133
Pelangi Hati Adji

Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Pelangi Hati

Adji

Page 2: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Pelangi Hati

Oleh: Adji

PT. Lingkar Pena Kreativa

Jl. Keadilan Raya No. 13 Blok XVI

Depok 16418

Email: [email protected]

Telp/Fax: (021) 7712100

Desain sampul: M.Lutfi dan Intraja

Ilustrator: Giant Sugianto

Editor: Sakti Wibowo

Layout: Tim Kreatif Pracetak MMU

Diterbitkan pertama kali oleh

PT. Lingkar Pena Kreativa

Depok, Mei 2004

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)

Adji

Pelangi Hati/Adji; Editor, Sakti Wibowo, — Depok: PT. Lingkar Pena

Kreativa, 2004.

146 hlm. ; 18 cm.

ISBN 979-98216-9-X

Page 3: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

I. Judul II.Wibowo, Sakti

Didistribusikan oleh:

Mizan Media Utama (MMU)

Jl. Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146

Ujung Berung Bandung 40294

Telp. (022) 7815500, Faks. (022) 7802288

email: [email protected]

Page 4: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

DAFTAR ISI

1. Salam Itu 1

2. Suara dari Kamar Batin 17

3. Teman Bicara 41

4. Hari-hari Bersama 55

5. Kekecewaan Nisya 73

6. Ketika Harus Menyendiri 101

7. Daun-daun Yang Luruh 117

8. Hati Yang Bertaut 137

Page 5: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

SALAM ITU

Aku ingin seperti burung

Terbang bebas melanglang buana

Tinggalkan semua yang ado di bumf

Melewati musim-musim yang seperti berkejaran

Singgah di tempat yang penuh kehangatan

Nisya meletakkan pulpennya. Sungguh mengasyikkan memandang

sore yang kekuning-kuningan dari jendela kamarnya yang terbuka. Tak

setiap hari langit kota Jakarta begitu enak dinikmati. Biasanya kalau tidak

tertutup kabut asap, matahari menyorot begitu garang sehingga tidak ada

perasaan nikmat saat memandangi langit.

Tak biasanya pula, seekor burung kecil hinggap di dahan pohon

mahoni di halaman rumah Nisya. Kicaunya yang kecil nyaring seperti

ungkapan riang pada sore yang ramah. Tangannya ingin sekali menjuntai

merengkuh burung kecil itu. Tapi Nisya takut, gerakan kecil akan membuat

burung kecil itu terbang dan pergi menjauh. Akhirnya is hanya dapat

memandang dengan penuh rasa takjub.

Page 6: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Beruntung sekali menjadi burung, bisiknya dalam hati. Bisa terbang

ke mana-mana dan hinggap di mana pun dengan sutra. Mungkin ia sudah

mengelilingi seluruh dunia. Bagaimana, ya, rasanya? Kalau aku jadi burung,

mungkin aku akan sering-sering mengunjungi Abah. Pulang sekolah, setelah

makan slang, langsung cabut ke rumah Abah. Setelah pulang, pulang lagi ke

rumah. Oh, tidak. Aku akan singgah dulu ke rumah Oneng, Entin... main-

main sebentar, lalu barn pulang. Pasti asyik, ya, kalau bisa tiap hari begitu!

Nisya buru-buru menyudahi khayalannya karena merasa malu

sendiri dengan dirinya. Tentu saja semuanya itu tidak mungkin. Ada-ada

saja.

Nisya menutup buku hariannya. Hari semakin sore.

mUda

"Hayoo! Pagi-pagi udah melamun!"

Nisya tersentak kaget. Dhani cengegesan di depannya.

"Ayam tetanggaku coati gara-gara melamun pas nyeberang jalan!"

Nisya memanyunkan mulutnya. Dhani menyimpan tasnya di laci

meja lalu beranjak keluar kelas.

"Ke mana, Dhan?" tanyanya ingin tahu.

"Orang jelek nggak boleh tahu!" sahutnya sambil berlari-lari kecil.

Tubuhnya yang gembul tampak bergoyang-goyang menggelikan.

Page 7: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya memandang dari kejauhan sampai tubuh Dhani menghilang

dari pandangannya. Kadangkadang ia tersenyum sendiri kalau ingat awal

perkenalannya dengan Dhani. Saat itu, hari pertama mereka masuk ke

sekolah. Pipi Dhani yang gembul sudah menarik perhatian Nisya sejak awal.

Gara-gara tubuhnya yang subur itu, tingkah polahnya jadi selalu kelihatan

lucu. Apalagi ia memang termasuk orang yang tidak bisa diam. Pada saat

perkenalan dengan kakak kelas, ia sering melemparkan celetukan yang

mengundang tawa anak-anak yang lain. Jadilah ia diberi julukan 'Si Tukang

Ribut' oleh kakak kelas mereka.

"Kamu dari sekolah mana? Kok, tadi senyum-senyum terus?" Entah

bagaimana, saat istirahat tiba-tiba Dhani menghampiri Nisya.

Begitu melihat Dhani, Nisya berusaha menyimpan tawanya. "Saya

dari SMP Lima Belas," jawabnya sopan.

"Kakak-adik, dong! Saya dari Empat Belas. Namamu siapa? Saya

Dhani. Dhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya,

soalnya saga lahir pas bulan puasa," katanya nyerocos.

"Nisya," balas Nisya singkat.

Hari pertama Nisya di SMu terasa menyenangkan. Padahal ia sudah

berpikiryang tidak-tidak dengan sekolah barunya. Apalagi kota Jakarta

belum begitu diakrabinya. Tapi, setelah kenal Dhani, Nisya jadi yakin hari-

harinya akan menjadi berwarna. Pipinya yang gembul dan gerak-geriknya

yang kocak selalu mengundang tawa. Siapa yang tidak terhibur, coba?

Page 8: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Hayo, pasti lagi ngelamunin Pak Sanif?!" tiba-tiba Listy sudah ada di

depannya.

Nisya yang kaget, langsung memasang tampang cemberut. Pagi-pagi

sudah ada dua orang yang mengganggu keasyikannya. "Siapa yang

ngelamunin Pak Sanif?" balasnya keki.

"Itu, buktinya senyum-senyum begitu?! Kamu, kan, sutra geli kalau

lihat kumisnya Pak Sanif"

"Mendingan ngebayangin bakso Pak Kumis daripada kumisnya Pak

Sanif," sahut Nisya.

"Wah, ngomongin Pak Kumis jadi pengin bakso, nih! Sudah sarapan

belum?"

"Sudah. Tadi di rumah."

"Temenin ke kantin, yuk! Aku belum sarapan, nih!" ajak Listy.

"Sebentar lagi masuk."

"Lima betas menit lagi. Masih ada waktu, kok!" kata Listy sambil

menarik tangan Nisya. Nisya menyerah saat tubuhnya diseret Listy.

Di lorong kelas, mereka berpapasan dengan Dhani.

"Nis, kamu sudah belum bikin laporan praktikum Kimia?"tanya

Dhani.

"Sedikit lagi. Kenapa?"

"Bikin bareng, yuk!"

"Kamu sudah sampai mana?"

Page 9: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Belum. Makanya kita bikin bareng-bareng." Senyum jahil Dhani

mengembang.

"Huu... maunya!" Listy langsung menyambar. "Listy sirik aja! Itung-

itung amal, Nis!"

Nisya hanya tersenyum. Entah mengapa, ia tak bisa menolak

permintaan Dhani.

mUda

Alangkah senangnya menjadi bintang. Lepas di hamparan langit yang

membentang. Bersinar memancarkan cahaya yang indah. Kata Pak Herman,

guru Geogafi di sekolah, bintang adalah meteor yang yang menabrak

lapisan pelindung bumf yang memancarkan cahaya. Alangkah indahnya.

Dan, ia tidak sendirian. Beribu bintang yang lain juga memancarkan sinar

sehingga membuat langit begitu gemerlap.

Nisya memandangi langit dengan kagum dari kamarnya di lantai

atas. Kalau begini, ia Bering ingat teman-temannya di sekolah. Seperti itu

jugakah kerumunan bintang-bintang di atas? Sating bercanda, meledek,

membuat humor, atau Baling marahan kalau lagi kesal. Apakah mereka

punya perasaan juga?

Mereka kan ciptaan Allah juga, batin Nisya. Bisa jadi mereka juga punya

perasaan seperti manusia.

Page 10: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Nisya, kamu di atas?"

Mama sudah pulang, batinnya. Bergegas ia menuruni tangga.

"Kamu ngapain di atas? Sudah makan?" Mama mencium keningnya.

Nisya tersenyum. "Biasa, Ma. Lagi bengong sendirian."

Mama memandang Nisya. "Maafkan Mama, ya. Mama ninggalin

Nisya sendirian. Bik Irah ke mana?"

"Ada di kamar." Nisya mengikuti Mama. "Papa kapan pulangnya,

Ma?"

"Mungkin besok. Mama ganti baju dulu, ya?"

Nisya menyalakan televisi. Tak ada acara menarik. Kebanyakan

sinetron. Nisya malas nontonnya. Soalnya, artis-artis yang itu melulu yang

muncul. Kalau Dhani, justru tiap hari tak jauh dari sinetron. Nisya barn tahu

kalau ternyata ada jugs cowok yang suka nonton sinetron. Herannya, dia

selalu bisa mengemas cerita dengan tambahan parodi sehingga selalu

menarik untuk didengar.

Mama muncul dengan baju rumah dan duduk di samping Nisya

yang sedang mengganti-ganti chane/televisi. Wajah Mama masih kelihatan

lelah sekali.

"Mama masih capek, ya?"

Mama menoleh pada Nisya. "Mama? Yaa... tadi Mama banyak

meeting, jadinya masih merasa lelah sekarang. Nisya sendiri gimana? Ada

kesulitan tidak di sekolah?"

Page 11: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Baik-baik saja, Ma."

"Syukurlah kalau begitu."

Mama meraih kepala Nisya dan mengeluselusnya.

"Ma, kapan kita main ke Abah?"

Mama melepaskan pelukannya. Matanya memandang Nisya tak

berkedip. "Kenapa? Nisya kangen sama Abah?"

Nisya mengangguk pelan.

"Tapi... sekarang, kan, belum liburan?" Nisya tahu, batinnya kecewa.

"Jangan khawatir! Nanti, kalau liburan, kita pasti ke sana. Sekarang,

Nisya tidur dulu, ya? Sudah malam."

Nisya beranjak ke kamar setelah mengecup kening mamanya.

Barangkali aku cuma kangen, kata Nisya sambil memandang bulan.

Nisya ingat, malam-malam bertabur bintang seperti ini Bering diisi

dengan permainan di depan rumah. Abah duduk di bangku panjang,

sementara mereka bermain dengan gembira setelah pulang mengaji dari

masjid.

Sedang apa, ya, kira-kira Abah sekarang? "Abah, Nisya kangen," bisiknya.

mUda

Pelajaran Bahasa Inggris berakhir.

Page 12: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Bu Rini merapikan buku sebelum akhirnya meninggalkan kelas. Kelas

mendadakjadi gaduh. Nisya mengemasi buku-buku dan memasukkannya ke

dalam tas.

"Nisya, temenin aku, yuk?" Dhani menghampiri.

"Ke mana?"

"Ke rumah sepupuku. Dia janji mau pinjemin aku komik. Bagus-

bagus! Kamu pasti suka. Mau nggak? Nanti aku pinjemin."

Nisya diam sesaat. Menimang-nimang sebentar.

"Nggak lama, kan? Habis itu langsung pulang, ya?"

Dhani mengangguk.

Gerbang sekolah masih dipenuhi teman sekolah mereka. Riuh sekah.

Angkutan kota berjajar memadat di pinggir trotoar, menambah macet lalu

lintas.

"Kita naik yang itu aja. Agak kosong, tuh!"

Nisya manggut-manggut. Dilihatnya Listy dan Karina menunggu bis

di halte. Nisya melambaikan tangannya.

Baru beberapa jenak mereka naik angkot, seseorang menegur Dhani.

"Dhan, sombong kamu, ya?!'

Dhani menoleh. "Eh, Tyo! Lho, kok di sini?! Iya. Dari mana? 0 iya,

kenalin, ini temanku, Nisya."

Nisya tersenyum kagok. Laki-laki di depannya sepantaran Dhani,

tapi tubuhnya lebih langsing dan pipinya tak berjerawat.

Page 13: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Sepanjang perjalanan, Dhani dan Tyo sibuk bernostalgia. Ada saja

yang mereka tertawakan. Nisya hanya menjadi pendengar setia. Ia

tersenyum saja melihat keceriaan mereka berdua. Lagipula, Nisya memang

agak sulit beradaptasi dengan laki-laki yang barn dikenalnya.

"Siapa, Dhan?" tanya Nisya setelah mereka sampai di rumah sepupu

Dhani.

"Tetuan SMP-ku. Kenapa? Naksir?" "Huu!!!" Nisya mencibir.

Nisya merasa senang. Sore ini dia punya buku bacaan banyak.

Sambil menunggu Mama pulang, dia bisa bersantai sambil menghabiskan

buku bacaan. Papa masih di luar kota. Kata Mama, mungkin lamanya

sepuluh hari. Mudah-mudahan, pulangnya nanti, Papa bawa oleh-oleh

banyak, batinnya berharap.

mUda

Nisya sudah lupa wajah Tyo kalau Dhani tidak mengingatkannya

lagi. Soalnya, kejadian di angkutan kota itu sudah seminggu yang lewat.

Tiba-tiba, hari ini Dhani membawa titipan pesan dari Tyo.

"Sya, dapat salam tuh dari Tyo," kata Dhani saat jeda pelajaran.

Nisya yang sedang mengerjakan latihan Matematika mendongak.

"Tyo yang mana?"

"Itu... yang kemarin ketemu di angkot."

Page 14: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya tersenyum sambil mengangguk-angguk, lalu kembali asyik

dengan pekerjaannya. Tapi, bukan Dani kalau pantang menyerah. Ia punya

seribu jurus untuk menundukkan orang.

"Gimana?" kejarnya.

"Wa alaikumsalam."

Dhani manyun.

"Bukan gitu jawabannya!"

Nisya pura-pura bego. "Nah, terus gimana?" "Diterima nggak?"

"Kan tadi udah, wa alaikumsalam."

Dhani makin kesal. Mukanya berlipat-lipat, persis ketupat. Nisya

ingin ketawa lepas, tapi tidak jadi, soalnya Bu Rini memasuki kelas.

"Nanti lagi ngobrolnya, ya," kata Nisya pelan sambil tersenyum jahil.

Dhani tidak menjawab. Malah bersungutsungut sambil pindah ke

bangkunya yang berseberangan dengan Nisya.

Nisya menahan tawa. Senang dia merasa bisa mengerjai Dhani.

mUda

Ternyata usaha Dhani tidak hanya sampai di situ. Heran juga Nisya.

Dikasih apa, sih, Dhani, sampai begitu ngototnya mengirimkan salam buat

Nisya!

Page 15: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Sya, kamu dapat salam lagi dari Tyo." Kali ini Dhani menyambutnya

di gerbang sekolah. Entah, ini sudah salam yang ke berapa. Nisya lupa

mengingatnya.

"Berapa ikat?!" sahut Nisya sekenanya.

"Serius, Sya! Tyo, tuh, kayaknya suka berat sama kamu," Dhani

menjejeri langkah Nisya.

"Bagus, dong! Ternyata aku laku juga, ya?"

Nisya menaruh tasnya. Bersiap-siap keluar kelas. Tapi Dhani

menahannya.

"Dengerin dulu, dong! Kamu, kok, nggak pedulian gitu, sih!"

"Kan, tadi sudah aku dengerin. Tyo nitip salam, kan? Nah, sekarang

sudah aku terima. Apalagi?"

"Dia nitip ini, Sya." Dhani memberikan sebuah amplop warna biru.

Nisya tertegun. "Apa ini?"

"Baca aja sendiri."

Dhani langsung berlari ke luar kelas. Tinggal Nisya yang kebingungan

sendiri. Ia menimang-nimang surat itu dengan bimbang. Berbagai

pertanyaan mendesak masuk kepalanya. Tapi ia tak berani membukanya.

Dimasukkannya amplop itu ke dalam tas dan buru-buru ia keluar kelas.

Maksudnya ingin mengejar Dhani. Tapi bersekolah menghentikan

langkahnya. Tak mungkin mengorek apa pun dari Dhani karena jam

pertama sekarang yang mengajar Ibu Ida. Itu berarti tidak ada yang

Page 16: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

bersuara di kelas. Bahkan suara jangkrik sekecil apa pun. Setiap gerak pasti

akan tertangkap lensa matanya yang tajam.

Selama jam belajar, Nisya menanti dengan tidak sabar. Waktu

istirahat akhirnya kesampaian juga.

"Kamu, kok, getol banget ngejodohin aku sama Tyo?" todong Nisya

di kantin sekolah.

"Siapa yang ngejodohin? Dia yang suka." "Kamu cerita apa aja

memangnya?"

"Apa, ya? Nisya itu manis, balk, ramah, rajin salat... hehehe!" Dhani

terkekeh melihat wajah Nisya yang cemberut.

"Wah, lagi ngegosipin apa, nih?" Listy dan Karina nimbrung di meja

mereka.

"Nisya lagi ditaksir cowok. Tapi, dia pura-pura jual mahal."

"Jual mahal gimana? Kenal juga baru kemarin," sahut Nisya.

"Tapi kalau kamunya suka, kenapa nggak?" balas Dhani.

"Beneran, Nis, ngapain ditutup-tutupi. Kalau memang suka, nggak

ada salahnya," Listy ikut nimbrung.

"Nggak, ah! Aku belum mau pacaran." "Pacaran juga nggak apa-apa,

kok, Nis. Buat penambah semangat," seta Karina.

"Iya, pasti kamu juga butuh motivasi. Siapa yang mendorong kamu

buat semangat belajar? Sekolah lebih rajin? Siapa, hayoo?" sambung Listy.

"Mama," sahut Nisya yang disambut ketawa mereka.

Page 17: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Iya... tapi, kan, beda rasanya. Pokoknya nanti rasain sendiri, deh,"

kata Listy serius.

mUda

Selembar kertas diremas-remas Nisya lalu dilemparkannya ke

keranjang sampah di sudut kaman Tangannya masih memegang pulpen.

Tapi, pikirannya berlarian ke sana kemari.

Apa betul pacaran itu bisa bikin semangat belajar? Nisya bertanya-

tanya dalam hati. Ah, rasanya rumus kayak begitu baru sekali ini

didengarnya. Lagipula, selama ini, Nisya nggak mengalami kesulitan belajar.

Mama selalu siap membantu dan mengingatkannya kalau ia mulai malas

belajar. Hanya saja, belakangan ini Mama agakjarang menanyakan

pelajaran Nisya. Soalnya, sekarang Mama sering pulang malam, dan saat

pulang ke rumah, Nisya sudah terserang kantuk. Jadi, ia tidak pernah bisa

ngobrol lama dengan Mama.

"Mama lagi sibuk apa, sih?" pernah suatu kali Nisya bertanya.

"Kantor Mama sedang dapat proyek dari pemerintah. Kebetulan

Mama yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Makanya Mama sekarang

sering lembur."

"Mama nggak capek?"

Page 18: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Capek juga. Tapi Mama harus menyelesaikannya secepat mungkin

Supaya kerjaan lainnya nggak menumpuk. Nisya sendiri bagaimana?

Baikbaik saja, kan, dengan sekolahmu?"

"Baik-baik aja, kok, Ma."

"Syukurlah kalau begitu. Mama istirahat dulu, ya?"

Semenjak Mama sering pulang malam, Nisya jadi sering kesepian.

Meskipun Papa sering pulang lebih awal, itu tidak banyak membantu.

Soalnya, Papa juga sering membawa pekerjaan kantornya ke rumah.

Kadang-kadang Papa juga sering ke luar kota. Seperti kemarin.

Nisya lagi-lagi diusik oleh obrolan di kantin Siang tadi. Kenapa, sih,

harus ada laki-laki dan perempuan? Tiba-tiba Nisya ingat Abah. Dulu, ia

pernah menanyakan hal itu pada Abah waktu usianya masih kecil. Jawaban

Abah kira-kira begini, "Manusia itu sengaja diciptakan Allah

berpasangpasangan, laki-laki dan perempuan. Supaya apa?

Supaya Nisya tahu Encep, tahu Sodin. Jadi tidak hanya kenal Oneng

atau Entin saja"

Lalu apakah karena itu ada orang pacaran? Nisya menimbang-

nimbang dalam hati. Tapi ia tidak bisa menjawabnya.

"Yang pasti, hidup itu akan lebih indah kalau kamu punya pacar,"

terngiang ucapan Listy saat bubaran sekolah tadi.

Nisya meringis dalam hati. Apa betul?

Page 19: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Diambilnya Surat dari Tyo. Dibukanya lagi, tapi segera disimpannya

kembali ke dalam amplop. Pikirannya menerawang menembus langit

malam.

mUda

Page 20: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

SUARA DARI

KAMAR BATIN

Halo, Nisya!" Nisya barn saja turun angkutan umum ketika sebuah

suara menegurnya. Nisya tersentak kaget. Ditolehnya asal suara itu. Dhani

sedang berdiri di depan gerbang sekolah sambil tersenyum jahil. Tapi, yang

membuat Nisya kaget adalah cowok di sebelah Dhani. Itu, kan...Tyo! Dia

yang menegur tadi?

"Eh, ya, hai juga. Sedang apa di sini?" sahut Nisya berusaha ramah.

"Ini, nganterin Dhani ke sekolah."

"Nggak tahu, nih, tiba-tiba Tyo jadi balk begini!" sahut Dhani. Ia

tertawa menang ketika tonjokan Tyo mendarat di bahunya.

"Ooo ... !" Setelah itu Nisya bingung mau ngomong apa lagi. Untung

Dhani langsung tanggap.

"Sudah dulu, ya, Tyo. Makasih sudah dianterin, nih!"

Tyo melambai pada Nisya. Nisya diam saja. Ia berjalan masuk ke

sekolah.

"Ngapain Tyo ngantar kamu segala?"

"Dia yang maksa. Aku, sih, mau aja. Gratis ini," jawab Dhani.

Nisya terdiam.

"Kenapa, Nis? Kamu nggaksuka?"

Nisya tidak menjawab. Ia langsung masuk ke dalam kelas.

Page 21: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Sori, deh, kalau kamu nggak suka. Aku nggak bermaksud begitu.

Tapi, Tyo pengin banget ketemu kamu."

Nisya tak menjawab. Ia tak mau pagi ini perasaannya jadi tidak

mood.

"Kenapa, sih, Nis? Kamu jangan diam begitu, dong? Kalau kamu

marah, aku minta maaf, deh! Aku janji nggak akan ngajak Tyo ke sini lagi."

"Bukan masalah itu." Nisya diam sebentar. "Semalam Tyo nelepon."

"Ha? Kok bisa? Tahu dari mana dia nomor telepon kamu?"

"Justru itu yang aku pengin nanya sama kamu."

