23
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna, dengan tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen. Susu segar adalah susu murni yang berasal dari kelenjar susu ternak yang tanpa ada campuran atau penambahan zat – zat asing selain susu. Susu mengandung zat-zat makanan atau zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sifatnya mudah dicerna dan diserap, sehingga baik sekali untuk dikonsumsi. Susu merupakan makanan penyempurna dari makanan yang di hasilkan dari tumbuhan dikarenakan protein di dalam susu segar sangat lah tinggi. Susu juga merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Terutama susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju, yoghurt, susu krim atau susu tanpa lemak (non fat). Jumlah konsumsi susu di Indonesia juga sangat rendah bila dibandingkan negara lain karena manajemen

Pemba Has An

  • Upload
    ping32

  • View
    215

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

14

IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSusu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna, dengan tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen. Susu segar adalah susu murni yang berasal dari kelenjar susu ternak yang tanpa ada campuran atau penambahan zat zat asing selain susu.Susu mengandung zat-zat makanan atau zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sifatnya mudah dicerna dan diserap, sehingga baik sekali untuk dikonsumsi. Susu merupakan makanan penyempurna dari makanan yang di hasilkan dari tumbuhan dikarenakan protein di dalam susu segar sangat lah tinggi. Susu juga merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Terutama susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju, yoghurt, susu krim atau susu tanpa lemak (non fat). Jumlah konsumsi susu di Indonesia juga sangat rendah bila dibandingkan negara lain karena manajemen pengolahan susu di Indonesian masih kurang dibandingkan dengan negara negara di ASEAN contoh di negara Singapore yang telah menerapkan manajemen manajemen mutu pada susu segar. Hal ini menunjukan kualitas susu yang diolah memiliki standar yang lebih baik dibandingkan dengan standar Indonesia. Oleh karena itu, haruslah mengatur manajemen yang berhubungan dengan pengendalian mutu susu segar. Baik mulai dari manajemen pada saat pemerahan, pengangkutan, sampai ke tempat indutri pengolahan susu, dan menerapkan standarisasi kualitas susu dikarenakan manajemen mutu merupakan hal yang terpenting apabila ingin menghasilkan susu segar yang berkualitas baik, sehingga produksi susu yang berada di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara lain, menciptakan susu yang memiliki kualitas standarisasi internasional.

1.2 Identifikasi Masalah1. Bagaimana pencemaran mikroba pada susu sapi segar?2. Mikroba apa saja yang dapat mengkontaminasi susu sapi segar?3. Bagaimana pengendalian mutu susu sapi segar terhadap mikroba?1.3 Maksud dan Tujuan1. Mengetahui pencemaran mikroba pada susu sapi segar.2. Mengetahui apa saja yang dapat mengkontaminasi susu sapi segar.3. Mengetahui pengendalian mutu susu sapi segar terhadap mikroba.

