Upload
vuongque
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELATIHAN ( Training)
Oleh : M. firdaus. U.Md. SKH. M.Pd
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah:
Didalam membangun kinerja manajemen terdapat aspek yang
sangat mendasar di dalam suatu kepemimpinan dimana coaching,
(pelatihan) adalah salah satu bagian yang sangat utama.
Pada saat ini pasar mienuntut keberadaan seorang pemimpin
menempatkan pembaharuan yang terfokus pada coaching.
Perubahan pelatihan (transformational coaching) adalah suatu
proses yang menyediakan kerangka kerja yang bermanfaat untuk
menuntun kinerja coacing dengan satu cara dimana komunikasi yang
14
terbuka dan membentuk kepercayaan dan juga menciptakan
kemitraan yang kuat untuk saling membantu dalam pembelajaran
(mutual learning) dan sebuah hubungan kerja (partnership) adalah
penemuan terbaik untuk langkah berikutnya.
B. Rumusan Masalah
Untuk menciptakan team kinerja yang efektif dan kuat kita
harus menempatkan aktivitas manajemen yang keras seperti
supervising, checking, monitoring, dan controlling dengan tingkah
laku yang baru seperti memberi pelatihan yang menjadi
permasalahannya adalah bagaiman menetapkan perubahan pelatihan
itu sendiri dan hubungannya pada kepemimpinan.
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah untuk
mendapatkan informasi bagaimana transformasi coaching dan
mengilustrasikan penerapannya untuk meningkatkan kinerja oleh
kedua belah pihak dan teams.
TRANSFORMASI COACHING DEFINED
(Penetapan perubahan Pelatihan)
1. Apa maksud dan Hubungannya Pada Kepemimpinan
Perubahan pelatihan adalah :
Proses komunikasi yang konprehensif dimana pelatih menyediakan
kinerja umpan balik pada orang yang dilatih. Topik meliputi
pekerjaan yang luas berhubungan dengan dimensi kinerja (personal,
interpersonal, atau teknis) yang mempengaruhi kesediaan dan
kemampuan yang dilatih untuk memberi kontribusi pada tuiuan
organisasi dan pribadi yang berarti.
Tujuan perubahan pelatihan adalah untuk menolong orang
meningkatkan keefektifannya. Pembina melakukan ini dengan
15
membawakan kinerja umpan balik dengan manusia dengan izin, dan
dengan suatu cara dimana yang dilatih merasa dibantu.
Proses ini disebut perubahan karena menciptakan persamaan
mutualisme mendukung kesetiakawanan antara orang yang melebihi
atasannya.
Selanjutnya proses itu disebut luas, kinerja manajement
sangat komprehensif meliputi seluruh lingkup dari perilaku
manajement yang tolong menolong diantara karyawan. Pelatih
menolong orang untuk mengklasifikasi dan menghubungkan kembali
pada tujuan, nilai, dan perasaan mereka. melatih bertindak sebagai
guide dengan tantangan dan orang-orang dalam. Pencapaian
sasaran kinerja, mereka.
2. Makna Perubahan (Transformasi)
Transfomasi adalah perubahan yang mengandung makna dimana
kepongpong berubah menjadi kupu-kupu atau bayi menjadi anak
yang kemudian menjadi dewasa, setelah lengkap keluar dari
tempatnya.
Proses merubah jalan atad cara dimana seseorang sebagai pelatih mulai
berpikir tentang peranan hal ini. la akan merubah tindakan hubungan
seseorang. Dengan pikiran yang berubah dan perilaku atas nama pelatih
dan hubungan pekerjaan yang berubah membangun kepercayaan dan
penghargaan yang mutualistik.
Kata transformasi menggambarkan suatu proses yang banyak
manfaatnya. la menunjukkan tanda penabahan, mendorong pelatih dan
yang dilatih untuk saling terkait secara penuh baik secara pribadi dan
manajemen profesional untuk mendukung tujuan dan sasaran yang
ditetapkan.
16
Dalam pelatihan transformasi kita belajar mengamati factor
keherhasilan bisnis secara berkala lebih luas, dibanding hanya berfokus
pada hasil finansial semata-mata. Pelatihan transformasi menghargai,
dan mengembangkan orang dan prosesnya dimana mereka mencapai
hasil mereka.
3. Pelatihan Transformasi Dan Peran Kepemimpinana Yang Lain,
Pelatihan transformasi dan kepemimpinan adalah suatu lingkungan yang
tidak dapat dipisahkan. Pelatih adalah salah satu kunci dan pemimpin
harus memainkannya. Kepemimpinan bukan hanya mengacu pada
beberapa orang yang ada dipuncak manajemen.
Definisi dari kepemimpinan secara luas adalah :
Pengarang kontraktif pada orang lain dalam mencapai tujuan dan
sasaran organisasi melalui pengarahan dukungan dan contoh yang positif
melalui model peran.
Inti sari dari perubahan dari manajer (orang ditingkat puncak
menampilkan peranan tradisional) ke leader (paradigma baru yang
berkembang). Model ini berkembang (oleh Peter Drucker) yang di kenal
sebagai kompetensi pokok manajemen (planning, organicing,
motivating, dan controlling) ditambah 5 peran lain yang berbentuk
kepemimpinan bisnis yaitu : Visionary, servant, coach, fasilitator dan
role model.
Visionary : adalah seorang pernimpin harus memiliki visi. Mereka
harus mempunyai pandangan jelas, cerdas, mendorong pandangan
orang-orang yang mereka pimpin dengan tujuan yang herarti. Seorang
harus terus menerus menghubungkan diri mereka ke visi bisnis.
17
Servant : memiliki kemampuan untuk melayani adalah fungsi yang
utama.
seorang pernimpin harus melihat sekelilingnya, mendengar, dan
menghargai keberhasilan orang-orang disekitarnya. Kesempatan untuk
melayani orang lain adalah merupakan hadiah bagi seorang pimpinan.
Coach : Seorang pemimpin dapat menambah wawasannya dengan men
jadi pelatih; sebab melatih adalah proses komunikasi yang berfokus
pada hubungan kinerja orang-orang.
