Upload
others
View
15
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PEMANFAATAN GAS METANA SAMPAH SEBAGAI ENERGI
TERBARUKAN (STUDI KASUS TPA PUWATU KENDARI)
THE WASTE METHANE GAS UTILIZATION AS A RENEWABLE ENERGY (A CASE STUDY PUWATU LANDFILL
MUNICIPAL OF KENDARI)
NINA ANGRIANI A.
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PEMANFAATAN GAS METANA SAMPAH SEBAGAI ENERGI
TERBARUKAN (STUDI KASUS TPA PUWATU KENDARI)
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
NINA ANGRIANI A.
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
3
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : NINA ANGRIANI A.
Nomor Mahasiswa : P0204215301
Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain, apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, April 2017
Yang menyatakan,
Nina Angriani A.
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Pemanfaatan Gas Metana sampah Sebagai Energi
Terbarukan” untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Magister pada Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Universitas Hasanuddin dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan
tesis ini, dan berkat bantuan berbagai pihak maka tesis ini selesdai pada
waktunya. Oleh karena itu, Dengan tulus penulis menghaturkan ucapan
terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA selaku ketua komisi
penasehat dan Prof. Dr. Ir. Ansar Suyuti, MT selaku anggota komisi
penasehat, atas bimbingan, motivasi dan arahannya yang tiada henti.
Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dosen penguji
yakni Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Hazairin Zubair, MS,
dan Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc, atas koreksi, masukan dan saran untuk
perbaikan tesis ini.
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Direktur Pascasarjana, seluruh Asisten
Direktur beserta staf atas kerjasama dan pelayanannya, Ketua Program
Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah (PPW) dan Ketua
Konsentrasi Manajemen Perencanaan beserta seluruh dosen pengajar
yang mentransfer ilmu kepada penulis beserta Staf pengelola
Manajemen Perencanaan kelas Bappenas.
2. Kepala Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan dan bantuan yang
diberikan untuk mengikuti Karyasiswa S2 Bappenas ini.
3. Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara DR. H. Muh. Nasir A.
Baso, MM, beserta seluruh rekan kerja di Bappeda Prov. Sultra atas
vi
doa, dukungan, dan kerjasamanya selama penulis menempuh masa
perkuliahan.
4. Sahabat dan saudara seperjuangan kelas Bappenas Angkatan 13
Linda, Mulvi, Aty, Ani, Lely, Bone, Lutfi, Adi, Cecep, Iwan, Irfan, Jamal,
atas kebersamaan serta dukungannya selama penulis menempuh
masa studi.
5. Ladies Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara (Nida, Nini, Arin, Mimi,
Novesty, Fauziah, Misra) untuk doa dan dukungan
6. Saudara-saudara di Korpala Unhas yang telah membantu selama ini.
Secara khusus untuk Ahmad, Fahmi, Baso yang telah banyak
membantu selama penulis menempuh masa studi.
Akhirnya penghargaan yang tulus serta terima kasih yang tak
terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku Bapak Abukasim
dan Ibu Martini Inggai, serta segenap keluarga dan kerabat untuk kasih
sayang, doa, dan motivasi yang tidak pernah putus terucap buat penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membacanya.
Makassar, Agustus 2017
Nina Angriani A.
vii
ABSTRAK
NINA ANGRIANI A.. Pemanfaatan gas Metana Sampah Sebagai Energi Terbarukan (Studi Kasus TPA Puwatu Kota Kendari) (dibimbing oleh Budimawan dan Ansar Suyuti).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) potensi energi listrik TPA Puwatu, (2) manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari pengembangan energi listrik di TPA Puwatu, dan (3) merumuskan arahan pengembangan energi listrik TPA Puwatu.
Penelitian ini menggunakan metode IPCC 2006 untuk menghitung emisi gas metan TPA Puwatu. Data yang dianalisis terkait dengan biaya dan manfaat kegiatan pengembangan energi listrik dari gas metan dengan parameter kelayakan NPV, IRR, BC Rasio, dan payback period. Data dianalisis menggunakan metode SWOT untuk merumuskan arahan pengembangan.
Hasil penelitian menunjukkan potensi energi listrik dari gas metan yang dimiliki TPA Puwatu tahun 2017 sebesar 12.298.234,56 kWh dan jumlahnya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampah yang masuk di TPA, Biaya pengembangan energi listrik TPA Puwatu meliputi: biaya investasi awal sebesar Rp. 95.972.432.400, biaya operasional sistem pengumpulan gas sebesar Rp. 88.311.600 dan biaya operasional pembangkit listrik Rp. 9.547.200.000. Manfaat pengembangan energi listrik TPA Puwatu berupa pendapatan dari penjualan listrik dan tipping fee. Pada aspek finansial, kriteria kelayakan diperoleh nilai NPV Rp.19.348.514.956,71, B/C rasio 1,65, IRR 24% dan payback period 4,96 tahun. Nilai-nilai tersebut menunjukkan proyek pembangkit listrik tenaga sampah TPA Puwatu memenuhi kelayakan untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh arahan pengembangan energi listrik dari gas metan TPA puwatu yaitu meningkatkan porsi pemanfaatan energi terbarukan yang berasal dari gas metana TPA Puwatu, akselerasi pengembangan pembangkitan energi listrik di TPA Puwatu, memanfaatkan peluang pembiayaan melalui skema Mekanisme Pembangunan Bersih
Kata Kunci : TPA Puwatu, gas landfill, gas metan, energi listrik, ekonomi teknik, strategi.
viii
ABSTRACT
NINA ANGRIANI A. The Waste Methane Gas Utilization as a Renewable Energy (A Case Study: on Puwatu Landfill Municipal of Kendari) (supervised by Budimawan and Ansar Suyuti).
The research aimed to investigate: (1) the electric energy potential, (2) the benefits and costs brought about by the electric energy development, and (3) by formulating electric energy development referral on Puwatu landfill.
The research used IPCC 2006 method to calculate methane gas emission. The cost and benefit analysis of the electric energy development activity of the methane gas used the feasibility parameter of NPV, IRR, BC Ratio and Payback period and SWOT analysis to formulate development referral.
The research result indicates that the electric energy potential of the methane gas in Puwatu landfill in 2017 is 12,298,234.56 kWh and the energy amount keeps increasing in line with the increase of the waste amount entering the landfill. The electric energy development cost of Puwatu landfill including the initial investment is Rp. 95,972,432,400.00, the operational cost of gas collection system is Rp. 88,311,600.00 and the operational cost of power plant is Rp. 9,547,200,000.00. The electric energy development benefits in the landfill are the income from the electricity sales and tipping fee. In the financial aspect, the feasibility criterion indicates NPV value of Rp. 19,348,514,956.71, B/C ratio of 1.65, IRR of 24% and Payback Period of 4,96 years. The values indicate that the waste power plant project of Puwatu landfill meets the feasibility to be implemented. SWOT analysis result indicates that the electric energy development referral of the methane gas of Puwatu landfill is to improve the renewable energy utilization portion derived from methane gas, the acceleration of the electric power plant development of Puwatu Landfill, utilizing the financing opportunity through Clean Development Mechanism (CDM) scheme.
