194
PEMBACAAN AL-FĀTIAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA, KEC. KUMAI, KAB. KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Nunuk Rima Aini NIM 11140340000001 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H

PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI

HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA, KEC. KUMAI, KAB.

KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nunuk Rima Aini

NIM 11140340000001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 2: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

ii

PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI

HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA, KEC. KUMAI, KAB.

KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nunuk Rima Aini

NIM 11140340000001

Pembimbing

Dasrizal, MIS

19850724 201503 1 003

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 3: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

iii

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT

DALAM TRADISI MANDI HAMIL TUJUH BULAN DI DESA

KERAYA, KEC. KUMAI, KAB. KOTAWARINGIN BARAT,

KALIMANTAN TENGAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada

Program Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir.

Sidang Munaqasyah

Jakarta, 29 Juli 2020

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH

dcNIP. 19710217199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Moh. Anwar Syarifuddin, MA Dr. M. Suryadinata, M.Ag

NIP. 19720518 199803 1 003 NIP. 19600908 198903 1 005

Pembimbing,

Dasrizal, MIS

NIP. 19850724 201503 1 003

Page 4: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

iv

Page 5: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

v

ABSTRAK

Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat dalam Tradisi Mandi Hamil Tujuh

Bulan di Desa Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin

Barat, Kalimantan Tengah

Skripsi ini membahas tentang pembacaan surah-surah tertentu dalam

al-Qur’an, yakni surah al-Fātiḥah, surah al-’Ikhlāṣ, surah al-Falaq, dan

surah al-Nās dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya,

Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “al-Fātiḥah Ampat”

oleh masyarakat Keraya. Jika dilihat dari segi makna teks surah-surah

tersebut, tidak ada satu pun ayat yang berhubungan langsung dengan

kehamilan. Akan tetapi, masyarakat Keraya merasa harus membacakan

surah-surah yang terkumpul dalam al-Fātiḥah Ampat tersebut pada tradisi

mandi hamil tujuh bulan yang biasa mereka lakukan. Fenomena tersebut

menunjukkan adanya living Qur’an atau “al-Qur’an yang hidup” di

masyarakat.

Penelitian ini berbicara tentang dua masalah. Pertama, bagaimana

praktik pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi mandi hamil tujuh

bulan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Keraya? Bagaimana

pemahaman masyarakat Desa Keraya terhadap pembacaan al-Fātiḥah

Ampat dalam tradisi tersebut? Penelitian ini merupakan penelitian empirik,

field research, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan metode

deskriptif untuk menganalisis data. Metode pengumpulan data yang

penulis gunakan adalah observasi, wawancara, dan penelitian dokumen

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, al-Fātiḥah Ampat

dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan dibacakan pada awal acara secara

bersama-sama dengan dipandu oleh pemimpin bacaan, kemudian diikuti

oleh para masyarakat yang hadir terutama bapak-bapak. Kedua,

pembacaan al-Fātiḥah Ampat tersebut bertujuan untuk memohon

keselamatan dan perlindungan bagi ibu dan anak yang dikandung,

menjaga tradisi dan warisan orang terdahulu, bentuk pujian kepada Allah,

serta sebagai pengawal do’a. Ketiga, pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam

tradisi tersebut tidak lepas dari pengetahuan masyarakat Keraya atas

keutamaan-keutamaan serta makna umum yang terkandung di dalamnya,

sehingga al-Fātiḥah Ampat dibacakan dalam tradisi tersebut.

Kata kunci: Living Qur’an, al-Fātiḥah Ampat, tradisi mandi hamil

tujuh bulan

Page 6: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

vi

KATA PENGANTAR

Ungkapan syukur tiada henti penulis panjatkan kepada Allah SWT.

dengan mengucap “al-ḥamdu lillāhi Rabbi al-‘ālamīn” atas segala Kuasa

yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penelitian ini. Tanpa ridho-Nya, penulis tidak akan mampu

mengayuhkan semangat untuk sampai pada tujuan akhir dari penelitian ini.

Shalawat dan salam yang tak pernah luput teruntuk baginda seluruh

alam, yakni Rasulullah Saw., beserta keluarga dan para sahabatnya.

Sesungguhnya beliau dan merekalah yang sangat berjasa dalam

menyampaikan pesa-pesan Allah SWT., hingga akhirnya pesan itu sampai

kepada kita semua, umat akhir zaman.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa banyak

pihak yang terlibat, baik sosok kerabat, dan orang-orang spesial dari

berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak

membantu penulis, hingga penelitian ini selesai. Maka pada kesempatan

ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya, kepada:

1. Kepada Yth. Segenap civitas Akademia UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta; Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, Lc., MA., selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA., selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir dan bapak Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekretaris

Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas

Ushuluddin.

Page 7: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

vii

4. Bapak Dr. Abdul Muqsith Ghozali, MA., selaku dosen Penasehat

Akademik yang senantiasa memberikan arahan kepada penulis.

5. Bapak Dasrizal, MIS., selaku dosen pembimbing skripsi penulis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesabaran beliau dalam

meluangkan waktunya dan membimbing penulis hingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Dosen Jurusan Ilmu

Al-Qur’an dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan

dan memberikan berbagai wawasan, ilmu serta pegalaman kepada

penulis selama studi di kampus tercinta ini.

7. Teruntuk kedua orang tuaku yang terkasih dan tersayang. Terima kasih

yang tak terhingga kepada Ayahanda Abdul Mu’in dan Ibunda Nor

Aidin yang tidak pernah lelah memberikan semangat kepada penulis.

Tanpa do’a dan dukungan penuh dari keduanya, penulis tidak akan

mampu sampai pada titik ini dan menyelesaikan penelitian ini.

Teruntuk Aba’ku tersayang, Deby Irawan, S.Pd,I., M.Pd., terima kasih

sudah berkenan menjadi teman diskusi, mendengarkan keluh kesah

penulis, serta memberikan solusi atas masalah-masalah yang penulis

hadapi selama penelitian ini berlangsung. Teruntuk Tetehku tersayang,

Lestiyani Sunarto, S.Pd., M.Pd., terima kasih untuk semangat yang tak

pernah putus, yang telah diberikan kepada penulis. Semoga penulis

bisa mengikuti jejak pendidikan Teteh dan Aba’. Untuk Adingku

tersayang, Nurma Elma Lia Aini, terima kasih untuk do’a dan

semangat yang telah diberikan, semoga Dede di ujian akhir nanti

menjadi siswa lulusan terbaik. Untuk Acil Imay dan Dede Aisyah,

terimaksih atas waktu dan kesabaran yang telah diberikan selama

menemani penulis berpanas-panasan dan kesana kemari melaksanakan

Page 8: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

viii

proses wawancara dengan informan-informan yang ada di Desa

Keraya.

8. Semua informan, perangkat desa, dan semua masyarakat Desa Keraya,

Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan

Tengah yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan

meluangkan banyak waktu untuk memberikan banyak informasi

kepada penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat tercinta seperantauan, Trisdayanti, dan Tina

Hidayatullastri, S.Pd., terima kasih untuk waktu, cinta, motivasi, dan

do’anya untuk penulis, terima kasih sudah mau menampung dan

menghibur segala keluh kesah penulis selama penelitian ini

berlangsung. Kepada sahabat dan teman-teman seperjuangan ilmu al-

Qur’an dan tafsir, terkhusus kepada Makhliyatul Haq, S.Ag., Izzah

Umniyyati, Isnaeni Raedah, Siti Ja’ronah, Muhlis Syaroh, Cucu

Nurhayati, Nur Faidah Mahmudah, Zulfa Nur lathifa, dan Rizka

Safrina Putri. Terima kasih untuk kesediaannya membantu penulis,

menjadi teman diskusi, dan juga mendengarkan keluh kesah penulis

selama proses penulisan skripsi ini berlangsung. Kepada sahabat

seperjuangan MA Al-Falah Bandung, terkhusus Siti Unsiatun

Na’imah, Deva Zam-zamiyatul Musyarofah, Maria Ulfah, dan Astriva

Deyane Putri. Terima kasih atas silaturahmi yang masih terjalin dan

sudah berkenan untuk menjadi teman diskusi selama penulisan skripsi

ini berlangung.

10. Kepada sahabat-sahabat Himpunan Qari dan Qari’ah Mahasiswa

(HIQMA), terkhusus kepada Isna Wirahmadayanti, Amelia

Khairunnisa, Rifa Atul Mahmuda, Fachruroji, Fatma Hidayah, Siti

Mudrikah, dan Zahro Nur Amalia. Terima kasih untuk dukungan,

semangat, dan cinta yang telah diberikan kepada penulis selama

Page 9: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

ix

perjalanan penulis di HIQMA dan selama proses penulisan skripsi ini

berlangsung. Tetap semangat menebarkan nilai-nilai al-Qur’an.

11. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada guru sekaligus kakak, Mastia Lestaluhu, S.Sy, M.Ag., yang

telah memberikan tantangan agar mampu melakukan penelitian

terhadap suatu hal yang belum pernah penulis lakukan dan kuasai.

Tantangan yang kakak berikan menjadi motivasi tersendiri bagi

penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Terakhir semoga

penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi khazanah keilmuan bagi

yang membacanya.

Tangerang, 14 Februari 2020

Nunuk Rima Aini

Page 10: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

x

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987,

Tanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan Tunggal

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Keterangan

alif tidak dilambangkan ا

ba’ b be ب

ta’ t te ت

sa’ ṡ es (dengan titik di atas) ث

jim j je ج

ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah) ح

kha’ kh ka dan ha خ

dal d de د

zal ż zet (dengan titik di atas) ذ

ra’ r er ر

zai z zet ز

sin s es س

syin sy es dan ye ش

sad ṣ es (dengan titik di bawah) ص

dad ḍ de (dengan titik di bawah) ض

ta’ ṭ te (dengan titik di bawah) ط

Page 11: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xi

za’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ

ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع

gain gh ge dan ha غ

fa f ef ف

qaf q qi ق

kaf k ka ك

lam l el ل

mim m em م

nun n en ن

wawu w we و

ha’ h ha ه

hamzah ’ apostrof ء

ya y ye ي

Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap

ditulis muta‘aqqidin متعقدين

ditulis ‘iddah عدة

B. Ta’ Marbutah

1. Bila dimatikan ditulis h

ditulis hibbah هبة

ditulis jizyah جزية

Page 12: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xii

(Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang

sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan

sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu

terpisah, maka ditulis dengan h.

ditulis كرامة الأولياءkarāmah al-

auliyā

2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan

ḍammah, ditulis t

ditulis zakātul fitri زكاة الفطر

C. Vokal Pendek

Kasrah ditulis i

_____ Fathah ditulis a

ḍammah ditulis u ___ۥ__

D. Vokal Panjang

fathah + alif ditulis ā

ditulis jāhiliyah جا هلية

fathah + ya’ mati ditulis ā

ditulis yas` ā يسعى

kasrah + ya’ mati ditulis ī

ditulis karīm كريم

ḍammah + wawu mati ditulis ū

E. Vokal Rangkap

fathah + ya’ mati ditulis Ai

Page 13: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xiii

ditulis bainakum بينكم

fathah + wawu mati ditulis au

ditulis qaulun قول

F. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan

dengan Apostrof

ditulis a’antum أأنتم

ditulis u‘iddat أعد ت

ditulis la’in syakartum لئن شكرتم

G. Kata Sandang Alif + Lam

a. Bila diikuti huruf Qamariyyah

ditulis al-Qur’ān القرأن

ditulis al-qiyās القياس

b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf

Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-

nya

’ditulis as-samā السماء

ditulis asy-syams الشمس

H. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya

ditulis żawī al-furūd ذوي الفوض

Page 14: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xiv

ditulis ahl as-sunnah أهل السنة

Page 15: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................. iii

SURAT PERNYATAAN .................................................................. iv

ABSTRAK ......................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................... x

DAFTAR ISI ..................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ............................................................................. xviii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ......................................................... 6

F. Metodologi Penelitian ................................................................ 14

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 17

BAB II TINJAUAN UMUM PEMBACAAN AL-QUR’AN DALAM

MASA KEHAMILAN ...................................................................... 21

A. Fungsi Al-Qur’an sebagai Dzikir dan Do’a Keselamatan ............ 21

B. Surah-surah Tertentu yang Dibaca pada Masa kehamilan ........... 25

C. Bacaan yang Menyertai Upacara Mandi Tujuh Bulan

Kehaliman .................................................................................. 55

BAB III GAMBARAN UMUM DESA KERAYA ........................... 61

Page 16: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xvi

A. Sejarah Desa Keraya .................................................................. 61

B. Letak Geografis Desa Keraya..................................................... 62

C. Demografi Desa Keraya ............................................................. 63

1. Keadaan Demografis ........................................................... 63

2. Kondisi Pendidikan Masyarakat ........................................... 64

3. Struktur Pemerintahan dan Kelembagaan ............................. 66

4. Sarana dan Prasarana............................................................ 69

5. Sosial Budaya Masyarakat ................................................... 69

6. Ekonomi Masyarakat ........................................................... 75

7. Agama Masyarakat .............................................................. 76

BAB IV PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI

MANDI HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA ................ 81

A. Tradisi Mandi Hamil Tujuh Bulan di Desa Keraya ..................... 81

1. Sejarah Mandi Hamil Tujuh Bulan ....................................... 81

2. Tata Cara Pelakasanaan Mandi Hamil Tujuh Bulan .............. 83

3. Perlengkapan Mandi Hamil Tujuh Bulan .............................. 96

4. Motivasi Pelaksanaan Mandi Hamil Tujuh Bulan ................. 103

B. Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat dalam Tradisi Mandi Hamil Tujuh

Bulan di Desa Keraya ................................................................ 104

1. Prosesi Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat .................................. 105

2. Motivasi Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat ............................... 106

3. Manfaat Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat ................................ 109

C. Pemahaman Masyarakat Desa Keraya terhadap Pembacaan Al-

Fātiḥah Ampat dalam Tradisi Mandi Hamil Tujuh Bulan ........... 111

1. Surah Al-Fātiḥah .................................................................. 111

2. Surah Al-’Ikhlāṣ ................................................................... 114

3. Surah Al-Falaq dan Surah Al-Nās (Al-Mu‘awwiżatain) ........ 115

BAB V PENUTUP ............................................................................ 119

Page 17: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xvii

A. Kesimpulan ................................................................................ 119

B. Saran .......................................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 123

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................ 129

Page 18: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 63

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan RT ....................................... 64

Tabel 3.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat .......................................... 65

Tabel 3.4 Lembaga Pendidikan Desa Keraya ...................................... 66

Tabel 3.5 Sarana dan Prasarana Desa Keraya ....................................... 69

Tabel 3.6 Pekerjaan Masyarakat Desa Keraya ...................................... 75

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lembar Rangkaian Do’a Barzanji ..................................... 88

Gambar 4.2 Sampul dan Daftar Isi Majmū’ah Maulūd

Syaraf al-Anām ............................................................................. 89

Gambar 4.3 Lembar Do’a Halarat dan Do’a Arwah Rasul ................... 95

Gambar 4.4 Tujuh Orang Anak Membawa Gelas Berisi Beras

dan Lilin ....................................................................................... 100

Gambar 4.5 Empat Puluh Macam Kue-kuean dalam Talam Besar ........ 102

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian ......................................................... 129

Lampiran 2: Panduan Wawancara ........................................................ 130

Lampiran 3: Daftar Informan ............................................................... 135

Lampiran 4: Dokumentasi ................................................................... 138

Lampiran 5: Transkip Wawancara ....................................................... 141

Page 19: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi landasan dan

pedoman umat Islam dalam menjalani kehidupan. Pada umumnya,

umat Islam telah melakukan praktik penerimaan terhadap al-Qur’an

dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk membaca, memahami

dan mengamalkan, bahkan dalam bentuk penerimaan sosio-kultural.

Mereka meyakini bahwa interaksi yang maksimal dengan al-Qur’an

akan memberikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.1

Fenomena interaksi terhadap al-Qur’an oleh masyarakat muslim

dalam ruang sosial sangat dinamis dan variatif. Hal ini dipengaruhi

oleh cara berfikir, kognisi sosial, dan lingkungan kehidupan mereka.

Berbagai bentuk praktik penerimaan oleh masyarakat dalam

berinteraksi dengan al-Qur’an itulah yang disebut dengan living

Qur’an (al-Qur’an yang hidup) di tengah kehidupan masyarakat

Muslim.2

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya Islam,

dikenal memiliki beragam tradisi dan ritual yang berkembang.

Sebelum Islam datang, masyarakat Indonesia telah terlebih dahulu

memiliki beragam kebudayaan lokal dan kepercayaan.3 Sehingga,

ketika Islam datang, Indonesia menjadi negara yang semakin

1Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press

Yogyakarta, 2015), 103.

2Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, 104.

3Siti Mas’ulah, “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam Ritual Mitoni / Tujuh

Bulanan (Kajian Living Qur’an di Padukuhan Sembego, Kec. Depok, Kab. Sleman)”

(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), 2.

Page 20: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

2

puralistik.4 Sejak saat itulah, Islam dituntut untuk beradaptasi dengan

budaya lokal yang telah lebih dulu ada di Indonesia, dengan cara

penyebaran yang damai.5 Percampuran nilai-nilai Islam ke dalam

budaya lokal menciptakan lahirnya budaya baru yang mengandung

unsur keislaman namun tidak menghilangkan corak budaya itu

sendiri.6

Secara umum, aktivitas masyarakat muslim yang sudah lazim

dilakukan adalah membaca al-Qur’an. Hal tersebut merupakan bentuk

penerimaan teradap hadirnya al-Qur’an dalam kehidupan mereka.

Praktik pembacaan al-Qur’an tidak hanya dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari, bahkan dimasukkan ke dalam tradisi budaya lokal mereka.

Salah satu bukti dari interaksi antara budaya lokal dengan Islam ada

pada tradisi upacara mandi hamil tujuh bulan atau mitoni. Tradisi

tersebut merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan

yang dilakukan ketika kehamilan seorang ibu sudah mencapai usia

tujuh bulan atau lebih, dengan tujuan agar ibu dan anak diberikan

keselamatan dan perlindungan. Tradisi ini biasa dilakukan oleh

sebagian orang Jawa, Sunda, Minang, Dayak dan lain sebagainya.7 Di

daerah Jawa, keberadaan tradisi tersebut sudah ada pada zaman

kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Prabu Jayabaya.8 Sedangkan di

4Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia,

2001), 39

5Azhar Arsyad, Islam Masuk dan Berkembang di Nusantara Secara Damai. Dalam

menjadi Indonesia. 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, cet. I (Jakarta Selatan:

Mizan, 2006), 78.

6Muhammad Fauzan Nasir, “Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Al-Qur’an Dalam Tradisi

Mitoni” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negri Surakarta, 2016), 4.

7Hasbi Ashidiqi, “Hukum Islam Acara Tujuh Bulanan, 2017,” Diakses, 23 Oktober,

2019,

https://www.kompasiana.com/hasbi_asshidiqi/58e17cbedb22bd29131b45fb/hukum-islam-acara-7-bulanan

8Iswah Adriana. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban (Perpaduan Antara Tradisi Jawa dan

Ritualitas Masyarakat Muslim)” Jurnal Karsa, vol.19, no.2, (2011): 242.

Page 21: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

3

daerah Kalimantan, keberadaan tradisi tersebut memungkinkan sudah

ada sebelum Islam masuk ke Indonesia.9

Pada rangkaian pelaksanaan tradisi mandi hamil tujuh bulan

ditemukan beberapa nilai-nilai Islam seperti pembacaan surah-surah

pilihan dari al-Qur’an yaitu surah Yāsīn, Maryam, Yūsuf, dan surah

pilihan lainnya.10

Sebagian masyarakat di Indonesia masih melaksanakan tradisi ini,

akan tetapi dengan tata cara pelaksanaan yang berbeda dengan tradisi

Jawa.11 Misalnya, di daerah Kalimantan, khususnya Kalimantan

Tengah, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kecamatan Kumai.

Berdasarkan riset pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, tradisi

memandikan orang hamil ketika berusia tujuh bulan di daerah tersebut

dikenal dengan sebutan Bamandi-mandi tujuh bulanan, atau mandi-

mandi beranak.12 Tradisi ini merupakan salah satu dari tradisi

masyarakat Banjar yang memiliki perbedaan dalam hal pelaksanaan

dengan tradisi mitoni yang ada di daerah Jawa.

Salah satu desa di Kecamatan Kumai yang masih melaksanakan

tradisi bamandi-mandi tujuh bulanan adalah Desa Keraya.

Berdasarkan riset pendahuluan yang penulis lakukan, dalam

pelaksanaan tradisi tersebut terdapat pembacaan ayat-ayat al-Qur’an,

yakni surah al-Fātiḥah, al-’Ikhlāṣ, al-Falaq, al-Nās, bahkan terkadang

ditambahkan dengan surah al-Baqarah ayat 1-5, diikuti al-Baqarah

ayat 255 (ayat Kursi) serta pembacaan barzanji. Susunan surah al-

9Ahmad Rafiq. “The Reception of the Qur’an in Indonesia: A Case Study of the Place

of the Qur’an in a Non-Arabic Speaking Community.” (Disertasi S3., Universitas Temple

Amerika Serikat, 2014), 73.

10Siti Mas’ulah, “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan,” 143-144.

11Hasbi Ashidiqi, “Hukum Islam Acara Tujuh Bulanan, 2017,” Diakses, 23 Oktober,

2019.

12Ahmad Rafiq. “The Reception of the Qur’an in Indonesia,” 72.

Page 22: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

4

Fātiḥah, al-’Ikhlāṣ, al-Falaq, dan al-Nās ini biasa disebut dengan “al-

Fātiḥah Ampat” oleh masyarakat desa setempat.

Masyarakat Keraya merasa harus membacakan surah-surah yang

terkumpul dalam al-Fātiḥah Ampat tersebut pada tradisi mandi hamil

tujuh bulan, meskipun makna dari surah-surah ini tidak berhubungan

langsung dengan kehamilan. Fenomena ini menunjukkan adanya living

Qur’an atau “Al-Qur’an yang hidup” di masyarakat. Dengan kata lain,

al-Qur’an difungsikan dalam kehidupan praksis di luar kondisi

tekstualnya, yakni praktik pemaknaan al-Qur’an tidak berdasarkan

pada makna tekstualnya, melainkan mengacu pada keutamaan al-

Qur’an itu sendiri.13

Hal tersebut menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai bagaimana

pemahaman masyarakat Keraya terhadap pembacaan al-Qur’an yang

terkumpul dalam “al-Fātiḥah Ampat” pada tradisi mandi hamil tujuh

bulan tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat dalam

Tradisi Mandi Hamil Tujuh Bulan di Desa Keraya, Kecamatan

Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa masalah

yang dapat diidentifikasi atau dikaji lebih lanjut dalam penelitian

skripsi dengan judul “Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat dalam Tradisi

Mandi Hamil Tujuh Bulan di Desa Keraya, Kecamatan Kumai,

Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Beberapa

permasalahannya meliputi:

13M. Mansur, “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Al-Qur’an,” Dalam

Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, ed. Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta:

Teras, 2007), 5.

Page 23: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

5

1. Interaksi masyarakat Keraya dengan al-Qur’an. Hal tersebut perlu

dikaji lebih dalam untuk mengetahui bagaimana al-Qur’an menjadi

bagian kehidupan sehari-hari masyarakat setempat dari buaian

hingga liang lahat.

2. Praktik pembacaan al-Fātiḥah Ampat yang biasa dilakukan di

dalam tradisi tersebut.

3. Pemahaman masyarakat terhadap makna ayat al-Qur’an yang

dibacakan dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan, hal ini perlu

dikaji guna mengetahui lebih dalam hubungan antara pembacaan

al-Fātiḥah Ampat dengan tujuan dari dilaksanakannya tradisi

tersebut, agar dapat diketahui pula bahwa pembacaan al-Fātiḥah

Ampat dalam tradisi ini tidak hanya sebagai formalitas semata.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis perlu

membatasi masalah dalam penulisan skripsi ini. Penelitian ini

hanya fokus pada:

a. Menganalisis praktik pembacaan al-Fātiḥah Ampat yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Keraya dalam tradisi mandi

hamil tujuh bulan.

b. Mengidentifikasi pemahaman masyarakat terhadap pembacaan

al-Fātiḥah Ampat yang dilaksanakan dalam tradisi tersebut.

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana praktik pembacaan al-Fātiḥah Ampat yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Keraya dalam tradisi mandi

hamil tujuh bulan?

b. Bagaimana pemahaman masyarakat Desa Keraya terhadap

pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi tersebut?

Page 24: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana praktik pembacaan al-Fātiḥah Ampat

dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan yang dilaksanakan oleh

masyarakat Desa Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

2. Mengetahui pemahaman masyarakat terhadap pembacaan al-

Fātiḥah Ampat yang dilakukan dalam tradisi tersebut.

3. Memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar S.Ag.

Sedangkan, manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran keislaman dalam

bidang ilmu al-Qur’an dan tafsir khususnya studi living Qur’an.

2. Menambah wawasan, pemikiran dan dorongan kepada penulis,

para akademisi, dan masyarakat luas tentang pentingnya upaya

menghidupkan al-Qur’an dengan cara membacakannya dalam

kehidupan sehari-hari, dan lain sebagainya.

3. Meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap al-Qur’an serta

mengapresiasinya dengan selalu melibatkan al-Qur’an dalam

segala urusannya.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Setelah penulis menelaah beberapa literatur, terdapat beberapa

penelitian yang terkait dengan penelitian yang penulis lakukan.

Berikut ini adalah penelitian yang berkaitan dengan pembacaan al-

Qur’an dalam suatu tradisi dan penelitian yang berkaitan dengan

tradisi mandi hamil tujuh bulan:

Pertama, skripsi karya Muḥammad Zainuddin, yang berjudul

“Upacara Mandi Hamil Tujuh Bulan di Desa Tabunganen Muara

Page 25: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

7

Kecamatan Tabunganen Kabupaten Barito Kuala”. Penelitian ini

mengangkat permasalahan tentang pelaksanaan mandi hamil tujuh

bulan di desa Tabunganen Muara, dan landasan masyarakat dalam

meyakini manfaat dilaksanakannya upacara. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut, dapat diketahui pelaksanaan mandi hamil tujuh

bulan terdiri dari tiga prosesi upacara, yaitu mandi-mandi, batumbang,

dan selamatan. Adapun landasan masyarakat dan manfaat

melaksanakan upacara tersebut adalah didominasi oleh pewarisan

budaya sebagian aturan adat di wilayahnya, dengan tujuan sebagai

bentuk do’a agar anak diberikan keberkahan dalam hidup dan agar ibu

yang mengandung diberikan keselamatan.14

Penelitian tersebut terdapat perbedaan fokus pembahasan dengan

penelitian yang akan penulis angkat dalam skripsi ini. Penelitian yang

dilakukan oleh Muḥammad Zainuddin hanya berfokus pada bagaimana

tradisi dilaksanakan serta manfaat dari pelaksanaan tradisi tersebut.

Sedangkan fokus penelitian ini sendiri selain membahas pelaksanaan

dan manfaat tradisi tersebut, juga pemahaman masyarakat terhadap

pembacaan al-Qur’an dalam tradisi tersebut. Selain itu, tempat

penelitian keduanya juga berbeda.

Kedua, penelitian karya Iwan Zuhri yang berjudul “Nilai-nilai

Pendidikan Islam dalam Tradisi Mitoni di Padukuhan Pati Kelurahan

Genjahan Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul”. Penelitian

ini mengangkat permasalahan tentang motivasi atau dasar

dilaksanakannya ritual mitoni, serta unsur pendidikan Islam yang ada

di dalamnya (ritual mandi tujuh bulan di daerah Jawa). Berdasarkan

hasil penelitiannya, diketahui bahwa dasar dilaksanakannya mitoni

14Muhammad Zainuddin, “Upacara Mandi Hamil Tujuh Bulan Di Desa Tabunganen

Muara Kecamatan Tabunganen Kabupaten Barito Kuala” (Skripsi S1., Institut Agama

Islam Negeri Antasari Banjarmasin, 2017), v.

Page 26: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

8

adalah tradisi budaya Jawa yang terkait dengan upacara selamatan

pada usia kandungan tujuh bulan, dan unsur pendidikan Islam yang

ada pada ritual mitoni tersebut adalah iman, ihsan, taqwa, ikhlas,

syukur, silaturahim dan shodaqoh.15

Pada penelitian yang penulis lakukan terdapat kesamaan dengan

penelitian karya Iwan Zuhri yaitu membahas mengenai mandi hamil

tujuh bulan, perbedaannya terletak pada pembacaan al-Qur’an dalam

tradisi tersebut, sedangkan penelitian karya Iwan Zuhri fokus pada

pendidikan Islam yang terkandung di dalam tradisi tersebut. Selain itu,

tempat penelitian keduanya dilakukan juga berbeda.

Ketiga, penelitian karya Muchibbah Sektioningsih yang berjudul

“Adopsi Ajaran Islam dalam Ritual Mitoni di Desa Ngagel Kecamatan

Dukuhseti Kabupaten Pati”. Penelitian ini membahas tentang ajaran

Islam yang terkandung dalam ritual mitoni di Desa Ngagel.

Berdasarkan hasil penelitiannya, diketahui bahwa ritual mitoni (ritual

mandi tujuh bulan di daerah Jawa) masih mengadopsi ajaran Islam,

seperti pembacaan do’a dengan menggunakan do’a dalam agama

Islam, shodaqoh, dan bersyukur.16

Ada perbedaan dalam penelitian karya Muchibbah Sektioningsih

dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu: lebih fokus

terhadap pembacaan al-Qur’an dalam tradisi tersebut, sedangkan

penelitian karya Muchibbah Sektioningsih fokus kepada membahas

mengenai ajaran Islam yang terkandung dalam tradisi tersebut. Selain

itu, tempat penelitian dilakukan juga berbeda.

15Iwan Zuhri, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Mitoni di Padukuhan Pati

Kalurahan Genjahan Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul” (Skripsi S1.,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), ix.

16Muchibbah Sektioningsih, “Adopsi Ajaran Islam Dalam Ritual Mitoni Di Desa

Ngagel Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri

Kalijaga Yogyakarta, 2009), vii.

Page 27: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

9

Keempat, penelitian karya Ujang Yana yang berjudul “Pembacaan

Tiga Surat Al-Qur’an dalam Tradisi Tujuh Bulanan (di Masyarakat

Selandaka, Sumpiuh, Banyuwangi)”. Penelitian ini membahas tentang

pembacaan tiga surah, yaitu Yūsuf, Maryam, dan Luqmān, serta

pemahaman masyarakat dalam tradisi tujuh bulanan di Selandaka.

Berdasarkan hasil penelitiannya, diketahui bahwa pembacaan tiga

surah tersebut dalam tradisi tujuh bulanan umumnya disepakati

terlebih dahulu sebelum prosesi tradisi tersebut dimulai. Biasanya

kesepakatan ditentukan oleh tuan rumah, namun juga bisa diserahkan

kepada pemimpin pembacaan surah al-Qur’an. Tradisi ini juga

dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. atas

karunia-Nya berupa kehamilan yang memasuki usia tujuh bulan, selain

itu menjadi bentuk permohonan do’a kepada Allah agar ibu yang

mengandung diberikan kesehatan dan keselamatan ketika

melahirkan.17

Pada penelitian ini terdapat kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan, yakni sama-sama membahas mengenai pembacaan al-

Qur’an dalam tradisi tujuh bulanan, hanya saja perbedaannya terletak

pada surah yang dibacakan, serta tempat penelitian.

Kelima, penelitian karya Siti Mas’ulah yang berjudul “Tradisi

Pembacaan Tujuh Surah Pilihan dalam Ritual Mitoni / Tujuh Bulanan

(Kajian Living Qur’an di Padukuhan Sembego, Kec. Depok, Kab.

Sleman)”. Penelitian ini membahas masalah tentang prosesi

pembacaan tujuh surah pilihan dalam ritual mitoni yang dilakukan oleh

masyarakat Sembego, dan makna sosiokultural tradisi pembacaan

tujuh surah pilihan dalam ritual mitoni yang dilakukan oleh

17Ujang Yana, “Pembacaan Tiga Surat Al-Qur’an dalam Tradisi Tujuh Bulanan (Di

Masyarakat Selandaka, Sumpiuh, Banyuwangi” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), xi.

Page 28: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

10

masyarakat Sembego. Berdasarkan hasil penelitannya, dapat diketahui

bahwa prosesi pembacaan tujuh surah pilihan diawali dengan

pembagian ragam surah pilihan pada para partisipan, kemudian

dilanjutkan dengan pembacaan surah al-Fātiḥah sebagai wasilah atau

hadoroh. Kemudian para partisipan mulai membaca surah pilihan yang

telah ditentukan. Adapun makna sosiokulturalnya dapat disimpulkan

bahwa praktik tersebut merupakan warisan turun menurun tanpa

melalui pembelajaran secara struktural.18

Pada penelitian ini terdapat kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan, yakni sama-sama membahas mengenai pembacaan al-

Qur’an dalam tradisi tujuh bulanan, hanya saja perbedaannya terletak

pada surah yang dibacakan, serta tempat penelitian.

Keenam, penelitian karya Bahriah yang berjudul “Pembacaan Surah

Yāsīn dalam Tradisi Batajak Tihang Rumah di Kecamatan Daha Utara

Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Studi Living al-Qur’an)”. Penelitian

ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yaitu bagaimana

praktik pembacaan surah Yāsīn dalam tradisi batajak tihang rumah di

Kecamatan Daha Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan, kemudian

bagaimana motivasi dan tujuan masyarakat melakukan pembacaan

surah Yāsīn dalam tradisi batajak tihang rumah di Kecamatan Daha

Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Berdasarkan hasil penelitiannya, pembacaan surah Yāsīn dalam

tradisi batajak tihang rumah di Kecamatan Daha Utara tidak memiliki

cara khusus. Surah Yāsīn dibaca seperti biasa ayat demi ayat dari awal

sampai akhir, hanya saja pada ayat ke-58 dibaca sebanyak tiga kali.

Adapun motivasi pelaksananannya adalah karena banyaknya

18Siti Mas’ulah, “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam Ritual Mitoni / Tujuh

Bulanan (Kajian Living Qur’an di Padukuhan Sembego, Kec. Depok, Kab. Sleman)”

(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), xv.

Page 29: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

11

keutamaan-keutamaan yang terkandung dalam surah Yāsīn, karena

surah Yāsīn merupakan jantungnya al-Qur’an, dan al-Qur’an

merupakan mukjizat Nabi Muḥammad yang masih dapat dirasakan

umat Islam di dunia hingga saat ini. Tujuan keagamaannya adalah agar

rumah yang dibangun mendapat keberkahan dan keselamatan dari

Allah khususunya untuk rumah tersebut. Adapun motivasi sosial dari

pelaksanaan ini adalah melestarikan tradisi para pendahulu. Tujuannya

adalah untuk menjalin silaturrahmi dengan masyarakat dan keluarga,

berbagi jamuan kepada sesama sebagai bentuk rasa syukur, serta

menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’an.19

Seperti penelitian kelima yang telah penulis paparkan, dalam

penelitian ini terdapat kemiripan dengan penelitian yang penulis

lakukan, yakni sama-sama membahas mengenai pembacaan al-Qur’an

dalam suatu tradisi, hanya saja perbedaannya terletak pada surah yang

dibacakan, tradisi yang akan diteliti, serta tempat penelitian.

Ketujuh, skripsi yang ditulis oleh Muḥammad Fauzan Nasir yang

berjudul “Pembacaan Tujuh Surah Pilihan Al-Qur’an dalam Tradisi

Mitoni (Kajian Living Al-Quran di Dusun Sumberjo, Desa Troso,

Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten)”. Penelitian ini

mengangkat dua masalah. Pertama, mengenai praktik pembacaan

tujuh surah pilihan al-Qur'an yang menjadi bagian integral dalam

tradisi mitoni di dusun Sumberjo. Kedua, mengenai fungsi dari

pembacaan tujuh surah pilihan al-Qur’an dalam tradisi mitoni di dusun

Sumberjo.

Berdasarkan hasil penelitiannya, dapat diketahui bahwa upacara

mitoni merupakan upacara selamatan kandungan yang berusia tujuh

19Bahriah, “Pembacaan Surah Yasin dalam Tradisi Batajak Tihang Rumah di

Kecamatan Daha Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Studi Living al-Qur’an)”

(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, 2018).

Page 30: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

12

bulan di dusu Sumberjo. Dalam pelaksanaannya dibacakan surah surah

pilihan dalam al-Qur’an. Ada tujuh surah yang dibacakan pada saat

upacara mitoni berlangsung, yakni surah Yūsuf, Maryam, Luqmān,

Sajadah, al-Wāqi’ah, al-Raḥmān, dan Muḥammad. Ada tiga fungsi

yang ditemukan dalam resepsi pembacaan tujuh surah pilihan pada

saat upacara mitoni, yaitu al-Qur’an dipandang sebagai kitab suci,

sebagai obat dan sebagai sarana perlindungan. Pembacaan tujuh surah

dalam tradisi mitoni merupakan praktek keberagamaan masyarakat

Sumberjo dalam meresepsi al-Qur’an sebagai bagian dalam kehidupan

mereka.20

Pada Penelitian yang telah penulis paparkan di atas, terdapat

kesamaan dengan penelitian yang penulis angkat, yakni sama-sama

membahas mengenai pembacaan al-Qur’an dalam tradisi tujuh

bulanan, hanya saja perbedaannya terletak pada surah yang dibacakan,

dan tempat penelitian berlangsung.

Kedelapan, artikel jurnal yang ditulis oleh Iswah Adriana berjudul

“Neloni, Mitoni atau Tingkeban: Perpaduan antara Tradisi Jawa dan

Ritualitas Masyarakat Muslim”, yang diterbitkan oleh Jurnal Karsa,

vol. 19, no. 2 pada tahun 2011. Jurnal ini memberikan informasi

mengenai perpaduan antara tradisi Jawa, neloni, mitoni atau tingkeban

dengan ritualitas masyarakat muslim. Selaini itu, di dalamnya juga

dibahas mengenai status keberadaan dan hukum melaksanakan tradisi

tersebut dalam Islam.

Pada kesimpulan artikel jurnal ini, disebutkan bahwa istilah tradisi

tersebut tidak ditemukan dalam Islam, kecuali istilah walīmat al-haml.

20Muhammad Fauzan Nasir, “Pembacaan Tujuh Surah Pilihan Al-Qur’an Dalam

Tradisi Mitoni (Kajian Living Al-Quran di Dusun Sumberjo, Desa Troso, Kecamatan

Karanganom, Kabupaten Klaten)” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Surakarta,

2016), xvi.

Page 31: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

13

Tradisi tersebut masih dibenarkan dalam Islam selama masih berdasar

pada nilai-nilai agama Islam, seperti pembacaan al-Qur’an, pembacaan

do’a dan sebagainya. Namun, apabila tradisi itu dilaksanakan tanpa

menyandarkannya pada nilai-nilai Islam, atau terjadi benturan terhadap

aturan syari’at dalam pelaksanaannya, maka jelas hal itu tidak

dibenarkan dalam Islam. Pada saat ini, sebagian masyarakat

muslimmengemas tradisi itu dengan bentuk lama, namun tampilan

baru, yaitu memadukan tradisi Jawa dengan konsepsi Islam tentang

kehamilan, sehingga tradisi tersebut tidka lagi kental dengan tradisi

kejawen-nya, akan tetapi sudah terwarnai dengan nilai-nilai Islam.21

Terdapat kesamaan antara penelitian yang akan penulis lakukan

dengan penelitian di atas, yaitu membahas tentang nilai-nilai Islam

yang menjadi bagian dari tradisi tersebut. Sedangkan, perbedaannya

terletak pada tempat wilayah penelitian, karena penulis tidak meneliti

tradisi tersebut di daerah Jawa, melainkan di daerah Kalimantan.

Selain itu, penulis lebih fokus pada pembahasan mengenai pemahaman

masyarakat daerah terkait terhadap surah-surah yang dibacakan dalam

tradisi tersebut.

Kesembilan, artikel jurnal yang ditulis oleh Syahrur Rahman

berjudul “LIVING QUR’AN: Studi Kasus Pembacaan al-Ma’tsurat di

Pesantren Khalid Bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu”, yang

diterbitkan oleh Jurnal Syahadah Vol. IV No. 2. Pada tahun 2016.

Jurnal ini merupakan sebuah laporan penelitian lapangan tentang al-

Quran yang ‘hidup’ di Pesantren Khalid Bin Walid. Khususnya ayat

al-Quran yang termuat dalam al-Ma’tsurat yang dibacakan secara rutin

oleh santri setiap pagi dan sore. Penelitian ini tidak mengkaji ayat al-

21Iswah Adriana. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban (Perpaduan Antara Tradisi Jawa

dan Ritualitas Masyarakat Muslim)” Jurnal Karsa, vol.19, no.2, (2011): 246-247.

Page 32: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

14

Quran sebagai teks yang harus difahami dengan menggunakan

beberapa disiplin keilmuan, akan tetapi penelitian ini menggunakan

pendekatan metode living Qur’an. Pendekatan ini dikhususkan untuk

mengkaji bentuk interaksi umat muslimterhadap al-Quran pada aspek

penerapan teks al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.22

Artikel jurnal tersebut memiliki kesamaan pembahasanan dengan

penelitian yang penulis angkat, yaitu terletak pada pembacaan al-

Qur’an yang menggunakan pendekatan metode living Qur’an dalam

penelitiannya. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek dan

tempat penelitian.

