27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hirofik. Didunia sejumlah kematian ibu makin meningkat hampir setiap hari pertambahan AKI. Dalam 1 jam ada 2 orang ibu yang kehilangan nyawanya atau meninggal. Penyebab kematian ibu dalam pertolongan persalinan yang terlambat, kehamilan bu yang terganggu misalnya ibu menderita penyakit yang berat, pre eklampsi, dll. Kesalahan mendiagnosa kehamilan juga akan membahayakan ibu dan anaknya. Seperti mendiagnosa mola hydatidosa yang bila dilakukan pemeriksaan tidak intensif ibu akan didiagnosa hamil. Mola hydatidosa merupakan neoplasma jinak berasal dari sel trofoblas yang mengalami kegagalan membentuk plasenta. Dengan terjadinya vili yang menggelembung menyerupai bola anggur. Apabila dalam pemeriksaan tidak dilakukan beberapa test dengan tepat maka pasien tersebut didiagnosa hamil. Karena tanda-tanda dan gejala dari fisiknya sama dengan tanda-tanda hamil. Penyebab mola hydatidosa belum dketahui secara pasti. Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan 1

Pemba Has An

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yui

Citation preview

Page 1: Pemba Has An

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili

korialisnya mengalami perubahan hirofik.

Didunia sejumlah kematian ibu makin meningkat hampir setiap hari

pertambahan AKI. Dalam 1 jam ada 2 orang ibu yang kehilangan nyawanya

atau meninggal. Penyebab kematian ibu dalam pertolongan persalinan yang

terlambat, kehamilan bu yang terganggu misalnya ibu menderita penyakit

yang berat, pre eklampsi, dll. Kesalahan mendiagnosa kehamilan juga akan

membahayakan ibu dan anaknya. Seperti mendiagnosa mola hydatidosa yang

bila dilakukan pemeriksaan tidak intensif ibu akan didiagnosa hamil.

Mola hydatidosa merupakan neoplasma jinak berasal dari sel trofoblas

yang mengalami kegagalan membentuk plasenta. Dengan terjadinya vili yang

menggelembung menyerupai bola anggur. Apabila dalam pemeriksaan tidak

dilakukan beberapa test dengan tepat maka pasien tersebut didiagnosa hamil.

Karena tanda-tanda dan gejala dari fisiknya sama dengan tanda-tanda hamil.

Penyebab mola hydatidosa belum dketahui secara pasti.

Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat

berguna untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar

keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa mola

hidatidosa.

Selain membahas tentang teori, dalam makalah ini juga membahas

tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan mola hidatidosa.

1

Page 2: Pemba Has An

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Teori Mola Hidatidosa?

2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Mola Hidatidosa?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

mata kuliah system reproduksi I tentang “Asuhan keperawatan pada

klien dengan mola hidatidosa”, sehingga mahasiswa dapat mengerti serta

dapat menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan kelak.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsep teori mola hidatidosa

2. Untuk mengetahui dan memahami cara memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa

2

Page 3: Pemba Has An

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Konsep Teori Mola Hidatidosa

1.1.1. Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu tumor plasenta yang terjadi saat

perkembangan embrionik, berasal dari sel trofoblas yang berkembang dalam

plassenta. Sel trofoblas tumbuh dengan cepat dan invasive, seperti kanker.

Mola diyakini sebagai penyebab aborsi paling spontan pada trimester

pertama.

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus

korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan

tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus,

gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.

(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi

kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk,

2001:265)

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi

sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi oleh cairan.

1.1.2. Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

1. Mola hidatidosa komplet atau klasik

Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilisasi sebuah telur yang

intinya telah hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah

anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan

cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari usia kehamilan

seharusnya. Biasanya mola tidak mengandung janin, plasenta, membran

amniotik atau air ketuban

3

Page 4: Pemba Has An

2. Mola hidatidosa inkomplet atau parsial

Mola inkomplet atau parsial terjadi jika disertai janin atau bagian

janin. (bobak dkk, 2005).

Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat dan yang mengalami

hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja. Gambaran yang khas adalah

crinkling atau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic inclusions.

1.1.3. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor

penyebabnya adalah:

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi

terlambat dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah

kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut

sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.

2. Imunoselektif dari tropoblast, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh

darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab

dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast.

3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan

zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi

yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang

sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangan janinnya.

4. Paritas tinggi, Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola

hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara

genetic yang dapat di identifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi

seperti klomifen atau menotropiris ( pergonal ).

5. Kekurangan protein, Protein adalah zat untuk membangun jaringan

bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim dan buah

4

Page 5: Pemba Has An

dada ibu, keperluaan akan zat protein pada waktu hamil sangat

meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan

akan lahir lebih kecil dari normal.

