Pedoman RKT_Format Lampiran 4 Permen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

transmigrasi

Citation preview

Lampiran 4 Peraturan Menteri ttg Penilaian dan Penetapan Kawasan

BAB I1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penjabaran klasifikasi penataan ruang lebih lanjut dijabarkan pada Pasal 5.Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor. 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Tertinggal dan Transmigrasi bertugas menyelenggarakan perumusan pelaksanaan kebijakan di bidang penyiapan kawasan dan pembangunan permukiman transmigrasi. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 tentan Pelaksanaan UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1997 Pasal 3 ayat (5) tahapan pelaksanaan transmigrasi meliputi : perencanaan kawasan, pembangunan kawasan dan pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi

Dalam rangka perwujudan pengembangan kawasan transmigrasi secara efisien dan efektif yang penyusunan rencana tata ruang (RTR)-nya sebagiaman yang diamanatkan oleh PP Nomor 3 Tahun 2014 perlu Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) secara baik dan benar serta implementasi RKT yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah. Oleh karena itu, diperlukan acuan penyusunan RKT dengan memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Dengan adanya pedoman penyusunan RKT, diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan peraturan pelaksanaan dalam rangka implementasi UU Nomor: 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang 29 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. 1.2 Maksud dan Tujuan a. Maksud Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam penyusunan RKT oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta para pemangku kepentingan lainnya. b. Tujuan Pedoman ini bertujuan mewujudkan RKT yang sesuai dengan ketentuan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang 29 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian serta peraturan pelaksanaannya. 1.3 Ruang Lingkup Pedoman ini memuat ketentuan umum muatan RKT, ketentuan teknis muatan RKT, dan prosedur penyusunan RKT.

1.4 Istilah dan Definisi a) Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi.

b) Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

c) Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke kawasan transmigrasi.

d) Kawasan Transmigrasi adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi.

e) Wilayah Pengembangan Transmigrasi yang selanjutnya disingkat WPT adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi yang terdiri atas beberapa satuan kawasan pengembangan yang salah satu di antaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

f) Lokasi PermukimanTransmigrasiyang selanjutnya disingkat LPT adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

g) Satuan Kawasan Pengembangan yang selanjutnya disingkat SKP adalah satu kawasan yang terdiri atas beberapa satuan permukiman yang salah satu diantaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama atau pusat kawasan perkotaan baru.

h) Kawasan Perkotaan Baru yang selanjutnya disingkat KPB adalah bagian dari kawasan transmigrasi yang ditetapkan menjadi pusat pertumbuhan dan berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Kawasan.

i) Permukiman Transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.

j) Satuan Permukiman yang selanjutnya disingkat SP adalah bagian dari SKP berupa satu kesatuan permukiman atau beberapa permukiman sebagai satu kesatuan dengan daya tampung 300-500 (tiga ratus sampai dengan lima ratus) keluarga.

k) Satuan Permukiman Baru yang selanjutnya disebut SP Baru adalah bagian dari SKP berupa satu kesatuan permukiman atau beberapa permukiman sebagai satu kesatuan dengan daya tampung 300-500 (tiga ratus sampai dengan lima ratus) keluarga yang merupakan hasil pembangunan baru.

l) Satuan Permukiman Pemugaran yang selanjutnya disebut SP-Pugar adalah bagian dari SKP berupa permukiman penduduk setempat yang dipugar menjadi satu kesatuan dengan permukiman baru dengan daya tampung 300-500 (tiga ratus sampai dengan lima ratus) keluarga.

m) Satuan Permukiman Penduduk Setempat yang selanjutnya disebut SP-Tempatan adalah permukiman penduduk setempat dalam deliniasi kawasan transmigrasi yang diperlakukan sebagai SP.

n) Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

o) Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

p) Permukiman dalam KPB adalah satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan baru.

q) Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan baru yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kawasan transmigrasi.

r) Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah desa utama yang disiapkan menjadi pusat SKP yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala SKP.

s) Masyarakat Transmigrasi adalah transmigran dan penduduk setempat yang ditetapkan sebagai transmigran serta penduduk setempat yang bertempat tinggal di SP-Tempatan.

t) Transmigrasi Umum yang selanjutnya disingkat TU adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha.

u) Transmigrasi Swakarsa Berbantuan yang selanjutnya disingkat TSB adalah jenis transmigrasi yang dirancang oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan mengikutsertakan badan usaha sebagai mitra usaha transmigran bagi penduduk yang berpotensi berkembang untuk maju.

v) Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang selanjutnya disingkat TSM adalah jenis transmigrasi yang merupakan prakarsa transmigran yang bersangkutan atas arahan, layanan, dan bantuan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang telah memiliki kemampuan.

w) Daerah Asal Calon Transmigran yang selanjutnya disebut Daerah Asal adalah daerah kabupaten/kota tempat tinggal calon transmigransebelum pindah ke Kawasan Transmigrasi.

x) Daerah Tujuan Transmigran yang selanjutnya disebut Daerah Tujuan adalah daerah kabupaten/kota yang di wilayahnya dibangun dan dikembangkan Kawasan Transmigrasi.

y) Pencadangan tanah adalah penunjukan area tanah oleh bupati/walikota atau gubernur yang disediakan untuk pembangunan kawasan transmigrasi.

z) Konsolidasi tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan kawasan transmigrasi guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.

aa) Rencana Kawasan Transmigrasi yang selanjutnya disingkat RKT adalah rencana struktur dan pemanfaatan kawasan transmigrasi sebagai dasar perencanaan perwujudan kawasan transmigrasi.

ab) Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang, kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

ac) Badan usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

ad) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketransmigrasian.ae) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat RTR KSN adalah rencana rinci dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang memuat tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, arahan pemanfaatan ruang, arahan pengendalian pemanfaatan ruang, serta pengelolaan kawasan.

af) Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

ag) Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

ah) Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

ai) Kawasan Sumber Daya Alam adalah kawasan yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia berupa komponen biotik (hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme) dan abiotik (minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah).

aj) Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

ak) Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi.

al) Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

am) Kawasan Kritis Lingkungan adalah kawasan yang berpotensi mengalami masalah dan berdampak kepada kerusakan lingkungan nasional dan global sebagai akibat (a) dampak kegiatan manusia yang berlebihan dalam memanfaatkan sumber daya alam, (b) dampak proses kegiatan geologi dan perubahan ekosistem serta terjadinya bencana alam secara alami, dan (c) dampak kegiatan manusia dan perubahan alam yang sangat rentan dan mempunyai risiko tinggi.

an) Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

ao) Kawasan Penyangga adalah kawasan sekitar kawasan inti KSN, yang mempengaruhi fungsi kawasan inti atau dipengaruhi oleh kawasan inti baik secara langsung maupun tidak langsung.

ap) Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

aq) Arahan Peraturan Zonasi adalah arahan yang merupakan ketentuan zonasi sektoral yang berfungsi sebagai dasar dalam menyusun indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi pada RTRW provinsi beserta rencana rincinya, ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW kabupaten/kota beserta rencana rincinya, termasuk peraturan zonasi pada rencana detail tata ruang.

ar) Arahan Perizinan adalah arahan yang berfungsi sebagai dasar dalam menyusun ketentuan perizinan oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.

as) Arahan Pemberian Insentif dan Disinsentif adalah arahan yang berfungsi sebagai dasar dalam menyusun ketentuan insentif dan disinsentif dalam RTRW provinsi dan RTRW kabupaten/kota.

at) Arahan Pengenaan Sanksi adalah arahan yang berfungsi sebagai dasar dalam menyusun ketentuan sanksi dalam RTRW provinsi dan RTRW kabupaten/kota.

1.5.Landasan Hukum Pedoman ini disusun dengan memperhatikan antara lain:

a) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

b) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

d) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

e) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

f) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

g) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

h) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara;

i) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

j) UU 29 / 2009 tentang perubahan UU 15 / 1997 tentang Ketransmigrasian;k) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus;

l) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;

m) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial;

n) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

o) PP 2 /1999 Tentang Penyelenggraan Transmigrasi;

p) PP Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian;q) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah;

r) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; s) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia; t) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; u) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; v) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2008 tentang Kawasan Perkotaan Baru;w) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; x) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar; y) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang;z) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus;

a) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

b) Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;

c) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

d) Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

e) Permen PU Nomor : 15/PRT/M/2012, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis.

f) Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. 1.6. Kedudukan Pedoman Pedoman bidang penataan ruang saling terkait satu sama lain sehingga masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan bersifat komplementer. Secara diagramatis, keterkaitan pedoman RKT dengan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang lainnya ditunjukkan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:

Gambar 1.1

Kedudukan Pedoman RKT terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Bidang Penataan Ruang

1.7 Fungsi dan Manfaat Pedoman a. Fungsi Fungsi pedoman penyusunan RKT yaitu sebagai:

1) Acuan yang secara umum memberikan pengertian dan wawasan aspek ketataruangan serta koridor dalam penyusunan RKT; dan

2) Acuan yang secara khusus memberikan prinsip-prinsip, konsep pendekatan, arahan muatan teknis, arahan proses dan prosedur, serta dasar hukum yang melandasi penyusunan RKT.

b. Manfaat Manfaat pedoman penyusunan RKT yaitu untuk:

1) Memberikan panduan untuk mencapai standardisasi kualitas RKT;

2) Memberikan kemudahan dalam menginterpretasikan persoalan dan keanekaragaman setiap RKT; dan

3) Membantu percepatan penyusunan RKT.

1.8. Pengguna Pedoman Pengguna pedoman ini adalah seluruh pemangku kepentingan dalam penyusunan dan penetapan RKT, khususnya instansi pemerintah yang berwenang menyusun RKT, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam rangka pemahaman pokok-pokok pengaturan RKT.

