Upload
buikhue
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pelindung : Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Pengarah : Bambang Irawan
Redaktur Pelaksana: Ketua : Sri Murtiani Sekretaris : Nadimin
Dewan Redaksi: Oswald Marbun Anna Sinaga Susi Mindarti Titiek Maryati S. Dian Histifarina Eriawan Bekti Darmawan Djoko Sediono
Layout/Desain Cover: Bambang Unggul PS Saepudin Nadimin
Alamat Redaksi BPTP Jawa Barat, Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung, 40391 Telepon : (022) 2786238, 2787163 Faximile : (022) 2789846 E-mail : [email protected] Website : http//jabar.litbang.deptan.go.id
Keterangan Cover Depan: Beberapa Inovasi Teknologi
Salam Diseminora,
Pada edisi sebelumnya pecinta Buletin Diseminora
mendapatkan pengetahuan tentang PUAP, FEATI dan Prima
Tani yang menjadi andalan Kementerian Pertanian, kali ini
Diseminora akan mengajak para pembaca untuk sejenak
mengetahui beberapa pendampingan program Kementan
antara ain: SL-PTT, PSDS dan Hortikultura.
Selain itu Edisi ke 6 yang mengangkat tema “Ketahanan
Pangan” menguraikan beberapa peristiwa seputar kita dan hal
yang perlu diketahui masyarakat pertanian, IP Padi 400,
Pembibitan Cabai Merah mengacu GAP dan SOP
serta profil petani.
Redaksi berharap informasi dalam Buletin Diseminora ini
disebar luaskan dan dapat dimanfaatkan bagi pembaca.
Selamat Membaca.
Redaksi
Fokus 1. Pendampingan Program Kementan Diseminasi dan Pengkajian
Teknologi Mendukung SL-PTT di Jawa Barat ....…....................... 1 2. Diseminasi dan Pengkajian Pendapingan Program Swasembada
Daging Sapi (PSDS) di Jawa Barat ............................................ 4 3. Pendampingan BPTP Mendukung Kegiatan FMA Tingkat
Kabupaten di Jawa Barat ………..………...................................... 10 4. FEATI, Suatu Terobosan Baru dalam Cara Alih Teknologi ............. 14 5. Kebijakan Pendampingan Hortikultura BPTP Jabar di Sentra
Kawasan Hortikultura di Daerah Jawa Barat. ............................. 21
Profil 1. Profil Ketua GAPOKTAN Mekartani ……………………....................... 23 2. ARF Teknologi Bawang Merah Salah Satu Kegiatan Program
FEATI di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 .............................. 26 3. “Meraih populer dengan bermodal informasi teknologi Jamur
Merang”………............................................................................ 31
Perlu Anda Tahu 1. Pengkajian Peningkatan Intensitas Tanam Padi Menuju IP Padi 400 ………………………………………………………………………….. 34 2. Pembibitan Cabai Merah Mengacu GAP dan SOP ......................... 39
Seputar Kita 1. Beras Murah Andalan Gapoktan Karya Bakti ………....................... 48 2. Memacu Semangat Agribisnis Melalui Study Banding …………… 50 3. Kelompok Tani Karya Bakti II Desa Pancalang Melirik Sistem
Tanam Padi Gogo Rancah untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman ………………………………………................................ 53
4. Penilaian FMA Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Gapoktan …. 54 5. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Jawa Barat .......... 56
i
Klinik Konsultasi ……………………………….. 58
Peluang Usaha …………………………………… 63
Intermezo ……………………………………….… 65
ii
PENDAMPINGAN PROGRAM KEMENTAN DISEMINASI DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI
MENDUKUNG SL-PTT DI JAWA BARAT
Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu II bertekad
melaksanakan berbagai program Kementerian Pertanian yang
bermuara kepada peningkatan kesejahteraan petani. Arah dan
kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian pada tahun
2010 untuk mencapai kesejahteraan petani, antara lain: melanjutkan
dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat
baik kinerja dan hasilnya, salah satunya adalah Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT).
Program SL-PTT yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian
merupakan upaya pemerintah untuk mengembangkan PTT secara
nasional di 32 provinsi, termasuk di Propinsi Jawa Barat. Berkenaan
dengan program SL-PTT sebagai salah satu program strategis
Kementerian Pertanian, peneliti dituntut untuk berperan nyata
memberikan dukungan dalam bentuk pendampingan untuk
melakukan pengawalan penerapan teknologi di lapangan
(Kementerian Pertanian, 2010).
Potensi sumberdaya lahan di Provinsi Jawa Barat yang dapat
diusahakan untuk tanaman pangan tersedia cukup luas, antara lain:
lahan sawah seluas 942.009 ha dan lahan kering seluas 1.056.938 ha.
Lahan sawah terdiri atas lahan sawah beririgasi teknis seluas 378.856
ha, sawah beririgasi setengah teknis 121.994 ha, dan sawah
beririgasi non teknis (tadah hujan) seluas 442.149 ha (BPS, 2009).
Dengan potensi lahan tersebut Jawa Barat memilik i potensi produksi
padi hingga 10.111.064 ton dengan produktivitas rata-rata 5,0606
t/ha padi inbrida dan 3,161 t/ha padi gogo. Selain padi, Provinsi Jawa
1
Barat juga merupakan produsen jagung, kedelai, dan kacang tanah
sekitar 54.103 ha dengan produktiv itas 1,451 t/ha (BPS, 2009).
Berdasarkan karakteristik dan ketersediaan sumberdaya lahan
pertanian, Provinsi Jawa Barat masih tetap menjadi tumpuan harapan
dalam peningkatan produksi pangan nasional terutama padi untuk
mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan.
Keberhasilan ataupun kegagalan Jawa Barat dalam penyediaan beras,
tetap menjadi tolok ukur dan cermin keberhasilan pengadaan beras
secara nasional, sehingga Jawa Barat dikenal sebagai lumbung beras
nasional.
Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi
teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dan palawija
(jagung, kedelai, dan kacang tanah), antara lain: varietas unggul dan
teknologi pemupukan spesifik lokasi. Badan Litbang juga telah
menghasilkan dan mengembangkan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi yang mampu meningkatkan
produktivitas dan efisiensi penggunaan sarana produksi. Menurut Las et al (2004) pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu pada
dasarnya merupakan suatu strategi atau metodologi dalam
peningkatan produksi tanaman padi melalui integrasi beberapa
komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) sesuai kondisi
sumberdaya setempat dengan melibatkan partisipasi petani.
Implementasi Program SL-PTT di Jawa Barat
Program SL-PTT di Propinsi Jawa Barat telah berjalan sejak tahun 2008, dan pada tahun 2010 program SL-PTT di Jawa Barat
akan dilaksanakan seluas 150.300 ha padi inbrida (6.012 unit),
16.500 ha padi hibrida (1.650 unit), 54.000 padi gogo (2.160 unit),
9.150 ha jagung hibrida (610 unit), 10.000 ha kedelai (1.000 unit)
dan 4.050 ha kacang tanah (405 unit). BPTP Jawa Barat akan
melaksanakan pendampingan SL-PTT padi inbrida di 18 kabupaten
(320 kecamatan), padi gogo, kedelai, dan kacang tanah masing-massing akan dilaksanakan di 13 kabupaten (121 kecamatan), 15
kabupaten (90 kecamatan) dan 5 kabupaten (32 kecamatan). Melalui
pendampingan SL-PTT diharapkan dapat mendukung pencapaian
2
tujuan SL-PTT, yaitu mempercepat adopsi teknologi PTT dan
meningkatkan produktivitas serta produksi padi, kedelai, dan kacang tanah > 10 % serta pendapatan petani.
Tujuan Pendampingan Teknologi pada SL-PTT Padi dan Palawija.
Tujuan kegiatan diseminasi dan pengkajian PTT dalam
mendukung program SL-PTT adalah melaksanakan pendampingan
teknologi pada SL-PTT padi dan palawija, yaitu:
(1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pemandu lapang
(PL) ± 900 PPL/THL/POPT, dan petani dalam menerapkan PTT
Padi dan Palawija
(2) Meningkatkan penyebaran Varietas Unggul Baru dan preferensi
petani terhadap VUB padi dan palawija di 5.721 laboratorium Lapang (LL)
(3) Mengembangkan PTT padi dan palawija spesifik lokasi yang
sesuai dengan agroekosistem dan sosial ekonomi setempat di
18 kabupaten (563 kecamatan)
(4) Meningkatkan kuantitas dan kualitas penerapan PTT oleh petani (5) Meningkatkan penyebaran informasi teknologi PTT padi dan
palawija di 18 kabupaten (563 kecamatan)
(6) Meningkatkan ketersediaan data base dan dampak pelaksanaan
SL-PTT padi dan palawija di 18 kabupaten (563 kecamatan).
Akhirnya disamping program pemerintah yang sudah dirancang
baik, proses pelaksanaan memerlukan kerjasama antara banyak
pihak baik di jajaran pemerintah maupun masyarakat pelaku usaha.
(Titiek Maryati S.)
3
DISEMINASI DAN PENGKAJIAN PENDAMPINGAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI (PSDS)
DI JAWA BARAT
Pendahuluan
Konsumsi daging sapi di Jawa Barat terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan penduduk dan pendapatan
masyarakat. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai, sehingga terdapat senjang
permintaan dengan pemenuhan kebutuhan daging sapi. Pada tahun 2009 kebutuhan daging sapi mencapai sekitar 114.000 ton atau
setara dengan 574.000 ekor sapi. Namun kemampuan Jawa Barat untuk memenuhi permintaan daging sapi baru mencapai 15,40%
atau sebesar 45.744 ekor, sedangkan sisanya dipenuhi dari luar provinsi dan impor, masing-masing sebesar: 52,92% atau sebanyak
157.100 ekor dan sebesar 31,67% atau sebanyak 94.072 ekor sapi. Permintaan daging yang meningkat tajam setiap tahun,
menyebabkan terjadi pengurasan ternak betina sapi potong.
4
Masalah utama pengembangan ternak sapi potong di Jawa
Barat adalah terbatasnya jumlah bibit, baik kuantitatif maupun kualitatif, konversi lahan yang berdampak pada pengurangan lahan
untuk hijauan makanan ternak (HMT), sumberdaya manusia (SDM) peternak dan petugas kurang menunjang, mengakibatkan kinerja
reproduksi ternak rendah seperti tingginya angka kawin per bunting
(Service per Conception, S/C) di atas angka 2, angka kebuntingan
(Conception Rate, CR) kurang dari 70 %, jarak beranak (Calving
Interval, CI) diatas 18 bulan, dan berahi setelah beranak (estrus post
partus) masih di atas 90 hari. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian
mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) pada
tahun 2014. Swasembada yang dimaksud bukan berarti seluruh
kebutuhan daging dipenuhi dari pasokan dalam negeri, melainkan
menurunkan impor sampai di bawah 10 %. Untuk merespon program
tersebut pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencanangkan
program sejuta ekor sapi di tahun 2014.
Pelaksanaan PSDS diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian
Nomor: 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor: 60/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Unit
Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2010. PSDS
dilaksanakan melalui optimalisasi sumberdaya lokal, artinya upaya
swasembada tersebut banyak menggerakkan secara optimal
kemampuan produksi dan produktivitas ternak lokal. Selain itu, juga
akan dioptimalkan segala potensi sumberdaya manusia, sumberdaya
alam, sumberdaya teknologi dan sumberdaya finansial dalam negeri
serta pemberdayaan peternak .
Swasembada ini diupayakan untuk mengangkat pendapatan
dan kesejahteraan peternakan rakyat. Untuk itu upaya
pemberdayaan lebih di arahkan kepada kegiatan untuk meningkatkan
daya saing, promosi dan partisipasi masyarakat. Operasionalisasi
PSDS meliputi tujuh langkah kegiatan, yaitu: (1) optimalisasi akseptor
dan kelahiran melalui inseminasi buatan (IB) dan kawin alam (KA)
yang diikuti pemendekan jarak kelahiran; (2) mengembangkan rumah
potong hewan (RPH) untuk pengendalian pemotongan betina
5
produktif/bunting; (3). perbaikan mutu bibit dan penyediaan induk; (4) penanganan gangguan reproduksi dan kesehatan hewan; (5) pengembangan pakan lokal; (6) intensifikasi kawin alam; dan (7) pengembangan SDM dan kelembagaan pendukung.
Penentuan prioritas kegiatan dan penetapan lokasi PSDS didasarkan pada kondisi populasi ternak sapi dan faktor pendukung seperti: daya dukung lahan untuk pakan, pola budidaya, faktor geografis, faktor sumber daya manusia dan faktor sosial ekonomi.
BPTP Jawa Barat sebagai salah satu UPT Badan Litbang Pertanian berkewajiban untuk mendukung keberhasilan program tersebut melalui kegiatan pendampingan PSDS dalam bentuk Sekolah Lapang (SL) perbibitan sapi potong. Tujuan pendampingan tersebut adalah melakukan kegiatan apresiasi, demplot, pelatihan, bimbingan khusus dan bimbingan penerapan teknologi penunjang pembibitan (pola dan manajemen pemeliharaan) untuk mendukung peningkatan angka kebuntingan (S/C < 1,55) ; CR>70% dan estrus post partus < 90 hari, pertambahan berat badan harian (PBBH) anak lepas menyusui (pra sapih) > 0,4 kg.
Pendampingan PSDS untuk mempercepat program swasembada daging sapi melalui: inovasi teknologi dan kelembagaan di suatu kawasan pengembangan sapi potong, tempat magang para peternak.
Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan dilakukan terhadap kelompok ternak pembibitan yang tersebar di 7 kabupaten, yaitu: (1). Cianjur, (2).Subang, (3). Ciamis, (4). Tasikmalaya, (5). Bandung, (6). Sumedang dan (7) Sukabumi. Penentuan lokasi dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Peternakan Kabupaten serta diprioritaskan pada lokasi-lokasi pengembangan ternak perbibitan. Kabupaten dan kelompoktani yang terlibat dalam pendampingan BPTP Jawa Barat disajikan pada Tabel 1.
