Upload
fatmawidiyaningsih
View
40
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pembahasan
Citation preview
BAB V
PEMBAHASAN
Pada pemetaan kali ini yang bertujuan untuk memenuhi tugas
praktikum mata kuliah Geologi Struktur pada semester III, kami mendapat
wilayah pemetaan di kawasan Banyumanik- Ungaran bagian timur, Kota
Semarang. Pemetaan kali ini dilakukan dengan cara pengenalan
lapangan, pengeplotan peta, dan mendeskripsikan setiap aspek bentang
alam pada peta kota Semarang, Jawa Tengah lembar 47 / XL-d (74-d).
Pada pemetaan kali ini daerah yang harus kami teliti mencakup radius 16
km x 16 km, yang pada peta topografi yang mempunyai sklala 1 : 25.000
digambarkan dengan daerah 20 cm x 20 cm.
Pada peta topografi kami membagi menjadi 10 stasiun pengamatan
(SP) yang memanjang dari arah utara menuju selatan, karena pada kota
Semarang perlapisan batuan mengarah dari arah barat ke timur. Pada
setiap stasiun pengamatan memiliki kenampakan bentangalam yang
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. SP I meliputi daerah
Tinjomoyo dan Kali Lutung (Padang). SP II meliputi daerah Kali
Krengseng (Banyumanik), Srondol Kulon, Gombel, dan Kali Garang
(Tinjomoyo). Sedangkan pada SP III meliputi daerah Kali Kedungkidang
(Banaran), dan Kali Contak (Patemon).
Dari 10 stop site di atas, maka dapat dibagi menjadi 3 macam
delineasi, yaitu meliputi satuan perbukitan terjal gawir sesar, satuan
perbukitan bergelombang alluvial, dan satuan dataran alluvial sungai.
5.1 Stop Site 1 (Daerah Djabungan)
Stop site pertama yang kita amati adalah satuan denudasi
yang terletak di daerah Djabungan RT 4 RW 5 , daerah yang
terletak pada stasiun pengamatan pertama (SP I). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam
satuan perbukitan bergelombang agak miring. Litologinya berupa
batu-pasir halus dan batulanau dimana yang paling dominan adalah
batupasir. Tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, pertanian, perdagangan.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh data strike dan dip sebesar N 75° W
dan 45°. Perhitungan persen lereng dengan menggunakan kompas
geologi sebesar 25% sehingga daerah ini termasuk ke dalam satuan
perbukitan terjal alluvial.
Proses geologi yang terjadi yaitu angular unconformity yaitu
struktur geologi dimana bidang perlapisan batuan sudah tidak lagi
memenuhi hukkum- hukum horisontality of strata, dimana bidang
perlapisan tersebut membentuk sudut terhadap bidang horizontal.
Kenampakan tersebut terjadi karena pengaruh gaya endogen yang
mendeformasi lapisan batuan tersebut. Kenampakan yang didapat
dilapangan adalah ketika kita menjumpai suatu perlapisan miring
yang secara stratigrafi lebih tua umurnya dibanding perlapisan yang
ada dibawahnya, yang berarti sudah tidak memenuhi hokum
superposisi.
Pada daerah Tinjomoyo, tata guna lahan yang umum
digunakan adalah sebagai areal pemukiman penduduk, serta banyak
juga digunakan sebagai lahan hijau, dengan ditanami pepohonan,
contohnya pohon jati.
5.2 Stop Site 2 (Kali Pengkol, Djabungan)
Stop site kedua adalah di Kali Pengkol, daerah Djabungan,
yang terletak pada stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam
satuan dataran bergelombang miring alluvial sungai. Litologinya
berupa batupasir batulanau, breksi, dan batulempung. Perkiraan
tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal pemukiman,
irigasi, penambangan pasir, dan pertanian.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan strike sebesar N 112°E
dan dip 31°.
Gambar 1. Kali Pengkol
( Kamera Menghadap Selatan )
Litologi daerah ini tersusun oleh breksi dengan fragmen
berupa andesit porfir, konglomerat dengan fragmen berupa andesit
porfir, batupasir karbonatan, batulanau, dan batulempung. Proses
geomorfik yang membentuk daerah ini adalah proses erosi,
transportasi dan sedimentasi material yang dapat dijumpai di sekitar
Kali Pengkol.
