Pedoman Penilaian Bandara

Embed Size (px)

Citation preview

2008Pedoman Penilaian Bandar Udara

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya buku Pedoman Penilaian Bandar Udara dapat diselesaikan. Buku ini disusun sebagai upaya untuk mendukung pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) khususnya Direktorat Penilaian Kekayaan Negara sehingga penilai DJKN di seluruh Indonesia memiliki pedoman/panduan dalam melaksanakan tugas penilaian atas properti khusus bandar udara. Dengan tersusunnya buku pedoman ini diharapkan akan dapat memperkaya bahan/referensi bagi para penilai internal DJKN tentang penilaian properti khususnya penilaian bandar udara di Indonesia sehingga hasil penilaian yang dilakukan memiliki kesamaan konsep dan metodologi yang selanjutnya akan menghasilkan nilai yang memenuhi konsep dan prinsip-prinsip umum penilaian dan memenuhi Standar Penilaian Indonesia (SPI) atau standar penilaian lainnya yang relevan sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada pemberi tugas, rekan satu profesi maupun masyarakat umum. Buku ini dapat terwujud setelah melalui berbagai kajian dan diskusi intensif serta kerjasama dari berbagai pihak terutama dari Direktorat Penilaian Kekayaan Negara, DJKN, khsusnya Sub Direktorat Penilaian Properti Khusus dan Alumni IASTP Phase III Australia Tahun 2007 serta bantuan konsultansi dari Queensland University of Technology dan Brisbane Australian Property Institute atas mediasi dari Indonesia Australia Specialised Training Program (IASTP III). Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kerja sama yang telah terjalin. Kami sadari bahwa karena terbatasnya waktu penyusunan, buku ini belum sempurna dan memerlukan perbaikanperbaikan berkelanjutan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap buku ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai panduan dalam penilaian properti bandar udara khususnya bagi penilai internal DJKN. Jakarta, Juli 2008

Tim Penyusun

2

Daftar IsiHalaman Judul ....................................................................................... Kata Pengantar ....................................................................................... Daftar Isi ................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ A. B. C. D. E. Pengantar ...................................................................................... Dasar Hukum Penilaian Properti Khusus Bandar Udara ................ Kumpulan Definisi ......................................................................... Gambaran Umum .......................................................................... Ruang Lingkup Penilaian ............................................................... 1 2 3 4 4 6 8 11 27 31 31 33 36 46 49 50 52

BAB II PENILAIAN BANDAR UDARA ........................................................ A. B. C. D. Persiapan Penilaian Bandar Udara ................................................. Pelaksanaan Penilaian ................................................................... Metode Penilaian ............................................................................ Laporan Penilaian ..........................................................................

BAB III PENUTUP .................................................................................... Daftar Pustaka ........................................................................................ Lampiran ................................................................................................

3

BAB I PENDAHULUAN A. PENGANTAR Mengingat kompleksitas dan sifat specialised property dari suatu Bandar Udara, maka tidak berlebihan kiranya jika dibuat suatu buku pedoman terhadap penilaian kekayaan negara terutama untuk properti khusus yang diberi nama Buku Pedoman Penilaian Bandar Udara. Bahwa dengan adanya Buku Pedoman ini diharapkan dapat membantu proses penilaian terhadap kekayaan negara terutama terhadap penilaian properti khusus dalam hal ini penilaian terhadap Bandar Udara. Buku Pedoman Penilaian Bandar Udara ini terdiri atas 10 (sepuluh) bagian yaitu: I. II. Pendahuluan; Dasar hukum penilaian properti khusus bandar udara yaitu peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum dan pedoman bagi penilai dalam melakukan penilaian bandar udara; III. Kumpulan definisi yaitu kumpulan istilah-istilah dan pengertiannya yang sering dijumpai dalam melakukan penilaian bandar udara; IV. Gambaran umum yaitu bagian yang menjelaskan bandar udara secara umum sebagai pengantar bagi penilai sebelum melakukan penilaian bandar udara sehingga penilai mempunyai pengetahuan dasar tentang bandar udara seperti sejarah tentang pesawat terbang dan bandar udara pertama, klasifikasi bandar udara, kepemilikannya, dan lain-lain; V. Ruang lingkup penilaian yang tujuannya membatasi penilaian atas bandar udara sehingga tidak terjadi over lapping dengan bidang penilaian lainnya seperti penilaian real properti atau penilaian usaha; VI. Persiapan penilaian bandar udara yang tujuannya memberikan gambaran kepada penilai hal-hal apa yang perlu dipersiapkan sebelum turun ke lapangan termasuk persiapan administratif dan persiapan teknis penilaian; VII. Pelaksanaan penilaian; VIII. Metode penilaian; IX. Pembuatan laporan; X. Penutup. Buku pedoman ini hanyalah merupakan salah satu panduan bagi penilai dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara, yang diharapkan dapat mempermudah penilai nantinya pada saat penilaian. Buku pedoman ini bukanlah suatu peraturan yang harus dipatuhi sepenuhnya, dan tidak ada sanksi apabila ternyata penilai tidak dapat memenuhi segala petunjuk yang ada dalam buku pedoman ini, dengan tidak terlepas dari kode etik penilai dan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain penilai dalam melakukan penilaian suatu bandar udara haruslah tetap mengacu kepada

4

Standar Penilaian Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang penilaian. Buku pedoman ini dapat terselesaikan dengan bantuan banyak pihak dan banyak sumber, untuk itu pada kesempatan ini kami tim penyusun buku pedoman mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya buku pedoman ini. Dan tentu saja setiap buah karya manusia, tidak ada yang sempurna, oleh karena itu diharapkan kesediaan semua pihak untuk memberikan kritik, saran, masukan dan perbaikan atas segala kekurangan yang ada pada buku pedoman ini untuk perbaikan pembuatan buku pedoman yang lebih sempurna. Akhir kata, kiranya buku pedoman penilaian bandar udara ini ada manfaatnya.

5

B. DASAR HUKUM PENILAIAN PROPERTI KHUSUS BANDAR UDARA Setiap penilaian yang dilakukan oleh seorang Penilai harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar kode etik penilaian. Berikut akan disampaikan beberapa peraturanperundang-undang yang berlaku di Indonesia yang berhubungan dengan proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh DJKN, antara lain: (1) Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Peraturan Lelang (Vendu-reglement), S. 1908 - 189 dan Instruksi Lelang (Vendu-instructie), S. 1908 - 190 (3) Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; (4) Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan; (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); (6) Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; (7) Undang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); (8) Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan; (9) Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan; (10) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah; (11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran negara Nomor 4609); (12) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 49 tahun 2006; (13) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2007; (14) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan; (15) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

6

(16) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan; (17) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; (18) Keputusan Menteri Perhubungan No. 43 tahun 2005 (19) Pedoman Pembuatan Laporan K euangan Pemerintah Pusat (LKPP) Peraturan atau kebijakan lain yang terkait dengan penilaian bandar udara yang juga harus dicermati oleh penilai, antara lain : Kebijakan transportasi udara, untuk di Indonesia ditentukan oleh Departemen Perhubunan cq. Dirjen Perhubungan Udara. Untuk skala internasional pengaturan kebijakan penerbangan sipil adalah International Civil Aviation Organization (ICAO) yang berkedudukan di Montreal Canada sedangkan untuk pengaturan bandar udara secara internasional dilakukan oleh International Civil Airport Association (ICAA) berkedudukan di Paris, Perancis. Dalam melakukan penilaian bandar udara, penilai juga harus memahami tentang perencanaan bandar udara, khususnya harus dapat memahami tentang desain dan pengembangan bandar udara (master plan) dikaitkan dengan klasifikasi maupun konfigurasi bandar udara dan Tata guna lahan bandar udara (airport zoning). Jika satu dan lain hal dalam Buku Pedoman ini terjadi pertentangan dengan satu atau lebih peraturan perundang-undangan di atas maka dikembalikan kepada asas hukum tentang hirarki peraturan perundangundangan.

7

C. KUMPULAN DEFINISI Beberapa definisi atau istilah-istilah yang sering didapati dalam melakukan penilaian terhadap bandar udara antara lain (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan): (1) Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait; (2) Wilayah udara adalah ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan Republik Indonesia; (3) Pesawat udara adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer karena daya angkat dari reaksi udara; (4) Pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan dan mempunyai tanda pendaftaran Indonesia; (5) Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaganya sendiri; (6) Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, dapat terbang dengan sayap berputar, dan bergerak dengan tenaganya sendiri; (7) Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang dipergunakan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pesawat udara instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan untuk menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (8) Pesawat udara sipil adalah pesawat udara selain pesawat udara negara; (9) Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang didaftarkan dan/atau mempunyai tanda pendaftaran negara bukan Indonesia; (10) Pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah pesawat udara negara yang dipergunakan dalam dinas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; (11) Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi; (12) Pangkalan udara adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dalam wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan untuk kegiatan penerbangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; (13) Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara; (14) Angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran;

8

(15) Kelaikan udara adalah terpenuhinya persyaratan minimum kondisi pesawat udara dan/atau komponen-komponennya untuk menjamin keselamatan penerbangan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Selain Undang-Undang Penerbangan, beberapa definisi juga dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan antara lain: (1) Kebandarudaraan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi bandar udara untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah; (2) Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah suatu sistem kebandarudaraan nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda serta keterpaduan dengan sektor lainnya; (3) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan; (4) Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara adalah wilayah daratan dan/atau perairan yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan bandar udara; (5) Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum; (6) Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang penggunaannya hanya untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum; (7) Penyelenggara Bandar Udara Umum adalah Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja Bandar Udara atau Badan Usaha Kebandarudaraan; (8) Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja Bandar Udara adalah unit organisasi Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; (9) Badan Usaha Kebandarudaraan adalah Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk mengusahakan jasa kebandarudaraan; (10) Badan Hukum Indonesia adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, swasta, dan koperasi; Selain di dalam dua peraturan perundang-undangan di atas, secara umum penilaian bandar udara didefinisikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/ fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai Bandar udara sebagai barang milik negara/kekayaan negara pada saat tanggal penilaian. Disamping istilah-istilah yang telah disebutkan, terdapat definisi peralatanperalatan teknis yang harus ada dalam suatu bandar udara yang akan 9

disebutkan lebih lanjut dalam bagian-bagian berikutnya, seperti peralatan pendukung komunikasi, peralatan alat bantu pendaratan, dll, guna keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan,