BAB II

KETENTUAN UMUM MUATAN

RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI/RTRKT

2.1 Kedudukan RKTDalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan pembangunan nasional, kedudukan RKT dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1. sebagai berikut: Gambar 2.1. Kedudukan RKT dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang

dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

RKT merupakan rencana rinci tata ruang sebagai penjabaran RTR KSN yang disusun sesuai dengan tujuan penetapan masing-masing RTR KSProv dan RTR KSKab. Muatan RKT ditentukan oleh nilai strategis yang menjadi kepentingan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan berisi aturan terkait dengan hal-hal spesifik tentang ketransmigrasian. Kepentingan Rencana Kawasan Strategis Nasional, Provinsi dan Kabupaten merupakan dasar pertimbangan utama dalam penyusunan dan penetapan RKT. RKT juga menjadi acuan teknis bagi penyelenggaraan penataan ruang SKP, KPB dan SP. 2.2. Fungsi dan Manfaat RKTa. Fungsi Fungsi RKT yaitu sebagai:

1) Alat koordinasi dalam penyelenggaraan penataan pada Kawasan Transmigrasi yang diselenggarakan oleh seluruh pemangku kepentingan;

2) Acuan dalam sinkronisasi program Pemerintah dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, serta swasta dan masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan RKT;

3) Dasar pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi, termasuk acuan penentuan ketentuan perizinan pemanfaatan dalam kawasan transmigrasi dapat dijadikan dasar penerbitan perizinan sepanjang skala informasi RKT setara dengan kedalaman RDTR Kabupaten yang seharusnya menjadi dasar perizinan dalam hal peraturan daerah (perda) tentang RDTR Kabupaten belum berlaku.

b. Manfaat Manfaat RKT yaitu untuk:

1) Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam lingkup RTRW Kabupaten;

2) Mewujudkan keserasian pembangunan RKT dengan Kawasan Strategis provinsi dan kabupaten dimana RKT berada; dan

3) Menjamin terwujudnya pola pemanfaatan kawasan transmigrasi yang berkualitas.

2.3.Isu Strategis RKTIsu strategis RKT merupakan hal-hal yang menjadi kepentingan nasional, provinsi dan Kabupaten sehingga kawasan tersebut perlu ditetapkan sebagai Kawasan Transmigrasi. Isu strategis RKT dapat berasal dari cara pandang pemerintah terhadap potensi maupun permasalahan di daerah yang dianggap memiliki nilai strategis (pendekatan top down), dan/atau berdasarkan permasalahan yang diusulkan oleh daerah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk diangkat menjadi isu strategis (pendekatan bottom up).

Isu strategis RKT tersebut dapat dikategorikan pada isu RTR KS Kabupaten yang meliputi:

a) Berbentuk kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi;b) Potensi kawasan produksi pertanian;

c) Sistem jaringan prasarana pendukung kegiatan pertanian;

d) Aglomerasi penduduk yang bermata pencaharian petani, nelayan, penambang rakyat, atau pengrajin kecil;

e) Kegiatan utama pertanian dan pengelolaan sumber daya alam termasuk perikanan tangkap;

f) Tempat permukiman perdesaan termasuk kawasan transmigrasi, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;

g) Kerapatan sistem permukiman dan penduduk yang rendah; dan

h) Bentang alam berciri pola ruang pertanian dan lingkungan alami.

2.4. Tipologi RKTRKT disusun berdasarkan tipologi Kawasan Transmigrasi yang diatur pada Undang-Undang No. 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian. Tipologi RKT dimaksudkan untuk menentukan muatan RKT yang harus dimuat sesuai dengan kebutuhan pengembangan kawasan.

Tipologi RKT ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. Sudut kepentingan dan kriteria nilai strategis menurut PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. Sudut kepentingan pengembangan kawasan transmigrasi; dan

c. Mengacu pada RTRW N, RTRW P dan RTRW Kab/Kota.Dengan mempertimbangkan 3 poin tersebut diatas, terdapat 2 (dua) tipologi RKT sebagai berikut:

1. WPT, adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi yang terdiri atas beberapa satuan kawasan pengembangan yang salah satu di antaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

2. LPT, adalah: lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Gambar 2.2

Ilustrasi Gambar RKT

2.5

Ketentuan Umum Penentuan Muatan RKT

Ketentuan umum penentuan muatan RKT memberikan informasi mengenai kerangka pikir penentuan muatan RKT sesuai dengan tipologi RKT, meliputi:

a. Bentuk

Penentuan bentuk RKT didasarkan pada basis kawasan dan basis objek strategis. RKT berbasis kawasan merupakan RKT yang dicirikan dengan isu kawasan strategis dalam satu kesatuan kawasan fungsional, dapat meliputi satu atau lebih wilayah administrasi Kecamatan atau bahkan satu atau lebih wilayah administrasi Kabupaten.

RKT berbasis objek strategis merupakan RKT yang dicirikan oleh keberadaan objek strategis berkaitan dengan fungsi strategis objek yang ditetapkan sebagai Kawasan Transmigrasi. b. Fokus Penanganan

Penentuan fokus penanganan RKT dilakukan dengan mempertimbangkan upaya yang perlu diprioritaskan untuk mewujudkan fungsi kawasan berdasarkan nilai dan isu strategis kawasan sesuai dengan tipologi RKT.

c. Skala Peta

Penentuan skala peta RKT disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan dalam proses perencanaan RKT dan penggunaan RKT, serta kebutuhan muatan materi yang akan diatur di dalam RKT yaitu kedalaman informasi 1 : 25.000 dan dilandasi dengan Data Dasar Citra Satelit.

d. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Kawasan Transmigrasi

Penentuan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan transmigrasi dilakukan dengan mempertimbangkan isu strategis dan fokus penanganan RKT.

e. Konsep Pengembangan

Penentuan konsep pengembangan kawasan transmigrasi dalam rangka pencapaian tujuan RKT.

f. Arahan Pemanfaatan Kawasan Transmigrasi

Penentuan arahan pemanfaatan Kawasan Transmigrasi dilakukan dengan mempertimbangkan perwujudan konsep pengembangan Kawasan Transmigrasi yang dilaksanakan melalui penyusunan indikasi program utama 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan (yang tahapan waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan tahapan waktu pelaksanaan RTRW Kabupaten) beserta indikasi sumber pembiayaan.

g. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Transmigrasi

Penentuan arahan pengendalian pemanfaatan Kawasan Transmigrasi dilakukan dengan mempertimbangkan upaya yang diperlukan agar pemanfaatan kawasan dilaksanakan sesuai dengan RKT.

h. Pengelolaan

Penentuan pengelolaan Kawasan Transmigrasi dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan penanganan kawasan sesuai dengan tipologi RKT. Penentuan muatan RKT dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.3

Penentuan Muatan RKT

BAB III

KETENTUAN TEKNIS

MUATAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI (RKT)

3.1. Delineasi RKTDelineasi merupakan batas yang ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang digunakan sebagai batas Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT). Kriteria tertentu yang dimaksud disesuaikan dengan tipologi RKT. Delineasi RKT mencakup kawasan yang mempunyai kawasan inti dan kawasan penyangga atau yang tidak mempunyai kawasan inti dan kawasan penyangga yang penetapannya didasarkan pada ketentuan peraturan.

Pertimbangan dalam penentuan delineasi RKT mengacu kepada tipologi kawasan pedesaan yang ditetapkan oleh RTR KS, mencakup:

a. Intreraksi sosial budaya masyarakat.

b. Daya dukung fisik lingkungan, ekologis dan sumber daya air.

c. Sebaran fasilitas perekonomian kawasan.

d. Ketentuan peraturan perundang-undangan.3.2. Dasar Pertimbangan Muatan RKTDasar pertimbangan muatan yang diatur dalam RKT dirumuskan dengan mempertimbangkan:

a. Posisi geografis kawasan terhadap pusat-pusat pertumbuhan di sekitar kawasan;

b. Kondisi lingkungan nonterbangun, terbangun, dan kegiatan di sekitar kawasan;

c. Daya dukung fisik dasar terkait dengan potensi bencana yang mengancam kawasan;

d. Kondisi sosisl ekonomi masyarakat;

e. Kondisi sistem jaringan prasarana pendukung kawasan;

f. Aspek budaya.3.3. Muatan RKT

Muatan Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur hal-hal penting yang perlu ditangani dalam dokumen RKT merujuk kepada PP No. 3 Tahun 2014 Pasal 36 dan penyesuaian materi berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, yaitu mencakup:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi pembangunan kawasan transmigrasi;b. Luasan kawasan transmigrasi;

c. Rencana struktur dan pemanfaatan kawasan transmigrasi;

d. Arahan pengembangan pola usaha pokok;

e. Arahan penataan persebaran penduduk dan kebutuhan sumber daya manusia;

f. Arahan indikasi program utama;

g. Ketentuan pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi.

h. Pengelolaan Rencana Kawasan Transmigrasi.3.3.1Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Kawasan serta Konsep Pengembangan Muatan pengaturan tujuan, kebijakan, dan strategi adalah sebagai berikut;

a) Tujuan: Aspek tujuan difokuskan pada perwujudan kawasan perdesaan dalam batas area tertentu melalui dukungan jaringan prasarana yang memadai.

b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada:

1. Kebijakan penetapan kegiatan;

2. Kebijakan ketenagakerjaan dan penyediaan permukiman;

3. Kebijakan penetapan aksesibilitas kawasan;

4. Kebijakan penetapan standar pelayanan minimum sarana dan prasarana pendukung;

5. Kebijakan perlindungan kawasan (termasuk di dalamnya RTH kawasan).

c) Strategi Perumusan strategi terkait kebijakan penetapan jenis kegiatan yang akan dikembangkan pada kawasan, meliputi :

(1) Menetapkan jenis kegiatan ekonomi yang memiliki keterkaitan bahan baku atau potensi ke pasar lokal, regional dan internasional;

(2) Perumusan strategi terkait kebijakan penataan kawasan dan penyediaan permukiman;

(3) Perumusan strategi terkait kebijakan dukungan sistem jaringan prasarana utama kawasan meliputi penetapan standar pelayanan minimum pelayanan sistem jaringan transportasi

(4) Perumusan strategi terkait kebijakan penetapan standar pelayanan minimum sarana dan prasarana pendukung kawasan termasuk hunian khusus, meliputi:

Penyediaan permukiman;

Penyediaan sistem transportasi; Penyediaan sistem jaringan energi;

Penyediaan sistem jaringan telekomunikasi;

Penyediaan sistem jaringan sumber daya air;

Penyediaan sistem penyediaan air minum;

Penyediaan sistem jaringan air limbah.(5) Perumusan strategi terkait kebijakan perlindungan kawasan (termasuk didalamnya RTH kawasan) meliputi: Pengaturan ruang sekitar kawasan mempertimbangkan dampak keberadaan terhadap kawasan sekitar sekaligus perlindungan kawasan dari kegiatan disekitar kawasan yang berpotensi mengganggu.