Gambar 10. Material hasil transportasi
Sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya
dikelompokkan dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah
mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang, sehingga
energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan
bebannya saja. Erosi dan pengendapan seimbang dapat membentuk
hamparan dataran yang luas kearah pantai. Sungai peringkat
dewasa dapat membentuk dataran banjir dengan pengendapan
sebagain bebannya. Pengendapan ini yang membentuk dataran
banjir di kanan-kiri sungai yang disebabkan karena air sungai
semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena
terhambat dan menggenang secara periodik. Jika pengendapan
beban bertumpuk dan terakumulasi di kanan kiri sungai akan
terbentuk tanggul alam (natural levee) yang lebih tinggi dari dataran
banjir di sekitarnya.terdapat jeram, gradien sungainya agak terjal,
dan mengalir sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar
sungai 7 meter dan kedalamannya mencapai 1 meter. Pada sungai
ini terdapat endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar
deposit tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup
intensif yang ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang)
pada point bar tersebut. Selain itu terdapat dataran banjir dan tanggul
alam yang berada di sisi kanan dan kiri sungai tersebut.
Gambar 11. Point Bar Deposit Kali Pengkol
( Kamera Menghadap Selatan )
Pada dataran banjir sungai ini terdapat singkapan seperti
tampak pada gampar berikut:
Sruktur sedimen yang tampak pada gambar di atas adalah graded-
bedding karena ukuran butir batuan semakin ke atas semakin besar atau
disebut Coarsening Upward. Litologi penyusunnya adalah batu pasir
kasar ,batu-lempung, dan batuan beku berupa breksi dan konglomerat.
Dari litologi tersebut dan struktur sedimen berupa graded-bedding dapat
diidentifikasi terjadinya transportasi yang relative jauh kemudian
terjadinya pengendapan. Setelah terjadi pengendapan, singkapan ini
mengalami pelapukan yang dikategorikan Lapuk sedang agak kompak
karena sebagian besar litologi yang berupa breksi maupun konglomerat
hancur bila dipukul dangan palu, sebagia besar batuan berubah warna
diskontinuitas ternoda atau berisi bahan lapukan.
Point bar deposit
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, irigasi, pertanian, pariwisata, penambangan pasir sebagai
bahan galian C, dan perdagangan. Sedangkan bahaya geologi pada
daerah ini yaitu berupa bencana banjir.
5.3 Stop Site 3 ( Kali Pengkol)
Stop site ketiga adalah satuan daerah struktural yang terletak pada
stasiun pengamatan ketiga (SP III) di daerah terusan kali Pengkol.
Berdasarkan pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke
dalam satuan perbukitan bergelombang struktural. Litologinya berupa
batu-lanau,batupasir, batuan beku
. Pada daerah ini terdapat struktur geologi yaitu joint dan
ketidakselarasan yang memanjang dari arah utara ke selatan. Proses
geomorfik yang membentuk daerah ini adalah proses erosi, gerakan
massa, dan pelapukan tingkat lanjut pada breksi yang menghasilkan soil
dan lempung yang cukup tebal. Strike and dip pada lokasi ini yaitu
sebesar N 183° E / 11°.
Bentuklahan struktural dengan adanya litologi yang cukup
kompleks dalam berbagai hal berhubungan dengan perlapisan batuan
sedimen yang berbeda resistensinya terhadap erosi. Bentuklahan
struktural pada daerah ini dasarnya dibedakan menjadi 2 kelompok besar,
yaitu struktur patahan dan lipatan. Dan dari pola aliran yang kita amati dari
foto udara mempunyai korelasi dengan struktur geologisnya.
Dataran tinggi struktural pada daerah ini terbentuk pada suatu
daerah dengan batuan berlapis horizontal, Batuan berlapis yang terlipat
pada daerah ini tercermin secara baik pada bentuk lahannya.Lebih lanjut
retakan mempunyai pengaruh juga pada perkembangan bentuklahan.
