Upload
kang-zuhro-wardi
View
1.610
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
Pembelajaran PKn SD i
Diktat
PPeemmbbeellaajjaarraann
PPeennddiiddiikkaann KKeewwaarrggaanneeggaarraaaann SSDD
(Untuk kalangan sendiri)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG 2010
Pembelajaran PKn SD ii
Diktat
PPeemmbbeellaajjaarraann
PPeennddiiddiikkaann KKeewwaarrggaanneeggaarraaaann SSDD
(Untuk kalangan sendiri)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG 2010
Pembelajaran PKn SD iii
Daftar Isi
DAFTAR ISI iii
KATA PENGANTAR vi
Bab 1 Selayang Pandang Pendidikan Kewarganegaraan 1
a. Pengertian 1
b. Pengembangan Konsep, Nilai, Moral dan Norma Dalam PKn 5
c. Dimensi Pembelajaran PKn 9
Bab II Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 14
a. Karakteristik Materi PKn 14
b. Pengembangan Materi Pembelajaran PKn 20
Bab III Desain dan Model Pembelajaran PKn 24
a. Desain Pembelajaran PKn 24
b. Model Pembelajaran PKn 25
Bab IV Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 30
a. Strategi dan Metode Pembelajaran PKn 30
b. Metode Pembelajaran Afektif Dalam PKn 39
Bab V Media dan Sumber Pembelajaran Pendidikan Kewargaanegaraan 43
a. Media Pembelajaran PKn 43
b. Kedudukan Media Dalam Proses Pembelajaran 44
c. Kriteria Pemilihan Media 44
d. Klasifikasi Media Pembelajaran 46
e. Sumber Pembelajaran PKn 54
Bab VI Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 56
a. Prinsip Penilaian 56
b. Teknik dan Instrumen Penilaian 57
c. Fokus Penilaian PKn 59
d. Penilaian Hasil Belajar 60
e. Prosedur Penilaian 61
f. Pelaporan Hasil Penilaian Pembelajaran 63
Bab VII Pengembangan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan SD 66
a. Pengembangan Kurikulum 66
b. Materi Kurikuluer Pendidikan Kewarganegaraan 67
c. Pengembangan Silabus dan RPP Pembelajaran PKn 70
Bab VIII Penutup 77
DAFTAR PUSTAKA 79
Pembelajaran PKn SD iv
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., atas rahmat dan
karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga Bahan Ajar ini ini dapat diselesaikan
dengan baik. Bahan ajar ini terkait dengan mata kuliah Pembelajaran PKn SD.
Bahan ajar ini hadir sebagai salah satu upaya untuk berpartisipasi memperkaya
khazanah literatur yang terasa begitu minim di bidang Pendidikan
Kewarganegaraan. Diktat ini disusun secara sederhana berdasarkan silabus Mata
Kuliah Pembelajaran PKn SD, selain itu mata kuliah ini sebagai mata kuliah yang
memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran proses pembelajaran pada
Program Studi PGSD STKIP HAMZANWADI Selong.
Diktat ini disusun secara sederhana, dengan harapan agar mahasiswa dapat
memahami strategi Pembelajaran PKn SD. Harapan ini dapat tercapai jika
mahasiswa mempunyai kemampuan berfikir kritis-analitis-sistematis dalam
menghadapi setiap permasalahan yang diketengahkan kepada mereka, sehingga
mampu mengembangkan permasalahan, aktif menyelami seluk-beluk dan
landasan permasalahan dalam dunia pendidikan; khususnya pada materi
Pembelajaran PKn SD, kemudian mencari dan menemukan hubungan antara
permasalahan dengan landasan pemecahan, menarik dan memaparkan hasil-hasil
penghubungan itu ke dalam bentuk rumusan-rumusan yang logis dan
membuktikan kebenarannya dengan jalan menghadapkannya kepada fakta-fakta
sosial yang telah ada.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam bahan ajar mata kuliah
Pembelajaran PKn SD ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena
itu saran-saran perbaikan yang membangun sangat diharapkan dari mahasiswa
untuk kesempurnaan diktat ini.
Semoga diktat yang sangat sederhana ini bermanfaat bagi mahasiswa
dalam mengkaji dan menganalisis persoalan kewarganegaraan maupun fenomena
masyarakat sipil. Akhirnya kepada Allah Swt jua penulis memohon ampun,
sekiranya terdapat kesalahan dalam penyusunan diktat Mata Kuliah Pembelajaran
PKn SD ini. ***
Selong, 15 Desember 2010
Penyusun,
Pembelajaran PKn SD 1
BAB I
SELAYANG PANDANG
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang studi
yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang
keilmuan, namun secara filsafat keilmuan ia memiliki
ontology pokok ilmu politik, khususnya konsep “political
democracy” untuk aspek “duties and rights of citizen”
(Chreshore:1886). Dari ontologi pokok inilah berkembang
konsep “civics”, yang secara harfiah diambil dari bahasa
Latin “civicus” yang artinya warga negara pada jaman
Yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai
embrionya “civic education”, yang selanjutnya di Indonesia
diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan” (PKn).
Secara epistemologis, PKn sebagai suatu bidang
keilmuan merupakan pengembangan dari salah satu dari lima
tradisi “social studies” yakni “citizenship transmission”
(Barr, Barrt, dan Shermis:1978). Saat ini tradisi itu sudah
berkembang pesat menjadi suatu “body of knowledge” yang
dikenal dan memiliki paradigma sistemik yang didalamnya
terdapat tiga domain “citizenship education” yakni: domain
akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural”
(Winataputra:2003). Ketiga domain itu satu sama lain
memiliki saling keterkaitan struktural dan fungsional yang
diikat oleh konsepsi “civic virtue and culture” yang
mencakup “civic knowledge, civic disposition, civic skills,
civic confidence, civic commitment, dan civic competence”
(CCE:1998).
Oleh karena itu, ontologi PKn saat ini sudah lebih luas
dari pada embrionya, sehingga kajian keilmuan PKn,
program kurikuler PKn, dan aktivitas sosiokultural PKn
bersifat multidimensional. Sifat multidimensionalitas inilah
yang membuat bidang studi PKn dapat disikapi sebagai
Pembelajaran PKn SD 2
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan
nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan
kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak azasi manusia,
dan pendidikan demokrasi. Bagi negara kita, Indonesia, arah
pengembangan PKn tidak boleh keluar dari landasan
ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan
landasan operasional Undang-undang Sisdiknas yang berlaku
saat ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003. Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu
bentuk dari domain kurikuler PKn. Sesuai dengan namanya,
PKn merupakan mata pelajaran dalam kurikulum SD, sebagai
mata kuliah dalam program pendidikan tenaga kependidikan,
PKn mempunyai misi sebagai pendidikan nilai Pancasila dan
pendidikan kewarganegaraan dan sebagai “subject-specific
pedagogy” atau pembelajaran materi subjek untuk guru PKn,
sebagai mata pelajaran di SD, PKn mempunyai misi sebagai
pendidikan nilai Pancasila dan kewarganegaraan untuk warga
negara muda usia SD.
Pembelajaran PKn di SD adalah pengembangan
kualitas warga negara secara utuh, dalam aspek-aspek:
o Kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy),
yakni pemahaman peserta didik sebagai warga negara
tentang hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan
demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan
perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu;
o Komunikasi sosiokultural kewarganegaraan (civic
engagement), yakni kemauan dan kemampuan peserta
didik sebagai warga negara untuk melibatkan diri dalam
komunikasi sosial-kultural sesuai dengan hak dan
kewajibannya.
o Pemecahan masalah kewarganegaraan (civic skill and
participation), yakni kemauan, kemampuan, dan
keterampilan peserta didik sebagai warga negara dalam
mengambil prakarsa dan/atau turut serta dalam pemecahan
masalah sosialkultur kewarganegaraan di lingkungannya.
Pembelajaran PKn SD 3
o Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni
kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk
berpikir secara kritis dan bertanggungjawab tentang ide,
instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional
Indonesia.
o Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab
(civic participation and civic responsibility), yakni
kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, terdapat
pasal yang mengatur tentang Pendidikan Kewarganegaraan
untuk tingkat satuan pendidikan. Negara untuk berpartisipasi
aktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan
demokrasi konstitusional. PKn untuk sekolah sangat erat
kaitannya dengan dua disiplin ilmu yang erat dengan
kenegaraan, yakni Ilmu Politik dan Hukum yang terintegrasi
dengan humaniora dan dimensi keilmuan lainnya yang
dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, PKn di tingkat
persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para peserta
didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik (to be smart
dan good citizen). Warga negara yang dimaksud adalah
warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values)
yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa
kebsangsaan dan cinta tanah air.
Pembelajaran PKn di SD lebih dititikberatkan pada
penghayatan dan pembiasaan diri untuk berperan sebagai
warga negara yang demokratis dalam konteks Indonesia.
Untuk itu guru PKn harus menjadi model warga negara yang
demokratis sehingga menjadi teladan bagi peserta didiknya.
Bertolak dari berbagai pertimbangan, maka untuk
pembelajaran PKn di SD tersebut seyogianya diorganisasikan
sebagai berikut.
o Pada jenjang SD kelas rendah (lower primary), yakni
rentang kelas 1-3, pengorganisasian materi pendidikan
kewarganegaraan menerapkan pendekatan terpadu
Pembelajaran PKn SD 4
(integrated) dengan fokus model pembelajaran yang
berorientasi pada pengalaman (experience oriented)
dengan memanfaatkan pola pengorganisasian
lingkungan yang meluas (expanding environment/
community approach). Tujuan akhir dari pendidikan
kewarganegaraan di kelas rendah ini adalah untuk
menumbuh kembangkan kesadaran dan pengertian awal
tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara
tertib dan damai. Melalui pembiasaan para peserta didik
dikondisikan untuk selalu bersikap dan berperilaku
sebagai anggota keluarga, warga sekolah, dan warga
masyarakat di lingkungannya secara cerdas dan baik
(good and smart citizen). Proses pembelajaran
diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil bermain
(learning through gaming), belajar sambil berbuat
(learning by doing), dan belajar melalui interaksi sosial-
kultural di lingkungannya (enculturation and
socialization).
o Pada jenjang SD kelas tinggi (upper primary) (4-6)
pengorganisasian materi pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan sama dengan jenjang kelas 1-3 yakni
menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan
model pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman
(experience oriented) dengan pola pengorganisasian
lingkungan meluas (expanding environment/community
approach) dengan visi utama sebagai pendidikan nilai
dan moral demokrasi (democracy value and moral
education). Perbedaannya, pada jenjang SD kelas
tinggi, pembelajaran sudah mulai dikenalkan mata
pelajaran yang terpisah. Guru SD sebagai guru kelas
membelajarkan lima mata pelajaran (Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, PKn) secara terpisah. Namun,
dianjurkan pula untuk beberapa kompetensi dasar, agar
guru menerapkan pendekatan tematik (integrated)
sesuai dengan memperhatikan prinsip kontekstual,
aktualitas, dan kebutuhan peserta didik. Untuk itu maka
Pembelajaran PKn SD 5
substansi pendidikan kewarganegaraan di kelas tinggi
dipilih dan diorganisasikan secara terorkestrasi
(orchestrated) dengan menekankan pada tumbuh-
kembangnya lebih lanjut kesadaran, pengertian, tentang
pentingnya kehidupan bermasyarakat secara tertib dan
damai dan mulai tumbuhnya tanggungjawab
kewarganegaraan (civic responsibility). Para peserta
didik dikondisikan, difasilitasi, dan ditantang untuk
selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota
keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat di
lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses
pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar
sambil bermain (learning through gaming), belajar
sambil berbuat (learning by doing), dan belajar melalui
pembiasaan serta interaksi sosial-kultural di
lingkungannya (enculturation and socialization)
termasuk di lingkungan bermain.
Tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan di SD
adalah menumbuh kembangkan kepekaan, ketanggapan,
kritisasi, dan kreativitas sosial dalam konteks kehidupan
bermasyarakat secara tertib, damai, dan kreatif. Para peserta
didik dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan
berperilaku kreatif sebagai anggota keluarga, warga sekolah,
anggota masyarakat, warga negara, dan ummat manusia di
lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses pembelajaran
diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil berbuat
(learning by doing), belajar memecahkan masalah sosial
(social problem solving learning), belajar melalui perlibatan
sosial (socioparticipatory learning), dan belajar melalui
interaksi sosial-kultural sesuai dengan konteks kehidupan
masyarakat.
Untuk mempermudah kajian dan analisis PKn dalam
mencapai tujuannya, maka para mahasiswa perlu mengenal
sejumlah dimensi Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di
Indonesia seperti yang berkembang di negara lain memiliki
multidimensional, artinya bahwa program PKn bukan hanya
Pembelajaran PKn SD 6
untuk satu tujuan. Winataputra (2003) mengemukakan bahwa
ada tiga dimensi PKn, yakni: (1) PKn sebagai program
kurikuler; (2) PKn sebagai program akademik; dan (3) PKn
sebagai program sosial kultural. Dalam pelaksanaan program,
tiga dimensi ini dapat saja terjadi secara simultan atau secara
bersamaan (overlaping), khususnya dalam mencapai tujuan
umum, yakni membentuk warga negara yang cerdas dan baik.
Khusus untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
tujuan PKn dapat dilihat dalam UU RI No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bagian Penjelasan
Pasal 37 ayat (1) bahwa “Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.”
Domain yang dikembangkan dalam pembelajaran PKn
dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Domain PKn sebagai program kurikuler merupakan
program PKn yang dirancang dan dibelajarkan kepada
peserta didik pada jenjang satuan pendidikan tertentu.
Melalui domain ini, proses penilaian dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
program pembelajaran dan program pembangunan
karakter. Namun diakui oleh para pakar bahwa pencapaian
program PKn dalam domain kurikuler belumlah optimal
karena masih adanya kelemahan dalam dimensi kurikuler,
seperti masalah landasan, pengorganisasian kurikulum,
buku pelajaran, metodologi, dan kompetensi guru.
2. Domain PKn sebagai program akademik merupakan
program kajian ilmiah yang dilakukan oleh komunitas
akademik PKn menggunakan pendekatan dan metode
penelitian ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah
konseptual dan operasional guna menghasilkan
generalisasi dan teori untuk membangun batang tubuh
keilmuan PKn. Kajian ini lebih memperjelas bahwa PKn
bukan semata-mata sebagai mata pelajaran dalam
kurikulum sekolah melainkan pendidikan disiplin ilmu
yang memiliki tugas komprehensif dalam arti bahwa
Pembelajaran PKn SD 7
semua community of scholars mengemban amanat
(missions) bukan hanya di bidang telaah instrumental,
praksis-operasional dan aplikatif melainkan dalam bidang
kajian teoritis-konseptual yang terkait dengan
pengembangan struktur ilmu pengetahuan dan body of
knowledge.
3. Domain PKn sebagai program sosiokultural pada
hakikatnya tidak banyak perbedaan dengan program
kurikuler dilihat dari aspek tujuan, pengorganisasian
kurikulum dan materi pembelajaran. Perbedaan terutama
pada aspek sasaran, kondisi, dan karakteristik peserta
didik. Program PKn ini dikembangkan dalam konteks
kehidupan masyarakat dengan sasaran semua anggota
masyarakat. Tujuannya lebih pada upaya pembinaan
warga masyarakat agar menjadi warga Negara yang baik
dalam berbagai situasi dan perkembangan zaman yang
senantiasa berubah. Bangsa Indonesia pernah
menyelenggarakan PKn melalui program sosial kultural
pada masa pemerintahan Orde Baru, yakni melalui
berbagai program penataran P4. Program ini sekarang
sudah tidak ada lagi karena dipandang telah menyimpang
dari tujuan, sehingga tidak efektif lagi, sedangkan kalau
dipandang dari sudut kepentingan berbangsa dan
bernegara, terutama dalam pembangunan karakter bangsa,
PKn melalui program sosial kultural ini sangat penting.
Oleh karena itu, program PKn dalam dimensi sosiokultural
pada pasca dibubarkannya BP7 dan penghentian program
penataran P4 perlu direvitalisasi sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan pembangunan karakter warga negara
Indonesia yang baik.
B. Pengembangan Konsep, Nilai, Moral dan Norma
Dalam PKn
1. Konsep
Konsep merupakan pokok pengertian yang bersifat
abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok
Pembelajaran PKn SD 8
benda, peristiwa, atau pemikiran (ide). Lahirnya konsep
disebabkan oleh adanya kesadaran atas atribut kelas yang
ditunjukkan oleh simbol. Konsep “rakyat” merupakan
sebutan umum untuk sekelompok penghuni wilayah suatu
negara yang ada dalam pemerintahan negara tertentu.
Konsep “demokrasi” merupakan sebutan abstrak tentang
sistem kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Contohnya, tampak bahwa
konsep bersifat abstrak dalam pengertian yang berkaitan
bukan hanya dengan contoh tertentu melainkan dengan
konteks. Konsep dapat dianggap sebagai suatu model
kelompok benda yang terpikirkan. Konsep “buruh”,
misalnya, dapat dipandang sebagai kesan mental tentang
semua yang memiliki ciri umum pekerja.
Konsep bukanlah verbalisasi melainkan kesadaran yang
bersifat abstrak tentang atribut umum dari suatu kelas.
Konsep merupakan kesadaran mental internal yang
mempengaruhi perilaku yang tampak. Konsep-konsep yang
digunakan dalam proses pembelajaran dapat diperoleh dari
konsep disiplin ilmu atau dari konsep yang telah biasa
digunakan di lingkungan kehidupan siswa atau masyarakat
setempat. Namun, sebagai ilustrasi dan contoh, sejumlah
konsep dasar yang sering digunakan dalam pembelajaran
PKn dapat diidentifikasi sebagai berikut: pemerintah,
negara, bangsa, negeri, wilayah, pembangunan, negara
berkembang, negara sedang berkembang, negara tertinggal,
pengambilan keputusan, moral, nilai, karakter, perasaan,
sikap, solidaritas, kekuasaan, kekuatan rakyat, kelas
penguasa, kelompok penekan, nasionalisme, moral,
perilaku, tindakan moral, kata hati, empati, kekuasaan,
wewenang, politik, partai politik, pemilu, konstitusi.
2. Nilai
Menurut Frankel (1978), nilai (value) adalah konsep
(concept), seperti umumnya konsep, maka nilai sebagai
konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat
Pembelajaran PKn SD 9
diamati melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat
diartikan kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang
diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat
dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nilai etika.
Estetika terkait dengan masalah keindahan atau apa yang
dipandang indah (beautiful) atau apa yang dapat dinikmati
oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan
tindakan/perilaku/ akhlak (conduct) atau bagaimana
seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan masalah
moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang
benar (right) dan mana yang salah (wrong). Nilai bukanlah
benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria
bertindak, kriteria keindahan, kriteria manfaat, atau disebut
pula harga yang diakui oleh seseorang dan oleh karena itu
orang berupaya untuk menjunjung tinggi dan
memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit
melainkan tercermin alam pertimbangan harga yang khusus
yang diakui oleh individu. Raths (dalam Fraenkel, 1978)
mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan
penilaian, yakni perlu ada pilihan (chooses), penghargaan
(prizes), dan tindakan (acts); Pertama, tindakan memilih
hendaknya dilakukan secara bebas dan memilih dari
sejumlah alternatif dan melakukan memilih hendaknya
dilandasi oleh hasil pemikiran yang mendalam, artinya
setelah memperhitungkan berbagai akibat dari alternatif
tersebut; Kedua, ada penghargaan atas apa yang telah
dipilih dan dikenal oleh masyarakat; Ketiga, melakukan
tindakan sesuai dengan pilihannya dan dimanfaatkan dalam
kehidupan secara terus menerus. Selain dengan kriteria di
atas, ada sejumlah indikator untuk menentukan nilai, yakni
dilihat dari tujuan, maksud, sikap, kepentingan, perasaan,
keyakinan, aktivitas, dan keraguan.
Namun, dalam konteks tertentu nilai dapat diidentifikasi
dari keadaan dan kegunaan atau kemanfaatan bagi
kehidupan umat manusia. Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa nilai merupakan hasil pertimbangan baik atau tidak
Pembelajaran PKn SD 10
baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai
dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga
bagian, yaitu: (1) Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi unsur jasmani manusia; (2) Nilai Vital, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakan kegiatan atau aktivitas; (3) Nilai
Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia. Sesuatu yang dianggap benar disebut nilai
kebenaran. Sesuatu yang dianggap indah disebut nilai
estetika. Sesuatu yang dianggap baik disebut nilai
moral/etika. Sesuatu yang dianggap berpahala dan berdosa
bila dilakukan disebut nilai religius, sedangkan Rokeah
(dalam Kosasih Djahiri, 1985:20) mengatakan bahwa
“Nilai adalah suatu kepercayaan/keyakinan (belief) yang
bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang
patut atau tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai
apa yang berharga dan apa yang tidak berharga”.
3. Norma
Norma adalah kaidah atau peraturan yang pasti dan bila
dilanggar mengakibatkan sanksi. Norma disebut pula dalil
yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh
warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku, untuk
menciptakan masyarakat yang aman, tertib, dan teratur.
Secara umum, norma biasanya bersanksi, yakni ancaman
atau akibat yang akan diterima apabila norma itu tidak
dilaksanakan. Sedikitnya ada empat jenis norma, ialah:
norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan
norma hukum. Dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Norma
kesopanan atau disebut pula norma sopan santun. Norma
ini dimaksudkan untuk menjaga atau menciptakan
keharmonisan hidup bersama dan sanksinya berasal dari
masyarakat berupa celaan atau pengucilan; (2) Norma
kesusilaan atau disebut pula moral/akhlak. Norma ini
dimaksudkan untuk menjaga kebaikan hidup pribadi atau
Pembelajaran PKn SD 11
kebersihan hati nurani serta ahklak. Sanksinya berupa
sanksi moral yang berasal dari hati nurani manusia itu
sendiri; (3) Norma Agama atau disebut pula norma religius.
Norma ini dimaksudkan untuk mencapai kesucian hidup
beriman dan sanksinya berasal dari Tuhan; (4) Norma
hukum adalah norma yang dimaksudkan untuk
menciptakan kedamaian hidup bersama dan sanksinya
berupa sanksi hukum yang berasal dari Negara atau
aparatur Negara. Ada beberapa ciri norma hukum yang
berbeda dari tiga norma lainnya, misalnya: (1) Adanya
paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi
mereka yang melanggarnya. Ancaman hukum tersebut
pada umumnya berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan
oleh aparatur Negara; (2) Bersifat umum, yaitu berlaku
bagi semua orang.
Dengan kata lain, sanksi yang diterima oleh orang yang
melangggar norma hukum lebih pasti atau tegas, jelas, dan
nyata. Lebih pasti yang dimaksud bahwa sanksi hukum
sudah ditentukan berapa lama hukuman yang harus dijalani
oleh pelanggar hukum karena telah ada kitab undang-
undang yang mengatur. Tegas berarti norma hukum dapat
memaksa siapa saja yang melanggarnya melalui aparatur
penegak hukum. Norma hukum diperlukan karena: (1)
Tidak semua kepentingan atau tata tertib telah dilindungi
atau diatur oleh norma agama, norma moral, dan norma
sopan santun. Misalnya, norma sopan santun tidak
mengatur bagaimana penduduk/warga negara harus
membayar utang pitutang. Demikian pula, norma
kesusilaan tidak mengatur hal-hal tentang pajak, upah, lalu
lintas dan lain-lain; (2) Sanksi terhadap pelanggaran norma
kesopanan dan kesusilaan bersifat psikis dan abstrak,
sedangkan sanksi terhadap norma hukum bersifat fisik dan
konkrit; (3) Pada norma hukum, sifat pemaksaannya sangat
jelas dan dapat dipaksakan oleh aparatur Negara,
sedangkan norma kesusilaan tidak dapat dipaksakan oleh
Pembelajaran PKn SD 12
aparatur Negara, melainkan hanya berupa dorongan dari
diri pribadi manusia bahkan tidak tegas.
4. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mores, yaitu
adat kebiasaan. Istilah ini erat dengan proses pembentukan
kata, ialah: mos, moris, manner, manners, morals. Dalam
bahasa Indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak
atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin
atau hati nurani yang dapat menjadi pembimbing tingkah
laku lahir dan batin manusia dalam menjalani hidup dan
kehidupannya. Oleh karena itu, moral erat kaitannya
dengan ajaran tentang sesuatu yang baik dan buruk yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Dalam
konteks etika, setiap orang akan memiliki perasaan apakah
yang dilakukan itu benar atau salah, baik atau jelek?
Pertimbangan ini dinamakan pertimbangan nilai moral
(moral values). Pertimbangan nilai moral merupakan aspek
yang sangat penting khususnya dalam pembentukan warga
negara yang baik sebagai tujuan pendidikan
kewarganegaraan.
Tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dianut dan ditampilkan secara sukarela diharapkan dapat
diperoleh melalui proses pendidikan. Hal ini dilakukan
sebagai transisi dari pengaruh lingkungan masyarakat
hingga menjadi otoritas di dalam dirinya dan dilakukan
berdasarkan dorongan dari dalam dirinya. Tindakan yang
baik yang dilandasi oleh dorongan dari dalam diri inilah
yang diharapkan sebagai hasil pendidikan nilai dalam
pendidikan kewarganegaraan. Secara yuridis-formal,
pendidikan nilai, moral, dan norma di Indonesia
dilaksanakan melalui pendidikan kewarganegaraan yang
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) sebagai landasan
konstitusional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai
Pembelajaran PKn SD 13
landasan operasional, dan Peraturan Menteri Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai
landasan kurikuler. Sejalan dengan kebijakan Departemen
Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), maka kurikulum pendidikan
kewarganegaraan untuk lingkungan lembaga pendidikan
formal dilaksanakan dengan berpedoman pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pada bagian
Pembukaan alinea keempat memberikan dasar pemikiran
tentang tujuan negara. Salah satu tujuan negara tersebut
dapat dikemukakan dari pernyataan “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Apabila dikaji, maka tiga kata ini
mengandung makna yang cukup dalam. Mencerdaskan
kehidupan bangsa mengandung pesan pentingnya
pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan
berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan
kepada para penyelenggara negara dan segenap rakyat agar
memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan
berperilaku secara cerdas baik dalam proses pemecahan
masalah maupun dalam pengambilan keputusan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas sebagai
landasan operasional penuh dengan pesan yang terkait
dengan pendidikan kewarganegaraan. Pada Pasal 3 ayat (2)
tentang fungsi dan tujuan negara dikemukakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya,
pada Pasal 37 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum
Pembelajaran PKn SD 14
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: “... b.
pendidikan kewarganegaraan; ...” dan pada ayat (2)
dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat: “... b. pendidikan kewarganegaraan; ...”.
Sedangkan pada bagian penjelasan Pasal 37 dikemukakan
bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki
rasa kebangsaan dan cinta tanah air.”
Adanya ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan
dalam UU Sisdiknas sebagai mata pelajaran wajib di
jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi
menunjukkan bahwa mata pelajaran ini menempati
kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional di negara ini. Adapun arah
pengembangannya hendaknya difokuskan pada
pembentukan peserta didik agar menjadi manusia Indonesia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Arah pengembangan pendidikan nasional pada era
reformasi mengacu pada UU Sisdiknas yang
dioperasionalkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP). Sejalan dengan kebijakan otonomi pendidikan,
maka pengembangan kurikulum sekolah tidak lagi
dibebankan kepada pemerintah pusat sebagaimana
terdahulu melainkan diserahkan kepada masing-masing
satuan pendidikan. Pemerintah pusat melalui Departemen
Pendidikan Nasional hanya menyediakan standar nasional
yakni berupa standar isi dan standar kompetensi lulusan
sementara pelaksanaan pengembangan kurikulum
dilaksnakan oleh setiap satuan pendidikan sesuai dengan
jenjang dan jenisnya. Sebagai landasan kurikulernya,
pendidikan kewarganegaraan untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah mengacu pada Permendiknas Nomor
22 dan 23 Tahun 2006 masing-masing tentang SI dan SKL.