6
7
Tabel1. Kabupaten dan kelompoktani yang terlibat dalam
pendampingan BPTP Jawa Barat
No. Lokasi/Kabupaten Kelompok dan
Alamat Program
Status Binaan
1 Sumedang 1. Mekar Mukti Desa Cigintung, Kec. Cisitu
APBD Laboratorium Lapang (LL)
2. Riyadul Huda, Desa Cigintung, Kec. Cisitu
Lembaga Mengakar pada Masyarakat (LM3)
Sekolah Lapang (SL)
3. Al Paqieh, Desa Citimun, Kec. Cimalaka
LM3 Sekolah Lapang (SL)
4. Cupu Manik, Kec. Sumedang Utara
Sarjana Membangun Desa (SMD)
Sekolah Lapang (SL)
2 Subang 1. Mitra Karya,
Ds Cikawung,
Kec. Tanjung Siang
Mandiri Laboratorium Lapang (LL)
2. Kobinus,
Ds Cicadas, Kec
Sagala Herang
APBD Sekolah Lapang (SL)
3. Jabal Thariq, Ds
Jalan Cagak, Kec
Jalan Cagak
LM3 Sekolah Lapang (SL)
4. Barokah, Ds Sirap,
Kec Tj Siang
SMD Sekolah Lapang (SL)
3 Cianjur 1. Sinar Muda,
Desa Gunung Sari,
Kec. Sukanagara
APBN Laboratorium Lapang (LL)
2. Al Jihad, Ds
Cibadak, Kec
Cibeber
LM3 Sekolah Lapang (SL)
3. Asslafiah, Ds
Cibaregbeg, Kec
Cibeber
LM3 Sekolah Lapang (SL)
8
No. Lokasi/Kabupaten Kelompok dan
Alamat Program
Status
Binaan
4. Al Musa’adah Ds
Sukamaju, Kec
Cibeber
LM3 Sekolah
Lapang (SL)
5. Sukatani, Ds
Sukatani, Cianjur
SMD Sekolah Lapang (SL)
4 Bandung 1. Ds Mekar Laksana,
Kec Cikancung
SMD Laboratorium
Lapang (LL)
2. Girimanik, Kec
Pacet
SMD Sekolah Lapang (SL)
3. Karya Teguh, Kec.
Cikancung
APBN Sekolah Lapang (SL)
5 Ciamis 1. Karya Mukti, Ds.
Cisontrol, Kec
Rancah
APBN Laboratorium Lapang (LL)
2. Sari Mulya, Kec
Cisaga
APBN Sekolah Lapang (SL)
3. Rimba Jaya,
Wangunjaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
4. Sari Mukti, Ds
Kertajaya
APBN Sekolah
Lapang (SL)
5. Tunas Jaya,
Patokharja
APBN Sekolah Lapang (SL)
6. Trijaya, Ds. Situ
Mandala Kec.
Rancah
APBN Sekolah Lapang (SL)
6 Tasikmalaya 1. Bina Karya, Ds
Cibatu, Karang
Nunggal
APBN Laboratorium
Lapang (LL)
2. Al-Hidayah, Ds.
Karang Mekar,
Karang Nunggal
APBN Sekolah Lapang (SL)
3. Sukarame, Ds.
SUkawangun,
Karang Nunggal
APBN Sekolah Lapang (SL)
4. Mekarjaya, Ds.
Ciawi, Karang
Nunggal
APBN Sekolah Lapang (SL)
9
No. Lokasi/Kabupaten Kelompok dan
Alamat Program
Status
Binaan
5. Harapan Mukti, Ds.
Cikupa, Karang
Nunggal
APBN Sekolah
Lapang (SL)
6. Sarimba, Ds.
Ciluma, Cikatomas
APBN Sekolah Lapang (SL)
7. Harapan, Ds.
Gunung Sari,
Cikatomas
APBN Sekolah
Lapang (SL)
8. Bojong Kawung,
Ds. Cintawangi,
Karang Nunggal
APBN Sekolah Lapang (SL)
7 Sukabumi 1. Al-Hasanah I,
Desa Pagelaran, Kec. Purabaya
APBN Laboratorium
Lapang (LL)
2. Al-Hasanah II
Desa Pagelaran, Kec. Purabaya
APBN Sekolah
Lapang (SL)
3. Alam Lestari Desa
Pagelaran, Kec. Purabaya
APBN Sekolah
Lapang (SL)
4. Al-Hasanah III, Desa Purabaya, Kec. Purabaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
5. Al-Hasanah IV Desa Purabaya, Kec. Purabaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
6. Cipetir Desa Purabaya, Kec. Purabaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
7. Pojok Desa Purabaya, Kec. Purabaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
8. Atazzkia , Desa Neglasari, Kec. Purabaya
LM3 Sekolah Lapang (SL)
9. Ciputat Desa Neglasari, Kec. Purabaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
10. Bungbulang Desa Neglasari, Kec.
Purabaya
APBN Sekolah Lapang (SL)
Kegiatan pendampingan pada tahun 2010 meliputi: a)
apresiasi teknologi budidaya sapi potong, b) demonstrasi plot/display budidaya sapi potong, c) bimbingan penerapan teknologi budidaya
sapi potong, d) pelatihan petani dan petugas tentang budidaya sapi potong, e) materi penyuluhan dalam bentuk juknis, leaflet dan poster
budidaya sapi potong. Masing-masing lokasi didampingi oleh koordinator wilayah (liaison officer, LO) dari BPTP Jawa Barat.
(Eriawan Bekti)
PENDAMPINGAN BPTP MENDUKUNG
KEGIATAN FMA TINGKAT KABUPATEN DI JAWA BARAT
Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi
Pertanian (P3TIP/FEATI) di Provinsi Jawa Barat terdapat di delapan
kabupaten yaitu Cirebon, Garut, Indramayu, Karawang, Kuningan,
Majalengka, Subang, dan Sukabumi. Selama dua tahun terakhir,
BPTP Jawa Barat sebagai pelaksana program FEATI komponen C
(Perbaikan Pengkajian dan Diseminasi Teknologi) telah melaksanakan
berbagai kegiatan. Lokakarya pemahaman implementasi Farming
System Analysis (FSA), sinkronisasi kegiatan BPTP dengan
kabupaten, gelar teknologi, dan bimbingan penerapan teknologi
merupakan bentuk-bentuk kegiatan FEATI yang telah dilaksanakan.
Pendampingan BPTP Jawa Barat terhadap kegiatan FMA diawali
dengan Pelaksanaan Lokakarya pemahaman implementasi FSA
tingkat provinsi, dilaksanakan di Kabupaten Garut pada bulan Mei
2008. Lokakarya dihadiri oleh pengelola FEATI BPTP, pengelola FEATI
dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, dan pengelola FEATI dari
delapan kabupaten pelaksana FEATI. Lokakarya ini bertujuan untuk
10
mensinkronkan program FEATI tingkat provinsi dengan tingkat
kabupaten, meningkatkan kemampuan para pembimbing Farmer
Managed Extension Activities (FMA) desa dalam mengidentifikasi
potensi, masalah dan peluang sumberdaya pertanian di wilayah
pedesaan, serta memecahkan masalah usahatani yang dihadapi
melalui pendekatan FSA. Sebagai tindak lanjut dari lokakarya dan
berdasarkan kesepakatan dengan pengelola FEATI tingkat kabupaten,
satu desa dipilih di setiap kabupaten untuk mendapatkan
pendampingan dalam pelaksanaan FSA dan bimbingan inovasi
teknologi dari BPTP.
Untuk lebih mempermudah keterpaduan dan sinkronisasi
kegiatan provinsi dengan kabupaten, FEATI BPTP Jawa Barat telah
membentuk petugas pendamping untuk setiap kabupaten.
Pendamping kabupaten tersebut, yang merupakan fungsional BPTP
berperan dalam merancang keterpaduan kegiatan FEATI tingkat
provinsi dan kabupaten, selain itu juga berperan dalam pengumpulan
aspirasi kebutuhan teknologi dan pengawalan penerapan teknologi
pada kabupaten yang bersangkutan. Keterpaduan dan sinkronisasi
kegiatan, gelar teknologi, kaji terap, dan bimbingan inovasi teknologi
mendukung FMA merupakan beberapa kegiatan yang telah dilakukan
oleh pendamping kabupaten dengan pengelola FEATI di tingkat
kabupaten, para pengelola FMA, dan kelompok tani.
Sinkronisasi kegiatan antara provinsi dan kabupaten yang telah
dilakukan mengikuti tahapan yang terdiri dari pelatihan bagi TPL
(Tim Penyuluh Lapangan), Penyuluh Swadaya, dan Pengelola FMA;
praktek lapangan (bimbingan pelaksanaan FSA); implementasi FSA di
tingkat desa; dan pelaksanaan PRA pada kecamatan dan desa terpilih
dengan melibatkan BPTP. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan
kegiatan-kegiatan tersebut, selanjutnya dibahas dalam suatu
pertemuan partisipatif di tingkat kecamatan dan desa untuk
11
mengidentifikasi kebutuhan teknologi, penentuan materi, dan
metodologi penerapan teknologi. Pertemuan tersebut ditindaklanjuti
dengan pelaksanaan lokakarya di tingkat kabupaten untuk
menentukan kebutuhan teknologi di setiap lokasi. Berdasarkan
kebutuhan teknologi, bimbingan penerapan teknologi dilakukan oleh
BPTP di lokasi terpilih baik dalam bentuk kunjungan, kaji terap, gelar
teknologi, dan bentuk pendampingan lainnya.
Bimbingan penerapan teknologi yang telah dilakukan
diantaranya teknologi pembuatan kompos, pengolahan mangga,
bawang merah, dan jagung manis. Pengawalan teknologi pembuatan
kompos (bokashi) dilaksanakan pada FMA Desa Cicalung, Kabupaten
Majalengka dan hasilnya telah dimanfaatkan untuk pertanaman
bawang merah. Selain itu, kaji terap pembuatan kompos juga
dilaksanakan di FMA Bojongkembar, Kabupaten Sukabumi. Kompos
yang dihasilkan telah diaplikasikan pada tanaman jagung di lahan
kering pada MH 2008/2009.
Bimbingan penerapan teknologi pengolahan mangga
dilaksanakan di Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu dalam
bentuk gelar teknologi. Demonstrasi pembuatan produk olahan
mangga tersebut terdiri dari manisan mangga kering, dodol mangga,
sirup mangga, dan gum drop. Bimbingan penerapan teknologi
pengolahan bawang merah, mangga, dan jagung manis juga
dilaksanakan dalam bentuk gelar teknologi di Desa Karangwangun,
Kabupaten Cirebon. Teknologi pengolahan yang didemonstrasikan
dengan bahan baku komoditas tersebut terdiri dari pembuatan
bawang goreng, dodol mangga, dan dodol jagung manis.
12
Gambar 1. Aktivitas Gelar Teknologi Pengolahan Mangga,
merupakan Hasil Kegiatan Pendampingan FEATI T ingkat Kabupaten dari BPTP Jabar
Selain itu, para pendamping juga melakukan kunjungan dan
ekspose hasil pengkajian dan ketersediaan teknologi BPTP pada
berbagai kesempatan, baik di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa/kelompok tani.
Pendampingan BPTP dalam mendu kung kegiatan FMA sampai dengan pelaksanaan FEATI telah dilaksanakan melalui berbagai metodologi diseminasi. Akan tetapi, itu saja belum cukup untuk menunjang keberhasilan program FEATI. Masih banyak yang harus dibenahi agar kegiatan FEATI pada tingkat provinsi dan kabupaten lebih terintegrasi, terpadu, dan sinkron. Komunikasi antara pengelola FEATI tingkat provinsi dengan para pengelola FEATI tingkat kabupaten harus tetap terjaga dan terus dikembangkan melalui pengemban gan jaringan komunikasi, sehingga tujuan dari program dapat tercapai. (Oswald Marbun dan Yayan Rismayanti)
13
FEATI, SUATU TEROBOSAN BARU DALAM CARA ALIH TEKNOLOGI
Pada tahun 2007, Departemen Pertanian telah meluncurkan
suatu program pemberdayaan petani, yang disebut dengan Program
Pemberdayaan Petani melalui Informasi Teknologi Pertanian (P3TIP)
selama lima tahun. Program ini lebih dikenal dengan nama FEATI,
yang merupakan singkatan dari Farmer Empowerment through
Agricultural Technology and Information. Secara harfiah, ada dua
kata kunci dari istilah FEATI, yaitu empowerment (pemberdayaan),
dan technology and information (teknologi dan informasi), khususnya
dalam bidang pertanian.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mendapat tugas
untuk memperkuat efektifitas hubungan peneliti – penyuluh – petani,
melalui berbagai kegiatan transfer teknologi,yang sudah dijabarkan
dalam suatu tabulasi biaya (cost table) sesuai dengan kesepakatan
dengan penyandang dana, yaitu bank dunia. Beberapa kegiatan
pokok bagi BPTP adalah pertemuan antara peneliti dengan penyuluh
dan petani, pendampingan teknologi oleh peneliti kepada pengguna
teknologi atau petani dalam bentuk bimbingan penerapan teknologi,
pelaksanaan demonstrasi teknologi, kaji terap, kunjungan,
wawancara, dan lain lain.
Bagi para pengkaji (peneliti dan penyuluh) di BPTP, kegiatan
FEATI merupakan hal yang sangat menarik dan merupakan
tantangan baru, meskipun kegiatan yang dilakukan sudah tertera
dalam cost table, tetapi para pengkaji diberi kesempatan untuk
mendisain proses alih teknologi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Bagi BPTP, indikator keberhasilan dari pelaksanaan
program FEATI antara lain adalah 60% teknologi BPTP diterapkan
14
oleh petani. Memang, angka 60% bukan merupakan angka yang
rendah, meskipun penerapan teknologi merupakan hak dan keinginan
petani dalam pelaksanaan usahataninya. Berdasarkan angka tersebut,
para pengkaji BPTP harus dengan cermat menyusun perencanaan
alih teknologi lima tahun bagi pelaksanaan program FEATI ini.
Telah kita ketahui bahwa ada lima komponen dalam program
FEATI, yaitu komponen:
1) Penguatan Sistem Penyuluhan Kabupaten yang Sesuai
dengan Kebutuhan Petani 2) Penguatan Kelembagaan dan
Kemampuan Petugas, 3) Peningkatan Kapasitas BPTP dalam
Pengkajian dan Diseminasi Teknologi pertanian, 4) Perbaikan
Pelayanan Informasi dan Teknologi untuk Petani, dan 5) Penguatan
dan Perbaikan dukungan Kebijakan dan Manajemen Pusat. BPTP
fokus pada komponen yang ke tiga. Para pengkaji BPTP harus
dengan cermat menguasai rangkaian kegiatan pada komponen 1,
komponen 2, dan komponen 4, karena semua komponen tersebut
saling kait mengkait dalam alih teknologi.
Komponen 1 dan 2 terkait dengan pembinaan sumber daya
manusia, berupa pelatihan bagi para penyuluh, baik PPL maupun
penyuluh swadaya, dan bagi para pengelola Farmer Managed
Extension Activities (FMA) dan atau gabunga kelompoktani/gapoktan,
dalam rangka pemberdayaan petani, termasuk keterampilannya
dalam penerapan teknologi. Yang menjadi fokus awal pada
pelaksanaan komponen 3, adalah mekanisme pelaksanaan penguatan
keterkaitan peneliti–penyuluh-petani. Hal ini sangat terkait dengan
identifikasi kebutuhan teknologi, yang dapat dilakukan melalui
analisis system usahatani (Farming System Analysis, FSA) yang
dapat dilakukan melalui kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA).