6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba

dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau

adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan

penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba yang masuk

virulensinya serta daya tahan tubuh. (Mochtar, Rustam ,1998 : 238)

1.1.4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola

hidatidosa” adalah:

1. Terdapat gejala – gejala hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata

dari kehamilan biasa dan amenore

2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat.

Pada keadaan lanjut, kadang keluar gelembung mola.

3.  Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ

sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. Tidak

terdengar bunyi denyut jantung janin.

5. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24

minggu. (Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)

1.1.5. Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi

sebagai berikut:

1. Anemia

2. Syok

3. Preeklampsi atau Eklampsia

5

Page 6: Pemba Has An

4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder.

6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi

mola destruens atau koriokarsinoma.

1.1.6. Patofisiologi

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari

penyakit mola hidatosa :

Teori missed abortion.

Janin mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi

gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan

masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

Teori neoplasma dari Park. 

Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang

abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam

villi sehigga timbul gelembung.

Studi dari Hertig .

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa

semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal

atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima.

Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus

menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya

selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467)

Menurut Sarwono, 1994,

patofisiologis dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak

sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur

patologik yaitu hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur

6

Page 7: Pemba Has An

kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak

berfungsi maka terjadi penimbunan di dalam jaringan masenkim villi.

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan

merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya

tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan

jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi

kehamilan ganda mola adalah : satu janin tumbuh dan yang satu

menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai

dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis

adalah bila dijumpai janin dan gelembung – gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas

2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang

dengan adanya sel sinsisial giantik (Syncytial Giant Cells). Pada kasus

mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda

berdiameter 10 cm atau iebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur–

angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa

sembuh.

1.1.7. Pathway

Terlampir

1.1.8. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan kadar beta HCG : pada mola terdapat peningkatan kadar

beta hCG darah atau urin.

2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-

hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada

tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada

tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).

7

Page 8: Pemba Has An

3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada

kehamilan 3 – 4 buland.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai

salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janine.

4. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara. Pemeriksaan T3

dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis. (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)

5. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis. (Arif Mansjoer,

dkk, 2001 : 266)

1.1.9. Penatalaksanaan Medis

A. Lihatlah bagian perdarahan pada trimester pertama

B. Rujuk ke dokter, mola perlu diangkat

C. Mola hidatidosa biasanya jinak, tetapi dapat menjadi penyakit

trofoblas ganas.

1. Jenis penyakit trofoblas ganas

a. Koriokarsinoma bermetastasis cepat pada awal kehamilan. Di

kenal sebagai kanker yang tumbuh dengan cepat, pleh karena

itu dapat berespon terhadap kemoterapi.

b. Koriodenoma: tidak bermetastasis cepat. Dapat disembuhkan

dengan histerektomi bila tetap berada di uterus.

2. Terapi

a. Pantau kadar hCG serum dua minggu sekali sampai semua

negative, lalu tiap bulan selama satu tahun.

Wanita dianjurkan untuk tidak hamil lagi hingga setelah setahun

kadar negative.

b. Bila pasien Rh (D) negative pasien perlu diberikan Rho GAM.

c. Bila ganas rujuk untuk kemoterapi.

d. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok

dan perbaiki  keadaan umum penderita dengan pemberian  cairan

dan transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual

digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan

darah, barulah dengan tenang dan hati – hati evaluasi  sisanya

dengan kuretase.

e. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

8

Page 9: Pemba Has An

f. Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar

pembukaan selama 12 jam.

g. Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin

( pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu

lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah

cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu

bagian tengah baru bagian – bagian lainnya pada kavum uteri.

Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak

mungkin, tak usah terlalu bersih.

h. Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan

tampon utero – vaginal selama 24 jam.

i. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik

dalam 2 porsi:

1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

j. Berikan obat – obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan

keadaan umum penderita.

k. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk

membersihkan  sisa-sisa jaringan,   dan  kirim  lagi  hasilnya 

untuk pemeriksaan laboratorium.

l. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan

kerokan,ada    beberapa    institut    yang    melakukan

histerotomia    untuk mengeluarkan isi rahim ( mola).

m. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk

mola): usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus

yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

3. Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai

kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif

akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi

jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun:

a. Setiap minggu pada triwulan pertama

9

Page 10: Pemba Has An

b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3

bulan.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :

1) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo :

tentang keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak,

kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.

3) Reaksi biologis atau imonologis air seni :

Satu kali seminggu sampai hasil negatif

Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya

keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca

terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor

timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan

79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola

keluar.

4. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada

penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan.

Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini

tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari

efek samping dan penyulit yang berta.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa

tetap positif

c. Pada high risk mola.