10

D. GAMBARAN UMUM Sejarah perkembangan Bandar Udara dimulai pertamakali pada tanggal 17 Desember 1903 yaitu pada saat Wright bersaudara berhasil tinggal landas di Kitty Hawk dengan kondisi areal pendaratan yang sangat sederhana dan tidak dapat dikatakan sebagai bandar udara yang layak. Dengan ditemukannya mesin terbang yang menjadi cikal bakal pesawat terbang seperti yang ada sekarang ini, secara otomatis mendorong juga ditemukannya tempat untuk lepas landas, tempat untuk mendarat, tempat memperbaiki pesawat yang kemudian akhirnya berkembang menjadi sebuah bandar udara seperti sekarang ini dimana tidak lagi menjadi sekadar tempat lepas landas dan mendarat tapi sudah menjadi sebuah kompleks bandar udara yangdilengkapi dengan areal bisnis lengkap dan modern. Bandar udara di Indonesia pada umumnya dimiliki oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah (Government Owned), yang otoritas pengelolaanya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT (Persero) Angkasa Pura; serta bandar udara yang pengelolaannya ada dibawah pengawasan Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara berbentuk Unit Pelaksana Teknis. Beberapa bandar udara yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah pada umumnya sudah berkembang untuk kepentingan komersial. Disamping itu ada beberapa bandar udara yang dimiliki dan dikelola oleh suatu komunitas/perusahaan, umumnya berupa bandar udara kecil (privat airstrips). Beberapa bandar udara di Indonesia berawal dari lapangan terbang militer baik angkatan udara, darat maupun laut dan sampai saat beberapa bandara udara tersebut masih ada yang beroperasi. Bandar udara merupakan kawasan yang sangat luas dengan penggunaan lahan yang beragam dari tanah kosong approach airspace, landing area, terminal, jaringan jalan dan parkir, taman dan tanah kosong untuk pengembangan. Dengan penggunaan lahan yang berbeda-beda tentu akan memberikan manfaat dan nilai yang berbeda. Agar dapat mencari perbandingan data yang tepat bagi lahan bandar udara yang dinilai, maka penilai harus paham tata guna lahan dari bandar udara yang dinilai. Sehingga dengan demikian perhitungan indikasi nilai tanah dapat dilakukan dengan perbandingan data yang lebih akurat Bandar udara modern adalah infrastruktur penting pada kota besar, merupakan komponen kritikal pada jaringan transportasi nasional. Bandar udara jika dikembangkan dan dikelola dengan baik dapat memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan terhadap daerah dimana bandar udara berada. Bandar udara modern dan komersial tidak hanya sebatas landing strips (pendaratan), bangunan terminal, fasilitas gudang dan menara kontrol, tetapi didukung juga oleh desain dan pengembangan yang canggih, sehingga suatu bandar udara komersial adalah meliputi real property, business enterprise dan infrastruktur publik. Bandar udara adalah properti 11

yang unik (unique properties) yaitu merupakan suatu business enterprise dan real estate investment yang lengkap serta dapat berdiri sendiri, akan tetapi tetap merupakan infrastruktur publik. Bandar udara pada dasarnya mempunyai sifat monopolistic dalam pengelolaanya, pada suatu kota atau negara, atau bisa disebut Spesialized Operational Properties (Properti Khusus). Dengan alasan politik dan kedaulatan sangat jarang adanya transaksi pasar bandar udara komersial atau internasional antar daerah atau negara. Konsekuensi dalam penilaian bandar udara, nilai dari bandar udara dan fasilitasnya tidak mudah dinilai dengan pendekatan perbandingan data pasar. 4.1. Kepemilikan Bandar Udara di Indonesia 4.1.1. Dimiliki oleh Pemerintah, a. Pemerintah Pusat, yang otoritas pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT. (Persero) Angkasa Pura I dan II; serta bandar udara yang berada dibawah pengawasan Departemen Perhubungan, Dirjen Perhubungan Udara sebagai Unit Pelaksana Teknis; b. Pemerintah Daerah, pada umumnya bandara yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sudah berkembang untuk kepentingan komersial; c. Bandar Udara Militer. 4.1.2. Dimiliki oleh komunitas/perusahaan tertentu, pada umumnya berupa bandar udara kecil (privat airstrips). Kepemilikan bandar udara oleh pihak swasta di Indonesia, belum terlalu banyak, biasanya hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di wilayahwilayah terpencil Indonesia untuk memperlancar sistem pengangkutan perusahaan swasta mereka. 4.2. Klasifikasi Bandar Udara Klasifikasi bandar udara dilakukan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization), untuk mengadakan penyeragaman ditunjukkan dengan kode A,B,C,D dan E. Dasar dari klasifikasi tersebut adalah panjang dari runway suatu bandar udara, tidak berdasarkan fungsinya. Tabel Kualifikasi Bandara ICAO Klasifikasi A B C D E Panjang Runway Feet Meter > 7.000 2.134 5.000 7.000 1.524 2.133 3.000 5.000 915 1.523 2.000 3.000 762 914 2.000 2.500 610 761

12

4.2.1. Klasifikasi Bandar Udara Berdasarkan Fungsinya a. Bandar Udara Internasional 1. Melayani angkutan langsung para penumpang dan barang dari/ke luar negeri. Bandar udara ini juga merupakan tempat transit untuk menuju ke tempat lain. 2. Ciri-ciri Bandar Udara Internasional : a. Yang utama adalah memiliki Customs (Bea Cukai), Immigration (Imigrasi) dan Quarantine (Karantina); b. Kapasitas pesawat sampai dengan pesawat type Boeing B-747 atau Airbus 300 (pesawat berbadan lebar); c. Mempunyai daerah komersil dan terminal yang luas dengan pertokoan dan perkantoran; d. Mempunyai fasilitas pemeliharaan; e. Mempunyai tempat parkir yang luas; b. Bandar Udara Domestik 1. Melayani angkutan penumpang dan barang dari/ke daerah yang merupakan pusat untuk menuju daerah sekitar. Biasanya langsung berhubungan dengan bandar udara internasional. Bandar udara ini juga sebagai tempat transit untuk menuju daerah yang terpencil 2. Ciri-ciri Bandar Udara Domestik a. Kapasitas pesawat sampai dengan pesawat type boeing B-737 atau Airbus b. Mempunyai bangunan terminal cukup luas c. Ada beberapa daerah komersil dengan pertokoan d. Mempunyai fasilitas pemeliharaan kecil c. Bandar Udara Perintis 1. Melayani angkutan penerbangan untuk daerah yang terpencil, kadangkadang hanya digunakan oleh perusahaan perindustrian (seperti industri pertambangan) 2. Ciri-ciri Bandar Udara Perintis: a. Kapasitasnya hanya untuk pesawat ringan seperti CN-235, F-27, Casa-212 b. Mempunyai landasan pacu (runway) sempit dan pendek, kadangkadang landasan pacu tersebut hanya berupa lapangan rumput. c. Mempunyai terminal kecil atau tidak ada terminal d. Terdapat beberapa bangunan untuk pelayanan 3. Sebagai tambahan, sekarang ini bandar udara perintis tidak lagi dikenal di Dirjen Perhubungan Udara karena pengklasifikasiannya telah direvisi menjadi Bandar Udara Utama, Kelas I, II, III, IV, V dan Bandar Udara Satuan Kerja (Satker). 4.2.2. Bagian-Bagian Utama Bandar Udara: 1. Tanah areal bandar udara 2. Runway (Landasan Pacu)

13

Jalan khusus untuk pesawat yang digunakan untuk berangkat (take off) dan mendarat (landing). 3. Taxiway Jalan khusus untuk pesawat (jalan penghubung) antara runway (landasan pacu) dan appron (landasan parkir). 4. Appron (Landasan Parkir) Daerah antara runway (landasan pacu) dengan bangunan terminal atau hangar yang digunakan untuk parkir pesawat, sebagai tempat untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, barang atau untuk perbaikan pesawat. 5. Turning Area Daerah akhir dari runway yang digunakan untuk perputaran pesawat. Konstruksi yang digunakan sama dengan konstruksi untuk runway. 6. Paved Shoulders (Bahu Jalan) Perkerasan di sebelah runway dan taxiway yang berfungsi sebagai jalur dalam keadaan darurat. 7. Glide Slope Beberapa pondasi dengan lampu-lampu yang dibangun di sebelah runway yang berfungsi sebagai penunjuk pada saat pesawat akan landing. 8. Midle Marker Ruang teknik dengan radar yang dibangun di depan runway yang berfungsi sebagai penunjuk pada saat pesawat menuju runway. 9. Terminal Bangunan utama dengan fasilitas lengkap untuk melayani arus penumpang dan bagasi. Di dalam terminal terdapat ruanganruangan untuk : - Tempat untuk kedatangan atau keberangkatan penumpang; - Tempat untuk pengecekan keberangkatan; - Pemeriksaan barang-barang bawaan; - Ruang tunggu untuk penumpang yang akan berangkat; - Kantor-kantor perusahaan penerbangan; - Kantor Bea dan Cukai; - Pertokoan. 10. Bangunan-bangunan pendukung lain yang berada baik di dalam maupun diluar areal bandar udara yang sifatnya mendukung pelaksanaan lalu lintas pesawat udara yang akan mendarat dan tinggal landas pada sebuah bandar udara. 11. Fasilitas-fasilitas bandar udara sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun 2005 yaitu: A. Kelompok Peralatan Komunikasi Penerbangan: Fasilitas Komunikasi Penerbangan dapat dikelompokkan atas 2 (dua) kelompok, yaitu :

14

1.

Peralatan Komunikasi Antar Stasiun Penerbangan (Aeronautical Fixed Services/AFS). Komunikasi Antar Stasiun Penerbangan, yaitu hubungan/ komunikasi antara tempat-tempat yang tetap dan tertentu (point-topoint). Peralatan-peralatan yang digunakan adalah : a. Automatic Message Switching Centre (AMSC) Sarana komunikasi teleprinter antar unit-unit ATS (point to point) dengan memakai sistem transmisi satelit (VSAT), dimana berfungsi sebagai pengontrol berita. Teleprinter Machine Peralatan komunikasi yang digunakan untuk mengirim dan menerima berita-berita penerbangan dalam bentuk berita tertulis, dimana peralatan ini terhubung dengan suatu jaringan yang mencakup seluruh dunia yang ditetapkan berdasarkan ketentuan ICAO (Aeronautical Fixed Telecommunication Network/AFTN). HF SSB Transceiver Peralatan komunikasi yang digunakan untuk melakukan pertukaran berita penerbangan melalui suara (untuk koordinasi antar unit-unit ATS/Air Traffic Services), dalam bentuk Single Side Band. Very Small Aperture Terminal (VSAT). Fasilitas transmisi dimana pemancar dan penerimanya pada frekuensi yang berbeda sehingga komunikasi dapat berlangsung secara full duplex dengan menggunakan media satelit. Radio Link Suatu pemancar dan penerima dengan frekuensi yang berbeda sehingga komunikasi dapat berlangsung secara full duplex. Dalam system Transmisi dengan Radio Link, data awal dirubah oleh suatu interface/modem kemudian dimodulasikan ke pemancar dan oleh penerima diproses sebaliknya. Direct Speech Peralatan komunikasi yang digunakan untuk melakukan pertukaran berita secara langsung khusus untuk koordinasi antar unitunit Air Traffic Services (ATS). ATS Message Handling System (AMHS) Sistem di dalam ATN yang digunakan untuk menggantikan AFTN (suatu struktur jaringan hubungan komunikasi seluruh dunia yang ditetapkan berdasarkan ketentuan ICAO (Annex 10, Volume II), dimana berita secara tertulis (printed) disimpan dan disalurkan dengan menggunakan prosedur yang berorientasi

b.

c.

d.

e.

f.

g.