Penguatan ini dimaksudkan untuk peningkatan pemahaman petani
15
dan alih teknologi, yang terkoordinasi dengan pelaksanaan komponen
1 dan 2. Dengan demikian pelaksanaan analisis system usahatani
dilakukan dengan melakukan koordinasi pada pelaksanaan pelatihan
atau peningkatan kemampuan sumberdaya manusia pada tingkat
lapangan. Pemahaman menganalisis system usaha tani (FSA) ini
sangat penting dalam penentuan kebutuhan teknologi dan
peningkatan kemampuan teknologi bagi petani dalam penerapan
teknologi. Penerapan teknologi sangat dipengaruhi oleh peluang
pasar, keuntungan yang diperoleh dengan penerapan teknologi,
kondisi biofisik lingkungan, dan aturan yang ada.
Alih teknologi pemahaman FSA ini kepada para pengelola
program di tingkat lapangan, seperti PPL, penyuluh swadaya,
pengurus gapoktan, merupakan faktor kunci bagi keberhasilan
pelaksanaan program. Alih teknologi pemahaman FSA ini dapat
dilakukan melalui berbagai pertemuan pada tingkat provinsi maupun
kabupaten, kecamatan, dan desa. Metoda yang digunakan dapat
berupa diskusi, pelatihan, praktek lapang, dan evaluasi hasil PRA
yang dilakukan oleh para pelaksana di tingkat lapangan. Dengan
pemahaman FSA yang baik, maka diharapkan dapat diperoleh hasil
yang akurat dalam penentuan kebutuhan teknologi bagi
petani/pengelola FMA.
Pelaksanaan penguatan hubungan tersebut terkait dengan
pelaksanaan analisis system usahatani (implementasi FSA) untuk
penerapan teknologi kepada petani, dapat mengikuti pola dan alur
pikir seperti pada gambar 1di bawah ini. Sedangkan tindak lanjut
dari pada implementasi FSA pada tingkat FMA atau gapoktan, adalah
penerapan alih teknologi dengan berbagai metoda, seperti kaji terap,
gelar teknologi, demonstrasi, studi banding, pelatihan, pertemuan
partisipatif, dan bimbingan penerapan teknologi (Action Research
Facilities, ARF), dan kegiatan lainnya (Gambar 2.)
16
17
Gambar 2. Alur Pikir Perencanaan FEATI
KEGIATAN FEATI
MELALUI FSA SEBAGAI
PERENCANAAN
PROVINSI
KABUPATEN
KECAMATAN/
DESA
BPTP (FSA, TOT))
BPTP,PEMDA (FSA &
perencanaan di tk kab)
FMA (Tim Prov)
FMA (Tim Kab)
FMA (Desa/Gapoktan)
PRA (Desa/Gapoktan) Survey/Identifikasi
PROPOSAL
PERENCANAAN KEGIATAN KAB.
Dengan berkembangnya pola pembinaan pada gapoktan atau UPFMA,
pembelajaran penerapan teknologi dilakukan berdasarkan analisis pasar dan analisis keuntungan. (Gambar 3).
Gambar 3. Tindak Lanjut Penerapan Farming System Analysis
(FSA)
AALLTTEERRNNAATTIIFF KKEEGGIIAATTAANN §§ GGeellaarr tteekknnoollooggii §§ KKaajjii tteerraapp §§ ‘‘ppeellaattiihhaann’’ §§ LLookkaakkaarryyaa//ppeerrtteemmuuaann ppaarrttiissiippaattiiff ((FFSSAA)) §§ ppeennddaammppiinnggaann tteekknnoollooggii ((AARRFF,, FFMMAA))
Implementasi FSA
(Farming System Analysis)
Keterkaitan dan koordinasi kegiatan antara pelaksana program
FEATI pada tingkat provinsi seperti BPTP, dengan pelaksana program
FEATI pada tingkat kabupaten (Dinas terkait, BP4K), merupakan
suatu keterkaitan yang ampuh dalam penerapan alih teknologi
kepada petani. Dalam jangka panjang, pengembangan teknologi
informasi merupakan sasaran permanen dalam peningkatan
kemampuan petani. Bila keterkaitan ini dapat dilakukan secara
permanen, alih teknologi merupakan suatu terobosan baru, karena
memperkuat hubungan antara peneliti, penyuluh lapangan dan
penyuluh swadaya, dan petani. Hakikat utama dari program FEATI
adalah pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan petani dalam
penerapan teknologi, yang akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Gambar 4. Hubungan penerapan FSA dengan kaji terap (ARF) dan
FMA dengan penekanan pe luang pasar dan keuntungan
18
Programa
Desa
Usahatani
Terpilih
FSA + VCA
Demplot
FSAUji Coba
bersama petani
( ARF)
FMA(Proposal,
penyuluhan
desa, dll )
Kelembagaan
KondisiBiofisik
SosialEkonomi
PraPanen
PascaPanen
PengolahanHasil
Pasar
LokakaryaHubungan Pasar, FSA, ARF, dan FMA,
Eksisting
Usahatani
Sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pembinaan FMA
pada kegiatan program FEATI sejak tahun 2007 sampai dengan
sekarang, terdapat beberapa perkembangan pola pembinaan
usahatani yang harus dikawal dan dicermati oleh para pengelola
FEATI, baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, maupun provinsi.
Usahatani FMA oleh kelompoktani, gapoktan, yang dimotori oleh para
UP FMA telah berkembang melampaui skala usaha pada tingkat
kelompoktani. Usahatani yang berkembang, dapat disebabkan oleh
peningkatan keuntungan usahatani yang diperoleh, peningkatan
penerapan inovasi teknologi, peningkatan keterampilan penerapan
teknologi oleh anggota kelompoktani, penambahan jumlah orang
yang menerapkan inovasi teknologi pada usahatani tersebut, baik
yang berasal dari anggota kelompoktani ataupun dari kelompoktani
lainnya, dan peningkatan permintaan produk oleh pasar. Peningkatan
ini mengharuskan adanya peningkatan manajemen usahatani bagi
kelompoktani menuju gabungan kelompoktani (gapoktan) untuk
memperbesar skala usaha dan peningkatan penerapan inovasi
teknologi, dan permintaan peningkatan modal usaha bagi
kelompoktani dan gapoktan. Peningkatan usaha ini lebih sering
disosialisasikan dengan istilah SCALING UP. Peningkatan modal
usaha dan peningkatan peluang pasar bagi kelompoktani dan
gapoktan dapat dilakukan melalui penguatan kemitraan dengan pihak
lainnya, seperti pedagang, perusahaan penghela, grosir, dan lainnya.
Sampai saat ini, terdapat beberapa FMA pada kabupaten
pengelola FEATI yang telah melakukan kemitraan usahatani dengan
pihak lain, baik melalui perjanjian tertulis atau pun tidak tertulis.
Sebagai contoh usahatani yang telah mengalami scaling up adalah
FMA Barokah di Desa Pamijahan di kabupaten Cirebon bermitra
penggemukan domba; FMA Tunas Kencana di Desa Luwung Kencana,
Kabupaten Cirebon, peningkatan usahatani kumbung jamur;
19
kelompok ternak FMA Mekar Mulya di Desa Giri Mulia, Kabupaten Majalengka, bermitra penjualan susu; FMA Berkah Tani di Desa Cihaur, Kabupaten Majalengka, peningkatan usahatani penjualan kompos; FMA Mitra Awirama di Desa Kertawirama Kabupaten Kuningan, peningkatan penjualan daging kelinci; FMA Mekartani di Desa Kutawaluya, Kabupaten Karawang bermitra penjualan telur itik; FMA Saluyu di Desa Cipacing, Kabupaten Karawang, peningkatan usahatani kumbung jamur; FMA Tani Jaya di Desa Sindanglaya Kabupaten Subang, bermitra pemasaran pengolahan gitrek; FMA Rimba Makmur di Desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi bermitra penyediaan kompos dan FMA Sukamaju di Desa Karang Tengah, Kabupaten Garut, peningkatan usahatani pengolahan jagung (emping).
Tugas bagi para pengelola FEATI baik di tingkat desa sampai dengan tingkat provinsi, adalah membina FMA yang mempunyai potensi untuk scaling up usahatani melalui pembenahan manajemen kelompoktani, pembenahan adminsitrasi kelompoktani, pembinaan perencanaan usahatani, bimbingan peningkatan penerapan inovasi teknologi, dan bimbingan analisis pasar yang sesuai. (Oswald Marbun).
20
“KEBIJAKAN PENDAMPINGAN HORTIKULTURA BPTP JABAR
DI SENTRA KAWASAN HORTIKULTURA DI
DAERAH JAWA BARAT”
Kebijakan Menteri Pertanian sesuai UU No.39/2008 pasal 9 menjelaskan unsur badan dalam kementerian Negara berfungsi sebagai pendukung, maka Badan Litbang Pertanian termasuk BPTP Jawa barat sebagai salah satu UPT (Unit Pelaksana Teknis) di daerah dibentuk untuk memberikan dukungan terhadap program Direktorat Jenderal terkait, disamping melaksanakan Tupoksinya.
Kebijakan operasional Badan Litbang Pertanian ke BPTP harus dilakukan dalam pendampingan Hortikultura sebagai tanggapan positif terhadap program Direktorat Jenderal Hortikultura di wilayah Jawa Barat dengan mengimplementasikannya pada beberapa kawasan pengembangan hortikultura, beberapa inovasi teknologi komoditas hortikultura, yaitu: (a) sayuran cabai, bawang merah, dan kentang; (b) tanaman buah mangga, manggis, dan jeruk; (c) tanaman anggrek dan bunga potong; dan tanaman biofarmaka temulawak.
Bentuk pendampingan terhadap Program Pengembangan Kawasan Hortikultura ini mengikuti contoh ”Pendampingan SL PTT yang bertujuan memberikan dorongan/motivasi kepada pelaku utama dan pelaku usaha untuk memanfaatkan paket teknologi Hasil Litbang Pertanian, seperti: (a) fasilitasi penyediaan benih hortikultura varietas baru; (b) penggunaan alat dan mesin pertanian (pengemasan dan pemilahan); (c) sistem tanam; dan (d) teknologi pupuk organik (dekomposer).
Wujud pendampingan pengembangan kawasan hortikultura, adalah kegiatan: (a) narasumber pada pelatihan kepada pengawal pengembangan kawasan hortikultura (Penyuluh Pendamping/ mahasiswa/sarjana relawan) dan kelompoktani; (b) penyediaan
21
bahan informasi inovasi pertanian dan modul pelatihan PHT, GAP/SOP untuk Training of Master Trainer (TOMT) -> Pemandu Lapang I (PLI) dan Penyuluh atau SPO (Standar Prosedur Operasional) pengguna setiap teknologi yang direkomendasikan; (c) Pembuatan Demplot/gelar Teknologi di lokasi Laboratorium lapang (LL) pada setiap kabupaten; dan (d) Penyediaan contoh materi teknologi (benih VUB, dekomposer, dan materi teknologi lainnya).
Dalam aspek produksi (a) sayuran cabai, bawang merah, dan kentang; (b) tanaman buahnya mangga, manggis, dan jeruk; (c) tanaman anggrek dan bunga potong; dan tanaman biofarmaka temulawak diimplementasikan penerapan GAP/SOP dan teknologi maju merupakan langkah operasional yang dilakukan oleh tim pengawalan inovasi teknologi hortikultura oleh BPTP Jawa Barat, sehingga memperoleh hasil yang tinggi dan mutu produk yang baik.
Tujuan pendampingan program pengembangan kawasan hortikultura oleh BPTP Jawa barat, adalah: (a) mempercepat keberhasilan dan keberlanjutan Program Pengembangan kawasan Hortikultura; (b) mengoptimalkan peran BPTP dalam mengintervensi dan menginfiltrasi muatan inovasi pertanian spesifik lokasi pada Program Pengembangan Kawasan Hortikultura; (c). mendapatkan umpan balik dari pelaku dan pelaku usaha, sebagai bahan perbaikan kebijakan pengembangan Program Pengembangan Kawasan Hortikultura.
Luaran yang diharapkan, yaitu: (a) percepatan capaian keberhasilan dan keberlanjutan Program Pengembangan Kawasan Hortikultura di Jawa barat; (b) digunakan minimal 25% inovasi teknologi pertanian hasil Litbang Pertanian dalam implementasi selanjutnya; (c) satu sampai dua paket saran/usulan perumusan kebijakan responsif dan antisipatif untuk program kawasan hortikultura di wilayah BPTP Jawa Barat. (Darmawan dan Nia Rahmawati).
22
23
profil Ketua GAPOKTAN Mekartani
Kang Geri Kurniawan yang lahir pada tanggal 26 Februari 1975 adalah satu dari sedikit pemuda yang mau berkecimpung dalam bidang pertanian. Apalagi saat ini dengan usianya yang relatif masih muda, ia sudah dipercaya oleh kelompoknya untuk menjadi ketua Gabungan Kelompoktani (Gapoktan)
Mekartani. Bukan tanpa alasan para anggota Gapoktan Mekartani memilih Kang Geri untuk menjadi ketua, dilihat dari keuletan dan keberhasilan Kang Geri dalam mengelola usahatani serta tingkat pendidikannya yang relatif tinggi. Selain itu ia mewarisi jiwa kepemimpinan dari ayahnya yang juga ketua kelompok.
Sebagai individu yang tumbuh besar di daerah lumbung beras Jawa Barat, Kang Geri Kurniawan pemuda asal Desa Kutagandok ini merasa miris ketika melihat banyak areal pesawahan ditempatnya telah berubah menjadi area industri, yang konon terbesar se Asia Tenggara. “Karawang semakin panas” ungkapnya. Kemudian Ia pergi meninggalkan Karawang untuk sekolah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta pada tahun 1972. Setelah tujuh tahun, berusaha untuk menyelesaikan sekolahnya, ia memahami bahasa diam sang ayah yang mengharapkannya untuk kembali ke rumah membenahi ruang yang ia tinggalkan. Sebuah penggilingan padi yang memiliki banyak kisah semasa kecilnya.