10

Page 11: Pemba Has An

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

1. Anamnesa

a. Identitas Klien : Nama, Alamat, Usia, Agama, Pendidikan,

Pekerjaan, Status Perkawinan

b. Keluhan Utama : Biasanya klien mengeluh menstruasi tidak

lancar dan adanya perdarahan pervagina berulang

2. Riwayat Penyakit

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengatakan mengalami perdarahan pervagina

diluar siklus haidl, nyeri pada bagian abdomen, pembesaran

uterus lebih besar dari usia kehamilan

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit DM,

Jantung, Hipertensi, Gondok maupun penyakit keturunan

lainnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami

penyakit yang sama dengan klien.

d. Riwayat Kesehatan reproduksi:

Kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,

sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan

menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya

e. Riwayat Psiko Sosial

Biasanya timbul rasa kekhawatiran, depresi, ansietas, takut

dijauhi oleh keluarga dan teman serta pasangan.

11

Page 12: Pemba Has An

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Biasanya keadaan umum lemah, dan

kesadaran compos mentis

b. TTV:

- TD : hipotensi (<100/90mmHg)

- Nadi : Takikardi ( >100x/mnit)

- Suhu : Hipertermi (>37,5 C)

- RR : Normal (16-24x/mnt)

c. Pemeriksaan Head to Toe

1. Pemeriksaan kepala dan leher:

a. Kepala dan rambut

Kepala : Biasanya tidak ada kelainan,bentuk kepala

bulat, lonjong, atau oval. Kulit kepala, bersih/kotor dan

berbau/ketombe, tidak ada lesi maupun odema.

Rambut : Penyebaran rambut merata, bersih/kotor.

Wajah : Bentuk wajah simetris

b. Mata (penglihatan): Konjungtiva anemis, sclera normal

tidak nampak ikterik, pupil isokor, palpebra normal

tidak nampak adanya edema, lensa normal tidak

nampak adanya kekeruhan pada lensa.

c. Hidung (penciuman): Biasanya normal tidak ada

kelainan, tidak terlihat adanya sektum deviasi,

epistaksis.

d. Telinga (Pendengaran): Simetris antara kanan dan kiri,

lubang telinga bersih.

e. Mulut dan gigi: mulut bersih, membrane mukosa bibir

lembab, tidak ada stomatitis.

f. Leher: Tidak ada bendungan JVP, tidak ada

pembesaran tiroid, tidak terdapat pembesaran kelenjar

limfe, refleks faring (+).

12

Page 13: Pemba Has An

2. Pemeriksaan thoraks/dada:

- Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada retraksi otot

bantu nafas.

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fokal fremitus

simetris kanan dan kiri , tidak ada krepitasi, lesi

maupun jejas.

- Perkusi :

- Paru : bunyi paru normal (sonor)

- Jantung : Bunyi jantung normal (pekak).

- Auskultasi :

- Paru : bunyi paru normal (vesikuler)

- Jantung: BJI dan BJ II normal, BJ

tambahan tidak ada.

3. Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : perut membuncit

- Auskultasi : bising usus normal >12x/mnt,BJJ

tidak ada

- Palpasi : Adanya pembesaran uterus.

- Perkusi : bunyi hypertimpani

4. Pemeriksaan Pelvis: pada pemeriksaan dengan spekulum,

darah atau vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur

dapat terlihat di dalam vagina atau ostium uteri.

Pemeriksaan bimanual memastikan ukuran uterus.

Biasanya pasien mengalami pembesaran kistik teka-lutein

ovarium sampai 8cm atau lebih.

5. Pemeriksaan Genetalia: Vulva tampak kotor, terdapat

perdarahan pervagina.

6. Pemeriksaan ekstremitas: Kekuatan otot atas, bawah,

kanan dan kiri didapatkan hasil kekuatan otot <5, ROM

aktif, dan kapilari reffil 2 detik.

13

Page 14: Pemba Has An

d. Aktivitas Sehari-hari (ADL)

Nutrisi: nutrisi terganggu karena pasien biasanya terjadi

mual, muntah

Eliminasi: terganggunya proses eliminasi alvi dan

penurunan haluaran urin

Aktifitas: terjadi keterbatasan aktivitas karena lemah, letih

Istirahat: pola istirahat tidur terganggu, klien biasanya susah

tidur

Personal Hygiene: klien tidak dapat melakukan personal

hygiene secara mandiri

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan

jaringan intrauteri

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

2.3 Intervensi keperawatan

NoNo

DxTujuan dan KH Intervensi rasional

1 Dx I Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24

jam defisit volume cairan

teratasi dengan kriteria

hasil:

Mempertahankan urine

output sesuai dengan

usia dan BB, BJ urine

normal,

TTV dalam batas

normal

Tidak ada tanda tanda

dehidrasi, Elastisitas

turgor kulit baik,

membran mukosa

a. Kaji kondisi status hemodinamika

b. Ukur pengeluaran harian

c. Catat haluaran dan pemasukan

d. Observasi Nadi dan Tensi

e. Nilai hasil lab. HB

a. Pengeluaran cairan pervaginal

sebagai akibat abortus

memiliki karekteristik

bervariasi

b. Jumlah cairan ditentukan dari

jumlah kebutuhan harian

ditambah dengan jumlah

cairan yang hilang pervaginal

c. Mengetahuai penurunanan

sirkulasi terhadap destruksi

sel darah merah.

d. Mengetahui tanda hipovolume

(perdarahan).

e. Mengetahui tanda hipovolume

14

Page 15: Pemba Has An

lembab, tidak ada rasa

haus yang berlebihan

Hb dalam batas normal

Intake oral dan

intravena adekuat

f. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi

(perdarahan).

f. Mempertahankan

keseimbangan cairan dan

elektrolit dan tranfusi

mungkin diperlukan pada

kondisi perdarahan masif

2 Dx II

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24

jam Pasien tidak

mengalami nyeri, dengan

kriteria hasil:

Klien mampu

mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri)

Klien melaporkan bahwa

nyeri berkurang

Skala nyeri berkurang 0-

3

Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

TTV rentang normal (TD

110/70-120/80 mmHg, N

60-100x/mnt, RR 16-

20x/mnt, S 36,5-37,5 oC)

Tidak mengalami

gangguan tidur

a. Observasi TTV Klien

b. Kaji kondisi nyeri yang

dialami klien

c. Terangkan nyeri yang

diderita klien dan

penyebabnya

d. Lakukan pendidikan

kesehatan teknik distraksi

e. Kolaborasi pemberian

analgetika

a. Untuk menentukan prosedur

tindakan selanjutnya.

b. Pengukuran nilai ambang

nyeri dapat dilakukan dengan

skala maupun deskripsi dan

untuk mengetahui ambang

nyeri yang dirasakan.

c. Meningkatkan   koping  

klien   dalam   melakukan  

guidance mengatasi nyeri

d. Adaptasi terhadap nyeri

merupakan teknik yang

dapat menurunkan nyeri

disamping kecemasan

e. Mengurangi onset terjadinya

nyeri dapat dilakukan dengan

pemberian analgetika oral

maupun sistemik dalam

spectrum luas/spesifik

3 Dx III

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24

jam, pasien bertoleransi

terhadap aktivitas dengan

Kriteria Hasil :

Klien berpartisipasi

dalam aktivitas fisik

Klien mampu

melakukan aktivitas

a. Kaji tingkat kemampuan

klien untuk beraktivitas

b. Kaji pengaruh aktivitas

terhadap kondisi

uterus/kandung

c. Bantu klien untuk

a. Mungkin klien tidak

mengalami perubahan berarti,

tetapi perdarahan masif perlu

diwaspadai untuk mencegah

kondisi klien lebih buruk

b. Aktivitas merangsang

peningkatan vaskularisasi dan

pulsasi organ reproduksi

c. Mengoptimalkan kondisi

15

Page 16: Pemba Has An

sehari hari (ADL)

secara mandiri

Keseimbangan

aktivitas dan istirahat

Kekuatan otot

kembali normal

5 5

5 5

melakukan tindakan sesuai

dengan

kemampuan/kondisi klien

d. Evaluasi perkembangan

kemampuan klien

melakukan aktivitas

klien, pada Mola Hidatidosa,

istirahat mutlak sangat

diperlukan

d. Menilai kondisi umum klien

16

Page 17: Pemba Has An

BAB IV

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

1) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri

stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin

biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan

edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan

adalah sebagai segugus buah anggur.

2) Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi:

Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.

Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau

bagian janin.

3) Penyebab Mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun

faktor penyebabnya adalah:

Faktor ovum:novum memang sudah patologik sehingga mati,

tetapi terlambat dikeluarkan.

Imunoselektif dari tropoblast.

Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.

Paritas tinggie, kekurangan protein.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

1.2. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini masih

banyak kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar

dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan

kami juga berharap, setelah membaca makalah ini kita menjadi lebih

mengetahui bagaimana atau tindakan apa saja yang harus kita berikan

17

Page 18: Pemba Has An

kepada klien dengan penyakit mola hidatidosa, agar kembali pada keadaan

semula dan kebutuhan dasar manusianya pun bisa tepenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Geri Morgan. 2009. Obstetri dan Ginekologi: Panduan Praktek, Edisi 2. Jakarta:

EGC

Sarwono Prawirohardjo. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Mansjoer, Arif, dkk.( 2005). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media

Aesculapius

Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

18