Bentuk-bentuk struktural terkadang juga dipengaruhi oleh proses-proses
eksogenitas dari berbagai tipe, sehingga terbentuk satuan struktural.
Dari pengamatan yang kita lakukan ditemukan Struktur-struktur
geologi seperti perlapisan, kekar. Hal ini diperkuat dengan bukti adanya
pelurusan yang dapat diinterpretasi dari foto udara dan peta geologi,
merupakan bukti kunci bentuk lahan struktural. Pola aliran sungai yang
ada di sekitar bentuk lahan structural yaitu sungai kali garang akan
mengikuti pola struktur utama, dengan anak-anak sungai kan relatif sejajar
dan tegak lurus dengan sungai induk, yang disebut pola
“rectanguler”.Seperti tampak pada foto udara berikut
Adanya fosil dan batu gamping menandakan daerah ini dulu
adalah laut yang mengalami pengangkatan, kemudian terjadi intrusi
magma yang ditandai dengan adanya batuan beku pada stop site ini.
Pada suatu perbukitan lipatan, biasanya pola aliran sedikit “paralel” dan
“annular”, yang kemudian berkembang lebih spesifik lagi mengikuti
struktur utamanya.
Pada dataran banjir sungai ini terdapat singkapan seperti
tapak pada gambar berikut:
Sruktur sedimen yang tampak pada gambar di atas adalah graded-
bedding karena ukuran butir batuan semakin ke atas semakin besar atau
disebut Coarsening Upward. Litologi penyusunnya adalah batu pasir
kasar ,batu-lempung, dan batuan beku berupa breksi dan konglomerat.
Dari litologi tersebut dan struktur sedimen berupa graded-bedding dapat
diidentifikasi terjadinya transportasi yang relative jauh kemudian
terjadinya pengendapan. Setelah terjadi pengendapan, singkapan ini
mengalami pelapukan yang dikategorikan Lapuk sedang agak kompak
karena sebagian besar litologi yang berupa breksi maupun konglomerat
hancur bila dipukul dangan palu, sebagia besar batuan berubah warna
diskontinuitas ternoda atau berisi bahan lapukan.
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman,kebun binatang. Sedangkan bahaya geologi pada daerah ini
yaitu berupa longsoran.
5.4 Stop Site 4 (Banaran, Gunung Pati)
Stop site keempat adalah di daerah Banaran, Gunung Patih yang
terletak pada stasiun pengamatan keempat (SP IV). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam satuan
perbukitan bergelombang struktural. Litologinya berupa breksi dan
batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal
perdagangan, penambangan pasir, pemukiman, dan pertanian.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 75% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar.
Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut
dengan ketinggian 208 meter yaitu sebesar S ……° E dan dari Gunung
Selekor di sebelah barat daya dengan ketinggian 204 meter yaitu sebesar
S …..° E.
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Pada daerah ini terdapat
struktur geologi yaitu gawir sesar yang memanjang dari arah utara ke
selatan. Proses geomorfik yang membentuk daerah ini adalah proses
erosi, gerakan massa, dan pelapukan tingkat lanjut pada breksi yang
menghasilkan soil yang cukup tebal. Strike and dip pada lokasi ini yaitu
sebesar N 183° E / 11°.
Daerah denudasional mempunyai relief yang datar hal ini nampak
dari kerapatan konturnya yang sangat renggang hal ini dikarenakan
adanya proses degradasi, pelapukan atau weathering dan gerakan tanah.
Hasil dari proses denudasi ini adalah pendataran relief dengan
pembantukan suatu dataran yang landai dan menurun ke laut yang
disebut dengan peneplain. Peneplain ini dibentuk oleh proses yang lambat
akan tetapi secara kontinu yang mengangkut hasil-hasil rombakan.
Pada observasi lapangan di Perumahan Taman Sentosa daerah
Gunung Pati ini kita dapat melihat gejala-gejala denudasional berupa
gerakan tanah, dalam hal ini adalah longsoran. Dilokasi ini terdapat
gerakan tanah yang cukup kompleks, terdapat 3 jenis gerakan tanah
dilokasi pengamatan yaitu longsoran rotasi (rotational slump), yang diikuti
dengan debris avalanche, serta creep atau rayapan.
