Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 23 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
PEMALSUAN HADIS-HADIS NABI TERKAIT
PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Dini Astriani
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
e-mail: [email protected]
Abstract Hadith is the second source after the Koran for guidance in the life of Muslims. Hadith is something that comes from the Prophet in the form of words, deeds and provisions. However, the phenomenon of the emergence of false traditions is really troubling for Muslims and can reduce the sanctity of the hadith itself. So we should be selective and careful in receiving history. This is because there have been many attempts at forgery that were inserted into the hadith of the Prophet through narrations of interpretation. Therefore, here the author will explain a little about the forgery of the Prophet's hadith in the interpretation of the Qur'an and mention some examples of narrations of interpretations that were deliberately falsified on behalf of the Prophet Muhammad. These things, of course, come from several factors. As in this work the authors use a descriptive analysis research method, using inductive data analysis techniques. Keywords: Falsification, Hadith, History, Tafsir bil Ma'tsur, al-Qur'an.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 24 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Abstrak
Hadis merupakan sumber kedua setelah al-Qur‟an untuk mendapatkan petujuk dalam
kehidupan umat Muslim. Hadis merupakan sesuatu yang berasal dari Nabi berupa perkataan,
perbuatan maupun ketetapan. Namun adanya fenomena munculnya hadis-hadis palsu sungguh
meresahkan umat Muslim dan bisa menjadikan berkurangnya kesucian hadis itu sendiri. Maka
hendaknya kita selektif dan hati-hati dalam menerima riwayat. Sebab, banyak sekali upaya
pemalsuan yang disisipkan dalam hadis Rasulullah Saw melalui riwayat-riwayat tafsir. Oleh
sebab itu disini penulis akan sedikit memaparkan terkait pemalsuan hadis Nabi dalam penafsiran
al-Qur‟an dan menyebutkan beberapa contoh riwayat tafsir yang sengaja dipalsukan dengan
mengatasnamakan Rasulullah Saw. Hal- hal ini tentunya berasal dari beberapa faktor. Adapun
dalam karya ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, dengan menggunakan
tehnik analisis data yang bersifat induktif.
Kata Sandi: Pemalsuan, Hadis , Riwayat, Tafsir bil Ma‟tsur, al-Qur‟an.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 25 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Pendahuluan
Menafsirkan ayat al-Qur‟an semata tanpa adanya dasar yang shahih adalah haram, tidak
boleh dilakukan1. Allah SWT berfirman: Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan
yang keji, baik yang Nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-ngadakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.2
Pada periode awal Islam, Nabi SAW merupakan orang yang paling berhak memberikan
tafsiran atas al-Qur‟an. Meskipun ada beberapa sahabat yang memiliki kemampuan untuk
memberikan tafsir. Setelah Nabi SAW wafat, hak menjadi penafsir tersebut baru bergeser kepada
para sahabat, lalu para tabi‟in. kendatipun demikian, penafsiran yang telah dilakukan para sahabat
atau para tabi‟in, bahkan Nabi SAW sekalipun tidak bisa dilepaskan dari problem dan situasi
serta kondisi saat itu. Posisi nabi sebagai sumber hukum dan teladan, tidak banyak menimbulkan
berbagai perdebatan pada periode awal. Mengingat posisi Nabi SAW sebagai syari‟ dan sahabat
cendrung menunggu isyarat dari Nabi SAW saja.
Adapun periwayatan hadis sudah dimulai semenjak Nabi SAW masih hidup, sebab sahabat
yang mendengar hadis dari Nabi SAW, menyampaikannya kepada sahabat yang tidak hadir. Saat
meriwayatkan hadis baik berupa ucapan, perbuatan maupun taqrir, mereka berkata: “Saya
mendengar dari Rasulullah SAW beliau bersabda ...”, atau “Saya melihat Rasulullah SAW
melakukan ...” dan lain sebagainya, yang menunjukkan bahwa hadis yang ia terima dari Nabi
SAW bersambung kepada Rasulullah.3
Pasca wafatnya Rasulullah, berbagai persoalan keagamaan muncul, salah satunya prihal
pemalsuan hadis Nabi SAW terhadap penafsiran al-Qur‟an. Pemalsuan ini terjadi sebagai dampak
dari munculnya berbagai macam faham dan firqoh (golongan) yang menyempal dari aqidah Islam
yang murni, yang di tandai dengan fitnah terbunuhnya Khalifah Utsman bin „Affan RA, dan
1 Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, (Cet III; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), hlm.
489. 2 Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur‟an Terjemah, (Bogor: Mushaf Sahmal Nour, 2007), hlm. 154.
3 Umar ibn Hasan Uthman Falatah, al-Wad‟u fi al-Hadith (Beirut: Mu‟assasat Manahil al-Irfan,1981 M./ 1410
H.) hlm 13-14.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 26 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib RA pada tahun ke 14 Hijriyah. Yang
mana dengan terjadinya fitnah (terbunuhnya Khalifah Utsman RA dan Ali RA, pen) tersebut
muncullah Syi‟ah dan Khawarij, serta berkembang sekte-sekte dan aliran-aliran Ahlul Bid‟ah dan
kaum penurut hawa nafsu. Dan sungguh setiap kelompok sekte-sekte ini telah melancarkan
propaganda untuk menguatkan Madzhabnya dengan memalsukan banyak riwayat dan Aqwal.
Maka penuhlah kitab-kitab Tafsir (secara khusus kitab-kitab Tafsir bil-Ma‟tsur) dengan riwayat-
riwayat palsu.