Satu tahun mengelola satu unit pabrik penyosoh beras, kehidupannya dipertemukan dengan Penyuluh Pertanian (Bapak Amang) pada tahun 2002. Bersama Bapak Amang, ia bertekad membangun kembali dinamika kelompoktani Wargisaluyu yang beranggotakan 50 orang petani. Inilah awal mula terbentuknya Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) Mekartani yang tumbuh dari 9
24
kelompoktani di Kecamatan Kutawaluya. Dengan kemampuan
berkomunikasi secara baik oleh para pengurus kelompoktani yang saat itu bergabung, maka ia terpilih untuk menjadi ketua pada
Gapoktan Mekartani. Pengurus kelompok yang suka dan mampu mencatat dijadikan Sekretaris yaitu Bapak Ade N., sedangkan Bapak Aep Saepudin, terpilih menjadi Bendahara. Gapoktan yang terbentuk
diberi nama Mekartani karena diharapkan dapat menjadi sebuah wahana untuk memproduksi beras dari areal 457 ha menjadi garapan
para anggotanya.
Saat Kang Geri bertekad terjun ke dunia pertanian (tahun 1999) di Desa Kutagandok, Kecamatan Kutawaluya, usahatani padi yang dilakukan oleh masyarakat tani masih dikelola secara tradisional dari mulai penanaman sampai pemanenan, walaupun saat itu Karawang sudah dikenal sebagai daerah penghasil beras, sebagai contoh dapat dilihat dari kebiasaan petani memanen padi mereka, yakni dengan menggunakan ani-ani yang biasa disebut “etem”. Memanen padi dengan “etem” dilakukan dengan cara memotong pada bagian gagang malai, berbeda dengan memanen padi varietas unggul yang menggunakan celurit dan digebot untuk merontokkan gabahnya.
Sebuah inspirasi bagi Kang Geri, tahun 2004 ia mengajukan alat mesin perontok gabah “power threser” ke Dinas Pertanian Kabupaten
Karawang dan walhasil didapat 1 unit. Hal ini menjadi sebuah perubahan dalam wilayahnya. Saat ini Gapoktan Mekartani sudah memiliki usaha Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang beroperasi sampai keluar kecamatan Kutawaluya. Mesin perontoknya melayani petani anggotanya dan para petani sangat merasakan manfaatnya dalam mengurangi angka kehilangan hasil gabah.
Pada tahun 2006 Kelompoknya menjadi Plot Percontohan alat
perontok gabah “Power Threser”, mendapatkan kembali 6 unit
mesin power threser dikelola oleh UPJA Mekartani yang sekarang
sudah berkembang menjadi 13 unit mesin power threser.
25
Dengan kemandirian kelompoknya, sekarang Gapoktan Mekartani
telah mampu bermitra dengan Lippo Tanggerang, dan sedang
menjajagi dengan Carefour dan Hypermart Jakarta dalam usaha
penjualan berasnya. Hal ini dapat dilakukan setelah berhasil mengantongi surat ijin dari Badan POM. Gapoktan Mekartani mampu
menyediakan beras 2 ton beras per minggu dengan harga Rp.
10.500,-/kg untuk beras premium.
Di tengah keberlangsungan aktivitas dinamika kelompoknya
tahun 2007, oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Karawang, Gapoktan Mekartani diikutsertakan dalam
program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi
Pertanian (FEATI). Rasa keterbatasan, kehausan dan keingintahuan
tentang informasi inovasi teknologi pertanian dapat diperoleh dari
pelaksanaan program FEATI tersebut melalui Penyuluh Pertanian
setempat yang bertindak sebagai pendamping Gapoktan dan sumber
informasi inovasi teknologi, seperti BPTP Jawa Barat dan Balai
Penelitian Padi Sukamandi. Sentuhan informasi inovasi teknologi
tersebut diharapkan akan mampu memberdayakan dan merubah pola
pikir, sikap dan keterampilan para petani menjadi petani modern
berwawasan agrbisnis,
Tahun 2008 Gapoktan Mekartani menjadi peserta FMA (Farmer Managed Extension Activities) dalam upaya peningkatan kapasitas
petani sebagai pelaku dan penyebar informasi teknologi pertanian.
Pada Tahun 2008 FMA Mekartani mengajukan proposal pembelajaran
pembuatan telur asin dan pemeliharaan lele. Tantangan dan kendala
itu dilalui sehingga pada tahun 2009-2010 Mekartani lebih
berkonsentrasi lagi untuk melanjutkan kegiatannya dipenetasan telur
itik alabio yang dianggap memiliki peluang usaha baik, 2000 telur itik
ditetaskan di 8 lemari mesin penetasan telur yang dimodifikasi sendiri.
Awalnya para anggota Gapoktan Mekartani sedikitpun tidak
mengetahui cara teknis dalam penetasan telur itik ini. Dengan
Program FEATI yang menitikberatkan pada pemberdayaan
manajemen organisasi, kemandirian mampu mengidentifikasi,
26
merencanakan dan melaksanakan dalam suatu pertemuan pembelajaran yang diikuti oleh anggota petaninya sendiri. Hal ini dilakukan dengan melaksanakan demonstrasi dan uji coba penelitian yang dilakukan secara mandiri bersama kelompoknya. Hal tersebut terlaksana sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan penyebarluasan teknologi yang dibutuhkan oleh UP-FMA Mekartani. Saat ini UP FMA Mekartani telah memiliki 423 ekor itik pembesaran dan beberapa ekor indukan untuk usaha penyediaan telur.
Masih banyak angan-angan yang ingin diwujudkan oleh Kang Geri dan Gapoktannya dalam meningkatkan agribisnis berbasis padi di wilayahnya. Impian itu akan terwujud dengan tekad kuat dan didukung kekompakan kelompoknya. Semoga harapan tersebut dapat segera menjadi kenyataan…….( Anna Sinaga dan Nur Fajar)
Contac t FM A Mekartani : Dusun Krajan I.b, RT.03/RW.02 Desa Kutagandok,
Kecamatan Kutawaluya,
Kabupaten Karawang
Telp. 081586071952
Email : [email protected]
ARF TEKNOLOGI BAWANG MERAH SALAH SATU KEGIATAN PROGRAM FEATI
DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2009
Dalam rangka mempercepat penyelenggaraan penyuluhan
pertanian ditempuh dengan kebijakan Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP/FEATI). Program
FEATI dilakukan dengan metode kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh petani sendiri (Farmer Managed Extension Activities/FMA).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja FMA dalam
mengelola pembelajaran agribisnis dilakukan dengan kegiatan Action
Research Fasility (ARF) Bawang merah. ARF Bawang merah telah
dilaksanakan di Kabupaten Majalengka pada MK I 2009 sebagai
27
media bagi uji coba FMA untuk peningkatan kemampuan alih teknologi.
Tujuan utama ARF Bawang merah, adalah: 1) mendapatkan varietas bawang merah spesifik lokalita; 2) meningkatkan produktivitas bawang merah; dan 3) meningkatkan efisiensi produksi. Berbagai komponen teknologi yang menunjang ke arah tersebut antara lain yaitu: 1) penggunaan varietas unggul; 2) penggunaan bahan organik; 3) jarak tanam; 4) pemupukan N, P dan K); 5). pengendalian OPT sesuai dengan konsep PHT; serta 6) panen dan pasca panen.
Metode yang dikembangkan meliputi pertemuan dalam ruangan, diskusi, penerapan di lapang dan temu lapang. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner dan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan dengan deskriptif dan tabulasi data. Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) Lokakarya/ Pertemuan FSA Tingkat Kabupaten, (2) Lokakarya FSA Desa, (3) Lokakarya FSA Kecamatan, (4) Implementasi ARF, dan (5) Temu lapang.
Implementasi ARF Bawang Merah
Pengujian daya hasil beberapa varietas bawang merah dalam wadah kegiatan ARF dilaksanakan dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) bawang merah. Perlakuan dalam kegiatan ARF ini adalah penggunaan varietas yang terdiri dari Filipina, Timur Warso, Sumenep, Bali Karet dan diulang sebanyak tiga kali. Luas setiap ulangan/petak percobaan yaitu 200 m2, sehingga total luasan untuk masing-masing varietas yang ditanam adalah 600 m2. Petani pelaksana kegiatan ARF adalah Bapak Tata Lukita, Bapak Yusuf, dan Bapak Apip dibimbing PPL setempat yaitu Bapak Suhanda.
Pengolahan tanah dilakukan dengan membersihkan dari sisa tanaman dan dibuat bedengan-bedengan. Setelah lahan selesai diolah, pupuk organik (kotoran ayam) diberikan dengan cara disebar merata di atas bedengan. Penanaman untuk masing-masing varietas
28
bawang merah dilakukan dengan jarak tanam yang berbeda
disesuaikan dengan ukuran umbi. Bawang merah varietas Filipina ditanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm, varietas Timur Warso 18 x
16 cm, varietas Sumenep 20 x 20 cm, dan Bali Karet 20 x 15 cm. Umbi bibit ditanam menggunakan alat penugal dengan lubang
tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Dosis pupuk per Ha
yang dipergunakan adalah: 200 kg Urea, 200 kg ZA, 400 kg Vertiposh, dan 100 kg Kamas dengan waktu pemupukan pertama umur 7 HST.
Pengamatan tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali yang
dilakukan oleh petani sendiri dan didampingi oleh Penyuluh
Pendamping. Setiap data yang diperoleh dari hasil pengamatan
dicatat dalam lembar pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa rata-rata tinggi tanaman untuk varietas Filipina
adalah 30 cm, Timur Warso 32 cm, Sumenep 23 cm, dan Bali Karet
40 cm. Jumlah anakan/tunas untuk varietas Filipina rata-rata 13,
varietas Timur Warso 10, varietas Sumenep 7, dan varietas Bali Karet
4.
Daya tumbuh/keluarnya tunas untuk varietas Filipina
serempak/rata, sedangkan untuk Timur Warso, Bali Karet, dan
Sumenep daya tumbuh kurang serempak. Hama dan penyakit yang
menyerang diantaranya adalah hama ulat dan Bercak Ungu.
Serangan tersebut terjadi pada umur 15 dan 21 hari dan telah
ditanggulangi menggunakan obat-obatan yaitu Sap, Kempo, dan
Marcis. Berdasarkan pengamatan, varietas yang tahan terhadap
serangan hama penyakit adalah Filipina, varietas Timur Warso agak
tahan, sedangkan varietas Sumenep dan Bali Karet tidak tahan.
29
Gambar 1. Pertanaman Bawang Merah Menjelang Panen di Lokasi Kegiatan ARF
Umur tanaman bawang merah sampai panen adalah 60 hari. Untuk membuka kesempatan bagi petani di luar petani pelaksana ARF mendapatkan informasi hasil percobaan partisipatif/ARF yang telah dilaksanakan dan memperoleh rumusan teknologi bawang merah spesifik lokasi untuk daerah Kecamatan Maja, maka dilakukan kegiatan Temu Lapang.
Pelaksanaan Temu Lapang ARF bawang merah dilaksanakan di lahan petani yang berdekatan dengan lokasi percobaan. Peserta Temu Lapang terdiri dari Konsultan FEATI Kabupaten Majalengka, Penyuluh Pendamping, para Penyuluh Kecamatan Maja, pengurus dan anggota FMA Mukti Tani, serta petani di luar Desa Cicalung. Acara Temu Lapang terdiri dari 1) Pembukaan, 2) Sambutan Kepala Desa Cicalung, BPTP Jawa Barat, dan Konsultan FEATI Kabupaten Majalengka, 3) Kunjungan Lapang, 4) Ungkapan Pengalaman petani/FMA, 5) Diskusi, 6) Do’a, dan 7) Penutup.
Kepala Desa dalam sambutannya mengungkapkan bahwa melalui kegiatan ARF diharapkan varietas bawang merah yang cocok untuk ditanam di Desa Cicalung dapat diketahui, karena selama ini varietas lokal yang biasa ditanam sudah tidak cocok lagi.
30
Selain itu, diharapkan produktivitas bawang merah juga meningkat
sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani.
Gambar 2. Pelaksanaan Temu Lapang Kegiatan ARF Bawang Merah MK I 2009
Kunjungan Lapang dilakukan oleh seluruh peserta Temu Lapang untuk melihat seluruh pertanaman bawang merah yang terdiri dari varietas Filipina, Timur Warso, Sumenep, dan Bali Karet. Selain itu, dilakukan juga ubinan untuk setiap varietas bawang merah dengan jarak 2,5 m x 2,5 m.
Hasil ARF Bawang merah di FMA Tani Mukti Desa Cicalung, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka sebagai berikut: (1) Produktivitas umbi kering bawang merah tertinggi adalah varietas Timur Warso sebesar 15,4 ton/ha. Sedangkan varietas Filipina, Bali Karet, dan Sumenep secara berturut-turut yaitu 12,8 ton/ha, 10,7 ton/ha, dan 6,75 ton/ha; (2) Ketahanan terhadap hama penyakit, varietas yang tahan terhadap serangan hama penyakit adalah Filipina, varietas Timur Warso agak tahan, sedangkan varietas Sumenep dan Bali Karet tidak tahan; dan (3) Sebagian besar petani menyukai varietas yang diintroduksikan yaitu Filipina dan Timur Warso, karena penampilan dan produktivitas tanaman cukup bagus.
31
Rencana tindak lanjut dari kegiatan ARF ini adalah petani akan
menanam varietas bawang merah yang memiliki hasil terbaik berdasarkan hasil percobaan dan menggunakan teknologi yang
diintroduksikan pada masa tanam selanjutnya. (Titiek Maryati S. ,
Yayan Rismayanti, dan Oswald Marbun).
“Meraih populer dengan bermodal
informasi teknologi Jamur Merang”
Oki Saroki (Ketua FMA “Tunas Kencana, Luwung Kencana,
Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon) merupakan pelopor
pengembangan jamur merang di Desa Luwung Kencana, Kecamatan
Susukan yang berjumlah 2 kumbung dan anggota FMA yang
berjumlah relative sedikit, tetapi secara tekun dan bertahap untuk
mencari teknologi budidaya jamur merang baik dari petani Karawang
maupun di daerah lain yang berusaha jamur merang baik dari sisi
produksi maupun pemasarannya, maka hasil yang di dapat di
informasikan para anggota dan masyarakat sekitarnya untuk di
komunikasikan kepada masyarakat yang berusaha jamur, kemudian
mengumpulkan para pemuda yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
atau pemuda yang yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) di
desa Luwung Kencana. Setelah para pemuda diberikan gambaran
tentang budidaya jamur dan memotivasi untuk melakukan usaha di
desanya dengan cara bergotong royong membuat kumbung
sebanyak 2 unit, dengan modal memanfaatkan bahan yang ada
disekitarnya salah satu contoh pemanfaatan pohon bambu yang
dapat dibuat kumbung.
