98
TESIS PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK DARIPADA SENAM AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI UNIVERSITAS ABDURRAB AYU PERMATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

pelatihan interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran

Embed Size (px)

Citation preview

TESIS

PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH

MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK DARIPADA

SENAM AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ABDURRAB

AYU PERMATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

ii

TESIS

PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH

MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK DARIPADA

SENAM AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ABDURRAB

AYU PERMATA

NIM: 1390361024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

iii

PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH

MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK DARIPADA

SENAM AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ABDURRAB

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga

Konsentrassi Fisioterapi Program Pascasarjana

Universitas Udayana

AYU PERMATA

NIM: 1390361024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

iv

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 3 JULI 2015

Pembimbing I,

Dr. dr. I Wayan Weta MS

NIP. 195811051987021001

Pembimbing II,

Muh. Ali Imron, M.Fis

NIDN. 0526056801

Mengetahui,

Ketua Program Fisiologi Olahraga

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

DR. dr. Susy Purnawati, M.K.K,AIFO

NIP. 196809291999032001

v

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 3 JULI 2015

Pembimbing I,

Dr. dr. I Wayan Weta MS

NIP. 195811051987021001

Pembimbing II,

Muh. Ali Imron, M.Fis

NIDN. 0526056801

Mengetahui

Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi Direktur

Program Pasca Sarjana Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

DR. dr. Susy Purnawati,M.K.K,AIFO

NIP. 196809291999032001

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S.(K)

NIP. 195902151985102001

vi

Tesis Ini Telah Diuji Pada:

Tanggal : 3 Juli 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 1911/UN.14.4/HK/2015 tanggal 1 Juli 2015

Ketua : Dr. dr. I Wayan Weta, M.S

Anggota :

1. Muh. Ali Imron, SMPh., S.Sos., M.Fis

2. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika., M.Kes., AIFO

3. Dr. dr. Desak Wihandani, M.Kes

4. Sugijanto, Dipl.PT, M.Fis

vii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Ayu Permata

NIM : 1390361024

Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga

Judul Tesis : PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH

MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK DARIPADA SENAM

AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA PROGRAM

STUDI D-III FISIOTERAPI UNIVERSITAS ABDURRAB

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku.

Denpasar, Juni 2015

Hormat Saya,

Ayu Permata

viii

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Pelatihan Interval Intensitas Tinggi

Lebih Meningkatkan Kebugaran Fisik daripada Senam Aerobik High Impact pada Mahasiswa

Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab yang ditujukan guna memenuhi

persyaratan menyelesaikan program pendidikan Pascasarjana Program Fisiologi Olahraga

Konsentrasi Fisioterapi di Universitas Udayana.

Atas segala bimbingan, arahan, dorongan, dan fasilitas selama menyelesaikan Tesis ini,

penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof.Dr.dr.Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD selaku Rektor Universitas Udayana.

2. Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana.

3. Dr.dr.Susy Purnawati,M.K.K.AIFO selaku Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga –

Fisioterapi Universitas Udayana.

4. Dr. dr. I Wayan Weta, M.S selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan

dan bimbingan selama proses penyelesaian Tesis ini.

5. Muh. Ali Imron, SMPh, S.Sos, M.Fis selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan motivasi dan arahan dalam penyelesaian Tesis ini.

6. Terimakasih kepada Bapak Sugijanto, Dipl. PT, M.Fis., Prof. Dr. dr. I Putu Gede

Adiatmika, M. Kes, AIFO, dan Dr. dr, Desak Made Wihandani, M.Kes yang telah

bersedia menguji Tesis ini dan telah memberi banyak saran dan kritik membangun dalam

Tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Program Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana

yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan.

8. Kepada yang tercinta Ibunda Hj. Indrawati dan Ayahanda Drs. H. Syamsir Yahya, SH

(Alm) yang selalu memberikan doa dalam setiap langkah penulis serta dorongan

semangat pada penulis untuk menjadi pribadi yang lebih ikhlas, sabar dan tegar dalam

menghadapi segala keadaan untuk menjadi lebih bermanfaat bagi agama, keluarga, nusa

dan bangsa.

9. Kakanda Anang Perdhana Putra, S.STP , Kakanda Rieski Fernanda, SH, Kakanda Shanti

Diana Putri, Amd. Keb, Kakanda Rizca Firliani, Amd. Keb atas persaudaraan yang indah,

doa dan dorongan semangat agar tetap tegar dan kuat menghadapi segala proses

ix

perjuangan ini. Kepada Ananda Mahecacakra Perdhana dan Ananda Raffael Adhyaksa

Fernanda yang selalu memercikkan kasih sayang yang tulus kepada penulis melalui doa,

semangat dan tingkah polah yang menyulut semangat untuk terus berjuang bagi penulis.

10. Seluruh keluarga besar penulis, terutama Datuk H. Mawin Asmi Dt. Manggung (Alm)

dan Nenek Hj. Sariana serta Datuk H. Yahya Ja’far (Alm) dan Nenek Hj. Maryam

(Almh) yang menjadi inspirasi bagi penulis, terimakasih untuk segala contoh dalam

menjalani kehidupan.

11. Sahabat-sahabat penulis Thubii-Thucii (Nia, Nuni, dan Nova) dan Arisan Club (Tata, Ria

dan Kak Liza) beserta seluruh keluarga besarnya yang selalu siap sedia memberikan

support melalui persahabatan yang tulus sebagai rumah kedua bagi penulis.

12. Ibu dr. Hj. Susiana Tabrani, M.Pdi selaku Rektor Universitas Abdurrab beserta seluruh

jajaran akademika dan karyawan/wati Universitas Abdurrab yang telah banyak

memberikan motivasi pada penulis.

13. Bapak dan Ibu serta Kakak dan Adik rekan-rekan seperjuangan di Universitas Abdurrab

serta seluruh alumni dan mahasiswa-mahasiswi Program Studi D-III Fisioterapi

Universitas Abdurrab yang telah banyak memberikan insiprasi dan motivasi bagi penulis

dalam perjuangan menggali, menumbuhkan dan mengembangkan ilmu bersama-sama.

14. Bapak Yohannes Purwanto, SST.FT, S.Psi, S.Ked selaku Ketua IFI Wilayah Riau serta

Bapak/Ibu pengurus dan anggota IFI Cabang Kabupaten dan Kota Provinsi Riau yang

telah banyak memberikan dorongan semangat dalam proses penyelesaian Tesis ini.

15. Sanggar Senam Ajna Pekanbaru yang telah bersedia bekerjasama dengan penulis untuk

memberikan intruksi senam pada sampel penelitian ini.

16. Sahabat-sahabat seperjuangan di Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi

Fisioterapi angkatan 2013 untuk kebersamaan dan persahabatan yang indah. Dan

saudari-saudari Srikandi Fisioterapi dari Riau, Kak Nova Relida, SST.FT, Kak Marliana,

SST.FT, Kak Siti Muawanah, SST.FT, Kak Nur Achirda, SST. FT dan Ismaningsih,

SST.FT. Semoga persaudaraan kita selalu dalam lindungan dan berkah Allah.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk

itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga proposal penelitian

ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, Juni 2015

AYU PERMATA

x

ABSTRAK

PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH MENINGKATKAN KEBUGARAN

FISIK DARIPADA SENAM AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA PROGRAM

STUDI D-III FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ABDURRAB

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ditemukannya angka rekapitulasi absensi kehadiran

Mahasiswa pada tahun 2013 di Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab dengan

rata-rata ketidakhadiran Mahasiswa karena sakit meningkat sebesar 75%. Ketidak hadiran

mahasiswa dikarenakan sakit ini dicurigai disebabkan karena kebugaran fisik yang rendah.

Bagi mahasiswa peningkatan kebugaran fisik dapat mencegah penyakit dan meningkatkan

konsentrasi belajar. Peningkatkan kebugaran fisik yang optimal perlu dilaksanakan melalui

pelatihan yang teratur dan terencana. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pelatihan

interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik daripada senam aerobik high

impact pada Mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab.

Sampel dalam penelitian ini adalah 78 orang mahasiswa program studi D-III

Fisioterapi dengan usia yang berusia 18-21 tahun. Rancangan penelitian eksperimental dengan

menggunakan Randomized Pre and Post Test Group Design. Sampel dipilih secara random.

Kelompok 1 diberikan pelatihan interval intensitas tinggi dan kelompok 2 diberikan senam

aerobik high impact. Pelatihan dilakukan 3 kali dalam 1 minggu selama 4 minggu.

Hasil analisis kebugaran fisik sebelum diberikan pelatihan didapatkan tidak ada

perbedaan kebugaran fisik sebelum diberikan pelatihan pada kedua kelompok. Hasil rerata

sebelum pelatihan pada kelompok yang diberikan pelatihan interval intensitas tinggi yaitu

41,36 dan hasil rerata pada kelompok yang diberikan senam aerobic high impact yaitu 43,00

dengan nilai p = 0,282. Hasil analisis kebugaran fisik sesudah diberikan pelatihan didapatkan

ada perbedaan kebugaran fisik sesudah diberikan pelatihan pada kedua kelompok. Hasil

rerata sesudah pelatihan pada kelompok yang diberikan pelatihan interval intensitas tinggi

yaitu 60,92 dan hasil rerata pada kelompok yang diberikan senam aerobic high impact yaitu

57,74 dengan nilai p = 0,014.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan interval intensitas

tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik daripada senam aerobik high impact secara

signifikan.

Kata kunci : Kebugaran Fisik, Pelatihan Interval Intensitas Tinggi, Senam Aerobik High

Impact

xi

ABSTRACT

HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING FURTHER IMPROVE THE PHYSICAL

FITNESS MORE THAN HIGH IMPACT AEROBIC GYMNASTIC AT THE STUDENT

STUDIES D-III PHYSIOTHERAPY

ABDURRAB UNIVERSITY

This research is motivated by the discovery of recapitulation attendance figures

Student attendance in 2013 at the D-III Study Program of Physiotherapy at Abdurrab

University with average student absenteeism due to illness increased by 75%. Student

absenteeism due to illness is suspected because low physical fitness. For students increase

physical fitness can prevent diseases and increase the concentration of learning. Increasing

optimal physical fitness needs to be implemented through regular training and planned. This

study aims to prove the high intensity interval training further improve the physical fitness

than high impact aerobic gymnastics at the Student Studies D-III Physiotherapy at Abdurrab

University.

Sample in this study were 78 students of the D-III Physiotherapy with age 18-21 years

old. Experimental research is research using Randomized Pre and Post Test Group Design.

The sample was selected randomly. One group was given a high-intensity interval training

and group 2 was given high impact aerobics gymnastic. The training is done 3 times in 1 week

for 4 weeks.

Results of the analysis of physical fitness before being given training obtained no

difference of physical fitness before being given training in both groups. Results mean before

training in the group given high intensity interval training is 41,36 and the average results in

the group given high impact aerobic exercise that is 43,00 with p = 0,282. Results of the

analysis of physical fitness after training given obtained there were difference given of

physical fitness after training in both groups. Average results after training in the group given

high intensity interval training is 60,92 and the average results in the group given high impact

aerobic exercise that is 57,74 with p = 0,014.

Based on these results it can be concluded that high intensity interval training further

improve the physical fitness than high impact aerobics gymnastic significantly.

Keywords : Physical Fitness, High Intensity Interval Training, High Impact Aerobic

Gymnastics

xii

RINGKASAN

PELATIHAN INTERVAL INTENSITAS TINGGI LEBIH MENINGKATKAN KEBUGARAN

FISIK DARIPADA SENAM AEROBIK HIGH IMPACT PADA MAHASISWA PROGRAM

STUDI D-III FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ABDURRAB

Kebugaran fisik merupakan salah satu tolak ukur dalam menentukan derajat

kesehatan. Kehidupan yang sehat merupakan faktor penting agar setiap individu dapat

melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai kehidupan yang sehat dan produktif, setiap

individu memerlukan kondisi fisik yang optimal. Kondisi fisik yang optimal bagi setiap

individu salah satunya dipengaruhi oleh daya tahan kardiorespirasi yang merupakan

kemampuan untuk melakukan latihan pada otot besar, dinamik dengan intensitas sedang

sampai tinggi dalam waktu yang singkat. Dengan kebugaran maka seseorang mampu

melakukan aktivitas fisik dalam pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan fisik

yang berlebihan dan masih dapat melakukan kegiatan lainnya.

Kebugaran fisik dapat diukur salah satunya dengan mengukur daya tahan

kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi merupakan kemampuan untuk secara efisien

menggunakan kerja jantung, pembuluh darah serta paru untuk menyediakan zat makanan dan

mengangkut oksigen bagian-bagian tubuh yang sedang melakukan aktifitas fisik. Salah satu

tes yang digunakan sebagai tes daya tahan kardiorespirasi yaitu Harvard Step Test. Harvard

Step Test adalah salah satu jenis tes stress jantung untuk mendeteksi atau mendiagnosa

penyakit kardiovaskuler. Pada penelitian ini pengukuran kebugaran fisik yang digunakan

adalah kemampuan melakukan Harvard Step Test yang dihitung berdasarkan Indeks

kesanggupan badan (IKB). Hasil penilaian IKB dikonversikan ke dalam nilai normatif

kebugaran untuk mengetahui kategori kebugaran subjek penelitian.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ditemukannya angka rekapitulasi absensi kehadiran

mahasiswa pada tahun 2013 di Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab dengan

rata-rata ketidakhadiran mahasiswa karena sakit meningkat sebesar 75%. Ketidak hadiran

mahasiswa dikarenakan sakit ini dicurigai disebabkan oleh karena kebugaran fisik yang

rendah. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pelatihan interval

intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik daripada senam aerobik high impact

pada Mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan

Randomized Pre and Post Test Group Design yaitu membandingkan antara perlakuaan

terhadap dua kelompok. Kelompok 1 yaitu pemberian pelatihan interval intensitas tinggi pada

mahasiswa. Kelompok 2 yaitu pemberian senam aerobik high impact pada mahasiswa.

Penelitian ini dilakukan di 2 tempat, untuk kelompok 1 dilaksanakan di Program Studi D-III

Fisioterapi Unversitas Abdurrab yang berlokasi di Pekanbaru dan kelompok 2 dilaksanakan

di Sanggar Senam Ajna Pekanbaru. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 20 April hingga 11

Mei 2015 dengan intensitas latihan 3 kali dalam seminggu selama 4 minggu.