"Nggak! Aku nggak pernah ngasih dia nomor telepon, kok!"

"Masak?'

"Beneran! Aku... aku nggak tahu, Nis. Tapi... waktu itu Tyo sempat

buka-buku buku agendaku. Mungkin itu, Nis."

"Tuh, kan!" Nisya gemas.

"Kamu marah, ya?" Dhani menebak-nebak. "Memangnya dia

ngomong apa?"

Nisya tak menjawab. Bukan soal omongan Tyo sebenarnya. Hanya

saja, Nisya merasa hari-harinya jadi terasa tidak bebas lagi. Seakan-akan ada

yang mengawasinya setiap waktu.

"Eh, kemarin isi suratnya apaan, Nis? Curhat, dong! Dia nyatain, ya?

Sudah, terima aja! Apa lagi, sih?! Tyo, kan, cakep... meskipun cakepan aku

dikit," Dhani meringis. "Ah, kamu, sih... kebanyakan mikir."

Page 22: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Bukan begitu."

"Terus, kenapa?"

"Aku belum mau pacaran, Dhan."

"Ah, kamu kuno! Kamu kebanyakan mikir, jadinya begini, nih!

Sudah, terima aja! Kamu nggak rugi, kok!"

Nisya diam. Dhani tidak mengerti maksudnya. "Kenapa, sih, Nis?"

"Nggak! Nggak apa-apa, kok."

"Begini, nih, kalau kebanyakan mikir," ledeknya. Nisya tidak

menanggapi. Namun, diam-diam ia menghela napas.

mUda

Nisya membolak-balik badannya di tempat tidur. Ia ingin tidur, tapi

matanya sulit terpejam. Ia ingin melupakan semuanya. Ingin melupakan

Tyo, Dhani, dan terutama... surat itu! Tapi memang ia tidak bisa

memejamkan mata sedetik pun. Terngiang ucapan Dhani. "Kamu kuno,

Nisya.... Kamu kuno...!"

Nisya tercenung. Benar aku kuno? Memangnya salah kalau aku nggak mau

pacaran?

Apakah setiap laki-laki dan perempuan harus selalu berpacaran?

Nisya tidak bisa menjawab. Ia merasa saat ini tidak ada yang

mendukungnya. Ia butuh orang yang mau mendengar keluh-kesahnya. Tapi

Page 23: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

siapa? Dhani yang dianggap sahabatnya pun tidak mengerti perasaannya.

Malah seperti menyudutkannya.

Ah, Mama! Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Nisya. Mungkin Mama

bisa membantunya.

Nisya turun ke lantai bawah. Dilihatnya lampu kamar kerja masih

menyala. Ia ragu-ragu. Dilihatnya Mama begitu serius di hadapan meja

kerja sampai-sampai tidak menyadari kehadirannya.

"Ma...?„

Kepala Mama menoleh. Ia menurunkan kacamatanya. "Ya? Kamu

belum tidur, Nisya?" Nisya menggeleng.

"Kenapa?"

Nisya tak menjawab. "Mama masih sibuk, ya?" katanya batik

bertanya.

"Iya. Ada yang harus Mama selesaikan malam ini. Sebenarnya Mama

juga sudah ngantuk, tapi apa boleti buat, Mama harus selesaikan malam ini

juga."

"Oo...." Nisya seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Kenapa, Nisya?"

"Nggak! Nggak apa-apa, Ma," kata Nisya. "Mama mau dipijit?"

Mama tersenyum. "Nggak usah. Sebentar lagi juga Mama selesai.

Mama juga ingin tidur."

"Kalau begitu, saya duluan, Ma," kata Nisya sambil beringsut ke atas.

Page 24: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Mama ingin memanggil Nisya, tapi ia lebih dikhawatirkan oleh

laporan yang harus dipresentasikannya besok.

Di dalam kamarnya, Nisya kembali merenung. Ia merasa benar-

benarsendirian. Diambilnya buku harian. Lalu, mulailah tangannya

menggerakkan pulpen.

mUda

Hampir saja Nisya kesiangan. Untunglah hari ini ia sedang tidak

wajib salat. Terburu-terburu ia makan roti sarapan paginya, lalu mengucap

salam pada papanya. Mama sudah lebih dulu berangkat.

”Hati-hati di jalan," kata Papa.

"Iya, Pa."

Semalam, Nisya benar-benar tidak bisa tidur. Ia ingin membalas surat

Tyo. Tapi, berlembarlembar kertas hanya menjadi sampah. Nisya tidak

tahu apa yang harus ia katakan. Dan ia juga tidak tahu mengapa ia harus

menulis surat.

"Tumben, datang Siang?" sambut Roni.

Nisya hanya membalasnya dengan senyum.

"Dia nggak bisa tidur karena mikirin kamu, Ron," sahut Angga yang

disambut gelegar tawa mereka.

Page 25: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya tak sempat membalas ledekan Angga karena Bu Rini sudah

masuk kelas. Ia langsung duduk di bangku. Dicobanya berkonsentrasi pada

pelajaran meskipun rasa kantuk begitu kuat menderanya. Nisya barn bisa

bernapas lega setelah bel istirahat berbunyi.

"Nisya, ke kantin, yuk!" ajak Listy.

"Duluan, deh," kata Nisya. Tapi, ia buru-buru meralat ucapannya

ketika dilihatnya Dhani hendak menghampirinya. "Aku ikut, Lis!" katanya

sambil berlari mengejar Listy.

Ia tahu, pasti Dhani akan menagih jawaban Nisya.

mUda

Malam-malam saat bulan purnama selalu membuat Nisya teringat

Abah. Sedang apa, ya, Abah di sang? Apakah Abah sedang ingat Nisya juga?

Atau, sekarang ia sedang bermain-main dengan anak-anak tetangga

mereka?

Nisya tiba-tiba merasa iri.

"Lihat bulan itu, Nisya! Indah sekali, ya?" "Ya, Abah, indah sekali.

Bah, katanya bulan itu tempat tinggal putri. Benar, Bah?"

Abah tertawa. "Ah, itu cuma dongeng, Nisya. Tapi, keindahan bulan

itu memang ada yang menciptakan."

"Siapa, Bah?"

Page 26: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Allah. Bulan itu ciptaan Allah. Sama seperti kita."

"Jadi bulan itu hidup seperti kita, Bah?"

"Dia hidup, tapi tidak sama seperti kita, Nisya," katanya sambil

merangkul Nisya.

Nisya menyandarkan kepalanya di dada Abah. "Nisya pengin ke

bulan, Bah."

"Suatu saat nanti, Nisya bisa ke sana." "Memangnya bisa, Bah?"

"Bisa. Tapi Nisya harus belajar rajin, ya?!"

Nisya merapatkan kepalanya. Ia menatap wajah kakeknya yang

bercahaya tertimpa sinar bulan. "Nanti kalau Nisya bisa ke bulan, Nisya

ajak Abah ikut," katanya.

Abah tersenyum sambil memeluk Nisya dengan erat.

Tangan Nisya perlahan membuka jendela. Cahaya bulan masuk ke

dalam kamar, membasuh tubuh Nisya dalam baluran warna

kekuningemasan. Nisya tertegun dalam diam. Kerinduan itu sangat

menyesakkan dadanya.

Abah, Nisya kangen, desisnya hampir tak terdengar. Melihat bulan

yang bulat itu, ia seakan melihat Abah. Seakan Abah sedang tersenyum

sehingga membuat kedua sudut bibirnya berlekuk-lekuk. Dan, ketika Abah

mengangguk-angguk, janggut putihnya seperti ikut berayun-ayun.

Inginnya Nisya bergayut di bahu Abah dan merasakan kehangatan di

sana. Nisya tahu, di dekat Abah ia akan merasa tenang. Nisya ingin

Page 27: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

bercerita pada Abah tentang Tyo dan surat itu! Kira-kira apa, ya, reaksi

Abah? Ah, alangkah kangennya Nisya pada Abah.

"Nisya, kalau lagi ada masalah, jangan dipendam sendiri, ya? Cerita

pada Mama." Nisya ingat, Mama Bering berucap begitu pada Nisya saat

pertama Nisya datang ke rumah ini. Waktu itu, Nisya hanya manggut-

manggut dengan canggung. Perlahan, ia memang bisa lebih terbuka dengan

mamanya.

Tapi, sekarang Mama sangatsibuk, desahnya dalam hati. Nisya tak

mungkin mengganggu Mama.

Nisya ingin mengeluh. Tapi tak tahu mengeluh pada siapa. Kalau

dulu, sebelum Mama sesibuk sekarang, ia masih bisa bercerita pada Mama.

Tapi, rasanya itu sudah berlangsung lama sekali. Kini, Nisya merasa Mama

semakin jauh darinya.

Suara Bik Irah terdengar dari bawah menghentikan lamunan Nisya.

"Nisya! Ada telepon!"

"Dari siapa, Bik?" teriak Nisya dari dalam kamar.

"Dari Tyo!"

Nisya tertegun sesaat. Hatinya bimbang, antara menerima telepon

dan tidak. Ini sudah kelima kalinya Tyo menelepon. Padahal barn dua hari

yang lalu telepon terakhirnya. Akhirnya, dengan malas-malasan Nisya turun

dari tempat tidur. "Sebentar, Bik!"

Page 28: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya mengangkat gagang telepon. "Halo! Assalamualaikum," kata

Nisya mulai bicara.

"Wa alaikumsalam. Nisya, ya? Lagi ngapain?" suara Tyo terdengar

begitu riang.

"Ngg ... nggak lagi ngapa-ngapain. Baca buku aja."

"Wah, Nisya rajin, ya?"

Nisya tertawa kecut. Entah, Tyo merasa-kannya atau tidak.

"Ee, Nisya suka jalan-jalan ke mal nggak?" tanya Tyo lagi.

"Ngg... nggak begitu suka. Soalnya suka pusing," kata Nisya jujur.

"Wah, sayang, ya? Padahal saga pengin ngajak Nisya jalan-jalan.

Kalau nonton, gimana?

Suka?"

"Suka juga. Biasanya nonton di VCD bareng Mama."

"Kalau ke bioskop gimana?"

Nisya terdiam beberapa jenak. Bingung mau menjawab bagaimana.

"Sesekali. Tapi biasanya sama keluarga."

"Oo...," lalu diam. Nisya menunggu.

"Mm... padahal tadinya pengin ngajak Nisya jalan-jalan."

"Terima kasih. Tapi, mungkin lain kali aja, ya?" jawab Nisya.

"Ya, udah. Nggak pa-pa. Sampai nanti, ya? Assalamualaikum."

"Wa alaikumsalam."

Page 29: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya menutup telepon. Pikirannya berkecamuk. Ia berjalan seperti

tidak memandang ke depan.

"Nisya kenapa?" tegur Bik Irah heran.

Nisya tergagap. "Nggak! Nggak apa-apa, Bik. Mama belum pulang?"

"Belum."

Dalam hati Nisya mengeluh. "Saga tidur dulu, Bik," katanya.

Nisya buru-buru naik ke kamarnya. Tapi setelah mengunci kamarnya, Nisya

malah tidak bisa tidur. Pikirannya berlarian ke sana kemari.

mUda

"Kamu itu sebenarnya suka nggak, sih, sama Tyo?" tanya Dhani saat

istirahat.

"Kenapa, Dhan?"

"Semalam, Tyo nelepon ke rumah, nanyain jawaban kamu. Dia

mendesakku terus."

Nisya terdiam.

"Kamu suka, tapi malu bilangnya, ya?" Nisya tersentak. "Kata siapa?"

"Kata saya," sahut Dhani asal. "Soalnya kamu kayak kebingungan

begitu."

Nisya terdiam.

Page 30: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Kalau kamu nggak suka, ngomong dari sekarang. Jadi aku nggak

perlu tiap hari selalu ngarang jawaban bust Tyo."

"Memangnya kamu ngasih jawaban apa ke Tyo?"

Dhani meringis. "Jawaban asal aja. Aku bilang iya-iya aja kalau dia nanya

jawaban kamu."

"Astagfirullah, Dhan! Kok, kamu bilang begitu?" Nisya betul-betul

kaget. Pantas saja Tyo jadi begitu rajin meneleponnya. Mungkin gara-gara

Dhani banyak memberi harapan pada Tyo.

"Habisnya nungguin jawaban kamu lamaaa...!"

"Tapi, kan, kamu nggak mesti bilang begitu. Kamu tahu, sekarang

Tyo jadi Bering nelepon ke rumah."

"Makanya, kasih jawaban yang jelas, dong!" Nisya merasa tersudut.

"Aku, kan, sudah bilang belum mau pacarpacaran begitu," katanya

mencoba membela diri.

"Ah... jawaban itu melulu. Kalau kasih jawaban harus yang jelas!"

"Memangnya itu belum jelas?"

"Itu, sih, sama Baja menggantung orang!" kata Dhani.

Nisya terdiam. Ia tidak mau ngomong lagi sama Dhani.

mUda

Page 31: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Kenapa, sih, nggak ada yang mau mengerti? Nisya bertanya dalam

hati. Sepertinya tak ada yang mau peduli perasaannya saat ini. Nisya

mengerti, Dhani teman Tyo. Mungkin Dhani merasa tidak enak dengan

Tyo, atau merasa selalu terteror dengan pertanyaan Tyo.

Nisya juga ngerti, dia salah. Tidak memberikan jawaban yang pasti.

Tapi Nisya ingin Dhani juga mengerti perasaannya. Ini benar-benar

pengalaman pertama buat Nisya. Dikirimi surat cinta oleh laki-laki selama

ini tidak terbayangkan olehnya. Apalagi harus memberikan keputusan.

Nisya benar-benar bingung. Apa yang harus ia jawab. Apakah ia

harus menjawab iya? Lalu mengapa ia harus menjawab iya? Apa hanya

karena Tyo teman Dhani. That's it?

"Ia cakep, kurang apalagi, coba?" kata Dhani suatu kali mencoba

meyakinkannya.

Tapi apakah cukup karena itu? Nisya akui Tyo cakep. Bahkan ia juga

kelihatan baik. Tapi masak ha iya karena itu? Memangnya kalau melihat

orang itu cuma karena wajah cakepnya? Apa nggak ada yang lain?

Saat ini ia ingin menjawab tidak, tapi ia takut itu menyinggung perasaan

Tyo. Nisya bingung harus menjawab seperti apa. Kemarin, ia sudah

berusaha memberikan surat jawaban. Tapi berlembar-lembar kertas surat

dibuang, tetap saja ia tidak menemukan jawaban yang pas.

Kalau sedang dilanda gelisah seperti ini, selalu saja Nisya teringat

Abah. Cuma Abah yang mau mengerti perasaannya. Setiap Nisya ada

Page 32: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

masalah, Abah mau menjadi pendengaryang baik. Rasanya Nisya ingin

terbang saat ini juga. Sayang aku nggak punya sayap, batinnya. Coba kalau

aku burung, sudah kulintasi Jakarta menuju desa di ujung Jawa Barat sang.

Tapi Nisya tak berdaya apa-apa.

Perlahan-lahan Nisya menjangkau buku hariannya, meraih pulpen,

lalu mulai merangkai kata-kata yang ada dalam hatinya. Semua

perasaannya. Tapi, gejolak hatinya ternyata tak sama dengan apa yang

ditulis. Rasanya sulit sekali mengungkapkan perasaan hati, mengungkapkan

semua hal yang dirasakannya. Diremasnya sobekan kertas yang barn ia tulis

sebelum dilemparkannya ke dalam kotak sampah. Ia tercenung dalam

kesendirian. Saat ini ia benarbenar membutuhkan seorang teman.

Dalam kesendirian begini, suara Abah seperti melintas ke telinganya.

"Nisya, kalau lagi ada masalah, wudhu dulu, lalu salat!"

Nisya tersentak. Suara itu begitu dekat. Seperti ada dalam dirinya

sendiri. Dengan cepat Nisya berdiri. Terima kasih Abah, sudah

mengingatkan, katanya dalam hati.

Selesai salat, Nisya merasa pikirannya lebih jernih. Memang aku

harus memutuskan, katanya dalam hati. Lalu, dengan perasaan tenang,

Nisya mulai menulis.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Tyo, terima kasih

atas kiriman suratnya. Saya merasa senang sekali....

Page 33: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Tangan Nisya bergerak begitu lancar, seperti ada yang

menuntunnya.

mUda

Sikap Dhani tiba-tiba berubah. Di mata Nisya, Dhani tak lagi seperti

dulu. Kenapa, sih, orang bisa berubah? Nisya tak habis pikir, apa yang

membuat Dhani kelihatan jadi tak bersahabat. Dhani tak selucu dulu lagi.

Biasanya Nisya selalu ingin tertawa melihat tingkah lake Dhani. Tapi

sekarang, kok, Dhani Bering kelihatan sewot. Setiap apa yang diucapkan

Nisya, Dhani selalu mengomentarinya dengan sinis.

Apa yang salah dengan Nisya? Apa gara-gara surat balasan Nisya?

Dalam hati, Nisya mengiraira. Mungkin Dhani sudah tahu jawabannya dari

Tyo. Tapi kenapa Dhani harus marah? Itu, kan, hak Nisya untuk

menentukan keputusan. Lagipula, dia sudah ngomong berapa kali ke Dhani

sebelumnya? Seharusnya Dhani mengerti.

Seperti sekarang, siang ini. Nisya minta antar Dhani mampir ke toko

buku sebentar. Soalnya, jurusan rumahnya dengan Dhani search.

"Dhan, anterin aku, ya? Mau nggak?"

"Ke mana?"

"Mampir ke toko buku sebentar. Ada yang mau dibeli."

"Malas, ah, capek."

Page 34: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ayo, dong, Dhan!" bujuk Nisya.

"Memangnya aku bodyguard? Makanya jangan pakai nolak cowok

segala. Sekarang butuh, kan?" kata Dhani judes.

Nisya tersentak. Belum pernah Dhani bersikap begini.

"Kok, kamu ngomong begitu? Ya sudah kalau kamu nggak mau, aku

juga bisa sendiri. Tapi kamu nggak perlu ngomong begitu," teriak Nisya

kesal.

"Kenapa, Nis?" tanya Listy yang tiba-tiba sudah berada di samping

Nisya.

"Nggak apa-apa," kata Nisya pelan. Padahal hatinya bergolak. Ia

tidak bisa menerima sikap Dhani yang seperti itu.

"Berantem sama Dhani?" tebak Listy. Nisya diam.

"Sahabat kok berantem?"

"Dhani sekarang berubah."

"Berubah gimana?'

Nisya menghela napas. "Kayaknya beda banget sama Dhani yang

dulu," katanya. "Aku juga nggak tahu apa masalahnya."

"Mungkin kamu pernah nyakitin hatinya?"

Nisya menggeleng. "Perasaan nggak pernah. Tapi, kayaknya

belakangan ini dia lebih gampang marah. Mungkin gara-gara Tyo."

"Memangnya kamu ngasih jawaban apa sama Tyo?"

"Aku bilang kalau aku belum mau pacaran."

Page 35: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Nah, mungkin itu, Nis!" sahut Listy. "Tyo kan sahabatnya. Mungkin

dia juga merasa nggak bisa nerima itu."

"Tapi aku, kan, sudah bilang sebelumnya ke Dhani."

"Ya... namanya juga sahabat!" kata Listy tertawa, berusaha

menenangkan hati Nisya.

Perasaan Nisya tetap belum bisa menerima.

Sekarang kamu mau ke mana?" tanya Listy.

"Mau ke toko buku. Mau nemenin aku nggak?"

”Ayo! Siapa takut?"

Nisya meraih tangan Listy dengan senang. Sedikit kekesalannya pada

Dhani terobati.

mUda

Embun pagi menitik dari tangkai-tangkai bunga mawar dan

membasahi dahannya. Begitu bening. Tangan Nisya tergoda menyentuh

kelopak yang mulai memerah itu. Bibirnya menyunggingkan senyum.

"Halo, adik manis! Lagi ngapain?"

Nisya tersentak kaget. Di ambang pintu kamarnya, kakaknya

tersenyum lebar.

"Kak Ryan!" Nisya menjerit senang. "Kapan datang? Kok, Nisya

nggaktahu?"

Page 36: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Semalam. Kamu sudah motor duluan."

Nisya mencium telapak tangan kakaknya.

"Kamu lagi ngapain?" Ryan duduk di sisi tempat tidur, memandangi

adiknya yang bersender di tepi jendela.

Nisya tersenyum tersipu-sipu. "Lagi nggak ngapa-ngapain. Di rumah

aja, mumpung lagi libur."

"Kasihan adikku. Nggak ada teman, ya? Sini! Kak Ryan temani!"

Nisya cemberut merasa diolok-olok. "Biarin aja," sahutnya.

Mama dan Papa hari ini memang tidak di rumah. Ada undangan

pernikahan anak kolega Papa yang harus mereka hadiri di luar kota. Sejak

pagi tadi mereka sudah berangkat.

"Daripada bengong di rumah, mendingan jalan, yuk?!"

"Sekarang?"

"Memang maunya kapan? Besok?" ledek Ryan. Nisya cemberut lagi.

"Ke mana?"

"Ke mana maunya? Ke mal? Katanya Nisya nggak suka ke mal?"

Nisya menggeleng. "Ke toko buku aja, ya?" tawarnya.

"Boleh."

"Terus, traktir Nisya makan!" teriak Nisya girang.

Ryan menggaruk-garuk kepala. "Pulang ke rumah justru pengin

minta sangu ke Papa, ini kok dibajak," katanya memelas.

Nisya tertawa. "Kalau begitu Nisya yang traktir, deh!"

Page 37: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Ryan mencubit pipi Nisya dengan gemas. "Adikku ini memang paling

balk sedunia."

"Huh! Gombal! Kak Ryan sudah mandi belum?" Ryan meringis,

"Belum jadwalnya."

"Wah, kebiasaan kos dibawa-bawa ke rumah. Sekarang Kak Ryan

mandi dulu. Biar Nisya siapsiap."

"Siap, Bos!" Ryan memberi homat, lalu menghilang dari depan pintu.

Nisya tersenyum geli. Kedatangan kakaknya membuat hatinya

senang.

mUda

Pukul sepuluh mereka sudah ada di toko buku.

Nisya sibuk memilih novel remaja yang bertumpuk di depannya,

sementara Ryan sibuk membolak-batik komik. Biarpun sudah kuliah, Ryan

masih suka baca komik. Di kamarnya, poster tokohtokoh kartun memenuhi

Binding.

"Jangan salah, Nis. Cerita komik banyak juga filosofinya, lho," kata

Ryan suatu ketika. Nisya cuma manggut-manggut. Setengah jam kemudian,

sebuah buku novel remaja islami berada di tangan Nisya. Ryan dilihatnya

masih asyik membaca.

"Sudah, Kak?"

Page 38: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Sebentar. Sedikit lagi, Nis," kata Ryan sambil membalik halaman

dengan cepat.

"Dibeli, dong, Kak."

"Tanggung. Lumayan, jadi irit pengeluaran."