Gbr. 4.1. Rotational Slump di kawasan Perumahan Taman
Sentosa, Gunung Pati (Kamera menghadap N 110 E)
Gbr. 4.2. Indikasi adanya creep adalah tiang listrik yang miring (kamera
menghadap N 345 E)
Rotational slump pada bagian atas memicu terjadinya debris
avalanche, yaitu gerakan bahan rombakan dalam keadaan agak basah
dengan kecepatan yang relatif cepat, hal ini dibuktikan dengan material
longsoran yang basah dan adanya air yang mengalir pada material
longsoran. Selain itu adanya puing bagian rumah yang terseret longsoran
sampai jarak kurang lebih 1,5m dari lokasi awalnya menunjukan bahwa
Tiang Listrik tidak lagi tegak
lurus
gerakan longsorannya cukup cepat. Selain itu dilokasi ini juga terjadi
proses denudasi yang berlangsung dengan sangat lambat sehingga kita
tidak dapat melihat prosesnya namun kita dapat melihat hasil
bentukannya berupa tiang lampu listrik yang miring. Proses creep ini
dapat saja terjadi sebelum terjadinya longsoran maupun terpicu akibat
adanya longsoran disekitar lokasi.
Gbr. 4.3. Puing rumah yang terseret akibat debris avalanche (kamera
menghadap N 25 E)
Longsoran ini mungkin disebabkan karena tanah tererosi oleh air
sehingga tidak mampu menahan beban rumah-rumah yang berada
diatasnya. Selain itu slope atau kelerengan lokasi yang cukup curam yaitu
25% menjadikan potensi terjadinya longsoran semakin besar. Penyebab
lain yang dapat menyebabkan longsoran ini adalah struktur geologi
daerah tersebut, dari pengamatan ditemuakan batuan yang mengandung
fosil-fosil kerang seperti yang tampak pada gambar 4.4 sehingga dapat
dianalisis bahwa daerah ini dulunya merupakan laut yang mengalami
pengangkatan sehingga struktur tanahnya mempunyai perlapisan seperti
yang tampak pada gambar 4.5. Batuan ini mungkin tersingkap akibat
longsoran. Getaran juga dapat memicu longsoran, lokasi longsoran ini
berada di pinggir jalan sehingga longsoran ini juga dapat dipengaruhi oleh
getaran dari arus lalulintas yang berada diatasnya. Litologinya yang
berupa batulempung, pasir, dan soil hasil pelapukan juga menjadi faktor
pemicu longsoran, karena lempung, pasir dan soil tidak resisten terhadap
erosi air dan mudah tertransport.
Gbr. 4.4. Fragmen batuan yang mengandung fosil (Kamera menghadap N
25 E Vertikal/kebawah)
Gbr. 4.5. Struktur perlapisan di sekitar lokasi (kamera menghadap N 320
E)
Sehingga pemanfaatan lahannya tidak cocok untuk dijadikan
kawasan perumahan atau pemukiman mengingat tanahnya yang labil.
Lahan ini lebih cocok untuk dijadikan lahan pertanian atau perkebunan
dengan membuat teras-teras guna mencegah longsoran dan adanya
vegetasi juga akan memperkuat struktur tanah disekitar lokasi.
5.5 Stop Site 5 (Kali Garang, Daerah patemon)
Stop site kelima adalah di Kali Garang, daerah Patemon, yang
terletak pada stasiun pengamatan kelima (SP V). Sebenarnya stop site 5
ini hampir sama dengan stop site II baik dari bentuk lahan dan litologinya.
Yang membedakan adalah ukuran butir di daerah patemon lebih kasar
daripada daerah tinjomoyo karena jarak transportasi material relative lebih
dekat. Berdasarkan pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk
ke dalam satuan dataran bergelombang miring alluvial sungai. Litologinya
berupa batupasir dan breksi. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini
yaitu sebagai areal pemukiman, irigasi, penambangan pasir, dan
pertanian.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 72% dengan sudut lereng sebesar
12 °sehingga daerah ini termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal
alluvial sungai. Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari Gunung Guwo
Gede di sebelah barat laut dengan ketinggian 117 meter yaitu sebesar S
347° E dan dari Gunung Kelir di sebelah barat daya dengan ketinggian
203 meter yaitu sebesar S 5° E.
