Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMAHAMAN MAHASISWA UIN STS JAMBI TENTANG HUKUM
BERSENTUHAN ANTARA LELAKI DAN PEREMPUAN (STUDI
KOMPERATIF MAZHAB HANAFI DAN MAZHAB SYAFI’I)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Syariah
Pada Fakultas Syariah
Oleh:
MUHAMMAD NURUSYAHMI BIN SHAMSUDIN
NIM: SPM 160039
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
J A M B I
1439 H / 2018 M
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperolehi gelar strata 1 (S1) di Fakultas Syariah UIN
STS Jambi.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN STS Jambi.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN STS Jambi.
Jambi, November 2018
Yang Menyatakan,
MUHAMMAD NURUSYAHMI BIN SHAMSUDIN
NIP: SPM 160039
iii
Pembimbing I : Dr. Yuliatin, S.Ag.MHI
Pembimbing II : Drs. Rahmadi, M.HI
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Jl. Jambi- Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren,
Kab. Muaro Jambi 31346.
Telp. (0741) 582021.
Kepada:
Yth. Bapak Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Di
JAMBI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami
berpendapat bahwa skripsi saudari Muhammad Firdaus Bin Azamuddin, SPM 160035
yang berjudul: “Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi Tentang
Hukum Bersentuhan antara Lelaki dan Perempuan ( Studi Komperatif Mazhab
Hanafi dan Mazhab Syafie”).
Telah dapat di ajukan untuk di munaqasyahkan guna melengkapi tugas-
tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu (SI)
pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Maka dengan ini kami ajukan Skripsi tersebut agar dapat di terima dengan baik.
Demikianlah, kami ucapkan Terima kasih, semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalam,
PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,
Dr. Yuliatin, S.Ag.M.HI Drs. Rahmadi,M.HI NIP:19740718 200003 2 002 NIP:197112201992032001
iv
MOTTO
{ ائ ي ش لله ب ن ك ر ش }ل ة ي ال ه ذ ه ب م ل ك ل ب اء س الن ع اي ب ي م ل س و ه ي ل ى الله ع ل ص ي ب الن ان ك
ة أ ر ام د ي م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص الله ول س ر د ي ت س ا م م و ت ل ا ق .اه ك ل م ي ة أ ر ام ل ا
Artinya: “Bahawasanya Nabi SAW berbai’at dengan kaum wanita secara lisan
(tanpa bersalaman) untuk ayat “janganlah kamu mensyirikkan Allah
dengan segala sesuatu”. Dan tangan Rasulullah SAW tidak pernah
menyentuh tangan wanita melainkan wanita yang dimilikinya”. 1
1 Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Kitab Shahih Bukhari,(22/160, no. 6674).
v
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Pemahaman Mahasiswa Fak. Syariah UIN STS Jambi
tentang Hukum Bersentuhan Antara Lelaki dan Perempuan Studi Komperatif
(Mazhab Hanafi Dan Mazhab Syafi’i). Skripsi ini adalah bertujuan untuk
mengetahui Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah dan Landasan Hukum
tentang hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan menurut Mazhab Hanafi
dan Mazhab Syafie. Penulis menjalankan kajian di Fak. Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode normatif dan sosiologis.
Insrtumen pengumpulan data adalah melalui dokumentasi, Angket, dan Observasi.
Jenis penelitian yang digunakan dalam kajian ini yaitu field research (kajian
lapangan) supaya penulis dapat meneliti dan membahas kajian ini secara rinci dan
membahas permasalahan ini dengan lebih mendalam. Dengan menggunakan data
primer yaitu diperoleh dari penelitian lapangan di fakultas syariah UIN STS Jambi
dan data sekunder yang merupakan data pelengkap atau pendukung yang diperolehi
melalui buku-buku, jurnal dan juga artikel-artikel. Penulis mendapat banyak faktor
penyebab terjadinya bersentuhan antara lelaki dan perempuan, mengetahui
landasan hukum bersentuhan menurut mazhab Hanafi dan mazhab Syafie, kaedah
yang digunakan mazhab Hanafi, dan dalil-dalil pengharaman mazhab Syafie. Selain
itu, untuk mengetahui berapa jumlah mahasiswa yang faham tentang hukum
bersentuhan menurut mazhab Hanafi dan mazhab Syafie, tanggapan responden
tentang hukum bersentuhan menurut mazhab Hanafi dan mazhab Syafie melalui
daftar pertanyaan/ daftar angket yang disediakan oleh penulis. Maka di dalam
skripsi ini membahas tentang Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS
Jambi tentang Hukum Bersentuhan antara Lelaki dan Perempuan Studi Komperatif
(Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafie).
Kata Kunci: Landasan Hukum, Pemahaman Mahasiswa
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini
Untuk orang-orang yang kucintai
Ayahanda Shamsudin bin Osman dan ibunda Norasmahwati binti
Suleiman yang telah mendidik dan mengasuh ananda dari kecil hingga dewasa
dengan penuh kasih sayang, agar kelak ananda menjadi anak yang berbakti
kepada kedua orang tua dan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa, dan dapat
meraih cita-cita.
Tidak lupa kakanda-kakandaku terima kasih di atas segala perhatian dan
dorongan yang diberikan, semoga segala sesuatu yang terjadi di antara kita
merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya,
Serta tak lupa pula terima kasih juga untuk insan yang tercinta yaitu
sahabat seperjuangan dalam jurusan perbandingan mazhab serta teman-temanku
lain yang tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di
Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia maupun teman-teman
yang berada di Malaysia, yang setia telah memberikan semangat dan dorongan di
kala suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik dan
semoga ini semua menjadi kenangan yang terindah dalam hidupku.Terima kasih
atas segalanya.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadrat Allah
SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. shalawat dan salam turut dilimpahkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai.
Alhamdulillah dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi
nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang diberi “Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi Tentang
Hukum Bersentuhan antara Lelaki dan Perempuan (Studi Komperatif Mazhab
Hanafi dan Mazhab Syafie)”.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
ilmu syariah dalam bagian hukum. Juga memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Jurusan Perbandingan Mazhab
pada Fakultas Syariah Universitas Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima
hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun
penyusunannya. Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan
lagi daya usaha untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan. Dan
berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat juga
diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung maupun secara
tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
viii
1). Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.
2). Bapak Dr. AA. Miftah, M.Ag, Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia.
3). Bapak H. Hermanto Harun, Lc, M.HI Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu
Dr Rahmi Hidayati, S.Ag, M.HI,Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Perancanaan dan Keuangan dan Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag. MHI, Wakil Dekan
Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
4). AlHusni, S.Ag.,M.HI Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum dan
bapak Yudi Arman Syah, STH.I, M.HUM Sekretaris Jurusan Perbandingan
Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
5). Ibuk Dr. Yuliatin, S.Ag.MHI Pembimbing I dan bapak Drs.Rahmadi, M.HI
Pembimbing II skripsi ini yang telah banyak memberi masukan, tunjuk ajar dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6). Bapak dan ibu dosen yang telah mengajar sepanjang perkuliahan, asisten dosen
serta seluruh karyawan dan karyawati yang telah banyak membantu dalam
memudahkan proses menyusun skripsi di Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia.
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan, analisis data, penyusunan
maklumat maupun dalam mengungkapkan argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh
karenanya diharapkan kepada semua pihak dapat memberikan kontribusi
pemikiran, tanggapan dan masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi kebaikan
ix
skripsi ini. Semoga apa yang diberikan dicatatkan sebagai amal jariyah di sisi Allah
SWT dan mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.
Jambi, November 2018
Penulis,
MUHAMMAD NURUSYAHMI BIN SHAMSUDIN
SPM 160039
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN KE ASLIAN ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN iv
MOTTO iv
ABSTRAK v
PERSEMBAHAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
TRANSLITERASI xii
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 6
D. Batasan Masalah 7
E. Kerangka Teoritis Dan Konseptual 7
F. Tinjauan Pustaka 10
BAB II: METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 13
B. Jenis Penelitian 13
C. Pendekatan Penelitian 14
D Jenis dan Sumber Data. 15
E. Instrumen Pengumpulan Data 16
F. Populasi dan Sampel dan Teknik Analisis Data 17
G.Sistematika Penulisan 19
xi
BAB III: BIOGRAFI IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI’I
A. Mazhab Hanafi…………………………………………… 21
B. Biografi Imam Abu Hanifah……………………………... 21
C. Pendidikan Imam Abu Hanifah………………………….. 21
D. Murid-murid Imam Abu Hanifah…………………............. 22
E. Hasil Karya Imam Abu Hanifah dan Murid-muridnya…… 23
F. Dasar-dasar Mazhab Hanafi ………………………………. 25
G. Ciri-ciri Khas Mazhab Hanafi............................................... 27
H. Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah ……………. 28
I. Mazhab Syafi’i……………………………………………… 37
J. Biografi Imam Syafi’i………………………………………. 37
K. Latar Belakang Sosial dan Politik………………………….. 42
L. Guru-guru Imam Syafi’i…………………………………… 44
M. Dasar-dasar Mazhab Syafi’i………………………………... 45
N. Karya-karya Imam Syafi’i…………………………………. 45
BAB IV: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pendapat Mazhab Hanafi Dan Mazhab Syafie Tentang Hukum
Bersentuhan Lelaki Dan Perempuan……………………………..50
B. Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi
tentang Hukum bersentuhan antara Lelaki dan Perempuan……...55
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................66
B. Saran-Saran............................................................................67
C. Kata Penutup..........................................................................68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
xii
TRANSLITERASI
n ن gh غ sy ش kh خ a ا
w و f ف sh ص d د b ب
h ه q ق dh ض dz ذ t ت
’ ء k ك th ط r ر ts ث
y ي l ل zh ظ z ز j ج
m م ’ ع s س h ح
â = a panjang
î = u panjang
û = u panjang
au =او ay=اى
xiii
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS : Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin.
SWT : Subhanahuwata ‘ala.
SAW : Sallallahu ‘alaihiwasallam.
ra. : Radiallahu ‘an.
No. : Nomor.
Q.H : Al-Quran Dan Hadis.
cet. : Cetakan.
hal : Halaman.
Fak. : Fakultas
xiv
DAFTER TABEL
Table 1: Instrument Pengumpulan Data…………………………………… 16
Table 2: Pengetahuan responden tentang (hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut agama Syariat Islam)………………………………… 55
Table 3: Mahasiswa faham mengenai hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut mazhab Syafie………………………………………. 56
Table 4: Mahasiswa faham mengenai hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut mazhab Hanafi……………………………………… 57
Table 5: Pengetahuan responden adakah mahasiswa faham mengenai hukum talfiq
Mazhab…………………………………………………………………… 58
Table 6: Pengetahuan responden tentang hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut mazhab Syafie……………………………………… 59
Table 7: Pengetahuan responden tentang hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut mazhab Hanafi……………………………………… 59
Table 8: Mahasiswa beranggapan bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan
perempuan sebagai
adat………………………………………………………………………… 61
Table 9: Mahasiswa beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan yang
mengendarai kendaraan seperti motor bersama-sama adalah wajar……… 62
Table 10: Mahasiswa beranggapan kendaraan umum seperti ojek atau go-jek
harus digantikan dengan kendaraan umum yang lebih ikhtilat…………… 63
Table 11: Adakah responden setuju bahawa mahasiswa terutama fakultas Syariah
untuk lebih menjaga ikhtilat dalam usaha pratik ilmu……………………. 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dasar pertama yang telah ditetapkan oleh Islam ialah membawa asal sesuatu yang
diciptakan oleh Allah SWT, biar apa jua barangan atau manfaat, asalnya ialah halal dan
boleh digunapakai. Tiada yang haram melainkan jika ada nas yang sahih dan jelas
daripada syariat yang menetapkan pengharamannya. Jika tidak ada nas yang sahih,
umpamanya ada sesetengah hadith yang dhaif, iaitu lemah ataupun tidak jelas dalam
dalil tentang pengharamannya, maka tinggallah perkara itu seperti asalnya, iaitu mubah
(mengharuskan).1
Di zaman moderen ini, dunia dipenuhi dengan berbagai macam teknologi yang
canggih. Mulai dari teknologi yang dapat menjerumuskan generasi muda ke dalam
jurang kehinaan. Dan dari teknologi ini dapat kita ambil contoh yaitu TV dan Internet.
Bagaimana kita melihat banyak acara yang justru menghancurkan kepribadian pemuda
pemudi Islam kita. Mereka mengikuti adegan yang telah dilihat. Seperti berpacaran,
berpegangan tangan, bersentuhan, berdua-duaan yang bukan mahramnya dan masih
banyak hal-hal yang dikerjakan yang sebenarnya di luar syariat Islam.
Selain itu, di zaman moderen ini kita melihat ramai yang terlibat dengan urusan-
urusan kerajaan, perniagaan, perkilangan dan lain-lain, dan bersalaman antara ajnabi
1 Yusuf Al-Qaradhawi terjemahan Zukifli Mohamad al-Bakri, Halal Dan Haram dalam
Islam, (Negeri Sembilan Darul khusus: Pustaka Cahaya Kasturi SDN BHD., 2015), hlm 7
2
merupakan perkara biasa, sehingga sama sahaja yang alim maupun yang jahil. Bahkan
mereka tanpa segan silu menghulurkan tangan untuk bersalaman dengan ajnabi. Ini
perkara mungkar dan ikutan orang kafir. Kalau tanpa, kesadaran dari diri kita pribadi,
maka generasi selanjutnya akan hancur dan akan banyak generasi baru yang lahir tanpa
berlandaskan agama Islam yang penuh dengan aturan sesuai dengan sumber hukumnya
yaitu Al-Qur’an dan as-sunnah.
Islam memberikan batasan - batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita.
Allah SWT memberikan hukum-hukum tersebut adalah guna memberikan
kemaslahatan kepada umat manusia, agar manusia pada umumnya dan umat Islam pada
khususnya, dapat terhindar dari perbuatan zina. Sebagaimana yang telah kita ketahui,
perbuatan zina antara laki-laki dan wanita dapat terjadi karena adanya hubungan dan
komunikasi antara mereka tanpa adanya sekat-sekat hukum didalamnya. Allah SWT
telah melarang perbuatan bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya.
Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi
oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). Disisi lain lelaki ini boleh melakukan safar
(perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya,
tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dll, sesuai dengan hukum-hukum
mahram.2
2 Asmahady, Berboncengan Lawan Jenis Yang Bukan Mahram (Perspektif Bahtsul Masa’il
Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Se-Jawa Timur), Jakarta:2014, hlm 14
3
Mahram secara bahasa adalah seseorang yang diharamkan menikah dengannya.3
Adapun mahram secara istilah adalah laki-laki yang diharamkan menikah dengan
seorang perempuan selamanya karena nasab, seperti hubungan bapak, anak, saudara
dan paman, atau karena sebab yang mubah seperti suami, anak suami, mertua, saudara
susuan.
Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’ ayat 23.
تكم وبناتكم ه مت عليكم أم تكم حر ه لخت وأم لخ وبنات أ
تكم وبنات أ ل تكم وخ تكم وعم وأخو
كم ي حجور تي ف ل ئبكم أ ت نسائكم ورب ه عة وأم ض لر
ن أ تكم م تي أرضعنكم وأخو ل
تي د أ ل
ن ن سائكم أ خلتم م
ب ن أصل ين م ذ ل ئل أبنائكم أ م تكونوا دخلتم بهن فل جناح عليكم وحل ن ل
بهن فا
لخن ا
كم وأن جمعوا بن أ
يم ه كان غفورا رح لل ن أ
اما قد سلف ا
Artinya: “Diharamkan kepada kamu berkahwin dengan (perempuan-perempuan yang
berikut): ibu-ibu kamu dan anak-anak kamu dan saudara-saudara kamu dan
saudara-saudara bapa kamu dan saudara-saudara ibu kamu dan anak-anak
saudara kamu yang lelaki, dan anak-anak saudara kamu yang perempuan dan
ibu-ibu kamu yang telah menyusukan kamu dan saudara-saudara susuan kamu
dan ibu-ibu isteri kamu dan anak-anak tiri yang dalam pemuliharaan kamu
dari isteri-isteri yang kamu telah campuri; tetapi kalau kamu belum campuri
mereka (isteri kamu) itu (dan kamu telahpun menceraikan mereka), maka
tiadalah salah kamu (berkahwin dengannya) dan (haram juga kamu berkahwin
dengan) bekas isteri anak-anak kamu sendiri yang berasal dari benih kamu dan
diharamkan kamu menghimpunkan dua beradik sekali (untuk menjadi isteri-
isteri kamu), kecuali yang telah berlaku pada masa yang lalu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.”4
3 Rozi’, Mukhtar as-Shihah, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1994), Cet 1, hlm.77-88 4 An-Nisa’ (4): 23
4
Sedangkan mahram dimasyarakat lebih dikenal dengan istilah khusus yaitu: haram
dinikahi karena masih termasuk keluarga dalam mazhab Syafi’I dengan tambahan tidak
membatalkan wudhu bila disentuh.
Karena ikhtilat (bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat) ini
sudah menjadi suatu hal yang biasa terjadi di lingkungan kita terutama di Negara kita
yang tidak menggunakan Islam secara kaffah. Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi karena ikhtilat tersebut, sebagai seorang Muslim kita harus
mengetahui dasar hukum batasan-batasan mahram yang telah Allah tentukan, baik itu
yang berasal dari Al-Quran maupun As-Sunnah. Berikut ini beberapa dasar hukum
tentang batasan mahram:
Firman Allah SWT dalam surah Al Isra’ ayat 32:
شة وساء سبيل ح هۥ كان ف ن ا نى لز
٢٣و قربوا أ
Artinya: “Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah satu
perbuatan yang keji dan satu jalan yang jahat (yang membawa
kerosakan).”5
Dengan melihat kejadian diatas maka hal inilah yang melatarbelakangi penulis
untuk menyusun skripsi ini. Kajian ini juga menumpukan terhadap pendapat beberapa
Mahasiswa dalam memahami atau menanggapi melalui soalan-soalan yang telah
disediakan oleh penulis. Justeru itu, kajian ini akan lebih efektif untuk kita mengetahui
secara dekat akan pendapat mereka tentang hukum tersebut. Kajian ini lebih
5 Al-Isra’ (17): 32
5
menumpukan kepada angket mahasiswa dalam mengemukakan pendapat mereka
berkaitan hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan menurut Mazhab Hanafi
dan Mazhab Syafie.
Berikut merupakan daftar jumlah mahasiswa di Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Tahun 2017-2018 dari berbagai jurusan seperti Perbandingan Mazhab (PM) sebanyak
150 orang, Hukum Keluarga (HK) sebanyak 236 orang, Hukum Pidana Islam (HPI)
sebanyak 289 orang, Hukum Ekonomi Syariah (HES) sebanyak 308 orang, Ilmu
Pemerintahan (IP) sebanyak 1058 orang, dan Hukum Tata Negara (HTN) sebanyak
290 orang. Penulis akan menumpukan kajian ini terhadap mahasiswa Fakultas Syariah
dari tahun 2017-2018.6 Semua sebanyak 2331 orang dan penulis akan mengambil dari
10 % jumlah populasi.
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perbahasan ini, maka penulis akan
mencuba dan membahas masalah tersebut dalam skripsi yang berjudul “Pemahaman
Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi tentang Hukum Bersentuhan
antara lelaki dan Perempuan (Studi Komperatif Mazhab Hanafi dan Mazhab
Syafie)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan
beberapa permasalahan di antaranya sebagai berikut:
6 Wawancara dengan Zakarni, Kasubbag. Akademik, kemahasiswaan dan Alumni Fakultas
Syariah UIN STS Jambi, Indonesia 25 Julai 2018.
6
1. Apakah landasan hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan menurut Mazhab
Hanafi dan Mazhab Syafie?
2. Bagaimana pemahaman mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi tentang hukum
bersentuhan antara lelaki dan perempuan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penilitian
Bertitik tolak dari belakang masalah dan pokok permasalahan yang menjadi pokok
pembahasan, maka tujuan dan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian karya
ilmiah ini adalah:
1. Tujuan Penilitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini adalah seperti berikut:
a. Untuk mengetahui landasan hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan menurut
Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafie.
b. Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi tentang Hukum Bersentuhan
antara lelaki dan Perempuan.
2. Kegunaan Penelitian
Apabila tujuan tersebut sudah dicapai, maka jelas ada manfaat yang dapat di
ambil antara lain:-
a. Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, peneliti dan masyarakat seluruhnya
melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah secara baik.
b. Sebagai melengkapi persyaratan guna untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1)
Syariah, Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN STS Jambi.
7
D. Batasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan serta tidak menyalahi sistematika penulisan karya
ilmiah sehingga membawa hasil yang diharapkan, maka penulis membatasi masalah
yang akan dibahaskan dalam skripsi ini, sehingga tidak terkeluar dari topik yaitu
penulis akan meneliti mahasiswa dari tahum 2017/2018 di Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
E. Kerangka Teori
Dalam situasi ketika pandangan kepada sesuatu diharamkan, maka
menyentuhnya dengan syahwat juga diharamkan. Alasannya, tindakan menyentuh
justru lebih berpotensi menghasilkan kenikmatan dan membangkitkan nafsu. Sebagai
bukti, jika seorang laki-laki menyentuh seorang perempuan dengan syahwat lalu keluar
spermanya, maka puasanya batal. Sebaliknya jika hanya memandang lalu keluar
spermanya, maka puasanya tidak batal. Kebalikannya, dalam hal yang pandangan pada
seorang perempuan yang dihalalkan, maka menyentuh organ tubuhnya juga dihalalkan,
yaitu apabila yang bersangkutan maupun perempuan tersebut yakin bisa ngontrol
syahwatnya. Alasannya, Rasulullah SAW, sendiri pernah mencium kepala Fatimah,
putrinya. Akan tetapi, apabila pihak yang menyentuhnya itu merasa yakin atau ragu
tidak dapat mengontrol syahwatnya, maka tidak boleh baginya menyentuh maupun
memandang.7
7 Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer, Cet. 1 (Medan: Perdana Publishing, 2016)
hlm.160
8
Penjelasan hukum di atas adalah yang terkait dengan selain perempuan asing
dan masih muda. Jadi, terhadap perempuan asing dan masih muda, tidak dibolehkan
sama sekali menyentuh wajah dan telapak tangannya sekalipun si penyentuh yakin bisa
mengontrol syahwatnya. Hal itu dikarenakan tidak adanya kebutuhan untuk melakukan
tindakan tersebut, berbeda halnya dengan kebutuhan untuk memandang.
1. Maqasidul Syariah
a. Maqasidul Syariah bearti tujuan yang ditetapkan syariat untuk kemaslahatan
manusia. Secara singkat, maqasidul Syariah ialah tujuan-tujuan yang hendak dicapai
dari suatu penetapan hukum. Demekian pentingnya maqasidul syariah, karena nash-
nash syariah itu tidak dapat dipahami secara benar kecuali oleh seseorang yang
mengetahui tujuan hukum. Syariah menjadi tonggak hidup, penawar, dan sinar yang
cemerlang. Segala kebajikan dalam wujud ini semuanya dipetik dari syariah dan hasil
dari syariah. Dan segala kekurangan dalam wujud ini adalah karena menyia-nyiakan
syariah. Syariah yang dibawa oleh Rasul SAW merupakan sendi dunia akhirat.
b. Para ulama telah mengumpulkan maksud atau tujuan disyariatkannya ajaran Islam
dalam 3 kelompok:8
1. Dharuriat
Yaitu memelihara segala yang dhruri (primer) bagi manusia dalam kehidupan
mereka. Urusan-urusan yang termasuk dharuri ini adalah yang diperlukan dalam
hidup manusia, apabila tidak ada, akan menimbulkan kekacauan dan merosak tata
8 Ibid.,hlm.168
9
aturan dalam kehidupan. Dalam Islam yang dianggap dharuri yang dipelihara ada
5 macam: 9
a. Agama
b. Jiwa
c. Akal
d. Keturunan dan kehormatan
e. Harta
2. Hajiyyat
Yaitu menyempurnakan segala yang dibutuhkan manusia. Yang dimaksudkan
adalah semua yang dapat memberi kemudahan bagi manusia dalam melaksanakan
tugas-tugas dan tanggung jawab sebagai hamba Allah. Namun demekian jika
kemudahan itu tidak ada, tidak akan menimbulkan kekacauan atau kerosakan dalam
kehidupan mereka, hanya saja akan menimbulkan kesulitan dan kesempitan. Seperti
boleh menjama’ dan meng-qashar shalat bagi musafir, adanya alternatif tayamum
bagi mereka yang kesulitan mendapatkan air untuk berwudhu, dan sebagainya.
Tujuan hajiyyat ini dapat gugur demi unuk menjaga tujuan yang dharuriyyat.
Contoh tidak boleh menerima santunan yang diperlukan jika harus menukar agama.
3. Tahsiniyyat
Tahsiniyyat atau dalam istilah lain; takmiliyyat, yaitu keindahan bagi
perorangan dan masyarakat. Maksudnya untuk mewujudkan keindahan adalah
9 Khairul Uman dan Achyar Aminudin, Ushul Fiqh II untuk Fakultas Syariah, semua jurusan,
(Pustaka Setia: Bandung, 2001), hlm.128
10
segala hal yang dapat menjadikan kehidupan lebih teratur, harmonis, dan
menyenangkan. Namun apabila ini tidak terwujud, tidak akan terwujud, tidak akan
menimbulkan kerusakan dan kesempitan dalam hidup. Tahsiniyyat ini umumnya
banyak berhubungan dengan akhlak, seperti larangan ghibah, perintah berbuat baik
kepada karib kerabat danfakir miskin, menutup aurat, dan lain-lain. Contohnya,
boleh membuka aurat untuk keperluan berubat.10
Demikianlah, tiga macam tujuan agama dalam menetapkan segala bentuk
aturan dan hukum bagi manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada satu
aturanpun dalam Islam kecuali sesuai dengan salah satu tujuan-tujuan tersebut diatas.
Antara kategori dharuriyat yang sesuai dengan judul penulis bahawa hukum Allah
bersama dengan maslahat manusia. Maslahat manusia adalah menjadi maqasid syariah
yang menjadi alasan kenapa hukum-hukum syariat ditasyrikan. Oleh karena pendapat
pertama ini paling dekat dengan maqasid syariah, yaitu untuk menjaga agama daripada
kerosakan.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam usaha memperoleh data ataupun informasi yang diperlukan untuk penelitian
ini, maka penulis menggunakan berbagai metode sebagai berikut:
Sejauh ini, penulis telah membaca karangan-karangan ilmiah yang membahas
tentang ulama yang ada keterkaitannya dengan judul penelitian penulis di antaranya
10 Ibid.,hlm.129
11
adalah: Berboncengan Lawan Jenis Yang Bukan Mahram (Perspektif Batsul Masa’il
Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Se-Jawa Timur) yang telah ditulis
oleh saudara Asmahady NIM: (108043100016) yang membahas tentang metode
instinbat hukum tentang berboncengan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
Hasil penelitian mengatakan hukum berboncengan bagi kaum wanita tidak
diperbolehkan kecuali terhindar dari fitnah seperti tidak terjadinya ikhtilat, kholwah,
tidak melihat aurat selain dan tidak terjadi persentuhan kulit.
Kedua, dalam penelitian tesisnya berjudul analisis hukum Islam berjabat tangan
antara laki-laki dan perempuan pada pesta pernikahan studi kasus Desa Bandung,
UNISNU menurut Yusuf qordhawi dalam bukunya menerangkan kebolehan berjabat
tangan dengan syarat tidak ada syahwat dan terhindar dari fitnah. Bahkan seandainya
syarat ini tidak terpenuhi, yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah, maka berjabat
tangan dalam kondisi seperti itu adalah haram.
Ketiga, dari jurnal yang berjudul menanggapi isu berjabat tangan secara saksama.
di dalam jurnal ini membahas isu amalan berjabat tangan oleh orang Islam dengan
bukan Islam yang berlainan Jantina. Ada umat Islam melakukannya da nada pula yang
tidak mahu melakukannya. Natijahnya ialah kebingungan dan salah tanggap oleh
pelbagai pihak, baik di kalangan orang Islam dan bukan Islam. Hasil penelitian
mengatakan bahwa hukum berjabat tangan antara lelaki dan perempuan yang baligh
dan bukan mahram adalah perkara dikhilafkan oleh para ulama. Kedua kelompok yang
12
berselisih dalam persoalan ini mempunyai dalil dan hujah. Dengan ini juga, persoalan
ini akan kekal sebagai persoalan khilafiah yang harus diterima oleh semua pihak.
Keempat, dalam penelitian karya berjudul “Syaddal watho ala man ajaza
musofahatal mar’ah” yang dilakukan di dalam Risalah kecil ini ditulis oleh Allamah
al Muhadith an-Naqib al-Usuli Sayyid Abdul Aziz al Ghumari (dari keluarga Ghumari
yang terkenal). Ia ditulis untuk menjawab persoalan: adakah harus bersalaman dengan
wanita ajnabiyah disisi syara’. Kerana wujudnya ahli ilmu di Fas (salah satu nama
Bandar di Morocco) menyangka bahawa bersalaman dengan ajnabi merupakan suatu
keharusan dan tidak berdosa.
Yang terakhir, dalam penelitian yang terdapat pada karya ilmiah Prof Dr,
Wahbah Az-Zuhaili Kitab (Fiqh Islami Wa Adillatuhu), Darul Fikir, 2010 yang mana
menyatakan bahwa menurut jumhur ulama selain Syafi’iyah membolehkan menyalami
dan menyentuh tangan perempuan tua yang sudah tidak lagi membangkitkan nafsu
kaum laki-laki karena tidak dikhawatirkan akan timbul efek negatif.
Kesimpulannya, kesemua tinjauan pustaka yang digunakan penulis tidak secara
khusus menkaji tentang judul skripsi yang diangkat oleh penulis yaitu Pemahaman
Mahasiswa Fak. Syariah UIN STS Jambi tentang Hukum Bersentuhan antara lelaki dan
Perempuan (Studi komperatif Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafie). Namun, buku yang
digunakan adalah sebagai rujukan bagi mengumpul semua data supaya analisis penulis
terhadap skripsi ini dapat dicapai. Adapun buku yang tidak dinyatakan di atas adalah
sebagai tambahan fakta judul skripsi.
13
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yang dipilih adalah bertempat di UIN STS Jambi. Waktu
penelitian yang dilakukan adalah sekitar bulan Mei 2018 hingga Oktober 2018. Penulis
memilih UIN STS Jambi sebagai tempat penelitian karena penulis merasakan lokasi ini
sesuai untuk penulis membuat skripsi dan merupakan Mahasiswa yang belajar di UIN
STS Jambi serta jarak yang agak dekat dengan rumah penulis di Telanai, Indonesia.
B. Jenis penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian lapangan
(feild research) dengan melaksanakan langkah-langkah berikut:
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif menggunakan metode survey,
yang bermaksud dengan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan
penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat ilmiah, maka sifatnya
naturalistic dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di
labatirium saja melainkan harus terjun di lapangan.11 Manakala pendekatan kuantitatif
diperolehi data-data emprik yang memungkinkan peneliti untuk melihat kecenderungan
umum melatarbelakangi perilaku pemilih dalam pemilu melalui penganalisaan data-
data dan angka.
11 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1986), hlm 159
14
Metode deskriptif adalah terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah
dan keadaan sebagaimana adanya sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.
Metode deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala atau kelompok tetamu, atau untuk menetukan atau tidaknya hubungan
antara suatu gejala lain dalam masyarakat.12
Metode survey ini dipakai untuk mengumpulkan data secara langsung karena
yang menjadi populasi sangat besar untuk diobservasi secara langsung. Penelitian ini
termasuk ke dalam penelitian penjelasan (explanatory reserch) sebab dalam penelitian
ini dilakukan pengujian terhadap hubungan kausal antara beberapa variable berdasarkan
hipotesis penelitian. Oleh karena itu, peneliti ingin membuat kajian lapangan di UIN
STS Jambi, Indonesia.
C. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
Sosiologis dan normatif, artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan
nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat denga maksud dan tujuan untuk
menemukan fakta (fact-finding),yang kemudian menuju pada identifikasi (problem-
identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-
solution).
12 Sayuti Una, MH, “Pedoman Penulisan Skripsi”, Jambi: IAIN STS Jambi, (2014), hlm.32
15
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data primer
Dalam penelitian ini data primer yang digunakan yaitu melalui terjun ke
lapangan untuk mendapatkan data dengan menggunakan teknik Angket maka sumber
datanya berupa responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan peniliti.
b. Data Skunder
Adalah data yang diperoleh hasil daripada bacaan perpustakaan serta via
internet yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini dan berasal dari dokumen-
dokumen, kitab-kitab, buku, jurnal dan tulisan lain yang mendukung data primer
tersebut. Di antara judul buku-bukunya ialah Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Syaddal watho
ala man ajaza musofahatal mar’ah, Al-Hidayah, Dur Al-Mukhtar, Syarah Sulamun
Taufiq, Majmuk dan selain menggunakan dalil al-Quran dan hadis.
2. Sumber Data
Penulis memanfaatkan sumber data utama melalui teknik kuisioner/angket
maka sumber datanya berupa responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Responden digunakan dalam sebuah penelitian
lapangan yang membutuhkan populasi dan sampel atau pendekatan kuantitatif.
16
Table 1
No Bentuk Data Instrumen Pengumpulan
Data
Sumber Data
1 Jawapan responden Kuisioner/Angket Responden
E. Instrument Pengumpulan Data
1. Observasi
Pengamatan dan pencatan secara sistematis tentang fenomena yang diselidiki.
Maka penulis akan mengamati secara langsung ke Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
2. Angket
Angket digunakan untuk mendapatkan data-data tentang pemahaman
Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi tentang Hukum Bersentuhan Antara
lelaki dan Perempuan (Studi Komparatif Mazhab Hanafi & Mazhab Syafie). Sikap dan
partisipasi Mahasiswa ini hanya dapat diukur dengan angka-angka sehingga dapat
digeneralisasikan. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka pertanyaan angket ini
dibagi ke dalam dua bagian tekhnis pertanyaan, yaitu pertanyaan tertutup dan terbuka.
Pertanyaan tertutup adalah yang harus dijawab oleh responden dengan bentuk jawaban
pilihan.
Dalam hal ini, peneliti telah memberikan jawaban-jawaban yang harus dipilih
oleh responden yang sesuai menurutnya, sedangkan pertanyaan terbuka adalah
17
pertanyaan yang responden diberikan kebebasan untuk menjawabnya. Pertanyaan
terbuka ini dapat mengisi kekurangan dari pertanyaan tertutup.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data sekunder yang diperolehi dari dokumen penulis
seperti formulir angket yang dijadikan responden serta dokumen lainnya yang
mendukung data primer.
Kaidah penelitian ini penting dalam mengumpulkan data dan informasi bagi
penelitian ini terhadap semua bab serta menjadi pedoman kepada penulis untuk
mengetahui dengan lebih rinci tentang apa yang bakal dikaji dalam penelitian ini.
Informasi diperoleh dari bahan bacaan seperti buku, majalah, jurnal, hasil penelitian,
kertas kerja, seminar dan sumber-sumber lain.
F. Populasi dan Sampel dan Teknik Analisis Data
1. Populasi dan Sampel
Populasi yang terdapat dalam penelitian ini adalah 2331 orang Mahasiswa
Fakultas Syariah UIN STS Jambi. Sampel yang akan diteliti tersebut berjumlah 233
orang. Maka peneliti kemudian mengunjungi Fakultas Syariah UIN STS Jambi. Setiap
mahasiswa Fakultas Syariah yang telah dikarekteristikan dengan tertentu oleh peneliti
langsung dijadikan sebagai responden (sampel).13
Tekhnik yang digunakan di dalam pengambilan sampling yaitu nonprobability
sampling adalah tekhnik yang tidak memberikan kesempatan kepada populasi untuk
13 Sayuti, Pedoman Penulisan Skripsi, cet.1. (Jambi: Syariah, 2012), hlm.45
18
dijadikan sampel, atau disebut pemilihan sampel yang ditentukan/ tidak secara acak
(random).
Sementara itu, dalam tehnik nonprobability sampling, ada pula beberapa
tekhnik pengambilan sampling yaitu:
Sampling Insendental/Aksidental adalah tekhnik pengambil sampel secara
spontanitas, meneliti pandangan mahasiswa Fakultas Syariah tentang hukum
bersentuhan antara lelaki dan perempuan studi komperatif Mazhab Hanafi dan Mazhab
Syafie. Sampel yang diperlukan berjumlah 233 orang yaitu 10 % dari jumlah populasi
maka peneliti kemudian mengunjungi Fakultas Syariah. Setiap mahasiswa Fakultas
Syariah yang telah dikarekteristikan dengan tertentu oleh peniliti langsung dijadikan
sebagai responden (sampel).
2. Teknik Analisis Data
Data-data yang telah diperolehi melalui angket akan diolah Setelah data
terkumpul sesuai dengan permasalahan yang ditelitikan dan kemudian dipelajari serta
dipahami, maka penulis menggunakan metode seperti berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Metode ini berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang diperoleh perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Metode ini digunakan kepada mahasiswa di Fakultas
Syariah UIN STS Jambi.14
14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), Hlm. 247
19
b. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk tabel. Melalui penyajian data
tersebut, maka terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan
semakin mudah difahami.15
c. Verifikasi (Conclusion Drawing/verification)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap
pengumpulan berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.16
G. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terbagi pada lima bab yang mana setiap bab terdiri dari
sub-sub bab. Masing-masing bab nenbahas permasalahan-permasalahan tertentu tetapi
tetap saling terkait antara satu sub dengan sub bab yang lainya. Adapun sistematika
perbahasannya sebagai berikut:
Bab pertama membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
kerangka teori, tinjauan pustaka.
Bab kedua membahas mengenai matode penelitian yang terdiri daripada tempat
dan waktu penelitian, pendekatan penelitian, jenis penelitian dan sumber data.
15 Ibid, Hlm. 249
16 Ibid, Hlm. 252
20
Bab ketiga menjelaskan tentang biografi Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi`I,
pendidikan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’I, hasil karya dan murid-muridnya,
dasar-dasar dan metode istinbat hukum.
Bab kempat pula membuat pembahasan dan hasil penelitian yang mengandungi
sub-sub bab seperti menjelaskan pendapat Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafie tentang
hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan, bagaimana Pemahaman Mahasiswa
Fakultas Syariah UIN STS Jambi tentang Hukum Bersentuhan antara lelaki dan
Perempuan di Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
Bab kelima adalah tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran
dan kata penutup.
21
BAB III
BIOGRAFI IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI’I
A. Mazhab Hanafi
1. Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Hanafi dilahirkan di kota Kufah pada tahun 80 Hijriah (699 Masehi).
Nama kecilnya ialah Nu`man bin Sabit bin Zautha bin Mah. Ayah beliau keturunan
dari bangsa Parsi (Kabul-Afghanistan) tetapi sebelum beliau dilahirkan ayah beliau
sudah pindah ke Kufah. Beliau dipanggil Abu Hanifah karena sudah berputra, ada di
antaranya yang dinamakan Hanifah, maka dari itu beliau mendapat gelar dari orang
banyak dengan sebutan Abu Hanifah. Tetapi ada riwayat lain, bahwa yang
menyebabkan beliau dipanggil Abu Hanifah, karena beliau rajin melakukan ibadah
kepada Allah dan bersungguh-sungguh mengerjakan kewajibannya dalam agama.
Karena perkataan “Hanif” dalam Bahasa Arab artinya “cenderung” atau “condong”
kepada agama yang benar. Beliau wafat pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M) di
Baghdad. 17
2. Pendidikan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sejak kecil suka kepada ilmu pengetahuan, terutama yang
ada hubungan dengan agama Islam.
17 K.H. Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Cet. Ke-5, (Jakarta:
PT.Bulan Bintang, 1986), hlm. 19
22
Beliau banyak belajar dari ulama-ulama tabi`in seperti Ata` bin Abi Rabah dan Imam
Nafi` Maula Ibnu Umar. Beliau juga belajar ilmu hadits dan fiqh dari ulama-ulama
yang terkemuka di negeri itu. Guru yang paling berpengaruh pada dirinya ialah Imam
Hammad bin Abi Sulaiman (wafat 120 H).
Adapun para ulama yang pernah beliau ambil dan hisap ilmu pengetahuannya
pada waktu itu ada kira-kira 200 ulama. Dan di antara orang yang pernah menjadi guru
Imam Abu Hanifah adalah Imam Ahmad al-Baqir, Imam Ady bin Sabit, Imam Abdur
Ramhan bin Harmaz, Imam Amr bin Dinar, Imam Mansur bin Mu`tamir, Imam
Syu`ban bin Hajjaj, Imam Ahsim bin Abin Najwad, Imam Salamah bin Khail, Imam
Qatadah, Imam Rabi`ah bin Abi Abdur Rahman dan lain-lain.
Imam Abu Hanifah juga terkenal sebagai imam ahli ra`yi dan qiyas dan mengerti
tentang hadits-hadits yang telah diterima riwayatnya pada masa itu.18
3. Murid-murid Imam Abu Hanifah
Beberapa anak-anak murid Imam Abu Hanifah yang terkenal adalah:
a. Imam Abu Yusuf, Yaqub bin Ibrahim al-Ansary lahir pada tahun 113
Hijriyah. Beliau setelah dewasa belajar menghimpun atau mengumpulkan
hadits-hadits dari Nabi SAW yang diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah Asy-
Syaibany, Ata` bin As-Saib dan lain-lain. Imam Abu Yusuf termasuk golongan
ulama ahli hadits yang terkemuka, beliau wafat pada tahun 183 Hijriyah.
18 Ibid., hlm. 23
23
b. Imam Muhammad bin Hasan bin Farqad As-Syaibani, lahir di Iraq pada
tahun 132 Hijriyah. Beliau seorang alim ahli fiqh dan furu`. Wafat pada tahun
189 Hijriyah di kota Rayi.
c. Imam Zafar bin Huzail bin Qais al-Kufi lahir pada tahun 110 Hijriyah.
Beliau amat menyenangi untuk mempelajari ilmu akal atau ra`yi, beliau juga
menjadi seorang ahli qiyas dan ra`yi yang meninggal pada tahun 158 Hijriyah.
d. Imam Hasan bin Ziyad al-Luluy, beliau belajar pada Imam Abu Hanifah
Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan, serta wafat pada tahun 204
Hijriyah.
Empat orang ulama itulah sahabat dan murid Imam Abu Hanifah, yang akhirnya yang
menyiarkan dan mengembangkan aliran dan hasil ijtihad beliau yang utama, serta
mereka mempunyai kelebihan untuk memecahkan soal-soal ilmu fiqh atau soal-soal
yang berkaitan dengan agama. Bahkan Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin
Hasan sejak dahulu mendapat gelaran “As-Sahabain” yakni kedua sahabat Imam Abu
Hanifah yang paling rapat.19
4. Hasil Karya Imam Abu Hanifah dan Murid-muridnya
Imam Abu Hanifah memang seorang ahli tentang fiqh dan ilmu kalam dan pada
saat beliau hidup banyak yang berguru padanya. Di bidang ilmu kalam beliau menulis
kitab yang berjudul al-Fiqh al-Asqar dan Fiqh al-Akbar. Tetapi dalam bidang ilmu fiqh
19 Ibid., hlm. 37
24
tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis
sebuah buku fiqh sewaktu hidupnya.20
Adapun kitab-kitab hasil karya murid-murid Imam Abu Hanifah dalam bidang ilmu
fiqh adalah:
a. Kitab al-Kharaj oleh Imam Abu Yusuf.
b. Zahir ar-Riwayah oleh Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani. Kitab
ini terdiri dari 6 jilid, yaitu al-Mabsut, al-Jami`, al-Kabir, al-Jami` as-
Sagir, as-Siyar al-Kabir, as-Siyar as-Sagir dan az-Ziyadat.
c. An-Nawadir oleh Imam as-Syaibani. Terdiri dari empat judul yang
terpisah yaitu: al-Haruniyyah, al-Kaisaniyyah, al-Jurjaniyyah, dan ar-
Radiyah.
d. Al-Kafi oleh Abi al-Fadhl Muhammad bin Muhammad bin Ahmaf al-
Maruzi. Kitab ini merupakan gabungan dari enam judul bagian buku
Zahir ar-Riayah, kitab al-Kafi disyarah oleh Imam as-Sarakhsi.
e. Al-Mabsut adalah syarah dari al-Kafi yang disusun oleh Imam as-
Sarakhsi.
20 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta
:PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 340
25
f. Tuhfah al-Fuqaha` oleh Alauddin Muhammad bin Ahmad bin Ahmad
as-Samarqandi.
g. Badai` as-Sana`i oleh Alauddin Abi Bakr bin Mas`ud bin Ahmad al-
Kasani al-Hanafi.
h. Al-Hidayah qa Syarhuha fath al-Qadir oleh Ali bin Abu Bakr al-
Marginani.
i. Duraral Hukkan fi Gurar al-Ahkam oleh Muhammad bin Faramuz.
j. Tanqir al-Absar wa Jami` al-Bihar oleh Muhammad bin Abdullah bin
Ahmad al-Khatib at-Tamartasyi.
k. Ad-Durr al-Mukhtar fi Syarh Tanwir al-Absar oleh Alauddin
Muhammad bin Ali al-Husni.
l. Hasyiyah Radd al-Mukhtar `ala ad-Durr al-Mukhtar fi Syarh Tanwir
al-Absar oleh Ibnu Abidin.21
5. Dasar-dasar Mazhab Hanafi
Imam Abu Hanifah adalah seorang ahli fiqh dan ahli hadits. Guru yang paling
berpengaruh dalam dirinya adalah Hammad bin Abi Sulaiman. Setelah gurunya wafat,
Imam Abu Hanifah tampil melakukan ijtihad secara mandiri dan menggantikan posisi
gurunya sebagai pengajar secara halaqah yang mengambil tempat di Masjid Kufah.
21 Ibid., Jilid II, hlm. 346
26
Karena kepandaiannya dalam berdiskusi dan kedalaman ilmunya dalam bidang fiqh,
beliau dijuluki oleh murid-muridnya sebagai al-Imam al-A`zam (Imam Agung). Lewat
halaqoh pengajiannya itulah Imam Abu Hanifah mengemukakan fatwa fiqh dan lewat
ijtihad mandirinya kemudian berdiri dan berkembang mazhab Hanafi.22
Mazhab Hanafi adalah aliran fiqh yang merupakan hasil ijtihad Imam Abu
Hanifah berdasarkan Al-Quran dan as-Sunnah. Dalam pembentukannya, mazhab ini
banyak menggunakan ra`yu (rasio). Karena itu, mazhab ini terkenal sebagai mazhab
aliran ra`yu. Tetapi dalam kasus tertentu, mereka dapat mendahulukan qiyas apabila
suatu hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.23
Sedangkan dasar-dasar mazhab Hanafi adalah:
a. Kitab Allah (al-Quranul Karim)
b. Sunnah Rasulullah SAW dana shar-ashar yang shahih serta telah masyur
(tersiar) di antara para ulama yang ahli.
c. Fatwa-fatwa dari para sahabat.
d. Qiyas
e. Istihsan
22 Ibid., Jilid I, hlm, 12 23 Ibid., Jilid II, hlm. 511
27
f. Adat yang telah berlaku dalam masyarakat umat Islam.24
6. Ciri-ciri Khas Fiqh Mazhab Hanafi
Dalam membentuk hukum, Imam Abu Hanifah menempatkan al-Qur'an
sebagai landasan pokok, kemudian sunah sebagai sumber kedua. Beliau juga
berpegang pada fatwa sahabat yang disepakati, tetapi jika suatu hukum tidak ditemukan
dalam sumber-sumber tersebut, ia melakukan ijtihad. Illat ayat-ayat hukum dan hadits,
terutama dalam bidang mu’amalah, menurut pandangannya perlu sejauh mungkin
ditelusuri sehingga berbagai metode ijtihad dapat difungsikan antara lain qiyas dan
istihsan. Metode istihsan telah banyak berperan dalam membentuk pendapat-pendapat
fiqh Imam Abu Hanifah dan membuat mazhabnya lebih dinamis, realistis dan
rasional.25
Mazhab Hanafi memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
a. Fiqh Imam Abu Hanifah lebih menekankan pada fiqh muamalah
b. Fiqh Imam Abu Hanifah memberikan penghargaan khusus kepada hak
seseorang baik pria maupun wanita.26
24 K.H. Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Cet. Ke-5, (Jakarta :
PT.Bulan Bintang, 1986), hlm. 79 25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta
:PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 13.
26 20 Ibid, Jilid II, hlm. 513
28
7. Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah
Dalam memecahkan suatu masalah, Imam Abu Hanifah menggunakan
beberapa metode dalam beristinbath, yaitu mengambil Kitabullah sebagai sumber
pokok, sunnah Rasulullah SAW. dan asar-asar yang sahih dan tersiar di kalangan
orang-orang yang terpercaya, pendapat para sahabat yang dikehendaki atau
meninggalkan pendapat mereka yang dikehendaki (apabila urusan itu sampai kepada
Ibrahim, asy-Sya’bi, Hasan, Ibnu sirin dan Sa’id bin Musayyab, maka beliau berijtihad
sebagaimana mereka berijtihad), juga menggunakan ijma’, qiyas, istihsan dan ‘urf.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut ini:
a. Al-Kitab (al-Qur'an)
Al-Qur'an adalah kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dan
sumber hukum tidak kembali kecuali kepada keaslian penetapan al-Qur'an.
Menurut al-Bazdawi, Abu Hanifah menetapkan al-Qur'an adalah lafal dan maknanya.
Sedang menurut as-Sarakhsi, al-Qur'an dalam pandangan Abu Hanifah hanyalah
makna, bukan lafal dan makna.27
27 Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1, (Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 146
29
b. As-Sunnah
As-sunnah adalah penjelas bagi kitab Allah yang masih mujmal dan merupakan risalah
yang diterima oleh Nabi dari Allah SWT. Yang disampaikan oleh kaumnya yang yakin
dan barang siapa yang tidak mengambilnya, maka dia tidak percaya terhadap
penyampaian risalah Nabi dari Tuhannya. Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa sesuatu
yang ditetapkan dengan al-Qur'an yang qath’i dalalahnya dinamakan fardu, sesuatu yang
ditetapkan oleh as-Sunnah yang danny dalalahnya, dinamakan wajib. Demikian pula yang
dilarang, tiap-tiap yang dilarang oleh al-Qur'an dinamakan haram dan tiap-tiap yang
dilarang oleh Sunnah dinamakan makruh tahrim.28
Ulama hadits dan ulama ushul membagi hadits kepada :
i. Mutawatir
Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan secara bersambung oleh
orang banyak yang tidak mungkin sepakat berdusta.29 Hadits mutawatir
memberi pengertian yakin. Jumhur ulama menetapkan bahwa Abu Hanifah
berhujjah dengan hadits mutawatir.
28 Ibid., hlm. 154 29 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta
:PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 1670.
30
ii. Masyhur
Hadits masyhur ada yang memasukkannya ke dalam bagian hadits ahad.
Hadits masyhur tidak memfaedahkan selain dari dhanni tetapi dapat diamalkan.
Sebagian yang lain menetapkan bahwa hadits masyhur adalah memberi faedah
dan tidak memberi faedah yakin.
iii. Ahad
Hadits Ahad menurut asy-Syafi’i dan ulama semasanya adalah yang
tidak terdapat padanya syarat-syarat mutawatir atau masyhur. Jumhur fuqaha
menerima hadits ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, yang dijadikan
hujjah dalam bidang amali, tidak dalam bidang ilmu atau i’tiqadi. Abu Hanifah
mengamalkan hadits ahad, meninggalkan pendapat yang berlawanan dengan
hadits ahad itu. Sedang syarat-syarat Abu Hanifah menerima hadits ahad adalah
perawinya yang afqah atau mendahulukan hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang afqah atas hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak
afqah.30 Sedangkan menurut mazhab Hanafi, hadits ahad dapat dijadikan
landasan hukum apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Hadits ahad tersebut tidak menyalahi makna lahiriyah ayat al-Qur'an.
30 Prof. DR. Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-
1, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 155.
31
2) Hadits ahad itu tidak menyalahi hadits masyhur menyangkut masalah yang
sama.
3) Hadits ahad itu tidak bertentangan dengan qiyas dan kaidah-kaidah umum
syari’at Islam apabila periwayatan hadits itu bukan seorang faqih.
4) Hadits ahad tersebut tidfak menyangkut kepentingan orang banyak.
5) Hadits ahad itu bertentangan dengan amal dan atau fatwa sahabat yang
meriwayatkannya.31
Abu Hanifah dalam menanggapi hadits ahad, ada yang diterima apabila tidak
berlawanan dengan qiyas, jika berlawanan dengan qiyas yang illatnya mustambat dari
sesuatu asal yang danni atau istimbathnya danni walaupun dari asal yang qath’i atau
diistimbathkan dari asal yang qath’i, tetapi penerapannya kepada furu’ adalah danni,
maka didahulukanlah hadits ahad atas qiyas.
Adapun jika hadits ahad ditentang oleh asal yang umum qath’i, penerapannya
qath’i pula, maka Abu Hanifah melemahkan hadits, tidak menerimanya dan
menetapkan hukum berdasarkan pada kaedah yang umum itu.
31 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta :
PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 1671.
32
iv. Mursal
Hadits mursal ialah hadits yang tidak disebut nama sahabi oleh tabi’i
yang meriwayatkannya, seperti dikatakan oleh seorang tabi’i, “Bersabdalah
Nabi….” Sesungguhnya Imam Abu Hanifah menerima hadits mursal
sebagai hujjah, karena tabi’i kepercayaan yang diterima haditsnya oleh
Imam Abu Hanifah, menegaskan kepadanya bahwa mereka tidak
menyebutkan nama sahabi yang memberi hadits kepada mereka apabila
yang memberi itu empat orang sahabat. Jadi, Imam Abu Hanifah menerima
as-Sunnah yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan dan meletakkan
hadits-hadits ahad sesudah al-Qur'an. Apabila hadits-hadits ahad berlawanan
dengan kaidah umum, yang telah diijma’i oleh para ulama, Imam Abu
Hanifah menolak hadits-hadits itu dengan dasar tidak membenarkan bahwa
Nabi SAW. Ada mengatakannya.32
c. Aqwalus-sahabah (fatwa sahabi)
Abu Hanifah menerima pendapat sahabat dan mengharuskan umat Islam
mengikutinya. Jika ada suatu masalah ada beberapa pendapat sahabat, maka beliau
mengumpulkan salah satunya. Jika tidak ada pendapat sahabat pada suatu masalah,
32 Prof. DR. Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-
1, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 158.
33
beliau berijtihad, tidak mengikuti pendapat para tabi’in. tetapi pada dasarnya Abu
Hanifah mendahulukan fatwa sahabat daripada qiyas.33
d. Al-Ijma’
Ijma’ adalah sesuatu yang dapat dijadikan hujjah. Ijma’ merupakan
kesepakatan para mujtahidin dari masa ke masa untuk menentukan suatu hukum dan
telah disepakati para ulama untuk dijadikan hujjah, tetapi ada perselisihan dalam
wujudnya setelah masa sahabat dan Imam Ahmad telah mengingkarinya setelah masa
sahabat untuk tidak menyepakatinya dan tidak mungkin ada kesepakatan fuqaha
setelah masa sahabat.34
Imam Abu Hanifah menurut penegasan ulama Hanafiyah menetapkan bahwa
ijma’ menjadi hujjah. Ulama Hanafiyah menerima ijma’ qauli dan sukuti. Juga
menetapkan bahwa tidak boleh mengadakan hukum baru terhadap sesuatu urusan yang
diperselisihkan dari masa ke masa atas dua pendapat saja. Mengadakan fatwa baru
dipandang menyalahi ijma’. Dalam kitab al-Manakib diterangkan bahwa Abu Hanifah
mengambil hukum yang diijtma’i oleh mujtahidin, tidak mau menyalahi yang telah
disepakati oleh ulama-ulama Kufah.35
33 Ibid., hlm. 161 34 Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Juz II, Darul Fikri al-Arabi,
Beirut, tt., hlm. 163 35 Prof. DR. Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-
1, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 162.
34
e. Qiyas
Abu Hanifah apabila tidak menemukan nas dalam kitabullah dan sunnatur
Rasul dan tidak menemukan pada fatwa sahabi, maka beliau berijtihad untuk
mengetahui hukum. Beliau menggunakan qiyas, kecuali apabila tidak baik
memakainya dan tidak sesuai dengan apa yang dibiasakan masyarakat. Jika tidak baik
dipakai qiyas, beliau menggunakan istihsan. Qiyas yang dipakai Abu Hanifah ialah
yang dita’rifkan dengan: “Menerangkan hukum sesuatu urusan yang dinaskan
hukumnya dengan suatu urusan lain yang diketahui hukumnya dengan al-Qur'an atau
as-Sunnah atau al-Ijma’ karena bersekutunya dengan hukum itu tentang illat hukum.”36
Pada dasarnya Abu Hanifah banyak memakai qiyas, karena ia memperhatikan
hukum-hukum bagi masalah-masalah yang belum terjadi dan hukum-hukum yang akan
terjadi, lantaran itu ia mengistimbathkann illat yang menimbulkan hukum tersebut dan
memperhatikan maksud-maksud yang menyebabkan Nabi menyebutkan suatu hadits.
Abu hanifah tidak mencukupkannya dengan tafsir dahiri, beliau melihat lebih jauh
kepada maksud dan isyarat-isyarat perkataan. Abu Hanifah mengistimbathkan aneka
macam illat hukum lalu menta’rifkan cabang-cabang hukum bagi perbuatan-perbuatan
yang tidak diperoleh nas, illat itulah yang dipandang dasar untuk menetapkan hukum
bagi hal-hal yang tidak diperoleh nas. Jika hadits sesuai dengan hukum yang telah
ditarik dengan jalan mempelajari illat, bertambah kukuhlah kepercayaannya, dan jika
hadits itu diriwayatkan oleh orang kepercayaan, Abu Hanifah mengambil hadits
36 Ibid., hlm. 166
35
meninggalkan qiyas. Kadang-kadang hukum yang diistimbathkan dengan illat sesuai
dengan hadits. Hal ini bukanlah berarti mendahulukan qiyas atas hadits. Apabila qiyas
tidak dapat dilakukan karena berlawanan dengan hadits, maka Abu Hanifah pun
meninggalkan qiyas, mengambil istihsan. Pokok pegangan dalam menggunakan qiyas
ialah bahwa hukum syara’ ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, baik di dunia
maupun di akhirat. Namun demikian, hukum-hukum syara’ yang berpautan dengan
ibadah tidak dapat akal menyelami illatnya. Maka dari itu Abu Hanifah membagi nas
dalam dua bagian, yaitu :
a. Nusus Ta’abudiyah, yang tidak dibahas illatnya. Pada nas-nas ini tidak
dilakukan qiyas, karena tidak dibahas illatnya walaupun diyakini ibadah-ibadah
itu disyari’atkan Allah untuk kemaslahatan manusia.
b. Nas-nas yang dibahas illatnya dan ditetapkan hukum berdasarkan illat
itu. Nas-nas ini adalah nas-nas yang mu’allal, dipelajari illatnya dan
maksudnya, sebabnya dan gayahnya dan padanya berlaku qiyas. Ulama
Hanafiyah mensyaratkan pada qiyas adalah hukum asal, bukan hukum yang
dikhususkan untuk suatu hukum saja, dan nas bukanlah yang dipalingkan dari
qiyas, yakni qiyas yang menyalahi illat yang umum yang ditetapkan syara’
sendiri. Abu Hanifah berpegang pada umum illat kecuali apabila berlawanan
dengan ‘urf masyarakat, maka Abu Hanifah meninggalkan qiyas dan
mengambil istihsan. Lantaran Abu Hanifah menggunakan illat, maka ia
terkenal sebagai imam yang memegang ra’yu, bukan imam yang memegang
36
asar dan terkenallah keahliannya dalam bidang qiyas, walaupun ia juga seorang
imam sunni.37
f. Istihsan
Istihsan secara bahasa adalah memandang dan meyakini baiknya sesuatu.
Istihsan adalah salah satu metode ijtihad yang dikembangkan ulama mazhab Hanafi
ketika hukum yang dikandung metode qiyas (analogi) atau kaidah umum tidak
diterapkan pada suatu kasus. Macam-macam istihsan menurut ulama mazhab Hanafi,
yaitu :
a. Al-Istihsan bi an-nas (istihsan berdasarkan ayat atau hadits)
b. Al-Istihsan bi al-ijma’ (istihsan yang didasarkan pada ijma’)
c. Al-Istihsan bi al-qiyas al-khafi (istihsan berdasarkan qiyas yang
tersembunyi)
d. Al-Istihsan bi al-maslahah (istihsan berdasarkan kemaslahatan)
e. Al-Istihsan bil al-‘urf (istihsan berdasar adat kebiasaan yang berlaku
umum).
f. Al-Istihsan bi ad-daruriyah (istihsan berdasarkan keadaan darurat).38
37 Ibid., hlm. 171 38 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta
:PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 771.
37
g. ‘Urf
‘Urf adalah pendapat muslimin atas suatu masalah yang tidak terdapat di dalamnya nas
dari al-Qur'an atau Sunnah atau pendapat sahabat, maka dari itu ‘urf dapat dijadikan
hujjah.
‘Urf dibagi dua :
a. ‘Urf sahih, yaitu ‘urf yang tidak menyalahi nas.
b. ‘Urf fasid, yaitu ‘urf yang menyalahi nas.
Dari dua ‘urf yang dapat dijadikan hujjah adalah ‘urf sahih.39
Imam Abu Hanifah mengamalkan ‘urf bila tidak dapat menggunakan qiyas atau
istihsan. Ulama Hanafiyah mengemukakan ‘urf terhadap masalah-masalah yang tidak
ada nashnya, mereka mentakhishkan nas-nas yang umum jika menyalahi ‘urf umum.
Jika qiyas meyalahi ‘urf, mereka mengambil ’urf. Begitu pula mereka mengambil ‘urf
khas dikala tidak ada dalil yang menyalahinya.40
B. Mazhab Syafi`i
1. Biografi Imam Syafi`i
Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Muhammad ibn Idris ibn al-‘Abbas ibn
Utsman ibn Syafi’ ibn al-Sa’ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn Abdal-
39 Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Juz II, Darul Fikri al-Arabi,
Beirut, tt., hlm. 163. 40 Prof. DR. Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-
1, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 182.
38
Muthalib ibn Abd Manaf.41 Lahir di Ghazzah, Syam (masuk wilayah Palestina) pada
tahun 150 H/767 M. Kemudian dibawa oleh ibunya ke Makkah, yang tidak lain
merupakan tanah para leluhurnya. Syafi’i kecil tumbuh berkembang di kota itu sebagai
seorang yatim dalam pangkuan ibunya. Semasa hidupnya, ibu Imam Syafi’i adalah
seorang ahli ibadah, sangat cerdas, dan dikenal sebagai seorang yang berbudi luhur.42
Imam Syafi'i dengan usaha ibunya telah dapat menghafal al-Qur'an dalam umur
yang masih sangat muda (9 tahun) dan umur sepuluh tahun sudah hafal kitab al-
Muwattha' karya Imam Malik. Kemudian ia memusatkan perhatian menghafal hadis.
Imam Syafi’i belajar hadis dengan jalan mendengarkan dari para gurunnya, kemudian
mencatatnya. Di samping itu ia juga mendalami bahasa Arab untuk menghindari
pengaruh bahasa ‘Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab pada saat itu, untuk
pergi ke daerah Huzail untuk belajar bahasa selama sepuluh tahun.43
Di samping itu ia mendalami bahasa Arab untuk menjauhkan diri dari pengaruh
‘Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab pada masa itu. Ia pergi ke Kabilah Huzail
yang tinggal di pedusunan untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih. Sepuluh tahun
lamanya Imam Syafi'i tinggal di Badiyah itu, mempelajari syair, sastra dan sejarah. Ia
terkenal ahli dalam bidang syair yang digubah golongan Huzail itu, amat indah susunan
bahasanya. Di sana pula ia belajar memanah dan mahir dalam bermain panah. Dalam
41 Syaikh Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006), hlm. 355. 42 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 1, terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz,
(Jakarta:Almahira, 2010), hlm. 6 43 Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 286
39
masa itu Imam Syafi'i menghafal al-Qur'an, menghafal hadis, mempelajari sastra Arab
dan memahirkan diri dalam mengendarai kuda dan meneliti keadaan penduduk-
penduduk Badiyah dan penduduk-penduduk kota.44
Imam Syafi'i belajar pada ulama Makkah, baik pada ulama fiqih, maupun ulama
hadis, sehingga ia terkenal dalam bidang fiqih dan memperoleh kedudukan yang tinggi
dalam bidang itu. Gurunya Muslim Ibn Khalid Al-Zanji, menganjurkan supaya Imam
Syafi'i bertindak sebagai mufti. Sungguh pun ia telah memperoleh kedudukan yang
tinggi itu namun ia terus juga mencari ilmu. Karena ilmu baginya adalah ibarat lautan
yang tidak bertepi.45
Sampai kabar kepadanya bahwa di Madinah ada seorang ulama besar yaitu
Malik bin Anas, yang memang pada masa itu terkenal di mana-mana dan mempunyai
kedudukan tinggi dalam bidang ilmu dan hadis. Imam Syafi'i ingin pergi belajar
kepadanya, akan tetapi sebelum pergi ke Madinah ia lebih dahulu menghafal al-
Muwattha' karya Malik yang telah berkembang pada masa itu. Ia berangkat ke Madinah
untuk belajar kepada Malik dengan membawa sebuah surat dari gubernur Makkah.
Mulai ketika itu ia memusatkan perhatian untuk mendalami fiqih di samping
mempelajari al-Muwattha’. Imam Syafi'i mengadakan mudārasah dengan Malik dalam
44 Syaikh Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006), hlm. 357-360.
45 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 28. Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm.
287.
40
masalah-masalah yang difatwakan Malik. Di waktu Malik meninggal tahun 179 H,
Imam Syafi'i telah mencapai usia dewasa dan matang.46
Di antara hal-hal yang secara serius mendapat perhatian Imam Syafi'i adalah
tentang metode pemahaman Al-Qur'an dan Sunnah atau metode istinbath (ushul fikih).
Meskipun para imam mujtahid sebelumnya dalam berijtihad terikat dengan kaidah-
kaidahnya, namun belum ada kaidah-kaidah yang tersusun dalam sebuah buku sebagai
satu disiplin ilmu yang dapat dipedomani oleh para peminat hukum Islam. Dalam
kondisi demikianlah Imam Syafi'i tampil berperan menyusun sebuah buku ushul fikih.
Idenya ini didukung pula dengan adanya permintaan dari seorang ahli hadis bernama
Abdurrahman bin Mahdi (w. 198 H) di Baghdad agar Imam Syafi'i menyusun
metodologi istinbath.47
Imam Syafi’i di samping menguasai dalam bidang al-Kitab, ilmu balaghah,
ilmu fikih, ilmu berdebat juga terkenal sebagai muhaddits. Orangorang memberikan
gelar padanya “Nāhir al-Hadīts. Imam Sufyan ibn ‘Uyainah bila didatangi seseorang
yang meminta fatwa, beliau terus memerintahkannya agar meminta fatwa kepada Imam
Syafi’i, ujarnya “salu hadza al-ghulama” (bertanyalah kepada pemuda itu).48
Dialah yang meletakkan dasar-dasar periwayatan. Dia juga yang berani secara
terang-terangan berbeda pendapat dengan Imam Malik dan Abu Hanifah, yaitu
46 Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, (Semarang: PT Putaka
Rizki Putra, 1997), hlm. 480-481.
47 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 29. 48 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 4, 2003), hlm. 233.
41
bahwasannya ketika ada sanad yang shahih dan muttashil kepada Nabi saw, maka wajib
beramal dengannya tanpa ada keterkaitan dan keterikatan dengan amal ahli Madinah
sebagaimana yang disyaratkan oleh Imam Malik ataupun syarat-syarat Imam Abu
Hanifah.
Pada tahun 195 H. beliau pergi ke Baghdad selama dua tahun, untuk mengambil
ilmu dan pendapat dari murid-murid Imam Abu Hanifah, bermunādharah dan berdebat
dengan mereka, kemudian kembali ke Makkah. Pada tahun 198 H, beliau pergi lagi ke
Baghdad hanya sebulan lamanya, dan akhirnya pada tahun 199 H, beliau pergi ke Mesir
dan memilih kota terakhir untuk tempat tinggalnya untuk mengajarkan Sunnah dan al-
Kitab kepada khalayak ramai. Jika kumpulan fatwa beliau ketika di Baghdad disebut
dengan qaul qadīm, maka kumpulan fatwa beliau selama di Mesir dinamakan dengan
qaul jadīd.49
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “semua masalah kami tidak pernah
terselesaikan oleh pengikut Abu Hanifah, sampai kami akhirnya kami bertemu dengan
Imam Syafi’i sungguh, dia orang yang paling paham tentang Kitabullah dan as-
Sunnah.” Maksud dari kata-kata itu ialah bahwa para ahli hadis dan para ahli fiqih
seakan menjadi murid Imam Syafi’i, sebab keagungan madzhabnya, kefasihan
penjelasannya, kekuatan hujjahnya, dan keseganan yang ditunjukkan baik oleh mereka
yang sependapat maupun orang yang berbeda dengan pendapatnya. Imam Ahmad bin
49 Ibid, hlm. 232
42
Hanbal juga pernah berkata: “Imam Syafi’i bagai mentari bagi dunia, dan kekuatan
bagi manusia. Lihatlah, apakah ada sesorang yang mampu menggantikan posisinya.”50
2. Latar Belakang Sosial Dan Politik
Imam Syafi'i lahir pada masa Dinasti Abbasiyah. Seluruh kehidupannya
berlangsung pada saat para penguasa Bani Abbas memerintah wilayah-wilayah negeri
Islam. Saat itu adalah saat di mana masyarakat Islam sedang berada di puncak
keemasannya. Kekuasaan Bani Abbas semakin terbentang luas dan kehidupan umat
Islam semakin maju dan jaya. Masa itu memiliki berbagai macam keistimewaan yang
memiliki pengaruh besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebangkitan
pemikiran Islam. Transformasi ilmu dari filsafat Yunani dan sastra Persia serta ilmu
bangsa India ke masyarakat Muslim juga sedang semarak. Mengingat pentingnya
pembahasan ini, maka kami akan memberikan gambaran singkat tentang tentang
kondisi pemikiran dan sosial kemasyarakatan pada masa itu.51
Kota-kota di negeri Islam saat itu sedikit demi sedikit mulai dimasuki unsur-
unsur yang beraneka ragam, mulai dari Persia, Romawi, India dan Nabath. Dahulu,
kota Baghdad adalah pusat pemerintahan sekaligus pusat peradaban Islam. Kota
tersebut dipenuhi oleh masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis bangsa. Kaum
Muslim dari berbagai penjuru dunia berduyun-duyun berdatangan ke Baghdad dari
50 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 1, terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz,
(Jakarta:Almahira, 2010), hlm. 10. 51 Muhammad Abu Zahrah, Asy-Syāfi’i Hayātuhu wa Asruhu wa Fikruhu arāuhu wa
Fiqhuhu, Terj. Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Utsman, “Imam al-Syafi'i Biografi danPemikirannya
Dalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqih”, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2005),hlm. 84.
43
berbagai pelosok negeri Islam. Tentunya, kedatangan mereka sekaligus membawa
kebudayaan bangsanya dalam jiwa dan perasaannya yang dalam.52
Dengan kondisi masyarakat yang beragam ini tentunya akan banyak timbul
aneka problema sosial. Oleh karena itu, di masyarakat Baghdad banyak muncul
fenomena-fenomena yang beraneka ragam yang disebabkan oleh interaksi sosial antara
sesama anggota masyarakatnya di mana masing-masing ras mempunyai kekhususan
ras-ras tersebut. Setiap permasalahan yang timbul dari interaksi antar masyarakat
tersebut tentunya akan diambil ketentuan hukumnya dari syariat. Sebab, syariat Islam
adalah syariat yang bersifat umum.53
Syariat tersebut akan memberikan muatan hukum bagi setiap permasalahan
yang terjadi, baik permasalahan itu masuk dalam kategori permasalahan ringan ataupun
berat. Pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi akan memperluas cakrawala
pemikiran seorang faqih sehingga ia dapat menemukan penyelesaian (solusi hukum)
bagi masalah-masalah yang terjadi. Selain itu, sang faqih akan dapat memperluas
medan pembahasan dengan menghadirkan permasalahan yang mungkin terjadi,
kemudian memberikan kaidah-kaidah umum untuk masalah-masalah furu' yang
berbeda.54
52 Ibid., hlm. 84 53 Ibid., hlm. 85 54 Ibid., hlm. 86
44
3. Guru-guru Imam Syafi’i
Imam Syafi’i menerima ilmu fiqih dan hadis dari banyak guru yang masing-
masing mempunyai manhaj serta tinggal di tempat yang saling berjauhan antara satu
dan lainnya. Imam Syafi’i menerima ilmu dari ulama Makkah, ulama Madinah, ulama
Irak dan ulama Yaman.
Ulama Makkah yang menjadi gurunya antara lain: Sufyan Ibnu Uyainah, Muslim
Ibn Khalid Az-Zamzi, Said Ibn Salim al-Kaddah, Dawud Ibn abd-Rahman al-Atthar,
dan Abdul Hamid Ibn Abdul Aziz Ibn Abi Dawud.55
Ulama Madinah yang menjadi gurunya, ialah: Malik Ibn Anas, Ibrahim Ibn Saad
al-Anshari Abdul Aziz Ibn Muhammad ad-Darawardi, Ibrahim Ibn Abi Yahya al-
Aslami, Muhammad Ibn Said Ibn Abi Fudaik, Abdullah Ibn Nafi’ teman ibnu Abi
za’ab.56
Ulama Bagdad Irak yang menjadi gurunya ialah: Waki’ Ibn Jarrah, Abdul Wahab
Ibn Abdul Majid Ats-Tsaqafi, Abu Usamah Hammad Ibn Usamah al-Kufi, Ismail Ibn
Ulayah. Dia juga menerima ilmu dari Muhammad Ibn Al-Hasan yaitu dengan
mempelajari kitab-kitabnya yang didengar langsung daripadanya.57
55 Ali Jum’ah Muhammad, Al-Madkhol Ilā Mażāhib al-Arba’ah, (Kairo: Dar as-Salam,
Cet. II, 1428 H- 2008 M.), hlm. 21 56 Hasbi Ash -Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1997), 480-481 57 Ali Jum’ah Muhammad, Al-Madkhol Ilā Mażāhib al-Arba’ah, (Kairo: Dar as-Salam, Cet.
II, 1428 H- 2008 M.), hlm. 21
45
4. Dasar-dasar Mazhab Syafi`i
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak
mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau
juga tidak mengambil Istihsan sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah
dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang
melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad
mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah ,” Kitab “Al-Hujjah” yang
merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal,
Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm”
sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani,
Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang
madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia
adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok.”
5. Karya-Karya Imam Syafi’i
Imam Syafi’i banyak menulis kitab-kitab. Sebagiannya ditulis sendiri lalu
dibacakannya kepada orang-orang, atau mereka yang membacakannya kepadanya.
Sebagiannya didektekannya. Sangat sulit untuk menghitung kitab-kitabnya, karena
banyak yang sudah hilang. Ia menulis di Makkah, Baghdad, dan Mesir.58 Buku-
bukunya yang ada di tangan para ulama saat ini adalah yang ditulisnya di mesir.
58 Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008), hlm. 8
46
Diantara kitabnya yang paling terkenal dan banyak memuat pemikiran-pemikiran
beliau adalah:
1) Kitab al-Umm
Dalam format kitab al-Umm yang dapat ditemui pada masa sekarang
terdapat kitab-kitab lain yang dibukukan dalam satu kitab al-Umm diantaranya
adalah: Al-Musnad, berisi sanad Imam Syafi’i dalam hadis-hadis Nabi dan juga
untuk mengetahui ulama-ulama yang menjadi guru Imam Syafi’i, Khilāfu
Mālik, berisi bantahan-bantahannya terhadap Imam Malik gurunya, Al-Radd
‘Alā Muhammad Ibn Hasan, berisi pembelaanya terhadap mazhab ulama
Madinah dari serangan Imam Muhammad Ibn Hasan, murid Abu Hanifah, Al-
khilāfu Ali wa Ibn Mas’ud, yaitu kitab yang memuat pendapat yang berbeda
antara pendapat Abu Hanifah dan ulama Irak dengan Ali Abi Thalib dan
Abdullah Bin Mas’ud, Sair al-Auza’i, berisi pembelaanya atas Imam al-Auza’i
dari serangan Abu Yusuf, Ikhtilāf al-Hadīts, berisi keterangan dan penjelasan
Imam Syafi’i atas hadis-hadis yang tampak bertentangan, namun kitab ini juga
ada yang tercetak sendiri, Jimā’ al-‘Ilmi, berisi pembelaan Imam Syafi’i
tehadap sunnah Nabi SAW.59
59 Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 296.
47
2) Kitab Ar-Risālah
Kitab Ar-Risālah adalah karya monumental Imam Syafi’i yang dikenal
sebagai kitab pertama dalam ushul fiqih, didalamnya banyak membahas
rumusan-rumusan yang berkaitan dengan ilmu hadis. Kitab ini merupakan
karya Imam Syafi’i atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi yang berkaitan
dengan penjelasan makna-makna al-Qur’an, dan menghimpun beberapa
khabar, ijma’ dan penjelasan tentang nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an dan
sunnah. Dan juga atas dorongan dari Ali bin al-Madani agar Imam Syafi’i
memenuhi permintaan Abdurrahman bin al-Mahdi.60 Atas permintaan dan
dorongan itulah Imam Syafi’i menulis kitab Ar-Risālah ini.
Menurut pendapat yang unggul dan dipilih oleh Ahmad Muhmmad Muhammad
Syakir, kitab Ar-Risālah ini ditulis oleh Imam Syafi’i pada saat beliau berada di
Makkah.menurut Fakhrurrazi dalam Manāqib Asy-Syāfi’i, kitab Ar-Risālah ini ditulis
pada saat Imam Syafi’i berada di Baghdad. Meskipun belum dapat dipastikan
dimanakah Imam Syafi’I menulis kitab ini, keduanya sama-sama memuat pengetahuan
yang luas.61
Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M.) ahli hukum Islam
berkebangsaan Mesir, menyatakan buku itu (Ar-Risālah) disusun ketika Imam Syafi'i
berada di Baghdad, sedangkan Abdurrahman bin Mahdi ketika itu berada di Mekah.
60 Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008), hlm. 13 61 Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008), hlm. 14
48
Imam Syafi'i menyebut bukunya dengan "al-Kitāb" (Kitab atau Buku) atau "Kitabī"
(Kitabku), yang kemudian lebih dikenal dengan "Ar-Risālah" yang berarti "sepucuk
surat" karena buku itu merupakan surat Imam Syafi'i kepada Abdurrahman bin Mahdi.
Kitab Ar-Risālah yang pertama ia susun dikenal dengan Ar-Risālah al-Qadīmah
(Risalah Lama).62
Dinamakan demikian, karena di dalamnya termuat buah-buah pikiran Imam
Syafi'i sebelum pindah ke Mesir. Setelah sampai di Mesir, isinya disusun kembali
dalam rangka penyempurnaan bahkan ada yang diubahnya, sehingga kemudian dikenal
dengan sebutan Ar-Risālah al-Jadīdah (Risalah Baru). Jumhur ulama ushul fiqih
sepakat menyatakan bahwa kitab Ar-Risālah karya Imam Syafi'i ini merupakan kitab
pertama yang memuat masalah-masalah ushul fiqih secara lebih sempurna dan
sistematis. Oleh sebab itu, ia dikenal sebagai penyusun pertama ushul fiqih sebagai satu
disiplin ilmu.63 Imam Syafi'i wafat pada malam jum’at dan dikebumikan setelah shalat
ashar hari itu, pada bulan Rajab 204 H. yang bertepatan dengan tanggal 29 Rajab 204
H. atau 19 Januari 820 M.64
Jumhur Ulama selain syafi’iyah membolehkan menyentuh tangan perempuan
tua yang sudah tidak lagi membangkitkan nafsu kaum laki-laki, karena tidak
dikhawatirkan akan timbul efek negatif. Sementara itu, mazhab Hambali mengatakan
62 Syaikh Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006), hlm. 361. 63 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 30. 64 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 4, 2003), hlm. 234.
49
bahwa Imam Ahmad memandang makruh menyalami perempuan (yang sudah tua),
bahkan juga menetapkan hukum yang ketat termasuk menyalami mahramnya sendiri.
Selanjutnya, ia membolehkan seorang ayah menyalami anak perempuannya
sebagaimana membolehkan memegang tangan perempuan tua sudah buruk.65
Selanjutnya, dalam kondisi yang pandangan kepada seorang perempuan
diharamkan, maka terlarang juga duduk-duduk dengannya dan saling mewakilkan
urusan, kecuali dalam kondisi darurat.
65 Wahbah Az Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 4, (Jakarta: Darul Fikir: 2010,
hlm. 215
50
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Landasan Hukum Bersentuhan Antara Lelaki Dan Perempuan menurut
Mazhab Hanafi Dan Mazhab Syafie
1. Hukum Bersentuhan Kulit Menurut Mazhab Hanafi
Risalah kecil ini ditulis oleh Allamah al Muhadith an Naqib al-Usuli Sayyid
Abdul Aziz al Ghumari (dari keluarga Ghumari yang terkenal)
Ia ditulis untuk menjawab persoalan: adakah harus bersalaman dengan wanita
ajnabiyah disisi syara’. Kerana wujudnya ahli ilmu di Fas (salah satu nama Bandar di
Morocco) menyangka bahawa bersalaman dengan ajnabi merupakan suatu keharusan
dan tidak berdosa. Dan menyangka dalil ()ني لا أ صافح إلنساء إ hanya khusus untuk Saidina
Rasulullah SAW. Ini adalah perkataan orang yang jahil akan syariat Islam.