Keyword : Puwatu Landfill, landfill gas, methane gas, electric energy, engineering economics, strategy
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................8
D. Manfaat Penelitian...........................................................................8
E. Batasan Penelitian ..........................................................................9
A. Konsep Pengelolaan Sampah .......................................................10
1. Pengertian Sampah ..................................................................10
2. Sumber, Timbulan, dan Komposisi Sampah..............................11
3. Pengelolaan Sampah ................................................................14
4. Gas landfill ................................................................................15
B. Pengolahan Gas Metana Sampah menjadi Tenaga Listrik ............22
1. Sistem Penangkapan Gas .........................................................22
2. Sistem Treatment Gas Landfill ..................................................24
3. Pembangkit Listrik .....................................................................24
C. Perhitungan Potensi Gas Landfill ..................................................25
D. Ekonomi Teknik .............................................................................29
E. Tinjauan Hasil Penelitian ...............................................................32
F. Dasar Kerangka Konseptual ..........................................................35
BAB III METODE PENELITIAN................................................................38
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................38
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................38
x
C. Jenis dan Sumber Data .................................................................40
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................41
E. Teknik Analisis Data ......................................................................43
F. Definisi Operasional ......................................................................59
G. Asumsi Dasar ................................................................................59
H. Matriks Penelitian ..........................................................................61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................64
A. Gambaran Umum Kota Kendari ....................................................64
B. TPA Puwatu ..................................................................................69
C. Potensi Energi Listrik .....................................................................74
D. Analisis Manfaat dan Biaya ...........................................................79
E. Arahan Pengembangan Pemanfaatan Gas Metana Sampah
Sebagai Sumber Energi Listrik ......................................................92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 125
A. KESIMPULAN ............................................................................. 125
B. SARAN ........................................................................................ 126
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Target Bauran Energi ................................................................3
Gambar 2 Penentuan Komposisi Berbasis 1 m3 Sampel Tanpa Reduksi
Volume Sampah .....................................................................14
Gambar 3 Fase Dekomposisi Organik .....................................................17
Gambar 4 Biokimia Produksi Gas Metan .................................................18
Gambar 5 Pembentukan Monomer ..........................................................19
Gambar 6 Pembentukan Metana dari Asam Asetat (a) dan dari
Karbondioksida (b) ..................................................................20
Gambar 7 Site Plan Ekstraksi gas Landfill ...............................................23
Gambar 8 a. Sumur Ekstraksi Vertikal, b. Sumur Ekstraksi Horizontal ....24
Gambar 9 Alur Pengambilan Keputusan Estimasi Emisi CH4 .................28
Gambar 10 Kerangka Konsep Penelitian .................................................37
Gambar 11 Peta Lokasi TPA Kota Kendari ..............................................39
Gambar 13 Diagram SWOT : Identifikasi Posisi Strategi .........................56
Gambar 14 Diagram Alir Metode Penelitian .............................................58
Gambar 15 Peta Administrasi Kota Kendari .............................................65
Gambar 16 Sketsa Eksisting TPA Puwatu ...............................................71
Gambar 17 Proses pengolahan sampah dan penimbunan ......................73
Gambar 18 Konstruksi dan skema proses penangkapan gas metan TPA
Puuwatu ..................................................................................74
Gambar 19 Sampling Komposisi Sampah ...............................................76
Gambar 20 Sanitary Landfill TPA Puwatu ................................................96
Gambar 21 Kolam Air Lindi TPA Puwatu .................................................97
Gambar 22 Instalasi Gas Metan TPA Puwatu ..........................................97
Gambar 23 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Kendari .............98
Gambar 24 Pola Umum Pengolahan Sampah Kota Kendari .................. 100
Gambar 25 Alur Proses CDM di Indonesia ........................................... 108
Gambar 26 Diagram Kuadran Strategi SWOT ....................................... 119
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Survey Laju Pembentukan Sampah Domestik Rata-Rata di
Berbagai Kota Di Indonesia .......................................................12
Tabel 2 Komposisi gas landfill ................................................................16
Tabel 3 Data Konversi Energi ................................................................47
Tabel 4 Matriks SWOT ...........................................................................57
Tabel 5 Matriks Penelitian ......................................................................62
Tabel 6 Letak dan luas wilayah administrasi per kecamatan di Kota ......
Kendari .....................................................................................66
Tabel 7 Temperatur, kelembaban dan curah hujan Kota Kendari ..........67
Tabel 8 Jumlah Penduduk dan Rasio jenis Kelamin Menurut Kecamatan
di Kota Kendari, 2015 ...............................................................68
Tabel 9 Data Timbulan Sampah Kota Kendari .......................................69
Tabel 10 Kondisi TPA Puwatu .................................................................70
Tabel 11 Sarana dan prasarana TPA Puuwatu ........................................72
Tabel 12 Komposisi sampah dalam % berat basah berdasarkan hasil
penelitian dibandingkan dengan nilai default IPCC 2006 ...........77
Tabel 13 Proyeksi Potensi energi listrik melalui pemanfaatan gas metana
TPA Puuwatu ............................................................................78
Tabel 14 Proyeksi Pendapatan Listrik PLTSa Kota Kendari.....................80
Tabel 15 Proyeksi manfaat ekonomi dari Tipping Fee bagi PLTSa TPA
Puwatu ......................................................................................81
Tabel 16 Potensi manfaat ekonomi reduksi emisi gas rumah kaca ..........84
Tabel 17 Pembayaran angsuran pinjaman ..............................................89
Tabel 18 Hasil Parameter Kelayakan Ekonomi ........................................91
Tabel 19 Data Alokasi Kota Kendari untuk sektor Persampahan .............94
Tabel 20 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi Indonesia Tahun 2006-
2016 ........................................................................................ 109
Tabel 21 Faktor Internal dan Faktor Eksternal ....................................... 111
xiii
Tabel 22 Hasil pengklasifikasian faktor internal ..................................... 112
Tabel 23 Hasil pengklasifikasian faktor eksternal ................................... 113
Tabel 24 Faktor Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman ............ 114
Tabel 25 Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor internal ............ 115
Tabel 26 Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor eksternal ......... 117
Tabel 27 Hasil Matriks SWOT ................................................................ 120
Tabel 28 Program dan Kegiatan Pengembangan Energi Listrik TPA
Puwatu .................................................................................... 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan wilayah adalah sebuah konsep yang berfokus pada
stimulasi dan diversifikasi kegiatan ekonomi, merangsang investasi di
sektor swasta dan publik, yang bermaksud untuk mengurangi perbedaan
sosio-ekonomi di antara berbagai bidang, dalam rangka meningkatkan taraf
hidup dan menawarkan layanan berkualitas kepada masyarakat
(Apostolache, 2014).
Energi merupakan kebutuhan bagi pembangunan ekonomi dan
perbaikan kualitas hidup, namun energi ini terutama dihasilkan dari bahan
bakar fosil yang kontras dengan keberlanjutan. Karena itu, pengembangan
green alternative untuk produksi energi telah menjadi perhatian utama di
seluruh dunia (IEA, 2014).
Tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil saat ini telihat
dari bauran energi nasional 2015 yaitu Minyak 31,49 %, Gas 19,04 %,
Batubara 24,82%, Hidro 2,36%, Panas Bumi 1,11%, biomassa 21,05 % dan
biofuel sebesar 0,13% (Kementerian ESDM, 2016). Hal ini menyebabkan
kerentanan ketahanan energi. Konsumsi minyak terus meningkat
sementara produksi dalam negeri mengalami penurunan. Konsumsi energi
final di Indonesia meningkat dari 1,411 juta barel per hari/ Barrel per day
2
(bpd) pada tahun 2010 menjadi 1,615 juta barel per hari/ Barrel per day
(bpd) pada tahun 2016 atau tumbuh rata-rata sebesar 2%. Sementara
produksi minyak mengalami penurunan dari 1,003 juta barel per hari/ Barrel
per day (bpd) menjadi 881 ribu barel per hari/ Barrel per day (bpd) atau
turun rata-rata sebesar -2,6% (BP Statistical, 2017). Selama kurun waktu
2000-2013, pertumbuhan konsumsi energi ini dibayangi oleh pemberian
subsidi energi yang terus meningkat dan membebani anggaran belanja
negara (BPPT, 2015).