3.3.2 Luasan Kawasan TransmigrasiLuasan RKT berdasarkan UU No. 29 Tahun 2009 dan Permen No. 3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, maka ditetapkan sebagai berikut :

SKP Pusat di dalam RKT adalah sebagai KPB adalah kawasan perdesaan yang direncanakan menjadi kawasan berfungsi perkotaan dan berbasis usaha nonpertanian dengan Luasan areal KPB ini berkisar antara 400 - 1000 ha.

SKP Hinterland dari SKP - KPB merupakan SKP berbasis Pertanian adalah SKP yang terdiri atas beberapa Satuan pemukiman (SP),minimal 3 SP dan maksimal 6 SP dengan daya tampung masing-masing SP antara 300 - 500 KK. Luas SP adalah 1200 - 1600 Ha.

Satuan pemukiman dalam SKP dapat berupa SP baru, SP Pugar dan SP Tempatan. Salah satu SP akan berfungsi sebagai Pusat SKP disebut Desa Utama.

3.3.3Arahan Rencana Struktur dan Pemanfaatan Kawasan Transmigrasi

Arahan rencana struktur dan pemanfaatan kawasan transmigrasi mencakup:

a. Mewujudkan permukiman di kawasan transmigrasi yang berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat berusaha, dan tempat bekerja serta

b. menyediakan prasarana dansarana dasar kawasan transmigrasi.

3.3.4 Arahan Pengembangan Pola Usaha Pokok

Menetapkan jenis kegiatan ekonomi lokal yang memiliki keterkaitan bahan baku atau potensi ke pasar lokal, regional dan internasional serta menjadi sumber usaha utama penduduk kawasan transmigrasi.

3.3.5 Arahan Penataan Persebaran Penduduk dan Kebutuhan Sumber Daya Manusia

Arahan Penataan Persebaran Penduduk dan Kebutuhan Sumber Daya Manusia yaitu mewujudkan persebaran penduduk di kawasan transmigrasi yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

3.3.6Arahan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan

Arahan pengendalian pemanfaatan kawasan, mencakup:

a. Arahan pengendalian pembangunan dan pengembangan SKP;b. Arahan pengendalian pembangunan dan pengembangan SP;

c. Arahan pengendalian pembangunan dan pengembangan KPB; dan

d. Arahan pengendalian pembangunan dan pengembangan jaringan prasarana dan sarana dasar Kawasan Transmigrasi.

3.3.7 Pengelolaan RKTKetentuan terkait dengan pengelolaan RKT disusun dengan memperhatikan:

a. Kelembagaan yang telah diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b. Keterkaitan RKT dengan kewenangan Pemerintah pusat;

c. Keterkaitan RKT dengan kewenangan pemerintah daerah (propinsi/kabupaten); dan

d. Pemangku kepentingan lainnya.

3.4. Skala Peta Penetapan skala peta RKT dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan informasi yang diperlukan dalam proses perencanaan kawasan serta mempertimbangkan luasan geografis yang dinilai strategis. Skala peta RKT yaitu skala yang memiliki informasi spasial 1:25.000.

3.5Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat Pelibatan peran masyarakat dalam proses perencanaan dimulai sejak awal hingga akhir kegiatan meliputi: persiapan penyusunan, pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data serta perumusan konsep rencana. Hak, kewajiban, dan peran masyarakat diatur sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat sebagai pemangku kepentingan meliputi :

a. Orang perseorangan atau kelompok orang;b. Organisasi masyarakat di tingkat kabupaten;c. Perwakilan organisasi masyarakat kabupaten;d. Perwakilan organisasi masyarakat kabupaten yang secara sistemik dengan wilayah yang sedang disusun RKT. 3.6Format Penyajian Konsep RKT disajikan dalam dokumen sebagai berikut: a. Materi teknis RKT, meliputi:

1) Buku data dan analisis yang dilengkapi dengan peta-peta;

2) Buku rencana yang disajikan dalam format A4; dan

3) Album peta yang disajikan dengan skala minimal dalam format A1 yang dilengkapi dengan peta digital yang disusun sesuai dengan ketentuan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. b. Naskah rancangan pengesahan tentang RKT, meliputi:

1) Naskah Surat Keputusan Bupati/Walikota yang berupa rumusan pasal per pasal yang disajikan dalam format A4; dan

2) Lampiran yang terdiri atas peta rencana struktur dan pemanfaatan kawasan transmigrasi yang disajikan dalam format A3 serta tabel indikasi program utama.

3.7Masa Berlaku RKT berlaku dalam jangka waktu 15 (lima belas) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RKT dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:

a. Bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b. Perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang;

c. Perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan undang-undang; dan/atau d. Perubahan RTRW Propinsi/kabupaten yang menuntut perubahan terhadap RKT.

BAB IV

PROSES DAN PROSEDUR

PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI (RKT)

Pelaksanaan perencanaan kawasan transmigrasi meliputi serangkaian prosedur penyusunan dan penetapan RKT. Proses penyusunan RKT meliputi:

1. Persiapan penyusunan;

2. Pengumpulan data dan informasi;

3. Pengolahan dan analisis data;

4. Perumusan konsepsi rencana; dan5. Penyusunan Konsep Naskah RaperdaProsedur penetapan RKT merupakan tindak lanjut dari prosedur penyusunan RKT sebagai satu kesatuan proses. Prosedur penetapan RKT dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap penyusunan RKT disesuaikan dengan situasi dan kondisi kawasan transmigrasi yang bersangkutan. Situasi dan kondisi dimaksud dapat terkait dengan aspek politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, keuangan/pembiayaan pembangunan daerah, ketersediaan data, dan faktor-faktor lainnya, baik yang berada di dalam maupun di luar/sekitar kawasan transmigrasi bersangkutan. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk tahap penetapan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Total jangka waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan perencanaan RKT diperkirakan yaitu 6 (enam) bulan yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jangka Waktu Penyusunan RKT

TAHAPAN PROSES PENYUSUNAN RKT

Uraian KegiatanPersiapan Penyusunan Pengumpulan

Data dan

Informasi Pengolahan dan

Analisis Data Perumusan

Konsep RKT Penyusunan Konsep Naskah Raperda

Perkiraan Waktu yang Dibutuhkan1 bulan 1 bulan 2 bulan 1 bulan 1 bulan

6 bulan

4.1. Proses Penyusunan RKT

Proses penyusunan RKT dilaksanakan setelah dilakukan identifikasi potensi kawasan sesuai dengan bagan alir pada gambar di bawah.

4.1.1. Persiapan Penyusunan a. Kegiatan Persiapan Penyusunan meliputi:

(1) Persiapan Administrasi RKT, mencakup :a) Kajian potensi lokasi kawasan mencakup penyediaan tanah untuk pembangunan kawasan transmigrasi dilaksanakan melalui proses pencadangan tanah/penegasan fungsi lahan oleh pemerintah daerah. Pencadangan tanah/penegasan fungsi lahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota melalui gubernur serta disetujui oleh kementerian sebagai berikut : Apabila kawasan calon RKT merupakan kawasan strategis nasional maka kewenangan penyusunan RKT menjadi kewenangan pusat.

Apabila lokasi pencadangan tanah kawasan transmigrasi terdeliniasi pada dua atau lebih wilayah administrasi kabupaten dan atau merupakan kawasan strategis propinsi maka usulan kawasan transmigrasi disampaikan oleh gubernur kepada menteri untuk ditetapkan menjadi kawasan transmigrasi. Usulan kawasan transmigrasi dilengkapi dengan dokumen potensi kawasan dan penyusunannya menjadi kewenangan pusat/propinsi. Apabila lokasi pencadangan tanah kawasan transmigrasi dalam satu wilayah administrasi kabupaten, maka usulan kawasan transmigrasi disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada menteri untuk ditetapkan menjadi kawasan transmigrasi melalui gubernur. Usulan kawasan transmigrasi dilengkapi dengan dokumen potensi calon kawasan transmigrasi.

Berdasarkan usulan kawasan transmigrasi maka gubernur melakukan sinkronisasi dengan kebijakan pembangunan daerah provinsi. Berdasarkan hasil sinkronisasi maka gubernur dapat :

Meneruskan usulan kawasan transmigrasi yang sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah provinsi kepada menteri

Mengembalikan usulan kawasan transmigrasi dengan penjelasan tertulis kepada Bupati/Walikota untuk dilakukan perbaikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.

Usulan kawasan transmigrasi dilakukan penilaian oleh menteri sehingga menteri dapat :

Menetapkan kawasan transmigrasi

Mengembalikan usulan kawasan transmigrasi disertai dengan penjelasan tertulis kepada gubernur untuk dilakukan perbaikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.

Menteri menyampaikan usulan kawasan transmigrasi yang telah ditetapkan menjadi kawasan transmigrasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang sebagai bahan penetapan rencana tata ruang. Kawasan transmigrasi yang telah ditetapkan oleh menteri kemudian dibuat surat keputusan Bupati/Walikota sebagai pencadangan tanah untuk kawasan tranmigrasi.