Nisya menunggu dengan sabar. Tak berapa lama, mereka sudah

keluar dari toko buku. Suasana penuh sesak ketika mereka memasuki

sebuah restoran fast food. Nisya mencari tempat makan sementara Ryan

memesan makanan.

"Tumben, nih, Kak Ryan udah pulang? Biasanya sebulan sekali bare

nongol," kata Nisya sambil menyantap ayam goreng.

"Kan, tadi sudah dibilangin, sangunya habis." "Oo, pantas. Kalau

nggak begitu, pasti malas pulangnya.'

"Jakarta panas. Enakan di Bandung. Adem."

Dalam hati Nisya mengangguk setuju. Ia ingat masa kecilnya di

Tasikmalaya. Sejuk dan tenang.

"Kapan-kapan boleh, dong, Nisya ikut ke Bandung?"

"Boleh aja. Tapi Nisya, kan, belum libur." "Iya, sih. Ntar, kalau

liburan, Nisya sekalian mau ke Tasik."

"Kangen, ya, sama Kakek?"

"Habis, di rumah sepi."

"Makanya cari pacar, biar nggak kesepian. Masak cakep-cakep begini

nggak ada yang suka." Nisya terdiam.

Page 39: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ada, sih, yang suka...." Nisya tidak melanjutkan kata-katanya.

Tangannya memutar sedotan dalam gelas minuman.

"Terus?"

"Nggak pengen aja."

"Nggak pengin atau nggak pengin?" Ryan memainkan matanya

dengan jenaka.

Nisya tidak meladeni. "Sudah Siang, Kak. Pulang, yuk! Mama dan

Papa mungkin sudah pulang."

Mereka beranjak keluar dari tempat makan. Nisya tidak tahu, ada

sepasang mata yang mengawasinya.

mUda

"Sya, aku mau ngomong!" Dhani tiba-tiba sudah berada di depannya.

Mukanya kelihatan ditekuk berlipat-lipat. Nisya yang hendak keluar kelas

dengan Listy mengurungkan niatnya. Dibiarkannya Listy pergi bersama

Kania.

"Mau ngomong apa?"

"Tapi bukan di sini," kata Dhani dingin.

"Lho, memangnya ada apa?" Nisya jadi penasaran.

"Makanya, sekarang kamu ikut aku."

Mereka pergi ke belakang sekolah.

Page 40: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Sekarang, Sya, jawab dengan jujur, kenapa kamu menolak Tyo?"

todong Dhani dengan tiba-tiba.

Nisya bingung. Kemarin, kan, dia sudah ngomong dengan Dhani.

Apa Dhani sudah lupa? Tapi, melihat wajah Dhani yang dingin, Nisya tahu

ada sesuatu yang serius.

"Dhan, kemarin aku kan sudah bilang kalau aku belum mau pacaran

dulu...."

"Bohong! Bilang aja kalau kamu nggak suka sama Tyo, soalnya dia

nggak terlalu cakep, beda sama cowokmu itu."

"Kamu ngomong apa, sih, Dhan?" tanya Nisya tidak mengerti.

"Sudah, nggak usah bohong, deh! Aku sudah tahu semuanya, kok!

Cuma yang bikin aku kecewa, kenapa kamu harus ngomong seperti itu?!

Kenapa kamu nggak mau jujur?! Pura-pure nggak mau pacaran segala!"

"Kamu ngomong apa, sih, Dhan? Aku nggak ngerti."

"Kemarin, Tyo lihat kamu jalan sama cowok. Cakep! Pakai mesra-

mesraan lagi. Nah, sekarang kamu pugs?"

"Tunggu, Dhan! Dengar dulu!"

Nisya ingin menjelaskannya, tapi Dhani sudah keburu pergi.

"Aku nggak mau dengar kamu lagi!" teriaknya.

Nisya terdiam lemas. Kenapa semuanya jadi kacau begini? Dengan

lesu, ia melangkah ke kelas.

Dhani tak ada di ruangan. Entah di mana dia.

Page 41: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Mungkin sedang di kantin sekolah. Atau... mungkin dia di belakang

sekolah, nongkrong bergerombol dengan anak-anak cowok yang lain.

Nisya duduk di bangkunya dengan bingung. Ruangan sepi. Nisya

mengambil buku dari laci mejanya. Ia membuka-bukanya sebentar, tapi

dengan malas-malasan menaruhnya kembali. Pikirannya terasa begitu

kacau.

mUda

Sejak peristiwa tempo hari, Dhani seperti enggan bertegur saps

dengan Nisya. Seat keluar istirahat, Dhani sengaja lama-lama ngobrol

dengan Roni dan Adit. Atau, kalau tidak, ia duduk bergerombol di depan

kelas dengan anak-anak cowok yang lain. Kelihatan sekali ia menghindari

Nisya.

Nisya juga merasa males lebih duluan menyapa. Ia merasa tidak

bersalah apa-apa. Tapi lama-lama ia tidak merasa nyaman dengan keadaan

seperti ini.

Nisya harus menjelaskannya pads Dhani. Tapi, sulit sekali menemukan

kesempatan itu. Hingga suatu kali, Nisya melihat Dhani sendirian di

mejanya. Nisya langsung menghampiri.

"Dhan, saga mau ngomong."

Dhani mendongak kaget. Ia langsung berpurapura cuek.

Page 42: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ngomong aja."

Nisya langsung bersikap serius. Suara Dhani dirasanya begitu dingin.

Ia mengambil napas sebelum berbicara. "Pertama, jawabanku buatTyo

memang seperti itu. Nggak ada yang dibuat-buat, Dhan."

"Kenapa? Karena sudah ada cowok yang kemarin?"

"Dan yang kedua," kata Nisya tidak menghiraukan kata-kata Dhani

yang penuh nada ledekan, "yang Tyo lihat itu bukan siapa-siapa. Dia

kakakku, Kak Ryan."

Dhani kelihatan kaget. "Ah, nggak percaya! Aku nggak pernah lihat

sebelumnya! Dan kamu juga nggak pernah cerita," sergah Dhani.

"Terserah. Itu hak kamu mau percaya atau nggak," tandasnya.

Dilihatnya Dhani terdiam.

Nisya merasa tidak ada lagi yang perlu diucapkannya. Ia langsung

berbalik meninggalkan Dhani. Perasaannya menjadi lebih tenang sekarang.

mUda

Page 43: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

TEMAN BICARA

Nisya punya kesibukan baru, menonton pertandingan olahraga

antarsekolah. Sebenarnya Nisya tidak begitu suka dengan acaraacara

seperti. Tapi kali ini berbeda. Ada Amanda, teman sekelasnya yang menjadi

tim basket sekolah. Akhirnya ia dan teman-teman cewek sekelas dengan

sukarela menjadi pemandu sorak gratisan.

Amanda memang jago main basket. Tubuhnya yang setinggi seratus

tujuh puluh senti itu bergerak lincah. Setiap kali ia melambungkan bola ke

keranjang, gemuruh suara penonton menggema pertanda lemparannya

tepat sasaran. Shinta dan Devi yang begitu bersemangat, tak henti-hentinya

berteriak. Mereka mungkin layak jadi pemandu sorak betulan. Kadang-

kadang saking semangatnya, mereka sudah bersorak duluan sebelum bola

masuk. Alhasil, gantian mereka yang jadi sorakan penonton.

Nisya mengedarkan pandangan. Meskipun baru semifinal, banyak

sekali penonton hari itu. Soalnya kedua tim merupakan tim favorit.

Penonton dari sekolah tuan rumah mengumpul di seberang mereka. Banyak

sekali. Suara mereka riuh rendah setiap kali tim mereka menyarangkan

bola. Perolehan angka Baling mengejar. Sebuah lemparan jarakjauh dari

Amanda menambah perolehan tiga angka membuat tim mereka tertinggal

tipis satu angka. Shinta dan and the gank bersorak dengan gempita.

Nisya yang ikut bersorak tiba-tiba berhenti.

Page 44: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Pandangan matanya terpaku ke sudut lapangan di seberang sang.

Tanga is kehendaki, dadanya berdetak lebih keras. Pada saat itu, Amanda

menyarangkan bola lagi. Teman-temannya bersorak keras. Nisya ikut

bersorak dengan kerasnya.

Tim mereka unggul.

Amanda langsung menjadi bintang. la

dikerumuni anak yang memuji penampilannya.

"Percaya, deh, kalau Amanda ada di depan, semuanya beres!" kata

Listy mengompori.

"Pokoknya, kalau tim kita juara, Manda saga traktir sebulan penuh!"

Devi tak kalah panas.

"Serius?" tantang Kania.

"Kalau ada uang jajan lebih... hehehe."

Tak ayal, Devi jadi sasaran kegemasan anak-anak.

Sore ini mereka memang ditraktir Pak Gatot.

"Sebagai reward atas keberhasilan kalian," kata beliau mirip seperti

kata sambutan. Anak-anak bertepuk tangan dengan riuh.

Mungkin hanya Nisya yang tidak menikmati sore yang cerah itu.

Pikirannya masih dibayangbayangi sosok yang ia lihat tadi. Benarkah itu

Tyo? Lalu, siapa perempuan yang di dekatnya?

Nisya tiba-tiba merasa aneh dengan dirinya. Ada apa dengan

dirinya? Memangnya ada hubungan apa dia dengan Tyo?

Page 45: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Bu Rini hari ini sakit. Anak-anak seperti mendapat keberuntungan.

Kelas yang biasanya tenang mendadak seperti pasar kaget. Tugas yang

diberikan oleh Pak Herman, wali kelas I.A, tidak berpengaruh apa-apa.

Tampaknya mereka tahu itu cuma trik Pak Herman saja supaya mereka bisa

tenang. Anak-anak hilir-mudik ke sana kemari dengan suara seperti burung.

Ketika Bu Wanda yang sedang mengajar di kelas sebelah menengok

ke ruangan, dengan kompak mereka menjawab, "sedang mengerjakan tugas

Matematika, Bu!"

"Bu Rini ke mana?"

"Sakit, Bu!"

"Ya, sudah. Tapi jangan ribut, ya. Ibu sedang mengajar di kelas

sebelah."

"Iya, Bu!"

Tapi, setelah kepala Bu Wanda menghilang, kelas kembali riuh

seperti semula.

Nisya tampak sibuk membolak-balik buku catatannya. Listy yang

duduk di sebelahnya sudah mendok ke meja belakang. Ia sibuk bergosip

dengan teman-teman gank-nya. Nisya malas ikutikutan. Paling yang

diobrolin nggak jauh dari cowok, pikirnya.

Nisya sedang gelisah. Matanya melirik ke meja seberang. Dhani

sedang ngobrol dengan Roni di ujung sana. Nisya berusaha keras

Page 46: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

mengerjakan tugasnya. Tapi, ia sulit berkonsentrasi. Ketika Dhani kembali

ke mejanya, Nisya menggeser badannya supaya lebih dekat ke meja Dhani.

"Than, Dharma Nusa itu SMU-nya Tyo, ya?"

Dhani menoleh. "Iya," jawabnya singkat.

"Pantas, kemarin aku lihat Tyo ada di sana."

Nisya diam beberapa saat, melirik ke Dhani, ingin melihat

responnya.

"Kemarin saya lihat dia sama cewek. Pacarnya, ya, Dhan?"

"Kenapa? Cemburu, ya?" ledek Dhani.

"Enak aja. Emangnya Tyo siapa?" Nisya merasa intonasi suaranya

menaik tanpa disadari. "Nah, itu pakai tanya-tanya segala?!"

"Cuma pengin tahu aja. Memangnya nggak boleh?"

"Kamu, sih, pakai menolak segala," balas Dhani.

Nisya tidak menjawab, berpura-pura sibuk dengan tugasnya. Dhani

tiba-tiba pindah ke meja di depan Nisya. "Nis, kenapa sih kemarin pakai

menolak Tyo segala? sudah punya yang lain?"

"Nggak."

"Terus, yang kemarin itu siapa?"

"Itu kan kakakku, Ryan. Sekarang lagi kuliah di Bandung."

"Mmm...." Dhani manggut-manggut. "Nah, terus kenapa?"

"Kan sudah dibilangin kemarin, aku nggak man pacaran dulu."

"Ah, kamu kuno, Nis!"

Page 47: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya jadi sewot. "Biarin!"

"Susah, deh, sama cewek kuno...."

Nisya ingin marah, tapi Dhani sudah keburu pergi. Nisya cuma bisa

memendam marahnya dalam hati. Kenapa, sih, Dhani sekarang makin

nyebelin? batin Nisya ingin meledak.

Waktu istirahat, Nisya sengaja tidak keluar kelas. Ia masih sebal

dengan Dhani. Ketika Dhani mengajaknya makan di kantin, ia pura-pura

sedang malas jajan. Padahal ia sedang malas ngobrol dengan Dhani. Tidak

tahu kenapa, ngobrol dengan Dhani tidak menyenangkan lagi. Nisya

merasa Dhani tidak seperti dulu lagi. Dulu, kalau sudah ngobrol dengan

Dhani, perasaan bete Nisya bisa hilang. Kalau ia sedang merasa tidak

diperhatikan Mama di rumah, guyonan-guyonan Dhani yang kocak bisa

membuat Nisya tersenyum kembali. Tapi sekarang, setiap dekat dengan

Dhani, Nisya merasa kata-kata cowok itu sering menyakitkan. Apa yang

salah dengan dirinya? Padahal selama ini ia bersikap balk-balk saja. Kalau

ingat itu semua, Nisya makin sebal sama Dhani.

"Nggak ke kantin, Nis?"

Nisya menoleh. Ternyata Wina. Ia langsung tersipu merasa terpergok

sedang melamun. "Lagi malas makan, Win."

Wina seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi tidak jadi. Ia kembali

sibuk memijit-mijit tombol handphone.

"Lagi ngapain, Win?"

Page 48: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Kirim sms ke teman," jawabnya. Setelah itu, Wina tidak bersuara

lagi.

Diam-diam, Nisya memerhatikan Wina. Selama ini ia jarang sekali

ngobrol dengan Wina. Mungkin karena memang letak meja mereka yang

berjauhan. Mungkin jugs karena mereka tak pernah dikondisikan untuk bisa

ngobrol lebih banyak. Hanya tegur saga seadanya saja kalau kebetulan

mereka berpapasan.

Nisya selama ini tidak pernah memikirkan hal ini. Tapi, entah

mengapa sekarang ia tiba-tiba ia ingin lebih banyak ngobrol dengan Wina.

"Kamu nggak ke kantin, Win?" tanya Nisya mulai membuka

percakapan. Dilihatnya Wina menoleh sekilas.

"Nggak. Lagi males," jawab Wina pendek.

Nisya tahu, kalau ke kantin Wina selalu dengan temannya yang

berbeda kelas. Tapi Nisya tidak tahu namanya. Bagaimana bisa tahu,

ngobrol dengan Wina saja sangat jarang.

"Lho, nggak makan, Nis?" Tiba-tiba Listy sudah masuk kelas bersama

Kania. Mulut mereka berdesah-desah kepedasan.

"Nggak. Lagi malas," sahut Nisya tak bersemangat.

"Tumben," sahut Kania, "Biasanya sama si Gembul." Nisya tidak

bereaksi.

"Hmm ... masih marahan, ya?"tebak Listy sambil menahan senyum.

Page 49: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Apa? Marahan?" Kania yang bereaksi. Tangannya mengguncang

bahu Listy seperti ingin tahu lebih banyak. "Marahan kenapa?"

Listy memainkan matanya seperti minta persetujuan Nisya. Tapi,

meskipun Nisya memandanganya dengan sewot, Listy tetap melanjutkan,

"Nggak apa-apa. Nisya cuma lagi sebal aja sama Dhani, kok," katanya

sambil mengerlingkan mata.

"Udah, ah ... !" sergah Nisya.

Tapi bukannya berhenti, mereka semakin senang melihat Nisya

cemberut.

"Oh, pantesan kayaknya tadi ngelihat Dhani sendirian aja. Di

pojokan lagi!" kata Kania sambil terkikik.

"Marahannya lucu! Kayak orang pacaran aja," sahut Listy ikut

tertawa. Tapi ia segera menyimpan tawanya ketika melihat Dhani masuk ke

dalam kelas bersama Rony dan Andika. Listy segera mencoba bersikap

wajar, tapi rant mukanya tetap saja kelihatan menahan tawa.

Ingin sekali Nisya mencubit pinggang Listy. Tapi ia tahu, kalau itu

dilakukan, justru Listy benarbenar akan tertawa. Nisya lebih memilih diam.

Untunglah bel sekolah menyelamatkan Nisya. Kania segera ke

tempat duduknya yang berada di belakang Nisya dan Listy. Tapi, saat

pelajaran dimulai, Kania berulang kali mencolek bahu Listy, lalu seperti

dikomando, mereka sama-sama menutup mulutnya dengan tangan. Hanya

Page 50: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

bahu mereka yang berguncang-guncang menandakan mereka sedang

tertawa ditahan.

Nisya memandang ke arah lain, bersikap seolah-olah tidak tahu.

Pandangannya hinggap ke meja Dhani. Dhani sedang ngobrol berbisikbisik

dengan Roni. Apa Dhani tahu perasaannya saat ini? Apa Dhani tahu kalau

saat ini Nisya seda ng marah?

"Kania! Listy! Coba perhatikan ke depan!" suara Pak Herman

menyentakkan lamunan Nisya.

Kania dan Listy langsung terdiam. Beberapa pasang mata melihat ke

arah mereka. Termasuk Dhani. Nisya cepat beralih pandangan, pura-pura

tidak melihat.

Pulang sekolah, Nisya sengaja pulang dengan Listy dan Kania, meskipun

tahu ia berbeda arah dengan mereka berdua.

"Mau ke toko buku dulu bareng Listy dan Kania!" sahutnya saat

Dhani memanggilnya di koridor sekolah.

"Ke toko buku apa ke toko buku?" ledek Listy. "Huss!" Nisya

mendelik. Untunglah Dhani masih berada jauh di belakang mereka.

Listy dan Kania lagi-lagi tertawa. Senang sekali mereka meledek Nisya.

Soalnya kalau sudah diledek, Nisya lebih banyak tidak berkutik dan hanya

bisa cemberut.

Page 51: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Mereka menunggu di halte bis. Ramai sekali lalu lalang dan orang

naik-turun bis. Nisya tidak pernah menunggu di halte karena angkot

jurusannya urusannya biasanya berhenti langsung di depan sekolah.

"Toko bukunya di mana?" tanya Kania pada Listy. Wajahnya seperti

serius.

Nisya tahu, Kania masih mencoba meledeknya. "Udah, deh!"

pintanya.

Diam-diam Nisya menyesal telah berbohong pada Dhani. Tanga sengaja,

ekor matanya menangkap Dhani dan Roni keluar dari gerbang sekolah di

antara kerumunan anak-anak yang lain. Mereka langsung naik ke dalam

angkot yang sudah parkir di depan sekolah. Nisya cepat terlibat obrolan

dengan Listy dan Kania. Dengan begitu ia bisa memalingkan muka ketika

angkot yang dinaiki Dhani lewat.

"Nis, beneran nih mau ke toko buku?" tanya Listy.

Nisya menggeleng. "Lain kali aja."

"Kalau begitu, kita duluan, ya? Tuh, bisnya sudah datang!"

Nisya melambai pada Kania dan Listy. Begitu bis itu sudah menjauh,

Nisya berjalan berbalik arah ke gerbang sekolah. Ia sengaja memperlambat

jalannya, menunggu penumpang agak berkurang. Nisya mematung

sendirian. Tak enak juga rasanya seperti ini. Sendirian tak punya teman.

Kalau ada Dhani, ia sudah tertawa-tawa sekarang ini. Nisya merasa

perasannya lengang.

Page 52: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Bunyi klakson mobil mengejutkan Nisya. Sebuah kepala menyembul

dari kaca mobil. "Pulang ke mana?"

Nisya terlihat gelagapan. "Eh... ke Pasar Minggu."

"Ikut, yuk!"

"Nggak usah, Win,"

"Ayo, nggak apa-apa. Kita sejurusan, kok! Aku ke Cinere."

Dengan ragu-ragu, Nisya membuka pintu dan masuk ke dalam

mobil.

"Nggak apa-apa, Win? Jadi ngerepotin kamu," kata Nisya masih tak

enak hati.

"Nggak apa-apa, kok! Nggak ada kamu juga aku pasti lewat situ,"

kata Wina membuat Nisya tersenyum.

"Kok, pulang sendiri?"

Nisya terdiam ditanya begitu. "Kebetulan aja. Yang lain sudah pads

duluan," jawab Nisya buruburu.

Wina tidak bertanya lagi. Ia mulai sibuk memerhatikan jalan.

Kepalanya menganggukangguk mengikuti irama lagu dari tape mobil. Nisya

diam-diam memerhatikan. Tidak pernah terbayang oleh Nisya ia bisa

duduk satu mobil dengan Wina. Makanya ia menjadi bingung harus

memulai obrolan dari mana. Ia sudah siap mengucapkan sesuatu, tapi ia

mengurungkan niatnya ketika melihat Wina tampak seperti tidak ingin

diganggu.

Page 53: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Rumahmu di mana, Nis?"Akhirnya Wina yang bertanya.

"Di Kompleks Pertanian," jawab Nisya. "Oh, papamu kerja di sang?"

Nisya mengangguk. "Tapi, turunnya di jalan aja, Win. Nggak usah

masuk kompleks. Nggak enak sama kamu."

"Nggak apa-apa, sekalian aja!"

"Nggak usah, Win. Di depannya aja. TOW Aku turun di di situ aja,"

tunjuk Nisya.

Wina menghentikan mobil. Nisya membuka pintu mobil.

"Makasih ya, Win, udah nganterin," kata Wina. "Sama-sama."

Mobil melaju. Nisya melambai.

mUda

Page 54: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

HARI-HARI BERSAMA

Kata orang, sesuatu yang baru itu selalu bikin penasaran. Tapi ini ada

nggak hubungannya dengan Wina?

Selama ini aku jarang ngobrol dengan Wina. Soalnya, Wina duduk di

pojok ruangan. Lagipula selama ini kayaknya Wina tertutup. Di kelas, ia

jarang ngumpul dengan teman-teman yang lain. Ternyata, satu kali ngobrol

dengan Wina, aku jadi tahu ia sebenarnya menyenangkan. Tidak seperti

sangkaku selama ini. Selama ini aku pikir Wina orang yang cuek dan tidak

peduli dengan lingkungannya.

mUda

Nisya punya sopir baru sekarang. Setiap pulang sekolah, ia selalu

diantar sampai ke rumah. Gimana nggak senang? la nggak perlu capek-

capek menunggu angkot, atau berdesak-desakan di dalamnya dengan

penumpang lain yang kadang-kadang saling nggak mau mengalah. Nisya

merasa senang sekali. Apalagi ternyata Wina juga membutuhkannya buat

ngobrol di jalan.

"Kamu nggak repot, Win, nganterin aku terus?" tanya Nisya suatu

kali.

"Malahan senang, punya teman ngobrol," sahut Wina.