Berdasarkan semua penelitian yang telah penulis paparkan di atas,

dapat diketahui bahwa belum ada yang membahas atau meneliti

mengenai pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi mandi hamil

tujuh bulan di Desa Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan merupakan salah satu bentuk dari

penelitian living Qur’an. Living Qur’an adalah salah satu studi al-

Qur’an yang mengkaji tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan

kehadiran al-Qur’an atau keberadaan al-Qur’an dalam kehidupan

masyarakat muslim.23 Penelitian ini merupakan penelitian empirik,

field research, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan

metode deskriptif untuk menganalisis data. Proses pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan 3 metode, yaitu observasi,

interview (wawancara) serta penelitian dokumen. Adapun yang

22Syahrul Rahman, “LIVING QURAN: Studi Kasus Pembacaan al-Ma’tsurat di

Pesantren Khalid Bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu” Jurnal Syahadah,

vol.IV no.2, (Oktober 2016): 49.

23M. Mansur, Living Qur`an dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’an (Yogyakarta: Th

Press. 2007), 8.

Page 33: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

15

menjadi subjek penelitian ini adalah masyarakat Desa Keraya,

Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan

Tengah.

1. Jenis Penelitian

Seperti yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini merupakan

penelitian empirik, field research, dengan menggunakan

pendekatan kualitatif, dan metode deskriptif untuk menganalisis

data. Menurut Sulistyo Basuki penelitian kualitatif merupakan

penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya

mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti,

sehingga berkaitan dengan persepsi, ide, pendapat atau

kepercayaan, yang tidak dapat diukur dengan angka.24

Bahkan Moleong menegaskan, bahwa penelitian kualitatif

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subyek penelitian.25 Sedangkan metode deskriptif adalah suatu

metode penulisan yang bertujuan untuk menggambarkan secara

tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu

antara antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat,

selanjutnya data-data itu akan dianalisis.26 Dalam hal ini, berarti

data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan

bukan angka-angka. Data tersebut mungkin akan didapatkan dari

naskah transkip hasil wawancara, catatan lapangan, foto,

videotape, dokumen pribadi, catatan-catatan, dan dokumen resmi

lainnya.27

24Sulistyo Basuki, Metode Penelitian (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006), 78.

25Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2016), 7.

26Koentjaraningrat, Metode-metode Penulisan Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1989),

29.

27Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 11.

Page 34: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

16

2. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi

Pada pengumpulan data ini, penulis menggunakan teknik

observasi atau pengamatan bebas. Dalam pengamatan bebas,

peneliti berfungsi semata-mata sebagai pengamat guna

memperoleh informasi terkait dengan fenomena yang diteliti

dari berbagai data yang ada di luar pelaksanaan kegiatan.

b. Interview (wawancara)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang

diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang

diajukan.28

Pada proses wawancara ini peneliti menggunakan teknik

kombinasi antara purposive dan bergulir (bola salju).29 Teknik

purposive ini digunakan karena peneliti sendiri memiliki

informasi awal mengenai informan-informan yang dianggap

mengetahui seluk beluk fenomena yang terjadi. Akan tetapi

tidak dapat dipungkiri bahwa informan tersebut merujuk orang

lain sebagai informan lanjutan yang dianggap dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan

permasalahan-permasalahan yang diangkat. Oleh karena itu

teknik bergulir juga perlu digunakan. Penggunaan kedua teknik

tersebut diharapkan dapat memperoleh data yang lebih

kompherensif terkait dengan fenomena yang dikaji.

28Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 186.

29Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial

Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), 227.

Page 35: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

17

c. Penelitian dokumen

Teknik lain yang berkaitan dengan sumber data selain

observasi dan wawancara adalah penelitian dokumen.

Penelitian ini mencakup penelitian dokumen-dokumen dari

lembaga negara, seperti dokumen dari kantor kelurahan atau

desa, dan dokumen pribadi. Hal ini dilakukan untuk menambah

dan menguatkan informasi serta data-data yang diperoleh dari

kedua teknik pengumpulan data sebelumnya, yaitu observasi

dan wawancara.

3. Subjek penelitian dan Sumber Data

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa

Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat,

Kalimantan Tengah, khusususnya sesepuh desa, pemimpin bacaan

dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan, partisipan, serta pelaksana

tradisi tersebut. Pada penelitian ini, sumber data yang diambil

berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang

diperoleh dari hasil wawancara antara penulis dengan informan

tertentu mengenai pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi

mandi hamil tujuh bulan, serta hasil observasi penulis terhadap

tradisi tersebut. Sedangkan data sekunder merupakan sumber data

kedua atau tambahan, yakni berupa sumber tertulis. Dengan kata

lain, data yang diperoleh dalam bentuk dokumen-dokumen yang

telah ada yang dapat mendukung data primer. Misalnya: buku,

artikel jurnal, ensiklopedi, dan dokumen lain yang dapat

menunjang penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Pada penulisan kajian ini, penulis akan membagi dalam beberapa

bab pokok yang meliputi:

Page 36: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

18

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berfungsi untuk

memaparkan argumentasi mengenai pentingnya penelitian serta alur

penyelesaian penelitian. Bagian ini mencakup latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi penelitian,

dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tinjauan umum mengenai pembacaan al-Qur’an

pada masa kehamilan sebagai landasan teori yang digunakan untuk

menganalisis data yang didapatkan dalam penelitian ini. Hal ini

meliputi pembahasan mengenai fungsi al-Qur’an sebagai dzikir dan

do’a, surah-surah tertentu yang dibaca pada masa kehamilan, serta

bacaan yang menyertai upacara mandi tujuh bulan kehamilan.

Bab ketiga, berisi tentang gambaran umum wilayah penelitian,

yang teridiri dari sejarah wilayah penelitian, keadaan geografis

wilayah penelitian, dan demografi wilayah penelitian. Demogafi

wilayah penelitian ini meliputi keadaan demografis, kondisi

pendidikan masyarakat, struktur pemerintahan dan kelembagaan,

sarana dan prasarana, sosial budaya masyarakat, ekonomi masyarakat,

serta agama masyarakat.

Bab keempat merupakan hasil penelitian yakni penjabaran jawaban

dari rumusan masalah yang ada pada bab pertama. Bab ini diawali

dengan pembahasan mengenai tradisi mandi hamil tujuh bulan di Desa

Keraya, yang meliputi sejarah, tata cara pelaksanaan, perlengkapan,

dan motivasi pelaksanaan tradisi. Setelah itu, penulis akan menyajikan

pembahasan mengenai praktik pembacaan al-Fātiḥah Ampat, serta

pemahaman masyarakat Keraya terhadap pembacaan al-Fātiḥah

Ampat dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan di desa tersebut.

Page 37: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

19

Bab kelima adalah penutup. Pada bagian ini penulis akan

memberikan kesimpulan sebagai ringkasan dari semua pembahsan

serta saran dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Page 38: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

20

Page 39: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

21

BAB II

TINJAUAN UMUM PEMBACAAN AL-QUR’AN DALAM MASA

KEHAMILAN

A. Fungsi Al-Qur’an sebagai Dzikir dan Do’a Keselamatan

Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT. yang memiliki banyak

nama. Adapun nama-nama al-Qur’an yang umum dikenal, di antaranya

adalah al-Kitāb (tulisan yang ditulis) yang tertera dalam surah al-

Furqān ayat 1, al-Furqān (pembeda) yang tertera dalam surah al-

Syu‘arā’ ayat 192-193, al-Dzikr (pengingat) tertera dalam surah al-Hijr

ayat 9 dan al-Syifā’ (obat) yang tertera dalam surah al-Dukhān ayat 1-

3.1

Salah satu nama lain dari al-Qur’an yang telah disebutkan di atas

adalah al-Dzikr yang memiliki arti pengingat. Sebagaimana yang

tertera dalam firman Allah surah al-Hijr ayat 9:

فظون ٩إنا نحن ن زلنا ٱلذ كر وإنا لهۥ لح “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an

(Peringatan), dan sesungguhnya Kami benar-benar

memeliharanya”.2 (Q.S. Al-Hijr: 9)

Pengertian dzikir secara bahasa adalah mengingat, sedangkan

secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian

kepada Allah. Secara etimologi dzikir berasal dari akar kata dzakara

,yang berarti menyebut, mensucikan, menggabungkan, menjaga (ذكر)

mengerti, mempelajari, memberi dan nasihat. Oleh karena itu, dzikir

juga dapat diartikan mensucikan dan mengagungkan, juga dapat

1Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firma Tuhan (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2014), 26-27.

2Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, (Bandung: Sygma, 2014),

263.

Page 40: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

22

diartikan menyebut dan mengucapkan nama Allah SWT. atau menjaga

dalam ingatan (mengingat).3

Quraish Shihab menjelaskan makna dzikir dalam tafsir surah al-

Baqarah ayat 152 dengan pengertian amat luas, yakni menyebut atau

mengingat Allah baik dengan lisan, hati, pikiran, dan anggota badan.

Pengertian tersebut juga diungkapkan oleh an-Nawawi dalam kitab Al-

Adzkar bahwa dzikir itu tidak hanya sebatas membaca tasbih, tahmid,

tahlil, takbir, asma’ul husna, dan lain sebagainya. Akan tetapi, semua

aktivitas amal perbuatan ketaatan pada dasarnya juga disebut dengan

dzikir kepada Allah SWT.4

Para ulama bidang olah jiwa mengingatkan bahwa dzikir kepada

Allah secara garis besar dapat dipahami dalam pengertian sempit dan

luas. Arti sempit tersebut adalah yang dilakukan hanya di lidah saja,

yakni menyebut-nyebut Allah atau apa yang berkaitan dengan-Nya,

seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan lain-lain. Selain itu, makna

lain dari pengertian sempit ini adalah pengucapan lidah disertai dengan

kehadiran hati, yakni membaca kalimat-kalimat tersebut dengan

disertai kesadaran hati tentang kebesaran Allah yang dilukiskan atau

dikandung oleh lafadz yang dibacakan.5

Sedangkan pengertian dzikir dalam arti luas adalah kesadaran akan

kehadiran Allah di mana saja dan kapan saja, serta kesadaran akan

kebersamaan-Nya dengan makhluk. Dzikir dalam tingkat inilah yang

menjadi pendorong seorang muslim melaksanakan tuntunan-Nya dan

menjauhi larangan-Nya.6

3Fadhli Ramadhan, Dzikir Pagi dan Petang (Yogyakarta: Fillah Books, 2019), 1.

4Abdul Hafidz dan Rusydi, “Konsep Dzikir dan Do’a Perspektif Al-Qur’an”. Islamic

Akademika: Jurnal Pendidikan & Keislaman, vol.6, no.1 (Juni 2019): 63.

5M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Tangerang:

Lentera Hati, 2006), 11-12.

6M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, 14.

Page 41: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

23

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

dzikir adalah menyebut atau mengingat kebesaran Allah SWT. baik

dengan lisan, pikiran, dan anggota badan dengan penuh kesadaran hati.

Perintah berdzikir kepada Allah banyak disampaikan dalam al-

Qur’an. Selain itu, Rasulullah Saw. juga memerintahkan agar selalu

berdzikir kepada Allah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-

Tirmidzī, Ibnu Mājah, dan Ibnu Hibbān melalui ‘Abdullāh bin Busr

sebagai berikut:

ل ي زال لسانك رطبا من ذكر الله.

“Hendaklah lidahmu selalu basah dengan berdzikir kepada Allah”. Al-Qur’an dinamai dengan al-Dzikr karena di dalamnya terdapat

banyak nasihat dan pelajaran atau kisah-kisah umat terdahulu yang

dapat dijadikan peringatan atau pengingat bagi hamba-Nya yang mau

mengingat-Nya. Ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan kisah-kisah

umat terdahulu, mengandung banyak pelajaran bagi umat manusia

masa kini. Sifat enggan mengakui kebenaran al-Qur’an yang

diturunkan kepada Rasulullah selalu berujung pada adzab dan siksaan.

Sementara, keimanan dan ketaqwaan seseorang pada Allah SWT.

selalu berbuah kebaikan dan kenikmatan.

Al-Qur’an sebagai al-Dzikr (pengingat) juga seringkali dibacakan

secara rutin oleh sekelompok pembaca al-Qur’an. Pembacaan ini

biasanya difungsikan sebagai dzikir rutin yang dilakukan baik pada

pagi hari maupun petang dengan mengaharapkan berkah dari tilawah

al-Qur’an tersebut. Ayat-ayat dan surah-surah tertentu yang dibacakan

seperti surah al-Fātiḥah, surah al-Baqarah ayat 1-5, ayat 255, ayat 256-

257, ayat 284-286, serta surah al-’Ikhlāṣ, surah al-Falaq dan juga surah

al-Nās. Ayat-ayat dan surah tersebut sering dibacakan dalam berbagai

variasi dzikir dan wirid seperti dzikir al-Ma’tsurat yang dicetuskan

Page 42: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

24

oleh Hasan al-Banna, Ratib al-Haddad, Ratib al-‘Athas dan lain

sebagainya. Dzikir dan wirid tersebut dirangkai dengan do’a-do’a

memohon perlindungan diri kepada Allah SWT. di pagi hari dan

petang, maupun malam hari. Berdzikir dan berdo’a pada pagi hari dan

petang sangat dianjurkan dan merupakan dua waktu yang penuh

berkah dan kemuliaan, karena Allah SWT. mengisyaratkan dalam al-

Qur’an surah al-Ahzāb sebagai berikut:

١٤وسب حوه بكرة وأصيل ١٤أي ها ٱلذين ءامنوا ٱذكروا ٱلله ذكرا كثيرا ي “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut

nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah

kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”.7 (Q.S. Al-Aḥzāb: 41-42)

Dzikir dan do’a merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berpisah

atau dipisahkan. Dzikir merupakan salah satu cara mendekatan diri

kepada Allah mengandung do’a, demikian pula do’a adalah dzikir.

Ketika seseorang berdo’a dengan tulus, ia mengingat Allah SWT.,

tanpa itu ia tidak dinilai sebagai berdo’a. Sebaliknya, ketika seseorang

berdzikir dan merenungkan kebesaran Allah, ia merasa sangat kecil di

hadapan-Nya, dan merasa membutuhkan bantuan-Nya. Maka ketika

itu, meskipun ia tidak mengajukan permohonan, Allah SWT. yang

Maha Mengetahui kebutuhannya, akan memenuhi kebutuhan dan

keinginan yang diharapkannya meskipun tidak dicetuskan dengan

kata-kata.8

Al-Dzikir juga berarti al-Syarāf (kemuliaan) sebagaimana terdapat

dalam firman Allah SWT. surah al-Zukhruf sebagai berikut:

١١ئ لون وإنهۥ لذكر لك ولقومك وسوف تس

7Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 424.

8M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, 8.

Page 43: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

25

“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu

kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan

diminta pertanggungan jawab”.9 (Q.S. Al-Zukhruf: 44)

Al-Qur’an memberikan kemuliaan bagi para pembacanya, bahkan

saat pembacanya tidak mengetahui makna dari ayat-ayat al-Qur’an

yang dibacakannya. Karena membaca al-Qur’an bernilai ibadah,

sehingga pelakunya layak diberikan kemuliaan oleh Allah SWT. karena

sudah melaksanakan ibadah dan berhak atas balasan kemuliaan

tersebut.

Selain memberikan kemuliaan, al-Qur’an sebagai dzikir juga

mampu memberikan ketenangan dan ketentraman hati bagi para

pembacanya. Karena membacanya berarti mengingat-Nya, dan hanya

dengan mengingat Allah, maka hati akan menjadi tentram.

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT. dalam surah al-Ra‘d

ayat 28:

٤٢وا وتطمئن ق لوب هم بذكر ٱلله أل بذكر ٱلله تطمئن ٱلقلوب ٱلذين ءامن

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi

tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan

mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.10 (Q.S. Al-Ra‘d: 28)

B. Surah-surah Tertentu yang Dibaca pada Masa kehamilan

Setiap orang tua tentunya menginginkan keturunan yang baik serta

keshalehan akhlak lahir dan batin. Maka dari itu, untuk

mewujudkannya, dianjurkan kepada setiap perempuan muslimah yang

sedang mengandung untuk membacakan ayat-ayat al-Qur’an

seluruhnya maupun sebagian. Pada umumnya, surah-surah yang

dibacakan pada masa kehamilan adalah surah Yūsuf, Maryam dan

9Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 493.

10Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 253.

Page 44: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

26

Luqmān. Tujuan dari membaca surah-surah tersebut, selain untuk

ibadah adalah untuk memohon keberkahan dari Allah SWT. atas

bacaan al-Qur’an, sehingga Allah memberikan kessempurnaan jasad,

keimanan yang kokoh, dan keshalehan akhlak lahir dan batin, seperti

para tokoh yang dikisahkan dalam surah-surah yang dibacakan

tersebut.11

Menurut Ummu ‘Abdillāh Naurah binti ‘Abdirrahmān, dalam

bukunya Wirid Ibu Hamil, ayat-ayat al-Qur’an yang dianjurkan untuk

dibaca oleh ibu yang sedang mengandung adalah sebagai berikut:12

1. Surah Al-Fātiḥah

ن ٱلرحيم لمين ٤بسم ٱلله ٱلرحم ن ٱلرحيم ٤ٱلحمد لله رب ٱلع ٣ٱلرحمين لك ي وم ٱلد ٦ ٱهدنا ٱلص رط ٱلمستقيم ٥إياك ن عبد وإياك نستعين ١م

عمت عليهم غير ٱلمغضوب عليهم ول ٱلضا ل ين ٧صرط ٱلذين أن “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha

Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha

Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari

Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya

kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami

jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau

beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang

dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”13 (Q.S. Al-

Fātiḥah: 1-7)14

Al-Fātiḥah termasuk ke dalam surah makkiyah yakni surah yang

diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Saw. berhijrah. Jumlah

ayatnya disepakati sebanyak tujuh ayat. Al-Fātiḥah dinamai

sebagai Ummul Kitāb, karena ia merupakan induk semua ayat al-

11K. Akbar Saman, Do’a dan Dzikir untuk Ibu Hamil, (Bandung: Ruang Kata, 2012),

35.

12Ummu ‘Abdillāh Naurah binti ‘Abdirrahmān, Wirid Ibu Hamil, terj. Salafuddin Abu

Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2005), 17-31.

13Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 1.

14Dibaca sebanyak tujuh kali.

Page 45: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

27

Qur’an. Al-Fātiḥah juga disebut sebagai Sab’ul Matsānī, yang

berarti tujuh ayat yang diulang-ulang. Nama-nama tesebut

disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhārī (4474)

sebagai berikut:

و سلم: الحمد لله رب صلى الله عليه عن أبي هري رة ، قال: قال رسول الله بع المثاني، و القرآن العظيم.العالمين أم القرآن، وأم الكتاب، والس

“Dari Abī Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Al-

ḥamdulillāhi rabbil ‘ālamīn” (Segala puji bagi Allah, Tuhan

semesta alam (surah al-Fātiḥah) adalah Ummul Qur’an, Ummul

Kitāb, Sab’ul Matsānī (Tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang),

dan Al-Qur’anul ‘Azhīm.”15

Surah yang mulia ini mencakup pujian kepada Allah SWT.

yang berisi pengagungan dan pujian kepada-Nya melalui

penyebutan nama-nama-Nya yang indah dan melekat dengan sifat-

sifat-Nya yang tinggi; melalui penyebutan hari akhirat, yaitu hari

pembalasan, dengan membimbing hamba-hamba-Nya dalam

memohon dan merendahkan diri di hadapan-Nya, serta

pengikhlasan beribadah hanya untuk-Nya, mengesakan ketuhanan-

Nya, dan membersihkan-Nya dari segala sesuatu yang menyerupai-

Nya.16

Allah SWT. memerintahkan agar mengawali membaca al-

Qur’an dengan basmalah. Allah SWT. juga mengajarkan manusia

untuk memulai setiap kegiatannya dengan mengucapkan basmalah

yang mengandung makna permintaan pertolongan agar kegiatan

yang ia lakukan diridhoi oleh Allah SWT. Karena tanpa ridho-Nya,

15Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 1 (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2007), 39.

16Muḥammad Nasib Al-Rifā’I, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

terj. Syihabuddin, jil. 1 (Jakarta: Gema Insani, 1999), 65.

Page 46: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

28

kita tidak ada daya dan upaya.17 Membaca basmalah juga

dianjurkan ketika bagian tubuh terasa sakit. Sebagaimana

disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

(2202) sebagai berikut:

ثني أبو الطاهر، وحرملة بن يحيى، قال: أخب رنا ابن وهب، أخب رني يونس، حدن عثمان بن أبي العا عن ابن شهاب، أخب رني نافع بن جب ير بن مطعم، ع

، أنه شكا إلى رسول ده في جسده الله صلى الله عليه و الث قفي سلم وجعا ي من م: ضع يدك على الذي تألم منذ أسلم ف قال له رسول الله صلى الله عليه وسل

جد الله وقدرته من شر ما أ ب جسدك، وقل باسم الله ثلثا، وقل سبع مرات أعوذ وأحاذر.

“Telah menceritakan kepadaku Abū At-Thāhir, dan Harmalah

bin Yaḥya berkata: Telah mengabarkan kepada kami Ibnu

Wahab, telah mengabarkan kepadaku Yūnus, dari Ibnu Syihāb,

telah mengabarkan kepadaku Nāfi’ bin Jubair bin Muth‘im, dari

‘Utsmān bin Abī al-‘Ash al-Tsaqafi, bahwa dia mengadukan

kepada Rasulullah Saw. suatu penyakit yang dideritanya sejak

ia masuk Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:

“Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang terasa sakit,

lalu ucapkan bismillah tiga kali. Setelah itu ucapkan tujuh

kalimat: (Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari

segala kejahatan yang saya dapatkan dan saya waspadai)”.18

Selain membaca basmalah, membaca Ummul Kitab yakni surah

al-Fātiḥah secara utuh dapat pula untuk meruqyah orang yang

sedang sakit. Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang

diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (5007) sebagai berikut:

ث نا هشا ث نا وهب، حد د بن المث نى، حد ثني محم ، عن معبد، م، عن محمد حد، قال: كنا في مسير لنا ف ن زل اءت جارية، ف قالت:عن أبي سعيد الخدري نا، ف

17M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-

Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 3-5..

18Abu al-Husain Muslim bin al-Ḥajjāj bin Muslim al-Qusayrī al-Naisabūrī, al-Jāmi‘

al- Shaḥīh li Muslim, juz 4(Beirut: Dar Ihya` at-Turats al-Arabi), 2202.

Page 47: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

29

اق؟ ف قام معها رجل ما كنا إن سي د الحي سليم، وإن ن فرنا غيب، ف هل منكم ر ية، ف رقاه ف ب رأ، فأمر له بثلثين ش نأب نه بر ا رجع ق لن ق ا له: اة، وسقانا لب نا، ف لم

ية أو كنت ت رقي؟ قال: ل، ما رق يت إ ل بأم الكتاب، ق لنا: ل أكنت تحسن رق ئا حتى نأت ا قدمن ي أو نسأل النبي صلى اللتحدثوا شي ا المدينة ه عليه وسلم، ف لم

ية؟ اقسمو ذكرناه للنبي صلى الله عليه وسلم ف قال: "وما ك ا ان يدريه أن ها رق واضربوا لي بسهم"

“Telah menceritakan kepadaku Muḥammad bin al-Mutsannā’,

menceritakan kepada kami Wahab, menceritakan kepada kami

Hisyām, dari Muḥammad, dari Ma‘bad, dari Abu Sa‘īd al-

Khudrī yang menceritakan bahwa ketika kami berada dalam

suatu perjalanan, tiba-tiba datanglah seorang budak perempuan

muda, lalu ia berkata, “Sesunggunya pemimpin kabilah terkena

sengatan binatang beracun, sedangkan kaum lelaki kami sedang

tidak ada di tempat. Adakah di antara kalian yang dapat

meruqyah?” Maka bangkitlah seorang laki-laki dari kalangaan

kami bersamanya, padahal kami sebelumnya tidak pernah

memperhatikan bahwa dia dapat meruqyah (pengobatan dengan

jampi). Kemudian lelaki itu meruqyahnya, dan ternyata

pemimpin kabilah sembuh, maka pemimpin kabilah

memerintahkan agar memberinya upah berupa tiga puluh ekor

kambing dan memberi kami minum laban. Ketika lelaki itu

kembali, kami bertanya kepadanya, “Apakah kamu dapat

meniqyah atau kamu pandai meruqyah?” Ia menjawab, “Tidak,

aku hanya meruqyah dengan membaca Ummul Kitab”. Kami

berkata, “Janganlah kalian membicarakan sesuatu pun sebelum

kita sampai dan bertanya kepada Rasulullah”. Ketika tiba di

Madinah, kami menceritakan hal itu kepada Nabi Saw., dan

beliau menjawab, “Siapakah yang memberitahukan kepadanya

bahwa al-Fātiḥah adalah ruqyah? Bagi-bagikanlah dan

berikanlah kepadaku satu bagian darinya!...”.19

Keutamaan surah al-Fātiḥah lainnya yakni apabila surah ini

tidak dibacakan dalam salat, maka tidak sah salatnya seseorang

tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadis

19Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, al-Jāmi‘ al-Shaḥīh al-

Bukhārī, Juz 6(Dār. Thauq al-Najāh, 1422 H), 5007.

Page 48: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

30

yang diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (756) dan Muslim (394)

sebagai berikut:

عن محمود بن الربيع عن عبادة بن الصا مت قال: رسول لله صلى الله عليه .فاتحة الكتاب و سلم: ل صلة لمن لم ي قرأ ب

“Dari Maḥmūd bin al-Rabī‘ dari ‘Ubādah bin al-Shāmit, dia

berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak (sah) salat bagi

orang yang tidak membaca Fātiḥatul Kitab (Al-Fātiḥah).”20

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui surah al-

Fātiḥah sangat dianjurkan untuk dibacakan oleh ibu yang

sedang mengandung, karena selain agar diridhoi dalam

melakukan segala sesuatu, surah ini juga dapat menjadi salah

satu upaya untuk menyembuhkan rasa sakit pada tubuh. Hal ini

berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan ibu hamil selama

mengandung sampai dengan melahirkan.

2. Surah Al-Ikhlāṣ

٣لم يلد ولم يولد ٤ٱلله ٱلصمد ٤قل هو ٱلله أحد ١ولم يكن لهۥ كفوا أحد

“Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah

Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada

beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun

yang setara dengan Dia”.21 (Q.S. Al-’Ikhlāṣ: 1-4)22

Surah al-’Ikhlāṣ termasuk surah makkiyah atau diturunkan di

Mekkah sebelum Nabi Saw. hijrah ke Madinah. Surah ini memiliki

sekitar dua puluh nama di antaranya al-Tafrid yang berarti

pengesaan Allah SWT. al-Tajrid yang berarti penafian segala

sekutu bagi-Nya, al-Najat yang berarti keselamatan, yakni di dunia

20Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 1, 47.

21Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 605.

22Dibaca sebanyak 3 kali.

Page 49: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

31

dan akhirat, al-Ma’rifat yang berarti pengetahuan Allah SWT. al-

Jamal yang berarti keindahan Ilahi, al-Mudzakkirah yang berarti

pemberi peringatan, al-Shamad yang berarti tumpuan harapan, al-

Aman yang berarti keamanan, dan masih banyak yang lainnya.

Tetapi yang paling populer adalah surah al-’Ikhlāṣ.23 Surah ini

menghapus segala pandangan yang tidak benar tentang Allah

SWT., sehingga diyakini bahwa Allah Maha Suci dari segala

sesuatu yang mengeruhkan keesaan-Nya.

Pesan moral yang dapat diambil dari surah al-Ikhlāṣ adalah

letakkan Allah pada proporsi yang sebenarnya yakni sebagai yang

Esa, baik aqidah maupun pengabdian kepada-Nya. Jadikan Dia

sebagai satu-satunya Penentu yang karenanya manusia perlu

mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Pertuhankan Dia setulus-tulusnya, dan jangan pernah

memposisikan apa pun setara dengan-Nya, karena itu murnikan

penyembahan dan pengabdian hanya untuk-Nya.24

Surah al-Ikhlāṣ memiliki banyak keutamaan. Salah satu

keutamaan yang dimiliki surah al-Ikhlāṣ adalah kesetaraannya

dengan sepertiga al-Qur’an. Banyak hadis yang diriwayatkan oleh

para muḥaddiṡīn yang menyebutkan tentang kesetaraan surah al-

Ikhlāṣ dengan sepertiga al-Qur’an. Salah satu hadis yang

membahas tentang keutamaan tersebut diriwayatkan oleh Imam

Bukhārī (7374) sebagai berikut:

ثني مالك عن عبد الرحمن بن عبد ا لله بن عبد الرحمن عن عن إسماعيل حدا أص عيد أن رجل سمع رجل ي قرأ: قل ه أبيه عن أبي س ب و الله أحد ي رد دها ف لم

23M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-

Qur’an, 7-8.

24Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz Terakhir: Mengerti Jalan-jalan yang

Membahagiakan di Dunia dan Akhirat (Tangerang: Lentera Hati, 2018), 382.

Page 50: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

32

ي ها ف قال رسول الله : والذ جاء إلى رسول الله فذكر ذلك له وكأن الرجل ي ت قال ن فسي بيده إن ها لت عدل ث لث القرآن.

“Dari Ismā‘īl, Mālik menceritakan kepadaku dari

‘Abdurrahmān bin ‘Abdullāh bin ‘Abdurrahmān, dari

bapaknya, dari Abū Sa‘īd, bahwa sesungguhnya seseorang

mendengar orang lain membaca (surah al-’Ikhlāṣ), Katakan:

Dia adalah Allah yang Maha Esa (Ahad). Esok paginya ia

memberitahukannya kepada Nabi Saw. bahwa seakan-akan

orang itu tidak cukup membaca (al-Qur’an). Mendengar itu,

Nabi Saw. bersabda: “Demi Dzat yang menggenggam jiwaku,

surah ini setara dengan sepertiga al-Qur’an.”25

Makna sepertiga di dalam hadis tersebut tidak dilihat dari segi

banyaknya bacaan dalam al-Qur’an yang dapat menimbulkan

pemahaman jika membacanya sebanyak tiga kali maka sama

dengan mengkhatamkan al-Qur’an. Namun, maksud sepertiga di

dalam hadis ini adalah isi kandungan dari surah itu sendiri.

Menurut Rasulullah Saw. surah al-Ikhlāṣ itu sama dengan sepertiga

kandungan al-Qur’an. Kandungan al-Qur’an tersebut meliputi

Islam, Iman, dan Ihsan. Dengan kata lain, al-Qur’an itu memuat:

keislaman, keimanan, dan keihsanan. Keislaman merupakan

segenap tata cara untuk hidup pasrah kepada Allah. Keimanan

merupakan keyakinan yang benar yang melandasi keislaman.

Sedangkan, keihsanan merupakan sikap dan tata cara hidup yang

tulus. Surah al-Ikhlāṣ mengandung makna keimanan yang

melandasi keislaman, yakni ketauhidan atau keyakinan bahwa

Allah SWT. adalah satu-satunya Tuhan yang patut disembah.

Berdasarkan isi kandungan surah tersebut, maka tidak heran jika

25Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 3 (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008), 805.

Page 51: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

33

Rasulullah menyetarakan surah al-Ikhlāṣ dengan sepertiga

kandungan al-Qur’an.26

Rasulullah apabila hendak tidur pada malam hari, maka beliau

akan membacakan surah al-Ikhlāṣ dan dua surah lainnya yakni

surah al-Falaq dan surah al-Nās. Sebagaimana disebutkan di dalam

hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (5017):

ث نا المفضل عن عقيل عن ابن ش عن بة حد ن هاب عن عروة عن عائشة أ ق ت ي لة جمع كفيه ث النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا أوى إلى فراش م ن فث ه كل لي

لناس الفل و قل أعوذ برب ال هو الله أحد و قل أعوذ برب فيهما ف قرأ فيهما ق ن ى رأسه ووجهه وما أق بل م ثم يمس بهما ما استطاع من جسده ي بدأ بهما عل

جسده ي فعل ذلك ثلث مرات.“Dari Qutaibah, al-Mufaḍḍal menceritakan kepada kami dari

‘Uqail, dari Syihāb, dari ‘Urwah, dari ‘Āisyah, bahwa apabila

Nabi Saw. hendak tidur pada setiap malam hari, beliau

merapatkan kedua telapak tangan beliau kemudian

meniupkannya, lalu membaca surah al-Ikhlāṣ, al-Falaq dan al-

Nās. Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan

beliau sebisa mungkin ke seluruh tubuh, mulai dengan

mengusap kepala dan wajah dengan kedua telapak tangan

beliau, lalu mengusap bagian depan tubuh beliau. Beliau

melakukan hal itu sebanyak tiga kali.”27

Rasulullah Saw. juga menganjurkan membaca surah al-Ikhlāṣ

dan al-mu’awwiżatain (al-Falaq dan al-Nās) pada pagi hari dan

petang sebanyak tiga kali. Apabila amalan tersebut dilakukan maka

niscaya akan mencukupi dari segala sesuatu. Sebagaimana

disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzī

(3575) sebagai berikut:

26Achmad Chodjim, Al-Ikhlas: Bersihkan Iman dengan Surah kemurnian (Jakarta: PT

Serambi Ilmu Semesta, 2008), 33-34.

27Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 3, 813.

Page 52: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

34

د بن إسماعي ث نا محم ث نا عبد بن حميد، قال: حد ل بن أبي فديك، قال: حدث نا ابن أبي ذئب، عن أبي سعيد الب راد ، بن عبد الله بن خب يب ، عن معاذ حد

لة مطيرة وظلمة شديدة ه نطلب رسول الله صلى الل عن أبيه، قال: خرجنا في لي ئا،عليه وسلم يصل ي لنا، قال: فأدركته، ف قال: قل ف ف لم ثم قال: قل، لم أقل شي

ئا، قال: قل، ف قلت، ما أقول؟ قال: قل: قل هو ا لله أحد، والمعو ذت ين أقل شي ء.حين تمسي وتصب ثلث مرات تكفيك من كل شي

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdu bin Humaid, berkata:

Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Ismā‘īl bin

Abī Fudaik, berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abī

Dzi’b, dari Abī Sa‘īd Al-Barrādi, dari Mu‘ādz bin ‘Abdullāh

bin Khubaib, dari ayahnya, berkata: “Kami pergi pada malam

yang hujan dan sangat gelap, mencari Utusan Allah, sehingga ia

bisa memimpin kami dalam shalat”. Dia berkata: “Jadi saya

bertemu dengannya dan dia berkata: “Bicaralah” tetapi saya

tidak mengatakan apa-apa. Lalu dia berkata, “Bicaralah” Tetapi

saya tidak mengatakan apa-apa. DIa berkata, “Bicaralah” Jadi

saya berkata, “Apa yang harus saya katakan?” Dia berkata:

“Ucapkanlah Qul Huwallahu ahad (surah al-Ikhlāṣ) dan al-

mu’awwiżatain (al-Falaq dan al-Nās) ketika petang dan pagi

sebanyak tiga kali niscaya hal itu mencukupimu dari segala

sesuatu”.28

Berdasarkan pemaparan di atas, maka surah ini juga sangat

dianjurkan untuk dibacakan oleh ibu yang sedang mengandung.

Selain akan mendapatkan keberkahan dari pembacaan surah yang

setara dengan sepertiga al-Qur’an ini, ibu hamil juga akan dicukupi

segala kebutuhannya oleh Allah SWT., termasuk kebutuhan akan

keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT. selama

mengandung sampai dengan melahirkan.

28Abū ‘Isā Muhammad bin ‘Isā Ibn Saurah bin Mūsā bin Ḍahhak al-Sulamī al-

Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, juz 5 (Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 1998), 3575.

Page 53: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

35

3. Al-mu’awwiżatain (Al-Falaq dan Al-Nās)

Surah al-Falaq dan surah al-Nās dinamai dengan surah al-

Mu‘awwiżatain, yang berarti dua perlindungan. Nama ini diambil

dari awal kedua surah tersebut yang menggunakan kata ’aūdżu

yang berarti “Aku berlindung”, sehingga al-Mu‘awwiżatain berarti

dua surah yang menuntun pembacanya ke tempat pelindungan,

atau memasukkannya ke dalam area yang terlindungi.29

a. Surah Al-Falaq

٣ومن شر غاس إذا وقب ٤من شر ما خل ٤قل أعوذ برب ٱلفل ثت في ٱلعقد ومن شر ٱلن ٥ومن شر حاسد إذا حسد ١ف

“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang

Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari

kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari

kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus

pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia

dengki”.30 (Q.S. Al-Falaq: 1-5)31

Surah al-Falaq menurut mayoritas para ulama merupakan

surah yang diturunkan di Mekkah, yakni turun sebelum Nabi

Saw. hijrah ke Madinah. Surah ini dinamai oleh Nabi Saw.

dengan surah Qul ‘Aūżu bi Rabb al-Falaq. Ada juga yang

mempersingkat namanya menjadi surah al-Falaq.

Intisari makna dari surah al-Falaq adalah sebagai berikut:

Pertama, Allah menganjurkan kita untuk memohon

perlindungan hanya kepada-Nya dari segala macam kejahatan.

Kedua, kejahatan yang mengganggu manusia biasanya terjadi

29M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-

Qur’an, 795.

30Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 605.

31Dibaca sebanyak tiga kali.

Page 54: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

36

pada waktu malam hari dan menjelang subuh. Ketiga, bentuk-

bentuk kejahatan yang mungkin terjadi dan dapat

membahayakan manusia, misalnya: kejahatan tukang sihir dan

orang-orang yang berhati dengki. Keempat ada di antara

manusia yang mempunyai niat dan dengki untuk mencelakakan

orang lain pada waktu gelap dan saat malam kelam.32

Pesan moral yang dapat diambil dari surah al-Falaq adalah

manusia lemah berhadapan dengan makhluk-makhluk jahat

yang tersembunyi seperti setan, sihir, dan kedengkian. Maka,

manusia perlu berhati-hati jangan sampai terjebak olehnya.

Untuk menghadapinya, kita perlu pula meminta perlindungan

Allah SWT.33

b. Surah Al-Nās

من شر ٱلوسواس ٣ٱلناس إله ٤ملك ٱلناس ٤قل أعوذ برب ٱلناس نة وٱلناس ٥ٱلذي ي وسوس في صدور ٱلناس ١ٱلخناس ٦من ٱل

“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang

memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia.

Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang

biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam

dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia”.34 (Q.S. Al-

Nās: 1-6)35

Surah ini serangkai dengan surah sebelumnya yaitu al-Falaq

yang disebut dengan al-Mu‘awwiżatain. Surah ini diturunkan

di Mekkah setelah surah al-Falaq, dan namanya yang populer

adalah surah al-Nās. Sebagaimana surah al-Falaq, surah ini

32T.H. Thalhas, Tafsir Pase: Kajian Surah Al-Fatihah dan Surah-surah dalam Juz

‘Amma: Paradigma Baru (Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2001), 64.

33Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz Terakhir, 389.

34Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 605.

35Dibaca sebanyak tiga kali.

Page 55: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

37

merupakan surah yang berisi tentang pengajaran untuk

menyandarkan diri dan memohon perlindungan kepada Allah

SWT. Terutama dalam menghadapi kejahatan jin dan setan,

yang sering merayu dan menjerumuskan dalam kedurhakaan,

agar pembaca atau pemohonnya selalu berada dalam

pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT.36

Pesan moral yang dapat diambil dalam surah al-Nās ini

adalah hadirkanlah secara terus menerus Allah dalam jiwa

supaya terhindar dari jebakan musuh yang tidak terlihat dan

selalu mengancam yaitu setan dan perilaku manusia yang

berwatak setan.37

Rasulullah Saw. pernah memberitahukan tentang bacaan yang

paling utama ketika akan meminta perlindungan. Bacaan tersebut

adalah dua surah perlindungan yakni surah al-Falaq dan surah al-

Nās. Sebagaimana yang tertera dalam hadis sebagai berikut:

ث نا أب ث نا الوليد قال حد ى رو الوزاعي عن يحي و عم عن محمود بن خالد قال حدد بن إب راهيم بن الحارث عن س أبي عبد الله عن ابن عاب بن أبي كثير عن محمهن ي أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ل ه: يا ابن عابس أل أخب رك الول لله، قال: قل أعوذ برب بأفضل ما ي ت عوذ به المت عو ذون؟ قال: ب لى يا رس الفل و قل أعوذ برب الناس هات ين السورت ين.

“Dari Maḥmūd bin Khālid, Al-Walīd menceritakan kepada

kami, Abū ‘Amr Al-Auza‘I menceritakan kepada kami dari

Yahya bin Abī Katsīr, dari Muḥammad bin Ibrāhīm bin Al-

Hārits Abū ‘‘Abdullāh , dari Ibnu ‘Abīs Al-Juhannī, bahwa

Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: “Hai Ibnu ‘Abīs! Maukah

aku tunjukkan kepadamu (atau maukah aku beritahukan

kepadamu) tentang bacaan yang paling utama dibaca oleh

36M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-

Qur’an, 801.

37Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz Terakhir, 400.