Berlakunya ketentuan tentang otonomi pendidikan
membawa implikasi bagi setiap satuan pendidikan
Pembelajaran PKn SD 15
termasuk implikasi dalam pengembangan kurikulum.
Bahwa mereka memiliki kewenangan yang lebih besar
dalam pengembangan kurikulum bahkan dalam
pengelolaan bidang lainnya, namun di pihak lain mereka
pun dituntut agar selalu meningkatkan kualitas satuan
pendidikan yang sesuai dengan standar nasional terkait.
C. Dimensi Pembelajaran PKn
Dimensi pembelajaran yang diperlukan adalah
pembelajaran yang dapat mempersiapkan warga negara yang
mampu hidup dalam masyarakat demokratis. Dengan kata
lain, perlu ada sejumlah alternatif model pembelajaran PKn
yang mampu mengantarkan dan mengisi masyarakat
demokratis. Dalam masa transisi atau proses perjalanan
bangsa menuju masyarakat madani (civil society), pendidikan
kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran di
sekolah dan mata kuliah di perguruan tinggi perlu
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman sejalan
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang
berubah. Tuntutan dan tantangan masyarakat yang selalu
berubah ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungan
sekitar yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap
kehidupan bangsa dalam konteks yang lebih luas.
Proses pembangunan karakter bangsa (national
character building) yang sejak proklamasi kemerdekaan RI
telah mendapat prioritas tidak steril pula dari pengaruh
perubahan ini sehingga perlu direvitalisasi agar sesuai dengan
arah dan pesan Konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pada hakekatnya proses pembentukan
karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu
masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam
kehidupan berbangsa
dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah,
pembangunan karakter
bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat
mendesak yang harus
Pembelajaran PKn SD 16
dijawab oleh pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma
barunya.
Tugas PKn dengan paradigma yang direvitalisasi adalah
mengembangkan pendidikan demokrasi yang mengemban
tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan
warganegara (civic intelligence), membina tanggung jawab
warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi
warganegara (civic participation). Kecerdasan warganegara
yang dikembangkan untuk membentuk warganegara yang
baik bukan hanya dalam dimensi rasional dan intelektual
semata melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional
dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan
multidimensional. Untuk mengembangkan masyarakat yang
demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan
suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang
sesuai dengan paradigma PKn yang baru. Sebelum
mengembangkan model pembelajaran yang dimaksud,
terlebih dahulu perlu dikemukakan dahulu tentang konsep
warga negara yang demokratis. Oleh karena itu, bab ini akan
membahas secara berturut-turut dua topik utama, yakni: (1)
Warga negara demokratis dan (2) Pembelajaran PKn untuk
warga negara demokratis Dengan menganalisis kehidupan
warga negara yang demokratis dan bagaimana pembelajaran
untuk membentuk warga negara yang demokratis dalam
paradigm PKn yang baru, para pembaca diharapkan memiliki
kemampuan : (1) memahami kebutuhan kualitas WNI yang
demokratis; dan (2) membelajarkan PKn untuk
kewarganegaraan yang demokratis. Selain itu, menguasai
paradigma baru PKn baik tentang kualitas warga negara yang
demokratis maupun pembelajaran untuk mengembangkan
warga negara yang demokratis penting bagi calon guru dan
atau guru-guru pemula yang sering mengalami kesulitan
dalam memilih dan menyusun materi serta menentukan
model pembelajaran yang cocok untuk pokok bahasan
tertentu.
Pembelajaran PKn SD 17
Khusus bagi calon guru dan guru pemula diharapkan
agar sedapat mungkin memperbanyak latihan dalam
menerapkan model pembelajaran PKn dengan paradigma
baru. Dengan memahami dan menguasai materi ini
diharapkan anda akan terbantu dan tidak mengalami
kesulitan lagi dalam menguasai materi dan membelajarkan
PKn yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat
saat ini. Dengan demikian, kemampuan anda dalam
menerapkan model pembelajaran PKn menjadi semakin kaya
dan implikasi lebih lanjut, para siswa akan semakin
menyenangi belajar PKn karena gurunya memiliki
kemampuan yang memadai. Pada bagian pendahuluan telah
dikemukakan bahwa kebutuhan akan adanya revitalisasi
paradigma PKn saat ini sudah mendesak. Bangsa Indonesia
saat ini sedang mengalami perubahan ke arah terbentuknya
masyarakat demokratis yang sesungguhnya sesuai dengan
pesan dan misi gerakan reformasi dalam segala bidang
terutama bidang politik dan hukum. Namun, pembentukan
masyarakat demokratis tidaklah mudah terutama bagi
masyarakat yang memiliki pengalaman pada masa lampau
yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang tidak
demokratis atau undemocratic democracy. Dapat dikatakan
bahwa membentuk masyarakat demokratis itu perlu
direncanakan. Artinya masyarakat demokratis tidak terjadi
dengan sendirinya, melainkan perlu dipersiapkan karena
demokrasi adalah karakter atau watak yang dapat terbentuk
melalui suatu proses. Alexis de Toqueville, negarawan
Perancis yang hijrah ke Amerika Serikat, menyatakan “The
habits of the mind, as well as „habits of the heart‟, the
dispositions that inform the democratic ethos, are not
inherited.” (Branson, 1999:2) Artinya, kebiasaan pikiran dan
juga „kebiasaan hati‟ yakni watak yang menginformasikan
demokrasi tidak diturunkan. Dengan kata lain, seorang
demokrat belum tentu melahirkan seorang anak yang
demokrat apabila anak itu tidak belajar demokrasi. Untuk
menjadi seorang demokrat perlu proses pendidikan dan
Pembelajaran PKn SD 18
pembelajaran. Demokrasi sering dikatakan sistem
pemerintahan yang cerdas dan rasional. Suatu negara tidak
dapat hidup secara demokratis apabila masyarakatnya dalam
keadaan miskin, bodoh, dan tidak terdidik. Dengan kata lain,
masyarakat demokratis baru dapat terwujud apabila
masyarakatnya berpendidikan, cerdas, memiliki tingkat
penghidupan yang cukup (layak), dan mereka punya
keinginan berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena
persyaratannya begitu tinggi maka sering dikatakan pula
bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang mahal.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah partisipasi
yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan
politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan
prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.
Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung
jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu
pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan
untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan
bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang
meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam
proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik
yang sehat serta perbaikan masyarakat. Menimbang dasar
pikiran dan tujuan PKn di atas, selayaknya pembelajaran PKn
dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan
keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman
praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam
berpartisipasi.
Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian kita dalam mempersiapkan pembelajaran PKn di
kelas, yakni bekal pengetahuan materi pembelajaran dan
metode atau pendekatan pembelajaran. Hal terakhir ini
merupakan titik yang masih lemah untuk mengantarkan para
peserta didik menjadi warga Negara yang demokratis.
Pembelajaran partisipatif yang berbasis portofolio (portfolio
Pembelajaran PKn SD 19
based learning) merupakan alternatif utama guna mencapai
tujuan PKn tersebut. Namun, sebelum membahas lebih jauh
tentang model pembelajaran PKn yang berbasis portofolio
Anda perlu pula mengenali materi pembelajarannya. Materi
PKn dengan revitalisasi paradigmanya dikembangkan dalam
bentuk standar nasional PKn, yakni standar kompetensi (SK)
dan kompetensi dasar (KD) yang pelaksanaannya berprinsip
pada implementasi kurikulum terdesentralisasi. PKn dengan
revitalisasi paradigma bertumpu pada kemampuan dasar
kewarganegaraan (civic competence) untuk semua jenjang
SD/MI; SMP/MTs; dan SMA/MA. Kemampuan dasar
tersebut selanjutnya diuraikan atau dirinci dalam bentuk
sejumlah kemampuan disesuaikan dengan tingkat/jenjang
sekolah sejalan dengan tingkat perkembangan para siswa.
Kemampuan diuraikan dalam bentuk butiran standar
kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Menteri nomor 22 tentang Standar Isi (SI)
dan 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Portofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa
dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut
panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan ini
beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian
portofolio. Portofolio dalam pembelajaran PKn merupakan
kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik yang
menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu
isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji oleh
mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara
keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahanbahan seperti
pernyataan-pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan
karya seni asli. Bahan-bahan ini menggambarkan:
1. Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan
suatu masalah yang telah mereka pilih.
2. Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan
alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut.
3. Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa
untuk mengatasi masalah tersebut.
Pembelajaran PKn SD 20
4. Rencana tindakan yang telah dibuat siswa untuk
digunakan dalam mengusahakan agar pemerintah
menerima kebijakan yang mereka usulkan.
Dengan demikian, portofolio merupakan karya terpilih
kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara
kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas
pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan. Dalam
menilai portofolio, “karya terpilih” merupakan istilah yang
sangat penting. Bahan penilaian harus menjadi akumulasi
dari segala sesuatu yang dapat ditemukan para siswa pada
topik mereka bukan hanya seksi penayangan dan bukan pula
seksi pendokumentasian. Portofolio harus memuat bahan-
bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta
mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan
mana yang paling penting. Pembelajaran PKn yang berbasis
portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik
mereka dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang
digunakan dalam proses politik atau kebijakan publik.
Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif
para siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya
dengan cara: membekali pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif; membekali
pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan
kompetensi dan efektivitas partisipasi, dan mengembangkan
pemahaman akan pentingnya partisipasi wargan negara.
Pembelajaran ini akan menambah pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, dan memperdalam pemahaman
siswa tentang bagaimana bangsa Indonesia, yakni kita semua,
dapat bekerja sama mewujudkan masyarakat yang lebih baik.
Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu siswa belajar
bagaimana cara mengungkapkan pendapat, bagaimana cara
menentukan tingkat pemerintahan dan lembaga pemerintah
manakah yang paling tepat dan layak untuk mengatasi
masalah yang diidentifikasi oleh mereka, dan bagaimana cara
mempengaruhi penetapan-penetapan kebijakan pada tingkat
Pembelajaran PKn SD 21
pemerintahan tersebut. Pembelajaran ini mengajak para siswa
untuk bekerjasama dengan teman-temannya di kelas dan
dengan bantuan guru serta para relawan agar tercapai tugas-
tugas pembelajaran berikut: mengidentifikasi masalah yang
akan dikaji; mengumpulkan dan menilai informasi dari
berbagai sumber berkenaan dengan masalah yang dikaji;
mengkaji pemecahan masalah; membuat kebijakan publik,
dan membuat rencana tindakan.
Dalam usaha mencapai tugas-tugas pembelajaran ini
ditempuh melalui enam tahap kegiatan sebagai berikut:
• Tahap I : Mengidentifikasi masalah kebijakan publik di
masyarakat.
• Tahap II : Memilih satu masalah untuk kajian kelas
• Tahap III : Mengumpulkan informasi masalah yang
akan dikaji oleh kelas
• Tahap IV : Membuat portofolio kelas
• Tahap V : Menyajikan portofolio
• Tahap VI : Refleksi terhadap pengalaman belajar
Dalam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio, kelas
dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok
bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio
kelas. Setiap kelompok memiliki tugas yang berbeda namun
mulai kelompok pertama sampai keempat harus saling terkait
(sekuensial) dan merupakan satu kesatuan. Adapun tugas
mereka dapat diuraikan sebagai berikut:
o Kelompok portofolio Satu: Menjelaskan Masalah.
Kelompok portofolio satu ini bertanggung jawab untuk
menjelaskan masalah yang telah dipilih untuk dikaji oleh
kelas. Kelompok ini pun harus menjelaskan mengapa
masalah tersebut penting dan mengapa lembaga
pemerintahan tersebut harus menangani masalah tersebut.
o Kelompok Portofolio Dua: Menilai kebijakan alternatif
yang diusulkan untuk memecahkan masalah. Kelompok ini
bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini
dan/atau kebijakan alternatif yang dirancang untuk
memecahkan masalah.
Pembelajaran PKn SD 22
o Kelompok Portofolio Tiga: Membuat satu kebijakan publik
yang akan didukung oleh kelas. Kelompok ini bertanggung
jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang
disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta
melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut.
o Kelompok Portofolio Empat: Membuat suatu rencana
tindakan agar pemerintah mau menerima kebijakan kelas.
Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu
rencana tindakan yang menunjukkan bagaimana warga
Negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima
kebijakan yang didukung oleh kelas. Bahan-bahan dalam
portofolio memuat dokumentasi terbaik yang telah
dikumpulkan oleh kelas dan kelompok dalam meneliti
masalah. Bahan-bahan dalam portofolio itu pun hendaknya
memuat bahan-bahan tulis tangan asli dan/atau karya seni
asli para siswa.
Dengan demikian, model pembelajaran PKn yang
berbasis portofolio yang diharapkan dapat menjadi wahana
dalam mengantarkan pelaksanaan kehidupan berdemokrasi.
Namun untuk penerapan di SD, guru perlu melakukan proses
penyederhanaan lagi, disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak usia SD.***
BAB II
Pembelajaran PKn SD 23
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Karakteristik Materi PKn
Hanna dan Lee (1962) pernah mengemukakan bahwa
“content” untuk program pembelajaran Social Studies
termasuk PKn yang dapat diadopsi dari berbagai sumber.
Sedikitnya ada tiga sumber yang mudah diidentifikasi, yakni:
1. Informal content” yang dapat ditemukan dalam kegiatan
masyarakat tempat para siswa berada, seperti kegiatan
anggota pemadam kebakaran, ekspedisi pendaki gunung,
kegiatan anggota DPR dalam membuat dan mengesahkan
undangundang, dan lain-lain.
2. The formal disciplines of the pure or semisocial sciences,
meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi,
sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi,
filsafat dan etika serta bahasa. Menurut Hanna dan Lee,
tiga disiplin pertama, geografi penduduk, sejarah, dan ilmu
politik, “… have traditionally been the major reservoir for
social studies content”. Namun, secara umum, formal
content yang diadopsi dari ilmu-ilmu sosial utamanya
terjadi pada awal abad ke-20. Pada masa itu, belum ada
pemikiran orientasi “content” selain yang bersifat formal
content. Baru pada pertengahan abad ke-20, “social studies
content” banyak tergantung pada peristiwa terkini (current
events) dan hal yang penting menurut siswa (pupil
interest).
3. Ketiga, the responses of pupils ialah tanggapan-tanggapan
siswa baik yang berasal dari “informal content” (events)
maupun dari “formal disciplines” (studies). Gagasan Hanna
and Lee akan menjadi bahan yang berharga bagi
pengembangan “content” PKn dengan catatan perlu ada
seleksi disesuaikan dengan visi, misi dan karakteristik PKn.
Misalnya, tiga disiplin ilmu sosial utama dalam social
studies, meliputi geografi, sejarah dan ilmu politik, maka
Pembelajaran PKn SD 24
dalam PKn yang lebih dominan adalah ilmu politik dan
hukum.
Furman (1962:89) mengingatkan guru, bahwa dalam
mengembangkan program PKn hendaknya mengacu pada
tiga sasaran, yakni: (1) to serve the needs of children
(melayani kebutuhan siswa); (2) to serve the needs of society
(melayani kebutuhan masyarakat); and (3) to understand and
utilize the intellectual discipline called the social sciences
(memahami dan memanfaatkan disiplin ilmu yakni disiplin
ilmu-ilmu sosial). Saran dari Furman ini pada hakikatnya
tidak jauh berbeda dengan gagasan dari Hanna dan Lee di
atas, bahwa “content” untuk PKn hendaknya memperhatikan
kebutuhan siswa, masyarakat dan disiplin ilmu-ilmu sosial.
Hanya saja gagasan Furman lebih spesifik dan operasional
yang diarahkan kepada tugas guru untuk mengembangkan
program pembelajaran di kelas. Furman menjelaskan lebih
lanjut bahwa guru harus mengetahui dan mengerti betul
tentang siswa di kelas, baik kecakapannya, kebutuhannya,
kepentingannya, masalah yang dihadapi maupun
pertumbuhan dan perkembangan serta latar belakang
keluarganya. Guru pun perlu memahami kebutuhan dan
harapan masyarakat sekitar tempat siswa tinggal. Masyarakat
mungkin mengharapkan agar anak-anak belajar menjadi
warga negara yang baik, yakni anggota masyarakat di tingkat
lokal, nasional dan global. Para siswa hendaknya belajar
menjadi warga negara yang produktif di daerahnya, berguna
(useful) bagi bangsanya, dan berpikir kewarganegaraan
(civicminded) ketika hidup dalam konteks global.
Meskipun demikian, kecenderungan yang telah
mendorong pada pemikiran orientasi siswa dan masyarakat
sebagai trend baru hendaknya tidak meninggalkan sasaran
pokok, yakni disiplin ilmu sosial dan kondisi kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, guru pun
perlu memahami dan memanfaatkan disiplin ilmu-ilmu sosial
sebagai “content” untuk mengembangkan program PKn.
Namun, perlu mendapat perhatian pula bahwa kegiatan
Pembelajaran PKn SD 25
pembelajaran hendaknya berbasis konteks kehidupan siswa
dimana mereka berada. Oleh karena itu, pendekatan yang
digunakan hendaknya pendekatan kontekstual. Dari dua
konsepsi atau gagasan dari Hanna dan Lee dan Furman ini
dapat disimpulkan bahwa materi “content” PKn, dengan
merujuk pada gagasan “content” dan sasaran dalam social
studies, hendaknya mempertimbangkan hal-hal yang bersifat
informal content (the need of society), formal disciplines
(social sciences), dan (the responses of pupils/the needs of
children) dengan mempertimbangkan pula kebutuhan siswa,
masyarakat, dasar negara, cita-cita, dan tujuan nasional
sebagaimana yang dinyatakan dalam UUD 1945. Selain itu,
Kosasih Djahiri (1979) pernah menegaskan bahwa materi
PKn hendaknya lebih menitikberatkan pada pembinaan
watak, pemahaman dan penghayatan nilai dan pengamalan
Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah dasar dan
pandangan hidup bangsa, pembinaan siswa untuk melihat
kenyataan, fokus belajar pada konsep yang benar menurut
dan sesuai dengan Pancasila.
Untuk mendefinisikan “fakta” sesungguhnya tidaklah
semudah yang sering kita bayangkan. Masih terdapat
berbagai pendapat dan tafsiran yang cukup beragam. Namun,
beberapa ahli Social Studies (Michaelis, 1980; Banks, 1984;
Sunal and Haas, 1993; Jarolimek and Parker, 1993)
mendefiniskan fakta dengan indikator yang tidak banyak
perbedaan. Michaelis (1980) mengartikan sebagai berikut:
“Facts are statements of information that include concepts,
but they apply only to a specific situation.” Banks (1984)
mendefinisikan fakta dalam konteks kajian etnis, bahwa
“Facts are low-level, specific empirical statement about
limited phenomena. Facts may be considered the lowest level
of knowledge and have the least predictive capacity of all the
knowledge forms.”, sedangkan menurut Sunal and Haas
(1993) “Facts are forms of content that are single
occurrences, taking place in the past or present.” Sunal dan
Haas menambahkan bahwa fakta belum dapat memprediksi
Pembelajaran PKn SD 26
suatu peristiwa atau suatu tindakan. Namun, dengan melihat
dari aspek perannya, Jarolimek dan Parker (1993)
menyatakan bahwa informasi faktual sangat penting untuk
memahami konsep dan generalisasi karena fakta akan
memberikan rincian informasi yang mendukung dan
elaborasi yang menjadikan konsep dan generalisasi itu
bermakna.
Suatu hal yang menarik dan perlu digarisbawahi dari
pernyataan para pakar Social Studies di atas bahwa fakta itu
sifatnya khusus ataupun terbatas, tidak bersifat general atau
umum yang tidak terbatas dan posisinya berada pada
tingkatan paling rendah dalam struktur ilmu pengetahuan.
Peran dan fungsinya sangat penting karena dapat
berkontribusi terhadap kebermaknaan suatu konsep dan
generalisasi. Selain itu, fakta dapat menunjukkan suatu sifat
yang nyata, yang ditampilkan dengan benar-benar ada,
terjadi, karena mempunyai realitas objektif. Dengan
demikian, hal ini sangat sesuai dengan pernyataan Bachtiar
(1997:112-13) bahwa “fakta” merupakan abstraksi dari
kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji
kebenarannya secara empiris. Fakta juga merupakan building
blocks of knowledge yang digunakan untuk mengembangkan
konsep (Fraenkel, 1980:94). Begitu juga menurut Sjamsuddin
(1996:5), bahwa fakta umumnya erat hubungannya dengan
jawaban atas apa, siapa, kapan, di mana, dan juga bisa berupa
benda-benda (things) yang benar-benar ada atau peristiwa
apa yang pernah terjadi pada masa lalu. Fakta harus
dirumuskan atas dasar sistem kerangka berpikir tertentu.
Fenomena yang sama akan menghasilkan fakta yang berbeda,
apabila kerangka berpikir yang dipergunakan berbeda. Oleh
karena itu, dalam konteks proses inkuiri, Banks menyatakan
“Facts are the particular instances of events or things that in
turn become the raw data or the observations of the social
scientist” (Banks, 1977:84).
Dalam pembelajaran PKn umumnya dan khususnya
untuk jenjang kelas di SD, fakta berupa kejadian, peristiwa,
Pembelajaran PKn SD 27
dan kasus aktual yang terkait dengan kewarganegaraan,
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sangat
penting. Bahkan materi pembelajaran PKn hendaknya
dipersiapkan dan dikemas oleh para guru dengan mengadopsi
dari kehidupan nyata (real life) masyarakat terutama para
siswa pada tataran lokal, nasional, dan global. Beberapa
contoh fakta yang dapat dimanfaatkan untuk materi dan
proses pembelajaran antara lain:
o Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta
oleh Soekarno dan Hatta.
o UUD 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI dalam
sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945.
o Pemilu di Indonesia pertama kali diselenggarakan pada
tahun 1955.
o Memasuki era reformasi, UUD 1945 telah mengalami
perubahan sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002.
o Sejumlah anggota organisasi masyarakat turun memenuhi
jalan-jalan di ibu kota melakukan unjuk rasa menentang
penyerangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur
Gaza.
Istilah “konsep” yang berkembang di masyarakat
hampir selalu dikaitkan dengan “rancangan” atau “draf” atau
sesuatu yang belum selesai. Konotasi yang demikian
sebetulnya tidak terlalu salah manakala kita melihatnya dari
sisi teoretik yang bersifat abstrak. Namun, ruang lingkup
“konsep” menyangkut juga hal-hal yang bersifat riil ataupun
konkret. Nama-nama seperti gunung, danau, kursi, meja,
pohon, mobil, kambing, ketimun, dan garam merupakan
“konsep”. Di dunia ini, banyak jenis konsep baik yang
tampak ataupun abstrak seperti agama, kebaikan, pandai,
merah, fantasi, kemenakan, gas, mertua semuanya adalah
konsep-konsep yang tak terhingga jumlahnya. Schwab (1962:
12-14) mengemukakan bahwa konsep merupakan abstraksi,
suatu konstruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan
Pembelajaran PKn SD 28
dan pengalaman-pengalaman kompleks. Pendapat Schwab
tersebut sejalan dengan pendapat Banks (1977: 85) yang
menyatakan bahwa “A concept is an abstract word or phrase
that is useful for classifying or categorizing a group of
things, ideas, or events”.
Pengertian konsep menunjuk suatu abstraksi,
penggambaran dari sesuatu baik yang konkret maupun
abstrak (tampak atau tidak tampak) atau dapat juga berbentuk
pengertian/definisi ataupun gambaran mental, atribut esensial
dari suatu kategori yang memiliki ciri-ciri esensial yang
relatif sama. Sebagai contoh konsep “demokrasi”. Jika
dilihat dari jenis dan bentuknya demokrasi itu sangat
beragam. Demokrasi Barat di Eropa Barat dan Amerika
Serikat akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan
demokrasi di Cuba atau RRC. Tetapi apa yang membuat
mereka berbeda-beda itu disebut “demokrasi”? Tentu saja
karena mereka memiliki persamaan sebagai ciri esensialnya,
yaitu “kekuasaan ada di tangan rakyat”. Itulah ciri-ciri
esensial demokrasi. Dalam hal ini, kita dapat
mengidentifikasi tentang nama-nama lain, seperti presiden,
negara, pemerintahan, DPR dan sebagainya, yang dapat
diketahui ciri-ciri esensialnya yang relatif sama.
Berbeda dengan fakta yang menekankan pada
kekhususan, maka konsep memiliki ciri-ciri umum (common
characteristics) yang sudah tentu pengertian konsep lebih
luas daripada fakta. Fraenkel (1980:94-95) mengemukakan
“Whereas facts refer to a single object, event, or individual,
concepts represent something common to several events,
objects, or individual.” Lebih lanjut Fraenkel menyatakan
bahwa “Concepts do not exist in reality, …” (sebenarnya
konsep-konsep itu dalam kenyataannya tidak ada). Konsep
itu berada dalam ide atau pikiran manusia. Semua realitas
yang berada di sekeliling kita memasuki atau menyentuh
indera-indera manusia sebagai informasi dari berbagai
pengalaman. Kemudian, masukan-masukan indera (sensory
input) tersebut diatur dan disusun dengan mengenakan
Pembelajaran PKn SD 29
simbol-simbol (label kata-kata) berdasarkan persamaan-
persamaan esensial tersebut.
Menurut Kagan (dalam Fraenkel, 1980:99-100), ada
empat kualifikasi yang dapat diterapkan untuk menguji
apakah suatu konsep telah memenuhi persyaratan. Keempat
kualifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat keabstrakan (degree of abstraction) dari konsep
tersebut. Ada konsep yang memiliki tingkat keabstrakan
rendah (“low-level” abstraction), misalnya bunga,
kambing, dan pabrik, sehingga konsep-konsep ini telah
mendekati tingkatan konkret. Namun ada konsep yang
memiliki tingkat keabstrakan tinggi (“higher-level”
abstraction), misalnya kebebasan, penghargaan, dan
kecerdasan, yang hanya dapat dipahami oleh kemampuan
tertentu, seperti kemampuan bahasa, ketajaman rasa,
penyesuaian diri, dan kemampuan belajar;
2. Kompleksitas (complexity). Konsep memiliki perbedaan
dalam jumlah atribut (ciri-ciri, indikator) yang diperlukan
untuk menjelaskan konsep tersebut. Semakin banyak
atribut yang diperlukan untuk menjelaskan konsep,
semakin kompleks konsep tersebut. Misalnya, konsep
“kucing”, mungkin dapat didentifikasi dari beberapa
atribut, seperti berkaki empat, berbulu lembut, bercakar,
suara mengeong, dsb), tetapi untuk konsep “kebudayaan”
tentunya memerlukan banyak sekali atribut sehingga
konsep “kebudayaan, patriotisme, demokrasi, keadilan
“termasuk konsep-konsep yang kompleks. “The more
complex a concept is, the greater its capacity to organize
and synthesize large numbers of simpler concepts and
specific facts. (1980:100);
3. Pembedaan (differentiation). Konsep juga berbeda dalam
ciri dasar yang dapat ditafsirkan berbeda-beda sehingga
masih perlu dijelaskan lagi. Misalnya, konsep “kekayaan”
tentu mengandung multi penafsiran karena konsep tersebut
dapat berupa tanah, uang, rumah, alat rumah tangga, emas,
Pembelajaran PKn SD 30
dan sebagainya. Bandingkan dengan konsep obeng, tentu
konsep ini akan mudah diidentifikasi;
4. Pemusatan dimensi (centrality of dimensions). Makna
sebuah konsep diperoleh dari satu atau dua atribut penting
yang merujuk pada ciri utama dari ide yang diwakili oleh
konsep. Misalnya, konsep “wisatawan” akan terkait
dengan atribut kunci “travel”, “bersenang-senang”, dan
“hotel”.