Pembahasan
A. Sejarah Pemalsuan Hadis dalam Tafsir Al-Qur‟an
Pemalsuan terhadap hadis Nabi, baik hadis secara umum maupun hadis-hadis yang
berkaitan dengan tafsir secara khusus, tidak lepas dari pengaruh internal dan eksternal yang
ada. Dari internal Islam sendiri, terpecahnya kaum muslim menjadi beberapa kelompok adalah
faktor terbesar yang menyebabkan munculnya hadis-hadis palsu termasuk yang berkaitan
dengan penafsiran al-Qur‟an. Usaha-usaha untuk memalsukan mulai terlihat pada 41 H, ketika
kaum muslimin terpecah akibat perbedaan pandangan politik4, ada kelompok Syi‟ah, Khawarij
dan ada Jumhur (yaitu kelompok yang tidak memihak salah satu dari dua kubu tersebut). Azd-
Dzahabi menjelaskan bahwa Nuansa politik begitu kental di zaman ini, sehingga agama juga
diikutsertakan dalam kekacauan ini. Masing-masing kelompok berusaha menunjukkan bahwa
kelompoknyalah yang lebih benar dengan dasar dalil-dalil agama yang mereka ambil dari al-
Qur‟an maupun hadis. Dalil-dalil ini mereka gunakan untuk memperkokoh kelompoknya, atau
untuk menyerang kelompok yang lain, begitu juga sebaliknya, kelompok yang merasa
diserang juga menggunakan dalil-dalil agama untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya.
Mereka berlomba-lomba untuk mendapat dukungan dari masyarakat saat itu. Ketika mereka
sudah tidak bisa menemukan dalil yang bisa diarahkan untuk memperkuat kelompoknya, maka
muncullah ide-ide untuk membuat-buat perkataan (hadis) yang kemudian disandarkan kepada
4 Muhammad husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa AL-Mufassirun, juz. 1 (Dar Al-Hadis: Kairo, 2005), hlm. 141.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 27 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Nabi. Begitu juga dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an, mereka memalsukan hadis-hadis dan
mengatakan bahwa inilah yang dikatakan Nabi ketika menafsirkan ayat ini.5
Dari golongan Syi‟ah misalnya, mereka menjadikan Nabi, Ali dan ahlul bait lainnya
sebagai sandaran dalam menafsirkan al-Qur‟an untuk menguatkan kelompok mereka.6 Dan ini
dengan mudah dapat kita temukan dalam kitab-kitab syi‟i, sebagai contoh dalam kitab al-Wafi
ketika menafsirkan ayat:
ن إنا عشضنا ا ماىيا ا نفقن مانيا ن ماىنيا باا أبي ا س ا ا غا ماان عى اغاا
إنو كا ظىماا جيل
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepda langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak
akan melaksanakannya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Al-Ahzab: 72)
masih al-wafi dijelaskan bahwa diriwayatkan dari Muhammad bin Husain bahwa yang
dimaksud dengan al-amanah dalam ayat tersebut adalah wilayatu Ali bin Abi Tahalib
(kepemimpinan Ali bin Abi Thalib). Begitu juga dengan ayat:
نذ عيذنا إ آدم ما قال أن م نبذ و عضماا غ
“Dan sungguh, telah Kami pesankan kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan Kami
tidak dapati kemauan yang kuat padanya”. (Thaha: 115)
diriwayatkan dari Imam Baqir bahwa ayat ini menjelaskan maksud ayat ini adalah bahwa
tuhan telah menjanjikan kepada Adam untuk menerima kepemimpinan Nabi Muhammad, dan
Imam-Imam atas kepemimpinan tersebut (setelah Nabi) adalah anak cucunya (Keturunan Ali
bin Abi Thalib), akan tetapi dia tidak melakukan janji tersebut dan dia juga tidak memiliki
keinginan yang kuat untuk menjalankan janji tersebut.
Begitulah nuansa politik terlihat sangat jelas dalam pemalsuan hadis yang berkaitan
dengan ayat al-Qur‟an. Adz-Dzahabi juga menambahkan bahwa kekuatan pengaruh politik
5 Muhammad husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa AL-Mufassirun, hlm. 141
6 Muhammad husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa AL-Mufassirun, hlm. 142.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 28 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
dalam pemalsuan hadis-hadis juga dapat kita lihat dari tokoh yang dipilih untuk menyandarkan
hadis mereka, Ibnu Abbas dan Ali bin Abi Thalib adalah dua tokoh yang yang banyak dipilih
untuk menjadi sandaran. Ini bukan tanpa alasan, mereka berdua adalah orang yang dikenal
dekat dengan Nabi dari segi apapun, selain itu mereka juga memiliki kredibilitas dari segi
keilmuan. Oleh sebab itu, pemilihan mereka sebagai periwayat tentu akan membuat posisi
hadis yang dipalsukan menjadi populer. Tidak hanya itu, penisbahan kepada Ibn Abbas juga
akan memberi pengaruh dalam kepemimpinan Bani Abbas nantinya7.
Kondisi umat yang terus merosok di zaman fitnah (terpecahnya umat Islam menjadi
kelompok-kelompok) membuat sebagian dari kaum muslim saat itu merasa berkewajiban
untuk mendekatkan manusia kembali kepada Allah. Motivasi inilah inilah yang mengilhami
sebagian dari mereka untuk memalsukan hadis agar membuat manusia termotivasi dalam
berbuat kebaikan dan takut untuk melakukan kejahatan, serta kembali kepada ajaran al-Qur‟an
yang sebenarnya. Oleh sebab itu muncullah ahdis-hadis yang menjelaskan tentang keutamaan-
keutamaan dari surat tertentu yang tidak ada dasarnya dari Nabi SAW, Maisarah bin Abd
Rabbih misalnya, ia telah memalsukan beberapa hadis mengenai keutamaan surat-surat
tertentu dengan maksud ingin membuat manusia bersemangat untuk membacanya. Ibnu
Hibban meriwayatkan dalam kitabnya Adh-Dhu‟afa‟ dari Ibnu Mahdi bahwa ia berkata: Aku
(Ibnu Mahdi) berkata kepada Maisarah bin Abd Rabbih „Dari mana kamu mendapatkan hadis
“bahwa siapa yang membaca ini maka ia akan memperoleh ini”, Maisarah menjawab: “Aku
memalsukan hadis tersebut agar membuat manusai bersemangat”8.
