24
Wrap-up Problem Based Learning Skenario 2 Blok Panca Indera PEGAWAI KAMAR MESIN KAPAL B6 Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta Semester VI

Pegawai Kamar Mesin Kapal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seorang laki-laki berusia 45 tahun, adalah seorang pegawai kamar mesin di sebuah kapal barang mengalami kesulitan mendengaran, dia menanyakan kepada dokter kemungkinan sembuh dapat mendengar seperti semula.

Citation preview

Page 1: Pegawai Kamar Mesin Kapal

Wrap-up Problem Based LearningSkenario 2Blok Panca Indera

PEGAWAI KAMAR MESIN KAPAL

B6

Fakultas KedokteranUniversitas YARSI, Jakarta

Semester VI2009/2010

Page 2: Pegawai Kamar Mesin Kapal

WRAP-UPProblem Based Learning

SKENARIO 2BLOK PANCA INDERA

Pegawai Kamar Mesin Kapal

oleh:

B.6

KETUA TRI WAHYU 110.2007.278SEKRETARIS SAFITRI QAMILA 110.2007.247

YESI FADHILLAH 110.2007.297

ANGGOTA

WIDYA EKA PUTRI 110.2006.268MUTIA SARI 110.2007.186

NASRUDIN 110.2007.191NOERHAFNI 110.2007.193NOFALA RAHTU ZURAYA 110.2007.194

SOVY SULTANAH 110.2007.266WIRA UTAMI PRAWEKTI 110.2007.292

1

Page 3: Pegawai Kamar Mesin Kapal

SKENARIO 2

PEGAWAI KAMAR MESIN KAPAL

Seorang laki-laki bernama A usia 45 tahun, adalah seorang pegawai kamar mesin di sebuah kapal barang. A bekerja di kamar mesin kapal tersebut sejak usia 20 tahun. Menjaga mesin kapal terpapar bising mesin kapal +/- 90 sampai 100 desibel (100 dB) selama kurang lebih 8 jam setiap harinya. Setiap bekerja menggunakan ear plug.

Sebelum bekerja kedua telinga A sehat. Memeriksakan ke dokter perusahaan dengan keluhan kurang pendengaran pada kedua telinga. A mengeluh kurang jelas menerima pembicaraan bila diajak berbicara dengan teman sekantor, apalagi saat menelpon. Hal ini dirasakan semakin memberat dalam kurun waktu setahun belakangan ini.

Pada pemeriksaan garpu tala dan audiometri didapatkan tuli perseptif derajat berat pada kedua telinga. A menanyakan kepada dokter kemungkinan sembuh dapat mendengar seperti semula.

Dokter menyarankan pasien untuk lebih menjaga kesehatan indera pendengaran, baik secara medis maupun secara Islam.

2

Page 4: Pegawai Kamar Mesin Kapal

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan anatomi telinga1.1. Menjelaskan makroanatomi telinga1.2. Menjelaskan mikroanatomi (histologi) telinga

2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pendengaran (proses pendengaran)

3. Memahami dan menjelaskan gangguan pendengaran3.1. Menjelaskan klasifikasi gangguan pendengaran3.2. Menjelaskan patofisiologi gangguan pendengaran

4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan telinga dan pendengaran

5. Memahami dan menjelaskan gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss/NIHL)5.1. Memahami dan menjelaskan klasifikasi NIHL5.2. Memahami dan menjelaskan patofisiologi NIHL5.3. Memahami dan menjelaskan gejala klinis NIHL5.4. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan NIHL5.5. Memahami dan menjelaskan prognosis NIHL5.6. Memahami dan menjelaskan pencegahan NIHL

6. Memahami dan menjelaskan indera telinga dalam ajaran Islam

3

Page 5: Pegawai Kamar Mesin Kapal

1. ANATOMI TELINGA 1.1. Makroanatomi Telinga

Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau kavum timpani, dan telinga dalam atau labirin. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan keseimbangan.a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas aurikula dan meatus akustikus eksternus. Aurikula berbentuk khas, berfungsi mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas

lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi oleh kulit. Aurikula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. fasialis.

Meatus akustikus eksternus merupakan tabung berkelok yang menghubungkan aurikula dengan membran timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke membran timpani.

Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari n. aurikulotemporalis dan ramus aurikularis n. vagus.

Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisiales, mastoidei, dan servikalis superfisiales.

b. Telinga TengahTelinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani ke perlimfe telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva (Eustachi) dan di belakang dengan antrum mastoideum.