15

pada karakter) penerbangan. h.

dalam

melakukan

pertukaran

berita-berita

ATN System (Ground Ground) Jaringan global yang menyediakan komunikasi digital untuk sistem automasi yang mencakup Air Traffic Service Communication (ATSC), Aeronautical Operational Control (AOC), Aeronautical Administrative Communication (AAC) dan Aeronautical Passenger Communication (APC). HF Data Link Untuk komunikasi darat - udara, digunakan di daerah oceanic dan ruang udara dengan lalu lintas sedikit. Kombinasi penggunaan HF Data Link dengan AMSC akan meningkatkan availabilitas (karena dual redundant).

i.

2. Peralatan Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan (Aeronautical Mobile Services/AMS). Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan, yaitu hubungan/komunikasi timbal balik antara pesawat udara dengan unit unit ATS di darat. Peralatanperalatan yang digunakan adalah : a. High Frequency Air/Ground Communication (HF A/G) Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan unit unit ATS (FSS, FIC) dalam bentuk suara yang bekerja pada frekuensi HF. Ditujukan untuk melayani suatu daerah tertentu yang dibagi atas 2 (dua) wilayah, yaitu: 1) RDARA (Regional and Domestic Air Route Area), untuk pelayanan penerbangan domestik, dengan menggunakan pemancar sebesar 1 KW atau lebih kecil. 2) MWARA (Major World Air Route Area), untuk pelayanan penerbangan International, dengan menggunakan pemancar sebesar 3 5 KW. b. VHF A/G (AFIS, ADC, APP) Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan pemandu lalu lintas udara (unit ATS) dalam bentuk suara yang bekerja pada frekuensi VHF. c. VHF - ER (ACC) Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan ACC yang mempunyai wilayah tanggung jawab yang sangat luas, maka dibeberapa tempat dipasang peralatan VHF- Extended Range (VHF-ER). Pemancar penerima serta tiang antenna VHF yang sangat tinggi

16

ditempatkan di daerah pegunungan atau di daerah dataran tinggi. Selanjutnya dibangun stasiun radio untuk penempatan peralatan dimaksud, sehingga dapat menjangkau daerah yang sangat luas sesuai kebutuhan. d. ATIS Fasilitas di bandara bandara yang broadcast (secara terus menerus menyiarkan) informasi informasi penting seperti cuaca, R/W in use & terminal area. Rekaman informasi yang dibroadcast secara terus menerus (30 menit sekali di upgrade) ini membantu untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban kerja ATC dengan repetitive transmisi untuk informasi penting secara rutin. e. Voice Switching and Control System (VSCS) Mengorganisir semua komunikasi yang berhubungan dengan tugas ATC menggunakan tombol simulasi pada layar sentuh. f. Recorder Perangkat perekam yang dihubungkan dengan seluruh perangkat komunikasi yang ada, sehingga proses pengendalian penerbangan yang dilaksanakan oleh petugas pengontrol penerbangan selalu ada bukti jika suatu saat diperlukan. g. VHF Data Link Atau disebut VDL, menggunakan protokol Bit Oriented dan memakai model referensi OSI (Open Systems Interconnection), dirancang sebagai subnetwork dari ATN untuk komunikasi digital aeronautika guna kebutuhan Air Traffic Service/ATS dan Airline Operation Centre/AOC. h. Mode S Format Mode S tersedia 24 bit untuk menyatakan alamat dari pemakai. Berarti dengan kombinasi 24 bit tersebut dapat melayani 16.777.216 pemakai. Sehingga diharapkan dapat memberikan system surveillance untuk terminal area dan ruang udara kontinental yang sangat padat. i. ATN System Adalah jaringan global yang menyediakan komunikasi digital untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi yang bertambah dari pelayanan komunikasi air traffic, kontrol operasi penerbangan dan komunikasi adminitrasi penerbangan.

17

B. Fasilitas Navigasi dan Pengamatan, adalah salah satu prasarana penunjang operasi bandara, dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu: 1. Pengamatan Penerbangan 2. Rambu Udara Radio 1. Peralatan Pengamatan Penerbangan Peralatan pengamatan penerbangan terdiri dari : a. Primary Surveillance Radar (PSR) PSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi dan data target yang ada di sekelilingnya secara pasif, dimana pesawat tidak ikut aktif jika terkena pancaran sinyal RF radar primer. Pancaran tersebut dipantulkan oleh badan pesawat dan dapat diterima di sistem penerima radar. b. Secondary Surveillance Radar (SSR) SSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi dan data target yang ada di sekelilingnya secara aktif, dimana pesawat ikut aktif jika menerima pancaran sinyal RF radar sekunder. Pancaran radar ini berupa pulsa-pulsa mode, pesawat yang dipasangi transponder, akan menerima pulsa-pulsa tersebut dan akan menjawab berupa pulsa-pulsa code ke sistem penerima radar. c. Air Traffic Control Automation (ATC Automation) terdiri dari RDPS, FDPS, ADS-B Processing dan ADS-C Processing. d. Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) dan Automatic Dependent Surveillance Contract (ADS-C) merupakan teknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi posisi oleh pesawat sebagai dasar pengamatan. e. Airport Survace Movement Ground Control System (ASMGCS) f. Multilateration g. Global Navigation Satellite System 2. Peralatan Rambu Udara Radio Peralatan Rambu Udara Radio, yaitu Peralatan navigasi udara yang berfungsi memberikan signal informasi berupa Bearing (arah) dan jarak pesawat terhadap Ground Station peralatan dan memberikan informasi berupa IDENT.

18

a. Non Directional Beacon (NDB) Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi rendah (low frequency) dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau diluar lingkungan Bandar udara sesuai fungsi. b. VHF Omnidirectional Range (VOR) Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi radio dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau di luar lingkungan Bandar udar sesuai fungsinya. c. Distance Measuring Equipment (DME) Alat Bantu navigasi penerbangan yang berfungsi untuk memberikan panduan/informasi jarak bagi pesawat udara dengan stasiun DME yang dituju (Stant range distance). Penempatan DME pada umumnya berpasangan (collocated) dengan VOR atau Glide Path ILS yang ditempatkan di dalam atau diluar lingkungan bandara tergantung fungsinya. C. Fasilitas Bantu Pendaratan, adalah salah satu prasarana penunjang operasi bandara, dan dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu : 1. Alat Bantu Pendaratan Instrumen/ILS (Instrument Landing System) 2. Alat Bantu Pendaratan Visual/AFL (Airfield Lighting System) 1. Alat Bantu Pendaratan Instrument terdiri dari : 1) Instrument instrumen penerbang pendaratan Landing Syatem/ILS adalah alat bantu pendaratan (non visual) yang digunakan untuk membantu dalam melakukan prosedur pendekatan dan pesawat di suatu bandara.

Peralatan ILS terdiri atas 3 (tiga) subsistem : a. Localizer, yaitu pemancar yang memberikan sinyal pemandu azimuth, mengenai kelurusan pesawat terhadap garis tengah landasan pacu, beroperasi pada daerah frekuensi 108 MHz hingga 111,975 MHz b. Glide Slope, yaitu pemancar yang memberikan sinyal pemandu sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6 MHz hingga 335,4 MHz. c. Marker Beacon, yaitu pemancar yang menginformasikan sisa jarak pesawat terhadap titik pendaratan. dioperasikan pada frekuensi 75 Hz.

19

Marker Beacon terdiri dari 3 buah, yaitu : Outer Marker (OM) terletak 3,5 - 6 nautical miles dari landasan pacu. Outer Marker dimodulasikan dengan sinyal 400 Hz. Middle Marker (MM) terletak 1050 - 150 meter dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan frekuensi 1300 Hz. Inner Marker (IM) terletak 75 450 meter dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan sinyal 3000 Hz. Di Indonesia tidak di pasang IM mengingat ILS dioperasikan dengan kategori I. 2) Runway Visual Range (RVR) adalah suatu sistem/alat yang digunakan untuk memperoleh informasi meteorologi (cuaca) yaitu jarak tembus pandang (visibility) di sekitar runway 2. Airfield Lighting System (AFL) adalah alat bantu pendaratan visual yang berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama tinggal landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien dan aman. Airfield Lighting System (AFL) meliputi peralatan-peralatan sebagai berikut : a. Runway edge light, yaitu rambu penerangan landasan pacu, terdiri dari lampu-lampu yang dipasang pada jarak tertentu di tepi kiri dan kanan landasan pacu untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang disiang hari pada cuaca buruk, atau pada malam hari. b. Threshold light, yaitu rambu penerangan yang berfungsi sebagai penunjuk ambang batas landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu dengan jarak tertentu memancarkan cahaya hijau jika dilihat oleh penerbang pada arah pendaratan. c. Runway end light, yaitu rambu penerangan sebagai alat bantu untuk menunjukan batas akhir/ujung landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu dengan memancarkan cahaya merah apabila dilihat oleh penerbang yang akan tinggal landas. d. Taxiway light, yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampulampu memancarkan cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri dan kanan taxiway pada jarak-jarak tertentu dan berfungsi memandu penerbang untuk mengemudikan pesawat terbangnya dari landasan pacu ke dan atau dari tempat parkir pesawat. e. Flood light, yaitu rambu penerangan untuk menerangi tempat parkir pesawat terbang diwaktu siang hari pada cuaca buruk atau malam hari pada saat ada pesawat terbang yang menginap atau parkir. f. Approach light, yaitu rambu penerangan untuk pendekatan yang dipasang pada perpanjangan landasan pacu berfungsi sebagai

20

petunjuk kepada penerbang tentang posisi, arah pendaratan dan jarak terhadap ambang landasan pada saat pendaratan. g. PAPI (Precision Approach Path Indicator) dan VASIS (Visual Approach Slope Indicator System), yaitu rambu penerangan yang memancarkan cahaya untuk memberi informasi kepada penerbangan mengenai sudut luncur yang benar, dan memandu penerbang melakukan pendekatan menuju titik pendaratan pada daerah touch down. h. Rotating Beacon, yaitu rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara, terdiri dari 2 (dua) sumber cahaya bertolak belakang yang dipasang pada as yang dapat berputar, sehingga dapat memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan putih pada umumnya Rotating Beacon dipasang diatas tower. i. Turning area light, yaitu rambu penerangan untuk memberi tanda bahwa didaerah ini terdapat tempat pemutaran pesawat terbang. j. Apron Light, yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampulampu yang memancarkan cahaya merah yang dipasang di tepi Apron untuk memberi tanda batas pinggir Apron. k. Sequence Flashing Light (SQFL), yaitu lampu penerangan berkedip berurutan pada arah pendekatan. SQFL dipasang pada Bar 1 s/d Bar 21 Approach Light System. l. Traffic Light, yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk pengaturan kendaraan umum yang dikhawatrikan akan dapat menyebabkan gangguan terhadap pesawat terbang yang sedang mendarat. m. Obstruction Light, yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk menunjukan ketinggian suatu bangunan yang dapat menyebabkan gangguan/rintangan pada penerbangan. n. Wind Cone, yaitu rambu penerangan menunjukan arah angin bagi pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang. D. Fasilitas Bantu Pengamanan dan Pelayanan Bandar Udara, adalah salah satu prasarana penujang operasi bandara, dan dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu : 1. Peralatan Pengamanan Bandara, adalah fasilitas yang digunakan untuk pengamanan baik yang berfungsi sebagai alat bantu personil pengamanan bandara dalam melaksanakan pemeriksaan calon penumpang pesawat udara termasuk barang bawaannya (cabin, bagasi dan cargo) dengan cepat tanpa membuka kemasannya. Pemeriksaan secara phisik dengan membuka kemasan hanya akan dilakukan terhadap barang bawaan yang diindikasi berisi benda yang membahayakan dalam penerbangan maupun peningkatkan keamanan kawasan bandar udara.

