76
PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt ) SKRIPSI Oleh: MUSRIYADI E1E008002 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

  • Upload
    vanthu

  • View
    221

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

PEMBATALAN PERKAWINAN

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama

Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt )

SKRIPSI

Oleh:

MUSRIYADI

E1E008002

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

I

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PEMBATALAN PERKAWINAN

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama

Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.)

Oleh:

MUSRIYADI

E1E008002

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan

Pada tanggal 27 November 2012

Penguji I/

Pembimbing I

Haedah Faradz,S.H.,M.H

NIP. 19590725 1986012 001

Penguji II/

Pembimbing II

Mukhsinun,S.H.,M.H.

NIP. 19590212 198702 1001

Penguji III

Siti Muflichah,S.H.,M.H.

NIP. 19570908 198601 2001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Dr. ANGKASA, S.H.,M.Hum.

NIP. 196409 23198901 1001

Page 3: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

II

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya:

Nama : MUSRIYADI

NIM : E1E 008002

Judul :PEMBATALAN PERKAWINAN BAGI ORANG ISLAM

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Nomor:

929/Pdt.G/2007/PA.Pwt)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya

saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaraan sebagaimana tersebut

diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai ketentuan yang berlaku..

Purwokerto, 27 November 2012

MUSRIYADI

E1E008002

Page 4: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

III

Puja-Puji bagi ALLAH Rabb semesta alam yang telah menganugerahkan

sebaik-baik bentuk kepada manusia. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada

Nabi Muhammad saw. Rasul yang membimbing manusia menuju hidayah-Nya,

beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir jaman.

Skripsi ini saya persembahkan

untuk Ayah dan Ibu yang selalu

memberikan do’a dan dukungan

sehingga semangat selalu ada

dalam diriku, do’akan terus ya..

semoga ilmu yang telah saya

dapatkan bisa bermanfaat,

bermanfaat untuk diri sendiri..

untuk keluarga.. untuk orang lain.. untuk bangsa dan Agama Amiin. Buat adikku Puji

yang sedang menempuh alih jenjang S1.. ayo kuliah yang serius biar cepet nyusul,

buat adikku Riny.. belajar terus ya.. supaya nanti bisa kuliah di kampus yang kamu

inginkan, buat Mbak Mus.. semoga bisa mendidik Daffa dengan baik ya..”

Page 5: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

IV

Teman-teman kuliahku.. Sahabat-

sahabatku yang menamakan diri bolang

“Bocah Petualang” Mba Dewi SH,

Bayu, Anam, Windha, Desty, Galuh,

Ayu, Kang sulis, Endro.. makasih atas

kebersamaan selama empat tahun ini..

kita selalu kompak belajar bareng.. garap tugas.. praktek sidang.. dan yang pasti kita

selalu kompak untuk jalan-jalan.. touring.. kuliner.. kapan-kapan kalo lagi ada waktu

kita jalan-jalan lagi..” teman-teman

kuliah Fakultas Hukum Extensi

Angkatan 2008.. Pak winada SH, Pak

Sutiyono SH, Pak Hardiman SH,

Gayuh SH, Hamdono SH, Mbak Ana

SH, Mbak Dwi SH, Opah SH, Kang

Edy SH, Mbak Tami SH, Rosita SH,

Pungkas SH, Budi, Pak Lilik, Tio,

Tata, Tia, Faqih, Fata, icha, Mbak

Wiwit, Pak Rohmat.. kalian adalah

teman-teman terbaik yang pernah aku

kenal.. kalian telah memberiku

inspirasi.. telah memberiku motivasi..

semoga silaturahmi kita selalu terjaga.. Amiin.

Page 6: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

V

Teman-teman KKN Desa

Pancurendang.. Yani, Rizal, Dimas,

Dina SE, Ranti S Kep, Beta.. 35 hari

kita tinggal bersama.. 35 hari kita kita

saling bantu.. 35 hari kita sukseskan

KKN kita.. terima kasih atas

pengalaman dan ilmu yang kita dapatkan.. semoga di lain waktu kita masih bisa

bertemu..” Terima kasih jg bwt Bu Endang.. Pak Umbik, Bu Eni, Pak Medi yang

telah membantu pelaksanaan proker KKN, dan tentunya juga bwt anak-anak tajur

yang telah bersama-sama melewati hari-hari KKN.. Ayu, Muchimah, Sofy, Endrik,

Adi, Ella, Apri, Rena, dan teman-teman di tajur semuanya. juga buat Teman-teman

rumah.. Midhun, chomal, bule, badha, ugi , Ai, gendro, Eko, Imam, Didik, Heri, dan

buat semua yang tidak bisa disebutkan. semoga gelar sarjana dan ilmu yang sudah

saya dapatkan bisa membawa manfaat di dunia dan akhirat.. Amiin.

Penulis,

Page 7: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

VI

Ada tiga strategi untuk sukses:

Ketahuilah apa yang harus kamu buang..

Ketahuilah apa yang harus kamu lindungi..

Dan ketahuilah kapan mengatakan “Tidak”.