Jelaslah bagi kita sekarang bahwa ititik awal masuknya pemalsuan dalam tafsir
beriringan dengan maraknya pemalsuan terhadap hadis Nabi. Faktor politik adalah pemicu
utama di balik lahirnya pemalsuan-pemalsuan tersebut.
7 Muhammad husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa AL-Mufassirun, hlm. 142.
8 Mahmud Thahhan, Taisir Mushthalah Al-Hadis (Ponorogo: Darussalam Press, 2004) hlm. 90-91.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 29 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
B. Motif-Motif Pemalsuan Hadis tentang Tafsir Al-Qur‟an
Kebanyakan pemalsuan hadis tentang tafsir al-Qur‟an terdapat dalam kitab tafsir bil
ma‟tsur, hal ini dikarenakan tafsir bil ma‟tsur9 lebih mudah dimasukki hadis-hadis palsu
dibandingkan tafsir bir ra‟yi10
yang tidak terlalu bergantung kepada astar-astar. Meskipun
demikian, hal ini bukan berarti tafsir bir ra‟yi terbebas dari adanya hadis palsu. Misalnya
adalah tafsir Al-Kasysysaf, Baidowi dan Ubai As-Su‟ud yang dianggap sebagai tafsir bir ra‟yi.
Akan tetapi didalamnya ditemukan banyak hadis-hadis palsu terkhusus dalam hal keutamaan
surah dan ayat (fadha‟il as-surah wa al-ayah). Dan tidak berlebihan kalau kita katakan
sebenarnya kelompok yang paling banyak memalsukan hadis adalah Syiah dikarenakan
doktrin taqiyyah yang ada dalam aqidah mereka sehingga mereka dengan gampang melakukan
pamalsuan hadis.
Perihal faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya pemalsuan hadis, ada banyak motif
yang melatarbelakanginya, di antara motif yang paling sering digunakan adalah;
1. Mendorong orang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yaitu dengan membuat
hadis yang memotivasi orang-orang agar rajin beribadah.
2. Menolong golongan, motif ini sangat sering ditemukan dalam wilayah politik.
3. Menyerang Islam, hal ini dikarenakan mereka yang melakukan pemalsuan hadis dari
kelompok zindiq tidak mampu menyerang Islam secara terang-terangan, oleh karena itu
mereka mencari jalan lain yang tercela yaitu dengan dengan membuat hadis palsu yang
menyalahi hal-hal prinsipil dalam aqidah islam.
4. Mendekatkan diri kepada penguasa, yaitu dengan cara membikin hadis yang melegitimasi
penyimpangan yang dilakukan mereka.
5. Mencari nafkah, yaitu dengan menceritakan cerita ajaib kepada khayalak ramai agar
mereka memberikan dia uang.
9 Suatu Penafsiran yang Lebih Terfokus Kepada Sumber Penafsiran dengan Menggunakan Riwayat-Riwayat.
10 Suatu Penafsiran yang Lebih Terfokus Kepada Sumber Penafsiran dengan Menggunakan Penalaran atau
Sains.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 30 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
6. Mencari pupolaritas, yaitu dengan membuat hadis asing yang tidak diketahui oleh ulama-
ulama hadis.11
Inilah beberapa motif yang sering memotifasi seorang pemalsu hadis dalam membuat-buat
kepalsuan dalam tafsir.
C. Contoh-Contoh Pemalsuan Hadis Terkait Penafsiran Al-Qur‟an
1. Kepalsuan yang diatas namakan Nabi dalam fadhilah al-Qur‟an dan surat-surat
Sebagian para pendongeng dan para zahid membolehkan berbohong atas nama Nabi
bahkan merekayasa banyak dari hadis dan mensandarkan kepada Nabi. Dengan alasan
supaya manusia suka untuk membaca al-Qur‟an. Contohnya hadis yang panjang dari Ubay
bin Ka‟ab dalam fadhilah al-Qur‟an surat per surat. Hadis tersebut merupakan hadis yang
maudhu‟, .hadis tersebut merupakan milik ibn shollah sebagaimana penjelasannya dalam
muqoddimah kitabnya. Hadis yang pajang tersebut kemudian di cari sanadnya, dan di
temukan berakhir pada syekh yang merupakan pimpinan sufi kemudian dia mengakui
bahwa hadis itu sengaja di buatnya karena banyak manusia yang tidak menyukai membaca
al-Qur‟an dan kemudian di buatlah hadis yang panjang tersebut agar manusia menyukai
untuk membaca al-Qur‟an.
Seperti yang di katakana oleh Ibnu Taimiyah: banyak kasus pemalsuan dlam tafsir,
seperti hadis yang di riwayatkan oleh Ats-tsa‟labi, al-Wahidi dan Zamakhsari dalam
fadhilah al-Qur‟an secara surat per surat dan hadis-hadis di tetapkan sebagai hadis
maudhu‟ di kalangan ahli ilmu. Hadis-hadis dalam keutamaan membaca al-Qur‟an secara
surat per surat yang dipalsukan dan diatasnamakan dari Ibnu Abbas, dikomentari oleh
Zarkasyi dan menanyakan langsung kepada rawinya dan kemudian rawi itu menjawab
bahwa kebanyakan manusia telah berpaling dari al-Qur‟an dan dan manusia sibuk dengan
fiqih Abu Hanifah serta cerita peperangan Muhammad bin Ishaq dan aku memalsukan
hadis sebagai penyeimbang keduanya.