21

Beberapa peralatan yang termasuk Peralatan Pengamanan Bandara, adalah : a. Peralatan X-Ray Peralatan detector yang digunakan untuk mendeteksi secara visual semua barang bawaan calon penumpang pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan dengan cepat tanpa membuka kemasan barang tersebut. Peralatan X-Ray dapat diklasifikasikan menurut fungsi dan kapasitasnya yaitu : X-Ray Cabin; X-Ray Bagage; X-Ray Cargo.b.

Peralatan Walktrough Metal Detctor. Peralatan detector berupa pintu yang digunakan untuk mendeteksi semua barang bawaan yang berada dalam pakaian/badan calon penumpang pesawat udara yang terbuat dari metal dan dapat membahayakan keselamatan penerbangan, seperti senjata api, senjata tajam dan benda lain yang sejenis. CCTV Peralatan kamera yang digunakan untuk memantau situasi dan kondisi secara visual pada semua ruang/wilayah di lingkungan terminal bandara dalam rangka pengamanan. Explosive Detection System Peralatan detector yang digunakan untuk mendeteksi bahan peledak atau barang berbahaya lain yang mudah meledak dan dapat membahayakan keselamatan penerbangan, seperti bom dan bahan lain yang sejenis pada semua barang bawaan calon penumpang pesawat udara. Hand Held Metal Detector Peralatan detector tangan yang digunakan untuk mendeteksi posisi/letak semua barang bawaan yang terdapat pada pakaian/badan calon penumpang pesawat udara yang terbuat dari bahan metal dan dapat membahayakan keselamatan penerbangan, seperti senjata api, senjata tajam dan benda lain yang sejenis.

c.

d.

e.

2. Peralatan Pelayanan Bandara, adalah fasilitas yang berfungsi memberikan pelayanan operasi dan keselamatan operasi terkait pelayanan umum. Pelayanan umum yang diberikan mulai dari informasi berupa audio maupun video kepada pengguna yang ada di bandar udara ataupun petugas yang terkait langsung dalam kegiatan kegiatan operasional kantor bandar udara. 22

Beberapa peralatan yang termasuk Peralatan Pelayanan Bandara, adalah : i. PABX (Public Address Branch X-Change) Yang dimaksud dengan peralatan Public Address Branch Extension (PABX) adalah perangkat peralatan telepon yang terdiri dari Central unit atau Main Unit, Pesawat cabang, Kabelkabel penghubung dan Terminal Box. Central unit adalah perangkat peralatan utama pengontrol semua sistem operasi PABX yang berfungsi untuk menghubungkan antar pesawat cabang dan dengan telephone line PT. TELKOM serta mengatur, membatasi dan memantau pemakaian masing-masing pesawat cabang dengan telephone line. Pesawat cabang adalah pesawat telepon yang dapat berhubungan antara satu pesawat dengan pesawat-pesawat lain maupun berhubungan melalui telephone line dalam satu jaringan Central Unit. FIDS (Flight Information Display System) Peralatan Flight Information Display System (FIDS) merupakan integrasi produk teknologi informasi system sebagai perangkat software dan perangkat hardware yang dapat menyajikan informasi tentang aktivitas angkutan udara, seperti pemberitahuan jadwal keberangkatan, kedatangan pesawat, keterlambatan dan pembatalan penerbangan dan lain-lain. IGCS (Integrated Ground Communication System) Sistem komunikasi darat ke darat terpadu yang menggunakan system trunking sebagai alat bantu komunikasi yang digunakan oleh seluruh satuan kerja yang beroperasi di bandara. HT (Handy Talky) Yang dimaksud dengan peralatan Handy Talky (HT) Transceiver adalah peralatan UHF-FM Transceiver (Transmitter dan Receiver) dengan system multi channel dan digunakan sebagai sarana komunikasi point to point (darat ke darat) dalam bentuk portable. Public address system ( PAS) Peralatan Public Address System (PAS) bandara adalah salah satu peralatan system audio yang fungsinya untuk menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan semua kegiatan di terminal bandar udara. Informasi ini dapat berupa kegiatan angkutan udara seperti pemberitahuan jadwal

ii.

iii.

iv.

v.

23

keberangkatan, kedatangan pesawat, keterlambatan termasuk pembatalan penerbangan dan sebagai pelengkap hiburan audio. E. Fasilitas Listrik Bandara, adalah salah satu prasarana penujang operasi bandara, dan dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu : 1. Pembangkit dan Jaringan Listrik Bandar Udara 2. Elektromekanikal dan Instalasi Listrik Bandar Udara1.

Peralatan Pembangkit dan Jaringan Listrik Bandar Udara Pembangkit dan Jaringan Listrik Bandar Udara , yaitu Penyedia tenaga listrik yang diperlukan bandar udara. Peralatan-peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Sistem listrik Bandar Udara Sistem tenaga listrik di bandar udara pada umumnya terdiri dari empat unsur yaitu pembangkit, transmisi, distribusi dan pemakai tenaga listrik. Transmisi digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari pembangkit ke pusat-pusat beban sedangkan distribusi digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat beban ke masing-masing pemakai tenaga listrik. 2) Genset dan sistem kontrol Generator Set (Genset) adalah Suatu pembangkit listrik tenaga diesel yang digunakan di Bandar Udara sebagai catu daya cadangan bila terjadi pemadaman aliran listrik PLN sedangkan sistem kontrol yang digunakan adalah ACOS (Automatic Changeover Switch) , suatu alat untuk menghidupkan genset dan pengambil-alihan beban secara otomatis dari PLN ke Genset saat terjadi aliran listrik PLN padam atau sebaliknya saat PLN hidup (ON) kembali dan pengambilan-alihan beban dari genset ke PLN dan kemudian genset mati secara otomatis. 3) Uninterruptable Power Supply (UPS) Sistem catu daya listrik yang dapat memberikan tenaga listrik secara independen dalam jangka waktu tertentu tanpa harus adanya sumber catu daya primer atau sekunder atau sumber catu daya tersebut sedang dalam gangguan.

24

4) Solar Cell Solar Cell adalah suatu pembangkit listrik tenaga surya digunakan pada daerah-daerah tertentu yang tidak ada jaringn PLN untuk mensuplai beban peralatan navigasi/komunikasi penerbangan. 5) Penangkal petir Suatu alat yang memberikan pengamanan peralatan terhadap sambaran petir langsung ataupun tak langsung yang terjadi pada daerah dimana peralatan tersebut berada/terpasang serta melindungi peralatan tersebut dari dampak kerusakan yang ditimbulkan sehingga terjaminnya kontinuitas pelayanan operasional yang ada dibandara.2.

Peralatan Elektromekanikal dan Instalasi Listrik Bandar Udara Peralatan Elektromekanikal dan Instalasi Listrik Bandar Udara , yaitu Penyedia Elektromekanikal dan Instalasi yang dibutuhkan bandar udara. Peralatan-peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Instalasi penerangan gedung, parkir dan jalan Lampu yang dipasang pada gedung, areal parkir kendaraan pengunjung, jalan akses dan tempat-tempat lain yang memerlukan penerangan yang berada di areal bandara. 2) Air Conditioning Suatu sistem yang menjalankan suatu proses mengkondisikan udara ruangan sehingga mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan yang dipersyaratkan terhadap kondisi udara dari suatu ruangan tertentu. 3) Traction equipments Peralatan yang berfungsi memberikan kelancaran dan kenyamanan para pengguna jasa di terminal bandar udara dan gedung operasi keselamatan penerbangan. Peralatan tersebut meliputi garbarata, escalator, elevator, conveyor dll.

25

4) Apron Flood Light Lampu yang dipasang di sekitar apron dengan syarat-syarat tertentu untuk menerangi wilayah apron apabila apron memerlukan penerangan. 5) Sirene warning system Peralatan ini merupakan sirene yang dibunyikan oleh petugas ATC dari tower yang berfungsi memberikan peringatan kepada petugas bandara yang bekerja di lapangan bahwa akan ada pesawat yang akan mendarat atau melakukan tinggal landas. 6) Wind directional indicator light Lampu yang menunjukkan letak wind sock pada area dekat runway. 7) Landing direction indicator Lampu penunjuk arah pendaratan berbentuk huruf T yang dapat dikontrol arahnya dengan menggunakan motor. Hal penting yang harus diperhatikan oleh penilai sewaktu menilai Bandar Udara sehubungan dengan peralatan dan fasilitas di atas adalah inventarisasi objek-objek penilaian tersebut dan harus dipastikan bahwa objek-objek itu adalah Barang Milik Negara (BMN). Tidak semua peralatan dan fasilitas yang ada di atas, harus dimiliki oleh sebuah bandara akan tetapi tergantung dari jenis, tipe dan kapasitas bandar udara tersebut. Semakin besar suatu bandar udara maka peralatan yang dimiliki semakin banyak dan lengkap.

26

E. RUANG LINGKUP PENILAIAN Bandar udara merupakan area yang sangat luas, mencakup tanah dan pengembangan infrastruktur maupun fasilitas sarananya dalam suatu kesatuan penggunaan yang beragam. Pola kepemilikan dan pengelolaan bandar udara akan mempengaruhi dalam penilaian properti bandar udara. Apakah bandar udara dikuasai dan dikelola oleh pemerintah (baik sipil atau militer), tanah tetap dikuasai pemerintah dan pengelolaanya dilakukan otoritas lain (oleh BUMN atau disewakan kepada swasta) atau kerjasama operasi antara pemerintah dan swasta. Dalam hal ini penilai harus dapat dengan jelas mengidentifikasi dan memahami kondisi batasan kepemilikan bandar udara. Penilai harus dapat menetapkan properti (aset) mana yang dapat dan ikut dinilai sebagai obyek penilaian dan aset mana yang tidak ikut dinilai. Oleh karena itu perlu dipelajari dengan jelas pencatatan kepemilikan aset dari pengelola bandar udara. Lingkup dan obyek penilaian akan sangat ditentukan dari tata cara pencatatan kepemilikannya, hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kondisi Status Lahan Bandar Udara 1. Harus jelas kepemilikan lahan, apakah milik pemerintah pusat (departemen teknis), pemerintah daerah, militer, aset yang dipisahkan untuk diberikan kepada badan usaha tertentu atau milik swasta. 2. Status pengelolaan tanah, apakah penyertaan dari pemerintah, sewa jangka panjang, tetap milik pemerintah dengan kompensasi pembayaran tertentu. 3. Pada posisi apa pencatatan aset selama ini, apakah dicatat sebagai aset milik, aset sewa atau sama sekali tidak tercatat karena merupakan aset pemerintah b. Pengembangan Infrastruktur dan Sarana Bandara Pengembangan infrastruktur meliputi airside, sarana ground side dan ground handling, apakah dikembangkan oleh pemerintah atau pengelola bandar udara. c. Land Use (Peruntukan Lahan) Bandara 1. Kondisi lain yang harus diketahui oleh penilai sebelum menetapkan obyek penilaian (aset yang dinilai), adalah harus mengetahui dengan pasti land use (peruntukan lahan) bandar udara yang akan dinilai. 2. Dari penjabaran suatu system Bandar udara dapat diketahui peruntukan suatu lahan Bandar udara yaitu sebagai berikut : 1) Wilayah Airside (Sisi Udara) Wilayah udara mencakup penggunaaan lahan untuk : Arrival/Departure Airspace, yaitu ruang kedatangan/ keberangatan pesawat terbang, pada umumnya merupakan lahan berupa tanah kosong yang ditanami rumput atau pertanian