Keberadaan BPTP dengan program penerapan Demonstrasi
Budidaya Jamur merang dan pembibitan, maka oleh Oki beserta
anggota FMA disambut dengan baik dan didukung juga oleh Badan
32
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Perkebunan
dan Kehutanan (BKP5K) Kabupaten Cirebon. Pada tahun 2009 setelah dilakukan demonstrasi tentang teknologi jamur dari BPTP
kemampuan dalam budidaya FMA “Tunas Kencana” akan lebih percaya diri. Dengan demikian Oki lebih yakin untuk mengembangkan
budidaya jamur di wilayah Kabupaten Cirebon yaitu dengan
menginformasikan hasil penerapannya ke antar FMA yang bidang usahanya adalah jamur dan pada acara lokakarya Farming System
Analysis (FSA) dan Value Change Analysis (VCA) di tingkat
Kabupaten Cirebon, lokasinya di tetapkan di Luwung Kencana,
dengan demikian Oki mengkomunikasikan hasil yang telah dicapai dalam usaha Jamur mulai dari permasalahan yang dihadapi tentang
Budidaya dan penyediaan bibit jamur, yang sekarang dapat
dipecahkan permasalahannya bagi para FMA dan masyarakat.
Dengan acara tersebut juga di undang pengurus Masyarakat
Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI) wilayah Jawa Barat Utara dan Okipun masuk dalam pengurus tersebut karena untuk wilayah
pantura usaha jamur mempunyai prospek yang lebih baik karena dapat memanfaatkan limbah tanaman padi, menciptakan lapangan
kerja, pemanfaatan limbah jamur untuk pupuk organik dan
meningkatkan ekonomi rumahtangga dan pendapatan ekonomi desa.
Pada acara di TV swastapun di Desa Luwung Kencana dapat
ditayangkan tentang Jamur merang dengan acara Cita-citaku di
Trans7 Okipun menjadi bintang utama menginformasikan dan
mengkomunikasikan mulai dari pembuatan kumbung, pembibitan,
budidaya hingga aneka olahan yang berasal dari jamur. Hasil
tayangan TV dan acara pertemuan serta pelatihan antar FMA se
Indonesia Okipun menjadi nara sumber tentang perjamuran. Bahkan
ada permintaan dari Pemerintah Daerah Aceh untuk menerapkan
budidaya jamur mulai dari pembuatan kumbung hingga budidaya
dalam jangka waktu satu periode usaha jamur kurang lebih 4 bulan
untuk membimbing FMA dan Masyarakat Aceh, selain itu pemesanan
bibit jamurpun dari luar Kabupaten Cirebon sudah mulai banyak
33
sehingga FMA “Tunas Kencana” yang diketuai Oki mulai kewalahan.
Dengan adanya perkembangan tentang perjamuran di Kabupaten Cirebon, maka Pemda Cirebon bersama Dewan merencanakan kumbung jamur yang akan dikembangkan di Kabupaten Cirebon adalah sebanyak 500 unit kumbung, sedangkan pada saat ini baru mencapai 184 unit kumbung, sehingga Oki
bersama pengurus MAJI wilayah Cirebon berkewajiban untuk membimbing masyarakat dengan menginformasikan dan mengkomunikasikan teknologi Jamur Merang mulai dari penyediaan bibit, budidaya hingga pemasaran hasil agar para petani jamur dapat menikmatinya, oleh karena itu Oki dkk mengatur tentang wilayah bimbingan se Kabupaten Cirebon. (Djoko Sediono)
34
PENGKAJIAN PENINGKATAN INTENSITAS TANAM PADI MENUJU
IP PADI 400
Sejak tahun 2007 pemerintah telah menetapkan kebijakan
peningkatan beras nasional sebesar 2 juta ton. Konsekuensi dari
kebijakan tersebut, Jawa Barat dituntut untuk mampu menambah
produksi padi sebesar 500.000 ton Gabah Kering Giling (GKG) dari
58,18 juta ton target nasional atau kurang lebih sebesar 5% per tahun, Pada tahun 2008 target yang harus dicapai sebesar 61,09 juta
ton GKG dan pada tahun 2009 akan mencapai 64,15 juta ton GKG.
Program ini dikenal sebagai Program Peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN). Program P2BN merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam mempertahankan ketahanan pangan, hal ini
diperlukan karena kebutuhan beras nasional terus meningkat sejalan
dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang telah
mencapai 236 juta penduduk (BPS, 2007).
Tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi
beras nasional sebesar 2 juta ton per tahun adalah: (1) berkurangnya
ketersediaan lahan dan air (khususnya di musim kemarau) sebagai
akibat degradasi dan tingginya konversi lahan sawah ke non
pertanian serta berkurangnya dukungan sumberdaya alam sebagai
akibat rusaknya lingkungan; (2) rendahnya penerapan teknologi
anjuran ditingkat petani; (3) dampak fenomena iklim baik banjir
maupun kekeringan serta gangguan OPT; (4) rusaknya infrastruktur
yang mendukung usaha pertanian, seperti akses jalan, jaringan irigasi
termasuk pendangkalan waduk; (5) sarana produksi belum sesuai 6
tepat (waktu, tempat, dosis, jenis, mutu, dan harga); (6) masih
lemahnya modal petani; (7) masih tingginya kehilangan hasil (15-
35
20%) terutama pada pengelolaan panen dan pasca panen; dan (8)
masih lemahnya kelembagaan petani (Dirjen Tanaman Pangan, 2007). Strategi yang ditempuh oleh pemerintah untuk mencapai sasaran
tersebut diantaranya adalah dengan cara peningkatan produksi per satuan luas melalui program P2BN. Akan tetapi pertumbuhan permintaan beras lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata laju
peningkatan produksi (3% terhadap 2,6%), pemenuhan kebutuhan beras bila hanya mengandalkan peningkatan produksi per satuan luas
kurang dapat memenuhi target dan perluasan areal tanam dengan cara Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari 200 ke 300 atau 300
ke 400.
Perluasan areal tanam sangat sulit dilaksanakan, karena
mahalnya biaya pencetakan sawah baru juga membangun jaringan irigasi. Salah satu upaya untuk peningkatan produksi padi melalui
perluasan tanam yang cukup potensial adalah melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP). Khusus pada lahan sawah beririgasi teknis, saat ini upaya tersebut telah mencapai IP 300. Peningkatan
Intensitas Pertanaman dapat dilaksanakan dengan persyaratan diterapkan pada daerah beririgasi teknis, intensitas matahari tinggi
dan rekayasa teknologi serta rekayasa sosial. Dengan mempertimbangkan peluang atas (1) dukungan teknologi diantaranya
penciptaan varietas berumur ultra genjah (maksimal 85 hari) dengan produktivitas yang relatif tinggi seperti Silugonggo, Dodokan serta
Inpari, sistem persemaian culik atau persemaian di luar areal sawah yang akan ditanami dengan tanam bibit muda, sistem tanam benih langsung (Tabela) dan teknik pengolahan tanah spesifik lokasi
dengan penambahan bahan bio-dekomposer untuk mempercepat pelapukan jerami, (2) dukungan kelembagaan petani terutama
merubah pola kebiasaan petani terutama dalam percepatan tanam, (3) dukungan sarana dan prasarana diantaranya penyediaan input
produksi, alsintan serta jasa produksi, serta (4) dukungan pemerintah daerah, maka peluang peningkatan IP padi 300 menjadi IP padi 400
memungkinkan untuk dilakukan.
Untuk melaksanakan IP Padi 400 tentunya harus didukung oleh
rekayasa teknologi yang tepat dan sesuai dengan kondisi wilayah
36
serta rekayasa sosial yaitu meningkatkan kinerja pelaku usaha tani
yaitu petani. Rekayasa teknologi tersebut terutama untuk mendukung percepatan tanam. Selain mempercepat waktu tanam, sistem tanam,
penetapan pola tanam, pengelolaan air, pengolahan tanah, pengendalian hama dan penyakit tanaman, panen dan pasca panen
sangat dibutuhkan. Cara tanam dengan pendekatan model PTT juga
merupakan alternatif untuk memperpendek umur tanaman yaitu dengan umur bibit muda kurang dari 15 hari. Pemanfaatan varietas-
varietas genjah, teknologi pengolahan tanah, teknologi pengendalian dan pemantauan hama dan penyakit tanaman, teknologi panen dan
pasca panen dan teknologi pendukung lainnya yang telah dihasilkan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sangat
memberikan peluang diwujudkannya peningkatan IP menuju IP padi
400. Percepatan tanam juga merupakan strategi yang sangat mendukung. Sebagai contoh, sistem tanam gogo rancah pada musim
hujan yang diikuti dengan sistem persemaian culik dan olah tanah minimum dengan walik jerami pada musim kemarau 1, dan 2 dapat
mempercepat waktu tanam sehingga dapat dijadikan alternatif dalam
percepatan tanam (Fagi dan Manwan, 1992; dan Fagi and
Kartaatmadja, 2000).
Untuk itu pada tahun 2009 mulai bulan Mei sampai Desember,
BPTP Jawa Barat melakukan Kegiatan Pengkajian Peningkatan Intensitas Tanam Padi menuju IP padi 400 yang dilaksanakan di
empat lokasi yaitu Kabupaten Kuningan, Sumedang, Purwakarta, dan
Kota Banjar. Tujuan kegiatan secara umum adalah meningkatkan
intensitas pertanaman padi menuju IP padi 400 melalui percepatan
tanam di Jawa Barat, diantaranya dengan:
(1) Pengkajian Adaptasi Varietas Padi Genjah, untuk
mendapatkan beberapa varietas genjah spesifik lokasi yang cocok ditanam di suatu lokasi sehingga mempunyai hasil yang
tinggi dan disukai oleh masyarakat serta berumur genjah
sehingga dapat mempersingkat waktu tanam. Beberapa alternatif
varietas padi berumur genjah yang diadaptasikan di masing-
masing lokasi adalah:
37
Silugonggo, Dodokan, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, dan Galur Harapan yang berumur sangat genjah seperti OM-23959 (Inpari 12) dan OM-1490 (Inpari 13), varietas-varietas tersebut didapat dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi.
Gambar 1. Penampilan Agronomis Varietas dan GH pada Kegiatan Adaptasi Varietas
(2) Pengkajian percepatan tanam dengan menggunakan sistem persemaian culik dimaksudkan untuk mempercepat waktu tanam. Pembuatan persemaian dilakukan dengan memanen padi seminggu sebelum panen diseluruh hamparan kemudian membuat persemaian sesuai dengan kebutuhan yaitu 5% dari luas rencana pertanaman. Segera setelah panen lahan diolah secara minimum (minimum ti llage) selama satu minggu setelah siap tanam persemaian telah berumur kurang lebih 14-15 hari, kemudian tanam dengan bibit muda dan selanjutnya tanaman dipelihara secara pendekatan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Gambar 2. Kegiatan persemaian Culik dan Sistem Tabela
38
(3) Pengkajian Sistem Tanam untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman Padi 400, dimaksudkan untuk mendapatkan sistem tanam yang tepat, sehingga diperoleh periode tanam yang lebih pendek. Pengkajian sistem tanam dilakukan dengan pengaturan sistem tanam benih langsung (tabela) dan tanam pindah (tapin) dengan umur bibit muda. Pemeliharaan tanaman selanjutnya memakai pendekatan model PTT. Beberapa parameter utama yang diamati dan diukur adalah produksi dan komponen hasil padi. serta percepatan waktu tanam dibandingkan dengan cara petani. Aspek penting lain yang diamati adalah tanggapan petani terhadap sistem tanam benih langsung.
(4) Pengkajian Sistem Pengolahan Tanah untuk Memperpendek Masa Tanam, yaitu dengan mempersingkat waktu pengolahan tanah. Pengolahan tanah yang diperlakukan adalah: (a) tanpa olah tanah dengan penambahan bio-dekomposer; dan (b) olah tanah minimum (minimum tillage) yaitu lahan hanya dirotari dan ditambah bahan bio-dekomposer, dan (c) olah tanah sempurna yang dilakukan dengan sekali bajak dan dua kali dilumpurkan (cara petani). Kegiatan dilakukan selama satu musim tanam di Kabupaten Purwakarta. Beberapa parameter utama yang diamati dan diukur adalah produksi dan komponen hasil padi, analisa usahatani serta percepatan waktu yang diperlukan dibandingkan dengan cara petani.
Hasil dari kegiatan tahun 2009 di 4 lokasi adalah sebagai berikut: 1) Pemerintah daerah memberikan dukungan positif terhadap kegiatan peningkatan intensitas tanam menuju IP Padi 400 di daerahnya, 2) Sistem persemaian culik dengan tanam bibit muda dapat mempersingkat waktu tanam selama 2 minggu dibanding dengan sistem persemaian cara petani, 3) Didapat 2 Varietas berumur genjah yaitu Dodokan dan Silugonggo serta 2 Galur Harapan yaitu OM 2395 dan OM 1490 yang dapat digunakan untuk menunjang penerapan pola IP Padi 400.Sistem tanam benih langsung dapat
39
mempercepat waktu tanam 7-10 hari dibandingkan dengan sistem
tanam pindah, 4) Teknik tanpa olah tanah dengan penambahan bio-dekomposer dapat mempercepat waktu tanam selama 8 hari dan
mempunyai hasil lebih tinggi dibanding perlakuan lain karena bio-dekomposer selain dapat mempercepat pelapukan jerami juga dapat
bekerja sebagai pupuk organik, dan 5) Perlu adanya kelembagaan
pendukung dalam percepatan waktu tanam untuk menerapkan IP Padi 400 di lapangan diantaranya dukungan kelembagaan petani dan
alsintan serta jasa usahatani. (Sri Murtiani dan Indah Nurhati).
“PEMBIBITAN CABAI MERAH MENGACU GAP DAN SOP”
Cabai merah merupakan usahatani yang cukup menggiurkan
untuk dikelola. Saat ini banyak petani cabai merah yang sudah
berhasil dalam mengelola usahanya dengan baik, tetapi belum
banyak petani yang mengelola usahataninya dengan mengacu GAP
dan SOP. Penerapan budidaya cabai merah yang mengacu GAP dan
SOP adalah pengelolaan usaha budidaya cabai merah yang mematuhi
arahan dan standar budidaya Cabai Merah yang benar akan diperoleh
jaminan hasil yang terukur bagi para pelaku usaha disegmen
budidayanya.
GAP: Good Agricultural Practices; artinya “Pengelolaan budidaya
pertanian secara baik dan benar” SOP: Standard Operational
Procedure artinya “ Prosedur operasi standar/tetap.
Uraian GAP dan SOP cabai merah secara lengkap cukup panjang. Untuk itu dalam tulisan ini lebih disoroti sampai pada tahap
pembibitan saja.
ASPEK YANG PERLU DIPERHATIKAN :
A. Waktu Tanam
Secara umum, waktu tanam cabai merah pada lahan beririgasi
teknis adalah akhir musim hujan (Maret-April), atau awal musim
kemarau (Mei-Juni). Prinsipnya selama proses pertumbuhan
40
tanaman cabai merah tidak terjadi kelebihan air atau kekurangan air. Waktu tanam cabai merah harus mempertimbangkan jenis lahan, antara lain: (a) lahan kering/tegalan dengan drainase yang baik dan waktunya yang tepat pada awal musim hujan; sedangkan (b) jenis lahan sawah, waktu tanam cabai yang baik pada akhir musim hujan.