Fasilisator : Fasititate berarti menyajikan agar jadi mudah.
Tujuannya adalah untuk menggambarkan orang-orang dengan ide-ide
mereka, dan hubungan mereka dengan orang lain kearah yang terhimpin
untuk mendapatkan hasil yang positif.
Role Model : Perasaan seorang pernimpin adalah model sikap mental
dan per-ilaku yang bernilai hagi sebuah organisasi. Untuk mcpjadi model
yang diikuti ( role model ) mereka menciptakan pemimpin mid-level
meliputi supervisor pertama, mempunyai kemampuan yang sama dengan
kegiatan mereka.
4. Training, Counseling, Confronting, Wentoring, dan Transformational
Coaching.
1. Training : adalah proses intstruksional dimana pengetahuan dan
keterampilan yang spesifik ke trainee.
2. Counseling : adalah membantu orang yang memiliki masalah pribadi
atau antar pribadi didalam atau diluar pekerjaan yang berpengaruh
pada kinerja mereka:
3. Confronting : adalah bagaimana kita berhubungan dengan prilaku-
prilaku yang negatif atau merusak atau kurang diterima oleh kinerja
pekerjaan.
4. Mentoring : adalah proses dimana manajer lebih matang dan
berpengalaman membagi kebijaksanaan dan pengalamannya dengan
karyawan yang lebih muda pada standar masing-masing.
18
Karena bagian dari masing-masing dari praktik ini dapat di pandang
sebagai expresi coaching yang spesifik, model transformasi coaching
yang anda lihat seharusnya menyediakan kerangka kerja yang lebih
dalam manfaatnya untuk mendukung pengembangan anda dalam area
yang berhubungan.
5. Karakteristik Proses Pembinaan Transformasi
1. Memiliki Data Base
Penting sekali bahwa proses coaching didasari pada fakta-fakta
obyektif meskipun tidak mungkin bagi seseorang untuk menyaring
semua evaluasi keputusannya yang bersifat subyektif adalah mutlak
perlu untuk mendasari suatu segi coaching pada suatu pemaparan
situasi seobyektif mungkin.
2. Pemusatan Kinerja
Adulah penting memusatkan perilaku dalam konteks pengaruh
mereka peroleh pada kinerja individu maupun organisasi. Organisasi
ada untuk menyediakan produk dan jasa bagi pelanggan mereka, jadi
mencapai tujuan yang paling bagus menjadi lebih komtleks dan sulit.
Kemampuan kita untuk mempertahankan pilillan pelanggan kita
dengan menyediakan produk dan pelayanan pada harga yang
kompetetif adalah apa yang proses ini difasilitasi.
3. Berfokus Pada Hubungan
Sebagaimana seseorang mungkin sudah tentukan kwalitas dari
hubungan pekerjaan orang membentuk konteks kesediaan dan
kemampuan mereka untuk bekerja bersama-sama secara efektif.
Keefektifan anda sebagai seorang coach secara langsung proposional
pada kwalitas dari hubungan anda dengan yang dilatih. Laporan,
kepercayaan, ijin adalah hal-hal penting dari efektifitas coaching.
4. Lebih Lambat, Bukan Lebih Cepat
19
Kebanyakan kita bekerja pada fase kelelahan. Proses perubahan
pelatihan (transformation coaching) bilamana digunakan secara
efektif orang-orang untuk bersikap hati-hati, mendengar lebih
banyak, belajar dan sikap reaktif menjadi berkurang, ini
membutuhkan lebih banyak kesadaran.
5. Membutuhkan Dialog
Transformation coaching bukan didasarkan pada pemberitahuan
asumsi yang ditiadakan. Namun sharing feed back, memberi
pertanyaan, mendengar untuk menjawab, membuat saran,
mtoipelajari pilihan adalah kunci
keterampilan transformation ini artinya perbedaan hubungan
pandangan adalah penting.
6. Membutuhkan Lebih Banyak Sentuhan Perasaan/Empati
Transformation coaching adalah suatu proses yang sangat pribadi dia
bisa saja tidak bermanfaat atau efektif kecuali jika coach bisa
mengembangkan suatu perasaan yang positif dengan yang dilatih.
Rasa kemanusiaan membuat kita berhubungan melalui perasaan.
7. Membutuhkan Rasa Kemanusiaan
Traciaformation coachino didasari pada dialog yang mutualistis
dengan intensi menghilangkan arogansi (kesombongan) dan
mcngadopsi dengan mutualistis antara kelompok. Pendekatan ini
akmo menimbulkan pendekatan pembelajaran antara keduanya baik
coach matipun yang coachee dalam suatu proses.
8. Membutuhkan Keseimbngan
Maksud dari transformation coaching adalah untuk meningkatkan
keseimbangan dalam pemikiran, bahasa, dan perilaku keduanya baik
coach dan coachee. Bertujuan dntuk menyeimbangkan antara kepala
dan hati, kinerja dan hubungan, apa yang diketahui dan apa yang
tidak diketahui, dan pikiran tubuh dan spirit. Akhirnya daerah
legitimasi dari transformasi coaching tidak hanya meliputi hasil yang
20
dapat diukur yang manajemen selalu fokuskan tapi juga daerah
subjektivitas dari prilaku sikap mental.
9. Membutuhkan Tanggung Jawab Pribadi / P .
Kadang-kadang orang perlu dorongan untuk menjadi bertanggung
jawab secara penuh untuk aspek dari perilaku mereka yang
mempengaruhi lainnya. Intensi dan tantangan mengarah kepada
tanggung jawab pribadi yang bergerak melalui transformasi
coaching dimana coach dan coachee memperoleh kesadaran
kepemilikan pada pikiran, perasaan dan aksi mereka juga pengaruh
yang akan mereka peroleh.
TANGGAPAN TERHADAP KEBUTUHAN PELATIHAN MIKRO
Kebutuhan Pelatihan Karyawan Secara Individu (micro training need)
kebutuhan pelatihan mikro adalah suatu pelatihan yang berorientasi pada
ketuhan latihan karyawan secara individu. Hal ini perlu karena masing-masing
karyawan memiliki kemampuan dan rencana karir yang berbeda- beda.