Page 55: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Kadang-kadang, kalau ia ingin membeli buku baru ke toko buku,

Wina juga dengan senang hati mengantarnya, meskipun Wina hanya

melihat-lihat saja. Satu lagi yang membuat Nisya senang. Ternyata Wina

punya pikiran yang sama dengannya: nggak mau pacaran!

"Buat apa pacaran kalau cuma nyusahin kita," katanya ketika suatu

kali Nisya minta pendapat Wina. "Mendingan seperti sekarang. Kita bisa

bebas, nggak merasa dikekang sama yang namanya pacaran."

Nisya setuju. Dan sekarang, ia merasa punya teman yang benar-

benar mengerti apa yang dimauinya.

Perubahan Nisya membuat heboh seisi kelas. Bukan karena apa-apa.

Selama ini memang Wina dianggap sedikit aneh. Jarang ada yang mau

mendekatinya karena Wina seperti menjaga jarak dengan anak-anak. Tapi

Nisya cuek saja dengan reaksi teman-temannya, terutama Listy dan Kania.

"Kasihan, Dhani ditinggalin. Mentang-mentang ada yang baru," ledek

Kania.

Semenjak akrab dengan Wina, Nisya memang jadi tidak pernah lagi

pulang bareng dengan Dhani. Di kelas, Nisya juga merasa biasa-biasa saja.

Bahkan kalau ke kantin, kalau tidak dengan Wina, ia lebih sering bersama

Listy, Kania, dan temanteman perempuan lainnya.

"Ini namanya habis manis sepah dibuang," sambung Listy.

Nisya cuma memanyunkan bibir diledek begitu.

Page 56: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

mUda

Nisya sedang mengamati ruangan kamar tidur Wina yang lugs. Di

pojok kamar, bertumpuk boneka-boneka lucu. Berbagai macam jenis dan

ukuran.

"Kamu mengoleksi boneka, Win?"

Wina mengangguk. "Iseng aja. Daripada nggak ada kerjaan."

Wina mengambil sesuatu di dalam lad meja belajar. Nisya tertegun.

"Kamu merokok, Win?" suara Nisya bergetar, tak mampu

menyembunyikan rasa kegetnya.

Wina mengembuskan asap rokok dengan santai.

"Kenapa? Kaget, ya? Kalau lagi bete aja. Lumayan bisa bikin pikiran

tenang. Kamu mau nyoba?"

Nisya menggeleng.

Wina menarik rokoknya di asbak. "Eh, mau minum apa, Nis?"

"Orange juice aja, deh."

"Sebentar, ya, aku ke bawah dulu."

Sepeninggal Wina, Nisya mengamati rokok Yang ditinggalkan Wina.

Ujung jarinya memegang pangkal rokok tersebut dengan gemetar. Sudah

berapa lama Wina merokok? tanyanya dalam hati. Kenapa selama ini

nggak pernah dilihatnya?

Page 57: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Hei, lagi melamun apa?" Wina tiba-tiba muncul. "Taruh situ aja,

Mbak Nung!"

Wanita yang dipanggil Mbak Nung tadi menaruh dug gelas jus dan

setoples penganan di meja belajar, kemudian berpamitan pergi.

"Melamun apa, sih?" goda Wina.

Nisya tersenyum kagok merasa terpergok. "Nggak, kok. Aku cuma

mikir, apa kamu nggak merasa kesepian di kamar segede ini?"

Wina menggeleng. "Nggak tuh! Kan aku banyak teman," sahut Wina

ringan. "Kalau bete di kamar, ya jalan-jalan keluar."

"Nggak dimarahin ortu jalan-jalan melulu?" Wina tertawa lepas.

"Mau march gimana, mereka juga jarang di rumah."

Nisya tertegun.

"Kamu nggak protes, Win?"

"Protes? Buat apa? Lagian aku lebih suka begini, kok. Nggak ada

pengaruh mereka ada atau nggak. Eh, Nis, kamu suka main PS nggak?"

Nisya menggeleng.

"Main PS, yuk?!"

Tak lama mereka sudah asyik dengan permainan balapan mobil.

Wina tampaknya sudah mahir sekali sehingga Nisya selalu kalah. Itu

membuat Nisya penasaran. Berkali-kali ia mengulang permainan supaya

bisa mengalahkan Wina. Sampai sesaat kemudian Nisya tersadar sesuatu.

"Ya, ampun, Win! Aku belum bilang ke rumah bakalan pulang sore!"

Page 58: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Lho, memangnya harus bilang?" tanya Wina. "Santai sajalah, Nis."

"Mamaku pasti kebingungan kalau aku belum pulang."

"Tapi kamu, kan, nggak ke mana-mana ini! Lagian masih panas

begini," kata Nisya. Memang di luar masih panas. Apalagi sekarang hujan

sedang malas mengguyur Jakarta.

Nisya ragu-ragu antara mau menelepon atau tidak. Ia tahu Mama

pasti pulang malam. Tapi kadang-kadang Mama suka menelepon ke rumah

kalau ada perlu dengan Bik Irah, dan biasanya menanyakan dirinya.

"Sudah, nggak usah khawatir. Nanti aku antar!" kata Wina

menenangkan.

"Beneran ya, anterin!"

Wina mengangguk.

Jam tujuh malam, Nisya baru sampai di rumah. Mobil Kijang sudah

berada di garasi, itu berarti Mama dan Papa sudah pulang. Nisya tiba-tiba

merasa cemas.

"Win, masuk dulu, ya," pintanya.

Wina mematikan mesin.

"Oke, deh," katanya.

Mama ada di ruang keluarga bersama Papa. Nisya raga-ragu

melangkah. Tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, Mama sudah

melihatnya.

Page 59: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Nisya, dari mana saja? Kok, jam segini baru pulang?" tanya Mama.

Dari suaranya, Nisya tahu, Mama memendam rasa jengkel.

"Dari rumah teman, Ma," kata Nisya sambil menarik tangan Wina.

"Malam, Tante," Wina mengangguk dengan sopan. "Tadi Nisya

nemenin saya di rumah. Soalnya nggak ada orang di rumah, Tante." Mama

hanya manggut-manggut.

"Saya pamit dulu, Tante, Om, selamat malam." Nisya mengantar

Wina ke pinto gerbang rumah.

"Makasih udah nganterin ke rumah, Win."

"Santai aja. Nanti main ke rumahku lagi, ya?"

Nisya mengangguk.

"Itu tadi siapa, Nisya?" tanya Mama ketika Nisya sudah duduk di

sampingnya.

"Itu Wina, Ma. Teman sekolah Nisya."

"Lain kali, kalau pulang sore, telepon ke rumah. Jadi orang rumah

nggak kebingungan," kata Mama mengingatkan. Kata-katanya terdengar

tajam di

telinga Nisya.

"Iya, Ma, maaf. Tadi lupa nelepon ke rumah," kata Nisya sambil

menunduk.

"Kamu sudah makan?" Papa mencoba menengahi.

"Belum, Pa."

Page 60: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ya, sudah, makan dulu sana."

Nisya diam-diam mengucap syukur dalam hati.

Padahal, hatinya tadi sudah kebat-kebit merasa bakal diomeli Mama.

mUda

Malam ini Nisya bermalam di rumah Wina. Mama dan Papa sedang

ke luar kota. Tadi Bik Irah kelihatan sangat khawatir ketika mengantar

Nisya ke depan rumah. Selama ini belum pernah Nisya bermalam di rumah

temannya. Terlebih tanpa izin seperti sekarang.

"Nggak apa-apa. Nisya cuma nemenin Wina aja. Di rumahnya nggak

ada siapa-siapa, Bik. Kasihan, kan?" kata Nisya menenangkan.

"Bagaimana kalau mamamu nelepon? Bibik harus jawab apa?"

"Percaya, deh, sama Nisya. Kalau Bibik nggak percaya, Bibik pegang

nomor ini." Nisya menyebutkan nomortelepon rumah. "Kalau Mama

beneran menelepon, bilang aja sudah tidur."

"Huss! Ngajarin orang tua bohong!" Nisya tertawa kecil.

Sekarang Nisya berada di kamar Wina yang lugs. Dalam keheningan

seperti sekarang, Nisya benar-benar merasakan betapa sepinya kalau

sendirian di sini. Ia menutup majalah remaja yang dibacanya, menoleh pads

Wina yang sedang membolak-balik kartu yang dideretkan di tempat tidur.

Page 61: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Begitu asyiknya sehingga ia tak menyadari sejak tadi Nisya

memerhatikannya.

"Win," panggil Nisya, "kamu pernah merasa kesepian nggak?" Wina

menengok Nisya. Tapi sebentar kemudian kembali asyik dengan permainan

kartu.

"Kenapa gitu, Nis?"

"Nggak apa-apa, nanya aja."

Nisya kemudian diam. Menatap keluarjendela. Berharap barangkali

ada rembulan di luar sana. Tapi yang ada hanya rumah-rumah beton

berdinding tinggi.

"Kalau kamu, Sya?"

Nisya agak kaget. Sekarang ia yang jadi ditanya.

"Aku? Ngg... kadang-kadang."

"Kenapa? Ortumu jarang di rumah?" "Nggakjuga. Cuma kadang-

kadang kalau lagi sibuk, mereka sering pulang malam."

"Itu, sih, biasa. Aku malah sering ditinggal sendirian di rumah.

Mereka pergi, nggak ninggalin pesan nggak ninggalin apa. Tahu-tahu batik

lagi seminggu kemudian." Wina meneguk minuman kalengnya. "Nggak usah

dipikirin yang begitu, Sya. Santai aja."

"Waktu aku tinggal di kampung nggak begitu," desah Nisya.

"Kamu pernah tinggal di kampung, Sya? Di mana?" mata Wina

terbelalak kaget.

Page 62: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya mengangguk. "Dulu, waktu masih kecil. Waktu itu ortuku

belajar ke luar negeri. Aku dititipin di kakek dan nenekku."

"Sekarang mereka masih ada?"

"Tinggal Abah aja."

"Wah, asyik dong di sana!"

Nisya tersenyum kecil. Ia ingat Abah lagi. "Kapan-kapan ke sana,

yuk?!"

"Nanti liburan aku mau pulang ke sana." "Aku ikutan, ya!" kata Wina

bersemangat.

Nisya merasa heran. "Beneran kamu mau ikut?"

"Serius. Tahu sendiri kan, aku nggak punya kampung. Lahir dan gede

di Jakarta ini. Makanya pengin ngerasain tinggal di kampung. Di sang sudah

ada listrik belum?"

Nisya mendelik. "Memangnya desa terbelakang?" katanya sewot.

Wina tertawa terkekeh.

"Nanti kamu lihat sendiri, deh," kata Nisya gemas.

Handphone Wina berbunyi. Wina menerimanya.

"Halo? Mei, ya? Hei! Ke mana aja? Lagi ngapain? Aku? Lagi di

rumah. Biasa, orang rumah pada ngabur. Apa? Ngumpul-ngumpul? Wah,

asyik dong! Kok, nggak ngajak-ngajak, sih? Di mana? Sekarang?" Wina

melirik Nisya.

"Mm... boleh, boleh! Oke, ntar aku calling, ya! Oke, deh! Bye!!"

Page 63: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Siapa, Win?" tanya Nisya.

"Tetuan. Mereka ngajak ngumpul. Eh, Sya, ikut aku, yuk! Malam

mingguan. Di rumah terus bete juga, kan?"

"Ke mana?"

"Ngumpul-ngumpul aja sama teman-teman. Nanti aku kenalin, deh!"

Nisya bingung mau menjawab apa. Tapi Wina sudah menarik tangannya.

Seperempat jam kemudian mereka sudah di keramaian jalan Jakarta.

"Kita mau ke mana, Win?"

"Nanti juga tahu. Kamu belum pernah kan jalan malam? Asyik, Sya."

Nisya memandang ke luar jendela mobil. Lampu-lampu bertebaran seperti

kunang-kunang. Besar kecil. Kadang-kadang berpendar-pendar seperti

laron. Mobil memasuki lapangan yang biasa dijadikan tempat olahraga.

Nisya barn tahu di malam hari lapangan olahraga tersebut tak kalah ramai.

Ia terpesona beberapa saat.

Wina memarkir mobilnya, berjejer dengan mobil-mobil yang

ditongkrongi anak-anak sebaya mereka.

"Hei, Win! Ke mana aja lo?" Seseorang berteriak pada Wina.

"Biasa! Jadi anak rumahan!" balas Wini sambil mengunci mobilnya.

"Yuk, Nis!"

Nisya mengikuti langkah Wina, melewati orang-orang yang

bergerombol di depan mobil yang di parkir. Sesekali Wina menegur

mereka.

Page 64: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Sampai di segerombolan orang, seseorang berteriak. "Win! Sini! Ke

mana aja, sih?! Jadi anak pingit, nih, sekarang?"

Wina tertawa ngakak. Ditariknya tangan Nisya. "Kenalin, nih! Teman

sekelasku."

Nisya melambai sambil tersenyum. Ada empat orang cewek

sebayanya. Dari tampilan mereka, Nisya tahu mereka dari kalangan

mampu. Pakaian mereka terlihat biasa, tapi dari sepintas lihat Nisya yakin

semuanya bermerek luar negeri.

"Malam ini ada nge-race, Win. Mau ikutan nggak?"

"Ogah, ah! Pengin fun aja sekarang."

"Ya, udah. Kits ke sans, yuk! Udah hampir dimulai, tuh!"

Suara raungan mobil terdengar memekakkan telinga. Gerombolan

manusia yang terpisah-pisah itu lalu menyatu dalam kerumunan besar. Dua

mobil jenis sedan sating berdampingan, meraung-raung dengan gas yang

ditarik-tekan. Ketika seorang laki-laki di pinggir menaikkan benders di

tangan, kedua mobil itu melesat bagai anak panah. Suara decit ban

berderit-derit seperti mengiris telinga. Nisya memandang antara rasa kagum

dan ngeri. Bagaimana kalau mobil itu terbalik, bisiknya merasa cemas

dalam hati.

Dalam waktu sekian detik, kedua mobil itu kembali. Suara sorak-

sorai diiringi tepuk tangan bergemuruh di langit ketika mobil berwarna

Page 65: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

merah menyala mencapai finish. Pengemudi mobil keluar dan langsung

dikerumuni oleh keramaian orang.

"Rokok, Nis?"

Nisya kaget. Cilia menyodorkan rokok dengan tenangnya.

Nisya menggeleng gugup. "Nggak... makasih." "Permen, mau?"

Nisya mencomot satu.

Cilia menyalakan rokok, lalu dengan santainya mengembuskan asap

rokok ke udara.

"Kamu nggak merokok?"

Nisya menggeleng.

"Kamu? Ee... sudah lama ngerokok, Cil?" Nisya batik bertanya

dengan hati-hati.

"Lumayan."

"Wina juga, ya?" suara Nisya seperti bergumam.

"Kenai Wina sudah lama, Nis?"

"Ngg... lumayan. Tapi akrabnya barn sekarang ini." Nisya

memandang Cilia. "Wina teman dekat kamu, ya, Cil?"

"Nggak juga. Dekatnya karena sering nongkrong bareng."

"Balapan kayak begini sering?"

"Paling nggakseminggu sekali. Baru sekali ini, ya?"

Nisya mengangguk. Kerumunan orang mulai pecah oleh suara

gemuruh. Dua mobil sudah bersiap-siap melaju. Wina tampak di barisan

Page 66: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

depan penonton. Ia begitu bersemangat berteriak sambil bertepuk tangan.

Nisya mendekat. Ketika kedua mobil itu mulai melaju dengan kecepatan

tinggi, Nisya merasa ikut berdebar-debar. Selama ini ia melihat balapan

mobil hanya di televisi. Sekarang ia melihat langsung keriuhan itu. Gimana

kalau mobil itu terbalik, batinnya. Lagi-lagi rasa cemas melandanya.

"Pernah ada yang kecelakaan, Cil?"

Cilia yang masih di sampingnya menoleh. "Pernah juga. Tapi paling-

paling luka ringan aja," jawab Cilia santai.

Nisya ngeri sendiri mendengarsuara Cilia yang begitu ringan. Setelah

itu tidak ada lagi pembicaraan. Cilia sudah bergabung dalam keriuhan suara

yang bersorak-sorai. Nisya tidak berani menonton terlalu ke depan. Ia

melihat dari kejauhan. Ia hanya berharap acara itu cepat selesai.

Rasanya jam bergerak begitu lambat. Nisya merasa bersyukur ketika

Wina mengajaknya pulang. Teman-teman Wina masih ingin mengajak

mereka keliling Jakarta. Tapi Wina sepertinya mengerti perasaan Nisya.

"Besok lagi, deh! Pengin istirahat dulu, nih," kata Wina. Entah

mengapa, dalam hati Nisya merasa bersyukur.

"Win, kamu pernah ikut balapan?"

Wina yang sedang memegang kemudi menoleh. "Kemarin-kemarin.

Sekarang lagi malas." "Kamu nggak takut?"

Wina diam sesaat. "Nggak tahu, Nis. Kalau udah begitu, kayaknya

lupa segalanya."

Page 67: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Setelah itu, mereka sama-sama diam. Wina tampak begitu

konsentrasi ke jalanan sementara Nisya asyik memandang ke luarjendela.

Rumah Wina begitu sepi ketika mobil yang ditumpangi mereka

berhenti tepat di depan pintu gerbang.

"Mbak Nung sudah tidur, Win?"

Wina mengangguk. "Nggak apa-apa. Aku punya kunci serep."

Ketika mereka di dalam kamar Wina, Nisya teringat sesuatu.

Astagfirullah! Aku belum salat Isya, batinnya.

"Win, aku ikut salat, ya."

Wina tampak kaget.

"Oh ya, sebentar..." Ia membuka lemari, mengaduk-ngaduknya

sebentar. "Ini...." Wina menyerahkan sajadah.

Selesai salat, Nisya merasa Wina sedari tadi memerhatikannya

dengan pandangan aneh. "Kenapa, Win?'

Wina menggeleng. "Nggak, nggak apa-apa." Wina naik ke tempat

tidur. "Tidur, yuk!" katanya. Lalu ia mulai memejamkan matanya.

Nisya ikut naik ke tempat tidur. Ia merasakan kegelisahan Wina.

Nisya tidak berpikir lebih jauh karena rasa kantuk begitu kuat

menyerangnya.

mUda

Page 68: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Abahmu seperti apa, sih, Nis?" tanya Wina sambil membalikkan

badannya di tempat tidur. Mereka berada di kamar Nisya, masih

mengenakan seragam sekolah.

"Kenapa? Penasaran, ya? Sebentar, aku ambit fotonya." Nisya

mengambil album foto dari lad meja belajar. Membolak-balik halaman

sebentar, lalu menunjukkannya pada Wina.

Wina memerhatikan dengan serius. Sesekali ia tertawa. "Kamu lucu

juga, ya, waktu kecil," komentarnya.

Nisya tersenyum malu. "Itu waktu aku masih kelas satu SD. Masih

unyil banget." Nisya tertawa saat menyebut Unyil.

"Ini siapa?" tunjuk Wina pada foto wanita yang duduk di samping

Abah.

"Itu Nenek. Tapi sekarang sudah meninggal."

"Berarti abahmu sendirian sekarang?"

Nisya mengangguk. Pertanyaan Wina menyentuh hatinya. Memang

ada tetangga di sana yang mengurusi keperluan Abah sehari-hari. Tapi

selebihnya tidak ada siapa-siapa lagi di rumah. Apa yang dilakukan Abah

kalau sendiri? batin Nisya bertanya. Apakah Abah masih suka mengurusi

kebun kecil di samping rumah? Atau dia masih sering keliling menyambangi

tetangga? Setahun yang lalu ketika Nisya pergi ke sana, Abah masih terlihat

bugar. Meskipun keriput di wajahnya bertambah banyak, tubuh Abah

masih segar. Bahkan ia masih setia menjadi pengurus masjid yang letaknya

Page 69: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

cukup jauh dari rumah. Apakah Abah masih segagah dulu? batin Nisya

bertanya.

"Dari kemarin kamu sering menyebut nama abahmu. Tapi kayaknya

kamu belum cerita banyak, deh, tentang dia."

Nisya duduk di samping Wina. "Kenapa? Kamu penasaran?"

"Gimana?”

"Wah, jadi makin pengin ke sana, Nis," kata Wina mengomentari

setelah Nisya selesai bercerita.

"Nanti kalau liburan aku ajak ke sana, deh. Dijamin pasti nggak mau

balik."

"Beneran, ya?"

Nisya mengangguk pasti. Nisya menyimpan album foto itu ke dalam

laci kembali. Menyimpannya dengan rapi seperti is menyimpan semua

kenangan masa kecilnya.

"Nis, aku balik dulu, ya?"

"Cepat amat, Win. Lagian di rumahmu nggak ada siapa-siapa, kan?"

"Ya, udah. Kamu ke rumahku aja, yuk! Main PS lagi! Nanti sore aku

anterin lagi, oke?"

Nisya terdiam raga. Mama dan Papa belum pulang dari kantor.

"Dengan seragam begini?" "Ganti dulu, dong!"

Sepuluh menit kemudian Nisya dan Wina sudah naik ke dalam

mobil.

Page 70: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Nisya! Mau ke mana lagi?" teriak Bibik, datang dengan tergopoh-

gopoh.

"Ke rumah Wina, Bik! Kalau Mama dan Papa pulang, tolong

bilangin, ya! Nggak lama, Bik!" Bibik hanya geleng-geleng kepala ketika

mobil itu melaju dengan gesit.

mUda

Page 71: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

KEKECEWAAN NISYA

Perubahan terjadi sering kali tidak disadari. Dulu, Nisya jarang sekali

pulang terlambat. Ia selalu pulang tepat waktu. Kalaupun terlambat, itu

berarti ia sedang mencari keperluan sekolah atau ada kegiatan

eksrakurikuler di sekolah. Jarang sekali Nisya man berleha-leha di mal

hanya sekadar cuci mata atau nongkrong.

Tapi belakangan ini hampir tiap hari Nisya pulang terlambat.

Memang ia selalu diantar oleh Wina. Kata Nisya, ia hanya menemani Wina

di rumahnya. Tapi apa pun alasannya, tetap saja Nisya sudah berubah.

Tampaknya hanya Mama yang bisa membaca perubahan pada

Nisya. Dan ia yang paling khawatir. Papa tampak lebih kalem

menanggapinya.

"Biasa, Ma. Anak sebaya Nisya, kan, butuh teman juga. Mungkin dia

merasa bosan di rumah terus."

"Iya, tapi hampirtiap hari dia seperti ini. Mama khawatir dia berbuat

macam-macam di luar sang. Lagipula kita tidak begitu tahu temannya itu."

"Siapa namanya itu? Wina, ya? Kelihatannya dia balk-balk saja."

"Kelihatannya, Pa. Tapi Mama melihat ada yang aneh dengan anak

itu. Kalau dilihat-lihat, ia seperti menyimpan sesuatu. Coba saja Papa

perhatikan."

"Ah, itu hanya perasaan Mama saja.

