Upload
jodie-suwandi
View
30
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pelembab geriatri
Citation preview
Pelembab pada kulit usai lanjut
Pendahuluan
Pelembab adalah bahan yang dioleskan di kulit terdiri atas bahan ang bersifat oklusif,
humektan, emolien, dan protein rejuvenator dengan tujuan untuk menambah dan/atau
mempertahankan kandungan air dalam lapisan korneum, sehingga kulit akan terasa halus dan
lembut. Karena efeknya inilah maka pelembab merupakan salah satu produk perawatan kulit
yang paling banyak di pakai di masyarakat untuk mengatasi kulit kering.
Seperti diketahui, air merupakan komposisi penting untuk kehidupan sel dalam
interaksinya dengan lingkungan, sehingga epidermis terutama lapisan korneum sebagai sawar
utama selalu mengalami dinamika perubahan hidrasiuntuk menjaga kelenturannya. Di samping
itu adanya air akan mampu menjaga reaksi enzimatik untuk tetap bekerja sehingga maturasi
korneosit berjalan bersama dengan proses korneodosmolisis.
Kekeringan kulit merupakan manifestasi klinis utama adanya gangguan sawar epidermis.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keutuhan sawar kulit antara lain penyakit, usia, dan
lingkungan. Pada usia lanjut, gangguan sawar kulit disebabkan karena terjadi perubahan struktur
dan biokimiawi epidermis sehingga terjadi penurunan trans epidermal water loss (TEWL) dan
penurunan hidrasi kulit dibandingkan dengan kulit orang dewasa.
Struktur lapisan korneum pada usia lanjut
Struktur lapisan korneum seperti struktur tembok yang terdiri dari batu bata dan semen
sebagai satu kesatuan. Sebagai batu bata adalah keratinosit yang sudah mati(korneosit) yang
berisi matriks protein korneosit bersifat higroskopik disebut natural moisturizing factor (NMF)
dan sebagai semen adalah matriks ekstraselular berupa lipid bilayer. Kesatuan structural ini
tercermin dengan adalnya lapisan lipid berikatan kovalen dari korneosit yang menyatu dengan
lipid matriks ekstraselular sehingga ruang ekstraselular yang kaya lipid ini menjadi struktur yang
sangat penting dalam pengaturan hilangnya cairan. Pada kesatuan struktur ini juga dapat dilihat
adanya laktat dan urea yang berasal dari keringat, serta adanya komponen gula yang berasal dari
glucosylceramide.
NMF terdiri atas asam amino, urea, sitrat, garam, arginin, glutamine, dan histidin atau
turunannya seperti pyrrolidone carboxylic acid (PCA) dan urocanic acid (UC). PCA dan UC
berasal dari degradasi protein filagrin di lapisan korneum bagian bawah oleh protease sitosol
(Chatepsin). Aktivitas protease sitosol sangat dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan. Pada
lingkungan yang sangat lembab proteolisis akan terhambat. Penelitian pada lapisan korneum
yang diisolasi, menunjukan bahwa keseimbangan proteolisi terjadi pada derajat kelembaban 80-
95% dan protealisis akan terhenti apabila dilakukan oklusi total. Proses aklimatisasi ini akan
berlangsung dalam beberapa hari dan tidak dapat dipengaruhi oelh intervensi suatu prosedur
maupun bahan.
Komposisi kimiawi semacam ini menjadikan NMF sangat higroskopis sehingga mampu
menyimpan air yang cukup sehingga proses enzimatik dalam rangka maturasi dan keutuhan
fungsi lapisan korneum tetap dalam keadaan optimal.
Lipid matriks ekstraselular terdiri atas asam lemak, kolesterol, dan seramid yang secara
bersama akan membentuk Kristal ortorombik dengan ikatan sangat erat untuk menjaga fungsi
bilier yang optimal. Di antara lipid matriks ekstraselular, seramid merupakan komponen lipid
utama pada ruang intraselular lapisan korneum yang berperan penting dalam fungsi retensi air
dan permeabilitas sawar epidermis. Sampai sekarang dikenal 10 fraksi seramid, dan pada kulit
menua semua fraksi menurun terutama fraksi 1. Seperti halnya struktur lipid bilier pada
umumnya lipid matriks ekstraselular terdiri atas kutub hidrofilik dan kutub hidrofobik. Posisi
kutub hidrofilik ada di sebelah luar bersentuhan langsung dengan air, sedangkan kutub
hidrofobik terletak di bagian dalam struktur biliyer dan apabila terjadi kerusakan pada lipid
biliyer terutama pada lapisan hidrofilil, struktur ini akan mampu memperbaiki sendiri sehingga
struktur lipid ini berfungsi seperti penyumbat. Hal inilah yang menjadikan lipid biliyer mampu
mengatur keluarnya air melewati lapisan korneum yang dikenal dengan TEWL serta mampu
menjaga MNF yang pada dasarnya mudah terlarut oleh air.
Pada kulit usia lanjut terjadi perubahan struktur dan komposisi batu bata dan semen
akibat dari percepatan proses apoptosis, sehingga struktur lapisan korneum akan rentan terhadap
kerusakan. Akibat selanjutnya sawar kulit menjadi lebih mudah rusak dan biasanya tidak
mungkin untuk di sembuhkan.; sehingga pemberian pelembab pada kulit usia lanjut lebih berefek
pada perbaikan tampilan, kenyamanan serta mencegah terjadinya akibat lanjut dari proses
penuaan kulit seperti munculnya dermatitis atau resiko munculnya keganasan pada kulit akibat
dari tingginya resistensi keratinosit terhadap apoptosis dan lambatnya perbaikan setelah
terjadinya jejas.