27

Runway Componen, komponen runway terdiri dari : runway pavement, shoulder, runway blast pad, runwai safety area, extended saefty area Taxiway componen, terdiri dari taxiway, exit taxiway, taxilane dan appron (holding appron dan holding bays) 2) Wilayah Ground Side (Sisi Darat) Wilayah darat adalah semua bagian bandar udara, kecuali daerah landing area (airside). Biasanya disebut sebagai terminal area, yaitu merupakan suatu area utama yang mempunyai interface antara lapangan udara (airfield) dan aktivitas bandar udara lain. Dengan demikian mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan penumpang, penanganan barang-barang kiriman (cargo handling, perawatan dan administrasi bandar udara). Sistem Pelayanan Penumpang (Passenger Handling System) adalah suatu system yang merupakan penghubung utama antara jalan masuk ke Bandar udara dengan pesawat terbang (mulai dari jalan masuk sampai ke dalam pesawat). Disamping itu termasuk dalam ground side adalah aktivitas vehicular circulation parking mencakup seluruh jaringan jalan di lingkungan bandar udara maupun akses ke jalan raya dan area parking untuk pengunjung baik untuk mobil pribadi, taksi atau angkutan umum (public transportation) termasuk transportasi darat berupa kereta api. Secara garis besar yang menjadi ruang lingkup penilaian Bandar Udara adalah: A. Tanah, terdiri dari : 1. Tanah untuk bangunan terminal, bangunan kantor, bangunan utilitas seperti : pos polisi (keamanan), pemadam kebakaran, depo bahan bakar, bengkel (maintenance) dan bangunan teknis pendukung bandar udara lainnya; 2. Tanah untuk area landas pacu beserta bagian-bagiannya seperti Landing area (runway component) termasuk untuk arrival/departur airspace, safety area, taxiway dan appron; 3. Tanah untuk area parkir dan jaringan transportasi darat (mobil, bus, truk dan kereta); 4. Tanah untuk area cadangan. B. Bangunan, terdiri dari : Yang dimaksud dengan bangunan adalah : semua pengembangan atas tanah yang membutuhkan input bahan baku/material, upah tenaga kerja dan peralatan beserta semua biaya-biaya tidak langsung (tenaga ahli teknik, desainer, arsitek, pajak, asuransi dsb.) Berdasarkan Jenisnya bangunan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Bangunan utama : terminal penumpang dan barang, bangunan gudang dan kantor, bangunan air traffic control;

28

2. Bangunan utilitas : bangunan pemadam kebakaran, pos keamanan, fasilitas peribadatan, bangunan teknis bandar udara. Kategori bangunan bandara Berdasarkan peruntukkannya, dapat dikelompokkan atas : 1. Bangunan Komersial Yaitu bangunan yang ditujukan untuk kegiatan yang menghasilkan pendapatan/income, antara lain : 1) Bangunan Terminal; 2) Pertokoan (airport shop) 3) Perkantoran, biasanya dimanfaatkan sebagai kantor pengelola bandara, kantor maskapai, kantor kepabeanan, dsb. 2. Bangunan Teknis Yaitu bangunan yang diperuntukkan untuk mendukung kegiatan operasional Bandara, antara lain : 1) Menara Kontrol (Tower Control); 2) Hanggar; 3) Fire Station; 4) Bangunan Radar (Radar Tower); 5) Bangunan Meteo (Meteo Tower); 6) Bangunan Cargo 7) Ruang Genset/pompa 8) Tangki Minyak 9) Bengkel 10) Water Treatment 11) Kantor Operasional 3. Bangunan Khusus Yaitu bangunan-bangunan yang memiliki desain, konstruksi dan peruntukkan khusus, diluar yang disebut di atas, antara lain : 1) Area Landasan beserta bagian-bagiannya 2) Taxiway; 3) Turning Area, yaitu daerah akhir dari runway guna pendaratan pesawat, konstruksinya sama dengan runway. 4) Apron, yaitu landasan antara runway dan terminal dan hangar. Sebagai parker, tempat menaikkan dan menurunkan penumpang serta barang (cargo) 5) Helipad; 6) Pave Shoulder; 7) Over Run, 8) Inspection Road 4. Fasilitas Bangunan 1) Parkir; 2) Pencahayaan (Lighting); 3) Pagar; 4) Taman; 5) Lift; 29

6) Eskalator; 7) Peralatan Navigasi; 8) Radar, dll. C. Area Landasan 1. Runway 2. Over run 3. turning area 4. Runway paved shoulder 5. Run way shoulder 6. Runway strip 7. Taxi way 8. Taxi way paved shoulder 9. Apron pavement 10. Marking 11. Resa 12. Clear Way D. Fasilitas Dan Peralatan Bandar Udara Fasilitas dan perlengkapan yang harus ada pada sebuah bandara udara sebagaimana diatur dengan antara lain KM. No. 43 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. E. Jaringan, Drainase dan Jalan Jaringan terdiri atas jaringan air, jaringan listrik, jaringan gas, jaringan BBM, Drainase, dan Jalan. F. Kendaraan Untuk kendaraan yang biasanya menjadi fasilitas suatu Bandar udara antara lain Bus Bandara, Kendaraan Cargo dan Bagasi, Kendaraan Inspeksi, Ambulance, dan Mobil Pemadam Kebakaran.

30

BAB II PENILAIAN BANDAR UDARA A. PERSIAPAN PENILAIAN BANDAR UDARA Sebelum melakukan penilaian atas suatu bandar udara, penilai melakukan beberapa persiapan-persiapan awal termasuk dokumen-dokumen yang awal yang dibutuhkan antara lain: 1. Surat permohonan penilaian dari pengguna jasa 2. Alamat / posisi dan letak bandar udara; 3. Daftar inventaris bandar udara; 4. Surat-surat perijinan untuk mengakses bandar udara; 5. Contact Person yang dapat dihubungi di bandar udara; 6. Surat tugas; 7. Airport Layout Plan (ALP) sebagai bahan utama dalam menentukan area suatu bandar udara. 8. Perlengkapan pembantu penilai yaitu: kamera (still camera), alat pengukur jarak/meter, GPS (global positioning system), alat tulis menulis, dan alat perekam data lainnya; 9. Kelengkapan Kostum dan peralatan pengaman/pendukung lainnya seperti helm pengaman, rompi, selalu mengenakan lengan panjang, safety boots, Beberapa Perlengkapan Standar keamanan yang sebaiknya penilai persiapkan sebelum melakukan penilaian bandar udara: 1) Pelindung Kepala (Head Protection) Helm Pengaman (Hard Hats) Pelindung Mata (Eye Protection) Kacamata Pelindung (Safety Glasses) Pelindung Mata (Goggles) Pelindung Muka dan Mata (Face and Eye Protection) Kaca Pelindung Muka (Welding Shields / Helmets) Kaca Pelindung Gas (Gas Welding Shield) Pelindung Serpihan (Arc Welding Shield) Helm (Helmets) Pelindung Muka (Face Shields) Pelindung Pendengaran (Hearing Protection) Penutup Telinga (Ear Plugs) Pelindung Telinga (Ear Muffs) Pelindung Pernapasan (Respiratory Protection) Pendeteksi Gas (Gas Detectors) Alat Bantu Pernapasan (Respirators) Pelindung Tangan (Hand Protection) Sarung Tangan (Gloves) Tahan Panas (Heat Resistant)

2)

3) 4) 5)

31

6)

7)

8)

9)

Sarung Tangan untuk Cairan Kimia (Chemical Resistant and Coated Gloves) Pelindung Jari (Finger Guards) Kream pelindung kulit (Skin Creams) Penghangat Tangan (Hand Warmers) Pelindung Badan (Body Protection) Pakaian Anti Air (Waterproof Clothing) Pakaian Anti Bahan Kimia Beracun (Chemical Clothing) Pakaian Berwarna Terang (Hi-Visibility Clothing) Pelindung Tulang Belakang (Back Supports) Pelindung Kaki (Foot Protection) Sepatu Kulit (Leather Boots) Sepatu dengan pelindung baja (Metal Foot Guards) Penghangat Jari Kaki (Toe Warmers) Pengaman Jatuh (Fall Protection Products) Harnes (Harnesses) Pengaman Penyerap Tekanan (Energy Absorbers) Tali Pengaman (Safety Lines) P3K (First Aid Products) Peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.

32

B. PELAKSANAAN PENILAIAN Proses penilaian properti khusus meliputi: 1 Identifikasi permohonan penilaian (jika didahului atas permohonan) yang dilaksanakan dengan melakukan analisis atas permohonan. Identifikasi dimaksud antara lain: 1) identifikasi aspek fisik, aspek hukum dan aspek ekonomi atas objek yang dinilai; 2) basis nilai yang digunakan; 3) tanggal penilaian; 4) uraian ruang lingkup penilaian; dan 5) kondisi yang membatasi lainnya. 2 Menentukan tujuan penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkan permohonan pengguna jasa. 3 Pengumpulan data awal yaitu mengumpulkan data dan informasi objek penilaian berupa antara lain: 1) Data tentang komponen-komponan bandara: tanah, bangunan dan fasilitas-fasilitas pendukung beserta dokumen-dokumen kepemilikannya; 2) Data teknis bandar udara; 3) Harga satuan bangunan khusus termasuk landasan pacu dan fasilitas lainnya; 4) Semua data ini dikumpulkan sebelum melakukan survey ke bandar udara, sehingga pada saat survey nanti penilai tinggal mencocokkan data awal dengan kenyataan di lapangan; 4 Pembagian tugas survei dan perhitungan penilaian. Mengingat aset di bandar udara sangat beragam dan berkait satu sama lain, akan lebih memudahkan penilai apabila dalam pelaksanaan penilaian dilakukan pembagian tugas sejak survei lapangan. Pembagian sub tim ini hendaknya mengikuti pembagian yang ada di Departemen Perhubungan/UPT bandar udara yang akan dinilai. Untuk lebih rincinya, Tim Penilai dibagi menjadi 4 sub tim yaitu: - Sub tim yang menangani tanah dan bangunan; - Sub tim yang menangani area landasan dan bagian-bagiannya; - Sub tim yang menangani peralatan mekanikal dan elektronik; - Sub tim yang menangani jaringan dan instalasi. 5 Survey lapangan: 1) Survei lapangan untuk meneliti kebenaran data awal dan melengkapi data lain yang dianggap perlu. 2) Dalam hal penilai internal tidak dapat melakukan survey lapangan, harus dinyatakan secara tegas dalam Berita Acara Survey Lapangan.