Page 72: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Pokoknya Mama tidak mau terjadi apa-apa pada Nisya, Pa. Papa

lihat sendiri, kan, pergaulan remaja sekarang seperti apa. Apalagi kita juga

tidak bisa tiap hari memerhatikan Nisya."

"Maunya Mama bagaimana?"

"Kita harus bicara sama Nisya, Pa."

Papa mengganti channel televisi. "Ya, sudah. Kalau begitu, Mama

saja dulu yang bicara," kata Papa, "Tapi jangan terialu keras, Ma, nanti

malah dia tidak mau bicara."

mUda

Hari itu Nisya pulang telat lagi. Mama yang sedang membaca

majalah di beranda rumah, mendongak.

"Dari mana saja, Nisya?"

"Dari rumah Wina, Ma."

Nisya masuk ke dalam rumah.

"Nisya, Mama mau bicara sama Nisya." "Ada apa, Ma?" Nisya urung

melangkah. "Nisya ganti baju saja dulu."

Nisya masuk ke dalam rumah dengan bertanya-tanya. Ia segera

mengganti baju dan duduk di sebelah mamanya.

Page 73: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ada apa, Ma?" Mama memerhatikan Nisya sejenak. Rasanya ia

sudah lama sekali tidak berbicara dengan Nisya. Dan sekarang, ia merasa

banyak yang telah berubah dari anaknya.

"Nisya," Mama berusaha bersikap santai, "Mama mau tanya sesuatu

sama Nisya. Mama lihat akhir-akhir ini Nisya sering pulang telat. Kenapa?

Nisya banyak kegiatan?"

"Nggak, Ma. Nisya mampir ke rumah Wina." "Harus setiap hari?"

"Orang tuanya jarang di rumah, Ma. Kasihan Wina sendirian di

rumah."

"Tapi Nisya, kan, tidak perlu setiap hari ke sans. Di rumah, kan,

Nisya juga banyak yang harus dilakukan. Mengerjakan PR atau yang

lainnya."

"Nisya, kan, bisa mengedakannya malam hari. Daripada di rumah

juga sendiri. Mama, kan, seringnya pulang malam."

Mama tersentak. Kata-kata Nisya dirasakan tajam di telinganya.

"Nisya, Mama sering pulang malam karena cari uang. Semua itu

untuk kamu!"

"Sekarang Nisya juga sudah merasa cukup, kok!"

Dijawab seperti itu, emosi Mama tiba-tiba naik. "Nisya, pokoknya

Mama nggak mau tahu, mulai sekarang kamu harus mengurangi bergaul

dengan Wina!"

Page 74: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya terdongak kaget. "Mama nggak bisa seperti itu! Apa yang salah

dengan Wina, Ma? Kenapa Nisya nggak boleh bergaul dengan Wina?"

"Wina tidak salah! Tapi Nisya yang salah, tidak peduli dengan waktu

lagi. Bahkan sering pulang malam!" Suara Mama terdengar makin

emosional. Sekarang Nisya bahkan sudah berani membantah kata-katanya.

"Habis, di rumah nggak ada siapa-siapa!" "Tapi bukan berarti Nisya

bisa pulang kapan saja! Nisya hares mengerti aturan!"

"Nisya nggakngelakuin yang macam-macam, kok, Ma!" sahut Nisya.

"Itu bukan alasan, Nisya! Lagipula siapa yang bisa menjamin kamu tidak

berlaku yang bukanbukan? Sekarang saja kamu sudah sering mangkir.

Pulang selalu telat."

"Berarti Mama nggak percaya sama Nisya?!" "Bukannya tidak

percaya! Tapi Mama khawatir kamu salah memilih pergaulan."

"Wina baik, kok, Ma. Masak Mama nggak percaya sama teman

Nisya!"

"Mama tak ingin kamu salah pergaulan, Nisya!" kata Mama tegas.

Nisya menggigit bibirnya. Hatinya kecewa. Apa salahnya kalau Nisya

banyak bergaul? Apakah Mama tahu bagaimana perasaannya ditinggal

sendirian? Mama tidak mengerti perasaannya.

"Nisya sudah besar, Ma. Nisya sudah tahu memilih mans yang baik.

Mama jangan terlalu menganggap Nisya anak kecil lagi!"

"Nisya, Mama berlaku seperti ini karena Mama sayang sama kamu!"

Page 75: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Kalau begitu, tolong, Mama ngertiin Nisya! Selama ini Nisya sudah

berusaha nggak menuntut banyak. Nisya nggak marah meskipun Mama

jarang di rumah. Nisya mencoba ngertiin Mama."

"Nisya, coba dengar Mama! Mama berlaku seperti ini bukan berarti

Mama tidak mau ngertiin kamu. Tapi Mama khawatir kamu salah

pergaulan. Sejak bergaul dengan Wina, Nisya banyak berubah. Mungkin ini

tidak dirasakan Nisya, tapi Mama merasakannya!"

Mama juga banyak berubah, batin Nisya hampir menangis.

"Mama tidak ingin Nisya semakin jauh terjebak pergaulan yang

salah. Nisya harus mengerti itu!" Nisya menunduk.

"Mama harap kamu mengerti maksud Mama."

Belum pernah Nisya semarah ini pada Mama. Setelah obrolan yang

penuh emosi itu, Nisya langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluarkeluar

lagi. Scat makan malam, berulangkali Bik Irah mengetuk pintu kamar Nisya,

tapi Nisya menjawab ia masih kenyang. Ia betul-betul merasa kecewa pada

Mama.

Papa yang sedang menyendok nasi bertanya pada Mama.

"Kenapa Nisya, Ma?"

"Tidak tahu, Pa. Apa dia tersinggung dengan ucapan Mama tadi

sore? Tadi Mama sudah bicara banyak pada Nisya."

"Mungkin Mama terlalu keras bicaranya."

Page 76: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ah, tidak juga, Pa," jawab Mama mencoba membela diri. "Tapi

kadang-kadang dia juga perlu dikerasi, Pa. Supaya bisa mengerti."

"Tidak perlu sampai begitu, Ma. Cukup dikasih pengertian saja.

Mama kan tahu sendiri, Nisya sangat perasa."

Mama menghela napas.

Makan malam itu berlangsung lambat. Suara denting sendok dan

garpu terasa begitu jelas menandakan heningnya ruangan itu. Mama dan

Papa sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Hanya Nisya yang tahu bagaimana perasaannya scat ini. Tubuhnya

berbolak-balik di tempat tidur seperti kegelisahan hatinya. Rasa sedih,

kecewa, dan marah campur-baurjadi satu.

Mama tidak bisa menilai seperti itu pada Wina. Apa yang salah

dengan Wina? Selama ini Wina balk dengannya. Wina tidak pernah

memberikan sesuatu yang buruk pada Nisya. Di mata Nisya, penilaian

Mama terlalu dangkal. Hanya melihat penampilan fisik Wina saja. Memang

gays Wina termasuk cuek.Tapi bukan berarti dia tidak punya aturan.

Lagipula Nisya merasa cocok dengan Wina. Nisya merasa ia bisa

mengisi waktu-waktu sendirinya dengan Wina. Mama tidak pernah

mengerti bagaimana rasanya sendirian.

Rasanya Nisya ingin menangis. Menumpahkan rasa kesalnya,

menumpahkan perasaan marahnya. Ucapan Mama sangat menyinggung

Page 77: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

perasaannya. Belum pernah Mama berlaku seperti ini. Mama seperti tidak

mengerti perasaanya.

Nisya memandangi langit-langit kamarnya. Hatinya sesak, membuat

ruangan kamarnya terasa begitu sempit. Tapi ia tak mau keluar kamar.

Biarlah Mama tahu Nisya sedang marah. Nisya merasa Mama telah berlaku

tidak adil. Selama ini ia berusaha mengerti kesibukan Mama. Tidak pernah

ia berusaha mencampuri urusan Mama, apalagi untuk memprotesnya. Nisya

tahu Mama sangat lelah dengan pekerjaannya itu.

Tapi sekarang Mama mempermasalahkan pergaulannya. Padahal

Mama nggak tahu bagaimana sifat Wina. Mama nggak pernah mencoba

mengerti bagaimana kesepiannya Nisya sendirian di rumah. Nisya mencoba

memahami, semua yang dilakukan kedua orang tuanya buat dia juga. Lalu

mengapa mereka juga nggak mencoba memahami Nisya?

Dalam perasaan lelahnya, Nisya akhirnya tertidur.

mUda

Sengaja pagi ini Nisya tidak ikut olahraga. Biasanya kalau Mama dan

Papa tidak sibuk, Minggu pagi mereka bertiga menyempatkan lari pagi

memutari kompleks atau dengan membawa mobil ke lapangan Senayan.

Scat dibangunkan tadi, Nisya berpura-pura masih tidur. Kebetulan memang

Page 78: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

ia sedang tidak salat. Berulangkali Mama mengetuk pintu, Nisya tetap tidak

bergeming. Sampai akhirnya suara Mama menjauh.

Nisya tidak bersemangat sama sekali. Tubuhnya masih membujur di

dalam selimut. Enggan bergerak turun. Matanya saja yang nanar

mengelilingi ruangan.

Percakapan dengan Mama kemarin sore masih membayang dalam

benaknya. Mengapa Mama begitu tidak menyukai Wina? Apakah hanya

karena penampilan Wina? Apakah seperti itu pula kalau yang datang ke

rumah adalah Dhani, Listy, atau Kania?

Penampilan Wina memang agak berbeda dengan teman-temannya

yang lain. Selintas orang akan melihatnya urakan. Tapi, bukankah

penampilan itu tidak bisa menjadi jaminan? Nisya tahu Wina balk. Di dekat

Wina, Nisya merasa nyaman. Mungkin karena mereka memiliki masalah

yang sama. sama-sama merasa kesepian. Justru karena itulah Nisya

merasakan kecocokan dengan Wina. Tapi Mama seperti tidak mau

mengerti. Mama hanya menilai luarnya saja.

Sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela menerpa wajah

Nisya. Nisya berusaha menutupi wajahnya dengan selimut. Tapi rasanya

sudah tak nyaman. Nisya mulai merasa gerah. Dengan malas-malasan ia

turun ke dapur. Dilihatnya Bik Irah sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi.

"Nisya nggak ikut olahraga?" tegur Bik Irah. "sedang malas, Bik,"

sahut Nisya enggan. Diteguknya segelas air dingin dari kulkas.

Page 79: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Bik Irah tidak bertanya lagi. Ia tahu Nisya sedang ada masalah.

Semalam, lamat-lamat dari dapur ia mendengar percakapan kedua orang

tuanya di meja makan. Tapi ia tidak ingin terlalu banyak tahu.

"Bawa mobil, Bik?" tanya Nisya sambil mencoba melongok ke garasi.

Bibik mengangguk.

Berarti pasti lama, pikir Nisya. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya

pergi ke rumah Wina. Nisya mencuci muka, lalu bersiap seperlunya.

Bik Irah seperti kebingungan ketika melihat Nisya bersiap-slap akan

pergi.

"Mau ke mana?" tanya Bik Irah.

"Olahraga, Bik."

Nisya berlari-lari kecil. Sampai di depan pintu gerbang kompleks, ia

langsung menyetop angkot. Sepuluh menit kemudian, di depan sebuah

perumahan mewah, Nisya turun.

Ia berjalan dengan penuh tekanan. Baru kali ini ia datang ke rumah

Wina pagi-pagi sekali. Ia takut mengganggu Wina. Tapi perasaan hatinya

yang gundah semakin menguatkan langkahnya.

Pintu gerbang rumah Wina masih terkunci. Nisya menekan bel.

Menunggu beberapa jenak. Menekan bel lagi. Beberapa saat kemudian dari

pintu rumah menyembul kepala. Nisya tersenyum. Mbak Nung tergopoh-

gopoh menghampiri. Lalu membuka pintu pagar.

"Nisya ada, Mbak?"

Page 80: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ada. Tumben Non Nisya datang pagi-pagi?"

Nisya tersenyum. "Iseng aja, Mbak," lalu setengah berbisik Nisya

bertanya, "Orang tuanya Wina ada, Mbak?"

"Sudah dua hari belum pulang. Ke luar negeri katanya."

Nisya mengangguk-angguk tanpa suara. Sampai sekarang ia belum

pernah bertemu dengan kedua orang tua Wina. Hanya dari fotonya saja

Nisya dapat menerka-nerka.

Nisya dengan cekatan naik ke lantai atas. Di depan kamar Wina,

Nisya ragu-ragu sebentar. Tapi akhirnya menetapkan hati mengetuk pintu.

Ia menunggu sejenak. Tidak ada jawaban. Pasti belum bangun, pikirnya.

Nisya mengetuk lagi. Kali ini lebih keras.

Tak berapa lama, terdengar suara kaki diseret dengan malas-

malasan. Pintu kamar terbuka dengan perlahan-lahan, menyembulkan

wajah yang tampak kelelahan. Kedua mata itu sembab, seperti tidak

merasakan tidur tadi malam.

"Nisya?" suara Wina itu kaget. Tangannya seperti ragu untuk

membuka pintu lebih lebar. "Ada apa... datang sepagi ini?"

Nisya tidak menjawab pertanyaan Wina. Ia langsung menerobos

masuk dan duduk di pinggir tempat tidur. Lalu ditatapnya wajah Wina.

Wajah yang menjadi pangkal kekecewaan Nisya pada mamanya.

"Maaf, Win, aku mengganggumu pagi-pagi," kata Nisya. Ditatapnya

langsung mata Wina yang kosong. "Win? Kenapa? Kamu sakit?" Tapi bukan

Page 81: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

hanya kelelahan pada wajah Wina. Nisya juga melihat ada kejanggalan

pada sikap Wina. Mata itu bukan hanya lelah. Tapi juga terlihat gelisah.

"Aku mengganggu kamu, ya, Win? Maaf kalau begitu. Kamu

kayaknya masih perlu istirahat."

"Bukan... bukan itu," ucapnya seperti menahan Nisya. Tapi mata

Wina tampak nanar. Berpindahpindah dari Nisya ke meja rigs. Lalu mata

Nisya mengikuti sorot mata Wina.

"Apa itu, Win?" tanya Wina hendak menjangkau benda yang

ditangkap lensa matanya. "Jangan, Nis...!"

Nisya menoleh, menangkap kegugupan pada suara Wina. Dan ketika

Nisya melihat benda itu lebih dekat, Nisya benar-benar merasa shock.

"Win? Kamu... kamu?!" Nisya tidak dapat meneruskan kata-katanya.

Hatinya benar-benar terpukul.

Sudah berapa lama aku mengenal Wina? Kenapa aku nggak tahu apa

yang dilakukan Wina? Nisya tidak perlu meneliti lebih jauh untuk tahu

kalau benda itu adalah obat terlarang!

"Nisya, maafkan aku," suara Wina tak berdaya.

Tapi Nisya tidak mendengar lagi apa yang diucapkan Wina. Secepat itu

pula Nisya berlari meninggalkan Wina. Tidak dipedulikannya suara Wina

yang memanggil-manggilnya. Bahkan ia hampir menabrak pembantu Wina

yang barn keluar dari dapur. Tapi Nisya terus saja berlari. Langkahnya

terasa begitu ringan. Pandangan matanya mengabur oleh sesuatu yang

Page 82: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

ditahannya. Yang ada dalam hatinya scat ini hanyalah ingin cepat-cepat

sampai di rumah.

Sesampai di kamarnya, Nisya tidak dapat lagi menahan tangis. Ia

memeluk bantal erat-erat. Menumpahkan tangisnya dengan suara ditahan.

Tapi hatinya begitu sesak. Dan ia sulit menahan gejolak tersebut. Suara

tangisnya semakin lama semakin kencang tanpa bisa dicegah.

Apa yang dilihatnya tadi benar-benar melukai hatinya. Tidak pernah

terbayangkan oleh Nisya kalau sahabatnya ternyata pemakai obat-obatan

terlarang. Bagaimana hal itu bisa luput dari perhatian Nisya? Selama ini

mereka wring menghabiskan waktu bersama. Bahkan kadangkadang malam

hari pun Nisya masih bersama Wina. Tapi selama itu pula Wina tidak

menunjukkan tingkah laku yang aneh. Lalu, sejak kapan ia menggunakan

obat-obatan tersebut? Atau Wina memang telah merahasiakannya sejak

lama?

Selama ini Nisya hanya tahu Wina merokok. Tapi Nisya tahu itu

dilakukan Wina hanya sekali-sekali saja. Dan itu biasanya pada scat-scat

Wina sedang banyak masalah. Tapi obat terlarang? Ya, Allah! Setan apa

yang membuat Wina berani melakukan itu?!

Nisya benar-benar merasa dikhianati. Bagaimana mungkin Wina

berlaku setega ini? Tadinya Nisya telah menjadikan Wina sahabatnya yang

paling dekat. Tempat ia bercerita kalau merasa sedih ataupun gembira,

setelah Mama begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tak menyisakan

Page 83: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

waktu lagi untuk Nisya. Tapi ternyata kepercayaan itu telah disia-siakan

Wina.

Nisya benar-benar merasa sendirian. Tidak ada yang bisa

dipercayainya. Semuanya satu per satu seperti menjauh. Apakah mereka

sengaja melakukan itu?

Nisya semakin membenamkan kepalanya di bantal. Suara tangisnya tidak

terdengar lagi, tapi isaknya masih terasa.

"Nisya... Nisya...." Terdengar suara Bik Irah. Nisya mencoba

menahan tangisnya, menunggu suara itu terdengar lagi.

"Nisya, Ada telepon dari Wina!"

Badan Nisya tiba-tiba langsung mengejang. Dadanya berdebur

dengan keras. Dan suaranya tidak bisa menghilangkan rasa march. "Bilang

saja Nisya nggak ada!" teriaknya dengan emosi.

Nisya tidak mau bicara dengan Wina lagi. Ia tidak mau punya

sahabat pemakai drugs! Apa yang telah dilakukan Wina sangat memukul

perasaan Nisya. Dan ia tahu tak ada keinginan untuk bertemu Wina lagi.

Nisya menengadahkan kepalanya ke atas. Memandang langit-langit

kamarnya yang putih. Pikirannya masih terus berkecamuk. Sedih. Kecewa.

Sesal. March. Semuanya berpilin-pilin seperti benang kusut.

Kenapa ia harus dekat dengan Wina? Kenapa tidak sejak awal ia

tahu hal itu? Nisya bertanya dalam hati, sibuk menyalahkan diri.

Page 84: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Mungkin perasaan yang sama membuat Nisya tidak pernah

menyadari hal itu. Mereka sama-sama merasa kesepian. Dan perasaan yang

sama itulah membuat kedekatan itu terjadi dengan sendirinya.

Tapi mengapa Wina harus menggunakan obat-obatan itu? Mengapa?

Bukankah ia bisa cerita kalau sedang ada masalah? Mengapa ia mesti

melarikan diri ke sesuatu yang salah? Seribu pertanyaan memenuhi benak

Nisya. Tapi tidak ada satu pun yang terjawab. Akhirnya Nisya kelelahan

sendiri. Pikirannya seperti melayang keluar dari tubuhnya. Ringan. Jauh

sekali.

Ketukan di pintu seperti membangunkan Nisya dari tidur yang

panjang.

"Siapa?" suara Nisya masih di ambang kesadaran.

"Ini Mama. Sarapan dulu, yuk!"

Nisya terdiam. Menjawab dengan ragu-ragu. "Nisya belum lapar,

Ma."

"Ayolah. Temani Papa dan Mama sarapan." Nisya terdiam.

"Nisya...!" Terdengar lagi suara Mama.

Nisya terdiam lama. Akhirnya dengan langkah setengah hati, Nisya

turun dari tempat tidurnya. Dibukanya pintu kamar dan mendapati wajah

Mama yang sedang tersenyum di sang. Nisya mengalihkan pandangannya.

Ia tak sanggup bertatapan lama. Mama mungkin tahu mata yang sembab.

Page 85: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Masak anak Mama jam segini barn bangun? Ayo!" Ditariknya

tangan Nisya menuruni tangga. Papa Sudah berada di meja makan sedang

menuangkan air ke dalam gelas.

Nisya langsung duduk di hadapan Papa, memandang dengan mata

yang tidak terarah.

"Sudah cuci muka?" tanya Papa sambil menyorongkan minum.

”Sudah, Pa," jawab Nisya pelan.

"Tapi wajahnya kelihatan sembab, ya, Pa." Nisya seperti tersengat

listrik. Wajahnya tiba-tiba terasa panas.

Papa dengan cepat berdehem. "Sudah, ayo kita makan," kata Papa

sambil dengan segera menyendok nasi lalu menyerahkannya pada Nisya.

Nisya makan dengan diam. Hanya mendengarkan ketika Mama dan

Papa berbicara. Ia hanya menjawab singkat ketika obrolan itu ditujukan

padanya. Sarapan pagi kali ini terasa begitu lama. Nisya merasa batinnya

tersiksa. Apakah Mama tahu Nisya keluar rumah? ”Jangan jangan Mama

tahu kalau Nisya ke rumah Wina. Perasaan curiga membuat Nisya makan

dengan tidak nyaman.

"Nisya ke kamar dulu," kata Nisya ketika sarapan itu selesai. Mama

seperti hendak menahan. Tapi Papa mencegahnya dan menyilakan Nisya ke

kamarnya.

"Kenapa sib, Pa?" protes Mama setelah Nisya masuk ke dalam kamar.

Page 86: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Biarkan saja dulu, Ma. Perasaannya mungkin masih belum stabil.

Kalau sudah agak mendingan, baru Mama bicara lagi padanya."

"Mama ingin minta maaf, Pa."

"Nanti, kalau perasaannya sudah lebih balk."

"Mama merasa bersalah, Pa. Mama tidak tahu kalau keadaannya

seperti ini," kata Mama pelan.

"Nanti. Kalau dia sudah baikan, Ma."

Ruangan makan itu tiba-tiba hening. Dua kepala orang dewasa itu

mematung. Tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

mUda

Tidak ada yang tahu perasaan Nisya yang sesungguhnya. Tidak juga

Mama dan Papanya. Nisya merasa hari-hari di sekolah tidak akan lagi sama

seperti hari-hari kemarin. Setelah kejadian kemarin, Nisya benar-benar

merasa terpukul. Kalau ingat itu, rasanya Nisya ingin menumpahkan

kemarahannya. Bagaimana mungkin sahabatnya yang selalu dibela di

hadapan Mama ternyata pengguna obat terlarang? Berarti Mama benar

selama ini. Ternyata Mama lebih tahu tentang sifat Wina yang

sesungguhnya daripada Nisya sendiri.

Hari ini Nisya pasti akan bertemu dengan Wina. Dan Nisya sudah

memperhitungkan akan seperti apa sikapnya nanti. Ia tidak akan mau

Page 87: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

bertegur saga dengan Wina lagi. Ia sudah cukup merasa dibohongi. Lagipula

masih banyak temannya yang lain yang bersih dari kelakuan seperti itu.