Berbagai permasalahan energi saat ini dan yang mungkin muncul
dimasa depan memerlukan solusi yang tepat dengan pendekatan yang
komprehensif. Perencanaan dan pengembangan energi serta analisis
terhadap pelaksanaan kebijakan yang ada perlu terus dilanjutkan guna
merealisasikan penerapan teknologi energi bersih yang andal,
berkelanjutan dan terjangkau (BPPT, 2015). Pemerintah telah meluncurkan
inisiatif energi hijau, yaitu perpaduan konsep antara energi terbarukan,
energi efisien dan energi bersih agar dapat tercipta pembangunan energi
berkelanjutan sehingga dapat mendukung pembangunan berkelanjutan
dengan mengeluarkan regulasi yaitu Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006
tentang kebijakan energi nasional, yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Kebijakan ini menetapkan
target bauran energi nasional di tahun 2025 yang mengurangi konsumsi
energi fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dengan porsi
23% dan menjadi 31% pada tahun 2050. Regulasi lainnya mengenai energi
3
yaitu Undang-Undang No.30 Tahun 2007 tentang energi, yang landasan
filosofisnya adalah untuk menuju kemandirian dan ketahanan energi
nasional yang berdaulat, Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang
konservasi energi, dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang
ketenagalistrikan yang mendorong pengembangan sumber energi
terbarukan sebagai penghasil listrik. (Gambar 1)
Sumber : Peraturan Pemerintah no. 79 tahun 2014, BPPT (2015)
Gambar 1 Target Bauran Energi
Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007, energi terbarukan
adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan, yaitu sumber
energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika
dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar
matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu laut.
Bioenergi dapat diperoleh dari pengolahan sampah dengan metoda
tertentu. Pemanfaatan sampah sebagai sumber energi terbarukan dapat
4
mengatasi masalah pembuangan sampah, menghasilkan sumber energi
pengganti bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca dari
pengolahan sampah (Tan, et al., 2015).
Sampah berkaitan dengan buangan aktifitas sehari-hari, praktek
umumnya terlihat di sekitar pemukiman manusia. Pengelolaan sampah
telah lama menjadi isu utama bagi banyak otoritas di dunia. Pertumbuhan
penduduk yang cepat, meningkatnya urbanisasi, perkembangan
infrastruktur yang cepat, perubahan gaya hidup dan kondisi ekonomi
meningkatkan tingkat timbulan dan komposisi sampah. (Mensah, 2006).
Sumber sampah terbesar di Indonesia adalah sampah rumah tangga,
terbesar kedua adalah sampah dari pasar tradisional. (Aye, 2006).
Disebagian besar kota, pengelolaan sampah meliputi pengumpulan,
pengangkutan, dan pemrosesan akhir/pembuangan. Masalah utama
sampah kota umumnya terjadi di Tempat pemrosesan akhir (TPA) terutama
di beberapa kota besar. Masalah tersebut diantaranya keterbatasan lahan
TPA, produksi sampah yang terus meningkat, teknologi proses yang tidak
efisien dan tidak ramah lingkungan serta belum dapat dipasarkannya
produk hasil sampingan sampah kota (Sudrajat, 2009).
Salah satu hasil sampingan sampah di TPA adalah biogas. Biogas
merupakan sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh fermentasi
anaerobik dari bahan organik. Biogas dapat diproduksi dari limbah kotoran
hewan, air limbah, dan limbah padat. Komposisinya bervariasi, tergantung
sumber bahan biogasnya. Akan tetapi, biasanya memiliki kandungan 50–
5
70 % metana, 25–50 % karbondioksida , 1–5 % H2, 0,3–3 % N2 dan
Hidrogen Sulfida (Arifin dkk., 2011). Timbulnya biogas dapat menimbulkan
dampak negatif apabila tidak ditangani secara baik karena akan
menimbulkan ledakan bila berada di udara dengan konsentrasi sekitar 15%.
Salah satu kandungan biogas yaitu gas metana yang merupakan gas
rumah kaca yang mempunyai potensi pemanasan global 33 kali dibanding
CO2, dan mencegahnya terlepas ke udara sangat penting untuk mencegah
perubahan iklim global (Dace et al, 2015). Oleh karena itu gas metana yang
terbentuk sebaiknya dikonversi menjadi CO2 dengan jalan membakarnya
atau dimanfaatkan sebagai sumber energi baik untuk energi listrik atau
untuk bahan bakar. Timbulnya gas metana dapat dianggap sebagai nilai
tambah dari sebuah landfill (Damanhuri, 2008).
Ekstraksi energi non fosil berbentuk biogas ini merupakan salah satu
bentuk energi hijau, yang juga mendukung program nasional dalam
Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) dalam upaya
melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota kendari menjadi
pusat pelayanan jasa, pendidikan, pelayanan kesehatan, perdagangan
serta transportasi antar wilayah. Konsekuensinya, Kota Kendari
menghadapi masalah lingkungan termasuk sampah perkotaan. Dengan
luas wilayah 295,89 Km2 dan jumlah penduduk di tahun 2016 sebanyak
347.496 jiwa, setiap harinya bisa memproduksi sampah hingga dengan
6
179,7 ton per hari. Kebijakan pengelolaan sampah Kota Kendari meliputi
upaya pengurangan dan penanganan sampah di sumber timbulan serta
penanganan sampah di TPA. Upaya pengurangan dan penanganan
sampah di sumber timbulan berupa pewadahan, pemilahan, pengolahan
sampah organik (kompos) dan anorganik (3R), optimalisasi TPS skala
pemukiman serta otimalisasi Bank Sampah. Sedangkan penangan sampah
di TPA berupa pemilahan dan kegiatan 3R, pemadatan dan penutupan,
pemanfaatan gas metana, serta pengolahan lindi.
Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Puuwatu Kota
Kendari Sulawesi Tenggara saat ini menggunakan sistem lahan urug
terkendali (controlled landfill). Pada tahun 2011 dimulai ujicoba
pemanfaatan gas metana yang berasal dari landfill dan hasilnya
dimanfaatkan untuk kebutuhan energi di TPA Puwatu. Di tahun 2013
Pemerintah Kota Kendari membangun sebuah kawasan kampung mandiri
energi di areal Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kelurahan Puwatu. Energi
pada kampung mandiri energi tersebut bersumber dari gas metana yang
dihasilkan dari pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Puwatu. Hingga saat ini ada 120 rumah warga sekitar memanfaatkannya
untuk penerangan listrik dan kebutuhan memasak.
Dari sisi penyediaan energi listrik, Kota Kendari juga masih
menghadapi masalah. Rasio elektrifikasi Kota Kendari di tahun 2015 adalah
sebesar 80,21%, dengan komposisi pembangkit listrik Sulawesi Tenggara
yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Diesel 74,95%, Pembangkit Listrik Tenaga
7
Uap 20.56%, Pembangkit Listrik Tenaga Hidro 2.23 %, Pembangkit Listrik
Tenaga Mikro Hidro 0.03 % dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 0.22 %.
Distribusi pembangkitan listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara jika dibagi dari
jenis energi primernya adalah 97.51 % pembangkit listrik berbahan bakar
fosil dan 2.28 % energi baru terbarukan.
Pemanfaatan gas metana pada TPA Puwatu diharapkan dapat
menangani masalah sampah perkotaan, penurunan emisi gas rumah kaca
dan energi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai pemanfaatan
gas metana sampah sebagai sumber energi alternatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya maka
dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Berapa besar potensi energi listrik dari gas metana sampah di TPA
Puwatu?
2. Bagaimana biaya dan manfaat yang mungkin dihasilkan dari
pengembangan energi listrik tenaga gas metana sampah di TPA
Puwatu?