Latihan interval intensitas tinggi adalah bentuk latihan kardio yang menggunakan

kombinasi antara latihan intensitas tinggi dengan intensitas sedang atau rendah dalam selang

waktu tertentu dan merupakan salah satu latihan aerobik untuk membakar kalori dan

meningkatkan kekuatan, daya tahan system kardio, kapasitas paru, dan kebugaran fisik.

Latihan intensitas rendah yang diselingi diantara latihan intensitas tinggi pada latihan interval

membantu pembuangan metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat latihan

interval intensitas tinggi sedang dilakukan oleh tubuh. Perubahan periode latihan yang

dilakukan bergantian ini membantu tubuh meningkatkan volume dalam mengkonsumsi

oksigen selama latihan. Hal ini dikarenakan sel paling sedikit mengkonsumsi oksigen adalah

xiii

pada saat otot dalam keadaan istrahat. Latihan ini juga meningkatkan adaptasi sistem

kardiovaskuler terhadap latihan interval yang dilakukan.

Senam aerobik high impact adalah salah satu pembagian senam aerobik berdasarkan

cara melakukan dan musik yang mengiringinya. Pada gerakan senam aerobic high impact

menggunakan tenaga yang maksimum dan diulang-diulang sehingga melatih otot untuk

melebihi beban normalnya. Peningkatan ketahanan fisik setelah senam ini dikarenakan

gerakan dinamis pada saat melakukan aerobik high impact meningkatkan denyut jantung.

Gerakan dinamis pada saat senam ini meningkatkan kapasitas kerja jantung, peredaran darah

dan paru-paru untuk memberikan oksigen pada kerja otot selama latihan. Peningkatan denyut

jantung akan mengakibatkan stroke volume meningkat. Laju aliran darah meningkat sehingga

kebutuhan oksigen ke otot yang aktif dapat dipenuhi untuk memberikan energi pada saat

kontraksi otot. Latihan senam aerobik high impact dilakukan secara teratur dengan durasi

yang cukup akan memperbaiki kerja jantung dan paru dalam meningkatkan daya tahan

kardiorespirasi.

Hasil analisis kebugaran fisik sebelum diberikan pelatihan didapatkan tidak ada

perbedaan nilai kebugaran fisik sebelum diberikan pelatihan pada kedua kelompok. Hasil

rerata sebelum pelatihan pada kelompok yang diberikan pelatihan interval intensitas tinggi

yaitu 41,36 dan hasil rerata pada kelompok yang diberikan senam aerobic high impact yaitu

43,00 dengan nilai p = 0,282. Hasil analisis kebugaran fisik sesudah diberikan pelatihan

didapatkan ada perbedaan nilai kebugaran fisik sesudah diberikan pelatihan pada kedua

kelompok. Hasil rerata sesudah pelatihan pada kelompok yang diberikan pelatihan interval

intensitas tinggi yaitu 60,92 dan hasil rerata pada kelompok yang diberikan senam aerobic

high impact yaitu 57,74 dengan nilai p = p = 0,014. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan

interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik daripada senam aerobik high

impact pada mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab.

xiv

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN SAMPUL DEPAN………………………………………………………… i

HALAMAN SAMPUL DALAM……………..………………………………………… ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR……………………………………………….. iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ v

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………….…….…. vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...………………………...……………… vii

UCAPAN TERIMAKASIH……………………………….………….…………………. viii

HALAMAN ABSTRAK DAN RINGKASAN…………………………………………. x

DAFTAR ISI…..…………………….……………………………………….................... xiv

DAFTAR TABEL............................................................................................................... xviii

DAFTAR SKEMA.............................................................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………….................................... 1

1.2 Rumusan Masalah………………………….…………...................................7

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………............................. 7

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………........................... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis……………………………………..………..……… 7

1.4.2 Manfaat Praktis……..………………………………………………... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebugaran Fisik……………………………………...................................... 9

2.1.1 Pengertian Kebugaran Fisik…………………………...……………... 9

2.1.2 Komponen Kebugaran Fisik.………………………………………… 10

xv

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Fisik……..…..…………….. 13

2.2 Daya Tahan Kardiorespirasi…………………………………….….............. 16

2.2.1 Pengertian Daya Tahan Kardiorespirasi………………..……………. 16

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Tahan Kardiorespirasi…... 17

2.2.3 Pengukuran Daya Tahan Kardiorespirasi…….…………….……….. 19

2.2.4 Harvard Step Test………………………………..………………….. 21

2.3 Latihan Interval Intensitas Tinggi……………………………….….............. 24

2.3.1 Pengertian Latihan Interval Intensitas Tinggi………………………. 24

2.3.2 Tujuan Latihan Interval Intensitas Tinggi………….……………….. 25

2.4 Senam Aerobik High Impact……………………………….…..................... 26

2.4.1 Pengertian Senam Aerobik High Impact…….………………...…….. 26

2.4.2 Tujuan Senam Aerobik High Impact………….……………………... 27

2.5 Reaksi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler terhadap Latihan……................... 28

BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berfikir………………...………………….................................... 31

3.2 Kerangka Konsep Penelitian………….……………….................................. 32

3.3 Hipotesis……….…………………………………………............................ 33

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian………………...……..………......................................34

4.2 Lokasi dan Waktu……………….…….………………..................................35

4.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………….............................35

4.3.1 Populasi……………………………………….………………....……..35

4.3.2 Sampel………………………………………….……………………..35

xvi

4.3.3 Besaran Sampel……..………………………….…………………….. 36

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel……….………….……………………. 38

4.4 Variabel Penelitian…..……………………………………........................... 38

4.4.1 Variabel Bebas…..…………………………….………………...……. 38

4.4.2 Variabel Terikat..……………………………….……………………. 38

4.5 Definisi Operasional Variabel.……………….…….……………………… 39

4.5.1 Latihan Interval Intensitas Tinggi……….……...……………………. 39

4.5.2 Senam Aerobik High Impact…………….……...……………………. 41

4.5.3 Pengukuran Kebugaran Fisik…………….……...…………………… 42

4.6 Alur Penelitian….………..…………………….…….…………………….. 45

4.7 Analisis Data……………..…………………….…….…………………….. 46

4.7.1 Uji Normalitas…………..……………….……...……………………. 46

4.7.2 Uji Homogenitas.………....…………….……...……….……………. 46

4.7.3 Uji Hipotesis.………….……...…………………...…………………. 47

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Fisik Sampel Penelitian….……………................................... 48

5.2 Analisis Uji Homogenitas………………..……..…….................................. 50

5.2.1 Analisis Uji Homogenitas Karakteristik Sampel…….…...…………. 50

5.2.2 Analisis Uji Homogenitas Kebugaran Fsik Sampel…….…...………. 51

5.3 Analisis Uji Beda Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan

Senam Aerobik High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik….... 52

5.4 Pembahasan ………...................................................................................... 54

5.4.1 Karakteristik Sampel Penelitian……..…………...…………………. 54

xvii

5.4.2 Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan Senam Aerobik

High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik……………. 55

5.4.3 Perbedaan Pelatihan Interval Intesitas Tinggi dan Senam Aerobik

High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik……………... 59

5.5 Kelemahan Penelitian……………………….…………............................... 65

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan….…………………......................................................................... 66

6.2 Saran……….…………................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 67

LAMPIRAN

xviii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Nilai Normatif VO2 Maks Bagi Laki-Laki dan Perempuan…………….….… 21

Tabel 2.2 Nilai Normatif Indeks Kesangupan Harvard Step Test…………………….… 23

Tabel 5.1 Karakteristik Fisik

Sampel………………..………………………….….….… 49

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Fisik Sampel pada Kelompok 1 dan

2…………….… 50

Tabel 5.3 Uji Homogenitas Kebugaran Fisik………………………………………........ 51

Tabel 5.4 Analisis Uji Beda Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan Senam

Aerobik High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik………............ 52

Tabel 5.5 Perbandingan Peningkatan Kebugaran Fisik Sesudah Pelatihan Pada Kedua

Kelompok…………………………………..………………………………..... 53

xix

DAFTAR SKEMA

Hal

Skema 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian…………………………………….….… 32

Skema 4.1 Rancangan Metode Penelitian…………………………………….………..… 34

Skema 4.2 Skema Alur Penelitian…………………………………………….………..… 45

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap individu dalam masyarakat berperan penting sebagai agen dari

suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

membutuhkan suatu keadaan yang mendukung kesehatan fisik masyarakat

untuk dapat meningkatkan peran serta dalam pembangunan bangsa.

Keberhasilan pembangunan akan tercapai jika didukung dengan masyarakat

yang memiliki kebugaran fisik.

Kebugaran fisik merupakan salah satu tolak ukur dalam menentukan

derajat kesehatan. Kehidupan yang sehat merupakan faktor penting agar

setiap individu dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai

kehidupan yang sehat dan produktif, setiap individu memerlukan kondisi

fisik yang optimal. Kondisi fisik yang optimal bagi setiap individu salah

satunya dipengaruhi oleh daya tahan kardiorespirasi yang merupakan

kemampuan untuk melakukan latihan pada otot besar, dinamik dengan

intensitas sedang sampai tinggi dalam waktu yang singkat. Dengan

kebugaran maka seseorang mampu melakukan aktivitas fisik dalam pekerjaan

sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan fisik yang berlebihan dan masih

dapat melakukan kegiatan lainnya.

Kebugaran fisik dapat dicapai sebagai suatu akibat dari faktor input

dan processing. Sebagai produk dari aktifitas fisik, tingkat kebugaran fisik

1

2

dari sudut ilmu faal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Sistem

respirasi sebagai organ penyedia oksigen, (2) Sistem cardiovascular dengan

isinya (darah, dalam hal ini hemoglobin), sebagai pengangkut oksigen, (3)

sistem otot sebagai pengguna oksigen, (4) sistem metabolisme energi sebagai

penyedia energi (5) status gizi (indeks masa tubuh), serta (6) tergantung pada

umur, jenis kelamin, program aktivitas fisik dan latihan. Keenam faktor

tersebut secara fisiologis dan biologis harus berfungsi normal dan

ditingkatkan secara simultan ( Sarwono, 2008).

Individu yang memiliki kebugaran fisik yang baik dapat dilihat dari

kesehatan kerja dari jantung dan paru-parunya. Kerja jantung dan paru-paru

dapat diukur dari denyut nadi dan hembusan nafas. Pengukuran denyut nadi

dan frekuensi nafas ini dapat memperlihatkan kondisi fisik individu yang

sehat atau tidak, terlatih atau tidak. Pada saat bergerak, otot yang bekerja

memerlukan pasokan oksigen untuk mengolah energi yang didapat dari

makanan. Udara yang dihirup oleh paru, dihantarkan darah menuju jantung,

kemudian oleh jantung dipompakan ke seluruh tubuh, terutama pada otot

yang bekerja. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen

perhari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen yang diperlukan

menjadi meningkat hingga10 hingga 15 kali lipat.

Kebugaran fisik dapat diukur salah satunya dengan mengukur daya

tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi merupakan kemampuan

untuk melakukan latihan dinamis menggunakan otot tubuh dengan intensitas

sedang hingga tinggi pada jangka waktu yang cukup lama yang berhubungan

3

dengan respon jantung, pembuluh darah, serta paru untuk mengangkut

oksigen ke otot (Purnawati, 2013).

Daya tahan kardiovaskuler merupakan komponen terpenting dari

kesegaran jasmani atau kebugaran fisik. Daya tahan kardiovaskuler

menunjukkan kemampuan kerja jantung untuk menyediakan zat makanan dan

oksigen untuk bagian-bagian tubuh yang sedang melakukan aktivitas.

Kemampuan ini diperlukan dalam waktu yang lama dan intensitas rendah

sehingga disebut sebagai kapasitas latihan submaksimal (Adiatmika, 2002).

Daya tahan kardiorespirasi merupakan komponen terpenting dari

kebugaran fisik. Daya tahan kardiorespirasi adalah kesanggupan sistem

jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada

keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya

ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme

tubuh. Daya tahan kardiorespiasi yang tinggi menunjukkan kemampuan

untuk bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan

sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama.

Salah satu tes yang digunakan sebagai tes daya tahan kardiorespirasi

yaitu Harvard Step Test. Harvard Step Test adalah salah satu jenis tes stress

jantung untuk mendeteksi atau mendiagnosa penyakit kardiovaskuler. Tes ini

juga baik digunakan dalam penilaian kebugaran, dan kemampuan untuk pulih

dari kerja berat. Semakin cepat jantung berdaptasi (kembali normal), semakin

baik kebugaran tubuh (Hasanah, 2012).

4

Harvard step test adalah sebuah metode penilaian yang secara akurat

mengidentifikasi tingkat kardiorespirasi. Hal ini dikarenakan hasil tes

didasarkan pada detak jantung yang akurat pada waktu istirahat dan latihan,

(Greenberg 2004). Harvard Step Test merupakan test daya tahan

kardiorespirasi dengan mengukur Indeks Kesanggupan Badan (IKB) dalam

melakukan tes naik turun bangku selama 5 menit. Pada saat seseorang

melakukan tes ini jumlah denyut nadi saat 30 detik pertama, kedua dan ketiga

menjadi acuan untuk menetukan indeks kesanggupan individu. Semakin

besar nilai dari IKB seseorang maka kesanggupan badannya semakin baik.

Nilai IKB dapat diukur sesuai dengan latihan fisik yang mampu dilakukan

individu dan menunjukkan kondisi kebugaran fisik.

Latihan fisik yang teratur dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan

kondisi fisik yang bugar. Untuk mendapatkan latihan fisik yang sesuai dengan

tubuh maka dibutuhkan usaha-usaha dibidang kesehatan gerak dan fungsi

tubuh. Fisioterapi merupakan bagian dari integral pelayanan kesehatan yang

berhubungan erat dengan gerak dan fungsi tubuh. Menurut Ikatan fisioterapi

Indonesia (IFI) pada tahun 2014 dalam Buku Standar Kompetensi Fisioterapi

Indonesi menyatakan bahwa Fisioterapi merupakan bagian integral pelayanan

kesehatan yang memiliki otonomi profesional yaitu kebebasan dalam

melakukan upaya-upaya promotif, preventif, restoratif, pemeliharnaan dan

wellness dalam batas pengetahuan yang didapat sesuai dengan kompetensi

dan kewenangannya. Salah satu dari kewenangan Fisioterapi yaitu dapat

memberikan latihan fisik yang dapat meningkatkan kebugaran fisik. Latihan

5

fisik tersebut yaitu latihan yang dapat meningkatkan daya tahan

kardiorespirasi seperti pelatihan interval intensitas tinggi dan senam aerobik

high impact.