Tapi, ketika memasuki kelas pagi ini, hati Nisya merasa

berdebarjuga. Ia mencoba menata hatinya supaya bisa bersikap biasa-biasa

saja. Tapi ternyata tidak gampang. Ia sudah membayangkan Wina sedang

menunggu di mejanya, lalu dengan wajah bersungguh-sungguh meminta

maaf dengan kejadian kemarin.

Lalu, apa yang akan dilakukannya? Apakah dia bisa memberi maaf dengan

mudahnya? Apakah is akan march-march kepada Wina dan menyuruhnya

untuk tidak coba-coba mendekatinya lagi?

Nisya semakin berdebar. Dilihatnya beberapa orang berdiri di depan

pintu sambil bercanda. Nisya berjalan dengan langkah ragu. Apakah Wina

sudah datang? bisiknya ragu-ragu.

Teguran dari teman-teman di kelas sebelah, ditanggapi Nisya dengan

senyum tipis. Badannya seperti menggigil. Entah apakah ada yang

memerhatikan rant wajahnya yang berkeringat.

"Halo, Nisya, tumben baru datang?" Roni yang menyender di pintu

kelas menyapanya sambil nyengir.

Nisya hanya tersenyum, lalu masuk ke dalam ruangan kelas. Pada

scat itu, sudut matanya mencari-cari. Alhamdulillah, batin Nisya mengucap

syukur dalam hati. Wina belum datang. Ia buruburu uduk di mejanya.

Page 88: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Hei, kenapa, sih? Kok, tegang kayak begitu?" tanya Listy yang sibuk

menulis.

"Nggak, nggak apa-apa," sa h ut N iysa. "Belum bikin pe-er, ya?"

"Pe-er? Pe-er apa? Astagfirullah!" Nisya berseru kaget saat Listy

memperlihatkan sampul bukunya. Kok, dia barn ingat sekarang kalau Bu

Rini minggu kemarin memberi tugas Matematika?

Nisya terduduk lesu. Mestinya semalam ini mengecek pelajaran hari

ini. Tapi mana sempat ia berpikir begitu? Semalaman ia hanya berkutat

dengan bantal sambil menumpahkan tangis di sana.

"Sudah, kerjain aja sekarang!" desak Listy memberi solusi.

Nisya menggeleng. Sudah terlambat. Lagipula ini memang

kesalahannya. Ia sudah siap mendapat ceramah dari Bu Rini di depan anak-

anak yang lain.

Nisya sedang tidak berpikir ke sana sekarang. Dari ujung koridor

kelas sana, Nisya sudah melihat Bu Rini bedalan ke arah kelas, tapi ia belum

melihat Wina di dalam kelas. Apa ia tidak masuk? Nisya menduga-duga.

Selama pelajaran berlangsung, Nisya gelisah. Kepalanya bergerak liar

mengitari ruangan. Bahkan ia seperti tidak mendengar ketika Bu Rini

menceramahi anak-anak, termasuk dirinya yang tidak membuat pe-er.

Ada apa dengan Wina? Apakah dia sakit? Kemarin dia melihat wajah

Wina kelelahan. Apakah karena dia masih sering keluar malam? Tapi kata

Wina, ia sudah jarang keluar malam semenjak dekat dengan Nisya. Baru

Page 89: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

saat ini Nisya meragukan kata-kata Wina. Jangan-jangan ia masih sering

keluar malam. Nisya menduga-duga. Jangan-jangan kerjaannya memang

seperti itu? Nisya menggigit pulpennya dengan gelisah. Atau.... Jangan-

jangan karena pengaruh obat-obatan itu?

Listy sedari tadi memerhatikan Nisya yang tampak gelisah. Tapi ia

tidak berani mengajaknya ngobrol. Bu Rini sangat gesit menangkap setiap

gerakan yang mencurigakan. Ia tidak mau menjadi sasaran kemarahan Bu

Rini.

"Kenapa, sih, kamu?" tanya Listy setelah pelajaran Bu Rini berakhir.

"Tersinggung sama ucapan Bu Rini?" tebaknya, "makanya lain kali turutin

kataku." Listy tersenyum kecil.

Nisya tersenyum tipis. Dibiarkannya Listy menduga-menduga sendiri.

Saat pelajaran Pak Herman, Nisya kembali termenung. Barangkali Wina

benar-benar sakit, batinnya akhirnya mengambil kesimpulan.

Untunglah Pak Herman tidak terlalu suka memerhatikan rant muka

anak muridnya satu per satu. Kalau tidak, pastilah ia akan tahu dengan

cepat kalau wajah Nisya yang sedang melihat ke papan tulis penuh dengan

tatapan kosong.

Saat pulang sekolah, Nisya benar-benar sendiri. Listy dan Kania

sudah naik ke bus jurusan rumah mereka. Dhani tentu saja sudah pulang

dengan Roni dan Andika. Mereka kini dijuluki tiga sekawan oleh teman-

teman sekelas. Nisya sendiri sudah bersikap biasa saja dengan Dhani.

Page 90: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Biasanya Nisya sudah berada di dalam mobil Wina, sementara Wina

menjalankan mobil dengan pelan berusaha menerobos kerumunanan

anakanak yang menunggu angkot di depan gerbang sekolah.

Tapi kini Nisya benar-benar merasa sendirian di tengah bisingnya

suara mobil dan teriakan sopir angkot yang mencari penumpang. Ada

beberapa anak yang ia kenal yang juga sedang menunggu angkot, tapi

Nisya tidak berusaha mendekati mereka. Ia sedang menikmati

kesendiriannya.

Lagipula, sendirian kadang-kadang terasa enak juga, batinnya

menghibur diri. Dari dulu ia juga sudah terbiasa sendiri. Saat di rumah

Abah, ia juga hanya sendirian. Tidak ada saudara dekat sebayanya yang

tinggal bersama. Begitu pula pada scat ia sudah bersama orang tuanya.

Nisya hanya beberapa tahun tinggal dengan Kak Ryan sebelum kakaknya

itu kuliah di Bandung. Jadi bukan sekali ini ia sendirian meskipun ada

perasaan aneh yang muncul.

Saat Nisya sedang termenung begitu, telinganya seperti menangkap

suara memanggil namanya. Nisya menoleh ke kanan-kirinya. Tidak ada

siapasiapa. Ketika sekali lagi suara itu itu terdengar, Nisya menoleh ke

belakang. Dan ia benar-benar kaget sampai kakinya terasa bergetar.

Wina! Sedang apa dia di sini? Bukankah tadi dia nggak masuk

sekolah?

"Nisya...." Wina mendekat.

Page 91: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya berdiri dengan kaku. Wajahnya berusaha di hadapkannya ke

jalan rays. Ia tidak mau bertatapan langsung dengan mata Wina.

"Saga minta maaf dengan peristiwa kemarin ......

"Nggak ada yang perlu dimaafkan. Itu hak kamu, kok!"

"Nisya, please, dengar dulu ......

"Kenapa kamu nggak masuk tadi?"

Tidak ada jawaban.

Nisya mendapati wajah Wina resah. Mulutnya bergerak-gerak, tapi

tak ada suara yang keluar.

"Kenapa? Karena kamu masih sibuk dengan benda-benda haram itu?"

Rasanya Nisya masih ingin meledak. Dadanya seperti bergelombang.

Wajahnya terasa memanas. Dan sebelum emosinya tak terbendung, Nisya

buru-buru naik ke dalam angkot.

"Nisya! Nisya, jangan dulu pergi! Tolong, dengar dulu kata-kataku....

Nisya!"

Tapi Nisya tidak mau mendengar. Wina sudah benar-benar

mengecewakannya. Untuk apa dia meminta maaf kalau masih

menggunakan benda terlarang itu?! Sekuat tenaga Nisya menahan air

matanya agar tidak sampai jatuh. Ia malu kalau sampai menangis di dalam

angkot. Tapi hatinya benar-benar march dan kecewa. Ia hanya bisa

menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

Page 92: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Sampai di rumah, Nisya langsung masuk ke dalam kamarnya. Tidak

digubrisnya suara Bik Irah yang mengajaknya makan siang. Mama dan Papa

pasti belum pulang jam segini. Tapi, Nisya tidak peduli. Ia langsung masuk

ke dalam kamar dan membanting tubuhnya di ranjang. Emosinya

benarbenar tak tertahan lagi. Ia menangis sepuaspuasnya. Benar-benar

habis. Sampai air matanya terasa tak ada lagi yang keluar. Sampai yang

tersisa hanyalah keletihan.

Nisya bangkit dari tempat tidurnya. Terasa pipinya berat oleh sisa air

mata yang mengering. Diraihnya buku hariannya. Bibirnya mengatup

dengan tangan yang mulai menulis.

Mulai saat ini, tulisnya, aku tidak akan lagi berteman dengan Nisya.

Tidak akan ada lagi nama Wina dalam kamusnya. Nisya telah

melupakannya.

mUda

Semakin hari Nisya semakin pendiam. Ia tidak banyak bicara kalau

tidak ditanya. Bahkan sekarang ia lebih banyak mengunci dirinya di kamar.

Keluar hanya pada saat makan, setelah itu masuk lagi ke dalam kamar.

Mama benar-benar khawatir, sekaligus merasa begitu bersalah.

Mama tak pernah membayangkan keadaannya akan seperti ini. Memang

Nisya tidak pernah lagi pulang sekolah telat. Bahkan temannya yang

Page 93: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

bernama Wina itu tidak pernah menampakkan diri lagi. Biasanya Nisya

dulu Bering diantar Wina sampai ke rumah. Tapi sekarang, cerita Bik Irah,

Nisya selalu pulang sendiri.

"Jadi, Nisya sekarang pulangnya sendiri terus, Bik?"

"Iya, Bu. Biasanya, kan, selalu diantar sama temannya itu. Sekarang

pulangnya sendiri terus. Tapi, ya itu tadi, setelah pulang langsung masuk

kamar. Nggak pernah ngobrol sama Bibik kayak dulu. Paling-paling kalau

man makan barn keluar kamar."

Mama benar-benar dibuat resah. Hatinya tidak tenang. Bagaimana ia

bisa tenang dengan keadaan Nisya seperti itu?

Pernah Mama mencoba berbicara dengan Nisya. Saat itu makan

malam. Kebetulan Papa belum pulang. Nisya langsung hendak masuk

kamar setelah selesai makan. Mama langsung mencegahnya dan menyuruh

Nisya duduk kembali.

"Kayaknya sekarang Nisya jarang ngobrol lagi dengan Mama ....."

Mama mulai berbicara sambil memotong buah apel. "Mau?" Disodorkannya

potongan apel pada Nisya, tapi Nisya diam saja.

"Kenapa? Nisya ada masalah? Cerita, dong, sama Mama. Barangkali

Mama bisa membantu."

"Nggak ada apa-apa, kok, Ma," sahut Nisya.

"Oh ya, temanmu si Wina, kok, jarang ke sini lagi?" Mama

mengunyah potongan apel dengan perlahan. Berusaha bersikap santai.

Page 94: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Padahal ia merasa tidak enak sendiri. Bukankah justru ia yang melarang

Nisya berteman terlalu dekat dengan Wina?

Nisya diam.

Mama meletakkan potongan apel di atas meja. Menatap Nisya

dengan serius. Lalu katanya, "Mama minta maaf dengan ucapan Mama

kemarin itu. Mama tidak bermaksud melarang Nisya berteman dengan

Wina. Bukan itu maksud Mama. Mama hanya mengkhawatirkan Nisya

tidak bisa bagi waktu dengan kegiatan Nisya yang lain."

Mama menunggu reaksi Nisya. Tapi tak ada jawaban dari Nisya.

"Mungkin kata-kata Mama waktu itu terlalu keras. Tapi sebenarnya

Mama tidak melarang Nisya berteman dengan Wina."

"Nggak apa-apa, kok, Ma. Mama nggak salah." "Terus, kenapa Wina

nggak pernah ke sini lagi?"

"Nisya sudah nggak berteman lagi dengan dia," sahut Nisya kaku.

Mama tersentak. "Maksud Nisya?"

"Mama benar. Dia nggak sebaik yang Nisya kira."

Mama benar-benar kaget. Dan is semakin kaget ketika melihat Nisya

setengah berlari langsung naik ke kamarnya.

"Nisya...! Nisya kenapa?!" Mama meraih tangan Nisya. Tapi Nisya

sudah naik tangga. Mama cepatcepat memburu. Ia mengetuk-ngetuk pintu

Nisya. Tapi beberapa kali ketukan, Nisya tetap tidak mau bicara. Akhirnya

Mama menyerah. Ia turun ke lantai bawah. Ia duduk di sofa. Termangu,

Page 95: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

tak tahu apa yang mesti diperbuat. Televisi dinyalakan. Tapi pikiran Mama

tidak tertuju ke sana.

Ada apa dengan Nisya? batin Mama gelisah.

Ketika Papa pulang, Mama tidak tahan untuk tidak bercerita saat itu

juga. Mama langsung menaruh tas kerja Papa di meja dan menyuruh Papa

duduk. Papa meneguk air dingin yang disediakan Mama. Setelah

mendengarcerita Mama, Papa terdiam seperti bingung.

"Katanya, dia sudah tidak berteman lagi dengan Wina," Mama masih

bicara.

"Berard dia menuruti keinginan Mama," sahut Papa singkat.

Kelihatan Papa masih lelah.

"Bukan karena itu, Pa. Kelihatannya dia punya masalah dengan

Wina. Karena itu dia tidak mau lagi berteman dengan Wina."

"Masalah apa?"

"Itulah, Nisya tidak mau menceritakannya. Entahlah, sekarang dia

tidak begitu terbuka lagi sama Mama." Suara Mama seperti orang sedang

melamun. "Apa dia sudah tidak percaya lagi sama Mama?"

Papa tidak menjawab. Wajahnya tertunduk. Pikirannya seperti

sedang mengembara. "Mungkin kita terlalu sibuk, ya, Ma?" kata Papa.

Mama menoleh. "Maksud Papa?"

Page 96: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Papa menghela napas. "Yaa... tidak tahulah," kata Papa seperti pada

diri sendiri. "Tapi kita memang sudah jarang sekali mengobrol dengan

Nisya."

Mama terdiam. Kata-kata Papa masuk ke dalam pikirannya. Merasuk

ke dalam hatinya seperti cairan es yang meleleh. Dan tiba-tiba saja ia

mencoba mengingat kapan terakhir kali mengobrol panjang lebar dengan

Nisya. Ketika tak mampu menemukan kembali ingatannya, Mama

mendesah dengan napas berat.

"Mungkin Nisya merasa kita sudah tidak memerhatikan dia lagi, Pa,"

katanya pada Papa. Papa diam tak menjawab.

"Apa yang harus kita perbuat, Pa?" "Entahlah, Ma."

Mama menjadi makin khawatir mendengar jawaban Papa.

mUda

Page 97: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

KETIKA

HARUS

MENYENDIRI

Ada saat-saat Nisya senang meng- habiskan waktunya di kamar.

Dengan menengadahkan kepalanya menatap langit, ia wring menyematkan

angan-angannya di sana. Atau dari jendela kamarnya, ia mengamati hal-hal

di luar sana. Ia bisa melihat birunya langit yang benar-benar biru ketika

awan tidak satu pun yang nongol. Atau melihat anak-anak kecil yang

bermain bola plastik di jalan kecil kompleks. Sungguh menyenangkan.

Tapi saat ini, hampir sepanjang waktu dihabiskan Nisya di kamar.

Pulang sekolah, ia lebih sutra menyimpan dirinya di kamar daripada

ngobrol dengan Bik Irah di dapur. Terpaksalah Bik Irah yang harus

mengetuk pintu kamar mengingatkan Nisya untuk makan siang.

Bik Irah sendiri tidak pernah tahu apa yang dilakukan Nisya di dalam

kamar. Kalau tahu, mungkin ia hanya bisa geleng-geleng kepala atau malah

jadi kasihan. Kalau Bibik sedikit usil, ia bisa mengintip lewat lubang kunci

yang langsung menghadap jendela. Di sanalah Nisya duduk dengan wajah

memandang keluar. Tapi kalau Bik Irah melihatnya dari depan, bola mata

Nisya yang hitam itu seperti memandang kosong. Lebih mengherankan

karena Nisya bisa melakukannya seharian.

Page 98: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Seorang anak kecil bersepeda melintasi rumahnya. Nisya tahu rumah

anak itu hanya beberapa blok dari rumahnya.

"Heil...!" Entah mengapa, hati Nisya tergerak memanggilnya.

Anak perempuan itu celingukan. Lalu, ia melihat Nisya yang

menongolkan kepala di dawn jendela. Nisya melambaikan tangannya.

Anak perempuan itu tertawa-tawa lalu mengayuh lagi sepedanya.

Nisya tersenyum kecil. Inginnya Nisya seperti anak perempuan itu.

Sudah berapa lama ia tidak merasakan main sepeda seperti itu? Sejak ia

mulai punya perasaan malu? Atau sejak ia tinggal dengan Mama dan Papa?

Sepeda bekas yang tersimpan di garasi rumah lebih mirip sepeda balap.

Dulu Bering dipakai Kak Ryan berolahraga, atau ke warung membeli

belanjaan pesanan Bibik. Nisya tak pernah mau menaikinya. Aneh Baja

rasanya bersepeda dengan tempat duduk yang begitu tinggi. Dulu ia pernah

mencoba sekali, terjatuh, lalu buru-buru berlari masuk ke rumah merasa

malu dilihat orang, sementara Kak Ryan tertawa terbahak-bahak.

Abah pernah menghadiahi Nisya sepeda ketika ia masuk sekolah.

Bangganya Nisya. Hampir tiap sore ia mengitari halaman rumah dan

bergantian dengan teman-temannya memakainya. Tentu saja, di kampung

Nisya, sepeda menjadi barang berharga. Makanya mereka seperti

menemukan permainan yang lebih menarik daripada hanya sekadar

bermain petak umpet atau bermain tali. Tapi, sepeda itu hanya tahan

beberapa tahun. Terlalu kecil untuk badan Nisya yang semakin besar.

Page 99: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Akhirnya seeped mini itu dihibahkan ke cucu saudara dekat Abah yang juga

tetangga.

Bagaimana rasanya bersepeda? Nisya hampirhampir lupa. Tapi,

melihat anak perempuan tadi, hati Nisya tiba-tiba tergerak. Rasanya ia ingin

menjadi anak kecil lagi. Barangkali enak, ya, menjadi anak kecil lagi? Lihat

saja, senyumannya tadi begitu ceria. Pasti ia belum pernah merasakan

punya masalah seperti Nisya sekarang.

Senyuman anak kecil tadi mengingatkan Nisya pada masa lalunya.

Dulu ia juga seperti itu. Selalu memberikan senyuman termanis pada setiap

orang. ,Selalu bersikap ceria. Paling-paling ia cemberut kalau sedang march

sama Abah. Biasanya kalau Abah lupa membelikan pesanannya sepulang

dari kota.

Lagi-lagi Nisya ingat Abah. Mengapa kalau merasa sendiri atau

sedang punya masalah begini, ia selalu ingat Abah? Atau karena hanya di

dekat Abahnyalah ia merasa tenteram? Merasa tak punya masalah?

Sudah seminggu ini ia tidak bertegur saga dengan Wina. Tepatnya, ia

yang selalu menghindar. Setiap kali dilihatnya Wina mencoba mendekati,

buru-buru ditariknya Listy menuju kantin. Atau kalau pelajaran belum

dimulai, ia berpura-pura ngobrol serius dengan Listy dan Kania. Itu

dilakukan Nisya agar bisa terlepas dari Wina. Ia tahu, Wina sering

memandanginya dari kejauhan. Mungkin ada yang ingin dikatakannya.

Tapi Nisya sudah tak peduli lagi.

Page 100: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Sampai saat ini Nisya tak habis pikir, kenapa sampai Wina

menggunakan obat-obat terlarang? Apa dia nggak sayang tubuhnya? Nisya

saja sering merasa bergidik ketika melihat hal itu di televisi. Bagaimana

mungkin sahabatnya sendiri ternyata pemakai obat-obatan dan selama ini

ia sendiri tidak tahu apa-apa.

Apa karena Wina merasa kesepian? Bukankah Nisya juga sama? Ia

juga pernah protes melihat betapa sibuknya Mama dan Papa. Tapi tak

pernah terbayang oleh Nisya kalau mesti lari ke obatobatan. Apa nggak ada

jalan lain?

Nisya selalu ingat pecan Abah. "Kalau sedang punya masalah, jangan

lupa dengan Allah. Salat, atau kalau tidak, cukuplah berwudu. Niscaya

hatimu akan tenteram." Nisya tak pernah lupa. Dan setiap kali selesai

melakukan salat, beban masalah terasa berkurang. Meskipun kadangkadang

selalu saja ia ingin Abah ada di sisinya seperti sekarang ini.

"Nisya! Mama sudah pulang, tuh!" suara Bibik membuyarkan

lamunannya.

Nisya tertegun. Ada apa Mama pulang sore? Tapi Nisya tetap duduk

di camping jendela. Didengarnya suara Mama yang sedang memanggil B i k

I ra h. Mungkin Mama habis belanja, perlu minty bantuan Bik Irah

menganakut barang, pikir Nisya.

Nisya tidak beranjak dari tempat duduknya, sampai Mama akhirnya

memanggilnya. Nisya turun dengan ragu-ragu.

Page 101: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Ngapain aja di kamar? Ini, Mama bawa buah kelengkeng buat

Nisya!"

Nisya dalam hati tersenyum. Mama masih ingat buah kesukaannya.

Dilihatnya Mama sibuk memilah-milah barang belanjaan. Ia ingin

membantu, tapi ragu-ragu. Akhirnya Nisya memilih diam. "Ma, saga ke atas

dulu...."

"Lho, kenapa, Nisya?"

"Belum mandi, Ma."

Nisya kembali ke atas. Tidak disadarinya mata Mama masih

mengawasinya dari bawah. Seandainya saja Nisya tahu, setelah itu Mama

menarik napas berat. Ada beban perasaan yang mengimpitnya.

mUda

"Wina ke mana, Nis? Kok, nggak masuk?"

Nisya yang sedang mencoret-coret buku catatannya menghentikan

aktivitasnya. Tanga sadar, ditolehnya bangku Wina yang kosong.

"Mang aku tahu," sahut Nisya dingin.

Listy menatapnya. "Kenapa lagi sama kamu, Nis?"

"Kenapa?" Nisya batik bertanya.

"Sekarang, kok, nggak pernah bareng lagi sama Wina?"

Nisya menghela napas. Haruskah hat ini diceritakannya sama Listy?

Page 102: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Kamu marahan, ya?"

"Nggak," sahut Nisya buru-buru.

"Terus, kenapa? Jangan sama kayak Dhani lagi, lho!"

Nisya tidak menjawab. Sulit untuk menceritakannya pads Listy.

Meskipun teman sebangkunya, rasanya Nisya tidak tega menceritakan aib

orang. Apalagi Wina sahabatnya.