IIPEMBAHASAN2.1Susu Sapi SegarSusu merupakan makanan yang dapat dikatakan sempurna karena susu mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B, dan riboflavin yang tinggi dalam kandungan air susu (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, 1998). Untuk melakukan penanganan susu segar di tingkat peternak, maka beberapa hal penting yang dilakukan, antara lain yang menyangkut orang yang langsung menangani pemerahan, peralaan yang digunakan, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk sanitasi. Susu segar yang ditampung setelah mengalami proses pemerahan segera disaring dengan kain saring atau dengan menggunakan fine metal screening, dan susu dimasukkan ke milk can yang berkapasitas 30 hingga 50 liter.Susu segera didinginkan hingga suhu 4C, sambil menunggu dikirim ke stasiun penampung susu, atau ke Milk Treatment Plant atau ke industri pengolahan. Susu segar dari peternak dari peternak atau suatu perusahaan peternakan diransportasi ke penampung atau ke Industri Pengolahan Susu dengan menggunakan bus-bus susu (milk cans) dengan kapasitas antara 40 hingga 50 liter atau dengan menggunakan mobil tangki dengan kapasitas angkut sekitar 5000 galon (18925 liter). Tangki pendingin susu harus terbuat dari bahan dasar stainlless steel yang terinsulasi dengan baik untuk mencegah peningkatan suhu selama transportasi, karena umumnya mobil tangka tersebut tidak dilengkapi dengan mesin pendingin (Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta, 2001).Pada keadaan normal, air susu murni hanya bertahan maksimal 4 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun penurunan kualitas. Namun, dapat pula terjadi kerusakan pada air susu kurang dari 4 jam setelah pemerahan dilakukan. Hal ini dapat terjadi terutama karena tidak terjaganya kebersihan ambing atau pemerahnya pada waktu pemerahan berlangsung (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, 1998). Terjadinya kontaminasi bakteri pada air susu dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang puting susu pada sapi memiliki diameter yang sangat kecil dan memungkinkan sekali bakteri patogen akan tumbuh di sekitarnya dan bakteri patogen akan ikut terbawa ke dalam air susu ketika proses pemerahan berlangsung. Dengan demikian, faktor kebersihan pada ambing sapi sebelum dilakukan pemerahan juga harus diperhatikan karena melalui ambing sapi yang tidak bersih, dapat menghasilkan susu dengan kualitas yang rendah pula. Menurut Hidayat dan Sugiwaka (2002) selain penanganan sesudah pemerahan hendaknya perlu dilakukan pemeriksaan kualitas air susu sebelum susu dimanfaatkan atau sebelum susu diolah lebih lanjut dan dikonsumsi oleh masyarakat.Upaya meningkatkan ketahanan pangan selain memperhatikan kuantitas, kualitas susu perlu mendapat perhatian termasuk faktor keamanan produk yang bersangkutan, antara lain bebas dari cemaran kimia, fisik dan mikrobiologis. Keamanan pangan susu adalah interaksi antara status gizi, toksisitas mikrobiologis dan kimiawi yang saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi. Kualitas susu memperhatikan asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).2.2Pencemaran Susu Sapi SegarPencemaran dapat berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia. Untuk dapat dikonsumsi, susu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan karena susu mudah terkontaminasi. Kandungan mikroba yang tinggi menyebabkan susu cepat rusak sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) menolak atau tidak dapat menerima atau membeli susu dari peternak. Susu yang bermutu tinggi diperoleh melalui manajemen yang baik meliputi sanitasi alat-alat operasional pemerahan dan lingkungan (pakan, kandang, operator), kebersihan dan kesehatan ternak, serta kebersihan sumber air dan penanganan susu setelah pemerahan (Henderson, 1981). Mikroba patogen yang umum mencemari susu adalah E. coli. Standar Nasional Indonesia SNI 01- 6366-2000 mensyaratkan bakteri E.coli tidak terdapat dalam susu dan produk olahannya. E. coli dalam susu maupun produk olahannya dapat menyebabkan diare pada manusia bila dikonsumsi. Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu adalah Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylo bacter sp., Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp. Bahan baku susu pasteurisasi di beberapa produsen susu mengandung total mikroba 104 106 CFU/g susu, namun proses pasteurisasi dapat menurunkan kandungan mikroba hingga 0 103 CFU/g susu (Abu Bakar, 2011).Pada jurnal Teknologi Penanganan Susu yang Baik dengan Cara Mencermati Profil Mikroba Susu Sapi di Berbagai Daerah (Widodo Suwito dan Andriani, 2012). Penelitian pada jurnal ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana melihat kualitas susu sapi segar dari sisi mikrobiologi yang disebabkab oleh kontaminan dari sumber air yang berasal dari sumur dan sungai. Penelitian dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur.Pengamatan lapangan yang dilakukan peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor berada di lokasi yang berbukit-bukit atau dataran tinggi. Masing-masing peternak menempati kavling-kavling rumah yang tersedia kandang ternak dan kebun rumput. Kapasitas kandang sapi antara 10-20 ekor sapi. Sumber air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan ternak bervariasi yaitu berasal dari sumur dan sungai. Sebanyak 13 responden peternak di Kabupaten Bogor yang melakukan pembersihan kandang secara rutin dan baik terdapat 8 responden. Sumber air sebagai kebutuhan utama dalam membersihkan ternak, kandang, dan alat yang digunakan di Kabupaten Bogor berasal dari dua sumber yaitu dari sungai dan sumur. Pemakaian larutan antiseptik unutk membersihkan dengan dosis 2 ml dilarutkan dalam 1 liter air sebelum pemerahan susu bertujuan untuk membersihkan puting sapi dan mencegah terjadinya penyakit radang ambing atau mastitis. Jumlah peternak yang menggunakan antiseptik di peternakan Kabupaten Bogor terdapat 3 dari 13 peternak, sedangkan dari Sukabumi dan Cianjur tidak ada yang menggunakan antiseptik. Antiseptik yang digunakan pada saat pemerahan adalah alkohol 70% dan Biocid dengan dosis 1 ml dilarutkan dalam 1 liter air.Peternakan sapi perah di kabupaten Sukabumi terletak di dataran tinggi dengan masing-masing peternak memiliki sekitar 5-20 ekor. Sumber air yang digunakan di peternakan tersebut berasal dari sumur dan digunakan untuk keperluan ternak maupun rumah tangga. Penggambilan sampel air dilakukan pada bulan November dan pada saat tersebut musim hujan. Responden peternak di kabupaten Sukabumi yang melakukan pembersihan kandang terdapat 2 responden, hal ini disebabkan karena peternak kurang sadar terhadap pentingnya kebersihan kandang sebelum dilakukan pemerahan.Peternakan sapi perah di kabupaten Cianjur terletak di dataran tinggi dengan kepemilikan sapi masing-masing peternak antara 20-30 ekor. Sumber air yang digunakan di peternakan tersebut berasal dari sumur dan Perusahaan Air Minum (PAM). Air sumur dan PAM digunakan untuk keperluan peternakan dan rumah tangga. Pembersihan kandang dan ternak sebelum pemerahan dilakukan oleh 2 responden peternak di kabupaten Cianjur.Penelitian tidak hanya dilakukan di lapangan saja tetapi dilakukan penelitian laboratorium untuk melihat bagaimana jumlah bakteri yang ada dalam sampel susu dari masing-masing kabupaten sebagai langkah untuk melihat mutu susu yang ada di masing-masing kabupaten tersebut. Penelitian laboratorium dilakukan dengan melakukan beberapa uji diantaranya uji Coliform, Total Plate Count, Staphylococcus aureus, E. coli dan Salmonella.Menurut penelitian Santoso,L. Dkk dalam jurnal yang berjudul Jumlah Total Bakteri Dan Coliform Dalam Air Susu Sapi Segar Pada Pedagang Pengecer Di Kota Semarang Faktor yang mempengaruhi kualitas mikrobiologis pada keseluruhan sampel diantaranya tidak melaksanakan standart prosedur pemerahan dan penanganan air susu pasca panen terutama tindakan pemerah. Prosedur penyimpanan air susu pasca panen yaitu rantai dingin tidak diterapkan.