(2) Persiapan administrasi RKTa. Menyusun kerangka acuan kerja dengan memberikan pesan kuat terhadap arahan kebijakan dan strategi pembangunan kawasan transmigrasi :

a) Perumusan arahan pengembangan kawasan diarahkan agar menjaga keserasian dan keterpaduan antara rencana RTRW dengan RKT;

b) Menjaga keserasian dan keterpaduan antara kegiatan sektoral;

c) Pengembangan kawasan diarahkan untuk pengendalian dan perlindungan kawasan dan bangunan yang mempunyai nilai historis atau sejarah, perlindungan setempat, dll;

d) Pengembangan kawasan diarahkan pula untuk memenuhi standar baku mutu lingkungan kawasan perencanaan;

e) Pengembangan kawasan diarahkan untuk mendorong secara aktif peran masyarakat dalam perencanaan, pemanfaatan dan pembanguan kawasan.

b. Perumusan Pengelolaan Pembangunan Kawasan

a) Membuat sumber dan pembiayaan kegiatan;

b) Mobilisasi sumber daya manusia dengan membentuk tim penasehat/pengarah, tim teknis, tim supervisi sesuai kebutuhan daerah;

c) Menyiapkan kelengkapan administrasi dan kontrak;

d) Menyiapkan program kerja yang lebih rinci, sebagai arahan bagi pelaksana untuk menyusun rencana.

(3) Persiapan Teknis/Penyusunan Proposal yang meliputi:

a) Kajian awal potensi lahan kawasan dengan mengacu pada kajian RTRW provinsi dan RTRW kabupaten serta kebijakan dan peraturan lainnya.1. Identifikasi informasi dan data awal kajian potensi kawasan;

2. Penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan kegiatan;

3. Penyiapan rencana kerja rinci; dan

4. Penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan wawancara, kuesioner, panduan observasi dan dokumentasi, dll) serta mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan.

b) Materi yang dihasilkan adalah Proposal Teknis/Hasil Kajian Awal Lokasi Kawasan Transmigrasi.b. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Persiapan Administrasi dan TeknisHasil kegiatan persiapan administrasi dan teknis penyusunan RKT paling sedikit meliputi:

a) SK Bupati/Walikota atau Gubernur tentang pencadangan lahan untuk kawasan transmigrasi. Pencadangan tanah dalam hal ini berarti penunjukan area tanah oleh bupati/walikota atau gubernur yang disediakan untuk pembangunan kawasan transmigrasi.b) Hasil kajian awal lokasi kawasan transmigrasi yang terdiri atas:

Gambaran umum wilayah perencanaan; Identifikasi nilai strategis kawasan transmigrasi;

Identifikasi dan perumusan isu strategis perlunya penyusunan RKT;

Identifikasi kebijakan terkait dengan wilayah perencanaan;

Potensi dan permasalahan awal wilayah perencanaan serta gagasan awal pengembangan wilayah perencanaan; dan

Identifikasi awal batas delineasi kawasan.

c. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Waktu pelaksanaan kegiatan persiapan yaitu 1 (satu) bulan, yang disesuaikan dengan kondisi kawasan dan pendekatan yang digunakan.

4.1.2. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

a. Kegiatan Pengumpulan Data dan Informasi

Untuk keperluan pengenalan karakteristik kawasan dan penyusunan rencana kawasan transmigrasi, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat meliputi:

1) Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang per-orang, dan lain sebagainya;

2) Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah secara langsung melalui kunjungan ke semua bagian wilayah kawasan transmigrasi.

Data sekunder yang harus dikumpulkan sekurang-kurangnya meliputi:

1) Peta-peta, meliputi: a) Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau peta topografi skala 1:50.000 sebagai peta dasar;

b) Citra satelit untuk memperbaharui (update) peta dasar dan membuat peta tutupan lahan; Citra satelit yang digunakan harus berumur tidak lebih dari tiga tahun pada saat penyusunan rencana dengan menggunakan citra satelit resolusi 10 m 15 m.c) Peta batas wilayah administrasi;

d) Peta batas kawasan hutan;

e) Peta-peta masukan untuk analisis kebencanaan;

f) Peta-peta masukan untuk identifikasi potensi sumber daya alam;g) Peta-peta jaringan jalan.2) Data dan informasi yang harus ada mampu menyajikan data spasial 1:25.000, meliputi:

a) Data kebijakan penataan ruang (RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota, dan rencana rincinya) serta kebijakan sektoral terkait;

b) Data kondisi fisik lingkungan dan SDA meliputi: Iklim dari stasiun klimatologi terdekat minimal 10 tahun;

Tanah yang telah diklasifikasikan hingga tingkat Great Group menurut USDA;

Hidrologi dan Geologi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi Nasional Bandung.

c) Data penggunaan lahan (Hasil interpretasi citra satelit dan sudah merupakan hasil pengecekan lapangan);

d) Data tentang kependudukan (minimal data pada tingkat kecamatan minimal 5 tahun), meliputi jumlah penduduk berdasarkan:

Jenis kelamin

Usia/umur

jenis pekerjaan

e) Data tentang prasarana dan sarana kawasan meliputi:

Sistem jaringan transportasi, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih, jaringan listrik, pengembangan permukiman dan pengelolaan persampahan, pendidikan dan kesehatan serta perdagangan.

f) Data tentang pertumbuhan ekonomi kawasan, meliputi: Produksi masing-masing subsektor berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota;

PDRB kabupaten/kota dan propinsi minimal meliputi 22 subsektor selama 5 tahun.

g) Data tentang kemampuan keuangan pembangunan daerah diperoleh dari data APBD 5 tahun terakhir;

h) Data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan daerah;

i) Data dan informasi tentang kebijakan penataan ruang terkait (RTRW kabupaten yang sebelumnya, RTRW provinsi, RTRW Nasional dan RTR pulau terkait);

j) Data dan informasi tentang kebijakan pembangunan sektoral, terutama yang merupakan kebijakan pemerintah pusat; dan

k) Peraturan-perundang undangan terkait.

Tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan/desa. Dengan data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada kawasan. Data yang menyangkut informasi spasial diperoleh dari informasi dengan tingkat kedetailan 1:25.000.

b. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Pengumpulan Data dan Informasi

Hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi dihimpun dalam buku data dan analisis.

c. Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Waktu pelaksanaan kegiatan pengumpulan data dan informasi adalah 2 (dua) bulan.

4.1.3. Tahap Pengolahan dan Analisa Data

a) Analisis Kebijakan Pembangunan Kawasan Transmigrasi(1) Tujuan dan Manfaat Pekerjaan analisis dimaksudkan untuk mengkaji daya dukung dan daya tampung lahan lokasi perencanaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan dengan pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan.(2) Prinsip Dasar Metode yang dapat digunakan dalam analisis potensi dan masalah kawasan perencanaan adalah dengan menggunakan prinsip analisis SWOT:

1. Potensi/kekuatan; kekuatan yang dimiliki oleh indikator perkembangan kawasan perencanaan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga diperlukan suatu kebijakan dan strategi peningkatan/penambahan nilai (value added) dari indikator tersebut;

2. Kelemahan/Permasalahan; kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh kawasan perencanaan sehingga menghambat kawasan perencanaan untuk tumbuh dan berkembang;

3. Kesempatan/peluang yang lebih luas yang memberikan dampak tumbuh dan berkembangnya kawasan perencanaan seperti meningkatnya ekonomi makro, investasi yang tumbuh cepat, terbuka akses kawasan dengan luar, sehingga diperlukan kebijakan dan strategi penguatan akses dan kemudahan-kemudahan bagi pengembangan kawasan;

4. Ancaman; indikator eksternal yang dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya kawasan perencanaan, sehingga diperlukan kebijakan dan strategi penguatan koordinasi, kerjasama, dan sikronisasi pembangunan.

Setiap komponen atau variabel SWOT harus terukur secara kuantitatif, bila kualitatif dapat menunjukan faktor keterkaitan antara data dan kecenderungannya.

b)Analisis Struktur dan Pemanfaatan Kawasan TransmigrasiAnalisis struktur dan pemanfaatan kawasan dilakukan dengan mengamati dan mengkaji struktur dan pemanfaatan kawasan, baik pada masa sekarang, masa lalu, maupun kecenderungannya di masa depan, akan tetapi dalam lingkup internal wilayah. Penentuan orde kota, skala wilayah pelayanan, dan penstrukturan wilayah agar lebih efektif dan efisien merupakan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis aspek ini.

1. Ketentuan Analisis a. Ketentuan analisis struktur kawasan perencanaan mengikuti kebijakan yang telah digariskan oleh RTRWN, RTRWP, dan RTRW;

b. Kedudukan dan skala dari sistem pergerakan, pemusatan kegiatan, dan peruntukan lahan;

c. Arah perkembangan pembangunan kawasan;

d. Memperhatikan karakteristik dan daya dukung fisik lingkungan serta dikaitkan dengan tingkat kerawanan terhadap bencana.

e. Standar minimum untuk analisis prasarana dan sarana, kependudukan serta kondisi lahan mengacu pada Standar PU Nomor : 01/PRT/M/2014, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

2. Analisis Fungsi Ruang meliputi:

a. Tujuan, membentuk pola kawasan yang terstruktur dalam peran dan fungsi bagian-bagian kawasan yang memperlihatkan konsentrasi dan skala kegiatan binaan manusia dan alami.

b. Komponen Analisis;

Perkembangan pembangunan, merupakan kebijakan rencana pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun swasta;

Pusat-pusat kegiatan, dengan melakukan kajian terhadap pemusatan kegiatan yang ada atau direncanakan oleh rencana diatasnya;

Kesesuaian dan daya dukung lahan, sebagai daya tampung dan daya hambat ruang kawasan dalam berkembang;

Pembagian fungsi ruang pengembangan, merupakan struktur kawasan yang dibagi dalam fungsi dan peran bagian-bagian kawasan.

c) Analisis Sumberdaya dan Kemampuan LahanAnalisis fisik dasar dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai daya dukung lingkungan fisik. Informasi ini diperlukan di dalam merumuskan dan menempatkan zonasi ruang di wilayah perencanaan seperti kawasan lindung dan kawasan budidaya, hutan lindung, hutan produksi dll.