B. Persiapan/pengolahan Lahan
Prioritas memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma (Hilman dan Suwandi, 1992). 1) Lahan kering/tegalan, proses pengolahannya : (a) Lahan
dicangkul sedalam 30-40 cm sampai gembur; (b) Dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm; (c) Dibuat guludan dan lubang tanaman dengan jarak tanam (50-60 cm) x (40-50 cm). Pada tiap
bedengan akan terdapat 2 baris tanaman. 2) Lahan sawah, proses pengolahannya : (a) Lahan dibuat
bedengan-bedengan dengan lebar 1,5 m. Antara bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm; (b) Tanah di atas bedengan dicangkul sampai gembur; dan (c) Dibuat lubang-lubang tanaman dengan jarak tanam 50x40 cm.
C. Syarat Tumbuh 1) Penggunaan benih unggul dan berlabel sebanyak 300-400
gr/ha. 2) Bila pH tanah kurang dari 5,5 dilakukan pengapuran dengan
Kaptan/Dolomit sebanyak 1,5 ton/ha, 3-4 minggu sebelum tanam. Jika akan diberikan "soil treatment" atau pemberian nematisida, harus dilakukan 3-4 minggu sebelum tanam.
41
3) Air diperlukan oleh tanaman cabai merah sejak awal pertumbuhan tanaman sampai periode pembungaan dan pembuahan (Knott and Deanon, 1970; Welles, 1990).
4) Efek Kekurangan air pada masa pertumbuhan vegetatif menyebabkan tanaman cabai merah tumbuh kerdil. Kekurangan air pada masa pembentukan bunga dan buah dapat menurunkan hasil buah, bahkan dapat menggagalkan panen.
5) Lahan terlalu lembab menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Curah hujan yang tinggi pada saat pembentukan bunga dan buah juga dapat menggugurkan bunga dan membusuknya buah.
6) Agar mampu tumbuh dengan optimal, tanaman cabai merah memerlukan kisaran suhu udara antara 18-27oC. Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan dan pembungaannya adalah antara 21-27oC dan untuk pembuahannya antara 15,5-21oC (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh suhu udara terhadap pembungaan dan
pembuahan tanaman cabai merah
Suhu (oC) Jumlah bunga Jumlah buah Persentase
pembuahan
10,0 - 15,5
15,5 - 21,0
21,0 - 27,0 32,0 - 38,0
1
2.103
3.234 142
0
1.546
1.431 0
0
73.5
44.3 0
Sumber: Welles, 1990
42
Tabel 2. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan benih cabai merah
Suhu (oC) Jumlah tanaman
yang baik (%)
Lamanya
berkecambah (hari)
10
15
20
25 30
35
40
1
70
96
98 95
70
0
-
25.0
12.6
8.5 7.6
8.8
-
Sumber: Welles, 1990
7. Cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar 600-1250 mm per tahun.
8. Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Bila diharapkan panen yang lebih cepat, cabai merah sebaiknya ditanam pada tanah lempung berpasir; dan bila diharapkan panen lebih lambat cabai merah lebih cocok ditanam pada tanah yang lebih berat atau tanah liat.
9. Tanah juga harus mengandung cukup bahan organik, unsur hara, dan air, serta bebas dari gulma, nematoda dan bakteri layu.
10. Tingkat kemasaman (pH) tanah: 5,5-6,8 merupakan keadaan yang baik untuk tanaman cabai merah (Knott and Deanon, 1970; Knott, 1962).
43
D. Benih dan Bibit
1) Benih cabai merah yang baik dapat diperoleh dengan jalan
menyeleksi tanaman cabai merah yang akan diambil buahnya
untuk benih. Tanaman yang
dipilih harus sehat, berbuah
lebat dan seragam serta bebas
dari serangan hama dan
penyakit.
2) Buah cabai merah setelah
dipanen dibelah membujur, biji-
bijinya dikeluarkan dan dijemur
sampai kering. Biji-biji yang
keriput dan hitam dibuang,
karena kemungkinan sudah terinfeksi penyakit antraknose. Biji
kering tersebut disimpan di tempat yang kering dan bersuhu
rendah. Sebagai gambaran, untuk menghasilkan 1 kg benih
diperlukan +50 kg buah cabai matang dan di dalam 1 gram biji
terdapat +120 biji, yang akan menghasilkan +90 tanaman cabai
merah yang baik (Welles, 1990). Kualitas benih cabai merah
dipengaruhi oleh kematangan buah dan letak biji dalam buah.
Benih yang berasal dari bagian tengah buah cabai yang matang
benih dapat menghasilkan tanaman cabai yang berproduksi
tinggi (Welles, 1990).
3) Sebelum disemai, benih cabai merah sebaiknya direndam dahulu
dalam air panas (50oC) atau larutan fungisida Previcur N (1
cc/liter) selama +1 jam, untuk menghilangkan hama dan
penyakit yang menempel pada kulit biji dan mempercepat
perkecambahan. Benih disemai di tempat persemaian yang telah
disiapkan.
4) Media persemaian yang baik berupa campuran pupuk kandang
yang telah matang dan tanah (1:1). Benih disemai dengan jarak
5x5 cm, sedalam 0,5-1 cm, lalu ditutup dengan lapisan tanah
yang halus dan daun pisang/plastik. Setelah benih berkecambah,
tutup daun pisang/plastik dibuka. Untuk perkecambahan yang
44
baik perlu temperatur antara 24-28oC. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan bibit sampai dipindahkan ke
lapangan antara 22-25oC (Welles, 1990).
5) Bibit atau tanaman cabai merah yang masih kecil tidak tahan
terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi. Oleh karena itu,
tempat persemaian perlu diberi atap plastik atau daun
kelapa/palem yang menghadap ke arah Timur. Atap ini selain
dapat melindungi bibit cabai merah dari intensitas cahaya
matahari yang tinggi dan terpaan air hujan, juga dapat menjaga
kelembaban tanah dan udara di persemaian tersebut. Yang
paling baik adalah apabila persemaian ditutupi dengan kasa nyamuk, karena dapat menghindari serangan kutu daun atau
penyebaran virus, sehingga akan dihasilkan bibit cabai yang
sehat dan seragam (Tabel 3).
45
Tabel 3. Keadaan lingkungan dan hasil cabai merah pada beberapa macam atap persemaian di dataran rendah Subang (Jawa Barat) dan Brebes (Jawa Tengah)
Jenis atap Transmisi
cahaya (%)
Suhu (oC) Kelembaban relatif (%)
Hasil cabai
Tanah Udara Subang Brebes
Tanpa atap 96 31.3 22/40 44/95 5.3 4.9
Plastik
bening
98 30.4 - - 6.3 4.9
Penutup
kasa
56 29.6 23/26 50/100 - 5.3
Sumber: Uhan, T.S. dan N. Nurtika, 1995
6. Bibit yang mengalami pembumbungan/penyapihan pada kantong plastik/daun pisang, setelah ditanam di lapangan dapat lebih cepat beradaptasi, dan kematian tanaman tidak mudah terjadi dibandingkan dengan bibit yang tidak mengalami pembumbungan. Hal ini berarti, pembumbungan bibit dapat mengurangi keterkejutan pemindahan bibit ke lapangan, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan serta hasil buah cabai (Kusumainderawati, 1979: Vos, 1995).
7. Umur bibit juga menentukan berhasil atau tidaknya tanaman cabai merah untuk tumbuh kuat, produktif, dan lebih tahan menghadapi lingkungan yang tidak menguntungkan. Bila bibit dipindahkan terlalu muda, maka pertumbuhan tanaman di lapangan akan kurang baik dan banyak yang mati, karena perakaran pada bibit yang terlalu muda belum cukup kuat dalam beradaptasi pada lingkungan baru, apalagi kalau kondisi lingkungan tersebut kurang menguntungkan.
8. Begitu pula bila bibit yang dipindahkan terlalu tua, daya regenerasi akan berkurang. Bibit yang sudah tua sistem perakarannya akan lebih banyak dan panjang, sehingga pada waktu dicabut untuk dipindahkan banyak mengalami kerusakan.
46
Dari hasil pengkajian diketahui bahwa bibit cabai merah yang
baik untuk dipindahkan ke lapangan dan memberikan hasil buah yang tinggi adalah bibit yang berumur antara 5-9 minggu
(Kusumainderawati, 1979), dan yang terbaik adalah yang berumur 6 minggu (Sunu, 1988). Kalau dilihat berdasarkan
habitus seperti bentuk dan ukuran bibit, maka bibit yang baik
dipindahkan ke lapangan adalah yang mempunyai tinggi sekitar 10 cm dan sudah membentuk daun 2-4 helai.
9) Air harus diberikan secukupnya, karena air yang terlalu banyak
akan membuat tanaman menjadi lemah dan peka terhadap
"damping-off". Setelah bibit tumbuh baik, tanah harus tetap
lembab. Oleh karena itu penyiraman harus terus dilakukan, tetapi
tidak terlalu sering. Penyiraman harus dilakukan pagi hari,
supaya daun tanaman dan permukaan tanah kering sebelum
malam hari untuk mencegah terjadinya "damping-off".
10) Sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, perlu dilakukan
penguatan bibit (hardening), dengan jalan membuka atap
persemaian, supaya bibit menerima langsung sinar matahari, dan
mengurangi penyiraman secara bertahap, baik jumlah maupun
frekuensinya. Selama penguatan, proses pertumbuhan bibit
menjadi lebih lambat dan jaringan menjadi lebih kuat. Hasil
pengkajian menunjukkan bahwa penguatan bibit akan
menghasilkan tanaman cabai yang lebih kuat tumbuhnya dan
kualitas hasil yang lebih baik. Penguatan bibit berlangsung 7-10
hari, karena bila lebih lama dapat menurunkan hasil cabai merah
(Knott and Deanon, 1970).
E. Penambahan nilai hasil dengan Pemulsaan
Penggunaan mulsa dalam budidaya cabai merah telah banyak
dilakukan. Penggunaan mulsa dapat meningkatkan hasil cabai
merah, baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan (Tabel
4).
47
Tabel 4. Pengaruh macam mulsa terhadap hasil cabai merah
Macam mulsa Musim kemarau
hasil (ton/ha) Musim hujan hasil (ton/ha)
Tanpa mulsa
Mulsa jerami
Mulsa plas tik putih bagor Mulsa plas tik putih nafa
Mulsa plas tik h itam perak
0.8
1.4
6.0 4.9
3.4
2.5
2.8
5.6 4.2
4.9
Sumber: Vos J.G.M, 1995
(Darmawan) .
48
BERAS MURNI ANDALAN GAPOKTAN KARYA BAKTI
Kebiasaan beras yang dijual di
pasar merupakan beras campuran
dari berbagai varietas, sehingga ada
beras dengan bentuk bulat atau
panjang. Namun yang dimaksud
dengan beras murni yaitu beras dari
varietas Mekongga atau Ciherang
yang betul-betul tidak ada campuran
dari varietas lain. Data Bulog
menyebutkan kebutuhan beras impor
terus menurun. Pada tahun 1999 stok
beras Bulog dari dalam negeri sebesar
2,4 juta ton sedang beras impor
mencapai 1,5 juta ton (40%
kebutuhan nasional masih impor),
tahun 2003 pengadaan beras dalam negeri sejumlah 2 juta ton dan
luar negeri sekitar 550 ribu ton (25% impor). Dan pada tahun 2008 Indonesia sudah tidak mengimpor beras lagi. Perum Bulog
menganggap pemerintah tidak perlu lagi mengimpor beras tahun
2009 ini dikarenakan produksi beras dalam negeri telah mencukupi,
bersamaan dengan adanya Program Peningkatan Beras Nasional
(P2BN).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah produksi
padi nasional pada tahun 2007 sebesar 58,18 juta ton Gabah Kering
Giling (GKG) atau setara dengan sekitar 37,82 juta ton beras. Setelah
dikurangi penyusutan paling tinggi sekitar 20 persen atau 6,8 juta ton
49
maka jumlah produksi beras menjadi 30,26 juta ton. Jika diasumsikan
penduduk Indonesia sebesar 236 juta jiwa kebutuhan beras nasional mencapai 28 juta ton beras. Bila tingkat penyusutan kurang dari 20
persen maka kebutuhan beras nasional tersebut sudah tercukupi.
Penduduk Kebupaten Kuningan mayoritas adalah petani, dan sebagian besar berusahatani padi, namun demikian usaha yang
dilakukan masih terbatas pada menanam dan menjual gabah. Gapoktan Karya Bakti di Desa Pancalang Kecamatan Pancalang,
berusaha mencari nilai tambah yang semula menjual gabah menjadi menjual beras.
Gapoktan membeli gabah dari anggota kelompok, gabah tersebut dijemur dan digiling. Dalam penggilingan gabah menjadi
beras, Gapoktan bermitra dengan RMU yang ada di Desa tersebut, karena Gapoktan belum memiliki alat RMU sendiri.
Saat ini, pengemasan beras masih terbatas pada Varietas Mekongga dan Ciherang, hal ini mengacu pada permintaan pasar. Rencana pemasaran Beras Murni kekoperasi Satuan Organisasi
Perangkat Daerah (SOPD) di Kabupaten Kuningan, toko oleh-oleh se Kabupaten Kuningan dan pasar-pasar tradisional.
Gapoktan sudah menjual 3.600 kg beras murni Varietas
Mekongga dan Ciherang atau 720 kemasan dengan harga antara Rp. 33.000,- – 35.000,-/kemasan. Pemasaran yang sudah dilakukan ke
toko oleh-oleh di Kabupaten Kuningan dan ke pasar tradisional di Bandung, sedangkan ke koperasi SOPD Kabupaten Kuningan baru
penjajagan untuk melakukan kerjasama dalam pemasaran beras murni. Seiring dengan permintaan pasar, Gapoktan Karya Bakti akan
segera membuat kemasan karung dengan isi beras 25 kg dalam berbagai macam varietas.
Selain memberikan nilai tambah sebesar Rp. 200,-/kg gabah,
Beras Murni juga sebagai upaya pengenalan nama Varietas kepada khalayak, bukan saja masyarakat petani tetapi konsumen umum.