33

6 Data terdiri atas data umum dan data khusus. Analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah keilmuan yang terkait. Analisis data meliputi: 1) analisis pasar; 2) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas objek penilaian 7 Analisis data antara lain meliputi: 1) analisis pendahuluan; 2) perencanaan kerja; 3) pengumpulan data; 4) analisis data; 5) analisis pasar ; 6) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas objek penilaian. 8 Menentukan pendekatan penilaian yaitu pendekatan: 1) Pendekatan data pasar; 2) Pendekatan pendapatan; 3) Pendekatan biaya; dan/atau 4) Gabungan dari ketiga pendekatan di atas. dengan menggunakan

9 Hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh penilai dalam melakukan penilaian: 1) Penentuan daerah-daerah yang akan disurvey lengkap dengan jadwalnya masing-masing. Hal ini perlu diperhatikan karena tidak semua area di bandara dapat diakses begitu saja, akan tetapi membutuhkan perijinan khusus yang juga harus disesuaikan dengan waktu survey yang diperbolehkan oleh pihak pengelola. 2) Jika dianggap perlu, penilai dapat meminta pendamping yang menguasai pengetahuan teknis tentang bandar uara yang dinilai; 3) Pendapat ahli dibidang tertentu yang penilai tidak miliki dalam melakukan penilaian seperti, pendapat ahli dalam menentukan ketebalan dan umur landasan pacu, atau umur mesin-mesin pendukung bandara, dsb. Dalam Standar Penilaian Indonesia juga memberikan petunjuk kepada penilai dengan Kerangka Acuan Penugasan Penilaian. Kerangka acuan ini juga dapat dijadikan pedoman bagi penilai DJKN dalam melaksanakan proses penilaian. Langkah pertama proses penilaian dalam kerangka tersebut adalah menetapkan konteks dan ruang lingkup penugasan dan menghindari berbagai ketidakjelasan yang terkait dengan permasalahan penilaian.. Penilai memastikan bahwa analisis, informasi dan kesimpulan yang dipresentasikan dalam laporan adalah sesuai dengan kerangka acuan penugasan. Kerangka acuan penugasan penilaian meliputi tujuh hal sebagai berikut: 1) Identifikasi real estat, personalti (mesin dan peralatannya; furniture, fixture, dan equipment), kegiatan usaha/bisnis, atau properti lain dan golongan 34

2) 3) 4) 5) 6) 7)

properti lainnya yang termasuk dalam penilaian selain kategori properti yang utama. Identifikasi hak kepemilikan properti (pemilikan tunggal, kemitraan, atau hak kepemilikan parsial) yang dinilai. Maksud dan tujuan penilaian dan batasan-batasan lain yang terkait, dan identifikasi bantuan dari pihak luar maupun profesi lainnya yang dilibatkan dalam penilaian serta kontribusinya. Definisi dasar atau jenis nilai yang digunakan. Tanggal penilaian dan pelaporan Identifikasi ruang lingkup penilaian dan laporan; dan Identifikasi kondisi yang tidak pasti dan kondisi pembatas yang mendasari dilakukannya penilaian.

Satu hal yang perlu ditekankan dalam melakukan identifikasi objek bandara adalah status kepemilikan tanah bandara. Jika dianggap perlu, daftar identifikasi tentang kepemilikan atas tanah guna penentuan hak atas tanah tersebut dibuat secara sepesifik dan sedetail mungkin. Di dalam daftar identifikasi kepemilikan tanah bandara tersebut sekurang-kurangnya berisi jumlah bidang tanah beserta sertifikat kepemilikannya yang berada di dalam bandara tersebut, nama pemilik masing-masing bidang tanah, pembebanan hak atas tanah tersebut (Hak Tanggungan, Hipotik, Gadai, dll), NJOP masingmasing bidang tanah, status tanah apakah dalam keadaan sengketa atau tidak atau apakah ada persoalan hukum lain didalamnya. Untuk mempermudah, daftar identifikasi tersebut dibuat pada saat melakukan survei tanah bandar udara. Sebelum melakukan survei dimaksud, terlebih dahulu dipersiapkan Layout Plan/Site Plan bandar udara yang akan dinilai yang menunjukkan posisi tanah beserta batas-batasnya dan objek yang ada di atas tanah tersebut.

35

C. METODE PENILAIAN Berdasarkan teori untuk penilaian Bandar udara dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yang biasa digunakan dalam penilaian : 1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) 3. Pendekatan Biaya (Cost Approach) 4. Gabungan dari ketiga pendekatan di atas. 1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) Pendekatan Data Pasar baik digunakan pada saat tersedia data transaksi bandara dalam jumlah yang cukup dan baik sebagai data pembanding. Sebagaimana yang lazim digunakan dalam penerapan pendekatan data pasar, maka dibutuhkan minimal 3 (sedapat mungkin 8) data transaksi property yang sejenis dan sebanding sebagai data pembanding atas objek yang dinilai (akan tetapi dalam kondisi yang sangat terbatas/ekstrim, 1 (satu) pembandingpun dapat dilakukan metode data pasar). Pada kenyataannya sangat jarang terdapat transaksi jual beli atas properti berupa Bandar udara secara keseluruhan, oleh karena itu hampir tidak mungkin mendapatkan data transaksinya. Kondisi tersebut menyebabkan pada prakteknya pendekatan data pasar sangat sulit/tidak mungkin diterapkan dalam penilaian Bandar udara sebagai satu kesatuan di Indonesia saat ini. Hal yang mungkin dapat dilakukan dengan pendekatan data pasar adalah hanya untuk penilaian atas tanah areal bandar udara. 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Metode pendekatan pendapatan menggunakan konsep dasar dari kapitalisasi pendapatan, nilai suatu properti memadai atau sama dengan nilai saat ini (present value) dari semua manfaat dimasa depan. Nilai property dihitung berdasarkan nilai tunai arus kas netto (Net Present Value), yaitu diperoleh dengan mengubah keuntungan masa depan dari kepemilikan properti tersebut menjadi perkiraan saat ini (present value). Disini harus dipastikan suatu manfaat yang layak di masa depan, untuk memperkirakan nilai sekarang. Manfaat ini diperoleh dari sewa dan pendapatan lainnya yang menghasilkan bagi pemilik. Karena bandar udara merupakan suatu aset yang menghasilkan dan menciptakan pendapatan maka penilaian bandar udara dapat dikembangkan melalui proses kapitalisasi langsung atau analisis arus kas yang didiskonto (discount cash flow). Proyeksi, Analisa Biaya dan Pendapatan Pendapatan suatu bandar udara bisa dihasilkan dari sisi udara (airside) maupun landasan (landside). Sisi Udara (Airside) Pembayaran landasan pendaratan (landing fees), merupakan beban biaya untuk pesawat terbang yang mendarat di bandar udara 36

berdasarkan pada beban maksimum keberangkatan (Maksimum Take Off Weights/MTOW). Dikaitkan dengan volume penumpang yang berangkat, MTOW dan tingkat pendapatan dari sumber ini akan sangat mempengaruhi. Disamping itu juga terdapat income yang bersumber dari biaya parkir pesawat (ramp parking fee) dan biaya pengisian bahan bakar. Ada lagi pendapatan dari Air Traffic Controller (ATC) yaitu biaya yang harus dibayarkan setiap perusahaan penerbangan akan memasuki wilayah bandar udara tertentu dan akan diguide oleh ATC bandar udara setempat, akan tetapi berdasarkan hukum internasional tentang penerbangan sipil, biaya yang dibayarkan tersebut harus sesuai dengan pelayanan yang diberikan dalam artian sebuah operator bandar udara tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan dari biaya memberikan navigasi kepada pesawat tersebut, dan hal ini juga mengingat keselamatan penumpang untuk tidak diperdagangkan. Sisi Pendaratan (Landside) Biaya Terminal Umum (General Terminal Charge/Airport Tax) adalah bagian dari biaya semua penggunaan operasional terminal, dibebankan pada biaya tempat duduk dan kemudian dihubungkan dengan volume penumpang. Sewa Kantor dan ruang (space and office rental), termasuk pendapatan sewa dari sewa lahan dan ruang kantor di bandar udara. Dihitung berdasarkan pada space (ruang) yang dapat diperbandingkan di pasar dan harga wajar pasar untuk tanah. Pendapatan dari sewa ruang (concession revenue), dimana pembayarannya adalah persentase dari pendapatan kotor minimum pembayaran tahunan, toko, retail dan food court, segala yang menyediakan sesuatu kepada para penumpang adalah yang masuk dalam kategori ini. Parkir mobil dan transportasi darat (car parking and ground transportation), sumber dari pendapatan ini diperoleh dari operasi area parkir publik, garasi, meteran pencatat parkir dan beban biaya dari publik, kendaraan angkutan barang seperti taksi, limousine dan bus yang sedang menggunakan bandar udara untuk bisnis. Pendapatan dari operasi lainnya, dalam kategori ini yang termasuk dalam pendapatan lain-lain, seperti lalu lintas, biaya perawatan dan perbaikan bandar udara, telephon, air, listrik dan lain-lain. Biaya-biaya Biaya meliputi semua materi yang berhubungan dengan operasi dari bandar udara, seperti : o Gaji dan upah, dihitung dan dinyatakan sebagai persen dari total pedapatan o Kesejahteraan karyawan : pensiun, asuransi jiwa dan tunjangan lainnya yag disajikan dalam perjanjian kolektif untuk perserikatan karyawan dan non karyawan.

37

o Material, persediaan dan jasa (servis), adalah biaya yang berhubungan dengan seluruh bahan, persediaan dan jasa untuk pemeliharaan dan operasional dari bandar udara. o Amortisasi, meliputi penyisihan uang berkala barang-barang modal seperti landasan terbang, bangunan, jalan kendaraan dan peralatan operasi. o Biaya lainnya, dihitung berdasarkan prosentase dari total pendapatan bandar udara. o Cadangan piutang tak tertagih, berdasarkan prosentase dari total pendapatan. Pendapatan Usaha (Net Operating Income) Dalam proyeksi pendapatan dan biaya, hal paling sulit adalah dalam menentukan suatu periode proyeksi, peningkatan dan perputaran penyewa, tingkat kapitalisasi, discount rate, lalu lintas udara, volume dan penumpang dari waktu ke waktu. Mengingat perjalanan udara merupakan sarana transportasi yang paling sensitif dalam hal keamanan yang berhubungan dengan kesehatan global, situasi ekonomi dan terorisme. Pendapatan bersih dapat dikapitalisasi dengan kapitalisasi langsung atau analisis arus kas (discount cash flow). Dalam metode kapitalisasi langsung mengasumsikan suatu arus biaya dan pendapatan adalah stabil. Dengan demikian tingkat kapitalisasi yang dipakai adalah perbandingan dengan bandar udara setara (jika ada data) atau dengan kondisi yang telah berjalan. Pada kondisi arus pendapatan dan biaya yang tidak dapat distabilkan maka penghitungan pendapatan bersih dilakukan dengan teknik discounted cash flow method. Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Pendapatan dan biaya untuk suatu penilaian property yang menghasilkan pendapatan biasanya berhubungan kepada kegunaan yang telah ada dari harta tetap dan bukan operasional bisnis. Tingkat harga sewa (rental rate) tidak tetap akan tetapi ditetapkan berdasarkan kekuatan yang mempengaruhi nilai di dalam lingkungan yang kompetitif dimana property berada. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam aplikasi pendekatan pendapatan adalah : Dalam kaitan dengan pendapatan, bagaimana cara kita untuk memisahkan suatu yang menghasilkan dari penggunaan real estate yang ada dengan usaha perusahaan penerbangan dan bisnis travel? Pembayaran biaya pendaratan yang sungguh-sungguh menghasilkan suatu item pendapatan sebagai hasil penggunaan properti berdasarkan pada pasar atau apakah yang diatur atau ditetapkan oleh otoritas di suatu negara.