Page 56: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

38

orang-orang yang memohon perlindungan?” Ibnu ‘Abīs

menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda:

“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai

Subuh”, dan Katakanlah “Aku berlindung kepada Tuhan (yang

memelihara dan menguasai) manusia, itulah dua surah

perlindungan.”38

Suatu riwayat juga menyebutkan apabila Rasulullah Saw.

sedang sakit, maka beliau membaca al-Mu‘awwiżatain (surah al-

Falaq dan al-Nās) atas dirinya. Berikut ini adalah hadis yang

menjelaskan mengenai hal tersebut, yang diriwayatkan oleh Imam

Bukhārī (5016) sebagai berikut:

ث نا عبد الله بن يوسف، أخب رنا مالك، عن ابن ش هاب، عن عروة، عن حدها: يه وسلم كان إذا اشتكى رسول الله صلى الله عل أن »عائشة رضي الله عن

ا اشتد و فث، ف لم رأ عليه وأمس ي قرأ على ن فسه بالمعو ذات وي ن بيده جعه كنت أق رجاء ب ركتها.

“Telah menceritakan kepada kami ‘‘Abdullāh bin Yūsuf, telah

mengabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihāb, dari

‘Urwah, dari ‘Aisyah r.a. bahwa apabila Rasulullah Saw. sakit,

beliau membaca al-Mu‘awwiżatain (surah al-Falaq dan al-Nās)

atas dirinya, lalu meniupkannya. Ketika sakitnya semakin

parah, aku membacakan untuk beliau al-Mu‘awwiżatain dan

aku sapukan tangan beliau ke tubuhnya untuk mengharapkan

keberkahannya”.39

Hikmah yang dapat diambil dari kedua surah di atas, yaitu

manusia lemah berhadapan dengan makhluk-makhluk jahat yang

tersembunyi seperti setan, sihir, dan kedengkian. Maka, manusia

perlu berhati-hati jangan sampai terjebak olehnya. Untuk

menghadapinya, kita perlu pula meminta perlindungan Allah SWT.

38Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 3, 817.

39Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, Jāmi‘ al-Shaḥīh al-Bukhārī,

Juz 6, 5016.

Page 57: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

39

Hadirkanlah secara terus menerus Allah dalam jiwa supaya

terhindar dari jebakan musuh yang tidak terlihat dan selalu

mengancam yaitu setan dan perilaku manusia yang berwatak setan.

Maka dari itu, alangkah baiknya jika ibu yang sedang

mengandung membacakan kedua surah tersebut, agar diberikan

perlindungan oleh Allah SWT. dari segala makhluk-makhluk jahat,

seperti setan bahkan perilaku buruk manusia yang tidak pernah

terduga akan mengancam keselamatan ibu dan bayi yang

dikandung.

4. Surah Al-Baqarah

Surah al-Baqarah merupakan surah ke-2 dalam al-Qur’an.

Surah ini terdiri dari 286 ayat dan termasuk golongan surah

Madaniyah. Surah ini juga merupakan surah dengan jumlah ayat

terbanyak dalam al-Qur’an. Terdapat beberapa ayat dalam surah

ini yang memiliki keutamaan dan sering dibacakan ketika berdzikir

dan berdo’a, yaitu al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi), al-Baqarah

ayat 285-286, dan al-Baqarah ayat 1-5.

a. Al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi)

ت و لهۥ ما في ٱلسمخذهۥ سنة ول ن وم

ٱلله ل إله إل هو ٱلحي ٱلقيوم ل تأ

ذي يشفع عندهۥ إل بإذنهۦ ي علم ما ب ين أيديهم وما وما في ٱلرض من ذا ٱل ت و ول يحيطون بشيء م ن علمهۦ إل بما شا ء وسع كرسيه ٱلسم

خلفهم وهو ٱلعلي ٱل

٤٥٥عظيم وٱلرض ول ي ئ ودهۥ حفظهما“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)

melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus

mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak

tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.

Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-

Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka

dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui

Page 58: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

40

apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-

Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah

tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha

Tinggi lagi Maha Besar”.40 (Q.S. Al-Baqarah: 255)41

Ayat Kursi memiliki banyak keutamaan, salah satunya

adalah apabila ayat Kursi dibacakan ketika hendak tidur,

maka Allah akan menjaga agar tidak didekati oleh setan

hingga pagi. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhārī

(0505) sebagai berikut:

د ب ث نا عوف، عن محم ثم: حد رة ن سيرين، عن أبي هري وقال عثمان بن الهي لني رسول الله صلى الله اة ه وسلم بحفظ زك علي رضي الله عنه، قال: وك

عل يحثو من الطعام فأخذ إلى ته، ف قلت: لرف عنك رمضان، فأتاني آت، ف، ف قال: إذا أويت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، ف قص الحديث

رأ آي ، لن ي زال معك من الله ح فراشك فاق ان افظ، ول ي قربك شيط ة الكرسي م: صدقك وهو كذوب، ذاك حتى تصب ، وقال النبي صلى الله عليه وسل

شيطان.“Dan berkata ‘Utsmān bin Al-Haitsam: Telah

memberitahukan kepadaku ‘Auf, dari Muḥammad bin Sīrīn,

dari Abī Hurairah, berkata: “Rasulullah pernah menugaskan

kepadaku untuk menjaga harta zakat di bulan Ramadhan,

Lalu pada suatu hari ada seseorang yang menyusup hendak

mengambil makanan, maka aku pun menyergapnya seraya

berkata, “Aku benar-benar akan menyerahkanmu kepada

Rasulullah Saw”. Lalu ia bercerita dan berkata, “Jika kamu

hendak beranjak ke tempat tidur maka bacalah ayat kursi,

niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan syetan tidak

akan mendekatimu hingga pagi”. Maka Nabi Saw. pun

40Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 43.

41Dibaca sebanyak tiga atau tujuh kali untuk mengusir jin dan setan.

Page 59: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

41

bersabda: “Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah

pendusta. Si penyusup tadi sebenarnya adalah syetan”.42

Rasulullah Saw. juga pernah bersabda bahwa siapa saja

yang membaca ayat Kursi setiap kali usai melaksanakan salat,

maka tidak ada sesuatu yang bisa menghalanginya untuk

masuk surga sampai ia meninggal. Sabda Rasulullah Saw.

tersebut tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-

Nasā’ī (9848) sebagai berikut:

ث نا م د بن حمير قال: حد ث نا محم د بن زياد حد ، عن أبي أمامة قال: حمة الكرسي في دبر كل صل قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ق رأ آية نة إل أن يموت. مكتوبة لم يمن عه من دخول ال

“Telah memberitahukan kepada kami Muḥammad bin

Himyar, ia berkata: Telah memberitahukan kepada kami

Muḥammad bin Ziyād, dari Abī Umāmah, ia berkata:

Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang membaca

ayat Kursi setiap kali usai melaksanakan salat, maka tidak

ada sesuatu yang bisa menghalanginya untuk masuk surga

hingga ia wafat”.43

b. Al-Baqarah ayat 285-286

كل ءامن بٱلله ومل ئكتهۦ ءامن ٱلرسول بما أنزل إليه من رب هۦ وٱلمؤمنون

سلهۦ وقالوا سمعنا وأطعنا غفرانك رب نا وكتبهۦ ورسلهۦ ل ن فر ق ب ين أحد م ن ر ها ٤٢٥وإليك ٱلمصير ل يكل ف ٱلله ن فسا إل وسعها لها ما كسبت وعلي

نا رب نا رب نا ل ت ؤاخذنا إن نسينا أو أخطأ

نا إصرا ما ٱكتسبت ول تحمل علي

42Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, Jāmi‘ al-Shaḥīh al-Bukhārī,

Juz 6, 5010.

43Aḥmad bin Syu’aib bin ‘Alī bin Sinān bin Bakr bin Dīnār Abū ‘Abdillah, Sunan al-

Kubra, juz 9 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001), 9848.

Page 60: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

42

لنا ما ل طاقة لنا بهۦ وٱعف رب نا ول تحم كما حملتهۥ على ٱلذين من ق بلنا

فرين نا فٱنصرنا على ٱلقوم ٱلك ٤٢٦عنا وٱغفر لنا وٱرحمنا أنت مولى “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan

kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang

beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-

malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.

(Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan

antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-

Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami

taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami

dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak

membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang

diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang

dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami,

janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami

tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan

kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau

bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan

kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak

sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah

kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami,

maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.44 (Q.S. Al-

Baqarah: 285-286)45

Terdapat satu hadis yang menerangkan keutamaan dua ayat

terakhir dari surah al-Baqarah ini. Hadis tersebut diriwayatkan

oleh Imam Bukhārī (5009) sebagai berikut:

ث نا سفيان، عن منصور، عن ث نا أبو ن عيم، حد ن إب راهيم، عن عبد الرحم وحده النبي صلى الله علي بن يزيد، عن أبي مسعود رضي الله عنه، قال: قال

لة كفتاه. ن آخر سورة الب قرة فيوسلم: من ق رأ بالي ت ين م لي

44Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 50.

45Dibacakan sebanyak satu kali.

Page 61: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

43

“Telah memberitahukan kepada kami Abū Nu‘aim, telah

memberitahukan kepada kami Sufyān, dari Manṣūr, dari

Ibrāhīm, dari ‘Abdurrahmān bin Yazīd, dari Abī Mas‘ūd

r.a., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa

yang membaca dua ayat terakhir dari surah al-Baqarah

dalam satu malam, maka keduanya sudah cukup baginya”.46

c. Al-Baqarah ayat 1-5

لك ٱلكتب ل ريب فيه هدى ل لمتقين ٤ال م ٱلذين ي ؤمنون بٱلغيب ٤ذهم ينفقون ويقيم ن ا رزق وٱلذين ي ؤمنون بما أنزل إليك وما ٣ون ٱلصلوة ومم

أول ئك على هدى م ن رب هم وأول ئك ١أنزل من ق بلك وبٱل خرة هم يوقنون ٥هم ٱلمفلحون

“Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan

padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu)

mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan

shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami

anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman

kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu

dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta

mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka

itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka,

dan merekalah orang-orang yang beruntung”.47 (Q.S. Al-

Baqarah: 1-5)48

Rasulullah Saw. pernah bersabda mengenai keutamaan

surah al-Baqarah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam

Muslim (202) sebagai berikut:

ث نا ي عقوب وهو اب بة بن سعيد، حد ث نا ق ت ي حمن القاري، عن ن عبد الر حدال: لى الله عليه وسلم، ق سهيل، عن أبيه، عن أبي هري رة، أن رسول الله ص

46Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, Jāmi‘ al-Shaḥīh al-Bukhārī,

Juz 6, 5009.

47Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 3.

48Dibacakan sebanyak satu kali.

Page 62: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

44

علوا ب يوتكم مقابر، إن الشيطان ي نفر من ورة الب يت الذي ت قرأ فيه س ل ت.الب قرة

“Telah memberitahukan kepada kami Qutaibah bin Sa‘īd,

telah memberitahukan kepada kami Ya‘qūb dan ia adalah

anak dari ‘Abdurrahmān al-Qārī, dari Suhail, dari ayahnya,

dari Abu Hurairah, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw.

bersabda: “Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan.

Sebab, setan akan lari dari rumah yang di dalamnya

dibacakan surah al-Baqarah”.49

Selain hadis di atas, Rasulullah Saw. juga pernah bersabda

dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Dārimī (3426)

sebagai berikut:

اد، عن عاصم، عن أخب رنا ع ث نا حم ، عن ابن مرو بن عاصم، حد عبي الش، من ق رأ أربع آيات من أول سورة الب ق »مسعود، قال: رة، وآية الكرسي

، وثلثا من آخر سورة ه قرة، لم ي قربه ول أهل الب وآي تان ب عد آية الكرسي نون إل أفاق.ي ومئذ شيطان، ول شيء يكرهه، ول ي قرأن على م

“Telah mengabarkan kepada kami ‘Amr bin ‘Āṣim, telah

memberitahukan kepada kami Hammad, dari ‘Āṣim, dari al-

Sya‘bī, dari Ibnu Mas‘ūd, ia berkata: “Barang siapa yang

membaca empat ayat dari bagian pertama surah al-Baqarah,

ayat Kursi, dua ayat setelah ayat Kursi, dan tiga ayat

terakhir surah al-Baqarah, maka ia dan keluarganya pada

hari itu tidak akan bisa didekati oleh setan maupun

sesuatuyang dibencinya. Tidaklah ayat tersebut dibacakan

kepada orang yang kemasukan jin, melainkan ia akan

siuman”.50

Berdasarkan banyaknya keutamaan beberapa ayat dari surah al-

Baqarah tersebut, maka sangat dianjurkan pula bagi ibu yang

49Abu al-Husain Muslim bin al-Ḥajjāj bin Muslim al-Qusayrī al-Naisabūrī, Jāmi‘ al-

Shaḥīh li Muslim, juz 0, 212.

50‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Faḍl bin Bahrām bin ‘Abdul Shamad al-Dārimī al-

Tamīmī, Sunan al-Dārimī, juz 4 (Riyadh: Dar al-Mughnī, 2000), 3426.

Page 63: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

45

sedang mengandung untuk membacakan ayat-ayat tersebut. Hal ini

tidak lain juga bertujuan untuk mendapatkan keselamatan dan

perlindungan dari Allah SWT. dari setan-setan yang suka

mengganggu selama masa kehamilan hingga melahirkan.

Selain rangkaian ayat dan surah di atas, terdapat pula rangkaian

ayat dan surah yang juga dianjurkan untuk dibacakan secara berurutan

oleh ibu yang sedang mengandung setelah membacakan beberapa ayat

dan surah yang telah disebutkan:51

1. Surah al-Hasyr ayat 22-24 (Dibaca sebanyak satu kali)

2. Surah Tāhā ayat 111 (Dibaca sebanyak satu kali)

3. Surah al-Anbiyā’ ayat 69 (Dibaca sebanyak tiga kali)

4. Surah al-An‘ām ayat 17 (Dibaca sebanyak tiga kali)

5. Surah al-Isrā’ ayat 82 (Dibaca sebanyak tiga kali)

6. Surah al-Taubah ayat 14 (Dibaca sebanyak tiga kali)

7. Surah Yūnus ayat 57 (Dibaca sebanyak tiga kali)

8. Surah al-Naḥl ayat 69 (Dibaca sebanyak tiga kali)

9. Surah al-Syu‘arā’ ayat 80 (Dibaca sebanyak tiga kali)

10. Surah Fuṣilat ayat 44 (Dibaca sebanyak tiga kali)

11. Surah al-Qalam ayat 51 (Dibaca sebanyak tiga kali)

12. Surah Yāsīn ayat 9 (Dibaca sebanyak tiga kali)

13. Surah al-Zalzalah ayat 1-8 (Dibaca sebanyak satu, tiga, atau tujuh

kali)

14. Surah al-Insyiqāq ayat 1-4

15. Surah al-A‘rāf ayat 54-56 (Dibaca sebanyak satu kali)

16. Surah Yūnus ayat 3 (Dibaca sebanyak satu kali)

17. Surah al-Kāfirūn

18. Surah al-Naṣr (Dibaca sebanyak satu kali)

51Ummu ‘Abdillāh Naurah binti ‘Abdirrahmān, Wirid Ibu Hamil, 32-71.

Page 64: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

46

19. Surah al-Nāzi‘āt ayat 46 (Dibaca sebanyak tiga kali)

20. Surah al-Ahqāf ayat 35 (Dibaca sebanyak tiga kali)

21. Surah al-Anbiyā’ ayat 83 (Dibaca sebanyak tiga kali)

22. Surah al-Anbiyā’ ayat 87 (Dibaca sebanyak tiga kali)

23. Surah Ghāfir ayat 44 (Dibaca sebanyak tiga kali)

24. Surah al-Qamar ayat 10 (Dibaca sebanyak tiga kali)

25. Surah Hūd ayat 88 (Dibaca sebanyak tiga kali)

26. Surah Āli ‘Imrān ayat 173 (Dibaca sebanyak tiga kali)

27. Surah al-Taubah ayat 129 (Dibaca sebanyak tujuh kali)

28. Surah al-Thalāq ayat 3 (Dibaca sebanyak tiga kali)

29. Surah Ghāfir ayat 1-3 (Dibaca sebanyak satu kali)

30. Surah Nūh ayat 10-12 (Dibaca sebanyak satu kali)

31. Surah al-Fajr ayat 27-30 (Dibaca sebanyak satu kali)

32. Surah al-Shāffāt ayat 1-10

33. Surah Maryam (Dibaca sebanyak satu kali)

34. Surah Qāf (Dibaca sebanyak satu kali)

35. Surah al-Fatḥ (Dibaca sebanyak satu kali)

36. Surah Yāsīn (Dibaca sebanyak satu kali)

37. Surah al-Mulk (Dibaca sebanyak satu kali)

Sedangkan menurut Akbar Saman dalam bukunya Do’a dan Wirid

untuk Ibu Hamil terdapat pula beberapa surah yang juga dianjurkan

dibacakan oleh ibu yang sedang mengandung sebagai suplemen

pembentuk karakter anak sebagai berikut:52

1. Surah Yūsuf

Surah Yūsuf merupakan surah ke-12 dalam al-Qur’an. Surah ini

terdiri dari 111 ayat dan termasuk dalam golongan surah

Makkiyah. Surah ini dinamakan dengan surah Yūsuf karena isinya

52K. Akbar Saman, Do’a dan Dzikir untuk Ibu Hamil, 36-49.

Page 65: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

47

menggambarkan riwayat kehidupan Nabi Yūsuf yang patuh

terhadap orang tua, sabar, jujur, istiqomah dalam kebenaran. Allah

SWT. mengabadikan kisahnya dalam al-Qur’an, karena sifatnya

yang sangat terpuji.

Seorang ibu yang sedang hamil dianjurkan untuk membacakan

surah ini. Selain untuk ibadah, diharapkan anak yang dikandung

akan mendapatkan keberkahan dan mewarisi sifat-sifat mulia dari

Nabi Yūsuf hingga kesempurnaan jasad yang dimilikinya.

2. Surah Maryam

Surah Maryam merupakan surah ke-19 dalam al-Qur’an yang

terdiri dari 98 ayat dan termasuk dalam golongan surah Makkiyah.

Seperti surah Yūsuf, surah ini juga menggambarkan riwayat

kehidupan tokoh yang dijadikan nama surah tersebut, yakni Siti

Maryam. Surah ini mengisahkan perjuangan Siti Maryam ketika

menjalani masa kehamilan serta keteguhan imannya yang

memberikan banyak pelajaran yang luar biasa. Selain kisah Siti

Maryam, surah ini juga menceritakan tentang dikabulkannya do’a

Nabi Zakaria ketika memohon diberikan seorang keturunan untuk

melanjutkan perjuangannya.

Seorang wanita yang sedang mengandung dianjurkan untuk

membacakan surah ini. Selain membacanya, dianjurkan pula untuk

memahami makna dari surah tersebut. Dengan memahami isi dari

surah ini maka akan membangun rasa percaya diri menghadapi

kehamilan yang kita ketahui tidak selalu berjalan lancar. Pada

Page 66: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

48

surah ini terdapat pula do’a bagi ibu hamil untuk anaknya agar

kelak menjadi anak yang berbakti sebagai berikut:53

لديه ولم يكن جبارا عصيا ا بو ٤١وب ر“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan

bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka”.54 (Q.S.

Maryam: 14)

3. Surah Luqmān

Surah Luqmān merupakan surah ke-31 dalam al-Qur’an. Surah

ini terdiri dari 34 ayat dan termasuk surah yang diturunkan di

Mekkah (Makkiyah). Surah ini menceritakan tentang riwayat

kehidupan Luqmān yang mendapatkan nikmat dan ilmu dari Allah

SWT., sehingga ia tidak pernah berhenti bersyukur kepada-Nya.

Selain itu, juga terdapat kisah mengenai nasihatnya kepada anak-

anaknya.

Seorang ibu yang sedang mengandung sangat dianjurkan

membaca serta memahami surah ini, agar kelak menjadi orang tua

yang mampu mendidik anak-anaknya seperti pendidikan yang

diberikan oleh Luqmān kepada anaknya, yaitu taat kepada kedua

orang tua dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh

Allah SWT.

4. Surah Yāsīn

Surah Yāsīn merupakan surah ke-36 dalam al-Qur’an yang

terdiri dari 83 ayat dan diturunkan di kota Mekkah. Surah ini

dinamai pula oleh Nabi Saw. dengan Qalbu al-Qur’an yang berarti

53Silmi Adawiyya, “Pentingnya Membaca Surat Maryam Bagi Ibu Hamil, 2019,”

Diakses, 02 Juni, 2020, https://tebuireng.online/pentingnya-membaca-surat-maryam-bagi-ibu-hamil/

54Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 307.

Page 67: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

49

hatinya al-Qur’an. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang

diriwayatkan oleh Imam al-Dārimī (3459) sebagai berikut:

ث نا حميد بن عبد الر د بن سعيد، حد ث نا محم من، عن الحسن بن صال ، ح حدعن أنس، قال: قال عن هارون أبي محمد، عن مقاتل بن حيان، عن ق تادة،

با، وإن ق لب القرآن يس...رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن لكل شيء ق ل

“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sa‘īd, telah

menceritakan kepada kami Humaid bin ‘Abdurrahmān, dari al-

Hasan bin Shāliḥ, dari Hārūn Abī Muḥammad, dari Muqātil bin

Hayyān, dari Qatādah, dari Anas, ia berkata: “Sesungguhnya

segala sesuatu memiliki hati. Dan hatinya al-Qur’an adalah

(surah) Yāsīn”.55

Surah Yāsīn juga memiliki keutamaan apabila dibacakan

sebanyak 1 kali, maka akan mendapatkan pahala setara dengan

membaca al-Qur’an sebanyak 10 kali. Sebagaimana disebutkan

dalam hadis riwayat Imam al-Tirmidzī (2887) sebagai berikut:

ث نا حم بة، وسفيان بن وكيع، قال: حد ث نا ق ت ي ، يد بن عبد الرحمن الرؤاسي حدن حيان، عن ق تادة، عن الحسن بن صال ، عن هارون أبي محمد، عن مقاتل ب

لكل شيء ق لبا، وق لب ن أنس، قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: إن ع ة القرآن عشر مرات.القرآن يس، ومن ق رأ يس كتب الله له بقراءتها قراء

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, dan Sufyān bin

Wakī‘, ia berkata: Telah memberitahukan kepada kami Humaid

bin ‘Abdurrahmān al-Ru’āsī, dari al-Hasan bin Shāliḥ, dari

Hārun Abī Muḥammad, dari Muqāthil bin Hayyān, dari

Qatādah, dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw. pernah

bersabda: “Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati. Dan

hatinya al-Qur’an adalah (surah) Yaa Siin, dan barang siapa

55‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Faḍl bin Bahrām bin ‘Abdul Shamad al-Dārimī al-

Tamīmī, Sunan al-Dārimī, juz 4, 3459.

Page 68: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

50

yang membaca surah Yāsīn 1 kali, akan mendapatkan pahala 10

kali membaca al-Qur’an”.56

Surah ini juga memiliki keutamaan apabila dibacakan ketika

pagi hari, maka Allah SWT. akan memberikan kesenangan baginya

hingga sore hari. Apabila dibacakan pada malam hari, maka Allah

SWT. akan memberikan kesenangan hingga pagi hari.

Sebagaimana tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-

Dārimī (3462) sebagai berikut:

ث نا ر ث نا عبد الوهاب، حد ث نا عمرو بن زرارة، حد ، حد اني د الحم اشد أبو محمين يصب ، أعطي عن شهر بن حوشب، قال: قال ابن عباس: من ق رأ يس ح

لته حتى ي من ق رأها في صدر ليله، أ يسر ي ومه حتى يمسي، و صب .عطي يسر لي “Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Zurārah, telah

menceritakan kepada kami Abdul Wahāb, telah menceritakan

kepada kami Rāsyid Abu Muḥammad al-Himmānī, dari Syahr

bin Hawsyab, ia berkata: Ibnu ‘Abbās berkata: “Barang siapa

yang membaca surah Yāsīn ketika pagi hari, maka Allah SWT.

akan memberikan kesenangan hingga sore harinya. Orang yang

membaca surah Yāsīn pada malam hari, maka Allah SWT. akan

memberikan kesenangan hingga pagi hari”.57

Selain memberikan kesenangan, Allah SWT. juga akan

mencukupi segala kebutuhan orang yang membaca surah Yāsīn

pada siang hari. Seperti yang tertera pada hadis yang juga

diriwayatkan oleh Imam al-Dārimī (3461) sebagai berikut:

ث نا ثني زياد حد ثني أبي، حد اع، حد د بن الوليد بن ش ثمة، عن محم بن خي سلم الله صلى الله عليه و جحادة، عن عطاء بن أبي رباح، قال: ب لغني أن رسول

ه.قال: من ق رأ يس في صدر الن هار ، قضيت حوائ 56Abū ‘Isā Muhammad bin ‘Isā Ibn Saurah bin Mūsā bin Ḍahhak al-Sulamī al-

Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, juz 0, 2887.

57‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Faḍl bin Bahrām bin ‘Abdul Shamad al-Dārimī al-

Tamīmī, Sunan al-Dārimī, juz 4, 3462.

Page 69: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

51

“Telah menceritakan kepada kami al-Walīd bin Syuja’, telah

menceritakan kepadaku Ayahku, telah menceritakan kepadaku

Ziyād bin Khaitsamah, dari Muḥammad bin Juhādah, dari

‘Athā’ bin Abī Rabāh, ia berkata: Telah disampaikan kepadaku,

bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa

yang membaca surah Yāsīn pada siang hari, maka Allah akan

mencukupi segala kebutuhannya”.58

Melihat keutamaan-keutamaan dari surah Yāsīn tersebut, maka

hendaknya ibu yang sedang mengandung senantiasa pula

membacakan surah ini, karena keutamaan-keutamaan dari surah

tersebut sangat bermanfaat bagi ibu yang sedang mengandung,

seperti Allah akan memberikan kesenangan bahkan mencukupi

segala kebutuhannya.

5. Surah Al-Raḥmān

Surah al-Raḥmān merupakan surah ke-55 dalam al-Qur’an yang

terdiri dari 78 ayat. Nama surah ini diambil dari kata al-Raḥmān

yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Al-Raḥman adalah salah

satu dari nama Allah SWT. yang berarti “Yang Maha Pemurah”.

Sebagian besar surah ini menerangkan kemurahan Allah SWT.

kepada hambanya, yaitu dengan memberikan kenikmatan yang tak

terhingga di dunia maupun di akhirat. Rasulullah Saw. pernah

membacakan surah ini kepada golongan jin. Sebagaimana yang

telah disebutkan dalam hadis riwayat Imam al-Tirmidzī (3291)

sebagai berikut:

ث نا ال ث نا عبد الرحمن بن واقد أبو مسلم قال: حد بن وليد بن مسلم، عن زهير حدد بن المنكدر، عن جابر قال: خرج رسول ه علي الله صلى الله محمد، عن محم

ولها إلى آخرها فسكتوا، وسلم على أصحابه، ف قرأ عليهم سورة الرحمن من أ

58‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Faḍl bin Bahrām bin ‘Abdul Shamad al-Dārimī al-

Tamīmī, Sunan al-Dārimī, juz 4, 3461.

Page 70: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

52

ن فكانوا أحس لة ال ن لي ن مردودا منكم، كنت ف قال: " لقد ق رأت ها على البان كلما أت يت على ق [ قالوا: ل 31 { االرحمن: وله }فبأي آلء رب كما تكذ

ب ف لك الحمد. بشيء من نعمك رب نا نكذ “Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmān bin Wāqid

Abu Muslim, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami al-

Walīd bin Muslim, dari Zuhair bin Muḥammad, dari

Muḥammad bin al-Munkadir, dari Jābir, ia berkata: Rasulullah

Saw. keluar menemui para sahabatnya dan membacakan kepada

mereka surah al-Raḥmān dari awal hingga akhir, kemudian

mereka terdiam. Lalu beliau berkata: “Sungguh aku telah

membacakannya kepada jin pada malam kedatangan jin dan

mereka lebih baik jawabannya daripada kalian. Aku setiap kali

membaca Firman-Nya: “Maka nikmat Tuhan kamu yang

manakah yang kamu dustakan?” (Qs. Al-Raḥmān ayat 16 dan

seterusnya), Mereka mengatakan: “Tidak, kami tidak

mendustakan sedikitpun kenikmatan-Mu wahai Tuhan kami.

Segala puji bagi-Mu”.59

Surah ini juga sangat dianjurkan untuk dibacakan oleh

perempuan yang sedang mengandung, agar selama masa

kehamilan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. dan

dijauhkan dari makhluk yang hasud dari bangsa jin.

6. Surah Al-Wāqi‘ah

Surah al-Wāqi‘ah adalah surah ke-56 dalam al-Qur’an. Surah

ini terdapat dalam juz ke-27 dan terdiri dari 96. Nama surah ini

diambil dari ayat pertama yakni al-Wāqi‘ah yang berarti hari

kiamat. Isi dari surah ini menceritakan tentang bagaimana hari

kiamat akan terjadi, serta balasan bagi orang-orang yang beriman

dan juga orang-orang kafir.

59Abū ‘Isā Muhammad bin ‘Isā Ibn Saurah bin Mūsā bin Ḍahhak al-Sulamī al-

Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, juz 0, 3291.

Page 71: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

53

Terdapat satu hadis yang menerangkan keutamaan dari

membacakan surah al-Wāqi‘ah yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi

(2396) sebagai berikut:

ه وسلم: " من ق رأ سورة بن مسعود، قال: سمعت رسول الله صلى الله علي عن الة لم تصبه فاقة. الواقعة في كل لي

“Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw.

bersabda: “Barang siapa membaca surat al-Wāqi‘ah setiap

malam, maka ia tidak akan mengalami kefaqiran”.60

Kaum muslimin yang mengetahui surah al-Wāqi‘ah berkaitan

dengan rezeki, mereka senantiasa membacakannya untuk

menghindari kefaqiran. Namun, kandungan hadis di atas adalah

jika seseorang membacakan surah ini secara rutin maka tidak akan

mengalami faqir hati, bukan faqir materi. Al-Manawi, dalam Faid al-

Qadīr menjelaskan bahwa Allah SWT. memberikan rizki berupa

qanaah atau kekuatan yang menguatkan mereka untuk selalu

beribadah kepada-Nya dan kekuatan untuk belajar ilmu

pengetahuan sebagai sarana memperbaiki kualitas diri.61 Jika ada

seseorang yang memperoleh rezeki, disertai dengan ikhtiar

membaca surah al-Wāqi‘ah, maka itu merupakan anugerah dalam

hidupnya yang dikarenakan sifat qanaah dan ketenangan sebagai

manfaat dari membaca surah al-Wāqi‘ah dan usaha yang telah

dilakukannya sehingga Allah SWT. memberikan rezeki yang luas

kepadanya.62

60Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, dalam Mausu’ah Hadis Maktabah al-Syamilah jilid 6,

14.

61Surahmat, “Kritik Pemahaman Hadis Nabi Tentang Keutamaan Surat Al-Waqi’ah”.

Inovatif, vol.1, no.1 (2015): 79.

62Surahmat, “Kritik Pemahaman Hadis Nabi Tentang Keutamaan Surat Al-Waqi’ah”,

79.

Page 72: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

54

Ketika seseorang membaca surah al-Wāqi‘ah, menurut

Muḥammad Makhdlori dapat merubah keadaan jiwa yang sedang

gelisah menjadi tenang, keadaan hati yang pesimis menjadi

optimis, pikiran yang kacau menjadi tertata. Inilah unsur terpenting

yang seharusnya diterapkan dalam jiwa seseorang. Setelah

seseorang merutinkan membaca surah al-Wāqi‘ah, maka secara

tiba-tiba Allah SWT. akan menurunkan uang dari langit, bukan

demikian realitas dari keajaiban surat al-Wāqi‘ah, tetapi

perwujudan ilmiah yang dihasilkan dari energi batin dalam diri

seorang yang terbiasa membacanya, karena ayat-ayat yang dibaca

bisa menghilangkan negative thinking sehingga dapat

menumbuhkan rasa optimisme yang diawali dari ketenangan batin

seseorang. Berawal dari keadaan hati yang tenang, yang

merupakan unsur pokok dari segala mekanisme indra dalam tubuh

seseorang, maka dapat merangsang sistem saraf otak sehingga

seseorang dapat bekerja secara maksimal.63

Berdasarkan pemaparan di atas, maka sangat dianjurkan kepada

ibu yang sedang mengandung untuk membacakan surah al-

Wāqi‘ah, karena Allah akan menjadikannya tidak faqir hati yang

menumbuhkan rasa ketenangan dan menghilangkan rasa

kegelisahan, hingga muncul rasa optimisme dalam diri. Hal ini

sangat dibutuhkan oleh ibu selama mengandung hingga melahirkan

untuk menghalau rasa takut akan hal yang membuatnya gelisah

terutama ketika melahirkan.

63Muhammad Makhdlori, Bacalah Surat Al-Waqi’ah Maka Engkau Akan Kaya

(Yogyakarta: Diva Press, 2008), 162.

Page 73: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

55

7. Surah Al-Insyirah

Surah al-Insyirah adalah surah ke-94 dalam al-Qur’an yang

terdiri dari 8 ayat dan diruturunkan di Mekkah setelah surah al-

Dhuha. Surah ini menceritakan tentang penegasan nikmat-nikmat

Allah SWT. yang diberikan kepada Nabi Saw. dan umatnya, serta

pernyataan Allah tentang setiap kesukaran pasti ada kemudahan,

oleh sebab itu diperintahkan kepada Nabi Saw. dan umatnya untuk

senantiasa melakukan amal shaleh dan bertawakkal kepada-Nya.64

Surah al-Insyirah mengandung unsur penenang jiwa, serta

memberikan tuntunan agar seseorang bisa menenangkan hati

dirinya sendiri dalam menghadapi persoalan hidup. Surah ini juga

menganjurkan untuk selalu berdzikir mengingat Allah SWT.,

karena dengan mengingat-Nya seseorang akan merasa ketenangan

dalam jiwanya, sehingga tidak merasakan kegelisahan dalam

menghadapi berbagai masalah.65

Maka dari itu, surah ini sangat dianjurkan dibacakan pula serta

dipahami maknanya oleh ibu yang mengandung, agar perasaan

cemas akan masalah-masalah yang akan datang ketika

mengandung dan melahirkan berganti dengan ketenangan hati.

C. Bacaan yang Menyertai Upacara Mandi Tujuh Bulan Kehamilan

Kelahiran anak pertama selalu menjadi hal yang mendebarkan dan

penuh harap. Di Indonesia, terdapat berbagai tradisi prosesi adat yang

dilakukan guna menyambut dan mendo’akan calon bayi yang

dikandung oleh ibunya. Salah satunya adalah upacara atau tradisi

memandikan orang hamil yang biasa disebut dengan mitoni. Mitoni

64Ichda Nauvilla, “Surah Al-Insyirah dan Pemecah Masalah” (Skripsi S1., Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008), 38.

65Ichda Nauvilla, “Surah Al-Insyirah dan Pemecah Masalah” 77-78.

Page 74: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

56

merupakan budaya Jawa yang berasal dari kata pitu berarti tujuh, hal

ini dimaksudkan bahwa ritual tersebut dilaksanakan pada saat bayi

menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan.66

Sejarah mitoni tidak terlepas dari masa pemerintahan Prabu

Jayabaya. Iswah Adriana menyebutkan di dalam jurnalnya bahwa

tradisi ini berawal pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, yang pada

saat itu ada sepasang suami istri bernama Niken Satingkeb dan Sadiya.

Mereka melahirkan anak sembilan kali namun tidak ada satu pun yang

hidup. Kemudian keduanya memutuskan untuk menghadap dan

meminta pertolongan kepada raja Kediri, yaitu Prabu Widayaka

(Jayabaya). Mendengar keluh kesah keduanya, sang raja yang arif dan

bijaksana terharu, lalu beliau memberikan petuah agar Nyai Satingkeb

mandi menggunakan tempurung atau bathok kelapa setiap hari Rabu

dan Sabtu pada pukul 17.00.67

Setelah mandi, ia dianjurkan memakai pakaian yang serba bersih.

Kemudian dijatuhkan dua butir kelapa gading melalui jarak antara

perut dan pakaian. Kelapa gading tersebut diukir dengan gambar Sang

Hyang Wisnu dan Dewi Sri atau Arjuna dan Sumbadara. Hal tersebut

dilakukan agar jika kelak anaknya lahir, ia mempunyai paras elok atau

cantik seperti yang dimaksud dalam gambar itu. Selanjutnya, ia harus

melilitkan daun tebu wulung pada perutnya yang kemudian dipotong

dengan keris. Segala nasihat dan anjuran sang raja itu dijalankannya

dengan cermat, dan ternyata apa yang mereka minta dikabulkan.

Semenjak itu, ketika ada seorang perempuan yang sedang

mengandung, maka keluarganya akan melaksanakan upacara tersebut,

66Iswah Adriana. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban (Perpaduan Antara Tradisi Jawa

dan Ritualitas Masyarakat Muslim)” Jurnal Karsa, vol.19, no.2, (2011): 239.

67Iswah Adriana. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban, 242.

Page 75: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

57

hingga tradisi ini menjadi tradisi yang wajib dilaksanakan bagi

masyarakat Jawa, dan diwariskan secara turun-temurun .68

Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang masih melaksanakan

tradisi memandikan orang hamil, seperti di daerah Jawa, Sumatra dan

Kalimantan. Masyarakat daerah ini meyakini bahwa tradisi tersebut

dilakukan setelah kehamilan seorang ibu genap mencapai usia tujuh

bulan atau lebih, dengan harapan agar ibu yang mengandung dan anak

yang dikandung selalu dilindungi oleh Allah SWT.69 Tradisi ini

memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya, di

daerah Jawa tradisi tersebut dinamai dengan mitoni, sedangkan di

Kalimantan tradisi tersebut dinamai dengan bemandi-mandi tujuh

bulananan.

Tidak hanya namanya saja yang berbeda, akan tetapi tata cara

pelaksanaan tradisi ini pun juga berbeda-beda. Bahkan, sebagian umat

Islam di Indonesia melaksanakan tradisi ini dengan tata cara

pelaksanaan yang berbeda dengan tradisi Jawa. Pada saat ini,

perbedaan tersebut juga terlihat dari adanya unsur-unsur ke-Islaman

seperti pembacaan al-Qur’an pada tradisi tersebut. Keluarga yang

memiliki ibu dalam masa kehamilan tujuh bulan mengundang

tetangga-tetangganya guna dimintai pertolongan untuk membacakan

beberapa surah tertentu dari al-Qur’an. Jumlah surah yang dibacakan

pun beragam menyesuaikan kebiasaan yang ada di daerah masing-

masing. Misalnya di daerah Klaten, terdapat tujuh surah pilihan yang

dibacakan, yaitu surah Yūsuf, Maryam, Luqmān, Sajadah, al-Wāqi‘ah,

68Iswah Adriana. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban, 243.

69Hasbi Asshidiqi, “Hukum Islam Acara Tujuh Bulanan, 2017,” Diakses, 23 Oktober,

2019,

https://www.kompasiana.com/hasbi_asshidiqi/58e17cbedb22bd29131b45fb/hukum-islam-acara-7-bulanan

Page 76: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

58

al-Raḥmān, dan Muḥammad.70 Sedangkan, di Banyumas terdapat tiga

surah pilihan yang dibacakan, yaitu surah Yūsuf, Maryam, dan

Luqmān.71 Bahkan, di dareah Kabupaten Sleman, terdapat sepuluh

surah pilihan yang dibacakan dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan,

yaitu surah Yūsuf, Maryam, al-Wāqi’ah, al-Raḥmān, Muḥammad,

Luqmān, al-Mulk, Tāhā, al-Nūr dan Yāsin. Praktik pembacaan surah-

surah pilihan tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan bagian

yang berbeda-beda dan diakhiri dengan pembacaan do’a oleh

imamnya.72

Pembacaan surah-surah pilihan pada upacara mandi hamil tujuh

bulan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Hal

tersebut sangat ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

1. Adanya permintaan dari penyelenggara upacara mandi hamil tujuh

bulan atau kerabatnya untuk membacakan surah-surah tertentu

dalam upacara tersebut.

2. Ketentuan dari orang yang dipercaya oleh penyelenggara upacara

mandi hamil tujuh bulan untuk mengatur pembacaan surah-surah

pilihan dalam upacara tersebut.

3. Ketentuan pemimpin pembacaan surah-surah pilihan jika tuan

rumah tidak menentukan ragam surah yang akan dibaca pada saat

70Muhammad Fauzan Nasir, “Pembacaan Tujuh Surah Pilihan Al-Qur’an Dalam

Tradisi Mitoni (Kajian Living Al-Quran di Dusun Sumberjo, Desa Troso, Kecamatan

Karanganom, Kabupaten Klaten)” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Surakarta,

2016), xvi.

71Ujang Yana, “Pembacaan Tiga Surat Al-Qur’an dalam Tradisi Tujuh Bulanan (Di

Masyarakat Selandaka, Sumpiuh, Banyuwangi” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), xi.

72Siti Mas’ulah, “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam Ritual Mitoni/ Tujuh

Bulanan (Kajian Living Qur’an di Padukuhan Sembego, Kec. Depok, Kab. Sleman)”

(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), 143-144.

Page 77: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

59

upacara mandi hamil tujuh bulan dan tidak menunjuk orang lain

untuk menentukan ragam surah yang dibaca.73

73Siti Mas’ulah, “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan,” 143.

Page 78: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

60

Page 79: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

61

BAB III

GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

A. Sejarah Desa Keraya

Pada awalnya, Desa Keraya merupakan bagian dari Desa Sabuai

yang terletak di sebelah barat Desa Keraya. Kemudian diresmikan

menjadi sebuah desa hasil pemekaran dari desa Sabuai pada tanggal 26

April 1966. Desa ini telah ditempati oleh penduduk sekitar tahun 1936.