3. Bagaimana arahan pengembangan pemanfaatan gas metana sampah
sebagai sumber energi listrik ?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Menghitung potensi energi listrik dari gas metana sampah di TPA
Puwatu.
2. Menganalisis biaya dan manfaat yang mungkin dihasilkan dari
pengembangan energi listrik tenaga gas metana sampah di TPA
Puwatu.
3. Merumuskan arahan pengembangan pemanfaatan gas metana
sampah sebagai sumber energi listrik di TPA Puwatu
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas
bagi masyarakat umum dan terkhusus bagi para penentu kebijakan dengan
maksud sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Daerah, sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan
mengenai perencanaan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga
gas metana sampah.
2. Sebagai masukan bagi kalangan swasta dan investor untuk
menanamkan modalnya di bidang energi listrik dari gas metana
sampah.
3. Bagi peneliti dan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
salah satu referensi mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sampah
sebagai sumber energi terbarukan yang potensial.
9
E. Batasan Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi untuk berfokus pada
pemanfaatan gas metana sampah menjadi energi listrik di TPA Puwatu.
TPA Puwatu menampung sampah yang berasal dari Kota Kendari.
Penimbunan sampah organik di TPA menghasilkan gas metana, kemudian
gas metana ini ditangkap dan dimanfaatkan sebagai sumber energi
pembangkit listrik. Perhitungan potensi gas metana yang dihasilkan
berdasarkan timbulan sampah dan komposisi sampah. Manfaat proyek
dalam penelitian ini mencakup manfaat langsung proyek (listrik dan tipping
fee) serta manfaat tidak langsung proyek (reduksi emisi gas rumah kaca).
Penyerapan gas metana sebagai input produksi listrik akan dinilai untuk
mengestimasi manfaat ekonomi reduksi emisi gas rumah kaca.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengelolaan Sampah
1. Pengertian Sampah
Menurut Undang-Undang No 18 tahun 2008, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Sampah merupakan salah satu kontributor dalam mempengaruhi terjadinya
efek rumah kaca. Sampah tersebut diawali dengan proses degradasi yang
kemudian melepaskan gas-gas seperti gas metana (CH4) dan karbon
dioksida (CO2) (Hapsari & Wilujeng, 2012).
Menurut Purwendro dan Nurhidayat (2007), sampah merupakan
bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran,
komersial, industri atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia
lainnya. Sampah juga merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia
yang sudah tidak terpakai. Besarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu
daerah tertentu sebanding dengan jumlah penduduk, jenis aktivitas, dan
tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap barang atau material.
Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang
maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan.
Sedangkan menurut Sejati (2009), sampah adalah suatu bahan
yang terbuang atau dibuang, merupakan hasil aktifitas manusia maupun
11
alam yang sudah tidak digunakan lagi karena sudah diambil unsur atau
fungsi utamanya.
Menurut SNI 19-2454-2002 Tata cara teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan, sampah adalah limbah yang bersifat padat
terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak mambahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan.
2. Sumber, Timbulan, dan Komposisi Sampah
2.1 Sumber dan Timbulan Sampah
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), secara praktis sampah
dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
a. Sampah dari permukiman atau sampah rumah tangga
b. Sampah dari non permukiman yang sejenis sampah rumah tangga
seperti pasar, daerah komersial, dan sebagainya.
Kedua jenis sampah tersebut dikenal sebagai sampah domestik
Sedangkan sampah non domestik adalah sampah atau limbah yang bukan
sejenis sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses industri.
Sampah domestik yang berasal dari lingkungan perkotaan disebut juga
Municipal Solid Waste (MSW).
Sumber sampah kota yang terbanyak berasal dari permukiman dan
pasar tradisional. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar
buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam. Sebagian besar (95%)
berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang
12
berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, terdiri dari minimal
75% sampah organik dan sisanya non organik (Sudrajat, 2006).
Timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari waktu ke waktu,
antara satu daerah atau negara dengan daerah atau negara lainnya. variasi
ini terutama disebabkan oleh perbedaan jumlah penduduk dan tingkat
pertumbuhannya, tingkat hidup, musim, cara hidup dan mobilitas penduduk,
iklim serta cara penanganan makanannya (Damanhuri dan Padmi, 2010).
Hasil survey laju pembentukan sampah di beberapa daerah
perkotaan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil Survey Laju Pembentukan Sampah Domestik Rata-Rata di
Berbagai Kota Di Indonesia
No Tipe Kota
Laju Pembentukan Sampah Domestik
Ton/kapita/tahun
1 Kota Metropolitan (jumlah pendudk > 1.000.000 jiwa) 0,28
2 Kota Besar (umlah penduduk antara 500.000-1.000.000 jiwa)
0,22
3 Kota Sedang (jumlah penduduk antara 100.000-500.000 jiwa)
0,20
4 Kota Kecil (jumlah penduduk antara 20.000-100.000 jiwa) 0,19
Rata-rata 0,22
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (2012)
2.2 Komposisi Sampah
Hoornweg dan Bhada-Tata (2012) menyatakan bahwa komposisi
sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya, pembangunan
ekonomi, iklim dan sumber energi. Komposisi mempengaruhi seberapa
sering sampah dikumpulkan dan bagaimana cara membuangnya. Negara
13
berpendapatan rendah memiliki proporsi sampah organik tertinggi,
sementara negara berpendapatan tinggi memiliki komposisi kertas, plastik
dan material anorganik lainnya dengan proporsi tertinggi. Berdasarkan
wilayah, Asia Timur dan Pasifik memiliki proporsi tertinggi sampah organik
sebesar 62%, sedangkan negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD/Organisation for Economic Co-operation
and Development) memiliki proporsi sampah organik setidaknya 27 %
walaupun jumlah keseluruhan sampah organik pada negara OECD masih
yang tertinggi.
Intergovernmental Panel on Climate Change (2006) membagi
komposisi sampah dalam 11 kriteria yaitu makanan, kertas/karton, nappies,
sampah taman, kayu, kain, karet dan kulit, platik, logam, kaca, dan lainnya.
Komposisi sampah tersebut menjadi salah satu parameter yang
menunjukkan fraksi dari berat basah sampah atau berat kering dari
komponen-komponen sampah. Faktor ini menentukan tingkat emisi gas
rumah kaca dari suatu pengelolaan limbah karena berpengaruh pada
besarnya GRK yang dapat terbentuk dihubungkan dengan seberapa besar
komponen organik/karbon yang terdapat pada limbah (Ranradgrk, 2015).
Penentuan komposisi sampah sebaiknya berbasis 1 m3 sampel
sampah yang merepresentasikan komposisi seluruh sampah yang ditimbun
di TPA yang berasal dari berbagai wilayah (gambar 2). Komposisi sampah
dapat ditentukan berdasarkan penimbangan komponen-komponen sampel
sampah yang dipilah dari 1 m3 sampel tanpa reduksi volume sampel.
14
Frekuensi sampling sampah yang ideal dilakukan 8 hari berturut-turut untuk
setiap musim (hujan dan kemarau). Jika terdapat keterbatasan waktu dan
sumberdaya, pengambilan sampel setiap musim dapat dilakukan 2 kali
untuk mewakili komposisi sampah hari kerja dan akhir pekan (Kementerian
LH, 2012).
Gambar 2 Penentuan Komposisi Berbasis 1 m3 Sampel Tanpa Reduksi Volume Sampah
(Sumber : Kementerian LH, 2012)
3. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah didefinisikan adalah semua kegiatan yang
bersangkut paut dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan,
transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir/pembuangan
sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan,
ekonomi, teknologi, konservasi, estetika dan faktor-faktor lingkungan
lainnya yang erat kaitannya dengan respon masyarakat (Kementerian PU,
2006).
