risiko dalam organisasi tersebut.

8) Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya

Penerapan manajemen risiko haruslah menemukenali kapabilitas organisasi, persepsi

dan tujuan masing-masing individu di dalam serta di luar organisasi, khususnya yang

menunjang atau menghambat pencapaian sasaran organisasi.

9) Manajemen risiko harus transparan dan inklusif

Untuk memastikan bahwa manajemen risiko tetap relevan dan terkini, para

pemangku kepentingan dan pengambil keputusan di setiap tingkatan organisasi

harus dilibatkan secara efektif. Keterlibatan ini juga harus memungkinkan para

pemangku kepentingan terwakili dengan baik dan mendapatkan kesempatan untuk

menyampaikan pendapat serta kepentingannya, terutama dalam merumuskan

kriteria risiko.

10) Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan

Ketika terjadi peristiwa baru, baik di dalam maupun di luar organisasi, konteks

manajemen risiko dan pemahaman yang ada juga mengalami perubahan. Dalam

situasi semacam inilah tahapan monitoring dan review berperan memberikan

kontribusi. Risiko baru pun muncul, ada yang berubah, ada juga yang menghilang.

Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen untuk memastikan bahwa manajemen

risiko senantiasa memperhatikan, merasakan, dan tanggap terhadap perubahan.

Page 29: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

29

11) Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan

organisasi secara berlanjut

Manajemen organisasi harus senantiasa mengembangkan dan menerapkan

perbaikan strategi manajemen risiko serta meningkatkan kematangan dan

kecanggihan pelaksanaan manajemen risiko, sejalan dengan aspek lain dari

organisasi.

b. Kerangka Kerja Manajemen Risiko

Agar dapat berhasil dengan baik, manajemen risiko harus diletakkan dalam suatu

kerangka kerja manajemen risiko. Kerangka kerja ini akan menjadi dasar dan penataan

yang mencakup seluruh kegiatan manajemen risiko di segala tingkatan organisasi.

Kerangka kerja ini akan membantu organisasi mengelola risiko secara efektif melalui

penerapan proses manajemen risiko dalam berbagai tingkatan organisasi dan dalam

konteks spesifik organisasi. Kerangka kerja ini akan memastikan bahwa informasi risiko

yang lengkap dan memadai yang diperoleh dari proses manajemen risiko akan

dilaporkan serta digunakan sebagai landasan untuk pengambilan keputusan. Hal ini

dilakukan sesuai dengan kejelasan akuntabilitas pada setiap tingkatan organisasi.

Page 30: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

30

Gambar 1: Kerangka Kerja Manajemen Risiko (Sumber: ISO 31000:2009 Risk management – Guideline and principle)

Skema pada gambar 1 di atas memperjelas gambaran umum mengenai kerangka kerja

manajemen risiko sebagai induk dari proses manajemen risiko yang lebih bersifat teknis.

Kerangka kerja ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan sebuah sistem manajemen

baru, tetapi lebih ditujukan untuk membantu organisasi dalam mengintegrasikan

manajemen risiko ke dalam sistem manajemen organisasi keseluruhan, khususnya

melalui siklus manajemen sederhana PDCA (Plan-Do-Check-Action). Selain itu, skema di

atas menunjukkan gambaran mengenai bagaimana seharusnya tata kelola risiko (risk

governance) harus dilaksanakan, dimana dalam tata kelola risiko ini, sebagaimana

diutarakan dalam Bab I, terdiri dari aspek struktural, aspek operasional dan aspek

perawatan. Secara lebih rinci, ketiga aspek tersebut memuat unsur-unsur sebagai

berikut:

1) Aspek struktural dari tata kelola manajemen risiko antara lain terdiri dari:

MANDAT & KOMITMEN

PerencanaanKerangka Kerja

Manajemen Risiko

PenerapanManajemen Risiko

Monitoring & review penerapan Kerangka

Kerja MR

Perbaikan sinambungKerangka Kerja MR

Page 31: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

31

a) Komitmen;

b) Kebijakan manajemen risiko;

c) Akuntabilitas dan kepemimpinan;

d) Pembentukan unit kerja manajemen risiko;

e) Champion manajemen risiko pada masing-masing unit kerja; serta

f) Penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan manajemen risiko.

2) Aspek operasional dari tata kelola manajemen risiko antara lain terdiri dari:

a) Penyusunan buku Panduan Manajemen Risiko;

b) Peluncuran, sosialisasi, dan pelatihan manajemen risiko;

c) Teknik dan metoda untuk implementasi proses manajemen risiko;

d) Sistem pelaporan internal dan eksternal;

e) Monitoring dan pengukuran kinerja; serta

f) Tata usaha dan administrasi data serta informasi manajemen risiko.

3) Aspek perawatan dari tata kelola manajemen risiko antara lain terdiri dari:

a) Pendidikan dan pelatihan berlanjut;

b) Komunikasi dan publikasi;

c) Review dan audit tata kelola manajemen risiko; serta

d) Benchmarking.

c. Mandat dan Komitmen

Mandat dan komitmen dalam kerangka kerja manajemen risiko mempunyai arti sentral.

Dari mandat dan komitmen itulah segala sesuatu yang terkait dengan manajemen risiko

berasal sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar hukum entitas atau organisasi.

Dalam peraturan perundang-undangan terkait, akan terlihat secara jelas siapa yang

memperoleh mandat dan apa jenis mandat yang diterima dan komitmen apakah yang

akan terkait secara langsung dengan penerapan manajemen risiko pada organisasi

tersebut.

Page 32: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

32

Mengingat pedoman ini menggunakan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (UUPT) sebagai acuannya, maka akan ditelaah bagaimanakah

“Mandat dan Komitmen” dalam peraturan perundangan tersebut terkait dengan

penerapan manajemen risiko.

Dalam UUPT yang menjadi alter ego perusahaan adalah Direksi dan Dewan Komisaris,

dan mandat yang mereka terima adalah sebagai berikut:

1) Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh

atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud

dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar

pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

2) Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan

secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi

nasehat kepada Direksi.

Dari mandat tersebut di atas terlihat jelas bahwa Direksi mempunyai tugas pengurusan

dan perwakilan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan. Sebagai konsekuensi logis dari tugas tersebut maka Direksi memikul

tanggung jawab kepada:

1) Perseroan;

2) Pemegang saham; dan

3) Kreditur serta pemangku kepentingan lainnya.

Sedangkan Dewan Komisaris mempunyai tugas pengawasan dan pemberian nasehat

kepada Direksi. Dewan Komisaris harus memerhatikan kepentingan perseroan dan

sesuai dengan maksud serta tujuan perseroan dan Anggaran Dasar perseroan. Tugas dan

tanggung jawab Dewan Komisaris lebih bersifat internal sehingga Dewan Komisaris

bertanggung jawab kepada:

1) Perseroan; dan

2) Pemegang saham.

Page 33: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

33

Jadi Direksi dan Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa maksud, tujuan dan

kepentingan Perseroan harus diupayakan untuk tercapai dan tidak terganggu oleh

berbagai kepentingan. Pernyataan ini sebetulnya tidak lain dan tidak bukan adalah

penerapan manajemen risiko pada perseroan (lihat definisi “risiko” dan “manajemen

risiko”).

Dengan demikian terkait dengan penerapan manajemen risiko maka Direksi adalah

Penanggungjawab Utama: penerapan manajemen risiko pada Perseroan, sedangkan

Dewan Komisaris adalah Pengawas Tertinggi dalam pelaksanaan pengawasan

(monitoring dan review) pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada Perseroan.

Oleh karena itu dalam konteks manajemen risiko, tugas Direksi adalah:

1) Menciptakan situasi yang kondusif untuk melaksanakan manajemen risiko melalui

penetapan prinsip, strategi umum, dan kebijakan penerapan manajemen risiko;

2) Menyusun dan menetapkan risk governance structure yang sesuai dengan organisasi

yang dipimpinnya, serta menetapkan struktur akuntabilitas hingga level yang

terendah;

3) Menetapkan “bahasa dan terminologi” manajemen risiko baku yang akan digunakan

di dalam organisasi, antara lain dengan menetapkan jenis standar manajemen risiko

yang akan digunakan;

4) Menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam arti tenaga ahli, pelatihan, dana,

sarana fisik, peralatan, dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan manajemen

risiko dengan baik;

5) Memastikan keselarasan program manjemen risiko dengan strategi perusahaan,

sekaligus menentukan ukuran kinerja pencapaian sasaran manajemen risiko;

6) Memastikan fungsi manajemen risiko beroperasi secara independen;

7) Mengartikulasikan dan mengkomunikasikan manfaat manajemen risiko dalam

pencapaian sasaran perusahaan;

8) Mengkaji ulang:

keakuratan metodologi penilaian risiko,

Page 34: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

34

kecukupan sistem informasi manajemen, dan

ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko

9) Menetapkan model potensi risiko utama dan risiko utama nyata yang dihadapi

perusahaan untuk memfokuskan sasaran penanganan manajemen risiko.

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan,

oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa pengawasan bukan berarti campur tangan,

karena kalau terjadi campur tangan maka akuntabilitas akan menjadi kabur. Karena itu

disarankan pola pengawasan Dewan Komisaris dilaksanakan sebagai berikut:

1) Apa yang dapat membuat perusahaan ini bangkrut atau rugi besar? Pertanyaan ini

membuat kita fokus pada risiko-risiko utama. Risiko utama ini dapat diidentifikasi

antara lain melalui:

a) Siapa saja pemangku kepentingan utama dan apa kebutuhannya;

b) Rencana strategis perusahaan dan pelaksanaannya;

c) Risiko kegiatan utama, baik finansial, operasional, maupun kepatuhan kepada

peraturan perundangan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup

perusahaan;

d) Bagaimanakah toleransi risiko ditetapkan dan bagaimanakah toleransi risiko

tersebut bila dibandingkan dengan kapabilitas perusahaan ataupun rencana

strategi perusahaan;

e) Apakah Anda merasa nyaman dengan profil risiko yang dilaporkan?

2) Fokus pada perubahan apakah yang terjadi. Hal ini terkait dengan unsur

ketidakpastian dari risiko. Perubahan apapun yang terjadi harus diperhatikan.

Bagaimana dampaknya terhadap organisasi, perubahan pasar/persaingan,

perubahan peraturan, perubahan kurs mata uang, perubahan politik, dan lain-lain.

3) Uji dan bandingkan dengan apa yang telah terjadi. Kita tidak boleh berpuas diri

dengan apa yang sudah berjalan dengan baik. Ada baiknya kita mempertanyakan

kemampuan manajemen risiko yang ada: Mungkinkah apa yang terjadi di Union

Carbide, Bhopal, India, dapat juga terjadi disini? Mungkinkah kecerobohan sistem

pengendalian internal yang terjadi pada Baring Bank, Singapore, dapat juga terjadi

Page 35: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

35

di sini? Mungkinkah kecerobohan manajemen yang dialami Adam Air juga mungkin

terjadi di sini?; dan seterusnya.

4) Menemukenali hubungan antar-risiko. Sebuah risiko besar seringkali tidak terjadi

tiba-tiba, tetapi akibat dari interaksi dari berbagai risiko kecil. Risiko yang dialami

oleh pesawat terbang Adam Air yang terjun ke laut diakibatkan oleh berbagai hal,

mulai dari upaya penghematan, komponen navigasi yang tidak berfungsi dengan

baik, sampai kecerobohan manajemen.

Selain keempat hal di atas, Dewan Komisaris juga perlu mempertanyakan bagaimanakah

proses komunikasi risiko dilaksanakan; bagaimanakah pembinaan budaya sadar risiko

diselenggarakan; bagaimanakah penciptaan situasi yang kondusif untuk penerapan

manajemen risiko diciptakan; dan bagaimanakah pembentukan “tone at the top”

(perilaku keteladanan) terlaksana. Organisasi dengan penerapan manajemen risiko yang

baik akan menunjang pelaksanaan good corporate governance dan akan meningkatkan

nilai perusahaan.

d. Proses Manajemen Risiko

Proses manajemen risiko adalah penerapan secara sistematik kebijakan manajemen,

prosedur dan praktik manajemen dalam pelaksanaan tugas untuk melakukan

komunikasi dan konsultasi, menetapkan konteks, dan asesmen risiko. Proses

manajemen risiko meliputi identifikasi, analisa, dan evaluasi risiko, kemudian perlakuan

risiko, dan diakhiri dengan pemantauan dan pengkajian risiko. Proses manajemen risiko

secara singkat merupakan penerapan kerangka kerja manajemen risiko pada tiap-tiap

jenis risiko yang secara spesifik mempunyai karakter yang berbeda-beda sesuai dengan

konteksnya. Ini sesuai dengan prinsip ke tujuh manajemen risiko yang menyatakan

bahwa manajemen risiko adalah khas bagi penggunanya (tailored). Walaupun

penerapan proses manajemen risiko khas untuk masing-masing risiko, tetapi secara

metodologis, penerapannya sesuai dengan sistem yang digambarkan pada gambar 2 di

bawah ini.

Page 36: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

36

Gambar 2: Proses Manajemen Risiko (Sumber: AS/NZS 4360:2004 Risk Management)

Sebagaimana ditegaskan di atas, proses manajemen risiko ini adalah khas dan unik

untuk tiap proses bisnis, bagian dan bahkan untuk tiap risiko. Hal ini disebabkan karena

tidak ada proses, bagian atau risiko yang seratus persen identik. Masing-masing

mempunyai hal yang spesifik, walaupun terdapat beberapa kesamaan.

3. Tata Kelola Risiko

Tata kelola risiko meliputi unsur-unsur kebijakan manajemen risiko, akuntabilitas

pelaksanaan, perencanaan manajemen risiko terpadu, penyediaan sumber daya yang

memadai, dan mekanisme komunikasi serta pelaporan pelaksanaan manajemen risiko, baik

internal maupun eksternal. Satu hal lagi yang biasanya penting dalam tata kelola

manajemen risiko adalah “kesamaan bahasa”, yaitu penggunaan istilah-istilah dalam

penerapan manajemen risiko. Hal ini diatasi dengan menggunakan istilah dan definisi yang

ditentukan dalam ISO Guide 173:2009 – Risk Management Vocabulary.

a. Kebijakan Manajemen Risiko

Kebijakan manajemen risiko merupakan pernyataan komitmen secara tertulis oleh

Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan manajemen risiko dalam organisasi. Hal

penting terkait Kebijakan ini dinyatakan secara singkat dan jelas yang meliputi antara

lain:

IDENTIFIKASI RISIKO

ANALISA RISIKO

EVALUASI RISIKO

PERLAKUAN RISIKO

MENENTUKAN KONTEKS

ASESMEN RISIKO

Page 37: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

37

1) Alasan mengapa harus menerapkan manajemen risiko;

2) Penjelasan keterkaitan antara pencapaian sasaran organisasi dan kebijakan

manajemen risiko;

3) Kejelasan akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko, termasuk infrastruktur

pelaksanaannya;

4) Penyediaan sumber daya untuk menerapkan manajemen risiko;

5) Penentuan standar atau metode manajemen risiko yang akan digunakan;

6) Komitmen untuk melakukan review dan verifikasi secara berkala terhadap

efektivitas penerapan manajemen risiko.