38

Gaji dan upah, berapa banyak yang seharusnya dialokasikan kepada bisnis pengembangan bandar udara, manajemen bandar udara dan bisnis yang berhubungan dengan opersional perusahaan penerbangan, alokasi tersebut sangat sulit untuk digambarkan. Apakah beban biaya untuk memanage pesawat terbang, penanganan bagasi dan pendapatan/biaya lainya dan non real estate termasuk bagian dari bisnis bandar udara (biaya ini untuk menunjukkan berapa yang harus dibayar pemilik diluar investasi) Bandar udara sebagai aset khusus maka dalam penerapan metode pendapatan perlu disadari bahwa tidak tersedia data yang mencukupi sebagaimana pada properti komersial lainnya seperti hotel dan perkantoran. Jadi sangat mungkin bahwa asumsi pendapatan/biaya berdasarkan ketetapan dari otoritas penerbangan di suatu negara. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pendapatan/biaya adalah stabil akibat monopoli dari adanya kebijakan otoritas penerbangan sebagai pengendali pengelolaan bandar udara. Pendekatan pendapatan baik digunakan untuk penilaian property yang menghasilkan pendapatan (income). Banyak bagian-bagian bandara yang dimanfaatkan untuk kegiatan komersial (menghasilkan income), seperti pertokoan, agency, restoran/kantin, charge untuk take-off dan landing pesawat, pendapatan parkir, dsb. Bandar udara di Indonesia secara umum diperuntukkan untuk pelayanan public dan militer. Pada kenyataannya, dalam sebuah bandar udara, bagian-bagian yang diperuntukkan bagi kegiatan komersial hanya sebagian kecil saja. Bagian terbesar justru diperuntukkan bagi kegiatan teknis maupun operasional dan cadangan. Sebagai ilustrasi, sebuah Bandar udara memiliki luas 15.000 m2 space bangunan yang diperuntukkan bagi kegiatan komersial, sedangkan yang diperuntukkan untuk kegiatan nan-komersial seperti menara pemancar, ruang tunggu penumpang/terminal, apron, dsb adalah seluas 85.000 m2. Kondisi di atas menggambarkan bahwa nilai sebuah bandar udara kurang tercermin dari besarnya income yang dihasilkannya, sehingga dalam kasus ini pendekatan pendapatan kurang tepat untuk digunakan. Akan tetapi secara parsial, pendekatan pendapatan cukup tepat untuk digunakan terhadap bangunan terminal penumpang dan areal lain yang beroperasi sebagai areal komersial. Berdasarkan kondisi tertentu seperti tersebut di atas, maka pendekatan yang dianggap paling tepat untuk menentukan nilai sebuah Bandar Udara sebagai satu kesatuan dalam contoh kasus/kondisi seperti ini adalah Pendekatan Biaya, yang menghitung besarnya Nilai berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membangun sebuah properti dikurangi dengan penyusutan-penyusutan yang terjadi. Contoh perhitungan bandara berdasarkan pendekatan pendapatan dapat dilihat pada contoh lampiran.

39

3. Pendekatan Biaya (Cost Approach) Secara umum penentuan nilai dalam pendekatan biaya adalah dengan mengurangkan RCN (Reproduction/Replacement Cost New) dengan penyusutan-penyusutan. Langkah-langkah Pendekatan Biaya (Cost Approach): a) Mengestimasi nilai tanah sebagai tanah kosong dan siap untuk dibangun sesuai dengan penggunaan tertinggi dan terbaik. b) Mengestimasi biaya reproduksi/pengganti dari bangunan/pengembangan pada tahun penilaian (termasuk biaya langsung dan tidak langsung). c) Mengestimasi biaya lain yang diperlukan untuk menjadikan bangunan itu baru, kosong dan sesuai dengan kondisi pasar dan tingkat hunian. d) Mengestimasi tingkat keuntungan pemilik/pengembang. e) Jumlahkan biaya pembangunan/pengganti yang diestimasi, biaya tidak langsung dan keuntungan kepemilikan yang sering diekspresikan dalam presentase dari biaya tidak langsung, untuk menghasilkan total biaya pembangunan/pengganti struktur utama bangunan. f) Mengestimasi jumlah penyusutan. g) Kurangkan estimasi penyusutan dari total biaya reproduksi/pengganti untuk menghasilkan biaya reproduksi/pengganti yang telah terdepresiasi. h) Estimasi biaya reproduksi/pengganti dari bangunan tambahan dan susutkan sehingga diperoleh nilai reproduksi/pengganti yang telah disusutkan dari bangunan tambahan. i) Jumlahkan semua biaya reproduksi/pengganti terdepresiasi dari bangunan utama, bangunan tambahan dan semua pengembangan lain (site improvement). j) tambahkan point i dengan poin a sehingga dihasilkan indikasi nilai dari kepemilikan. k) Lakukan penyesuaian terhadap indikasi nilai kepemilikan di atas untuk mencerminkan kepentingan property yang dinilai. Dari prosedur tersebut dapat diformulasikan :Nilai Properti = Nilai Tanah + (Biaya Reproduksi atau Pengganti Baru - penyusutan)

Biaya Reproduksi Baru adalah estimasi biaya untuk membangun/mengadakan sebuah property yang sama/replica dari property yang dinilai, dengan dasar harga yang berlaku saat ini. Replika property dimaksud menggunakan material yang sama, standar konstruksi sama dengan obyek yang dinilai. Biaya Pengganti baru adalah estimasi biaya untuk membangun/mengadakan sebuah property yang mirip (tidak sama)dari property yang dinilai, dengan dasar harga yang berlaku saat ini. Harga material yang dihitung adalah material yang tidak benar-benar sama dengan

40

bahan material yang dinilai. Hal tersebut diakibatkan karena tidak tersedianya informasi/daftar harga material objek penilaian, yang dapat terjadi apabila jenis material atau type property tertentu sudah tidak diproduksi lagi. RCN Bangunan : 1. Bangunan Komersial - Bangunan yang dapat disetarakan dengan bangunan dalam DKPB dapat dihitung dengan DKPB dan Tabel Penyusutan Teknis Bangunannya. - Untuk penyusutan ekonomis dan penyusutan fungsional disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. 2. Bangunan Teknis - Bangunan yang dapat disetarakan dengan bangunan dalam DKPB dapat dihitung dengan DKPB dan Tabel Penyusutan Teknis Bangunannya. - Untuk Penyusutan Ekonomis dan Penyusutan Fungsional disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. - Bangunan yang belum dapat disetarakan dengan jenis bangunan dalam DKPB, dihitung berdasarkan metode survey kuantitas. 3. Bangunan Khusus, - Bangunan yang belum dapat disetarakan dengan jenis bangunan dalam DKPB, dihitung berdasarkan metode survey kuantitas Dalam melakukan perhitungan dengan menggunakan metode survey kuantitas terlebih dahulu harus mengetahui harga satuan dari masing-masing jenis kegiatan/bahan. Adapun harga satuan kegiatan/bahan tersebut dapat dikelompokkan sbb: Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan metode survey kuantitas harus mempertimbangkan harga satuan dalam satuannya masing-masing. Oleh karena itu harga satuan kegiatan / bahan tersebut harus menyesuaikan dalam satuan tersebut. PENYUSUTAN Penyusutan bangunan komersial dan bangunan teknis yang termasuk ke dalam kategori DKPB dapat dilakukan penghitungannya sesuai Surat Edaran tentang Tabel Penyusutan Bangunan dan Mesin. Sedangkan untuk bangunan-bangunan teknis dan bangunan khusus yang tidak termasuk dalam DKPB dapat dilakukan dengan menggunakan metode penyusutan yang umum dipakai dalam penilaian. Adapun perhitungan penyusutan bangunan khusus hanya memperhitungkan penyusutan dari lapisan atas bangunan tersebut. Penyusutan terhadap bangunan juga berbeda-beda karena ada bagian dari bandara yang selalu digunakan dan mengalami penyusutan yang besar sedangkan ada juga bagian yang hanya mengalami penyusutan dalam jumlah yang kecil. Sebagai contoh, pada runway bandar udara, itu terdiri dari beberapa lapis, dan bagian atas runway yang paling banyak mengalami 41

penyusutan karena tergesek oleh pesawat udara yang mendarat, sedangkan bagian bawah dari runway masih tetap utuh kecuali terjadi kerusakan struktur runway. 4. Metode Penggabungan 3 pendekatan: Dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara,juga dikenal adanya penggabungan tiga pendekatan penilaian yang ada yaitu suatu bandar udara dinilai dengan menggunakan pendekatan data pasar, pendekatan pendapatan dan pendekatan biaya. Hal ini banyak dianut oleh negara-negara Commonwealth seperti Inggris, Australia dan Canada. Sistem ini diyakini lebih akurat dalam merefleksikan nilai suatu objek yang kompleks seperti sebuah bandar udara (air port), pelabuhan laut (sea port), dan objek-objek lain yang terdiri atas berbagai komponen baik bangunan, tanah dan fasilitas-fasilitasnya. Metode penggabungan ini dilakukan dengan mengelompokkan objek penilaian berdasarkan sifatnya masing-masing. Misalnya objek yang menghasilkan pendapatan dipisahkan dengan objek yang tidak menghasilkan pendapatan, objek yang masih banyak ditransaksikan di pasar dengan objek yang tidak dapat ditemukan nilai pembandingnya di pasar. Jadi dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara, perlu diperhatikan dan dipisahkan menurut penggolongan diatas. Bagian-bagian dari suatu bandar udara yang harga pembandingnya mudah didapatkan di pasar maka akan dinilai dengan menggunakan pendekatan data pasar, objekobjek yang memiliki pendapatan akan dilakukan penilaian dengan menggunakan metode pendapatan, dan untuk objek yang tidak mempunyai pendapatan dan tidak ditemukan data pembandingnya akan dinilai dengan menggunakan pendekatan biaya. Sebagaimana praktek di negara-negara maju, pendekatan biaya sudah mulai ditinggalkan karena dianggap kurang akurat dalam merefleksikan nilai suatu objek dan mengutamakan pendekatan data pasar, maka dalam metode ini juga mendahulukan pendekatan data pasar terlebih dahulu. Akan sangat lebih diutamakan jika terdapat data pembanding untuk sebuah bandar udara secara keseluruhan. Dinegara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia, jual beli suatu bandar udara sudah sangat sering dilakukan sehingga data pembanding untuk jual beli bandar udara mudah untuk didapatkan, akan tetapi jika ternyata tidak didapatkan data pembanding secara keseluruhan maka dilakukanlah pengelompokan-pengelompokan atas objek-objek yang ada dalam suatu bandar udara untuk kemudian dinilai dengan menggunakan metode yang paling tepat untuk masing-masing objek apakah dengan data pasar, pendapatan atau biaya. Setelah masing-masing objek penyusun suatu bandar udara dinilai dengan pendekatan yang tepat masing-masing, lalu kemudian nilai-nilai tersebut digabungkan untuk mendapatkan nilai bandar udara secara keseluruhan.