Pelatihan interval intensitas tinggi adalah sebuah konsep latihan yang

menggunakan kombinasi antara latihan intensitas tinggi dan diselingi dengan

latihan intensitas sedang atau rendah. Pelatihan ini dilakukan dalam selang

waktu tertentu yang dapat memacu kerja jantung dengan lebih keras sehingga

dapat menigkatkan konsumsi oksigen dan meningkatkan metabolisme tubuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Smith dkk, (2013) tentang pelatihan intensitas

tinggi berbasis crossfit untuk meningkatkan kebugaran aerobik maksimal dan

komposisi tubuh pada 43 orang selama 10 minggu didapatkan hasil signifikan

terhadap perbaikan VO2maks dan penurunan persentase lemak tubuh. Latihan

yang dilakukan oleh Oiliveira dkk, (2013) tentang efek Pelatihan Interval

Intensitas Tinggi selama 2 minggu pada pria dewasa dengan nilai Body Mass

Index (BMI) tinggi menunjukkan peningkatan VO2maks.

Senam aerobik merupakan serangkaian gerak yang dipadukan dengan

irama musik yang telah dipilih dengan durasi tertentu yang bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi pemasukan oksigen di dalam jaringan tubuh yang

ditentukan oleh kapasitas maksimal paru saat menghirup udara. Latihan

aerobik dilakukan secara teratur dengan durasi yang cukup akan memperbaiki

kerja jantung dan paru dalam meningkatkan daya tahan kardiorespirasi.

Latihan aerobik memberi pengaruh dalam metabolisme tubuh antara lain

perubahan sel darah merah, nilai hematokrit darah dan viskositas darah.

6

Penelitian yang dilakukan oleh Alex dkk (2011) tentang pengaruh

senam aerobik low impact dan high impact terhadap kebugaran fisik terhadap

20 orang didapatkan hasil yang signifikan terhadap latihan senam aerobik low

impact dan high impact terhadap hasil kesegaran jasmani. Berdasarkan

penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa latihan senam aerobik high impact

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan low impact terhadap hasil

kebugaran fisik.

Sama seperti latihan aerobik lainnya, latihan interval intensitas tinggi

meningkatkan fungsi sel otot, membakar lemak dan meningkatkan kapasitas

paru. Latihan interval intensitas tinggi selama 30 menit sama dengan 90

menit latihan intensitas rendah (Hoeger, 2014).

Penelitian yang dilakukan Mukti (2014), menyatakan bahwa

pengukuran indeks keberhasilan olahraga nasional, didapatkan hasil tingkat

kebugaran jasmani adalah 4,07% untuk kategori baik. Ini berarti lebih dari

95% kondisi kebugaran jasmani masyarakat Indonesia kurang baik atau

bahkan sangat buruk.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ditemukannya angka rekapitulasi

absensi kehadiran mahasiswa pada tahun 2013 di Program Studi D-III

Fisioterapi Universitas Abdurrab dengan rata-rata ketidakhadiran mahasiswa

karena sakit meningkat sebesar 75%. Ketidak hadiran mahasiswa

dikarenakan sakit ini dicurigai disebabkan oleh karena kebugaran fisik yang

rendah. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang Pelatihan Interval Intensitas Tinggi Lebih Meningkatkan Kebugaran

7

Fisik daripada Senam Aerobik High Impact pada Mahasiswa Program Studi

D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

masalah penelitian ini yaitu : Apakah pelatihan interval intensitas tinggi lebih

meningkatkan kebugaran fisik daripada senam aerobik high impact pada

Mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pelatihan

interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik daripada senam

aerobik high impact pada Mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi

Universitas Abdurrab.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memperoleh data yang empirik tentang efek pelatihan interval

intensitas tinggi dan senam aerobik high impact untuk meningkatkan

kebugaran fisik pada mahasiswa program studi D-III Fisioterapi

Universitas Abdurrab.

8

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai pedoman bagi mahasiswa dan masyarakat pada

umumnya tentang efek pelatihan interval intensitas tinggi dan senam

aerobik high impact untuk meningkatkan kebugaran fisik.

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kebugaran Fisik

2.1.1 Pengertian Kebugaran Fisik

Ditinjau secara fisiologis, kebugaran fisik adalah kemampuan

tubuh dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang

diberikan pada tubuh terhadap aktifitas yang dilakukan sehari-hari

tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

Kebugaran fisik adalah kemamuan untuk memenuhi tuntutan

mempertahanakan keselamatan hidup sehari-hari dan efektif tanpa

mengalami kelelahan dan masih memiliki energi untuk melakukan

aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014).

Menurut Nala (2002) menyatakan bahwa kebugaran fisik ada dua

yaitu berhubungan dengan kesehatan dan non kesehatan. Kebugaran

fisik yang berhubungan dengan kesehatan sangat erat hubungannya

dengan kerja atau menunaikan tugas sehari-hari dalam mengukur

kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan hal yang paling

penting adalah pengukuran daya tahan kardiorespirasi. Kebugaran fisik

yang berhubungan dengan non kesehatan adalah kesanggupan dan

kemampuan tubuh melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap

pembebanan fisik yang diberikan kepadanya tanpa menimbulkan

kelelahan berarti.

9

10

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kebugaran

fisik ialah kecocokan keadaan fisik terhadap aktivitas sehari-hari yang

harus dilaksanakan oleh fisik. Kebigaran fisik dapat menyebabkan

individu mampu melaksanakan tugas fisik tertentu dengan hasil yang

baik tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih

memiliki tenaga cadangan untuk melaksanakan aktivitas yang bersifat

mendadak.

2.1.2 Komponen Kebugaran Fisik

Menurut Housman dkk (2015) menyatakan bahwa kesegaran

jasmani, kebugaran fisik, atau physical fitness terdiri atas sepuluh

komponen. Komponen tersebut sebagian besar komponen biomotorik

ditambahkan dengan komponen komposisi tubuh (terkait dengan

masalah kesehatan). Kesepuluh komponen kebugaran fisik tersebut

adalah:

1. Kekuatan Otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot adalah kemampuan dalam mempergunakan

otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Kekuatan otot dapat

diraih dari latihan dengan beban berat dan frekuensi sedikit. Kita

dapat melatih kekuatan otot lengan dengan latihan angkat beban,

jika beban tersebut hanya dapat diangkat 8-12 kali saja.

11

2. Daya Tahan Otot (Musculer endurance)

Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam

mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam

waktu sependek-pendeknya. Dengan kata lain berhubungan dengan

sistem anaerobik dalam proses pemenuhan energinya. Daya tahan

otot dapat disebut juga daya ledak otot (explosive power). Latihan

yang dapat melatih daya ledak otot adalah latihan yang bersifat

cepat atau berlangsung secepat mungkin.

3. Kelenturan (Flexibility)

Kelenturan adalah efektifitas seseorang dalam menyesuaikan

diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas.

4. Komposisi Tubuh (Body Composition)

Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak

mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan

oksigen selama olah raga berat.

5. Daya Tahan Kardiovaskuler (cardivasculer endurance)

Daya tahan kardiovaskuler adalah kemampuan seseorang

dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru dan peredaran

darahnya secara efektif dan efisien untuk melaksanakan kerja secara

terus menerus. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem

aerobik dalam proses pemenuhan energinya. Latihan untuk melatih

daya tahan adalah kebalikan dari latihan kekuatan. Daya tahan dapat

12

dilatih dengan beban rendah atau kecil, namun dengan frekuensi

yang banyak dan dalam durasi waktu yang lama.

6. Kecepatan Gerak (Speed Movement)

Kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk

mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama

dengan waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan sangat dibutuhkan

dalam olahraga yang sangat mengandalkan kecepatan, seperti lari

pendek 100 m dan lari pendek 200 m. Kecepatan dalam hal ini lebih

mengarah pada kecepatan otot tungkai dalam melakukan aktifitas.

7. Kelincahan (Agility)

Kelincahan adalah kemampuan seseorang mengubah posisi

di area tertentu, dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan atau dari

samping ke depan. Olahraga yang sangat mengandalkan kelincahan

misalnya bulu tangkis. Kelincahan dapat dilatih dengan lari cepat

dengan jarak sangat dekat, kemudian berganti arah.

8. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan merupakan kemampuan seseorang

mengendalikan organ-organ syaraf otot sehingga dapat

mengendalikan gerakan-gerakan dengan baik dan benar. Senam

merupakan salah satu cabang olahraga yang sangan mengandalkan

kesimbangan.

13

9. Kecepatan Reaksi (Reaction time)

Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang untuk segera

bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang

ditimbulkan lewat indera.

10. Koordinasi (coordination)

Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan

berbagai gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal

secara efektif.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Fisik

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran

fisik:

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin seseorang bertanggungjawab atas 25%

hingga 40% dari perbedaan nilai VO2max. Lebih dari setengah

perbedaan genotype dengan faktor lingkungan aerobik

dikarenakan oleh perbedaan genotype dengan faktor lingkungan

sebagai penyebab lainnya (Sharkey, 2003).

2. Latihan

Latihan adalah gerakan tubuh yang terencana dan

terstruktur dan dilakukan berulang-ulang untuk menye mpurnakan

atau mempertahankan komponen kebugaran. Latihan yang teratur

dapat mencegah kematian dini pada umumnya, kematian karena

14

penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker usus, derajat

kolesterol tinggi. Latihan yang dilakukan lebih dari 30 menit akan

memberikan efek ganda, disatu pihak akan meningkatkan aliran

darah, dilain pihak akan membantu memecahkan metabolisme

lemak dan kolesterol. Bila tujuan dari latihan hanya untuk

membina atau meningkatkan kesegaran jasmani bukan untuk

meningkatkan prestasi olahraga, maka frekuensi latihan cukup 3-5

kali seminggu. Setiap berlatih waktu yang digunakan antara 15-

60 menit untuk latihan intinya.

3. Usia

Dengan penurunan sampai 10% perdekade untuk individu

yang tidak aktif, tanpa memperhitungkan tingkat kebugaran awal

mereka. Bagi yang aktif, dapat menghentikan setengah penurunan

tersebut 4% hingga 5% perdekade dan yang terlibat dalam latihan

fitness dapat menghentikan setengahnya hingga 2,5 perdekade

(Sharkey, 2003).

4. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada

kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuer.

Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorangg haruslah

melakukan latihan olahraga-olahraga yang cukup, mendapatkan

gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah,

2011).

15

Status gizi yang baik dapat mencapai kesehatan dan

kesegaran jasmani yang optimal, mampu bertahan terhadap latihan

yang keras dan mampu mencapai performance dalam olahraga

secara baik.

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat

keseimbangan intake makanan dan penggunaanyaoleh tubuh yang

dapat diukur dari berbagai dimensi. Untuk mengevaluasi status gizi

dapat digunakan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus

sebagai berikut:

Indeks Massa Tubuh (IMT) =

Kemudian berdasarkan nilai yang didapatkan dari rumus IMT

tersebut dapat ditentukan klasifikasinya. Menurut Permaesih

(2001), klasifikasi IMT terdiri dari: berat badan kurang (<18,5),

berat badan normal (18,5 – 22,9), kelebihan berat badan (≥23,0),

beresiko menjadi obes (23,0 – 24,9), obes I (25,0 – 29,9), obes II

(≥30,0).

5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat meningkatkan konsumsi oksigen

maksimum (VO2 maks) yang dihasilkan oleh gerak badan

seseorang individu sekitar 36 ml/kg/menit dalam pria sehat aktif

dan sekitar 29 ml/kg/menit dalam wanita sehat aktif. VO2 maks

akan lebih rendah pada individu yang banyak duduk.

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m)2

16

6. Pola Tidur

Keadaan tidur yang sebenarnya adalah saat pikiran dan

tubuh berbeda dengan keadaan terjaga, yakni ketika tubuh

beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun,

dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia luar. Tidur di

tempatkan pada posisi ketiga terkait aktifitas paling vital bagi

manusia setelah udara dan air, tidur termasuk bagian dari periode

alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi, yang

dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme

tubuh yang minimal (Putra, 2011).

2.2 Daya Tahan Kardiorespirasi

2.2.1 Pengertian Daya Tahan Kardiorespirasi

Daya tahan kardiorespirasi adalah kemampuan paru-paru,

jantung dan pembuluh darah untuk memberikan jumlah oksigen yang

cukup ke sel untuk memenuhi tuntutan aktivitas fisik yang

berkepanjangan (Hoeger, 2014).

Daya tahan kadiorespirasi didefinisikan sebagai kemampuan

untuk melakukan latihan pada otot besar, dinamik dengan intensitas

sedang sampai tinggi untuk waktu yang lama. Kinerja latihan daya

tahan kardiorespirasi tergantung pada status fungsional sistem

respirasi, kardiovaskuler, dan otot skeletal (Mahler, 2003).

17

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya TahanKardiorespirasi

Menurut Ikrami (2013) daya tahan kardiorespirasi

dipengaruhi beberapa faktor yakni genetik, umur dan jenis kelamin,

aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan status gizi.

a. Genetik

Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh faktor genetik yakni

sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir.

Pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot pada

umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang

terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki

lebih banyak serabut otot merah lebih mampu melakukan kegitan

bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat

otot rangka putih lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat

anaerobic. Demikian pula pengaruh keturunan terhadap

komposisi tubuh, sering dihubungkan dengan tipe tubuh.

Seseorang yang mempunyai tipe endomorf (bentuk tubuh bulat

dan pendek) cenderung memiliki jaringan lemak yang lebih

banyak bila dibandingkan dengan tipe otot ektomorf (bentuk

tubuh kurus dan tinggi).

b. Umur

Daya tahan kardiovaskuler menunjukkan suatu tendensi

meningkat pada masa anak-anak sampai sekitar dua puluh tahun

dan mencapai maksimal di usia 20 sampai 30 tahun. Daya tahun

18

tersebut akan makin menurun sejalan dengan bertambahnya usia,

dengan penurunan 8-10% perdekade untuk individu yang tidak

aktif, sedangkan untuk individu yang aktif penurunan tersebut 4-

5% perdekade (Sharkey, 2003). Peningkatan kekuatan otot pria

dan wanita sama sampai usia 12 tahun, selanjutnya setelah usia

pubertas pria lebih banyak peningkatan kekuatan otot, maksimal

dicapai pada usia 25 tahun yang secara berangsur-angsur

menurun dan pada usia 65 tahun kekuatan otot hanya tinggal 65-

70% dari kekuatan otot sewaktu berusia 20 sampai 25 tahun.