Faktor- faktor yang sangat mempengaruhi fungsi sawar kulit adalah:
Komposisi relatif lipid biliyer yang berimbang, termsuk tercukupinya asam hialuronat (AH)
sebagai salah satu bahan pengatur hidrasi kulit yang terdapat di ruang intraselular bagian
tengah lapisan spinosum. Pada usia lanjut kandungan AH juga berkurang, dan hal ini tidak
dapat tergantikan dengan pengolesan AH oleh karena AH tidak dapat menembus kulit
Susunan fisik dan rspon normal NMF terhadap kelembaban lingkungan. Sebagai contoh
adalah berkurangnya aquaporin-3 (APQ-3) dan sekresi sebum kelenjar sebasea pada usia
lanjut. APQ-3 ini adalah sub-kelas aquaglyceroporins yang di ekspresikan di membrane
plasma keratinosit yang berfungsi membantu transport air, gliserol, dan bahan terlarut lain.
Trans Epidermal Water loss
TEWL merupakan salah satu indikator yang baik muntuk menilai gangguan
fungsi permeabilitas sawar kulit dan sangat berhubungan sengan kemampuan untuk menjaga
kelembaban kulit. Pada usia 60 tahun terjadi penurunan permeabilitas sawar kulit terhadap air
dan penurunan jumlah ceramid di dalam lapisan korneum, sehingga semestinya akan terjadi
peningkatan TEWL. Tetapi pada kenyataannya pada usia lanjut terjadi penurunan TEWL; hal ini
disebabkan kulit pada usia lanjut juga terjadi penurunan sekresi kelenjar dan asam lemak
sebasea. Seperti diketahui bahwa pengolesan lipid sebasea akan mampu meningkatkan TEWL.
Keadaan inilah yang memungkinkan adanya penurunan TEWL pada kulit usia lanjut
TEWL dapat diukur dengan berbagai alat, dan sebagian besar dengan satuan
gram/m2/jam. Berbagai hal yang mempengaruhi hasil pengukuran TEWL adalah
Keadaan kulit subyek yang di ukur. Pada waktu kulit mengalami kerusakan sawar,
akan muncul respon adaptif untuk memperbaiki sawarnya dengan meningkatkan
sekresi lipid dari badan lamellar; sehingga “saat pengukuran yang seragam” sangat
bermakna untuk menilai kerusakan sawar
Suhu, kelembaban lingkungan dan alat yang di pakai; sehingga setiap pengukuran
dengan alat yang sama harus selalu di mulai dengan reconditioning subyek pada
tempat tertentu dengan suhu, waktu pengukuran dan kelembaban yang sama. Suhu
dan kelembaban yang baik untuk pengukuran adalah 18-20oC dengan kelembaban
relative 40%-60%, sedang waktu yang optimal adalah 10-20 menit dalam proses
aklimatisasi.
Jenis emulsi yang di oleskan di kulit. Saat pengukuran TEWL setelah pengolesan
emulsi O/W atau W/O akan mempunyai nilai yang berbeda. Pada emulsi O/W,
pengukuran TEWL sebaiknya dilakukan beberapa saat setelah pengolesan, dalam
waktu relatif pendek dan rentang waktu pengukuran yang pendek pula; demikian
sebaliknya untuk emulsi W/O sehingga positif atau negative palsu dapat dihindari.
Pada penelitian efek pelembab krim O/W urea dan aloe vera oles tunggal, ternyata
efek hidrasi sudah dapat dilihat 30 menit setelah pengolesan dan efek hidrasi
maksimal pada jam ke 2, kemudian menurun pada jam ke3 dan 4; sedangkan
penurunan efek hidrasi urea pada pengolesan berulang akan terlihat 7 hari setelah
penghentian pengolesan.
Pelembab
Pemakaian pelembab ditujukan terutama bukan untuk hidrasi, tetapi untuk memberi
sawar buatan sambil menunggu perbaikan sawar secara endogen sehingga efek iritasi pada ujung
saraf dan TEWL dapat dikurangi. Walaupun demikian, secara otomatis pemakaian pelembab
yang optimal akan juga berefek hidrasi lapisan korneum, sehingga lapisan korneum akan lebih
elastis dan kulit akan terasa lebih lembut. Namun terkadang pelembab menjadi tidak efektif
karena digunakan dalam jumlah yang kurang atau mengandung substansi yang merugikan.
Pelembab yang baik pasti mengandung emolien dan humektan. Emolien berupa lipid atau
minyak yang mampu menghidrasi dan meningkatkan penampilan kulit dengan berkontribusi
terhadap kelembutan kulit, peningkatan fleksibilitas dan kehalusan, sedangkan humektan untuk
meningkatkan kapasitas hidrasi lapisan korneum. Pemakaian rutin emolien ini sangat berguna
untuk kulit kering menua.
Dalam keadaan normal hidrasi korneosit sebesar 18-26% w/w (Bouwstra et al.,2003) atau
15-45% (Caspers et al., 2001); tetapi apabila terjadi hidrasi meningkat sampai 57-87% w/w,
korneosit akan terlihat menggembung perpendikuler terutama dibagian tengah lapisan korneum.
Sedangkan timbunan air ekstraselular akan tampak bila derajat hidrasi>300& atau setelah oklusi.
Seperti di sebut terdahulu, pamakaian pelembab pada kulit usia lanjut hanya akan berefek
pada perbaikan tampilan, kenyamanan serta mencegah terjadinya akibat lanjut dari proses
penuaan kulit, maka sangat penting bagi tenaga medis untuk mampu mengidentifiksai masalah
yang muncul pada kulit usia lanjut, sehingga pelembab yang diberikan dapat sepadan dengan
masalah yang muncul. Untuk itu akan di bahas sifat-sifat bahan sebagai komponen pelembab.
Secara umum, faktor