Beras Murni tersebut dikemas dengan kantong plastik yang berlabel “Beras Murni Kuningan”, setiap kemasan berisi satu varietas
sebanyak 5 kg. (Ani Suryani, Indah Nurhati, Susi Mindarti)
50
MEMACU SEMANGAT AGRIBISNIS MELALUI STUDI BANDING
“Belajar dan Carilah Ilmu
Sampai ke Negeri Cina” itulah peribahasa untuk mendorong agar mencari pengetahuan danpengalaman di tempat lain. Salah satu upaya mencari ilmu tersebut adalah dengan melalui studi banding. Tujuan umum studi banding adalah agar seseorang memperoleh pengetahuan dan
wawasan tentang berbagai hal. Petani pelaksana program Prima Tani di Desa Pancalang Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan melaksanakan studi banding dengan tujuan untuk menambah wawasan tentang alternatif pengelolaan sumberdaya alam dan agribisnis.
Studi banding tersebut dilaksanakan oleh Gabungan Kelompok Tani Karya Bakti dan Aparat Desa Pancalang Kecamatan Pancalang KabupatenKuningan, dengan pembimbing dari Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, PPL setempat, dan Tim Prima Tani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jawa Barat. Tempat studi banding Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) di Sukamandi, Kabupaten Subang dan lokasi Prima Tani Kabupaten Karawang. Tempat tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan petani dan potensi Desa Pancalang yang sebagian besar masyarakatnyaberprofesi sebagai petani (89,3%).
51
Kunjungan ke Balai Besar Penelitian Tanaman Padi diawali dengan penjelasan tentang kebutuhan beras nasional, peluang eksport, potensi hasil dapat ditingkatkan dengan teknologi-teknologi baru, serta penjelasan mengenai penerapan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi. Pada kesempatan tersebut, petani dihimbau ikut serta mempertahankan ketahanan pangan untuk memenuhi konsumsi pangan nasional dengan cara meningkatkan produksi padi sebanyak 5% per satuan luas.
Selanjutnya dilakukan kunjungan ke lapangan. Pada kunjungan lapangan tersebut, dijelaskan dan diperlihatkan penerapan teknologi model PTT, seperti umur bibit 10, 15, 20, dan 25 hari setelah sebar (HSS) dengan jumlah 1, 2, 3, 4, dan 5 bibit per rumpun. Petani melihat langsung bahwa penggunaan bibit berumur 10 hari setelah sebar dengan 1 bibit per rumpun ternyata pertanamannya tidak berbeda dengan yang menggunakan bibit berumur panjang dan lebih banyak. Petani juga belajar langsung mengenai cara tanam dangkal. Petani juga mengunjungi peternakan sapi potong menggunakan pakan fermentasi jerami.
Selain model PTT padi dan fermentasi jerami, juga diperkenalkan pertanian organik; display varietas padi unggul, tahan cekaman seperti tahan salinitas (garam), tahan genangan, tahan kekeringan, tahan hama dan penyakit, varietas padi hibrida; integrasi tanaman padi dan ternak; integrasi tanaman padi dengan Itik/Entok (Padi Tik-Tok); efektifitas beberapa pestisida terhadap serangan hama penyakit dan penanggulangan gulma; teknologi pemanfaatan limbah padi untuk jamur merang; dan pengenalan galur-galur harapan tanaman padi. Setelah mendapat penjelasan petani terkesan dan ingin menerapkan teknologi tersebut di daerahnya, terutama penggunaan bibit muda dan tunggal serta fermentasi jerami untuk pakan ternak.
Selanjutnya mengunjungi lokasi Prima Tani yang dikelola gabungan Kelompok tani (Gapoktan) Sri Tani Desa Citarik, Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Komoditas yang dikembangkan adalah padi, ternak domba dan budidaya jamur merang.
52
Untuk usahatani jamur merang, sudah mempunyai 14 kumbung
jamur dengan luas kumbung rata-rata 5 m x 10 m. Konstruksi kumbung dibuat dari bambu dengan lantai tanah dan dinding terbuat
dari bilik bambu dilapisi plastik dibagian dalamnya. Dinding tersebut mempunyai jendela untuk mengatur suhu maupun kelembaban
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan jamur. Di dalam kumbung
terdapat rak-rak bambu untuk media jerami dengan ukuran sesuai dengan luas kumbung. Rak media dibuat menjadi 4-5 tingkat dengan
tinggi 50 cm, dan di dalam kumbung dipasang termometer, drum
sterilisasi, blower, dan kompor semawar. Bahan-bahan untuk pembuatan media jamur adalah: dedak, kapas, jerami, kapur, bibit
jamur, dan minyak tanah/kayu bakar. Hasil jamur dari satu kumbung mencapai 150-200 kg/bulan. Panen jamur dilakukan 10 hari setelah
inokulasi bibit jamur, dan selanjutnya dipanen setiap hari namun
hasilnya menurun setelah 15 hari dari inokulasi. Media jamur yang sudah tidak produktif dimanfaatkan sebagai bahan organik yang baik
untuk pertumbuhan pertanaman padi, namun sampai saat ini, media sisa jamur tersebut belum dikomersialisasikan.
Petani sangat antusias dan sangat berminat untuk
mengembangkan teknologi jamur merang tersebut, karena potensi
sumberdaya alam di Desa Pancalang memungkinkan pengembangan
hal serupa. Dengan studi banding, petani dapat membandingkan
usahatani yang telah dilakukan, sehingga dapat memacu kembali
semangat petani untuk berusahatani dan beragribisnis sesuai dengan
53
peluang pasar. Hasil studi banding, petani lebih memahami usahatani dari segi agribisnis, sehingga petani mampu berpikir menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan peluang bisnis. Petani Desa Pancalang sudah merespon dari hasil kegiatan studi banding yaitu ada yang membuat jamur akan tetapi dari bahan kardus, tanam bibit muda dengan 1 bibit per lobang, dan pembuatan kompos. (Ani Suryani, Susi Mindarti, Indah Nurhati).
KELOMPOK TANI KARYA BAKTI II DESA PANCALANG MELIRIK SISTEM TANAM PADI GOGO RANCAH
UNTUK MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN
Luas lahan di Kelompok Tani Karya Bakti II adalah 45 ha, dengan pola tanam Padi-Padi-Bera, Padi-Ubi jalar-Bera dan Padi-Bera-Bera. Tanaman padi pada musim kedua merupakan tanaman spekulatif, karena tidak ada jaminan karena terbatas sumberdaya air. Untuk mengatasi masalah tersebut, BPTP Jawa Barat memperkenalkan penanaman padi dengan system gogo rancah pada bulan oktober seluas 2.95 Ha. Keuntungan tanam system gogo rancah adalah percepatan tanam selama 1 bulan. Dengan hambatan kekurangan air itulah maka petani sangat merespon program yang dilakukan oleh Prima Tani untuk melakukan tanam padi dengan sistem gogo rancah pada musim hujan.
Gambar: Pertanaman padi gogo dan gabah hasil panen padi gogo di Desa Pancalang
54
Kebutuhan benih varietas Situ Begendit 40-50 kg, pengolahan
tanah dengan cara sederhana (minimum tillage), yaitu membuang
tunggul-tunggul padi dan membuat kamalir disekitar petakan serta
membelah petakan dengan tujuan mengatur air, sehingga tanaman muda tidak terendam air. Cara tanam legowo 2:1 dengan jarak
tanam 50x25x15 cm dengan cara ditugal. Setelah ada hujan bulan Desember tanaman dirancahkan seperti padi sawah. Selanjutnya
pemeliharaan dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pupuk yang diberikan per hektar yaitu Ponska 300 kg/ha, Urea 100 kg/ha dan KCl sejumlah 50 kg/ha. Untuk menahan serangan
kresek, lahan dikeringkan.
Panen padi gogo rancah pada bulan Februari dengan hasil
ubinan rata-rata 2,0 – 2,8 t/ha Tanam padi untuk musim kemarau pertama dilakukan pada Bulan Maret karena persemaian di lakukan
diluar areal kelompok tersebut. Sehingga panen musim selanjutnya pada Bulan Mei. Dengan demikian, menanam pola gogo rancah meningkatkan indeks pertanaman padi dari 100 ke 200. Tanpa gogo
rancah, panen biasanya bulan Maret-April. (Indah Nurhati, Susi Mindarti, Ani Suryani)
PENILAIAN FMA SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN PRESTASI GAPOKTAN Untuk meningkatkan kinerja, pembelajaran agribisnis di
wilayahnya, dan prestasi gapoktan yang di motori oleh UP FMA, baru
baru ini telah dilakukan penilaian prestasi kinerja usahatani dan performansi FMA, penyuluh pendamping, dan penyuluh swadaya di
delapan kabupaten pengelola FEATI di Jawa Barat. Penilaian dilakukan pada bulan September 2010. Untuk menjaga objektivitas
dan fairness (kejujuran) dalam penilaian, tahapan penilaian di mulai dari bawah, yaitu tingkat kabupaten.
Tim penilai tingkat kabupaten melakukan penilaian terhadap gapoktan yang dianggap berprestasi dengan mengacu pada kriteria
umum yang telah ditetapkan oleh Pusat. Setelah melakukan penilaian,
55
Tim penilai tingkat kabupaten kemudian mengusulkan gapoktan yang
dianggap berprestasi kepada tim penilai tingkat provinsi. Tim penilai provinsi, melakukan penilaian gapoktan yang diusulkan oleh tingkat
kabupaten, untuk diusulkan kepada tingkat nasional. Selanjutnya tim penilai tingkat nasional melakukan penilaian gapoktan yang diusulkan tingkat provinsi untuk dicalonkan sebagai gapoktan berprestasi
tingkat nasional.
Dalam pelaksanaannya, gapoktan yang diusulkan berprrestasi oleh tingkat kabupaten berjumlah satu sampai tiga gapoktan. Pertimbangan utama penilaian adalah keseimbangan yang memadai antara kinerja gapoktan, penyuluh pendamping, dan penyuluh swadaya. Unsur unsur penilaian meliputi aspek administrasi kelompok, pembukuan yang rapi, pengembangan kelembagaan, kepengurusan, dinamika kelompok, perencanaan usahatani, sampai dengan pengembangan kemitraan dalam pengembangan usahatani.
Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, dan tetap mempertahankan objektivitas, akhirnya tim penilai provinsi berhasil memperoleh tiga gapoktan yang terbaik, yaitu tingkat pertama adalah UP FMA Barokah, Desa Pamijahan, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon tentang ternak domba, sedangkan ke dua adalah UP FMA Tani Jaya, dengan usaha pengelolaan ubi kayu (Gitrek), di Desa Sindanglaya, Kabupaten Subang, dan peringkat ke tiga adalah UP FMA Saluyu, Desa Cipacing Kabupaten Karawang dengan usaha budidaya jamur. UP FMA Barokah mempunyai administrasi yang rapi dan telah tercapai kemitraan dalam usahataninya dilengkapi dengan nota kesepahaman tertulis. UP FMA Tani Jaya telah mengembangkan usaha pengolahan ubi kayu sampai ke luar daerahnya. UP FMA Cipacing telah berhasil dalam pengembangan jamur, dan telah terbukti dengan menyebarnya kumbung jamur ke wilayah sekitarnya.
Selanjutnya ke tiga gapoktan tersebut di nilai oleh tim penilai tingka nasional, dan hasilnya masih dalam proses. Salah satu pesan penting dalam proses penilaian ini adalah bahwa menjadi juara atau
tidak, bukan tujuan utama, tetapi tujuan utama adalah pembelajaran
56
dan peningkatan pengembangan usahatani untuk kemajuan
kelompoktani dan anggota anggotanya, sehingga tujuan pemberdayaan petani dapat tercapai.
(Oswald Marbun & Sri Murtiani).
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Jawa Barat
Program Pengembangan Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan kegiatan strategi untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sector. Program PUAP merupakan bagian dari Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Keseluruhan desa Penerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM-PUAP) di Jawa barat adalah 881 desa yang tersebar di 24 kabupaten dan kota. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian bahwa pada tahap pertama terdapat 675 desa penerima BLM-PUAP, sedangkan pada tahap kedua ada 206 desa penerima
BLM-PUAP.
Penyuluh pendamping dan gabungan kelompok tani penerima BLM-PUAP sejumlah 675 desa sudah dilatih di Balai Besar Pelatihan
Pertanian dan Balai Pelatihan Cihea. Pada proses pelatihan materi yang diberikan sesuai dengan kurikulum yang sudah dibahas terlebih dahulu oleh para widyaiswara dan tim BPTP yang menangani program PUAP. Pembahasan materi Rencana Usaha Anggota (RUA), Rencana Usaha kelompok (RUK), dan Rencana Usaha Bersama (RUB) memerlukan waktu lama, hal ini dianggap materi tersebut sangat
dibutuhkan oleh peserta apabila salah dalam menyampaikannya, maka akan berakibat keterlambatan bagi pengurus gapoktan dalam membuat dokumen pemberkasan untuk pencairan dana BLM-PUAP
untuk di kirim ke pusat pembiayaan Pertanian.
57
Pada saat sekarang gapoktan penerima BLM-PUAP yang tahap
pertama dan tahap kedua sebagian besar sudah membuat RUB dan dokumen pemberkasan untuk pencairan dana BLM-PUAP. Menurut
Kepala Pusat Pembiayaan bahwa RUB dan dokumen harus sudah diterima di Pusat Pembiayaan Pertanian di Jakarta.
Penyuluh pendamping dan ketua gapoktan penerima BLM-PUAP
pada tahap kedua sudah melaksanakan pelatihan, namun demikian
sesuai dengan tugasnya dan dibantu oleh Penyelia Mitra Tani serta
Tim Teknis Kabupaten, mereka juga sudah membuat RUA, RUK, dan
RUB serta dokumen untuk pencairan dana BLM-PUAP yang akan
dikirim ke Pusat Pembiayaan Pertanian. Di sekretariat propinsi pada
saat sekarang juga sedang berlangsung verifikasi dokumen PUAP
yang diserahkan dari tim teknis kabupaten ke sekretariat yang
selanjutnya akan dikirimkan ke Pusat Pembiayaan Pertanian di Jakarta.
Sampai saat ini sebagian besar Gapoktan PUAP tahap pertama yang
sudah diverifikasi oleh pusat pembiayaan sudah menerima dana
PUAP.(Susi Mindarti)
58
AAAsssuuuhhhaaannn::: BBBuuunnnggg DDDiiissstttyyy (Tim Diseminasi Teknologi)
1. Bung Disty yang budiman, saat ini saya beternak domba. Dalam
hal sistem perkawinan domba, saya selalu mendatangkan pejantan (pemacek) untuk memperoleh keturunan yang baik dengan harga murah. Namun, suatu ketika saya mengalami kesulitan memperoleh pejantan. Saya juga pernah mendengar istilah kawin koloni, apakah system perkawinan tersebut cukup efisien dalam pelaksanaannya? (UP FMA Desa Titrawangunan Kab. Kuningan)
Jawab :
Perkawinan ternak merupakan salah satu bagian dari manajemen reproduksi yang berperan dalam upaya memperoleh keturunan ternak dengan kualitas genetik baik yang akan menunjang pula terhadap performa produksi ternak tersebut. Perkawinan ternak domba umumnya dapat dilakukan dalam sistem kawin tunggal (1 pejantan untuk 1 induk betina) dan koloni (1 pejantan untuk 10–20 ekor betina). Penerapan kawin koloni memiliki keunggulan antara lain mengurangi biaya pengadaan pemacek serta memudahkan deteksi birahi karena ternak secara alami akan langsung melakukan perkawinan begitu tiba masa estrus (masa kawin). Oleh karena itu, sistem perkawinan koloni bisa dijadikan alternatif penting dalam pelaksanaan efisiensi pemeliharan domba terutama menyangkut aspek efisiensi reproduksinya.