Penamaan desa ini diambil dari sebatang pohon beringin “Kariwaya”

yang tumbuh kokoh dan menjulang tinggi di atas bukit. Menurut

perkiraan masyarakat Keraya, pohon tersebut mulai tumbuh sekitar

tahun 1942. Pohon ini dijadikan sebagai tanda pengenal bagi orang

atau nelayan yang berlayar menuju desa ini. Kata pohon “Kariwaya”

kemudian disederhanakan menjadi Keraya, hingga terbentuklah nama

Desa Keraya. Kepala desa pertama pada saat itu adalah Zamail Zain

(1966-1983) yang memimpin selama sembilan belas tahun.

Pada tahun 1983, Mukharin Taher dilantik sebagai pejabat

sementara menggantikan Zamail Zain karena mengundurkan diri dari

jabatannya. Kemudian dilaksanakan pemilihan kepala Desa Keraya

yang baru dan pada tanggal 3 April 1986 Haderi terpilih menjadi

Kepala Desa Keraya yang menjabat selama enam belas tahun (1986-

2003). Banyak prestasi dan kemajuan yang diraih seiring dengan

perkembangan Desa Keraya dari Desa Swakarsa menjadi Desa

Swadaya, akses menuju desa pesisir (Keraya) sudah bisa ditempuh

dengan transportasi darat selain laut atau sungai, serta adanya listrik

interkoneksi jaringan Kumai pesisir. Pada periode ini pula, Lembaga

Musyawarah Desa tersebut dirubah menjadi Badan Perwakilan Desa.

Pada 20 Januari 2003, Ahmadi resmi dilantik menjadi Kepala Desa

Keraya periode 2003-2008, dengan melaksanakan kegiatan di berbagai

Page 80: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

62

bidang pembangunan fisik maupun di bidang kemasyarakatan,

pelayanan, pemerintahan, pemekaran rukun tetangga, penetapan tanah

kas desa, serta awal pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana Desa (ADD),

pendidikan gratis dan terserapnya kegiatan PKPS BBM untuk

infrastruktur desa, Pencanangan Program Mamangun Tuntang

Magawa (PM2L) provinsi Kalimantan Tengah. Pada periode ini,

Badan Perwakilan Desa berubah menjadi Badan Permusyawaratan

Desa. Kemudian pada tanggal 4 April 2008, Suharmalik terpilih

menjadi Kepala Desa Keraya selama 2 periode 2008-2014 dan 2014

hingga sekarang.1

B. Letak Geografis Desa Keraya

Desa Keraya merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan

Kumai, kabupaten Kotawaringin Barat, provinsi Kalimantan Tengah.

Desa ini adalah desa pesisir pantai yang langsung berhadapan dengan

laut sebelah selatan kota Pangkalan Bun. Posisinya terletak pada 02°

59’ 41” lintang selatan, 03° 22’ 12” bujur timur, 198 Azimut dari kota

Pangkalan Bun. Jarak udara 34, 47 km dari kota Pangkalan Bun, jarak

ke kecamatan Kumai 50 km, dan jarak ke kabupaten 65 km.

Secara geografis Desa Keraya merupakan wilayah yang memiliki

luas 7.800 Ha serta berada pada ketinggian 3-10 meter di atas

permukaan laut. Kategori wilayah ini adalah dataran rendah dan

perbukitan yang berbatasan dengan laut maupun desa yang lain.

Sebelah utara berbatasan dengan desa Pasir Panjang, sebelah selatan

berbatasan dengan laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Sebuai

Timur, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Teluk Bogam.

1Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya” 2018, 1-2.

Page 81: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

63

Sebagian besar masyarakat desa tersebut berprofesi sebagai nelayan,

disebabkan letak desa yang berada di pesisir pantai.2

C. Demografis Desa Keraya

1. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk Desa Keraya dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan, hal ini disebabkan angka kelahiran yang tiap

tahunnya meningkat.

Berdasarkan data yang diterima oleh penulis, jumlah penduduk

Desa Keraya secara keseluruhan mencapai kurang lebih 616 jiwa

dengan jumlah penduduk laki-laki 315 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan 301 jiwa yang terdiri dari 5 rukun tetangga dan 186

kepala keluarga. Adapun perincian jumlah penduduk berdasarkan

rukun tetangga yaitu: RT 01 berjumlah 127 jiwa, RT 02 berjumlah

117 jiwa, RT 03 berjumlah 139 jiwa, RT 04 berjumlah 140 jiwa,

dan RT 05 berjumlah 93 jiwa. Jumlah penduduk desa Keraya

berdasarkan jenis kelamin dan rukun tetangga dapat dilihat pada

tabel berikut:3

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 315

2. Perempuan 301

2Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 1-22.

3Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 3-5.

Page 82: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

64

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan RT

No Rukun Tetangga Jumlah

1. RT 01 127

2. RT 02 117

3. RT 03 139

4. RT 04 140

5. RT 05 93

2. Kondisi Pendidikan Masyarakat

Pada tahun 90-an masyarakat Desa Keraya terkait pendidikan

formal masih kurang. Hal ini terlihat dari beberapa warga yang

beranggapan bahwa yang mampu mengenyam pendidikan hingga

ke perguruan tinggi hanyalah orang-orang kaya. Asumsi ini

dikarenakan rendahnya pendapatan atau penghasilan dari pekerjaan

mereka sebagai nelayan. Selain itu, masyarakat juga mengeluhkan

jauhnya jarak sekolah dengan rumah mereka, dan sulitnya

transportasi. Fenomena ini mengakibatkan banyak anak-anak muda

yang tidak melanjutkan sekolahnya setelah tamat SD maupun

SMP. Mereka cenderung lebih memilih untuk membantu orang

tuanya bekerja, seperti pergi ke laut untuk mencari ikan dan lain-

lain.

Mulai pada tahun 2000-an, masyarakat Desa Keraya mulai

megalami berbagai macam perubahan, termasuk dalam pendidikan.

Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan semakin tumbuh dan

meningkat, karena menurut mereka pendidikan merupakan suatu

kebutuhan dalam mencari bekal kehidupan. Hal tersebut terlihat

dari banyaknya masyarakat yang mulai menyekolahkan anaknya

Page 83: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

65

ke lembaga pendidikan, mulai dari usia dini (PAUD), Taman

Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah

Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan

tidak sedikit yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Adapun tingkat pendidikan masyarakat Desa Keraya dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3

Tingkat Pendidikan Masyarakat

No Tingkat Pendidikan

Jenis Kelamin

Laki-

laki Perempuan Jumlah

1. Tidak Tamat SD - - -

2. Tidak Sekolah - - 166

3. SD - - 174

4. SLTP/Sederajat 40 46 86

5. SLTA/Sederajat 60 78 138

6. Diploma 3 5 8

7. Sarjana S1 9 13 22

8. Sarjana S2 2 - 2

9. Pendidikan

Keterampilan 7 6 13

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas pendidikan masyarakat

Desa Keraya adalah Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah penduduk

174 jiwa.4

Untuk menunjang pendidikan agar lebih maju maka disediakan

sarana pendidikan formal maupun non formal di Desa Keraya

4Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 5.

Page 84: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

66

yaitu, PAUD, TK, TK TPA, SD Negeri, dan MTS Swasta. Berikut

adalah jumlah lembaga pendidikan formal dan non formal yang

ada di Desa Keraya pada tahun 2019.5

Tabel 3.4

Lembaga Pendidikan Desa Keraya

No Lembaga Pendidikan Jumlah

1. PAUD 1

2. TK 1

3. TK TPA 1

4. SD 1

5. MTs 1

3. Struktur Pemerintahan dan Kelembagaan

Struktur pemerintahan Desa Keraya dibentuk sesuai dengan

peraturan daerah Kabupaten Kotawaringin Barat nomor 3 tahun

2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa. Pemerintahan Desa Keraya memiliki jumlah

aparat pemerintahan desa sebanyak 15 orang, yang terdiri dari

Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan, Staf Administrasi,

Staf Keuangan, dan Ketua RT. Di desa keraya terdapat beberapa

kelembagaan, diantaranya: BPD, LKMD, PKK, Hansip, dan

Karang Taruna.

a. Badan Permusyawaratan Desa

Sesuai dengan ditetapkannya undang-undang nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara RI

tahun 2004 nomor 125, tambahan Lembaran Negara RI Nomor

4437) bahwa Badan Permusawaratan Desa berfungsi

5Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 22.

Page 85: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

67

menetapkan peraturan desa, dan mengadakan musyawarah

rembuk desa yang akan dituangkan dalam Peraturan Desa dan

Keputusan Desa. Badan Permusyawaratan Desa pada tahun

2018, terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan anggota.

b. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa

Sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24

tahun 1980 tentang susunan organisasi kerja Lembaga

Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Peraturan

Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat nomor 26

tahun 2007 tentang Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa

berkedudukan di desa maupun kelurahan merupakan Lembaga

Ketahanan Masyarakat Desa yang memberdayakan masyarakat

bersifat lokal dan secara organisasi berdiri sendiri serta

merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Lembaga ini berfungsi dalam bidang perencanaan

pembangunan, menggerakkan partisipasi masyarakat secara

aktif dan positif untuk melaksanakan pembangunan secara

terpadu baik berasal dari kegiatan pemerintah maupun swadaya

gotong royong masyarakat dan menumbuh kembangkan

kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pembangunan desa.

c. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa PKK bukan lagi

merupakan seksi atau bagian dari LKMD, namun sudah

menjadi lembaga yang berdiri sendiri dan membantu

pemerintah desa.

Adapun pencapaian hasil dari seluruh kegiatan yang telah

dilaksanakan oleh PKK berdasarkan data kelembagaan desa

tahun 2018 diantaranya adalah semakin meningkatnya

Page 86: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

68

kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesejahteraan

keluarga melalui berbagai macam kegiatan seperti imunisasi

yang dilaksanakan pada posyandu bulanan, dan semakin

tingginya kesadaran masyarakat betapa pentingnya tenaga

kesehatan yang berada di desa melalui pustu yang ada, serta

semakin berkembangnya kegiatan PKK.

d. Pertahanan Sipil

Pertahanan sipil (hansip) di Desa Keraya berjumlah 5

personil berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Keraya

Nomor: 300/KRY-KADE/2008. Adapun pos penjagaan

berjumlah 3 unit. Pada tahun 2017 anggota Hansip menerima

uang operasional dari desa. Dana yang diterima tersebut

digunakan untuk pemeliharaan pos-pos Hansip yang ada di

desa Keraya berupa:

Pembersihan lokasi Pos

Pengecatan Pos

Kegiatan keamanan desa.

e. Karang Taruna

Karang Taruna di desa ini adalah sebuah lembaga yang

ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Desa Keraya Nomor:

10/KPTS-KD/VII/2015 dengan nama Karang Taruna

“KALIMAS”. Pengurus Karang Taruna berjumlah 10 orang,

yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara

dan Seksi-seksi, seperti Seksi Agama, Seksi Prasarana, Seksi

Pendidikan, Seksi Pemuda dan Olahraga.6

6Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 75-79.

Page 87: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

69

4. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan pada data Desa Keraya tahun 2018, berikut adalah

sarana dan prasarana yang terdapat di desa tersebut:7

Tabel 3.5

Sarana dan Prasarana Desa Keraya

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1. Balai Desa 1 Unit

2. Pustu 1 Unit

3. Sekolah 3 Unit

4. Jalan Desa 4 Km

5. Rumah Ibadah 2 Unit

6. Posyandu 1 Unit

7. Kantor Desa 1 Unit

8. Gedung Serba Guna 1 Unit

9. Kantor PKK, BPD dll 1 Unit

10 BumDes 1 Unit

5. Sosial Budaya Masyarakat

Manusia diciptakan dengan berbagai macam perbedaan, yang

mana perbedaan itu merupakan rahmat dari Allah SWT. Perbedaan

itu dapat meliputi agama, bahasa, warna kulit, dan lain sebagainya.

Sejatinya manusia pasti membutuhkan satu sama lain dalam

menjalani hidup, karena manusia merupakan makhluk sosial yang

tidak dapat hidup sendiri serta menjalani aktifitasnya sendiri.

Di Desa Keraya, tradisi hubungan sosial antar individu

tercermin melalui gotong royong yang masih terjalin. Sifat dari

gotong royong itu sendiri merupakan ciri khas dari kehidupan

7Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 5.

Page 88: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

70

masyarakat desa. Kegiatan-kegiatan gotong royong dalam berbagai

kesempatan sering dilakukan oleh masyarakat setempat. Salah satu

contohnya pada kegiatan pembersihan lingkungan masjid.

Masyarakat Desa Keraya seluruhnya beragama Islam, maka

wajar apabila tradisi dan budaya di desa tersebut banyak yang

bercorak Islam. Masyarakat Desa Keraya mayoritas bersuku Bugis

dan Melayu. Akan tetapi tradisi yang masih kental dilakukan oleh

masyarakat desa tersebut adalah tradisi-tradisi suku Banjar.

Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya kerajaan Kutaringin di

Kotawaringin Barat yang konon katanya merupakan pecahan dari

kerajaan yang ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Oleh

karena itu, banyak tradisi dan budaya desa tersebut yang masih

kental dengan budaya-budaya Banjar. Hal tersebut terlihat dari

beberapa tradisi dan budaya yang ada di Desa Keraya.8

Adapun ritual yang masih dilestarikan oleh masyrakat Desa

Keraya adalah sebagai berikut:

a. Upacara Pernikahan

Upacara pernikahan adalah upacara ijab qabul yang

dilakukan untuk menyatukan dan meresmikan ikatan antara

dua orang, laki-laki dan perempuan secara norma agama dan

norma hukum. Sebelum pernikahan berlangsung terlebih

dahulu diadakan tukar cincin atau lamaran yang dilakukan oleh

calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan.

Kemudian setelah lamaran tersebut dilanjut dengan pernikahan.

Pada hari pernikahan tepatnya sebelum ijab qabul

berlangsung, keluarga calon pengantin laki-laki beantar-antar

8Deby Irawan (Penduduk Desa Keraya) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

25 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Page 89: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

71

atau membawa barang-barang tertentu yang akan diserahkan

kepada calon pengantin perempuan. Setelah beantar-antar

selesai dilaksanakan kedua calon pengantin memasuki prosesi

ijab qabul.

Setelah sudah sah menjadi suami istri, keduanya harus

melakukan kegiatan batamat atau mengkhatamkan al-Qur’an.

Apabila salah satu dari calon pengantin tersebut tidak dapat

membaca al-Qur’an, maka dapat digantikan atau diwakili oleh

keluarganya yang mampu membacakan al-Qur’an dengan baik.

Adapun surah yang dibacakan adalah diawali dengan surah al-

Fātiḥah lalu dilanjutkan dengan membacakan surah al-Dhuḥā

sampai dengan surah al-Nās. Pembacaan al-Qur’an tersebut

dilakukan secara murottal dan dibacakan secara bergantian

oleh kedua calon pengantin. Setelah pembacaan al-Qur’an

selesai, maka dilanjutkan dengan membaca do’a khatmil

Qur’an secara bersama-sama. Setelah batamat selesai,

dilanjutkan dengan pembacaan do’a oleh penghulu dan warga

yang hadir agar kedua pengantin dijadikan keluarga yang

sakīnah, mawaddah, wa raḥmah.9

b. Upacara Kehamilan

Upacara kehamilan ini adalah upacara memandikan ibu

yang sedang mengandung anak pertama ketika usia

kehamilannya mencapai tujuh bulan beserta suaminya. Upacara

ini dilaksanakan di rumah pengantin perempuan tepatnya di

halaman atau di samping rumahnya. Adapun rangkaian

kegiatan yang dilakukan dalam upacara ini adalah pembacaan

9Nor Aidin (Ketua pengajian desa pesisir) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 26 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Page 90: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

72

al-Qur’an, pembacaan barzanji, bemandi mandi (memandikan

kedua pengantin), bebari-bari, serta pembacaan do’a. Upacara

ini dihadiri oleh keluarga, tetangga, para sesepuh dan tokoh-

tokoh agama.

Upacara memandikan ibu hamil juga dilakukan ketika ibu

mengandung anak yang ketiga dalam usia tujuh bulan yang

disebut dengan mandi baya’. Pada proses pelaksanannya tidak

ada pembacaan barzanji, hanya bemandi-mandi, bebari-bari,

dan pembacaan do’a. Upacara mandi baya’ tidak seramai

upacara mandi hamil tujuh bulan anak pertama karena yang

menghadiri hanya sanak saudara dan bidan kampung.10

Selama Ibu mengandung dianjurkan untuk membaca surah

Yūsuf dan surah Maryam. Masyarakat desa tersebut meyakini

bahwa apabila si calon Ibu menginginkan anak laki-laki maka

rajin-rajinlah membaca Yūsuf. Apabila menginginkan anak

perempuan maka rajin-rajinlah membaca surah Maryam. Selain

harapan agar terpenuhi keinginan di atas, pembacaan kedua

surah tersebut juga ditujukan agar bayi yang ada di dalam

kandungan kelak menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

Pembacaan kedua surah tersebut dibacakan secara individu

oleh Ibu yang mengandung atau Ayah dari anak tersebut.

c. Upacara Kelahiran Anak

Upacara ini dilakukan ketika anak sudah berumur tiga hari

atau ada pula yang melakukan ketika sudah berumur tujuh hari.

Di dalam upacara ini diadakan pembacaan al-Qur’an yang

dikhususkan untuk anak tersebut selama tiga hari atau tujuh

10Sanariyah (Bidan kampung Desa Keraya), diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 23 Oktober 2019, Kalimantan Tengah.

Page 91: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

73

hari berturut-turut. Apabila anak yang dilahirkan laki-laki maka

dibacakan surah Yūsuf dan apabila anak yang dilahirkan

perempuan maka dibacakan surah Maryam. Pembacaan al-

Qur’an tersebut dilakukan oleh beberapa orang yang diundang

oleh orang tua dari anak tersebut di rumahnya. Melalui

pembacaan kedua surah pilihan tersebut diharapkan si anak

menjadi anak yang sholeh dan sholehah, serta memiliki akhlak

seperti Nabi Yūsuf dan Siti Maryam.

Setelah usia anak memasuki tujuh hari maka dilakukan

upacara tasmiyahan atau begunting. Tasmiyahan adalah

upacara pemberian nama kepada anak yang baru lahir. Dalam

pelaksanaannya tasmiyahan terkadang dilakukan bersamaan

dengan aqiqahan, begitu pula juga sebaliknya. Aqiqahan

biasanya akan dilakukan ketika keluarga anak tersebut sudah

mampu.

Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan dalam upacara

tasmiyahan, seperti pembacaan al-Qur’an surah Āli `Imrān

yang di dalamnya menceritakan kisah keluarga Imran, dan

pembacaan barzanji, serta menggunting sedikit bagian dari

rambut bayi yang baru lahir. Setelah itu terdapat pembacaan

do’a selamat di akhir upacara.11

d. Upacara Khitanan atau Besunat

Istilah khitanan dikenal oleh masyarakat Keraya dengan

besunat. Pada saat khitanan biasanya terdapat kegiatan batamat

atau khataman al-Qur’an yang akan dibacakan oleh anak yang

akan dikhitan. Adapun surah yang dibacakan biasanya dimulai

11Minah (Penduduk Desa Keraya), diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 05

Oktober 2019, Kalimantan Tengah.

Page 92: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

74

dari surah al-Dhuḥā sampai dengan surah al-Nās. Setelah

batamat selesai, pemimpin do’a akan membacakan do’a

selamat. Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan

pada pagi hari sebelum anak tersebut dikhitan.

Pada sore harinya anak tersebut baru dikhitan dan upacara

tersebut dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, serta tokoh

agama yang memimpin acara tersebut.

e. Upacara Penguburan Jenazah

Penguburan jenazah ini dilakukan seperti yang sudah

diajarkan oleh agama. Setelah penguburan jenazah sudah

dilakukan, dilanjutkan dengan khataman al-Qur’an pada hari

pertama, kedua, dan ketiga setelah jenazah tersebut

dikuburkan. Lalu ketika kematian sudah mencapai 7 hari, 40

hari, dan 100 hari akan dilakukan tahlilan dan pembacaan

surah Yāsin oleh warga yang hadir, serta pembacaan do’a yang

dihadiahkan untuk orang yang diperingati hari wafatnya

tersebut.

f. Upacara Batajak Rumah

Upacara ini adalah kegiatan selamatan yang dilakukan

ketika akan membangun rumah. Pada pelaksanaannya terdapat

pembacaan shalawat nariyah sebanyak 21 kali, pembacaan

surah Yāsin, pembacaan do’a selamat, dan tampung tawar.

Tampung tawar adalah kegiatan memukulkan daun-daunan

yang diikat menjadi satu dan dicelupkan ke dalam cairan

kuning ke sudut-sudut rumah, yang dilakukan oleh pemimpin

agar rumah yang akan dibangun tersebut terhindar dari

gangguan makhluk halus.12

12Nor Aidin, Wawancara.

Page 93: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

75

6. Ekonomi Masyarakat

Desa Keraya dilihat dari tipologi dan letaknya berada di daerah

pantai atau pesisir dan berbukit, sebagian besar tanahnya berpasir

yang menjadikan daerah tersebut tidak cocok untuk pertanian atau

tidak memiliki lahan pertanian. Oleh karena itu mayoritas

penduduk Desa Keraya bekerja sebagai nelayan perikanan. Namun

sebagian penduduk Desa Keraya memiliki lahan pertanian dan

bertani di desa tetangga yaitu Desa Sebuai.

Selain bertani dan menjadi nelayan, masyarakat Desa Keraya

memiliki mata pencaharian yang beraneka ragam. Berikut ini

adalah tabel pekerjaan masyarakat Desa Keraya berdasarkan data

desa tahun 2018.

Tabel 3.6

Pekerjaan Masyarakat Desa Keraya

No Jenis Pekerjaan Laki-

laki Perempuan Jumlah

1 Petani 19 21 40

2 Nelayan 80 0 80

3 Wiraswasta 10 6 16

4 Karyawan Swasta 21 2 23

5 PNS 5 7 12

6 Pelajar 74 62 136

7 Lain-lain - - 276

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa masyarakat

Desa Keraya yang bekerja sebagai nelayan adalah sebanyak 80

orang, petani sebanyak 40 orang, wiraswata sebanyak 16 orang,

Page 94: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

76

karyawan swasta sebanyak 23 orang, PNS sebanyak 12 orang, dan

136 orang yang masih berstatus sebagai pelajar.13

7. Agama Masyarakat

Berdasarkan data penduduk Desa Keraya tahun 2018 dapat

diketahui bahwa seluruh masyarakat desa tersebut menganut

agama Islam. Sebagai umat Muslim, masyarakat setempat sering

melakukan berbagai kegiatan keagamaan. Adapun kegiatan

keagamaan yang masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat

hingga saat ini adalah sebagai berikut:

a. Mingguan

Pembacaan Shalawat oleh Bapak-bapak

Kegiatan pembacaan shalawat ini dilaksanakan oleh

bapak-bapak pada malam Kamis dan malam Jum’at di

setiap RT secara bergiliran. Kegiatan yang dilakukan

adalah membaca barzanji dan shalawat habsyi.

Pengajian Kitab Fiqih

Kegiatan ini dilaksanakan oleh bapak-bapak pada setiap

hari Jum’at tepatnya setelah sholat Jum’at dilaksanakan di

masjid Nurul Iman Desa Keraya. Adapun kitab yang dikaji

adalah kitab fiqih Fatḥul Mu’īn.14

Pembacaan Shalawat oleh Ibu-ibu

Kegiatan ini dilaksanakan oleh ibu-ibu Desa Keraya

pada hari Jum’at siang di rumah-rumah warga secara

13Pemerintah Desa Keraya, “Profil Desa Keraya,” 4.

14Abdul Mu’in (Penduduk Desa Keraya) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 25 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Page 95: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

77

bergiliran. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah

membaca barzanji dan shalawat habsyi.15

b. Bulanan

Pengajian Rutin oleh Ibu-ibu

Desa Keraya memiliki dua kelompok pengajian, yaitu

pengajin Al-Hidayah, dan pengajian Baitul Muslimat.

Pengajian ini dilaksanakan bersamaan dengan ibu-ibu dari

desa-desa tetangga. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam

pengajian tersebut ialah, barzanjian, shalawat habsyi dan

tausyiah.

Pelatihan Terbangan atau Maulid Habsyi

Pelatihan terbangan atau maulid habsyi ini adalah

kegiatan pelatihan memukul alat musik yang disebut

dengan terbangan untuk mengiringi lantunan sholawat.

Tidak hanya pukulan saja yang dilatih, akan tetapi gerakan

pemukul serta pelantunan sholawat pun dilatih dalam

kegiatan ini.

Desa Keraya sudah membentuk satu kelompok

terbangan atau maulid habsyi yang bernama Nurul Iman.

Anggota kelompok tersebut terdiri dari ibu-ibu dan remaja

yang ada di Desa Keraya.16

c. Tahunan

Melaksanakan FASI (Festival Anak Sholeh Indonesia)

Kegiatan Festival Anak Sholeh Indonesia biasanya

dilaksanakan pada bulan Ramadhan untuk memperingati

Nuzulul Qur’an atau turunnya al-Qur’an. Kegiatan ini

15Nor Aidin, Wawancara.

16Nor Aidin, Wawancara.

Page 96: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

78

diikuti oleh semua anak-anak yang ada di Desa Keraya.

Adapun cabang yang diperlombakan juga beragam dan

bernuansa ke-Islaman, seperti lomba Tilawatil Qur’an,

lomba Tartil, lomba Menghafal Juz ‘Amma, lomba Adzan,

lomba Sholat Berjama’ah, lomba Da’i Da’iah, lomba

Mewarnai, dan lomba Nasyid.

Kegiatan ini dilakukan agar anak-anak dapat mengasah

bakat yang dimilikinya dan terus berkembang serta

meningkatkan rasa percaya diri melalui adanya Festival

Anak Sholeh Indonesia di Desa Keraya tersebut.17

Melaksanakan Khataman Al-Qur’an pada Bulan

Ramadhan.

Kegiatan ini dilakukan tepat pada hari diturunkannya al-

Qur’an atau Nuzulul Qur’an yang melibatkan seluruh

warga desa tersebut. Sebelum khataman al-Qur’an

dilaksanakan, pengurus masjid terlebih dahulu membagikan

juz yang akan dibacakan kepada setiap warga yang hadir.

Setelah al-Qur’an selesai dikhatamkan, semua warga

membacakan do’a khatam al-Qur’an bersama-sama yang

dipimpin oleh pemimpin bacaan.

Melaksanakan Kegiatan Isra’ Mi’raj.

Isra’ Mi’raj dilaksanakan pada bulan Rajab untuk

memperingati perjalanan yang dilakukan oleh Rasulullah

Saw. pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil

‘Aqsha. Kegiatan ini diperingati dengan mengadakan

pengajian atau tausyiah yang disampaikan oleh Ustadz atau

Ustadzah yang dipercaya untuk memberikan tausyiah atau

17Deby Irawan, Wawancara.

Page 97: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

79

ceramah agama. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan satu

tahun sekali dan bertempat di masjid Nurul Iman Desa

Keraya yang dihadiri oleh seluruh masyarakat Desa

Keraya.

Melaksanakan Kegiatan Maulid Nabi.

Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Rabi’ul Awal

antara pertengahan sampai dengan akhir bulan. Seperti

pada umumnya kegiatan ini dilakukan untuk memperingati

kelahiran Rasulullah Saw. yang diisi dengan pembacaan

barzanji¸ shalawat habsyi, dan tausyiah atau ceramah

agama. Kegiatan ini diadakan setiap satu tahun sekali dan

bertempat di masjid Nurul Iman serta dihadiri oleh seluruh

masyarakat Desa Keraya.

Melaksanakan Kegiatan Muharraman atau Menyambut

Tahun Baru Islam.

Ketika tahun baru Islam tiba, masyarakat Desa Keraya

merayakannya dengan mengadakan pawai obor berkeliling

desa. Kegiatan ini diikuti oleh banyak warga bahkan anak-

anak kecil sangat antusias mengikuti pawai tersebut. Pada

hari tahun baru Islam tersebut para Ibu membuat berbagai

macam ketupat, seperti ketupat tolak bala, dan lain

sebagainya.

Melaksanakan Kegiatan Perayaan Hari Besar Islam (PHBI)

Perayaan Hari Besar Islam tentunya dilaksanakan pada

hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Masyarakat mengadakan

pawai obor berkeliling desa seperti yang dilakukan pada

perayaan tahun baru Islam sambil mengumandangkan

takbir kemenangan dan pemukulan bedug. Kegiatan ini

Page 98: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

80

dilakukan pada malam hari dan diikuti oleh seluruh warga

desa.18

18Abdul Mu’in, Wawancara.

Page 99: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

81

BAB IV

PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI

HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA

A. Tradisi Mandi Hamil Tujuh Bulan Desa Keraya

Desa Keraya merupakan desa yang mayoritas penduduknya

bersuku Bugis dan Melayu. Akan tetapi bahasa yang digunakan di

desa tersebut adalah bahasa campuran dari suku Banjar, Melayu, dan

Jawa. Sedangkan, tradisi yang masih melekat dalam kehidupan

masyarakat desa tersebut adalah tradisi dari suku Banjar, seperti

selamatan, batajak rumah, bamandi-mandi tujuh bulanan, dan tradisi

lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kerajaan Kutaringin di

Kotawaringin Barat yang konon merupakan pecahan dari kerajaaan

Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sehingga memungkinkan tradisi-

tradisi Banjar masuk dan menyebar di daerah Kotawaringin Barat dan

masih dilestarikan hingga saat ini.

Salah satu tradisi yang masih melekat dan dilestarikan oleh

masyarakat Keraya adalah bemandi-mandi hamil menujuh bulan atau

mandi hamil tujuh bulan. Masyarakat Keraya hingga kini meyakini

bahwa tradisi tersebut harus dilaksanakan, karena jika tidak, maka

dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada ibu

hamil dan anak yang dikandungnya. Pada bab ini, penulis akan

memaparkan sejarah, proses pelaksanaan, peralatan yang digunakan,

serta motivasi pelaksanaan tradisi tersebut di Desa Keraya.

1. Sejarah Mandi Hamil Tujuh Bulan

Sebelum beranjak pada proses pelaksanaan tradisi, penulis akan

memaparkan terlebih dahulu mengenai sejarah adanya tradisi

mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya. Pada penelitian ini,

Page 100: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

82

penulis menggali informasi mengenai sejarah tradisi tersebut

melalui wawancara kepada beberapa penduduk desa setempat.

Berikut ini adalah ungkapan salah satu sesepuh Keraya mengenai

sejarah mandi hamil tujuh bulan:

“Kalau mengenai sejarah ini wallāhu a’lam. Dulu saya belum

pernah mendapatkan atau menemukan mandi-mandi pada

zaman Rasulullah. Jadi istilahnya mandi-mandi ini hanya adat

istiadat daerah kita saja. Adapun asalnya dari Banjar atau

darimananya saya tidak begitu tau. Namun sebenarnya tidak

salah juga. Kalau di aliran lain sudah pasti dianggapnya

bid’ah mandi-mandi tersebut. Tapi kan bid’ah itu ada dua,

yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Yang mana hasanah

itu artinya mendatangkan kebaikan, sedangkan dhalalah

artinya ditolak. Tapi menurut saya mandi-mandi itu baik saja

dan tidak mungkin menjadi salah. Kalau kata orang sebagian

bid’ah itu karena tidak ada hadisnya. Sedangkan kita tidak

berani mengatakan bid’ah karena kita tidak hafal beribu-ribu

hadis. Jadi jangan sembarangan ikut-ikutan mengatakan

bid’ah kalau kita tidak hafal banyak hadis. Mungkin saja

sebenarnya ada di dalam hadis, hanya saja kita belum

menemukannya. Intinya kalau sesuatu yang kita perbuat itu

tidak menyalahi agama apalagi di dalamnya ada dibacakan al-

Fātiḥah, al-’Ikhlāṣ, maka tidak mungkin menjadi masalah.

Bahkan itu dianjurkan apalagi ketika anak masih di dalam

kandungan. Seharusnya ketika anak masih ada dalam

kandungan hendaknya dibacakan surah Muḥammad, surah

Yūsuf, surah Maryam. Diniatkan saja untuk dihadiahkan

kepada bayi yang dikandung. Nanti kita tidak repot lagi ketika

anak tersebut sudah lahir, karena dia sudah banyak tau.

Kenapa? Karena banyak ulama yang seperti itu. Ibunya

membacakan surah-surah tersebut, apalagi dibantu oleh

suaminya diniatkan untuk bayi yang dikandung. Yang

diutamakan untuk dibaca secara terus menerus adalah surah

Muḥammad. Pokoknya pasti anaknya jadi sholeh”.1

Demikian yang diungkapkan oleh salah satu sesepuh di Desa

Keraya, yang dianggap mengetahui seluk beluk tradisi mandi

1Arbain (Sesepuh Desa Keraya) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 01

Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Page 101: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

83

hamil tujuh bulan tersebut. Adapun mengenai sejarah awal mula

adanya mandi hamil tujuh bulan, penulis menemukan satu jawaban

dari informan yang memberikan keterangan sebagai berikut.

“Tradisi ini kan berasal dari nenek moyang kita yang dulunya

beragama Hindu. Setelah Islam masuk, adat istiadat itu tetap

ada atau berkembang. Hanya saja sekarang di dalam adat

istiadat ini terdapat pembacaan al-Qur’an, pembacaan rāwī, dan

do’a-do’a Islam. Berbeda dengan dulu yang dibacakan itu

mantra-mantra”.2

Demikian yang disampaikan oleh salah satu pelaksana maupun

partisipan pada saat tradisi mandi hamil tujuh bulan dilaksanakan.

Berdasarkan penyampaian di atas, dapat diketahui bahwa tradisi

mandi hamil tujuh bulan berasal dari nenek moyang yang dulunya

beragama Hindu. Setelah Islam masuk ke Indonesia khususnya

Desa Keraya, adat istiadat atau tradisi tersebut tetap berkembang.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat unsur-unsur ke-

Islaman seperti pembacaan al-Qur’an, pembacaan barzanji, dan

pembacaan do’a. Berbeda ketika sebelum Islam masuk yang

dibacakan adalah berupa mantra-mantra.

Selain ungkapan salah satu informan di atas, penulis tidak

menemukan informan lain yang bisa memberikan keterangan yang

serupa. Hampir semua informan menjawab bahwa tradisi tersebut

memang sudah ada sejak mereka kecil, serta turun temurun dari

nenek moyang mereka.

2. Tata Cara Pelakasanaan Mandi Hamil Tujuh Bulan

Setiap daerah pasti memiliki perbedaan dalam setiap

pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan. Bahkan penamaan terhadap

tradisi tersebut juga berbeda-beda, salah satunya di daerah Jawa.

2Masransyah (Pelaksana dan partisipan) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

19 September 2019, Kalimantan Tengah.

Page 102: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

84

Di daerah Jawa, tradisi ini disebut dengan mitoni dan rangkaian

pelaksanaannya pun berbeda dengan tradisi mandi hamil tujuh

bulan di Desa Keraya. Pelaksanaan tradisi ini begitu sakral karena

merupakan warisan dari para leluhur desa. Semua tahap yang

dilakukan dalam tradisi tersebut diyakini oleh masyarakat setempat

memiliki makna dan tujan yang baik dan harus dilakukan. Dimulai

dari penetapan waktu pelaksanaan serta tempat pemandian hingga

meminta izin kepada leluhur-leluhur mereka. Hal tersebut

memerlukan tenaga, pikiran, dan materi untuk mempersiapkan

segala sesuatu yang dibutuhkan agar tradisi tersebut terlaksana

dengan lancar pada hari pelaksanaannya nanti.

Seperti namanya, tradisi ini dilaksanakan ketika calon ibu

sedang mengandung anak pertama dan sudah mencapai usia tujuh

bulan. Bagi masyarakat Keraya, tradisi ini tidak hanya sekedar

warisan leluhur, namun juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada

Allah SWT. atas diberikannya kesehatan kepada ibu yang

mengandung dan bayi yang dikandung, hingga ia mampu

mencapai usia tujuh bulan. Hal tersebut dikarenakan mereka

menganggap usia kehamilan di bawah tujuh bulan memiliki resiko

keguguran yang tinggi. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah

satu informan sebagai berikut:

“Kalau saya sendiri menanggapinya lebih seperti kita

mengucapkan rasa syukur saja. Jadi untuk bersyukur saja,

bukan karena ritualnya. Hanya saja acara ini lebih seperti ke

syukuran saja, karena usia kehamilan sudah mencapai tujuh

bulan. Kata orang kalau usia kehamilan di bawah usia tujuh

bulan itu beresiko, jadi bersyukur saja bahwa anak kita akan

segera lahir”.3

3Mia (Pelaksana tradisi) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 05 Desember

2019, Kalimantan Tengah.

Page 103: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

85

Selain itu, tradisi tersebut juga sebagai bentuk permohonan

kepada yang Maha Kuasa, agar keduanya diberikan keselamatan,

dan ibu yang mengandung dimudahkan ketika melahirkan.

Masyarakat Keraya juga meyakini apabila tradisi tersebut tidak

dilakukan, maka dikhawatirkan ibu dan anak yang dikandung akan

mendapatkan gangguan-gangguan dari makhluk halus, bahkan

kecacatan pada anak ketika telah dilahirkan.

Waktu pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan oleh masyarakat

desa tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan pada bulan Islam

atau Hijriyah, tidak pada bulan Masehi. Biasanya tradisi tersebut

dilaksanakan pada akhir bulan, tepatnya pada hari ke-15 sampai

dengan hari terakhir di bulan tersebut. Tradisi ini juga dapat

dilaksanakan pada awal bulan kedelapan, tepatnya pada hari

pertama sampai dengan hari ke-15. Sedangkan tempat untuk

memandikan kedua pengantin biasanya di halaman rumah atau di

teras belakang rumah. Tempat tersebut dinamai oleh masyarakat

setempat dengan andang-andang. Tradisi ini dihadiri oleh banyak

sanak saudara, tetangga, para tokoh agama dan masyarakat

setempat untuk ikut mendo’akan ibu dan anak agar diberikan

perlindungan dan keselamatan.

Dana yang diperlukan untuk melaksanakan tradisi ini pun tidak

sedikit. Sekurang-kurangnya dibutuhkan dana sebanyak Rp.

3.000.000,- untuk melaksanakan upacara mandi hamil tujuh bulan

ini. Meskipun dana yang dikeluarkan cukup banyak, masyarakat

Keraya merasa harus tetap melaksanakan upacara tersebut. Selain

karena sudah menjadi tradisi, juga karena menginginkan

keselamatan dan perlindungan bagi ibu dan anak yang sedang

Page 104: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

86

dikandung yang diyakini akan didapatkan dari pelaksanaan mandi

hamil tersebut.4

Adapun prosesi yang dilakukan pada upacara mandi hamil

tujuh bulan adalah sebagai berikut:

a. Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat

Rangkaian acara yang pertama adalah pembacaan al-

Fātiḥah Ampat. Al-Fātiḥah Ampat merupakan istilah yang

digunakan oleh masyarakat Desa Keraya untuk menunjukkan

empat surah utama dalam al-Qur’an yaitu surah al-Fātiḥah, al-

’Ikhlāṣ, al-Falaq dan al-Nās. Berbeda dengan tradisi mandi

hamil tujuh bulan atau mitoni di daerah Jawa, surah yang biasa

dibacakan beragam seperti Maryam, Yūsuf, al-Wāqi‘ah, al-

Mulk, Yāsīn, al-Raḥmān, dan Muḥammad, Tāhā, Luqmān, dan

al-Nūr.5 Namun, pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi

mandi hamil tujuh bulan ini dianggap penting oleh masyarakat

Keraya, meskipun jumlah surah yang dibacakan sedikit.

Sebelum pembacaan barzanji dimulai, terlebih dahulu

dibacakan al-Fātiḥah Ampat yakni surah al-Fātiḥah, al-’Ikhlāṣ,

al-Falaq, dan al-Nās. Setelah itu, dapat pula ditambahkan

dengan membaca surah surah al-Baqarah ayat 1-5 serta al-

Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi). Setelah pembacaan surah-surah

tersebut selesai, terkadang juga dilanjutkan dengan pembacaan

ayat al-Qur’an yang lainnya secara khusus, sesuai permintaan

dari tuan rumah yang melaksanakan tradisi tersebut. Akan

tetapi, pembacaan ayat al-Qur’an secara khusus tersebut jarang

4Nor Aidin (Pelaksana dan Partisipan) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

05 Juni 2020, Kalimantan Tengah.

5Siti Mas’ulah, Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam Ritual Mitoni / Tujuh

Bulanan (Kajian Living Qur’an di Padukuhan Sembego, Kec. Depok, Kab. Sleman)

(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), 143.

Page 105: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

87

ditemukan dalam upacara mandi hamil tujuh bulan di Keraya,

hanya pembacaan al-Fātiḥah Ampat saja. Hal tersebut

dijelaskan oleh pemimpin bacaan sebagai berikut:

“Ada, pertama-tama membaca surah al-Fātiḥah terlebih

dahulu, kemudian membaca surah al-’Ikhlāṣ tiga kali, surah

al-Falaq satu kali, surah al-Nās satu kali, bisa juga

ditambah dengan surah al-Baqarah ayat 1-5, setelah itu

baru membaca ayat Kursi atau al-Baqarah ayat 255.