11
Mahmud Al-Tahan, Taisir Mustalah Al-Hadis, (Ponorogo: Darussalam Press, 2004), hlm. 111.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 31 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Contoh yang paling menonjol mengenai fadhilah surat yaitu apa yang di sebutkan
oleh banyak mufassir mengenai keutamaan surat ali Imran yang sanadnya di sandarkan
kepada Nabi Muhammad yang diriwayatkan secara lengkap oleh al-Wahidi dan disebutkan
oleh az-Zamakhsari dan Baidhowi langsung menyandarkannya kepada Nabi Muhammad
Saw. Berikut ini bunyi hadis tersebut:12
امش جعقش ي ماماذ عاش ني نخاشنا ، اخقاف نماذ ي عى ي ماماذ ي ععذ ني نخاشنا : امذ ن
ماا صا عا كخاش يا ىااس مذحنا عىم، ي علام مذحنا نظ، ي نماذ مذحنا فشك ي ايشىم مذحنا
ا عاس قاشن ماا عاىم عىو الله صى الله سع قا قا كعب ي ني ع نمااك ني ع نيو ع نعىم
جينم جغش عى نمانا ن يكل نعط تك
Hal diatas mengisyaratkan bahwa sebagian mufassir telah memasukan hadis palsu
dalam tafsirannya dengan mengesampingkan kesahihan hadis tersebut. mufassir yang telah
di sebutkan di atas tidak hanya meriwayatkan hadis palsu yang di sandarkan kepada Nabi
dari satu orang saja, melainka dari banyak periwayat yang lainnya kemudian di tuliskan
dalam kitab tafsir mereka mengenai fadhilah surat. Perlu adanya penekanan dari pernyataan
diatas setidaknya 2 pernyataan yaitu:
Pertama: Tidak semua hadis yang membicarakan mengenai fadhilah (keutamaan)
suatu surat semuanya hadis palsu, akan tetapi ada sebagian hadis yang merupakan shahih
yang tertulis dalam kitab sahih Bukhari dan Muslim. Seperti contoh periwayatan hadis
mengenai keutamaan bacaan surat al- Baqarah yang ada dalam sahih Bukhari, dalam hadis
yang diriwayatkan dari Abi Masúd sebagai berikut:13
12
Muhammad Abdur Rahim Muhammad, al-Tafsir an-Nabawy Khosoisuhu wa Masadiruhu (Kairo: Maktabah
az-Zahro, 1992) hlm. 40
13
Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari, dalam Maktabah Syamilah
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 32 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
ني ع ذ،ض ي اشما عاذ ع إيشاىم، ع مانصس، ع عقا ، مذحنا نعم، ني مذحنا
عاس آخاش ماا ات يا قشن ما " عىم عىو الله صى الله سع قا : عنو الله سض ماغعد
كقتاه ى أ اانش
Dalam kitab al-Burhan dan al-Itqan disebutkan di kedua kitab tersebut riwayat nas-
nas hadis yang sahih mengenai keutamaan surat. Perlu ditekankan bahwa tidak semua hadis
yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka‟ab mengenai keutamaan bacaan surat semuanya palsu,
akan tetapi hanya dalam tema ini hadis yang diriwayatkan Ubay bin Ka‟ab palsu, nantinya
akan kita temukan hadis yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka‟ab mengenai keutamaan
surat sahih.
Keduan: Periwayatan yang palsu yang ada dalam kitab tafsir tidak menjadi metode
para mufassir secara keseluruhan, banyak para mufassir mengingkari hadis-hadis palsu
tersebut. hanya beberapa mufassir saja yang menuliskan hadis-hadis palsu mengenai
fadhilah surat dalam kitabnya.
2. Fanatisme golongan dan kepalsuan atas nama Nabi dalam tafsir
Munculnya fanatisme kelompok ada pada abad ke 41 H. ketika itu perpecahan yang
ada dikalangan umat islam lebih dikarenakan perbedaan politik, sehingga umat islam
terpecah ke dalam tiga kelompok yaitu Syi‟ah, Khawarij dan mayoritas umat islam yang
tidak berpihak diantara keduanya (ahlus sunnah wal jama‟ah). kelompok syi‟ah dan
khawarij berusaha mencari pembenaran didalam al-Qur‟an untuk legalitas kelompoknya,
bahkan jika itu harus memalsukan hadis Nabi dalam hal tafsir untuk mendukung
kepentingan kelompoknya. Bahkan perkataan sahabat banyak mereka palsukan juga, karena
jika mereka meriwayatkan suatu hadis yang disandarkan kepada Nabi ataupun salah satu
sahabat, maka periwayatan hadis terebut dianggap tsiqoh (kuat) dan sahih.
a. Syi‟ah
Pada asalnya kelompok syi‟ah adalah mereka yang setia kepada sayyidina Ali
dan ahlu bait. Kelompok syi‟ah merupakan kelompok awal dalam sejarah islam. Awal
kemunculannya ketika akhir masa kepemimpinan sayyidina Utsman, kemudian
berkembang dan menyebar luas ketika kepemimpinannya sayyidina Ali. Setelah masa
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 33 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
sayyidina Ali dilajutkan dengan kepemimpinan dari bani Umayyah yang mana terjadi
banyak tragedi kedzholiman pada keluarga ahli bait dan kelompok syi‟ah menganggap
bahwa sayyidina Ali dan keturnannya merupakan orang syahid dalam tragedi kekejaman
yang dilakukan oleh bani Umayyah.
Secara garis beras, kelompok syi‟ah dengan pengikut paling banyak ada dua
kelompok sebagai berikut:
- Al-Imamiyyah al-Isma‟iliyyah
- Al-Zaidiyyah
Jika kita meneliti secara mendalam kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh kelompok
syi‟ah, maka kita akan menemukan banyak sekali periwayatan hadis yang palsu untuk
mendukung akidah mereka dan menunjukkan kepada kesetiaan mereka, seperti contoh
berikut ini:
Ketika menafsirkan surat ar-Ra‟d ayat 7 yang berbunyi
لا ا كقش از و ا ن يوانض عى س م ىاد انااا # ما كل ق انت مانزس
Artinya: Orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah
seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi
petunjuk.