MSW
15
Menurut Undang-Undang no. 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah
didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Undang-Undang no. 18 tahun 2008 mengamanatkan bahwa mulai
tahun 2013 tidak diperkenankan lagi operasi TPA secara open dumping.
Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan controlled
landfill untuk kota sedang dan kota kecil, dan sanitary landfill untuk kota
besar dan kota metropolitan dengan sistem sel.
Menurut Suharto (2011), sistem landfill adalah sarana dan fasilitas
untuk pembuangan limbah padat dimana limbah padat diletakkan diatas
lahan dan dibawah limbah padat terdiri atas beberapa lapisan media padat
antara lain granular, geotekstil, plastik, tanah liat dan batuan lain-lain.
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), sanitary landfill adalah
metode pengurugan sampah ke dalam tanah dengan menyebarkan
sampah secara berlapis-lapis pada sebuah lahan yang telah disiapkan,
kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, kemudian ditutup
dengan tanah penutup pada akhir hari operasi. Sedangkan pada controlled
landfill, aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari. Penutupan
sampah dilakukan setiap 5-7 hari sesuai dengan siklus lalat.
4. Gas landfill
Ouda et al (2013) menyatakan bahwa sampah perkotaan harus
dipertimbangkan sebagai sumber bahan daur ulang dan energi yang
16
berharga. Sebuah landfill yang berisi sampah perkotaan bekerja seperti bio
reaktor dimana gas landfill dihasilkan dari proses biokimia dari dekomposisi
material organik. Gas landfill adalah suatu gas campuran yang utamanya
terdiri dari metana, karbondioksida dan nitrogen. Komposisi gas landfill
yang dihasilkan oleh deposit materi organik di TPA bervariasi signifikan
selama fase operasional (masuknya sampah ke TPA) dan setelah
penimbunan (Krakow,2010). Persentase distribusi gas landfill dapat dilihat
dalam tabel 2.
Gas landfill tidak berwarna, memiliki kepadatan 1,25 kg/Nm3, dan
lebih ringan dari udara. Seringkali gas landfill berbau tidak enak karena
adanya kandungan hidrogen sulfida (Larsson, 2014). Biogas dengan
kandungan metana lebih dari 45 % bersifat mudah terbakar (flammable)
(Deublein dan Steinhauser, 2011). Intensitas produksi gas juga bervariasi
tergantung waktu sejak dari sampah mengendap di landfill. Komposisi gas
landfill dan alirannya adalah kunci utama yang menentukan penggunaan
potensi energi sebuah landfill yang tepat dan bermanfaat. (Krakow, 2010)
Tabel 2 Komposisi gas landfill
Komponen Persentase (dry volume basis)
Metana
Karbondioksida
Nitrogen
Oksigen
Ammonia
Sulfida, disulfide, merkaptan, dll
Hidrogen
Karbon monooksida
45-60
40-60
2-5
0,1-1,0
0,1-1,0
0-1,0
0-0,2
0-0,2
(Sumber: Tchobanoglous & Kreith, 2002)
17
Dekomposisi sampah memiliki waktu jeda, tidak langsung terjadi
setelah sampah dibuang. Oleh karena itu, emisi CH4 oleh dekomposisi
sampah dapat berlangsung dalam periode waktu yang panjang (kira-kira 50
tahun) setelah sampah ditimbun dalam landfill (Feng, et al., 2014, IPCC,
2006). Model dekomposisi khas organik ditunjukkan pada gambar 3, terdiri
dari lima tahap proses kimiawi dan biokimiawi yang menghasilkan gas
landfill. Diagram dekomposisi organik menunjukkan komponen bervariasi
dari gas landfill. Diagram dasar membedakan antara 5 fase dekomposisi
substansi organik, termasuk dekomposisi aerobik, dekomposisi anaerobik
(fermentasi asam, unsteady dan steady methanogenesis), dan akhir dari
produksi metana. Tahap akhir pada diagram tersebut yaitu tahap kelima
menunjukkan akhir dari dekomposisi anaerobik dan produksi metana dari
timbunan sampah meluruh secara bertahap (Krakow, 2010).
Gambar 3 Fase Dekomposisi Organik
(Sumber: Krakow, 2010)
18
Pyruvate
Homo Asetogenesis
Substrat
Lemak
Protein
Karbohidrat
(Polimer rantai panjang)
Asam Lemak
Asam AminoPeptida
Gula
(Polimer rantai pendek)
Subtrat Asetogenik
Laktat,Butirat,
Propianat,Succinate,
Ethanol(Asam OrganikRantai Pendek)
Asam Asetat
H2/CO2
Formate
Metanol
CH4CO2
Hidrolisis Asidogenesis Asetogenesis Metanogenesis
NH4
EtanolAsam lemak volatil
Fermentasi metana merupakan sebuah proses yang kompleks
yang dapat dibagi menjadi 4 tahap degradasi, yaitu hidrolisis, acidogenesis,
acetogenesis dan metanogenesis. Gambar 3 menunjukkan proses biokimia
produksi gas metana (Deublein dan Steinhauser 2011).
Gambar 4 Biokimia Produksi Gas Metan (Sumber : Deublein dan Steinhauser, 2011)
Langkah-langkah dari penguraian anaerobik secara lebih rinci yaitu
sebagai berikut:
a. Hidrolisis
Pada tahap hidrolisis, air bereaksi dengan polimer organik rantai
panjang seperti polisakarida, lemak dan protein untuk membentuk polimer
rantai pendek yang terlarut, seperti gula, asam lemak ratai panjang dan
asam amino. Proses ini dilakukan oleh selulosa, amilase, lipase atau
protease (enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme).
19
Gambar 5 Pembentukan Monomer (Sumber : Deublein dan Steinhauser, 2011)
b. Asidogenesis
Pada fase asidogenesis, monomer yang terbentuk dalam fase
hidrolisis terdegradasi menjadi asam organik rantai pendek, molekul C1-C5
(seperti asam butirat, asam propionat, asetat, asam asetat), alkohol,
nitrogen oksida, hidrogen sulfida, hidrogen, dan karbon dioksida.. Berbagai
bakteri yang berbeda melakukan asidogenesis. Karbohidrat diurai oleh
lactobacillus, asam lemak oleh acetobacer, dan asam amino oleh
clostridium botulinum Konsentrasi ion hidrogen yang terbentuk
mempengaruhi jenis produk fermentasi.
c. Asetogenesis
Pada tahap ini, bakteri asetogenik yang memproduksi hidrogen
mengkonversi asam lemak dan etanol/alkohol menjadi asetat,
karbondioksida dan hidrogen. Konversi lanjutan ini sangat penting bagi
keberhasilan produksi biogas, karena metanogen tidak bisa menggunakan
senyawa asam lemak dan etanol secara langsung.
d. Metanogenesis
Pembentukan metana terjadi pada kondisi anaerobik yang ketat
(respirasi karbon). Dengan demikian, karbon pada biomassa dikonversi ke
20
karbondioksida (terlarut sebagai HCO-3 + H2) dan metana. Metana dibentuk
melalui dua rute utama (gambar 5). Pada rute primer, fermentasi produk
utama yang berasal dari tahap pembentukan asam yaitu asam asetat
diubah menjadi metana dan karbon dioksida. Bakteri yang mengubah asam
asetat adalah bakteri asetoklastik atau asetofilik. Rute sekunder
menggunakan hidrogen untuk mengurangi CO2 dan untuk menghasilkan
CH4 dengan metanogen hidrogenofilik. Hanya sejumlah senyawa dalam
jumlah terbatas yang dapat digunakan sebagai substrat dalam
metanogenesis yaitu asetat, H2, C02, metanol, dan format. Berdasarkan
stoikiometri, diperkirakan bahwa sekitar 70% dari metana dihasilkan dari
asetat, sedangkan 30% sisanya dihasilkan dari H2 dan CO2 (Winrock, 2015)
.