Kemudian dapat ditambah dengan membaca ayat al-Qur’an

yang lain, tergantung permintaan dari shohibul hajat”.6

b. Pembacaan Barzanji

Rangkaian acara yang kedua adalah pembacaan barzanji.

Sebelum pembacaan barzanji dimulai, pada awal acara terdapat

pembacaan do’a barzanji terlebih dahulu. Berbeda dengan

pembacaan barzanji pada umumnya, do’a barzanji biasanya

dibacakan setelah barzanji selesai dibacakan. Akan tetapi,

dalam tradisi ini do’a barzanji tersebut dibacakan di awal acara.

Do’a barzanji dibacakan dan ditiupkan ke dalam satu botol air

yang akan dicampurkan ke dalam air yang digunakan untuk

memandikan kedua pengantin. Jika pemimpin bacaan belum

hadir, maka do’a barzanji tersebut dapat dibacakan oleh bidan

kampung, karena air do’a tersebut akan digunakan dalam ritual

mandi-mandi. Dengan adanya air do’a barzanji tersebut, maka

diharapkan ibu dan anak yang dikandung diberikan

keselamatan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang telah

dijelaskan oleh salah satu informan sebagai berikut:

“…. Air yang dicampurkan ke dalam air bunga tersebut

adalah air do’a barzanji dan air keturunan. Air do’a barzanji

tersebut dibacakan sebelum acara mandi-mandi dimulai.

Kalau tidak ada laki-laki (Pemimpin bacaan) yang bisa

6Syahdan (Pemimpin Bacaan) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 28

November 2019, Kalimanatan Tengah.

Page 106: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

88

membacakan, maka perempuan (bidan kampung) pun bisa

membacakan do’a barzanji tersebut. Dengan adanya air

do’a barzanji tersebut diharapkan pengantin diberikan

keselamatan”.7

Fungsi dari do’a barzanji juga disampaikan oleh informan

berikut:

“Kalau air do’a barzanji itu sebagai simbol permohonan

kepada Allah SWT. untuk keselamatan ibu dan

anaknya.”8

7Sri Mulyati (Bidan Kampung) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 28

November 2019, Kalimantan Tengah.

8Sanariyah (Bidan Kampung) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 23

November 2019, Kalimantan Tengah.

Page 107: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

89

Gambar 4.1 Lembar Rangkaian Do’a Barzanji

Pembacaan barzanji dipimpin oleh pemimpin bacaan atau

tokoh agama dan diikuti pula oleh para tamu undangan yang

hadir. Buku barzanji yang digunakan adalah Majmū’ah Maulūd

Syaraf al-Anām, dan barzanji yang dibacakan adalah Maulūd

al-Barzanji Natsran.

Gambar 4.2 Sampul dan Daftar Isi Majmū’ah Maulūd Syaraf

al-Anām

Pada saat pemimpin bacaan mulai membacakan maulūd al-

barzanji natsran, hingga sampai pada saat maḥallu al-qiyām,

maka semua tamu undangan yang hadir berdiri seraya

mengangkat kedua belah tangan mereka. Lalu, pada saat itulah

Page 108: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

90

kedua pengantin keluar menuju halaman rumah, tempat ritual

mandi-mandi akan dilaksanakan.

Ketika maḥallu al-qiyām telah selesai, maka selesai pula

ritual mandi-mandi yang dilaksanakan di halaman rumah

pengantin. Kemudian kedua pengantin kembali memasuki

rumah dan duduk di atas lelemek9 yang telah disediakan di

tengah-tengah para tamu undangan.

c. Ritual Mandi-mandi

Ritual mandi-mandi merupakan acara inti dalam tradisi

mandi hamil tujuh bulan. Pada saat upacara mandi hamil tujuh

bulan akan dimulai, kedua pengantin duduk di atas lelemek

yang diletakkan di tengah rumah. Ketika shalawat dibacakan

pada saat maḥallu al-qiyām, keduanya keluar menuju halaman

rumah untuk melaksanakan ritual mandi-mandi. Kedua

pengantin diiringi oleh tujuh orang anak berusia sekitar tujuh

tahun yang membawa gelas berisi beras dan lilin serta diiringi

pula oleh tiga orang bidan kampung. Dua dari tiga bidan

kampung tersebut menggendong kelapa yaitu kelapa muda dan

kelapa yang sudah bertunas, sedangkan bidan yang satu

membawa mayang10 dan raga.11 Setelah semuanya sudah

berada di luar rumah, mereka menuju tempat pelaksanaan ritual

mandi-mandi dan mengelilinginya sebanyak tiga kali.

Ritual mandi-mandi dilakukan di halaman rumah atau di

teras belakang rumah pengantin perempuan atau di rumah

kedua pengantin tersebut. Jika ritual mandi-mandi dilakukan di

9Lelemek adalah bahasa Keraya yang berarti kasur, berfungsi sebagai tempat duduk

kedua pengantin.

10Mayang adalah bahasa Keraya yang berarti bunga dari pohon kelapa.

11Raga adalah bahasa Keraya yang berarti keranjang digunakan untuk tempat baju

ganti kedua pengantin.

Page 109: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

91

halaman rumah, maka akan dibuatkan tempat pemandian yang

dinamakan dengan andang-andang. Andang-andang tersebut

dikelilingi oleh enam pancang kayu yang ditancapkan ke tanah

membentuk empat sudut atau penjuru. Lalu, dikelilingi dengan

benang kuning atau tali-talian, dan kain-kain perca yang

berfungsi sebagai dinding andang-andang, dan kain kuning

yang berfungsi sebagai atap andang-andang. Lalu, terdapat

daun-daunan seperti daun kelapa dan mayang-mayangan yang

digantung di setiap penjuru andang-andang. Kemudian,

terdapat pula beberapa pelepah pohon kelapa yang berfungsi

sebagai alas andang-andang.

Setelah semuanya selesai mengelilingi andang-andang

sebanyak tiga kali, kedua pengantin pun dipersilahkan untuk

duduk di dalam andang-andang. Kedua kelapa yang digendong

oleh bidan kampung diletakkan di atas pangkuan kedua

pengantin. Pengantin perempuan memangku kelapa yang

masih muda, sedangkan pengantin laki-laki memangku kelapa

yang sudah bertunas. Hal yang pertama kali dilakukan oleh

bidan kampung adalah membelah mayang yang masih tertutup

hingga terbuka di antara kepala kedua pengantin. Mayang yang

sudah terbuka tersebut diambil sedikit untuk dijadikan hiasan

di telinga kedua pengantin. Setelah itu, sisa mayang tersebut

digantungkan pada jendela kamar pengantin.

Tahap kedua adalah pembelahan kelapa yang dilakukan

oleh bidan kampung. Sebelumnya, di dalam andang-andang

terdapat satu buah kelapa yang sudah dikupas. Kelapa inilah

yang akan dibelah sedikit untuk dikeluarkan airnya, lalu

diminumkan kepada kedua pengantin melalui ubun-ubun

Page 110: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

92

mereka satu per satu. Setelah itu, kelapa tersebut dibelah

menjadi dua bagian, lalu di tempelkan ke perut pengantin

perempuan sebanyak tiga kali, lalu kelapa tersebut dilemparkan

ke tanah. Jika kedua kelapa tersebut terbuka maka anak yang

dikandung adalah perempuan, dan jika kedua kelapa tersebut

tertutup maka anak yang dikandung adalah laki-laki. Hal

tersebut dilakukan oleh ketiga bidan kampung secara

bergiliran.

Tahap ketiga adalah memandikan kedua pengantin.

Pertama-tama, bidan kampung mengelilingi pengantin dengan

mayang, lalu menyemburkan air do’a barzanji yang sudah

dibacakan sebanyak tiga kali. Seiring dengan penyemburan air

do’a tersebut, pengantin dimandikan dengan air tujuh bunga

yang sudah disediakan dalam dua tempat besar. Air bunga

tersebut sudah dicampur dengan air do’a barzanji dan air

keturunan. Setelah itu, mayang dipukulkan dengan pelan ke

kedua pengantin sebanyak tiga kali, lalu mayang dipukulkan ke

gantang12 yang di atasnya terdapat satu buah kelapa, hingga

kelapa tersebut jatuh.

Tahap terakhir dari ritual ini adalah kedua pengantin

melangkah melewati benang kuning. Pada tahap ini, terdapat

benang panjang berwarna kuning di depan kedua pengantin.

Kedua ujung benang tersebut dipegangi oleh dua orang bidan

kampung, sembari kedua pengantin melangkahkan kaki mereka

melewati benang tersebut secara bersamaan, dengan diawali

melangkahkan kaki sebelah kanan. Setelah pengantin sudah

melewati benang tersebut, lalu kedua bidan kampung

12Gantang adalah bahasa Keraya yang berarti tempat yang berbentuk seperti guci.

Page 111: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

93

mengangkat benang itu hingga melewati kepala kedua

pengantin. Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang

sebanyak tiga kali. Setelah itu, air yang terdapat pada benang

tersebut diperas dan diminumkan kepada kedua pengantin

melalui ubun-ubun mereka. Pemilihan benang berwarna kuning

dikarenakan warna tersebut dianggap keramat dan diagungkan

oleh masyarakat Keraya, karena warna tersebut juga

merupakan warna yang diagungkan oleh kerajaan Istana

Kuning yang ada di Kotawaringin Barat.13

Setelah semua tahap dilewati, kedua pengantin

dipersilahkan untuk memandikan diri mereka sendiri dengan

menggunakan sisa air bunga yang ada di hadapan mereka, serta

mengganti pakaian mereka.

Satu per satu prosesi ritual mandi-mandi telah selesai

dilaksanakan, maka tibalah saat kedua pengantin kembali

memasuki rumah. Mereka diiringi kembali oleh tujuh orang

anak yang membawa gelas berisi beras dan lilin dan ketiga

bidan kampung. Sebelum memasuki rumah, ketua bidan

kampung berdiri di depan pintu rumah seraya memukul gong

yang menandakan bahwa ritual mandi-mandi telah selesai

dilaksanakan. Ketika kembali memasuki rumah, mereka

diiringi dengan shalawat yang dilantunkan oleh para tamu

undangan yang berada di dalam rumah, lalu mereka kembali

duduk di atas lelemek yang telah disediakan.

Jika dilihat dari segi jumlah pelaksanaan pada setiap

rangkaian ritual yang ada, masyarakat Keraya selalu

13Abdul Mu’in (Penduduk Desa Keraya) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 05 Juni 2020, Kalimantan Tengah.

Page 112: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

94

melakukannya sebanyak tiga sampai dengan tujuh kali. Selain

karena mengikuti tradisi yang telah diwariskan, hal tersebut

juga dilakukan berdasarkan pada keyakinan masyarakat Keraya

terhadap perhitungan ganjil yang ada dalam Islam ketika

melakukan suatu amal ibadah tertentu.14

d. Selamatan

Selamatan dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan adalah

kegiatan pembacaan do’a-do’a yang dilakukan oleh pemimpin

bacaan. Selamatan dilakukan ketika ritual mandi-mandi sudah

selesai dilaksanakan dengan membacakan do’a halarat15 atau

do’a arwah Rasul dan do’a selamat untuk mengakhiri upacara

mandi hamil tujuh bulan tersebut. Setelah pembacaan do’a

selesai dibacakan, kedua pengantin mencicipi empat puluh

macam kue yang sudah disediakan di hadapan mereka,

sedangkan seluruh tamu undangan menyantap hidangan yang

telah disediakan oleh tuan rumah. Kedua pengantin harus

mencicipi semua kue tersebut, tidak boleh ada satu pun yang

terlewat. Setelah selesai mencicipi, sebagian kue tersebut

dibagikan kepada para tamu undangan, sedangkan sebagian

yang lain diberikan kepada bidan kampung untuk dibawa

pulang.

14Abdul Mu’in, Wawancara.

15Halarat berasal dari kata bahasa Arab yaitu haḍrah yang pengucapannya berubah ke

dalam bahasa daerah menjadi halarat. Seperti pada pengucapan “ila haḍrati…”.

Page 113: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

95

Gambar 4.3 Lembar Do’a Halarat atau Do’a Arwah Rasul

e. Bebari-bari

Bebari-bari adalah kegiatan memberikan sesajen kepada

nenek moyang atau leluhur masyarakat Keraya yang mereka

yakini berada di daratan dan lautan. Bagi masyarakat desa

tersebut, bebari-bari bertujuan untuk meminta izin atau

sekedar memberi tahu kepada leluhur mereka bahwa mereka

akan melaksanakan upacara mandi hamil tujuh bulan. Selain

itu, mereka juga meminta air kepada nenek moyang atau

leluhur yang ada di laut untuk digunakan dalam ritual mandi-

mandi. Air inilah yang disebut dengan air keturunan oleh

Page 114: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

96

masyarakat desa tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh

salah satu informan sebagai berikut:

“Harus ada bebari-bari ke laut dan ke darat. Seperti

memberi ke Datuk Buaya itu harus. Seperti istilah orang tua

zaman dulu, kita bebari-bari tersebut untuk memberi tahu

kepada datuk-datuk kita bahwa kita akan melaksanakan

mandi-mandi hamil dan meminta airnya untuk dimandikan

nanti. Kalau kita tidak bebari-bari ditakutkan ada gangguan

terhadap ibu dan anak yang dikandungnya”.16

Adapun sesajen yang diberikan kepada leluhur yang ada di

daratan adalah pucuk daunan yang dibentuk menjadi segi

empat berisikan satu butir telur Ayam kampung dan sekepal

nasi. Sedangkan sesajen yang diberikan kepada leluhur yang

ada di laut adalah satu butir telur Ayam kampung yang

diletakkan di dalam tempurung atau batok kelapa beralaskan

tiga helai daun keladi. Semua itu harus dilaksanakan, karena

menurut masyarakat Keraya jika bebari-bari tidak

dilaksanakan, maka dikhawatirkan akan ada gangguan terhadap

ibu dan anak yang dikandungnya.

“Setelah selesai makan-makan, dilanjutkan dengan

bebari-bari ke laut dan ke darat. Sediakan satu telur ayam

kampung dalam tempurung kelapa yang beralaskan tiga

buah daun keladi, untuk pemberian ke laut. Siapkan daun

pucuk yang sudah dibentuk menjadi segi empat, lalu diisi

dengan satu telur ayam kampung dan sekepal nasi, untuk

pemberian ke darat. Semuanya harus diberi karena jika

tidak aka nada kejadian yang tidak kita kehendaki”.17

3. Perlengkapan Mandi Hamil Tujuh Bulan

Terdapat berbagai macam perlengkapan yang harus disiapkan

dalam pelaksanaan tradisi mandi hamil tujuh bulan di Desa

16Nor Aidin (Pelaksana dan Partisipan) diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

02 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

17Sanariyah, Wawancara.

Page 115: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

97

Keraya. Semua perlengkapan tersebut memiliki fungsi bahkan ada

yang memiliki makna tersendiri. Adapun perlengkapan yang

digunakan di setiap tahap pelaksanaannya berbeda-beda, dimulai

dari ritual mandi-mandi, selamatan hingga bebari-bari.

a. Perlengkapan Ritual Mandi-mandi

Mayang

Mayang adalah tumbuhan sejenis bunga yang akan

membentuk buah pada pohon kelapa. Terdapat dua macam

mayang yang digunakan dalam ritual mandi-mandi ini,

yaitu mayang yang sudah mekar dan mayang yang belum

mekar atau masih tersimpan di dalam kulitnya. Mayang

yang sudah mekar digunakan untuk memercikkan air-air

do’a kepada kedua pengantin, sedangkan mayang yang

belum mekar biasanya dipecahkan terlebih dahulu kulitnya

oleh bidan kampung untuk diambil sedikit mayang yang

ada di dalamnya, lalu dikalungkan ke telinga kedua

pengantin.

Setelah itu, mayang yang masih ada di dalam kulit

tersebut digantungkan pada jendela kamar kedua pengantin.

Mayang tersebut digunakan sebagai patokan untuk

mengetahui waktu kelahiran bayi yang dikandung. Apabila

mayang tersebut sudah mengering maka waktu melahirkan

sudah semakin dekat. Selain itu, mayang tersebut juga

berfungsi sebagai tanda bahwa kedua pengantin tersebut

sudah melaksanakan upacara mandi hamil tujuh bulan.

Buah Kelapa

Buah kelapa yang digunakan dalam ritual mandi-mandi

ini bermacam-macam dan berbeda-beda fungsinya.

Page 116: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

98

Pertama, satu buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya

berfungsi sebagai alat untuk mengetahui jenis kelamin anak

yang dikandung. Apabila kelapa tersebut sudah dibelah dan

dilemparkan, lalu keduanya terbuka, maka anak yang

dikandung adalah perempuan. Apabila keduanya tertutup,

maka anak yang dikandung adalah laki-laki. Kedua, satu

buah kelapa yang masih muda dan utuh. Kelapa tersebut

digunakan sebagai simbol untuk anak perempuan yang

dipangku oleh pengantin perempuan. Ketiga, satu buah

kelapa yang sudah tua dan bertunas. Kelapa tersebut

digunakan sebagai simbol untuk anak laki-laki yang

dipangku oleh pengantin laki-laki. Kedua kelapa yang

dipangku tersebut diberi kalung berupa tasbih, benang, dan

lain sebagainya.

Air Bunga

Air bunga adalah air yang di dalamnya terdapat tujuh

macam bunga yang berbeda jenisnya, bukan warnanya.

Jadi, bunga yang digunakan boleh bunga apa saja, asalkan

jenisnya berbeda. Tidak ada makna khusus yang

terkandung dalam air bunga tersebut, selain hanya

berfungsi untuk memandikan kedua pengantin.

Air Do’a Barzanji

Air do’a barzanji harus disiapkan lebih awal sebelum

acara dimulai, karena akan digunakan untuk mandi-mandi.

Do’a barzanji dibacakan dan ditiupkan ke dalam satu botol

air lalu dicampurkan ke dalam air bunga untuk dimandikan

kepada kedua pengantin. Air do’a ini dipercaya oleh

Page 117: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

99

masyarakat Keraya dapat memberikan keselamatan pada

ibu dan anak yang dikandung.

Air Keturunan

Air keturunan merupakan air yang berasal dari nenek

moyang atau leluhur kedua pengantin tersebut. Apabila

pengantin tersebut memiliki tujuh leluhur atau nenek

moyang maka air keturunan yang digunakan harus tujuh

macam. Air ini juga dicampurkan ke dalam air bunga untuk

dimandikan kepada kedua pengantin. Masyarakat Keraya

meyakini bahwa dengan adanya air keturunan, maka

mereka sudah meminta izin kepada leluhur mereka untuk

melaksanakan upacara mandi hamil tujuh bulan agar tidak

ada gangguan atau kejadian yang tidak diinginkan.

Tujuh Gelas Beras dan Lilin

Selanjutnya yang harus disiapkan adalah tujuh buah

gelas kecil yang berisi beras dan lilin. Tujuh buah gelas

tersebut akan dibawa oleh tujuh orang anak yang berumur

kurang lebih tujuh tahun. Ketujuh anak tersebut akan

membawa gelas sambil berbaris mengiringi kedua

pengantin ketika akan keluar dari rumah menuju tempat

pemandian, dan ketika kedua pengantin kembali memasuki

rumah apabila ritual mandi-mandi telah selesai

dilaksanakan. Tidak ada makna khusus mengenai tujuh

gelas berisi beras dan lilin tersebut. Setelah upacara mandi

hamil tujuh bulan selesai dilakukan, gelas yang berisi beras

dan lilin itu diberikan kepada anak-anak yang mengiringi

kedua pengantin untuk dibawa pulang.

Page 118: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

100

Gambar 4.4 Tujuh Orang Anak Membawa Gelas Berisi Beras

dan Lilin

Gayung

Gayung pada ritual mandi-mandi ini hanya digunakan

sebagai sarana kelancaran ritual tersebut. tidak ada makna

khusus yang terkandung di dalamnya.

Gong

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada proses ritual

mandi-mandi, bahwa gong tersebut akan dipukul oleh

kepala bidan kampung yang berfungsi untuk menandakan

bahwa ritual mandi-mandi telah selesai dilaksanakan. Tidak

ada makna khusus selain dari fungsi tersebut.18 Tidak

ditemukan pula keterangan lain yang menjelaskan

mengenai penggunaan alat selain gong sebagai tanda

bahwa ritual mandi-mandi sudah selesai, dalam artian

masyarakat Keraya selalu menggunakan gong dalam tradisi

tersebut.

b. Perlengkapan Selamatan

Adapun yang harus disiapkan dalam prosesi selamatan

adalah empat puluh macam kue dalam dua talam. Empat

18Sanariyah, Wawancara.

Page 119: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

101

puluh kue tersebut terdiri dari kue pamali yaitu kue cucur, kue

cincin, dodol, nasi manis, dan bingka. Kue pamali di atas

merupakan kue yang paling utama dan harus tersedia dalam

empat puluh macam kue tersebut. Menurut masyarakat

Keraya, jika kue ini tidak tersedia maka dikhawatirkan akan

terjadi hal yang tidak baik atau tidak diinginkan. Selain kue

pamali, terdapat pula macam-macam kue serabi yang

berwarna kuning, merah, hijau, dan putih. Tersapat pula

enceng karok, keripik, dan jenis kue lainnya hingga mencapai

jumlah empat puluh. Selain kue-kue tersebut, terdapat pula

pencok yang harus diperjual belikan kepada warga yang hadir

pada acara tersebut hingga habis terjual. Semua kue tersebut

diletakkan dalam dua tempat besar yang disebut dengan

talam, dan diberi alas daun pisang, serta diletakkan sebuah

lilin di tengah-tengahnya.19

Menurut masyarakat Keraya, ketentuan jumlah kue yang

harus disediakan sebanyak 40 macam tersebut, selain karena

mengikuti tradisi sejak zaman dulu, juga karena mengikuti

jumlah hari pada masa nifas seorang perempuan setelah

melahirkan, yaitu sebanyak 40 hari.20

19Sanariyah, Wawancara.

20Abdul Mu’in, Wawancara.

Page 120: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

102

Gambar 4.5 Empat Puluh Macam Kue-kuean dalam Talam

besar.

c. Perlengkapan Bebari-bari

Sesajen ke Laut

Adapun sesajen yang diberikan kepada leluhur yang ada

di laut adalah satu butir telur Ayam kampung yang

diletakkan di dalam tempurung atau batok kelapa

beralaskan tiga helai daun keladi.

Sesajen ke darat

Adapun sesajen yang diberikan kepada leluhur yang ada

di daratan adalah pucuk daun yang dibentuk menjadi segi

empat berisikan satu butir telur Ayam kampung dan

sekepal nasi.

Menurut bidan kampung tidak ada makna khusus

mengenai sesajen yang diberikan, akan tetapi semua itu

merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur serta

merta untuk meminta izin bahwasannya mereka akan

melaksanakan mandi hamil tujuh bulan.21

21Sanariyah, Wawancara.

Page 121: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

103

4. Motivasi Pelaksanaan Mandi Hamil Tujuh Bulan

a. Memohon Perlindungan dan Keselamatan

Pada umumnya, masyarakat Keraya melakukan tradisi

ritual mandi-mandi untuk memohon perlindungan,

keselamatan, dan kesehatan bagi ibu yang mengandung dan

anak yang dikandung, terutama ketika ibu melahirkan. Hal

tersebut diketahui dari pernyataan yang diberikan oleh bidan

kampung Desa Keraya sebagai berikut:

“Ya itu tadi tujuannya agar pengantin selamat melahirkan,

dan tidak sakit ketika melahirkan”.22

Hal tersebut juga disampaikan oleh bidan kampung lainnya

yang ada di Desa Keraya, sebagai berikut:

“Agar si ibu melahirkan dengan selamat dan sehat”.23

“Agar selamat saja. Memohon perlindungan kepada

Allah”.24

b. Menjaga Tradisi

Salah satu yang menjadi pendorong dilaksanakannya

mandi hamil tujuh bulan adalah karena tradisi. Hampir semua

informan yang penulis mintai penjelasannya mengatakan

bahwa hal tersebut dilakukan karena mengikuti dan

melanjutkan tradisi yang sudah ada sejak dulu. Hal ini

dilakukan guna menjaga dan melestarikan tradisi yang sudah

turun temurun dari leluhur mereka. Sebagaimana yang

disampaikan oleh salah satu informan berikut:

“Kalau mandi-mandi tujuh bulan tersebut sesuai dengan

tradisi kita orang pesisir pantai. Jadi, tradisi budaya kita

jika sudah memasuki usia tujuh bulan kehamilan memang

22Sanariyah, Wawancara.

23Kurnia (Bidan Kampung) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 19

September 2019, Kalimantan Tengah.

24Sri Mulyati, Wawancara.

Page 122: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

104

diharuskan melaksanakan mandi-mandi. Jadi memang

sudah mengikuti dan melanjutkan tradisi yang sudah ada

saja alasannya”.25

c. Bentuk Rasa Syukur

Upacara mandi hamil tujuh bulan yang dilakukan

masyarakat Keraya juga sebagai bentuk rasa syukur mereka

kepada Allah SWT., karena ibu yang mengandung telah

dikaruniai kehamilan yang sehat dan sudah mencapai usia

tujuh bulan. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu

informan sebagai berikut:

“Kalau saya sendiri menanggapinya lebih seperti kita

mengucapkan rasa syukur saja. Jadi untuk bersyukur saja,

bukan karena ritualnya. Hanya saja acara ini lebih seperti

ke syukuran saja, karena usia kehamilan sudah mencapai

tujuh bulan. Kata orang kalau usia kehamilan di bawah usia

tujuh bulan itu beresiko, jadi bersyukur saja bahwa anak

kita akan segera lahir”.26

B. Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat dalam Tradisi Mandi Hamil Tujuh

Bulan

Pembacaan beberapa surah dari al-Qur’an dalam tradisi ini sudah

ada sejak lama. Belum ada yang dapat menjelaskan awal mula adanya

pembacaan tersebut dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan di Desa

Keraya. Pembacaan beberapa surah dari al-Qur’an tersebut biasa

disebut oleh masyarakat Desa Keraya dengan istilah al-Fātiḥah Ampat

yang tersusun dari surah al-Fātiḥah, surah al-’Ikhlāṣ, surah al-Falaq,

dan surah al-Nās. Istilah al-Fātiḥah Ampat itu sendiri menurut

pemimpin bacaan dalam tradisi ini diambil dari dalam sebuah kitab,

25Masransyah, Wawancara.

26Mia, Wawancara.

Page 123: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

105

akan tetapi nama kitab tersebut tidak diketahui. Jadi, pada dasarnya

istilah tersebut mereka peroleh dari guru-guru mereka terdahulu.27

1. Prosesi Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat

Pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi ini biasanya

dilakukan pada awal acara sebelum pembacaan barzanji dimulai.

Pembacaan tersebut dipimpin oleh pemimpin bacaan yang harus

memenuhi kriteria yang telah dibuat oleh masyarakat Keraya.

Pertama, diwajibkan memahami agama, karena tidak mungkin

seorang pemimpin bacaan dipilih dari seorang yang tidak paham

agama. Kedua, harus memahami dan menguasai apa yang

dibacakan, karena selain pembacaan al-Qur’an, pemimpin tersebut

akan sekaligus memimpin pembacaan barzanji dan do’a di akhir

acara. Ketiga, mampu membaca al-Qur’an dengan baik, hal

tersebut guna menghindari kesalahan makna yang diakibatkan dari

kesalahan-kesalahan ketika membaca al-Qur’an karena belum

mampu membacanya dengan baik dan benar. Keempat, mampu

memimpin pembacaan do’a dan barzanji. Sebagaimana yang

disampaikan oleh informan berikut:

“Yang pasti memahami dan menguasai apa yang harus dibaca

tersebut. Misalnya barzanji harus dibacakan oleh ahlinya.

Tidak mungkin kita serahkan kepada yang bukan ahlinya.

Maka dari itu kita tunjuk yang menguasai itu semua untuk

memimpin pembacaan tersebut, yang mampu memimpin, dan

membacakan do’a-do’anya. Dan sudah pasti bacaannya harus

bagus, karena memimpin berarti membawa yang lain dalam

membaca al-Qur’an, barzanji, dan membaca do’a tersebut”.28

Pembacaan tersebut akan dimulai jika masyarakat terutama

bapak-bapak sudah berkumpul di rumah pelaksana tradisi, karena

27Syahdan, Wawancara.

28Syahwan (Partisipan) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 27 November

2019, Kalimantan Tengah.

Page 124: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

106

yang biasa membacakan al-Fātiḥah Ampat tersebut adalah dari

kalangan bapak-bapak, bukan ibu-ibu. Namun, hal tersebut tidak

menutup kemungkinan bagi ibu-ibu untuk turut membacakannya.

Setelah semua sudah berkumpul, pemimpin bacaan mulai

mengawali dengan membaca istighfar sebanyak tiga kali, lalu

dilanjutkan dengan membaca wasilah atau hadoroh.29

Wasilah atau hadoroh yang dibacakan adalah: Pertama, kepada

Nabi Muḥammad Saw., keluarga, dan para sahabatnya. Kedua,

kepada para Nabi, Rasul, syuhada’, orang-orang salih, para wali,

dst. Ketiga, kepada para arwah leluhur yang sudah mendahului.

Keempat, kepada ibu hamil dan anak yang dikandungnya. Setelah

itu, dibacakan al-Fātiḥah Ampat yakni surah al-Fātiḥah, disusul

dengan pembacaan surah al-’Ikhlāṣ sebanyak tiga kali, surah al-

Falaq dan surah al-Nās. Pembacaan al-Fātiḥah Ampat tersebut

dibacakan bersama-sama dengan dipandu oleh pemimpin bacaan

yang kemudian diikuti oleh para masyarakat yang hadir. Setelah

pembacaan al-Fātiḥah Ampat selesai, maka dilanjutkan dengan

pembacaan barzanji.30

2. Motivasi Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat

a. Mohon Perlindungan dan Keselamatan

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam, yang berfungsi

sebagai media untuk memohon petunjuk keselamatan kepada

Allah SWT. Hal ini menjadi motivasi bagi masyarakat Keraya

untuk membacakannya (al-Fātiḥah Ampat) pada awal upacara

mandi hamil tujuh bulan. Bagi masyarakat Keraya, al-Fātiḥah

Ampat memiliki peran penting dalam tradisi mandi hamil tujuh

29Syahdan, Wawancara.

30Syahdan, Wawancara.

Page 125: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

107

bulan tersebut, salah satunya adalah sebagai bentuk

permohonan keselamatan dan perlindungan untuk ibu hamil

dan anak yang dikandung kepada Allah SWT., terutama

perlindungan dari kejahatan jin dan manusia. Sebagaimana

yang disampaikan oleh informan berikut:

“Al-Fātiḥah Ampat mengandung permohonan dan

perlindungan dari kejahatan, iya kan? Kejahatan jin dan

manusia. Nah, terutama jin yang paling suka mengganggu

ibu hamil apalagi bayi, ada jin-jinnya. Dengan harapan

kita membaca al-Fātiḥah Ampat itu Allah akan

melindungi dari perbuatan jin-jin yang jahat. Biasanya ada

yang diganggu, maka dari itu harapan kita jangan sampai

terganggu dengan kejahatan-kejahatan jin maupun

manusia”.31

b. Menjaga Tradisi dan Warisan Orang Terdahulu

Pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi mandi hamil

tujuh bulan sudah ada sejak lama. Pembacaan surah selain dari

al-Fātiḥah Ampat dapat dikatakan jarang ditemui dalam tradisi

tersebut, terkadang hanya ditambahkan dengan membaca surah

al-Baqarah ayat 1-5 dan surah al-Baqarah ayat 255 (Ayat

Kursi). Kecuali, apabila tuan rumah meminta untuk dibacakan

surah-surah lain dari al-Qur’an secara khusus. Jadi, pembacaan

al-Fātiḥah Ampat tersebut juga dilakukan karena mengikuti

atau melanjutkan tradisi dari orang tua atau leluhur mereka

zaman dulu. Pembacaan tersebut tidak boleh dilupakan atau

tidak dibacakan, bahkan sengaja ditinggalkan. Sebagaimana

yang disampaikan oleh beberapa informan berikut:

“Pada dasarnya al-Fatihah Ampat sudah biasa dibacakan

dan tidak pernah ada yang lain yang dibacakan selain

surah-surah tersebut. Berarti memang itu yang harus

dibaca, tetapi jika seandainya ada surah lain yang bisa

31Syahwan, Wawancara

Page 126: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

108

dibacakan, lebih bagus lagi. Tetapi yang biasa dibacakan

hanya al-Fatihah Ampat. Begitulah sepengetahuan Ibu.

Biasanya juga kalau mau ada pembacaan al-Qur’an

khusus tergantung dari permintaan yang punya acara”.32

“Sebenarnya Nenek dulu pernah membawa Kakek

berobat, lalu diberi air tawar atau air do’a. Kata yang

mengobati, kalau mau meminum airnya jangan lupa

membaca al-Fatihah Ampat. Ternyata al-Fatihah Ampat

itu surah al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas.

Berarti mungkin ke-empat surah ini ada keutamannya.

Nah, kalau dalam mandi-mandi Nenek kurang begitu

mengetahui, artinya hanya mengikuti tradisi dari orang tua

zaman dulu saja”.33

“Kalau tidak diwajibkan mungkin sudah menjadi

kebiasaan dari orang-orang tua zaman dulu membaca

surah itu. Kalau wajib berarti diharuskan.”34

c. Pujian Kepada Allah

Motivasi pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi ini

juga sebagai bentuk pujian kepada yang Maha Kuasa. Dengan

adanya pujian tersebut, masyarakat Keraya percaya segala

harapan yang dimiliki akan dikabulkan oleh Allah SWT.,

terutama harapan dari kedua pengantin yang akan mengadakan

tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut. Sebagaimana yang

telah disampaikan oleh salah satu informan sebagai berikut:

“Penghormatan (pujian) kepada Allah, agar apa yang kita

niatkan ketika melaksanakan acara ini tersampaikan

kepada Allah. Khususnya niat dari yang mengadakan

acara”.35

32Nor Aidin, Wawancara.

33Juliani, (Partisipan dan Pelaksana) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 26

November 2019, Kalimantan Tengah.

34Usu Minah, (Partisipan dan Pelaksana) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 26 November 2019, Kalimantan Tengah.

35Syahdan, Wawancara.

Page 127: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

109

d. Awal Do’a

Pembacaan al-Fātiḥah Ampat juga dianggap oleh

masyarakat Keraya sebagai pengawal do’a, yang biasa mereka

sebut dengan kepala do’a. Apabila al-Fātiḥah Ampat tidak

dibacakan, maka akan terasa kurang sempurna pembacaan do’a

tersebut. Bahkan mereka meyakini do’a yang dipanjatkan tidak

akan sampai kepada Allah SWT. Selain itu, pembacaan al-

Fātiḥah Ampat juga sebagai tawassul untuk meminta syafa’at

Nabi Saw. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh salah

satu informan sebagai berikut:

“Harus, harus dibaca. Namanya juga kepala do’a. Kalau

tidak dibaca jadi tidak lengkap dan bisa saja do’a yang

kita panjatkan ketika acara mandi-mandi ini tidak sampai

kepada Allah”.36

Salah satu informan juga menjelaskan sebagai berikut:

“Ada, kata orang kita zaman dulu disebut dengan Kepala

Do’a, yaitu al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan al-Nas”.37

3. Manfaat Pembacaan Al-Fātiḥah Ampat

a. Bagi yang Membacakan

Ketenangan Hati

Ketenangan hati menjadi manfaat yang dirasakan oleh

masyarakat Keraya ketika al-Fātiḥah Ampat dibacakan.

Hal tersebut berdasarkan pada keyakinan mereka bahwa

dengan membaca al-Qur’an maka dapat membuat hati

tenang. Tidak hanya itu, al-Fātiḥah Ampat jika tidak

dibacakan maka do’a-do’a yang mereka panjatkan serta

penyerahan diri kepada Allah akan terasa kurang sempurna.

36Nor Aidin, Wawancara.

37Muhammad Fadhli (Partisipan) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 19

September 2019, Kalimantan Tengah.

Page 128: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

110

Karena menurut mereka salah satu syarat ketika akan

berdo’a harus disertai dengan pembacaan al-Fātiḥah Ampat.

Jadi, apabila sudah dibacakan al-Fātiḥah Ampat tersebut

maka akan hadir rasa ketenangan karena tidak ada perasaan

kekurangan atau ketidaksempurnaan pada do’a-do’a yang

dipanjatkan serta penyerahan diri kepada Allah.

b. Bagi yang Dibacakan

Ketenangan Hati

Al-Qur’an diyakini masyarakat Keraya dapat

menjadi penenang hati bagi para pembacanya.

Ketenangan hati tersebut merupakan salah satu manfaat

yang dirasakan pelaksana mandi hamil tujuh bulan

ketika al-Fātiḥah Ampat dibacakan. Karena

menurutnya, apabila al-Fātiḥah Ampat tersebut sudah

dibacakan, maka berarti kita sudah memohon dan sudah

berserah diri kepada Allah SWT. agar diselamatkan dan

dilindungi hingga anak yang dikandung lahir.

Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu

pelaksana tradisi mandi hamil tujuh bulan sebagai

berikut:

“Ada manfaatnya, seperti kita memperoleh

ketenangan karena kita sudah memohon berserah

diri kepada Allah dalam meminta keselamatan,

meminta perlindungan sampai anak kita nanti

lahir.”38

Keselamatan ketika Melahirkan

Salah satu manfaat yang dirasakan oleh pelaksana

tradisi mandi hamil tujuh bulan ketika di dalamnya

38Kuswanti (Pelaksana dan Partisipan) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

27 November 2019, Kalimantan Tengah.

Page 129: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

111

dibacakan al-Fātiḥah Ampat ialah keselamatan ketika

melahirkan. Meskipun ia juga meyakini adanya hal lain

yang mungkin bisa menjadi sebab ia selamat ketika

melahirkan, namun pembacaan al-Fātiḥah Ampat

menurutnya juga termasuk salah satu yang membuat ia

selamat ketika melahirkan. Hal tersebut diyakini karena

al-Fātiḥah Ampat merupakan ayat-ayat al-Qur’an yang

diturunkan oleh Allah dan memungkinkan mampu

membawa keselamatan ketika melahirkan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu

informan yang melaksanakan tradisi mandi hamil tujuh

bulan sebagai berikut:

“Mungkin untuk kelancaran sepertinya dan

keselamatan serta ucapan rasa syukur itu menurut

saya. Karena saya selamat ketika melahirkan

mungkin bisa saja karena dibacakan surah-surah

itu juga, karena surah-surah itu turunnya dari

Allah, jadi bisa jadi membawa keselamatan ketika

saya melahirkan. Ibarat kata itu adalah do’a kita

kepada Allah. Meskipun tidak hanya surah itu saja

yang dibaca dalam acara tersebut, dan kita juga

tidak tau do’a kita yang mana yang dikabulkan

oleh Allah. Tapi baik saja kalau al-Fātiḥah Ampat

tersebut kita baca”.39

C. Pemahaman Masyarakat terhadap Pembacaan Al-Fātiḥah

Ampat dalam Tradisi Mandi Hamil Tujuh Bulan

1. Surah Al-Fātiḥah

Surah al-Fātiḥah merupakan surah pertama yang ada di dalam

mushaf al-Qur’an yang diyakini oleh masyarakat Keraya sebagai

pembuka setiap kegiatan, karena di setiap awal acara atau

kegiatan apapun surah tersebut pasti dibacakan. Mereka juga

39Mia, Wawancara.

Page 130: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

112

meyakini bahwa unsur-unsur pokok yang terkandung di dalam

surah al-Fātiḥah tersebut merupakan cerminan dari isi al-Qur’an.

Menurut sesepuh desa, al-Qur’an diibaratkan terhimpun dalam

satu surah ini, bahkan dianjurkan dalam sebuah hadis, ketika

hendak tidur maka bacalah al-Fātiḥah sekian banyaknya, karena

sama dengan mengkhatamkan al-Qur’an. Menurutnya, hal

tersebut karena surah ini memiliki banyak makna, tujuan dan

manfa’at di dalamnya.

“Al-Fātiḥah juga diibaratkan al-Qur’an terhimpun dalam satu

surah tersebut. Seperti dalam hadis dikatakan apabila kamu

hendak tidur maka bacalah al-Fātiḥah sekian banyaknya,

artinya sama dengan mengkhatamkan al-Qur’an. Berarti

banyak makna, tujuan dan manfaat di dalamnya”. 40

Bahkan, menurut salah satu informan terdapat kajian

tersendiri mengenai rahasia surah al-Fātiḥah tersebut. Ia

menyebutkan salah satu rahasia surah al-Fātiḥah, yaitu tidak

adanya tujuh huruf hijaiyah di dalam surah ini yang merupakan

nama-nama di antara nama-nama neraka. Salah satu huruf

tersebut adalah huruf ṡa (ث), yang menurutnya merupakan salah

satu nama neraka yaitu ṡaqor. Sebagaimana yang telah ia

jelaskan ketika wawancara berlangsung:

“Tapi, begitu tingginya kedudukan surah al-Fātiḥah dari

keseluruhan al-Qur’an hingga terdapat kajian mengenai rahasia

surah al-Fātiḥah. Di dalam surah al-Fātiḥah itu terdapat tujuh

macam huruf hijaiyah yang tidak ada, dan tujuh huruf tersebut

adalah nama-nama di antara nama neraka. Adakah huruf Kha’

dalam surah al-Fātiḥah? Tidak ada kan. Adakah huruf ṡa

dalam surah tersebut? Tidak ada juga. Nama neraka salah

40Arbain, Wawancara.