Penetapan komitmen manajemen ini harus diikuti dengan langkah-langkah nyata untuk

lebih mempertegas bahwa komitmen tersebut tidak hanya di atas kertas. Secara

keseluruhan, langkah nyata tersebut adalah penyusunan tata kelola manajemen risiko

yang akan mengawali proses penerapan manajemen risiko ke seluruh organisasi.

b. Akuntabilitas Penerapan Manajemen Risiko

Akuntabilitas tertinggi untuk penerapan manajemen risiko pada dasarnya berada pada

Direksi, secara lebih khusus pada Direktur Utama atau anggota Direksi lainnya yang

ditunjuk, dengan ketentuan jangan sampai menimbulkan benturan kepentingan dalam

pengambilan keputusan. Secara umum, hal penting yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Penunjukan Champion yang bertanggung jawab untuk mendorong pelaksanaan

penerapan manajemen risiko secara meluas ke seluruh organisasi (enterprise

wide risk management). Champion ini dapat berupa penunjukan fungsi

Manajemen Risiko tersendiri dan para individu pada setiap divisi dengan

penugasan khusus untuk menjadi fasilitator penerapan manajemen risiko pada

divisinya;

2) Penetapan secara jelas bahwa akuntabilitas pengelolaan risiko tetap berada pada

para pemangku risiko (risk owner) dan bukan ke para Champion. Untuk itu setiap

kepala divisi merupakan pemangku risiko pada divisi tersebut dan menjadi

Penanggung Jawab dalam melakukan pengelolaan risiko pada divisinya. Demikian

Page 38: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

38

secara berjenjang hingga sampai pada penanggungjawab proses. Tugas para

Champion lebih sebagai fasilitator untuk penerapan manajemen risiko;

3) Penyusunan infrastruktur organisasi sebagai unit untuk mendorong penerapan

manajemen risiko ke seluruh organisasi, termasuk di dalamnya akuntabilitas

penerapan tersebut pada setiap tingkatan dalam organisasi;

4) Penyusunan mekanisme organisasi untuk penerapan manajemen risiko, termasuk

penyusunan manual penerapan manajemen risiko, mekanisme pelaporan

pelaksanaan manajemen risiko, pengukuran efektivitas penerapan manajemen

risiko, atau pengukuran kinerja manajemen risiko.

5) Proses untuk menimbulkan budaya sadar risiko ke seluruh organisasi.

c. Infrastruktur Manajemen Risiko

Tidak terdapat model atau panduan baku dalam penyusunan infrastruktur organisasi

dalam pengelolaan manajemen risiko. Hal yang terpenting adalah kejelasan dari

akuntabilitas dan tanggung jawab untuk mendorong pelaksanaan manajemen risiko ini

bertumpu pada suatu fungsi yang ditunjuk secara tegas dan jelas. Setiap organisasi

harus menyusun infrastruktur organisasi manajemen risiko sesuai dengan kebutuhan

dan jenis-jenis risiko yang dihadapi.

Dalam gambar 3 ditampilkan suatu model yang merupakan contoh dan bukan

merupakan model baku. Contoh ini lebih tepat untuk organisasi yang cukup besar,

sedangkan untuk organisasi yang berskala kecil dan menengah, harus menyesuaikan

dengan kemampuan organisasinya.

Page 39: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

39

Gambar 3: Infrastruktur Manajemen Risiko

Komite Pemantau Risiko adalah organ Dewan Komisaris yang membantu melakukan

pengawasan dan pemantauan pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada

perusahaan. Komite Risiko adalah Komite yang dipimpin oleh Direktur Utama atau

Direktur yang ditunjuk untuk itu, dan berfungsi untuk menetapkan kebijakan, strategi

penerapan manajemen risiko untuk seluruh perusahaan. Selain itu Komite ini

mempunyai anggota dari masing-masing Direktorat, untuk melakukan pemantauan dari

pelaksanaan penerapan manajemen risiko dan mengambil keputusan terhadap usulan

perlakuan risiko yang berdampak bagi seluruh perusahaan. Semua pengesahan manual,

prosedur dan tata laksana penerapan manajemen risiko dilaksanakan melalui Komite

Risiko ini.

Fungsi Manajemen Risiko adalah unit yang menjadi Champion dalam penerapan

manajemen risiko perusahaan dan menyusun segala manual dan prosedur serta tata

laksana dan pelaporan penerapan manajemen risiko perusahaan. Unit ini juga

melakukan komunikasi berkala dan pelaporan penerapan manajemen risiko

DIREKSI

INTERNAL

AUDITOR

KOMITE RISIKO

(Lintas Fungsi)

DEWAN

KOMISARISKomite Pemantau

Risiko

MANAJEMEN

KEUANGAN

MANAJEMEN

OPERASI

MANAJEMEN SDM

& UMUM

MANAJEMEN

RISIKO

HUKUM &

KEPATUHAN

Pengawasan

Page 40: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

40

perusahaan. Unit ini juga menyelenggarakan pelatihan bagi para champion yang berada

pada tiap divisi atau departemen dalam perusahaan.

d. Tata Laksana, Komunikasi dan Pelaporan

Proses manajemen risiko melibatkan banyak pihak dalam organisasi, terlebih lagi pada

awal penerapannya. Oleh karena itu, perlu kejelasan akuntabilitas untuk memastikan

bahwa semua proses dapat berjalan dengan baik. Salah satu metode yang sering

digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah RACI Matrix. RACI adalah singkatan

dari Responsible, Accountable, Consulted, dan Informed.

Secara sederhana, RACI Matrix akan menjelaskan atau menentukan dalam setiap

kegiatan:

1) “R” siapa yang responsible, artinya siapa yang mengerjakan kegiatan tersebut;

2) “A” siapa yang accountable, artinya siapa yang berhak membuat keputusan akhir

“ya” atau “tidak” atas kegiatan tersebut, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan

pihak lain;

3) “C” siapa yang harus consulted, artinya harus diajak konsultasi atau dilibatkan

sebelum atau saat kegiatan tersebut dilaksanakan atau dilanjutkan; serta

4) “I” siapa yang harus informed, artinya siapa yang harus diberi informasi mengenai

apa yang sedang terjadi atau sedang dilakukan tanpa harus menghentikan

kegiatan tersebut.

Direksi dan Dewan Komisaris harus memastikan bahwa pada setiap tahapan proses

manajemen risiko terdapat kejelasan akuntabilitas dan tanggung jawab

pelaksanaannya.

RACI Matrix pada tabel 1 memperlihatkan gambaran umum mengenai hal tersebut di

atas. Gambaran ini masih sangat kasar dan memerlukan penjabaran lebih lanjut dalam

bentuk proses bisnis yang sesuai dengan sasaran di tiap tahapan. Kedalaman

penjabaran sangat ditentukan oleh keperluan organisasi, tetapi keberhasilan

penjabaran proses akan mempermudah dan memperjelas proses penerapannya.

Page 41: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

41

Dari RACI Matrix pada tabel 1 terlihat secara tidak langsung bagaimana metode

komunikasi dan pelaporan harus dilaksanakan. Secara sederhana dapat dikatakan

bahwa pihak yang dalam tabel tersebut mendapatkan huruf “A” berarti ia harus

mendapatkan laporan lengkap untuk dapat mengambil keputusan. Ia seolah-olah

menjadi “pelanggan” dari seluruh kegiatan tersebut. Sedangkan yang menjadi “process

owner” adalah mereka yang memperoleh huruf “R”. Dialah yang harus mempersiapkan

laporan dan melakukan komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Laporan disampaikan

kepada pemilik huruf “A”, sedangkan komunikasi dilakukan kepada mereka-mereka

yang memperoleh huruf “C” dan “I”.

No Tahap Proses Manajemen Risiko

Dewan Komisaris

Komite Pemantau Risiko

Direksi Fungsi Manajemen Risiko

Divisi Operasional

External Stakeholeder

1. Persiapan I A R I -

2. Komunikasi dan Konsultasi

I I A R C I

3. Menentukan konteks

I C A R C I

4. Asesmen Risiko

a. Identifikasi Risiko

I I C R A/R -

b. Analisis Risiko

I I C R A/R -

c. EvaluasiRisiko I I A C R I

5. Perlakuan Risiko

I I A C R C/I

6. Monitoring dan Review

I R A R C I

7. Pelaporan Manajemen Risiko

C C A R R/C -

Tabel 1: Contoh RACI Matriks

Page 42: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

42

Komunikasi dan pelaporan eksternal dilakukan dengan menambahkan satu kolom

“Stakeholders” pada bagian paling kanan matriks RACI di atas. Bila dalam kolom

stakeholders terdapat huruf “I” atau “C” maka kita wajib memberikan informasi (informed)

atau melibatkan (consulted) mereka dalam kegiatan manajemen risiko yang sedang

dilaksanakan.

Melalui proses di atas diharapkan bahwa manajemen organisasi mampu membangun

mekanisme sistem tata laksana, komunikasi dan pelaporan internal maupun eksternal guna

memastikan bahwa:

1) Komponen kunci kerangka kerja manajemen risiko dan setiap perubahan yang

terjadi dapat dikomunikasikan dengan baik ke seluruh pihak terkait;

2) Tersedia laporan yang memadai tentang efektivitas kerangka kerja manajemen

risiko dan hasil dari proses manajemen risiko;

3) Informasi hasil penerapan manajemen risiko selalu tersedia di tiap tingkatan yang

memerlukan dan pada waktu yang diperlukan;

4) Terselenggara proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan internal

maupun eksternal;

5) Pelaporan ke pihak eksternal sesuai dengan tuntutan kepatuhan hukum serta

penerapan good corporate governance;

6) Melaksanakan pengungkapan informasi sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku;

7) Berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama pada saat terjadi

krisis atau keadaan darurat.

8) Menggunakan komunikasi untuk membina dan meningkatkan kepercayaan kepada

organisasi;

4. Sumber Daya Penerapan Manajemen Risiko

Penyediaaan sumber daya yang memadai adalah indikator lain dari komitmen Direksi dalam

menerapkan manajemen risiko dalam organisasi yang dipimpinnya. Tanpa adanya sumber

Page 43: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

43

daya yang memadai, hal ini serupa dengan “penolakan” diam-diam terhadap penerapan

manajemen risiko. Manajemen organisasi harus mengalokasikan sumber daya yang

memadai untuk pelaksanaan manajemen risiko antara lain terhadap hal-hal berikut:

a. Personalia dengan pengalaman, keterampilan, dan kemampuan yang memadai serta

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan;

b. Sumber dana dan sumber daya yang diperlukan untuk setiap tahapan penerapan

manajemen risiko;

c. Proses dan prosedur yang terdokumentasi dengan baik dan sistem dokumentasinya,

termasuk perangkat penunjang;

d. Sistem informasi dan manajemen pengetahuan (knowledge management system).

RACI matrix tersebut di atas memberikan indikasi untuk kebutuhan sumber daya.

Kebutuhan pelatihan atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan manajemen risiko

diperlukan bagi mereka yang mendapatkan penugasan “R”. Bagi yang mendapatkan

penugasan” I” dan “C” memerlukan sosialisasi dan komunikasi agar dapat memahami apa

dan mengapa manajemen risiko, serta bagaimana dampaknya terhadap unit kerja dan

tanggung jawabnya. Bagi yang mendapatkan penugasan “A”, pada dasarnya sama dengan

yang mendapatkan penugasan “I” dan “C”, tetapi derajatnya lebih tinggi karena harus

memikirkan dampaknya terhadap keseluruhan organisasi dan memutuskan apa yang harus

dilakukan terhadap risiko tersebut atau jenis perlakuan risiko yang harus diambil.

Kebutuhan sumber daya lain untuk mengelola penerapan manajemen risiko menjadi salah

satu faktor penting yang menentukan berjalan dan berhasilnya proses penerapan

manajemen risiko. Untuk ini komitmen Direksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan

sangat menentukan.

Page 44: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

44

BAB III ASPEK OPERASIONAL

1. Pengantar

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, aspek struktural merupakan

landasan yang digunakan dalam penerapan manajemen risiko secara menyeluruh pada

organisasi. Hal tersebut juga berlaku pada aspek operasional, namun aspek operasional

dapat pula sebagai aspek spesifik bagi masing-masing bagian atau bahkan spesifik untuk

tiap-tiap risiko.

Aspek operasional yang menjadi bagian dari proses penerapan manajemen risiko secara

menyeluruh dalam organisasi adalah penyusunan manual manajemen risiko, metodologi

penanganan manajemen risiko atau lebih dikenal dengan proses manajemen risiko dan

penanganan manajemen perubahan. Pada penanganan manajemen perubahan, prosesnya

meliputi peluncuran, sosialisasi dan pelatihan hingga penerapan manajemen risiko sehingga

akan menumbuhkan budaya sadar risiko.

Sedangkan aspek spesifik bagi masing-masing bagian dan bahkan tiap-tiap risiko adalah

penerapan proses manajemen risiko itu sendiri pada tiap-tiap risiko. Setiap risiko dan proses

bisnis mempunyai konteks yang spesifik sehingga memerlukan teknik yang spesifik pula.

Sesuai dengan prinsip ke dua pada prinsip-prinsip manajemen risiko yang dijelaskan di Bab

II, manajemen risiko merupakan bagian terpadu dari proses organisasi, maka proses

manajemen risiko hendaknya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen

umumnya. Ia harus masuk dan menjadi bagian dari budaya organisasi, praktik terbaik

organisasi, dan proses bisnis organisasi. Proses manajemen risiko meliputi lima kegiatan,

yaitu komunikasi dan konsultasi, menentukan konteks, asesmen risiko, perlakuan risiko,

serta monitoring dan review, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2 dalam Bab II.