Pengaruh umur terhadap kelenturan dan komposisi tubuh pada

umumnya terjadi karena proses menua yang disebabkan oleh

menurunnya elastisitas otot karena berkurangnya aktivitas dan

timbulnya obesitas pada usia tua.

c. Jenis Kelamin

Perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas pada

laki-laki dan perempuan mempengaruhi daya tahan

kardiovaskuler. Pada masa pubertas laki-laki memiliki jaringan

lemak yang lebih sedikit daripada perempuan. Hal yang sama juga

terjadi pada kekuatan otot ,karena perbedaan kekuatan otot antara

pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan ukuran otot baik besar

maupun proporsinya dalam tubuh.

19

d. Pelatihan Fisik

Pelatihan yang bersifat aerobik yang di lakukan secara teratur

akan meningkatkan daya tahan kardiovaskuler dan dapat

mengurangi lemak tubuh . Dengan melakukan latihan olahraga

atau kegiatan fisik yang baik dan benar berarti seluruh organ

dipicu untuk menjalankan fungsinya sehingga mampu

beradaptasi terhadap setiap beban yang diberikan.

e. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada

kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovakuler.

Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah

melakukan olahraga yang cukup, mendapatkan gizi yang

memadai untuk kegiatan fisik.

2.2.3 Pengukuran Daya Tahan Kardiorespirasi

Pengukuran adalah proses pengumpulan data atau informasi

tentang individu maupun objek tertentu yaitu mulai dari

mempersiapkan alat ukur yang digunakan sampai diperolehnya hasil

pengukuran yang bersifat kuantitatif yang hasilnya dapat diolah secara

statistika.

Setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk

mengubah energi makanan menjadi ATP (Adenosine Triphosphate)

yang siap dipakai untuk kerja. Sel paling sedikit mengkonsumsi

20

oksigen adalah pada saat otot dalam keadaan istrahat. Sel otot yang

berkontraksi membutuhkan banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai

dalam latihan membutuhkan lebih banyak oksigen (O2) dan

menghasilkan karbondioksida (CO2). Kebutuhan akan O2 dan

menghasilkan CO2 dapat diukur melalui pernafasan. Dengan mengukur

jumlah O2 yang dipakai selama latihan, dapat diketahui jumlah O2

yang dipakai oleh otot yang bekerja. Makin tinggi jumlah otot yang

dipakai maka makin tinggi pula intensitas kerja otot.

Tingkat kebugaran dapat diukur dari volume dalam

mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas

maksimum atau disebut juga dengan VO2 maks. Kapasitas aerobik

menunjukkan kapasitas maksimal oksigen yang dipergunakan oleh

tubuh (VO2 maks). Semakin banyak oksigen yang diasup atau diserap

oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja

sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan

semakin sedikit. VO2 maks diukur dalam banyaknya oksigen dalam

liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat

badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min).

Tingkat kebugaran fisik seseorang berbeda-beda seusai dengan

komponen-komponen yang mempengaruhi kebugaran yang

dimilikinya. Untuk itu dilakukan latihan-latihan penunjang yang dapat

meningkatkan serta melibatkan sistem kardiovaskuler dan

kardiorespirasi yang baik. Dalam hal ini organ jantung dan paru

21

mensuplai O2 keseluruh otot dan mengirimkan karbondioksida CO2

kembali ke paru, sehingga hal ini pula yang menentukan jumlah

konsumsi oksigen maksimal atau VO2 maks.

Tabel 2.1

Nilai Normatif VO2 Maks Bagi Laki-Laki dan Perempuan

(Sumber: Doust, 2006)

FEMALE ( ml/ kg/min )

Age Very

poor

Poor Fair Good Exellent Superior

13-19 < 25 25.0-30.9 31.0-34.9 35.0-38.9 39.0-41.9 > 41.9

20-29 < 23.6 23.6-28.9 29.0-32.9 33.0-36.9 37.0-41.0 >41.0

30-39 < 22 22.8-26.9 27.8-31.4 31.5-35.6 35.7-40.0 >40.0

40-49 < 21.0 21.0-24.4 24.5-28.9 29.0-32.8 32.7-36.9 >36.9

50-59 < 20.0 20.2-22.7 22.8-26.9 27.0-31.4 31.5-35.7 >35.7

60+ < 17.5 17.5-20.1 20.2-24.4 24.0-30.2 30.3-31.4 >31.4

Age Very

poor

Poor Fair Good Exellent Superior

MALE ( ml/ kg/min )

13-19 < 35.0 35.0-38.3 38.4-45.1 45.2-50.9 51.0-55.9 >55.9

20-29 < 33.0 33.0-36.4 36.5-42.4 42.5-46.4 46.5-52.4 >52.4

30-39 < 31.5 31.5-35.4 35.5-40.9 41.0-44.9 45.0-49.4 >49.4

40-49 < 30.2 30.2-33.5 31.0-35.7 39.0-43.7 43.8-48.0 >48.0

50-59 < 26.1 26.1-30.9 26.1-32.2 35.8-40.9 41.0-45.3 >45.3

60+ < 20.5 20.5-26.0 26.1-32.2 32.3-36.4 35.5-44.2 >44.2

2.2.4 Harvard Step Test

Harvard step test adalah pengukuran yang dilakukan untuk

mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun

1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya

tahan jantung-paru, aerobic power, cardiovascular endurance,

cardiorespiration endurance, dan kebugaran aerobik yang

22

mempunyai arti yang kira-kira sama. Penelitian ini dilakukan di

Universitas Harvard, USA, sehingga nama tes ini dimulai dengan

nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik

turun bangku selama 5 menit.

Pada tes ini individu yang diperiksa melalui uji untuk

melangkah naik dan turun dari bangku (NTB) gym setingi 45 cm

selama 5 menit pada tingkat 30 langkah / menit. Kemudian di lakukan

pemeriksaan terhadap jumlah denyut nadi setelah test pada saat 30

detik pertama (DN1), 30 detik kedua (DN2), dan 30 detik ketiga

(DN3). Setelah mendapatkan DN 1, DN 2, DN 3, maka data tersebut

dihitung kedalam rumus Indeks Kesanggupan Badan (IKB) yang

selanjutnya dikonversikan sesuai rumus yang dipilih. Apabila

individu yang diuji tidak mampu melakukan NTB selama 5 menit,

maka waktu lama NTB tersebut dicatat, lalu DN-nya dihitung sesuai

dengan petunjuk pengambilan DN (Rusip, 2006).

Menurut Rusip (2006) kesanggupan badan seseorang

dinyatakan dengan IKB yang dapat dihitung dengan menggunakan

rumus diatas. Semakin besar nilai dari IKB seseorang makan

kesanggupan badannya semakin baik. Dari data denyut nadi yang

sudah dicatat, kemudian dilakukan penghitungan indeks kesanggupan

dengan cara berikut:

a. Cara lambat :

Indeks Kesanggupan = NTB (dalam detik) x 100

2 x (DN1 + DN2 + DN3)

23

Nilai normal :

< 55 : kurang

55-64 : sedang

65-79 : cukup

80-89 : baik

> 89 : sangat baik

b. Cara cepat:

Indeks Kesanggupan =

Nilai norma :

< 50 : kurang

50-80 : sedang

>80 : baik

Tabel 2.2

Nilai Normatif Indeks Kesanggupan Harvard Step test

(Sumber: Rusip, 2006)

Lama Naik

Turun

Tangga

Denyut Nadi 1 menit - 1 menit.30 detik DN1

0-

44

45-

49

50-

54

55-

59

60-

64

65-

69

70-

74

75-

79

80-

84

85-

89 >89

0.00-0.29 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

0.30-0.59 20 15 15 15 15 10 10 10 10 10 10

1.00-1.29 30 30 25 25 20 20 20 20 15 15 15

1.30-1.59 45 40 40 35 30 30 25 25 25 20 20

2.00-2.29 60 50 45 45 40 35 35 30 30 30 25

2.30-2.59 70 65 60 55 50 45 40 40 35 35 35

3.00-3.29 85 75 70 60 55 55 50 45 45 40 40

3.30-3.59 100 85 80 70 65 60 55 55 50 45 45

4.00-4.29 110 100 90 80 75 70 65 60 55 55 50

4.30-4.59 125 110 100 90 85 75 70 65 60 60 55

5.00 130 115 105 95 90 80 75 70 65 65 60

NTB (dalam detik) x 100

5,5 x DN1

24

2.3 Latihan Interval Intensitas Tinggi

2.3.1 Pengertian Latihan Interval Intensitas Tinggi

Latihan interval intensitas tinggi adalah program pelatihan

yang menantang, terutama aerobik yang melibatkan intensitas tinggi

ke interval intensitas sangat tinggi (kapasitas maksimal 80 -90%)

Setiap latihan diikuti oleh intensitas rendah sampai sedang dengan

interval 1: 3 atau kurang bekerja untuk rasio pemulihan digunakan.

Latihan ini memberikan manfaat kesehatan dan kebugaran yang

lebih besar dari program intensitas rendah tradisional (Hoeger,

2014).

Latihan interval intensitas tinggi adalah bentuk latihan kardio

yang menggunakan kombinasi antara latihan intensitas tinggi dengan

intensitas sedang atau rendah dalam selang waktu tertentu salah satu

latihan aerobik untuk membakar kalori dan meningkatkan kekuatan,

daya tahan, dan kebugaran fisik. Pelatihan interval ini dilakukan

dengan interval yang tinggi selama 4 – 30 menit untuk latihan

kardiovaskuler kemudian dilakuan bergantian dengan latihan

intensitas rendah. Porsi melakukan latihan intensitas tinggi dan

latihan intensitas rendah harus dilakukan dengan rentang waktu yang

sama (Barlett, 2013).

25

2.3.2 Tujuan Latihan Interval Intensitas Tinggi

Latihan interval intensitas tinggi ini terdiri dari periode

melakukan lari dengan intensitas tinggi yang diselingi dengan

periode istirahat yaitu berjalan. Hal ini menyebabkan tubuh secara

efektif membentuk dan menggunakan energi yang berasal dari

sistem anaerobik. Penambahan interval membantu pembuangan

metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat latihan

interval intensitas tinggi sedang dilakukan oleh tubuh. Perubahan

periode latihan yang dilakukan bergantian ini membantu tubuh

meningkatkan volume dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan

pada volume dan kapasitas maksimum (VO2max) selama latihan

(Kolt, 2007).

Menurut American College of Sports Medicine menyatakan

bahwa lebih banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan

latihan interval intensitas tinggi dari pada latihan noninterval.

Kecepatan Metabolik rate meningkat untuk 90 menit sampai dengan

24 jam setelah sesi latihan interval intensitas tinggi. Peningkatan

metabolisme dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan

cepat. Latihan intensitas tinggi memacu kerja jantung dengan lebih

keras sehingga konsumsi oksigen pun meningkat yang berarti

metabolisme tubuh juga menigkat sehingga makin banyak lemak

yang dipakai untuk pembakaran. Selain metabolisme pada saat kita

melakukan latihan yang meningkat, metabolisme pada saat kita

26

beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting

Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme pada saat kita

beristirahat selama 24 jam setelah melakukan latihan interval

intensitas tinggi (Kafiz, 2014).

Sama seperti latihan aerobik lainnya, latihan interval

intensitas tinggi ini meningkatkan fungsi sel otot, membakar lemak

dan meningkatkan kapasistas paru. Latihan interval intensitas tinggi

selama 30 menit sama dengan 90 menit latihan intensitas rendah.

Sehingga latihan interval intensitas tinggi membutuhkan waktu

yang lebih singkat untuk mencapai manfaat kebugaran (Hoeger,

2014).

2.4 Senam Aerobik High Impact

2.4.1 Pengertian Senam Aerobik High Impact

Senam aerobik high impact adalah salah satu pembagian

senam aerobik berdasarkan cara melakukan dan musik yang

mengiringinya. Pada gerakan senam aerobic high impact memiliki

ciri khas dengan irama tubuh yang cepat dengan diiringi oleh musik

yang berirama cepat dan gerakan dinamis dengan lutut diangkat

tinggi sehingga memberikan beban latihan pada seluruh organ tubuh

yang lebih berat (Yudha, 2011).

27

Latihan senam aerobik high impact yang dilakukan dalam

intensitas yang tinggi. Senam aerobik high impact menggunakan

oksigen sebanyak mungkin atau memperbanyak jumlah oksigen yang

dapat diproses oleh tubuh.

2.4.2 Tujuan Senam Aerobik High Impact

Menurut Purwanto (2011) menyatakan bahwa tujuan

senam aerobik high impact yaitu:

1. Kekuatan otot

Senam pada intensitas yang tinggi dalam waktu singkat,

mempergunakan tenaga yang maksimum dan diulang-ulang

sehingga melatih otot untuk melebihi beban normalnya.

2. Ketahanan fisik

Sema aerobik dengan intensitas yang tinggi dapat

memingkatkan ketahanan fisik dikarenakan gerakan dinamis

pada saat melakukan senam aerobik high impact meningkatkan

penghantaran oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

3. Ketahanan otot jantung

Istilah aerobik berarti dengan oksigen. Kapasitas kerja jantung,

peredaran darah, dan paru-paru berguna untuk memberikan

oksigen pada kerja otot dan jaringan-jaringan selama beberapa

kali melakukan latihan, dan dapat menghasilkan rasa lelah,

penggunaan secara efisiensi sistem kerja jantung adalah

28

tercapainya kegiatan fisik secara optimal. Secara umum kegiatan

tersebut adalah latihan senam dan merupakan kunci dalam

mengembangkan fungsi kerja jantung secara efisiensi.

4. Kelenturan

Kelenturan merupakan keluasan gerak dalam persendian.

Kelentukan ini ditentukan oleh elastisitas otot, ligamentum dan

tendon. Gerakan dinamis pada saat melakukan senam aerobik

high impact dapat meningktakan kelenturan.