Persarafan: N. fasialis : setelah sampai di dasar meatus akustikus internus, n. fasialis

masuk ke dalam kanalis fasialis. Saraf ini berjalan ke lateral di atas vestibulum telinga dalam, sampai mencapai dinding medial telinga tengah. Di sini, saraf membesar membentuk ganglion genikulatum. Kemudian saraf membelok tajam ke belakang di atas promontorium.

N. timpanicus : dipercabangkan dari n. glossofaringeus, tepat di bawah foramen jugularis. Saraf ini berjalan melalui dasar kavum timpani dan pada permukaan promontorium. Di sini, saraf ini bercabang-cabang membentuk pleksus timpanikus. Pleksus ini mempersarafi lapisan kavum timpani dan mempercabangkan n. petrosus minor.

c. Telinga DalamTerletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah, dan terdiri atas (1) labirin osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) labirin membranosa, tersusun dari sejumlah sakus dan duktus membranosa di dalam labirin osseus.

4

Page 6: Pegawai Kamar Mesin Kapal

Persarafan: N. vestibulokoklearis : setibanya di dasar meatus akustikus internus, saraf ini

terbagi menjadi n. vestibularis dan n. koklearis.N. vestibularis melebar untuk membentuk

ganglion vestibulare. Cabang-cabang saraf kemudian menembus ujung lateral meatus akustikus internus dan masuk ke dalam labirin membranosa untuk mempersarafi utrikulus, sakulus, dan ampullae duktus semisirkularis.

N. koklearis bercabang-cabang dan masuk ke foramina pada basis modiolus. Ganglion sensorik saraf ini berbentuk ganglion spiral memanjang, yang terletak

5

Gambar 1. Anatomi telinga luar, tengah, dan dalam manusia

Page 7: Pegawai Kamar Mesin Kapal

di dalam kanalis yang mengelilingi modiolus, pada basis lamina spiralis. Cabang-cabang perifer saraf ini berjalan dari ganglion ke organ Corti.

1.2. Mikroanatomi (Histologi) Telingaa. Telinga Luar

Aurikula disusun oleh tulang rawan elastis yang kuning, diliputi suatu perikondrium yang banyak mengandung serat-serat elastis. Seluruh permukaannya diliputi oleh kulit tipis dengan lapisan subkutis yang sangat tipis (hipodermis) pada permukaan anterolateral.

Meatus akustikus eksternus. Sepertiga bagian luar mempunyai dinding tulang rawan elastis yang meneruskan diri menjadi tulang rawan aurikula, dan dua per tiga bagian dalam berdinding tulang. Saluran ini dilapisi oleh kulit tipis tanpa jaringan subkutis. Lapisan-lapisan dermis yang lebih dalam bersatu dengan perikondrium atau periosteum. Dalam liang telinga luar ditemukan serumen, suatu materi berwarna cokelat, seperti lilin/wax dengan rasa yang pahit dan berfungsi sebagai pelindung. Serumen merupakan gabungan sekret kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, yang merupakan modifikasi dari kelenjar keringat

6

Gambar 2. Anatomi telinga tengah dan dalam: tulang-tulang pendengaran & labirin

Page 8: Pegawai Kamar Mesin Kapal

yang besar, berjalan spiral dan salurannya bermuara langsung ke permukaan kulit atau bersama kelenjar sebasea ke leher folikel rambut.

b. Telinga Tengah Membran timpani berbentuk oval dan letaknya oblique/miring menutupi bagian

terdalam liang telinga luar. Membran timpani mempunyai sumbu/bagian tengah dua lapis jaringan ikat, lapisan luar mempunyai serat yang radial dan lapisan dalam seratnya berjalan sirkular. Permukaan luarnya dilapisi kulit yang sangat tipis dan permukaan dalamnya dilapisi mukosa telinga tengah, yang tebalnya hanya 20-30 mikron dengan epitel yang kuboid. Pada membran timpani melekat maleus, salah satu tulang pendengaran, yang gagangnya menempel pada bagian tengah membran dan menyebabkan membran menonjol ke dalam rongga telinga tengah. Bagian atas membran timpani tidak mengandung serat-serat kolagen dan disebut bagian flacida (membrana Sharpnell).

c. Telinga DalamTelinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosus tulang temporalis, labirin oseosa (labirin tulang), di dalamnya terdapat labirin membranosa yang juga merupakan suatu rangkaian saluran dan rongga-rongga. Labirin membranosa berisi cairan (endolimfe), dinding labirin membranosa memisahkan endolimfe dari perilimfe, yang mengisi ruang labirin tulang sisanya. Labirin oseosa. Yang di tengah adalah vestibulum, terletak medial terhadap

terhadap rongga timpani, dengan tingkap oval (fenestra ovalis) pada dinding di antaranya. Posterior terhadap vestibulum dan bermuara ke dalamnya adalah tiga buah saluran semisirkularis. Setiap saluran mempunyai pelebaran, atau ampula.