Dalam aspek operasional ini perlu dijelaskan lingkup tugas mana yang menjadi bagian pada

level organisasi keseluruhan (korporasi) dan yang menjadi wilayah para pemangku risiko

Page 45: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

45

(divisi, departemen, proses bisnis, dan lain-lain). Untuk itu digunakan pendekatan seperti

digambarkan pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4: Operasionalisasi Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko (sumber: diadopsi dari Broadleaf Capital International Pty, Ltd.(2008))

Proses manajemen risiko yang berada di bagian tengah adalah “domain kegiatan” para

pemangku risiko (risk owner) sedangkan kegiatan lainnya adalah “domain kegiatan

organisasi”. Atau dengan kata lain, tugas khusus fungsi manajemen risiko organisasi adalah

menyediakan pondasi bagi kegiatan para pemangku risiko dalam menerapkan manajemen

risiko. Pemangku risiko dalam pengertian ini adalah para Kepala Divisi/Biro, Kepala Bagian,

Kepala Seksi atau penanggung jawab proses organisasi.

Dalam aspek operasional pada Bab ini akan diuraikan proses implementasi manajemen

risiko yang meliputi antara lain pelaksanaan manajemen perubahan; penyusunan buku

MANDAT & KOMITMEN • Kebijakan • Standar • Sumber daya • Manual Manajemen Risiko • Lingkup & konteks MR

organisasi

KOMUNIKASI & PELATIHAN ( Manajemen perubahan ) • Analisis Stakeholders • Strategi & proses komunikasi • Strategi & proses pelatihan • Networking

STRUKTUR & AKUNTABILITAS • Unit Manajemen Risiko • Komite Manajemen Risiko • Komite Pemantau Risiko • Risk Owners & Champions MR • MR Plan & Roadmap

REVIEW & PERBAIKAN • Review kemajuan

penerapan RM Plan & KPI • RM Audit • Control assurance • Governance reporting • Benchmarking

Management information System

• Risk Register • Assurance Plan

• Treatment plan • Reporting system

STRATEGIC PROCESS

STRATEGIC PROCESS

STRATEGIC PROCESS STRATEGIC PROCESS

Identifikasi risiko

Analisa risiko

Evaluasi risiko

Perlakuan risiko

Menentukan konteks

PROSES STRATEGIS

PROSES STRATEGIS

PROSE S STRATEGIS

PROSE S STRATEGIS

Page 46: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

46

Panduan Manajemen Risiko; Implementasi proses manajemen risiko; sistem pelaporan

internal dan eksternal; monitoring dan pengukuran kinerja; serta tata usaha dan

administrasi data serta informasi manajemen risiko.

2. Manajemen Perubahan

Setiap introduksi program baru dalam organisasi, terdapat beberapa tahapan transisi,

sebelum program tersebut dapat berfungsi secara efektif. Tahap pertama adalah

penolakan; dalam tahap ini semua orang mempertanyakan kegunaannya, karena sudah

merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Tahap kedua adalah perlawanan; dalam tahap ini

mereka mulai melihat manfaatnya tetapi masih ragu dan enggan untuk melaksanakannya.

Sebaiknya orang lain dulu dan jangan saya. Tahap ketiga adalah tahap eksplorasi; dimana

orang sudah melihat dengan jelas manfaat dan kegunaannya dan mulai timbul keinginan

untuk memahami dan melakukan eksplorasi lebih jauh. Tahap terakhir adalah komitmen

untuk melakukan perubahan tersebut; pada tahap ini proses perubahan akan berlangsung

dengan baik.

Tahap transisi

Komitmen

Eksplorasi

Perlawanan

Penolakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Manajemen Puncak

& Senior

Manajemen menengah

& lini pertama

Seluruh

karyawan

Bulan

Pengumumanperubahan

Manajemen Puncak harus kommit sebelum perubahan diluncurkan

Sumber: S Price & D Holmes, Managing Change from Theory to Practice, New Jersey: Ministry of Health British Columbia, 2007

Page 47: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

47

Gambar 5: Tahapan Manajemen Perubahan Proses perubahan ini dialami oleh Manajemen Puncak, Manajemen Menengah dan Lini

Pertama, dan seluruh karyawan (lihat Gambar 5). Oleh karena itu tahapan proses

perubahan tersebut harus dimulai dari Manajemen Puncak terlebih dahulu, sehingga

mereka dapat berperan sebagai Change Leader yang akan diikuti oleh Manajemen

Menengah. Selanjutnya Manajemen Menengah akan menjadi Change Leader yang akan

diikuti oleh Manajemen Lini Pertama. Proses yang sama akan dilakukan oleh Manajemen

Lini Pertama yang akan berfungsi sebagai Change Leader bagi seluruh karyawan.

Berdasarkan pemahaman seperti di atas, maka proses penerapan manajemen risiko

perusahaan harus direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga penolakan dan

perlawanan dapat diatasi secara baik. Untuk itu disarankan agar melaksanakan tahapan

penerapan manajemen risiko sebagai berikut;

a. Tahap persiapan awal, adalah mendapatkan komitmen Direksi dan Dewan Komisaris

untuk penerapan manajemen risiko perusahaan dan kemudian diikuti dengan

penunjukan pejabat yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan pelaksanaan serta

pelatihan yang memadai;

b. Melaksanakan Executive Briefing untuk Direksi, Dewan Komisaris, Sekretaris

Perusahaan, Kepala Internal Audit (SPI/SKAI) mengenai penerapan manajemen risiko

perusahaan dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam penerapan

tersebut. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan Seminar Sehari untuk para pejabat

setingkat Kepala Divisi/ Kepala Cabang tentang peran dan tanggung jawab mereka

dalam penerapan manajemen risiko perusahaan.

c. Tahap persiapan selanjutnya adalah menyusun strategi dan rencana penerapan

manajemen risiko perusahaan secara lebih menyeluruh yang antara lain berisi hal-hal

sebagai berikut:

1) Melakukan audit manajemen risiko (bila diperlukan)

Page 48: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

48

2) Menyusun Master Plan penerapan Manajemen Risiko termasuk budget dan jadwal

3) Menyusun Buku Panduan Manajemen Risiko atau Manual Manajemen Risiko,

Instruksi Kerja dan Prosedur Pelaporan;

4) Penetapan kriteria risiko dan ukuran kinerja manajemen risiko

5) Penunjukan Risk Management Governance Structure dan penujukan para

Champions

d. Tahap berikutnya adalah tahap persiapan untuk peluncuran manajemen risiko

perusahaan dengan aktivitas antara lain:

1) Pelatihan intensif untuk para Champion mengenai teknik dan metode manajemen

risiko

2) Pelatihan untuk para Manajer Menengah mengenai manajemen risiko perusahaan

dan peran mereka dalam penerapan

3) Penetapan risk owner untuk tiap Divisi dan Department

e. Tahap selanjutnya adalah peluncuran penerapan manajemen risiko perusahaan. Hal

tersebut dapat dilakukan terlebih dahulu melalui pilot project penerapan manajemen

risiko perusahaan sebagai uji coba, sehingga rencana awal yang kurang lengkap atau

masih kurang sempurna dapat segera diperbaiki guna penerapannya di seluruh

perusahaan;

f. Melakukan Monitoring & Review proses penerapan manajemen risiko perusahaan

secara berkala. Dari proses monitoring and review ini dapat ditentukan kapan

penerapan manajemen risiko perusahaan ini mulai dikaitkan dengan penilaian kinerja

masing-masing karyawan yang berdampak pada remunerasi dan promosi.

3. Panduan Manajemen Risiko

Panduan Manajemen Risiko, atau Manual Manajemen Risiko merupakan alat utama dalam

operasionalisasi manajemen risiko ke seluruh organisasi. Melalui Panduan ini istilah dan

definisi yang ada dapat diseragamkan sehingga tidak terdapat multi interpretasi, tahapan

penerapan manajemen risiko dan proses manajemen risiko dilaksanakan sesuai dengan

standar yang telah dipilih dan ditentukan oleh Direksi. Melalui Panduan ini juga cara

Page 49: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

49

menangani risiko ditentukan, pelaporan hasil perlakuan risiko dilaksanakan dan kriteria-

kriteria risiko ditetapkan sehingga terdapat kesamaan persepsi tentang besaran risiko.

Dapat disimpulkan bahwa, Panduan atau Manual Manajemen Risiko adalah fondasi untuk

penerapan manajemen risiko.

Siapakah yang bertanggung jawab untuk menyusun Panduan Manajemen Risiko ini?

Tanggung jawab penyusunan berada pada Direksi dan biasanya didelegasikan kepada

pemangku fungsi Manajemen Risiko, tetapi pengesahannya tetap dilakukan oleh Direksi,

sebagai penangggung jawab utama penerapan manajemen risiko dan Dewan Komisaris,

sebagai penanggung jawab utama pengawasan penerapan manajemen risiko.

Panduan Manajemen Risiko ini pada dasarnya unik untuk tiap perusahaan, akan tetapi

secara umum terdapat beberapa aspek yang sama, terutama menyangkut penggunaan

standar yang menjadi acuan dalam pedoman tersebut dan juga istilah umum yang dipakai.

Isi dan struktur Panduan Manajemen Risiko tersebut antara lain:

BAB I: PENDAHULUAN

Bagian ini pada umumnya menjelaskan mengenai latar belakang dan alasan mengapa diterapkan manajemen risiko untuk seluruh perusahaan (ERM), maksud dan tujuan penerapan ERM, serta maksud dan tujuan penyusunan Panduan ini. Selain itu disampaikan juga landasan hukum penyusunan Panduan ini, acuan standar yang akan digunakan dalam Panduan, istilah dan definisi. Bila definisi terlalu banyak, dapat juga dibuat dalam lampiran tersendiri. Sangat disarankan juga dalam bagian ini disampaikan rencana tahapan penerapan manajemen risiko untuk seluruh perusahaan, mulai dari persiapan, penyusunan infrastruktur, sosialisasi, penerapan hingga tahap monitoring dan review.

BAB II: PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN RISIKO

Berisikan uraian dan penjelasan prinsip-prinsip manajemen risiko yang menggunakan bahasa yang seusai dengan perusahaan. Selain itu juga diberikan saran dan penjelasan bagaimana prinsip tersebut dapat diaplikasikan dalam perusahaan. Salah satu saran yang diberikan adalah menentukan prinsip-prinsip mana yang harus digunakan sebagai risk owner dan prinsip-prinsip mana yang diperlukan untuk menyusun infrastruktur manajemen risiko perusahaan.

BAB III: KERANGKA KERJA MANAJEMEN RISIKO

Page 50: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

50

Bagian ini menguraikan secara rinci infrastruktur pengelolaan manajemen risiko (risk governance structure), tugas dan kewenangannya mulai dari Dewan Komisaris, Direksi, para risk owner mulai dari Kepala Divisi, Kepala Bagian hingga Pemangku Proses. Selain itu juga dijelaskan tugas dan kewenangan dari unit Manajemen Risiko, Auditor Internal dan Eksternal dalam penerapan manajemen risiko perusahaan. Selanjutnya, pada bagian ini juga diuraikan kebijakan operasional manajemen risiko perusahaan yang antara lain berisikan tata laksana, komunikasi dan pelaporan manajemen risiko, monitoring dan review secara menyeluruh, dan bagaimana melakukan upaya perbaikan dan peningkatan kerangka kerja manajemen risiko perusahaan.

BAB IV: PROSES MANAJEMEN RISIKO

Dalam bagian ini diuraikan secara rinci apa saja yang harus dilakukan pada setiap tahapan proses manajemen risiko. Tahapan proses manajemen risiko tersebut secara berurutan adalah pertama Komunikasi dan Konsultasi; ke dua Menentukan Konteks; ke tiga Asesmen Risiko dimana tahapan ini terdiri dari tiga sub-tahapan yaitu Identifikasi Risiko, Analisis Risiko dan Evaluasi Risiko; ke empat Perlakuan Risiko dan ke lima adalah Monitoring dan Review. Seperti yang telah diuraikan pada awal dari Bab III ini, pelaku proses manajemen risiko adalah para risk owner, sehingga perlu dipastikan para risk owner tersebut memiliki kompetensi yang memadai dalam menangani risiko sesuai tanggung jawabnya.

BAB V: KONTEKS MANAJEMEN RISIKO PERUSAHAAN

Bab ini merupakan bagian yang penting, karena pada bagian ini aturan-aturan normatif diletakkan pada praktek nyata di perusahaan. Hal ini dimulai, pertama dengan penguraian Visi, Misi, Sasaran dan Strategi perusahaan dalam mencapai sasaran tersebut. Kemudian yang kedua diuraikan mengenai lingkungan eksternal perusahaan, terutama pemahaman terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders) yang utama. Ketiga dengan menguraikan mengenai lingkungan internal perusahaan, terutama pemahaman proses bisnis utama perusahaan. Selanjutnya yang keempat, menguraikan konteks manajemen risiko pada perusahaan, kriteria risiko yang digunakan dan akhirnya risiko utama yang dihadapi oleh perusahaan berdasarkan pendekatan proses bisnis utama dan keluarannya (outcome) yang menentukan kinerja atau going concern perusahaan tersebut.

BAB VI: IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO PERUSAHAAN

Bagian ini menjelaskan persiapan penerapan manajemen risiko secara menyeluruh di perusahaan dan memastikan bahwa semua infrastruktur penerapan manajemen risiko telah siap, proses manajemen perubahan dan pelatihan telah dilaksanakan dengan baik, dan lain-lain. Selain itu juga memberikan Panduan penerapan pada tingkat individu dan tingkat kelompok kerja, Panduan penerapan tingkat unit kerja dan tingkat unit bisnis serta panduan penerapan risiko tingkat perusahaan.

Page 51: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

51

Untuk pelaksanaannya, masing-masing unit kerja bersama dengan fungsi/unit Manajemen Risiko harus membuat Instruksi Kerja terkait dengan penerapan manajemen risiko pada daerah lingkup kerjanya masing-masing.

4. Implementasi Manajemen Risiko

Implementasi manajemen risiko perusahaan pada dasarnya adalah implementasi Kerangka

Kerja Manajemen Risiko dan implementasi Proses Manajemen Risiko. Implementasi

Kerangka Kerja manajemen risiko telah diuraikan pada Bab II – Aspek Struktural penerapan

manajemen risiko perusahaan. Dalam hal tersebut yang perlu diingat adalah Kerangka

Kerja manajemen risiko perusahaan hanya satu dan berlaku untuk seluruh perusahaan.

Sedangkan proses manajemen risiko, walaupun metoda dan sistematika dasarnya serupa

tetapi konteks dan isinya, terutama alat dan metodanya dapat berbeda-beda untuk tiap

risiko yang akan ditangani. Sesuai dengan uraian di atas, maka pada bagian ini hanya akan

dibahas implementasi proses manajemen risiko saja.