Aspek fisik dasar yang dijadikan sebagai input di dalam analisis adalah topografi wilayah, jenis tanah, iklim, hidrologi, geologi, pola arus. Selain itu di dalam tahap analisis juga dipertimbangkan aspek ketersediaan SDA dan Pola Ruang yang ada (existing).

Analisis evaluasi lahan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kesesuaian, tingkat kemampuan, dan tingkat ketersediaan lahan untuk kawasan lindung dan budidaya. Teknik analisis yang dipergunakan di dalam evaluasi lahan ini adalah teknik scoring dan teknik overlay peta yang didasarkan kepada kriteria penetapan kawasan lindung dan budidaya. Nilai akhir dari kesesuaian lahan diperoleh dengan operasi matematis scoring dan overlay peta tersebut.

Gambar 4.1Alur Analisis Aspek Fisik DasarKarateristik Fisik Dasar Yaitu: Topografi, Jenis Tanah, Iklim dllKetersediaan SDA: Jenis Dan Jumlah

Analisis Kesesuaian LahanAnalisis Ketersediaan Dan Pola Sebaran

Analisis Ketersediaan Dan Pola SebaranPotensi Pengembangan

Informasi Mengenai Daya Dukung Lingkungan Untuk Berbagai Kebutuhan Pengembangan Wilayah

Gambar 4.2

Skema Analisis Kesesuaian Lahan

Kriteria-kriteria yang menjadi model persyaratan penggunaan lahan bagi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan melalui metoda pohon keputusan. Pohon keputusan ini terdiri dari seperangkat persyaratan penggunaan lahan dengan masing-masing karakteristik-karakteristik pencirinya, di mana satu sama lain (karakteristik pendiri) saling berpengaruh terhadap potensi lahan bagi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan.

Secara umum untuk menilai kelas kesesuaian lahan agregat (satuan lahan) ditentukan berdasarkan faktor pembatas yang paling berat (maximum limiting factors, FAO, 1976). Evaluasi dilakukan pada satuan lahan (skala 1 : 25.000) sesuai dengan ketersediaan data. Masing-masing satuan lahan di wilayah studi terdiri dari campuran dua jenis tanah atau lebih. Batasan antara dua jenis tanah atau lebih ini tidak dapat didelineasi pada peta yang digunakan, sehingga perlu dilakukan kajian survey pemetaan tanah lebih lanjut pada tingkat kedetilan yang lebih tinggi. Jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan berdasarkan pengelompokkan jenis komoditas yang mempunyai kemiripan (similar land use requirements).Stratifikasi hasil evaluasi lahan disesuaikan dengan kedalaman data yang tersedia yaitu pada tingkat subkelas dengan disertai pencantuman faktor pembatas masing-masing kelas :1) Sesuai (S)

2) Sesuai bersyarat (CS)

3) Tidak bersyarat (N)

Kualitas lahan yang menjadi faktor pembatas kesesuaian diantaranya sebagai berikut :

1) Hidrologi (h)5)Tipe Iklim (i)

2) Elevasi (k)6)Media perakaran (r)

3) Terrain (s)7)Temperatur Udara (t)

4) Ketersediaan air (w)8)Toksisitas (x)

Setiap faktor pembatas tersebut ditentukan oleh karakteristik-karakteristik penciri masing-masing kualitas lahan dan signifikan menjadi pembatas dalam pengembangan jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan.

d) Analisis Pengembangan Ekonomi Kawasan Transmigrasi

1. Analisis Sektor dan Komoditas Unggulan

Analisis sektor dan komoditas unggulan diperlukan untuk mengetahui sumbangan/kontribusi sektor dan komoditas terhadap PDRB pada Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT). Sektor yang memberikan sumbangan relatif yang cukup besar terhadap PDRB di suatu kawasan sehingga sektor tersebut dikatakan sebagai sektor basis (dominan).

Variabel yang dapat digunakan sebagai indikator keunggulan suatu sektor diantaranya: penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor, luas usaha dan produktivitas masing-masing sektor, serta kontribusi tiap-tiap sektor terhadap PDRB di RKT.

Sektor unggulan dapat pula diartikan sebagai sektor yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar yang ditunjukkan dengan parameter-parameter, seperti:

1) Sumbangan sektor perekonomian terhadap perekonomian wilayah yang cukup tinggi,

2) Komoditas yang mempunyai multiplier effect yang cukup tinggi,

3) Komoditas dengan kandungan deposit yang melimpah,

4) Memiliki potensi value added yang cukup baik.

Untuk mengidentifikasi sektor dan komoditas unggulan dapat digunakan beberapa analisis, diantaranya: Analisis Location Quotient (LQ), Shift Share, dan Input Output (IO). Untuk menentukan sektor atau komoditas unggulan dapat menggunakan salah satu analisis tersebut.

2. Analisis Potensi dan Peluang Pengembangan Komoditas Unggulan

Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) memiliki potensi perkonomian yang besar dan membutuhkan adanya dukungan dari seluruh pihak agar potensi pekonomian dapat berjalan lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa potensi perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dalam masa kini maupun masa depan. Salah satu daerah yang potensinya dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang berkembang adalah perekonomian daerah tersebut yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh fenomena-fenomena yang berkembang saat ini dan yang akan datang, baik pada tatanan perkembangan lingkungan eksternal maupun internal. Perkembangan lingkungan eksternal perekonomian RKT sangat dipengaruhi oleh kebijakan perekonomian regional dan nasional.

Lingkungan internal dapat digambarkan melalui besarnya potensi pengembangan komoditas unggulan di RKT, sedangkan lingkungan eksternal digambarkan melalui peluang-peluang pengembangan komoditas unggulan di RKT. Untuk menilai besarnya potensi dan peluang komoditas unggulan di RKT dapat digunakan beberapa metode, diantaranya dengan menggunakan Analisis Matriks SWOT, Matriks QSP (Quantitative Strategy Planning), dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).3. Analisis Sistem Pemasaran

Setiap daerah/kawasan harus mampu memenuhi kebutuhan dari penduduknya. Oleh karena itu, setiap daerah/kawasan perlu memiliki sistem pemasaran produk yang telah dihasilkan. Pemasaran merupakan upaya untuk mempromosikan, menginformasikan dan menawarkan kepada konsumen mengenai sebuah produk usaha atau layanan jasa yang dikelola oleh sebuah usaha sebagai upaya untuk meningkatkan angka penjualan dari produk yang dihasilkan. Analisis sistem pemasaran penting dilakukan untuk mengembangkan suatu komoditas unggulan di wilayah RKT. Peranan pemasaran dalam pengembangan komoditas unggulan di wilayah RKT, antara lain:

a. Pemasaran untuk mempromosikan komoditas unggulan kepada masyarakat sekitar wilayah RKT;b. Menjelaskan fungsi, manfaat dan keunggulan sebuah komoditas unggulan di wilayah RKT.Efektivitas dan keberhasilan dari sistem pemasaran dalam arti luas harus dievaluasi dalam hubungannya dengan tujuan masyarakat di wilayah RKT tersebut. Pemasaran yang efektif berarti mendistribusikan barang dan jasa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen di wilayah RKT. Pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai keefektifan suatu sistem pemasaran produk unggulan di kawsan RKT, yaitu: pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, pembuatan standar dan pengelompokkan, keuangan, pengambilan risiko dan informasi pasar.

4. Analisis Studi Kelayakan Komoditas Unggulan

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu kegiatan yang direncanakan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya.

Aspek-aspek analisis kelayakan meliputi aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis. Jadi kelayakan suatu komoditas unggulan pada Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) sangat ditentukan oleh aspek-aspek tersebut. 1) Aspek Teknis

Aspek teknis yaitu analisa yang berkaitan dengan input dan output suatu komoditas unggulan berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya kegiatan pengembangan usaha komoditas unggulan di RKT. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan teknis usaha, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi dimana usaha akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta layout bangunan yang dipilih.

2) Aspek Institusional-Organisasi-Manajemen

Mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga yang akan dilayani oleh proyek, struktur kelembagaan disesuaikan dengan negara atau daerah. Pekerjaan-pekerjaan apa yang diperlukan untuk menjalankan operasi tersebut, persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk bisa menjalankan pekerjaan-pekerjaan tersebut dan juga struktur organisasi yang akan dipergunakan dalam suatu pengembangan usaha komoditas unggulan di RKT.

3) Aspek Sosial

Aspek sosial mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Pengembangan komoditas unggulan harus tanggap pada keadaan sosial dan dampak lingkungan yang merugikan. Pertimbangan mengenai aspek sosial dalam komoditas unggulan di RKT penting untuk kelangsungan usaha, dikarenakan tidak ada usaha yang bertahan lama jika tidak ramah terhadap lingkungan.