5. Komposisi tubuh

Gerakan aerobik high impact akan membantu pembakaran

lemak sehingga menghindari seluruh tubuh menjadi gemuk.

2.5 Reaksi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler terhadap Latihan

Pemakaian oksigen (O2) dan pembentukan karbondioksida (CO2)

dapat meningkat hingga 20 kali lipat pada saat tubuh sedang melakukan

latihan fisik. Pada saat latihan fisik pada orang yang sehat, ventilasi

alveolus meningkat hampir sama dengan langkah-langkah peningkatan

tingkat metabolism oksigen. Otak akan memberikan transmisi impuls

motorik ke otot yang berlatih dianggap mentransmisikan impuls kolateral

ke batang otak untuk mengeksitasi pusat pernafasan. Hal ini analog

dengan perangsanagan pusat vasomotor di batang otak selama latihan fisik

yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri secara bersamaan (Guyton,

29

2007). Reaksi fisiologis yang terjadi setelah latihan dilakukan secara

teratur memberikan respon fisiologis, yaitu:

a. Pengaruh latihan terhadap kesehatan umum otot jantung

Bukti yang ada menunjukkan bahwa otot jantung ukurannya meningkat

karena digunakan dengan tuntutan yang lebih besar diletakkan pada

jantung sebagai akibat dari aktivitas jasmani, terjadi pembesaran

jantung.

b. Pengaruh latihan terhadap isi denyut jantung

Hasil penelitian pada atlet, pada umumnya disepakati bahwa jumlah isi

darah perdenyut jantung lebih besar dipompakan ke seluruh tubuh dari

pada orang yang tidak terlatih. Atlet terlatih dapat memompakan

sebanyak 22 liter darah sedangkan individu yang tidak terlatih hanya

10,2 liter darah saja.

c. Pengaruh latihan terhadap denyut jantung

Hasil tes dari atlet olimpiade, diperoleh bukti bahwa individu yang

terlatih mempunyai denyut jantung yang tidak cepat bila dibandingkan

dengan orang yang tidak terlatih. Diperkirakan bahwa jantung manusia

berdenyut 6 sampai 8 kali lebih sedikit bila seseorang terlatih. Pada

kebanyakan atlet jantungnya berdenyut 10, 20 sampai 30 kali lebih

sedikit dari pada denyut jantung yang tidak terlatih (Jardins, 2002).

d. Pengaruh latihan terhadap tekanan arteri

Banyak eksperimen menunjukkan bahawa peningkatan tekanan darah

pada orang terlatih lebih sedikit dari pada orang yang tidak terlatih.

30

e. Pengaruh latihan terhadap pernafasan

1) Jumlah pernafasan permenit berkurang. Individu terlatih bernafas 6

sampai 8 kali permenit pada saat istirahat, sedangkan pada orang

yang tidak terlatih sebanyak 12 - 14 kali permenit pada saat istirahat

(Hayes, 1997).

2) Pernafasan lebih dalam dengan diafragma. Pada orang yang tidak

terlatih diafragma bergerak sedikit sekali.

3) Dalam mengerjakan pekerjaan yang sama, individu yang terlatih

menghirup udara dalam jumlah yang lebih kecil, dan mengambil

oksigen lebih besar dari pada individu yang tidak terlatih. Ada

keyakinan bahwa peningkatan jumlah kapiler dalam paru-paru,

menyebabkan jumlah darah yang berhubungan dengan udara lebih

besar yang mengakibatkan efisiensi dalam pernafasan.

f. Pengaruh latihan terhadap sistem otot

Latihan terhadap otot-otot yang dapat menyebabkan peredaran

ke otot lebih baik, diantaranya adalah sarkoma dari serabut otot

menjadi lebih tebal dan kuat, ukuran otot bertambah, kekuatan otot

meningkat, daya tahan otot meningkat serta terjadi penambahan

jumlah kapiler.

31

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berfikir

Kebugaran fisik merupakan hal paling penting bagi setiap individu

agar dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan prima serta mencegah

datangnya penyakit. Tubuh yang bugar memiliki kesesuaian antara keadaan

fisik terhadap aktivitas sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang

berlebihan dan tubuh masih memeliki energi cadangan untuk tetap mampu

melakukan aktifitas mendadak. Kebugaran fisik dapat dicapai dengan

melakukan aktivitas fisik yang tepat.

Latihan interval intensitas tinggi atau disebut juga dengan high

intensity interval training (HIIT) yaitu latihan yang menggunakan kombinasi

antara latihan intensitas tinggi dengan intensitas sedang atau rendah dalam

selang waktu tertentu salah satu latihan aerobik untuk membakar kalori dan

meningkatkan kekuatan, daya tahan, dan kebugaran fisik.

Senam aerobik high impact adalah senam yang dilakukan dengan

intensitas yang tinggi dengan irama musik yang cepat serta gerakan yang

dinamis. Gerakan yang dilakukan saat melakukan senam aerobik high impact

dilakukan dengan cepat sehingga terjadi pembebanan pada jantung untuk

memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

mendapatkan suplai darah dari pembuluh darah dapat menggunakan oksigen

31

32

sebanyak mungkin atau memperbanyak jumlah oksigen yang dapat diproses

oleh tubuh.

Kebugaran fisik dapat diukur berdasarkan daya tahan kardiorespirasi

yaitu dengan melakukan Harvard step test yang menggunakan prinsip

indeks kesanggupan individu saaat melakukan tes naik turun bangku setinggi

45 cm selama 5 menit berdasarkan denyut nadi 30 detik pertama, 30 detik

kedua dan 30 detik ketiga. Pencatatan denyut nadi digunakan sebagai nilai

yang dimasukkan ke dalam rumus indeks kesanggupan yang hasilnya akan

dapat dilihat berdasarkan tabel data normatif indeks kesanggupan untuk

menentukan kebugaran fisik.

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Skema 3.1

Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Pelatihan Interval

Intensitas Tinggi

Senam Aerobik

High Impact

Subjek Kebugaran Fisik

Kebugaran Fisik

Meningkat

Pemeriksaan kebugaran dengan

Harvard Step Test

33

3.3 Hipotesis

Pelatihan interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik

daripada senam aerobik high impact pada mahasiswa program studi D-III

Fisioterapi Universitas Abdurrab.

34

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan Eksperimental dengan menggunakan

Randomized Pre and Post Test Group Design yaitu membandingkan antara

perlakuaan terhadap dua kelompok. Kelompok pertama yaitu pemberian

pelatihan interval intensitas tinggi pada mahasiswa. Kelompok kedua yaitu

pemberian senam aerobik high impact pada mahasiswa. Sehingga dapat

disusun suatu rancangan penelitian sebagai berikut:

Skema 4.1

Rancangan Metode Penelitian

Keterangan:

P : Populasi

R : Random

S : Sampel

KP-1 : Kelompok Perlakuan-1 (Latihan Interval Intensitas Tinggi untuk

meningkatkan kebugaran fisik)

KP-2 : Kelompok Perlakuan-2 (Senam Aerobik High Impact untuk

meningkatkan kebugaran fisik)

O1 : Observasi Indeks Kesanggupan Tubuh awal pada kelompok-1

O2 : Observasi Indeks Kesanggupan Tubuh pada kelompok-1 setelah

diberikan Pelatihan Interval Intensitas Tinggi

O3 : Observasi Indeks Kesanggupan Tubuh awal pada kelompok-2

O4 : Observasi Indeks Kesanggupan Tubuh pada kelompok-2 setelah

diberikan Senam Aerobik High Impact

O1 O2

O3 O4

S R P

KP-1

KP-2

34

35

4.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di 2 tempat yaitu di Program Studi D-III

Fisioterapi Unversitas Abdurrab yang berlokasi di Pekanbaru dan di sanggar

Senam Ajna Pekanbaru selama 1 bulan terhitung dari tanggal 20 April hingga

11 Mei 2015 dengan intensitas latihan 3 kali dalam seminggu selama 4

minggu.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dengan tipe

penelitian eksperimen yaitu membandingkan antara perlakuaan terhadap dua

kelompok sampel.

4.3.1 Populasi Target

Populasi target dalam penelitian ini adalah mahasiswa program

studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab yang berjumlah 146

orang.

4.3.2 Kriteria Subjek

a. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

b. Kriteria Inklusi

(1) Mahasiswa program studi D-III Fisioterapi Universitas

Abdurrab

36

(2) Absensi sakit pada semester sebelumnya lebih dari 15%

(3) Mahasiswa yang mengalami penurunan IPK sebesar 0.50

(4) Bersedia menjadi subjek penelitian dari awal hingga akhir

penelitian dengan menandatangani informed consent.

d. Kriteria Eksklusi

(1) Memiliki riwayat penyakit kardiorespirasi

(2) Sampel tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

e. Kriteria Drop Out

(1) Tidak megikuti program penelitian selama 4 kali

(2) Sampel tiba-tiba mengalami sakit kardiorespirasi

4.3.3 Besaran Sampel

Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan

rumus Pocock (2008) sebagai berikut:

Keterangan :

n = jumlah sampel

σ = simpang baku

μ1 = rerata nilai awal pada kelompok perlakuan

μ2 = rerata nilai akhir kelompok perlakuan

α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20)

∫(α.β) = interval kepercayaan 10,5 (sesuai table Pocock)

37

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oliveira, M

dkk (2013) dalam International Journal of Exercise Science , diperoleh

nilai rerata μ1 = 3,40 dan standar deviasi σ = 0,5, sedangkan kelompok

perlakuan μ2 = 3,66. Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel

sebagai berikut :

n = 2 (0,5)2

(3,66 – 3,40)2

n = 2 (0,25)

(0,26)2

n = 0,5

0,0676

n = 7,3964497 x 10,5

n = 77,6627218

Berdasarkan hasil perhitungan sampel diatas diperoleh jumlah

sampel awal sebanyak 77, 6627218 atau dibulatkan menjadi 78 orang,

Hasil rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok

memiliki jumlah sampel 39 orang. Kelompok pertama 39 orang dan

kelompok kedua 39 orang.

x 10,5

x 10,5

x 10,5

38

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

1. Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh polulasi

mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab

berdasarkan kriteria inklusi.

2. Jumlah sampel yang terpilih, kemudian diseleksi berdasarkan

kriteria ekslusi.

3. Sampel yang terpilih menjadi subjek penelitian diberikan

penjelasan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

diberikan penjelasan mengenai program penelitian yang akan

dilakukan.

4. Sampel yang bersedia mengikuti program penelitian diminta

mengisi informed consent.

5. Sampel dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yang dibagi secara

acak.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah: pelatihan interval

intensitas tinggi dan senam aerobik high impact.

4.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai indeks kesanggupan

badan (IKB) untuk kebugaran fisik.

39

4.5 Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Latihan Interval Intensitas Tinggi

Intensitas latihan interval intensitas tinggi dilakukan dengan

cara:

a. Pemanasan statis dan dinamis:

1) Gerakan kepala menoleh ke kanan, ke kiri dan ke atas yang

ditahan selama 6 detik dan masing-masing gerakan di ulangi 6

kali.

2) Gerakan mengulur otot leher dengan memiringkan kepala

yang ditarik oleh salah satu tangan, geerakan ini ditahan

selama 6 detik dan diulangi 6 kali. Dilakukan bergantian pada

kedua sisi.

3) Peregangan bahu dengan gerakan menarik bahu melewati sisi

bahu yang berlawanan dan ditahan selama 6 detik, diulangi

sebanyak 6 kali. Dilakukan bergantian dengan sisi lainnya.

4) Peregangan bahu dengan gerakan menarik bahu melewati

kepala dan meraih sisi bahu yang berlawanan dan ditahan

selama 6 detik, diulangi sebanyak 6 kali. Dilakukan bergantian

dengan sisi lainnya.

5) Peregangan tangan yang diulur ke atas kepala yang ditahan

selama 6 detik dan masing-masing gerakan di ulangi 6 kali.

40

6) Peregangan tangan yang diulur ke atas ke lantai dengan tubuh

membungkuk dan kaki tetap dijaga lurus, gerakan ini ditahan

selama 6 detik dan masing-masing gerakan di ulangi 6 kali.

7) Peregangan tangan yang diulur ke depan tubuh yang ditahan

selama 6 detik dan masing-masing gerakan di ulangi 6 kali.

8) Peregangan tangan yang diulur ke depan tubuh yang ditahan

selama 6 detik dan masing-masing gerakan di ulangi 6 kali.

9) Peregangan tangan yang diulur ke belakang tubuh yang

ditahan selama 6 detik dan masing-masing gerakan di ulangi 6

kali.

10) Gerakan menarik salah satu lutut ke tubuh dengan posisi

berdiri, gerakan ini ditahan selama 6 detik dan diulangi 6 kali.

Dilakukan bergantan dengan kedua kaki.

11) Gerakan menarik salah satu lutut ke belakang tubuh dengan

posisi berdiri, gerakan ini ditahan selama 6 detik dan diulangi

6 kali. Dilakukan bergantan dengan kedua kaki.

12) Gerakan menarik salah satu lutut ke belakang tubuh dengan

posisi berdiri, gerakan ini ditahan selama 6 detik dan diulangi

6 kali. Dilakukan bergantan dengan kedua kaki.

13) Gerakan mengulur otot-otot kaki bagian belakang dengan

mempoisiskan salah satu kaki di depan dan kaki lainnya lurus

ke belakang. Gerakan ditahan selama 6 detik dan diuangi 6

kali. Dilakukan bergantian dengan kaki sisi lainnya.

41

14) Gerakan memutar pergelangan kaki keluar dan ke dalam

sebanyak 10 kali.

15) Melompat dengan ringan kearah depan sebanyak 8 kali.

16) Berlari memutari lapangan voli dalam 1 putaran.

17) Berlari selama 3 menit

18) Berjalan santai 3 menit

b. Pelaksanaan latihan:

1) Intensitas : Berlari cepat selama 3 menit diselingi berjalan

santai 3 menit.