Tahapan proses manajemen risiko adalah seperti yang ditampilkan pada Bab II hal 33

gambar 2, terdiri dari Komunikasi & Konsultasi, Penentuan Konteks, Asesmen Risiko (yang

terdiri dari Identifikasi Risiko, Analisis Risiko dan Evaluasi Risiko), Perlakuan Risiko dan

Monitoring and Review. Untuk beberapa perusahaan dapat saja melakukan perubahan

terhadap sistematika proses manajemen risiko sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam beberapa hal dapat juga dilakukan suatu survey mengenai tingkat kematangan

kondisi manajemen risiko saat ini (existing risk management implementation) guna

mengetahui kesenjangan yang ada sehingga rencana penerapan manajemen risiko menjadi

lebih terarah. Apabila tingkat kematangan pengelolaan manajemen risiko sudah cukup

tinggi, maka dapat langsung dilakukan perencanaan pelaksanaan proses manajemen risiko.

Akan tetapi sangat disarankan untuk melakukan survey tingkat kematangan penerapan

manajemen risiko (risk maturity survey) terlebih dahulu sebelum melakukan penerapannya.

Page 52: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

52

Tahapan-tahapan proses manajemen risiko tersebut di atas akan diuraikan secara lebih luas

pada bagian-bagian berikut di bawah ini.

5. Komunikasi dan Konsultasi

Pada dasarnya proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada kerangka kerja

manajemen risiko, tetapi karena konteks yang ditangani berbeda, maka proses ini harus

dilakukan secara lebih fokus.

Komunikasi dan konsultasi dengan pemangku kepentingan internal maupun eksternal

harus dilaksanakan sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan dan pada setiap tahapan

proses manajemen risiko. Oleh karena itu, sejak awal harus disusun suatu rencana

komunikasi dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan. Rencana ini harus merujuk

pada risiko yang mungkin terjadi, dampak, dan apa yang perlu dilakukan untuk

mengatasinya, serta hal-hal lain yang terkait.

Komunikasi dan konsultasi yang efektif, baik internal maupun eksternal, harus

menghasilkan kejelasan bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk menerapkan

proses manajemen risiko dan para pemangku kepentingan terkait. Mereka harus

memahami dengan baik kriteria pengambilan keputusan serta mengapa suatu tindakan

perlu diambil.

Pendekatan konsultasi secara kelompok sangat disarankan untuk menghasilkan hal-hal

berikut antara lain (tetapi tidak terbatas):

a. Penentuan konteks yang benar;

b. Memastikan bahwa kepentingan para pemangku kepentingan telah dimengerti dan

dipertimbangkan dengan baik;

c. Memperoleh manfaat dari berbagai keahlian yang ada untuk menganalisis risiko

(multidisiplin);

d. Memastikan bahwa semua risiko telah diidentifikasi dengan baik;

Page 53: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

53

e. Memastikan bahwa berbagai pandangan telah dipertimbangkan dalam melakukan

evaluasi risiko;

f. Meningkatkan proses manajemen perubahan ketika pelaksanaan proses manajemen

risiko;

g. Memperoleh persetujuan dan dukungan untuk tindakan perlakuan risiko; serta

h. Mengembangkan rencana komunikasi dan konsultasi internal maupun eksternal.

Pengenalan siapa saja pemangku kepentingan risiko yang terkait, baik internal maupun

eksternal harus dilakukan dengan baik. Hal ini penting karena akan menentukan strategi

komunikasi dan konsultasi yang akan dilaksanakan. Teknik “Stakeholders Analysis”, akan

sangat membantu dalam melaksanakan proses ini.

Komunikasi dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan sangat penting karena

mereka memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap risiko yang didasarkan atas

persepsi mereka terhadap risiko tersebut. Persepsi terhadap risiko ini sangat berbeda bagi

masing-masing pemangku kepentingan, baik dari segi nilai, konsep, kebutuhan, maupun

kepentingan mereka. Apabila pandangan mereka mempunyai pengaruh yang menentukan

dalam pengambilan keputusan maka menjadi sangat penting untuk dapat mengidentifikasi

persepsi mereka. Hal tersebut perlu dicatat dan dijadikan bahan pertimbangan dalam

proses pengambilan keputusan.

Rencana komunikasi dan konsultasi hendaknya:

a. Merupakan forum untuk bertukar informasi di antara para pemangku kepentingan;

b. Tempat untuk menyampaikan pesan secara jujur, akurat, mudah dimengerti, dan

didasarkan pada fakta yang ada;

c. Bermanfaat dan besar kontribusinya harus dapat dinilai.

6. Menentukan Konteks

Menentukan konteks berarti manajemen organisasi menentukan batasan atau parameter

internal dan eksternal yang akan dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan risiko,

menentukan lingkup kerja, dan kriteria risiko untuk proses-proses selanjutnya. Konteks yang

Page 54: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

54

ditetapkan harus meliputi semua parameter internal dan eksternal yang relevan dan

penting bagi organisasi. Dalam penetapan konteks akan banyak ditemui kesamaan

parameter dengan proses sebelumnya, yaitu ketika merencanakan kerangka kerja

manajemen risiko. Akan tetapi, dalam proses manajemen risiko, parameter ini akan ditelaah

jauh lebih rinci, khususnya yang terkait dengan lingkup suatu proses manajemen risiko

tertentu. Dalam proses ini akan ditetapkan :

a. Konteks Eksternal

Konteks eksternal adalah lingkungan eksternal di mana organisasi tersebut

mengupayakan pencapaian sasaran yang ditetapkannya. Memahami konteks eksternal

penting untuk memastikan siapa saja pemangku kepentingan eksternal; apa saja

kepentingan dan sasarannya sehingga dapat dipertimbangkan dalam menentukan

kriteria risiko. Proses penentuan kriteria risiko ini dilakukan dengan

mempertimbangkan konteks organisasi secara luas, tetapi dengan memperhatikan

ketentuan hukum dan peraturan perundangan secara lebih rinci, persepsi para

pemangku kepentingan, dan aspek lain yang spesifik dari risiko tertentu pada proses

manajemen risiko.

Konteks eksternal dapat meliputi antara lain (tetapi tidak terbatas):

1) Lingkungan politik, sosial, ekonomi, budaya, keuangan, hukum, teknologi, dan

keadaan alam, baik nasional, regional maupun international yang berpengaruh

terhadap pencapaian sasaran organisasi;

2) Faktor-faktor pendorong dan kecenderungan yang mempunyai dampak terhadap

pencapaian sasaran organisasi;

3) Persepsi dan nilai-nilai para pemangku kepentingan eksternal.

b. Konteks Internal

Konteks internal adalah lingkungan internal di mana organisasi tersebut

mengupayakan pencapaian sasaran yang ditetapkannya. Proses manajemen risiko

harus diselaraskan dengan budaya, proses, dan struktur organisasi. Konteks internal

Page 55: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

55

adalah segala sesuatu di dalam organisasi yang dapat memengaruhi cara organisasi

dalam mengelola risiko. Hal ini harus ditetapkan karena:

1) Proses manajemen risiko dilaksanakan dalam konteks pencapaian sasaran

organisasi;

2) Sasaran dan kriteria dalam suatu proses atau proyek harus dipertimbangkan

dengan memperhatikan sasaran organisasi secara keseluruhan;

3) Salah satu risiko terbesar adalah kegagalan organisasi dalam mencapai sasaran

strategis, sasaran proyek, dan/atau sasaran bisnis. Risiko kegagalan ini

mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajibannya dan dapat

berakibat pada kredibilitas, kepercayaan, serta nilai organisasi.

Penting untuk memahami konteks internal ini dalam pengertian misalnya sebagai

berikut:

1) Kapabilitas organisasi dalam pengertian sumber daya dan sumber pengetahuan

yang dimiliki (misalnya modal, waktu, orang, sistem, proses, dan teknologi);

2) Sistem informasi, alur komunikasi, dan proses pengambilan keputusan, baik yang

formal maupun informal;

3) Para pemangku kepentingan internal;

4) Kebijakan, sasaran, dan strategi untuk mencapainya;

5) Persepsi, nilai-nilai dan budaya organisasi;

6) Standar dan model acuan yang diadopsi organisasi; serta

7) Struktur (governance, peran dan akuntabilitas).

c. Konteks Proses Manajemen Risiko

Konteks proses manajemen risiko adalah konteks di mana proses manajemen risiko

diterapkan. Hal ini meliputi sasaran organisasi, strategi, lingkup, parameter kegiatan

organisasi, atau bagian lain di mana manajemen risiko diterapkan. Penerapan

manajemen risiko dilaksanakan dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat dalam

pelaksanaannya. Sumber daya, tanggung jawab, akuntabilitas, kewenangan, dan

pencatatan/dokumentasi proses yang diperlukan, harus ditentukan dengan baik.

Page 56: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

56

Konteks proses manajemen risiko akan berubah sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Hal ini dapat meliputi antara lain (tetapi tidak terbatas):

1) Penetapan tanggung jawab untuk proses manajemen risiko;

2) Penetapan lingkup kegiatan manajemen risiko, baik dari luas maupun kedalaman,

termasuk bila ada hal-hal khusus yang harus diperhatikan atau tidak dicakup;

3) Penentuan tujuan, sasaran, lokasi, maupun tempat dari kegiatan, proses, fungsi,

proyek, produk jasa dan harta yang terkena kegiatan manajemen risiko;

4) Penentuan hubungan dari proyek atau kegiatan khusus organisasi dengan proyek

dan kegiatan lain organisasi;

5) Penentuan metode untuk melakukan asesmen risiko;

6) Penentuan kriteria penilaian kinerja manajemen risiko;

7) Melakukan identifikasi dan spesifikasi keputusan-keputusan yang harus diambil;

8) Melakukan identifikasi, lingkup, ataupun kerangka kajian studi yang diperlukan,

termasuk luas dan sasaran serta sumber daya yang diperlukan untuk melakukan

kajian tersebut.

Faktor-faktor di atas dapat membantu mengetahui apakah pendekatan proses

manajemen risiko yang digunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan dampaknya

terhadap risiko-risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi.

d. Mengembangkan Kriteria Risiko

Organisasi harus menyusun kriteria risiko yang akan digunakan untuk mengevaluasi

tingkat bahaya suatu risiko. Kriteria ini dapat merupakan cerminan nilai-nilai

organisasi, sasaran organisasi, dan dampak terhadap sumber daya yang dimiliki

organisasi. Beberapa kriteria lain yang memungkinkan untuk ditambahkan dapat

berasal dari aspek hukum dan peraturan perundangan serta peraturan lain yang terkait

dengan kegiatan perusahaan, misalnya standar industri terkait. Kriteria ini harus

konsisten dengan kebijakan manajemen risiko yang telah ditetapkan perusahaan.

Kriteria risiko harus disusun pada awal penerapan proses manajemen risiko dan harus

ditinjau ulang secara berkala.

Page 57: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

57

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada saat menyusun kriteria risiko antara

lain:

1) Jenis dan sifat dari dampak yang mungkin terjadi serta bagaimana mengukurnya;

2) Bagaimana menetapkan kemungkinan terjadinya;

3) Kerangka waktu pengukuran kemungkinan dan dampak;

4) Bagaimana menentukan peringkat risiko;

5) Pada peringkat manakah risiko dapat diterima atau dapat ditolerir;

6) Pada peringkat manakah risiko memerlukan perlakuan;

7) Apakah kombinasi dari berbagai macam risiko perlu mendapatkan pertimbangan

khusus.

Penyusunan kriteria ini terutama diperlukan pada tahap berikutnya, yaitu asesmen

risiko. Kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1) Kriteria dampak (consequences), yaitu dampak apa saja yang perlu dijadikan

kriteria untuk penilaian akibat timbulnya risiko, misalnya dampak finansial,

dampak terhadap kesehatan dan nyawa, dampak hukum, dan lain-lain.;

2) Bagaimana cara mengukur kemungkinan terjadinya risiko (likelihood)? Apakah

dengan menggunakan statistik (probabilitas), frekuensi kejadian per satuan waktu

(hari, minggu, bulan, tahun), atau dengan expert judgement?

3) Bagaimana cara menyusun kriteria tingkatan risiko (risk level)? Pada peringkat

risiko yang bagaimanakah sebuah risiko memerlukan perlakuan lebih lanjut dan

pada peringkat mana dapat kita terima begitu saja? Hal ini diperlukan untuk

menyusun prioritas perlakuan risiko.

4) Bagaimana cara untuk menentukan selera risiko yang dapat ditanggung oleh

organisasi dalam mencapai sasaran organisasi dan secara berjenjang diturunkan

menjadi toleransi risiko untuk setiap kegiatan utama organisasi ataupun pada unit-

unit dalam organisasi tersebut.

Page 58: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

58

Setiap organisasi adalah unik, mempunyai karakter, sifat, sasaran bisnis, dan

stakeholders yang tidak sama. Oleh karena itu, setiap organisasi harus menyusun

sendiri kriteria risiko yang paling sesuai dengan dirinya. Selain itu, organisasi juga harus

menyusun kriteria keberhasilan penerapan proses manajemen risiko untuk memahami

keberhasilan penerapannya.

Pada tahap ini, proses penyusunan kriteria risiko cukup dengan indikasi macam-macam

kriteria yang akan digunakan. Pembahasan kriteria risiko yang lebih komprehensif dan

ukuran-ukurannya akan dilakukan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.

Khusus untuk kriteria dampak risiko, perlu diperhatikan korelasi kriteria dampak risiko

tersebut dengan kriteria sasaran. Ini diperlukan agar terjadi “kesamaan bahasa” dalam

menyatakan dampak risiko terhadap sasaran yang telah ditetapkan. Sebagai contoh,

dalam proyek manajemen kriteria umum, keberhasilan proyek dinyatakan dalam biaya,

mutu, dan waktu. Penerapan proses manajemen risiko pada proyek juga harus

menggunakan kriteria dampak terhadap biaya, mutu, dan waktu.

Dalam kaitan dengan kriteria risiko ini juga perlu dipahami apa yang disebut sebagai

toleransi risiko dan selera risiko. Toleransi risiko menunjuk besarnya penyimpangan

dari sasaran yang masih dapat diterima untuk satu jenis kegiatan (ingat risiko adalah

dampak ketidakpastian pada sasaran). Dalam pengertian ini maka akan terdapat

banyak toleransi risiko sesuai dengan jumlah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan

atau suatu organisasi. Contoh ada perusahaan dengan zero tolerance untuk kecelakaan

dengan korban jiwa. Dengan demikian toleransi biaya untuk sarana keselamatan jiwa

(Keselamatan dan kesehatan kerja) menjadi tinggi.