4) Aspek Finansial

Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis komoditas unggulan menerapkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu komoditas unggulan yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial terhadap usaha tani adalah untuk menentukan berapa banyak keluarga produsen komoditas unggulan yang menggantungkan kehidupan mereka kepada usaha dari komoditas unggulan tersebut, untuk membuat proyeksi mengenai anggaran yang akan mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada masa akan datang setiap tahun. 5) Aspek Ekonomi

Aspek-aspek ekonomi persiapan dan analisis proyek membutuhkan pengetahuan mengenai komoditas unggulan apa yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomi secara keseluruhan. Sudut pandangan yang diambil dalam analisis ekonomi adalah masyarakat secara keseluruhan. Pelaksanaan analisis ekonomi dari suatu komoditas unggulan dapat menggunakan metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi tersebut di atas. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu komoditas unggulan untuk dilaksanakan dilihat dari aspek profitabilitas komersialnya di RKT. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kelayakan dari suatu komoditas unggulan di RKT, yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Net/Gross Benefit Cost Ratio(B/C), Profitability Ratio (PV IK), Least Cost Method, dan Pay Back Period.

e) Analisis Sosial dan Kependudukan

1. Analisis Sosial

Dalam upaya untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan analisis aspek sosial dan pendudukan suatu Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT). Analisis sosial dan kependudukan pada hakekatnya adalah suatu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kawasan untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya pengukuran indikator sosial kependudukan tidak berdiri sendiri melainkan terkait erat dengan kegiatan lainnya, yaitu aspek ekonomi dan kelembagaan. Seringkali sulit untuk menemukan indikator yang sederhana dan hanya mengukur satu aspek saja karena keberhasilan pengembangan suatu kawasan sangat ditentukan oleh kinerja sektoral dan berbagai pelaku utama pembangunan (stakeholders) seperti pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri. Analisis sosial dapat diperoleh melalui hasil pengukuran beberapa indikator sosial (urban social indicator) yaitu berupa kualitas sumberdaya manusia.

Salah satu indikator yang dipakai pada pedoman ini adalah indikator komposit objektif yaitu indikator tunggal yang merupakan gabungan dari beberapa indikator kesejahteraan rakyat dari berbagai data sensus dan survei. Indikator komposit dipakai untuk membandingkan tingkat indikator tertentu atau tingkat kesejahteraan rakyat antar daerah di kawasan. Indikator komposit objektif yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) yang merupakan gabungan dari tiga indikator tunggal yaitu angka harapan hidup (life expectancy), angka melek huruf (adult literacy rate) dan rata-rata lamanya pendidikan yang diperoleh (mean years of schooling). Analisis sosial dapat digunakan antara lain dengan analisis deskriptif kuantitatif. 2. Analisis Kependudukan

Analisis kependudukan di RKT dilakukan untuk memperoleh gambaran potensi penduduk, sebagai acuan dalam menentukan kebijakan penyebaran penduduk, dan untuk mendapatkan gambaran situasi dan kondisi objektif dari perencanaan pengembangan/pemberdayaan masyarakat. Analisis Kependudukan dapat diperoleh melalui hasil pengukuran beberapa indikator sosial (urban social indicator) misalnya: jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, dan kepadatan permukiman. Analisis kependudukan dapat digunakan antara lain dengan analisis deskriptif kuantitatif dan analisis regresi.

f). Analisis Prasarana dan Sarana

Analisis kebutuhan prasarana dan sarana dilakukan untuk mengetahui jenis dan tingkat kebutuhan prasarana dan sarana berdasarkan pekembangan kawasan. Penilaian atas kondisi prasarana dan sarana ini dilakukan berdasarkan fungsi dan tingkat pelayanan dari sarana yang bersangkutan. Prasarana dan sarana yang dimaksudkan di sini adalah prasarana dan sarana transportasi, fasilitas umum dan utilitas. Seluruh kebutuhan sarana dan prasarana ini disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan wilayah untuk masa 10 tahun ke depan sesuai dengan hasil proyeksi pada aspek demografi. Alur analisis sarana dan prasarana dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Pada dasarnya analisis kebutuhan prasarana dan sarana akan terkait erat dengan beberapa hal yaitu jumlah penduduk dan hasil proyeksi yang nantinya akan dirumuskan berdasarkan standar jumlah minimal fasilitas yang dimaksud, dan standar kebutuhan ruang untuk masing-masing standar.Gambar 4.3Alur Analisis Sarana dan Prasarana WilayahProyeksi JumlahPenduduk 15 tahun ke depan

Kebutuhan Fasilitas:

Transportasi, Air Bersih, Jaringan Listrik,

Jaringan TelekomunikasiPersampahan PermukimanKebutuhan RuangStandar

Perencanaan Penyediaan

Prasarana

Rencana Sistem Jaringan Dan Prasarana:Transportasi, Jaringan Telekomunikasi, Jaringan Air Bersih, Jaringan Listrik, Pengembangan Permukiman Dan Pengelolaan Persampahan

g). Analisis Transportasi

Transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sarana/prasarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan ke seluruh wilayah. Tujuan adanya transportasi adalah :

1) Terakomodasinya mobilitas penduduk

2) Dimungkinkan adanya pergerakan barang 3) Dimungkinkannya akses ke seluruh wilayah4) Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang/barang, sarana dan prasarana yang berinteraksi dalam suatu operasi yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara alami maupun buatan/rekayasa.

Analisis sistem prasarana transportasi yang meliputi transportasi darat, air, dan udara dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai :

Keterkaitan fungsional dan ekonomi antar kota, antar kawasan baik dalam wilayah maupun antar wilayah kabupaten, dengan melihat pengumpul hasil produksi, pusat kegiatan transportasi, dan pusat distribusi barang dan jasa;

Kecenderungan perkembangan prasarana transportasi yang ada;

Aksesibilitas lokasi-lokasi kegiatan di wilayah kabupaten.

Muatan Analisis Transportasi terdiri dari :

Analisis Pola Pergerakan (pola pergerakan angkutan penumpang dan barang)

Analisis Sistem Transportasi meliputi : jaringan jalan, hirarki jalan dan jaringan non jalan.

Analisis Sarana dan Prasarana Transportasi meliputi : kondisi jalan dan kebutuhan pengembangan.

4.1.4. Tahap Perumusan Konsepsi Rencana

A. Tujuan, Sasaran Dan Konsep Perwujudan RKT

Rencana perwujudan Kawasan Transmigrasi digunakan sebagai dasar dalam menentukan peruntukan tanah bagi :

a. Pembangunan SP baru

b. Pembangunan pemukiman baru sebagai bagian dari SP Pugar

c. Pembangunan prasarana dan sarana kawasan transmigrasi

d. Pengembangan investasi

e. Pemugaran pemukiman penduduk setempat sebagai bagian dari SP pugar dan/atau

f. SP tempatan

B. Rencana Struktur dan Pemanfaatan Kawasan Transmigrasi

Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) adalah rencana struktur ruang dan pola ruang kawasan transmigrasi sebagai dasar perencanaan perwujudan kawasan transmigrasi, mencakup:

1. Rencana Perwujudan Kawasan Transmigrasi

Rencana perwujudan kawasan transmigrasi merupakan rencana pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan untuk mewujudkan kawasan transmigrasi menjadi satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Rencana perwujudan kawasan transmigrasi meliputi:

a. Rencana pembangunan dan pengembangan SKP;

b. Rencana pembangunan dan pengembangan KPB;

c. Rencana pembangunan dan pengembangan SP;

d. Rencana pembangunan dan pengembangan pusat SKP;

e. Rencana pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana;

f. Rencana pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi;

g. Rencana Sistem Transportasi;

h. Rencana Penataan Persebaran Penduduk;

i. Rencana Pola Pengembangan Usaha Pokok;

j. Indikasi Program.

2. Rencana Pembangunan dan Pengembangan SKP

Rencana pembangunan dan pengembangan SKP merupakan Rencana Rinci SKP. Rencana Rinci SKP sebagai perangkat operasional RKT. Rencana Rinci SKP paling sedikit memuat:

a. Tujuan, sasaran, dan konsep perwujudan SKP;

b. Luasan SKP; c. Rencana struktur SKP; d. Rencana peruntukkan SKP; e. Rencana pengembangan pola usaha pokok

f. Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan; g. Rencana penataan persebaran penduduk dan kebutuhan sumber daya manusia sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan SKP;

h. Indikasi program utama pembangunan SKP; dan

i. Tahapan pembangunan SP.3. Rencana Pembangunan dan Pengembangan KPB

Rencana pembangunan dan pengembangan KPB merupakan Rencana Detail KPB. Rencana Detail KPB merupakan bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan bagi zona-zona yang pada rencana detail tata ruang ditentukan sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan. Rencana Detail KPB paling sedikit memuat:

a. Tujuan, sasaran, dan konsep perwujudan KPB;

b. Luasan KPB;

c. Rencana peruntukkan KPB;

d. Rencana prasarana dan sarana KPB;

e. Penetapan subbagian wilayah perencanaan KPB yang diprioritaskan penanganannya;

f. Ketentuan pemanfaatan ruang KPB;

g. Rencana pola usaha pokok dan/atau pola pengembangan usaha;

h. Rencana jenis transmigrasi yang dapat dilaksanakan;

i. Rencana penataan persebaran penduduk dan rencana peningkatan kapasitas sumber daya manusia;

j. Rencana detail pembentukan, peningkatan, dan penguatan kelembagaan sosial dan ekonomi;

k. Rencana program pembangunan KP.

4. Rencana pembangunan dan pengembangan SP

Rencana pembangunan dan pengembangan SP merupakan rencana teknis SP. Rencana teknis SP paling sedikit memuat:a. Luas SP;

b. Rencana detail pemanfaatan ruang SP;

c. Rencana detail pola usaha pokok dan pengembangan usaha yang dapat dikembangkan;

d. Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan; e. Rencana daya tampung penduduk; dan

f. Rencana kebutuhan biaya pembangunan SP.5. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Pusat SKP

Rencana pembangunan dan pengembangan pusat SKP merupakan rencana teknis pusat SKP.

(1) Rencana teknis pusat dilaksanakan pada salah satu SP yang dirancang menjadi Desa Utama.

(2) Rencana teknis pusat SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan Rencana Rinci SKP.

(3) Rencana teknis pusat SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

a. Luas pusat SKP;b. Rencana detail pemanfaatan ruang pusat SKP;

c. Rencana pola usaha pokok dan pengembangan usaha yang dapat dikembangkan;

d. Rencana pelayanan dan pengembangan usaha jasa, industri, dan perdagangan yang dapat dikembangkan;

e. Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan;

f. Rencana daya tampung penduduk; dan

g. Rencana kebutuhan biaya pembangunan Pusat SKP;(4) Rencana teknis pusat SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam dokumen rencana teknis pusat SKP.

C. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana

Rencana pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana merupakan rencana teknik detail prasarana dan sarana. Rencana teknik detail prasarana dan sarana mencakup :a. Prasarana dan sarana SP;

b. Prasarana dan sarana pusat SKP;

c. Prasarana dan saranaKPB; dand. Prasarana intra dan antar-kawasan.

D. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Sistem Transportasi

a. Rencana sistem jaringan jalan (hirarki dan kelas jalan);

b. Rencana peningkatan aksesibilitas, dalam hal ini pengembangan jaringan jalan;

c. Rencana pengembangan simpul jaringan transportasi.

E. Rencana Penataan Persebaran Penduduk

Rencana Penataan Persebaran Penduduk didasarkan kepada hasil analisis struktur dan pemanfaatan kawasan transmigrasi serta analisis sumberdaya, kemampuan lahan dan daya dukung lahan.

F. Rencana Pola Pengembangan Usaha PokokRencana Pola Pengembangan Usaha Pokok, di dasarkan kepada hasil analisis sektor unggulan yang diarahkan untuk mempercepat keterkaitan fungsional intrakawasan dan antarkawasan serta mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara konsisten guna mendukung pengembangan komoditas unggulan dengan pendekatan agroindustri dan agribisnis.G. Indikasi ProgramTujuan Penyusunan Indikasi Program adalah untuk penanganan prasarana lingkungan yang akan dilaksanakan dalam kawasan, baik kebutuhan akan konservasi, pengembangan baru pemugaran atau penanganan khusus dengan kriteria sebagai berikut :

1) Program yang dikelola pemerintah, kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia.

2) Program yang dikerjasamakan, kegiatan yang menyangkut pengelolaan fasilitas publik.

3) Program yang dipihak ketigakan/swasta, kegiatan yang bersifat mencari keuntungan, khususnya bagi pemerintah daerah adalah berkonstribusi kepada APBD.

4) Sistem pembiayaan : APBD Kabupaten, APBD Propinsi, dan APBN.

5) Program yang dipihak ketigakan/swasta, kegiatan yang bersifat mencari keuntungan, khususnya bagi pemerintah daerah adalah berkonstribusi kepada APBD.

6) Sistem pembiayaan :

a) APBD Kabupaten, APBD Propinsi, dan APBN.

b) BOT (Build, Operate and Transfer), artinya dibangun swasta, dioperasikan swasta dan pada suatu saat diserahkan kepada pemerintah.

c) BOO (Build, Own, Operate), yaitu suatu cara penyertaan swasta.

d) Modifikasi.4.1.5. Tahap Penyusunan Konsep Naskah Pengesahan Dokumen RKT

a. Kegiatan Penyusunan Naskah Pengesahan Dokumen RKT

Kegiatan penyusunan naskah Raperda tentang RKT merupakan proses penuangan naskah teknis RKT ke dalam bentuk pasal-pasal dan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan, khususnya ketentuan-ketentuan dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

b. Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Produk yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah naskah Rancangan Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang RKT.

c. Waktu Kegiatan

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyusunan rancangan Naskah Pengesahan tentang Dokumen RKT adalah 1 (satu) bulan, dan dapat dilakukan secara simultan dengan penyusunan naskah teknis RKT.

4.2Prosedur Penyusunan RKT

Prosedur penyusunan RKT merupakan pentahapan yang harus dilalui dalam penyusunan RKT sampai dengan pembahasan naskah pengesahan tentang Dokumen RKT yang melibatkan pemangku kepentingan di tingkat kabupaten termasuk masyarakat. Masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan dalam penyusunan RKT meliputi:

a. Orang perorangan atau sekelompok orang;

b. Organisasi masyarakat tingkat wilayah kabupaten atau yang memiliki cakupan wilayah layanan satu kabupaten atau lebih dari wilayah kabupaten yang sedang melakukan penyusunan RKT;

c. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat kabupaten dan kabupaten/kota yang berdekatan secara sistemik (memiliki hubungan interaksi langsung) yang dapat terkena dampak dari penataan ruang di daerah yang sedang disusun RKT-nya; dan

d. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat kabupaten dan kabupaten/kota dari daerah yang dapat memberikan dampak bagi penataan ruang di daerah yang sedang disusun RKT-nya.

Prosedur penyusunan RKT meliputi:

a. Pembentukan tim penyusunan RKT yang beranggotakan unsur-unsur dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah kabupaten, khususnya dalam lingkup Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) kabupaten yang bersangkutan;

b. Pelaksanaan penyusunan RKT;

c. Pelibatan peran masyarakat di tingkat kabupaten dalam penyusunan RKT melalui:

1) Pada tahap persiapan, pemerintah melibatkan masyarakat secara pasif dengan pemberitaan mengenai informasi penataan ruang melalui:

Media massa (televisi, radio, surat kabar, dan majalah);

Brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal, dan buku;

Kegiatan pameran, pemasangan poster, pamflet, papan pengumuman, billboard; Kegiatan kebudayaan (misal: pagelaran wayang dengan menyisipkan informasi yang ingin disampaikan di dalamnya);

Multimedia (video, VCD, dan DVD);

Website; Ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau

Pertemuan terbuka dengan masyarakat/kelompok masyarakat.

2) Pada tahap pengumpulan data dan informasi, masyarakat/organisasi masyarakat berperan lebih aktif dalam bentuk:

Pemberian data & informasi kewilayahan yang diketahui/dimiliki datanya;

Pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan;

Pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan

Identifikasi potensi dan masalah penataan ruang.

Media yang digunakan untuk mendapatkan infomasi/masukan dapat melalui:

Kotak aduan;

Pengisian kuesioner, wawancara;

Website, surat elektronik, form aduan, polling, telepon, dan pesan singkat/sms;

Pertemuan terbuka atau public hearings; Kegiatan workshop, focus group disscussion (FGD);

Penyelenggaraan konferensi; dan/atau

Ruang pamer atau pusat informasi.

3) Pada tahap perumusan konsep RKT, masyarakat terlibat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya.

Pada kondisi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang telah lebih aktif, maka dalam penyusunan RKT dapat memanfaatkan lembaga/forum yang telah ada seperti:

Satuan kerja (task force/technical advisory committee);

Steering committee;

Forum delegasi; dan/atau

Forum pertemuan antar pemangku kepentingan.

d. Pembahasan Naskah Pengesahan tentang Dokumen RKT oleh pemangku kepentingan di tingkat kabupaten. Pada tahap pembahasan ini, masyarakat dapat berperan dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, atau sanggahan terhadap naskah pengesahan tentang RKT melalui:

1) Media massa (televisi, radio, surat kabar, dan majalah);

2) Website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RKT;

3) Surat terbuka di media massa;

4) Kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau

5) Diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi publik, workshop, focus group disscussion (FGD), seminar, konferensi, dan panel.

AMBAR 4.4PROSEDUR PERSETUJUAN RENCANA LOKASI KAWASAN TRANSMIGRASI

GAMBAR 4.5PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI (RKT)

BAB V

PENGENDALIAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI (RKT)

Ketentuan pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi memiliki fungsi:

1. Sebagai alat pengendali pengembangan kawasan transmigrasi;

2. Menjaga kesesuaian pemanfaatan kawasan dengan rencana kawasan transmigrasi;

3. Menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu pemanfaatan kawasan transmigrasi yang telah sesuai dengan rencana tata ruang baik RTRW Kabupaten maupun RTRW Provinsi;

4. Meminimalkan pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana kawasan transmigrasi;

5. Mencegah dampak pembangunan yang merugikan; dan

6. Melindungi kepentingan umum

Ketentuan pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi terdiri dari ketentuan umum pengendalian struktur kawasan transmigrasi, ketentuan umum peraturan kawasan transmigrasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta arahan sanksi.

5.1Ketentuan Umum

Pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan kawasan transmigrasi.

Pengawasan diselenggarakan melalui kegiatan sebagai berikut :

a) Pelaporan yang menyangkut segala hal yang tentang pemanfaatan kawasan transmigrasi;

b) Pemantauan terhadap perubahan pemanfaatan kawasan transmigrasi; serta

c) Evaluasi sebagai upaya menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan kawasan transmigrasi dalam mencapai tujuan rencana kawasan transmigrasi (RKT).

Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi tersebut dilaksanakan secara terintegrasi dan terkoordinasi. Penertiban merupakan tindakan yang dilakukan bila terdapat indikasi pelanggaran pemanfaatan kawasan transmigrasi.

5.1.1Pengawasan

Berdasarkan waktu pelaksanaannya, pengawasan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

a) Pengawasan selama proses pembangunan (construction), bertujuan untuk mencegah terjadinya kelambatan atau masa idle (non-performing) yang berdampak negatif.

b) Pengawasan pasca-pembangunan, bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan kegiatan yang dilaksanakan terhadap perijinan yang telah diterbitkan.