Mengatakan tidak akan berguna menambah

Kapasitas untuk mengatakan “YA”.

(A.P. GOETHE)

“Barangsiapa yang memperbanyak istighfar

Maka Allah akan melapangkan baginya dari kedukaan,

Dan memberinya jalan keluar dari tiap-tiap kesempitan

Dan memberikan kepadanya rezeki yang tiada diduga-duga.”

(HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa‟i)

Hasbunallah wa ni‟mal wakil

“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik

Pelindung.”

(QS. Ali „Imran:173)

Page 8: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

VII

ABSTRAKSI

Lazimnya pembatalan perkawinan dilakukan dengan alasan perkawinan yang

telah dilaksanakan ternyata tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan

perkawinan, tetapi dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor:

929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. Hakim mengabulkan pembatalan perkawinan dengan alasan

Pemohon merasa tertipu. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 27 ayat

(2) menjelaskan bahwa seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan

pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

sangka mengenai diri suami atau isteri. Salah sangka mengenai diri suami atau isteri

yang disebutkan dalam pasal 27 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dapat

diperluas pengertiannya, tidak hanya kekeliruan mengenai diri orangnya saja tetapi

juga termasuk keadaan orangnya seperti penipuan. penipuan yang tersebut disini tidak

hanya dilakukan oleh pihak pria saja tetapi dapat juga dilakukan oleh pihak wanita.

Dari pihak pria biasanya penipuan dilakukan dalam bentuk pemalsuan identitas, dari

pihak wanita biasanya menyembunyikan kekurangan yang ada pada dirinya.

Kata kunci: Pembatalan Perkawinan

Page 9: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

VIII

ABSTRACT

Usually cancellations marriage made on the grounds that the marriage

hadbeen performed did not meet the requirements to establish a marriage, but in

theReligious Court Decision No. 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. The judge granted the

annulment of marriage on the grounds Petitioner felt cheated. Law No. 1 of 1974 in

Article 27 paragraph (2) explains that a husband or wife may apply for annulment of

marriage if the marriage occurred during the course of self wrong husband or wife.

One would have thought about themselves a husband or wife who is mentioned in

article 27 paragraph 2 of Act 1 of 1974 can be expanded understanding, not just

mistakes on the person themselves, but also includes a state of the person such as

fraud, deception here is not only done by the men only but can also be done by the

female. Of the men are usually done in the form of fraudulent impersonation, from

the women usually conceal flaws in him.

Keywords: Marriage cancellation

Page 10: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

IX

KATA PENGANTAR

Assallamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBATALAN

PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama

Nomor 929/Pdt.G/2007/PA.PWT.), Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak

terhingga atas bantuan dan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung yaitu

kepada:

1. Dr. ANGKASA, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman beserta para Pembantu Dekan dan seluruh jajarannya.

2. Hj. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S., Selaku mantan Dekan Fakulas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman yang telah membantu hingga Proses

Pendadaran.

3. HAEDAH FARADZ, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan bimbingan, bantuan dan nasehat kepada penulis.

4. MUKHSINUN, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

mengajarkan penulis banyak hal dan telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 11: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

X

5. SITI MUFLICHAH, S.H.,M.H., selaku Dosen Penguji Skripsi.

6. SRI HARTINI, S.H.,M.H. selaku koordinator program Non Reguler

angkatan 2008, beserta segenap staft Administrasi pada Program Non

Reguler Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

7. Orang Tua dan Keluarga tercinta, Bapak Wachidin, Ibu Dasirah, Mbak

Mus, Puji, Rini.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak disebutkan satu per

satu.

Semoga Allah Swt. memberikan balasan kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan berguna bagi setiap pembacanya.

Wassallamu‘alaikum Wr.Wb.

Purwokerto, 27 November 2012

Penyusun,

Musriyadi

Page 12: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

XI

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ I

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. II

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. III

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... IV

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... VII

ABSTRAK ........................................................................................................ VIII

ABSTRACT ....................................................................................................... IX

KATA PENGANTAR ...................................................................................... X

DAFTAR ISI .....................................................................................................XII

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 7

Page 13: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

XII

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan .................................................................. 8

2. Tujuan Perkawinan ........................................................................ 14

3. Asas-Asas Perkawinan .................................................................... 17

4. Rukun dan syarat Perkawinan ...................................................... 20

B. Pembatalan Perkawinan

1. Pengertian Pembatalan Perkawinan ............................................ 30

2. Pihak-Pihak yang Berhak Mengajukan Pembatalan

Perkawinan .................................................................................... 35

3. Alasan-alasan Pembatalan Perkawinan……………………….. 36

4. Akibat Pembatalan Perkawinan………………………………... 40

5. Tata cara Pembatalan Perkawinan…………………………….. 41

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan .............................................................................. 44

B. Spesifikasi Penelitian ........................................................................... 44

C. Jenis Data .............................................................................................. 44

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 45

E. Metode Penyajian Data ........................................................................ 46

F. Metode Analisis Data ........................................................................... 46

Page 14: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

XIII

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 47

B. Pembahasan .......................................................................................... 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 59

B. Saran …………………………………………………………………. 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahluk sosial, semenjak dilahirkan manusia tidak bisa lepas

dengan orang lain. Sepanjang perjalanan hidupnya seorang manusia selalu hidup

bersama dengan orang lain dalam suatu pergaulan hidup. hal tersebut adalah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat

rohani.