Page 59: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

59

Gambar 6: Peta Selera Risiko

Sedangkan selera risiko didefinisikan sebagai jumlah dan jenis risiko yang siap

ditangani atau diterima oleh organisasi. “Jumlah risiko” sering kali dinyatakan dengan

nilai uang, baik untuk risiko yang terukur (tangible) maupun yang tidak terukur

(intangible). Sedangkan jenis-jenis risiko harus dinyatakan secara eksplisit, risiko mana

yang tidak dapat diterima dan harus dihindari berapapun biayanya. Untuk contoh di

atas adalah toleransi risiko nol untuk kecelakaan yang dapat membawa korban jiwa.

7. Asesmen Risiko

Proses asesmen risiko merupakan proses untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang

mungkin terjadi, kemudian masing-masing risiko tersebut akan diberi atribut sesuai dengan

analisis yang dilakukan terhadap setiap risiko itu dengan menggunakan kriteria risiko yang

ditentukan pada tahap sebelumnya. Setelah risiko-risiko tersebut telah mendapatkan

atributnya, maka akan dilakukan evaluasi untuk menentukan peringkat risiko, sehingga

dapat ditentukan tingkat prioritas risiko yang akan memerlukan perlakuan risiko ditahap

berikutnya. Dengan demikian maka dalam tahap ini akan dilakukan pembahasan mengenai

Identifikasi risiko, Analisis risiko, dan Evaluasi risiko.

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

DA

MPA

K

KEMUNGKINAN

Di luarSelera Risiko

Di dalamSelera Risiko

Page 60: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

60

a. Identifikasi Risiko

Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko yang harus dikelola perusahaan

melalui proses yang sistematis dan terstruktur. Proses ini sangat penting karena risiko

yang tidak teridentifikasi pada proses ini tidak akan ditangani pada proses-proses

selanjutnya. Proses ini juga harus mengupayakan untuk mengidentifikasikan risiko-

risiko, baik dalam kendali maupun di luar kendali organisasi perusahaan (eksternal).

Proses tersebut dimulai dengan mengidentifikasikan secara komprehensif, ekstensif,

dan intensif mengenai risiko apa saja yang dapat terjadi, di mana, dan situasi apa risiko

dapat terjadi. Setelah diperoleh daftar risiko yang dapat terjadi, maka mulai dianalisis

mengapa hal tersebut dapat terjadi dan bagaimana terjadinya. Penting untuk

diperhatikan bahwa risiko yang tidak teridentifikasi pada tahap ini tidak akan masuk

dalam perhatian penanganan proses selanjutnya.

Sasaran identifikasi risiko adalah mengembangkan daftar sumber risiko dan kejadian

yang komprehensif serta memiliki dampak terhadap pencapaian sasaran dan target

(atau elemen kunci) yang teridentifikasi. Dokumen utama yang dihasilkan dalam proses

ini adalah daftar risiko (risk register).

Risiko dalam manajemen risiko bukan sekadar suatu kejadian, peristiwa, atau kondisi

yang dapat berkembang/terjadi, namun mencakup pula berbagai informasi yang

terkait dengan kejadian, peristiwa, atau kondisi tersebut. Oleh karena itu dalam proses

identifikasi risiko, informasi yang dikumpulkan antara lain mencakup:

1) Sumber risiko: stakeholders, benda, atau kondisi lingkungan yang dapat memicu

timbulnya risiko.

2) Kejadian: peristiwa yang dapat terjadi dan berdampak terhadap pencapaian

sasaran dan target.

3) Konsekuensi: dampak terhadap aset organisasi atau stakeholders.

Page 61: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

61

4) Pemicu (apa dan mengapa): faktor-faktor yang menjadi pemicu timbulnya suatu

peristiwa berisiko. Ini terkait dengan kemungkinan terjadinya risiko.

5) Pengendalian: langkah-langkah antisipasi dan pencegahan awal yang dapat

dilaksanakan.

6) Perkiraan kapan risiko terjadi dan di mana risiko itu dapat terjadi.

Elemen-elemen kunci di atas dapat bertambah atau berkurang, tergantung kebutuhan

pada saat menetapkan konteks manajemen risiko.

Untuk mengembangkan daftar risiko yang komprehensif, digunakan suatu proses

sistematis dan terstruktur yang sudah dilakukan sejak penentuan konteks manajemen

risiko. Proses identifikasi risiko yang efektif dapat ditunjukkan bila menggunakan

tahapan yang terstruktur pada proses, proyek, dan kegiatan sesuai dengan kriteria

yang telah digunakan ketika menetapkan konteks manajemen risiko. Hal ini untuk

memastikan bahwa proses identifikasi risiko telah berlangsung komprehensif dan tidak

ada proses atau isu penting yang terlewatkan.

Ada banyak teknik untuk melakukan proses identifikasi risiko, namun secara umum

teknik tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Berdasarkan teknik Brainstorming antara lain, adalah Brainstorming, Delphi

Method, RCSA (Risk Control Self-Assessment), dan lain-lain.;

2) Berdasarkan persepsi para pihak terkait, misalnya antara lain Document Review,

Stakeholders Analysis, Expert Judgement, dan lain-lain.;

3) Berdasarkan proses bisnis, misalnya FMEA (Failure Mode & Effect Anlysis);

4) Berdasarkan struktur organisasi atau struktur pekerjaan (workbreakdown

structure), misalnya RBS (Risk Breakdown Structure).

Dalam praktiknya proses indentifikasi risiko dapat saja dilakukan dengan kombinasi

dari berbagai macam teknik di atas untuk memastikan bahwa semua risiko telah dapat

diidentifikasi. Hasil akhir dari proses identifikasi risiko adalah pembuatan daftar risiko.

Page 62: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

62

Daftar risiko adalah suatu rekaman data mengenai riwayat risiko dan perkembangan

perlakuannya. Dengan demikian, daftar risiko merupakan data dasar dalam proses

manajemen risiko yang harus selalu dimutakhirkan sesuai dengan perkembangan dan

dinamika proses, serta konteks organisasi. Namun tidak terdapat suatu format baku

dalam penyusunan daftar risiko.

Secara umum, struktur isi dari daftar risiko meliputi tiga hal; yaitu bagian pertama

untuk pengendalian dokumen; bagian kedua untuk identitas risiko; dan bagian ketiga

adalah riwayat risiko.

Bagian pertama yang merupakan pengendalian dokumen berisikan hal-hal sebagai

berikut:

1) Judul dokumen;

2) Nomor dokumen;

3) Nomor pemutakhiran /revisi;

4) Nama risiko;

5) Lokasi proses / bagian tempat risiko;

6) Tanggal pembuatan;

7) Lembar pengesahan, yang memuat:

a) Pihak yang membuat /pemangku risiko;

b) Pihak yang memeriksa/ atasan pemangku risiko;

c) Pihak yang menyetujui;

Bagian kedua yang merupakan identitas risiko berisikan hal-hal sebagai berikut:

1) Uraian rinci mengenai risiko;

2) Perkiraan sumber risiko dan pemicu terjadinya risiko;

3) Pemangku kepentingan yang terkait dengan risiko tersebut (partisipan terhadap

risiko tersebut);

4) Uraian dampak risiko dan peringkat nilai dampak tersebut;

Page 63: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

63

5) Uraian kemungkinan terjadinya risiko tersebut dan peringkat nilai

kemungkinannya;

6) Tingkat kegawatan risiko, yaitu nilai dampak dikalikan dengan nilai kemungkinan;

7) Status risiko dan informasi perkembangannya, apakah risiko tersebut masih aktif

atau sudah tidak aktif, atau bahkan berkembang menjadi lebih besar;

8) Catatan hasil monitoring dan review.

Bagian ketiga dari daftar risiko merupakan riwayat dari perlakuan yang sudah

dilakukan terhadap risiko tersebut. Bagian ini berisikan hal-hal sebagai berikut:

1) Nomor perlakuan risiko;

2) Penanggung jawab perlakuan risiko;

3) Jenis dan uraian perlakuan risiko secara umum;

4) Jadwal perlakuan risiko yang direncanakan;

5) Target perlakuan risiko yang dapat meliputi penurunan dampak risiko dan/atau

kemungkinan timbulnya risiko;

6) Pemeriksaan hasil perlakuan risiko sesuai dengan target perlakuan risiko, yaitu

nilai dampak dan nilai kemungkinan;

7) Keputusan terhadap hasil perlakuan risiko, apakah diterima ataukah memerlukan

perlakuan risiko lebih lanjut.

Tabel risiko merupakan tabel yang berisikan kumpulan risiko-risiko yang sudah

dibuatkan daftar risikonya. Keduanya merupakan hasil keluaran proses identifikasi

risiko.

b. Analisis Risiko

Analisis risiko adalah upaya untuk memahami risiko lebih dalam. Hasil analisis risiko ini

akan menjadi masukan dalam proses evaluasi risiko dan yang nantinya digunakan

untuk proses pengambilan keputusan mengenai perlakuan terhadap risiko tersebut.

Selain itu analisis risiko dapat diartikan juga sebagai cara dan strategi yang tepat dalam

memperlakukan risiko tersebut.

Page 64: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

64

Proses analisis seringkali dimulai dengan pendekatan kualitatif sederhana guna

memberikan pemahaman umum. Ketika pemahaman lebih rinci dibutuhkan maka

diperlukan investigasi yang lebih terarah dan handal. Namun, kurang tepat jika

berasumsi bahwa analisis kuantitatif lebih superior daripada analisis kualitatif. Karena

yang penting adalah kesesuaian penggunaan pendekatan analisis dengan kebutuhan

berdasarkan situasi yang berkembang saat itu.

Analisis risiko dapat dilaksanakan dengan tingkat kerincian yang bervariasi, tergantung

dari jenis risiko, sasaran analisis risiko, informasi, data, dan sumber daya yang tersedia.

Analisis dapat dilakukan secara kuantitatif, semi kuantitatif, kualitatif, atau kombinasi

dari cara-cara ini, tergantung dari kondisi yang ada. Dalam praktik biasanya dilakukan

analisis kualitatif terlebih dahulu untuk mendapatkan indikasi umum tingkat risiko dan

mengetahui peta risiko serta risiko-risiko yang patut mendapat perhatian. Setelah itu,

sesuai dengan keperluan, harus dilaksanakan langkah berikutnya dengan melakukan

analisis yang lebih spesifik dan secara kuantitatif.

Tujuan dari analisis risiko adalah melakukan analisis dampak dan kemungkinan semua

risiko yang dapat menghambat tercapainya sasaran organisasi, juga semua peluang

yang mungkin dihadapi organisasi. Kondisi ini dicapai antara lain bila beberapa hal

berikut dapat dipenuhi:

1) Proses analisis risiko dilaksanakan secara komprehensif dan mencakup semua

risiko serta peluang yang ditemui dalam proses identifikasi risiko sebelumnya dan

telah masuk ke dalam daftar risiko;

2) Semua yang terkait dengan risiko tersebut (para pemangku risiko) telah terlibat

dalam proses analisis dan melakukan analisis berdasarkan informasi, data, serta

pengetahuan yang mereka miliki dengan baik;

3) Proses analisis ini didampingi atau ditunjang dengan pengetahuan mengenai

manajemen risiko yang memadai;

4) Waktu yang dialokasikan untuk proses ini cukup memadai;

Page 65: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

65

5) Ukuran kemungkinan dan dampak yang digunakan harus konsisten dan sesuai

dengan organisasi tersebut. Apabila digunakan tabel kemungkinan dan dampak,

besaran dan pengelompokan nilai yang digunakan hendaknya tidak terlalu lebar

dan juga tidak terlalu sempit, tetapi sesuai dengan organisasi tersebut.

Pilihan metode analisis ditentukan oleh konteks, sasaran, dan sumber daya yang

tersedia. Sebagai contoh, pada tingkat strategis, kategori risiko yang lebih luas dapat

diidentifikasi dan dianalisis untuk memeroleh profil risiko organisasi. Profil ini akan

menunjukkan isu-isu penting mengenai sistem manajemen dan perlakuan risiko yang

perlu dibangun. Pada tingkat unit bisnis atau proyek, para Manajer perlu

mengidentifikasi dan memprioritaskan risiko-risiko spesifik yang mengancam

pencapaian sasaran/target yang ditetapkan.

Beberapa risiko perlu diuji lebih rinci lagi. Berikut ini adalah alasan-alasan

diperlukannya analisis risiko secara kuantitatif, yaitu:

1) Untuk memperoleh lebih banyak informasi tentang konsekuensi atau

kemungkinan sehingga keputusan mengenai prioritas risiko dapat berbasis data

dan informasi daripada menduga-duga;

2) Untuk lebih memahami risiko dan penyebabnya sehingga rencana penanganan

dapat diarahkan pada akar penyebab sebenarnya daripada gejala dari suatu

permasalahan;

3) Di mana kriteria keputusan memerlukan analisis yang lebih mendalam, karena

kriteria tersebut dinyatakan secara kualitatif;

4) Membantu setiap orang memilih opsi-opsi yang memiliki perbedaan dalam hal

biaya dan manfaat serta potensi peluang dan ancaman;

5) Menyediakan pemahaman yang lebih baik tentang risiko kepada individu yang

harus bekerja dengan menghadapi risiko;

6) Menyediakan pemahaman mengenai risiko tersisa setelah strategi penanganan

risiko diterapkan.

Page 66: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

66

Gambar 7: Peringkat Risiko

Berdasarkan formulasi hubungan dampak dan kemungkinan yang dapat dijadikan

“ukuran” pemeringkatan kegawatan risiko maka akan diperoleh gamabran hasil

analisis risiko yang secara sederhana dapat ditampilkan pada gambar 7 di atas.

Setiap risiko berdasarkan hasil perkalian dampak dan kemungkinannya akan

mendapatkan peringkat sesuai dengan posisinya dalam peta tersebut di atas.