Dalam kitab at-Tabrasi disebutkan hadis palsu yang diriwayatkan dari ibnu
Abbas berkata: ketika turun ayat ini, Rasulullah bersabda: saya adalah orang pemberi
peringatan dan Ali adalah seorang petunjuk setelahku, wahai Ali beriknlah petujuk
orang-orang yang benar-benar mendapat petunjuk.
b. Khawarij14
14
Az-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, dalam Maktabah Syamilah.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 34 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Kelompok Khawarij muncul diakhir kepemmpinan sayyidina Ali bin Abi Thli,
kelompok ini menentang perjanjian Tahkim yang dilakukan oleh kelompok Ali bin Abi
Thalib dengan kelompok Mu‟awiyah. Kelompo khawarij mengatakan bahwa perjanjian
tersebut menyalahi aturan Allah karena tidak merujuk kepada al-Qur‟an dan menyebut
bahwa orang yang menerima perjanjian tersebut merupakan orang-orang kafir.
Status kafir yang diberikan oleh kelompok Khawarij kepada Ali bin Abi Thalib dan
mu‟awiyyah menimbulkan semangat untuk membunuh kedua pemimpin kelompok
tersebut dan pada akhirnya hanya Ali bin Abi Thalib saja yang terbenuh oleh
Abdurrahman bin Muljam.
Untuk legalitas kelompoknya, khawarij banyak menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an
yang sesuai dengan akidah yang mereka percayai dan sebaga counter dari serangan
kelompok penentang mereka. Pemalsuan yang dilakukan oleh kelompok khawarij.
Terjadi juga dalam hadis-hadis Nabi Muhammad, seperti contoh berikut ini:
قطشاا أابتا إرناو، غاش مانضاو اذخل سنه ماذاد يااماشن نتيام اشكش ىلا ي يعذ ن سم
ل إنا : أناا سنتم، يمج ابياد ما عىاتم، يمج اذ ما عاذ إ : يم أنا و، رك أزكشا
اقامشا ، عىا نناس ل ناإ : قا أبخاشه يعذ إ يعج حم .. انصشأا : أنا ، اقامش عى نناسه
أنا
ااازنب، خضع تخصع ألا ينيم، ينك جاماع إن : قا ؟ تش أاا ااؤمان نماش ا ييتن
ااز ا ) : ااشمم ااشما الله يغام : أناا عااذ أناام أتكىااا، يانيم أبااع .. اااش تتطاا ل
عس ما يعذىا ماا - ا ... ( كم خش ى يل ك فشن تمغاه ل مانكم عصا اأك يا جاءا
أقعل ... نا نعتغقش : قاا عتننه أا إو قامااا أاكا - انس
3. Cerita-cerita israiliyyat yang palsu yang diatasnamakan Nabi
Israiliyyat adalah satu hal yang dapat digunakan sebagai sumber penafsiran. Kata
Israilliat berasal dari bahasa Ibrani dalam bahasa Arab jamaknya adalah Israiliah (hamba
Tuhan). Israilliat dinisbahkan kepada Israil yaitu berasal dari keturunan Ya‟qub selanjutnya
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 35 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
dikenal dengan sebutan Yahudi.15
Masuknya riwayat-riwayat israiliyyat ke dalam
pengetahuan orang islam didahului oleh masuknya riwayat-riwayat israiliyyat ke dalam
pengetahuan orang Arab pada zaman Jahiliyah.16
Tidak semua israiliyyat dapat diterima dan dibenarkan untuk dijadikan sebagai
sumber penafsiran, karena tidak semua israiliyyat sejalan dengan Islam. Israiliyyat yang
sejalan dengan Islam contohnya adalah israiliyyat yang menjelaskan bahwa para Nabi tidak
kasar, keras akan tetapi mereka memiliki sifat pemurah. Israiliyyat yang tidak sejalan
dengan Islam, seperti israiliyyat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir dari Basyir, dari Yazid,
dari Sa‟id dan Qatadah berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman, israiliyyat menggambarkan
perbuatan tidak layak seorang Nabi di antaranya minum arak. Israiliyyat yang tidak masuk
kategori sejalan atau tidak sejalan dengan Islam, seperti israiliyyat yang disampaikan oleh
Ibnu Abbas dari Ka‟ab al Akhbar dan Qatadah dari Wahbah Ibnu Munabbih tentang orang
yang pertama kali membangun Ka‟bah yaitu Nabi Syit.17
Selain sejaln atau tidaknya
israiliyyat dengan Islam, sanad tentang israiliyyat juga tidak semuanya shahih, ada yang
dha‟if bahkan maudhu‟.
Pertama adalah Israiliyyat dengan sanad shahih seperti Israiliyyat riwayat Ibnu
Katsir dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir Ath Thabari tentang sifat Nabi Muhammad dalam
Taurat.
„Aku bertemu dengan Abdullah Ibn Umar Ibn Ash dan bertanya, ‚Ceritakanlah
olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah SAW. Yang diterangkan dalam Taurat.‛Ia
menjawab,‛ Tentu, demi Allah SWT. Yang diterangkan dalam Taurat sama seperti yang
diterangkan dalam alQur‟an‛. ‚Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai
saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan dan pemelihara yang Ummi; Engkau
adalah hamba-Ku; Namamu dikagumi; Engkau tidak kasar dan tidak pula keras. Allah tidak
akan mencabut nyawamu sebelum agama Islam tegak lurus, yaitu setelah diucapkan Tiada
15
Hasiah, Mengupas Israilliat dalam Tafsir Al Quran dalam FITRAH, Vol. 08 No. 1 Januari-Juni 2014, hlm.
90. 16
Ali Muhsin, Sumber Autentik dan Non-Autentik dalam Tafsir Al Quran dalam Religi: Jurnal Studi Islam, Vol.
5, No. 1, April 2014, hlm. 12. 17
Hasiah, “Mengupas Israilliat dalam Tafsir Al Qur‟an, hlm. 96-97.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 36 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Tuhan yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah, dengan perantara
engkau pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli dan mata
yang buta‟
israiliyyat dengan sanad dan matan yang dha‟if
Seperti apa yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya pada awal surat
Qaf :
عا عالام نا عا اج ماذحنا ااخضماا نعاااعل يا مامااذ ع مذحت قا ن مذحن خاتم اي قا
ساء ماا خىاق حام يياا مامطاا يماشا الس ىازه ساء ماا تعا الله خىق : قا عااط ن ع ماباىذ
اكر ماخال اسضاا اباال ساء ماا تعاا الله جىاق عىاو ماشأع اذنا عااء أ و نا جاا اامش رك
اغاااء أا او ناا جاالا راك ماا خىاق حام يياا مامطاا يمشا رك ساء ما خىق حم ماشا عاع الس
عااا عاع ابال عاع ايمش عاع اسض عاع عذ مت ىكز عىو ماشأع
“Berkata Ibnu Hatim dari ayahnya, dari Muhammad Ibn Ismail, dari Laits Ibn Abi
Salim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas : Di balik bumi ini, Allah menciptakan sebuah lautan
yang melingkupinya. Di dasar laut itu, Allah telah menciptakan pula sebuah gunung yang
bernama Qaf. Langit dan bumi ditegakkan di atasnya. Di bawahnya, Allah menciptakan
langityang mirip seperti bumi ini yang jumlahnya tujuh lapis. Kemudian, di bawahnya lagi,
Allah menciptakan sebuah gunung yang bernama Qaf. Langit kedua ini ditegakkan di
atasnya. Sehingga jumlah semuanya : Tujuh lapis bumi, tujuh lautan, tujuh gunung dan
tujuh lapis langit.”
Dalam hadis di atas terdapat riwayat yang majhul (tidak diketahui). Hal ini dapat
dilihat dari perkataan Abi Hatim dengan sighoh ماذحت Terdapat al-Laith bin Abi Salim al-
Muzni yang dianggap dh‟if oleh para ulama.
Kedua adalah Israiliyyat palsu seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
dengan sanadnya dari Hudhaifah al Yamani18
18
Ali Muhsin, Sumber Autentik dan Non-Autentik dalam Tafsir Al Quran, hlm. 12-13.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 37 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
الله يعاج الناااء قتىاا عىاا اعتاذا ااا اعشائل ين ا :عىم عىو الله صى الله سع قا : قا
أماصاش ااناذط يات دخل مت إو أغاس عن عاعاائ ماىكيم الله كا (يختنصش) أاسط كا عىيم
ااناذط يات ماا عاىب ااءالنا ينا اىىياا عاا حم اقا عاع صكشا دم عى قتل أتميا ىا
"يايل اسده" مت مى ما عبى اف ماائ اقا عاع مانيا اعتخشد
Dikarenakan tidak semua israiliyyat sejalan dengan Islam dan shahih, maka para
ulama berbeda pendapat mengenai bisa atau tidak bisanya israiliyyat digunakan dalam
penafsiran. Ada ulama yang menerima, menolak dan sintesa kreatif.
a. Receptionist (penerima)
Mereka yang menerima israiliyyat berpegangan pada sabda nabi yang artinya,
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan ceritakanlah dari Bani Israil, tiadalah
dosa atasmu. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka bersiap-
siaplah neraka sebagai tempat tinggalnya.”
Meski begitu, tidak semua pihak penerima menerapkan israiliyyat tanpa tedeng
aling-aling. Ulama yang menerima israiliyyat secara mutlak, tanpa kritik, tanpa sanad
yang kuat dan tanpa penjelasan, seperti Muqatil bin Sulaiman dan Al Tsa‟labi. Ulama
yang menerima dengan menetapkan beberapa kriteria longgar, yang mana mereka
terkadang dalam mengutip riwayat israiliyyat menunjukkan sisi kelemahan riwayatnya,
dan terkadang tanpa kritik sedikitpun meskipun riwayat tersebut bertentangan dengan
syariat, terkadang menyebutkan sanad dan terkadang tidak, seperti Al Baghawi dan Al
Khazin. Ulama yang menyebutkan riwayat israiliyyat disertai sanad-sanadnya tanpa
memberikan kritik kecuali pada beberapa riwayat saja, seperti Muhammad bin Jarir ath
Thabari.
b. Rejectionist (penolak)
Kebanyakan mufassir yang menolak adalah mereka yang muncul belakangan
yaitu di era modern. Mereka juga mempunyai dasar dari hadis nabi, yaitu:
عا عتاا يا الله عاذ ي الله عاذ ع فيا اي ع نظ ع اىج مذحنا يكش ي مغب مذحنا
ااز كتايكم اكتا نىل تغب كف ااغىا ماعشش ا قا عنياا الله صض عااط ي الله عاذ
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 38 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
اىل ن الله مذحكم قذ شب م تنشءنو يالله اخااس ثنمذ عىم عىو الله صى نو عى عى انض
نأالا قىالا حاناا ياو شاتشا الله عناذ ما ى أناا اكتا يبذيم غشا الله كتب ماا يذا اكتا
نناض ااز عا غابكم قاظ سجالا ماانيم سنناا مااا الله ل ماغااءتيم ع اعىم ما جاءكم ماا نياكم
عىكم
Selain itu, kebanyakan dari riwayat israiliyyat tidak bisa diterima oleh akal sehat,
sehingga mufassir-mufassir bil ra‟yi menolak riwayat ini. Terlebih lagi mufassir di era
modern yang sudah jauh lebih berkembang pemikirannya. Mereka menemukan adanya
pertentangan riwayat israiliyyat dengan penemuan ilmiah. Contoh QS. Al-Baqarah (2):
19.