Ketahuilah wahai saudara seagamaku, bahawasanya bersalaman dengan ajnabi
merupakan suatu kesalahan dan dosa besar. Syariat mencela orang yang mengharuskan
perbuatan mungkar ini.66
Dan ini juga pengharaman ini merupakan salah satu natijah dari kaedah سد(
yang dipelopori Mazhab Maliki. Bahkan berkata al-Qorofi, kaedah ini bukan إلذرإئع(
66 Abdul Aziz al Ghumari, Kitab Saddal watho’a ti A’la Ajaza Musofahatil Mar’ah,
(Morocco, 2013), hlm.2
51
hanya berlegar dalam Mazhab Maliki bahkan mazhab selainnya juga. Antara contoh
gambaran yang boleh digunakan dalam kaedah )سد إلذرإئع( ialah HARAM berduan
lelaki dan wanita walau dengan tujuan mempelajari al-Quran, bermusafir untuk
menunaikan haji dan bermusafir (teman) untuk menziarahi ibu bapa si wanita. Antara
contoh lain ialah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menundukkan pandangan
walaupun perkara yang ingin dilihat itu hasil kecantikan dan keelokan ciptaan Allah.
Oleh sebab itu ketahuilah bahawasanya bersalaman dengan ajnabi merupakan
wasilah untuk jatuh ke lembah perzinaan. Bahkan ia diklasifikasikan dalam bahagian
dosa-dosa besar kerana diikuti dengan pembalasan dan kemurkaan dari Allah Ta’ala.
Al Faqih Ibnu Hajar al-Haithami menyebutkan dalam kitabnya )إقترإف إلكبائر
-bahawa bersalaman dengan ajnabi merupakan dosa besar.67Berkata pula al )إلزوإجرعن
Hafiz az Zahabi dalam kitabnya al Kabair, barang siapa yang meletakkan (menyentuh)
tangannya ke atas ajnabi maka dia akan dibelenggu tangannya dan diletakkan ke atas
tengkuknya dan sekiranya dia menciumnya maka kedua bibirnya akan dipotong dengan
api neraka.68
Muhammad bin Nasr as Samarqondi pula dalam kitab tafsirnya at Tanbih ketika
menafsirkan firman Allah yang berbunyi ((ولا تقربوإحش ما ظهر منها وما بطن)) Beliau
67 Ibid, hlm 8
68 Ibid, hlm 11
52
berkata: )ظهر( ialah zina. Manakala )بطن( ialah mencium, memegang. Dan sentuhan ke
atas ajnabi semuanya zina. Seperti yang termaktub dalam hadith, kedua tangan berzina,
kedua biji mata berzina.
Bersalaman dengan wanita lagi berat dosanya berbanding melihat kerana boleh
jadi penglihatan itu tidak disengajakan pada kali pertama, adapun bersalaman itu
berlaku dengan kerelaan dan sengaja. Zaman moden ini kita melihat ramai perempuan
yang terlibat dengan urusan- urusan kerajaan, perniagaan, perkilangan dan lain-lain,
dan bersalaman antara ajnabi merupakan perkara biasa, sehingga sama sahaja yang
alim mahupun yang jahil. Bahkan mereka tanpa segan silu menghulurkan tangan untuk
bersalaman dengan ajnabi. Ini perkara mungkar dan ikutan orang kafir.69
Muhammad bin Mehran berkata, Imam Ahmad ditanya tentang hukum seorang
lelaki bersalaman dengan ajnabiyah. Maka Imam Ahmad menolak dengan sekeras-
kerasnya walaupun bersalaman dengan melapikkan tangan dengan pakaian.70
حديث معقل بن يسار رضي إلله عنه مرفوعا ل ن يطعن في رأ س أ حدكم بمخيط من أ ن يمس إمرأ ة لا تحل
له
Mafhumnya,”Sekiranya kepala salah seorang daripada kamu ditusuk dengan jarum
besi, itu adalah lebih baik daripada kamu menyentuh wanita yang tidak halal bagi
69 Muhammad bin Ali, Kitab Al-Durrul Al-Muhtar Syarah Tanwir al-Absor Wa Jami’il Al-
Bahar,(Beirut, 2002), hlm 655
70 Ibid,.hlm.666
53
kamu”. ((hadis ini dikeluarkan oleh at Tabarani dalam al-Kabir dan rijal sanadnya sohih
kata al Hafiz al Husaimi dalam مجمع إلزوإئد ونبع إلفوإئدة manakala al Baihaqi pula
mengeluarkannya dalam as Sya’b)).
Dalam syarah yang sama juga an Nawawi menyebut Saidina Rasulullah tidak
pernah sekalipun menyentuh tangan wanita ajnabiyah melainkan wanita yang halal ke
atas Saidina Rasulullah. Adapun Bai’ah untuk perempuan dilakukan dengan suara
yakni ijab dan qabul bukannya sentuhan tangan. Al Hafiz Ibnu Hajar al Asqolani dan
Abu Bakar ibn al’Arabi dlam syarahnya bersependapat dengan an Nawawi.
Apa yang tidak haram dilihat maka tidak haram disentuh melainkan kepada
selain ajnabi yaitu haram dilihat dan haram disentuh. Tidak diperbolehkan bagi seorang
laki-laki untuk meneyentuh wajah atau tapak tangan seorang wanita walaupun ia
merasa aman dari syahwat. Selain itu, di dalam kitab hidayah mengatakan boleh
melihat tapak tangan dan muka kalau ada keperluan tapi tidak boleh menyentuh.
Namun sekiranya ada syahwat ketika melihat maka haram melihatnya 71
Di sisi yang lain pula, jumhur ulama’ mengatakan melihat amrodh dengan
syahwat hukumnya haram. Apatah lagi menyentuh perempuan yang tabi’at lelaki biasa
cenderung kepadanya, bahkan wanita fitnah bagi lelaki, sehingga syaitan menjadikan
71 Burhaniddin Ali Bin Abi Bakri, Kitab Al-Hidayah Syarah Bidayatil Mubtadi, jilid 4
(Mesir,2016), hlm 1487
54
wanita salah satu senjatanya untuk menggoda ummat Muhammadi, maka keluarlah
kata-kata yang mengharuskan bersalaman dengan ajnabi.72
b. Hukum Bersentuhan Kulit Mazhab Syafie
Sementara itu, mazhab Syafi’I mengharamkan menyentuh dan memandang
perempuan secara mutlak, sekalipun perempuan tersebut sudah tua. Mengenai maksiat
tangan di dalam kitab Sullamut Taufiq serta penjelasannya:
حائل إوبه بشهوة ولومع جنس إو محرمية ولمس إلاجنبية عمدإ بغير
Meraba wanita ajnabi (bukan mahram) dengan sengaja serta tanpa penghalang atau
dengan penghalang disertai syahwat, walaupun sejenis atau mahram.73
Berikutnya, ketika menyentuh seorang perempuan tidak bolehkan, maka tidak
bolehkan pula berjalan bersama dan berdua-duaan dengannya. Jadi tidak dibolehkan
berduaan dengan seorang perempuan bukan isrti atau mahramnya. Demikian pula tidak
dibolehkan mengadakan perjalanan dengannya. Hal itu berlandaskan di dalam kitab
Al-Majmuk mengenai hukum bersentuhan bukan mahram:
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
لى إلاجنبية في إلبيع ليه حرم مسه وقد يحل إلنظر مع تحريم إلمس فانه يحل إلنظر إ كل من حرم إلنظر إ
وإلشرإء وإلاخذ وإلعطاء ونحوها ولا يجوز مسها في شئ من ذلك
72 Ibid., hlm.1488 73 Syekh Imam Nawawi Banten diterjemah oleh Abu Bakar dan Anwar Abu bakar, Kitab
Sullamun Taufiq, (Bandung, 2014), hlm 125
55
Maksudnya: “Setiap yang diharamkan untuk dipandang, maka haram untuk disentuh.
Namun ada kondisi yang membolehkan seseorang memandang tetapi
tidak boleh menyentuh, yaitu ketika bertransaksi jual beli, ketika serah
terima barang, dan semacam itu. Namun sekali lagi, tetap tidak boleh
menyentuh dalam keadaan-keadaan tadi.” 74
(Al-Majmu’, 4: 635).
B. Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi Tentang Hukum
Bersentuhan Antara Lelaki Dan Perempuan.
Di bawah berikut penulis melampirkan jawaban responden mengenai
pemahaman mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi tentang hukum bersentuhan
antara laki-laki dan perempuan studi Komperatif Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafie.
Tabel 1
Pengetahuan anda tentang (hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut agama Syariat Islam)
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Mengetahui 206 88.41 %
2 Kurang Mengetahui 22 9.44 %
3 Tidak Mengetahui 5 2.15 %
Jumlah 233 100%
Berdasarkan Jadwal 1 di atas 88.41 dari 100% responden mewakili 206 orang
yang mengetahui tentang hukum bersentuhan antara laki-laki dan perempuan menurut
74 Abi Zakaria, Kitab Al-Majmu’ Syarah Muhadzab lil Syairazi, (juz 4, Maktabah Irsyad, Arab
Saudi, 2001) hlm.635
56
agama Syariat Islam dan selebihnya 9.44 % mewakili 22 orang yang kurang
mengetahui dan 2.15 % mewakili 5 orang yang tidak mengetahui sama sekali tentang
perkara tersebut.
Responden yang bernama Muhammad Riduan bin sukri memberikan tanggapan
bahwa hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan di bolehkan karena
berangggapan hukum bersentuhan ini sebagai adat yaitu menjadi kebiasaan masyarakat
di sini. Dengan niat menghormati, dan menghargai orang tersebut.
Tabel 2
Apakah mahasiswa faham mengenai hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut mazhab Syafie
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Mengetahui 199 85.41 %
2 Kurang Mengetahui 24 10.30 %
3 Tidak Mengetahui 10 4.29 %
Jumlah 233 100 %
Berdasarkan Jadwal 2 di atas hanya 85.41 dari 100% responden mewakili 199
orang yang mengetahui tentang hukum bersentuhan antara laki-laki dan perempuan
menurut mazhab Syafie dan selebihnya 10.30 % mewakili 24 orang yang kurang
mengetahui dan 4.29 % mewakili 10 orang yang tidak mengetahui sama sekali tentang
hukum tersebut.
57
Prestasi yang lebih tinggi pemahaman mahasiswa tentang mazhab Hanafi ialah
37.77% mewakili 88 orang. Manakala sebanyak 145 orang lagi tidak memahami
tentang hukum bersentuhan. Berbeda dengan pemahaman mahasiswa tentang mazhab
Syafie yaitu sebanyak 199 orang yang faham manakala yang tidak faham hanya 34
orang.
Tabel 3
Apakah mahasiswa faham mengenai hukum bersentuhan antara laki-laki dan
perempuan menurut mazhab Hanafi?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Mengetahui 88 37.77%
2 Kurang Mengetahui 128 54.94 %
3 Tidak Mengetahui 17 7.30 %
Jumlah 233 100%
Berdasarkan Jadwal 3 di atas hanya 37.77 dari 100% responden mewakili 88
orang yang mengetahui hukum bersentuhan antara laki-laki dan perempuan menurut
mazhab Hanafi dan selebihnya 54.94 % mewakili 128 orang yang kurang mengetahui
dan 7.30 % mewakili 17 orang yang tidak mengetahui sama sekali bagian-bagian
tersebut.
58
Mayoritas responden yang memberikan tanggapan bahwa hukum bersentuhan
antara lelaki dan perempuan adalah harus hukumnya dan selebihnya mengatakan
haram.
Tabel 4
Adakah mahasiswa faham mengenai hukum talfiq mazhab?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Mengetahui 70 30.04 %
2 Kurang Mengetahui 114 48.93 %
3 Tidak Mengetahui 49 21.03 %
Jumlah 233 100%
Berdasarkan Jadwal 4 di atas, kebanyakkan responden yaitu 30.04 % mewakili
70 orang mahasiswa faham mengenai hukum talfiq mazhab manakala 48.93 %
mewakili 114 responden beranggapan kurang mengetahui dan 21.03 % yaitu mewakili
49 orang responden tidak mengetahui terhadap hukum tersebut.
Menurut para ulama, seseorang boleh muqallid mengambil suatu masalah dari
seorang mujtahid dan mengambil masalah lain dari mujtahid lain. Ia juga boleh
mengambil beberapa masalah dari suatu madzhab dan beberapa masalah lagi dari
mazhab lain. Suatu masalah boleh diambil dari berbagai hukum yang berpautan dengan
wasilah-wasilah dan mukadimah-mukadimah dari beberapa mazhab dan beberapa
pendapat yang berlainan-lainan. Inilah yang disebut talfiq.
59
Tabel 5
Hukum bersentuhan antara laki-laki dan perempuan menurut mazhab Syafie
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Haram 224 96.14 %
2 Tidak Haram 9 3.86 %
Jumlah 233 100 %
Berdasarkan Jadwal 5 di atas, kebanyakkan responden yaitu 96.14 % mewakili
224 orang mahasiswa mengatakan haram mengenai hukum bersentuhan antara lelaki
dan perempuan manakala 3.86 % mewakili 9 responden beranggapan tidak haram.
Responden yang bernama Malik bin wahab memberikan tanggapan bahwa
Mazhab Syafie lebih diutamakan bagi mengelak berlakunya perpecahan dalam
kalangan umat Islam jika tidak kena dengan gayanya.
Tabel 6
Hukum bersentuhan antara laki-laki dan perempuan menurut mazhab Hanafi
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Wajib 3 1.29 %
2 Sunat 12 5.15 %
60
3 Makruh 86 36.91 %
4 Mubah 77 33.05 %
5 Haram 55 23.61 %
Jumlah 233 100%
Berdasarkan Jadwal 6 di atas, kebanyakkan responden yaitu 1.29 % mewakili
3 orang mahasiswa mengatakan wajib manakala 5.15 % mewakili 12 responden
beranggapan sunat hukumnya, 36.91 % yaitu mewakili 86 orang responden makruh
hukumya, 33.05 % yaitu mewakili 77 orang responden mengatakan mubah, dan yang
terakhir 23.61 % yaitu mewakili 55 orang responden mengatakan haram terhadap
hukum tersebut.
Prestasi yang lebih tinggi mahasiswa tentang hukum bersentuhan menurut
mazhab Syafie ialah 96.14 % mewakili 224 orang yang mengatakan haram hukumnya.
Manakala sebanyak 9 orang lagi mengatakan tidak haram. Berbeda dengan pemahaman
mahasiswa tentang hukum bersentuhan mazhab Hanafi yaitu sebanyak 55 orang yang
mengatakan haram hukumnya dan sebanyak 178 orang mengatakan sebaliknya.