Listy tidak bertanya lagi. Tapi Nisya jadi kepikiran Wina. Ini sudah

ketiga kalinya Wina tidak masuk. Perasaan khawatir diam-diam merambat

dalam diri Nisya. Jangan-jangan.... Ah, Nisya nggak man berpikir yang

bukan-bukan. Mudah-mudahan Wina nggak masuk karena malas aja, tebak

Nisya. Dia memang kelihatan angin-anginan. Contohnya waktu kemarin

itu, tahu-tahu dia nongol pas sudah bubaran sekolah.

Tapi, bagaimana kalau Wina benar-benar sakit? Siapa yang akan

mengurusnya? Orang tuanya, kan, jarang ada di rumah? Nisya menjadi

semakin khawatir. Seharusnya ada pemberitahuan ke sekolah kalau dia

benar-benar sakit. Tapi mungkin saja pembantu di rumahnya nggak berpikir

sampai ke sana dan memilih menunggu orang tua Wina pulang. Nisya jadi

bimbang. Ia ingin tahu keadaan Wina. Mungkin is bisa mendapat

keterangan dari pembantunya lewat telepon. Tapi setelah berpikir lama

akhirnya Nisya memutuskan tidak jadi menelepon.

mUda

Page 103: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Besok harinya Wina sudah masuk sekolah lagi. Rasa khawatir yang

membebani perasaan Nisya sejak kemarin hilang seketika. Ia merasa Wina

mempermainkannya.

Tapi Nisya heran, Wina seperti tidak berusaha mendekatinya lagi.

Wina diam saja di bangkunya. Bahkan saat istirahat pun, Wina tidak

beranjak dari tempat duduknya. Nisya yang akan ke kantin dengan Listy

sempat bertanya-tanya dalam hati. Tapi segera saja ia lupa ketika ia sudah

bergabung dengan teman-temannya yang lain di kantin.

Saat pulang sekolah, Wina juga langsung pulang duluan. Ia

menerobos kerumunan anakanak yang memenuhi pintu kelas. Lalu, tiba-

tiba saja tubuhnya sudah menghilang di kejauhan. Meskipun berusaha

bersikap tidak ambit pusing lagi dengan Wina, Nisya diam-diam merasa

heran juga. Ada apa dengan Wina?

Sepanjang jalan, Nisya masih memikirkan Wina. Ia bahkan tidak

sadar kalau dari tadi ada yang memanggil-manggilnya. Barulah ketika

bahunya ditepuk, Nisya tersentak kaget.

"Eh, Kak Fitri! Kirain siapa!" kata Nisya begitu tahu siapa yang

menepuknya.

"Dari tadi dipanggil-panggil, lho! Lagi melamun apa, sih, sampai

bengong begitu?"

Page 104: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Ditanya seperti itu, Nisya merasa malu. Jangan-jangan dari tadi ia

berjalan seperti prang linglung?

"Ah, nggak, kok...! Eh, Kak Fitri bawa apa, tuh?"

"Ooh, ini. Ini tempat buat gorengan." "Lho, dari mans memangnya?"

"Kamu nggak gak tahu ya kalau gorengan yang dijual Ibu kantin itu

buatan ibuku?"

"Hah?! Jadi lumpia goreng, risoles, dan macam-macam itu buatan

ibu Kak Fitri?" tanya Nisya seperti tidak percaya.

Fitri mengangguk mantap.

Mulut Nisya membulat. Nisya baru mengerti.

"Kenapa? Baru tahu sekarang, ya? Nanti, biar percaya, sekali-sekali

kamu saya ajak lihat, deh!"

Mereka berjalan bersisian. Halaman sekolah sudah sepi. Hanya ada

satu angkot yang sedang parkir di depan sekolah. Kebetulan itu bukan

jurusan rumah Nisya.

"Kok, tumben sendiri, Nis? Biasanya pulang bareng temanmu?"

"Yang mana?"

"Itu. Yang biasanya bawa mobil?"

Nisya kaget. "Lho, kok Kak Fitri tahu?"

"Sering lihat aja. Kenapa? Sakit, ya?"

"Ngg ... nggak. Ada, kok. Tadi dia duluan. Lagi ada keperluan

kayaknya." Nisya jadi berbohong.

Page 105: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Setelah itu Nisya terdiam. Tidak tahu harus ngomong apa.

Untunglah beberapa saat kemudian angkot jurusan rumah Fitri berhenti.

Fitri langsung pamitan. "Nis, saya duluan, ya. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Nisya melambaikan tangannya. Setelah angkot itu menjauh, Nisya

termenung lagi sendirian. Merasa berdosa sudah berbohong pada Kak Fitri.

Padahal, waktu pertama kali masuk sekolah ini, Kak Fitrilah yang banyak

mengenalkannya dengan lingkungan sekolah. Soalnya dia yang menjadi

mentor kerohaniannya. Setelah mentoring selesai, Kak Fitri bahkan masih

sering menghampirinya dan mengajaknya ikut dalam kegiatan kerohanian.

Tapi dasarnya memang Nisya pemalu. Ia butuh waktu untuk akrab dengan

suasana baru. Jadi, selalu saja ada alasan Nisya untuk menolaknya. Padahal,

melihat mereka, ada keinginan Nisya untuk aktif di sans. Tapi ya itu, Nisya

terlalu pemalu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Nisya kaget juga ketika Kak Fitri bertanya tentang Wina. Berarti Kak

Fitri masih sering memerhatikan keadaannya. Padahal ia sudah lama tidak

ngobrol banyak dengan Kak Fitri. Nisya jadi merasa malu sendiri.

mUda

Di mata Nisya, sikap Mama belakangan ini agak berubah. Pertama,

tidak setiap hari lagi Mama pulang malam. Sore-sore, tahu-tahu Nisya

Page 106: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

sudah mendengar derum mobil masuk halaman. Nisya yakin, dari

bunyinya, itu mobil Mama. Kedua, Mama sekarang seperti petugas

kepolisian. Selalu bertanya detail tentang kegiatan Nisya seharihari. Lain

waktu Mama bertanya tentang Wina.

Sebenarnya Nisya senang juga dengan perubahan Mama. Tapi di sisi

lain, ia merasa risih. Terutama kalau Mama bertanya tentang Wina. Apa

yang harus ia jawab? Sementara ia sendiri sudah enggan mengingat-ingat

Wina lagi. Makanya, daripada mendapat berondongan pertanyaan Mama,

Nisya lebih memilih menghindar. Berpura-pura tidur atau sedang belajar.

Seperti sore ini, Nisya diam saja di dalam kamarnya ketika

mendengar suara mobil memasuki halaman. Biasanya Mama akan

memanggilnya dari bawah. Kalau tidak, Mama akan mengetuk pintu kamar

Nisya beberapa kali. Begitu tidak ada jawaban, Mama akan pergi menjauh.

"Nisya!"

Tuh! Benar, kan?!

"Nisya! Nisya lagi ngapain? Mama bawa es krim bust Nisya!"

Mendengar itu, kaki Nisya seperti tergerak. Tapi ia sekuat tenaga

menahannya. Ah, paling-paling Mama akan menyimpannya di lemari

pendingin. Nanti saja habis makan malam, pikir Nisya. Ia masih

membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Sebuah novel remaja ada di

pangkuannya. Tapi dari tadi halamannya tidak berubah-ubah. Kepala Nisya

Page 107: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

bolak-balik melihat ke buku dan pintu kamar. Tidak didengarnya suara

langkah kaki mendekat. Ia bisa bernapas lega.

Waktu makan malam, mau tidak mau Nisya pasti bertemu Mama.

Kalau ada Papa, masih mendingan. Obrolan tidak hanya terpaku tentang

dirinya saja. Papa terkadang suka cerita tentang kantor atau rekan-rekan

bisnisnya. Paling satu dua kali obrolan menyangkut tentang dia.

Tapi sekarang hanya ada Mama. Pastilah Mama akan bertanya

macam-macam seperti kemarin-kemarin.

Mama mulai menyendok nasi.

"Gimana sekolahmu, Nisya?"

"Balk, Ma."

"Kapan mulai ujian?" tanya Mama lagi. "Sebentar lagi, Ma."

"Ada kesulitan tidak dengan belajarmu?" Nisya menggeleng sambil

mengunyah diam-diam.

"Syukurlah kalau begitu."

Dilihatnya Mama juga diam. Tapi ternyata tidak. Mama

melanjutkan, "Mama tidak melarang Nisya bergaul. Silakan saja. Asal tetap

memerhatikan pelajaran."

Nisya menggigit kerupuk hampir tanpa bunyi. TOW Mama sudah

mulai lagi. Pasti lama-lama akan menyerempet Wina juga.

"Sekarang Mama lihat Nisya pulang cepat terus. Apa tidak ada

kegiatan lagi di sekolah?"

Page 108: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya lagi-lagi hanya menggeleng. Dirasanya makanan di mulutnya

menjadi tawar.

"Tetuan-temanmu bagaimana? Mama lihat Nisya tidak pernah

mengajak teman lagi ke rumah."

Nisya sudah menyangka, akhir-akhirnya pasti akan menyangkut

Wina. Kenapa, sih?Apa Mama masih belum percaya kalau Nisya sudah

nggak berteman lagi dengan Wina?

"Mereka sibuk belajar, Ma. Kan, sebentar lagi ujian."

"Oo... pantas sekarang Nisya selalu pulang cepat," Ganda Mama.

"Baguslah kalau begitu. Gimana, ada yang sulit, nggak? Nanti Mama bisa

bantu kalau ada yang nggak dimengerti."

"Nggak, kok, Ma. Biasa-biasa aja," sahut Nisya.

"Syukurlah kalau begitu."

Setelah itu, Mama tidak bertanya-tanya lagi. Setelah selesai makan, Nisya

langsung naik ke kamarnya. "Mau belajar dulu, Ma," katanya. Mama tidak

berkomentar apa-apa.

mUda

Sampai jam sembilan, Papa belum juga pulang. Mama masih

menunggu di ruang keluarga. Tangannya berkali-kali mengganti channel

tivi, pertanda ia sedang gelisah. Mama bukannya khawatir. Ia tahu biasanya

Page 109: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Papa pulang malam, tadi juga sudah memberi tahu lewat telepon. Ada satu

hal yang digelisahkannya. Nisya.

Mama merasa, sikap Nisya berubah terhadapnya. Nisya tidak seperti

dulu lagi. Biasanya ia selalu mau bercerita kalau sedang ada masalah. Tapi

sekarang ia lebih menutup diri. Papa mungkin akan santai saja

menghadapinya. Biasalah, Ma, anakanak, selalu begitu komentarnya. Tapi

kali ini Mama merasa ada yang lain. Naluri keibuannya mengatakan Nisya

sedang ada masalah. Tapi, itu tadi masalahnya, Nisya tidak mau terbuka

lagi terhadapnya. Apa gara-gara Wina kemarin?

Mama tiba-tiba merasa menyesal. Seharusnya ia tidak terlalu keras

kemarin. Ia tahu Nisya bukanlah anak yang dididik dengan hukuman.

Mama tahu bagaimana ayahnya dulu mendidiknya. Tak pernah sekalipun ia

merasakan kekerasan tangan ayahnya. Semuanya lewat kasih sayang. Dan

itu juga diturunkan pada cucunya.

Mama sadar, sikap kerasnya kemarin karena rasa khawatir yang

begitu besar pada anak bungsunya itu. Ia takut Nisya masuk ke dalam

pergaulan yang salah. Ia masih remaja. Usia yang sangat rentan sekali.

Masih mudah terpengaruh hal-hal negatif kalau tidak diarahkan. Makanya

Mama tidak langsung percaya pada teman-teman Nisya. Apalagi ketika

Nisya sering membawa temannya yang bernama Wina itu ke rumah. Naluri

keibuannya langsung muncul. Ia tahu ada yang aneh dengan anak itu. Tapi

Mama tidak bisa menjelaskannya. Karenanya ia sudah wanti-wanti pada

Page 110: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya supaya tidak terlalu akrab. Tapi mungkin kemarin ia terlalu cepat

membuat keputusan untuk Nisya.

Kalau saja ia masih punya banyak waktu seperti dulu, Mama berpikir

menerawang. Bayangkan saja, sekarang ia tidak pernah lagi sempat

membahas PR-PR Nisya. Ia juga hampir tidak pernah nonton lagi tivi

bersama Nisya. Membahas berita-berita keseharian yang sering

ditayangkan, atau tertawa bersama menikmati acara lawak. Waktunya di

rumah lebih banyak dihabiskan untuk mempelajari proposal atau

menyiapkan presentasi keesokan harinya. Rasanya banyak waktu yang

hilang yang tidak bisa lagi dinikmati Mama bersama Nisya.

Mama termenung dalam diam. Apakah saga yang salah? batinnya bertanya-

tanya.

Jangan-jangan Nisya bersikap seperti itu karena sudah tidak percaya

lagi pada mamanya? Ya, berapa kali seminggu waktu yang diberikannya

untuk tempat Nisya bercerita? Berapa lama waktu yang dimiliki Nisya

untuk bercerita padanya tentang masalah sekolahnya, teman-temannya,

atau hal-hal yang lain?

Mama tercekat. Pikiran yang tiba-tiba menyeruak masuk itu membuat

perasaannya begitu bersalah pada Nisya. Ya, Allah, jangan sampai anakku

berpikir seperti itu, batin Mama berdoa dengan sedih. Boat apa yang

dilakukannya selama ini kalau ternyata Nisya malah tidak mendapatkan

manfaatnya?

Page 111: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Papa yang barn saja membuka pinto, bingung melihat Mama

tampak begitu sedih.

"Kenapa, Ma?"

Mama terkejut, tapi cepat-cepat berusaha menampilkan rant wajah

yang biasa. "Eh, Papa! Bikin kaget saja. Kok nggak ngucapin salam dulu."

"Sudah tiga kali! Tapi Mama malah bengong aja."

Mama tersenyum malu.

"Kenapa, Ma? Lagi ada masalah?" tanya Papa.

Mama menggeleng. "Nggak kok, Pa. Tadi bengong aja nungguin

Papa pulang," kilah Mama.

Ia seperti sengaja menyimpannya dalam hati. Heran juga, padahal

tadi begitu menggebugebunya ingin bercerita banyak pada Papa.

mUda

Page 112: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

DAUN-DAUN YANG LURUH

Lagi-lagi Wina tidak masuk. Kenapa, sih, dengan Wina? Begitu

mudahnya dia bolos sekolah. Kalau sakit, seharusnya bikin Surat sakit

supaya dapat dispensasi untuk kehadiran. Padahal, bahan pelajaran semakin

banyak diberikan karena jadwal ujian yang semakin dekat. Nisya

benarbenar dibuat bingung oleh Wina.

Sebenarnya alangkah inginnya Nisya berhenti memikirkan Wina.

Seperti yang sudah dijanjikannya dalam hati, is tidak mau bergaul lagi

dengan Wina. Ia tidak mau punya sahabat yang tidak menghargai hidupnya

sendiri. Pokoknya Nisya bersikeras berhenti memikirkan Wina. Tapi

alangkah sulitnya. Ternyata melupakan seseorang tidaklah semudah

membalikkan telapak tangan.

Entah apa yang membuat pikiran Nisya selalu terpaku pada Wina.

Mungkin karena rasa kesepian yang sama. Sama-sama merasa sendirian di

rumah. Sama-sama sering ditinggal pergi oleh orang tua masing-masing.

Mungkin itu yang mendekatkan mereka karena ternyata mereka punya

cerita yang sama, meskipun Nisya tahu, keadaannya tidaklah separah Wina.

Hanya akhir-akhir ini saja Mama dan Papa jarang berkomunikasi dengan

Nisya. Itu pun karena Mama tiba-tiba punya seabreg pekerjaan yang harus

tuntas diselesaikan. Dulu, mereka selalu menyempatkan pergi bersama-

sama, mengenyam keceriaan dengan Ganda.

Page 113: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Wina berbeda. Nisya tahu, sejak kecil Wina sudah merasakan hal

seperti itu. Selalu ditinggal pergi tanpa waktu yang jelas. Dibesarkan oleh

pembantu yang silih berganti. Tanga diberi tahu, Nisya bisa merasakan

betapa kesepiannya Wina.

Meskipun ada hal yang tidak bisa dimaafkan oleh Nisya, tapi dalam

hatinya, ia masih mengkhawatirkan Wina.

"Wina nggak masuk lagi, Win? langan-jangan dia sakit berat, tuh!"

Listy seperti bisa membaca pikirannnya.

"Nggak tahu, Lis," jawab Nisya pelan. "Udah coba ditelepon ke

rumahnya?" Nisya diam tak menjawab.

"Coba aja, Nis! Siapa tahu dia sakit beneran!" saran Listy.

"Ah, nanti sajalah, Lis. Besok juga kayaknya bakal masuk lagi," kata

Nisya.

Listy tahu, suara Nisya terdengar ragu-ragu. Tapi ia tak mau ikut

campur lebih jauh lagi. Nisya juga kelihatan sibuk dengan pikirannya

sendiri.

Sampai pulang sekolah, pikiran Nisya masih dipenuhi oleh Wina.

Apakah ia harus menjenguknya sekarang? Tapi bust apa? Lagipula,

bagaimana kalau dia tidak sakit?

"Hayo, melamun lagi, ya?"

Suara seseorang mengagetkan Nisya. Buruburu dia menoleh. Kak

Fitri!

Page 114: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawan Nisya tersenyum malu.

"Saga tadi sudah panggil berapa kali, Iho, tapi kamu nggak

menyahut. Kayaknya senang melamun di jalan, ya?!" gods Kak Fitri.

"Ah, Kak Fitri bisa aja." Nisya makin tersipu-sipu.

"Kenapa, sih, Nis? Kayak punya masalah gitu. Cerita, dong, sama Kak

Fitri. Siapa tahu Kak Fitri bisa membantu." Mata Kak Fitri memandangnya

dengan penuh perhatian.

"Ah, nggak kok, Kak Fitri,"jawab Nisya buruburu. "Eh, gorengannya

udah habis ya?"

"Alhamdulillah udah habis, nih!" kata Kak Fitri sambil menunjukkan

tempat penganan yang dijinjingnya. "Kenapa? Nisya pengin, ya?"

"Tadinya, sih. Soalnya tiba-tiba perut jadi lapar."

"Ayo, ikut ke rumah Kak Fitri, yuk!" ajak Kak Fitri.

Nisya terlihat menimbang-nimbang sebentar. "Dekat, kok. Sekalian

supaya kamu jadi tahu gimana cars bikinnya."

Akhirnya Nisya mengangguk setuju. Dia berpikir, di rumah pasti juga

tidak ada siapa-siapa. Lagipula selama ini ia juga belum pernah ke rumah

Kak Fitri.

Rumah Kak Fitri ternyata tidak begitu jauh dari sekolah. Mereka naik

angkot sekali. Kira-kira lima betas menit, angkot itu berhenti di depan

sebuah jalan kecil.

Page 115: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya mengikuti Kak Fitri dari belakang. Jalan kecil itu ramai sekali

oleh anak-anak yang bermain. Kadang-kadang Nisya harus berkelit untuk

menghindari anak-anak yang berlari-larian ke arahnya. Tampaknya hampir

semua anak kecil itu kenal dengan Kak Fitri. Sebagian menyapa atau ada

yang tertawa-tawa ke arah mereka. Kak Fitri sekali-kali menyapa mereka.

Nisya ikut-ikutan memberi senyum.

Langkah Kak Fitri berbelok masuk gang, dan beberapa langkah

kemudian ia berhenti di depan sebuah rumah.

"Ini rumah saya, Nis. Masuk, yuk!" ajak Kak Fitri.

Rumah itu berukuran kecil. Halaman rumahnya tak lebih dari dua

meter. Tapi kelihatan asri karena banyak ditumbuhi tanaman hiss. Nisya

berjalan mengikuti Kak Fitri.

Masuk ke dalam rumah, Nisya sedikit tertegun. Ruang tamu itu

hanya diisi seperangkat kursi yang sederhana. Selebihnya tidak ada apa-apa

lagi. Di Binding ruangan itu ada beberapa figura foto dipasang berjajar.

Tampaknya adik-adik Kak Fitri.

"Pasti harus, ya? Mau minum apa?"

"Apa aja boleh, Kak."

"Sebentar, ya, saya tinggal dulu."

Sepeninggal Kak Fitri, mata Nisya nanar memandang sekeliling.

Rumah Kak Fitri jauh sekali dari apa yang dibayangkannya. Ia berpikir tadi

Page 116: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

akan menemui keadaan yang tak jauh dari rumahnya. Ternyata ia salah

besar.

Diam-diam Nisya menyimpan kagum. Ia melihat Kak Fitri tak pernah

minder dalam bergaul. Bahkan, tak hanya pandai bergaul, Kak Fitri juga

aktif di sekolah. Menjadi mentor di rohis sekolah, juga termasuk pengurus

OSIS. Dengan sebareg kegiatan itu, ke sekolah pun Kak Fitri masih sempat

membawa pesanan gorengan Ibu Kantin. Bagaimana bisa, ya? Nisya benar-

benar tidak habis pikir.

"Hayoo, melamun lagi, kan?"

Nisya merasa terpergok. Buru-buru ia menyunggingkan senyum. Di

hadapan Kak Fitri, entah mengapa, ia selalu merasa tidak berkutik.

Kak Fitri menaruh teh manis di meja. "Diminum, ya. Maaf, nggak

ada apa-apa, nih," ujar Kak Fitri.

"Ah, nggak apa-apa, kok, Kak. Ini juga sudah cukup," Nisya langsung

menyahut. "Kok sepi, Kak? Pada ke mana?"

"Ibu lagi ngadon bahan di dapur. Buat pesanan nanti sore. Adik-

adikku sedang main. Mau lihat ke belakang?"

"Nanti aja, Kak. Malu," kata Nisya.

"Nggak apa-apa, sekalian kamu bisa tahu gimana bikinnya."

Nisya akhirnya tidak menolak ketika Kak Fitri menggiringnya ke dapur.

"Bu, Ini teman Fitri di sekolah," Kak Fitri mengenalkan Nisya pads

ibunya.

Page 117: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya tersenyum malu-malu ketika Ibu Kak Fitri menyambutnya

dengan ramah.

"Waduh, Ibu lagi kotor, nih! Maklum, lagi banyak kerjaan," kata Ibu

Kak Fitri sambil buruburu berdiri. Tangannya belepotan tepung sehingga is

hanya bersalaman jauh dengan Nisya. "Di depan saja! Di sini kotor, Nak!"

"Justru Nisya pengin lihat Ibu kerja. Dia nggak percaya kalau

makanan kantin itu Ibu yang bikin," kata Fitri sambil melirik Nisya dengan

jenaka.

Ibu Kak Fitri tersenyum lebar.

"Habis gorengannya enak, Bu!" balas Nisya.

"Ya, ini cuma belajar-belajar aja, Nak. Tidak ada resep khusus," sahut

Ibu Kak Fitri. "Ini juga Fitri yang nyaranin. Katanya, daripada bengong di

rumah," lanjutnya sambil tertawa.

"Kita ke depan lagi, yuk!" ajak Kak Fitri. "Nanti aja, pas mau

digoreng. Ngadonnya masih lama."

"Ibu Kak Fitri tiap hari bikin makanan kecil gitu?" tanya Nisya setelah

mereka duduk kembali di ruang tamu.

Kak Fitri mengangguk. "Dua kali bikinnya. Pagi sama sore. Kalau

pagi, saya cuma bantuin ngadon, soalnya harus buru-buru sekolah. Kalau

sore, bisa sekalian menggoreng."

"Udah lama, Kak?"

"Udah lama juga. Hampir tiga tahun. Sejak Bapak meninggal."

Page 118: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Innalillahi, Nisya mengucap dalam hati. Refleks, kepalanya terangkat

dan terpaku pada gambargambar yang ada di dinding.

"Itu adik-adikku. Lucu-lucu, ya?" kata Kak Fitri sambil ikut memandang ke

arah yang sama.

Nisya menggangguk. "Kak Fitri sulung?"

Kak Fitri mengangguk. "Fotoku nggak dipasang. Soalnya dulu belum

ngerti difoto," katanya tertawa. Nisya ikut tertawa.

Ketika mereka masih asyik mengobrol, dua orang anak kecil muncul

di depan pintu. Yang satu laki-laki. Mungkin usianya sekitar sebelas tahun.

Yang lebih kecil, perempuan, kelihatan berumur delapan tahunan.

"Assalamualaikum," kata mereka hampir bersamaan.

"Waalaikumsalam. Ridho, Nur, sini! Ini kenalin, teman Kak Fitri di

sekolah. Namanya Kak Nisya."

Satu per satu mereka mencium tangan Nisya. Ada kedamaian yang

menyelusup ke dalam hati Nisya melihat cara mereka mencium tangannya.

Polos dan tutus. Apalagi ketika melihat mereka menggelendot dengan

manjanya di bahu Fitri.

"Tadi habis dari mana?" tanya Kak Fitri.

"Habis dari rumah Bang Udin. Bantuin bikin layang-layang," sahut

Ridho. "Layang-layangnya bagus-bagus, Kak. Nanti Ridho juga mau bikin di

rumah, ah, buat dijual juga," kata Ridho.

"Iya, Kak. Nur juga," sahut adiknya ikutikutan.

Page 119: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Kak Fitri mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Bagus, dong! Nah,

sekarang mandi dulu, ya! Mau ngaji, kan?"

Mereka mengangguk, lalu masuk ke dalam.

"Ngajinya di mana, Kak?" tanya Nisya.

"Itu. Di musala di depan gang tadi. Di sini belum ada TPA. Yang

ngajar juga anak-anak sini saja. Bergantian."

"Kak Fitri juga?"

Kak Fitri mengangguk. "Tapi sekarang bukan giliran saya," katanya.

Diam-diam Nisya semakin menyimpan rasa kagum di dalam hatinya.

Bagaimana Kak Fitri bisa mengatur waktu dengan seabreg kegiatan seperti

itu? Kapan belajarnya? Kapan mainnya?

"Emang nggak capek, Kak?" tanya Nisya hatihati. Ia mencoba

memasukkan pisang yang sudah dilumuri tepung ke dalam penggorengan.

Karena terlalu tinggi cara memasukkannya, tangannya terciprat minyak

goreng sehingga dengan refleks Nisya bergerak mundur. Tangannya seperti

kesemutan. Kak Fitri tertawa sambil mencontohkan cara memasukkannya.

"Capek kenapa, Nis?" Kak Fitri batik bertanya. "Ya, bikin beginian.

Tiap hari lagi."

Ibu Kak Fitri sudah masuk ke dalam kamar sehingga is merasa lebih

leluasa bertanya begitu.

Dilihatnya Kak Fitri tersenyum. "Ya, capek kalau dirasain. Tapi kalau

dibuat enak, nggak begitu terasa, kok. Tahu nggak, Nis, saya sama Ibu

Page 120: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

subuh-subuh sudah harus ke pasar bell bahan-bahannya. Soalnya kalau

kesiangan sedikit, biasanya sudah habis. Lagipula, gaji pensiun ayahku kecil,

Nis. Kamu tahu sendiri kan, biaya sekolah sekarang berapa? Kasihan adik-

adikku kalau mereka sampai nggak bisa sekolah. Biarlah mereka merasakan

dunia mereka, jangan dibebani dulu oleh hal-hal seperti itu."

Hati Nisya berdesir mendengar kata-kata itu. Tapi Kak Fitri

menceritakannya dengan raut biasa saja. Hampir tidak ada beban. Mungkin

karena Kak Fitri sudah terbiasa menjalaninya sehingga bersikap santai.

Melihat lincahnya cara Kak Fitri menggoreng serta bagaimana raut

wajahnya yang begitu bersemangat, Nisya bertanya-tanya dalam hati. Apa

Kak Fitri nggak pernah punya masalah seperti dirinya? Ah, mungkin saja

Kak Fitri punya masalah, bantahnya dalam hati. Bayangkan, kapan ia punya

waktu bust diri sendiri? Pagi-pagi harus belanja. Sekolah. Pulangnya harus

membantu bikin gorengan lagi, atau kalau ada kegiatan di sekolah, tinggal

dulu di sekolah. Sore ngajar ngaji. Malam hari mungkin juga Kak Fitri harus

membantu kedua adiknya belajar. Mungkin saja ia capai dengan semuanya.

Mungkin juga ia merasa waktunya habis untuk yang lain. Tapi lihatlah,

wajahnya tetap saja kelihatan ceria.

"Kamu senang melamun, ya?"

Nisya tersentak. "Ah, nggak!" sahut Nisya tersipu. "Saga cuma kagum

aja sama Kak Fitri. Bisa bagi waktu, padahal kerjaannya banyak banget.

Apa Kak Fitri nggak capek?" tanya Nisya jujur.

Page 121: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Kan tadi saga sudah bilang. Kalau dipikirin, memang terasa

capeknya. Tapi kalau kita ikhlas, insyaAllah semuanya jadi lebih mudah."

Nisya tergugah mendengar kata-kata itu. Ikhlas? Apakah aku tidak

ikhlas selama ini sehingga selalu merasa tidak pugs dengan apa yang terjadi?

Jangan-jangan....Nisya seperti tersentak. Ya, Allah, maafkanlah hamba-Mu

ini.

mUda

Nisya belum pulang. Mama tiba-tiba merasa khawatir. Ini bukan

kekhawatiran yang biasa seperti ketika kemarin-kemarin Nisya sering

pulang telat. Bukan pula ketakutan kalau Nisya kembali kepada kebiasaan

lamanya berteman dengan Wina.

Mama mondar-mandir di teras dengan resah. Ia duduk, tapi

kemudian berdiri lagi. Begitu terus. Bibik ikut-ikutan jadi resah melihat

Mama seperti itu. Tidak biasanya Mama bersikap begitu. Apa yang

dikhawatirkannya?

Ketika sore semakin gelap, Mama tidak bisa lagi menahan diri. Ia

cepat menelepon Papa. "Pa, Nisya belum pulang juga!" kata Mama dengan

nada cemas.

"Ke mana?" kata Papa di seberang sang. Kedengarannya Papa masih

berada di kantor.

Page 122: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Tidak tahulah, Pa. Mama jadi khawatir. Jangan-jangan terjadi

sesuatu pada Nisya."

"Mama jangan berprasangka yang bukanbukan. Bukannya kemarin

Nisya juga sering seperti ini?"

"Tapi ini kan lain, Pa," kata Mama bersikeras. "Lagipula belakangan

ini dia kan selalu pulang tepat waktu."

"Mungkin dia main ke rumah temannya itu." "Dia kan sudah lama

nggak bergaul dengan temannya itu."

"Coba saja telepon ke sana."

"Mama tidak punya nomor teleponnya. Papa di mana? Papa cepat

pulang, ya? Mama nggak enak sendirian begini. Cepat pulang, ya, Pa!"

"Iya, ya. Papa pulang sekarang."

Mama menutup gagang telepon. Tapi hatinya belum juga tenang.

Mama kembali ke depan, mendapati Bik Irah yang memanjang-manjangkan

lehernya keluar halaman.

"Ke mana Nisya, ya, No"

"Nggaktahu, Bu. Tapi dia Bering pulang seperti ini kan, Bu."

"Iya. Tapi saya khawatir terjadi apa-apa sama Nisya."

"Mudah-mudahan tidak, Bu. Berdoa saja yang balk-balk supaya tidak terjadi

apa-apa pada Nisya."

Ketika lewat Magrib Nsya juga belum pulang, Mama benar-benar

dilanda cemas. Ia tidak bisa menyembunyikan lagi rasa khawatirnya.

Page 123: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Perasaan bersalah menyergap Mama. Jangan-jangan Nisya masih merasa

terpukul dengan sikap yang telah diperlihatkannya.

Mama yang melihat mobil Papa masuk halaman rumah, langsung

menghambur ke depan.

"Pa, Nisya, Pa!" kata Mama seperti hampir ingin menangis.

"Tenang, Ma. Tenang," Papa membimbing Mama masuk ke dalam

rumah. Didudukannya Mama di kursi lalu Papa ikut duduk di sampingnya

sambil terus memegangi tangan Mama.

"Sudahlah, Ma. Sebentar lagi Nisya akan pulang. Paling-paling dia

main ke rumah temannya," kata Papa mencoba menenangkan Mama.

"Tapi Mama khawatir, Pa. Jangan-jangan Nisya masih march pada

Mama."

"Tidak, Ma. Nisya tidak akan mungkin seperti itu. Mama tahu

sendiri, kan, Nisya seperti apa."

"Tapi kenapa dia belum juga pulang, Pa? Dia nggak ngasih tahu apa-

apa ke rumah. Mama khawatir terjadi apa-apa dengan anak itu."

"Mungkin dia lupa, Ma. Mungkin dia ada togas kelompok di rumah

temannya mendadak. Sabar saja dulu, Ma."

Mama diam. Papa juga ikut diam. Ruangan itu tiba-tiba begitu

hening.

"Mama merasa bersalah, Pa, pada Nisya," Mama memecahkan

keheningan itu dengan suara lirih.

Page 124: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Papa juga, Ma."

"Kita sudah jarang sekali kumpul dengan Nisya," desis Mama lirih.

"Dulu, hampir tiap Minggu kita mengajaknya jalan-jalan. Sekarang, tidak

pernah lagi. Papa ingat, kapan terakhir kita main ke Puncak?"

Papa terdiam. Mungkin sedang berpikir. "Papa tidak ingat, Ma."

"Rasanya sudah lama sekali, ya, Pa," desis Mama. "Kasihan Nisya."

Papa merangkul bahu Mama. Mungkin ia merasakan hal yang sama.

Tapi Papa tidak mengucapkan apa-apa.

Mama menoleh pada Papa. Memegang tangan Papa dengan erat.

"Tapi kits masih punya waktu untuk memperbaikinya kan, Pa?" Dilihatnya

Papa mengangguk. Mama merasa terharu. Ingin sekali dipeluknya

suaminya. Betapa lama mereka tidak lagi menumpahkan perasaan satu

sama lain seperti ini. Betapa mereka sudah begitu jarang membeberkan isi

hati masing-masing. Rasanya begitu lega perasaan Mama. Dalam hati ia

mengucapkan rasa syukur. Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya,

batinnya berkata dengan mantap.

"Assalamualaikum!"

Mama dan Papa serentak menoleh ke arah pintu. Mama yang

duluan menghambur begitu melihat Nisya.

"Nisya! Dari mans saja, Nak! Mama sudah khawatir sekali!" Mama

memeluk tubuh Nisya seperti sudah lama tidak bertemu Nisya.

Page 125: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya tergagap. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Apakah ia harus

balas memeluk Mama? Di dalam hatinya, Nisya merasakan keharuan. Meski

merasa heran dengan sikap Mama, pelukan itu membuatnya seperti

menemukan kembali Mamanya yang dulu. Rasanya sudah begitu lama

Mama tidak memeluknya seperti ini.

"Nisya dari rumah saya, Bu."

Barulah Mama sadar ada temannya di sebelah Nisya.

"Maafkan saya kalau Ibu sampai khawatir begini. Tadi Nisya saya

ajak main ke rumah."

Mama melepaskan pelukannya dan melihat pada teman Nisya.

"Saya Fitri, Bu," suaranya memperkenalkan diri. Bajunya yang

tertutup dan jilbabnya yang terjuntai panjang menampakkan kedewasaan.

Mama langsung merasa terkesan. Bayanganbayangan buruk tadi

langsung lenyap dengan sendirinya. Mama menyambut uluran tangan Fitri.

"Saya Mamanya Nisya. Saya khawatir kalau terjadi apa-apa pada Nisya."

"Saya mengerti, Bu. Makanya saya antar ke sini. Saya pamit dulu, Bu,

Pak!" kata Kak Fitri sambil beranjak pergi.

"Makasih, Kak Fitri. Besok-besok saya main lagi ke rumah Kak Fitri

nggak apa-apa, kan?'

"Silakan aja. Saya malah senang sekali, ada yang bantuin lagi bikin

gorengan," sahut Kak Fitri setengah bercanda membuat Nisya tertawa

senang. "Mari, Bu, Pak! Assalamualaikum."

Page 126: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

"Waalaikumsalam," sahut mereka hampir bersamaan.

Setelah mengantar Kak Fitri sampai ke depan pintu halaman, Mama

membimbing Nisya masuk ke dalam rumah. Papa sudah menunggu di

ruang tamu.

"Mama marah sama Nisya?"

Mama tersentak. Pertanyaan itu seperti menohok perasaannya.

Mama menatap Papa, seperti meminta pertolongan.

"Tidak, Nisya. Mama hanya khawatir sama kamu," Papa menyahut.

"Maafin Nisya kalau selama ini sudah menyusahkan Mama dan

Papa."

Mama menggeleng. Ia merangkul Nisya dan mengelus-ngelus

kepalanya. Rasanya sudah lama ia tidak melakukan ini!

"Seharusnya Mama yang minta maaf," kata Mama. "Mama yang

bersalah pads Nisya. Mama terlalu sibuk sampai melupakan Nisya. Pasti

Nisya selama ini kesepian."

Nisya tidak menjawab. Ia menunduk diam.

"Mama janji akan lebih memerhatikan Nisya."

Nisya mendongak, menatap Mama seperti tidak percaya. Tapi

matanya redup kembali. "Lalu bagaimana dengan kerjaan Mama?"

"Tidak, Nisya. Mama tetap akan bekerja. Tapi Mama akan kurangi

kesibukan Mama. Rasanya sayang kalau Mama terlalu banyak waktu di luar

dan kehilangan waktu bersama Nisya. Papa juga ingin begitu, kan?"

Page 127: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Papa terlihat mengangguk-angguk setuju. "Mama tidak bohong?"

tanya Nisya seperti tidak percaya.

"Mama janji," kata Mama yakin.

Bukan main terharunya hati Nisya. Dipeluknya Mama dengan erat,

seperti tidak mau lepas. Seperti ingin ditumpahkannya seluruh kebahagiaan

di sana. Terima kasih, Ya Allah, Engkau telah karuniai berkah yang tak

ternilai hari ini. Di saatsaat aku mulai mencoba menerima semuanya

dengan ikhlas.

"Nisya juga janji akan jadi anak yang balk, Ma," desah Nisya

tertahan.

Papa menepuk-nepuk bahu Nisya. Mungkin ia merasakan perasaan

yang sama. Mama bahkan seperti enggan melepaskan pelukannya. Cukup

lama mereka dibalut keharuan. Bahkan ketika terdengar suara telepon

berbunyi, mereka membiarkannya. Mereka tenggelam dalam keheningan.

Barulah ketika Bibik bersuara, mereka melepaskan pelukan.

"Buat Nisya," kata Bibik pelan seperti takut mengganggu suasana.

"Dari siapa, Bik?" tanya Nisya.

"Dari Mamanya Wina."

Deg! Wajah Nisya berubah pias. Dadanya berdetak keras. Ada apa

dengan Mamanya menelepon malam-malam begini? Padahal Nisya belum

pernah sekali pun bertemu dengan Mama Wina. Dorongan apa yang

membuat Mama Wina meneleponnya? Berbagai pikiran buruk masuk ke

Page 128: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

dalam benak Nisya. Setengah berlari Nisya mengambil telepon dari tangan

Bibik.

"Halo?!" suara Nisya terasa bergetar. Ia dapat mendengar suara dari

seberang sana dengan jelas. Suara yang juga bergetar karena cemas.

"Ini dengan Nisya?"

"Ya, sa ya sendiri, Tante."

"Ini dengan Mamanya Wina. Nisya, Tante minta tolong. Nisya bisa

datang ke sini? Wina ...... "Kenapa dengan Wina, Tante?"

"Wina... Wina... sekarang di rumah sakit."

"Apa? Kenapa, Tante? Di mana dia sekarang?"

Papa dan Mama tersentak mendengar suara Nisya yang panik.

Mereka Baling berpandangan.

"Di Rumah Sakit Pelita. Nisya sekarang bisa ke sini? Dia butuh sekali

Nisya," jawab Mama Wina.

"Iya, Tante. Saya sekarang ke sana!" Nisya bergegas menutup gagang

telepon.

Mama dan Papa menatapnya dengan khawatir. "Kenapa, Nis?" tanya

Papa sambil menghampiri.

"Wina, Pa. Dia dirawat di rumah sakit. Papa bisa mengantar Nisya

sekarang nggak, Pa?" suara Nisya terdengar memelas.

Papa menatap Mama. Mama langsung mengangguk. Papa langsung

mengambil kunci mobil. Nisya dan Mama bergegas mengikuti Papa.

Page 129: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Sepanjang perjalanan, Nisya tidak bisa tenang. Pikirannya

berlompatan ke mana-mana. Terbayang Wina yang terbujur kaku

merasakan sakit. Perasaan bersalah merasuki dirinya. Janganjangan Wina

sakit gars-gars Nisya tidak mau lagi berteman dengannya.

Nisya tidak berani berpikir lebih jauh. Tapi semakin ia mencoba

menghilangkan, semakin terpampang jelas bayangan itu. Nisya hampir

menangis memikirkan itu.

Mama yang melihat dari kaca spion, mencoba menenangkan Nisya.

"Tenang, Nisya. Berdoa Baja bust Wina. Mudah-mudahan ia dikaruniai

kesembuhan."

"Iya, Ma,"jawab Nisya pelan. Ucapan Mamanya menenangkan

hatinya. Ia mencoba berdoa dalam hati.

Ketika akhirnya Papa selesai memarkirkan mobil di halaman parkir,

Nisya dengan tergesa-gesa berlari meninggalkan kedua orang tuanya.

Mama dan Papa jadi ikut bergegas.

Mereka bertemu orang tua Wina di depan ruangan rawat. Baru kali

ini Nisya melihat kedua orang tua Wina. Mama Wina tampak tidak bisa

menyembunyikan kesedihannya. Beberapa kali ia menyeka matanya yang

sembab dengan sapu tangan. Mungkin sudah terlalu Bering Mama Wina

menangis. Papa Wina mencoba kelihatan tegar walaupun tidak dapat

menyembunyikan kegelisahannya,

Page 130: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Mama Wina mengantarkan Nisya dan kedua orang tuanya ke dalam

ruangan rawat. Papa Wina menyusul dari belakang. Di sana, di dalam

ruangan itu, Nisya dapat melihat tubuh Wina yang terbujur kaku.

Tubuhnya dipenuhi selang-selang infus. Begitu miris Nisya melihatnya.

"Dia beberapa kali menyebut nama Nisya," suara Mama Wina

mampir ke dalam telinganya. "Kenapa Wina, Tante?"

"Dia ditemukan tidak radar di kamarnya. Kata Nung, sudah dua hari

dia tidak keluar kamar. Dia tidak mau makan. Tante barn tahu setelah dia

di rumah sakit." Mama Wina tidak bisa menyimpan tangisnya.

Nisya diam. Dipandanginya tubuh Wina yang terbujur itu. Matanya

terpejam. Entahlah, mungkin dia mendengar, atau mungkin sedang tak

sadar. Hidungnya tertutup selang oksigen. Hanya dadanya yang turun-naik

menandakan ia masih bernapas. Alangkah kesepiannya Wina, batin Nisya

berbisik. Tanga sadar air matanya meleleh.

mUda

Page 131: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

HATI YANG BERTAUT

Nisya mengambil potongan buah pepaya, menyodorkannya pada

Wina. Wina mengambilnya, lalu mengunyahnya dengan perlahan. Nisya

memerhatikannya dengan senang.

Kondisi Wina sudah membaik. Ia sudah mulai bisa makan tanpa

harus disalurkan lewat selang infus lagi. Tapi ia masih harus beristirahat

untuk memulihkan kondisi tubuhnya.

Mama mengizinkan Nisya setiap pulang sekolah menjenguk Wina.

"Nisya harus membesarkan hatinya supaya ia cepat sembuh. Mama percaya

sama Nisya," kata Mama. "Tapi jangan lupa, setelah itu Nisya juga punya

kewajiban yang lain," ingat Mama.

Mama Wina juga rajin menemani Wina setiap hari. Kata Wina,

Mamanya menunda segala agenda kerjanya ke luar negeri. Syukurlah, Nisya

merasa lapang mendengarnya.

"Nis!" Wina bersuara.

"Ya?"

Wina menatapnya lama. "Kenapa kamu masih mau berteman

dengan aku, Nis?" tanya Wina lirih.

Nisya tak langsung menjawab. Dipandanginya Wina. Lalu jawabnya,

"Karena aku tahu kamu pun bisa berubah, Win." Senyum Wina terkembang.

"Bantu aku, ya, Nis!" pintanya.

Page 132: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

Nisya mengangguk pasti.

Ruangan itu menjadi hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-

masing. Merenungi harihari yang telah dilalui. Membayangkan jalan-jalan

yang akan dilewati nanti. Kepada siapakah semuanya akan berpulang?

Tiba-tiba Wina mengagetkan Nisya. "Kamu ingat nggak, kamu pernah

janjiin sesuatu." "Janji apa?"

"Kamu janji mau mengajakku ke kampungmu, kan?"

Nisya langsung ingat Abah. Senyumnya. Janggut putihnya.

"Liburan ini kita ke rumah Abah!" kata Nisya dengan girangnya.

mUda

TAMAT

Depok, akhir Oktober 2003

Page 133: Pelangi Hati - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pelangi_hati.pdfDhani itu kependekan dari Ramadhani. Jangan ketawa dulu, ya, soalnya saga lahir pas

TENTANG ADJI

Penulis dengan nama lengkap Muhamad Adji ini lahir pads tanggal 21

November 1975 di Lahat, Sumatra Selatan. Ia lalu meninggalkankota

kelahirannya dan meneruskan sekolah di Universitas Padjajaran, Jatinangor,

mengambil Program Studi Sastra Indonesia. Di almamaternya, anak terakhir

dari tujuh bersaudara pasangan H.M. Ramli dan Hj. Rogayah ini menjadi

staf pengajar dan dipercaya memegang mata kuliah Keterampilan Menulis.

Saat ini ia sedang melanjutkan studi pascasarjana Program Studi Filsafat di

Universitas Indonesia, Depok.