Gambar 9. Kali Garang ( Kamera Menghadap Selatan )
Litologi daerah ini tersusun oleh breksi dengan fragmen berupa
andesit porfir, konglomerat dengan fragmen berupa andesit porfir,
batupasir karbonatan, batulanau, dan batulempung. Proses geomorfik
yang membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan
sedimentasi material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Garang.
Gambar 10. Konglomerat
Sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya dikelompokkan
dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah mengalami gradasi
dan berada dalam keadaan seimbang, sehingga energinya hanya
cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya saja. Erosi dan
pengendapan seimbang dapat membentuk hamparan dataran yang
luas kearah pantai. Sungai peringkat dewasa dapat membentuk
dataran banjir dengan pengendapan sebagain bebannya.
Pengendapan ini yang membentuk dataran banjir di kanan-kiri sungai
yang disebabkan karena air sungai semasa banjir melimpah tebing
dan tidak lagi tersalurkan karena terhambat dan menggenang secara
periodik. Jika pengendapan beban bertumpuk dan terakumulasi di
kanan kiri sungai akan terbentuk tanggul alam (natural levee) yang
lebih tinggi dari dataran banjir di sekitarnya.terdapat jeram, gradien
sungainya agak terjal, dan mengalir sepanjang tahun. Dimensi
sungai ini memiliki lebar sungai 7 meter dan kedalamannya
mencapai 1 meter. Pada sungai ini terdapat endapan gosong tepi
(point bar deposit). Pada point bar deposit tersebut telah mengalami
proses pelapukan yang cukup intensif yang ditandai dengan
tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar tersebut. Selain
itu terdapat dataran banjir dan tanggul alam yang berada di sisi
kanan dan kiri sungai tersebut.
5.6 Stop Site 6 (Srondol Kulon)
Stop site keenam adalah di daerah Srondol Kulon yang
terletak pada stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam
satuan perbukitan bergelombang struktural. Litologinya berupa breksi
dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini yaitu
sebagai areal perdagangan, penambangan pasir, pemukiman, dan
pertanian.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 75% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar.
Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut
dengan ketinggian 208 meter yaitu sebesar S 116° E dan dari
Gunung Selekor di sebelah barat daya dengan ketinggian 204 meter
yaitu sebesar S 50° E.
Gawir Sesar
Gambar 6. Gawir Sesar ( Kamera Menghadap Selatan )
Dari kenampakan gawir sesar yang ada pada gambar 6 jika
dikaitkan dengan peta topografi terdapat sesar yang memanjang dari
selatan-utara yaitu dari daerah srondol-kulon sampai gombel. Bukti
adanya sesar yang memanjang pada daerah tersebut yaitu
kenampakan sumber mata air yang terdapat pada beberapa titik di
daerah bidang sesar. Seperti tampak pada peta topografi berikut
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Pada daerah ini
terdapat struktur geologi yaitu gawir sesar yang memanjang dari arah
utara ke selatan. Proses geomorfik yang membentuk daerah ini
adalah proses erosi, gerakan massa, dan pelapukan tingkat lanjut
Sesar
pada breksi yang menghasilkan soil yang cukup tebal. Strike and dip
pada lokasi ini yaitu sebesar N 183° E / 11°.
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya
geologi pada daerah ini yaitu berupa longsoran, runtuhan batuan,
dan runtuhan tanah.
Gambar 7. Tataguna Lahan Srondol Kulon
( Kamera Menghadap Barat)
5.7 Stop Site 7 (Kali Krengseng, Banyumanik)
Stop site ketiga adalah di Kali Krengseng, daerah Banyumanik
yang terletak pada stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam
satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya berupa
konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini
yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan, serta
instansi pemerintah dan swasta.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 40% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah
pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat daya dengan
ketinggian 285 meter yaitu sebesar S 40° E dan dari titik di sebelah
utara dengan ketinggian 239 meter yaitu sebesar S 175° E.