42

Untuk lebih lengkapnya, penilaian bandar udara dengan menggunakan penggabungan metode yang paling mungkin dilakukan di Indonesia dapat diperinci sebagai berikut: 1. Penilaian tanah bandara, dimana tanah bandara dikategorikan berdasarkan penggunaannya. Tanah bandara dinilai dengan menggunakan pendekatan data pasar. Contoh penggunaan yang sering didapati di Indonesia adalah: 1) Tanah Komersial (untuk areal terminal penumpang/leasing area) dinilai dengan data pembanding untuk tanah komersial sekitar bandar udara. 2) Tanah Area Landasan dinilai dengan menggunakan pembanding yang sama dengan tanah komersial tapi dengan penyesuaian yang besar. Adapun dasar pertimbangannya adalah nilai tanah untuk areal landasan adalah sedikit lebih rendah dari tanah komersial mengingat fungsi area landasan adalah fungsi utama sebuah bandar udara, sehingga walaupun tidak bersifat komersial, tetapi nilainya sedikit lebih rendah dari tanah komersial. 3) Tanah area parkir dan jalan juga dapat dinilai dengan data pembanding yang sama karena areal parkir juga menghasilkan pendapatan walaupun besarnya pendapatan yang dihasilkan tersebut tidak sebesar gedung terminal. Sehingga penyesuaian yang dipakai lebih besar dari area landasan dengan nilai yang lebih rendah dari area landasan. 4) Tanah cadangan, dinilai dengan menggunakan data pembanding atas tanah rawa atau tanah yang belum matang yang terdapat di daerah sekitarnya. Penyesuaian yang dilakukan harus tetap memperhatikan potensi nilai yang ada pada tanah cadangan tersebut. Keempat pembagian tanah di atas sering dijumpai pada bandar udara yang ada di Indonesia saat ini, terutama untuk bandara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura. Untuk badar udara yang berada dibawah Ditjen Perhubungan Udara (yang bersifat UPT) biasanya berkarakteristik berbeda karena tidak ada areal komersil di dalamnya, seperti bandar udara Curug di Tangerang, Banten. 2. Bangunan Penilaian bangunan pada Bandar udara dengan menggunakan gabungan metode penilaian dapat diperinci sebagai berikut: 1) Untuk bangunan sederhana dan dapat digolongkan sesuai dengan persyaratan dalam DKPB, maka penilaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan DKPB; 2) Untuk bangunan yang tidak dapat dokategorikan sesuai dengan presyaratan dalam DKPB, maka penilaiannya dilakukan dengan metode survei kuantitas dengan pendekatan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) membangun seperti menara pengawas, menara penampungan air, dll. Apabila RAB pembuatan bangunan tidak diperoleh, maka penilai menyusun RAB sendiri dengan contoh sebagai berikut: a. Pekerjaan Persiapan: o Pembersihan areal 43

o Bekisting o Direksi keet o Gudang b. Pondasi o Galian o Tiang Pancang o Kepala Tiang o Timbunan kembali c. Struktur o Kolom (dengan menghitung dimensinya) o Balok (dengan menghitung dimensinya) o Plat lantai/tangga d. Dinding o Pasangan bata o Plesteran o Penutup Dinding e. Material Lantai (dapat disesuaikan dengan DKPB) f. Material Langit-Langit (dapat disesuaikan dengan DKPB) g. Material Atap (dapat disesuaikan dengan DKPB) 3. Area Landasan Untuk area landasan dan bagian-bagiannya, saat ini hanya dapat dihitung dengan menggunakan survei kuantitas dengan menggunakan RAB. 1) Untuk Runway, Over run, turning area, taxi way, run way shoulder dan apron biasanya komponen bahan penyusunnya adalah: o Biaya Penggalian o Sand Gravel Bitumen Mix (base course) o Cement Bauxit (sub base) o Bauxite (sub grade) o Tack Coat o Aspal Concrete 2) Untuk runway shoulder dan runway strip, biasanya komponen penyusunnya adalah: o Pemadatan tanah o Penutup/rumput 4. Peralatan Komunikasi Penerbangan, Fasilitas Navigasi dan Pengamatan, Fasilitas Bantu Pendaratan, Fasilitas Bantu Pengamanan dan Pelayanan Bandar Udara. 1) Untuk peralatan, fasilitas dan jaringan yang sifatnya tidak melekat pada bangunan dan dikategorikan sebagai barang bergerak, penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Surat Edaran tentang Penilaian Barang Bergerak. 2) Sedangkan untuk objek penilaian yang melekat pada bangunan dihitung dengan menggunakan metode pendekatan biaya (NRC) dikurangi penyusutan (metode penyusutan initial rate)

44

5. Jaringan, Saluran Air (Drainase) dan Jalan 1) Penilaian jaringan listrik, jaringan air, jaringan BBM, jaringan gas dilakukan dengan menggunakan pendekatan biaya (survei kuantitas/RAB pembuatan jaringan) dikurangi penyusutan dengan ketentuan sebagai berikut: i. Umur ekonomis untuk: - Jaringan listrik selama 40 tahun - Jaringan air selama 40 tahun - Jaringan BBM selama 30 tahun - Jaringan gas selama 30 tahun ii. Nilai sisa sebesar 30% iii. Metode penyusutan dengan menggunakan metode saldo menurun dengan cara penghitungan initial rate 2) Penilaian saluran air (drainase) dilakukan sesuai surat edaran (SE) tentang Saluran. 3) Penilaian jalan dapat dilakukan sesuai dengan surat edaran (SE) tentang Penilaian Jalan. 6. Kendaraan Untuk kendaraan, penilaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan data pasar.

45

D. LAPORAN PENILAIAN Laporan penilaian adalah suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi yang penting yang digunakan dalam analisis. Laporan Penilaian dapat berupa lisan maupun tertulis. Jenis, isi, dan panjangnya laporan dapat bervariasi tergantung pada pengguna yang dimaksud, persyaratan hukum, jenis properti, dan sifat dasar serta kompleksitas penugasan. Laporan Tertulis. Hasil penilaian yang dikomunikasikan kepada Pemberi Tugas dalam bentuk tulisan, termasuk yang dikomunikasikan secara elektronik. Laporan tertulis dapat merupakan suatu dokumen narasi terinci yang berisikan semua materi yang terkait yang diuji dan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan nilai atau dokumen narasi ringkas, termasuk pemutakhiran nilai secara periodik (Penilaian Ulang). Sebagaimana disebutkan pula dalam Standar Penilaian Indonesia, aspek terpenting dari suatu Laporan Penilaian yang merupakan tahap akhir dalam proses penilaian adalah terletak pada pengkomunikasian kesimpulan penilaian, penegasan tujuan penilaian, dasar penilaian, dan asumsi atau kondisi dan syarat pembatas yang mendasari penilaian. Proses analisis dan data empiris yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan nilai dapat dicantumkan dalam laporan penilaian untuk membimbing pembaca melalui prosedur dan data yang digunakan penilai dalam melaksanakan penilaian. Laporan Penilaian menghasilkan kesimpulan nilai dengan mencantumkan nama Penilai dan tanggal penilaian. Laporan penilaian mengidentifikasikan properti dan hak properti yang dinilai, dasar penilaian, dan tujuan penilaian. Laporan penilaian mengungkapkan semua asumsi serta kondisi dan syarat pembatas yang dipergunakan dalam penilaian, menetapkan tanggal penilaian dan pelaporan, menjelaskan kedalaman inspeksi lapangan, pengungkapan yang diperlukan, serta mencantumkan tanda tangan penilai. Dikarenakan peran kunci laporan penilaian dalam pengkomunikasian kesimpulan penilaian terhadap para penggunanya dan pihak ketiga, maka buku pedoman ini menetapkan beberapa maksud dan tujuan yang bersifat prinsip sebagai berikut: 5) Membahas persyaratan pelaporan yang konsisten dengan praktek profesional terbaik 6) Mengidentifikasikan elemen-elemen penting untuk dicantumkan dalam laporan penilaian. Laporan penilaian seharusnya: 1) Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta tidak menimbulkan kesalahpahaman. 2) Mengidentifikasi Pemberi Tugas, maksud dan tujuan penilaian, tanggaltanggal yang relevan dengan penilaian: 46

(1) Tanggal penilaian; (2) Tanggal laporan penilaian; dan (3) Tanggal inspeksi lapangan. 3) Menentukan dasar penilaian, termasuk jenis dan definisi nilai. 4) Mengidentifikasi dan menjelaskan: (1) Hak kepemilikan atau kepentingan properti yang dinilai; (2) Karakteristik fisik dan legal properti; (3) Golongan properti lain yang dinilai selain kategori properti yang utama ; 5) Menjelaskan ruang lingkup penugasan penilaian; 6) Menyatakan semua asumsi dan kondisi pembatas yang mendasari kesimpulan nilai; 7) Mengidentifikasikan asumsi khusus dan menentukan kemungkinan kondisi tersebut akan terjadi; 8) Memuat deskripsi informasi dan data yang diperiksa, analisis pasar yang dilaksanakan, pendekatan dan prosedur penilaian yang diterapkan, dan alasan yang mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan; 9) Memuat pernyataan yang secara khusus melarang publikasi dari laporan secara keseluruhan atau sebagian, atau referensi didalamnya, atau opini nilai, atau nama dan afiliasi profesional dari penilai, tanpa persetujuan tertulis dari penilai; 10) Memuat Pernyataan Penilai (Compliance Statement) yaitu suatu pernyataan dimana Penilai menegaskan bahwa fakta-fakta yang diungkapkan adalah benar, analisis-analisis dibatasi oleh asumsi-asumsi yang dilaporkan, besaran imbalan jasa penilai tidak tergantung pada aspek apapun dari laporan penilaian. Pernyataan Penilai (Compliance Statement) harus mengkonfirmasikan bahwa: o Pernyataan faktual yang dipresentasikan dalam laporan penilaian adalah benar sesuai dengan pemahaman terbaik dari Penilai; o Analisis dan kesimpulan hanya dibatasi oleh asumsi dan kondisi yang dilaporkan; o Penilai tidak mempunyai kepentingan terhadap properti yang dinilai (jika terdapat kepentingan tertentu harus disebutkan); o Imbalan jasa Penilai tidak berkaitan dengan hasil penilaian yang dilaporkan; o Penilaian dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; o Penilai memiliki pemahaman mengenai lokasi dan/atau jenis properti yang dinilai; o Penilai melakukan (atau dalam kondisi tertentu tidak melakukan) inspeksi terhadap properti yang dinilai; dan o Tidak seorangpun, kecuali yang disebutkan dalam laporan penilaian, telah menyediakan