Fraenkel (1980:101-104) telah mengidentikasi
kegunaan konsep bagi kehidupan manusia sebagai berikut:
1. Konsep itu berguna untuk membantu mengatasi kerumitan
lingkungan dan melakukan efisiensi dan efektivitas bagi
manusia. Hal ini bisa kita fahami karena informasi-
informasi itu kian terus bertambah banyak dan semuanya
harus diidentifikasi dalam simbol-simbol yang dapat
disepakati. Fraenkel (1980:101) menyatakan “Through
concepts, we simplify and order the varying perceptions
that we receive through our senses.” Konsep-konsep dapat
disusun dengan cara mereduksi informasi-informasi
tersebut menurut proporsi-proporsi yang dapat ditangani.
Konsep dapat meliputi kelompok objek tertentu, peristiwa-
peristiwa, individu-individu, atau ide-ide;
2. Konsep membantu mengenali dan memahami bermacam-
macam objek yang ada di sekitar kita. Fraenkel (1980:102)
menyatakan “When an individual identifies an object, he
places it into a class.” Sehingga dalam klasifikasi
(kategorisasi) tersebut begitu nampak persamaan dan
perbedaannya. Misalnya, ketika orang lain mengatakan
panitia ad hoc atau rapat komisi, maka ia akan langsung
melakukan identifikasi, klasifikasi, dan menghubungkan
istilah tersebut dengan lembaga negara “Dewan
Perwakilan Rakyat” (DPR). Dengan mengenal konsep,
seseorang akan terhindar dari salah identifikasi atau
miskonsep yang dapat menimbulkan persepsi yang keliru
dan fatal;
Pembelajaran PKn SD 31
3. Konsep dapat berfungsi untuk mereduksi keperluan yang
sering dikatakan berulang-ulang terhadap sesuatu kajian
yang serupa dan sudah diketahui. Misalnya, ketika orang
sudah mengetahui konsep “legislatif”, maka ia akan
menggunakan konsep tersebut untuk DPR, DPRD
Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota;
4. Konsep dapat membantu untuk memecahkan masalah.
Dengan menempatkan objek-objek, individu-individu,
peristiwa-peristiwa, ataupun ide-ide kedalam kategori-
kategori yang benar, kita dapat memperoleh beberapa
wawasan bagaimana menangani sesuatu masalah tertentu
yang dihadapi. Misalnya, seseorang yang mengetahui
bahwa ia seorang ahli hukum, maka ia akan hati-hati
dalam berbicara dan tidak mudah sembarang menuduh
atau tindakan serupa lainnya yang berargumen
berdasarkan hukum;
5. Konsep juga berguna untuk menjelaskan (eksplanasi)
sesuatu yang dianggap rumit ataupun memerlukan
keterangan yang cukup panjang dan rinci. Banyak konsep-
konsep yang kita ketahui sekarang diperoleh melalui
proses pembelajaran ataupun pengenalan dari konsep-
konsep sebelumnya yang dianggap baru. Dengan demikian
konsep bisa dijadikan alat (tools) yang mengandung
karakteristik-karakteristik umum untuk dianalisis
sekalipun rumit. Misalnya, konsep “negara”, tentu
memerlukan penjelasan yang memadai, karena kriteria
untuk konsep “negara” tidaklah cukup hanya dengan
kriteria “wilayah” dan “penduduk” belaka, melainkan
harus disertai syarat-syarat lainnya;
6. Konsep sebagai stereotipe (stereotypes), artinya bahwa
mungkin konsep itu memberikan konotasi negatif. Hal ini
terjadi ketika antara dua atau lebih kelompok manusia baik
etnis, suku, atau bangsa saling berinteraksi dengan
memberikan “label” tertentu kepada etnis, suku, atau
bangsa lain dengan karakteristik tertentu yang berkonotasi
negatif. Di Indonesia juga sering kita dengar ungkapan-
Pembelajaran PKn SD 32
ungkapan yang bernada stereotipe. Contohnya: “Jawa
koek”, “Cina licik”, “Padang bengkok”, “Orang Batak si
tukang copet”, dan sebagainya. Bahkan dikalangan orang
Barat-pun stereotipe dan etnosentrisme pernah hidup dan
berkembang sebagaimana yang disebut Huntington (1998:
66) bahwa “In the nineteenth century the idea of “the
white man‟s burden” helped justify the extension of
Western political and economic domination over non-
Western societies” yang pada gilirannya melahirkan
imperialisme dan kolonialisme terhadap bangsa-bangsa
kulit berwarna;
7. Konsep mewakili gambaran kepada kita tentang “realitas”
dan dunia kita sendiri. Menurut Fraenkel, kita sulit
berpikir atau bahkan berpendapat tanpa konsep. Lebih
lanjut dinyatakan “We could not communicate, create a
society, or carry out anything but the simplest and most
animalistic behavior without them.” (Fraenkel, 1980: 103).
Tujuh manfaat konsep ini tidak diragukan lagi
kontribusinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
dan komunikasi dalam berbagai konteks kehidupan warga
negara dan manusia umumnya.
Konsep kewarganegaraan yang berasal dari kata “warga
negara” pada hakikatnya, membahas tentang hubungan warga
negara dengan negara atau pemerintah dalam arti yang luas.
Dalam hubungan tersebut sudah pasti terkait dengan masalah
kepentingan, hak dan kewajiban, kekuasaan, peraturan
hukum, dan konsep-konsep kenegaraan lainnya. Kehidupan
yang tertib, aman, dan damai merupakan bentuk kehidupan
yang dicita-citakan oleh umat manusia. Untuk mewujudkan
bentuk kehidupan tersebut, dibuatlah norma-norma perilaku
yang disepakati bersama sebagai panduan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu norma
yang dibuat untuk mengatur perilaku individu dalam
masyarakat adalah norma hukum, yakni hukum negara. Di
samping norma hukum terdapat sejumlah norma lainnya yang
juga berfungsi untuk mengatur perilaku individu dalam
Pembelajaran PKn SD 33
masyarakat. Norma-norma tersebut antara lain meliputi
norma kesopanan, adat-istiadat, kebiasaan, kesusilaan, dan
norma agama.
Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku
individu dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting
untuk ditanamkan kepada setiap individu sejak usia dini.
Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai salah satu bentuk
upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku dalam
masyarakat, dipandang sangat strategis untuk diberikan pada
seluruh jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Tidak
mungkin kita dapat mengharapkan tumbuhnya kesadaran dan
kepatuhan hukum dari setiap individu warga negara tanpa
upaya yang sadar dan terencana melalui proses pendidikan,
baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.
Penanaman nilai-nilai dan norma-norma sosial
kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang tak
terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita
kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat.
Program pendidikan hukum (law-related education) di
persekolahan hendaknya diarahkan untuk membantu siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam
lembagalembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan
hukum, seperti dikemukakan oleh Bank (1977: 258-259),
adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh
hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat. Di
samping itu, setiap warga negara memikul tanggung jawab
atas terciptanya sistem hukum yang bekerja secara efektif dan
adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan untuk memperoleh
kemampuan mengkaji persoalanpersoalan yang berkaitan
dengan kesenjangan-kesenjangan yang acapkali terjadi antara
cita-cita hukum dengan kenyataan, dan bagaimana
kesenjangan tersebut dapat diatasi.
Program pendidikan hukum di persekolahan bukan
merupakan program yang berdiri sendiri melainkan
Pembelajaran PKn SD 34
merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Oleh karena itu, pendidikan
kewarganegaraan dapat berfungsi pula sebagai pendidikan
hukum. Menurut Bank (1977: 259), pendidikan hukum
memuat tujuan pendidikan hukum, siswa diharapkan dapat:
1. Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan
tanggung jawabnya yang ditegaskan dalam konstitusi.
2. Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan
hukum, sumber-sumber hukum, perubahan hukum, dan
sanksi hukum.
3. Memahami berbagai aspek hukum sipil yang
mempengaruhi kehidupannya-hukum perkawinan dan
perceraian, perjanjian/kontrak, asuransi, kesejahteraan
sosial, pajak, dan lembaga bantuan hukum.
4. Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan
fungsi lembaga penegak hukum.
5. Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan
dengan hukum dan sistem peradilan pidana-jadi
mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam sistem
hukum masyarakat kontemporer.
B. Pengembangan Materi Pembelajaran PKn
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang kajian yang
bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan
yang bersifat interdisipliner/
multidisipliner/multidimensional. Namun secara filsafat
keilmuan bidang studi ini memiliki objek kajian pokok ilmu
politik, khususnya konsep demokrasi politik (political
democracy) untuk aspek hak dan kewajiban (duties and
rights of citizen). Dari objek kajian pokok inilah berkembang
konsep civics yang secara harfiah diambil dari bahasa latin
civicus, yang artinya warga negara pada jaman Yunani kuno.
Kemudian secara akademis diakui sebagai embrionya civic
education. Selanjutnya di Indonesia hal ini diadaptasi
menjadi “pendidikan kewarganegaraan” (PKn).
Pembelajaran PKn SD 35
Secara metodologis PKn sebagai suatu bidang keilmuan
merupakan pengembangan salah satu dari lima tradisi social
studies yakni transmisi kewarganegaraan (citizenship
transmission). Numan Somantri (2001) menyatakan bahwa
obyek studi civics dan civic education adalah warga negara
dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan,
sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Kata kunci
dari pengertian ini adalah warga negara dalam hubungannya
dengan pihak lain yang dimaksud adalah negara. Hal ini
sejalan dengan kajian yang telah dilakukan terdahulu bahwa
pada hakikatnya objek kajian PKn adalah perilaku warga
negara (Sapriya, 2007).
Dilihat dari fenomena PKn sebagai kajian perilaku
warga negara maka semakin tampak bahwa ruang lingkup
telaahnya begitu luas. Kajian yang berpusat pada perilaku
warga negara dapat dipandang dari berbagai dimensi yang
lebih spesifik daripada tiga dimensi di atas. Warga negara
merupakan individu yang dapat dipandang dari berbagai
dimensi seperti psikologis, sosial, politik, normatif,
antropologis dan dimensi lain sehingga dapat dinyatakan
dengan sifat multidimensional. Perilaku warga negara
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat berada dalam
lingkup sebuah organisasi, sebagai pengikat dan sekaligus
yang memberi ruang untuk melakukan perbuatan. Organisasi
yang dimaksud tersebut adalah negara sebagai organisasi
tertinggi. Dalam hal ini, secara ontologis, sumber adanya
PKn itu adalah negara dalam konteks yang luas. Sebuah
negara dalam pengertian modern yang sesuai dengan hasil
kesepakatan internasional (Misalnya, Konvensi Montevideo
1933) meliputi empat unsur, yakni: (1) ada unsur manusia
atau rakyat; (2) ada unsur tanah air atau wilayah; (3) ada
unsur pemerintah; dan (4) ada unsur pengakuan (atau
kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara
atau subyek hukum bukan negara). Keberadaan negara
bersifat dinamis dan dapat berkembang. Misalnya, jauh
sebelum berdiri negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pembelajaran PKn SD 36
mungkin hanya ada nusantara, sedangkan penduduk atau
penghuni umumnya adalah pendatang dari wilayah lain.
Secara kultural, kekayaan budaya dan adat istiadat
merupakan bagian utuh dari penduduk Asia dan bagian umat
manusia. Kemudian, adanya negara Indonesia karena ada
proklamasi. Sebelum proklamasi, di wilayah nusantara
pernah ada kerajaan-kerajaan, kemudian kerajaan dijajah
Belanda pada abad ke-16. Lalu ada aksi berjuang, lalu ada
merdeka 17 Agustus 1945. Konsep “ada” itu adalah
prosesnya. Oleh karena itu, keberadaan bangsa dan negara
merdeka, kondisi manusia Asia yang bersifat multietnis dan
multikarakter merupakan aspek sosiologis dan psikologis-
historis sebagai kajian ontologi PKn yang dapat dijadikan
untuk pembentukan pengetahuan, sikap dan perilaku warga
negara yang mendukung bagi pembangunan bangsa. Aspek
emosional seperti rasa kebangsaan (nationalism) dan cinta
tanah air (patriotism) bahkan dengan mengetahui dan
memahami diri secara sosiologis dan historis akan dapat
membangun kesadaran diri sebagai warga negara.
Sebagai standar nasional dalam aspek isi atau ruang
lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
sebagaimana termuat dalam standar isi (Permendiknas
Nomor 22/2005) meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun
dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai
bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam
kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang
berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah,
Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan
peradilan internasional
Pembelajaran PKn SD 37
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak
dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional
dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong,
Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan
berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan
kedudukan
5. warga negara. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-
konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan
dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan
kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah
pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik,
Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem
pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka;
8. Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, Politik
luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak
globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi
internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
Pengembangan materi pembelajaran PKn hendaknya
diarahkan pada ketentuan yang telah ada dalam standar isi
sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006.
Pembelajaran materi PKn harus pula mengacu pada tujuan
yang telah dirumuskan dalam ketentuan Permendiknas
tersebut, yakni:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan.
Pembelajaran PKn SD 38
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa
lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Selanjutnya, bagaimana pembelajaran materi PKn dapat
dilakukan? Sebelum membahas tentang persoalan ini terlebih
dahulu perlu dikemukakan beberapa prinsip berkenaan
dengan tujuan dan metode pembelajaran. Tiap usaha
pembelajaran (dalam arti membelajarkan siswa) sebenarnya
bertujuan untuk menumbuhkembangkan atau
menyempurnakan pola perilaku atau kompetensi tertentu
dalam diri peserta didik.
Pola perilaku ialah kerangka dasar dari sejumlah
kegiatan, yang lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan
hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi
konkrit. Kegiatan itu dapat berupa keterampilan intelektual
seperti mengkaji, mengamati, menganalisis dan menilai
keadaan dengan daya nalar. Kegiatan pembelajaran dapat
juga berupa kegiatan jasmani, yang dilakukan dengan tenaga
dan keterampilan fisik. Namun, secara umum manusia
bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis kegiatan
tersebut dibuat secara terjalin dan sinergis. Kegiatan jasmani
seyogianya didukung oleh kegiatan intelektual, dan demikian
juga sebaliknya.
Di samping menumbuhkan atau menyempurnakan pola
perilaku, pembelajaran bertujuan pula untuk menimbulkan
kebiasaan. Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan,
kesiapsiagaan dalam diri manusia untuk melakukan kegiatan
yang sama atau serupa dengan cara yang lebih mudah, tanpa
memeras dan menguras tenaga. Kebiasaan akan timbul justru
Pembelajaran PKn SD 39
apabila kegiatan manusia berulang kali dengan sadar dan
penuh perhitungan. Dengan demikian, tujuan tiap
pembelajaran ialah menimbulkan atau menyempurnakan pola
laku dan membina kebiasaan sehingga peserta didik terampil
menjawab tantangan situasi kehidupan secara manusiawi.
Dengan kata lain, pembelajaran ingin memekarkan
kemampuan berpikir dan kemampuan bertindak pada peserta
didik sehingga menghadapi keadaan apapun ia cukup
sanggup mengamati keadaan, menilai keadaan, dan
menentukan sikap serta tindakannya dalam keadaan tersebut.
Kehidupan manusia dalam masyarakat modern dewasa ini
sedang mengalami perubahan yang begitu pesat.
Oleh karena itu, pembelajaran di abad sekarang ini
hendaknya memperhatikan arus dan laju perubahan yang
terjadi. Pembelajaran perlu membina pola berpikir,
keterampilan dan kebiasaan, yang terbuka dan tanggap, yang
mampu menyesuaikan diri secara manusiawi dengan
perubahan. Kalau tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan
dan menyempurnakan pola perilaku, membina kebiasaan dan
kemahiran menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah-
ubah, maka metode pembelajaran harus mampu mendorong
proses pertumbuhan dan penyempurnaan pola perilaku,
membina kebiasaan, dan mengembangkan kemahiran untuk
menyesuaikan diri. Pembelajaran harus mampu membina
kemahiran pada peserta didik untuk secara kreatif dapat
menghadapi situasi sejenis, malah situasi yang baru sama
sekali atas cara yang memuaskan. Pemikiran kreatif yang
dapat menelurkan tindakan kreatif pula wajib dibina dalam
tiap pembelajaran, terutama pada jaman kita sekarang ini
yang penuh dengan perubahan ini.***
Pembelajaran PKn SD 40
BAB III
DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PKN
A. Desain Pembelajaran PKn
Menurut Eraut (1991:315) istilah disain pembelajaran
atau „instructional design‟ biasanya merujuk pada disain
materi pembelajaran yang disusun oleh sebuah tim yang
dapat melibatkan guru atau tidak perlu melibatkan guru yang
akan melaksanakan pembelajaran tersebut. Memang,
sejumlah ahli mengatakan bahwa disain pembelajaran dibuat
oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran namun
bukanlah suatu keharusan disain pembelajaran dibuat hanya
oleh guru yang bersangkutan. Artinya, bahwa pengembangan
disain pembelajaran dapat menjadi tugas para pakar
pembelajaran yang diharapkan akan
membantu/mempermudah para guru dalam mengembangkan
dan melaksanakan proses pembelajaran.
Hal yang terpenting dalam mendesain materi
pembelajaran, dengan melakukan analisis situasi. Analisis
situasi biasanya dilakukan sebelum proses pengembangan
kurikulum, artinya, selama proses mengembangkan
kurikulum, guru dituntut agar menyadari dan
mempertimbangkan tentang situasi yang sedang terjadi atau
berubah di sekitarnya. Laurie Brady (1990) menegaskan
bahwa analisis situasi diperlukan untuk menentukan
efektifitas penerapan kurikulum yang baru. Guru seyogianya
dapat menangkap berbagai isu yang berkembang di
masyarakat untuk dijadikan sebagai pengalaman belajar
siswa. Guru haruslah dapat mengkaji situasi belajar, meliputi
faktor-faktor seperti: latar belakang pengalaman siswa, sikap
dan kemampuan guru, iklim sekolah, sumber belajar dan
hambatan-hambatan eksternal.
Pengembangan kurikulum diawali dengan melakukan
kajian situasi sekolah. Karena setiap sekolah memiliki
Pembelajaran PKn SD 41
karakteristik yang berbeda maka analisis situasi pada satu
sekolah tidak dapat ditransfer kepada sekolah lain. Analisis
situasi biasanya dilakukan oleh guru pada saat guru
merumuskan dan menetapkan tujuan pengajaran. Cara yang
dilakukan antara lain melalui diagnosis kelemahan-
kelemahan siswa maupun prestasi yang telah dicapainya,
apakah kebutuhan siswa pada saat kini maupun pada masa
depan, hal-hal apakah yang dapat membantu siswa untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya, mengapa banyak
orang (mahasiswa) melakukan demostrasi di depan Gedung
DPR RI, Gedung Kejaksaan RI, Gedung Kedutaan, dan
sebagainya. Peristiwa-peristiwa seperti inilah yang dapat
diangkat, dianalisis dan dimasukkan oleh guru menjadi bahan
perencanaan program pembelajaran PKn.
Sockett (1976) memberikan saran-saran dengan
menekankan pentingnya analisis situasi dalam
pengembangan kurikulum, sebagai berikut:
1. Guru seyogianya melakukan suatu transaksi dengan siswa
tentang apa yang akan dilakukan dalam proses belajar
mengajar.
2. Guru hendaknya secara terus-menerus mengevaluasi dan
mempertahankan suasana belajar di kelas.
3. Guru hendaknya mendekatkan proses belajar kearah
situasi nyata dan kemungkinan perubahan situasi tersebut.
Guru dituntut untuk selalu menyesuaikan program
pembelajarannya dengan situasi yang sedang terjadi
(berlangsung) di sekitar siswa atau kehidupan sekolah.
Skillbeck (1984) membagi faktor yang dapat
menggambarkan situasi sebagai bahan analisis guru atas dua
bagian, ialah faktor eksternal (external factors) dan faktor
internal (internal factors). Perhatikanlah faktor-faktor
eksternal dan internal menurut Skillbeck berikut ini:
Faktor-faktor eksternal meliputi:
o Perubahan sosial-budaya dan harapan masyarakat
o Tuntutan dan tantangan sistem pendidikan
o Perubahan mata pelajaran yang akan diajarkan
Pembelajaran PKn SD 42
o Kontribusi dari sistem dukungan guru
o Sumber masukan bagi sekolah
Faktor-faktor internal, meliputi:
o Siswa meliputi aspek bakat, kecakapan dan kebutuhannya
o Guru meliputi aspek nilai, sikap, keterampilan mengajar,
pengetahuan, pengalaman, kekuatan dan kelemahan
khusus serta perannya
o Etos kerja sekolah dan struktur politik
o Sumber-sumber bahan pembelajaran
o Masalah-masalah dan kekurangan-kekurangan yang
dirasakan dalam kurikulum yang berlaku.
B. Model Pembelajaran PKn
Pembelajaran PKn di SD hendaknya mampu
memberikan perubahan pada diri siswa baik pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Untuk mengubah kemampuan
itu, banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru, seperti
melalui pembiasaan, transformasi pengalaman, keteladanan,
percontohan. Model-model pembelajaran ini sangat cocok
untuk siswa di SD karena mengandung unsur-unsur proses
pembelajaran yang baik. Menurut Suparman (1997), proses
pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang
memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam
keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa model proses pembelajaran
ini disebut pembelajaran interaktif yang memiliki
karakteristik sebagai berikut: 1) adanya variasi kegiatan
klasikal, kelompok, dan perorangan; 2) keterlibatan mental
baik pikiran maupun perasaan; 3) guru lebih berperan sebagai
fasilitator, narasumber, manajer kelas yang demokratis; 4)
menerapkan pola komunikasi banyak arah suasana kelas
yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali
oleh tujuan; 5) potensial dapat menghasilkan dampak
instruksional dan dampak pengiring lebih efektif dapat
digunakan di dalam dan/atau di luar kelas/ruangan.
Pembelajaran PKn SD 43
Ada tiga klasifikasi model pembelajaran interaktif,
meliputi: (1) model berbagi informasi; (2) model belajar
melalui pengalaman; dan (3) model pemecahan masalah.
Dalam rangka sosialisasi KTSP, Departemen Pendidikan
Nasional (2006) membagi tiga jenis model pembelajaran,
yakni: (1) Model Pembelajaran Langsung atau Direct
Instruction (DI), (2) Model Pembelajaran Kooperatif atau
Cooperative Learning (CL), dan (3) Model Pembelajaran
Berbasis Masalah atau Problem-Based Instruction (PBI).
Secara rinci masing-masing model pembelajaran tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran
yang berpusat kepada guru sehingga lebih mengutamakan
pada penyampaian pengetahuan dengan target hasil belajar
pengetahuan deklaratif sederhana. Meskipun demikian,
untuk mencapai tujuan yang maksimal, model
pembelajaran ini perlu perencanaan yang matang dengan
penguasaan bahan materi pembelajaran oleh guru yang
mendalam. Model pembelajaran langsung dapat
dilaksanakan melalui beberapa fase sebagai berikut:
Fase 1: Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Fase 2: Mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan
Fase 3: Membimbing pelatihan
Fase 4: Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik
Fase 5: Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
dan penerapan
Tugas guru:
o Menjelaskan TPK, informasi latar belakang
pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan
siswa untuk belajar.
o Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau
menyajikan informasi tahap demi tahap.
Pembelajaran PKn SD 44
o Merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan
awal.
o Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas dengan baik, memberi umpan.
o Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan
lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan
kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang dilandasi oleh teori konstruktivisme
dengan pendekatan masyarakat belajar (learning
community), berpusat kepada siswa dengan target hasil
belajar akademik dan keterampilan sosial. Model ini
menuntut adanya pengelolaan suasana kelas yang
demokratis dan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
Oleh karena itu, peran guru melalui model pembelajaran
ini hendaknya berupaya lebih banyak melibatkan siswa
dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dapat
dilaksanakan melalui beberapa fase sebagai berikut:
Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase 2: Menyajikan informasi
Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok –
kelompok belajar
Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase 5: Evaluasi
Fase 6: Memberikan penghargaan
Tugas guru:
o Menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai
selama pembelajaran dan memotivasi siswa belajar.
o Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
o Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Pembelajaran PKn SD 45
o Membimbing kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
o Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari/ meminta kelompok mempresentasikan
hasil kerja.
o Menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.
3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based
Instruction)
Model pembelajaran berbasis masalah adalah model
pembelajaran yang dilandasi oleh teori konstruktivisme
dengan pendekatan inkuiri, berpusat kepada siswa dengan
target hasil belajar pemecahan masalah (authentic) dan
menjadi pebelajar yang mandiri. Model ini menuntut
adanya pengelolaan suasana kelas yang demokratis dan
peran aktif siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
peran guru melalui model pembelajaran ini hendaknya
berupaya lebih banyak melibatkan siswa dalam
pembelajaran secara terbuka, demokratis, dan memiliki
kebebasan berpendapat. Model pembelajaran berbasis
masalah dapat dilaksanakan melalui beberapa fase sebagai
berikut:
Fase 1: Orientasi siswa pada masalah.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Fase 3: Membimbing penyelidikan secara individual dan
kelompok.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Tugas guru:
o Menjelaskan tujuan, logistik yg dibutuhkan.
o Memotivasi siswa terlibat aktif dalam pemecahan
masalah yg dipilih.
o Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungandengan masalah tersbeut.
Pembelajaran PKn SD 46
o Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
o Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yg sesuai seperti laporan, model,
dan berbagi tugas dengan teman.
o Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Pada hakikatnya, tiga model pembelajaran di atas dapat
diterapkan dalam pembelajaran PKn untuk siswa jenjang SD
dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi atau
penyesuaian dengan kondisi dan karakteristik siswa. Namun,
apabila memperhatikan tujuan pembelajaran sebagaimana
ditentukan dalam standar isi mata pelajaran PKn, maka
model kedua dan ketiga perlu mendapat perhatian yang lebih
besar. Sesuai dengan tuntutan standar isi mata pelajaran PKn,
model pembelajaran berbasis masalah sangat dianjurkan
untuk dikuasai dan diterapkan dalam pembelajaran PKn.