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang
membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi
material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Krengseng.
Kali Krengseng yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke
dalam sungai berstadia dewasa dengan arus yang cukup deras,
terdapat jeram, gradien sungainya agak terjal dan mengalir
sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 3 meter
dan kedalamannya mencapai 30 cm. Pada sungai ini terdapat
endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar deposit
tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif yang
ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar
tersebut.
Point bar
deposit
Gambar 4. Point Bar Deposit Kali Lutung
( Kamera Menghadap Selatan)
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya
geologi pada daerah ini yaitu berupa bencana banjir.
Gambar 5. Pemukiman ( kiri), Pertanian ( kanan)
( Kamera menghadap Utara )
5.8 Stop Site 8 (Kali Lutung, Padang)
Stop site kedua adalah di Kali Lutung, daerah Padang yang
terletak pada stasiun pengamatan pertama (SP I). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam
satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya berupa
konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini
yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan, serta
instansi pemerintah dan swasta.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 25% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah
pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat daya dengan
ketinggian 226 meter yaitu sebesar S 14° E dan dari titik di sebelah
timur laut dengan ketinggian 207 meter yaitu sebesar S 233° E.
Gambar 2. Kali Lutung ( Kamera Menghadap Utara )
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang
membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi
material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Lutung.
Gambar 3. Andesit Porfir (Kiri), Batupasir (Kanan)
Kali Lutung yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke dalam
sungai berstadia dewasa dengan arus yang relatif tenang dan
mengalir sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 4
meter dan kedalamannya mencapai 50 cm. Pada sungai ini terdapat
endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar deposit
tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif yang
ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar
tersebut.
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, perdagangan, tempat pembuangan sampah, dan lahan
pertanian. Sedangkan bahaya geologi pada daerah ini yaitu berupa
bencana banjir.
5.9 Stop Site 9 (Kali Contak, Patemon)
Stop site kedelapan adalah di Kali Contak, daerah Patemon,
yang terletak pada stasiun pengamatan ketiga (SP III). Berdasarkan
pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam
satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya berupa
konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini
yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan, serta
instansi pemerintah dan swasta.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 25% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah
pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut dengan
ketinggian 229 meter yaitu sebesar S 168° E dan dari titik di sebelah
barat daya dengan ketinggian 275 meter yaitu sebesar S 38° E.
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang
membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi
material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Contak.
Gambar 14. Andesit Porfir Pada Kali Kontak
Kali Contak yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke dalam
sungai berstadia dewasa dengan arus yang relatif tenang dan
mengalir sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 3
meter dan kedalamannya mencapai 50 cm. Pada sungai ini terdapat
endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar deposit
tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif yang
ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar
tersebut. Selain itu terdapat dataran banjir dan tanggul alam yang
terdapat di sisi kiri dan kanan sungai.
Point Bar
Deposit
Gambar 15. Point Bar Deposit Kali Kontak
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya
geologi pada daerah ini yaitu berupa bencana banjir.
5.10 Stop Site 10 (Kali Kedungkidang, Banaran)
Stop site ketujuh adalah di Kali Kedungkidang, daerah
Banaran, yang terletak pada stasiun pengamatan ketiga (SP III).
Berdasarkan pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk
ke dalam satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya
berupa konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada
daerah ini yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan,
serta instansi pemerintah dan swasta.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 40% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah
pada lokasi didapatkan dari daerah Bantardowo di sebelah timur
yaitu sebesar S 279° E dan dari daerah Persen di sebelah timur laut
yaitu sebesar S 238° E.
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang
membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi
material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Kedungkidang.
Gambar 12. Breksi
Kali Kedungkidang yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke
dalam sungai berstadia dewasa dengan arus yang cukup deras,
terdapat jeram, gradien sungainya cukup terjal, dan mengalir
sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 4 meter
dan kedalamannya mencapai 50 cm. Pada sungai ini terdapat
endapan gosong tepi (point bar deposit) dan endapqan gosong
tengah (middle channel). Selain itu terdapat dataran banjir dan
tanggul alam yang terdapat di sisi kiri dan kanan sungai.