Pada umumnya, bagi seorang pria dan wanita yang sudah dewasa akan

memiliki keinginan untuk hidup bersama dengan yang berlainan jenis kelaminnya.

Hidup bersama antara pria dan wanita dalam suatu ikatan dengan memenuhi syarat-

syarat tertentu disebut perkawinan. Hidup bersama dilakukan untuk membentuk

keluarga dalam ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan norma Agama dan aturan

yang berlaku.

Perkawinan merupakan tuntutan naluriah manusia untuk meneruskan

keturunan dan memperoleh ketenangan serta kebahagiaan dalam hidup, dengan jalan

perkawinan yang sah pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengatur masalah perkawinan dengan amat teliti

dan terperinci. perkawinan dilaksanakan atas dasar kerelaan pihak-pihak yang

bersangkutan, yang dicerminkan dalam adanya peminangan sebelum perkawinan dan

Page 16: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

2

ijab-kabul dalam akad nikah yang dipersaksikan sekurang-kurangnya dua orang saksi

laki-laki. Hak antara suami istri juga diatur, demikian pula hak dan kewajiban antara

orang tua dan anak-anaknya. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri diatur pula

bagaimana cara mengatasinya.

Hukum perkawinan mempunyai kedudukan amat penting karena hukum

perkawinan mengatur tata cara kehidupan keluarga yang merupakan inti kehidupan

masyarakat. Hukum perkawinan merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang

wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-

Quran dan Sunnah Rosul. 1

Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 tahun 1975

tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 tahun 1974. kemudian bagi orang yang

beragama Islam berlaku juga Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam sebagai pelengkap dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 merumuskan pengertian

perkawinan sebagai berikut:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

1 Ahmad Azhar Basyir, Hukum perkawinan Islam, Yogyakarta, UII Press, 1990, halaman 1.

Page 17: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

3

Ikatan lahir batin dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak cukup dengan

adanya ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, tetapi harus kedua-duanya sehingga

akan terjalin ikatan lahir dan batin yang merupakan pondasi yang kuat dalam

membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.

K Wantjik Saleh dalam bukunya menyebutkan bahwa:

Ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, mengungkapkan adanya suatu

hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup

bersama sebagai suami isteri. Dengan kata lain dapat disebut hubungan formil.

Sebaliknya ikatan bathin merupakan ikatan yang tidak dapat dilihat, tetapi

ikatan itu harus ada. Karena tanpa adanya ikatan bathin, ikatan lahir akan

rapuh.2

Perkawinan adalah termasuk perbuatan hukum, sah tidaknya suatu perbuatan

hukum ditentukan oleh hukum dan norma agama yang ada dan berlaku saat ini.

Perkawinan yang akan dilaksanakan harus memenuhi rukun dan syarat yang sudah

ditentukan, Rukun perkawinan merupakan hakekat yang memang mutlak harus ada

dalam suatu perkawinan karena apabila satu saja rukun perkawinan tidak dipenuhi

maka perkawinan tidak dapat terlaksana. Begitu juga dengan syarat perkawinan

haruslah dipenuhi karena apabila syarat tersebut tidak terpenuhi atau melanggar

larangan perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.

Rukun perkawinan menurut pasal 14 Kompilasi Hukum Islam yaitu:

a. Calon suami

b. Calon istri

2 K. Wantjik saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, !980 hal. 14.

Page 18: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

4

c. Wali nikah

d. Dua orang saksi

e. Ijab dan kabul

Pihak-pihak yang akan melaksanakan perkawinan yaitu mempelai pria dan

mempelai wanita harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan supaya

perkawinan yang dilaksanakan menjadi sah hukumnya.

Syarat perkawinan yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 seperti yang diatur dalam pasal 6 sampai pasal 12 adalah

sebagai berikut:

1. Adanya Persetujuan kedua calon mempelai;

2. Adanya izin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang belum berusia

21 tahun;

3. Usia calon mempelai pria sudah 19 tahun dan calon mempelai wanita sudah

mencapai 16 tahun, kecuali ada dispensasi dari pengadilan;

4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan

keluarga atau darah yang tidak boleh kawin;

5. Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain dan

calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain,

kecuali telah mendapat izin dari pengadilan untuk poligami;

6. Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi, agama dan kepercayaan

mereka tidak melarang kawin kembali (untuk ketiga kalinya);

7. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang berstatus janda;

Page 19: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

5

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan. Dalam penjelasannya menyebutkan bahwa:

Pengertian “dapat” pada pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak batal

bilamana menurut ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak

menentukan lain.

Perkawinan dapat juga dibatalkan jika melanggar larangan perkawinan,

sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU No. 1 Th 1974:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,

antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara

neneknya;

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;

d. Berhubungan susuan, yaitu orangtua susuan, anak susuan, saudara susuan dan

bibi/paman susuan;

e. berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri,

dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;

f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,

dilarang kawin.

Page 20: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

6

Syarat-syarat perkawinan dan larangan perkawinan tersebut tidak boleh

dilanggar, karena jika ada syarat dan larangan perkawinan yang dilanggar maka

perkawinan tersebut dapat dibatalkan.

Menurut Hukum Islam dikenal istilah “Fasakh” yang artinya merusak atau

membatalkan. Fasakh dapat terjadi karena terdapat hal-hal yang membatalkan akad

nikah yang dilakukan dan dapat pula terjadi karena sesuatu hal yang baru dialami

sesudah akad nikah dilakukan dan perkawinan sudah berlangsung. 3

Dari Pemaparan diatas jelaslah bahwa pembatalan perkawinan terkait dengan

syarat, perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

untuk melangsungkan perkawinan, tetapi dalam putusan Pengadilan Agama

Purwokerto Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. Putusan tersebut mengabulkan

permohonan pembatalan perkawinan dengan alasan pemohon merasa tertipu. Kasus

tersebut menarik sehingga menimbulkan keinginan bagi penulis untuk mengkaji lebih

dalam mengenai pembatalan perkawinan dan mengangkat masalah tersebut manjadi

skripsi dengan judul Pembatalan Perkawinan (Tinjauan Yuridis Terhadap

Putusan Pengadilan Agama Purwokerto Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan

permasalahan sebagai berikut:

3 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang, Liberty Yogyakarta, 1982. hal

113.

Page 21: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

7

Bagaimanakah pertimbangan hukum Hakim mengenai alasan pembatalan perkawinan

dalam perkara Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.?

C. Tujuan Penelitian

Ingin mengetahui pertimbangan hukum Hakim mengenai alasan pembatalan

perkawinan pada putusan Pengadilan Agama Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.

D. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, kalangan

akademisi dan masyarakat mengenai hukum perdata terutama yang

berkaitan dengan hukum perkawinan khususnya mengenai pembatalan

perkawinan.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan tambahan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi

tentang hukum perdata khususnya tentang pembatalan perkawinan.

Page 22: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERKAWINAN

I. Pengertian Perkawinan

Nikah atau kawin menurut arti asli ialah hubungan seksual, tetapi menurut arti

majazi (methaporik) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal

hubungan seksual sebagai suami-isteri antara seorang pria dengan seorang wanita.4

Istilah yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu

perkawinan, Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “nikah” ialah melakukan

suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan

perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk

mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang

dan ketenteraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah5.

Berikut ini beberapa pengertian perkawinan menurut para sarjana:

Menurut Wiryono Prodjodikoro, Perkawinan adalah hidup bersama antara

seorang pria dengan seorang wanita yang memenuhi syarat-syarat tertentu6.

R. Subekti, mengatakan Bahwa, Perkawinan adalah pertalian yang sah antara

seorang pria dengan seorang wanita untuk waktu yang lama.7

4 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, 1999 Jakarta. hal 1.

5 Ibid,hal 8.

6 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung:1984,

hal 7.

Page 23: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

9

Menurut K Wantjik Saleh arti perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri.8

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, merumuskan pengertian

perkawinan yaitu:

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari rumusan Pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut dapat

dikemukakan adanya pengertian dan tujuan perkawinan. Pengertian perkawinan

adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri,

sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut R. Soetojo Prawiro, bahwa pengertian Perkawinan menurut Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 dapat dibagi menjadi 5 unsur, unsur-unsur yang

terdapat didalamnya adalah:

a. Ikatan lahir bathin

Ikatan lahir bathin artinya adalah bahwa ikatan itu tidak hanya cukup

dengan ikatan lahir saja atau batin saja, akan tetapi kedua-duanya harus

terpadu kuat. Suatu ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan

mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan

7 Subeki,Pokok-Pokok Hukum Perdat, PT Intermasa, Jakarta 1984.

8 Wanjik Saleh, Opcit, hal 14.

Page 24: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

10

seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, dengan kata

lain hal itu disebut hubungan formal. Hubungan formal ini nyata, baik

bagi pihak-pihak yang mengikatkan dirinya maupun bagi pihak ketiga.

Sebaliknya suatu ikatan batin merupakan hubungan yang tidak formal,

suatu ikatan yang tidak nampak atau tidak nyata yang hanya dirasakan

oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Ikatan batin inilah yang dapat

dijadikan dasar pondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang

bahagia. Perkawinan bukan hanya menyangkut unsur lahir saja, akan

tetapi juga menyangkut unsur batiniah yang dalam dan luhur.

b. Antara seorang pria dan seorang wanita

Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang

wanita. Dengan demikian hubungan perkawinan selain antara pria dan

wanita tidaklah mungkin terjadi, jadi antara seorang pria tidak boleh

melakukan perkawinan dengan seorang pria atau seorang wanita juga

tidak boleh melakukan perkawinan dengan seorang wanita.

c. Sebagai suami-isteri

Suatu ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita dipandang sebagai

suami isteri apabila didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, suatu

perkawinan adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan

oleh Undang-Undang.

d. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Page 25: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

11

Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal merupakan

tujuan dari perkawinan. Yang dimaksud keluarga disini adalah satu

kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang merupakan sendi

dasar susunan masyarakat Indonesia. Dalam mewujudkan kesejahteraan

maasyarakat, sangat penting artinya kesejahteraan dan kebahagiaan

keluarga. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannyadengan

keturunan yang merupakan pula tujuan perkawinan, sedangkan

pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang

tua. Untuk dapat mencapai hal ini maka diharapkan adanya kekekalan

dalam perkawinan, yaitu bahwa sekali orang melakukan perkawinan maka

tidak akan bercerai untuk selama-lamanya, kecuali cerai karena kematian.

e. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila (yaitu sila pertama), maka

perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan agama atau

kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau

jasmani saja, akan tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan

penting. 9

Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah:

Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan, menaati

perintah Allah dan melaksanakan perkawinan merupakan ibadah untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

9 R.Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di

Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya,2002, halaman 38.

Page 26: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

12

Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam diatas dapat

disimpulkan bahwa pada prinsipnya pergaulan suami- isteri hendaknya:

a. Pergaulan yang ma’ruf (pergaulan yang baik), yaitu saling menjaga

rahasia masing-masing;

b. Pergaulan yang sakinah, yaitu pergaulan yang aman dan tenteram;

c. Pergaulan yang mengalami rasa mawaddah, yaitu adanya rasa saling

mencintai terutama dimasa muda

d. Pergaulan yang rahmah yaitu adanya rasa santun menyantuni terutama

setelah masa tua.10

Dalam buku Out line of Muhammadan law (Pokok-pokok hukum Islam), Asaf

A.A Fyzee ( dalam Nadimah Tanjung yang dikutip oleh Soemiyati) menerangkan

bahwa perkawinan menurut pandangan Islam menganut 3 aspek, yaitu:

a. Aspek Hukum

b. Aspek Sosial

c. Aspek Agama

Ad a. Dilihat dari aspek hukum perkawinan adalah merupakan suatu

perjanjian, perjanjian dalam perkawinan ini mempunyai tiga karakter

khusus yaitu:

1. Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa unsur sukarela dari

kedua belah pihak;

10

Mohd. Idris Ramulyo,Op.Cit, Hal 4.

Page 27: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

13

2. Kedua belah pihak yang mengikat perjanjian tersebut mempunyai

hak untuk memutuskan perjanjian berdasarkan ketentuan

hukumnya;

3. Perjanjian perkawinan mengatur batas-batas hukum mengenai

hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Ab b. Dilihat dari aspek sosial, perkawinan mempunyai arti yaitu:

1. Pada umumnya orang yang melakukan perkawinan atau pernah

melakukan perkawinan mempunyai kedudukan yang lebih dihargai

dari pada mereka yang belum kawin;

2. Menurut ajaran Islam dalam perkawinan mengenai kawin poligami

hanya dibatasi paling banyak empat orang dengan syarat-syarat

tertentu;

Ad c. Dilihat dari aspek Agama, perkawinan mempunyai arti:

1. Islam memandang dan menjadikan perkawinan itu sebagai lembaga yang

baik dan teratur, sebab perkawinan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan

lahir saja tetapi juga ikatan bathin.

2. Menurut hukum Islam perkawinan bukanlah suatu persetujuan biasa,

melainkan merupakan suatu persetujuan suci dimana kedua belah pihak

Page 28: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

14

dihubungkan menjadi pasangan suami isteri atau saling meminta menjadi

pasangan hidupnya berdasarkan nama Allah.11

II. Tujuan Perkawinan

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tujuan perkawinan

adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Membentuk keluarga (rumah tangga)

1) Keluarga

Konsep keluarga menunjuk pada suatu pengertian sebagai suatu kesatuan

kemasyarakatan yang terkecil yang organisasinya didasarkan atas

perkawinan yang sah, idealnya terdiri dari bapak, ibu dan anak-anaknya.

Akan tetapi tanpa adanya anakpun keluarga sudah ada atau sudah

terbentuk, adanya anak-anak menjadikan keluarga itu ideal, lengkap, atau

sempurna.

2) Rumah tangga

Konsep rumah tangga dituliskan didalam kurung setelah istilah keluarga,

artinya tujuan perkawinan tidak sekedar membentuk keluarga begitu saja,

akan tetapi secara nyata harus terbentuk suatu rumah tangga, yaitu suatu

11

Soemiyati, Op.cit, halaman 9

Page 29: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

15

keluarga dengan kehidupan mandiri yang mengatur kehidupan ekonomi

dan sosialnya (telah memiliki dapur atau rumah sendiri).

b. Yang bahagia

Kehidupan bersama antara suami-isteri dalam suasana bahagia merupakan

tujuan dari pengertian perkawinan, untuk tercapainya kebahagiaan ini maka

pada pasal 1 disyaratkan harus atas dasar ’’ikatan lahir batin’’ yang

didasarkan atas kesepakatan (konsensus) antara calon mempelai pria dan calon

mempelai wanita.

c. Dan kekal

Kekal merupakan gambaran bahwa perkawinan tidak dilakukan hanya untuk

waktu sesaat saja akan tetapi diharapkan berlangsung sampai waktu yang

lama. Kekal juga menggambarkan bahwa perkawinan itu bisa berlangsung

seumur hidup, dengan kata lain tidak terjadi perceraian dan hanya kematian

yang memisahkan.

d. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Pengertian perkawinan dan tujuan perkawinan sebagaimana telah dijelaskan

unsur-unsurnya diatas secara ideal maupun secara yuridis harus dilakukan

dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya harus dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan yang dianut oleh

calon pengantin pria maupun wanita.

Arti dari unsur yang terakhir ini sebetulnya merupakandasar fundamentaldari

suatu perkawinan atas dasar nilai-nilai yang bersumber dan berdasar atas

Page 30: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

16

Pancasila dan UUD1945. Falsafah Pancasila telah memandang bahwa

manusia Indonesia khususnya dalam perkawinan harus dilandasi pada hukum

agama dan kepercayaan yang dianutnya.12

Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) dalam Pasal 3

menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah.

Ny. Soemiyati dalam bukunya menyebutkan bahwa:

tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat

kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka

mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih

sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan

mengikti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syariah. 13

Rumusan tujuan perkawinan diatas dapat diperinci sebagai berikut:

a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat

tabiat kemanusiaan;

b. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih;

c. Memperoleh keturunan yang sah.

Filosof Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada

lima hal, yaitu seperti berikut:

a. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta

memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.

12

Trusto Subekti, Bahan Pembelajaran Hukum Keluarga dan Perkawinan, Fak Hukum

Unsoed Purwokerto, Halaman 24 13

Soemiyati, Op.Cit, halaman 12.

Page 31: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

17

b. Memenuhi tututan naluriah hidup kemanusiaan.

c. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.

d. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari

masyarakat yang besar diatas dasar kecintaan dan kasih sayang.

e. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang

halal, dan memperbesar tanggung jawab.14

III. Asas-Asas Perkawinan

Dalam suatu perkawinan perlu adanya ketentuan-ketentuan yang menjadi

dasar atau prinsip dari pelaksanaan suatu perkawinan. Untuk mencapai tujuan

perkawinan, maka diterapkan prinsip atau asas perkawinan. Dalam ajaran Islam ada

beberapa asas dalam perkawinan yaitu:

a) Harus ada persetujuan secara sukarela dari pihak-pihak yang

mengadakan perkawinan.

b) Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria sebab ada

ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanitayang

harus diindahkan.

c) Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-

persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak

maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan sendiri.

14

Loc.cit

Page 32: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

18

d) Perkawinan pada dasarnya adalah membentuk satu keluarga atau

rumah tangga yang tenteram, damai dan kekal untuk selama-lamanya.

e) Hak dan kewajiban suami isteri adalah seimbang dalam rumah tangga,

di mana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.

Prinsip atau asas perkawinan menurut Undang-Undang perkawinan Nomor 1

Tahun 1974, yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk itu suami-isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-

masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai

kesejahteraan spiritual dan material.

b. Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap

perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Pencatatan tiap-tiap peerkawinan adalah sama halnya dengan

pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya

keahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte

resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

c. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki

oleh yang bersangkutan, karena hukum dan Agama dari yang bersagkutan

mengijinkannya, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun

demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri

Page 33: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

19

meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya

dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan

oleh pengadilan.

d. Undang-Undang ini (UU No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9

Tahun 1975) menganut prinsip bahwa Calon suami-isteri itu harus telah

masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya

dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada

perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus

dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih dibawah

umur. Karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah

kependudukan, maka untuk mengerem laju kelahiran yang lebih tinggi, harus

dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih dibawah

umur, sebab batas umur yang lebih rendah bagi seorang untuk kawin,

mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka

Undang-Undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik untuk pria

maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.

e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia

kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk

mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus

ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan didepan sidang pengadilan.

f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami,

baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat,

Page 34: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

20

sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan

dan diputuskan bersama oleh suami isteri.15

IV. Rukun dan Syarat sahnya Perkawinan

A. Rukun Perkawinan

Rukun perkawinan adalah hakekat dari perkawinan itu sendiri, tanpa adanya

salah satu rukun maka perkawinan tidak mungkin dilaksanakan. Sedangkan yang

dimaksud dengan syarat perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam

perkawinan dan apabila ada salah satu syarat tidak dipenuhi maka perkawinan itu

menjadi tidak sah.

Adapun yang termasuk dalam rukun perkawinan yaitu:

a. Pihak-pihak yang akan melaksanakan perkawinan yaitu calon suami dan

calon isteri;

b. Wali nikah;

c. Dua orang saksi;

d. Ijab dan Qabul;

Ad. a Pihak-pihak yang hendak melaksanakan perkawinan yaitu calon suami dan

calon isteri, kedua calon mempelai tersebut harus memenuhi syarat tertentu,

yaitu:

1. Telah baligh dan mempunyai kecakapan yang sempurna;

2. Berakal sehat;

15

Ibid, halaman 5

Page 35: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

21

3. Tidak karena paksaan, artinya berdasarkan kesukarelaan kedua calon suami

isteri;

4. Wanita yang hendak dikawini oleh seorang pria bukan termasuk salah satu

macam wanita yang haram dikawini;

Ad. b. Wali nikah

Wali secara umum adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang

untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain, dalam perkawinan wali adalah

seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah.

Wali dalam perkawinan merupakan rukun, tanpa adanya wali perkawinan dianggap

tidak sah.

Syarat-syarat untuk menjadi wali yaitu:

1) Orang mukalaff atau baligh, karena orang yang mukalaff adalah orang yang

dibebani hukum dan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

2) Seorang muslim.

3) Berakal sehat

4) Laki-laki.

5) Adil.

Dari bermacam-macam orang yang dinyatakan berhak menjadi wali, dapat

dibedakan adanya tiga (3) macam wali yaitu:

Page 36: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

22

1) Wali nasab atau kerabat, yaitu anggota keluarga laki-laki dari calon

mempelai perempuan yang mempunyai hubungan darah patrilineal

dengan calon mempelai perempuan, yang termasuk wali nasab ialah

ayah, kakek, saudara laki-laki, paman.

2) Wali penguasa (sultan) atau wali hakim, apabila dalam hal wali dekat

tidak ada dan tidak ada yang mewakilinya maka yang menjadi wali

adalah wali hakim.

3) Wali yang diangkat oleh mempelai perempuan atau muhakkam,

apabila wali yang berhak tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai

wali karena sesuatu sebab tertentu atau karena menolak menjadi wali.

Ad. c. Dua orang saksi

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi adalah:

1) Mukallaf atau dewasa.

2) Muslim, orang yang bukan muslim tidak boleh menjadi saksi.

3) Saksi harus mengerti dan mendengar perkataan-perkataan yang diucapkan

pada waktu akad nikah dilaksanakan.

4) Adil, yaitu orang yang taat beragama

5) Saksi yang hadir 2 orang.

Ad. d. Ijab dan Qabul

Ijab adalah pernyataan yang dikatakan oleh wali mempelai perempuan atau

walinya dan Kabul adalah pernyataan menerima dari pihak mempelai laki-laki atau

Page 37: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

23

walinya. Dengan melaksanakan ijab dan kabul ini berarti bahwa kedua belah pihak

telah rela dan sepakat untuk melangsungkan perkawinan serta bersedia mengikuti

ketentuan-ketentuan agama yang berhubungan dengan perkawinan.

B. Syarat Sahnya Perkawinan

Syarat-syarat untuk sahnya perkawinan diatur dalam Bab II dari pasal 6

sampai dengan pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Syarat berarti

memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan, sah berarti menurut hukum

yang berlaku. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan hukum yang

telah ditentukan. Apabila perkawinan dilaksanakan tidak sesuai dengan tata tertib

hukum yang ditentukan maka perkawinan itu menjadi tidak sah. Jadi yang dimaksud

dengan syarat perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan, apabila

ada salah satu dari syarat yang telah ditentukan tidak di penuhi maka perkawinan itu

menjadi tidak sah.

Syarat perkawinan dibagi menjadi dua (2) yaitu:

a. Syarat materiil

Adalah syarat yang melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan

perkawinan, dan disebut juga syarat subyektif.

b. Syarat formal

Adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut

agama dan undang-undang, disebut juga syarat obyektif.

Page 38: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

24

Ad. 1. Syarat Materiil

Syarat-syarat perkawinan yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 seperti yang diatur dalam pasal 6 sampai dengan

Pasal 12 adalah sebagai berikut:

1) Adanya Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat 1);

2) Adanya izin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang belum

berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat 2);

3) Usia calon mempelai pria sudah 19 tahun dan calon mempelai wanita sudah

mencapai 16 tahun, kecuali ada dispensasi dari pengadilan (Pasal 7);

4) Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam

hubungan keluarga atau darah yang tidak boleh kawin (Pasal 8);

5) Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain dan

calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain,

kecuali telah mendapat izin dari pengadilan untuk poligami (Pasal 9);

6) Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi, agama dan kepercayaan

mereka tidak melarang kawin kembali (untuk ketiga kalinya) (Pasal 10);

7) Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang berstatus janda

(Pasal 11);

Syarat-syarat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Persetujuan kedua mempelai, didalam pasal 6 Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 ditentukan bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan

Page 39: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

25

kedua calon mempelai. Persetujuan disini adalah perkawinan itu harus

dilaksanakan berdasarkan kehendak bebas dari calon mempelai pria dan

wanita tanpa paksaan agar perkawinan itu dapat bahagia dan kekal karena

calon pengantin itu memilih pasangannya dengan kehendaknya sendiri

sehingga tujuan dari perkawinan yang bahagia dan kekal itu dapat terwujud.