Model ini menggunakan pendekatan inkuiri
yang sangat penting bagi PKn. Model pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri pada hakekatnya sejalan dengan gagasan
dari John Dewey tentang prinsip-prinsip pembelajaran
interaktif. Keberhasilan pembelajaran demokrasi dalam PKn
sebagai suatu seni akan ditentukan oleh prinsip-prinsip
pembelajaran interaktif model John Dewey, yakni:
menghormati dan penuh perhatian kepada orang lain; berpikir
kreatif; menghasilkan sejumlah solusi tentang masalah-
masalah bersama; berusaha menerapkan solusi-solusi tersebut
Untuk mengadakan suatu proses pembelajaran, terlebih
dahulu guru perlu mempertimbangkan sejumlah kemampuan
dasar (core competencies) untuk setiap
dimensi atau aspek-aspek di atas. Kemampuan dasar yang
dimaksud adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar
sebagaimana yang ditetapkan dalam Standar Isi. Untuk
menerapkan model pembelajaran inkuiri tentang konsep
demokrasi misalnya, seorang guru dapat membuka dahulu
Pembelajaran PKn SD 47
dokumen standar isi. Veldhuis (1998) mengemukakan bahwa
kemampuan dasar yang sering disebut pula “minimal
package” ditentukan oleh: (1) kebutuhan individu untuk
memecahkan isu-isu dan masalah-masalah sosial dan politik
yang mereka sedang dan akan hadapi; dan (2) isu-isu dan
masalah-masalah yang telah menjadi topik dan agenda public
yang penting. Kemampuan dasar untuk Pendidikan
Kewarganegaraan yang demokratis dirinci menurut empat
aspek sbb.:
I. Pengetahuan (Knowledge) meliputi:
o Konsep demokrasi
o Konsep kewarganegaraan demokratis
o Memfungsikan demokrasi (termasuk masyarakat sipil)
o Pengaruh masyarakat pada individu
o Pengambilan keputusan politik dan pembuatan undang-
undang
o Hak-hak dan kewajiban warga negara
o Peran partai politik dan kelompok kepentingan
o Pilihan untuk partisipasi dalam pengambilan keputusan
o Bagaimana mempengaruhi pembuatan kebijakan
o Masalah-masalah politik saat ini
II. Sikap/Pendapat (Attitudes/Opinions)
o Perhatian terhadap persoalan sosial dan politik
o Identitas nasional
o Menghormati demokrasi
o Menuju warga negara yang demokratis
o Kepercayaan politik (political confidence)
o Kemanjuran politik (political efficacy)
o Disiplin pribadi
o Loyalitas
o Toleransi dan mengenali prasangka sendiri
o Menghormati orang lain
o Menghagai peradaban bangsa
o Nilai-nilai perjuangan bangsa
III. Keterampilan Intelektual (Intellectual Skills)
Pembelajaran PKn SD 48
o Mengumpulkan dan menyerap informasi politik melalui
beragam media
o Pendekatan kritis terhadap informasi, kebijakan, dan
berita
o Keterampilan berkomunikasi (dapat mengemukakan
alasan, berargumen, dan mentakan pandangan
o Menjelaskan proses, institusi, fungsi, tujuan, dll.
o Mengambil jalan penyelesaian konflik tanpa kekerasan
o Mengambil tanggung jawab
o Kecakapan menilai, dan Membuat pilihan, mengambil
posisi
IV. Keterampilan berpartisipasi (Participatory Skills)
o Mempengaruhi kebijakan dan keputusan (membuat
petisi dan lobi)
o Membangun koalisi dan bekerja sama dengan
organisasi
o Ambil bagian dalam diskusi politik
o Partisipasi dalam proses sosial dan politik (anggota
partai politik, kelompok kepentingan, voting, menulis
surat kepada pejabat, demonstrasi, dan lain-lainnya.
Oleh karena itu, untuk mencapai target standar kompetensi
sebagaimana dituntut oleh standar isi, guru perlu
mengemasnya sesuai dengan kondisi, karakteristik, dan
lingkungan siswa setempat. Penyelenggaraan program
pembelajaran demokrasi melalui pendidikan
kewarganegaraan memerlukan pertimbangan yang seksama
mengingat variabel yang terkait sangat luas dan kompleks.
Ada dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap
penyelenggaraan pembelajaran demokrasi, yakni:
I. Situasi lingkungan tempat proses pembelajaran
berlangsung yang meliputi:
o Jenis sekolah
o Jenis pendidikan
o Masyarakat tetangga
o Kelompok kepentingan
o Partai politik
Pembelajaran PKn SD 49
o Asosiasi atau perkumpulan di masyarakat
II. Karakteristik sosial, ekonomi dan budaya peserta didik
yang meliputi:
o Karakteristik individu, seperti usia dan jenis kelamin
o Karakteristik sosial individu, status sosial ekonomi
(pendapatan, pekerjaan),
o tempat tinggal (perkotaan/ perdesaan)
o Karakteristik budaya: tingkat pendidikan, nasionalitas,
sejarah, agama, etnis.
Dengan memperhatikan dimensi isi atau materi dan faktor
pengaruh lain dalam pembelajaran, seperti lingkungan dan
karakteristik siswa, maka proses pembelajaran demokrasi
dapat disusun menurut model yang layak. Langkah-langkah
yang dapat dikembangkan oleh guru untuk mengadakan
proses pembelajaran demokrasi, sebagai berikut:
o Pertama, Merumuskan tujuan
o Kedua, Menyajikan kata-kata (istilah) yang perlu diketahui
o Ketiga, Menyajikan ide-ide yang perlu dipelajari
o Keempat, Memecahkan masalah
o Kelima, Menerapkan kemampuan yang telah dikuasai.
Pembelajaran PKn SD 50
BAB IV
METODE PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Strategi dan Metode Pembelajaran PKn
Ada empat istilah yang sering digunakan dalam proses
pembelajaran ini seringkali digunakan saling bertukar makna
dan fungsi. Tidak hanya dalam tataran praktis melainkan
dalam tataran teoritik, empat istilah ini diartikan saling
bertukar makna (overlaping), bahkan ada pula yang
menyamakan artinya. Untuk kepentingan analisis, dipandang
perlu kita bedakan agar dapat mempermudah
penggunaannya, meskipun pada akhirnya tergantung pada
kesepakatan. Istilah pendekatan diartikan sebagai cara
memandang sesuatu (a way of viewing), cara mendekati suatu
persoalan/fenomena/proses. Dalam konteks pembelajaran,
pendekatan berarti cara mendekati suatu persoalan, objek,
dan unsur-unsur pembelajaran, antara lain siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya, agar siswa mau
dan mampu berkomunikasi atau berbicara dalam suatu
diskusi, maka seorang guru dapat berupaya mendekati siswa
dengan mengggali informasi tentang apa yang menjadi
kesenangan, hobi, harapan, dan cita-cita siswa tersebut.
Selanjutnya, guru berupaya mencari cara yang dapat
merangsang/mendorong siswa berbicara, menumbuhkan
minat/perhatian dengan media stimulus, seperti gambar,
cerita, film, pemodelan, percontohan, kasus, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, strategi dapat diartikan sebagai cara untuk
mencapai suatu target (a way of achieving target).
Inovasi pembelajaran PKn dalam komponen
pendekatan harus selalu dilakukan oleh semua praktisi
pendidikan khususnya guru. Salah satu tindakan inovasi itu
adalah pergeseran dalam penerapan pendekatan pembelajaran
PKn dari pendekatan yang berorientasi pada tujuan dan isi
(content based curriculum) ke arah yang lebih menekankan
Pembelajaran PKn SD 51
pada proses (process based curriculum) bahkan sekarang
telah bergeser pada inovasi yang lebih terkini, yakni
pendekatan yang berorientasi pada kompetensi (competency
based curriculum). Gagasan ini dimaksudkan agar melalui
pendidikan kewarganegaraan dapat terbentuk warga negara
yang lebih mandiri dalam memahami dan mencari solusi
terhadap masalah yang dihadapi serta mampu mengambil
keputusan-keputusan yang terbaik bagi dirinya, lingkungan
serta masyarakatnya. Kemampuan ini telah dirangkum
menjadi tiga sasaran pembelajaran PKn yang dikenal pula
sebagai orientasi tujuan pembelajaran PKn untuk
pembentukan warga negara yang demokratis, ialah
membentuk warga negara yang baik dan cerdas (good and
smart citizen), partisipatif (participative citizen), dan
bertanggung jawab (responsible citizen).
Penekanan pada proses dan kompetensi akan lebih
menjanjikan keberhasilan daripada yang menekankan hanya
pada hasil. Oleh karena itu, keterampilan bagi warga negara
dalam membuat atau mengambil keputusan perlu dilatihkan
secara terus menerus agar warga negara memiliki
keterampilan dalam mengembangkan berbagai alternatif
untuk sampai pada pembuatan keputusan yang tepat. Untuk
itu pendekatan-pendekatan yang bersifat desentralisasi atau
pemberian hak kewenangan kepada guru dalam kerangka
otonomi pendidikan sangat baik bagi sekolah sebagai satuan
pendidikan maupun individu guru. Hal ini sudah seharusnya
dilaksanakan, dalam semua mata pelajaran dan secara khusus
dalam pendidikan kewarganegaraan. Kondisi semacam itu,
harus pula diciptakan di lingkungan masyarakat sehingga
tidak terjadi kesenjangan penerapan nilai-nilai dan moral
antara apa yang disampaikan di sekolah dengan apa yang
terjadi dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
sebagaimana terjadi dewasa ini. Penekanan perubahan
sebagaimana dikemukakan di atas, terutama menyangkut
pendekatan dalam pembelajaran PKn pada skala mikro
maupun pendekatan PKn dalam arti yang lebih luas.
Pembelajaran PKn SD 52
Pendekatan pembelajaran PKn seyogianya sejalan
dengan tujuan PKn yakni membangun siswa sebagai warga
negara yang baik dan cerdas secara intelektual, emosional,
sosial, spiritual, mau bertanggung jawab, dan mampu
berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Turner dkk (1990) mengidentifikasi pendekatan
pembelajaran PKn sebagai berikut: audiovisual materials,
case studies, community resourse persons, cooperative
learning, debates, polls, interviews, dan surveys, mock trials,
role plays and simulations, writing letters to public officials.
1. Pendekatan sumber belajar audio-visual
Bahan-bahan materi pembelajaran berupa audiovisual
meliputi berbagai ragam film, filmstrips, videotape, slide,
video camera, cassette recording, compact disk, DVD dan
lain-lain. Saat ini, bahan-bahan audiovisual sudah banyak
yang diproduksi baik oleh suatu perusahaan, instansi
pemerintah maupun pribadi. Dengan perkembangan
teknologi camera, para guru dapat mengembangkan
sendiri sumber pembelajaran audiovisual untuk PKn
dengan cara merekam berbagai peristiwa politik, hukum,
dan kewarganegaraan yang penting untuk pembelajaran di
kelas. Bahan materi audiovisual merupakan pendekatan
yang menarik dan efisien dalam menyampaikan informasi.
Presentasi menggunakan audiovisual dapat
menyederhanakan gagasan atau informasi yang abstrak
menjadi konkrit/nyata sehingga mudah diserap oleh siswa.
Materi audiovisual juga merupakan pendekatan yang
memfokuskan pada topik atau konsep tertentu untuk
mendukung keterampilan siswa dalam melakukan
observasi dan menganalisis suatu masalah. Dengan
pendekatan pembelajaran audiovisual yang
diselenggarakan oleh guru, maka siswa yang merasa
kesulitan membaca buku teks dapat terbantu.
2. Pendekatan Studi Kasus
Pendekatan studi kasus merupakan pendekatan yang
menyajikan kejadian situasi konflik atau dilema. Siswa
Pembelajaran PKn SD 53
menganalisis masalah berdasarkan fakta kasus untuk
menghasilkan keputusan menurut langkah-langkah secara
bertahap serta mempertimbangkan konsekuensi dari
keputusan yang diambil tersebut. Studi kasus mendorong
siswa untuk mengajukan pertanyaan, menetapkan
komponen-komponen yang dianggap penting dalam
situasi; menganalisis, menyimpulkan, dan membandingkan
serta mempertentangkan komponen-komponen tersebut;
dan membuat penilaian terhadap kasus tersebut.
Singkatnya, siswa melaksanakan semua jenjang berpikir
dari tingkatan yang paling sederhana (recall) hingga
tingkatan yang paling tinggi (evaluation).
3. Pendekatan nara sumber masyarakat
Setiap komunitas masyarakat memiliki nara sumber yang
dapat dihadirkan di kelas untuk berbagi
pengetahuan/informasi yang terkait dengan politik,
ekonomi, hukum, atau masalah-masalah internasional. Nara
sumber yang dapat dihadirkan di kelas adalah juru
kampanye, calon pemimpin, pejabat yang bekerja pada
institusi pemerintahan, polisi, guru besar ilmu politik atau
ekonomi, pimpinan perusahaan, dan lain-lain.Nara sumber
biasanya adalah orang yang berpengetahuan dan pandangan
luas yang akan memperkaya mata pelajaran. Oleh karena
itu, untuk menambah pengetahuan politik, misalnya,
seseorang tidak selalu harus membaca buku. Mengundang
ahli politik ke kelas akan lebih menarik bagi siswa untuk
meningkatkan kompetensi tentang politik. Dengan
menambah pengetahuan melalui nara sumber, pendekatan
ini akan membantu siswa mengaitkan proses politik secara
teoritis dengan kehidupan nyata dan sekaligus mengenal
bagaimana mesin politik itu bekerja di masyarakat.
4. Pendekatan Cooperative Learning
Pendekatan cooperative learning dimaksudkan untuk
mendorong siswa bekerja sama dalam sebuah tim sesuai
dengan tujuan yang telah disepakati. Setiap anggota
kelompok atau tim diberi tugas khusus yang harus
Pembelajaran PKn SD 54
diselesaikan. Siswa dijanjikan akan diberi hadiah seperti
nilai (point) tambahan bila mau dan mampu membantu
anggota lain dalam menyelesaikan pekerjaan tim. Penilaian
didasarkan atas hasil pekerjaan tim, bukan pekerjaan
individual meskipun ada pula nilai khusus untuk individu.
Pendekatan cooperative learning mendorong siswa agar
terlibat dalam belajar mandiri. Bekerja dalam kelompok
memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar dalam
kemampuan akademik dan sekaligus sosial (academic and
social skills). Dengan belajar dalam kelompok diharapkan
siswa akan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi,
mau mendengar pendapat orang lain, mampu
menyelesaikan konflik, dan mampu menjelaskan masalah
serta solusinya. Keterampilan sosial (social skills)
dimaksudkan pula untuk melatih siswa mau mendengarkan
gagasan anggota lain dalam kelompok, berkompromi,
bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, dan
mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap sikap dan
perbuatan yang pernah dilakukannya.
5. Pendekatan Debat
Debat merupakan cara pengungkapan atau pembahasan
atau pertukaran pendapat mengenai sesuatu hal dengan
saling memberi argumen untuk mempertahankan argumen
masing-maisng yang telah berlangsung selama berabad-
abad. Sebagai pendekatan pembelajaran, debat merupakan
cara klasik bagi guru untuk mendorong siswa agar
memiliki kemampuan berargumen sesuai dengan posisinya.
Peserta debat dalam proses pembelajaran di kelas dapat
memilih posisi dan topik debat. Tujuan peserta debat
adalah untuk meyakinkan lawannnya bahwa posisi dirinya
yang benar atau yang paling meyakinkan. Oleh karena itu,
seorang pendebat berupaya mengembangkan argumen-
argumen dan pernyataan sesuai posisinya dengan melawan
argumen-argumen dari lawan baik secara perseorangan
maupun tim/kelompok. Pendekatan pembelajaran debat
memberi kesempatan kepada siswa untuk meneliti dan
Pembelajaran PKn SD 55
mengartikulasikan argumen secara jelas dan logis agar
tercapai simpulan yang rasional. Debat yang baik
memerlukan kemampuan dan pengetahuan yang luas hasil
kajian reflektif, berpikir kritis, dan kemampuan
berkomunikasi yang baik. Para siswa yang tidak terlibat
langsung dalam proses debat masih dapat berpartisipasi
dalam proses belajar seperti mendengarkan informasi
(mungkin) baru/aktual, menilai argumen-argumen yang
dikemukakan peserta debat, menilai kualitas penyajiannya,
dan membuat keputusan atau simpulan alternatif.
6. Pendekatan pemungutan suara, wawancara, dan survey
Pemungutan suara, wawancara, dan survey merupakan
pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk
mengumpulkan data primer dan informasi dari tangan
pertama (firsthand) tentang pandangan atau pendapat
kelompok masyarakat. Kegiatan pembelajaran ini sangat
efektif untuk mengeksplorasi ranah perasaan (afektif)
tentang isu atau tentang peran seseorang dalam proses
politik. Sebagai strategi pembelajaran, pemungutan suara,
wawancara, dan survey merupakan cara yang bermanfaat
untuk mengumpulkan data faktual tentang bidang kajian
tertentu. Menerapkan pendekatan pemungutan suara,
wawancara, dna survey memberi kesempatan kepada siswa
untuk mempraktekkan sejumlah keterampilan berpikir
kritis. Mampu mengajukan pertanyaan merupakan suatu
keterampilan bagi siswa dalam berkomunikasi,
mengumpulkan informasi, dan menilai data. Selain itu,
pendekatan ini dapat melatih para siswa untuk
menumbuhkan kesadarannya terhadap lingkungan hidup.
Melalui kegiatan berinteraksi dengan teman, tetangga, dan
anggota masyarakat lain, siswa dapat belajar banyak
tentang bagaimana warga Negara berpikir dan untuk
mengetahui apakah mereka mengetahui pemerintah,
politik, hukum, ekonomi, dan sistem kehidupan
internasional.
7. Pendekatan pengadilan tiruan (Mock trials)
Pembelajaran PKn SD 56
Pendekatan pengadilan tiruan sebenarnya merupakan
simulasi proses peradilan yang diperankan oleh siswa.
Melalui langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
proses peradilan yang dimulai oleh proses penuntutan oleh
jaksa, proses pembelaan oleh pengacara dan pembuktian
dengan alat bukti serta mendatangkan dan mendengarkan
keterangan saksi sampai proses pengambilan putusan oleh
hakim. Isu atau kasus pelanggaran hukum yang dibahas
dapat dipilih dari peristiwa nyata atau rekaan. Pendekatan
pengadilan tiruan merupakan pendekatan yang bermanfaat
karena dapat membantu siswa mengembangkan
pertanyaan, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan
keterampilan berkomunikasi dengan benar. Dengan
pendekatan ini pun para siswa akan memperoleh
pengetahuan tentang hukum dan pengalaman langsung
tentang tentang proses peradilan, terutama peran dari
masing-masing perangkat pengadilan seperti peran jaksa,
pengacara, hakim, panitera bahkan terdakwa.
8. Pendekatan bermain peran dan simulasi
Bermain peran merupakan pendekatan yang memfasilitasi
siswa berperan dalam melakukan perbuatan atau perilaku
orang yang dipersepsikan orang lain itu berbicara dan
melakukan sesuai dengan peran dan situasinya. Esensi
bermain peran adalah orang yang memiliki keyakinan dan
bagaimana mereka menjawab. Misalnya, sekelompok siswa
mungkin memerankan tindakan yang dilakukan oleh
seorang Presiden atau Menteri atau para pahlawan. Oleh
karena itu, bermain peran merupakan cara yang sangat
bermanfaat untuk mengeksplorasi perilaku politik karena
mereka membantu siswa memahami pentingnya individu
dalam proses politik. Simulasi termasuk bermain peran
tetapi situasinya terstruktur sehingga lebih mendekati
kejadian yang sebenarnya. Para siswa dapat
mensimulasikan tentang kegiatan rapat di badan legislatif,
proses dengar pendapat, rapat komisi, atau interaksi di
lingkungan birokrasi.
Pembelajaran PKn SD 57
9. Pendekatan menulis surat kepada pejabat publik
Menulis surat kepada pejabat publik merupakan salah satu
cara dalam partisipasi politik. Surat untuk pimpinan
pemerintahan banyak menyerupai surat bisnis. Aturan
penulisan surat tentu perlu diterapkan. Surat yang ditulis
seyogianya berisi pesan yang dapat
dipertanggungjawabkan misalnya hasil penelitian,
dikembangkan secara logis, dan ditulis secara jelas. Dalam
sistem pemerintahan demokrasi perwakilan, para siswa
harus berpartisipasi dalam proses politik sebanyak
mungkin. Berkomunikasi dengan pejabat publik melalui
surat merupakan cara bagi siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya tentang berbagai isu. Sebaliknya, aktifitas ini
membantu pejabat publik menjaga hubungan dengan
konstituennya dna melaksanakan kewajiban sebagai wakil
rakyat. Partisipasi dalam sistem pemerintahan demokrasi
hendaknya dapat membantu siswa untuk percaya diri. Oleh
karena itu, para siswa diberi latihan praktek
mengembangkan keterampilan ang terkait dengan cara
menganalisis berbagai isu, membangun opini, dan
mengkomunikasikan gagasan dalam bentuk tulisan.
Demikianlah sejumlah pendekatan pembelajaran PKn yang
dapat dipilih oleh guru berdasarkan pertimbangan
karakteristik siswa, lingkungan sekolah, sarana, prasarana,
dan kemampuan guru. Sedangkan jenis pembelajaran PKn
SD dapat digolongkan menjadi:
1. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Beberapa strategi dan metode yang termasuk ke dalam
jenis ini meliputi: gambaran ikhtisar terstruktur (structured
overview), ceramah (lecture), demonstrasi,
membandingkan dan mengontraskan/mempertentangkan
(compare and contrast). Secara umum, pembelajaran
langsung ini menggunakan pendekatan ekspositori, bersifat
satu arah, dan peran guru sangat dominan. Metode
pembelajaran langsung ini sangat efektif apabila digunakan
oleh seorang guru yang memiliki bakat sebagai orator.
Pembelajaran PKn SD 58
Sebenarnya selain dikelompokkan kedalam pembelaajran
langsung, metode ini dapat pula dimasukkan ke dalam
metode pembelqajaran tidak langsung karena ada tuntutan
yang mengajak siswa untuk bersama-sama
mengelompokkan istilah, kosa kata, dan ciri-ciri dari kata
kunci suatu konsep. Tujuannya adalah membantu siswa
membedakan antara berbagai jenis gagasan atau kelompok
gagasan konseptual. Dalam pembelajaran PKn, tentu saja
banyak jenis konsep yang abstrak sehingga memerlukan
penjelasan dan untuk memahami konsep tersebut perlu ada
pembandingan dan pengontrasan agar mudah dipahami
oleh siswa.
2. Pembelajaran Interaktif (Interactive Instruction)
Beberapa strategi dan metode yang termasuk ke dalam
jenis pembelajarn interaktif meliputi: debat, bermain peran
(role playing), curah pendapat (brainstorming), diskusi,
kelompok belajar kooperatif (cooperative learning groups),
jigsaw, pemecahan masalah, kelompok tutorial,
wawancara, dan konferensi. Secara umum, pembelajaran
interaktif ini menggunakan pendekatan siswa aktif, bersifat
dua arah, dan peran siswa lebih dominan. Metode
pembelajaran interaktif sangat tepat digunakan untuk
mengaktifkan siswa dalam belajar. Berikut adalah uraian
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran PKn di SD.
a. Debat
Debat adalah beradu argumen secara terstruktur antara
dua pihak (individu atau tim atau kelompok) yang
berlawanan dengan cara mempertahankan dan/atau
menyerang dalil atau pendapat yang dikemukakan.
Langkah dan aturan main debat bermacam-macam
tergantung pada tempat dan peserta. Proses debat
dipimpin dan pemenangnya ditentukan oleh wasit atau
hakim. Debat merupakan aspek yang fundamental dari
masyarakat demokratis. Oleh karena itu, metode ini
snagat cocok dikembangkan dalam mata pelajaran PKn.
Pembelajaran PKn SD 59
Tujuan dari strategi debat adalah melibatkan para siswa
dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan mata
pelajaran. Debat mendorong peserta berpikir bukan
hanya mengenai fakta dari suatu situasi melainkan
implikasinya. Peserta didik pun didorong untuk berpikir
secara kritis dan strategis tentang posisinya dan posisi
lawan. Dengan cara berkompetisi maka debat mendorong
peserta untuk melibatkan diri dan berkomitmen terhadap
posisi. Debat mendorong siswa untuk berupaya meneliti,
mengembangkan kemampuan mendengarkan/menyimak,
dan kemampuan berorasi, menciptakan kondisi siswa
untuk berpikir secara kritis, dan memungkinkan guru
dapat menilai kualitas belajar siswa. Debat juga dapat
memberi peluang kepada teman-teman siswa untuk
menilai keterlibatan. Oleh karena itu, metode debat
sangat efektifbagi pembelajaran PKn terutama dalam
mempersiapkan peserta didik hidup dalam masyarakat
demokratis.
b. Bermain peran (role playing)
Bermain peran atau role playing adalah metode
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk memerankan karakter dalam situasi tertentu.
Artinya, bahwa siswa harus memainkan satu peran
tertentu sehingga yang bermain tersebut harus mampu
berbuat (berbicara atau bertindak) sesuai dengan
perannya. Misalnya, jika peran yang dimainkan adalah
polisi, maka ia harus mampu berperan sebagai polisi.
Bermain peran terjadi dalam situasi buatan (tiruan) atau
simulasi. Bermain peran memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertindak dengan memerankan karakter
dalam situasi hipotetis. Kesempatan ini bertujuan:
o Membina sikap, yakni membantu siswa untuk
merasakan, menyadari, dan peka terhadap masalah
sosial.
o Memahami nilai yang ada di lingkungan masyarakat
yang beragam.
Pembelajaran PKn SD 60
o Memberi pembelajaran yang menyenangkan karena
banyak peran yang bervariasi sehingga menyegarkan
situasi.
o Memberi kesempatan untuk menghayati peran
tertentu dalam bentuk simulasi sebelum terlibat
dalam situasi sebenarnya.
c. Curah pendapat (brainstorming)
Metode curah pendapat atau brainstorming merupakan
metode pembelajaran yang melibatkan kelompok besar
atau kecil yang mendorong para siswa untuk
memecahkan masalah tertentu. Aktivitas dalam curah
pendapat terdiri atas dua tahap, yakni pertama adalah
tahap identifikasi gagasan; dan kedua adalah tahap
menilai gagasan. Penerapan metode ini dimuali dengan
mengajukan pertanyaan atau masalah atau dengan
memperkenalkan tema. Kemudian, siswa memberikan
respon atau jawaban atau gagasan/pendapat yang relevan.
Selanjutnya, guru harus menerima jawaban siswa tanpa
kritik atau tanggapan terhadap jawaban siswa. Mungkin
pada awalnya, banyak siswa yang engggan berbicara
dalam kelompok, tetapi dengan kegiatan curah pendapat
diharapkan semua siswa mau berpartisipasi dalam
menyampaikan pendapat. Dengan mengungkapkan
gagasan dan mendengarkan apa yang dikemukakan oleh
siswa lain, maka para siswa akan menyesuaikan
pengetahuan dan pemahaman sebelumnya dengan
menerima informasi baru.
Dalam kegiatan curah pendapat, guru perlu mendorong
siswa agar mendengarkan siswa lainnya yang sedang
berbicara. Siswa seyogianya diingatkan agar
mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang
dikemukakan, mengingatkan pula kepada pembicara
ketika suaranya tidak terdengar jelas. Dalam menerapkan
metode curah pendapat, ada dua prinsip yang perlu
diperhatikan: diutamakan bahwa agar diperoleh gagasan
sebanyak mungkin pada tahap curah pendapat; menunda
Pembelajaran PKn SD 61
pemberian kritik, atau tidak langsung menilai gagasan
yang dikemukakan.
Adapun tujuan penggunaan metode curah pendapat
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
memfokuskan perhatian siswa pada suatu tema/topik;
membangkitkan semangat siswa untuk berpendapat;
melatih siswa mengekspresikan gagasan-gagasan baru
menurut daya imajinasinya melatih daya kreativitas
siswa; melatih siswa mau menerima dan menghargai
perbedaan individu; mendorong siswa berani mengambil
resiko dalam berbagi pendapat dan bila pendapatnya
salah; menunjukkan kepada siswa bahwa pengetahuan
dan kecakapan berbahasa, dan memiliki kegunaan dan
dapat diterima
3. Pembelajaran tidak langsung
Beberapa strategi dan metode yang termasuk ke dalam
jenis pembelajaran tidak langsung meliputi: pemecahan
masalah, studi kasus, inkuri, diskusi reflektif, pembentukan
konsep, dan pemetaan konsep. Secara umum, pembelajaran
tidak langsung ini menggunakan pendekatan siswa aktif,
bersifat dua arah, dan peran siswa lebih dominan. Metode
pembelajaran tidak langsung sangat tepat digunakan untuk
mengaktifkan siswa dalam belajar. Berikut adalah uraian
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran PKn di SD.
a. Pemecahan masalah
Ada dua jenis metode pemecahan masalah, ialah
pemecahan masalah yang bersifat reflektif dan
pemecahan masalah kreatif. Bagaimanapun jenis
pemecahan masalah yang digunakan oleh kelas,
pemecahan masalah memfokuskan pada upaya
mengetahui persoalan dengan mempertimbangkan semua
faktor kemungkinan untuk menemukan solusi. Karena
semua gagasan awalnya diterima, pemecahan masalah
memungkinkan dapat menemukan solusi terbaik bukan
solusi yang paling mudah atau usulan solusi pertama.