Responden yang bernama Muhammad Amirul bin Aizad memberikan
tanggapan bahwa membolehkan menyalami dan menyentuh tangan perempuan tua
yang sudah tua yang sudah tidak lagi membangkitkan nafsu kaum laki-laki, karena
tidak dikhawatirkan akan timbul efek negatif.
61
Tabel 7
Adakah mahasiswa beranggapan bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan
perempuan sebagai adat?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Ya 61 26.18 %
2 Tidak Pasti 71 30.47 %
3 Tidak 101 43.35 %
Jumlah 233 100%
Berdasarkan Jadwal 7 di atas 26.18 dari 100% responden mewakili 61 orang
yang bersetuju bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan sebagai adat dan
selebihnya 30.47 % mewakili 71 orang yang tidak pasti dan 43.35 % mewakili 101
orang yang mengatakan tidak beranggapan bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan
perempuan sebagai adat.
Responden yang bernama Siti Hajar binti Hashim memberikan tanggapan
bahwa hukum adat berdasarkan hukum agama, hukum agama berdasarkan Al-Quran.
Segala perbuatan atau pekerjaan hendak selalu mengingat aturan adat dan agama,
jangan bertentangan antara satu sama lain dan sekaligus mencegah kemungkaran.
Berdasarkan ayat diatas yaitu arti dari peribahasa Indonesia “adat bersendi
syarak, syarak bersendi kitabullah” dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik
62
dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai suatu perumpamaan yang mempunyai arti
setiap aktivitas hidup harus berdasarkan atas tuntutan dan syariat agama kita.
Tabel 8
Adakah mahasiswa beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan yang
mengendarai kendaraan seperti motor bersama-sama adalah wajar
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Ya 23 9.87 %
2 Tidak Pasti 56 24.03 %
3 Tidak 154 66.09 %
Jumlah 233 100 %
Pada Jadwal 8 ini responden bersetuju bahwa laki-laki dan perempuan yang
mengendarai kenderaan seperti motor bersama-sama adalah 9.87% mewakili 23 orang,
24.03 % mewakili 56 orang memilih tidak pasti, dan 66.09 % mewakili 154 orang
memilih tidak.
Responden yang bernama Amra binti Azman memberikan tanggapan bahwa
berboncengan selain mahram itu tidak dibolehkan maka dalam hal berboncengan, yang
paling jelas ada jika kenderaan tersebut (ojek) di atasnya menggunakan, seperti pelana
(semcam tempat duduk sendiri, dengan pegangannya), atau yang sejenis, dimana kalu
wanita tersebut naik di belakangnya, dia tidak akan menyentuh pemboncengnya, dan
63
rute perjalanannya di dalam kota, dengan kata lain tidak melintasi kawasan terpencil,
seperti:
a. Wanita tersebut naik di belakangnya, sementara dia tidak menyentuh
pemboncengnya.
b. Tidak membawanya, kecuali pada rute dimana mata orang bisa melihatnya.
Tabel 9
Adakah mahasiswa beranggapan kendaraan umum seperti ojek atau go-jek
harus digantikan dengan kendaraan umum yang lebih ikhtilat?
Berdasarkan Jadwal 9 di atas, kebanyakkan responden yaitu 58.80 % mewakili
137 orang responden memilih ya bahwa kenderan umum seperti ojek atau go-jek harus
digantikan dengan kenderaan umum yang lebih ikhtilat manakala 30.40 % mewakili
70 responden beranggapan tidak pasti dan 11.16 % yaitu mewakili 26 orang responden
memilih tidak perlu digantikan dengan kenderaan umum yang lebih ikhtilat.
Responden yang bernama Solehuddin bin Zakaria memberikan tanggapan
bahwa kenderaan umum seperti ojek atau go-jek harus digantikan dengan kenderaan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Ya 137 58.80 %
2 Tidak Pasti 70 30.40 %
3 Tidak 26 11.16 %
Jumlah 233 100%
64
umum yang lain. Kenderaan yang dimaksudkan yaitu seperti uber atau grab car yang
lebih ikhtilat malah terhindar fitnah dan maksiat.
Tabel 10
Adakah kamu setuju bahawa mahasiswa terutama fakultas Syariah untuk lebih
menjaga ikhtilat dalam usaha pratik ilmu
Jadwal 10 di atas menunjukkan hanya 92% mewakili 92 responden menyatakan
wajar bahwa mahasiswa terutama fakultas Syariah untuk lebih menjaga ikhtilat dalam
usaha pratik ilmu. Apatah lagi kerana kita merupakan pelajar yang belajar ilmu agama.
Sementara selebihnya yaitu responden yang memilih jawaban alternatif nomor
2 sebanyak 8% mewakili 8 orang menganggap tidak wajar menjaga ikhtilat dalam
usaha prtik ilmu.
Mayoritas responden yang memberikan tanggapan bahwa mahasiswa terutama
fak. Syariah untuk lebih menjaga ikhtilat dalam usaha pratik ilmu karena ikhitilath
(persinggungan badan) merupakan perkara dilarang dalam agama ini meskipun untuk
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Wajar 215 92.27 %
2 Tidak wajar 18 7.73 %
Jumlah 100 100%
65
kepentingan belajar. Perbuatan ini mesti di cegah, supaya mahasiswa fak. Syariah akan
menjadi contoh kepada fakultas-fakultas yang lain.
66
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bedasarkan hasil penelitian yang telah penulis bahas didalam bab iv, maka
maka dapat penulis tarik kesimpulan hasil penelitian ini seperti yang berikut:
1. Para ulama mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i juga telah menetapkan cara-cara
mereka berdalil tentang hukum bersentuhan antara lelaki dan perempuan. Ulama
Hanafi mengatakan pengharaman ini merupakan salah satu natijah dari kaedah ( سد
yang dipelopori Mazhab Maliki. Bahkan berkata al-Qorofi, kaedah ini bukan (الذرائع
hanya berlegar dalam Mazhab Maliki bahkan mazhab selainnya juga. Antara
contoh gambaran yang boleh digunakan dalam kaedah (سدددد الذرائع) ialah HARAM
berduan lelaki dan wanita walau dengan tujuan mempelajari al-Quran, bermusafir
untuk menunaikan haji dan bermusafir (teman) untuk menziarahi ibu bapa si
wanita. Antara contoh lain ialah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk
menundukkan pandangan walaupun perkara yang ingin dilihat itu hasil kecantikan
dan keelokan ciptaan Allah. Manakala Ulama Syafi’I telah mengambil dalil yang
diriwayatkan oleh Imam Nawawi yang membawa maksud bahwa setiap yang
diharamkan untuk dipandang, maka haram untuk disentuh. Namun ada kondisi
yang membolehkan seseorang memandang tetapi tidak boleh menyentuh, yaitu
67
ketika bertransaksi jual beli, ketika serah terima barang, dan semacam itu. Namun
sekali lagi, tetap tidak boleh menyentuh dalam keadaan keadaan tadi.
2. Prestasi yang lebih tinggi pemahaman mahasiswa tentang mazhab Hanafi ialah
37.77% mewakili 88 orang. Manakala sebanyak 145 orang lagi tidak memahami
tentang hukum bersentuhan. Berbeda dengan pemahaman mahasiswa tentang
mazhab Syafie yaitu sebanyak 199 orang yang faham manakala yang tidak faham
hanya 34 orang. Selain itu, prestasi yang lebih tinggi mahasiswa tentang hukum
bersentuhan menurut mazhab Syafie ialah 96.14 % mewakili 224 orang yang
mengatakan haram hukumnya. Manakala sebanyak 9 orang lagi mengatakan tidak
haram. Berbeda dengan pemahaman mahasiswa tentang hukum bersentuhan
mazhab Hanafi yaitu sebanyak 55 orang yang mengatakan haram hukumnya dan
sebanyak 178 orang mengatakan sebaliknya. Kesimpulaanya, mahasiswa fakultas
Syariah UIN STS Jambi Kebanyakkan memahami hukum bersentuhan menurut
mazhab Syafie dan kurang memahami dalam hukum bersentuhan menurut mazhab
Hanafi.
B. SARAN
Di akhir pembahasan ini penulis menyampaikan beberapa saran yang
diharapkan berguna bagi kita, antaranya seperti berikut:
1. Dengan tercetusnya skripsi ini, mengingatkan pembaca agar dapat mengetahui
perbandingan hukum dalam mazhab dan dalil-dalil kaedah yang digunakan. Maka
68
perlu menjadi perhatian terutamanya bagi mereka yang berkecimpung dalam
bidang hukum Islam dewasa ini. Agar ianya terpelihara dan umat Islam
melaksanakan syariat dengan sebaiknya dalam kehidupan mereka.
2. Penulis ingin mengingatkan para peneliti bahwa zaman moden ini kita melihat
ramai perempuan yang terlibat dengan urusan-urusan kerajaan, perniagaan,
perkilangan dan lain-lain, dan bersalaman antara ajnabi merupakan perkara biasa,
sehingga sama sahaja yang alim mahupun yang jahil. Bahkan mereka tanpa segan
silu menghulurkan tangan untuk bersalaman dengan ajnabi. Ini perkara mungkar
dan ikutan orang kafir. Maka para ulamak mempunyai beberapa pendapat. Justeru,
sebagai masyarakat kita harus berpegang dengan yakin kepada pendapat yang kita
ketahui apakah hukum dan hujjahnya dan tidak bertaqlid dengan pendapat yang
kita sendiri tidak tahu apakah hukum dan hujjahnya.
3. Mahasiswa seharusnya mendalami ilmu agama lebih-lebih lagi dalam pembahasan
muamalah sesama mahram maupun bukan mahram.
C. PENUTUP
Demikian uraian dan pembahasan yang dapat ditujukan dalam rangka
penyusunan skripsi yang berjudul “Pemahaman Mahasiswa Fakultas Syariah UIN
STS Jambi Tentang Hukum Bersentuhan Antara Lelaki Dan Perempuan (Studi
Komperatif Mazhab Hanafi Dan Mazhab Syafi’i)”. Dalam penulisan ini penulis
merasakan yang terbaik walau bagaimanapun penulis tidak bisa untuk lari dari
kesalahan dan kekhilafan karena penulis adalah seorang manusia berkemungkinan
69
masih banyak kekurangan. Hal ini juga berlaku karena keterbatasan ilmu pengetahuan
yang penulis miliki.
Dengan segala kerendahan hati dan rasa keikhlasan, penulis mengharapkan
kepada semua pihak untuk dapat memberikan masukan (input), saran dan kritikan
kostruktif demi perenovasian dan relevasinnya mutu penulisan.
Oleh karena itu, penulis berbesar hati dan berharap agar semua pihak dapat
memberikan kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis berharap dan berdoa ke hadrat
Ilahi agar kehadiran skripsi ini dapat memenuhi pensyaratan bagi memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S.1) dalam ilmu Syari’ah Jurusan Perbandingan Mazhab (PM).
Mudah-Mudahan kita semua mendapat hidayah dan petunjuk dari Allah swt. Amin ya
Rabbal ‘Alamin.
Jambi, November 2018
Penulis
MUHAMMAD NURUSYAHMI BIN SHAMSUDIN
NIM: SPM 160039
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Quran dan Terjemahannya, Kuala Lumpur Pustaka Darul Iman.
Abdul Aziz al Ghumari, Kitab Saddal watho’a ti A’la Ajaza Musofahatil
Mar’ah, (Morocco, 2013)
Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008)
Burhaniddin Ali Bin Abi Bakri, Kitab Al-Hidayah Syarah Bidayatil Mubtadi,
jilid 4 (Mesir, 2016)
Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997)
Hasbi Umar, Pedoman Penulisan Skripsi, cet.1. (Jambi: Syariah, 2012)
K.H. Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Cet. Ke-5,
(Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1986)
Kamus Besar Bahasa Indonesia” http://kbbi.web.id/data,akses 3september
2017
Muhammad bin Ali, Kitab Al-Durrul Al-Muhtar Syarah Tanwir al-Absor Wa
Jami’il Al-Bahar, (Beirut, 2002)
Muhammad Nazir, metode penelitian(Bandung:Remaja Rosdakarya,1986
Rozi’, Mukhtar as-Shihah, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Cet 1, 1994)
Syekh Imam Nawawi Banten diterjemah oleh Abu Bakar dan Anwar Abu
bakar, Kitab Sullamun Taufiq, (Bandung, 2014)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2012)
Syaikh Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i
Taman, "60 Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar,
2006)
Wahbah Az Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 4, (Jakarta: Darul
Fikir: 2010
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 1, terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz,
(Jakarta:Almahira, 2010)
Yusuf Al-Qaradhawi terjemahan Zukifli Mohamad al-Bakri, Halal Dan
Haram dalam Islam, (Negeri Sembilan Darul khusus: Pustaka Cahaya
Kasturi SDN BHD., 2015)
B. Skripsi dan Jurnal
Asmahady, Berboncengan Lawan Jenis Yang Bukan Mahram (Perspektif
Bahtsul Masa’il Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3)
Se-Jawa Timur), (2014)
Purwati, “Studi kasus tentang pemahaman orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus di SDN Kembangan Kecamatan Kebomas
Kabupaten Gresik”, Tesis Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, (2012)
Pradnya Patriana, “Hubungan Antara Kemandirian dengan Motivasi Bekerja
Sebagai Pengajar Les Privat Pada Masiswa di Semarang”, Tesis
Universitas Ponerogo Semarang, (2007)
Aina’ul Mardliyah, Faridatul Fitriyah, Pengaruh Pemahaman Hukum
Berhijab Terhadap Cara Berbusana Siswi di SMK Negeri 2 Jombang
(Jombang, 2017)
C. Wawancara
Wawancara dengan Zakarni, Kasubbag. Akademik, kemahasiswaan dan
Alumni Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia 25 Julai 2018
D. Lain-lain
Observasi Mahasiswa Fakultas Syariah UIN STS Jambi, 23 Agustus 2018