Mengingat bahwa pengertian risiko juga mempunyai pengertian positif, maka dampak

pada gambar juga dapat diartikan peluang dan tidak hanya ancaman belaka.

c. Evaluasi risiko

Tujuan dari evaluasi risiko adalah membantu proses pengambilan keputusan

berdasarkan hasil analisis risiko. Proses evaluasi risiko akan menentukan risiko-risiko

mana yang memerlukan perlakuan dan bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-risiko

tersebut. Dengan kata lain hasil dari evaluasi risiko menunjukkan peringkat risiko yang

memerlukan penanganan lebih lanjut atas dasar risiko yang tersisa dan efektifitas

Kecil Besar

D A M P A K

Re

nd

ah

Tin

gg

i

K E

M U

N G

K I N

A N

Risiko

Menengah

Risiko

Menengah

Risiko

Tinggi

Risiko

Rendah

Page 67: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

67

pengendalian risiko yang ada. Kemudian hasil evaluasi risiko tersebut akan menjadi

masukan bagi proses perlakuan risiko.

Hasil analisis risiko menjadi masukan untuk dievaluasi lebih lanjut menjadi urutan

prioritas perlakuan risiko, sekaligus menyaring risiko-risiko tertentu untuk tidak

ditindaklanjuti atau diperlakukan khusus. Keputusan tindak lanjut tersebut mencakup:

1) Apakah suatu risiko butuh penanganan?

2) Apakah suatu tindakan penanganan perlu dilakukan?

3) Bagaimanakah prioritas perlakuan risiko disusun?

Sifat dari keputusan yang perlu diambil dan kriteria yang akan digunakan dalam

pengambilan keputusan telah ditetapkan pada tahap penyusunan konteks, tetapi perlu

ditinjau kembali secara lebih rinci pada tahap ini. Hal ini diperlukan karena telah

diperoleh informasi lebih banyak mengenai risiko-risiko tersebut dari tahap analisis

risiko.

Kriteria risiko yang paling sederhana hanya memisahkan antara risiko yang perlu

ditangani dengan yang tidak perlu ditangani. Kesederhanaan ini menarik, tapi tidak

menggambarkan unsur ketidakpastian dalam memperkirakan risiko dan menetapkan

batasan yang jelas antara risiko yang butuh penanganan dengan yang tidak.

Saat ini, kebanyakan pihak membagi risiko ke dalam tiga kelompok:

1) Kelompok Atas (High Risks): adalah kelompok di mana terdapat risiko-risiko yang

berbahaya dan tidak bisa ditolerir, apapun manfaat yang dikandung dalam

kegiatan tersebut. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi risiko (risk reduction)

harus diambil, berapapun biayanya.

2) Kelompok Tengah (Medium Risks): adalah kelompok risiko di mana perlu ada

analisis manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak

buruknya.

Page 68: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

68

3) Kelompok Bawah (Low Risk): adalah kelompok risiko di mana aspek positif atau

negatif risiko tersebut sangat sepele atau terlalu kecil sehingga tidak butuh

penanganan risiko secara khusus.

Contoh risiko jenis pertama di atas biasanya adalah risiko yang terkait dengan

keselamatan dan kesehatan. Hal tersebut diperkuat apabila risiko ini dapat berubah

menjadi pandemi yang melanda seluruh negara. Contoh untuk hal tersebut misalnya

adalah untuk industri penerbangan, risiko terbesar adalah keselamatan penerbangan.

Risiko jenis kedua biasanya risiko bisnis, di mana setiap peluang atau investasi atau

suatu program peningkatan usaha harus dihitung terlebih dahulu manfaat versus

biayanya. Sedangkan jenis risiko yang ketiga banyak kita jumpai dalam kehidupan

sehari-hari, misalnya risiko salah tulis, salah makan, dsb. Yang perlu diperhatikan

adalah bahwa risiko dari kesalahan kecil ini tidak membawa kejutan berupa dampak

besar dan tidak diinginkan.

Dalam menentukan ke tiga kriteria risiko tersebut di atas maka pengertian

pengendalian risiko harus ikut diperhatikan. Karena dapat saja hasil kriteria risiko

berdasarkan analisis risiko masuk kriteria risiko tinggi, tetapi karena pengendalian

risikonya efektif, maka risiko tersisa menjadi kecil, sehingga kategorinya menjadi risiko

rendah. Dalam kondisi semacam ini perhatian akan difokuskan pada keberadaan

pengendalian risiko dan apakah pengendalian risiko tersebut cukup efektif atau tidak.

8. Perlakuan Risiko

Oleh karena hasil dari evaluasi risiko adalah suatu daftar yang berisi peringkat risiko yang

memerlukan perlakuan lebih lanjut, maka manajemen organisasi harus melakukan kajian

dan menentukan jenis serta bentuk perlakuan risiko yang diperlukan. Perlakuan risiko ini

tidak harus bersifat khusus untuk satu situasi tertentu dan tidak harus berlaku umum. Hal

ini berarti setiap risiko memerlukan bentuk perlakuan yang khas untuk tiap risiko itu sendiri.

Untuk setiap risiko yang memerlukan perlakuan lebih lanjut, maka perlu dilakukan

pemeriksaan ulang yang cukup komprehensif terhadap informasi dan data hasil analisis

Page 69: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

69

risiko. Hal ini diperlukan untuk memahami sumber atau penyebab risiko, apa pemicu

timbulnya risiko, bagaimana besar kemungkinan terjadinya, serta seberapa besar

dampaknya. Selain itu, perlu juga dipahami kondisi lingkungan (hukum, sosial, politik,

ekonomi, dan lain-lain.) serta siapa saja yang terlibat dalam kegiatan yang berisiko tersebut.

Pengkajian awal yang cukup mendalam seringkali membuahkan satu pilihan perlakuan risiko

yang tidak hanya bermanfaat untuk satu risiko, tetapi juga untuk risiko-risiko lainnya.

Artinya, satu perlakuan risiko untuk beberapa risiko. Di lain pihak, mungkin untuk satu

macam risiko diperlukan beberapa macam perlakuan risiko.

Secara umum, perlakuan terhadap suatu risiko dapat berupa salah satu dari empat

perlakuan sebagai berikut:

1) Menghindari risiko (risk avoidance), berarti tidak melaksanakan atau meneruskan

kegiatan yang menimbulkan risiko tersebut.

2) Berbagi risiko (risk sharing/transfer), yaitu suatu tindakan untuk mengurangi

kemungkinan timbulnya risiko atau dampak risiko. Hal ini dilaksanakan antara lain

melalui asuransi, outsourcing, subcontracting, tindak lindung transaksi nilai mata uang

asing, dan lain-lain.

3) Mitigasi (mitigation), yaitu melakukan perlakuan risiko untuk mengurangi kemungkinan

timbulnya risiko, atau mengurangi dampak risiko bila terjadi, atau mengurangi

keduanya, yaitu kemungkinan dan dampak. Perlakuan ini sebetulnya adalah bagian dari

kegiatan organisasi sehari-hari.

4) Menerima risiko (risk acceptance), yaitu tidak melakukan perlakuan apapun terhadap

risiko tersebut.

Sesuai dengan penjelasan di atas maka dalam menentukan pilihan perlakuan risiko, perlu

diperhatikan beberapa hal, yaitu:

1) Bagaimana pengaruh perlakuan risiko yang dipilih terhadap kemungkinan terjadinya

risiko atau dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Pengaruh dari perlakuan ini

juga harus dipertimbangkan dengan toleransi atau selera risiko organisasi.

Page 70: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

70

2) Pertimbangan biaya dengan manfaat dari perlakuan risiko yang dipilih.

3) Bagaimanakah kemungkinan pencapaian sasaran organisasi dengan adanya perlakuan

risiko tersebut?

Melihat berbagai macam variabel dan opsi pemilihan perlakuan risiko maka perlu

dikembangkan suatu strategi untuk memilih jenis perlakuan.

Strategi yang perlu diterapkan dapat dijelaskan sebagai berikut, pertama-tama tentu bila

tidak perlu maka tidak usah kita melakukan tindakan yang berisiko. Hal ini akan menjadi

lain kalau tindakan/kegiatan ini memang diperlukan untuk pencapaian sasaran dan tujuan

organisasi. Bila demikian maka pertanyaannya adalah bagaimana kita mereduksi risiko ini?

Ada dua cara mereduksi risiko ini, yaitu mitigasi atau berbagi risiko. Pilihan pertama adalah

berbagi risiko karena ini akan memberikan kita ruang dan waktu untuk menangani hal lain

yang penting, juga menghemat penggunaan sumber daya manusia. Bila pengkajian

penggunaan modus berbagi risiko tidak memungkinkan maka pilihannya adalah melakukan

mitigasi.

Mitigasi risiko terdiri dari dua cara, yaitu pertama mengurangi kemungkinan terjadinya

risiko melalui penanganan pada sumber risiko dan pemicu terjadinya peristiwa yang

berisiko. Kedua adalah mengurangi dampak bila risiko tersebut terjadi. Hal ini dilakukan

dengan menganalisa dampak apa saja yang dapa terjadi dan dilakukan persiapan

penanggulangan dampak pada saat risiko tersebut terjadi. Dengan demikian dampak

negatif yang terjadi diharapkan dapat direduksi.

Pilihan terakhir adalah menerima risiko, karena memang menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari proses pencapaian sasaran organisasi. Jika pilihan ini terpaksa diambil

maka proses monitoring dan review harus dilakukan dengan ketat.

Page 71: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

71

9. Monitoring dan Review

Monitoring dan review harus menjadi bagian yang sudah direncanakan dalam proses

manajemen risiko. Petugas yang bertanggung jawab untuk melaksanakan proses monitoring

dan review harus ditentukan secara tegas.

Proses monitoring dan review harus mencakup semua aspek dari proses manajemen risiko

dengan tujuan agar:

1) Terdapat proses pembelajaran dan analisis dari setiap peristiwa, perubahan, dan

kecenderungan (trends) yang terjadi;

2) Terdeteksi perubahan dalam lingkup internal maupun eksternal, termasuk perubahan

risiko itu sendiri yang memerlukan perubahan atau revisi perlakuan risiko, atau bahkan

perubahan prioritas risiko;

3) Memastikan bahwa pengendalian risiko dan perlakuan risiko masih tetap efektif, baik

secara desain maupun pelaksanaannya;

4) Mengidentifikasikan terjadinya risiko-risiko yang baru.

Kemajuan dalam penerapan rencana perlakuan risiko dapat menjadi ukuran kinerja

organisasi dan dapat disatukan dengan keseluruhan pengukuran kinerja organisasi. Hal ini

merupakan bagian dari manajemen kinerja dan sistem pelaporan internal serta eksternal

organisasi.

Monitoring dan review bisa berupa pemeriksaan biasa atau pengamatan terhadap apa yang

sudah ada, baik secara berkala maupun secara khusus. Kedua bentuk ini harus dilakukan

secara terencana.

Hasil monitoring dan review harus didokumentasikan dengan baik serta sesuai dengan

kebutuhan. Harus juga dilaporkan, baik internal maupun eksternal. Ini juga merupakan

bagian dalam proses review kerangka manajemen risiko.

Page 72: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

72

Dalam menerapkan proses monitoring dan review yang mampu memenuhi fungsi yang

diinginkan, manajemen organisasi harus mempertimbangkan beberapa pertanyaan dasar

dalam menyusun proses monitoring dan review ini. Beberapa pertanyaan dasar tersebut

adalah:

1) Siapa yang harus melakukan monitoring dan review?

2) Apa yang perlu dipantau dan ditinjau?

3) Informasi yang bagaimana yang harus dievaluasi?

4) Prosedur bagaimana yang harus digunakan dan seberapa sering?

5) Bagaimanakah proses pelaporannya dan siapa yang berhak membacanya?

a. Siapa yang melakukan monitoring dan review?

Meninjau kembali tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, sebagaimana telah

dibahas pada Bab II, maka Direksi dan Dewan Komisaris sangat berperan dalam

menciptakan situasi yang kondusif untuk penerapan sistem manajemen risiko. Dewan

Komisaris adalah penanggung jawab utama dalam pelaksanaan monitoring dan review

terhadap keseluruhan operasi perusahaan, termasuk terhadap penerapan sistem

manajemen risiko ini. Direksi bertanggung jawab untuk mengarahkan dan

mengendalikan operasi perusahaan, termasuk di dalamnya penerapan sistem

manajemen risiko. Oleh karena itu, ia juga wajib melaksanakan proses monitoring dan

review ini.

Secara umum, terdapat dua macam pelaksanaan monitoring, yaitu pemantauan

berkelanjutan (on-going monitoring) dan pemantauan terpisah (separate monitoring).

Pemantauan berkelanjutan dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan (self review atau

continous monitoring) dan atasan pekerja (line management monitoring). Sedangkan

pemantauan terpisah adalah pemantauan yang dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu oleh

internal ataupun eksternal auditor (third party audit) dan hasilnya dilaporkan kepada

Direksi dan Dewan Komisaris.

Page 73: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

73

b. Apa yang perlu dimonitor dan direview?

Pada dasarnya yang perlu mendapatkan perhatian dan harus selalu dimonitori dan

direview adalah:

1) Pemantauan terhadap perubahan: proses manajemen risiko hendaknya menjadi

bagian yang tak terpisahkan dengan proses organisasi lainnya. Dengan demikian,

dinamika manajemen risiko akan mengikuti dinamika perubahan yang terjadi pada

proses organisasi dan lingkungan organisasi itu sendiri;

2) Pemantauan kinerja manajemen risiko: pemantauan khususnya ditujukan pada

risiko-risiko yang tinggi dan risiko-risiko yang kritis. Pemantauan difokuskan pada

efektifitas pengendalian risiko. Harus selalu dipantau bagaimana keandalan

operasi pengendalian tersebut, bagaimana kerentanannya terhadap perubahan

yang mungkin terjadi, bagaimanakah kemungkinan deteksi dini terhadap risiko

tersebut, baik keandalan operasi maupun kerentanannya, dan lain-lain.

3) Kemungkinan timbulnya risiko-risiko baru akibat dilaksanakannya suatu tindakan

perlakuan risiko yang baru. Ini karena suatu risiko dapat mempunyai dampak

menimbulkan risiko yang lainnya (chain reaction).

c. Informasi yang bagaimana yang harus dipantau?

Informasi yang dapat digunakan dalam proses monitoring dan review pada dasarnya

adalah informasi yang “sesuai dan berkecukupan”. Pengertian “sesuai” adalah

informasi yang relevan, dapat dipercaya, dan tepat waktu (lihat Gambar 8). Sedangkan

informasi yang berkecukupan merupakan ukuran dari jumlah informasi yang

dibutuhkan. Artinya, apakah jumlah data tersebut sudah cukup untuk mengambil

kesimpulan.

Page 74: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

74

Gambar 8: Elemen Kualitas Informasi (Sumber: Guidance on Monitoring Internal Control System- Vol.II, COSO, 2009, p.30)

Kesesuaian informasi merupakan ukuran kualitas informasi yang dapat digunakan.