Pembelajaran PKn SD 62
Metode pemecahan masalah digunakan untuk membantu
siswa berpikir tentang masalah tanpa menerapkan
gagasan yang dimiliki sebelumnya. Merumuskan
masalah yang dihadapi berbeda dengan akibat dari
masalah untuk mencegah pendapat yang gegabah.
Sebagai metode pembelajaran, pemecahan masalah
merupakan bentuk seni berpikir yang paling murni. Di
kelas, pemecahan masalah untuk membantu siswa
memahami masalah etika yang dilematis, membantu
merencanakan strategi masa depan.
b. Metode Inkuiri
Metode pembelajaran inkuiri memberi kesempatan
kepada siswa memperoleh pengalaman mengumpulkan
informasi. Hal ini tentu memerlukan kemampuan
berinteraksi yang intensif diantara peserta didik dengan
guru, bidang studi, sumber belajar, dan lingkungan
belajar. Secara aktif, siswa terlibat dalam proses belajar,
seperti: bertindak secara antusias dan penuh perhatian;
mengembangkan pertanyaan; menganalisis masalah
kontroversial dan dilematis; memeriksa dugaan awal dan
informasi yang sudah diketahui sebelumnya;
mengembangkan, mengungkapkan, dan menguji
hipotesis; dan, menyimpulkan dan menghasilkan solusi.
Bertanya adalah inti dari belajar inkuiri. Siswa harus
mengajukan pertanyaan yang relevan dan
mengembangkan bagaimana cara menjawab dan
menjelaskannya. Inkuiri menempatkan proses berpikir
dalam interaksi antar sesama siswa dalam menganalisis
persoalan, data, topik, konsep, bahan dan masalah.
Teknik berpikir yang dapat diterapkan antara lain
berpikir divergen, berpikir deduktif, dan berpikir
induktif. Dalam melatih berpikir divergen, guru
memfasilitasi dan mendorong siswa agar menyadari
bahwa suatu pertanyaan atau masalah dapat memiliki
lebih dari satu jawaban dan/atau solusi yang benar dan
baik.
Pembelajaran PKn SD 63
c. Peta konsep
Peta konsep adalah bentuk khusus dari diagram jaring
untuk mengeksplorasi pengetahuan dan mengumpulkan
dan berbagi informasi. Peta konsep adalah strategi untuk
mengembangkan konsep yang terdiri atas sejumlah sel
yang didalamnya ada konsep, pertanyaan yang terkait
dengan sel konsep atau pertanyaan lain.
Pembelajaran PKn SD 64
4. Pembelajaran melalui pengalaman (experiential learning)
Beberapa strategi dan metode yang termasuk ke dalam
jenis pembelajaran melalui pengalaman meliputi:
karyawisata, percobaan, simulasi, permainan, pengamatan
lapangan, bermain peran, survey, dan sebagainya. Secara
umum, pembelajaran melalui pengalaman ini menggunakan
pendekatan siswa aktif, bersifat interaksi multi arah, dan
peran siswa lebih dominan. Metode pembelajaran melalui
pengalaman sangat tepat digunakan untuk mengaktifkan
siswa dalam belajar. Berikut adalah uraian salah satu
metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran PKn di SD, yakni simulasi. Simulasi adalah
bentuk belajar melalui pengalaman atau belajar dengan
mengalami. Sebagai metode pembelajaran, simulasi
memerlukan skenario apa yang akan diperankan oleh
siswa. Simulasi berarti pula pekerjaan tiruan atau meniru
perilaku pekerjaan, profesi, atau kegiatan tertentu. Mereka
dapat menjadi representasi dari sebuah realitas pada saat
siswa berinteraksi dengan siswa lain. Guru harus memantau
apa yang diperankan oleh siswa apakah mereka berperan
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya,
simulasi mengajar, simulasi melakukan pertolongan
terhadap orang yang kena bencana alam, simulasi
mengatasi kebakaran. Simulasi dapat pula sebagai model
pembelajaran, yakni peniruan yang menuntut kemampuan
tertentu. Simulasi bertujuan meningkatkan penguasaan
konsep melalui praktik pengalaman sehingga dapat
membantu siswa memahami nuansa sebuah konsep atau
lingkungan sekitar. Para siswa akan lebih menghayati arti
kehidupan bila sering terlibat dalam simulasi. Oleh karena
itu, para guru dianjurkan untuk menerapkan metode ini
dalam kegiatan pembelajaran PKn. Dalam melaksanakan
simulasi diharapkan guru dapat menanamkan disiplin dan
sikap hati-hati. Karena bila tidak disiplin maka
keterampilan akan sulit dikuasai bahkan tujuan akan sulit
dicapai. Demikian pula kebiasaan kerjasama dapat
Pembelajaran PKn SD 65
ditanamkan melalui simulasi terutama dalam simulasi
pekerjaan yang perlu dilakukan secara bersama. Simulasi
sebagai metode pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
o Sasaran, ialah siswa yang jumlahnya dapat bervariasi
sesuai dengan kebutuhan apa yang akan disimulasikan.
Bila kelas besar maka agar semua siswa dapat terlibat,
kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan
jumlah per kelompok antara 5-10 orang siswa.
o Tema yang dipilih disesuaikan dengan tujuan yang akan
disimulasikan. Apa target keterampilan simulasi,
apakah keterampilan intelektual, afektif, perilaku sosial
sesuai dengan praktik kehidupan nyata sehari-hari.
Sejumlah alat yang akan digunakan dalam simulasi
perlu dipersiapkan baik oleh guru maupun oleh siswa,
seperti sarana dan prasarana ruangan untuk simulasi
persidangan di pengadilan, ruangan dan peralatan
mengajar untuk simulasi proses pembelajaran, dan
sebagainya.
o Prosedur simulasi dapat diurutkan sebagai berikut: guru
menciptakan situasi atau membuat pemodelan jika
diperlukan; mengadakan tanya jawab; guru membagi
peran untuk tiap siswa; guru menyampaikan aturan
main; siswa baik secara individual maupun kelompok
bersiap-siap, dan siswa melakukan simulasi dan guru
mengamati aktivitas siswa
Untuk kelancaran pelaksanaan simulasi dan pencapaian
tujuan pembelajaran, ada delapan keterampilan dasar
mengajar yang perlu dikuasai oleh guru. Namun, dari delapan
keterampilan tersebut ada empat keterampilan dasar mengajar
yang utama, yakni keterampilan bertanya, menjelaskan,
memberi penguatan, dan mengajar kelompok kecil sebagai
berikut:
a. Keterampilan bertanya
Keterampilan bertanya ini digunakan oleh guru terutama
untuk memantapkan penguasaan konsep atau pemahaman
Pembelajaran PKn SD 66
siswa terhadap apa yang telah disimulasikan. Ada sejumlah
teknik bertanya, seperti mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas terlebih dahulu, tidak menyebut nama
sebelum pertanyaan diajukan.
b. Keterampilan menjelaskan
Keterampilan menjelaskan ini penting dikuasai oleh guru
ketika memperkenalkan apa simulasi, tema apa yang
dipilih, aturan main. Penjelasan yang baik adalah
penjelasan yang mudah dipahami oleh siswa, misalnya
penjelasan yang disertai oleh uraian ilustrasi, contoh,
pemodelan, bahkan memberi tekanan terhadap hal-hal yang
penting dikuasai. Kemampuan menjelaskan menjadi sangat
penting karena bila salah menjelaskan maka tujuan
simulasi tidak akan tercapai.
c. Keterampilan memberi penguatan
Keterampilan memberi penguatan adalah memberi
pernyataan yang dapat mendorong atau memotivasi untuk
berulangnya sesuatu yang pernah dilakukan oleh siswa.
Memberi penguatan yang langsung dapat dirasakan oleh
siswa dalam konteks simulasi adalah memotivasi dan
membangkitkan minat siswa agar mau, antusias, dan
bersemangat untuk bersimulasi.
d. Keterampilan mengajar kelompok kecil
Ada simulasi yang dilakukan dalam kelompok kecil,
terutama apabila kelas yang dihadapi guru adalah kelas
besar. Kelas tersebut perlu dibagi menjadi beberapa
kelompok kecil. Dalam kelompok kecil inilah, seorang
guru perlu memahami dan mengelola kegiatan kelompok
kecil. Semua siswa yang ada di kelompok kecil harus dapat
terlayani dan mendapat bantuan dan perhatian yang adil.
B. Metode Pembelajaran Afektif Dalam PKn
Pembelajaran PKn di SD adalah pengembangan
kualitas warga negara secara utuh, dalam aspek-aspek: (1)
kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy), (2)
komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic
Pembelajaran PKn SD 67
engagement), (3) pemecahan masalah kewarganegaraan
(civic skill and participation), (4) penalaran kewarganegaraan
(civic knowledge), dan (5) partisipasi kewarganegaraan
secara bertanggung jawab (civic participation and civic
responsibility). Apabila dikaji, maka misi PKn di atas pada
hakikatnya mengarah pada pembentukan warga negara yang
cerdas dan baik, yakni warga negara yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, sikap/nilai dan bertanggung
jawab dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.
Pembelajaran PKn yang layak adalah pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional, tujuan
kurikulum pada satuan pendidikan, konteks kehidupan
masyarakat, serta kebutuhan dan karakteristik siswa.
Kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan
yang utuh, yang mampu mengembangkan semua potensi
yang baik yang ada dalam diri siswa. Potensi kemampuan
yang ada dalam diri siswa mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Kemampuan kognitif adalah potensi yang
terkait dengan kemahiran dan keterampilan mengingat,
memahami, berpikir kritis, analitis, sintesis, dan evaluatif.
Kemampuan afektif adalah potensi yang terkait dengan
masalah keyakinan, nilai, sikap, perasaan/emosional, dan
unsur afektif lainnya. Kemampuan psikomotorik adalah
potensi yang terkait dengan perilaku sosial, patriotis,
perjuangan, menegakkan kebenaran dan keadilan, dan
sebagai perilaku lain yang mencerminkan rasa kebangsaan
dan cinta tanah air.
Untuk mencapai tujuan PKn ini, peran guru sangat
besar baik sebagai perencana (planner), fasilitator, rewarder,
pengelola (manager), pengarah (director of learning), penilai
(evaluator), maupun pemberi keputusan (decision maker).
Peran guru seperti inilah yang akan banyak mendukung
keterlaksanaan dan tercapainya tujuan pembelajaran PKn
afektif. Semua peran guru tersebut hendaknya dapat
dimanfaatkan dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang
Pembelajaran PKn SD 68
kondusif untuk pembelajaran PKn afektif. Situasi yang perlu
diciptakan oleh guru bersama siswa adalah sebagai berikut.
o Proses pembelajaran seyogianya menggunakan pendekatan
yang humanistik, yakni suasana penuh kekeluargaan,
persabahatan, terbuka, hangat, adil, tidak ada tindakan yang
menekan siswa, dan tidak paksaan.
o Proses pembelajaran hendaknya berorientasi pada siswa
(students‟ centered) dengan mempertimbangkan
kerakteristik dan perkembangan kemampuan berpikir
siswa.
o Proses pembelajaran mengembangkan kemampuan belajar
(learning skills), keterampilan bagaimana belajar (learning
how to learn).
o Proses pembelajaran menggunakan metode yang
divariasikan dengan metode lain atau multimetoda,
misalnya menggunakan belajar kelompok dan/atau
permainan (games) yang menarik atau sesuai dengan dunia
siswa.
o Proses pembelajaran dengan pengalaman langsung atau
melakoni atau mencoba sendiri sehingga mereka akan lebih
menghayati dan merasakan sendiri yang akhirnya hasil
belajar itu akan menyatu dan mempribadi (personalized)
dalam dirinya.
Untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan PKn khususnya yang menekankan pada aspek nilai,
metode yang cukup ampuh adalah model pembelajaran VCT
(Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai).
Ada sejumlah model VCT yang dianjurkan oleh Djahiri
(1985), meliputi (1) metode percontohan; (2) Analisis nilai;
(3) VCT Daftar/Matriks yang meliputi (a) daftar baikburuk,
(b) Daftar tingkat urutan, (c) daftar skala prioritas, (d) daftar
gejala kontinum, (e) daftar penilaian diri, (f) daftar membaca
perkiraan orang lain tentang diri kita, (g) perisai kepribadian
diri; (4) VCT dengan kartu keyakinan; (5) VCT melalui
teknik wawancara; (6) teknik yurisprudensi; dan (7) teknik
inkuiri nilai. Selain itu, dalam PKn dikenal pula model
Pembelajaran PKn SD 69
Permainan, antara lain metode bermain peran (role playing).
Metode atau model pembelajaran tersebut di atas dianggap
sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn khususnya
untuk pengembangan domain afektif karena mata pelajaran
PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan
perilaku siswa, di samping membina kecerdasan
(pengetahuan) siswa.
Menurut Djahiri (1992) pembelajaran VCT dianggap
unggul untuk pembelajaran afektif karena: Pertama, mampu
membina dan mempribadikan (personalisasi) nilaimoral;
Kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi
pesan nilai-moral yang disampaikan. Ketiga, mampu
mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai-moral diri siswa
dan nilai moral dalam kehidupan nyata. Keempat, mampu
mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan
potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; Kelima,
mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan.
Keenam, mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi
dan melakukan subversi terhadap nilai-moral yang ada dalam
sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang;
Ketujuh, menuntun dan memotivasi hidup secara layak dan
bermoral tinggi. Perlu diketahui dan diingat bahwa materi
pembelajaran PKn umumnya mengandung konsep-konsep
yang abstrak. Terlebih konsep nilai, umumnya bersifat
abstrak, seperti nilai toleransi, kerukunan, keyakinan,
kemerdekaan, dna sebagainya.
Model VCT yang ditawarkan untuk pembelajaran nilai yuang
bersifat abstrak tersebut antara lain berupa percontohan,
cerita, dan kasus. Singkatnya, guru harus mampu
mengkonkritkan hal-hal yang abstrak atau
mengoperasionalkan hal-hal yang bersifat teoritis/konseptual,
dan menyederhanakan hal-hal yang bersifat kompleks. Oleh
karena itu, kajian materi yang abstrak tersebut perlu
divisualisasikan melalui contoh-contoh dalam bentuk
gambar, foto atau cerita. Penyajian contoh sebagai media
stimulus hendaknya diambil dari peristiwa nyata yang betul-
Pembelajaran PKn SD 70
betul terjadi. Dalam hal ini perlu ada pemilihan cerita yang
mengandung kriteria seperti aktual, dapat merangsang
imajinasi siswa, menarik perhatian, dilematis, kontroversial,
dan ekstrim. Dalam pelaksanaannya, model pemainan
(games) tidak berdiri sendiri, tetapi divariasikan dengan
metode lain, seperti ceramah, ekspositori, dan tanya jawab
nilai.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam melaksanakan model
Analisis Nilai sebagai berikut:
a. Persiapan
o Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai
dengan kompetensi dasar atau konsep yang akan
dibelajarkan.
o Menetapkan bagian mana dari materi/substansi yang
ada dalam kompetensi dasar yang akan disajikan
melalui analisis nilai.
o Menyusun skenario kegiatan sehingga jelas langkah-
langkah yang akan ditempuh.
o Menyiapkan media stimulus untuk ber-VCT, seperti
cerita, guntingan berita Koran, gambar, film dan
sebagainya.
o Menyiapkan lembar kerja siswa yang berisi panduan
terperinci bagi siswa dalam ber-VCT.
b. Pelaksanaan
Langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
o Pertama: Setelah membuka pelajaran Anda
menjelaskan kepada siswa bahwa mereka akan ber-
VCT.
o Kedua: Pelontaran/pembagian media stimulus oleh guru
atau siswa berupa cerita atau gambar/photo.
o Ketiga: Guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan
siswa terhadap cerita tersebut.
o Keempat: Melaksanakan dialog terpimpin melalui
pertanyaan guru, baik secara individual, kelompok
maupun klasikal. Pertanyaan yang diajukan hendaknya
Pembelajaran PKn SD 71
berisi analisis siswa terhadap nilai-moral yang terdapat
dalam cerita itu.
o Kelima, fase menentukan argumen dan klarifikasi
pendirian (melalui pertanyaan dan dialog guru dan
bersifat individual, kelompok, dan klasikal).
o Keenam, fase pembahasan/pembuktian argumen. Pada
fase ini sudah mulai
ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi
pelajaran.
o Ketujuh, fase penyimpulan.
Melalui model pembelajaran VCT analisis nilai
tersebut, sebagai guru yang mengajar PKn akan mudah
mengungkapkan sikap, nilai, dan moral siswa terhadap
suatu kasus yang disajikan. Tentu saja harus menguasai
berbagai keterampilan dasar mengajar, antara lain
keterampilan bertanya, reinforcement, variasi stimulus
dan menjelaskan.***
Pembelajaran PKn SD 72
BAB V
MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Media Pembelajaran PKn
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem karena di
dalamnya terdapat berbagai komponen yang saling berkaitan,
mempengaruhi, dan bahkan saling ketergantungan untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Komponen-komponen dimaksud adalah tujuan, materi,
metode, media, dan evaluasi. Pembelajaran merupakan
proses komunikasi antara guru sebagai fasilitator dengan
siswa sebagai pembelajar. Dalam komunikasi ada proses
penyampaian pesan (message) dari komunikator kepada
komunikan. Dalam penyampaian pesan dari komunikator
kepada komunikan diperlukan saluran (media), agar message
tersebut tersalurkan secara efektif dan efisien.
Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk
jamak dari kata “medium”, yang berarti perantara atau
pengantar, atau dengan kata lain, media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Media yang
dirancang dengan baik dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan peserta didik sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.
Media sebagai alat bantu visual dapat: 1) mendorong
motivasi belajar; 2) memperjelas dan mempermudah konsep
yang abstrak; 3) mempertinggi daya serap atau retensi
belajar.
Menurut istilah, media adalah segala bentuk atau
saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran
informasi. Schram (1977) menyatakan bahwa media adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran; NEA (1969) menyatakan bahwa
media adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun
audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya; Aect
Pembelajaran PKn SD 73
(1977) menyatakan bahwa media adalah segala bentuk dan
saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan,
dan Miarso (1989) menyatakan bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan
yg dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan siswa untuk belajar.
Media pembelajaran yang disusun dengan baik,
memiliki manfaat atau nilai praktis yaitu: memvisualkan
yang abstrak (animasi peredaran darah); membawa objek
yang sukar didapat (binatang buas/berbahaya); membawa
objek yang terlalu besar (gunung, pasar); menampilkan objek
yang tidak dapat diamati mata (mikro organisme); mengamati
gerakan yang terlalu cepat (jalannya peluru); memungkinkan
berinteraksi dengan lingkungannya; memungkinkan
Keseragaman pengalaman; mengurangi resiko apabila objek
berbahaya; menyajikan informasi yang konsisten dan diulang
sesuai dengan kebutuhan; membangkitkan motivasi belajar;
dapat disajikan dengan menarik dan variatif; mengontrol arah
maupun kecepatan peserta didik; menyajikan informasi
belajar secara serempak dan dapat diulang maupun disimpan
menurut kebutuhan, dan mengatasi keterbatasan ruang dan
waktu, dan lainnya.
B. Kedudukan Media Dalam Proses Pembelajaran
Prinsip pembelajaran yang baik adalah jika proses
belajar mampu mengembangkan konsep, generalisasi, dan
bahan abstrak dapat menjadi hal yang jelas dan nyata.
Sumber belajar yang digunakan pengajar dan anak adalah
buku buku dan sumber informasi, tetapi akan menjadi lebih
jelas dan efektif jika pengajar menyertai dengan berbagai
media pengajaran yang dapat membantu menjelaskan bahan
lebih realistik (Hartono, 1996). Dengan demikian, salah satu
tugas guru yang tidak kalah pentingnya adalah mencari dan
menentukan media pembelajaran. Dalam pembelajaran PKn,
mencari dan menentukan media dan sumber belajar sangat
penting sebab bahan ajarnya sangat dinamis.
Pembelajaran PKn SD 74
Penyakit yang paling berkecamuk di sekolah ialah
verbalisme, yang terdapat dalam tiap situasi belajar
(Nasution, 1986:96). Menurutnya, penyakit tersebut biasanya
tidak terdapat dalam hal-hal yang dipelajari anak-anak
sebelum mereka bersekolah karena perbendaharaan
bahasanya diperolehnya dengan pengalaman langsung,
dengan melihat, mendengar, mencecap, meraba serta
menggunakan alat dria lainnya. Hasil pelajaran tersebut dapat
dianggap permanen dan tidak mudah dilupakannya, karena
kata-kata yang mereka peroleh benar-benar mereka kenal
yang diperolehnya melalui pengalaman yang konkrit.
Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat
mempermudah proses penerimaan materi pelajaran yang
disampaikan pendidik dan sudah barang tentu akan
mempermudah pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran.
Hal ini dikarenakan peserta didik akan lebih termotivasi
dalam mempelajari materi bahasan. Media pembelajaran
yang dirancang dengan baik dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemauan siswa, sehingga dapat
mendorong terjadinya proses kegiatan pada diri siswa. Di
samping itu media dapat membawakan pesan atau informasi
belajar dengan keandalan yang tinggi yaitu dapat diulang
tanpa mengalami perubahan isi.
C. Kriteria Pemilihan Media
Salah satu kemampuan yang dituntut dari seorang guru
adalah ketepatan memilih media pembelajaran. Mengapa
demikian? Karena memilih media yang tepat diyakini akan
meningkatkan motivasi belajar yang pada akhirnya akan
meningkatkan hasil belajarnya. Sebaliknya, ketidaktepatan
memilih media akan melahirkan kebosanan siswa dalam
mengikuti pelajaran. Media yang paling baik adalah media
yang paling sesuai dengan tujuan pembelajaran/karakter
bahan ajar, metode yang akan digunakan, dan
keadaan/kebutuhan siswa, serta kemampuan guru/sekolah.
Pembelajaran PKn SD 75
Memilih media pembelajaran sebaiknya pahami dahulu
bebarapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
pemilihan media seperti dikemukakan Jarolimek (Kosasih
Djahiri, 1979:76) yaitu: tujuan instruksional yang ingin
dicapai; tingkat usia dan kematangan siswa; kemampuan
baca siswa; tingkat kesulitan dan jenis konsep pelajaran
tersebut; keadaan/latar belakang pengertahuan atau
pengalaman siswa. Kriteria tersebut hampir sejalan dengan
pandangan ahli lain bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran
adalah: tidak ada satu-satunya media yang paling baik untuk
semua siswa dan semua tujuan pembelajaran; penggunaan
harus relevan dan konsisten dengan tujuan pem-belajaran;
media yang digunakan hendaknya cukup dikenal siswa;
media hendaknya sesuai dengan sifat pelajaran; media harus
sesuai dengan kemampuan dan pola belajar audience; media
hendaknya dipilih secara obyektif, bukan didasarkan oleh
karena kesukaan subyektif; lingkungan sekitar perlu
diperhatikan dalam menggunakan media, karena penggunaan
media tertentu dapat mempengaruhi pihak-pihak lain,
misalnya mengganggu penerimaan siaran TV.
Selanjutnya Winataputra (1989:163) menegaskan
bahwa hal yang harus diperhatikan dalam menetapkan media
yang akan dipakai dalam PKn adalah bahwa media itu harus
dapat memberikan rangsangan kognitif atau cognitive
simulation. Dengan terciptanya kondisi psikologis tersebut
maka para siswa akan ditantang untuk dapat meningkatkan
taraf moralitasnya. Pemberian rangsangan moral kognitif
tersebut dapat melalui kliping surat kabar atau media yang
bersifat auditif seperti radio dan kaset yang berkaitan dengan
masalah aktual.
Untuk pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
media yang diperlukan dan relevan dengan tujuan dan materi
pembelajaran tidak banyak tersedia di toko-toko, sehingga
guru dituntut untuk mampu mengembangkannya sendiri.
Persoalan kita sekarang, bagaimanakah teknik pembuatan
Pembelajaran PKn SD 76
media yang kita inginkan? Dalam hal ini, guru dituntut untuk
mahir dan kreatif membuat media sesuai dengan jenis media
yang telah dipilih atau ditentukan sebelumnya. Sebelum
membuat media terlebih dahulu harus menganalisis materi
apa yang akan disampaikan kepada peserta didik; kemudian
menetapkan media apa yang akan dikembangkan; setelah itu
kemudian menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk
mengembangkan media itu; baru setelah itu membuat media
yang kita kehendaki.
Oleh karena itu, sangatlah diperlukan kecermatan guru
dalam memilih media pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang memiliki ciri khas mengemban misi
sebagai pendidikan politik dan pendidikan nilai-moral.
Dilihat dari sumber pengadaannya, media yang lebih banyak
digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan media yang dibuat atau direkayasa sendiri oleh
guru seperti transparansi, flif chart, flannel/magnetic board,
kliping, gambar, dan media stimulus seperti cerita kasus dan
media VCT daftar. Hal lain yang perlu adalah materi
Pendidikan Kewarganegaraan sangat berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa aktual dinamika politik dan
ketatanegaraan yang sedang berubah. Peristiwa-peristiwa
tersebut seyogianya dikaitkan dengan proses pembelajaran
sesuai dengan materi pokok yang sedang dibahas. Dalam
kaitan ini, media televisi, film, tape recorder, video recorder,
dan manusia sebagai model (tokoh) sangatlah membantu
keberhasilan proses pembelajaran.
D. Klasifikasi Media Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran pada dasarnya untuk
membantu mempermudah pemahaman siswa terhadap suatu
ide atau teori. Artinya, jenis-jenis media tersebut dapat
digunakan dalam pembelajaran materi Pendidikan
Kewarganegaraan dengan memperhatikan prinsip relevansi
dan konsistensi antara tujuan pembelajaran, materi pelajaran,
kondisi siswa dan lingkungannya serta karakteristik media
Pembelajaran PKn SD 77
yang akan digunakan. Para ahli (Edgar Dale, Burton, dan
Romiszowski) mengemukakan berbagai jenis media
pembelajaran dengan kriteria yang berbeda-beda. Edgar Dale
(1969) mengemukakan jenis media yang terkenal dengan
isitilah kerucut pengalaman (the cone of experience) yaitu: 1)
pengalaman langsung; 2) pengalaman yang diatur; 3)
dramatisasi; 4) demonstrasi; 5) karyawisata; 6) pameran; 7)
gambar hidup; 8) rekaman, radio, gambar mati; 9)lambang
visual; dan 10) lambang verbal.
Hampir sejalan dengan Egdar Dale, Burton (dalam
Nasution, 1989) membagi media berdasarkan pengalaman
langsung dan pengalaman tak langsung. Pengalaman
langsung yaitu turut melakukan dan mengalaminya.
Sedangkan pengalaman tak langsung dilihat berdasarkan
pengamatan langsung (seperti melihat peristiwa yang terjadi
dan melihat peristiwa dipentaskan), berdasarkan gambar
(melihat film dan foto), berdasarkan lukisan (menggunakan
peta, diagram, grafik, dsb), berdasarkan bahasa (membaca
uraian dan mendengarkan uraian), dan berdasarkan lambang
seperti lambang istilah, rumus dan indeks, sedangkan
Romiszowski (Sapriya (1999) mengemukakan bahwa media
dapat diartikan dalam pengertian sempit dan pengertian luas.