5.1.2Pelaporan

a) Fungsi pelaporan adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah atau instansi yang berwenang dalam memantau dan mengevaluasi pemanfaatan kawasan transmigrasi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana kawasan transmigrasi.

b) Pelaporan tidak hanya berupa laporan pelanggaran atas rencana kawasan transmigrasi, tetapi juga segala hal yang menyangkut kegiatan pemanfaatan kawasan transmigrasi, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana kawasan transmigrasi.

c) Subyek pelaporan terdiri dari pihak-pihak yang memiliki hak dan/atau kewajiban untuk melaporkan hal-hal yang menyangkut pemanfaatan kawasan transmigrasi. Subyek yang memiliki kewajiban untuk melaporkan adalah pihak pengguna kawasan transmigrasi, sedangkan subyek yang memiliki hak untuk melaporkan adalah masyarakat luas dengan perincian sebagai berikut:

1) Pengguna kawasan transmigrasi : berupa laporan kegiatan pembangunan yang akan digunakan untuk menilai sampai sejauh mana pelaksanaan pemanfaatan kawasan transmigrasi direalisasikan sesuai dengan rencana kawasan transmigrasi yang berlaku;

2) Masyarakat luas (pihak-pihak di luar pengguna baik yang berada maupun tidak berada di sekitar kawasan pemanfaatan kawasan transmigrasi): berguna sebagai penyeimbang informasi sekaligus sebagai kontrol terhadap laporan yang dibuat oleh pengguna kawasan transmigrasi.

d) Pelaporan disampaikan kepada: instansi yang berwenang yaitu Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja/Dinas Tata Ruang/Dinas Pekerjaan Umum atau instansi lain yang berfungsi mengendalikan pemanfaatan kawasan transmigrasi untuk ditindaklanjuti dalam proses pemantauan dan/atau evaluasi.

e) Obyek pelaporan terdiri dari aspek-aspek yang terkait dengan pemanfaatan kawasan transmigrasi, baik itu aspek fisik maupun non-fisik. Aspek fisik menyangkut konstruksi bangunan, sedangkan non-fisik menyangkut pengaruh/dampak negatif dan positif dari pemanfaatan kawasan transmigrasi terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Hal-hal yang dilaporkan dalam aspek non-fisik menyangkut tanggapan dan penilaian masyarakat, serta pengaruh yang ditimbulkan oleh pemanfaatan kawasan transmigrasi terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.

f) Bentuk pelaporan berupa standar-formal (format baku) yang diberlakukan oleh instansi pemerintah dan instansi terkait lainnya yang berwenang dalam pengendalian pemanfaatan kawasan transmigrasi. Bentuk pelaporan dapat disampaikan secara tertulis maupun tidak tertulis. Pelaporan tertulis disampaikan oleh pihak pengguna kawasan transmigrasi, sedangkan pelaporan tertulis atau tidak tertulis disampaikan oleh masyarakat umum.

g) Mekanisme pelaporan merupakan proses dan prosedur pelaporan yang harus dilalui oleh pelapor, baik pengguna kawasan transmigrasi itu sendiri maupun masyarakat umum.

h) Tahapan pelaporan terdiri dari tahap-tahap pelaporan yang harus dilakukan oleh pengguna kawasan transmigrasi maupun masyarakat selama proses pelaksanaan kegiatan pembangunan dilakukan.

i) Pelaporan oleh pengguna kawasan transmigrasi dilakukan dalam 3 (tiga) tahap:

1) Tahap Pra Konstruksi, yakni pelaporan rencana final pembangunan. Dalam tahap ini pihak pengguna kawasan transmigrasi menyampaikan semua rencana pemanfaatan kawasan transmigrasi yang telah mendapat persetujuan atau ijin dari pemerintah atau instansi yang berwenang. Pada tahap ini pihak pengguna diharuskan mengisi formulir yang telah disediakan oleh pemerintah atau instansi terkait.

2) Tahap Konstruksi, yakni pelaporan yang disampaikan pada tahap pelaksanaan pemanfaatan kawasan transmigrasi. Pelaporan pada tahap ini berguna sebagai input bagi pelaksanaan evaluasi terhadap kegiatan pemanfaatan kawasan transmigrasi yang sesuai dengan rencana kawasan transmigrasi. Itu artinya, hasil laporan pada tahap ini akan menentukan apakah pelaksanaan pemanfaatan kawasan transmigrasi perlu ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan rencana atau terus dilanjutkan.

3) Tahap Pasca-Konstruksi, yakni pelaporan hasil akhir dari pelaksanaan pemanfaatan kawasan transmigrasi. Pelaporan yang disampaikan pada tahap ini berupa hasil akhir dari kegiatan pembangunan. Pelaporan ini berguna sebagai input bagi proses evaluasi dan peninjauan kembali terhadap kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan akhir pemanfaatan kawasan transmigrasi.

j) Pelaporan oleh masyarakat umum dapat dilakukan kapan pun selama dalam pelaksanaan kegiatan pemanfaatan kawasan transmigrasi dinilai ada hal-hal yang tidak sesuai dengan Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) yang berlaku. Prosedur pelaporan yang disampaikan oleh masyarakat umum dapat dilakukan melalu dua cara, yaitu tertulis dan tidak tertulis.

5.1.3Pemantauan

a) Pemantauan adalah aktivitas yang bertujuan mengamati, mengikuti dan mendokumentasikan perubahan status/kondisi suatu kegiatan pemanfaatan kawasan transmigrasi suatu kawasan/obyek tertentu dalam periode waktu tertentu. Pemantauan merupakan kegiatan rutin dari instansi terkait dan merupakan tindak lanjut adanya laporan dari masyarakat, pengguna ruang, atau instansi terkait perihal adanya dugaan pelanggaran pemanfaatan kawasan transmigrasi.

b) Fungsi pemantauan adalah agar pelaksanaan pemanfaatan kawasan transmigrasi dapat sesuai dengan Rencana Kawasan Transmigrasi dan merupakan salah satu upaya untuk mencegah pelanggaran pemanfaatan kawasan transmigrasi yang dapat merugikan masyarakat.

c) Subyek pemantauan terdiri dari instansi pemerintah yang berwenang di bidang tata kawasan transmigrasi di wilayah administrasi kabupaten seperti Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Dinas Tata Kota, Dinas Permukiman dan Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum, dan dinas lain yang terkait.

d) Pemantauan dilakukan secara berkala minimal 1 tahun sekali dan merupakan :

1) Kegiatan rutin;

2) Kegiatan lanjutan setelah adanya laporan dari masyarakat atau instansi terkait perihal adanya dugaan penyimpangan/ketidaksesuaian pembangunan fisik dengan rencana kawasan transmigrasi.e) Penentuan lokasi wilayah pemantauan pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan :

1) Wilayah administrasi, yakni kabupaten;

2) Kondisi lahan terakhir :

wilayah terbangun (built up areas) misalnya untuk memantau kegiatan renovasi, revitalisasi/peremajaan, atau perubahan fungsi kawasan seperti dari kawasan perumahan ke kawasan perdagangan, dan lain-lain.

Wilayah/lahan kosong (misalnya dari kawasan pertanian menjadi kawasan industri atau tanah kosong/telantar menjadi kawasan perumahan dan permukiman)

f) Pemantauan pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan 3 (tiga) tahapan, yaitu :

1) Masa pra-konstruksi, dilaksanakan bersamaan dalam masa studi kelayakan;

2) Masa konstruksi, dilaksanakan pada saat kegiatan pembangunan dimulai hingga siap dimanfaatkan;

3) Masa pasca-konstruksi, dilaksanakan pada saat bangunan telah dipakai/digunakan untuk suatu kegiatan.

g) Pemantauan dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

1) Pemantauan yang dilakukan secara rutin/periodik, yaitu pemantauan yang dilakukan oleh aparat instansi yang berwenang berdasarkan prosedur yang berlaku. Pemantauan formal ini menghasilkan laporan periodik.

2) Pemantauan yang dilakukan secara insidentil, yaitu pemantauan yang dilakukan oleh aparat instansi yang berwenang untuk memecahkan masalah lokal atau masalah yang mendapat perhatian masyarakat.

h) Hasil pemantauan dikelompokkan ke dalam 2 tipologi pemanfaatan kawasan :

1) Revitalisasi Lahan (Tipologi A).

2) Konflik Pemanfaatan Lahan dalam Satu Kawasan Transmigrasi (Tipologi B).

5.1.4Evaluasi

a) Evaluasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan pelaporan dan pemantauan. Evaluasi merupakan bagian dari tindakan pengawasan yang menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi pemanfaatan kawasan transmigrasi untuk ditindaklanjuti.

b) Tujuan evaluasi adalah penilaian tentang pencapaian manfaat yang telah ditetapkan dalam Rencana Kawasan Transmigrasi, termasuk penemuan faktor-faktor yang menyebabkan pencapaian lebih dan atau kurang dari manfaat yang telah ditetapkan dalam Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT).

c) Subyek evaluasi terdiri dari lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penataan kawasan transmigrasi (Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Dinas Tata Ruang & Permukiman atau Dinas Tata Kota atau Dinas Pekerjaan Umum), serta unsur masyarakat yang dapat dilakukan oleh suatu forum yang merepresentasikan kepentingan masyarakat (dewan pakar, tokoh masyarakat, dsb).

d) Indikator yang digunakan dalam evaluasi, adalah : Alat atau instrumen yang digunakan dalam evaluasi. e) Ringkasan Tahap Evaluasi adalah :

1) RTRW (yang telah disahkan dengan Perda) atau Rencana Detil yang telah disahkan oleh Bupati/ Walikota;

2) Ijin-ijin tentang lokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah/dinas terkait;3) Ijin tentang bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah/ dinas terkait;

4) Analisa mengenai dampak lingkungan (jika ada);

5) Kriteria lokasi dan standar teknis yang berlaku di bidang penataan ruang.

f) Hasil evaluasi merupakan laporan yang berisi rekomendasi untuk ditindaklanjuti. Dari hasil evaluasi dapat diketahui sampai sejauh mana penyimpangan pemanfaatan kawasan transmigrasi terjadi dan berada pada indikator tipologi yang meliputi : revitalisasi lahan dan konflik pemanfaatan lahan dalam satu kawasan transmigrasi.

g) Obyek yang dievaluasi adalah hasil pelaporan dan analisa pencapaian manfaat yang disusun secara profesional, kemudian dibandingkan dengan dokumen rencana dan laporan pemantauan pelaksanaan penataan kawasan transmigrasi yang disusun oleh dinas/instansi terkait.

h) Tata cara pelaksanaan evaluasi akan diuraikan dalam Ketentuan Teknis.

5.1.5Penertiban

a) Penertiban merupakan tindakan yang harus dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan berdasarkan hasil rekomendasi pada tahap evaluasi.

b) Penertiban dilakukan karena hasil rekomendasi dalam tahap evaluasi menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran/ketidaksesuaian/penyimpangan terhadap Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) yang berlaku.

c) Penertiban dilakukan melalui pemeriksaan (penyidikan) dan penyelidika