Oleh karena itu, ketiga elemen di atas harus dipenuhi secara bersama-sama.

Kekurangan dari salah satu elemen memerlukan informasi lebih lanjut dari elemen

tersebut.

Kecukupan informasi dapat ditentukan secara statistik, seberapa besar sampling

informasi dinyatakan cukup untuk suatu jumlah tertentu. Kecukupan ini juga

ditentukan dengan selera risiko atau toleransi risiko yang ditetapkan.

d. Prosedur bagaimana yang harus digunakan dan seberapa sering?

Ini merupakan pengembangan dari pertanyaan pertama terkait dengan pemantauan

berkelanjutan, pemantauan oleh atasan dan pemantauan oleh pihak pihak ketiga.

Pemantauan berkelanjutan dilakukan oleh pelaksana proses, dan pada dasarnya ia

akan melaksanakan pemantauan terhadap input, proses transformasi, dan output.

Artinya, pemantauan dilakukan menggunakan indikator kinerja proses dan kinerja

hasil. Untuk memudahkan pelaksana atau pemangku risiko maka harus dibuat

v

v

DIPERCAYATEPAT

WAKTU

RELEVAN

Relevan,

dipercaya &

tepat waktu

Perlu info

relevansi

Perlu info

reliabilitas

Perlu info

ketepatan

waktu

Page 75: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

75

prosedur terkait dengan apa yang harus dipantau (control points) dan frekuensi

pemantauannya. Ini diperlukan agar produktivitas kerja tidak terganggu, tetapi

efektivitas pengendalian risiko tetap terjaga. Teknik dan metode yang digunakan

sangat tergantung pada input, proses, dan output yang dihasilkan.

Pemantauan oleh atasan pada dasarnya sama, hanya pemantauan lebih ditekankan

pada hasil proses. Prosedur pemantauan ini juga harus ditetapkan jangka waktu dan

pelaporannya secara berjenjang hingga ke tingkat Direksi dan Dewan Komisaris.

Keseluruhan prosedur pemantauan berkelanjutan dan dilakukan oleh atasan ini harus

dituangkan dalam suatu prosedur tertulis yang akan menjadi prosedur baku. Prosedur

inilah yang nantinya akan ditinjau oleh pihak ketiga yang independen untuk diperiksa

efektivitasnya, termasuk kepatuhan dalam pelaksanaannya.

Pemantauan oleh pihak ketiga atau audit pihak ketiga lebih bertujuan untuk

memastikan kepatuhan terhadap standar, peraturan perundangan, peraturan internal

yang digunakan, sekaligus memeriksa efektivitas penerapan sistem manajemen risiko.

e. Bagaimanakah proses pelaporannya dan siapa yang berhak membacanya?

Pelaporan hasil monitoring dan review secara keseluruhan menjadi tanggung jawab

dari fungsi manajemen risiko, khususnya laporan audit manajemen risiko yang

dilakukan oleh pihak ke tiga. Akan tetapi, laporan untuk pelaksanaan pemantauan

berlanjut dan berkala berada pada masing-masing unit kerja.

Laporan hasil monitoring dan review bertujuan untuk memastikan bahwa proses

manajemen risiko memang memenuhi sasaran yang ditetapkan, atau

mengidentifikasikan kelemahan yang masih ada sehingga dapat dilakukan perbaikan

sebagaimana mestinya. Bila ditemukan kelemahan sistem manajemen risiko maka

terdapat tiga bentuk laporan sebagai berikut:

Page 76: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

76

1) Laporan hasil temuan audit: adalah laporan kelemahan pengendalian risiko yang

ditemukan. Laporan ini akan disampaikan pertama kepada pemangku risiko (risk

owner) dan pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan

pengendalian risiko tersebut; dan kedua kepada atasan dari pemangku risiko

tersebut dan/atau atasan dari atasan unit tersebut.

2) Laporan kelemahan sistem: adalah laporan mengenai kelemahan sistem

pengendalian risiko yang kritis untuk dikomunikasikan kepada Direksi dan Komite

Pemantau Risiko dari Dewan Komisaris.

3) Laporan tindak lanjut masalah: adalah laporan tindak lanjut bila diperoleh laporan

adanya kelemahan pengendalian risiko, baik dari internal maupun eksternal.

Perbaikan kelemahan pengendalian risiko ini harus segera dilaksanakan.

10. Dokumentasi Manajemen Risiko

Dokumentasi suatu proses manajemen secara umum mempunyai tiga macam fungsi, yaitu:

a. Rekaman proses pelaksanaan kegiatan yang sekaligus menjadi sumber informasi atas

proses yang terjadi dan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan untuk masalah

yang sama di masa depan;

b. Menjadi bukti hukum atas apa yang telah diputuskan dan dilaksanakan, khususnya bila

terjadi sengketa hukum;

c. Sarana untuk preservasi pengetahuan sebagai bagian dari proses pengembangan

knowledge management dalam suatu organisasi.

Sesuai dengan fungsi di atas maka dokumentasi proses manajemen risiko harus disusun

sedemikian rupa sehingga akses informasi mudah dilaksanakan, dokumen yang memerlukan

keabsahan hukum harus dipastikan persyaratannya terpenuhi dengan baik, misalnya risalah

rapat ditandatangani secara lengkap, keputusan pelaksanaan jelas akuntabilitasnya, uraian

metode pelaksanaan suatu keputusan haruslah jelas tahapannya, dan lain-lain. Kemudian

perlu diperhatikan mengenai masalah penyimpanan dokumen asli dan masa retensinya.

Selain itu, perlu juga dipertimbangkan sensitivitas informasi yang terkandung dalam

dokumen-dokumen tersebut, baik dari aspek legal maupun kompetisi bisnis.

Page 77: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

77

Dari segi penyimpanan secara fisik, pengarsipan dokumen-dokumen proses manajemen

risiko juga harus tertata dengan baik, tersimpan dengan aman, selalu terjaga dari

kemungkinan pencurian atau akses yang tidak berwenang, dan terkendali serta

termutakhirkan dengan baik. Khusus untuk keperluan preservasi pengetahuan, keputusan

tentang media penyimpanan perlu diperhatikan, baik dari segi aksesabilitas, kemampuan

untuk diduplikasi, serta daya tahannya. Bentuk penyimpanan dapat dalam bentuk

elektronik/digital atau dokumen kertas.

a. Struktur Dokumentasi Manajemen Risiko

Struktur dokumen manajemen risiko dibedakan menjadi:

1) Dokumen rencana manajemen risiko (Risk Management Plan) dan;

2) Dokumentasi manajemen risiko (Risk Management Documentation).

Rencana manajemen risiko merupakan dasar untuk pelaksanaan manajemen risiko

dan biasanya disusun oleh fungsi manajemen risiko. Dokumentasi manajemen risiko

adalah dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mengelola proses penerapan

manajemen risiko, baik oleh fungsi manajemen risiko ataupun para pemangku risiko.

Tidak terdapat suatu pengaturan formal atas kedua macam dokumentasi ini.

b. Dokumentasi rencana manajemen risiko

Dokumen rencana manajemen risiko pada umumnya berisi hal-hal berikut:

1) Struktur tata kelola risiko (risk governance structure) yang antara lain meliputi:

a) Kebijakan manajemen risiko;

b) Peran dan tanggung jawab pelaksanaan manajemen risiko, baik yang harus

memimpin, melaksanakan, maupun mendukung/membantu setiap kegiatan

manajemen risiko, lengkap dengan kejelasan tanggung jawab dan

akuntabilitasnya;

c) Alur pengambilan keputusan dan batasan kewenangannya serta alur

pelaporan internal maupun eksternal, termasuk format pelaporannya;

Page 78: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

78

d) Keterangan mengenai kecukupan sumber daya, baik orang, dana, waktu,

sarana ruangan, maupun administrasi, dan lain-lain;

e) Metodologi untuk melakukan proses monitoring dan review serta ketentuan

pelaksanaan audit pihak ketiga.

2) Ketentuan mengenai metode dan teknik yang digunakan untuk tiap tahapan

serta ketentuan-ketentuan baku lain, mencakup hal-hal antara lain:

a) Metode, pendekatan, dan sumber-sumber informasi yang akan digunakan

dalam proses manajemen risiko, misalnya penggunaan RBS, FMEA, CRSA,

stakeholders analysis, dan lain-lain.;

b) Ketentuan mengenai jenis kemungkinan (likelihood) yang akan digunakan

dan ukuran kuantitatifnya;

c) Ketentuan ukuran dampak yang akan digunakan, a.l. dampak finansial dan

dampak non-finansial beserta ukuran kuantitatifnya;

d) Ketentuan mengenai selera risiko;

e) Format-format dokumen manajemen risiko yang akan digunakan selama

penerapan proses manajemen risiko.

c. Dokumentasi proses manajemen risiko

Dokumentasi proses manajemen risiko, diperlukan untuk mengelola proses

penerapan manajemen risiko oleh para pemangku risiko dan fungsi manajemen

risiko. Dokumentasi ini antara lain meliputi hal-hal berikut:

1) Tahap komunikasi dan konsultasi:

a) Daftar stakeholders dan kepentingannya;

b) Hasil proses analisis stakeholders;

c) Rencana proses komunikasi dan konsultasi

2) Tahap identifikasi risiko:

a) Daftar risiko (risk register)

3) Tahap analisis dan evaluasi risiko:

a) Dokumentasi proses pelaksanaan analisis dan evaluasi risiko;

b) Peringkat risiko, pengelompokan risiko, dan profil risiko;

Page 79: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

79

c) Prioritas risiko yang perlu mendapatkan perlakuan;

d) Pemutakhiran daftar risiko.

4) Tahap perlakuan risiko:

a) Rincian rencana perlakuan risiko untuk masing-masing risiko yang

memerlukan perlakuan risiko dan berisi antara lain:

(1) Jenis perlakuan risiko dan sasarannya;

(2) Penanggung jawab pelaksanaan perlakuan risiko;

(3) Jadwal dan biaya pelaksanaannya;

(4) Proses dan hasil analisis manfaat & biaya;

(5) Mekanisme monitoring dan review-nya.

b) Laporan monitoring pelaksanaan perlakuan risiko.

5) Tahap monitoring dan review:

a) Laporan monitoring oleh pelaksana dan atasan;

b) Laporan audit pihak ketiga:

(1) Laporan temuan hasil audit;

(2) Laporan kelemahan sistem manajemen risiko;

(3) Laporan hasil audit dan rekomendasi tindak lanjut;

(4) Laporan tinjauan hasil tindak lanjut.

6) Dokumentasi pasca-terjadinya risiko:

a) Uraian lengkap mengenai kasus yang terjadi;

b) Analisis penyebab terjadinya risiko tersebut dan analisis mengapa tindakan

pengendalian tidak efektif;

c) Upaya untuk mencegah terjadinya kesalahan serupa dan rekomendasi untuk

pemeriksaan terhadap keadaan sejenis lainnya.

Dokumen-dokumen di atas merupakan dokumen yang sangat penting dan

berkelanjutan, khususnya daftar risiko, sehingga harus selalu dimutakhirkan sesuai

dengan perkembangan dan perubahan konteks, modus operasi, personalia, struktur

organisasi, dan lain-lain.

Page 80: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

80

Bab IV ASPEK PERAWATAN

1. Pengantar

Sebagaimana diuraikan pada Bab I Pendahuluan, aspek perawatan merupakan aspek yang

memastikan adanya upaya menjaga efektifitas penerapan dan perbaikan yang

berkesinambungan melalui, monitoring dan review serta audit manajemen risiko.

Pelaksanaan aspek ini dalam penerapan manajemen risiko akan dipengaruhi oleh beberapa

unsur.

Unsur pertama adalah Risk Governance dibutuhkan uraian jelas mengenai akuntabilitas

dalam melakukan monitoring dan review serta macam dan jenis pelaksanaan monitoring

dan review itu sendiri. Unsur kedua adalah penyebaran penerapan manajemen risiko ke

seluruh jajaran perusahaan dan menjadikannya bagian yang tidak terpisahkan dari proses

organisasi, sehingga menjadi suatu budaya “sadar risiko”. Unsur ketiga adalah

pengembangan pemahaman dan teknologi terkait dengan penerapan manajemen risiko

perusahaan.

Hal-hal tersebut di atas akan dibahas lebih lanjut pada bagian-bagian di bawah ini.

2. Risk Governance

a. Akuntabilitas

Dewan Komisaris merupakan penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan

pengawasan kegiatan strategis dan operasional perusahaan. Dengan demikian mereka

juga menjadi penanggung jawab tertinggi dalam memastikan bahwa manajemen risiko

perusahaan memang dilaksanakan dengan baik dan efektif serta efisien. Untuk itu

Dewan Komisaris dapat membentuk Komite Pemantau Risiko untuk memastikan bahwa

pelaksanaan manajemen risiko berjalan dengan baik. Apabila pembentukan Komite

Page 81: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

81

Pemantau Risiko dirasakan terlalu berlebihan, maka tugas pengawasan ini dapat

diserahkan kepada Komite Audit, akan tetapi harus dipastikan bahwa tugas pengawasan

ini memang tercantum dalam Piagam Komite Audit.

Direksi merupakan penanggung jawab dalam menjalankan operasional perusahaan dan

pencapaian sasaran perusahaan sebagaimana ditetapkan oleh pemegang saham dalam

Rapat Umum Pemegang Saham. Oleh karena itu, semua ancaman yang mengganggu

pencapaian sasaran perusahaan haruslah diatasi, dan sebaliknya, semua peluang yang

mendukung pencapaian sasaran perusahaan haruslah dieksplotasi secara optimal. Hal

ini merupakan penerapan manajemen risiko perusahaan. Untuk memastikannya maka ia

harus mendapatkan gambaran yang tepat dari status dan posisi pelaksanaan

manajemen risiko perusahaan. Konsekuensi logis dari hal ini adalah Direksi harus

melakukan pemantauan secara berkala terhadap kinerja manajemen risiko. Selain itu, ia

juga harus menciptakan “Tone at the Top” (perilaku keteladanan) sehingga seluruh

jajaran perusahaan yakin bahwa penerapan manajemen risiko memang menciptakan

nilai tambah dan berguna dalam memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian

sasaran perusahaan.

Akuntabilitas Direksi dalam pelaksanaan dan perawatan penerapan manajemen risiko

perusahaan dilakukan dalam dua hal yaitu:

1) Pembentukan Fungsi Manajemen Risiko yang mandiri, dan;

2) Menghadiri dan melakukan review atas kinerja penerapan manajemen risiko

perusahaan secara berkala, minimal setiap tiga (3) bulan sekali.