Dalam pengertian sempit, media meliputi sejumlah alat
yang dapat digunakan secara efektif untuk proses pengajaran
yang telah direncanakan. Sedangkan dalam pengerttian luas,
diartikan bukan hanya media komunikasi elektronik yang
rumit melainkan juga mencakup sejumlah perangkat yang
lebih sederhana seperti slide, photo, diagram, dan chart
buatan guru, benda-benda dan kunjungan ke tempat di luar
sekolah. Bahkan guru pun dapat menjadi salah satu media
presentasi seperi halnya radio dan televise yang
menyampaikan informasi. Para ahli pendidikan dan
pengajaran berpendapat bahwa media sangat diperlukan pada
anak anak tingkat dasar sampai menengah dan akan banyak
berkurang jika mereka sudah sampai pada tingkat pendidikan
tinggi. Pada tingkat sekolah dasar dan menengah, pengajar
Pembelajaran PKn SD 78
akan banyak membantu anak didik dengan mengembangkan
semua indera yang ada, yakni dengan mendengar, melihat,
meraba, memanipulasi, atau mendemonstrasikan dengan
media yang dapat dipilih.
Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para
pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah proses
pembelajaran di kelas tetap berlaku. Pengajar juga perlu
sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan
media. Anak anak yang peka dan auditif mungkin tidak
banyak memerlukannya tetapi anak yang bersifat
visual akan banyak meminta bantuan media untuk
memperjelas pemahaman bahan yang disajikan. Demikian
pula waktu penyajian media sangat menentukan berhasil
tidaknya penjelasan dengan bantuan media .
Perkembangan peralatan pendidikan sudah maju, maka
pengajar dewasa ini dapat dengan “mudah” memilihnya.
Peralatan media yang pada mulanya terbatas dan sangat
mahal dewasa ini dengan mudah dipelajari dan dipergunakan
seperti kamera fotografi, kamera video, menjalankan
proyektor slide, atau TV video. Akan tetapi tanpa
memperhatikan apakah media yang digunakan bersifat
“lama” atau “baru” maka yang terpenting adalah terletak
pada kemampuan pengajar dalam mempelajari, keretampilan
memilih, menggunakan, dan kemampuan mengembangkan
perangkat lunak (Hartono, 1996).
Media yang tersedia di sekolah tentu ada yang cukup
lengkap, tetapi tentu ada juga yang sangat minim dan
terbatas. Jika minim atau bahkan tidak tersedia, maka media
media sederhana dapat dibuat sendiri oleh pengajar dengan
bantuan beberapa siswa, misalnya kliping, media grafis, peta,
atau gambar. Jika dilihat dari
indera (sensory channels), media pembelajaran dapat
dikelompokkan atas media yang dapat didengar (audio),
dapat dilihat (visual), dapat didengar dan dilihat (audio
visual), dan dapat disentuh (touch). Jenis media yang bisa
dikembangkan dalam pembelajaran materi PKn diantaranya:
Pembelajaran PKn SD 79
a) Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar,
flip chart, flannel, data dan lain-lain; b) Suara (audio) baik
suara guru ataupun suara kaset; c) Suara yang disertai
visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film,
video, dan sebagainya; d) Hal-hal yang bersifat materil,
seperti model-model, benda contoh dan lain-lain; e) Gerak,
sikap dan perilaku seperti simulasi, bermain peran, dan lain-
lain; f) Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah,
jurnal, dan brosur; g) Peristiwa atau ceritera kasus yang
mengandung dilema moral.
1. Media Visual; Media visual sering disebut juga media
tampak yang menggunakan indera penglihatan agar dapat
memahaminya. Media visual dapat berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan visual anak,
mengembangkan imajinasi anak, meningkatkan
penguasaan anak terhadap hal-hal yang abstrak yang tidak
mungkin dihadirkan dalam kelas, dan mengembangkan
kreativitas siswa. Media visual itu sendiri secara garis
besar dikelompokkan sebagai berikut:
• Media visual diam, yang digolongkan menjadi: media
gambar datar, misalnya foto, buku, ensiklopedia,
majalah, surat kabar, buku referensi dan hasil cetakan
lain, gambar ilustrasi, gambar, kliping
• Media proyeksi diam, misalnya film bingkai/slides, film
rangkai/film strip, transparansi, mikrofis, overhead
projector
• Media grafis atau carta, misalnya grafik, bagan,
diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta dan globe
• Media visual yang bergerak, misalnya film bisu
Gambar; Gambar yang digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan disesuaikan dengan tujuan
pembelajarannnya. Gambar yang berwarna akan lebih
menarik daripada yang tidak berwarna. Ukuran gambar
juga harus dipertimbangkan supaya sesuai dengan benda
aslinya dan memungkinkan untuk dilihat dari seluruh
kelas. Mutu gambar juga harus mendapat perhatian, jangan
Pembelajaran PKn SD 80
sampai gambar yang ditampilkan tidak mempunyai mutu
yang bagus sehingga mengaburkan maknanya. Judul dan
penjelasan gambar perlu juga dipertimbangkan dengan
matang Pemeliharaan gambar dilakukan dengan melapisi
gambar dengan laminating/plastik, dan diberi bingkai agar
tidak kusut. Gambar adalah media umum yang paling
banyak digunakan, oleh karena itu seharusnya setiap
pengajar atau sekolah memiliki koleksi gambar-gambar,
baik diambil dari guntingan koran atau majalah, fotografi,
slide, fotocopy, atau pun gambar sket. Gambar gambar
tersebut dapat disimpan dalam map, atau filing kabinet
yang mudah dicari. Gambar yang diperagakan disusun di
muka kelas atau pada dinding di sekeliling kelas. Gambar
harus cukup jelas dipandang oleh siswa yang duduk di
muka. Gambar yang kurang jelas akan mempersulit siswa
dalam mengamati. Gambar yang baik akan banyak
membantu siswa dalarn mengembangkan diskusi di kelas.
Gambar gambar yang kecil dari buku teks atau buku PKn
dapat direproduksi melalui film slide yang peragaannya
melalui proyektor slide, atau yang berada dalam buku
dapat diproyeksikan dengan pertolongan episcope atau
epdiscope. Gambar gambar dapat dipasang permanen baik
di dalam kelas, di ruang perpustakaan sekolah, atau pada
papan peraga yang disediakan.
Foto; Foto digunakan untuk mendapatkan gambaran
yang nyata, menjelaskan ide, dan menunjukkan objek
(benda) yang sebenarnya. Semuanya memberikan arti
kepada pembelajaran sebab kata-kata saja tidak dapat
memberikan arti dengan tepat, hidup, atau cepat seperti
yang dapat dilakukan oleh gambar-gambar. Bagi siswa
SMP/SMA, foto ini lebih konkret daripada buku bacaan
yang “abstrak”. Contoh Media Foto
Slide, film strip, film gerak; Slide dan film strip adalah
gambar film transparan yang ditayangkan secara “diam”
dengan menggunakan proyektor filmslide dan film strip.
Alat ini sangat mudah pengoperasian dan
Pembelajaran PKn SD 81
penyimpanannya. Sebenarnya pengajar lebih mudah untuk
memilih media ini daripada film gerak yang perangkat
lunaknya sulit untuk direproduksi sendiri. Slide dan film
strip akan mudah dibuat oleh para pengajar, dengan sedikit
kepandaian memotret. Peralatan fotografi dewasa ini
sudah bukan barang mewah lagi. Kesulitan yang biasanya
terjadi adalah fasilitas ruang kelas sebagian besar tidak
mendukung penayangan slide dan strip ini sebab
dibutuhkan ruang gelap, seperti halnya penayangan film
gerak. Berbeda jika dilakukan penayangan dengan
transparansi OHP dan video. Penayangan slide, film strip,
dan film gerak banyak tidak berhasil dengan memuaskan
karena tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu,
perlu diperhatikan rangkaian atau langkah langkah
perencanaannya, mulai dari persiapan, penjelasan
pendahuluan, proses penayangan, dan akhir dari
penayangan.
Media Diagram, Chart, Grafis; Banyak pilihan yang
dapat dilakukan oleh para pengajar PKn, mereka akan
mampu membuat sendiri sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya. Diagram dapat dirancang sesuai dengan
tata cara pembuatannya. Susunlah diagram untuk
menjelaskan suatu peristiwa tertentu. Akan banyak
petunjuk tentang hubungan antar peristiwa serta
distribusinya. Pada anak sekolah tingkat dasar dan
menengah gabungan antara peragaan dan penjelasan dari
suatu diagram adalah sangat baik. Bentuk diagram banyak
digunakan pengajar untuk menunjukkan garis peristiwa
suatu pembagian waktu, semacam periodisasi yang
sederhana. Akan tetapi sukar untuk diterapkan pada
berbagai topik bahasannya. Sebab lini waktu akan sangat
berbeda dari satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.
Lini waktu yang sederhana adalah berupa garis lurus yang
dibagi sesuai dengan waktu dan peristiwa yang diminta.
Dalam chart dapat digambarkan berupa gambaran tentang
silsilah suatu tokoh atau alur waktu suatu periode
Pembelajaran PKn SD 82
pemerintahan dan suatu “flow chart” untuk memberikan
petunjuk suatu alur organisasi suatu pernerintahan yang
pernah berlaku. Chart adalah gambar yang
menginformasikan hubungan, misalnya kronologis,
jumlah, hierakhi. Chart dapat dibedakan: 1) Chart
Organisasi- hubungan dalam organisasi. Misalnya bagan
organisasi-Pemerintahan Desa/Kelurahan; 2) Chart garis
waktu (time line chart)-menggambarkan hubungan
kronologis antar beberapa peristiwa; 3) Chart Klasifikasi-
hampir sama dengan Chart Organisasi, tetapi chart ini
digunakan untuk klasifikasi objek atau kejadian; 4) Chart
Aliran (Flowchart)-menunjukkan sebuah sekuen,
prosedur, proses. Misal: prosedur penyusunan UU, proses
pemilihan umum; 5) Chart Tabulasi (Tabular Chart)-
informasi angka, data. Misalnya : hasil pemilu tahun 2004.
sedangkan grafis biasanya menyajikan bentuk visual dari
sejumlah angka yang diwakili oleh bentuk visualnya
seperti garis, batang, gambar orang, dan lainnya. Dengan
demikian, suatu diagram yang memberikan gambaran
sesuatu yang dapat diamati secara statistik atau kuantitatif
disebut media grafis. Grafik dapat dibedakan atas grafik
batang/bar, grafik Gambar, grafik lingkaran, dan grafik
garis.
Transparansi dan Overhead Projector (OHP);
Transparansi dibuat dengan cara menulisi plastik
transparansi. Transparasi ini juga memerlukan proyektor,
sebagaimana film bingkai dan film strip. Proyektor yang
digunakan disebut overhead projector. Saat ini,
penggunaan transparansi sudah semakin meluas di
kalangan pendidik dan lainnya untuk mempresentasikan
berbagai macam informasi. Dalam penggunaan media ini,
pengajar dapat langsung berhadapan dengan siswa dan
dapat digunakan berulang-ulang. Namun beberapa sekolah
masih belum mampu membeli media ini karena harganya
relatif mahal. Selain itu penggunaan transparansi
memerlukan persiapan yang cukup matang agar informasi
Pembelajaran PKn SD 83
ataupun gambar yang tersaji dapat dipelajari dengan teliti
oleh para siswa. Pengajar harus benarbenar
mempersiapkan hal ini, sebab meskipun sederhana, di
lapangan banyak pengajar yang belum tentu bisa
menoperasikannya dengan benar. Contoh Overhead
Projector (OHP); Media OHP memiliki fungsi untuk
memudahkan guru dalam menyajikan pokok-pokok atau
garis besar materi pelajaran. Selain itu OHP dapat
meningkatkan daya tarik siswa untuk belajar sehingga
perhatian siswa meningkat, lebih-lebih jika bagan atau
butiran materi ditulis/ ditik dengan warna yang bervariasi.
Kekurangan media transparasi antara lain: a) Memerlukan
listrik; b) Memerlukan peralatan khusus untuk
menampilkan yaitu Overhead Projector (OHP); c)
Memerlukan panataan yang khusus; d) Memerlukan
kecakapan khusus dalam pembuatan; e) Menuntut cara
kerja yang sistematis karena susunan urutan mudah kacau.
Kelebihan media transparasi antara lain: a)
Penggunaannya praktis; b) Mempunyai variasi teknik; c)
Tahan lama/tidak mudah rusak; d) Tidak memerlukan
ruang gelap; e) Mudah dioperasikan, sehingga tidak perlu
operator; f) Dapat disajikan berulang-ulang sesuai dengan
kebutuhan; g) Waktu penyajian dapat bertatap muka
dengan peserta didik; h) Dapat disiapkan sendiri oleh guru
Langkah-Langkah Pembuatannya: a) Analisis tujuan
Pokok Bahasan yang akan diajarkan; b) Analisis materi
pelajaran untuk menentukan jenis media yang diperlukan;
c) Analisis keadaan siswa untuk mempertimbangkan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam menerima
pelajaran, kecepatan daya serap siswa, tingkat
perbendaharaan kata yang dipakai; d) Kembangkan bahan-
bahan tersebut ke dalam transparansi yang telah disiapkan;
e) Pengembangan transparansi dapat ditulis atau digambar
sendiri dengan menggunakan spidol transparansi yang
bersipat permanen, dan warna-warni sesuai pesan yang
ingin disampaikan. Ukuran tulisan/gambar/bagan tidak
Pembelajaran PKn SD 84
melebihi ukuran layar proyektor (kurang lebih 8,5 X 11
inci ); f) Pengembangan transparansi dapat pula dan lebih
bagus ditik komputer. Jika dicetak langsung dalam
komputer, caranya ketik bagan/gambar/butiran materi
kemudian dicetak menggunakan komputer langsung pada
lembar tranfaransi khusus. Tetapi jika akan dicopy, maka
ketik bagan/gambar/butiran materi pada lembar kertas
kemudian difoto kopi; g) Sajikan tarnsparansi di kelas
sesuai urutan materi, dan fokusnya diatur sebaik mungkin
sehingga apa yang tertera dalam transfaran dapat dibaca
dan dilihat dengan jelas oleh semua siswa, dan h) Selingi
penyajian dengan dengan pertanyaan, tanggapan dan
pernyataan dari siswa.
Kliping; Potongan gambar atau tulisan yang diperoleh
dari barbagai sumber seperti dari majalah, surat kabar,
buku, kalender, katalog, iklan dan poster disebut dengan
kliping. Kliping dapat membantu guru dan siswa dalam
mencari informasi sehubungan dengan topik-topik
tertentu. Misalnya kliping tentang pembatasan kekuasaan,
pemilu pasca reformasi, maraknya korupsi, dan
sebagainya.
Poster; Poster pada dasarnya bersifat simbolik dan
dirancang untuk memberi pesan dengan cepat dan ringkas.
Poster yang baik biasanya berwarna, menyajikan ide
tunggal, tulisan jelas, kaya dengan variasi, lugas, dan
terkadang mengandung pernyataan yang berlebihan. Poster
dibuat di atas kertas, kain, batang dan bahan lain yang
memungkinkan, sedangkan ukurannya biasanya relatif
besar disesuaikan dengan tempat yang akan dipasangi.
Guru dapat menggunakan media ini untuk menyimpulkan
suatu unit bahasan tertentu ataupun pembahasan unit
tertentu. Misalnya poster tentang dampak pelanggaran
HAM, ajakan memilih calon partai politik tertentu, dan
sebagainya.
Gambar Kartun dan Karikatur; Gambar kartun dan
karikatur adalah gambar imajinatif yang menggunakan
Pembelajaran PKn SD 85
simbol-simbol tertentu dan terkadang agak berlebihan
untuk menggambarkan orang atau situasi tertentu. Nilai
pendidikannya cukup besar untuk menarik perhatian,
mempengaruhi sikap serta perilaku. Gambar kartun
biasanya disampaikan untuk merangsang keterampilan
berpikir kritis siswa dalam mensikapi situasi atau kejadian
yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, gambar kartun
sering digunakan untuk menyatakan sesuatu yang bersifat
kritikan, ketidaksetujuan, masalah sosial yang menjadi
keprihatinan banyak orang. Gambar kartun biasanya
memuat esensi pesan dalam gambar yang sederhana, tidak
rinci, menggunakan simbol-simbol dan karakter yang
mudah dikenal. Pembelajaran yang dapat menggunakan
gambar karikatur, misalnya pembahasan tentang hutan
yang gundul, korupsi kolusi dan nepotisme (KKN),
kegiatan pedagang asongan atau petani pada waktu
musibah banjir, dan sebagainya.
Flif Chart; Tujuan penggunaan flif chart adalah
membantu dan mempermudah siswa dalam memahami inti
pelajaran, dan membantu guru dalam mengemukakan
rangkaian ide atau informasi dengan menggunakan
rangkaian gambar atau bagan yang telah disusun dengan
rapi. Pembuatan flif chart dilakukan oleh guru dengan
langkahlangkah pembuatan sebagai berikut: 1) Analisis
Materi pelajaran sesuai dengan materi pokok yang akan
disampaikan; 2) Mempersiapkan dan merumuskan konsep
inti materi pelajaran yang akan disampaikan; 3)
Mengembangkan konsep inti dalam bentuk bagan, gambar,
atau pernyataan ke dalam kertas manila karton dengan
jumlah lembaran sesuai kebutuhan. Besar hurup dan spasi
harus diatur supaya terbaca oleh seluruh siswa; 4)
Kemudian dibundel dan dijepit rapi; 5) Setelah itu
tempelkan pada standar khusus untuk itu atau standar
papan tulis. Dalam penggunaannya, guru menjelaskan
materi pelajaran dengan memperlihatkan
gambar/pernyataan satu persatu mengikuti urutan bahan
Pembelajaran PKn SD 86
yang sedang dibahas. Sesekali selingi dengan mengajukan
pertanyaan atau meminta tanggapan siswa supaya siswa
aktif dan kritis dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Media Audio
Media audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio
dari sumber ke penerima pesan. Pesan yang disampaikan
dituangkan dalam lambang-lambang verbal, non verbal
atau kombinasi keduanya. Media audio ini berkaitan erat
dengan indera pendengaran. Pidato-pidato asli para
pemimpin negara dan tokoh masyarakat, tokoh LSM,
tukang becak, tukang bakso dan sebagainya dapat direkam
dan dapat digunakan sebagai sumber belajar (misalnya:
pembacaan RAPBN oleh presiden).
Termasuk di dalam media ini adalah radio, piringan
hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon.
Radio; Siaran audio dapat membantu siswa untuk
meningkatkan komunikasi audio, membuat suasana belajar
lebih hidup dan meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengapresiasi kejadian yang disiarkan. Apabila jadwal
siaran acara radio sesuai dengan jadwal jam pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, acara tersebut dapat
langsung dimanfaatkan. Kerangka dan ikhtisar dilengkapi
dengan pertanyaan yang dicarikan jawabannya dari siaran
radio. Dengan melibatkan radio seperti ini anak-anak
dilatih untuk membuat cacatan. Misalnya pembacaan
tentang prosentase perolehan suara dalam pemilu atau
pemilihan kepala daerah secara langsung, nama-nama
menteri yang baru dilantik, jnama-nama partai politik
peserta pemilu, dsb. Jika acara siaran waktunya tertentu
sehingga kemungkinan tidak cocok dengan jadwal
pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka dalam hal
seperti ini siaran dapat direkam. Selanjutnya penyajian
hasil rekaman dilakukan seperti telah diuraikan dalam
pemanfaatan audio kaset.
Tape Recorder, Pita Suara, dan Piringan Hitam;
Kegunaan media ini hampir sama dengan media radio,
Pembelajaran PKn SD 87
yaitu meningkatkan komunikasi audio, meningkatkan
suasana belajar dan melatih daya apresiasi siswa. Pita
suara (kaset audio, audio cassette) dapat dipakai untuk
merekam suara khas. Misalnya untuk menggambarkan
hiruk pikuk di pasar, keramaian waktu panen di suatu
daerah atau upacara tradisional yang khas. Mungkin kita
perlu menjelaskan suasana suatu peristiwa yang disertai
suara khas. Apabila suara itu dijelaskan dengan kata-kata
saja mungkin suasananya akan hilang. Media audio
memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan media
Audio antara lain: a) Materi tak akan berubah; b) Biaya
produksi relatif murah; c) Peralatan paling murah
dibanding dengan media lainnya; d) Program kaset dapat
disajikan di luar sekolah (wawancara, rekaman kegiatan,
dll); e) Rekaman dapat dihapus dan kaset dapat dipakai
ulang; f) Penyajian sepenuhnya dikontrol penyaji,
sedangkan kelemahannya adalah: a) Memerlukan listrik;
b) Memerlukan ketelitian dalam pembuatan (rekam); c)
Harus selalu siap merekam suatu peristiwa
3. Media Audio-Visual
Media audio-visual merupakan gabungan antara media
audio dan media visual, misalnya: slide, dan film rangkai
yang disertai dengan suara. Media ini menjadi lebih efektif
jika dibandingkan dengan kedua media sebelumnya.
Ditinjau dari sifatnya, media audio-visual dibedakan
menjadi dua, yaitu: Media audio-visual diam: televisi
diam, slide dan suara, film rangkai dan suara, buku dan
suara; Media audio-visual gerak : video, CD, film rangkai
dan suara, televisi, gambar
dan suara.
Siaran Televisi; Televisi di Indonesia sudah digunakan
untuk pendidikan. Tinggal memilih acara yang relevan
dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Seperti halnya
dengan film, televisi adalah kombinasi visual dan
audio.Televisi merupakan media yang menyampaikan
pesan melalui gambar gerak dan dilengkapi dengan suara.
Pembelajaran PKn SD 88
Pada saat ini guru dihadapkan pada berbagai pilihan
stasiun televisi yang masing-masing mempunyai jenis
acara yang berbeda-beda, yaitu: TVRI, TV swasta, dan
jaringan TV luar negeri. Dengan demikian guru
mempunyai kesempatan sekaligus tantangan untuk dapat
memilih dan memanfaatkan program siaran yang relevan
dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Film; Film memberikan sumbangan yang besar bagi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Film
memberikan kepada siswa pengalaman belajar dan dapat
membantu menampilkan waktu berabad-abad (film sejarah
atau peristiwa bersejarah) dan tempat yang berjarak ribuan
kilometer di mana siswa dapat melihat tempat, orang,
peristiwa yang tidak mungkin dilihatnya dengan cara lain.
Video dan Compact Disc; Media ini sangat populer
ditengah-tengah masyarakat. Seperti halnya film dan
televisi, video tape atau pita video dan CD dapat pula
menyajikan pesan audiovisual gerak untuk hal-hal yang
nyata maupun fiktif. Dalam penggunaannya video dan CD
memerlukan player dan televisi. Itu sebabnya mengapa
banyak guru yang belum menggunakan video dan CD
karena jangkauannya terbatas, peralatannya cukup mahal,
dan kurang praktis. Selain media di atas, Masyarakat
merupakan sumber dan media utama dalam pengajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, karena pembelajaran ini
bertitik tolak dari masyarakat dan berorientasi pada
masyarakat. Dalam menggunakan masyarakat sebagai
media belajar, guru memerlukan informasi yang akurat
dan memadai mengenai orang-orang, lembaga, peristiwa,
keadaan yang ada di dalam masyarakat. Dalam
pemanfaatan ini terdapat tiga sarana: (a) tempat, orang,
organisasi yang dapat dijadikan sumber belajar atau untuk
meningkatkan belajar termasuk sumber masyarakat, (b)
kunjungan studi dan (c) nara sumber. Tempat mana atau
kantor mana yang dijadikan sumber bergantung kepada
tujuan dan hakikat pokok bahasan dalam pengajaran
Pembelajaran PKn SD 89
Pendidikan Kewarganegaraan. Termasuk di dalam sumber
belajar di dalam masyarakat adalah kerja lapangan, studi
wisata, perkemahan. Masyarakat di sekitar tempat tinggal
siswa merupakan sumber pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang tidak pernah kering. Dalam
masyarakat siswa dapat melihat langsung proses sosial
yang sedang berlangsung. Dalam masyarakat setempat
kepada siswa diperkenalkan konsep geografi setempat,
masalah kehidupan kelompok (Pendidikan
Kewarganegaraan), proses dan mekanisme pemerintahan
(civics, ilmu politik), aktivitas produksi dan distribusi
barang dan jasa (Pendidikan Kewarganegaraan), adat-
istiadat setempat (anthropologi), dan lokasi warisan
sejarah yang ada (sejarah). Dari masyarakat itu siswa
dapat melihat bahwa orang-orang yang berbeda latar
belakang suku, ras, agama, atau golongan dapat hidup
secara harnonis sebagai bangsa Indonesia, misalnya.
Dengan demikian masyarakat dapat memberi sumbangan
yang penting dalam program pembelajaran PKn. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
menggunakan sumber masyarakat setempat bagi program
pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
1. Mengundang anggota atau tokoh masyarakat setempat
ke dalam kelas untuk berbicara dengan siswa-siswa
mengenai suatu topik yang berhubungan dengan
profesinya (pekerjaannya). Anggota atau tokoh
masyarakat itu mungkin seorang dokter, pengarang,
wartawan, ketua RT/ RW, pedagang, sejarawan dan
sebagainya. Tentu saja guru lebih dahulu
mengkomunikasikan kepada pembicara tentang tujuan
undangan itu sehingga dapat berbicara santai dan
menyesuaikan diri dalam menggunakan bahasa yang
dapat dimengerti oleh anak SD. Umumnya nara
sumber yang bersangkutan berbicara tentang
pengalaman hidup mereka sehari-hari atau tentang
masa lalu.
Pembelajaran PKn SD 90
2. Mengunjungi langsung anggota-anggota atau tokoh-
tokoh masyarakat di tempat mereka tinggal atau
berada. Untuk itu siswa-siswa perlu diberi penjelasan
lebih dahulu tentang tujuan kunjungan itu dan mereka
harus menyiapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan
yang bisa mereka ajukan (wawancara).
E. Sumber Pembelajaran PKn
Salah satu tugas guru yang tidak kalah pentingnya adalah
mencari dan menentukan sumber belajar. Dalam PKn,
mencari dan menentukan sumber belajar sangat penting
sebab bahan ajarnya sangat dinamis sesuai dinamika dan
perkembangan kehidupan sosial politik yang terjadi saat ini.
Oleh karena itu, sumber belajar ini tidak cukup hanya dari
buku teks atau buku paket saja. Dalam pembelajaran PKn,
Anda dapat menggunakan sumber belajar yang diperoleh dari
media cetak seperti buku, majalah, surat kabar, jurnal; dari
media elektronik seperti siaran TV, radio, film; dan manusia
(nara sumber) baik tokoh masyarakat dan pakar di bidang
tertentu maupun pejabat di suatu instansi/organisasi.
Pemanfaatan sumber-sumber belajar tersebut akan lebih
memperkaya bahan ajar yang diuraikan dalam buku teks atau
buku paket, di samping akan meningkatkan gairah belajar
siwa. Kosasih Djahiri (1990) menegaskan bahwa diantara
sumber belajar penting dalam PKn adalah: sumber formal
perundangan; buku paket/acuan resmi;
bahan/publikasi/informasi instansi resmi; media massa yaitu
TV, surat kabar, majalah; buku/literatur keilmuan; kitab suci;
kehidupan riil, adat, ipoleksosbudhankam, lingkungan
sekitar, daerah, nasional, dan internasional.
Kekeliruan yang sering dilakukan guru di lapangan
adalah hanya menggunakan buku teks atau paket yang
dijadikan satu-satunya sumber bahan ajar. Padahal realita
kehidupan di masyarakat dan berita media cetak dan
elektronik merupakan sumber belajar yang lebih aktual
dibandingkan dengan isi buku teks atau paket. Buku teks atau
Pembelajaran PKn SD 91
paket akan mudah ketinggalan perkembangan informasi baru
khususnya yang berkenaan dengan informasi politik dan
ketatanegaraan yang saat ini sedang mengalami perubahan
yang sangat mendasar. Oleh karena itu, Anda dituntut untuk
aktif dan kreatif mencari informasi baru yang diperoleh dari
berbagai media massa baik media cetak maupun elektronik
yang relevan dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
Misalnya, ketika akan membahas materi pokok kedaulatan
rakyat dan sistem politik khususnya yang berkaitan dengan
contoh-contoh penyimpangan ketatanegaraan yang sedang
terjadi, Anda dapat mengkaji dari berita surat kabar dan
siaran atau diskusi dalam televisi. Demikian pula dalam
membahas budaya demokrasi dapat diperkaya dengan
mengambil sumber dari kehidupan riil di masyarakat .