Kebutuhan pelatihan secara individu adalah pentina karena penilaian
kinerjanya, pusat penilaian, dan perencanaan karir memeberikan atau tentang
kebutuhan pelatihan individual. Pakar latihan dan pengembangan
menambahkan analisis keja normal ketika kebutuhan pelatihan individual
21
muncul. Kebutuhan pelatihan individu sama pentingnya dengan kebutuhan
pelatihan kolektif (makro training need).
Sebagaimana disinggung didepan, bahwa kehidupan pelatihan individual
sangat penting untuk meningkatkan afesiensi dan hal ini merupakan investasi
dalam bidang sumberdaya manusia, yang nantinya akan diterapkan kembali
pada pekerjaannya shari- hari.
Penemuan Kebutuhan Mikro Training
Untuk menemukan kebutuhan training bagi karyawan secara individu dapat
dilakukandngan dua cara. Pertama, solusi dari dalam organisasi itu sendiri
dengan melakukan seragkaian kegiatan untuk meningkatkan produktivitas dan
kinerja karyawan nya. Karena organisasi mampu melakukannya. Langkah-
langkah yang dapat dilakukan dalam organisasi itu adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji prgram yang ada.
a. memprsiapkan program yang ada
b. mendaftarakan peserta pelatihan
c. melaksanakan pelatihan
d. mengevaluasi keahlian baru yang dapar oleh peserta pada saat pelatihan
dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Progran Studi Sendiri
Program ini disesuiakan dengan kebutuhan masing-masing karayawan.
Studi sendiri biasanya menggunakan manual-manual atau modul-modul
tertulis dan kaset-kaset rekaman. Berguna bila para karyawan tersebar
22
secara gegrafis atau bila proses belajar hanya memeralukan sedikit
interaksi.
3. Disiplin
Disiplin pribadi merupakan cara efektif untuk mengatasi maslah kineraja
mikro mendisiplinkan prinadi adalah pekerjaan yang tidak mudah. Oleh
karena itu organisasi prlu secara pelan-pelan dan bertahap mendisiplinkan
karyawannya.
4. Coaching
coaching adalah penbinaan dari atasan dan karyawan dalam
melaksanakan kerja rutin mereka. Hubungan atasan dan karyawan ebagai
bawahan serupa dengan hubungan antara dosen dan mahasisiwa. Coaching
berfungsi sangat penting untuk memecahkan masalah mikro training.
Ada beberapa kelebihabihan coacing, antaralain:
1. dapat dilakukan secara individual
2. komunikasi satu- satu yang akra dapat memberikan feedback yang
dinamis
3. manajer atu pembina dapat belajar banyak dari karyawan yang dibina.
Selanjutnya solusi luar organisasi terhadap micro training need. Apabila
dalam suatu organisasi tidak terdapat training yang baik, maka organisasi
tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawannya dengan langkah- langkah
sebagai berikut:
23
1. mencari sumber training seperti: seminar, workshop, program
universitas, dan konfrensi.
2. menetukan tujuan pelatihan
3. menentukan mekanisme umpan baik
4. melaksanakan pelatihan
5. mengaplikasikan keterampilan yang telah didapat
6. evaluasi program
Sasaran Latihan dan Pengembangan
Setelah evaluasi keutuhan- kebutuhan latihan dilakukan, maka sasaran-
sasaran dinyatakan dan ditetapkan. Sasaran- sasaran ini mencrminkan perilaku
dan kondisi yang diingankan, dan berfungsi sebagai standar dengan mana
prestasikeja individual dan efektifitas program.
Isi program mikro trainig ditentukan oleh indentifikasi kebutuhan-
kebutuhan dan saran- saran latihan. Program mungkin berupaya untuk
mengajarkan berbagai keterampilan tertentu, menyampaikan pengetahuan
yang dibutuhkan atau mengubah sikap. Adpun isinya, program hendaknya
memenuhi keutuhan organisasi dan peserta. Para peserta latihan mikro perlu
meninjau isi program, pakah relevan dengan kebuthan, atau motifasi mereka.
Sistem Kendali Dalam Mengatasi Kebutuhan Mikro Training
Kebutuhan mikro training dari semua bagian dan semua tingkat dalam suatu
organisasi adlah sangat penting sehingga sangat penting sering menghabiskan
biaya yan cukup tinggi. Sistim kendali yang dimaksud dalam konteks ini
adalah:
24
1. meningkatkan kemungkinan mmilih solusi yang efektif dan cocok dengan
keutuhan mikro training
2. menyediakan bank data untuk memenuhi kebutuhan mikro training
3. membentuk bank dat tentang kualitas produk
4. menjaga keunggulan semua peserta pelatihan dalam mencapai tujuan
5. memuat pernyataan terhadap seluruh bagian organisasi bahwa training
adalah suatu infestasi
6. menyediakan data untuk mengetahui jumlah dan yang dibutuhkan untuk
pelatihan, pendidikan dan pengembangan.
Selain itu, keterlibatan departemen latihan dan pengembangan sangatlah
penting dalam mengatasi masalah kebutuhan mikro training, sehingga
pelajaran dan keterampilan yang diperoleh akan sangat berguna bagi
organisasi, dan nantinya karyawan peserta taining akan dapat menyumbang
dalam peningkatan evektivitas dan produktivitas perusahaan.
KONSEP PELATIHAN
1. Batasan Pelatihan
Pelatihan ( training ) sebagai salah satu media tempat para
pengelola lembaga pendidikan untuk memperkaya pengetahuan dan
keterampilan guna menjalankan tugas dan fungsinya amat penting
keberadaannya karena dengan mengikuti pelatihan para pengelola
lembaga pendidikan dapat meningkatkan, melengkapi pengetahuan
25
(knowledge) dan keterampilan (skill) meraka yang selanjutnya digunakan
untuk melaksanakan tugas secara langsung di lembaga yang dipimpin.