2. Bung Disty yang terhormat, saya ingin menanyakan bagaimana
cara membuat susu pengganti bagi anak domba yang kondisi induknya tidak mau menyusui atau produksi air susunya sangat sedikit? (UP FMA Desa Tirtawangunan Kab. Kuningan)
59
Jawab : Pada prinsipnya anak domba yang belum lepas sapih masih memerlukan asupan gizi melalui air susu induknya. Namun, pada berbagai kondisi tertentu induk tidak dapat menghasilkan air susu yang cukup untuk kebutuhan anaknya atau kondisi/perilaku induk yang tidak bisa merawat anaknya. Oleh karena itu, asupan kebutuhan gizi anak domba (belum lepas sapih) harus dipenuhi melalui pembuatan susu pengganti buatan yang mampu menyediakan nilai nutrisi yang setara dengan air susu induknya. Pembuatan susu pengganti ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan antara lain: ½ liter susu sapi atau susu bubuk, 1 sendok teh minyak ikan, 1 butir telur ayam dan ½ sendok makan gula. Semua bahan tersebut dicampur merata dan dapat diberikan pada ternak sebagai susu pengganti. Terima kasih, selamat mencoba!
3. Bung Disty yang budiman, saya ingin menanyakan apakah
pengebirian (kastrasi) yang dilakukan pada domba jantan untuk penggemukan dapat mempengaruhi kondisi ternak tersebut ? Bagaimana dampaknya terhadap peningkatan bobot badannya? Terima Kasih (UP FMA Desa Tirtawangunan Kab. Kuningan)
Jawab :
Pengebirian (kastrasi) umum dilakukan pada pejantan dengan tujuan penggemukan. Kastrasi dilakukan dengan tujuan agar ternak pejantan dapat mengganti (kompensasi) aktivitas perkawinan/reproduktif menjadi perbaikan performa tubuh yang ditandai dengan peningkatan bobot badan dan kualitas dagingnya. Selain itu kastrasi juga dilakukan agar pejantan dengan kualitas genetik jelek tidak mengawini betina yang bagus. Ternak pejantan yang dikastrasi umumnya menunjukkan perilaku yang lebih jinak dan terkendali sehingga mampu mengurangi aktivitas ternak. Berkurangnya aktivitas ternak tersebut mampu menghemat penggunaan energy pakan untuk selanjutnya diubah (konversi) menjadi peningkatan bobot badan.
60
4. Bung Disti yang budiman, saya tertarik untuk mengembangkan usaha ternak domba. Mohon bantuan dan informasi jika ada pihak yang bersedia membantu pengembangan usaha terutama melalui system kemitraan yang saling menguntungkan! (UP FMA Gandasoli Kab. Kuningan)
Jawab :
Pengembangan usaha ternak domba dapat dilakukan salah satunya dengan menjalin kemitraan dengan pihak lain (stakeholders). Untuk peluang pengembangan domba baik dalam tujuan penggemukan maupun perbibitan, dapat bekerja sama dengan Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Propinsi Jawa Barat dengan menghubungi Bapak H. Ade (081324491888).
5. Bung Disty yang terhormat, saya ingin bertanya tentang rekening
tabungan kelompok kegiatan FEATI (FMA) yang terkena biaya administrasi. Jika saldo buku tabungan sudah habis/nol, apakah rekening tabungan tersebut masih bisa digunakan?Mohon penjelasan lebih lanjut, terima kasih (UP FMA Cageur Kab Kuningan)
Jawab :
Dalam kegiatan FEATI, ada beberapa perubahan dalam penggunaan rekening yang digunakan dari tabungan konvensional menjadi rekening giro. Untuk rekening tabungan konvensional jika saldo sudah menunjukkan nol maka rekening tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi, sedangkan jika menggunakan rekening giro, meskipun saldo sudah habis/nol rekening tetap bisa digunakan. Oleh karena itu, kami menyarankan agar FMA menggunakan fasilitas rekening giro sebagai tabungan kelompok untuk kemudahan proses lebih lanjut.
61
6. Bung Disty yang terhormat,
Akhir-akhir ini banyak petani padi di desa saya yang menggunakan solar dan oli bekas untuk mengendalikan serangan
hama wereng. Akibatnya jerami padi yang saya gunakan untuk budidaya jamur kurang baik atau produksi jamur menurun, bagaimana sebaiknya mengatasi hal tersebut ?, apakah solar dan
oli bekas memang cukup aman untuk pengendalian hama wereng (Sukarta, Desa Rawagempal Wetan, Kec. Cilamaya
wetan, Kabupaten Karawang).
Jawab: Untuk mengendalikan hama wereng dengan menggunakan solar dan oli bekas dalam waktu singkat memang betul, tapi jangka
menengah dan panjang justru menjadi bencana bagi konsumen dan pemanfaatan jerami akan mengalami penurunan kandungan, karena kandungan solar dan oli bekas yang susah diurai oleh bakteri, apalagi kondisi lahan akan semakin menurun dan menjadi kritis karena terpolusi dari solar dan oli bekas. Dari beberapa pengalaman dari Bapak Muhyi dari Pusaka Jaya Kabupaten Subang, untuk mencegah terjadinya serangan hama wereng dengan cara menggunakan varietas Ciapus dan Pepe, sehingga yang sekitarnya terjadi peledakan serangan hama wereng, tetapi tanaman Bp Muhyi tidak sedikitpun terserang hama wereng. Cara kedua yaitu dengan pemberian pupuk kompos yang benar masak/komposnya dibuat dengan melalui proses dikomposer yang benar dan pemberian zeolit, sehingga usaha tani padinya dapat dipanen hasilnya. Sedangkan jeraminya tidak mengandung solar maupun oli bekas. Apabila jerami tersebut digunakan untuk media jamur merang tidak akan mengurangi produksi jamur merang, bahkan pertumbuhan jamur merang akan lebih baik karena penggunaan pupuk organik yang benar dan hasil jamur tidak berbahaya bagi konsumen. Keuntungan lainnya dengan menggunakan zeolit adalah pH tanah akan naik, kandungan beracun dalam tanah akan diserap zeolit sehingga tanaman padi dan jerami t idak akan mengandung
62
zat beracun yang dibawa dan kondisi lahan untuk jangka
panjang akan terjaga. Selamat mencoba.
7. Bapak pengasuh diseminora, saya peternak domba di Garut.
Pada saat musim hujan, rumput untuk pakan ternak domba tidak
terlalu sulit untuk mencarinya. Tetapi domba-domba saya agak
kurang nafsu makan dan petumbuhannya tidak terlalu cepat.
Mohon informasi untuk mengantisipasinya ya pak?
Jawab:
Pada musim hujan telur cacing yang menempel pada rumput
berkembang biak dengan cepat. Apabila rumput yang
mengandung telur cacing termakan, menyebabkan ternak domba
bapak terserang penyakit cacing, misalnya cacing pita. Cacing
pita tersebut, akan memakan zat makanan yang ada di dalam
saluran pencernakan sehingga ternak domba Bapak kekurangan
zat makanan untuk pertumbuhan badannya. Oleh karena itu,
memasuki musim hujan, sebaiknya ternak domba diberi obat
cacing.
63
Gapoktan Mitra Awirama yang berlokasi di desa Kertawirama, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, merupakan salah satu gapoktan yang dimotori oleh UP FMA Mitra Awirama, yang usaha agribisnis nya telah berjalan. Materi pembelajaran pada UP FMA ini pada tahun sebelumnya adalah pembelajaran padi organik dan
Kabupaten/ Kota
Nama FMA
Tersedia Bahan
Potensi Bahan dan Harga
Hubungi Alamat
Majalengka
Karya Tani Tepung Cabe · 1 kwintal/minggu · Rp. 40.000/kg
Ketua FMA (Fahrudin) Hp : 081320004817 Penyuluh Swadaya (Andi Sumardi) Hp : 085224980881 UP FMA Desa Suniabaru Jl. Diponegoro No.3 Desa Suniabaru Kec. Banjaran Kab. Majalengka 45460
Indramayu Mekartani
Jaya
Kambing · Skala 1-14 ekor · Harga jual :
Rp. 650.00-1.200.00/ekor
Ketua FMA (H. Abdullah Hp : 087885529263/085224154965 Penyuluh Swadaya : Maryadi dan Castiyah PPL PNS (Ibu Baenah) UP FMA Mekartani Jaya Desa Panyingkiaran Kidul Kec. Cantigi Kab. Indramayu.
Karawang Mekartani Beras
Premium
· 2 ton/minggu · Rp. 10.500/kg
Bapak Geri Kurniawan Dusun Krajan Ib RT 03 RW 02 Desa Kuto gandok Kecamatan Kutawaluya
Kab. Karawang Hp : 081588071952 Email : [email protected]
64
budidaya ayam buras. Tetapi karena usaha pembelajaran tersebut kurang berorientasi pasar, maka usaha tersebut kurang berkembang. Seletah melalui usaha dan kerja keras baik oleh UPFMA, maupun penyuluh pendamping, dalam mencari usahatani yang menguntungkan, diperoleh usahatani beternak kelinci. Dengan permintaan daging kelinci yang meningkat sampai keluar kabupaten, yaitu ke Cirebon, maka dikembangkanlah usahatani kelinci, sekaligus sebagai proses pembelajaran gapoktan ini. Berdasarkan hasil identifikasi potensi kelompoktani, diperoleh informasi bahwa ada kurang lebih seratus lima puluh ekor induk kelinci yang dapat digunakan sebagai modal untuk budidaya kelinci. Proses pembelajaran yang dilakukan adalah perbaikan pakan kelinci dan sanitasi kandang. Usahatani kelinci berkembang dengan jumlah anak hampir mencapai 60 ekor pada tahun pertama, dan hasil penjualannya sangat menguntungkan. Meskipun demikian, gapoktan ini belum dapat memenuhi permintaan daging kelinci untuk diekspor ke kabupaten Cirebon. Oleh karena itu perbanyakan induk kelinci, untuk memperbanyak anak kelinci, sangat terbuka, apa lagi telah disertai dengan ketrampilan anggota gapoktan dalam budidaya kelinci. Bagi yang berminat untuk bergabung usaha bersama dengan gapoktan ini, dapat menghubungi penyuluh pendamping Hj. Lili gapoktan ini di Desa kertawirama, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, dengan no hp. 081324106803. Semoga bermanfaat!!!!
65
KEBUN JAGUNG
Ada orang yang bernama Pak Budi menulis surat kepada anaknya Wahab yang ada dipenjara di Nusa Kambangan karena dituduh
terlibat terorisme.
Isi suratnya: "Wahab, bapakmu ini sudah tua, sekarang sedang
musim tanam jagung, dan kamu ditahan di penjara pula, siapa yang
mau membantu bapak mencangkul kebun jagung ini?"
Kemudian anaknya membalas surat itu beberapa minggu kemudian. "Pak, jangan cangkul kebun itu, saya menanam senjata di sana," kata
si anak dalam surat itu.
Rupanya surat itu didengar oleh pihak intelejen, maka keesokan harinya setelah si bapak terima surat itu, datanglah satu pleton polisi
kota itu.
Lalu tanpa banyak bicara mereka segera ke kebun jagung dan sibuk
seharian mencangkul mencari senjata itu di kebun tersebut. Setelah mereka pergi, si bapak menulis kembali surat ke anaknya.
"Wahab, setelah bapak terima suratmu, datang satu pleton polisi mencari senjata di kebun jagung kita, namun tanpa hasil. Apa yang harus bapak lakukan sekarang?"
Si anak kembali membalas surat tersebut, "Sekarang bapak mulai
tanam jagung aja, kan udah dicangkul sama polisi, dan jangan lupa
ngucapin terima kasih kepada mereka."
PETANI vs SALES
Seorang sales sedang mencoba membujuk seorang petani untuk
membeli sebuah sepeda.
Si petani menolak untuk membeli sebuah sepeda, tapi ternyata si
sales tampaknya tidak mudah menyerah.
66
“Hei … dari pada membeli sepeda, lebih baik aku habiskan uangku
untuk pelihara sapi,” kata si petani. “Ah,” jawab si sales, “tapi coba pikir deh … Anda akan sangat terlihat
bodoh jika Anda bepergian dengan mengendarai seekor sapi.” “Huhh!!” hardik si petani. “Apakah t idak lebih bodoh jika orang
melihatku memerah sebuah sepeda!”
SAPI DAN PETANI
Pada suatu hari, seorang Petani dengan menggunakan mobil truknya
ingin membawa seekor Sapi miliknya ke pasar untuk dijual.
Pada saat si Petani menaikkan Sapinya kedalam truk, Sapi tersebut
selalu berontak dan turun kembali. Kejadian itu terjadi berulang-
ulang sampai lima kali, akhirnya si Petani kesal dan marah-marah.
Petani: Dasar Sapi gendut, sebenarnya apa maumu sih? (Sambil
memukul-mukul pantat si Sapi) Sapi tersebut menjawab....Sapi: Saya
mau duduk di depan Pak!!!
PETANI SEMANGKA vs ANAK KECIL
Seorang petani sangat kesal dengan sikap anak-anak kecil yang nakal
yang selalu mencuri semangka di kebunnya. Akhirnya ia mendapat
ide untuk meletakkan papan tanda yang besar di tengah-tengah
kebun yang bertuliskan AWAS.. SATU DARI SEMANGKA-SEMANGKA
INI TELAH DISUNTIK DENGAN RACUN!!!”
Keesokan harinya, petani itu tersenyum karena mendapati semangka-
semangkanya itu tidak dicuri lagi..... Seminggu setelah itu. Petani ini
pergi ke kebunnya untuk memetik semangka-semangkanya untuk
dijual di pasar. Memang kelihatan jelas tidak ada semangka yang
hilang tetapi dia sangat terkejut karena disebelah papan tandanya
terdapat satu lagi papan tanda yang baru yang
bertuliskan: ”SEKARANG ADA DUA SEMANGKA YANG DISUNTIK
RACUN!!!”