Gambar 6 Pembentukan Metana dari Asam Asetat (a)
dan dari Karbondioksida (b)
(Sumber: Deublein and Steinhauser 2011)
21
Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas
dengan rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan
untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang
untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen
utama gas alam, metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran
satu molekul metana dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO2
(karbondioksida) dan dua molekul H2O (air): CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O.
Berdasarkan laporan Climate Change 2014 oleh Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC), metana adalah gas penyebab perubahan
iklim terbesar kedua setelah karbondioksida dan merupakan satu dari enam
gas rumah kaca yang terdaftar dalam Protokol Kyoto. The Fifth Assessment
Report (AR5) dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada
November 2014 menunjukkan uap air (H2O), karbondioksida (CO2),
nitrogen oksida (N2O), metana (CH4) dan Ozon (O) adalah gas rumah kaca
utama dalam atmosfir bumi. Laporan itu juga menunjukkan bahwa potensi
pemanasan global metana lebih besar 30% dari laporan sebelumnya yaitu
The Fourth Assessment Report (AR4) dari IPCC. Potensi pemanasan
global metana adalah 33 kali lipat dari karbondioksida dengan rentang
waktu 100 tahun (Wu & Ma, 2016). Hal ini berarti bahwa jika jumlah CO2
dan CH4 yang sama masuk ke atmosfer maka metana akan menjebak
panas 33 kali lipat dibandingkan karbondioksida dalam rentang waktu 100
tahun ke depan (Winrock, 2015).
22
Saat ini metana (CH4) dianggap sebagai bahan bakar yang
menjembatani antara ekonomi bahan bakar fosil (karbon) dan kebutuhan
terhadap energi terbarukan dan energi ini diproyeksikan memainkan peran
penting dalam bauran energi global hingga 2035. Sebagai gas rumah kaca
paling melimpah kedua, emisi tahunan CH4 global sebanyak 645 juta metrik
ton, terhitung 14,3% dari jumlah emisi gas rumah kaca antropogenik global.
Dari jumlah ini, lima sumber utama antropogenik yaitu pertanian, batubara,
landfill, minyak dan gas,serta air limbah bersama-sama mengemisikan 68%
dari seluruh emisi CH4. Landfill merupakan sumber emisi antropogenik CH4
tertinggi ketiga setelah pertanian dan tambang batubara, dan emisi dari
sektor limbah diharapkan mencapai hampir 800 juta metrik ton CO2
ekuivalen (MMTCOe) pada tahun 2015 (Xiaoli dkk., 2016).
B. Pengolahan Gas Metana Sampah menjadi Tenaga Listrik
Menurut LFG Energy Project Development Handbook (US EPA,
2015), untuk memanfaatkan gas landfill menjadi tenaga listrik secara garis
besar dalam 3 tahap yaitu pengumpulan gas, treatment gas dan
pembangkitan listrik.
1. Sistem Penangkapan Gas
Sistem penangkapan gas landfill dapat dikonfigurasikan dengan
sumur vertikal, parit horizontal atau kombinasi keduanya. Metode paling
umum dalam penangkapan gas yaitu pengeboran sumur vertikal ke dalam
timbunan sampah dan dan menghubungkan pipa untuk mengalirkan gas ke
23
penampungan menggunakan blower atau sistem induksi vakum. Tipe
sistem penangkapan gas landfill lainnya yaitu menggunakan pipa horizontal
dalam timbunan sampah. Sistem perpipaan horizontal berguna pada tipe
landfill yang lebih dalam dan pada area penimbunan yang aktif. Beberapa
sistem penangkapan menggabungkan sumur vertikal dan horizontal.
Pemilihan desain bergantung pada kondisi spesifik TPA dan waktu instalasi
sistem penangkapan gas landfill. Gambar 8 dan gambar 9 menggambarkan
contoh site plan ekstraksi gas landfill, desain sumur ekstraksi vertikal dan
horizontal.
Gambar 7 Site Plan Ekstraksi gas Landfill (Sumber : US. EPA, 2015)
24
(a) (b)
Gambar 8 a. Sumur Ekstraksi Vertikal, b. Sumur Ekstraksi Horizontal
(Sumber: US. EPA, 2015)
2. Sistem Treatment Gas Landfill
Sebelum gas landfill dapat digunakan dalam proses konversi, gas
ini harus dibersihkan untuk menghilangkan kondensat, partikulat dan
pengotor lainnya. Kondensasi terbentuk ketika gas hangat dari landfill
menjadi dingin selama melalui sistem penangkapan. Jika air tidak
dipisahkan dari gas dapat menyebabkan penyumbatan pada sistem
perpipaan dan mengganggu proses penangkapan energi. Gas landfill juga
kadang mengandung siloksan dan senyawa sulfur yang berasal dari
sampah. Kontaminan tersebut dapat mengurangi kinerja pembangkit listrik.
3. Pembangkit Listrik
Teknologi yang umumnya digunakan pada proyek energi gas
landfill untuk membangkitkan listrik yang dapat mengakomodasi berbagai
25
ukuran proyek yaitu mesin pembakaran dalam, turbin gas dan mikroturbin.
Kebanyakan proyek pembangkit listrik energi gas landfill (lebih dari 70%)
menggunakan mesin pembakaran dalam, yang sesuai untuk proyek mulai
dari 800 kW hingga 3 MW. Turbin gas lebih digunakan pada proyek besar,
biasanya 5 MW atau lebih. Mikroturbin, sesuai dengan namanya, lebih kecil
dari turbin dengan 1 unit tunggal berkapasitas antara 30 dan 250 kW dan
biasanya digunakan untuk proyek lebih kecil dari 1 MW. Mesin pembakaran
dalam kecil juga sesuai untuk proyek dengan ukuran kisaran kecil.
C. Perhitungan Potensi Gas Landfill
Pembentukan gas landfill telah banyak diteliti. Proses pembentukan
gas dipengaruhi oleh banyak faktor mengingat signifikannya variabel
kondisi TPA, penilaian teoritis tingkat produksi gas menjadi terlalu rumit.
Gas yang diperhitungkan dalam kegiatan penimbunan sampah adalah gas
CH4 (Krakow, 2010).