Laird ( 1983 : 9 ) mengangkat pendapat Dr. Leonard Nadler
yang menjelaskan tentang training. Nadler menyatakan bahwa “ Training
is those activities which are designed to improve human perfomance on
the job the employe is presently doing or is being hired to do”. Dapat
dijelaskan bahwa menurut Nadler, pelatihan adalah aktivitas-aktivitas
yang dirancang untuk memperbaiki kinerja karyawan dalam pekerjaan
yang sedang dilakukannya atau karyawan yang disewa untuk mengerjakan
pekerjaan itu.
Sedangkan Laired ( 1983 : 9 ) menyatakan “ And training is a
remedy for people who do not know how - not for people who do know
how but for some reason or another are no longer doing it”.Disini Laird
menegaskan untuk siapa sesungguhnya pelatihan tersebut ialah untuk
perbaikan bagi orang-orang yang belum tahu bagaimana mengerjakan
tugas, bukan untuk orang-orang yang tahu yang karena beberapa sebab
tidak lagi mengerjakannya pekerjaan itu lagi.
Begitu pula dengan pernyataan Rothwell dan Kazanas
(1989:397) yang mengangkat pendapat Dr.Leonard Nadler yang
menyatakan “ Training is defined as learning related to the present
job”. Pada pendapat ini Nadler mendefinisikan pelatihan sebagai
pembelajaran yang dikaitkan dengan pekerjaan sekarang ini.
26
Rothwell dan Kazanas (1989:397) menambahkan “A training
narrows the gaps between what individuals know or can do and what
they should know or do”. Ditambahkan oleh kedua ahli tersebut bahwa
pelatihan mempersempit kesenjangan antara apa yang diketahui atau
dapat dikerjakan oleh individu-individu dengan apa yang seharusnya
mereka ketahui atau yang dapat mereka kerjakan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa
pelatihan merupakan kegiatan dalam bentuk belajar dengan memberikan
dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan
kinerja guna mencapai tujuan. Artinya pelatihan yang diberikan kepada
para pimpinan lembaga pendidikan seperti kepada kepala madrasah
berarti bahwa pelatihan merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para kepala madrasah dalam mengelola
madrasahnya.
Henry (1999:396) membagi pelatihan itu menjadi dua macam
yaitu On the job training dan Off the job training. Dinyatakannya On the
job training meliputi semua upaya melatih karyawan di tempat kerja
sesungguhnya, sedangkan untuk Off the job training menyatakan
dilaksanakan pada lokasi terpisah.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa setiap program pelatihan yang
dipilih selanjutnya haruslah memenuhi kebutuhan – kebutuhan
organisasional, pekerjaan atau pribadi. Program tersebut kemungkinan
27
besar mensosialisasikan karyawan agar berperilaku dalam cara-cara
tertentu dalam pekerjaan.
Dapat dikedepankan bahwa untuk melatih para kepala
Madrasah Tsanawiyah seyogyanya melalui pelatihan yang partisipatif
karena para kepala madarsah adalah karyawan yang sudah tahu seluk
beluk madrasah. Pelatihan diperlukan untuk melengkapi mereka dalam
melaksanakan tugas agar lebih efektiif. Hal ini sesuai dengan penjelasan
dalam DFID (2000 : 3 ) :
Pendekatan yang dianut dalam pelatihan ataupun lokakarya adalah melalui pendekatan pendidikan orang dewasa ( Andragogy ) melalui proses, belajar berdasarkan Pengalaman ( Experiential learning cycle ) dan belajar sambil bekerja ( Learning by doing ). Hal ini disebabkan karena pada umumnya peserta pelatihan atau lokakarya adalah aparat lembaga yang nota bene adalah orang dewasa yang telah mempunyai pengalaman dan mengalami sendiri manis – pahit – asinnya.
Dari batasan di atas dapat dijelasnkab bahwa kegiatan
pelatihan sesungguhnya dapat dilakukan di dalam lembaga tempat
karyawan bekerja dan dapat di luar lembaga tempat karyawan bekerja.
Selain itu kegiatan pelatihan sebaiknya dilakukan dengan pendekatan
partisipatif yang berarti bahwa peserta pelatihan adalah orang-orang
yang memang mengetahui keberadaan lembaga tempatnya bekerja.
Dengan demikian antara materi pelatihan dengan kebutuhan materi para
peserta pelatihan memiliki relevansi yang tepat.
28
Dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah aktivitas
pembekalan yang dirancang untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan guna meningkatkan kinerja atau kemampuan dalam
menjalankan tugasnya mengelola lembaga pendidikan dalam mencapai
tujuan secara efektif. Kegiatan pelatihan dapat dilaksanakan di luar
lembaga yang di kelola dan dapat juga dilaksanakan di dalam lembaga
yang dipimpin dengan menerapkan sistem pelatihan sambil bekerja.
Melengkapi pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa proses
pelatihan yang dilakukan secara langsung sesuai dengan teori manajemen
secara umum yang meliputi masuk (input), proses (process), keluaran
(output) dan hasil (outcome). Komponen-komponen tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 14
Siklus Manajemen Masukan – Keluaran
( Sumber : Gibson, dkk, 1987 : 43)
Dari gambar di atas dapat dikemukakan bahwa siklus masukan
dan keluaran dalam suatu manajemen organisasi atau suatu kegiatan
dimulai dari adanya masukan yang selanjutnya diproses sehingga
menghasilkan keluaran dan mendtangkan hasil, demikian seterusnya dari
Masukan
(input)
Proses
(process)
Keluaran
(output)
Hasil
(outcome)
29
hasil yang ada menjadi masukan yang diproses lagi sampai memiliki
keluaran yang jelas dan menunjukkanhasil.
Dalam suatu pelatihan seperti pelatihan manajemen kepala
madrasah, maka siklus di atas ditunjukkan dengan adanya masukan yang
dapat berupa komponen manusia yang butuh pelatihan, teknologi yang
digunakan dalam melatih, materi yang diberikan serta waktu yang
disediakan untuk melakukan kegiatan pelatihan. Selanjutnya komponen
input tersebut diproses melalui pelatihan (training) dalam waktu
tertentu. Dari proses inilah diharapkan ada keluaran (output) dan hasil
(outcome) baik berupa perencanaan pelaksanaan, motivasi, dan
pengendalian atas pelatihan manajemen kepala madrasah yang
dilakukan.