Dengan demikian, sumber belajar tidak cukup hanya
dari buku teks atau paket, tetapi harus di lengkapi dengan
sumber-sumber lain. Bahkan Nasution (1992)
mengemukakan bahwa sumber-sumber belajar bisa diperoleh
dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum,
organisasi, dan lain-lain, bahan cetakan, perpustakaan, alat
audio-visual, dan sebagainya.
F. Sumber Belajar Pada Masyarakat
Masyarakat dan aktivitas pemerintah merupakan
sumber dan media utama dalam pembelajaran PKn, karena
pembelajaran ini bertitik tolak dari masyarakat dan
berorientasi pada masyarakat. Dalam menggunakan
masyarakat dan perilaku pemerintah sebagai media belajar,
guru memerlukan informasi yang akurat dan memadai
mengenai orang-orang, lembaga, peristiwa, keadaan yang ada
di dalam masyarakat. Dalam pemanfaatan ini terdapat tiga
sarana: (a) tempat, orang, organisasi yang dapat dijadikan
sumber belajar atau untuk meningkatkan belajar termasuk
sumber masyarakat, (b) kunjungan studi, dan (c) nara
sumber. Tempat mana atau kantor mana yang dijadikan
sumber tergantung pada tujuan dan kompetensi dasar dalam
Pembelajaran PKn SD 92
standar isi, termasuk sumber belajar yang ada dalam
masyarakat adalah kerja lapangan, studi wisata, dan
perkemahan.
Masyarakat dan pemerintahan di sekitar tempat tinggal
siswa merupakan sumber pembelajaran PKn yang tidak
pernah kering. Dalam masyarakat siswa dapat melihat
langsung proses sosial yang sedang berlangsung. Dalam
masyarakat setempat perlu diperkenalkan kepada siswa
tentang konsep-konsep lain yang berasal dari disiplin
geografi, masalah kehidupan kelompok dari disiplin
sosiologi, proses dan mekanisme pemerintahan dari civics/
ilmu politik, aktivitas produksi dan distribusi barang dan jasa
dari ekonomi, adat-istiadat setempat dari anthropologi, dan
lokasi warisan sejarah yang ada dari disiplin sejarah. Dari
masyarakat itu siswa dapat melihat bahwa orang-orang yang
berbeda latar belakang suku, ras, agama, atau golongan dapat
hidup secara harnonis sebagai bangsa Indonesia.
Masyarakat dan kehidupan pemerintah dapat memberi
sumbangan yang penting dalam program pembelajaran PKn.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
menggunakan sumber masyarakat setempat bagi program
pembelajaran PKn.
1. Mengundang anggota atau tokoh masyarakat dan aparatur
pemerintah setempat ke dalam kelas untuk berbicara
dengan siswa-siswa mengenai suatu topik yang
berhubungan dengan profesinya (pekerjaannya). Anggota
atau tokoh masyarakat itu mungkin seorang dokter,
pengarang, wartawan, ketua RT/ RW, pedagang,
sejarahwan dan sebagainya. Tentu saja guru lebih dahulu
mengkomunikasikan kepada pembicara tentang tujuan
undangan itu sehingga dapat berbicara santai dan
menyesuaikan diri dalam menggunakan bahasa yang dapat
dimengerti oleh siswa SD. Umumnya nara sumber yang
bersangkutan berbicara tentang pengalaman hidup mereka
sehari-hari atau tentang masa lalu.
Pembelajaran PKn SD 93
2. Mengunjungi langsung anggota-anggota atau tokoh-tokoh
masyarakat dan pemerintahan di tempat mereka tinggal
atau berada. Untuk itu siswa-siswa perlu diberi penjelasan
lebih dahulu tentang tujuan kunjungan itu dan mereka
harus menyiapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang
bisa mereka ajukan melalui wawancara.***
Pembelajaran PKn SD 94
BAB VI
PENILAIAN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Prinsip Penilaian
Dalam merencanakan dan melaksanakan penilaian,
guru perlu mengacu pada sejumlah prinsip penilaian. Dalam
Standar Penilaian dikemukakan bahwa penilaian hasil belajar
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Sahih, yakni penilaian didasarkan pada data yang
mencerminkan kemampuan yang diukur. Oleh karena itu,
instrumen yang digunakan perlu disusun melalui prosedur
sebagaimana dijelaskan dalam panduan agar memiliki
bukti kesahihan dan keandalan.
2. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan
kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
Oleh karena itu, pendidik menggunakan rubrik atau
pedoman dalam memberikan skor terhadap jawaban
peserta didik atas butir soal uraian dan tes praktik atau
kinerja sehingga dapat meminimalkan subjektivitas
pendidik.
3. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau
merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus
serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Faktor-faktor
tersebut tidak relevan di dalam penilaian, oleh karena itu
perlu dihindari agar tidak berpengaruh terhadap hasil
penilaian.
4. Terpadu, yakni penilaian oleh pendidik merupakan salah
satu komponen kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini
hasil penilaian benar-benar dijadikan dasar untuk
memperbaiki proses pembelajaran yang diselenggarakan
oleh peserta didik. Jika hasil penilaian menunjukkan
banyak peserta didik yang gagal, sementara instrumen
Pembelajaran PKn SD 95
yang digunakan sudah memenuhi persyaratan secara
kualitatif, berarti proses pembelajaran kurang baik. Dalam
hal demikian, pendidik harus memperbaiki rencana
dan/atau pelaksanaan pembelajarannya.
5. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan
dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak
yang berkepentingan. Oleh karena itu, pendidik
menginformasikan prosedur dan kriteria penilaian kepada
peserta didik. Selain itu, pihak yang berkepentingan dapat
mengakses prosedur dan kriteria penilaian serta dasar
penilaian yang digunakan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian
mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan
berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau
perkembangan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu,
penilaian bukan semata-mata untuk menilai prestasi
peserta didik melainkan harus mencakup semua aspek
hasil belajar untuk tujuan pembimbingan dan pembinaan.
7. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana
dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
Oleh karena itu, penilaian dirancang dan dilakukan
dengan mengikuti prosedur dan prinsip-prinsip yang
ditetapkan. Dalam penilaian kelas, misalnya, guru mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan menyiapkan
rencana penilaian bersamaan dengan menyusun silabus
dan RPP.
8. Beracuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Oleh karena itu,
instrumen penilaian disusun dengan merujuk pada
kompetensi (SKL, SK, dan KD). Selain itu, pengambilan
keputusan didasarkan pada kriteria pencapaian yang telah
ditetapkan.
9. Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan,
baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Oleh
karena itu, penilaian dilakukan dengan mengikuti prinsip-
Pembelajaran PKn SD 96
prinsip keilmuan dalam penilaian dan keputusan yang
diambil memiliki dasar yang objektif.
B. Teknik dan Instrumen Penilaian
Dalam Standar Penilaian dikemukakan bahwa penilaian
hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik
penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau
kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik
kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Adapun
teknik penilaian yang dimaksud meliputi:
1. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau
tes kinerja.
2. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama
pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan
pembelajaran.
3. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok
dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek.
Instrumen penilaian hasil belajar dapat dibagi atas tiga
bagian, ialah instrumen penilaian yang digunakan oleh
pendidik, oleh satuan pendidikan, dan oleh pemerintah.
Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik
memenuhi persyaratan (a) substansi, yakni merepresentasikan
kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, yakni memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan, dan (c) bahasa, yakni menggunakan bahasa yang
baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf
perkembangan peserta didik.
Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan
dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan
substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti
validitas empirik. Instrumen penilaian yang digunakan oleh
pemerintah dalam bentuk Ujian Nasional memenuhi
persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti
validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat
diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antar tahun.
Pembelajaran PKn SD 97
Teknik penilaian yang dapat digunakan pendidik kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian antara lain
sebagai berikut.
1. Tes tertulis
Tes tertulis adalah suatu teknik penilaian yang menuntut
jawaban secara tertulis, baik berupa pilihan atau isian. Tes
yang jawabannya berupa pilihan meliputi antara lain
pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan, sedangkan
tes yang jawabannya berupa isian berbentuk isian singkat
atau uraian.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah teknik penilaian yang
dilakukan dengan menggunakan indera secara langsung.
Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman
observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
3. Penugasan
Penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut
peserta didik melakukan kegiatan tertentu di luar kegiatan
pembelajaran di kelas. Penugasan dapat diberikan dalam
bentuk individual atau kelompok. Penugasan dapat berupa
pekerjaan rumah atau proyek. Pekerjaan rumah adalah
tugas menyelesaikan soal-soal dan latihan yang dilakukan
peserta didik di luar kegiatan kelas. Proyek adalah suatu
tugas yang melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan,
dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu
tertentu dan umumnya menggunakan data lapangan.
4. Tes Lisan
Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung antara
peserta didik dengan penguji dan jawaban diberikan secara
lisan. Tes jenis ini memerlukan daftar pertanyaan dan
pedoman penskoran.
5. Penilaian Portofolio
Pembelajaran PKn SD 98
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan
dengan cara menilai portofolio peserta didik. Portofolio
adalah kumpulan karya-karya peserta didik dalam bidang
tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,
perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik
dalam kurun waktu tertentu.
6. Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses
pembelajaran yang berisi informasi hasil pengamatan
tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait
dengan kinerja ataupun sikap dan perilaku peserta didik
yang dipaparkan secara deskriptif.
7. Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya, penguasaan kompetensi yang
ditargetkan, dan pengamalan perilaku berkepribadian dan
menjadi warga Negara yang baik.
8. Penilaian antarteman
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta peserta didik untuk mengemukakan
kelebihan dan kekurangan, penguasaan kompetensi, dan
pengamalan perilaku berkepribadian dan menjadi warga
Negara yang baik.
C. Fokus Penilaian PKn
Penilaian mata pelajaran PKn adalah proses untuk
mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta
didik dalam mata pelajaran PKn. Hasil penilaian digunakan
untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta
didik dan efektivitas proses pembelajaran PKn. Fokus
penilaian PKn adalah keberhasilan belajar peserta didik
dalam mencapai standar kompetensi PKn yang ditentukan
dalam Permendiknas Nomor 22/2005 tentang Standar Isi (SI).
Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai
berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang
Pembelajaran PKn SD 99
selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk
tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai
peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
sebagaimana tertera dalam Permendiknas Nomor 23/2006.
Kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan
Kepribadian pada satuan pendidikan dasar merupakan
kelompok mata pelajaran yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan
status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan
kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan
tersebut mencakup wawasan kebangsaan, jiwa dan
patriotisme, bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan
hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap
serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22
tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah).
Penilaian untuk kelompok mata pelajaran
Kewarganegaraan dan kepribadian dilaksanakan oleh
pendidik dalam bentuk penilaian kelas (classroom
assessment) dan oleh satuan pendidikan untuk penentuan
nilai akhir pada satuan pendidikan melalui ujian sekolah dan
rapat dewan pendidik. Untuk mengetahui tingkat
ketercapaian kompetensi lulusan, penilaian hasil belajar
kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian
dilakukan melalui: (a) pengamatan terhadap perubahan
perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan
kepribadian peserta didik; dan (b) ujian, ulangan, dan/atau
penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik
(Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 64 ayat (3). Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (1) menegaskan bahwa
Pembelajaran PKn SD 100
kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi wajib
memuat Pendidikan Kewarganegaraan.
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 menjabarkan
lebih lanjut isi undang-undang tersebut dengan menyatakan
bahwa salah satu struktur kurikulum untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah adalah kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian. Mengacu pada rumusan
SI dalam Permen nomor 22 tahun 2006, rumusan SKL dalam
Permen nomor 23 tahun 2006 dan ketentuan Pasal 64 ayat (3)
PP nomor 19 tahun 2005, serta karakteristik kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, maka hasil
belajar kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian meliputi:
1) Pemahaman akan hak dan kewajiban diri sebagai warga
negara, yaitu aspek kognitif sebagai hasil belajar mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
2) Kepribadian, yaitu beberapa aspek kepribadian
sebagaimana disebutkan dalam Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum.
3) Perilaku berkepribadian, yaitu berbagai bentuk perilaku
sebagai penerjemahan dimilikinya ciri-ciri kepribadian
warga negara Indonesia.
Ketiga bentuk hasil belajar tersebut berada pada domain yang
berbeda. Pemahaman berada pada domain kognitif, berbagai
aspek kepribadian berada pada domain afektif, sedangkan
perilaku berkepribadian berada dalam domain keperilakuan.
Perbedaan domain tersebut menuntut perbedaan dalam
metode dan
cara pengukurannya.
D. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian terhadap hasil belajar peserta didik
diselenggarakan secara berkesinambungan untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan
Pembelajaran PKn SD 101
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas (PP. 19 tahun 2005 Pasal 64 ayat (1)).
Secara khusus, penilaian yang dilakukan oleh pendidik
digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta
didik, menyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan
memperbaiki proses pembelajaran. Guru kelas atau guru mata
pelajaran memiliki tanggung jawab penuh atas
terselenggaranya penilaian yang sahih terhadap pencapaian
atau prestasi sebagai hasil proses belajar peserta didik.
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk
memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta
untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, penilaian hasil belajar oleh pendidik
dilakukan secara berkesinambungan dan mencakup seluruh
aspek pada diri peserta didik, baik aspek kognitif, afektif
maupun perilaku, sesuai dengan karakteristik kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
Setidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam
menilai hasil belajar peserta didik pada kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Pertama,
penilaian pendidikan ditujukan untuk menilai hasil belajar
peserta didik secara menyeluruh, mencakup aspek kognitif,
afektif, dan perilaku. Informasi hasil belajar yang
menyeluruh menuntut berbagai bentuk sajian, yakni berupa
angka prestasi, kategorisasi, dan deskripsi naratif sesuai
dengan aspek yang dinilai. Informasi dalam bentuk angka
cocok untuk menyajikan prestasi dalam aspek kognitif.
Sajian dalam bentuk kategorisasi disertai dengan deskriptif-
naratif cocok untuk melaporkan aspek afektif dan perilaku;
Kedua, hasil penilaian pendidikan dapat digunakan untuk
menentukan pencapaian kompetensi dan melakukan
pembinaan dan pembimbingan pribadi peserta didik;
Ketiga, penilaian oleh pendidik terutama ditujukan untuk
pembinaan prestasi dan pengembangan potensi peserta
didik; Keempat, untuk memperoleh data yang lebih dapat
Pembelajaran PKn SD 102
dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan perlu
digunakan banyak teknik penilaian yang dilakukan secara
berulang dan berkesinambungan.
2. Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Penilaian oleh satuan pendidikan merupakan penilaian
akhir pada tingkat satuan pendidikan yang bertujuan untuk
menilai pencapaian SKL. Penilaian kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian didasarkan
pada hasil ujian sekolah dengan mempertimbangkan hasil
penilaian oleh pendidik. Penilaian oleh satuan pendidikan
digunakan sebagai: (a) salah satu syarat kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan, (b) dasar untuk meningkatkan
kinerja pendidik, dan (c) dasar untuk mengevaluasi
pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
E.Prosedur Penilaian
Pada umumnya, kesulitan yang dihadapi adalah ketika
akan menilai hasil belajar PKn dalam aspek (domain) afektif.
Memang hal ini telah menjadi masalah umum yang dihadapi
oleh para guru. Tidak dapat disangkal bahwa aspek afektif
merupakan bidang tertutup (close area) atau tersembunyi
(hidden) yang ada dalam diri manusia. Tidak seperti aspek
kognitif yang dapat diketahui dengan cara penilaian tes.
Menilai aspek afektif merupakan tugas yang tidak mudah
dilaksanakan secara sederhana. Oleh karena itu, panduan
penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian sebagai salah satu panduan dalam standar
penilaian (Permendiknas Nomor 20 tahun 2007) telah
menguraikan hal ini. Salah satu prinsip dalam pengembangan
instrumen penilaian adalah diperolehnya instrument yang
mampu menggali informasi yang akurat, namun harus cukup
praktis dan proses penyusunannya tidak terlalu kompleks
sehingga memiliki nilai aplikatif yang tinggi bagi pihak
pendidik dan satuan pendidikan. Dengan memperhatikan
prinsip tersebut maka aspek penilaian untuk kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dibuat klasifikasi
Pembelajaran PKn SD 103
sebagai berikut: (1) aspek pemahaman akan hak dan
kewajiban diri sebagai warga negara diukur dengan
menggunakan tes hasil belajar, (2) aspek atau ciri kepribadian
diungkap dengan menggunakan skala kepribadian, dan (3)
aspek perilaku berkepribadian diungkap lewat panduan
pengamatan dengan menggunakan rubrik penilaian.
Panduan Penilaian kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian menguraikan model
instrumen dan prosedur penilaian yang dapat dijadikan acuan
oleh guru PKn di SD dalam menyusun instrumen penilaian
sebagai berikut.
1. Pemahaman akan Hak dan Kewajiban Diri sebagai
Warga Negara
Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur
aspek pemahaman akan hak dan kewajiban diri sebagai
warga negara berupa tes-tulis kognitif (paper and pencil
test) guna mengungkap tingkat penguasaan peserta didik
sebagai hasil belajar mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Untuk mencapai tujuan dan kompetensi
maka pengembangan tes ini harus didasarkan pada kisi-kisi
tes yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi
dasar (KD) sesuai dengan jenjang pendidikan yang
ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi. Sebagai acuan dalam penulisan soal,
rumusan KD dijabarkan lebih lanjut oleh guru kelas di SD
menjadi indikator-indikator pencapaian kompetensi.
Sebagai contoh model kisi-kisi yang memuat SK, KD, dan
indikator-indikator pencapaiannya yang dapat dijadikan
dasar penyusunan tes ulangan akhir semester.
2. Aspek-aspek Kepribadian
Dalam Panduan Penilaian kelompok mata pelajaran
Kewarganegaraan dan Kepribadian dikemukakan bahwa
penilaian terhadap perkembangan aspek atau ciri
kepribadian peserta didik dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran mengenai beberapa ciri kepribadian yang telah
tertanam dalam diri peserta didik sebagai bagian dari hasil
Pembelajaran PKn SD 104
proses pembelajaran di sekolah. Meskipun demikian,
pengembangan kepribadian tidak merupakan mata
pelajaran tersendiri, melainkan merupakan tanggung jawab
kolektif dari guru mata pelajaran yang tercakup dan
dilaksanakan dalam kegiatan kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni
dan budaya, dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu,
penilaian terhadap perkembangan aspek kepribadian bukan
merupakan kegiatan semester atau triwulan yang terjadwal
melainkan berfungsi sebagai asesmen yang dilakukan oleh
guru kelas/guru mata pelajaran, konselor dan/atau satuan
pendidikan secara berkesinambungan (longitudinal) sesuai
dengan kebutuhan. Aspek kepribadian peserta didik dapat
diungkap melalui pengamatan dan pengukuran dalam
bentuk skala kepribadian. Karena pengembangan skala
kepribadian tidak mudah, maka satuan pendidikan secara
bertahap dapat membentuk tim khusus yang bertugas
mengembangkan skala seperti ini dan meminta bantuan
ahli dari perguruan tinggi dan tidak menjadikannya sebagai
tugas individual guru kelas di SD. Sumber acuan untuk
pengembangan skala kepribadian adalah rumusan dalam
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan SD, khususnya Bab II tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang meliputi
aspek-aspek sikap dan kepribadian seperti: (a) menyadari
akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, (b)
meningkatkan kualitas diri, (c) menyadari dan memiliki
wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, (d)
menghargai hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa,
pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, (e)
mengembangkan demokrasi, (f) memiliki tanggung jawab
sosial, (g) menaati hukum, (h) membayar pajak, dan (i) anti
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pendidik memilih dan
merumuskan kembali kesembilan aspek ini menjadi
beberapa aspek afektif kepribadian yang sesuai dengan
Pembelajaran PKn SD 105
jenjang SD, konteks kehidupan sehari-hari, dan tingkat
perkembangan peserta didik. Sebagai contoh, dari butir d
(menghargai hak asasi manusia) dapat dirumuskan aspek
“saling menghargai” dan aspek “bersikap santun”, dari
butir a (menyadari akan hak dan kewajiban sebagai warga
negara) dan dari butir f (memiliki tanggungjawab warga
negara) dapat dirumuskan aspek “rasa tanggung jawab”,
dari butir b (meningkatkan kualitas diri) dapat dirumuskan
aspek “percaya diri” dan aspek “kompetitif”, dan lain-lain.
3. Perilaku Berkepribadian
Dalam Panduan Penilaian kelompok mata PKn dan
Kepribadian dikemukakan bahwa seperti penilaian
terhadap perkembangan aspek-aspek kepribadian peserta
didik, penilaian terhadap perilaku berkepribadian juga
bukan merupakan kegiatan semester yang terjadwal
melainkan berfungsi sebagai asesmen yang dilakukan
sesuai kebutuhan baik oleh pendidik maupun oleh satuan
pendidikan. Penilaian terhadap perilaku berkepribadian
menghendaki adanya rumusan standar perilaku
sebagaimana yang dimaksudkan oleh Permendiknas Nomor
23 Tahun 2006 tentang SKL untuk Satuan Pendidikan
SD/MI. Rumusan standar perilaku bagi masing-masing
jenjang pendidikan ini dijadikan indikator perilaku yang
dapat dinilai menggunakan rubrik (tabel yang memuat
gambaran perilaku dan skor pencapaiannya berdasarkan
pengamatan jangka panjang).
F. Pelaporan Hasil Penilaian Pembelajaran
Laporan hasil belajar peserta didik hendaknya
berbentuk profil yang mencakup kompetensi atau ranah
kognitif, afektif, dan perilaku. Informasi yang mengandung
ranah afektif dan perilaku dapat diperoleh melalui teknik
penilaian tertentu yang berbeda dari ranah kognitif sesuai
dengan tuntutan kompetensi dasar. Pengamatan terhadap
perilaku merupakan cara yang efektif dalam menilai aspek
Pembelajaran PKn SD 106
afektif. Bagi mata pelajaran PKn, ranah afektif dan perilaku
memiliki kedudukan yang penting dan menjadi kekhasan
bagi penilaian PKn.
Penyusunan laporan untuk orang tua dan siswa
hendaknya dibuat selengkap mungkin agar mereka mendapat
informasi yang cukup dan dapat memanfaatkannya bagi
peningkatan prestasi belajar. Laporan yang lengkap dapat
membantu orang tua lebih memahami tentang kondisi
anaknya, perubahan yang terjadi pada diri anak baik
menyangkut aspek kognitif, afektif, maupun perilaku.
Meskipun demikian, pembuatan laporan yang lengkap
tidaklah mudah. Tugas ini akan menjadi beban bagi seorang
guru terutama yang belum terbiasa membuat laporan yang
lengkap. Agar laporan itu tidak membebani guru, maka perlu
ada pengaturan waktu dalam penyusunannya, misalnya
laporan tengah semester, akhir catur wulan, semester, atau
tahunan. Bentuk laporan yang dibuat dapat berupa buku rapor
atau rekap hasil belajar dalam bentuk kumpulan hasil karya
siswa terbaik. Jumlah laporan dapat diklasifikasikan apakah
menurut mata pelajaran, kelompok mata pelajaran
(Kewarganegaraan dan Kepribadian, IPTEK, Seni Budaya,
Jasmani, Olah Raga, Kesehatan) atau seluruh mata pelajaran.
Semua laporan ini selanjutnya dikirim kepada seluruh orang
tua siswa. Di dalam buku laporan tersebut dikemukakan pula
prestasi belajar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,
apakah sudah lulus atau belum lulus, apakah sudah baik,
cukup, atau kurang, apakah perlu perbaikan (mengulang atau
remedial), atau mencantumkan nilai angka. Tugas pembuatan
laporan lain yang harus dilakukan oleh guru adalah laporan
untuk sekolah. Pihak sekolah sebagai lembaga pendidikan
yang bertanggung jawab atas lulusan harus berupaya
meningkatkan mutu proses dan hasil belajar. Untuk itu,
sekolah harus melakukan evaluasi diri agar dapat mengetahui
apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan mutu tersebut.
Sekolah harus mengetahui kondisi tentang peserta didik,
kemampuan guru, fasilitas (sarana/prasarana) yang
Pembelajaran PKn SD 107
dimilikinya. Semua informasi tentang peserta didik tersebut
dilaporkan kepada kepala sekolah sebagai pihak yang
bertanggung jawab dalam upaya peningkatan mutu hasil
belajar. Laporan yang dibuat guru untuk sekolah atau kepala
sekolah hendaknya dibuat selengkap mungkin. Laporan berisi
bukan hanya menyangkut jumlah siswa dan prestasi hasil
belajarnya melainkan mencakup kompetensi peserta didik
yang lebih rinci, misalnya aspek pengetahuan,
keterampilan/praktek, dan nilai/sikap, bahkan minat serta
bakatnya.
Laporan tidak hanya dalam bentuk nilai angka
melainkan dalam bentuk deskripsi/naratif tentang
karakteristik peserta didik. Selain dua bentuk laporan diatas,
laporan yang dibuat oleh guru disiapkan pula untuk
masyarakat. Laporan untuk masyarakat ini dibuat terutama
berkaitan dengan kelulusan peserta didik. Diharapkan bahwa
setiap peserta didik yang telah lulus dapat menunjukkan bukti
tingkat keberhasilan mengenai kemampuan atau kompetensi
berupa pengetahuan dan keterampilan tertentu. Tingkat
keberhasilan dalam kompetensi inilah yang dilaporkan dalam
buku laporan untuk masyarakat. Tidak seperti bentuk laporan
untuk orang tua dan sekolah, laporan untuk masyarakat
dibuat secara singkat tetapi padat yang menggambarkan
prestasi dan keberhasilan peserta didik. Oleh karena itu, agar
informasi ini mudah diserap oleh masyarakat maka wahana
seperti surat kabar, majalah serta media elektronik sangat
tepat dijadikan sebagai media laporan tentang hasil belajar
peserta didik untuk masyarakat.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pembuatan
laporan hasil belajar peserta didik dimaksudkan untuk
dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan demi
meningkatkan prestasi hasil belajar dan perbaikan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Pemanfaatan laporan hasil belajar oleh pihak yang
berkepentingan yaitu: Pertama, pemanfaatan laporan hasil
belajar oleh peserta didik dimaksudkan untuk: (1)
Pembelajaran PKn SD 108
mengetahui kemajuan hasil belajar diri; (2) mengetahui
konsep-konsep atau teori-teori yang belum dikuasai; (3)
memotivasi diri untuk belajar lebih baik; dan (4)
memperbaiki strategi belajar. Peserta didik dapat
memperoleh informasi tentang hasil belajarnya melalui
berbagai cara seperti ujian, kuesioner atau angket, wawancara
dan pengamatan. Melalui ujian dapat diperoleh informasi
untuk ranah kognitif dan perilaku sedangkan melalui angket
dan pengamatan dapat diperoleh informasi untuk ranah
afektif. Menurut Ghofur dkk. (2004) laporan hasil belajar
yang akurat untuk peserta didik dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin apabila isi laporan tersebut meliputi: (1)
hasil pencapaian belajar peserta didik yang dinyatakan dalam
bentuk kompetensi dasar yang sudah dicapai dan yang belum
dicapai; (2) kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam
semua mata pelajaran; dan (3) minat peserta didik pada
masing-masing mata pelajaran. Namun, agar laporan tersebut
cukup lengkap dan spesifik maka dalam konteks mata
pelajaran PKn, hasil pencapaian peserta didik hendaknya
dilaporkan pada setiap kompetensi dasar atau indikator
tentang standar ketuntasan minimal. Standar ketuntasan
belajar minimal (SKBM) atau kriteria ketuntasan minimal
(KKM) ditentukan oleh sejumlah kriteria antara lain materi
esensial, kompleksitas, sarana pendukung, dan intake siswa.