Page 131: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

113

satunya apa? ṡaqor. Nah, itulah salah satu contoh dari rahasia

al-Fātiḥah.”41

Selain itu, informan tersebut juga menyampaikan salah satu

keutamaan dari surah ini, yaitu apabila surah ini tidak dibacakan

dalam salat, maka tidak sah salatnya seseorang tersebut. Hal

tersebut sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam hadis yang

diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (756) dan Muslim (394) sebagai

berikut:

عن محمود بن الربيع عن عبادة بن الصا مت قال: رسول لله صلى الله عليه و قرأ بفاتحة الكتاب.سلم: ل صلة لمن لم ي

“Dari Maḥmūd bin al-Rabī’ dari Ubadah bin al-Shāmit, dia

berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak (sah) salat bagi

orang yang tidak membaca Fātiḥatul Kitab (Al-Fātiḥah).”42

Tradisi mandi hamil tujuh bulan merupakan salah satu bentuk

permohonan atau do’a kepada Allah agar diberikan keselamatan.

Maka dari itu, menurut salah satu partisipan tradisi tersebut,

masyarakat Keraya merasa harus membacakan al-Fātiḥah di awal

tradisi ini, karena dalam adab-adab berdo’a dianjurkan untuk

mengawalinya dengan membaca al-Fātiḥah.43 Menurut pemimpin

bacaan dalam tradisi ini, untuk mengawali rangkaian acara tradisi

tersebut juga harus dengan mengucapkan

“bismillāhirraḥmānirraḥīm” yang merupakan bagian dari surah al-

Fātiḥah.44 Hal tersebut tidak boleh tertinggal atau sengaja

ditinggalkan, karena apabila ditinggalkan maka berdo’a menjadi

41Syahwan, Wawancara.

42Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 1 (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2007), 47.

43Syahwan, Wawancara.

44Syahdan, Wawancara.

Page 132: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

114

tidak sempurna. Begitu pula menurut sesepuh Desa Keraya,

meskipun bukan perkara wajib untuk membacakan al-Fātiḥah dalam

tradisi ini, tetapi apabila tidak dibacakan, maka penyerahan diri

kepada Allah SWT. akan terasa kurang adabnya, juga kepada

Rasulullah, dan para sahabatnya.45 Berdasarkan penjelasan di atas,

maka masyarakat Keraya selalu membacakannya dalam setiap

kegiatan bahkan upacara apapun, termasuk mandi hamil tujuh bulan

ini.

2. Surah Al-’Ikhlāṣ

Surah al-’Ikhlāṣ diyakini memiliki keutamaan, yaitu apabila

dibaca sebanyak satu kali maka seperti membaca sepertiga al-

Qur’an. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan sebagai

berikut:

“Barang siapa membaca al-’Ikhlāṣ sebanyak satu kali,

disebutkan dalam hadis Nabi, maka ia seperti membaca

sepertiga al-Qur’an”.46

Berikut adalah salah satu hadis yang membahas mengenai hal

tersebut, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (7374):

يه له بن عبد الرحمن عن أب ثني مالك عن عبد الرحمن بن عبد العن إسماعيل حد ا أصب ج عن أبي سعيد أن رجل سمع رجل ي قرأ: قل هو الله أح اء د ي رد دها ف لم

قال رسول الله : ))والذي وكأن الرجل ي ت قالها ف إلى رسول الله فذكر ذلك له ن فسي بيده إن ها لت عدل ث لث القرآن.

“Dari Ismā’īl, Mālik menceritakan kepadaku dari ’Abdurrahmān

bin ’Abdullāh bin ’Abdurrahmān, dari bapaknya, dari Abū Sa’īd,

bahwa sesungguhnya seseorang mendengar orang lain membaca

(Surah al-’Ikhlāṣ): Katakanlah: Dia adalah Allah yang Maha Esa

(Ahad). Esok paginya ia memberitahukannya kepada Nabi Saw.

45Arbain, Wawancara.

46Syahwan, Wawancara.

Page 133: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

115

bahwa seakan-akan orang itu tidak cukup membaca (Al-Qur’an).

Mendengar itu, Nabi Saw. bersabda: “Demi Dzat yang

menggenggam jiwaku, surah ini setara dengan sepertiga al-

Qur’an.”47

Berdasarkan keutamaan di atas, informan tersebut menganggap

surah al-’Ikhlāṣ memiliki kedudukan yang tinggi di dalam al-Qur’an.

Ia juga memahami meskipun ayatnya sedikit namun isinya

berhubungan dengan tauhid, keimanan seseorang, dan ke-Esaan

Tuhan.48 Informan lain juga menyampaikan bahwa dengan

dibacakannya surah tersebut diharapkan kedua pengantin memiliki

keturunan-keturunan yang baik, serta diharapkan setiap acara atau

ritualnya diberikan keberkahan oleh Allah SWT.49

3. Surah Al-Falaq & Surah al-Nās (Al-Mu‘awwiżatain)

Selain surah al-Fātiḥah dan al-’Ikhlāṣ, kedua surah ini juga

diyakini memiliki keutamaan. Beberapa informan mengetahui

bahwa kedua surah tersebut biasa disebut dengan al-

Mu‘awwiżatain50 yang berarti dua perlindungan, yakni dua surah

untuk memohon perlindungan agar pembacanya dituntun ke tempat

perlindungan Allah, atau memasukkannya ke dalam arena yang

dilindungi-Nya. Hal tersebut terlihat dari kalimat pertama surah al-

Falaq dan surah al-Nās yang dimulai dengan kalimat ’a‘ūdżu yang

berarti “Aku berlindung” mengandung makna ta‘wiż (berlindung

kepada Tuhan).51

Menurut salah satu informan, surah al-Falaq memiliki makna

permohonan perlindunan dari kejahatan malam dan kejahatan

47Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,

terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 3 (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008), 805.

48Syahwan, Wawancara.

49Masransyah, Wawancara.

50Kuswanti, Wawancara.

51M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya (Tangerang: Lentera hati, 2010), 60.

Page 134: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

116

wanita-wanita sihir. Sedangkan surah al-Nās mengandung makna

permohonan perlindungan dari kejahatan manusia dan jin.

Berdasarkan isi kandungan atau makna tersebut maka surah ini

dibacakan pada setiap kegiatan atau upacara termasuk mandi hamil

tujuh bulan, agar ibu yang mengandung dan anak yang dikandung

terlindungi dari kejahatan-kejahatan jin dan manusia.

Berdasarkan hasil analisis penulis di atas, dapat diketahui bahwa

tujuan utama masyarakat Keraya membacakan al-Fātiḥah Ampat

dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan adalah agar ibu dan anak yang

dikandung memperoleh keselamatan dan perlindungan dari Allah

SWT. Pembacaan al-Fātiḥah Ampat tersebut tidak lepas pula dari

pemahaman masyarakat Keraya tentang keutamaan-keutamaan serta

makna umum yang terkandung di dalam al-Fātiḥah Ampat sebagai

berikut:

Pertama, surah al-Fātiḥah memiliki keutamanaan, diantaranya al-

Qur’an diibaratkan terhimpun dalam satu surah ini, sebagai pembuka

setiap kegiatan dan sebagai pengawal do’a. Selain itu, tradisi mandi

hamil tujuh bulan merupakan salah satu bentuk permohonan atau

do’a kepada Allah agar diberikan keselamatan, maka dari itu

masyarakat Keraya membacakan al-Fātiḥah di awal acara, karena di

dalam adab-adab berdo’a dianjurkan untuk mengawalinya dengan

al-Fātiḥah. Hal tersebut tidak boleh tertinggal atau sengaja

ditinggalkan karena apabila ditinggalkan maka berdo’a menjadi

tidak sempurna.

Kedua, pembacaan surah al-’Ikhlāṣ dalam tradisi tersebut

berdasarkan keutamaan yang dimilikinya, yakni kesetaraannya

dengan sepertiga al-Qur’an. Berdasarkan keutamaan tersebut,

masyarakat Keraya beranggapan surah al-’Ikhlāṣ memiliki

Page 135: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

117

kedudukan yang tinggi di dalam al-Qur’an. Masyarakat Keraya

memahami meskipun ayatnya sedikit namun isinya berhubungan

dengan tauhid, keimanan seseorang, dan ke-Esaan Tuhan. Dengan

dibacakannya surah tersebut diharapkan kedua pengantin memiliki

keturunan-keturunan yang baik. Mereka pun meyakini dengan

dibacakannya surah al-’Ikhlāṣ di awal tradisi mandi hamil tujuh

bulan, diharapkan setiap acara atau ritualnya diberikan keberkahan

oleh Allah SWT.

Ketiga, pembacaan al-Mu‘awwiżatain yakni surah al-Falaq dan

surah al-Nās. Menurut masyarakat Keraya, surah al-Falaq memiliki

makna permohonan perlindunan dari kejahatan malam dan kejahatan

wanita-wanita sihir. Sedangkan surah al-Nās mengandung makna

permohonan perlindungan dari kejahatan manusia dan jin.

Berdasarkan isi kandungan atau makna dari surah tersebut maka

masyarakat Keraya membacanya di setiap kegiatan atau upacara

termasuk mandi hamil tujuh bulan, agar ibu yang mengandung dan

anak yang dikandung terlindungi dari kejahatan-kejahatan jin dan

manusia.

Page 136: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

118

Page 137: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

119

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi mandi hamil tujuh bulan merupakan tradisi memandikan

ibu hamil yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan atau

lebih. Tradisi tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk memohon

keselamatan dan perlindungan kepada Allah SWT. bagi ibu yang

mengandung dan bayi yang dikandung, sekaligus sebagai ungkapan

rasa syukur kepada Allah SWT., karena telah dikaruniai kehamilan

yang sehat dan sudah mencapai usia tujuh bulan. Tradisi ini juga

mengandung unsur-unsur keislaman dalam beberapa ritual

pelaksanaanya. Salah satunya ialah pembacaan beberapa surah dari al-

Qur’an yaitu surah al-Fātiḥah, al-’Ikhlāṣ, al-Falaq dan al-Nās yang

disebut dengan al-Fātiḥah Ampat oleh warga setempat.

Pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi ini dilaksanakan pada

awal acara secara bersama-sama dengan dipandu oleh pemimpin

bacaan, kemudian diikuti oleh para masyarakat yang hadir terutama

bapak-bapak. Sebelum pembacaan al-Fātiḥah Ampat dilakukan,

terlebih dahulu pemimpin bacaan membacakan istighfar sebanyak tiga

kali, kemudian dilanjutkan dengan membacakan wasilah atau

hadoroh, setelah itu pembacaan al-Fātiḥah Ampat dimulai. Setelah

pembacaan al-Fātiḥah Ampat selesai, maka dilanjutkan dengan

pembacaan barzanji.

Bagi masyarakat Keraya, pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam

tradisi mandi hamil tujuh bulan ini dianggap sangat penting, karena

memiliki beberapa motivasi tertentu. Motivasi utama dari pembacaan

ini ialah untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari Allah

Page 138: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

120

SWT., selanjutnya untuk menjaga tradisi dan warisan orang terdahulu,

sebagai bentuk pujian kepada Allah, serta sebagai pengawal do’a.

Pembacaan al-Fātiḥah Ampat tersebut juga tidak lepas dari

pemahaman masyarakat Keraya tentang keutamaan-keutamaan serta

makna umum yang terkandung di dalam al-Fātiḥah Ampat sehingga

masyarakat setempat membacakannya dalam tradisi mandi hamil

tujuh bulan untuk memohon perlindungan dan keselamatan bagi ibu

yang mengandung dan anak yang dikandung.

Demikian hasil dari penelitian living Qur’an yang dilakukan

penulis atas pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi mandi hamil

tujuh bulan di Desa Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian living Qur’an yang penulis lakukan

pada pembacaan al-Fātiḥah Ampat dalam tradisi mandi hamil tujuh

bulan di Desa Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin

Barat, Kalimantan Tengah, penulis merasa ingin memberikan beberapa

masukan:

1. Kepada masyarakat Desa Keraya, hendaknya menambahkan

pembacaan surah-surah pilihan lainnya yang ada di dalam al-

Qur’an pada pelaksanaan tradisi mandi hamil tujuh bulan, bahkan,

jika mampu hendaknya mengkhatamkan al-Qur’an. Hal tersebut

menjadi salah satu upaya untuk menghidupkan al-Qur’an di

tengah-tengah masyarakat dengan melibatkannya dalam setiap

kegiatan kita, salah satunya melalui pembacaan al-Qur’an dalam

tradisi tersebut.

2. Kepada para peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan kajian

lainnya terhadap adanya fenomena resepsi al-Qur’an di tengah

Page 139: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

121

kehidupan kita, seperti kajian living Qur’an dalam tradisi-tradisi

yang ada di daerah kalian masing-masing. Karena masih banyak

tradisi-tradisi yang belum dikaji secara khusus yang

memungkinkan di dalamnya terdapat pembacaan al-Qur’an. Serta

skripsi yang ditulis oleh penulis ini masih terdapat banyak

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari peneliti

berikutnya sangat diperlukan.

Page 140: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

122

Page 141: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

123

DAFTAR PUSTAKA

‘Abdillah, Aḥmad bin Syu’aib bin ‘Alī bin Sinān bin Bakr bin Dīnār Abū.

Sunan al-Kubra, juz 9. Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001.

Adriana, Iswah. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban (Perpaduan Antara

Tradisi Jawa dan Ritualitas Masyarakat Muslim).” Jurnal Karsa,

vol.19, no.2, (2011): 242.

Anshori. Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firma Tuhan.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.

Arsyad, Azhar. Islam Masuk dan Berkembang di Nusantara Secara Damai.

Dalam menjadi Indonesia. 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi

Nusantara, cet. I. Jakarta Selatan: Mizan, 2006.

Bahriah, “Pembacaan Surah Yāsīn dalam Tradisi Batajak Tihang Rumah

di Kecamatan Daha Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Studi

Living al-Qur’an)” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Antasari

Banjarmasin, 2018.

Al-Baihaqi. Syu’ab al-Iman. CD. al-Maktabah al-Syamilah. Islamic

Global Software. Ridwana Media.

Al-Bānī, Muḥammad Nashiruddīn. Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu

Katsir, terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 1. Jakarta Selatan: Pustaka

Azzam, 2007.

---------. Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir, terj. ATC Mumtaz

Arabia, jil. 3. Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008.

Basuki, Sulistyo. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra,

2006.

Al-Bukhārī, Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī. Jāmi‘ al-Shaḥīh

al-Bukhārī, Juz 6. Dār. Thauq al-Najāh, 1422 H.

Chodjim, Achmad. Al-Ikhlas: Bersihkan Iman dengan Surah kemurnian.

Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008.

Hafidz, Abdul dan Rusydi. “Konsep Dzikir dan Do’a Perspektif Al-

Qur’an”. Islamic Akademika: Jurnal Pendidikan & Keislaman, vol.6,

no.1, (Juni 2019): 63.

Page 142: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

124

Harun, Salman. Secangkir Tafsir Juz Terakhir: Mengerti Jalan-jalan yang

Membahagiakan di Dunia dan Akhirat.Tangerang: Lentera Hati, 2018.

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, Bandung:

Sygma, 2014.

Koentjaraningrat. Metode-metode Penulisan Masyarakat. Jakarta:

Gramedia, 1989.

Makhdlori, Muhammad. Bacalah Surat Al-Waqi’ah Maka Engkau Akan

Kaya. Yogyakarta: Diva Press, 2008.

Mansur, M. Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’an.

Yogyakarta: Th Press. 2007.

---------. “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Al-Qur’an,” Dalam

Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, ed. Sahiron Syamsuddin.

Yogyakarta: Teras, 2007.

Mas’ulah, Siti. “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam Ritual

Mitoni/ Tujuh Bulanan (Kajian Living Qur’an di Padukuhan Sembego,

Kec. Depok, Kab. Sleman)” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2016.

Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta:

Idea Press Yogyakarta, 2015.

Al-Naisabūrī, Abu al-Husain Muslim bin al-Ḥajjāj bin Muslim al-Qusayrī.

Jāmi‘ al- Shaḥīh li Muslim, juz 4. Beirut: Dar Ihya` at-Turats al-Arabi.

Nasir, Muḥammad Fauzan. “Pembacaan Tujuh Surah Pilihan Al-Qur’an

Dalam Tradisi Mitoni (Kajian Living Al-Qur’an di Dusun Sumberjo,

Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten)” Skripsi S1.,

Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2016.

Naurah binti ‘Abdirrahmān, Ummu ‘Abdillāh. Wirid Ibu Hamil, terj.

Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Pustaka Arafah, 2005.

Rafiq, Ahmad. “The Reception of the Qur’an in Indonesia: A Case Study

of the Place of the Qur’an in a Non-ArAbīc Speaking Community.”

Disertasi S3., Universitas Temple Amerika Serikat, 2014.

Page 143: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

125

Rahman, Syahrul. “LIVING QUR’AN: Studi Kasus Pembacaan al-

Ma’tsurat di Pesantren Khalid Bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan

Hulu” Jurnal Syahadah, vol. IV no.2, (Oktober 2016): 49.

Ramadhan, Fadhli. Dzikir Pagi dan Petang. Yogyakarta: Fillah Books,

2019.

Ratna, Nyoman Kutha. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu

Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2010.

RI, Kementrian Agama. Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid. Bandung:

Sygma, 2014.

Al-Rifā’I, Muḥammad Nasib. Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir

Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin, jil. 1. Jakarta: Gema Insani, 1999.

Saman, K. Akbar. Do’a dan Dzikir untuk Ibu Hamil. Bandung: Ruang

Kata, 2012.

Sektioningsih, Muchibbah. “Adopsi Ajaran Islam Dalam Ritual Mitoni Di

Desa Ngagel Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati” Skripsi S1.,

Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta, 2009.

Shihab, M. Quraish. Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-

surah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2012.

--------. Al-Qur’an dan Maknanya. Tangerang: Lentera hati, 2010.

--------. Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a. Tangerang: Lentera

Hati, 2006.

Spradley, James P. Metode Etnografi; Penerjemah Misbah Zulfa

Elizabeth. Yoyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997.

Surahmat. “Kritik Pemahaman Hadis Nabi Tentang Keutamaan Surat Al-

Waqi’ah”. Inovatif, vol.1, no.1 (2015): 79.

Al-Tamīmī, ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Faḍl bin Bahrām bin ‘Abdul

Shamad al-Dārimī. Sunan al-Dārimī, juz 4. Riyadh: Dar al-Mughnī,

2000.

Thalhas, T.H. Tafsir Pase: Kajian Surah Al-Fātiḥah dan Surah-surah

dalam Juz ‘Amma: Paradigma Baru. Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al-

Qur’an Pase, 2001.

Page 144: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

126

Al-Tirmidzī, Abū ‘Isā Muhammad bin ‘Isā Ibn Saurah bin Mūsā bin

Ḍahhak al-Sulamī. Sunan al-Tirmidzī, juz 5. Beirut: Dar al-Gharb al-

Islami, 1998.

Widyosiswoyo, Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Bogor Selatan: Ghalia

Indonesia, 2001.

Yana, Ujang. “Pembacaan Tiga Surat Al-Qur’an dalam Tradisi Tujuh

Bulanan (Di Masyarakat Selandaka, Sumpiuh, Banyuwangi” Skripsi

S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Zainuddin, Muḥammad. “Upacara Mandi Hamil Tujuh Bulan Di Desa

Tabunganen Muara Kecamatan Tabunganen Kabupaten Barito Kuala”

Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin, 2017.

Zuhri, Iwan. “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Mitoni di

Padukuhan Pati Kalurahan Genjahan Kecamatan Ponjong Kabupaten

Gunung Kidul” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2009.

WEB:

Asshidiqi, Hasbi. “Hukum Islam Acara Tujuh Bulanan, 2017.” Diakses,

23 Oktober, 2019.

https://www.kompasiana.com/hasbi_asshidiqi/58e17cbedb22bd2913

1b45fb/hukum-islam-acara-7-bulanan

Silmi Adawiyya, “Pentingnya Membaca Surat Maryam Bagi Ibu Hamil, 2019,”

Diakses, 02 Juni, 2020, https://tebuireng.online/pentingnya-membaca-

surat-maryam-bagi-ibu-hamil/

Dokumen:

Pemerintah Desa Keraya. “Profil Desa Keraya” 2018.

Wawancara:

Aidin, Nor. Ketua Pengajian Desa Pesisir. Diwawancari oleh Nunuk Rima

Aini, Keraya, 02 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Arbain. Sesepuh Desa. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 12

Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Fadhli, Muhammad. (Partisipan) diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 19 September 2019, Kalimantan Tengah.

Page 145: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

127

Irawan, Deby. Penduduk Desa Keraya. Diwawancarai oleh Nunuk Rima

Aini, Keraya, 25 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Juliani. Partisipan dan Pelaksana. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 26 November 2019, Kalimantan Tengah.

Kurnia. Bidan Kampung. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

19 September 2019, Kalimantan Tengah.

Kuswanti. Partisipan dan Pelaksana. Diwawancarai oleh Nunuk Rima

Aini, Keraya, 27 November2019, Kalimantan Tengah.

Masransyah. Pelaksana dan partisipan. Diwawancari oleh Nunuk Rima

Aini, Keraya, 19 September 2019, Kalimantan Tengah.

Mia. Pelaksana. Diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 05

Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Minah. Partisipan dan Pelaksana. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 26 November 2019, Kalimantan Tengah.

Mu’in, Abdul. Penduduk Desa Keraya. Diwawancarai oleh Nunuk Rima

Aini, Keraya, 25 Desember 2019, Kalimantan Tengah.

Mulyati, Sri. Bidan Kampung. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 28 November 2019, Kalimantan Tengah.

Sanariyah. Bidan Kampung. Diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,

23 November 2019, Kalimantan Tengah.

Syahdan. Pemimpin Bacaan. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,

Keraya, 28 November 2019, Kalimanatan Tengah.

Syahwan. Partisipan. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 27

November 2019, Kalimantan Tengah.

Page 146: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

128

Page 147: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

129

Lampiran 1

SURAT IZIN PENELITIAN

Page 148: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

130

Lampiran 2

PANDUAN WAWANCARA

A. Dengan Pemimpin Bacaan

1. Apakah Bapak pernah mengikuti atau memimpin pembacaan

dalam pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?

2. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?

3. Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan

mandi-mandi?

4. Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?

5. Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh

bulan?

6. Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan

tersebut?

7. Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?

8. Bagaimana cara pelaksanaannya?

9. Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh

bulan?

10. Siapa saja yang terlibat dalam proses mandi hamil tujuh bulan

tersebut?

11. Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di

Keraya?

12. Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?

13. Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?

14. Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang

membacakan dan yang dibacakan?

15. Bagaimana praktik pembacaannya?

16. Apakah semua undangan ikut membacakan?

Page 149: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

131

17. Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?

18. Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat

yang dibacakan?

19. Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?

20. Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?

21. Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?

22. Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-

Qur’an?

B. Dengan Bidan Kampung

1. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?

2. Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan

mandi-mandi?

3. Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?

4. Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh

bulan?

5. Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan

tersebut?

6. Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?

7. Bagaimana cara pelaksanaannya?

8. Apa persiapan yang dilakukan ketika akan melaksanakan mandi

hamil tujuh bulan?

9. Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh

bulan?

10. Apakah ada makna tersendiri dari perlengkapan yang digunakan

tersebut?

11. Apa manfa’at atau tujuan dari diadakannya mandi hamil tujuh

bulan?

Page 150: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

132

C. Dengan Partisipan dan Pelaksana

1. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan tradisi

mandi hamil tujuh bulan?

2. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?

3. Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan

mandi-mandi?

4. Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?

5. Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh

bulan?

6. Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan

tersebut?

7. Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?

8. Bagaimana cara pelaksanaannya?

9. Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh

bulan?

10. Apa saja surah yang dibacakan dalam mandi hamil tujuh bulan di

Keraya?

11. Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?

12. Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi

tersebut?

13. Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang

membacakan dan yang dibacakan?

14. Bagaimana praktik pembacaannya?

15. Apakah semua undangan ikut membacakan?

16. Apakah Bapak/Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?

17. Apakah Bapak/Ibu mengerti dengan arti atau makna dari

surah/ayat yang dibacakan?

18. Bagaimana Bapak/Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?

Page 151: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

133

19. Apakah Bapak/Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?

20. Mengapa Bapak/Ibu membaca al-Qur’an?

21. Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-

Qur’an?

D. Dengan Sesepuh kampung

1. Apakah Bapak pernah mengikuti pelaksanaan tradisi mandi hamil

tujuh bulan?

2. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?

3. Apa saja surah yang dibacakan dalam mandi hamil tujuh bulan di

Keraya?

4. Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?

5. Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?

6. Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang

membacakan dan yang dibacakan?

7. Bagaimana praktik pembacaannya?

8. Apakah semua undangan ikut membacakan?

9. Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?

10. Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat

yang dibacakan?

11. Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-

Qur’an?

E. Pertanyaan tambahan untuk informan yang fasih membaca al-

Quran

1. Menurut Bapak/Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat desa

Keraya sudah baik atau belum baik?

2. Kesalahan apa yang sering Bapak/Ibu ketika masyarakat Desa

Keraya membaca al-Qur’an?

Page 152: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

134

3. Kapan Bapak/Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an

tersebut?

Page 153: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

135

Lampiran 3

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Syahdan

Umur : 51 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Pemimpin Bacaan

2. Nama : Masyransyah

Umur : 46 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Partisipan

3. Nama : Muḥammad Fadhli

Umur : 61 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Partisipan

4. Nama : Sanariyah

Umur : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Bidan Kampung

5. Nama : Kurnia

Umur : 65 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Page 154: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

136

Sebagai : Bidan kampung

6. Nama : Syahwan, S.Pd.I

Umur : 42 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Kepala Sekolah MTS Desa Keraya

Sebagai : Partisipan

7. Nama : Kuswanti

Umur : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

8. Nama : Nor Aidin

Umur : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

9. Nama : Juliani

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pengajar TKA/TPA Desa Keraya

Sebagai : Partisipan / Pelaskana

10. Nama : Minah

Umur : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

11. Nama : Sri Mulyati

Page 155: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

137

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Bidan Kampung

12. Nama : H. Arbain

Umur : 70 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Sesepuh Desa

13. Nama : Mia

Umur : 25 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Pelaksana

14. Nama : Abdul Mu’in

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Partisipan

15. Nama : Deby Irawan

Umur : 28 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Dosen

Sebagai : Partisipan

Page 156: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

138

Lampiran 4

DOKUMENTASI

Kegiatan pembacaan al-Fātiḥah Ampat dan pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan

Page 157: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

139

Wawancara dengan beberapa warga

Page 158: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

140

Page 159: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

141

Lampiran 5

TRANSKIP WAWANCARA

Identitas Informan 1

Nama : Bapak Syahdan

Umur : 51 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Pemimpin Bacaan

1. Pertanyaan:

“Apakah Bapak pernah mengikuti atau memimpin pembacaan dalam pelaksanaan

mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Ya, pernah.”

2. Pertanyaan: “Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa

Keraya?”

Jawaban:

“Sejarahnya dari zaman dulu turun temurun dari leluhur kita dan dari kakek-kakek

kita.”

3. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Mungkin sejarahnya dari warisan orang tua zaman dulu.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Misalnya seseorang itu memiliki rumah berarti kegiatan mandi-mandinya

dilaksanakan di rumahnya. Tetapi biasanya di halaman rumah dibuatkan tempat

untuk melaksanakan mandi-mandi. Tempat pemandian tersebut terbuat dari enam

batang kayu, lalu dikelilingi dengan benang, lalu terdapat daun-daunan seperti daun

kelapa atau mayang-mayangan yang digantung di setiap sudutnya. Kemudian

terdapat pohon kelapa dan pohon pisang yang juga diletakkan di sudut-sudut tempat

pemandian. Dindingnya ditutupi dengan kain, ada yang hanya sebagian ditutupi

dengan kain dan ada juga yang tidak. Kain tersebut hanya sebagai pelindung, kalau

benang mungkin memiliki sejarah kenapa digunakan untuk mengelilingi tempat

pemandian. Tetapi kita tidak mengetahui apa maknanya. Benangnya tersebut

berwana kuning, atau juga bisa menggunakan tali-talian. Mungkin barang-barang yang digunakan itu memiliki sejarahnya masing-masing mengapa harus digunakan di

dalam ritual tersebut, tetapi kita tidak mengetahuinya.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Kalau sudah memasuki usia tujuh bulan kata orang tua zaman dulu, jangan ketika

awal bulan, ketika akhir bulan saja kata orang tua zaman dulu. Karena ada adabnya,

maka dari itu laksanakanlah mandi-mandi ketika akhir bulan. Akhir bulan tersebut

sekitar tanggal 16, 17, sampai dengan tanggal 20 dan seterusnya. Kata orang tua

Page 160: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

142

zaman dulu terdapat perhitungan tersendri jika ingin melaksanakan mandi hamil

tujuh bulan. Jangan ketika awal bulan.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban: “Iya mengikuti. Banyak warga yang menghadiri acara tersebut.”

7. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban: “Tidak ada, siapapun yang ingin hadir dipersilahkan hadir. Jika diundang maka dia

hadir, tapi jika tidak pun biasanya juga bisa ikut menyaksikan.”

8. Pertanyaan:

“Bagaimana proses atau langkah-langkah pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan di

Desa Keraya?”

Jawaban:

“Dari orang tua kita zaman dulu, ketika hendak melaksanakan mandi hamil tujuh

bulan harus mengumpulkan warga atau masyarakat desa. Ketika masyarakat sudah

berkumpul di rumah shahibul hajat, pengantin perempuan dan laki-laki pun duduk

bergandengan dan siap untuk melaksanakan mandi-mandi. Serta terdapat anak-anak

yang membawa lilin-lilin dan beras, serta kelapa. Sebelum kedua pengantin keluar

rumah, dibacakan rawi barzanji terlebih dahulu. Setelah pembacaan rawi barzanji

selesai, disambung membaca shalawat tiga kali, lalu berdiri membaca maulud barzanji. Setelah itu pengantin yang akan dimandikan keluar ke halaman rumah

sambil diiringi shalawat, dan ditaburi dengan beras kuning. Jadi mungkin dibacakan

sholawat ketika turun naiknya itu supaya mendapatkan keberkahan dan syafaat

Rasulullah. Setelah keluar rumah, barzanji masih terus dibaca sampai selesai,

mengiringi proses mandi-mandi di halaman rumah. Ketika mandi-mandi di halaman

sudah selesai dan baca barzanji pun sudah selesai, dilanjut dengan membaca do’a

barzanji. Lalu pengantin memasuki rumah sambil diiringi lagi dengan sholawat dan

taburan beras kuning. Setelah memasuki rumah keduanya duduk berdampingan, dan

di hadapan keduanya terdapat hidangan yang bermacam-macam. Begitulah adat dari

para leluhur kita dari dulu. Setelah itu barulah dibacakan do’a Hadarat atau do’a

Arwah Rasul dan do’a Selamat. Setelah itu barulah dihidangkan jamuan-jamuan dari

tuan rumah untuk para masyarakat yang hadir.”

9. Pertanyaan: “Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam madi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pertama yang harus disiapkan itu adalah mayang yang masih tertutup dan mayang

yang sudah terbuka, satu buah kelapa yang sudah dikupas untuk dibelah nanti,

setelah itu kelapa yang baru bertunas satu buah, dan satu buah lagi kelapa tapi saya

lupa namanya. Nah, lalu yang harus disiapkan adalah pohon kelapa dan pohon

pisang yang mana jika mandi-mandi sudah selesai dilakukan maka kedua pohon ini

harus ditanamkan. Hal ini sebagai tanda “Oh pohon ini adalah tanda aku ketika

mandi-mandi dulu.” Jika si anak nanti sudah lahir dan besar, biasanya ia diberi tahu

yang mana pohon kelapa yang pernah dipakai ketika pelaksaan mandi-mandi orang tuanya. Setelah itu terdapat pula air do’a barzanji yang sudah dibacakan. Do’a

barzanji tersebut dibacakan ke dalam air ketika sebelum acara dimulai untuk

dicampurkan ke dalam air pemandian pengantin. Ada juga yang dibacakan ketika

sudah selesai barzanji. Tetapi kebanyakan yang sudah dilakukan itu do’a barzanji

dibacakan ke dalam air sebelum acara dimulai. Jadi, do’a barzanji itu dibacakan

Page 161: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

143

mengikuti petuah-petuah leluhur kita, yang kemungkinan ada kisah tersendiri

mengapa harus do’a barzanji yang dibacakan untuk air yang akan dicampurkan ke

dalam air yang digunakan untuk mandi-mandi.”

10. Pertanyaan:

“Siapa saja yang terlibat dalam proses mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban: “Warga atau masyarakat desa, orang yang memimpin pembacaan, ibu yang

mengandung dan suaminya, bidan kampung tiga orang dan anak-anak yang

membawa lilin-lilin.”

11. Pertanyaan:

“Adakah pembacaan al-Qur’an dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Ada, pertama-tama membaca surah al-Fātiḥah terlebih dahulu, kemudian membaca

surah al-Ikhlas tiga kali, surah al-Falaq satu kali, surah al-Nas satu kali, bisa juga

ditambah dengan surah al-Baqarah ayat 1-5, setelah itu baru membaca ayat Kursi

atau al-Baqarah ayat 255. Kemudian dapat ditambah dengan membaca ayat al-

Qur’an yang lain, tergantung permintaan dari shohibul hajat.”

12. Pertanyaan:

“Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?”

Jawaban:

“Niatnya untuk penghormatan kepada Allah, agar apa yang kita niatkan ketika

melaksanakan acara ini sampai kepada Allah. Khususnya niat dari yang memiliki niat atau acara.”

13. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Jika tertinggal, kita kan memulainya dari mengucapkan bismillah. Apapun

perbuatan kita harus menanamkan bismillah dan shalawat jangan sampai tertinggal.

Apalagi al-Fātiḥah Ampat jangan sampai tertinggal. Misalnya jika bismillah,

shalawat tertinggal ketika kita berdo’a maka istilah kasarnya do’a kita jadi tidak

sempurna. Kalau untuk masalah diterima atau tidaknya do’a kan kita tidak tahu.

Tetapi yang pasti do’a kita tidak sempurna. Ketika membaca al-Fātiḥah biasanya

diakhiri dengan kata “Aamiin”. Ketika kata itu diucapkan, maka disitulah Rasulullah

membenarkan al-Fātiḥah tersebut. Surah al-Ikhlas jika kita baca sebanyak tiga kali maka sama dengan membaca setengah dari al-Qur’an, iya kan? Adapun istilah al-

Fātiḥah Ampat itu ada yang mengatakan diambil dari dalam kitab, tetapi saya tidak

tahu nama kitab tersebut. Intinya dari guru ke guru seperti itulah istilah yang

diajarkan, yaitu al-Fātiḥah Ampat. Kalau untuk sejarah mengapa disebut dengan

istilah tersebut, saya kurang tau pasti.”

14. Pertanyaan:

“Apa manfaat dan tujuan dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang

membacakan dan yang dibacakan?”

Jawaban:

“Sejarah dari leluhurnya memang seperti itu, agar mudah melahirkan, diberi

keselamatan dan kesehatan untuk ibu dan calon anaknya. Tergantung dari niat atau keinginan tuan rumahnya itu.”

15. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Yang membaca terlebih dahulu adalah pemimpin bacaannya, kemudian baru diikuti

oleh warga yang hadir.”

Page 162: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

144

16. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Pokoknya siapapun yang mendengar pasti ikut membaca. Karena ada pemimpin

bacaannya kan? Jadi, ya siapapun yang mendengar pemimpin bacaan mulai

membacakan maka dia pasti juga mengikuti. Akan tetapi, kebanyakan yang

membacakan adalah bapak-bapak, sedangkan ibu-ibu biasanya di dapur atau di

halaman rumah.”

17. Pertanyaan:

“Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban: “Iya, hafal.”

18. Pertanyaan:

“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Sebenarnya saya kurang faham, hanya saja seperti yang saya jelaskan tadi ketika

ingin berdo’a al-Fātiḥah Ampat jangan sampai ketingggalan.”

19. Pertanyaan:

“Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?”

Jawaban:

“Kitab suci umat Islam. Fungsinya untuk Imam, maksudnya sebagai petunjuk

kehidupan kita.”

20. Pertanyaan:

“Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Terbiasa.”

21. Pertanyaan:

“Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Karena memang seharusnya al-Qur’an setiap hari harus dibaca. Sebenarnya kan

seperti itu. Jadi, saya memang membaca al-Qur’an karena menjalankan perintah

tersebut. Meskipun artinya saya tidak begitu mengerti, yang penting kan tajwidnya

dan panjang pendek bacaannya bagus, iya kan. Mungkin sebagian orang memang

membaca al-Qur’an untuk mendapatkan pahala, tetapi dapat pahala atau tidaknya kan itu urusan Allah, jadi yang penting baca saja al-Qur’annya. Apalagi al-Qur’an itu

kan yang kita ketahui setiap satu hurufnya jika dibaca ada nilai kebaikannya.”

22. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Sebenarnya dalam kegiatan apapun al-Qur’an itu harus dibaca, mislanya kalau di

tempat kita ini dalam acara Tasmiyahan, di dalamnya terdapat pembacaan al-Qur’an

juga.”

Identitas Informan 2

Nama : Bapak Masransyah

Umur : 46 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Partisipan

1. Pertanyaan:

Page 163: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

145

“Apakah Bapak pernah mengikuti atau menghadiri pelaksanaan mandi hamil tujuh

bulan?”

Jawaban:

“Pernah dan biasa mengikuti.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa

Keraya?”

Jawaban:

“Tradisi ini kan berasal dari nenek moyang kita yang dulunya beragama Hindu.

Setelah Islam masuk, adat istiadat itu tetap ada atau berkembang. Hanya saja

sekarang di dalam adat istiadat ini terdapat pembacaan al-Qur’an, pembacaan rawi, dan do’a-do’a Islam. Berbeda dengan dulu yang dibacakan itu mantra-mantra. Akan

tetapi terdapat salah satu bagian dari adat istiadat ini yang tidak saya sukai, yaitu

ketika memberikan sesajen atau makanan ke laut. Kenapa harus memberikan sesajen

atau makanan ke laut? Hal tersebut terkesan seperti mengundang sesuatu atau

makhluk yang lain. Seandainya diberikan atau disedekahkan ke anak yatim piatu,

pasti ada manfaatnya. Jadi jika kita mengadakan tradisi tersebut, aqidah kita harus

kuat, jangan sampai muncul yang dua dari yang satu (Allah). Hal ini kembali juga

kepada niat dari masing-masing tuan rumah yang melaksanakan tradisi atau adat

istiadat tersebut.”

3. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Kalau mandi-mandi tujuh bulan tersebut sesuai dengan tradisi kita orang pesisir

pantai. Jadi, tradisi budaya kita jika sudah memasuki usia tujuh bulan kehamilan

memang diharuskan melaksanakan mandi-mandi. Jadi memang sudah mengikuti dan

melanjutkan tradisi yang sudah ada saja alasannya.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Di depan rumah ataupun di samping rumah sebelah kanan kalau memang ada ruang

atau halaman untuk melaksanakan tradisi mandi-mandi tersebut. Lalu dibuat

semacam tempat yang dikelilingi dengan pancang atau kayu yang dipasang menjadi

empat penjuru, setelah itu diikat dengan tali-tali di sekelilingnya, setelah itu ditutupi dengan kain kuning. Kain kuning tersebut semacam lambang dari suatu kecerahan,

dengan harapan supaya pengantin yang melaksanakan mandi-mandi memiliki

kehidupan yang cerah secerah kain kuning tersebut. Tradisinya dari dulu memang

seperti itu. Biasanya mandi-mandi tersebut dilaksanakan di rumah pengantin

perempuannya.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Yang jelas ketika usia kehamilan sudah memasuki tujuh bulan, maka dilaksanakan

mandi-mandi. Nah, kemungkinan kalau tradisi kita disini menyesuaikan dengan hari

apa yang baik, bulan apa yang baik untuk melaksanakan mandi-mandi tersebut. Tetapi semua hari itu sebenarnya baik. Hanya saja pasti terdapat hari-hari yang lebih

baik untuk melaksanakannya.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

Page 164: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

146

“Tergantung, jika memang niat dari yang punya acara mengundang seluruh keluarga

maka lebih baik lagi. Intinya yang diundang pertama itu keluarga, kalau memang ada

kerabat atau sahabat kita yang lain, kalau mau diundang ya kita undang, begitu.

Lebih bagus juga kan kalau seperti itu.”

7. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak ada.”

8. Pertanyaan:

“Bagaimana cara pelaksanaannya?”

Jawaban: “Coba tanyakan dengan nini Anjang Sanar saja kalau mengenai pelaksanaan mandi-

mandinya beliau lebih tahu.”

9. Pertanyaan:

“Mengapa hanya Al-Fātiḥah Ampat yang dibaca?

Jawaban:

“Pertama kita harus membaca surah al-Fātiḥah, bertawasul dulu. Bertawassul itu

artinya kita meminta syafaatnya Nabi. Jika yang kita harapkan keberkahan dan

keselamatan ya memang harus dibacakan seperti itu.”

10. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban: “Saya rasa jika tidak dibaca, mungkin manfaatnya tidak ada. Kemungkinan bisa

mudharat yang akan kita dapatkan. Letak kemudharatannya pada bentuk apa atau

ibaratnya seperti membuat hidup kita susah senang, hal tersebut diri kita sendiri yang

akan merasakannya nanti.”

11. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Tujuannya untuk ibadah, mencari keberkahan karena di dalam al-Qur’an terdapat

banyak keberkahan. Kemudian untuk kebaikan ibu dan anak yang dikandung, serta

supaya diberikan keturunan-keturunan yang baik.”

12. Pertanyaan: “Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Adapun yang pertama memulai adalah pemimpin bacaannya, baru kemudian diikuti

oleh para jama’ah.”

13. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Biasanya laki-laki saja. Sedangkan ibu-ibu seringnya duduk di dapur, tidak di ruang

tamu. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk ikut membacakan juga.”

14. Pertanyaan:

“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”

Jawaban:

“Yang jelas kan orang yang paham dengan agama dan mengerti maksud dan tujuan

dari acara atau niat dari tuan rumah tersebur.”

15. Pertanyaan:

“Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

Page 165: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

147

“Hafal, karena surahnya pendek.”

16. Pertanyaan:

“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Harusnya kita memang harus memahami makna atau arti dari al-Fātiḥah Ampat

yang dibacakan tersebut. Pada dasarnya semua surah-surah tersebut dimaksudkan

untuk mencari keberkahan. Kalau surah al-Ikhlas tentang ketauhidan, dengan adanya

ketauhidan tersebut mungkin harapannya supaya keturunan-keturunannya menjadi

lebih baik.”

17. Pertanyaan:

“Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?”

Jawaban:

“Al-Qur’an itu kitab Allah. Wajib kita mempelajari dan mengetahui isi di dalamnya.

Suatu kewajiban bagi kita seorang Muslimuntuk mempelajari dan mengetahui

maksud dan tujuannya.”

18. Pertanyaan:

“Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Terbiasa.”

19. Pertanyaan:

“Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?”

Jawaban: “Pertama, kita membaca al-Qur’an untuk ketenangan hati dan jiwa, kemudian untuk

memotivasi diri kita untuk menjadikan diri kita lebih baik.”

20. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Setelah usia kehamilan sembilan bulan sepuluh hari, maka lahirlah seorang anak.

Setelah anak tersebut lahir terdapat pembacaan al-Qur’an juga. Dibacakan surah

Yūsuf jika anaknya laki-laki, jika anaknya perempuan maka dibacakan surah

Maryam. Surah an-Nisa pun baik juga untuk dibacakan. Dengan harapan jika

anaknya laki-laki, tingkah lakunya kelak seperti Nabi Yūsuf. Jika anaknya

perempuan diharapkan perilakunya kelak seperti Siti Maryam. Dalam acara

Tasmiyahan juga ada pembacaan al-Qur’an. Ketika pengajian biasanya dibacakan surah Ali Imran, di dalamnya semacam diceritakan tentang keluarga Imran, tentang

masalah kesholehan, masalah ketauhidan, ketaqwaan, semuanya ada disitu. Lalu

biasanya tradisi kita disini sebelum mengadakan pernikahan pasti mengadakan

khataman al-Qur’an terlebih dahulu atau batamat.”

21. Pertanyaan:

“Menurut Bapak, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau

belum baik”?

Jawaban:

“Yang baik ada, hanya saja perlu adanya pembinaan lagi yang lebih baik. Kalau

seperti santri TPA yang dididik oleh guru, bacaannya masih memenuhi standar.

Kalau bapak-bapak atau ibu-ibunya kebanyakan bisa membaca al-Qur’an tetapi harus lebih ditingkatkan lagi.”

22. Pertanyaan:

“Bagaimana kriteria bacaan al-Qur’an yang sudah baik dan belum baik menurut

Bapak?”

Jawaban:

Page 166: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

148

“Kalau yang sudah baik pastinya pertama-tama harus paham makharijul huruf-nya,

bisa membedakan yang mana alif dan yang mana ba, atau yang mana alif dan yang

mana hamzah, mereka harus paham itu. Setelah mengenal makharijul huruf, ilmu

tajwidnya juga harus paham, hukum-hukum bacaannya. Jika kita paham itu semua

maka otomatis memudahkan kita ketika membaca al-Qur’an. Kan seperti itu. Nah,

kalau kesalahan yang banyak terjadi ketika membaca al-Qur’an di desa kita ini

adalah di makharijul huruf-nya, dan tajwidnya.”

23. Pertanyaan: “Kapan Bapak mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”

Jawaban:

“Biasanya setiap kegiatan pengajian anak yang baru dilahirkan, disitulah saya mendengar banyak yang kurang memahami bacaan. Ketika tadarusan juga saya

sering mendengar kurang baik bacaannya.”

Identitas Informan 3

Nama : Bapak Muḥammad Fadhli Umur : 61 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Partisipan

1. Pertanyaan:

“Pernahkah anda mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?

Jawaban:

“Pernah.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa

Keraya?”

Jawaban:

“Tradisi ini turun menurun dari nenek, datuk kita yang dulu. Hanya saja tradisi

mandi hamil disini khusus untuk ibu yang sudah mengandung selama tujuh bulan,

berbeda dengan orang Jawa yang mandi hamilnya dari tiga bulan, empat bulan, bahkan lima bulan pun ada.”

3. Pertanyaan:

“Adakah pembacaan al-Qur’an dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Ada, kata orang kita zaman dulu disebut dengan Kepala Do’a, yaitu al-Fātiḥah, al-

Ikhlas, al-Falaq dan al-Nas.”

4. Pertanyaan:

“Apa manfaat dan tujuan dari pembacaan surah-surah tersebut?”

Jawaban:

“Kita niatkan untuk bayi dan pengantin atau kedua calon orang tuanya. Hal ini sudah

menjadi tradisi kita. Apabila tidak kita laksanakan, maka akan timbul permasalahan atau kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan.”

5. Pertanyaan:

“Bisakah anda membacakan ayat al-Qur’an yang digunakan dalam salah satu

rangkaian dari tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Bisa.”

Page 167: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

149

Identitas Informan 4

Nama : Ibu Sanariyah

Umur : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Bidan Kampung

1. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”

Jawaban:

“Kita hanya mengikuti orang tua zaman dulu, nenek kakek kita zaman dulu, tidak tau

pasti seperti apa awal adanya mandi hamil tujuh bulan ini.”

2. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Tradisi orang zaman dahulu memang seperti itu. Tetapi biasanya ketika usia kehamilan tujuh bulan itu banyak gangguan, maka harus dimandikan.”

3. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Biasanya di rumah pengantin perempuan, tapi boleh di tempat pengantin laki-laki,

asalkan keturunannya (Nenek moyang) dibawa.”

4. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Kalau sudah memasuki bulan ketujuh kehamilan, harus ketika akhir bulan, tepatnya

tanggal 17 baru bisa dilaksanakan mandi hamil tujuh bulan. Tidak boleh ketika awal bulan.”

5. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti mandi-mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Semua warga pasti diundang jika ingin mengadakan mandi hamil tujuh bulan.”

6. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak, semua boleh hadir.”

7. Pertanyaan:

“Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban: “Yang harus disiapkan adalah kue empat puluh macam dalam dua tempat besar,

lengkap dengan pisang, juga nasi kuning yang di tengah-tengahnya diletakkan telur,

dan diletakkan di tengah rumah. Bentangkan kasur untuk tempat duduk kedua

pengantin. Lalu terdapat beras dan lilin di dalam tujuh buah gelas, perintahkan anak-

anak tujuh orang yang berumur tujuh tahun untuk membawa gelas tersebut sambil

mengiringi pengantin yang akan turun ke halaman rumah untuk mandi-mandi.

Kemudian disusul dengan bidan kampung sambil membawa mayang, dua buah

kelapa yang muda dan kecil, dan satu buah kelapa yang tua sambil digendong

sebagai lambang dari anaknya, sambil membawa payung, dan membawa keranjang

untuk tempat baju ganti. Semuanya keluar ke halaman rumah sambil mengelilingi

tempat pemandian sebanyak tiga kali. Tempat pemandiannya digantungi bunga di setiap penjurunya. Setelah berkeliling sebanyak tiga kali, kedua pengantin duduk

Page 168: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

150

berdampingan, barulah bidan kampung membelah kelapa yang dibawa tersebut.

Kemudian kelapa disentuhkan ke perut si ibu yang mengandung sambil dihitung

sebanyak tujuh kali, barulah kemudian dilemparkan ke tanah. Jika kedua kelapa

terlentang maka berarti anaknya perempuan, dan jika kedua kelapa tertutup maka

berarti anaknya adalah laki-laki. Kelapa dilemparkan secara bergiliran oleh kepala

bidan kampung dan pengiring bidan kampung sebanyak dua orang. Jadi, bidan

kampung ada tiga orang, satu sebagai kepala bidan kampung dan dua orang lagi

sebagai pengiringya. Setelah itu pengantinnya dikelilingi oleh mayang, kemudian

barulah bidan kampung menyemburkan air do’a yang dibacakan oleh masyarakat di

rumah pengantin sebanyak tiga kali. Setelah itu mayang dipukulkan lagi kepada

pengantin secara pelan sebanyak tiga kali, kemudian barulah mayang dipukulkan ke kendi yang di atasnya terdapat kelapa sebanyak tiga kali. Lalu terdapat benang

kuning yang panjang dibentangkan di depan kedua pengantin, kemudian kedua

pengantin melangkahkan kakinya melewati benang tersebut. Jika pengantin

perempuan melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu, maka pengantin laki-laki juga

melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu, begitu pula sebaliknya. Setelah benang

tersebut dilewati oleh kedua pengantin, benang tersebut diangkat ke atas

mengelilingi tubuh kedua pengantin, setelah itu diletakkan kembali di depan

keduanya. Hal tersebut dilakukan sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Setelah itu

pengantin diminumkan air do’a melalui benang tersebut, yang mana tetesan air dari

benang itulah yang diminum oleh pengantin. Adapun tujuan dari melewati atau

melangkahi benang tersebut adalah agar si ibu melahirkan dengan selamat. Setelah itu pengantin pun mandi. Setelah selesai mandi, pengantin mengganti pakaian

mereka di tempat pemandian tersebut, dan masuk ke dalam rumah. Ketika pengantin

sudah masuk ke dalam rumah, kedua pengantin duduk bersebelahan dan memakan

kue di dalam dua tempat besar yang telah disediakan di depan mereka. Mereka tidak

memakan semua kue tersebut, melainkan hanya boleh mencicipi satu persatu dari

empat puluh macam kue tersebut. Setelah itu barulah mengadu burung. Setelah

mengadu burung, ustadz atau tokoh agama membacakan do’a dan diikuti oleh

masyarakat yang hadir. Setelah itu masyarakat menikmati hidangan yang disediakan

oleh tuan rumah. Terdapat satu hal yang tidak boleh dilakukan oleh pengantin yaitu

memakan lagi kue-kue empat puluh macam yang disebutkan di atas. Karena ketika

melahirkan nanti calon ibu akan merasakan kesakitan yang luar biasa. Hal ini sudah

terjadi dengan diri saya sendiri. Ketika itu bidan kampung memberitahu kepada saya agar jangan memakan kue lagi, namun pada saat itu ada seorang anak kecil yang

ingin meminta kue tersebut, lalu saya memberikan kue yang diinginkannya, akan

tetapi saya pun juga ikut memakan kuenya lagi, padahal bidan kampung sudah

memberitahu saya agar tidak memakannya lagi. Karena kejadian itu, saya merasa

sangat kesakitan ketika melahirkan anak pertama. Kalau di zaman sekarang kan

sudah ada sesar, kalau zaman dulu belum ada karena tidak ada dokter yang bisa. Jadi

ketika saya melahirkan rasanya sakit sekali.”

8. Pertanyaan:

“Apa persiapan yang dilakukan ketika akan melaksanakan mandi hamil tujuh

bulan”?

Jawaban: “Bermacam-macam yang harus disiapkan, diantaranya kue-kue, lilin untuk dibawa

oleh anak-anak, perlengkapan untuk mandi-mandi, membuat tempat pemandian

untuk kedua pengantin, membuat jamuan untuk tamu undangan, menyiapkan segala

sesuatu untuk diberikan ke laut dan ke darat, dan yang paling penting adalah kedua

pengantin sudah siap memakai kain untuk mandi-mandi.”

9. Pertanyaan:

Page 169: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

151

“Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Perlengkapan sebelum mandi itu kasur untuk pengantin duduk, jangan lupa dua

burung-burungan yang terbuat dari daun benipah dan air semangkuk, kue empat

puluh macam dalam dua tempat besar, lengkap dengan pisang, juga nasi kuning yang

di tengah-tengahnya diletakkan telur, kue pamali juga seperti cucur, cincin, nasi

kuning, dan bingka tidak boleh tertinggal, diletakkan di tengah rumah. Sisanya

beragam kue-kue lainnya. Pencokan juga harus ada, yang isinya bermacam-macam

buah, diletakkan di dalam tempat yang besar juga. Kalau untuk mandi-mandinya,

sediakan air di dalam dua tempat yang besar untuk pemandiannya, di dalam air itu

ada bunga, terus juga siapkan air do’a barzanji, dan air keturunan. Lalu beras dan lilin dalam tujuh gelas, satu mayang kelapa yang masih tertutup, benang kuning, dua

buah kelapa yang muda dan kecil, dan satu buah kelapa yang tua sambil digendong

untuk anaknya, payung, keranjang untuk tempat baju ganti, dan baju ganti untuk

pengantin, serta telur ayam kampung untuk dipasangkan di atas tempat pemandian.

Siapkan juga dua buah kursi untuk tempat duduk pengantin. Kemudian untuk

membuat tempat pemandiannya, sediakan empat buah kayu untuk membuat tiang

pemandian, tujuh buah kain panjang, dan kain untuk membuat dinding pemandian,

kembang ayunan, serta lilipan yang terbuat dari daun benipah. Kalau untuk

pemberian, sediakan satu telur ayam kampung dalam tempurung kelapa yang

beralaskan tiga buah daun keladi, untuk pemberian ke laut. Siapkan daun pucuk yang

sudah dibentuk menjadi segi empat, lalu diisi dengan satu telur ayam kampung dan sekepal nasi, untuk pemberian ke darat.”

10. Pertanyaan:

“Apakah ada makna tersendiri dari perlengkapan yang digunakan tersebut”?

Jawaban:

“Kalau kue pamali memang tidak boleh tertinggal, karena kalau tertinggal ditakutkan

ada kejadian yang tidak baik. Makanya kue itu dinamakan kue pamali. Kalau

mayang yang masih tertutup di dalam tempatnya itu nanti digunakan untuk

menghitung waktu melahirkan. Kalau mayang tersebut sudah kering, berarti waktu

melahirkan sudah dekat. Buah kelapa muda yang sudah dikupas itu untuk melihat

apakah anaknya perempuan atau laki nantinya ketika dibelah dan dilemparkan.

Apalagi ketika pemberian, segala sesuatu yang sudah disiapkan harus diberikan

untuk penghormatan kepada yang ada di laut dan yang ada di darat, kalau tidak diberikan nanti ditakutkan ada yang mengganggu bayi yang ada di dalam kandungan

dan ibu yang mengandung. Kalau air do’a barzanji sebagai simbol permohonan

kepada Allah SWTuntuk keselamatan ibu dan anaknya. Sedangkan perlengkapan

yang lain itu memang disuruh oleh orang tua zaman dulu, saya tidak tau lagi apa

maknanya.”

11. Pertanyaan:

“Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Ya itu tadi manfaatnya agar pengantin selamat melahirkan, dan tidak sakit ketika

melahirkan.”

Identitas Informan 5 Nama : Ibu Kurnia

Umur : 65 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Bidan Kampung

Sebagai : Bidan Kampung

Page 170: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

152

1. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa

Keraya?”

Jawaban:

“Tradisi itu adalah kebiasaan atau turun menurun dari nenek moyang, leluhur kita.

Seperti itu.”

2. Pertanyaan:

“Apa saja yang harus disiapkan sebelum melaksanakan tradisi mandi hamil tujuh

bulan di Desa Keraya dan bagaimana tata cara pelaksanaannya?”

Jawaban:

“Tepung umbang, tepung pulut ketupat, nasi manis, dodol, dan kuenya dua tempat besar yang isinya bermacam-macam kue. Terdapat kue cucur, nasi manis, kue lapis,

dan tujuh macam warna kue cucur. Memandikan pengantin menggunakan mayang,

gayung, bunga, sambil membaca bacaan. Bacaan yang dibaca ada yang terdiri dari

ayat-ayat al-Qur’an. Pertama membaca al-Fātiḥah, kemudian membaca al-Ikhlas

sebanyak tiga kali. Barulah air dari mayang dipercikkan ke pengantin.”

3. Pertanyaan:

“Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Agar si ibu melahirkan dengan selamat dan sehat.”

Identitas Informan 6

Nama : Syahwan, S.Pd.I

Umur : 42 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Kepala Sekolah MTS

Sebagai : Partisipan

1. Pertanyaan:

“Apakah Bapak pernah mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah melihat dan mengikuti.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”

Jawaban:

“Nah, kalau mengenai sejarahnya, kemungkinan besar saya tidak mengetahui,

mengapa awalnya ada mandi-mandi tersebut. Kita hanya mengikuti adat istiadat dari

nenek moyang kita saja. Termasuk memecahkan telur, memecahkan kelapa, saya

tidak tahu mengenai masalah tersebut.”

3. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Kalau di dalam proses pembentukan ruh, ketika ruh ditiupkan ke dalam janin kan ketika janin berumur empat puluh hari, Iya kan? Nah, pada umur tujuh bulan bayi itu

sudah berbentuk lengkap anggota tubuhnya diberikan oleh Allah. Disitulah hadis

menekankan dan menganjurkan hendaklah kamu memperbanyak do’a dan

bersedekah ketika kehamilanmu berumur tujuh bulan. Supaya apa? Supaya kelak

ketika anak itu lahir menjadi anak yang sholeh sholehah, itu tujuannya. Nah,

hubungannya dengan mandi-mandi inilah yang perlu kita cari bersama. Apa

korelasinya atau kaitannya dengan hadis tersebut. Adapun yang bisa menjawab itu

semua adalah bidan kampungnya. Bahkan hanya kehamilan pertama yang dimandi-

Page 171: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

153

mandi, tapi kehamilan kedua dan ketiga tidak. Kalau kehamilan ketiga mungkin

berdoa saja, tapi tidak seramai kehamilan pertama. Hal tersebut yang bisa menjawab

adalah bidan kampung atau leluhur desa ini. Kalau seperti kita yang masih muda ini,

tidak ada bayangan sama sekali.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Kalau yang sering dilakukan di desa ini biasanya di rumahnya masing-masing. Ada

yang melaksanakan di halaman rumahnya atau di samping rumah. Ada juga yang

melaksanakan di teras dapur belakang rumahnya yang agak tertutup. Pertama,

tergantung kepada bidan kampung inginnya dimana. Kedua, tergantung pengantin yang akan mandi-mandi. Jika dia mengerti tentang hukum adat dan agama, pasti bisa

menyesuaikan agar tidak terlalu banyak orang yang melihat ketika mandi-mandi

berlangsung. Agar auratnya tidak terlihat banyak orang. Jadi, bagaimana caranya

adat istiadat tetap dilaksanakan, tetapi hukum agama tidak dikesampingkan juga.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Kebanyakan masyarakat desa memiliki waktu khusus untuk melaksanakan mandi-

mandi. Memilih hari, jam, kata orang mencari pelangkah. Mencari pelangkah itu

berarti mereka membuka penukilan orang tua terdahulu. Biasanya mencari atau

melihat di bulan Arabnya, tanggalnya, dan harinya. Tidak sembarangan. Intinya menurut keyakinan mereka tidak ada salahnya memilih hari, jam yang bagus. Pada

dasarnya tetap memohon kepada yang Kuasa juga, kepada Allah ta’ala. Rangkaian

adat yang harus dilewati memang harus seperti itu. Begitu kira-kira yang saya tahu.

Termasuk pernikahan, seperti itu juga. Sebenarnya Allah menciptakan hari pasti baik

semuanya, hanya saja di dalam hadis Nabi banyak dikatakan bahwa bulan itu ada

yang dimuliakan. Empat bulan yang dimuliakan Rasulullah ialah Rajab, Sya’ban,

Ramadhan dan Syawal.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Tidak, tidak harus. Yang utama itu pastinya yang diundang. Tapi seperti kalangan

tokoh-tokoh, sesepuh-sesepuh desa pasti datang. Karena dia yang memimpin acara tersebut, termasuk memimpin do’a dan sebagainya. Jika orang umum ingin hadir

berarti hadir, kalau tidak berarti tidak. Tapi mereka biasanya hadir bukan karena

acara mandi-mandi tersebut, justru untuk menghormati undangan tetangga, dan ikut

mendoakan. Itulah yang utamanya.”

7. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak ada, terserah tuan rumah saja, siapa yang mau diundang.”

8. Pertanyaan:

“Bagaimana cara pelaksanaannya?”

Jawaban: “Yang saya tau biasanya ketika mandi-mandi sudah selesai, dilanjutkan dengan

membaca barzanji atau membaca asyraqal. Kemudian membaca syair-syair shalawat

Nabi, shalawat nariyah, seperti itu. Yang pasti tidak ketinggalan di desa kita ini

adalah memabaca asyraqal atau barzanji tersebut. Kemudian terakhir ditutup dengan

do’a halarat dan do’a selamat. Tetapi sebelum membaca barzanji pasti terlebih

dahulu membaca al-Fātiḥah Ampat. Jadi, terlepas dari lantunan-lantunan syair-syair

Page 172: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

154

habsyi, asyraqal, barzanji, kemudian sebagian ayat-ayat suci al-Qur’an itu

dibacakan, seperti surah al-Fātiḥah Ampat tersebut pasti dibacakan.”

9. Pertanyaan:

“Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”

Jawaban:

“Kalau kata orang sini membaca al-Fātiḥah Ampat, yaitu surah al-Fātiḥah, al-Ikhlas,

al-Falaq, dan al-Nas. Itu saja yang dibaca di awal sebelum membaca asyraqal.”

10. Pertanyaan:

“Mengapa hanya surah-surah tersebut yang dibaca?”

Jawaban:

“Al-Fātiḥah Ampat itu hampir setiap acara atau hajatan, nikahan, walimatul khitan, tasmiyahan, mandi-mandi itu tidak pernah ditinggal. Kenapa? Al-Fātiḥah itu kan

artinya pembuka, iya kan? Apabila kita membaca al-Fātiḥah maka nilai pahalanya

sama ini dengan seperti kita membaca keseluruhan al-Qur’an. Bukan berarti kita

jadinya tidak membaca al-Qur’an, hanya baca al-Fātiḥah saja. Hanya saja

perbandingannya dan saking utamanya surah al-Fātiḥah ini. Padahal surah pertama

yang turun bukan surah al-Fātiḥah, tapi Iqra’ surah al-‘Alaq. Tapi begitu tingginya

kedudukan surah al-Fātiḥah ari keseluruhan al-Qur’an hingga terdapat kajian

mengenai rahasia surah al-Fātiḥah. Di dalam surah al-Fātiḥah itu terdapat tujuh

macam huruf hijaiyah yang tidak ada, dan tujuh huruf tersebut adalah nama-nama di

antara nama neraka. Adakah huruf Kho’ dalam surah al-Fātiḥah? Tidak ada kan.

Adakah huruf Tsa’ dalam surah tersebut? Tidak ada juga. Nama neraka salah satunya apa? Tsaqor. Nah, itulah salah satu contoh dari rahasia al-Fātiḥah. Makanya al-

Fātiḥah tersebut sangat istimewa selalu dibaca dalam setiap kegiatan terutama

hajatan. Al-Fātiḥah kalau tidak kita baca dalam sholat, sah tidak? Haaa tidak kan.

Itulah contoh betapa pentingnya surah al-Fātiḥah. Kemudian surah yang lain yang

mengiringi surah al-Fātiḥah, surah al-Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas. Kedua surah ini

juga disebut dengan al-Mu’awwizatain. Barang siapa membaca al-Ikhlas sebanyak

satu kali, disebutkan dalam hadis Nabi, maka ia seperti membaca sepertiga al-

Qur’an. Apabila dibaca sebanyak tiga kali, lima kali, dan seterusnya maka seperti

mengkhatamkan al-Qur’an. Kenapa? Nah, kedudukan surah al-Ikhlas lebih dahsyat

lagi. Meskipun pendek ayatnya, karena al-Ikhlas berhubungan dengan tauhid,

keimanan seseorang, ke-Esaan Tuhan. Nah, makanya setiap do’a dan acara itu

dibacakan al-Fātiḥah Ampat tadi. Surah yang kedua juga tidak kalah pentingnya. Karena dalam penjelasannya surah al-Falaq dan surah al-Nas itu berhubungan

dengan kejahatan jin, kejahatan dengki, dan manusia. Bukankah golongan yang

diciptakan Allah itu yang jahat ada dari kalangan jin dan manusia. Makanya surah-

surah itu penting sekali untuk dibacakan.”

11. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Kalau tidak dibaca pun sebenarnya tidak ada yang mewajibkan membaca surah-

surah tersebut. Di acara mandi-mandi ini pun juga tidak ada. Tetapi karena

kedudukannya tersebut yang menyebabkan orang-orang membacanya. Meskipun jika

tidak dibaca sebenarnya tidak masalah, akan tetapi dalam adab-adab berdo’a kan Rasulullash menganjurkan. Awali dengan al-Fātiḥah, awali dengan qul huwallahu

ahad, al-Falaq, al-Nas. Kemudian awali juga dengan shalawat. Karena betapa

mulianya kedudukan surah-surah tersebut. Itulah yang biasanya menjadi alasan

orang-orang membacakan al-Fātiḥah Ampat tersebut.”

12. Pertanyaan:

Page 173: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

155

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Al-Fātiḥah Ampat mengandung permohonan dan perlindungan dari kejahatan, iya

kan? Kejahatan jin dan manusia. Nah, terutama jin yang paling suka mengganggu

ibu hamil apalagi bayi, ada jin-jinnya. Dengan harapan kita membaca al-Fātiḥah

Ampat itu Allah akan melindungi dari perbuatan jin-jin yang jahat. Biasanya ada

yang diganggu, maka dari itu harapan kita jangan sampai terganggu dengan

kejahatan-kejahatan jin maupun manusia.”

13. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Membacanya bersama-sama. Diawali terlebih dahulu oleh pemimpin bacaan, lalu

diikuti oleh warga yang hadir. Jama’ah yang hadir pun setidaknya ikut mengaminkan

do’a-do’a yang dibaca oleh pemimpin bacaan tersebut. Dalam hadis Nabi disebutkan

bahwa jika lebih banyak yang hadir ketika berdo’a maka do’a tersebut akan cepat

dikabulkan. Karena setidaknya ada satu orang yang do’anya mustajab di antara do’a

orang-orang yang hadir tersebut. Pasti ada satu orang yang khusyuk ketika berdo’a,

maka ialah yang mewakili semua orang yang hadir.”

14. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban: “Biasanya kalau di desa ini, ibu-ibu dan bapak-bapak berdo’a bersama. Hanya saja

kebanyakan yang memimpin do’a tersebut dari kalangan bapak-bapaknya.”

15. Pertanyaan:

“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”

Jawaban:

“Yang pasti memahami dan menguasai apa yang harus dibaca tersebut. Misalnya

barzanji harus dibacakan oleh ahlinya. Tidak mungkin kita serahkan kepada yang

bukan ahlinya. Maka dari itu kita tunjuk yang menguasai itu semua untuk memimpin

pembacaan tersebut, yang mampu memimpin, dan membacakan do’a-do’anya. Dan

sudah pasti bacaannya harus bagus, karena memimpin berarti membawa yang lain

dalam membaca al-Qur’an, barzanji, dan membaca do’a tersebut.”

16. Pertanyaan: “Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Pasti hafal semua, karena ayatnya pendek-pendek saja. Hanya saja bagus tidaknya

bacaan yang menjadi hal yang utama.”

17. Pertanyaan:

“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Seperti yang sudah saya jelaskan di awal. Kira-kira begitulah maknanya.”

18. Pertanyaan:

“Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?”

Jawaban: “Jadi al-Qur’an itu adalah kitab yang paling mulia yang pernah Allah turunkan di

dunia ini. Jadi kitab-kitab sebelum al-Qur’an terhapuskan atau tidak terpakai sebab

turunnya al-Qur’an. Saking mulianya al-Qur’an itu membawa rahmatan lil ‘alamin,

kitab terdahulu tidak berlaku karena disempurnakan di dalam al-Qur’an. Jadi al-

Qur’an itu kitab yang teramat mulia dan tidak lekang dimakan zaman sampai kapan

pun, hingga akhir zaman. Kemudian al-Qur’an adalah kitab yang sebagai petunjuk

Page 174: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

156

umat manusia. Siapa yang berpegang kepada al-Qur’an maka hidupnya akan selamat

di dunia dan di akhirat. Siapapun orangnya. Nah, perkara orang itu beriman atau

tidak itu bukan urusannya, intinya Allah menurunkan al-Qur’an secara umum yaitu

kitab umat manusia, bukan umat Islam saja.”

19. Pertanyaan:

“Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Kadang-kadang.”

20. Pertanyaan:

“Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?”

Jawaban: “Karena al-Qur’an itu sebagai obat, terutama obat untuk hati dan jiwa kita. Jadi

terkadang ketika hati kita sedang galau, maka bacalah al-Qur’an. Karena al-Qur’an

itu pengobat hati, penenang hati. Selain itu dengan membaca al-Qur’an insya Allah

kita akan mendapatkan berkah kebaikan. Dalam hadis juga dikatakan barang siapa

membaca al-Qur’an di rumahnya, maka rumahnya akan bercahaya tembus ke langit

di hadapan Allah, bukan di hadapan makhluk.”

21. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Wah, banyak itu. Hampir setiap acara atau kegiatan di desa, acara keluarga, acara

tetangga, pasti membaca al-Fātiḥah Ampat tersebut, bisa dipastikan. Entah itu acara haulan, tahlilan, shalawatan ibu-ibu, hari-hari besar Islam pasti dibacakan. Kemudian

acara tasmiyahan, acara selamatan khitanan, pasti dibacakan al-Qur’an. Orang

mendirikan rumah baru juga pasti dibacakan al-Qur’an, karena betapa mulianya ayat-

ayat al-Qur’an tersebut. Barulah dilanjtkan dengan membaca do’a, do’a papun yang

diminta oleh tuan rumah, maka itulah yang dibaca.”

Identitas Informan 7

Nama : Ibu Kuswanti

Umur : 38 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

1. Pertanyaan:

“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah, biasanya ketika kehamilan anak pertama.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Jawaban:

“Awal sejarahnya kurang tau, hanya saja dasarnya dari orang tua zaman dulu memang setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan harus ada mandi-mandi. Hal ini

seperti semacam tradisi atau adat istiadat. Tapi dalam agama mungkin seperti

syukuran atas usia kehamilan yang sudah menginjak tujuh bulan.”

3. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Supaya diberi keselamatan oleh Allah. Memang seharusnya kita tidak menganggap

mandi-mandi ini yang bisa memberi keselamatan kepada kita, hal itu kesannya

Page 175: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

157

seperti meminta kepada yang lain. Kalau kita menganggap ada pertolongan selain

Allah kan tidak boleh. Nah, hanya saja sebagai bentuk rasa syukur saja sebenarnya.

Tetapi memang setiap kita sebagai ibu-ibu yang sedang hamil tujuh bulan anak

pertama pasti melaksanakan mandi tujuh bulan tersebut. Kalau kehamilan kedua dan

ketiga biasanya ada mandi hamil tujuh bulan, tetapi tidak seperti kehamilan pertama

lagi. Kalau kehamilan ketiga itu disebut dengan mandi baya’, ada pembacaan do’a

juga, dan niatnya syukuran juga. Intinya mengikuti apa yang orang tua kita

perintahkan.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban: “Kebanyakan pelaksanaan dilakukan di rumah pengantin perempuan. Mandinya di

halaman rumah dan disediakan tempat khusus yang dialasi, diberi atap, dan dinding.

Biasanya dilihat oleh banyak orang. Nah, ketika dilihat banyak orang inilah

sebenarnya kurang nyaman, karena dulu apapun yang diperintahkan orang tua pasti

kita turuti saja. Kita memakai kain setinggi dada, sedangkan orang-orang melihat

kita yang sedang mandi. Rasanya tidak nyaman mandi-mandi di tempat terbuka.

Seharusnya tidak usah dilihat, tapi namanya tradisi disini memang seperti itu

pelaksanaannya.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban: “Iya dihitung. Menghitung usia kehamilannya itu menurut bulan Islam, contohnya

ketika kehamilan sudah memasuki usia tujuh bulan, kita lihat bulan Islamnya, lalu

kita lihat tanggalnya yang mana yang kira-kira baik menurut orang tua untuk

melaksanakan mandi-mandi. Yang jelas kita tidak bisa mengubah bulannya kalau

sudah pas tujuh bulan, hanya saja tanggal pelaksanaannya dicari yang bagus. Tetapi

ada juga orang tua yang beranggapan jika usia tujuh bulan jatuh pada bulan yang

tidak bagus, maka mandi-mandinya dilaksanakan pada bulan selanjutnya. Contohnya

bulan kesebelas pada bulan Islam yaitu bulan Dzulqo’dah, menurut orang tua bulan

itu tidak bagus. Jadi pelaksanaannya bisa diundur ke bulan selanjutnya karena ingin

mencari bulan yang bagus untuk pelaksanaan mandi-mandi tersebut. Selama si ibu

belum melahirkan, maka bisa dicari bulan yang lebih baik. Padahal sebenarnya

semua bulan bagus saja kan? Tapi disini ada anggapan bulan yang tidak bagus, hari yang tidak bagus. Padahal semuanya menurut saya bagus.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Tidak juga, tidak semua menghadiri. Semua warga memang diundang, akan tetapi

pasti ada yang hadir dan ada juga yang tidak hadir. Kebanyakan dari kalangan ibu-

ibu yang hadir.”

7. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak dibatasi, terserah kita saja.”

Jawaban:

8. Pertanyaan:

“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat yang dibaca?”

Jawaban:

“Empat surah itu dianggap ada keutamaan di dalamnya. Bukan berarti menyepelekan

surah-surah yang lain, tetapi memang empat surah itu dianggap ada keistimewaan

Page 176: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

158

tersendiri. Bahkan ada sebutannya juga yaitu al-Mu’awwizatain. Makanya surah-

surah tersebut dibacakan. Intinya dalam surah al-Falaq misalnya untuk memohon

perlindungan dari kejahatan malam, kejahatan wanita-wanita sihir. Kalau surah al-

Nas itu untuk minta perlindungan dari kejahatan manusia. Mungkin karena itu

makanya dibacakan. Sebenarnya seperti surah al-Ikhlas disebutkan katakanlah Allah

itu satu, tidak ada Tuhan selain Allah. Akan tetapi dalam rangkaian pelaksanaan

mandi-mandi tersebut ada yang namanya bebari-bari, hal ini semacam meminta

pertolongan kepada selain Allah. Tetapi di awal tetap dibacakan surah al-Ikhlas

juga.”

9. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Harus ada surah al-Fātiḥah untuk mengawali sebagai pembuka sebelum membaca

yang lain. Seperti kita berdo’a pasti diawali dengan al-Fātiḥah Ampat. Kalau

misalnya tidak dibaca sepertinya kurang lengkap. Atau sepertinya mungkin do’anya

tidak sampai kepada Allah.”

10. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Ada manfaatnya, seperti kita memperoleh ketenangan karena kita sudah memohon

berserah diri kepada Allah dalam meminta keselamatan, meminta perlindungan sampai anak kita nanti lahir. Semoga anak kita menjadi anak yang sholeh dan

sholehah. Makanya ayat-ayat tersebut dibaca.”

11. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Bersama-sama. Biasanya diawali oleh yang memimpin bacaan, lalu barulah diikuti

oleh orang-orang yang hadir. Biasanya ketika membaca barzanji dan do’a itu

menggunakan buku. Kalau untuk al-Fātiḥah Ampat pasti semua sudah hafal. Hanya

saja bacaannya bagus atau tidak, tetapi tidak dikhususukan atau diwajibkan bagus

bacaannya untuk orang-orang yang hadir tersebut.”

12. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Biasanya hanya bapak-bapak yang membacakan.”

13. Pertanyaan:

“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”

Jawaban:

“Harus ada. Yang jelas bacaannya harus bagus. Seperti Unggal Adan biasanya sudah

dianggap mampu untuk memimpin. Apalagi beliau sekarang sudah menjadi imam

tetap dan pengurus masjid di desa kita ini.”

14. Pertanyaan:

“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban: “Alhamdulillah hafal, karena biasa dibacakan.”

15. Pertanyaan:

“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Seperti yang sudah Ibu jelaskan, kira-kira seperti itu pemahaman Ibu mengenai arti

atau makna dari surah-surah tersebut.”

Page 177: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

159

16. Pertanyaan:

“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”

Jawaban:

“Al-Qur’an adalah pedoman hidup. Meskipun kita belum banyak mengetahui isinya,

tetapi setiap hari kita berusaha untuk mempelajari isi-isi al-Qur’an, selalu

mengamalkannya dalam kehidupan. Sedikit-sedikit berusaha kehidupan sehari-hari

kita berpedoman dengan apa yang ada di dalam al-Qur’an. Bukannya sok sholeha,

tetapi kita harus berusaha memperbaiki diri. Misalnya ketika kita sudah membaca

ayat ini, kemudian tahu artinya, ooh ternyata seperti ini.”

17. Pertanyaan:

“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Alhamdulillah terbiasa ja, ketika hamil pun Ibu memperbanyak baca al-Qur’an.

Sampai-sampai Ibu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an atau surah yang baik untuk

dibaca agar diberi kemudahan melahirkan. Ada juga ayat yang dibaca ketika

kesakitan melahirkan. Dulu Ibu pernah menuuliskan apa saja ayat-ayat dan surah

yang harus dibaca, tetapi sekarang Ibu sudah lupa menyimpannya dimana.”

18. Pertanyaan:

“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Ingin mendapatkan petunjuk pastinya. Karena Ibu ingin sedikit-sedikit mempelajari

al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan diri hidup berpedoman dengan isi-isi yang ada dalam al-Qur’an.”

19. Pertanyaan: “Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Ketika Tasmiyahan atau memberi nama bayi yang sudah lahir. Batajak rumah itu

pasti diawali dengan al-Fātiḥah Ampat. Seperti beayun anak ketika usia anak

berumur tujuh hari pasti dibacakan al-Qur’an juga. Ketika anak berumur tiga hari ada

juga yang langsung dibacakan al-Qur’an. Kalau anaknya laki-laki maka dibacakan

surah Yūsuf, kalau perempuan surah Maryam. Tujuan dibacakan surah-surah

tersebut agar anak-anaknya sholeh sholehah. Selain kegiatan keagamaan, biasanya

ibu-ibu yang hamil juga dianjurkan membaca al-Qur’an. Kalau ingin anaknya

perempuan maka hendaknya sering membaca surah Maryam, kalau ingin anaknya laki-laki maka hendaknya sering membaca surah Yūsuf, begitu kata orang tua kita

zaman dulu. Tapi menurut Ibu itu tidak terbukti, karena ketika Ibu mengandung anak

kedua Ibu sering baca surah Maryam, karena Ibu ingin anak Ibu nanti perempuan.

Sampai dengan hampir lahiran Ibu membaca surah Maryam, padahal Ibu sudah tau

dari hasil USG bahwa anak Ibu adalah laki-laki. Tapi tetap dibacakan terus surah

Maryam, karena saking inginnya anak perempuan. Memang ada sebagian yang

terbukti, tapi ketika posisi Ibu yang membacakan itu tidak terbukti, Allah

berkehendak lain. Tapi ketika Ibu mengandung anak ketiga, barulah dikasih

perempuan. Sebenarnya anak pertama juga dibacakan surah Yūsuf dan surah

Maryam. Karena anak pertama itu sebenarnya Ibu tidak begitu menginginkan harus

anak laki-laki atau perempuan. Makanya Ibu baca saja kedua-duanya.”

20. Pertanyaan:

“Menurut Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau

belum baik?”

Jawaban:

“Rata-rata menurut Ibu semua bisa membaca al-Qur’an. Kebanyakan bisa,

dibandingkan jika dilihat dari segi anak-anaknya dengan desa lain, Alhamdulillah di

Page 178: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

160

Desa Keraya sudah banyak yang bisa baca al-Qur’an. Tetapi ada juga yang msih

kurang dalam segi tajwidnya. Tapi rata-rata bisa saja membaca al-Qur’an.”

21. Pertanyaan:

“Kesalahan apa yang sering Ibu temui ketika masyarakat Desa Keraya membaca al-

Qur’an?”

Jawaban:

“Kalau di Desa Keraya ini kebanyakan kurang dalam penyebutan huruf atau

makharijul huruf-nya. Kalau panjang pendek bacaan insya Allah rata-rata bagus.”

22. Pertanyaan: “Kapan Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”

Jawaban: “Dalam acara shalawatan ibu-ibu biasanya ada pembacaan rawi-rawi. Nah, disitulah

terkadang terdengar makharijul huruf-nya masih kurang. Meskipun panjang

pendeknya rata-rata sudah bagus, akan tetapi makharijul huruf-nya masih kurang.”

Identitas Informan 8 Nama : Ibu Nor Aidin

Umur : 45 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga / Ketua Pengajian Ibu-ibu

........................................................................................................................................... pesisir.

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

1. Pertanyaan:

“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah, ketika mengandung anak pertama.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”

Jawaban:

“Tidak tau. Yang pasti mengikuti adat istiadat dari orang tua zaman dulu.”