2) Durasi : 30 menit

3) Frekuensi : 3 kali seminggu selama 4 minggu

c. Latihan Pendinginan (fase colling down)

1) Durasi : 5 menit

2) Frekuensi : 3 kali pengulangan

4.5.2 Senam Aerobik High Impact

Tahap-tahap senam aerobik high impact dilakukan dalam 3

fase, yaitu:

a. Latihan Pemanasan (fase warming up) :

1) Durasi : 5 menit

2) Frekuensi : 3 kali pengulangan

42

b. Latihan Inti (fase aerobic)

1) Durasi : 10 menit

2) Frekuensi : 5 kali pengulangan

Latihan inti dilakukan pengulangan yang terdiri dari gerakan:

(a) Latihan jalan di tempat

(b) Latihan lari di tempat atau keliling

(c) Latihan Lompat-lompat bervariasi

(d) Latihan ayunan lengan

c. Latihan Pendinginan (fase colling down)

3) Durasi : 5 menit

4) Frekuensi : 3 kali pengulangan

4.5.3 Pengukuran Kebugaran Fisik

Indikator yang digunakan untuk mengukur kebugaran fisik

dalam penelitian ini adalah nilai Indeks Kesanggupan Badan (IKB)

Harvard step test dengan cara:

1. Persiapkan bangku sebagai alat yang digunakan untuk test.

Tinggi bangku 20 feet (45 cm).

2. Subjek diminta unutk melakukan naik turun bangku (NTB)

dengan irama langkah pada waktu NTB adalah 30 langkah per

menit.

3. Satu langkah terdiri dari 4 hitungan:

43

a. Hitungan 1 : Salah satu kaki diangkat (boleh kanan atau kiri

terlebih dahulu tetapi konsisten), kemudian menginjak

bangku (asumsi kaki kanan).

b. Hitungan 2 : Kaki kiri diangkat lalu bediri tegak di atas

bangku.

c. Hitungan 3 : Kaki yang pertama menginjak bangku pada

hitungan 1 (asumsi kaki kanan) diturunkan kembali ke lantai.

d. Hitungan 4 : Kaki kiri diturunkan kembali ke lantai untuk

berdiri tegak seperti sikap semula.

4. Satu langkah terdiri dari 4 hitungan. Ganti langkah diperbolehkan

tetapi tidak lebih dari 3 kali.

5. Irama langkah diusahakan stabil.

6. NTB dilakukan selama 5 menit. Saat aba-aba stop, tubuh harus

dalam keadaan tegak. Kemudian duduk dibangku tersebut dengan

santai selama 1 menit.

7. Hitung denyut nadi (DN) subjek selama 30 detik. Dicatat sebagai

DN1.

8. Tiga puluh detik kemudian hitung kembali DN subjek selama 30

detik. Dicatat sebagai DN2.

9. Tiga puluh detik kemudian hitung DN subjek selama 30 detik.

Dicatat sebagai DN3.

44

10. Data dari DN1, DN2, DN3 dimasukkan ke dalam rumus indeks

kebugaran yang selanjutnya dikonversikan sesuai rumus

kebugaran.

11. Apabila subjek tidak mampu melakukan NTB selama 5 (lima)

menit, maka waktu lama NTB tersebut dicatat, lalu DN subjeek

diukur sesuai dengan petunjuk pengambilan DN.

45

4.6 Alur Penelitian

Skema 4.2

Alur Penelitian

Populasi

Random

Sampel

Kelompok 1 Kelompok 2

Indeks

Kesanggupan

Badan

sebelum

latihan pada

Kelompok 1

Pelatihan

Interval

Intensitas

Tinggi

Senam

Aerobik High

Impact

Indeks

Kesanggupan

Badan

sebelum

latihan pada

Kelompok 2

Indeks

Kesanggupan

Badan

sesudah

latihan pada

Kelompok 1

Indeks

Kesanggupan

Badan

sesudah

latihan pada

Kelompok 2

Analisis Data

Hasil

Kebugaran

Fisik

46

4.7 Analisis Data

Analisis data untuk pengujian statistik yang digunakan pada penelitian

ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap dua kelompok

sampel yang berskala interval menggunakan uji T-Test Independent. Data

yang akan diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

4.7.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas data bertujuan untuk mengetahui distribusi

data nilai kebugaran mahasiswa sebelum dan sesudah perlakuan pada

kedua kelompok. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 78 orang yang

terdiri dari 39 orang pada setiap kelompok. Oleh karena sampel lebih dari

30 maka distribusi data diasumsikan normal. Hal ini sesuai dengan Central

Limit Theorem (Dalil Limit Pusat) bahwa untuk pendekatan distribusi

normal, distribusi rata-rata sampel tidak membutuhkan data yang besar.

Dengam sampel sebesar 30 telah terjadi pendekatan ke distribusi normal

(Budiarto, 2004).

4.7.2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data dengan levene test, bertujuan untuk

mengetahui varian nilai peningkatan nilai indeks kebugaran fisik sebelum

dan setelah perlakuan pada kedua kelompok sampel, kemudian

mengetahui adanya varian umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat

badan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan

47

pengujian Ho diterima bila p > 0,05 maka data homogen. Dan Ho ditolak

bila nilai p < 0,05 berarti data tidak homogen.

4.7.3. Uji Hipotesis

Oleh karena data uji normalitas dianggap normal dikarenakan

jumlah sampel lebih dari 30 maka uji hipotesa menggunakan uji

parametrik yaitu independent t-test.

48

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian eksperimental ini dilaksanakan di Pekanbaru dimulai dari

tanggal 20 April – 11 Mei 2015. Sampel penelitian berjumlah 78 orang

mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab yang

memenuhi kriteria inkusi. Sampel ini berasal dari jumlah seluruh populasi

yang berjumlah 146 orang. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yang dibagi

secara acak untuk mengetahui peningkatan kebugaran fisik yang diukur

dengan indeks kesanggupan tubuh Harvard step test setelah diberikan

pelatihan. Kelompok 1 diberikan pelatihan interval intensitas tinggi di

lapangan basket Universitas Abdurrab. Kelompok 2 diberikan senam aerobik

High Impact di Sanggar Senam Ajna Pekanbaru. Setiap kelompok diberikan

pelatihan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu selama 4 minggu. Pada

akhir program latihan dilakukan pengukuran kebugaran fisik melalui

pengukuran daya tahan kardiorepisrasi. Tes yang digunakan dengan mengukur

nilai nomatif Indeks Kesanggupan Badan (IKB) Harvard step test, hal ini

dilakukan untuk menentukan dan membandingkan tingkat keberhasilan

peningkatan kebugaran antara kedua kelompok.

Karakteristik sampel penelitian dilihat berdasarkan kelompok sampel

yang dibagi menjadi 2 kelompok yang dibagi secara acak. Kelompok 1

diberikan pelatihan interval intensitas tinggi dan kelompok 2 diberikan senam

48

49

aerobik high impact. Adapun data sampel yang digunakan untuk identifikasi

yaitu data ditribusi karakteristik subjek sampel peneitian yang terdiri dari Jenis

Kelamin, Usia, Tinggi Badan, Berat Badan, dan IMT pada masing-masing

kelompok.

Tabel 5.1

Karakteristik Sampel

Karakteristik

Kelompok 1 Kelompok 2

L F Pr f L f Pr F

n =

10 (%)

n =

29 (%)

n =

10 (%)

n =

29 (%)

Usia (tahun)

18 - - 3 10,34 - - 3 10,34

19 - - 13 44,83 3 30 13 44,83

20 6 60 10 34,48 6 60 11 37,93

21 4 40 3 10,34 1 10 2 6,90

Tinggi Badan (cm)

150 – 159 2 20 27 93,10 6 60 23 79,31

160 – 169 7 70 2 6,90 4 40 6 20,69

170 – 179 1 10 - - - - - -

Berat Badan (kg)

40 – 49 1 10 15 51,72 8 80 16 55,17

50 – 59 5 50 13 44,83 2 20 6 20,69

60 – 69 2 20 1 3,45 - - 5 17,24

70 – 79 2 20 - - - - 2 6,90

BMI

Kurang (< 18,5) - - 7 24,14 6 60 8 27,59

Normal (18,5 - 22,9) 7 70 13 44,83 2 20 15 51,72

Overweight (≥ 23,0) 1 10 8 27,59 2 20 3 10,34

Obes I dan II (25,0 ≥ 30,0) 2 20 1 3,45 - - 3 10,34

Keterangan:

L = Laki-laki

Pr = Perempuan

n = Jumlah sampel

f = Frekuensi

50

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok

terdiri dari 39 orang dengan rentang usia 18 – 21 tahun. Pada kedua kelompok

sampel memiliki subjek sampel terbanyak berusia 20 tahun dengan tingi badan

terbanyak yaitu 150 – 159 cm. Karakeristik pada sampel kelompok 1 paling

banyak memilki berat badan 50 – 59 kg yaitu sejumlah 46,15%. Pada sampel

kelompok 2 paling banyak memiliki berat badan 40 – 49 kg yaitu sejumlah

61,54%. Pada kedua kelompok sampel memiliki BMI berat badan normal.

Pada kelompok 1 yaitu sebesar 51,28% dan pada sampel kelompok 2 sebesar

43,59%.

5.2 Analisis Uji Homogenitas

5.2.1 Analisis Uji Homogenitas Karakteristik Sampel

Distribusi karekteristik sampel penelitian dilihat berdasarkan

subjek sampel yang telah dibagi secara acak menjadi 2 kelompok untuk

mengetahui varian homogenitas antara kedua kelompok, dilakukan

dengan uji homogenitas Levene test untuk mengetahui varian distribusi

sampel sebelum dilakukan pelatihan pada kedua kelompok.

Tabel 5.2

Distribusi Karakteristik Sampel pada Kelompok 1 dan 2

Karakteristik

Kebugaran Fisik

Kelompok 1 Kelompok 2 p*

Rerata ± SB Rerata ± SB

Usia (tahun) 19,69 ± 0,863 19,51 ± 0,756 0,498

Tinggi Badan (cm) 157,10 ± 5,108 155,62 ± 6,319 0,153

Berat Badan (kg) 50,85 ± 8,116 50,67 ± 7,842 0,978

BMI 20,72 ± 3,605 21,07 ± 2,625 0,55

Keterangan:

p* : Levene test

51

Tabel 5.2 menunjukkan ditribusi karakteristik sampel pada kedua

kelompok yaitu untuk karakteristik usia pada kedua kelompok sampel

dengan nilai p = 0,498 yang berarti tidak ada perbedaaan usia pada

kedua kelompok. Pada karakteristik tinggi badan pada kedua kelompok

sampel dengan nilai p = 0,153 yang berarti tidak ada perbedaaan tinggi

badan ada kedua kelompok sampel. Karakteristik berat badan dengan

nilai p = 0,978 yang berarti tidak ada perbedaan berat badan pada kedua

kelompok. Pada arakteristik BMI dengan nilai p = 0,55 yang berarti

tidak ada perbedaan BMI pada kedua kelompok. Varian karakteristik

sampel tersebut menunjukkan bahwa masing-masing subjek penelitian

yang terdapat dalam kelompok 1 dan 2 memiliki karakteristik yang

homogen.

5.2.2 Analisis Uji Homogenitas Kebugaran Fisik Sampel

Data kebugaran fisik sebelum dan sesudah pelatihan pada sampel

penelitian berdasarkan nilai kebugaran fisik sebelum dan sesudah

pelatihan pada kedua kelompok untuk mengetahui varian homogenitas

antara kedua kelompok yaitu dengan Levene test,

Tabel 5.3

Uji Homogenitas Kebugaran Fisik

Sampel

Kebugaran Fisik

p* Sebelum Sesudah

Rerata ± SB Rerata ± SB

Pelatihan Interval Intensitas Tinggi 41,36 ± 7,642 60,92 ± 6,433 0,10

Senam Aerobik High Impact 43,00 ± 5,563 57,74 ± 4,638 0,363

Keterangan:

p* : Levene test

52

Tabel 5.3 menunjukkan hasil uji varian kebugaran fisik pada kedua

kelompok sebelum pelatihan menunjukkan nilai kebugaran fisik dengan nilai

p = 0,10 yang berarti distribusi tidak homogen sebelum pelatihan. Distribusi

uji varian kebugaran fisik pada kedua kelompok sesudah pelatihan dengan

nilai p = 0,363 yang berarti distribusi homogen sesudah pelatihan.

5.3 Analisis Uji Beda Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan

Senam Aerobik High Impact terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik

Hasil analisis data kebugaran fisik sebelum dan sesudah diberikan

pelatihan pada kedua kelompok menggunakan uji t parametrik yaitu

Independent sampel T test.

Tabel 5.4

Uji Beda Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan

Senam Aerobik High Impact Terhadap Kebugaran Fisik

Sampel

Kebugaran Fisik

p* Sebelum Sesudah

Rerata ± SB Rerata ± SB

Pelatihan Interval Intensitas Tinggi 41,36 ± 7,642 60,92 ± 6,433 0,000

Senam Aerobik High Impact 43,00 ± 5,563 57,74 ± 4,638 0,000

p** 0,282 0, 014

Berdasarkan tabel 5.4 analisis data kebugaran fisik sebelum diberikan

pelatihan pada kedua kelompok menunjukkan nilai p = 0,282 (p>0,05) yang

berarti tidak ada perbedaan nilai kebugaran fisik sebelum diberikan pelatihan

pada kedua kelompok. Dan hasil uji nilai kebugaran fisik setelah diberikan

Keterangan:

p* : Paired sampel T –test

p** : Independent sampel T-test

53

pelatihan pada kedua kelompok menunjukkan nilai p = 0,014 (p<0,05) yang

berarti ada perbedaan kebugaran fisik setelah diberikan pelatihan pada kedua

kelompok. Terdapat perbedaan nilai rerata kebugaran fisik sesudah diberikan

pelatihan pada kedua kelompok yaitu nilai rerata kelompok pelatihan interval

intensitass tinggi 60,92 sementara nilai rerata kelompok senam aerobik high

impact 57,74. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan interval intensitas tinggi

lebih meningkatkan kebugaran fisik daripada senam aerobik high impact.