Semua unsur KKM ini secara kumulatif akan menjadi input
bagi laporan hasil belajar peserta didik untuk mata pelajaran
PKn. Adanya keterangan dalam laporan sangat penting untuk
mengetahui kompetensi dasar apa yang masih lemah atau
belum dikuasai dan kompetensi dasar apa yang sudah
dikuasai. Dari informasi inilah peserta didik dan guru dapat
melakukan kegiatan remedial atau perbaikan. Secara terbuka
guru dapat mengkomunikasikan kepada peserta didik tentang
kompetensi apa yang masih harus diperbaiki. ***
Pembelajaran PKn SD 109
BAB VII
PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SD
A. Pengembangan Kurikulum
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
berikut.
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk
mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian
tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah,
dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan
agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status
sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan
lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta
disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang
bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang
secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi
Pembelajaran PKn SD 110
kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk
menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh
karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial,
keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran
yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia
seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan
daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan
daerah harus saling mengisi dan memberdayakan
sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembelajaran PKn SD 111
Demikianlah prinsip- prinsip yang perlu
dipertimbangkan dan dijadikan pedoman dalam
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
oleh para praktisi pendidikan di setiap jenjang dan jalur
satuan pendidikan masing-masing.
B. Materi Kurikuluer Pendidikan Kewarganegaraan
Domain PKn sebagai program kurikuler dirancang
dalam sejumlah dokumen kurikulum yang bersifat formal dan
hasil pemikiran para ahli sesuai dengan tingkat usia dan
jenjang sekolah yang semuanya diarahkan pada
pembangunan karakter warga negara. Sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya bahwa persoalan yang dihadapi PKn
bila dikaitkan dengan praktik dan perilaku kehidupan
masyarakat dan bangsa Indonesia akhir-akhir ini masih jauh
dari harapan. Bahkan masih jauh dari tujuan dan cita-cita
bangsa sebagaimana yang digariskan dalam Pembukaan
UUD 1945.
Program PKn yang diselenggarakan di lembaga
pendidikan formal seperti sekolah belum dapat dikatakan
sinergi dengan program PKn yang diselenggarakan di luar
lembaga pendidikan formal, kalau ada. Program PKn masih
berjalan secara sendiri-sendiri sehingga persoalan bangsa,
khususnya dalam upaya pembangunan karakter warga negara
yang baik belum optimal. Domain PKn sebagai program
kurikuler meliputi program PKn yang diselenggarakan dalam
lingkungan pendidikan formal dan nonformal. PKn sebagai
program kurikuler adalah PKn yang terdapat di dalam
kurikulum tiap jenjang satuan pendidikan (SD, SMP, SMA,
PT). Program PKn pada lingkungan pendidikan nonformal ini
masih terabaikan, artinya upaya untuk pembinaan karakter
warga negara yang menyeluruh termasuk mereka yang ada di
luar jalur pendidikan formal belum mendapat perhatian yang
memadai. Masalah ini terkait dengan masalah kebijakan
(policy) pemerintah. Tanggung jawab yang diemban oleh
pakar atau semua masyarakat ilmiah di bidang PKn adalah
Pembelajaran PKn SD 112
melakukan pengkajian secara berkesinambungan khususnya
dalam lingkup kurikulum.
Program PKn sebagai domain kurikuler berbentuk
sejumlah dokumen yang setiap masa/saat dapat berubah.
Tidak ada dokumen kurikuler yang steril dari perubahan.
Dokumen kurikulum PKn dibuat dan dipersiapkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu mengalami
perubahan dari satu masa ke masa berikutnya. Perubahan
kurikulum yang dilakukan oleh para pengembang merupakan
proses alamiah mengikuti perkembangan masyarakat yang
berubah sejalan dengan tuntutan dan tantangan yang
dihadapi. Perubahan kurikulum hendaknya dilakukan setelah
ada proses evaluasi terhadap kurikulum terdahulu. Sejalan
dengan perubahan masyarakat dan sistem pemerintahan di
Indonesia, Kurikulum PKn sekolah yang pernah ada di
Indonesia dapat dipilah menjadi empat model, yaitu:
Pertama adalah model PKn pada kurun waktu tahun 1960-an
sampai 1968. Kurikulum pada masa ini memiliki ontologi
pokok berupa content yang lebih banyak mengandung aspek
sosial politik yang berkaitan dengan doktrin-doktrin
kenegaraan; Kedua, ketika berubah menjadi PKn pada tahun
1968-an sampai 1975-an muatan isi kurikulum mulai berubah
menjadi bukan hanya doktrin kenegaraan yang spesifik,
melainkan sudah membahas persoalan-persoalan moral dan
sebagainya; Ketiga, begitu PKn itu menjadi Pendidikan
Moral Pancasila pada tahun 1975, content-nya itu menukik
pada butir-butir nilai Pancasila yang berlaku sampai
kurikulum 1994, dan Keempat, sejalan dengan adanya
perubahan politik dari Orde Baru ke Orde Reformasi,
sebenarnya ketika berlaku Kurikulum PPKn 1994, pernah
dilakukan penyesuaian content. Ada sejumlah content
Kurikulum 1994 yang ditambah dan dikurangi, disesuaikan
dengan semangat dan nuansa reformasi. Pada sekitar tahun
1999 lahirlah Kurikulum Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dengan Suplemen. Sejumlah
butiran dan nilai hasil pemikiran yang terkait dengan budi
Pembelajaran PKn SD 113
pekerti diakomodasi ke dalam Kurikulum PPKn 1994 dengan
Suplemen. Hingga kini sejumlah sekolah baik SD, SMP,
maupun SMA masih ada yang menggunakan Kurikulum
PPKn 1994 dengan Suplemen, beberapa sekolah lainnya
menggunakan Kurikulum 2006, dan beberapa sekolah
menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
berdasarkan pada Standar Nasional, Standar Isi (Permen
Diknas Nomor 22/2005) dan Standar Kompetensi Lulusan
(Permen Diknas Nomor 23/2005). Ketika bangsa Indonesia
memasuki tahun 2000, di kalangan Departemen Pendidikan
Nasional mulai diadakan berbagai kajian dan evaluasi
terhadap dokumen Kurikulum PKn hingga lahirlah gagasan
tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk mata
pelajaran PKn sekolah. Nama untuk mata pelajaran ini pun
telah berubah. Untuk SD dan SMP, mata pelajaran PKn
digabungkan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan
menggunakan nama baru menjadi Pengetahuan Sosial.
Sedangkan untuk SMA, mata pelajaran PKn berubah nama
menjadi Kewarganegaraan. Dari aspek content, baik PKn SD,
SMP yang ada dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial,
maupun PKn SMA dalam mata pelajaran Kewarganegaraan
pada dasarnya masih menimbulkan kontroversi dan
perdebatan di kalangan masyarakat umum maupun
masyarakat akademik.
Sebagai standar nasional dalam aspek isi atau ruang
lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
sebagaimana termuat dalam standar isi (Permendiknas
Nomor 22/2006) meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun
dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai
bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan
keadilan;
Pembelajaran PKn SD 114
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam
kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang
berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah,
3. Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan
peradilan internasional
4. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak,
Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen
nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM
5. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong,
Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan
berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan
kedudukan warga Negara;
6. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang
pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar Negara
dengan konstitusi;
7. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan
kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi,
Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya
politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani,
Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
8. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka
9. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya,
Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak
globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi
internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
Demikianlah ruang lingkup materi mata pelajaran PKn
berdasarkan Standar Isi sebagaimana diatur dalam
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Disahkannya Undang-
Pembelajaran PKn SD 115
undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan
terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Salah
satu implikasi dari ketentuan undang-undang tersebut adalah
lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa
lingkup standar nasional meliputi: (1) standar isi; (2) standar
proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik
dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana;
(6) standar pengelolaaan; (7) standar pembiayaan; (8) standar
penilaian pendidikan. Dalam standar isi dikemukakan pula
bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Dalam standar kompetensi lulusan dikemuakkan
bahwak kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: (1)
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam
dan terpadu; (3) Tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4)
Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan
berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7)
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan
daerah.
Pembelajaran PKn SD 116
C. Pengembangan Silabus dan RPP Pembelajaran PKn
Dalam pengertian kamus, istilah silabus berarti ikhtisar
suatu pelajaran. Dalam konteks pembelajaran, silabus adalah
rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian. Istilah silabus dalam konteks pembelajaran
telah lama digunakan di perguruan tinggi. Namun, untuk
tingkat sekolah, istilah silabus sebenarnya belum lama
digunakan karena istilah yang digunakan sebelumnya adalah
model program atau desain program.
Silabus selalu terkait dengan kompetensi dan
kompetensi dasar yang diharpkan dapat dikuasai oleh peserta
didik. Dalam silabus pun selalu diuraikan masalah cara
mencapai dan bagaimana mengetahui bahwa kompetensi
tersebut teah tercapai. Penggunaan istilah silabus dalam
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan nasional
saat ini cukup resmi karena diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 Ayat (2) yang
berbunyi: Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan
komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah
supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama untuk MI. MTs, MA, dan MAK. Silabus sebagai
bagian dari kurikulum yang ada pada tingkat satuan
pendidikan dikembangkan oleh: (1) guru kelas/mata
pelajaran, atau (2) kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau
(3) kelompok kerja guru (PKG/MGMP), atau (4) Dinas
Pembelajaran PKn SD 117
Pendidikan. Kegiatan pengembangannya dapat dilakukan
secara bersama-sama dalam satu waktu, artinya semua unsur
guru hadir sedangkan unsur dari dinas dapat berperan sebagai
pembimbing/pengawas.
Sebagai rambu-rambu pengembangan bagi guru berikut
diuraikan komponen-komponen silabus yang dapat dijadikan
acuan oleh para guru. Komponen Silabus:
1. Standar Kompetensi
2. Kompetensi Dasar
3. Materi Pokok/Pembelajaran
4. Kegiatan Pembelajaran
5. Indikator
6. Penilaian
7. Alokasi Waktu
8. Sumber Belajar
Untuk menghasilkan silabus yang baik dan aplikatif, maka
para pengembang (guru) perlu memperhatikan prinsip-prinsip
pengembangan silabus sebagai berikut.
o Ilmiah; Artinya, keseluruhan materi dan kegiatan yang
menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
o Relevan; Artinya, cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran
dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan
tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
o emosional, dan spritual peserta didik.
o Sistematis; Artinya, komponen-komponen silabus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi.
o Konsisten; Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat
asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian.
o Memadai; Artinya, cakupan indikator, materi pokok/
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian
kompetensi dasar.
Pembelajaran PKn SD 118
o Aktual dan Kontekstual; Artinya, cakupan indikator,
materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
o Fleksibel; Artinya, keseluruhan komponen silabus dapat
mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta
dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat.
o Menyeluruh; Artinya, komponen silabus mencakup
keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotor).
Dalam mengembangkan silabus, guru pun perlu
memperhatikan langkah-langkah pengembangan silabus
yaitu: mengkaji dan menentukan standar kompetensi;
mengkaji dan menentukan kompetensi dasar;
mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran;
mengembangkan kegiatan pembelajaran; merumuskan
indikator pencapaian kompetensi; menentukan jenis
penilaian; menentukan alokasi waktu, dan menentukan
sumber belajar
Dalam mengkaji standar kompetensi mata pelajaran
guru perlu memperhatikan hal-hal berikut: urutan
berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang
ada di SI; keterkaitan antar standar kompetensi dan
kompetensi dasar dalam mata pelajaran; keterkaitan standar
kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
Dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran guru
perlu memperhatikan hal-hal berikut: urutan berdasarkan
hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada
dalam SI; keterkaitan antar standar kompetensi dan
kompetensi dasar dalam mata pelajaran; keterkaitan standar
kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
Pembelajaran PKn SD 119
Dalam mengidentifikasi materi pokok, ada sejumlah
aspek yang perlu dipertimbangkan oleh guru sebagai berikut:
potensi peserta didik; relevansi dengan karakteristik daerah;
tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial,
dan spritual peserta didik; kebermanfaatan bagi peserta didik;
struktur keilmuan; aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi
pembelajaran; relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan; alokasi waktu.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi. Pengalaman belajar dimaksud dapat
terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi
dan berpusat pada peserta didik serta memuat kecakapan
hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah memberikan
bantuan agar guru dapat melaksanakan proses pembelajaran
secara profesional, seperti: memuat rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk
mencapai kompetensi dasar; penentuan urutan kegiatan
pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi
pembelajaran, dan Rumusan pernyataan dalam kegiatan
pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang
mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik
yaitu kegiatan siswa dan materi.
Dalam merumuskan indikator pencapaian kompetensi,
guru perlu memiliki pemahaman bahwa indikator merupakan
penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan,
dan potensi daerah dan dapat digunakan sebagai dasar untuk
menyusun alat penilaian. Dalam mengembangkan indikator,
seorang guru perlu menyadari bahwa setiap KD
Pembelajaran PKn SD 120
dikembangkan menjadi beberapa indikator. Indikator
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur
dan/atau diobservasi sehingga dimungkinkan bahwa tingkat
kata kerja dalam indikator akan lebih rendah atau setara
dengan kata kerja dalam KD dan/atau SK.
Prinsip pengembangan indikator seyogianya sesuai
dengan prinsip kepentingan (urgensi), kesinambungan
(kontinuitas), kesesuaian (relevansi) dan kontekstual.
Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-
tanda, perilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi
yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan
bertindak secara konsisten. Penilaian merupakan serangkaian
kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non
tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja,
sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk,
penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Berdasarkan
ketentuan dalam rambu-rambu KTSP, ada sejumlah langkah
dalam penyusunan RPP sebagai berikut:
A. Mencantumkan identitas, seperti:
o Nama sekolah
o Mata Pelajaran
o Kelas/Semester
o Standar Kompetensi
o Kompetensi Dasar
o Indikator
o Alokasi Waktu
Perlu diingat bahwa: (1) RPP disusun untuk satu
Kompetensi Dasar; (2) Standar Kompetensi, Kompetensi
Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus yang disusun oleh
satuan pendidikan; dan (3) Alokasi waktu diperhitungkan
untuk pencapaian satu kompetensi dasar yang
Pembelajaran PKn SD 121
bersangkutan, yang dinyatakan dalam jam pelajaran dan
banyaknya pertemuan. Oleh karena itu, waktu untuk
mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan
dalam satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada
karakteristik kompetensi dasarnya.
B. Mencantumkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang
operasional yang ditargetkan/dicapai dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran. Tujuan pembelajaran
dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional
dari kompetensi dasar. Apabila rumusan kompetensi dasar
sudah operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan
dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dapat terdiri atas sebuah tujuan atau
beberapa tujuan.
C. Mencantumkan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran
dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang
ada dalam silabus.
D. Mencantumkan Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi
dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan
pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan
dan/atau strategi yang dipilih.
E. Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus
dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan.
Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur
kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Akan tetapi, dimungkinkan dalam
seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik
model yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai
dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan
pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup
tidak harus ada dalam setiap pertemuan.
Pembelajaran PKn SD 122
F. Mencantumkan Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang
ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan
pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan,
lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan. Sumber
belajar dituliskan secara lebih operasional. Misalnya,
sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referens,
dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks tersebut,
pengarang, dan halaman yang diacu.
G. Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk
instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk
mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat dituangkan
dalam bentuk matrik horisontal atau vertikal. Apabila
penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk
kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai
rubrik penilaian. Dalam bentuk sistematika, RPP yang
dibuat guru dapat disusun sebagai berikut:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SD/MI : ...................................
Mata Pelajaran : ...................................
Kelas/Semester : ...................................
Standar Kompetensi : ...................................
Kompetensi Dasar : ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu : ..... x 35 menit (… pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran
B. Materi Pembelajaran
C. Metode Pembelajaran
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Pertemuan 2
dst
E. Sumber Belajar
Pembelajaran PKn SD 123
F. Penilaian
Contoh RPP mata pelajaran PKn untuk SD sebagai
berikut:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SD : ..............................................
Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas/Semester : V (Lima)/1 (Satu)
Standar Kompetensi : Memahami pentingnya
keutuhan NKRI.
Kompetensi Dasar :Mendeskripsikan NKRI.
Indikator :
1) Menjelaskan makna NKRI.
2) Menjelaskan makna Bhinneka Tunggal Ika.
3) Menceritakan kesatuan wilayah Negara
Indonesia.
4) Menganalisis keutuhan NKRI.
5) Menjelaskan tujuan menjaga keutuhan NKRI.
Alokasi Waktu : 4 x 35 menit (2x pertemuan)
Tujuan Pembelajaran :
Setelah selesai proses pembelajaran siswa mampu:
1. Menjelaskan makna NKRI.
2. Menjelaskan makna Bhinneka Tunggal Ika.
3. Menceritakan kesatuan wilayah negara Indonesia.
4. Menyebutkan usaha-usaha menjaga keutuhan
NKRI.
5. Menjelaskan tujuan menjaga keutuhan NKRI.
Materi Pembelajaran :
Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Metode Pembelajaran :
Pengamatan, diskusi, tanya jawab, penugasan, praktik.
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan I
Pembelajaran PKn SD 124
1. Kegiatan Awal (10 menit)
o Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang
indikator yang akan dicapai dalam proses
pembelajaran.
o Siswa mengelompok menurut kelompok diskusi
yang telah ditentukan.
o Siswa menyiapkan bahan yang akan dipelajari
bersama.
2. Kegiatan Inti (50 menit)
o Siswa mencermati materi dalam buku yang
berkaitan dengan menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
o Siswa mengerjakan tugas bersama-sama dengan
kelompoknya.
o Siswa menyiapkan hasil kerja kelompok dan
menyampaikannya di depan kelas.
o Siswa memerhatikan penjelasan yang
disampaikan oleh guru.
o Siswa membuat rangkuman.
3. Kegiatan Penutup (10 menit)
o Menjelaskan makna Bhinneka Tunggal Ika!
o Sebutkan usaha-usaha dalam menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia!
o Jelaskan tujuan menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia!
Pertemuan II
1. Kegiatan Awal (10 menit)
o Siswa memerhatikan penjelasan guru tentang
indikator yang akan dicapai dalam kegiatan
pembelajaran.
o Siswa mengelompok sesuai dengan kelompok
diskusinya.
o Siswa menyiapkan materi pelajaran yang akan
dipelajari bersama.
Pembelajaran PKn SD 125
2. Kegiatan Inti (50 menit)
o Siswa melakukan kegiatan diskusi tentang usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga b.
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
o Siswa berdiskusi tentang tujuan menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
o Siswa menyimpulkan hasil diskusi kelompok
masing-masing.
o Siswa memerhatikan penjelasan dari guru tentang
hasil diskusi.
o Siswa membuat kesimpulan hasil diskusi yang
telah di bahas bersama-sama.
3. Kegiatan Akhir (10 menit)
a. Siswa menjawab pertanyaan tentang menjaga
keutuhan NKRI.
Misalnya:
o Usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan
untuk menjaga keutuhan NKRI?
o Apa tujuan menjaga keutuhan NKRI?
b. Siswa mendapat tugas individu sebagai bahan
pendalaman materi.
Alat/Sumber:
Buku Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit
Cempaka Putih.
Penilaian:
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan
setelah akhir pertemuan II.
Pembelajaran PKn SD 126
BAB VIII
PENUTUP
Pembelajaran PKn di SD lebih dititikberatkan pada
penghayatan dan pembiasaan diri untuk berperan sebagai
warga negara yang demokratis dalam konteks Indonesia.
Untuk itu guru PKn harus menjadi model warga negara yang
demokratis sehingga menjadi teladan bagi peserta didiknya.
Materi pembelajaran PKn hendaknya diarahkan pada
ketentuan yang telah ada dalam standar isi sesuai dengan
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. Pembelajaran materi
PKn harus pula mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan
dalam ketentuan Permendiknas, yakni: berpikir secara kritis,
rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Hal terpenting dalam mendesain materi pembelajaran
PKn dengan melakukan analisis situasi. Analisis situasi
biasanya dilakukan sebelum proses pengembangan
kurikulum, artinya, selama proses mengembangkan
kurikulum, guru dituntut agar menyadari dan
mempertimbangkan tentang situasi yang sedang terjadi atau
berubah di sekitarnya. Laurie Brady (1990) menegaskan
bahwa analisis situasi diperlukan untuk menentukan
efektifitas penerapan kurikulum yang baru. Guru seyogianya
dapat menangkap berbagai isu yang berkembang di
masyarakat untuk dijadikan sebagai pengalaman belajar
siswa. Guru haruslah dapat mengkaji situasi belajar, meliputi
Pembelajaran PKn SD 127
faktor-faktor seperti: latar belakang pengalaman siswa, sikap
dan kemampuan guru, iklim sekolah, sumber belajar dan
hambatan-hambatan eksternal.
Inovasi pembelajaran PKn dalam komponen
pendekatan harus selalu dilakukan oleh semua praktisi
pendidikan khususnya guru. Salah satu tindakan inovasi itu
adalah pergeseran dalam penerapan pendekatan pembelajaran
PKn dari pendekatan yang berorientasi pada tujuan dan isi
(content based curriculum) ke arah yang lebih menekankan
pada proses (process based curriculum) bahkan sekarang
telah bergeser pada inovasi yang lebih terkini, yakni
pendekatan yang berorientasi pada kompetensi (competency
based curriculum). Gagasan ini dimaksudkan agar melalui
pendidikan kewarganegaraan dapat terbentuk warga negara
yang lebih mandiri dalam memahami dan mencari solusi
terhadap masalah yang dihadapi serta mampu mengambil
keputusan-keputusan yang terbaik bagi dirinya, lingkungan
serta masyarakatnya
Media pembelajaran yang disusun dengan baik,
memiliki manfaat atau nilai praktis yaitu: memvisualkan
yang abstrak (animasi peredaran darah); membawa objek
yang sukar didapat (binatang buas/berbahaya); membawa
objek yang terlalu besar (gunung, pasar); menampilkan objek
yang tidak dapat diamati mata (mikro organisme); mengamati
gerakan yang terlalu cepat (jalannya peluru); memungkinkan
berinteraksi dengan lingkungannya; memungkinkan
Keseragaman pengalaman; mengurangi resiko apabila objek
berbahaya; menyajikan informasi yang konsisten dan diulang
sesuai dengan kebutuhan; membangkitkan motivasi belajar;
dapat disajikan dengan menarik dan variatif; mengontrol arah
maupun kecepatan peserta didik; menyajikan informasi
belajar secara serempak dan dapat diulang maupun disimpan
menurut kebutuhan, dan mengatasi keterbatasan ruang dan
waktu, dan lainnya.
Penilaian mata pelajaran PKn adalah proses untuk
mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta
Pembelajaran PKn SD 128
didik dalam mata pelajaran PKn. Hasil penilaian digunakan
untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta
didik dan efektivitas proses pembelajaran PKn. Fokus
penilaian PKn adalah keberhasilan belajar peserta didik
dalam mencapai standar kompetensi PKn yang ditentukan
dalam Permendiknas Nomor 22/2005 tentang Standar Isi (SI).
Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai
berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang
selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk
tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai
peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
sebagaimana tertera dalam Permendiknas Nomor 23/2006.
Dengan demikian, guru dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran PKn adalah memberikan bantuan agar
guru dapat melaksanakan proses pembelajaran secara
profesional, seperti: memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar; penentuan urutan kegiatan pembelajaran
harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran,
dan Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran
minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan
pengelolaan pengalaman belajar peserta didik yaitu kegiatan
siswa dan materi.***
Pembelajaran PKn SD 129
DAFTAR PUSTAKA
A. Kosasih Djahiri (1978), Pengajaran Studi Sosial/IPS,
Dasar-dasar Pengertian Metodologi Model Belajar
Menagajar Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung, LPPP-
IPS FKIS IKIP Bandung
_______, (1985), Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral
VCT dan Games dalam VCT. Bandung: PMPKN
FPIPS IKIP Bandung.
Atwi Suparman. (1997). Model-Model Pembelajaran
Interaktif, Jakarta, STIA –LAN Turner, Long, Bowes,
Lott. (1990). Civics: Citizens in Action. Columbus:
Merril Publishing Company.
Banks, A. James. (1990). Teaching Strategies for the Social
Studies: Inquiry, Valuing, and Decision-Making. New
York: Longman.
________, (1977). Teaching Strategies for the Social Studies:
Inquiry, Valuing, and Decision-Making. Sydney:
Addison-Wesley Publishing Company. Center for
Civic Education. (1998). We the People...Project
Citizen. Calabasas:
Brady, Laurie. (1990). Curriculum Development. New York:
Prentice Hall.
CCE, (1996), We The People Project Citizen: Teacher‟s
Guide, Calabasas, California.
Center for Civic Education and the National Conference of
State Legislatures. Leppert, Ella C. (1963). Locating
and Gathering Information. in Carpenter, Helen (Ed.)
Skill Development in Social Studies. Washington:
NCSS.
Center for Indonesian Civic Education. (2000). Kami Bangsa
Indonesia…Proyek Belajar Kewarganegaraan. (Buku
Guru & Siswa) Diterjemahkan oleh Sapriya dari We
the People…Project Citizens (1998). CICED.
Pembelajaran PKn SD 130
Cleaf, David W. Van. (1991). Action in Elementary Social
Studies. Boston: Allyn Bacon.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. BSNP.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Permendiknas
Nomor 20 Tahun 2007. Departemen Pendidikan
Nasional. (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata
Pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian.
Gronlund, Norman E. (1981). Measurement and Evaluation
in Teaching. (fourth edition). New York: Macmillan
Publishing Co., Inc.
Hanna, Paul R. and Lee, John R. (1962). Content in the
Social Studies, Section One: Generalizations from the
Social Sciences. Dalam John U. Michaelis (Ed.)
Social Studies in Elementary Schools. Washington:
NCSS.
Huntington, Samuel P. (1998). The Clash of Civilizations and
the Remaking of World Order. London: Touchstone
Books.
Michaelis, John U. (1980). Social Studies for Children: A
Guide to Basic Instruction. (7th Edition). New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Somantri, Nu‟man. (2001). Menggagas Pembaharuan
Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana
(ed). Bandung: PPS-FPIPS UPI dan Remadja Rosda
Karya.
Sapriya. (2005). Model Pembelajaran Partisipatif Berbasis
Portofolio dalam Pendidikan Kewarganegaraan di
Pembelajaran PKn SD 131
Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar: Kajian Teori
dan Praktik Pendidikan. Tahun 14 Nomor 1, Mei
2005.
Sockett, H. (1976). Designing the Curriculum. London: Open
Books.
Skilbeck, M. (1976). „School Based Curriculum
Development and Teacher Education Policy‟. in
Teacher as Innovators. Paris: OECD Publications.
Safari. (2005). Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Asosiasi Pengawas
Sekolah Indonesia, Depdiknas
Sunal, Cynthia Szymanski and Haas, Mary E. (1993). Social
Studies and the Elementary/Middle School Student,
Philadelphia: Harcourt Brace Jovanovich College
Publishers.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Winataputra, Udin S. dan Sapriya. (2003). Pengorganisasian
Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dan IPS di
Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar: Kajian Teori
dan Praktik Pendidikan. Tahun 12 Nomor 2,
November 2003.
Welton, David A & Mallan, John T. (1988) Children and
Their World, Strategies for Teaching Social Studies
(3rd ed.). Boston, Dallas: Houghton Mifflin Company.