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya
geologi pada daerah ini yaitu berupa bencana banjir.
Gambar 13. Tataguna Lahan Kali Kedung Kidang, Banaran
( Kamera Menghadap Utara )
5.11 Stop Site 11 (Gombel)
Stop site kelima adalah di daerah Gombel yang terletak pada
stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan pengamatan pada
peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam satuan perbukitan
bergelombang struktural. Litologinya berupa breksi dan batupasir.
Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal
perdagangan, penambangan pasir, pemukiman, dan pertanian.
Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi
pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan
menggunakan kompas geologi sebesar 75% sehingga daerah ini
termasuk ke dalam satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar.
Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut
dengan ketinggian 208 meter yaitu sebesar S 116° E dan dari
Gunung Selekor di sebelah barat daya dengan ketinggian 204 meter
yaitu sebesar S 50° E.
Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan
fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Pada daerah ini
terdapat struktur geologi yaitu gawir sesar yang memanjang dari arah
utara ke selatan. Proses geomorfik yang membentuk daerah ini
adalah proses erosi, gerakan massa, dan pelapukan tingkat lanjut
pada breksi yang menghasilkan soil yang cukup tebal. Strike and dip
pada lokasi ini yaitu sebesar N 183° E / 11°.
Gambar 8. Breksi ( Kamera Menghadap Utara)
Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal
pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya
geologi pada daerah ini yaitu berupa longsoran, runtuhan batuan,
dan runtuhan tanah.
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan anatara lain :
6.1Pada peta topografi dapat dibagi menjadi 3 macam satuan delineasi,
antara lain satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar, satuan
perbukitan terjal alluvial, dan satuan perbukitan terjal alluvial sungai.
6.2Satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar meliputi daerah Srondol
Kulon dan Gombel, adapun ciri-cirinya :
a. Relief : Beda tinggi 173 m, % lereng 75%, dan
sudut lereng 36°.
b. Pola penyaluran : Trellis.
c. Litologi : Andesit porfir, konglomerat, breksi,
batupasir, dan batulanau.
d. Struktur geologi : Kekar dan gawir sesar.
e. Proses geomorfik : Pelapukan, erosi, dan gerakan massa.
f. Tataguna lahan : Perdagangan, penambangan pasir,
pemukiman, dan pertanian.
g. Bahaya geologi : Longsor, runtuhan batuan, dan runtuhan
tanah.
6.3Satuan perbukitan terjal alluvial meliputi daerah Pedalangan, Kali
Lutung (Padang), Kali Krengsesng (Banyumanik), Kali Kedungkidang
(Banaran), dan Kali Contak (Patemon), adapun ciri-cirinya :
a. Relief : Beda tinggi 90 m, % lereng 30%, dan sudut
lereng 15°.
b. Pola penyaluran : Dendritik.
c. Litologi : Andesit porfir, breksi, batupasir, dan
batulanau.
d. Struktur geologi : -
e. Proses geomorfik : Pelapukan, erosi, dan deposisi.
f. Tataguna lahan : Pemukiman, pertanian, perdagangan,
instansi pemerintah dan swasta, dan tempat
pembuangan sampah.
g. Bahaya geologi : Banjir.
6.4Satuan perbukitan terjal alluvial sungai meliputi daerah Kali Garang
(Tinjomoyo), adapun ciri-cirinya :
a. Relief : Beda tinggi 28 m, % lereng 27%, dan sudut
lereng 36°.
b. Pola penyaluran : Paralel.
c. Litologi : Breksi, konglomerat, batupasir karbonatan,
batulanau, dan batulempung.
d. Struktur geologi : -
e. Proses geomorfik : Pelapukan, erosi, dan sedimentasi.
f. Tataguna lahan : Pemukiman, irigasi, pertanian, pariwisata,
penambangan pasir, dan perdagangan.
g. Bahaya geologi : Banjir.