Maka dilakukan analisis terhadap perbandingan peningkatan kebugaran fisik

sampel sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok. Analisis tersebut

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.5

Perbandingan Peningkatan Kebugaran Fisik

Sesudah Pelatihan Pada Kedua kelompok

Kelompok Sampel

Kategori

Kebugaran

Fisik

Kebugaran Fisik

Sebelum Sesudah

n f (%) n f (%)

Pelatihan Interval Intensitas Tinggi Kurang 39 100 9 23,08

Sedang - - 26 66,67

Cukup - - 4 13,79

Senam Aerobik High Impact Kurang 39 100 15 38,46

Sedang - - 21 53,85

Cukup - - 3 7,69

Berdasarkan tabel 5.5 perbandingan peingkatan kebugaran fisik

sesudah pelatihan pada keuda kelompok menunjukkan peningkatan fisik pada

kelompok yang diberikan pelatihan interval intensitas tinggi dari 39 orang

sampel berada pada kategori kurang bugar sebesar 100% menjadi 26 orang

berada pada kategori kebugaran sedang yaitu sebesar 66,67% dan 4 orang

54

berada pada kategori cukup bugar sebesar 13,79% sementara 9 orang tetap

berada pada kategori kurang bugar sebesar 23,08%. Pada kelompok yang

senam aerobik high impact dari 39 orang sampel berada pada kategori kurang

bugar sebesar 100% menjadi 21 orang berada pada kategori kebugaran sedang

yaitu sebesar 53,85% dan 3 orang berada pada kategori cukup bugar sebesar

7,69% sementara 15 orang tetap berada pada kategori kurang bugar sebesar

38,46%.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Kebugaran fisik merupakan kecocokan keadaan fisik terhadap

aktivitas sehari-hari yang harus dilaksanakan oleh fisik untuk dapat

melaksanakan tugas fisik tertentu dengan hasil yang baik tanpa

menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih memiliki tenaga

cadangan untuk melaksanakan aktivitas yang bersifat mendadak.

Kebugaran fisik setiap individu dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia,

tinggi badan, berat badan, status gizi, IMT serta aktivitas fisik.

Menurut Hoeger (2014), kebugaran fisik adalah kemampuan

untuk memenuhi tuntutan mempertahankan keselamatan hidup sehari-

hari dan efektif tanpa mengalami kelelahan dan masih memiliki energi

untuk melakukan aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi.

Pada penelitian ini varian karakteristik sampel pada kedua

kelompok tersebut menunjukkan bahwa masing-masing subjek

55

penelitian yang terdapat dalam kelompok 1 dan 2 memiliki

karakteristik yang sama sehingga tidak akan mempengaruhi hasil

penelitian.

5.4.2 Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan Senam Aerobik

High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik

Hasil analisis deskriptif sebelum dan sesudah pelatihan pada

kedua kelompok menunjukkan hasil analisis data yaitu ada perbedaan

yang signifikan nilai kebugaran fisik antara sebelum dan sesudah

pelatihan pada masing-masing kelompok. Pelatihan yang diberikan

pada masing-masing kelompok sampel penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan kebugaran fisik.

Kebugaran fisik erat hubungannya dengan daya tahan

kardiovaskuler. Besarnya kebugaran fisik individu dapat diukur dari

besaran kemampuan gerak yang dilakukan. Kemampuan gerak yang

dilakukan merupakan hasil dari kemampuan tubuh untuk

menghasilkan energi yang berasal dari olah daya atau disebut dengan

metabolisme dan suplai oksigen yang didapatkan oleh otot untuk

berkontraksi. Kemampuan tubuh menghasilkan energi terjadi melalui

mekanisme anaerobik (tanpa menggunakan O2) dan mekanisme

aerobik (dengan menggunakan O2). Semakin berat intensitas gerakan

yang dilakukan maka semakin besar kebutuhan oksigen di dalam

tubuh.

56

Kebutuhan oksigen didalam tubuh akibat intensitas gerakan

menyebabkan tubuh mengimbangi dengan peningkatan sistem

kardiovaskuler yaitu peningkatan denyut jantung, dilatasi pembuluh

darah kororner, peningkatan stroke volume dan peningkatan kekuatan

kontraksi jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stroke

volume.

Pada sampel yang mengalami peningkatan kebugaran fisik

mengalami adaptasi pada kontraksi jantung selama latihan.

Peningkatan efektifitas pompa jantung sesudah diberikan beban latihan

yang terus menerus dan berkesinambungan secara fisiologis maka otot

jantung beradaptasi sehingga kekuatan jantung dalam memompakan

darah menjadi lebih meningkat dibandingkan sebelum latihan. Kinerja

jantung menjadi lebih baik maka dapat mencukupi suplai oksigen ke

seluruh tubuh. Hal ini dapat diukur melalui pengukuran denyut nadi

sesudah latihan. Denyut nadi sesudah sampel menjalani pelatihan

menjadi lebih lambat karena telah terjadi adaptasi pada sistem

kardiovaskuler terhadap latihan yang telah dilakukan dengan teratur.

Latihan interval intensitas tinggi memberikan efek fisiologis

pada sistem kardiovaskuler yaitu melalui adaptasi jantung terhadap

latihan interval yang diberikan. Pada saat melakukan latihan intensitas

tinggi maka akan terjadi peningkatan sistem sistem kardiorepirasi yaitu

peningkatan kebutuhan oksigen di otot yang aktif. Peningkatan

kekuatan otot pernapasan (otot inspirasi dan otot ekspirasi), berkaitan

57

erat dengan peningkatan metabolisme energi di dalam mitokondria sel

otot pernapasan yang aktif. Sel otot yang berkontraksi membutuhkan

banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan intensitas

tinggi membutuhkan lebih banyak oksigen (O2) dan menghasilkan

karbondioksida (CO2).

Peningkatan kardiovaskuler juga terjadi dikarenakan terjadinya

peningkatan denyut jangtung saat latihan. Peningkatan denyut jantung

saat latihan ini akan meningkatkan stroke volume. Peningkatan stroke

volume dan peningkatan frekuensi jantung dapat menyebabkan

peningkatan cardiac output yaitu volume darah yang dikeluarkan oleh

kedua ventrikel per menit. Peningkatan ini disertai dengan vasodilatasi

pembuluh darah untuk membawa oksigen ke otot yang aktif.

Pelatihan intensitas tinggi menyebabkan peningkatan stroke

volume sehingga terjadi penurunan denyut nadi sementara cardiac

output tetap. Hal ini menyebabkan efisiensi otot jantung dalam

menyuplai darah ke seluruh tubuh. Efisiensi denyut jantung

ditunjukkan dengan penurunan denyut nadi.

Latihan intensitas rendah yang diselingi diantara latihan

intensitas tinggi pada latihan interval membantu pembuangan

metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat latihan

interval intensitas tinggi sedang dilakukan oleh tubuh. Perubahan

periode latihan yang dilakukan bergantian ini membantu tubuh

meningkatkan volume dalam mengkonsumsi oksigen selama latihan.

58

Oksigen yang menuju ke otot yang aktif ini kan menguraikan asam

laktat menjadi energi kembali.

Sesuai dengan penelitian tentang pelatihan interval intensitas

tinggi yang dilakukan oleh Marta Oliveira dkk, (2013) tentang efek

Pelatihan Interval Intensitas Tinggi selama 2 minggu pada pria dewasa

dengan nilai Body Mass Index (BMI) tinggi menunjukkan peningkatan

VO2maks.

Senam dengan intensitas tinggi menggunakan tenaga yang

maksimum dan diulang-diulang sehingga melatih otot untuk melebihi

beban normalnya. Peningkatan ketahanan fisik setelah senam aerobik

high impact dikarenakan gerakan dinamis pada saat melakukan aerobik

high impact meningkatkan denyut jantung. Gerakan dinamis pada saat

senam ini meningkatkan kapasitas kerja jantung, peredaran darah dan

paru-paru untuk memberikan oksigen pada kerja otot selama latihan.

Peningkatan denyut jantung akan mengakibatkan stroke volume

meningkat. Laju aliran darah meningkat sehingga kebutuhan oksigen

ke otot yang aktif dapat dipenuhi untuk memberikan energi pada saat

kontraksi otot.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Alex dkk

(2011) tentang pengaruh senam aerobik low impact dan high impact

terhadap kebugaran fisik terhadap 20 orang didapatkan hasil yang sig-

nifikan terhadap latihan senam aerobik low impact dan high impact

terhadap hasil kesegaran jasmani. Berdasarkan penelitian tersebut

59

didapatkan hasil bahwa latihan senam aerobik high impact

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan low impact terhadap

hasil kebugaran fisik.

5.4.3 Perbedaan Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan Senam

Aerobik High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik

Hasil analisis deskriptif sesudah pelatihan pada kedua

kelompok menunjukkan hasil analisis data yaitu ada perbedaan yang

signifikan nilai kebugaran fisik antara sesudah pelatihan pada kedua

kelompok. Namun terdapat perbedaan nilai rerata sesudah pelatihan

pada kedua kelompok. Pada kelompok 1 yang diberikan pelatihan

interval intensitas tinggi nilai rerata 60,92 sesudah pelatihan.

Sedangkan pada kelompok 2 yang diberikan senam aerobik high

impact nilai rerata 57,74 sesudah pelatihan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa kelompok sampel yang diberikan latihan interval intensitas

tinggi mengalami peningkatan kebugaran fisik lebih baik dari pada

kelompok sampel yang diberikan senam aerobik high impact.

Perbedaan ini terjadi akibat adanya latihan intensitas rendah

yang diselingi pada latihan interval intesitas tinggi sementara pada

senam aerobic high impact tidak ada pelatihan interval intensitas

rendah selama pelaksanaan senam. Pada senam aerobic high impact

intensitas rendah hanya dilakukan pada saat fase pendinginan (cooling

down) setelah 50 menit melakukan gerakan inti . Latihan intensitas

60

rendah yang diselingi diantara latihan intensitas tinggi pada latihan

interval membantu pembuangan metabolisme dari otot selama periode

istirahat pada saat latihan interval intensitas tinggi sedang dilakukan

oleh tubuh. Perubahan periode latihan yang dilakukan bergantian ini

membantu tubuh meningkatkan volume dalam mengkonsumsi oksigen

selama latihan. Hal ini dikarenakan sel paling sedikit mengkonsumsi

oksigen adalah pada saat otot dalam keadaan istrahat. Latihan ini juga

meningkatkan adaptasi sistem kardiovaskuler terhadap latihan interval

yang dilakukan.

Berdasarkan analisis uji beda pelatihan yang diberikan pada

kedua kelompok terhadap kebugaran fisik sampel didapatkan bahwa

pelatihan interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik

daripada senam aerobik high impact. Pada subjek sampel penelitian

yang diberikan pelatihan interval intensitas tinggi dengan intensitas 3

kali seminggu selama 4 minggu ditemukan adanya peningkatan

kebugaran fisik dari kategori kurang bugar menjadi cukup bugar

hingga kebugaran sedang. Peningkatan kebugaran fisik sampel sesudah

pelatihan ini dipengaruhi oleh varian karakteristik sampel yang

diberikan pelatihan interval intensitas tinggi yaitu salah satunya

berdasarkan komposisi tubuh daalm hal ini body mass index (BMI).

Pada peneltian ini ditemukan hasil pengukuran kebugaran

sampel sebelum pelatihan pada 29 orang sampel perempuan berada

pada kategori kurang bugar sebesar 100%. Sesudah pelatihan interval

61

intensitas tinggi sampel perempuan mengalami peningkatan kebugaran

fisik sesudah pelatihan yaitu 7 orang pada kategori kurang bugar

sebesar 24,14%, kemudian 20 orang pada kategori kebugaran sedang

sebesar 68,97% dan 2 orang pada kategori cukup bugar sebesar dan

6,90%. Hasil pengukuran kebugaran sampel sebelum pelatihan pada

10 orang sampel laki-laki berada pada kategori kurang bugar sebesar

100%. Sesudah pelatihan interval intensitas tinggi sampel laki-laki

mengalami peningkatan kebugaran fisik yaitu 1 orang pada kategori

kurang bugar sebesar 10%, kemudian 4 orang pada kategori kebugaran

sedang sebesar 40% dan 5 orang pada kategori cukup bugar sebesar

50%. Hal ini dikarenakan faktor jenis kelamin merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi daya tahan kardiovaskuler untuk

menigkatkan kebugaran fisik.

Menurut Sharkey (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi

kebugaran fisik yaitu jenis kelamin seseorang yang bertanggungjawab

atas 25% hingga 40% dari perbedaan nilai VO2max. Lebih dari

setengah perbedaan genotype dengan faktor lingkungan aerobik

dikarenakan oleh perbedaan genotype dengan faktor lingkungan

sebagai penyebab lainnya. Selain jenis kelamin, menurut Sharkey,

latihan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kebugaran. Penurunan

sampai 10% perdekade untuk individu yang tidak aktif, tanpa

memperhitungkan tingkat kebugaran awal mereka. Bagi yang aktif,

dapat menghentikan setengah penurunan tersebut 4% hingga 5%

62

perdekade dan yang terlibat dalam latihan fitness dapat menghentikan

setengahnya hingga 2,5 perdekade.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh faktor BMI terhadap

peningatan kebugaran fisik sesudah pelatihan interval intensitas tinggi

mengalami peningkatan paling besar pada sampel laki-laki kategori

BMI normal dan sampel laki-laki kategori BMI normal. Jumlah sampel

laki-laki dengan kategori BMI normal yaitu sejumlah 7 orang dengan

kategori kurang bugar sebesar 100%. Sesudah diberikan pelatihan

sampel tersebut mengalami peningkatan kebugaran fisik yaitu 2 orang

berada dalam kategori kurang bugar sebesar 28,57%, kemudian 5

orang pada kategori kebugaran sedang sebesar 71,43% dan 1 orang

pada kategori cukup bugar sebesar 14,29%. Jumlah sampel perempuan

dengan kategori BMI normal yaitu sejumlah 13 orang dengan kategori

kurang bugar sebesar 100%. Sesudah diberikan pelatihan sampel

tersebut mengalami peningkatan kebugaran fisik yaitu 3 orang berada

dalam kategori kurang bugar sebesar 23,08%, kemudian 8 orang pada

kategori kebugaran sedang sebesar 61,54% dan 2 orang pada kategori

cukup bugar sebesar 15,38%.

Hal ini menunjukkan bahwa faktor BMI yang berhubungan

dengan komposisi tubuh mempengaruhi peningkatan kebugaran fisik

sesduah diberikan pelatihan. Jaringan lemak pada perempuan lebih

banyak dari pada laki-laki sehingga pada saat tubuh mengalami

63

peningkatan kardiovaskuler melalui peningkatan metabolisme

dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan cepat.

Menurut Housman dkk (2015) salah satu faktor yang

mempengaruhi kebugaran fisik adalah komposisi tubuh, Jaringan

lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung kemampuan

untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olahraga.

Ketersedaiaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada

kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Smith

dkk, (2013) tentang pelatihan intensitas tinggi berbasis crossfit untuk

meningkatkan kebugaran aerobik maksimal dan komposisi tubuh pada

43 orang selama 10 minggu didapatkan hasil signifikan terhadap

perbaikan VO2maks dan penurunan persentase lemak tubuh.

Sama seperti latihan aerobik lainnya, latihan interval intensitas

tinggi ini meningkatkan fungsi sel otot, membakar lemak dan

meningkatkan kapasistas paru. Latihan interval intensitas tinggi selama

30 menit sama dengan 90 menit latihan intensitas rendah. Sehingga

latihan interval intensitas tinggi membutuhkan waktu yang lebih

singkat untuk mencapai manfaat kebugaran (Hoeger, 2014).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dimuat

dalam jurnal American College of Sports Medicine yang menyatakan

bahwa lebih banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan

latihan interval intensitas tinggi dari pada latihan noninterval.

64

Kecepatan Metabolic rate meningkat untuk 90 menit sampai dengan

24 jam setelah sesi latihan interval intensitas tinggi. Peningkatan

metabolisme dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan

cepat. Latihan intensitas tinggi (misalnya sprint) memacu kerja jantung

dengan lebih keras sehingga konsumsi oksigen pun meningkat yang

berarti metabolisme tubuh juga meningkat sehingga makin banyak

lemak yang dipakai untuk pembakaran. Selain metabolisme pada saat

kita melakukan latihan yang meningkat, metabolisme pada saat kita

beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting

Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme pada saat kita

beristirahat selama 24 jam setelah melakukan latihan interval intensitas

tinggi (Kafiz, 2014).

65

5.5 Kelemahan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih

mempunyai kelemahan, diantaranya adalah:

1. Tidak dapat memantau secara efektif terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi kebugaran yaitu aktivitas fisik subjek penelitian yang tidak

sama, pola tidur subjek penelitian yang tidak sama, dan status gizi sampel

yang menjadi subjek penelitian yang sulit dipantau melalui pola makan,

porsi makanan dan nutrisi yag dikonsumsi sehingga dapat mempengaruhi

satus gizi subjek

2. Pengaruh cuaca dan suhu lingkungan outdoor yang tidak dapat diprediksi

sehingga frekuensi latihan dapat berubah menyesuaikan dengan cuaca.

3. Pengukuran denyut nadi sampel tidak menggunakan alat yang lebih

objektif dan dilakukan sendiri oleh sampel dengan instruksi batas waktu

saat mulai dan berakhir pada 30 detik sehingga dapat mengganggu

pengkuran dimulainya denyut nadi pada denyutan pertama.

66

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Pelatihan interval intesitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik

dari pada senam aerobic high impact.

6.2 Saran

Berdasarkan kelemahan penelitian yang telah dilakukan, peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi referensi untuk melakukan

penelitian dengan metode yang sama di dalam ruangan dengan suhu yang

dapat disesuaikan.

2. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat meminimalisir terjadinya faktor-faktor

yang menganggu efektifitas metode yang diberikan yaitu memantau

aktvitas fisik sampel, status gizi sampel serta pola tidur sampel serta

menggunakan alat ukur yang leebih objektif bagi peengukuran denyut

nadi..

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi referefnsi dan rujukan bagi intitusi

pendidikan Prodi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab dalam

melaksanakan menjaga kebugaran fisik mahasiswa dan civitas akademika.

66

67

DAFTAR PUSTAKA

Adiatmika, I.P.G. 2002. Asupan Tambahan Magnesium Oral Fisiologis sebagai

Salah Satu Usaha Meningkatkan Daya Tahan Umum Pelari 5000 meter

Siswa Militer SPK KESDAM IX/Udayana Denpasar. Universitas Udayana

Denpasar.

Alex, S., Subiono, H.S., and Sutardji. 2012. Pengaruh Senam Aerobik Low

Impact dan High Impact terhadap Kesegaran Jasmani. Journal of Sport

Sciences and Fitness. Volume: 1.

Barlett, A. 2013. Interval Training. Available on:

http://www.annabartlettfitness.com/portfolio-inner-5.html

Budiarto, E. 2004. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC.

Doust, J and Jones A. 2006. Improving Your Vo2 Max and Factor Affecting Your

Vo2 Max. Availabe on:

http://www.sportslimit.com/exercise/vo2max_normality/html

Fatmah and Ruhayati. 2011. Gizi, Kebugaran dan Olahraga. Bandung: Lubuk

Agung.

Greenberg, J.S., Dintiman, G,B., Oakes, B.M. 2004. Physical Fitness and

Wellness: Changing the Way You Look, Feel and Perform. Human

Kinetics.

Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Hasanah, U. 2012. Laporan Percobaan Harvard. Available on:

http://keperawataninfo.blogspot.com/2012/05/laporan-percobaan-

harvard.html

Hayes, P.C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC.

Hoeger, W.W.K and Hoeger, S.A. 2014. Lifetime Physical Fitness and Wellness:

A Personalized Programe 13th

Edition. Paper Back Cengage Learning.

Housman, J and Odum, M. 2015. Alters and Schiff Essential Concepts for Healthy

Living 7th

Edition. Burlington: Jones & Bartlett Learning.

67

68

IFI. 2014. Ikatan Fisioterapi Indonesia Standar Kompetensi Fisioterapis

Indonesia. Jakarta.

Ikrami, U. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani.

Available on: http://ulfahikrami.blogspot.com/2013/11/faktor-faktor-yang-

mempengaruhi.html

Jardins, T.D. 2002. Cardiopulmonary Anatomy and Physiology Essentials for

Respiratory Care 4th

Edition. USA: Thomson Learning

Kafiz, L. 2014. American College of Sport Medicine. Available on:

www.acsm.org

Kenney, W.L., Wilmore, J.H and Costill, D.L. 2012. Physiology of Sport and

Exercise Fifth Edition. Human Kinetics Publishers.

Kolt, G.S. 2007. Physical Therapies in Sport and Exercise 2nd Edition. Churcill

Livingstone.

Mahler, D.A. 2003. American College of Sport Medicine, Panduan Uji Latihan

Jasmani dan Peresepannya. Jakarta: EGC

Mukti, A.F. 2014 Profil Kebugaran Jasmani Dilihat dari Indeks Massa Tubuh di

SMA Negeri 9 Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Nala, I.G.N. 2002. Kebudayaan Kesehatan. Denpasar: Program Doktor Ilmu

Kedokteran Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Oiliveira, M., Leggate, M and Lesson, M. 2013. Effect of Two Weeks of High

Intensity Interval Training (HIIT) on Monocyte TLR2 and TLR4

Expression in High Sedentary Men. International Journal of Exercise

Science. Available on: http://www.intjexersci.com

Permaesih, D., Rosmalina, Y., Moeloek, D and Herman, S. 2001. Cara Praktis

Pendugaan Tingkat Kesegaran Jasmani. Buletin Penelitian Kesehatan.

April 2001.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. Cichestes. John Wiley

& Sons.

Purnawati, S and Wulandari, P.A. 2013. Perbandingan Daya Tahan

Kardiorespirasi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Angkatan 2013 dengan Mahasiswa D1

69

Bea Cukai Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Denpasar Angkatan

2013.Available on: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8838.

Purwanto. 2011. Dampak Senam Aerobik terhadap Daya Tahan Tubuh dan

Penyakit. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Volume 1. Edisi1.

Juli 2011.

Putra, R.S. 2011. Tips Sehat dengan Pola Tidur Tepat dan Cerdas. Yogyakarta:

Buku Biru.

Rusip, G. 2006. A Comparative Study on The Physical Fitness Level Using The

Harvard, Sharkey, and Kash Step Test. Majalah Kedokteran Nusantara

Volume 39, No. 3. September 2006.

Sarwono. 2008. Kebugaran Jasmani Mahasiswa Hubungannya dengan Indeks

Massa Tubuh dan Kadar Haemoglobin. Program Pendidikan POK

Universitas Sebelas Maret.

Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Smith, M.M., Sommer, A.J., Starkoff, B.E and Devor, S.T. 2013. Crossfit-based

High Intensity Power Training Improves Maximal Aerobic Fitness and

Body Composition. Colombus-Ohio: The Ohio State University,

Departement of Human Sciences.

Yudha, M. 2011. Fitness. Jakarta: Niaga Swadaya.

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

PERSETUJUAN TINDAKAN

(INFORMED CONSENT)

MENGIKUTI PROGRAM PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini mewakili 39 orang anggota kelompok:

Bersedia menjadi sampel untuk penelitian yang berjudul “Pelatihan Interval Intensitas

Tinggi Lebih Meningkatkan Kebugaran Fisik daripada Senam Aerobik High Impact pada

Mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab”.

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang maksud atau tujuan penelitain, cara

melakukan dan konsekuensinya, demi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pemeliharaan kesehatan

saya dan bagi kemajuan upaya pelayanan, dengan ini saya menyatakan:

1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, prosedur penelitian dan segala

konsekuensinya.

2. Bersedia menyampaikan informasi dengan sejujur-jujurnya tentang segala hal yang

berkaitan dengan data diri saya.

3. Bersedia mengikuti dan melaksanakan petunjuk serta program penelitian yang diberikan

secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab secara rutin.

4. Bersedia menghubungi peneliti bila ada hal-hal yang tidak dipahami maupun melaporkan

hal-hal yang berkembang saat penelitian.

5. Bersedia sewaktu-waktu dihubungi atau dikunjungi oleh peneliti guna peenyempurnaan

penelitian ini.

6. Tidak membebani peneliti berkaitan dengan biaya pengobatan, tindakan atas permasalahan

yang saya derita dalam penyelenggaraan penelitian ini akibat kelalaian saya.

7. Bersedia mengikuti penelitian ini secara tidak terpaksa dan hingga penelitian ini selesai.

Pekanbaru,…………..2015 Sampel Penelitian

Peneliti

(AYU PERMATA) (…………………...)

FORM PENGUKURAN KEBUGARAN

DENGAN HARVARD STEP TEST

Nama :

Jenis Kelamin : L / P

Usia :

Tinggi Badan :

Berat Badan :

Tanggal DN 1 DN2 DN3 Tingkat Kebugaran

Lampiran 2: Dokumentasi

Sampel sedang melaksanakan pemanasan statik Sampel sedang melaksanakan pemanasan dinamik

Sampel sedang melaksanakan pelatihan interval

intensitas tinggi (berlari 3 menit)

Sampel sedang melaksanakan pelatihan interval

intensitas tinggi (berjalan 3 menit)

Sampel sedang melaksanakan Harvard step test

sebelum pelatihan

Sampel sedang mengukur demyut nadi awal

untuk target latihan

Lokasi sanggar senam Ajna Sampel sedang melakukan senam aerobik high impact

Senam aerobik high impact dipandu oleh

instruktur senam

Pelaksanaan senam aerobik high impact

Sampel sedang melakukan Harvard step tes

setelah pelatihan

Sampel sedang menukur denyut nadi setelah

melakukan Harvard step test

Lampiran 3: Homogenitas Karakteristik Sampel

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Usia Kelompok 12 Based on Mean .530 1 76 .469

Based on Median .033 1 76 .857

Based on Median and with

adjusted df

.033 1 75.992 .857

Based on trimmed mean .464 1 76 .498

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Tinggi Badan Kelompok 12 Based on Mean 2.646 1 76 .108

Based on Median 1.445 1 76 .233

Based on Median and with

adjusted df

1.445 1 71.841 .233

Based on trimmed mean 2.080 1 76 .153

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Berat Badan Kelompok 12 Based on Mean .033 1 76 .857

Based on Median .102 1 76 .751

Based on Median and

with adjusted df

.102 1 70.521 .751

Based on trimmed mean .001 1 76 .978

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

BMI Kelompok 12 Based on Mean 3.975 1 76 .050

Based on Median 3.018 1 76 .086

Based on Median and with

adjusted df

3.018 1 64.220 .087

Based on trimmed mean 3.798 1 76 .055

Lampiran 4: Homogenitas Kebugaran Fisik

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Kebugaran

sebelum pelatihan

Based on Mean 4.158 1 76 .045

Based on Median 3.046 1 76 .085

Based on Median and with

adjusted df

3.046 1 75.998 .085

Based on trimmed mean 3.882 1 76 .052

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Kebugaran

sesudah pelatihan

Based on Mean .838 1 76 .363

Based on Median .885 1 76 .350

Based on Median and with

adjusted df

.885 1 67.688 .350

Based on trimmed mean .947 1 76 .333

Lampiran 5: Uji Beda Kebugaran Fisik Sebelum dan Sesudah Pelatihan Interval

Intensitas Tinggi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pre kelompok 1 41.36 39 7.642 1.224

Post kelompok 1 60.92 39 6.433 1.030

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pre kelompok 1 & Post kelompok 1 39 .108 .514

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Pre kelompok 1 -

Post kelompok 1

-19.564 9.445 1.512 -22.626 -16.503 -12.936 38 .000

Lampiran 6: Uji Beda Kebugaran Fisik Sebelum dan Sesudah Senam Aerobik High Impact

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pre kelompok 2 43.00 39 5.563 .891

Post kelompok 2 57.74 39 4.638 .743

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pre kelompok 2 & Post kelompok 2 39 .286 .078

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Pre kelompok 2 -

Post kelompok 2

-14.744 6.142 .983 -16.735 -12.753 -14.991 38 .000

Lampiran 7: Uji Beda Kebugaran Fisik Sebelum Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan

Senam Aerobik High Impact

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pre kelompok 1 dan 2 Kelompok 1 39 41.36 7.642 1.224

Kelompok 2 39 43.00 5.563 .891

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Pre

kelom

pok 1

dan 2

Equal variances

assumed

7.038 .010 -1.084 76 .282 -1.641 1.514 -4.656 1.373

Equal variances not

assumed

-1.084 69.446 .282 -1.641 1.514 -4.660 1.378

Lampiran 8: Uji Beda Kebugaran Fisik Sesudah Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan

Senam Aerobik High Impact

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Post kelompok 1 dan 2 Kelompok 1 39 60.92 6.433 1.030

Kelompok 2 39 57.74 4.638 .743

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Post

kelompok

1 dan 2

Equal variances

assumed

.838 .363 2.504 76 .014 3.179 1.270 .650 5.709

Equal variances not

assumed

2.504 69.099 .015 3.179 1.270 .646 5.713