Labirin membranosa. Di dalam labirin oseosa terdapat labirin membranosa, suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimfe.

Organ Corti. Terdiri dari sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel penyokong merupakan sel silindris tinggi, akan tetapi terdapat beberapa kelompok. Dalam organ Corti terdapat suatu terowongan yang berjalan sepanjang koklea, penampangnya segitiga dan dibatasi pada bagian basalnya yang membran basilaris dan medial dan lateral oleh sel-sel tiang dalam dan luar. Sel rambut organ Corti terletak dalam satu barisan antara sel-sel tiang dalam pada satu sisi dan sel falangs dalam serta sel batas pada sisi lainnya (sel rambut dalam) dan tersusun tiga baris antara sel tiang luar dan sel falangs luar (sel rambut luar). Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu lembaran pita materi gelatinosa yang disebut membran tektoria. Membran in, terdiri dari substansi dasar homogen yang mengandung materi berserat, dalam keadaan hidup atau segar membran ini menyandar di atas rambut (stereosilia) sel-sel rambut.

7

Page 9: Pegawai Kamar Mesin Kapal

2. FISIOLOGI PENDENGARAN (PROSES PENDENGARAN) Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

3. GANGGUAN PENDENGARAN

8

Gambar 3. Anatomi labirin dan organ Corti

Page 10: Pegawai Kamar Mesin Kapal

3.1. Klasifikasi Gangguan PendengaranKelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural (perseptif).

Tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar dan telinga tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif ialah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar/sumbatan tuba Eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.

Tuli sensorineural (perseptif) dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.

Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.

Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.

Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Derajat ketulian ISO:0-25 dB : normal>25-40 dB : tuli ringan>40-55 dB : tuli sedang>55-70 dB : tuli sedang berat>70-90 dB : tuli berat>90 dB : tuli sangat berat

3.2. Patofisiologi Gangguan PendengaranGangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.

Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugularis berupa aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.

Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialis yang disebut korda timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma, mungkin korda timpani terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.

Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural dan gangguan keseimbangan.

9

Page 11: Pegawai Kamar Mesin Kapal

Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural (perseptif), kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII, atau di pusat pendengaran; sedangkan tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor n. VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).

4. PEMERIKSAAN TELINGA DAN PENDENGARAN Pemeriksaan TelingaAlat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga, dan garpu tala.

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit daripada kepala pemeriksa untuk memudahkan meliat liang telinga dan membran timpani.

Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-aurikuler): apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil, maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.

Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat, maka serumen ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dikeluarkan dengan kapas dililitkan, bila konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait, dan bila berbentuk lempengan dapat dipegang atau dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga, maka lebih baik dilunakkan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair, dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.

Pemeriksaan PendengaranUntuk memeriksa pendengaran, dilakukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala dan audiometer nada murni.

Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif—berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksositosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius, serta radang liang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.

Secara fisiologik, telinga dapat mendengar nada antara 20-18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu, untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1024, dan 2048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu, penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala ini, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya.

10

Page 12: Pegawai Kamar Mesin Kapal

Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.

a. Tes PenalaPemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran

melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid; setelah tidak terdengar, penala diletakkan di depan telinga kira-kira 2½ cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif; bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.

Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri, atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach ialah tes yang membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangaki penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.

Tes Bing (tes oklusi): Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepada (seperti pada tes Weber). Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

Tes Stenger ialah tes yang digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli. Cara pemeriksaan menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian, penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi, apabila telinga kiri tuli, telinga kanan akan tetap mendengar bunyi.

11

Page 13: Pegawai Kamar Mesin Kapal

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach DiagnosisPositif

Negatif

Positif

Tidak ada lateralisasi

Lateralisasi ke telinga yang sakit

Lateralisasi ke telinga yang sehat

Sama dengan pemeriksa

Memanjang

Memendek

Normal

Tuli konduktif

Tuli sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

b. Tes BerbisikPemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Nilai normal tes berbisik: 5/6 – 6/6.

c. AudiometriMenguji kinerja pendengaran dari membran timpani sampai otak. Caranya dengan memberikan nada murni, baik melalui earphone (direct to ear) ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan, namun agak subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan, khususnya pada anak-anak. Untuk anak-anak, biasanya dilakukan Play Audiometri, yaitu uji pendengaran dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk menguji kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran, terutama pada pasien gangguan pendengaran.

5. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING (NOISE INDUCED HEARING LOSS/NIHL) 5.1. Klasifikasi NIHL

Temporary Threshold ShiftPada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum pajanan.

Permanent Threshold ShiftData yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin

12

Page 14: Pegawai Kamar Mesin Kapal

melakukan eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran akibat bising.

5.2. Patofisiologi NIHLTuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea, terutama sel-sel rambut. Daerah pertama yang terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lamanya paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan, akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.

Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekuensi bunyi, intensitas, dan lama waktu paparan, dapat berupa:a. Adaptasi. Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa

terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

b. Peningkatan ambang dengar sementara. Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4.000 Hz, tetapi bila pemaparam berlangsung lama, maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan, makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama, tergantung dari sensitivitas masing-masing individu.

c. Peningkatan ambang dengar menetap. Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekuensi 4.000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.

Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam (1-2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya, frekuensi pendengaran yang mengalami

13

Page 15: Pegawai Kamar Mesin Kapal

penurunan intensitas adalah antara 3.000-6.000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekuensi 4.000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekuensi percakapan (500-2.000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.

5.3. Gejala klinis NIHLKurang pendengaran disertai tinitus (berdenging di telinga) atau tidak. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti. Secara klinis, pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift).

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral.

5.4. Penatalaksanaan NIHLSesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan yang bising. Bila tidak mungkin dipindahkan, dapat dipergunakan alat pelindung telinga, yaitu berupa sumbat telinga (ear plugs), tutup telinga (ear muffs), dan pelindung kepala (helmet).

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar/ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik, dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah, dan irama percakapan.

Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant).

5.5. Prognosis NIHLOleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu, yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.

14

Page 16: Pegawai Kamar Mesin Kapal

5.6. Pencegahan NIHLPekerja harus dilindungi dengan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga, dan pelindung kepala. Ketiga alat tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising yang berfrekuensi tinggi dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup telinga memberikan proteksi lebih baik daripada sumbat telinga, sedangkan helm selain pelindung telinga terhadap bising juga sekaligus sebagai pelindung kepala. Kombinasi antara sumbat telinga dan tutup telinga memberikan proteksi yang terbaik.

Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan Program Konservasi Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi tenaga kerja dari kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja, tujuan lain adalah mengetahui status kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan data-data. Untuk mencapai keberhasilan PKP, diperlukan pengetahuan tentang seluk beluk pemeriksaan audiometri, kemampuan dan ketrampilan pelaksana pemeriksaan audiometri, kondisi audiometer dan penilaian hasil audiogram.

Aktivitas PKP antara lain adalah: Melakukan identifikasi sumber bising melalui survey kebisingan di tempat kerja (walk through survey); melakukan analisis kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan Sound Level Meter (SLM) atau Octave Band Analyzer; melakukan kontrol kebisingan dengan berbagai cara peredam kebisingan; melakukan tes audiometri scara berkala pada pekerja yang berisiko; menerapkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi; serta menerapkan penggunaan APD (alat pelindung diri) secara ketat; dan melakukan pencatatan dan pelaporan data.

6. INDERA TELINGA DALAM AJARAN ISLAM Bayi lahir diazankan, diiqamahkan; sebagian ulama berpendapat bahkan saat setelah mati

saat akan dikubur. Perintah menggunakan pendengaran:

”Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat ”. (Q.S. Al A’raf : 204)

Haram mendengarkan yang mungkar. Jika tidak dapat menghindar melewati ‘area maksiat’ maka wajib menutup telinga.

Ulama sepakat bahwa telinga wanita termasuk aurat. Sesuatu yang keluar dari telinga saat sakit adalah najis hukumnya.

- o O o -

15

Page 17: Pegawai Kamar Mesin Kapal

DAFTAR PUSTAKA

Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGCNetter, Frank H. & Carlos A.G. Machado. 2003. Interactive Atlas of Human Anatomy, Version

3.0. New York: Icon Learning Systems LLCSnell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGCSoepardi, Efiaty Arsyad. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &

Leher, Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

16