Jumlah gas landfill yang ditangkap setiap tahun dihitung dengan
menggunakan metodologi IPCC. Metodologi ini merupakan metodologi
yang paling efisien untuk menghitung emisi gas rumah kaca dari landfill
(Ahmed, et al., 2015). Model IPCC 2006 dikembangkan oleh
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk memperkirakan
emisi CH4 dari tempat pembuangan limbah padat. Model ini menggunakan
metode First Order Decay (FOD). Metode ini mengasumsikan bahwa
Degradable Organic Carbon (DOC) meluruh secara perlahan sehingga CH4
26
dan CO2 terbentuk. Jika kondisi konstan, laju produksi CH4 bergantung
pada jumlah karbon yang tersedia pada limbah. (IPCC,2006)
CH4 dihasilkan dari proses degradasi bahan organik dalam kondisi
anaerob. Selanjutnya, CH4 yang dihasilkan tersebut dapat mengalami
berbagai proses, yaitu teroksidasi di permukaan tanah landfill (OXT), atau
dapat ditangkap gas metannya (RT). Bentuknya dapat berupa pemanfaatan
energinya atau hanya dibakar (flaring). (Ranradgrk, 2015)
Emisi CH4 dari penimbunan sampah dihitung berdasarkan massa
timbulan sampah, fraksi sampah yang terdeposisi, dan potensi
pembentukan gas CH4. Net emisi CH4 untuk satu tahun dapat diperkirakan
dengan mengurangkan emisi CH4 yang terbentuk dengan CH4 yang di
recovery dan teroksidasi seperti pada persamaan berikut:
𝑪𝑯𝟒𝒈𝒆𝒏𝒆𝒓𝒂𝒕𝒆𝒅 = 𝑴𝑺𝑾𝒕 ∙ 𝑴𝑺𝑾𝒇 ∙ 𝑳𝒐
𝑳𝟎 = 𝑴𝑪𝑭 ∙ 𝑫𝑶𝑪 ∙ 𝑫𝑶𝑪𝒇 ∙ 𝑭 ∙𝟏𝟔
𝟏𝟐
TTTx OXxRCHCHEmisi 1,,44
Dimana,
CH4,generated = CH4 yang terbentuk pada tahun T hasil
dekomposisi komponen organik yang tersimpan di
dalam sampah (DDOC)
MSW = timbulan sampah (Gg/tahun)
MSWf = massa limbah yang terdeposisi (Gg)
Lo = potensi pembentukan gas CH4
MCF = faktor koreksi CH4
DOC = fraksi degradable karbon organik pada tahun
27
deposisi sampah, Gg C/Gg waste
DOCf = fraksi DOC yang dapat terdekomposisi pada kondisi
anaerobik
F = fraksi CH4 pada gas landfill yang terbentuk (%)
16/12 = rasio berat molekul CH4/C:
Emisi CH4 = emisi CH4 dalam tahun T (Gg)
T = tahun inventori
x = kategori atau jenis limbah
RT = recovery CH4 dalam tahun T (Gg)
OXT = faktor oksidasi dalam tahun T (fraksi)
Tingkatan perhitungan tergantung kepada nilai parameter dan data
aktivitas. Cara memperoleh data dapat dipilih sebagai berikut :
a. Tier 1: data aktivitas dan parameter menggunakan angka yang default
(digeneralisir, menggunakan data yang terlah disediakan oleh
IPCC,2006).
b. Tier 2: data aktivitas dan parameter menggunakan angka gabungan
antara angka default dan data yang spesifik, berupa kecenderungan
statistik dari data historis (setidaknya 10 tahun terakhir), statistik hasil
survei di wilayah studi, atau data analogi dari wilayah yang memiliki
karakter yang dianggap mewakili.
c. Tier 3: menggunakan kualitas data aktivitas yang spesifik,
dikembangkan secara regional/nasional, atau pengukuran yang
diturunkan dari parameter-parameter spesifik-suatu wilayah tertentu.
Perhitungan dapat menggunakan metoda spesifik-negara yang
setara atau berkualitas lebih tinggi diatas seperti yang dirumuskan dalam
28
FOD yang berdasarkan metoda Tingkat 3. Parameter-parameter kunci
termasuk half life (waktu paruh) dan penghasil metana potensial (Lo) atau
kandungan DOC dalam limbah dan fraksi DOC yang melalui proses
dekomposisasi (DOCf).
Alur pengambilan keputusan untuk estimasi emisi CH4 dari lahan
pembuangan limbah padat ditunjukkan pada gambar 10.
Gambar 9 Alur Pengambilan Keputusan Estimasi Emisi CH4
(Sumber: IPCC, 2006)
Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, CO2 yang diemisikan dari
pengolahan limbah secara biologi tidak termasuk dalam inventarisasi
gas rumah kaca (GRK) dari penimbunan limbah padat di TPA karena
29
dikategorikan biogenic origin dan dihitung sebagai net emission dari sektor
Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU). Gas-gas lainnya juga
tidak termasuk dalam inventarisasi karena tidak signifikan jumlahnya.
D. Ekonomi Teknik
Ekonomi teknik adalah suatu ilmu pengetahuan yang berorientasi
pada pengungkapan dan perhitungan nilai-nilai ekonomis yang terkandung
dalam suatu rencana kegiatan teknik (engineering). Karena penetapan
kegiatan teknik pada umumnya memerlukan investasi yang relatif besar dan
berdampak jangka panjang terhadap aktifitas pengikutnya, penerapan
aktifitas teknik tersebut menuntut adanya keputusan-keputusan strategis
yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan teknik maupun ekonomis
yang baik dan rasional. Oleh karena itu, ilmu ekonomi teknik sering juga
dianggap sebagai sarana pendukung keputusan (Decision Making Support)
(Giatman, 2011).
Penelitian dan penilaian ditujukan untuk mengetahui apakah suatu
investasi akan memberi manfaat ekonomi atau apakah investasi yang
dimaksud sudah merupakan pilihan yang optimal dari berbagai
kemungkinan yang ada. Secara umum perhitungan nilai ekonomi
mencakup beberapa parameter yaitu Benefit and Cost Ratio (B/C Ratio),
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback
Period (PBP).
30
1. Metode Benefit Cost Ratio (BCR)
Metode benefit cost ratio (BCR) adalah salah satu metode yang sering
digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau
analisis tambahan untuk memvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan
dengan metode lainnya. Metode ini sangat baik dilakukan dalam rangka
mengevaluasi proyek-proyek pemerintah yang berdampak langsung pada
masyarakat banyak. (public government project) baik dampak yang bersifat
positif maupun yang negatif. Metode BCR ini memberikan penekanan
terhadap nilai perbandingan antara aspek manfaat (benefit) yang akan
diperoleh dengan aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost)
dengan adanya investasi tersebut.
Aspek benefit dan cost dalam proyek-proyek pemerintah mempunyai
pengertian yang lebih luas daripada pengertian biasa, dimana benefit dan
cost itu sendiri seringkali ditemukan dalam bentuk manfaat dan biaya tidak
langsung yang diperoleh pemerintah atauu masyarakat.
Untuk mengetahui BCR dapat dicari dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝐵𝐶𝑅 = Σ𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡
Σ𝐶𝑜𝑠𝑡
Jika BCR ≥ 1 maka investasi layak secara ekonomis dan jika BCR ≤ 1 maka
investasi tidak layak secara ekonomis.
2. Net Present Value (NPV)
NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow
atau gambaran pembiayaan total. Dengan kata lain, NPV adalah
31
pendapatan total suatu proyek dilihat dari nilai sekarang (nilai pada awal
proyek) (Dodi dkk,2015). Secara matematik nilai NPV dapat dicari dengan
menggunakan persamaan dibawah ini:
𝑁𝑃𝑉 = ∑CIFt
(1 + k)𝑡− 𝐶𝑂𝐹
𝑛
𝑡=0
Dimana:
NPV : Net Present Value
K : Discount rate yang digunakan
COF : Cash outflow investasi
CIFt : Cash inflow pada periode t
N : Periode terakhir cash flow diharapkan
3. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate Return adalah besarnya tingkat keuntungan yang
digunakan untuk melunasi jumlah modal yang dipinjam agar tercapai
keseimbangan kearah nol dengan pertimbangan keuntungan IRR
ditunjukkan dalam bentuk persentase (%) per periode dan biasanya bernilai
positif (I>0) (Dodi dkk, 2015). Untuk menghitung nilai IRR dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 +(
𝑁𝑃𝑉1𝑁𝑃𝑉1− 𝑁𝑃𝑉2
)
Dimana:
IRR : Internal Rate of Return (%)
NPV1 : Net Present Value dengan tingkat bunga rendah
NPV2 : Net Present Value dengan tingkat bunga tinggi
i1 : tingkat bunga pertama (%)
32
4. Payback Period (PBP)
Analisis Payback Period pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui
seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembangkan saat
terjadinya kondisi balik modal (break even-point). Lamanya periode
pengembalian (k) pada saat BEP adalah:
𝑘(𝑃𝐵𝑃) = ∑ 𝐶𝐹𝑡 ≥ 0
𝑘
𝑡=0
Dimana:
K : periode pengembalian
CFt : cash flow periode ke t
E. Tinjauan Hasil Penelitian
Sulistyo (2010) telah melakukan kajian terkait pemanfaatan
sampah organik di Pasar Induk kramat Jati sebagai pembangkit listrik
tenaga biogas. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu 1) Mengkaji potensi
sampah organik (sayur-mayur, buah-buahan, dan umbi-umbian) di Pasar
Induk Kramat Jati sebagai bahan baku biogas; 2) Mengkaji metode
pengolahan sampah organik untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku biogas; 3) Merencanakan aspek teknis yang berkaitan dengan
pemilihan lokasi pembangkit listrik, konstruksi digester, proses pemurnian
gas dari digester dan menentukan jenis teknologi pembangkit yang
digunakan; 4) menghitung kapasitas energi listrik dari PLT Biogas yang
dapat dibangkitkan; 5) Menganalisis aspek teknis dan ekonomis PLT
33
Biogas yang menggunakan teknologi konversi pembangkit gas engine dan
gas turbin engine. Metode yang digunakan untuk mengkaji tujuan tersebut
adalah perencanaan digester, analisis aspek teknis, analisis ekonomi dan
analisis kelayakan finansial (kriteria berupa NPV, PBP, dan IRR)
Hapsari dan Wilujeng (2012) telah melakukan kajian emisi
karbondioksida dan metana dari kegiatan reduksi sampah di wilayah
Surabaya bagian selatan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk
mengetahui jumlah emisi gas karbondioksida dan gas metana dari timbulan
sampah Kota Surabaya dan dari kegiatan reduksi sampah di wilayah
Surabaya bagian selatan dan juga untuk mengetahui faktor perilaku yang
paling mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kegiatan reduksi
sampah di wilayah Surabaya bagian selatan. Emisi karbondioksida dan
metana yang dihasilkan dari timbulan sampah dihitung dengan
menggunakan metode perhitungan Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC), sedangkan Emisi karbondioksida dan metana yang
dihasilkan dari kegiatan reduksi sampah dihitung dengan menggunakan
metode perhitungan United States Environmental Protection Agency (US-
EPA).
Syarifuddin (2012) telah melakukan kajian manfaat dan biaya
pembangkit listrik tenaga sampah untuk desa terpencil di Indragiri Hilir
(studi kasus TPA Sei Beringin). Tujuan penelitian tersebut untuk
memperoleh suatu analisis manfaat yang dihasilkan dengan adanya
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, dan juga biaya yang dibutuhkan
34
menerapkan teknologi tersebut di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.
PLTSa menggunakan mesin gas pembakaran dalam berbahan bakar gas
yang berasal dari landfill. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Landfill Gas Emission (LandGEM), yaitu alat analisis yang
digunakan oleh US. Environmental Protection Agency (US. EPA) untuk
menghitung gas landfill, dan analisis ekonomi teknik (kriteria berupa Benefit
and Cost Ratio dan NPV).
Safrizal (2014) telah melakukan kajian teknis dan ekonomis
konversi energi dari produksi sampah kota medan. Penelitian ini meliputi
perhitungan total kapasitas sampah di TPA Namo Bintang yang akan diolah
sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga sampah kota dan potensi
energi listrik yang mampu dibangkitkan sebagai sumber energi listrik
alternatif berbasis energi terbarukan ramah lingkungan. Hasil penelitian
volume sampah kota Medan mencapai 1.812 ton/hari dapat dijadikan
sumber energi listrik alternatif sebesar 21,744 MW sekaligus membantu
defisit energi listrik kota Medan.
Widyaputri (2014) melakukan analisis ekonomi pembangkit listrik
tenaga sampah dan manfaat reduksi emisi karbon di tempat pengolahan
sampah terpadu Bantargebang. Tujuan penelitian tersebut yaitu 1)
Mengidentifikasi sistem pengolahan sampah di TPST Bantargebang; 2)
Mengevaluasi manfaat (benefit) ekonomi yang mungkin dihasilkan melalui
reduksi emisi karbon dari kegiatan PLTSa; 3) Mengevaluasi secara
ekonomi terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di
35
TPST Bantargebang. Penilaian manfaat ekonomi reduksi emisi karbon
menggunakan Landfill Gas Emission (LandGEM) dari US.EPA. Analisis
Benefit-Cost digunakan untuk mengevaluasi proyek secara ekonomi
dengan kriteria berupa NPV, IRR, (Net B/C) Net Benefit Cost dan Payback
Period.
Dodi, dkk (2015) melakukan kajian kelayakan pembangunan
pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di TPA Air Dingin Kota Padang.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu metode
perhitungan IPCC untuk perhitungan emisi CH4 dan analisis ekonomi
pembangunan PLTSa dengan kriteria NPV, IRR, Benefit Cost Ratio dan
Payback Period.
F. Dasar Kerangka Konseptual
Ide dasar dari penelitian ini adalah pengelolaan sampah, emisi gas
rumah kaca dan isu energi. Masalah tersebut didasari dari pertumbuhan
penduduk. Seiiring dengan pertumbuhan penduduk maka kebutuhan
konsumsi produk dan konsumsi energi listrik pun akan bertambah. Hal ini
menyebabkan peningkatan timbulan sampah dan menurunnya cadangan
energi dimana saat ini ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih
sangat besar. Pengolahan sampah pada pemrosesan akhir di TPA dengan
sistem controlled landfill menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis
berpendapat bahwa pemanfaatan gas metana hasil penimbunan sampah
36
di TPA Puwatu sebagai sumber energi terbarukan memberikan solusi
terhadap permasalahan diatas. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang
potensi energi listrik yang dapat dihasilkan oleh gas metana TPA Puwatu.
Setelah potensi energi diketahui maka analisis manfaat dan biaya
yang mungkin dihasilkan dari pemanfaatan energi TPA Puwatu menjadi
energi listrik sangat diperlukan untuk mengetahui apakah pembangunan
suatu pembangkit listrik tenaga gas metan sampah layak dikembangkan.
Dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis dan faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan
ancaman) maka strategi pengembangan pemanfaatan energi gas metan
sampah menjadi energi listrik dapat dirumuskan.
Gambar 11 menjelaskan secara umum kerangka konseptual dari
penelitian ini, adapun variabel penelitian dan teknik analisis dijelaskan
dalam diagram alur metode penelitian pada Gambar 14.
37
Pertambahan Penduduk
Pertambahan Konsumsi Produk
Pertambahan Timbulan Sampah
Peningkatan Emisi Gas Metan di TPA
Pertambahan Konsumsi Energi Listrik
Menurunnya cadangan energi fosil
Berkurangnya pasokan energi untuk listrik
Pemanfaatan Gas Metan Sampah sebagai energi alternatif untuk
pembangkit listrik
Mengurangi emisi gas rumah kaca
Mengurangi konsumsi energi BBM berbasis fosil
Mengatasi masalah sampah
Potensi Energi Listrik
Regulasi :1. UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah2. Perpres 61/2011 tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)
Regulasi :1. PP 79/2014 ttg Kebijakan energi Nasional,
mengamanatkan peningkatan persentase pemanfaatanenergi terbarukan dalam bauran energi nasional danmengurangi pemanfaatan energi fosil
2. Permen ESDM 19/2013 tentang Pembelian tenaga listrikoleh PT. PLN (Persero) dari pembangkit listrik berbasissampah kota
Strategi Pengembangan
Kelayakan Usaha
Meningkatkan Rasio Elektrifikasi
Keterangan : Ruang lingkup
penelitian
Gambar 10 Kerangka Konsep Penelitian