3. Pertanyaan: “Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Sudah menjadi adat dari dulu. Dari zaman dulu, datuk, nenek moyang.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Di halaman rumah bisa, di teras rumah juga bisa. Tergantung keinginan dari orang

yang akan melaksanakan mandi-mandi, mau mandi di rumah atau mau mandi di

halaman rumah. Kalau di halaman rumah ada tempat pemandiannya, namanya

andang-andang. Andang-andang tersebut terbuat dari kayu, bagian atasnya

dilindungi oleh kain berwarna kuning, di samping andang-andang diikatkan tali-talian dan juga bermacam-macam kain. Kayu digunkan sebagai tiang andang-

andang, di setiap sudut kayu diletakkan pohon tebu, dan pohon kelapa yang masih

berbuah.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Waktu pelaksanaannya ketika akhir bulan, ada pula ketika pertengahan bulan, dan

ada pula ketika awal bulan. Tetapi lebih baik ketika akhir bulan, karena sudah

Page 179: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

161

hampir penuh satu bulan. Ada pula yang melaksanakan mandi-mandi ketika sudah

memasuki bulan ke-delapan, bahkan ada yang sudah memasuki bulan kesembilan.

Jadi, melaksanakan mandi-mandinya ketika ada kesempatan saja. Siapa tau sedang

sibuk dengan pekerjaan, jadi mandinya nanti saja ketika sudah memasuki bulan

kesembilan. Ada yang seperti itu katanya.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Tergantung siapa saja yang diundang, kalau memang diundang kita hadir, kalau

tidak diundang ya tidak hadir. Sekalipun itu tetangga di samping rumah. Tetapi

biasanya yang banyak hadir adalah ibu-ibu daripada bapak-bapaknya.”

7. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak ada.”

8. Pertanyaan:

“Bagaimana cara pelaksanaannya?”

Jawaban:

“Harus ada bebari-bari ke laut dan ke darat. Seperti memberi ke Datuk Buaya itu

harus. Seperti istilah orang tua zaman dulu kita bebari-bari tersebut untuk memberi

tau kepada datuk-datuk kita bahwa kita akan melaksanakan mandi-mandi hamil dan

meminta airnya untuk dimandikan nanti. Kalau kita tidak bebari-bari ditakutkan ada gangguan terhadap ibu dan anak yang dikandungnya. Apalagi kita ini keturunan suku

Bugis, di desa kita ini kebanyakan keturunan suku Bugis. Lalu ketika mandi-mandi

nanti ada satu buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya untuk dibelah menjadi dua

bagian nanti. Kelapa ini berfungsi untuk melihat apakah anak yang dikandung

perempuan atau laki-laki. Ketika kelapa dilemparkan lalu kemudian terbuka

keduanya, maka anaknya nanti adalah perempuan. Ketika kelapa dilemparkan lalu

kemudian tertutup keduanya, maka anaknya nanti adalah laki-laki. Kelapa itu dibelah

di atas kepala pengantin dan airnya diminumkan ke pengantin yang dialirkan melalui

kepalanya. Hal ini dipercaya agar si ibu melahirkan dengan lancar sederas air kelapa

yang mengalir melalui kepalanya tersebut. Setelah mandi-mandi selesai, pengantin

kembali memasuki rumah diiringi dengan pemukulan gong oleh salah satu bidan

kampung. Pemukulan gong tersebut sebagai pertanda bahwa ritual mandi-mandi tersebut sudah selesai. Ketika pengantin memasuki rumah, di belakang mereka ada

tujuh orang anak-anak sambil membawa tujuh buah gelas yang berisi beras dan lilin.

Ketika pengantin turun ke halaman untuk melaksanakan mandi-mandi juga diiringi

oleh anak-anak tersebut. Lalu, ada juga kelapa yang tadinya dipangku oleh kedua

pengantin ketika mandi-mandi berlangsung dibawa masukjuga ke dalam rumah

sambil digendong oleh kedua bidan kampung. Ketika kedua pengantin sudah masuk

ke dalam rumah, di depan keduanya terdapat dua buah tempat besar yang berisi

empat puluh macam kue-kue. Semua kue tersebut harus dicicipi oleh kedua

pengantin, dan jangan sampai ada yang tertinggal. Setelah itu, satu buah tempat kue

diserahkan kepada keluarga pengantin untuk dibagikan kepada warga-warga yang

hadir. Sedangkan satu buah tempat lagi diserahkan kepada bidan kampung untuk dibawa pulang.”

9. Pertanyaan: “Apa saja perlengkapan yang digunakan atau yang harus disiapkan ketika akan

melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

Page 180: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

162

“Empat puluh macam kue-kue dalam dua tempat besar disediakan di dalam rumah.

Di antara dari bermacam-macam kue tersebut adalah kue cucur, kue cincin, dodol,

dan nasi manis. Kata orang tua zaman dulu, kue empat puluh macam tersebut disebut

dengan kue perabut, jadi bermacam-macam kuenya. Selain itu, di dalamnya ada kue

serAbī dengan bermacam-macam warna, seperti warna kuning, merah, hijau, dan

putih. Lalu ada enceng karok, keripik, dan kue-kue lainnya hingga mencapai jumlah

empat puluh. lalu di dalamnya juga ada pencok, yang mana pencok tersebut diperjual

belikan dan dihargai berapapun harganya kepada warga yang hadir dalam acara

tersebut. Pencok tersebut harus hAbīs dijual. Selain makanan-makanan di atas,

terdapat tujuh buah gelas yang berisi beras dan lilin. Lalu teradapat sebuah keris

yang harus dibawa ketika bebari-bari ke laut dan ke darat. Adapun yang menyimpan keris tersebut adalah sesepuh yang ada di desa kita. Apanbila keris tersebut tidak

dibawa, maka keris tersebut harus direndam di dalam air yang mana air tersebut akan

dimandikan ke kedua pengantin, itulah yang dinamakan dengan air keturunan. Kalau

peralatan untuk orang yang mandi-mandi di halaman rumah, harus disediakan

mayang, dan air bunga untuk dimandikan. Bunga yang digunakan ada tujuh macam,

akan tetapi bukan tujuh macam warna. Jadi bunga apa saja dan warna apa saja

asalkan berbeda jenisnya. Memandikan pengantin menggunakan gayung. Lalu

disediakan juga sebuah cermin ketika mandi-mandi agar anak yang dikandung

cantik. Disediakan juga satu buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya untuk dibelah

menjadi dua bagian nanti. Kelapa ini berfungsi untuk melihat apakah anak yang

dikandung perempuan atau laki-laki. Lalu disediakan juga dua buah kelapa yang nanti akan dipangku oleh kedua pengantin. Kelapa yang dipangku pengantin

perempuan diberi kalung-kalungan. Sedangkan kelapa yang dipangku oleh pengantin

laki-laki dikalungkan benang. Kelapa yang dipangku itu melambangkan calon anak

yang akan lahir nanti. Kelapa yang dipangku oleh pengantin laki-laki adalah kelapa

yang sudah bertunas. Sedangkan kelapa yang dipangku oleh pengantin perempuan

adalah kelapa yang masih muda. Lalu ada juga satu buah kelapa yang diletakkan di

atas gantang. Gantang adalah semacam guci yang tidak ditutup, dan terbuat dari

kayu. Gantang tersebut dipercaya berasal dari warisan keturunan nenek moyang.

Lalu ada sebiji telur yang nanti akan diinjak oleh kedua pengantin, setelah itu

telurnya diusapkan ke perut ibu hamil agar ketika melahirkan nanti dilancarkan.

Intinya semua yang dilakukan dalam mandi-mandi itu maknanya bagus dan untuk

kebaikan semuanya. Setelah mandi-mandi selesai, pengantin kembali memasuki rumah diiringi dengan pemukulan gong oleh salah satu bidan kampung. Pemukulan

gong tersebut sebagai pertanda bahwa ritual mandi-mandi tersebut sudah selesai.

Adapun beberapa macam air yang digunakan untuk mandi-mandi dicampurkan ke

dalam air yang berisi bunga, yaitu air keturunan dan air do’a barzanji. Nanti juga ada

mayang yang digantung di jendela kamar pengantin. Mungkin gunanya agar tidak

ada gangguan dan sebagai pertanda bahwa si Ibu hamil tersebut sudah melaksanakan

mandi-mandi. Dikatakan bahwa yang suka mengganggu biasanya adalah makhlus

halus.”

12. Pertanyaan:

“Apakah ada makna tersendiri dari perlengkapan yang digunakan atau proses yang

dilakukan tersebut”?

Jawaban:

“Seperti yang sudah Ibu jelaskan tadi, air kelapa yang diminumkan agar lancar ketika

melahirkan, bercermin supaya anaknya cantik, kelapa yang sudah dikupas untuk

mengetahui apakah anaknya laki-laki atau perempuan, kelapa yang dipangku oleh

pengantin untuk melambangkan si calon anak, dan telur yang diinjak lalu diusapkan

Page 181: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

163

agar si Ibu hamil mudah melahirkan. Intinya semua peralatan dan semua yang

dilakukan itu maknanya baik.”

10. Pertanyaan:

“Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Tujuannya agar ketiak melahirkan tidak ada gangguan atau kesusahan. Ditakutkan

anaknya nanti menangis dan cacat, maka diadakan mandi-mandi tersebut. Mandi-

mandi ini sebagai lambang permohonan kepada yang Kuasa, supaya diselamatkan

dan dimudahkan ketika melahirkan.”

11. Pertanyaan:

“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”

Jawaban:

“Pada dasarnya sudah biasa dibacakan dan tidak pernah ada yang lain yang

dibacakan selain surah-surah tersebut. Berarti memang itu yang harus dibaca, tetapi

jika seandainya ada surah lain yang bisa dibacakan, lebih bagus lagi. Tetapi yang

biasa dibacakan hanya al-Fātiḥah Ampat. Begitulah sepengetahuan Ibu. Biasanya

juga kalau mau ada pembacaan al-Qur’an khusus tergantung dari permintaan yang

punya acara.”

12. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Harus, harus dibaca. Namanya juga kepala do’a. Kalau tidak dibaca jadi tidak lengkap dan bisa saja do’a yang kita panjatkan ketika acara mandi-mandi ini tidak

sampai kepada Allah.”

13. Pertanyaan:

“Apa manfaat dan tujuan dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang

membacakan dan yang dibacakan?”

Jawaban:

“Untuk melengkapi dari do’a yang kita panjatkan, supaya sampai do’a yang sudah

kita bacakan tersebut.”

14. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Biasanya yang memimpin bacaan yang memulai terlebih dahulu, barulah dikuti oleh orang-orang yang hadir.”

15. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Tidak, biasanya laki-laki saja. Kalau ibu-ibu tidak ikut membacakan karena di

halaman semua.”

16. Pertanyaan:

“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”

Jawaban:

“Pastinya harus yang paham dengan agamadan harus yang baik bacaannya.

Meskipun paham agama tapi tidak bagus bacaannya nanti salah maknanya.”

17. Pertanyaan:

“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Hafal pastinya karena biasa dibacakan. Apalagi ayat-ayatnya pendek.”

18. Pertanyaan:

“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Page 182: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

164

Jawaban:

“Nah, saya tidak tahu.”

19. Pertanyaan:

“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”

Jawaban:

“Al-Qur’an adalah penuntun hidup, sebagai penyejuk hati. Setiap kita dihadapkan

pada masalah bacalah al-Qur’an, pasti membuat kita tenang. Karena pada dasarnya

kitab suci al-Qur’an yang kita baca itu adalah kitab yang paling suci.”

20. Pertanyaan:

“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban: “Alhamdulillah terbiasa. Kalau ada waktunya biasanya setelah sholat Maghrib dan

sholat Shubuh.”

21. Pertanyaan:

“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Untuk kehidupan kita sehari-hari saja, untuk menuntun hidup kita makanya harus

dibaca. Apalagi yang namanya surah al-Mulk, istilahnya untuk mempermudah

keluarnya ruh umat dan membantu kita di alam kubur nanti. Surah al-Waqi’ah untuk

membantu kehidupan umatnya agar tidak banyak melarat hidupnya, nyaman

hidupnya di dunia dan di akhirat. Setiap hari Jum’at juga membaca surah al-Kahfi

untuk dunia akhirat. Semua itu Ibu tau dari buku Risalah Do’a, di dalamnya dijelaskan keutamaan surah-surah tersebut.”

22. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Ketika acara begunting atau tasmiyahan. Orang ketika baru melahirkan dibacakan

al-Qur’an juga. Kalau anaknya perempuan dibacakan surah Maryam, kala anaknya

laki-laki dibacakan surah Yūsuf. Manfaatnya mungkin agar anaknya berahlak baik

seperi Siti Maryam, baik juga seperti Nabi Yūsuf. Selain di kegiatan keagamaan,

ketika si ibu masih mengandung dibacakan juga surah Maryam dan surah Yūsuf.

Kalau kita menginginkan anak perempuan, maka bacakan surah Maryam. Begitu

pula ketika kita menginginkan anak laki-laki maka bacakan surah Yūsuf. Tetapi

selain kedua surah tersebut, bisa juga dibacakan surah-surah yang lain agar anak yang dikandung menjadi anak yang sholeh sholeha. Orang sebelum melaksanakan

pernikahan juga ada pembacaan-al-Qur’an, namanya batamat atau khataman al-

Qur’an. Surah yang dibaca adalah surah al-Dhuha sampai dengan surah al-Nas.”

23. Pertanyaan:

“Menurut Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau

belum baik”?

Jawaban:

“Kalau yang Ibu dengar-dengar selama ini masih banyak yang belum baik

bacaannya. Kalau ditanya apakah masih harus diperbaiki ya memang harus

diperbaiki. Baik bacaan itu kan berarti baik tajwidnya, kelancarannya. Tapi disini

masih ada juga yang terbata-bata ketika membaca al-Qur’an.”

24. Pertanyaan:

“Kesalahan apa yang sering Ibu temui ketika masyarakat Desa Keraya membaca al-

Qur’an?”

Jawaban:

Page 183: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

165

“Makharijul huruf biasanya yang masih banyak kesalahan. Selain itu panjang

pendeknya juga masih ada kesalahan. Tapi kebanyakan yang salah itu pada

makharijul huruf-nya.”

25. Pertanyaan: “Kapan Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”

Jawaban:

“Ketika shalawatan ibu-ibu, tepatnya ketika pembacaan rawi biasanya Ibu

mendengar. Ketika kita membaca rawi pun makharijul huruf-nya harus benar.

Karena pada dasarnya bacaannya sama-sama berbahasa Arab.”

Identitas Informan 9

Nama : Ibu Juliani

Umur : 58 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga / Pengajar TKA/TPA

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

1. Pertanyaan:

“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah.”

2. Pertanyaan:

“Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Jawaban:

“Yang Ibu tau ketika sebelum memulai barzanji pasti mebaca al-Fātiḥah Ampat.

Bisa juga ditambah dengan ayat kursi atau surah yang lain. Tergantung pemimpin

bacaannya saja.”

3. Pertanyaan:

“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”

Jawaban:

“Sebenarnya Nenek dulu pernah membawa Kakek berobat, lalu diberi air tawar atau

air do’a. Kata yang mengobati, kalau mau meminum airnya jangan lupa membaca al-Fātiḥah Ampat. Ternyata al-Fātiḥah Ampat itu surah al-Fātiḥah, al-Ikhlas, al-Falaq,

dan al-Nas. Berarti mungkin ke-empat surah ini ada keutamannya. Nah, kalau dalam

mandi-mandi Nenek kurang begitu mengetahui, artinya hanya mengikuti tradisi dari

orang tua zaman dulu saja.”

4. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Nenek kurang mengetahuinya.”

5. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Untuk keselamatan pastinya apalagi untuk ibu hamil, itu saja yang Nenek tahu.”

6. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Pemimpin bacaannya terdahulu yang membaca, setelah itu baru diikuti oleh warga

yang hadir.”

7. Pertanyaan:

Page 184: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

166

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Biasanya bapak-bapak saja yang membacakan. Kalau Ibu-ibu kebanyakan di

halaman rumah, atau di dapur.”

8. Pertanyaan:

“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”

Jawaban:

“Pastinya mengerti dengan apa yang dibacakan, dan baik bacaannya. Kalau tidak

baik bacaannya nanti salah-salah maknanya. Iya kan?”

9. Pertanyaan:

“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Iya hafal.”

10. Pertanyaan:

“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Nenek kurang tahu. Setahu Nenek al-Ikhlas isinya tentang ketauhidan.”

11. Pertanyaan:

“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”

Jawaban:

“Iman kita. Al-Qur’an itu iman kita umat Islam. Makanya Nenek mengajar di TPA

sambil mengingatkan anak-anak harus bisa mengaji atau membaca al-Qur’an.”

12. Pertanyaan:

“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Alhamdulillah Nenek terbiasa membacanya.”

13. Pertanyaan:

“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Kalau yang Nenek rasa dengan membaca al-Qur’an dan mengajarkannya hidup itu

rasanya berkah. Apalagi katanya kalau kita tidak membaca al-Qur’an di rumah kita,

maka rumah kita seperti kuburan.”

14. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Maulid, Isra’ Mi’raj, tasmiyahan, batamat al-Qur’an atau khataman al-Qur’an

biasanya sebelum menikah. Ketika orang batajak rumah atau ingin mendirikan

rumah juga ada membaca surah Yāsīn.”

15. Pertanyaan:

“Menurut Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau

belum baik?”

Jawaban:

“Rasanya banyak yang tidak baik. Ibu-ibu yang sering membawakan sya’ir atau

shalawat juga. Maksud saya kan cobalah kita yang sudah tua yang masih rajin

bershalawat ini, kita benarkan bacaan kita. Karena kalau kita salah membaca berarti salah juga maknanya, iya kan? Tidak nyaman ketika berangkat bershalawat kemana-

mana tetapi bacaan kita tidak baik. Jadi, kebanyakan belum pas atau belum baik

bacaannya.”

16. Pertanyaan:

“Kesalahan apa yang sering Ibu temui ketika masyarakat Desa Keraya membaca al-

Qur’an?”

Page 185: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

167

Jawaban:

“Kebanyakan di makharijul huruf-nya, contoh huruf ha kecil dibaca ha besar.

Kebanyakan di makharaijul huruf-nya kesalahannya.”

17. Pertanyaan: “Kapan Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”

Jawaban:

“Ketika bersahalawat pasti ada pembacaan rawi, disitulah terlihat bacaannya baik

atau tidak.”

Identitas Informan 10

Nama : Usu Minah

Umur : 34 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Partisipan / Pelaksana

1. Pertanyaan:

“Apakah Ibu pernah mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah.”

2. Pertanyaan: “Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Jawaban:

“Namanya kita ini orang-orang baru zaman sekarang, jadi tidak tau sejarahnya

bagaimana. Jadi mengikuti apa yang dikatakan orang tua saja.)

3. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Biasanya kalau tidak dilaksanakan kata orang akan ada gangguan, susah

melahirkan, tapi itu mitos saja sebenarnya. Tapi kadang-kadang kata orang gara-gara

tidak mandi-mandi makanya anaknya diganggu, lama keluarnya dan lainnya. Karena

tidak mandi katanya seperti itu.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Di rumah. Bisa dilaksanakan di rumah lperempuannya, bisa juga di rumah laki-

lakinya. Biasanya di halaman rumah dibuatkan tempat pemandiannya. Tempatnya

terbuat dari kayu, dindingnya dari kain kuning, dihiasi dengan anyaman kepala

kurung dan lain-lain. Setiap sudutnya digantungkan mayang. Begitulah setau saya.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Waktu memandikannya itu setelah sholat Dzhuhur. Tanggalnya mengambil si akhir bulan antara akhir bulan ketujuh dan awal bulan kedelapan kehamilan. Tidak bisa

kalau dilaksanakan di awal bulan ketujuh.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Tidak, warga diundang hanya saja tidak diharuskan banyak yang hadir. Kalau

undangannya sedikit juga tidak apa-apa. Kalau mau ramai juga tidak apa-apa.”

7. Pertanyaan:

Page 186: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

168

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak, bebas saja.”

8. Pertanyaan:

“Bagaimana cara pelaksanaannya?”

Jawaban:

“Keluar ke halaman rumah untuk mandi-mandi, setelah mandi-mandi selesai masuk

kembali ke dalam rumah. Setelah itu mencicipi semua kue satu per satu. Keunya ada

empat puluh macam. Setelah sudah selesai semua rangkaian acara, barulah undangan

yang sudah menimati hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah. Hanya itu

saja yang saya tau.”

9. Pertanyaan:

“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”

Jawaban:

“Kalau tidak diwajibkan mungkin sudah menjadi kebiasaan dari orang-orang tua

zaman dulu membaca surah itu. Kalau wajib berarti diharuskan.”

10. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Kenapa ya, kalau sudah menjadi kebiasaan pasti dibacakan. Memang tidak bisa

tertinggal karena memang begitu rangkaian pembacaannya. Tidak lengkap saja

mungkin.”

11. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Pada dasarnya untuk meminta keselamatan saja mungkin. Supaya lancar ketika

melahirkan.”

12. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Dibacakan bersama-sama dan diawali oleh pemimpin bacaannya.”

13. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Setahu Usu, hanya laki-laki saja yang membacakan di ruang tamu, para perempuan

di dapur dan di halaman rumah saja.”

14. Pertanyaan:

“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”

Jawaban:

“Pastinya harus mengerti agama dan bisa membaca apa yang harus dibacakan.”

15. Pertanyaan:

“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Hafal.”

16. Pertanyaan:

“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Saya kurang mengerti.”

17. Pertanyaan:

“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”

Page 187: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

169

Jawaban:

“Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan kita.”

18. Pertanyaan:

“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Kadang-kadang membaca al-Qur’an.”

19. Pertanyaan:

“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Selain karena kitab suci, agar hati kita tenang juga, agar terlindungi terjaga, dan

agar dapat pahala juga.”

20. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Orang ketika Tasmiyahan, Isra’ Mi’raj, betamat atau khataman al-Qur’an sebelum

menikah. Ketika anak baru lahir juga mengaji atau dibacakan al-Qur’an kata orang

sini. Kalau perempuan dibacakan surah Maryam agar sifatnya seperti Siti Maryam

katanya, kalau laki-laki dibacakan surah Yūsuf agar sifatnya seperti Nabi Yūsuf.

Sebenarnya surah Yūsuf dan Maryam juga dibacakan ketika Ibu masih mengandung,

itu pun kalau Ibunya rajin. Jadi kalau ingin anaknya perempuan, maka rajin-rajinlah

membaca surah Maryam, kalau ingin anaknya laki-laki baca surah Yūsuf.”

Identitas Informan 11

Nama : Ibu Sri Mulyati

Umur : 57 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Bidan Kampung

1. Pertanyaan:

“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban: “Pernah.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Jawaban:

“Mengikuti orang zaman dulu sjaa mungkin. Tradisi orang kita sini sudah menjadi

kebiasaan masih kita ikuti, padahal kalau mau dibuang tradisi ini juga tidak apa-apa.

Tapi kita sekarang masih melaksanakan tradisi tersebut.”

3. Pertanyaan:

“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Iya karena menurut orang zaman dulu sudah menjadi tradisi. Sudah menjadi kebiasaan kita setiap hamil pertama usia tujuh bulan harus mandi-mandi. Hanya saja

ketika mengandung anak ketiga namanya mandi baya’.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Bebas saja tempatnya dimana. Biasanya di halaman atau di samping rumah.”

5. Pertanyaan:

“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Page 188: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

170

Jawaban:

“Kalau orang yang mandi-mandi pasti ketika tepat memasuki tujuh bulan dan harus

akhir bulan. Kalau kata orang itu biasanya ketika memasuki bulan kedelapan bisa

juga dilaksanakan mandi-mandi. Perhitungan bulannya mengikuti bulan kita Islam.”

6. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Bebas siapa saja yang ingin hadir. Yang pasti diundang adalah keluarga-keluarga

kita.”

7. Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak ada. Terserah kita mau sebanyak apa.”

8. Pertanyaan:

“Bagaimana cara pelaksanaannya?”

Jawaban:

“Bidan kampung yang memandikannya ada tiga orang. pertama yang memandikan

adalah kepala bidan kampung terlebih dahulu, barulah kita yang menjadi pengiring.

Yang mengiringi boleh dari keluarga kita sendiri. Setelah dimandikan dan ditampung

tawari, pengantin dibebaskan untuk mandi lagi sendiri. Setelah itu baru memasuki

rumah ketika pengantin sudah berganti pakaian di tempat pemandian tersebut.

Setelah itu mereka duduk di atas kasur, dan dibacakan do’a selamat. Setelah selesai barulah semuanya menyantap hidangan yang telah disediakan. Terutama memakan

kue yang ada di dalam dua tempat besar. Tetapi zaman sekarang sudah tidak sulit

lagi kalau untuk masalah kue, yang penting ada pulut, nasi manis, sudah cukup.

Terserah kita saja.”

9. Pertanyaan: “Apa saja perlengkapan yang digunakan atau yang harus disiapkan ketika akan

melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Mayang yang masih tertutup untuk dipecahkan nanti, mayang yang sudah mekar,

kelapa yang sudah dikupas satu buah untuk dibelah menjadi dua bagian di atas

kepala pengantin, sedangkan air kelapanya diminumkan kepada kedua pengantin.

Setelah itu kelapa yang bertunas satu buah, dan kelapa yang masih muda satu buah. Air yang digunakan untuk mandi adalah air bunga, tujuh macam bunga, dan tampung

tawar. Air yang dicampurkan ke dalam air bunga tersebut adalah air do’a barzanji

dan air keturunan. Air do’a barzanji tersebut dibacakan sebelum acara mandi-mandi

dimulai. Kalau tidak ada laki-laki yang bisa membacakan, maka perempuan pun bisa

membacakan do’a barzanji tersebut. Dengan adanya air do’a barzanji tersebut

diharapkan pengantin diberikan keselamatan.”

10. Pertanyaan: “Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Untuk menyelamatkan kita saja. Pokoknya mudah-mudahan diberikan keselamatan

ketika melahirkan.”

11. Pertanyaan:

“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”

Jawaban:

“Supaya selamat saja mungkin. Al-Fātiḥah Ampat memang biasa kita bacakan, tidak

boleh tidak.”

Page 189: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

171

12. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Kalau tidak dibaca boleh juga, tapi sebaiknya dibaca. Ketika melakuka apapun

harus membaca surah al-Fātiḥah, qul huwallahu ahad, al-Falaq, dan al-Nas tersebut.

Ketika mau tidur pun harus dibaca.”

13. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Agar selamat saja. Memohon perlindungan kepada Allah.”

14. Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Dibaca bersama-sama, tetapi diawali oleh pemimpin bacaan terlebih dahulu.”

15. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Biasanya laki-laki yang membacakan.”

16. Pertanyaan:

“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban: “Hafal.”

17. Pertanyaan:

“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Saya tidak begitu mengerti.”

18. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban:

“Tasmiyahan pasti ada, batamat juga kan memang al-Qur’an yang dibacakan, ketika

melahirkan juga dibacakan al-Qur’an. Kalau anaknya perempuan surah Maryam,

kalau laki-laki surah Yūsuf. Manfaatnya mungkin supaya diberi keselamatan. Sudah

menjadi tradisi kita sejak lama. Biasanya dibacakan selama tiga malam atau tujuh malam. Kalau ketika kita sedang hamil dan mampu membacakan surah-surah

tersebut, maka lebih baik lagi. Kalau ingin anaknya perempuan baca surah Maryam,

kalau mau anak laki-laki baca surah Yūsuf.”

Identitas Informan 12 Nama : Bapak H. Arbain

Umur : 70 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Nelayan

Sebagai : Sesepuh kampung

1. Pertanyaan:

“Apakah Bapak pernah mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Page 190: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

172

Jawaban:

“Kalau mengenai sejarah ini wallahu a’lam. Dulu saya belum pernah mendapatkan

atau menemukan mandi-mandi pada zaman Rasulullah. Jadi istilahnya mandi-mandi

ini hanya adat istiadat daerah kita saja. Adapun asalnya dari Banjar atau

darimananya saya tidak begitu tau. Namun sebenarnya tidak salah juga. Kalau di

aliran lain sudah pasti dianggapnya bid’ah mandi-mandi tersebut. Tapi kan bid’ah itu

ada dua, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Yang mana hasanah itu artinya

mendatangkan kebaikan, sedangkan dhalalah artinya ditolak. Tapi menurut saya

mandi-mandi itu baik saja dan tidak mungkin menjadi salah. Kalau kata orang

sebagian bid’ah itu karena tidak ada hadisnya. Sedangkan kita tidak berani

mengatakan bid’ah karena kita tidak hafal beribu-ribu hadis. Jadi jangan sembarangan ikut-ikutan mengatakan bid’ah kalau kita tidak hafal banyak hadis.

Mungkin saja sebenarnya ada di dalam hadis, hanya saja kita belum menemukannya.

Intinya kalau sesuatu yang kita perbuat itu tidak menyalahi agama apalagi di

dalamnya ada dibacakan al-Fātiḥah, al-Ikhlas, maka tidak mungkin menjadi masalah.

Bahkan itu dianjurkan apalagi ketika anak masih di dalam kandungan. Seharusnya

ketika anak masih ada dalam kandungan hendaknya dibacakan surah Muḥammad,

surah Yūsuf, surah Maryam. Diniatkan saja untuk dihadiahkan kepada bayi yang

dikandung. Nanti kita tidak repot lagi ketika anak tersebut sudah lahir, karena dia

sudah banyak tau. Kenapa? Karena banyak Alim Ulama yang seperti itu. Ibunya

membacakan surah-surah tersebut, apalagi dibantu oleh suaminya diniatkan untuk

bayi yang dikandung. Yang diutamakan untuk dibaca secara terus menerus adalah surah Muḥammad. Pokoknya pasti anaknya jadi sholeh.”

3. Pertanyaan:

“Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Jawaban:

“Biasanya di awalnya saja dibacakan al-Fātiḥah Ampat, yaitu surah al-Fātiḥah, al-

Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas. Kalau sudah melahirkan juga ada dibacakan surah

Yūsuf untuk anak laki-laki. Surah Maryam untuk anak perempuan. tapi lebih baik

lagi jika dibacakan ketika bayi masih di dalam kandungan seperti yang sudah saya

katakana tadi surah Muḥammad, surah Yūsuf dan surah Maryam. Karena orang Alim

Ulama ketika masih di dalam kandungan selalu dibacakan surah-surah tersebut.

Kalau ketika sudah lahir baru dibacakan surah-surah tersebut si bayi sudah banyak

gangguan, tidak seperti masih di dalam kandungan tidak gangguan. Tapi orang-orang zaman sekarang sudah tidak banyak yang seperti itu. Maklum lah zaman sekarang

ini. Kenapa kita bacakan surah-surah tersebut? Supaya anak kita bisa seperti Nabi

Muḥammad, Nabi Yūsuf, dan Siti Maryam.”

4. Pertanyaan:

“Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?”

Jawaban:

“Istilahnya hanya sebagai permintaan kita saja. Itu kan istilahnya sebagai awal do’a.

Do’a itu kalau tidak diawali dengan shalawat dan al-Fātiḥah tersebut artinya kurang

mantap. Adat istiadat dari orang zaman dulu juga al-Fātiḥah Ampat tidak bisa

ditinggal.”

5. Pertanyaan: “Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Kalau tidak dibacakan lalu mengawalinya dengan apa? Berarti kalau tidak dibaca

ketika di awal biasanya mau serba ringkas. Ibaratkan kalau makanan itu kurang

bumbunya. Tidak banyak yang didapatkan begitu istilahnya. Kalau tidak dibacakan

lalu diganti dengan apa? Berarti membaca bismillah saja begitu? Langsung begitu?

Page 191: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

173

Memang tidak menjadi perangka wajib, tetap baiknya dibacakan. Pokoknya al-

Fātiḥah itu untuk segala-galanya. Kalau tidak dibacakan al-Fātiḥah penyerahan kita

terhadap Allah itu kurang, kata orang itu kurang adab kepada Allah, Rasulullah, dan

para sahabatnya. Tetapi kalau sudah dibacakan al-Fātiḥah Ampat maka lengkaplah

sudah.”

6. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Sebagai permintaan. Jadi niat atau permintaannya kembali kepada yang punya

acara. Intinya mengharap atas rahmat-Nya.” “Pertanyaan:

“Bagaimana praktik pembacaannya?”

Jawaban:

“Biasanya diawali oleh yang memimpin bacaan, barulah yang lain mengikuti. Al-

Fātiḥah satu kali, qul huwallahu ahad empat kali, sempurnanya itu dibaca sebanyak

empat kali, qul a’udzubirobbil falaq satu kali, qul a’udzubirabbinnas satu kali.

Tetapi kalau masing-masing surah dibaca sebanyak tiga kali maka akan semakin baik

lagi. Tergantung kita yang membacakan. Kalau saya banyak bumbunya jadi tidak

bisa diikuti. Zaman sekarang maunya semua bacaan itu pendek, ringkas agar tidak

terlalu lama katanya. Kalau saya lebih suka bacaan yang lebih panjang. Kenapa?

Rasanya berdo’a menjadi lebih nikmat di hadapan yang Kuasa.”

7. Pertanyaan:

“Apakah semua undangan ikut membacakan?”

Jawaban:

“Kalau seseorang itu mendengar, maka pasti ikut membacakan. Kalau tidak berarti

tidak ikut membacakan.”

8. Pertanyaan:

“Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Hafal karena biasa kita bacakan ketika sholat.”

9. Pertanyaan:

“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban: “Kalau ingin lebih mengetahui maknanya itu cari di tafsir. Saya tidak begitu tahu

juga bagaimana penjelasannya. Hanya sekedarnya saja. Memang alangkah baiknya

kalau kita tau maknanya, tetapi kalau kita bukan orang yang terpelajar dan tidak

sekolah, jadi sulit. Misalnya surah al-Ikhlas, qul huwallahu ahad, katakanlah Allah

itu satu, menunjukkan keesaan Tuhan. Al-Fātiḥah juga diibaratkan al-Qur’an

terhimpun dalam satu surah tersebut. Seperti dalam hadis dikatakan apabila kamu

hendak tidur maka bacalah al-Fātiḥah sekian banyaknya, artinya sama dengan

mengkhatamkan al-Qur’an. Berarti banyak makna, tujuan dan manfaat di dalamnya.”

10. Pertanyaan:

“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”

Jawaban: “Kalau kita ingin menambahkan maka banyak acara yang dibacakan al-Qur’an.

Tasmiyahan juga ada pembacaan al-Qur’annya. Pokoknya setiap acara apa saja entah

itu membaca surah Yāsīn dan lain-lain, intinya adalah untuk mengharap rahmat-

Nya.”

Identitas Informan 13

Page 192: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

174

Nama : Ibu Mia

Umur : 25 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Sebagai : Pelaksana

1. Pertanyaan:

“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Pernah.”

2. Pertanyaan:

“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”

Jawaban:

“Mengikuti tradisi orang zaman dulu, meskipun sebenarnya jika saya tidak mandi-

mandi pun tidak apa-apa juga.”

3. Pertanyaan: “Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”

Jawaban:

“Karena tradisi saja. Kebanyakan keluarga saya yang sudah mulai modern

pemikirannya tidak melaksanakan mandi-mandi. Tapi alhamulillah lancar-lancar

saja ketika melahirkan.”

4. Pertanyaan:

“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”

Jawaban:

“Di halaman rumah. Mandi-mandinya di halaman rumah, tetapi kalau untuk

pembacaan do’a dan lain sebagainya di dalam rumah. Di halaman rumah itu

dibuatkan tempat pemandiannya lagi. Tempatnya terbuat dari kain perca yang disambung lalu dibuat membentuk dinding, lalu diberi tanaman seperti kelapa yang

baru tumbuh, dan lain-lain seperti pohon pisang dan lain sebagainya.”

5. Pertanyaan:

“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Biasanya pasti antusias warga itu besar. Karena acara ini termasuk jarang

dilaksanakan.”

Pertanyaan:

“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”

Jawaban:

“Tidak ada batasan.”

6. Pertanyaan: “Bagaimana cara pelaksanaannya?”

Jawaban:

“Rangkaian acaranya itu, pertama sebelum keluar ke halaman rumah seingat saya

duduk menghadapi kue-kue pamali terlebih dahulu. Setelah itu ada tujuh orang anak

berbaris di belakang kami, setelah itu barulah kami keluar ke halaman rumah menuju

tempat pemandian. Selain anak-anak tersebut ada dua orang bidan kampung, dan dua

orang ibu-ibu yang memegang kelapa. Kalau ketika mandi-mandi dilaksanakan,

seingat saya pertama yang dilakukan adalah meminum air keturunan yang jumlahnya

sekitar tujuh macam air, tergantung kita punya berapa keturunan. Karena keturunan

saya banyak dari Ayah saya, kalau dari Ibu saya tidak ada.”

7. Pertanyaan:

Page 193: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

175

“Apa persiapan yang dilakukan ketika akan melaksanakan mandi hamil tujuh

bulan”?

Jawaban:

“Pertama yang harus disiapkan adalah kue-kuenya empat puluh macam. Lalu kalau

kami sebagai pengantinnya lebih mempersiapkan hal-hal seperti pakaiannya saja.

Pakaian yang digunanakan itu bebas tetapi biasanya memakai kain jarik dan dilapisi

dengan kain kuning. Kenapa memakai kain kuning, karena memang sudah menjadi

ciri khas daerah kita disini, kerajaan kita disini kan kerajaan Istana Kuning. Lalu di

kelapanya diukir gambar wayang, karena kami adalah keturunan suku Bugis jadi

harus diukir dengan gambar wayang. Lalu siapkan juga pakaian untuk dipakai

setelah mandi-mandi selesai.”

8. Pertanyaan: “Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”

Jawaban:

“Kalau saya sendiri menanggapinya lebih seperti kita mengucapkan rasa syukur saja.

Jadi untuk bersyukur saja, bukan karena ritualnya. Hanya saja acara ini lebih seperti

ke syukuran saja, karena usia kehamilan sudah mencapai tujuh bulan. Kata orang

kalau usia kehamilan di bawah usia tujuh bulan itu beresiko, jadi bersyukur saja

bahwa anak kita akan segera lahir.”

9. Pertanyaan:

“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”

Jawaban: “Mungkin karena kebanyakan apapun yang kita lakukan pasti al-Fātiḥah Ampat itu

sering dibaca, seperti dalam ttahlilan, selamatan, pasti dibaca.”

10. Pertanyaan:

“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”

Jawaban:

“Mungkin tidak ada pengaruhnya, karena yang penting itu ucapan rasa syukur kita

kepada Tuhan saja.”

11. Pertanyaan:

“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan

yang dibacakan?”

Jawaban:

“Mungkin untuk kelancaran sepertinya dan keselamatan serta ucapan rasa syukur itu menurut saya. Karena saya selamat ketika melahirkan mungkin bisa saja karena

dibacakan surah-surah itu juga, karena surah-surah itu turunnya dari Allah, jadi bisa

jadi membawa keselamatan ketika saya melahirkan. Ibarat kata itu adalah do’a kita

kepada Allah. Meskipun tidak hanya surah itu saja yang dibaca dalam acara tersebut,

dan kita juga tidak tau do’a kita yang mana yang dikabulkan oleh Allah. Tapi baik

saja kalau al-Fātiḥah Ampat tersebut kita baca.”

12. Pertanyaan:

“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Hafal dong.”

13. Pertanyaan: “Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”

Jawaban:

“Dulu saya tau, tapi sekarang saya sudah tidak ingat.”

14. Pertanyaan:

“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

Page 194: PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51652...Susunan surah-surah tersebut biasa disebut dengan “ a lāti-F ḥ ah Ampat

176

“Alhamdulillah, ketika mengandung pun saya membaca al-Qur’an. Biasanya

membaca surah Maryam.”

15. Pertanyaan:

“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”

Jawaban:

“Kalau sebelum lahiran saya membaca al-Qur’an surah Maryam karena kata orang

tua kalau ingin anaknya perempuan maka baca surah itu. Tetapi saya sebenarnya

tidak begitu yakin dengan hal ini. Karena sudah menjadi ketentuan Allah anak kita

mau perempuan atau laki-laki. Selain membaca surah Maryam, saya juga membaca

surah Yāsīn. Karena diajari orang seperti itu. Biasanya setiap malam Jum’at saya

membaca surah Yāsīn untuk almarhumah Nenek saya, jadi sekalian baca Yāsīn terus ditiupkan ke air, lalu kita minum airnya supaya anak kita pintar katanya. Tidak ada

salahnya untuk kita laksanakan, karena hal yang kita lakukan itu baik. Nah, setelah

melahirkan ada pembacaan al-Qur’an lagi sambil memanggil orang-orang untuk

membacakannya. Kalau anaknya perempuan baca surah Maryam, kalau laki-laki

baca surah Yūsuf. Mungkin menurut orang sini dibacakan surah-surah tersebut agar

anak-anaknya sholeh sholeha. Tapi menurut saya agar anak kita dari kecil terbiasa

mendengarkan al-Qur’an saja. Jadi tidak begitu berpengaruh pada psikologi si anak.

Karena yang saya lihat di sini tidak semua anak yang dibacakan surah-surah itu

ketika kecil, ketika ia sudah besar menjadi apa yang diharapkan dari pembacaan

surah-surah tersebut. Kalau hanya dibacakan ketika ia kecil pastinya tidak akan

berpengaruh, kecuali dibacakan terus menerus sampai ia besar.”