2. Evaluasi Pelatihan
Keberhasilan pelatihan tentu harus dinilai apakah pelatihan itu
efektif atau tidak efektif. Henry. (1999 : 405 ) menyatakan
Pelatihan mestilah dievaluasi secara sistematis mendokumentasikan hasil-hasil pelatihan dari segi
30
bagaimana sesungguhnya trainer berprilaku kembali pada pekerjaan mereka dan relevansi perilaku trainer pada tujuan lembaga. Dalam rangka menilai manfaat atau kegunaan program pelatihan lembaga mencoba menjawab beberapa pertanyaan a) apakah terjadi perubahan, b) apakah perubahan terjadi oleh pelatihan, c) apakah perubahan secara positif berkaitan dengan pencapaian tujuan –tujuan organisasional, d) apakah perubahan yang serupa terjadi pada partisipan yang baru dalam program pelatihan yang sama.
Pendapat di atas sesungguhnya mengdepankan bahwa setiap
pelatihan yang dilakukan hendaknya ada tindak lanjut dalam kegiatan evaluasi untuk mengetahui perubahan yang ditimbulkan dari hasil pelatihan terutama perubahan yang terjadi di tempat kerja para peserta pelatihan.
Laird (1983 : 254 ) mengutip pendapat Warren yang menyatakan Evaluation is double problem. Training must be measured both in terms of training action itself and in terms of behavior outside the training situation. Artinya Warren mengangap evaluasi pelatihan adalah problema ganda. Pelatihan adalah harus dinilai baik dari pelatihan itu sendiri maupun perilaku di luar situasi pelatihan itu. Laird (1983 : 254 ) juga mengutip pendapat Kirkpatric yang menyatakan The most common reason for evaluation is to determine the effectiveness so future programe can be improved. Dikatakannya bahwa penyebab yang paling banyak untuk pengevaluasian adalah menentukan efektivitas oleh karena itu program ke depan dapat diperbaiki.
Dengan kata lain dapat dikemukakan penjelasan berdasarkan pendapat di atas bahwa kegiatan mengevaluasi hasil pelatihan dilakukan untuk mengetahui keefetifan dari pelatihan yang telah dilaksanakan sehingga dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan pelatihan selanjutnya.
Sementara itu Henry (1999: 407 ) menjelaskan secara detail tentang 4 (empat ) tingkat evaluasi pelatihan sebagai berikut :
Tingkat Pertanyaaan – pertanyaan Ukuran-ukuran Yang diajukan Hasil - hasil Apakah Kecelakaan kerja Organisasi Mutu produk atau unitnya Produktivitas
31
lebih baik Perputaran karena pelatihan? karyawan
Moral kerja Biaya-biaya
Keuntungan Perilaku Apakah para peserta bersikap Penilaian
kinerja berbeda pada pekerjaan penyelia, kerabat
setelah pelatihan? Apakah mereka kerja pelanggan,
memakai keahlian- keahlian dan dann bawahan
pengetahuan yang mereka pelajari dalam pelatihan Belajar Sejauh mana para peserta memiliki Tes tertulis pengetahuan yang lebih banyak setelah Tes kinerja program pelatihan dibandingkan sebelumnya?
Reaksi Apakah para peserta menyukai program pelatihan, dan Kuesioner
fasilitas pelatihannya? Apakah mereka menganggap bahwa pelatihan tersebut berfaedah bagi mereka? Apakah mereka dapat mengajurkan perbaikan?
Gambar 15
Tingkat Evaluasi Pelatihan
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa evaluasi
merupakan tahap yang sangat penting dalam pelatihan, baik bagi
peserta maupun bagi fasilitator dan lembaga. Evaluasi memberikan
kesempatan kepada peserta untuk melihat kembali atau refleksi
32
hasil pembelajaran mereka dalam pelatihan yang telah diikuti.
Melalui evaluasi peserta diberikan kesempatan untuk memikirkan
bagaimana pelatihan ini berguna bagi mereka, bagaimana proses
pelatihan diperbaiki supaya lebih berguna dan apakah muncul
kebutuhan pelatihan yang baru dari pelatihan ini. Dengan demikian
evaluasi meningkatkan rasa pemilikan peserta terhadap pelatihan.
Disamping itu evaluasi memberikan informasi tentang isi pelatihan,
pengaturan ( tempat, konsumsi ) serta apa yang perlu diperbaiki.
Untuk fasilitator sendiri, evaluasi sangatlah penting untuk
menerima umpan balik terhadap keterampilan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
kegiatan evaluasi atas pelaksanaan pelatihan memberikan manfaat
bagi peserta pelatihanuntuk merefleksi kembali hasil pembelajaran
yang mereka peroleh untuk dilaksanakan di lembaga tempat
mereka bekerja. Sedangkan bagi fasilitator kegiatan evaluasi
diperlukan untuk merancang program dan materi pada kegiatan
pelatihan yang akan dilaksanakan selanjutnya.
Untuk melakukan kegiatan penilaian terhadap hasil keghiatan
pelatihan yang dilakukan maka perlu dipertimbangkan beberapa
langkah dengan menggunakan pendekatan sebagaimana tergambar
berikut ini :
33
Tidak
Akankah kita mengevaluasi
Ya
Tentukan kebutuhan dan implementasi program
Tidak
Akankah kita mengevaluasi semua program dalam kriteria
Ya
34
yang sama Pilih kriteria atau
kriteria yang cocok pada program tertentu
Buat aturan atas dasar evaluasi seperti : 1. kontribusi pada
tujuan organisasi, dan atau
2. pencapaian tujuan pembelajaran, dan atau
3. persepsi
Tentukan indikator-indikatornya
Disain data dari
sekumpulan mekanisme dan
bentuk umpan balik untuk lulusan
Buat program
Kumpulkan data
Analisa data
Mengevaluasi program
Mengubah program
sebagai indikasi evaluasi
Gambar 16
Langkah-langkah Evaluasi Pelatihan Gambar di atas menjelaskan langkah-langkah yang sistematis dalam
melakukan evaluasi pelatihan. Apabila kegiatan evaluasi dilakukan maka
harus ditentukan batasan apakah semua program dievaluasi dengan
35
kriteria yang sama serta dibuatkan aturan dasar dalam mengevaluasi,
seperti kontribusi pada tujuan organisasi, pencapaian tujuan
pembelajaran serta persepsi dari peserta pelatihan.
Sedangkan bila tindakan evaluasi tidak perlu dilaksanakan makan
langkah selanjutnya adalah menentukan kebutuhan dan implementasi
program dan memeilih kriteria yang cocok pada program tertentu.
Apabila dilakukan evaluasi atau tidak dilakukan evaluasi langkah
selanjutnya adalah menentukan indikator, mendesain data dari
sekumpulan mekanisme dan betuk umpan balik, kemudian membuat
program dan mengumpulkan data yang selanjutnya dianalisis. Hasil
analisis dievaluasi guna menentukan perubahan program sehingga sesuai
dengan indikator yang ditetapkan dari evaluasi.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kegiatan pelatihan dan kegiatan
evaluasi merupakan kegiatan berangkai secara sistematis dan
berkesinambungan sebagaimana yang dijelaskan dalam teori
transformatinal coaching bahwa kegiatan dasar atau pondasi
dikembangkan melalui pembelajaran yang sungguh-sungguh seperti
melalui pelatihan untuk selanjutnya dilakukan evaluasi dalam bentuk
memacu tindakan. Komponen dasar, pembelajaran yang serius serta
kegiatan memacu tindakan memiliki sub komponen tersendiri
sebagaimana tertuang dalam gambar berikut :
Offer Support Clarify Action Commitment & Follow-up Plan
36
Require Changes in Performance Levels ( Clarify Consequences) Request Specific Changes Be Present,
Permission, Solicit and Suggest Options State
purpose & Positive
Intention
Prepare Observe Share
Set GRRATE Perception Expectations of
Performance Behavior &
Connect Relationships
Ask Learning Questions to
Explore Beliefs
Respectfully & Reflectively Listen
Gambar 17 Siklus hubungan Foundation, Learning Loop dan Forwarding-the-Action
(Sumber : Crane dan Patrick, 2002 : 84)
Pada langkah awal yaitu pada bagian pondasi atau dasar dimulai
dari menjalin hubungan, pengharapan, pengamatan dan mempersiapkan
kegiatan pelatihan.
Siklus selanjutnya adalah melakukan kegiatan belajar secara
sungguh-sungguh dalam pelatihan dengan memperhatikan beberapa
aspek yaitu pertama aspek kehadiran, tujuan dan keinginan yang positif,
aspek kedua penyaringan persepsi, penampilan tingkah laku dan
hubungan, aspek ketiga meminta pertanyaan pemblajaran untuk mencari
37
kepercayaan atau mengukur ketercapaian, serta aspek kekempat
menghargai dan mendengarkan secara seksama.
Kelanjutan dari siklus learning loop yang dilakukan dalam sebuah
pelatihan adalah forwarding yaitu fase dimana coach akan mengalami
penambahan fokus, energi dan kesabaran seperti dijelaskan Crane dan
Patrick (2002 : 83) berikut :
Forwarding –the- Action is the phase in wich the coach adds more focus, energy, and passion. Regard of your coacheer’s level of performance, you will accomplish the intent of this phase in using either steps one, two, or three, and closing the conversation with steps four and five. One : Solicit and suggest options, two :Regquest specific changes, three : Require Changes in performance levels and clarify consequences, four : Clarity the action commitmen and follow-up plan, five : Offer support.
Dari kutipan di atas, Crane dan Patrick menambahkan bahwa
pada fase kegiatan memacu tindakan dilakukan dengan memperhatikan
beberapa langkah yang pertama memberikan solusi dan pilihan saran atas
pelaksanaan suatu kegiatan, kedua melakukan perubahan secara khusus,
ketiga melakukan perubahan pada tingkat penampilan atau menjelaskan
hasil, keempat menjelaskan komitmen tindakan dan tindak lanjut
perencanaan serta kelima menawarkan dukungan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan
seperti pelatihan sesungguhnya merupakan suatu siklus yang dimulai dari
kegiatan dasar yang dilakukan dengan menjalin hubungan atau
komunikasi, merumuskan pengharapan, melakukan pengamatan dan
38
mempersiapkan kegiatan pelatihan. Kegiatan selanjutnya kegiatan
belajar secara sungguh-sungguh atau melakukan pelatihan dengan
memperhatikan kehadiran, kondisi dan tujuan positif, melakukan
penyaringan persepsi, tingkah laku dan hubungan antar peserta
pelatihan, serta mengajukan pertanyaan pembelajaran untuk mengukur
ketercapaian tujuan dengan memberikan penghargaan dan mendengarkan
secara seksama hasil pelatihan.
Sebagai tindak lanjutnya adalah kegiatan pelatihan mendapatkan
tambahan tujuan atau fokus, tenaga atau energi dan kesabaran melalui
kegiatan memacu tindakan yang dilakukan dengan memperhatikan
pemberian memberikan solusi dan pilihan saran atas pelaksanaan suatu
kegiatan, melakukan perubahan secara khusus, melakukan perubahan
pada tingkat penampilan atau menjelaskan hasil, menjelaskan komitmen
tindakan dan tindak lanjut perencanaan serta menawarkan dukungan.
Dengan kata lain pada fase forwarding –the-action sebagai
kegiatan memancu tindakan dilakukan dengan memberikan saran dan
jalan keluar untuk melakukan pelatihan selanjutnya, melakukan
perubahan pada tingkat penampilan atau bentuk pelatihan serta
melakukan tindak lanjut dengan menawarkan dukungan atas perencanaan
kegiatan pelatihan selanjutnya. Demikian siklus tersebut secara
berkesinambungan terus bergulir kembali.
Dengan demikian fowarding the action berarti seorang coacher
menciptakan fokus yang jelas dan momentum terhadap keberhasilan
39
seorang coachi untuk menyeleksi metode yang paling efektif digunakan
sehingga merasa termotivasi dalam melakukan kegiatan terus menerus.
Dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen organisasi atau
manajemen suatu kegiatan, selain melaksanakan proses dari suatu
kegiatan dilakukan pula tindakan untuk mengetahui hasil kegiatan
tersebut dalam bentuk tindak lanjut. Misalnya kegiatan pelatihan kepala
madrasah perlu dilakukan tindakan untuk mengetahui perubahan hasil
pelatihan (coaching) sehingga diketahui tingkat keberhasilannya.
3. Manajemen Pelatihan Yang Efektif Dan Tidak Efektif
Suatu kegiatan pelatihan dapat berjalan dengan baik apabila
dikelola dengan profesional sehingga tidak hanya merupakan kegiatan
berkumpul mendengarkan materi pelatihan sesaat saja tanpa dibarengi
dengan pengukuran keberhasilan. Oleh karena keefektifan suatu kegiatan
pelatihan sangat dipenguhi oleh manajemen pelatihan itu sendiri.
Suyanto ( 1996 : 5 ) mengatakan ada 4 penyebab rendahnya
kualitas training yaitu training dilaksanakan dalam waktu yang sangat
singkat, training tidak menyiapkan knowledge dan atau skills yang sangat
dibutuhkan, training tidak memberikan kesempatan untuk
memperaktikkan apa yang dipelajari di pelatihan dan terlalu banyak
perbedaan antara apa yang diajarkan dengan apa yang sesungguhnya
dialami.
Sementara itu Henry (1999:384) menyebutkan ada beberapa
kendala transfer pelatihan yang dinyatakannya para pelatih dan manajer-
40
manajer pelatihan kerap diingatkan agar membuat pelatihan yang
„relevan‟ untuk digunakan oleh partisipan pada pekerjaannya.
Ditambahkan pula bahwa pelatihan yang relevan tidaklah selalu
menjamin transfer pelatihan karena kultur di pekerjaan itu sendiri bisa
tidak mendukung pelatihan yang dipelajari.
Menurut Lockwood ( 1994 : 96 ) tahapan pelaksanaan pelatihan
yang efisisen dan efektif pasti akan menghasilkan sesuatu yang
menguntungkan. Keadaan ini dapat diketahui bila :
1. Para peserta mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilannya
yang baru diperoleh secara langsung pada pekerjaannya segera
setelah program pelatihannya selesai.
2. Para manager pelatihan mempunyai wewenang yang memadai untuk
memastikan bahwa isi rencana yang diberikan oleh para pembuat
disain dapat dilaksanakan secara efektif.
3. Sumber-sumber keuangan yang memadai
4. Para pelatih dan staf penunjang tehnis cukup tersedia bila manager
membutuhkannya serta sama- sama berkompeten dan termotivasi.
Sedangkan yang tidak efektif ditandai oleh beberapa indikator
sebagai berikut :
1. Permintaan yang terus menerus menurun untuk mengikuti kursus –
kursus yang ditawarkan oleh manager pelatihan
2. Motivasi para peserta menurun dengan cepat.
41
3. Dalam waktu singkat, biaya pelatihan meningkat tidak sepadan bila
dibandingkan dengan biaya lembaga – lembaga pelatihan lainnya.
Dari uaraian di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan pelatihan
yang diselenggarakan perlu dilakukan evlauasi atau tindak lanjut untuk
mengetahui keefektifan pelaksanaan pelatihan tersebut. Dengan
diketahuinya ketercapaian atau keefektifan atas penyelenggaraan
pelatihan tersebut selanjutnya dapat diantisipasi penyebab kegagalan
pelatihan yang efektif dan pelatihan yang tidak efektif.
4. Hubungan Pelatihan dengan Kepemimpinan
Pelatihan transformasi dan kepemimpinan adalah suatu
lingkungan yang tidak dapat dipisahkan. Pelatihn adalah salah satu kunci
untuk meningkatkan kemampuan kempemimpinan. Sebab kepemimpinan
itu sendiri mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran
orgnisasi atau lembaga melalui kegiatan mengarhkan dukungan dan
memberikan contoh yang positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Crane
dan Patrick (2002 : 83) yang menyatakan A broader definition of
leadership is : The constructive influencing of others in the achievement
of organizational goals and objectives by providing direction, support,
and a positive example throgh role modeling. Dijelaskan oleh Crane dan
Patrick bahwa Definisi yang lebih luas dari kepemimpinan adalah sesuatu
yang sifatnya membangun yang dapat mempengaruhi orang lain dalam
hal tujuan. Memajukan organisasi dengan menyediakan petunjuk,
42
dorongan dan contoh yang positif melalui model atau tindakan. Lebih
lanjut dikemukaknnya :
In my work with leaders at all levels of organizations, I have synthesized a model that captures the essence of the transition from “manager” (the person at the top, performing the traditional role) to “leader” (an expansive, new-pardigm role). This model (described below) builds on what Peter Drucker has identified as core management competencies (planing, organizing, motivating, dan controlling) by adding five roles that from the essence of contemporary business leadership : visionary, servant, coach, facilitator, and role model.
Dari kutipan di atas Crane dan Patrick menjelaskan bahwa
dalam hubungannya dengan pekerjaan sebagai pemimpin pada semua
jenis tingkatan organisasi, sudah dilakukan sintesa terhadap sebuah
model yang bergeser dari “manager” (sesorang di puncak, menjalankan
peranan tradisional) ke “pemimpin” (sebuah perluasan dari peranan
paradigma baru). Model ini didasarkan atas apa yang Peter Drucker
identifikasi sebagai Core Management Competence. ( yang meliputi
perencanaan, organisasi, motivasi, dan pengontrolan) dengan menambah
peranan yang membentuk inti dari kepemimpinan sekarang adalah
seorang pemimpin memliki visi, kemampuan melayani, menjadi pelatih,
menjadi fasilitator dan model sikap mental.
Hubungan antara pelatihan dan kempemipinan serta komponen-
komponen lainnya tersebut digambarkan sebagi berikut :
43
Gambar 18 Transformatinal Coaching and Other Leadership Roles
(Sumber : Crane dan Patrick, 2002 : 33)
Berdasrkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa intisari pada
tTransformatinal Coaching and Other Leadership Roles adalah dari
manajer ke leader. Seorang manajer atau pengelola harus memliki
kompetensi manajemen yang meliputi kemampuan merencanakan,
mengorganisasikan, memotivasi dan mengontrol.
Sedangkan peran seorang leader atau seorang pemimpin memiliki
kompetensi kepemimpinan yaitu memiliki visi, kemampuan melayani,
kemampuan menjadi pelatih, menjadi fasilitator dan menjadi model atas
sikap mental. Masing-masing kompetensi kepemimpinan tersebut
dijelaskan secara singkat berikut :
44
Visionary adalah seorang pemimpin harus memiliki visi artinya
harus memiliki pandangan yang jelas cerdas, mendorong pandangan
orang-orang yang mereka pimpin dengan tujuan yang berarti.
Servant merupakan kemampuan untuk melayani orang-orang
yang dipimpinnya dengan melihat sekeliling, mendengar, dan
menghargai keberhasilan orang-orang di sekitarnya.
Coach adalah kemampuan pemimpin untuk dapat menambahkan
wawasannya sendiri maupun bawahnnya dengan menjadi pelatih, sebab
melatih adalah proses komunikasi yang berfokus pada hubungan kinerja
orang-orang di sekelilingnya.
Facilitator berarti kemampuan untuk menyajikan dengan
mudah. Tujuannya adalah untuk memebrikan gambaran kepada orang-
orang di sekitarnya tentang ide-ide, hubungan dengan orang lain ke arah
yang terpimpin untuk mendapatkan hasil yang positif.
Role model merupakan sikap mental dan perilaku yang bernilai
bagi sebuah organisasi. untuk menjadi model yang diikuti bawahan
sehingga harus mempunyai kemampuan yang sama dengan kegiatan
mereka di tempat kerja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
pelatihan dengan kepemimpinan adalah seorang pemimpin sekaligus
harus memiliki kemampuan menjadi pelatih (coach) yang diperoleh dari
kegiatan pelatihan yang pernah diikutinya. Dengan demikian seorang
manajer yang menjalankan fungsi-fungsi organisasi memiliki pergeseran
45
peran menjadi pemimpin dengan sejumlah kompetensi yang harus
dimiliknya seperti telah dijelaskan di atas.
Jadi seorang pemimpin yang terlatih harus mampu mewujudkan
hasil pelatihan yang telah diikutinya dengan mengaplikasikan secara
oparsional serta dapat melatihkannya kepada bawahan.di tempat kerja
mereka. Hal ini berarti bahwa setiap kegiatan pelatihan yang telah
diikuti seorang pemimpin harus ditindaklanjuti untuk mengetahui bentuk
apliasinya secara langsung di lapangan.
II. KESIMPULAN
Pelatihan transformasi dan kepemimpinan adalah suatu lingkungan yang
Daiam pelatihan transformasi kita belajar mengamati secara berkala
46
luas, dibanding hanya berfokus pada hasil finansial semata-mata.
Manajemen kinerja yang efektif selalu nuninjau kembali kemajuan,
menilai kelompok baik maupun secara kolektif yang berdasarkan standar
kinerja terbaik, mengidentifikasikan apa yang perlu yang
menghalanginya, melatih dan mengembangkan yang mengacu pada
tuntutan perubahan yang terus kembali target-target dan mengatur arus
informasi yang konstan.
Kebutuhan training yang dimiliki oleh stu karyawan adalah sama
pentingnya dengan training yang dibutuhkan oleh banyak karyawan. Oleh
karena itu, kebutuhan mikro training tidak bisa dievaluasi dengan alat yang
dipakai untuk mengevaluasi keutuhan makro training. Dengan kata lain,
keutuhan tersbut harus dievaluasi sesuai dengan profersinya. Disamping itu
mikro training need tidak bisa digabung kedalam makro training need.
Ruang lingkup training dan pengembangan adalah penilaian dan kerja,
rencana karir, keputusan penilaian dan keutuhan micro training
Pengendalian merupakan langkah yang penting untuk setiap program latihan
dan pengembangan, termasuk mikro training need. Sistim kendali tersebut
bertitik tolak pada keutuhan perkembangan sumber daya manusia.
PENUTUP
Buku-buku yng didayagunakan dalam menyusun makalah ini adalah :
47
1. approahes to training and development oleh Dugan Laird
2. manajemen personalia dan sumber daya manusia oleh T. Hani Handoko
3. manajemen modern oleh Prof.S.P.Siagian, M.PA
DAFTAR PUSTAKA
Cangeni, Joseph P. & Casimir J. Kowalski & Jeffry C. Claypool. 1984.
Participative Management. New York: Philosophical Library. Coombs and Hallak, 1987. Schhol-Site Management Applied. Lancaster-Basel:
Technomic Publishing CO.INC. Direktorat Dikmenum. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Hasibuan, Malaya S.P, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara,
Jakarta. Siagian, Sondang P. 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi.
Bumi Aksara, Jakarta. Suryadinata, Ermaya, 1997, Pemimpin dan Kepemimpinan Pendekatan Budaya,
Moral dan Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Thoha, Miftah, 1993, Kepemimpinan Dalam Manajemen, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Thoha, Miftah. 1999, Kepemimpinan Dalam Manajemen, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Wexley, Kenneth N. dan Cary A. Yuki, 1992, Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia, Rineka Cipta, Jakarta.
MAKALAH
48
THE HEART OF COACHING
MANAJEMEN PERSONALIA
OLEH : Kelompok
1. Muhammad Firdaus No, Presensi : 02
2. Wahab 16
3. Jailani 07
UNESA- MATARAM
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
2005