Fungsi manajemen risiko adalah kepanjangan tangan Direksi dalam memastikan bahwa

manajemen risiko diterapkan dengan efektif dan efisien serta memberikan nilai tambah

melalui jaminan yang wajar dalam pencapaian sasaran perusahaan. Untuk itu fungsi

manajemen risiko perusahaan mempunyai akuntabilitas setidak-tidaknya untuk

memastikan bahwa:

Page 82: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

82

1) Prinsip, kerangka kerja, dan proses manajemen risiko perusahaan telah dipahami

dan diterapkan dengan baik di seluruh perusahaan;

2) Pelaporan status Profil Risiko Perusahaan (Company Risk Profile) dilaksanakan secara

berkala tiap kwartal, tepat waktu, dengan status terkini;

3) Semua risiko yang “tidak mempunyai risk owner” telah tertangani dengan baik.

Menurut Hampton (2009), risiko yang “tidak mempunyai risk owner” adalah risiko-

risiko yang sering kali “terlupakan” misalnya risiko kelemahan strategi yang

dikembangkan, risiko kelemahan kepemimpinanan organisasi, risiko hambatan

budaya organisasi, risiko siklus kehidupan (life cycle) perusahaan dan produknya,

serta risiko cakrawala wawasan usaha.

b. Jenis Monitoring dan Review

Pada Bab III Aspek Operasional telah diuraikan mengenai jenis-jenis monitoring dan

review, oleh karena itu hanya akan disampaikan penekanan ulang atas pelaksanaannya,

yaitu:

1) Audit manajemen risiko harus dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Audit

ini mempunyai tugas untuk memeriksa efektifitas dan kinerja manajemen risiko

sesuai dengan tujuan pembentukannya. Penunjukan auditor manajemen risiko

haruslah ditentukan oleh Dewan Komisaris atas usulan minimal tiga (3) auditor dari

Direksi;

2) Laporan fungsi manajemen risiko setiap triwulan terhadap Direksi dengan tembusan

kepada Dewan Komisaris atas:

a. Status profil risiko perusahaan terkini dan kecenderungannya (trend);

b. Efektifitas pengendalian risiko besar dan risiko kritis;

c. Hasil mitigasi risiko yang dilakukan dalam periode laporan tersebut;

d. Perubahan lingkungan eksternal dan internal yang mempunyai potensi risiko

bagi perusahaan;

e. Observasi kemampuan para risk owners perusahaan dalam menangani risiko-

risiko yang menjadi tanggung jawabnya.

Page 83: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

83

3. Budaya Risiko

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sasaran dari pengembangan budaya risiko dalam

setiap pengambilan keputusan, baik keputusan strategis hingga keputusan yang sederhana

dalam operasi sehari-hari, turut dipengaruhi potensi risiko yang ada saat ini maupun di

masa yang akan datang. Dengan demikian setiap keputusan akan diambil dengan hati-hati

dan penuh pertimbangan (informed decfision making). Perilaku hati-hati dan tidak ceroboh

serta penuh pertimbangan atas informasi yang ada inilah yang menjadi tujuan terciptanya

budaya (sadar) risiko.

Dengan tercapainya budaya (sadar) risiko dapat diharapkan timbulnya perilaku yang

menunjukkan pemahaman bahwa:

a. Pentingnya proses identifikasi dan asesmen risiko dalam setiap kegiatan proses

bisnis perusahaan saat ini maupun yang direncanakan;

b. Pentingnya mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan semua potensi risiko yang

mungkin terjadi;

c. Perlunya memperhitungkan keseimbangan antara risiko dan manfaat dalam setiap

pengambilan keputusan bisnis, baik dalam tingkat strategis maupun dalam operasi

sehari-hari.

a. “Tone from the Top”

Budaya adalah perilaku. Oleh karena itu bila budaya risiko dianggap penting bagi

perusahaan maka perilaku ini juga harus nampak pada Pimpinan Puncak Perusahaan,

misalnya dengan menyediakan sumber daya untuk penerapan manajemen risiko

perusahaan. Sebagaimana disebutkan dalam Bab III tentang Manajemen Perubahan,

peran Pimpinan Puncak dalam memimpin perubahan sangat vital. Jenis kepemimpinan

dan perilaku bagaimana yang akan ditunjukkan dalam mendukung perilaku budaya

risiko yang diinginkan dan mencegah serta mempersulit perilaku budaya risiko yang

tidak diinginkan, tergantung pada Pimpinan Puncak.

Page 84: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

84

b. Strategi Pengembangan Budaya Risiko

1) Penciptaan ”critical mass”

Kesadaran akan pentingnya manajemen risiko harus tersebar luas ke seluruh

karyawan dan tidak terbatas pada tingkatan manajemen saja. Kesadaran ini harus

dikembangkan hingga menjadi budaya risiko yang intinya adalah perilaku sadar

risiko dalam kegiatan operasional perusahaan.

Oleh karena itu diperlukan sosialisasi dan pelatihan yang ekstensif ke seluruh

jajaran perusahaan sehingga seluruh karyawan menjadi tahu apa itu risiko dan

sadar apa artinya manajemen risiko dalam kegiatan operasional perusahaan dan

akhirnya melalui pelatihan yang tepat mereka menjadi mampu dalam menerapkan

manajemen risiko tersebut.

Merujuk pada prinsip-prinsip manajemen risiko perusahaan yang diuraikan pada

Bab II Aspek Struktural, strategi ini menganjurkan agar prinsip-prinsip tersebut

dibagi untuk menentukan mana prinsip yang merupakan “milik” para pemangku

risiko dan mana yang merupakan “milik” perusahaan untuk mengembangkannya.

Proses pelaksanaannya dilakukan menurut gambar 8 di bawah ini.

Page 85: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

85

Gambar 9: Strategi pengembangan budaya risiko. (Sumber: Leo J. Susilo & Victor Riwu Kaho, Manajemen Risiko berbasis ISO 31000,

Jakarta: PPM, 2010)

Bagian yang merupakan “milik” para pemangku risiko adalah prinsip-prinsip ke 7

(khas untuk penggunanya), 1 (melindungi dan menciptkan nilai tambah), 2 (bagian

terpadu dari proses organisasi), 4 (secara khusus menangani aspek ketidakpastian),

3 (bagian dari proses pengambilan keputusan), dan 9 (harus transparan dan

inklusif), sedangkan yang merupakan “milik” perusahaan adalah prinsip-prinsip ke 5

(bersifat sistematik, terstruktur dan tepat waktu), 6 (berdasarkan pada informasi

terbaik dan tersedia), 10 (bersifat dinamis, berulang dan tanggap terhadap

perubahan), 11 (harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan

TAHU

SADAR

MAMPU

MAU

SOSIALISASI

MANFAAT & BAHAYA

PELATIHAN & DUKUNGAN

INSENTIF & SANKSI

PERUBAHAN PERILAKU

GOVERNANCE STRUCTURETataran

individu“Risk Owner”

Tataran organisasi

Page 86: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

86

organisasi secara berlanjut) dan 8 (mempertimbangkan faktor manusia dan

budaya).

Pencapaian critical mass penting untuk penciptaan “bahasa” yang sama dan

pemahaman yang serupa tentang risiko, serta membuat proses perubahan dapat

mandiri dan berkelanjutan (sustainable).

2) Penyelarasan dengan insentif dan sanksi

Unsur terpenting dalam mendukung terciptanya budaya risiko adalah insentif dan

sanksi. Ini adalah upaya untuk merangsang, mendorong dan mendukung perilaku

budaya risiko yang diinginkan dan mencegah serta mempersulit perilaku budaya

risiko yang tidak diinginkan. Untuk itu perlu penyelarasan antara pencapaian

sasaran perusahaan dengan perilaku yang diinginkan, karena perilaku inilah yang

layak untuk mendapatkan insentif.

Hal yang perlu diperhatikan bahwa insentif tidak hanya semata-mata diberikan

karena hasil mitigasi risiko saja tetapi harus lebih pada penerapan proses

manajemen risiko yang baik dan benar, serta sesuai dengan prinsip-prinsip

manajemen risiko yang telah dicanangkan. Insentif terhadap kompensasi karyawan

merupakan salah satu saran yang efektif dalam merubah perilaku, tetapi pemberian

penghargaan lainnya juga perlu diperhatikan dalam mendorong perubahan menuju

budaya risiko yang diinginkan.

Untuk proses penerapan insentif dan sanksi, haruslah dilaksanakan dengan prinsip

keterbukaan untuk lebih mendorong terciptanya budaya risiko yang diinginkan.

Page 87: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

87

4. Pengembangan Manajemen Risiko

a. Pengembangan Sistem, Metoda dan Teknik

Penerapan manajemen risiko perusahaan merupakan perjalanan bagaimana perusahaan

menciptakan nilai tambah dalam situasi ketidakpastian. Hal ini direalisasikan dalam

bentuk prinsip, kerangka kerja dan proses manajemen risiko. Dinamika perkembangan

bisnis dan perubahan situasi eksternal tidak dapat dipastikan, sehingga diperlukan

secara terus menerus untuk mengembangkan teknologi, metoda dan alat yang mampu

untuk mengikuti perkembangan tersebut guna meningkatkan daya tahan dan keliatan

(resilience) perusahaan.

Penerapan teknologi informasi sebagai enabler, haruslah dibarengi dengan pemahaman

yang memadai terhadap apa yang ingin dicapai serta penggunaan teknologi dan

informasi yang tepat dan akurat sebagai landasan untuk penerapannya. Bila tidak

penerapan ini hanya bersifat gimmick saja, atau bahkan seperti kata pemeo GIGO

(garbage in – garbage out).

Penggunaan teknik kuantitatif juga merupakan persyaratan yang harus dipahami,

terutama terkait dengan penggunaan probabilitas, dimana untuk penentuannya

memerlukan data historis yang memadai. Selain itu penggunaan teknik kuantitaif

haruslah sesuai dengan tujuan penciptaan teknik tersebut dan perlu dikaji ulang bila

akan diterapkan pada bidang yang lain. Misalnya teknik-teknik manajemen risiko dari

sektor keuangan seperti VAR (value at risk), Stresstesting, dan lain-lain., apakah cocok

bila diterapkan di bidang lainnya.

Setiap perusahaan haruslah mengkaji dan mencari teknik yang paling cocok untuk

meningkatkan penerapan manajemen risiko perusahaannya sendiri. Kegiatan ini

dilakukan dengan mengacu pada proses bisnis utamanya dan bagaimana caranya

meningkatkan kemungkinan pencapaian sasaran perusahaan. Hal ini merupakan acuan

utama dalam mengembangkan teknik manajemen risiko, karena konteksnya adalah khas

Page 88: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

88

untuk perusahaan tersebut. Dua hal yang dibahas sebelumnya, yaitu risk governance

dan budaya risiko perusahaan juga turut menentukan kemampuan perusahaan dalam

mengembangkan kapabilitas manajemen risikonya.

b. Benchmarking

Bechmarking adalah salah satu upaya untuk membandingkan kapabilitas dan efektifitas

penerapan manajemen risiko perusahaan yang sudah dilaksanakan dengan kapabilitas

dan efektifitas perusahaan lain. Dengan melakukan benchmarking kita dapat saling

belajar dan bertukar pengalaman dengan perusahaan lainnya, baik dalam industri

sejenis maupun dari sektor industri lainnya.

Melalui benchmarking, kita dapat memperbaiki dan bahkan mungkin menemukan suatu

teknik yang lebih cocok dengan kondisi kita atau memodifikasi suatu teknik yang unggul

untuk disesuaikan dengan kondisi perusahaan.

Selain benchmarking juga dapat diusahakan untuk dibentuk suatu “Forum Manajemen

Risiko” atau bergabung dengan suatu asosiasi profesional manajemen risiko untuk tetap

mengikuti perkembangan manajemen risiko yang terkini. Informasi tentang teknik

manajemen risiko terkini yang diperoleh melalui forum ini dapat dipelajari lebih lanjut

dan dikaji kesesuaiannya untuk diterapkan diperusahaan kita.

Page 89: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

89

TIM PENYUSUNAN

PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BERBASIS GOVERNANCE

1. Antonius Alijoyo Ketua

2. A. Pandu Djajanto Wakil Ketua

3. Mas Achmad Daniri Anggota

4. Irwan Habsjah Anggota

5. Roy Sembel Anggota

6. Subarto Zaini Anggota

7. Leo J. Susilo Anggota/Penyelaras

8. Ronny Agandhi Anggota

9. Harry Susetyo Anggota

10. Prasetio Anggota

11. Muhartono Anggota

12. Mas Slamet Susanto, Ak, CRMP Anggota

13. Wawan Yulianto, Ak, CRMP Anggota

14. Supriyadi, SE, MM, CRMP Anggota

15. Muhammad Askari, Ssi, MSc Anggota

16. Pardi Sudrajat Anggota

17. Suryani S. Motik Anggota

18. G. Suprayitno Anggota

19. Lasdini Purwanti Anggota

20. Ni Nyoman Puspani Anggota

21. DR. Miryam L. Wijaya Anggota

22. Diane Christina Anggota

23. Ridwan Hendra Anggota

24. Roy U. Kusumawardana Anggota

25. Fajar Proboseno Anggota

Page 90: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

90

26. Nuraini Yuanita Anggota

27. Fransisca Anggota

28. Hendy Fakhruddin Anggota/Sekretariat

Page 91: PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO · PDF filejuga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara ... penyebab terjadinya suatu peristiwa. ... bencana

91

ANGGOTA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE

Pengarah : Sri Mulyani Indrawati

Sofyan A. Djalil

Taufik Effendi

Jusuf Anwar

Mar’ie Muhammad

Ketua : Mas Achmad Daniri

Wakil Ketua/Sekretaris Hoesein Wiriadinata

Sub Komite Kebijakan Publik Sub Komite Bidang Korporasi

Yunus Husein (Ketua) Jos Luhukay (Ketua)

Waluyo (Wakil Ketua) Binhadi (Wakil Ketua)

I Gede Raka Anis Baridwan

Sahala Lumban Gaol Fred BG Tumbuan

Soenarno Suwartini

Maulana Ibrahim Hotbonar Sinaga

Safri Nugraha Irwan Habsjah

Tedi Pawitra Noke Kiroyan

Komaruddin Ratna Djanuarita

Kemal Stamboel Roy Sembel

Martiono Hadianto Subarto Zaini

A. Pandu Djajanto Antonius Alijoyo

John A. Prasetio