Perbedaan mufassir klasik dan modern dalam menafsrikan kata ra‟d dan barq.
Mufassir klasik seperti Al Tsa‟labi menafsirkan ra‟d dengan mengambil riwayat dari
Ibnu Abbas, Mujahid, Syahr bin Hauhas, dan lain-lain. Mereka berkata: ra‟d di sini
adalah malaikat yang membentak awan dengan suara yang kita dengar setiap kali dia
berteriak. Maka ketika dia sangat marah, keluar api dari mulutnya, api inilah yang
disebutkan al-Qur‟an dengan al Shawâ‟iq, dan nama malaikat ini adalah ra‟d.
Sedangkan kata barq dia mengambil riwayat Ali bin Abi Thalib, Nabi bersabda: “al-barq
adalah serpihan besi di tangan malaikat untuk menggiring awan”.
Berbeda dengan Sayyid Thanthawî yang hidup di era modern dengan
perkembangan teknologi dan pengetahuannya yang sangat pesat, beliau menafsirkan
ra‟d dengan suara yang terdengar disebabkan karena dua awan yang saling bertabrakan.
Awan tersebut bermuatan tenaga listrik, awan yang satu bermuatan positif dan yang
satunya lagi bermuatan negatif. Sedangkan barq adalah cahaya yang disebabkan
tabrakan (gesekan) tersebut.
Beberapa mufassir yang menolak israiliyyat adalah Al Alusi, Muhammad Abduh
dan Rasyid Ridha.
c. Sintesa Kreatif
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 39 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
Merupakan kelompok mufassir yang kritik dalam menerima kisah israiliyyat
dengan menyebutkan riwayatnya. Dalil yang mereka pegang sama dengan kelompok
pertama, akan tetapi mereka memahami ijin nabi di sana dengan batasan-batasannya.
Boleh mengambil riwayat israiliyyat selama itu tidak bertentangan dengan al-Qur‟an
dan sunnah, jika telah diketahui kebohongannya maka harus ditinggalkan. Oleh karena
itu mereka sangat kritik terhadap riwayat israiliyyat ini. Sikap seperti inilah yang
dilakukan kebayakan sahabat dalam menghadapi riwayat Israiliyyat. Mereka sangat
ketat dalam menerima riwayat israiliyyat. Karena di masa itu belum banyak ahli kitab
yang masuk Islam, maka riwayat israiliyyat pun belum banyak tersebar. Adapun riwayat
yang mereka dapatkan kebanyakan melalui pertanyaanpertanyaan. Tetapi, tidak segala
hal mereka tanyakan, pertanyaan tersebut hanya sebatas penjelas terhadap kisah-kisah
al-Qur‟an. Bahkan sering pula mereka menolak riwayat israiliyyat seperti yang
dilakukan Abu Hurairah tentang hari Jum‟at. Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir adalah
salah dua mufassir yang termasuk dalam kategori ini.19
4. Musuh-musuh islam dan kebohongan atas nama Nabi.
Pergesekan antara agama islam yang merupakan agama baru dikalangan bangsa
Arab dengan agama yang sudah mendarah daging seperti Yahudi, Nasrani dan Zindiq
menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Setelah musuh-musuh islam berfikir tidak
akan bisa mengalahkan islam lewat peperangan dan berargumen pendapat, kemudian
mereka membuat-buat hadis palsu dalam tafsir yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW untuk memperlemah islam.
Seperti contohnya dalam kasus palsu yang ada dalam tafsir surat al-Hajj: 52
مااا ا ال ل نا ع ط ا ارا تان اسعىنا ما قاىك ما س ن اش ا ا امانتو أاأنغخ الله ط ماا ىنا اش
تو ا حم مكم الله
الله م م مك عى
Artinya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula)
seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun
memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang
19
Munirah, “kontroversi penggunaan kisah israiliyyat dalam memahami ayat-ayat kisah al-Qur‟an” dalam
Ilmu Ushuluddin, Vol. 16, No. 2, Desember 2017. Hlm. 98-112.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 40 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Mengenai sebab diturunkannya ayat tersebut, banyak beredar dalam kitab-kitab
tafsir yang menyebutkan kisah yang palsu, sebagian para mufassir menyebutkan sebab
turunya ayat ini dalam kitab mereka sebagai berikut:
“ketika Nabi mulai ragu dengan penolakan yang dilakukan oleh kaumnya, Nabi berangan-
angan agar tidak diturunkan sesuatu lagi kepadanya agar kaumnya tidak menjauhinya lagi,
kemudian suatu hari ketika Nabi duduk di salah satu ruang pertemuan dari bangsa Arab
waktu itu, kemudian turunlah surat an-Najm ayat: 19-20, dan hal tersebut sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kemudian Nabi mengatakan apa yang telah
diberikan syaitan kepada Nabi berupa
تم اى عض اأشء ا مان ت اخاخ الخش
Artinya : Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al-Lata
dan Al-„Uzza, dan Manat, yang ketiga (yang) kemudian (sebagai anak perempuan Allah).
(an-Najm ayat: 19-20)
Ketika orang-orang Quraisy mendengengar perkataan Nabi tersebut mereka menjadi
gembira, kemudian Nabi melanjutkan membaca surat tersebut sampai selesai, setelah tiba
diakhir surat nabi melakukan sujud tilawah maka orang-orang yang ada di ruang pertemuan
tersebut ikut sujud semua, baik itu orang islam maupun orang musyrik. Orang-orang
musyrik mengatakan bahwa Muhammad telah menyebut tuhan kami dengan sebutan yang
paling baik. Kemudian datanglah jibril dan berkata kepada Nabi Muhammad: apa yang
telah kamu lakukan? Membacakan kepada manusia apa yang tidak Allah berikan
kepadamu?” dengan begitu nabi menjadi sangat sedih dan taut, kemudian Allah
menurunkan ayat ini. Ulama‟ bersepakat bahwasannya periwayatan diatas merupakan
periwayatan yang palsu dan diingkari adanya dengan menggunakan dalil baik itu secara
naqli maupun secara aqli.