3.3 Mikroba Pada Susu Sapi Segar.dan Penanganan Susu Sapi Segara. ColiformHasil pemeriksaan sebanyak 351 sampel susu dari masing-masing kabupaten berdasarkan persyaratan susu segar dari SNI No 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan bahwa susu yang aman dikonsumsi apabila memiliki jumlah TPC < 1x106 cfu/ml, Salmonella negatif, E. coli negatif, Coliform 20 cfu/ml dan S. aureus 1x102 cfu/ml. Susu dengan jumlah Coliform yang masih memenuhi standar dari SNI No. 01-6366-2000 sebanyak 252 dari 351 sampel atau sekitar 71,8%. Ketiga kabupaten tampak bahwa sumber air baik sungai maupun sumur tidak mempengaruhi jumlah Coliform. Penelitian yang dilakukan oleh Elmoslemany menunjukkan bahwa dari 235 sampel susu di tempat penampungan susu negara bagian Canada sebanyak 89% dengan jumlah Coliform 106 cfu/ml maka enterotoksin sudah terbentuk walaupun tidak akan menyebabkan perubahan rasa dan sifat fisik dari susu. Sedangkan berdasarkan SNI No. 01-6366-2000 jumlah S. aureus tidak boleh >106 cfu/ml karena dalam jumlah tersebut bakteri berpotensi menghasilkan enteroksin. Kasus keracunan setelah minum susu umumnya disebabkan oleh enterotoksin dan kejadiannya disebut dengan intoksikasi.Enteroksin tahan pada pemanasan 110oC selama 30 menit. Pada keadaan yang sesuai S. aureus mampu memperbanyak diri dalam susu sampai jumlah yang maksimal tanpa mengalami perubahan warna, bau dan rasa. Selama proses pembentukan enterotoksin S. aureus membutuhkan ketersediaan air yang cukup, pH antara 5-6,5 dan protein. Selain enterotoksin S. aureus juga memproduksi enzim protease, lipase dan koagulase, sehingga menyebabkan susu terasa asam dan bau tengik. Enzim tersebut merombak protein dan lemak sehingga menyebabkan kerusakan dari komponen susu.d. E. coli dan SalmonellaHasil pemeriksaan pada jurnal menunukan cemaran E.coli dan Salmonella sp dalam susu, air dan swab milk can dari peternakan di kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Dari sebanyak 351 sampel susu yang diuji secara mikrobiologi dan memenuhi standar SNI No 01-6366-2000 sebanyak 279 sampel atau sekitar 74,48%. E. coli dapat diisolasi dari sampel susu dan air dari peternakan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, sedangkan Salmonella sp semuanya negatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rea. Jumlah Sampel/Total sample tidak ada korelasi antara jumlah E. coli dengan keberadan Salmonella sp dalam susu, hal tersebut terjadi sebaliknya antara E. coli dengan Champhylobacter sp.E. coli dalam susu menunjukkan bahwa susu tersebut tidak aman untuk dikonsumsi secaral langsung. Hal tersebut seperti yang disarankan oleh Heuvelink bahwa adanya E. coli dalam susu dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu untuk menghilangkan E. coli dalam susu perlu dilakukan pasteurisasi atau direbus sebelum dikonsumsi. Pasteurisasi merupakan salah satu alternatif untuk menghilangkan bakteri patogen dalam susu. E. coli dalam susu merupakan cemaran yang berasal dari lingkungan sekitar kandang, feses dan urin sapi. Peternakan yang tidak membersihkan kandang dan ternak sebelum permerahan akan berpeluang menghasilkan susu yang tercemar oleh bakteri patogen seperti E. coli dan Salmonella sp. Kebersihan dari milk can merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena sebagai tempat untuk menampung susu. Milk can yang terkontaminasi E. coli dan Salmonella sp menyebabkan susu yang dikumpulkan tersebut tidak layak konsumsi.Selain dari feses dan lingkungan sekitar kandang, air yang digunakan di peternakan dapat sebagai sumber pencemar terhadap susu yang dihasilkan. Air merupakan komponen yang sangat penting untuk membersihkan ternak dan lingkungan kandang. Hasil pemeriksaan Coliform dan E. coli terhadap air yang digunakan di peternakan Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur E. coli.E. coli merupakan bakteri yang berbahaya untuk kesehatan hewan maupun manusia. Air yang mengadung E. coli dapat mencemari susu, hal ini dapat terjadi karena air digunakan untuk membersihkan lingkungan untuk susu di kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur yaitu dengan menggunakan air PDAM atau air sungai atau air sumur yang telah diperlakukan dengan pemberaian kaporit, direbus atau disaring menggunakan membran. Sedangkan tahapan sanitasi kandang, penggunaan anti septik dan milk can atau kontainer khusus masih memerlukan pelatihan-pelatihan yang lebih detail.Pengunaan air hangat sangat dianjurkan untuk pencucian ambing dan puting sapi sebelum dilakukan pemerahan dan hal ini meminimalisasi jumlah bakteri di dalam susu. Penyebaran bakteri patogen seperti E. coli dan Salmonella sp dari limbah peternakan dapat dikurangi dengan cara mengunakan kaporit sebanyak 80 ppm sehingga dapat menekan jumlah kandungan Coliform dalam air sekitar 10x102 MPN/100.10 Selain hal tersebut juga dapat dilakukan penampungan air limbah peternakan dalam kolam-kolam yang distabilisasi dengan kedalaman 1,5-2 meter, sedangkan dan kandungan mikroba pathogen dalam air dapat dikurangi dengan memberikan kaporit 150 gram tiap 10.000 galon air.

IIIKESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKABuckle et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: University Press.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. 1998. Pasca Panen Susu [serial online]. http://www.pustakadeptan.go.id/agritek/dkij0111_202.158.8.180.pdf [25 April 2015].Bakar, Abu. 2011. Inovasi Teknologi Pasca Panen dan Penetapan Manajemen Mutu Mendukung Standarisasi dan Keamanan Susu Segar di Indonesia. Balai Besar Litbang Pascapanen.Handerson, J.L.1981.3 The Fluid Milk Industries (3rd Ed.) Connecticut AVI Publishing, Inc.Hidayat dan Sugiwaka, Teruo. 2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia Untuk Petugas Penyuluh dan Petugas Teknis:Informasi Penunjang Pada Kesehatan Pemerahan. Bandung: Dairy Technology Improvement Project in Indonesia.__________________________. 2007. Materi Manajemen Kesehatan Pemerahan [serial online]. http://www.disnak.jabar.go.id/data/arsip.pdf [25 April 2015].Modul Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian. 2001. Penanganan Susu Segar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.Santoso.L, Rukmi.I, Lestari.O. 2011. Jumlah Total Bakteri Dan Coliform Dalam Air Susu Sapi Segar Pada Pedagang Pengecer Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 402 - 412Usmiati, S. dan Widaningrum. 2005. Mutu susu sapi dari peternak anggota koperasi Sarwa Mukti pada pemerahan pagi dan sore: Studi kasus tahun 2004. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 12 13 September 2005. Puslitbang Peternakan. hlm.323 327.Pertanian.n Handerson, J.L.1981.3 The Fluid Milk Industries (3rd Ed.) Connecticut AVI Publishing, Inc.Shiddieqy, M. Ikhsan .2006. Bakteri Menyebabkan Keracunan Susu [serial online].http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0303/10/06x2.htm [25 April 2015]Suswito, Widodo. Andrian. 2012. Teknologi Penanganan Susu yang Baik dengan Mencermati Profil Mikroba Susu Sapi Berbagai Daerah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta.