19
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Limbah tersebut dapat diolah dengan proses fisika, kimia, Biologi atau kombinasi dari ketiganya. Dari bermacam- macam jenis limbah, limbah cair merupakan jenis limbah yang banyak mencemari lingkungan. Limbah jenis ini biasanya memerlukan kombinasi berbagai metode dalam pengolahannya sebelum dibuang kembali ke lingkungan. Salah satu metode yang biasa digunakan adalah metode Biologi dengan proses kontak stabilisasi. Proses ini menggunakan lumpur aktif yang berisi berbagai macam mikroba yang kemudian ditambahkan udara (oksigen) supaya mikroba yang bersifat aeroik bisa berkembang dalam limbah karena ketersediaan makanan dan oksigen. Dalam proses ini tentu harus dipastikan bahwa limbah yang diolah mengandung bahan-bahan organic yang bisa menjadi makanan bagi mikroba. Limbah yang digunakan dalam simulasi pengolahan limbah ini berasal

Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari

suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,

pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan

debu, cair atau padat. Limbah tersebut dapat diolah dengan proses fisika, kimia,

Biologi atau kombinasi dari ketiganya. Dari bermacam-macam jenis limbah,

limbah cair merupakan jenis limbah yang banyak mencemari lingkungan. Limbah

jenis ini biasanya memerlukan kombinasi berbagai metode dalam pengolahannya

sebelum dibuang kembali ke lingkungan. Salah satu metode yang biasa digunakan

adalah metode Biologi dengan proses kontak stabilisasi. Proses ini menggunakan

lumpur aktif yang berisi berbagai macam mikroba yang kemudian ditambahkan

udara (oksigen) supaya mikroba yang bersifat aeroik bisa berkembang dalam

limbah karena ketersediaan makanan dan oksigen.

Dalam proses ini tentu harus dipastikan bahwa limbah yang diolah

mengandung bahan-bahan organic yang bisa menjadi makanan bagi mikroba.

Limbah yang digunakan dalam simulasi pengolahan limbah ini berasal dari air

rendaman ikan yang sudah berbau menyengat dan warnanya keruh. Diharapkan

dalam simulasi pengolahan limbah ini diperoleh gambaran bagaimana proses

kontak stabilisasi mengolah limbah ikan dengan lebih baik.

I.2 Tujuan

Menghilangkan limbah organic dengan proses lumpur aktif melalui

metode kontak stabilisasi

Page 2: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

I.3 Manfaat

Mengetahui hasil pengolahan limbah organik dengan proses lumpur aktif

melalui metode kontak stabilisasi.

Page 3: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat

dan berkembang. Disamping kekayaan ikan di kawasan Indonesia yang berlimpah

serta usaha untuk meningkatkan hasil tangkapnya yang terus menerus

dilaksanakan, ternyata baru mencapai nilai 35% saja yang dapat dicapai.

Dari data yang dapat dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25 –

30% hasil tangkapan Ikan Laut yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan

buangan yang disebabkan karena berbagai hal.

1. Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara

pengolahan ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas

sebagai produk untuk dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah

menjadi ikan asin, pindang, terasi serta hasil-hasil olahannya.

2. Tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama

sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut

harus dibuang kembali.

Diantara bahan alami, ikan tercatat sebagai bahan yang sangat cepat

membusuk. Karenanya begitu ikan tertangkap, maka proses pengolahan dalam

bentuk pengawetan dan pengolahan harus segera dilakukan. Juga selama

pengolahan ikan, masih banyak bagian-bagian dari ikan, baik kepala, ekor,

maupun bagian-bagian yang ditermanfaatkan akan dibuang. Tidak mengherankan

kalau sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lainnya berjumlah

cukup banyak, apalagi kalau ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang

tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi. Ditambah lagi, ikan-ikan sisa

dan yang terbuang tersebut secara langsung maupun tidak langsung banyak

membawa problema lingkungan di kawasan pesisir, minimal dalam bentuk

gangguan terhadap kebersihan, sanitasi dan kesehatan lingkungan.

Page 4: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

II.1 Pengolahan secara biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai

pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan

yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang

berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis,

yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);

2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan

berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal

berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan

berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.

Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch

mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai

85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.

Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai

kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).

Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses

absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD

tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga

termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti

Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi

maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen

yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi

cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Page 5: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media

pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai

modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. Trickling filter

2. Cakram biologi

3. Filter terendam

4. Reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar

80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara

biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;

2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih

dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000

mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak

lagi sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua

limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum

dibuang ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana

uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan.

Page 6: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

II.2 Metode Pengolahannya

           Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba

tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang

mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa

baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower

(diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan

mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok

menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan

memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif dicirikan oleh

beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index =

SVI) dan Stirred Sludge Volume Index (SSVI).

           Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang

diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Sistem pengolah lumpur aktif baik

untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99%

bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur dilakukan dengan

mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering).

Konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk

Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent

air limbah atau melalui penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan

fosfor.

           Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba

tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu

proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder

secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang

mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa

baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi

mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki

penjernihan (Gariel Bitton, 1994).

Page 7: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

           Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah

secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk

membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air

limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri,

protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh

beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index =

SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut

tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S).

           Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses

lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok

lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel

inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang

terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok.

Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat

agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa

flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal

dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan

mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.

           Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem

pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5%

padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur

merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan mengurangi volume lumpur

melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa

konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk

Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif.

           Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui

penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi

dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan

mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik. Berkurangnya

Page 8: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini

terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan.

Page 9: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

BAB III

Prosedure Praktikum

III.1 Bahan

a. Mikroba

b. Limbah ikan

III.2 Alat :

a. Beker glass

b. Kontak stabilisasi

III.3 Gambar Alat

Page 10: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

III.4 Prosedure

a. Ambil limbah ikan sebanyak 500ml

b. Dimasukkan limbah ikan kedalam kontak stabilisasi

c. Ditambahkan mikroba ke dalam kontak stabilisasi yang sudah berisi

limbah ikan

d. Limbah dibiarkan selama 2 hari

e. Diamati hasil pengolahan limbah setelah 2 hari

Page 11: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil pengamatan limbah ikan setelah proses kontak stabilisasi

Gambar 1. Limbah ikan setelah proses kontak stabilisasi

Gambar 2. Lumpur aktif yang mengandung mikroba

Page 12: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

Gambar 3. Perbandingan limbah ikan dengan lumpur aktif

Keterangan:

Sebelum diolah :

Warna sebelum diolah : putih keruh

Bau : berbau ikan sangat menyengat

Setelah diolah

* Hari pertama

Warna Endapan : kuning kecoklatan

Warna filtrate : kuning terang

Bau : masih berbau

Page 13: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

* Hari kedua :

Warna Endapan : kuning kecoklatan lebih terang dari hari pertama

Warna filtrate : lebih terang dari hari pertama

Bau : bau sudah sedikit berkurang dari awal masuk

Pembahasan :

Limbah ikan yang diolah dengan menggunakan kontak stabilizer dengan

bantuan mikroba dapat mengurangi bau dari limbah dan padatan tersuspensinya

setelah 2 hari.

Page 14: Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

• Semakin lama waktu yang digunakan semakin maksimal pengolahan

limbahnya

• Mikroba yang digunakan untuk kotak stabiliter ini dapat menguraikan

bakteri dari limbah ikan sehingga dapat mengurangi bau.

V.2 Saran

• Amati setiap hari perubahan yang terjadi pada limbah setelah diolah dan

nyalakan compressor agar kontak stabilizer dapat bekerja dengan

maksimal.