5. Asbabun nuzul
Contohnya adalah asbabun nuzul surat Al-Baqarah :
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 41 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
ا إ فاطنيم قاا إنا ماعكم إرا خى إرا نا از آمانا قاا آمانا إناا نم ماغتيضؤ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun kepada Abdullah bin Ubai bin Salul
dan teman-temannya, yaitu ketika mereka keluar pada suatu hari kemudian mereka bertemu
para sahabat, maka Ubai berkata “lihatlah bagaimana aku memalingkan orang-orang bodoh
ini (sahabat) dari kalian”, maka Abdullah memengang tangan Abu Bakar dan mengatakan “
Selamat datang As-Shiddiq, pemuka Bani Tamim dan teman Rasulullah ketika berada
dalam goa”. Kemudian dia memegang tangan Umar dan mengatakan “ Selamat datang
wahai Al-Faruq”. Kemudian memegang tangan Ali dan mengatakan “ Selamat datang anak
paman nabi dan menantunya, pemuka bani Hasyim selain Rasulullah”. Setelah itu mereka
berpisah kemudian Abdullah bin Ubai berkata kepada sahabatnya “ Lihatlah bagaimana aku
memalingkan mereka dari kalian, apabila kalian bertemu dengan mereka, maka lakukanlah
sebagaimana yang aku lakukan”. Tentang hadis ini, Ibnu Hajar mengatakan dalam Takhrij
Ahadis Al-Kasysyaf “ silsilah rawi dalam hadis ini adalah silsilah dusta (silsilatu al-kazib)
bukan silsilah emas (silsilatu az-zahab).
6. Kisah-kisah dalam al-Qur‟an
Contohnya adalah hadis tentang ayat berikut;
عااد ) الاد )7إسم را ا (8( ات م خىق ماخىيا أ ا
Diriwayatkan dari Atha dari Ibnu Abbas, mereka (Kaum Iram) memiliki tinggi lima ratus
hasta dan yang pendek adalah tiga ratus hasta. Ibnul Arabi mengatakan bahwa hadis ini
bathil dikarenakan menyalahi hadis yang sahih yang mengatakan bahwa Allah menciptakan
Adam dengan tinggi enam puluh hasta dan akan selalu menjadi pendek setelahnya.
Kesimpulan
Sejarah munculnya hadis palsu berawal dari 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Dan
saat umat islam terpecah belah disitulah terdapat keinginan untuk selalu ingin dekat dengan Allah
untuk memperbaiki suasana. Sejak saat itu muncullah hadis-hadis paslu yang menyebarkan
tentang keutamaan membaca surat-surat tertentu yang tidak berangkat dari saran Nabi. Selain itu
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 42 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
titik awal masuknya pemalsuan dalam tafsir beriringan dengan maraknya pemalsuan terhadap
hadis Nabi. Faktor politik adalah pemicu utama di balik lahirnya pemalsuan-pemalsuan tersebut,
pemalsuan hadis tentang surah al-Qur‟an banyak ditemui pada tafsir bil ma‟tsur dari pada tafsir
bir ra‟yi.
Pemalsuan hadis memiliki banyak motif yaitu, mengatas namakan Nabi pada fadhilah al-
Qur‟an agar orang-orang rajin membaca al-Qur‟an, munculnya Fanatisme golongan dan
kepalsuan atas nama Nabi dalam tafsir, Cerita-cerita israiliyyat yang palsu yang diatasnamakan
Nabi, pada motif ini ulama mengelompokan menjadi 3 bagian yaitu: cerita israiliyat yang
diterima atau ditolak dan sintesa kreatif. Sebab ulama menganggap bahwa terdapat beberapa
cerita israiliyat yang sesuai dengan islam dan shahih. Dan motif yang terakhir adalah musuh-
musuh Islam dan kebohongan atas nama Nabi. Hadis-hadis palsu sering menjelaskan tentang
keutamaan surah, asbabun nuzul, Kisah-kisah dalam al-Qur‟an, qira‟at, dan aqidah. Sebagai
contoh-contohnya telah dijelaskan dalam pembahasan di atas.
Jurnal At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 43 Vol. 2 No. 01 Juli-Desember 2020
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzahabi, Muhammad Husain. 2015. At-Tafsir wa Al-Mufassirun, Kairo: Dar Al-Hadis.
Khalil al-Qattan, Manna‟. 1996. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
Thahhan, Mahmud.2004. Taisir Al-Mustalah Al-Hadis. Ponorogo: Darussalam Press.
Abdur Rahim, Muhammad. 1992. At-Tafsir An-Nabawy Khashaisuhu wa Mashadiruhu, Kairo,
Maktabah Az-Zahro.
Falatah, Umar. 1981. Al-Wad‟u fi al-Hadith, Beirut: Mu‟assasat Manahil al-Irfan.
Munirah. 2017. Kontroversi Penggunaan Kisah Israiliyyat dalam Memahami Ayat-Ayat Kisah
Al-Qur‟an. Ilmu Ushuluddin: Vol. 16.
Departemen Agama RI. 2007. Mushaf Al-Qur‟an Terjemah. Bogor: Mushaf Sahmal Nour.
Al-Bukhari, Imam, Sahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
Muhsin, Ali. 2014. Sumber Autentik dan Non-Autentik dalam Tafsir Al-Qur‟an. Religi: Jurnal
Studi Islam: Vol. 5.
Hasiah. 2014. Mengupas Israilliat dalam Tafsir Al Quran. Fitrah: Vol. 08.