Hendaknya persetujuan untuk melangsungkan perkawinan itu adalah

sesuatu yang murni, yang betul-betul tercetus dari hati para calon mempelai

itu sendiri, bukan secara berpura-pura atau hasil dari suatu paksaan.16

2) Adanya ijin dari kedua orang tua atau wali bagi calon mempelai yang

belum berumur 21 tahun (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974).

Ijin untuk melangsungkan perkawinan pertama-tama harus diperoleh

dari kedua orang tua. jika salah seorang dari mereka sudah meninggal dunia

atau tidak mampu menyatakan kehendaknya maka ijin cukup diperoleh dari

orang tua yang masih hidup atau yang mampu menyatakan kehendaknya.

Ketentuan Pasal 6 ayat (3), (4), dan (5) Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 mengatur tentang siapa-siapa yang berhak memberikan izin

pekawinan jika orangtua dari mempelai telah meninggal dunia.

3) Batas usia kedua calon mempelai

Menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, batas usia

calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan calon mempelai wanita

16

K Wantjik Saleh, Op.cit, hal. 25

Page 40: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

26

sudah mencapai 16 tahun. Penyimpangan terhadap Pasal ini dapat

dimintakan dispensasi kepada pengadilan oleh orangtua pihak pria maupun

wanita (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).

4) Antara calon mempelai pria dann calon mempelai wanita tidak dalam

hubungan keluarga atau darah yang tidak boleh kawin. Dalam pasal 8

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a) Berhubungan darah dalam garis kuturunan kebawah maupun

keatas;

b) Berhubungan darah dalam garis keturuna menyamping yaitu antara

seorang dengan saudara orangtua dan antara seorang dengan

saudara neneknya;

c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan

ibu/bapak tiri.

d) Berhubungan sesusuan, yaitu antara orang tua susuan, anak

susuan, saudara susuan dan bibi atau paman susuan.

e) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi/kemenakan

dari isteri, dalam hal suami beristeri lebih dari seorang.

f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain

yang berlaku dilarang kawin.

Page 41: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

27

5) Kedua calon mempelai tidak sedang dalam ikatan perkawinan dengan pihak

lain, kecuali ada ijin dari pengadilan untuk poligami (Pasal 9 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974).

6) Bagi suami isteri yang telah bercerai lalu kawin lagi satu dengan yang lain

kemudian bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak

boleh melangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum agama dan

kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain (Pasal 10

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). Dalam hal ini dijelaskan lebih lanjut

dalam penjelasan Pasal ini, oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar

suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal, maka sesuatu

tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus benar-benar

dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Ketentuan ini dimaksudkan

untuk mencegah tindakan kawin cerai berulangkali, sehingga suami maupun

isteri benar-benar saling menghargai satu sama lain.

7) Tidak dalam waktu tunggu bagi mempelai wanit yang janda.

Masa tunggu ini dalam istilah hukum Islam disebut masa iddah, masa tunggu

tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keraguan mengenai status anak

yang dilahirkan dari seorang wanita yang akan menikah lagi. (Pasal 11

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).

Waktu tunggu bagi seorang janda disebutkan dalam Pasal 39 PP Nomor 9

Tahun 1975 yaitu sebagai berikut:

Page 42: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

28

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130

(seratus tiga puluh) hari dihitung sejak kematian suami.

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang

masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-

kurangnya 90 (Sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan

ditetapkan 90 (Sembilan puluh) hari, tenggang waktu tunggu dihitung

sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap.

c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut sedang dalam keadaan

hamil, waktu tunggu ditetapkak sampai melahirkan.

Ad.2 Syarat Formal

Syarat-syarat formal berhubungan dengan tata cara perkawinan, dalam Pasal

12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa tata cara pelaksanaan

perkawinan diatur dalam peraturan Perundang-undangan sendiri. Syarat formal yang

berhubungan dengan tata cara perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.

b. Pengumuman untuk melangsungkan perkawinan.

c. Calon suami isteri harus memperlihatkan akta kelahiran

d. Akta yang memuat izin untuk melangsungkan perkawinan dari mereka yang

harus memberi izin atau akta dimana telah ada penetapan dari pengadilan.

Page 43: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

29

e. Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus memperlihatkan akta

perceraian, akta kematian atau dalam hal ini memperlihatkan surat kuasa yang

disahkan pegawai pencatat Nikah.

f. Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung tanpa pencegahan.

g. Dispensasi untuk kawin, dalam hal dispensasi diperlukan.

Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan Pemarintah No.

9 tahun 1975. Untuk syarat sahnya perkawinan menurut Undang-undang diatur dalam

pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu:

1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agama dan kepercayaaannya itu.

2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut:

Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan

diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk

ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan

kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain

dalam undang-undang ini.

Dari bunyi pasal 2 ayat 1 beserta dengan penjelasannya itu, maka suatu

perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaanya itu, kalau tidak maka perkawinan itu tidak sah.17

17

Ibid. hal 16.

Page 44: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

30

Perkawinan harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya,

selain itu perkawinan juga harus dicatat dihadapan pegawai pencatat nikah yang

berwenang.

C. PEMBATALAN PERKAWINAN

I. Pengertian Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yaitu

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 termuat dalam Bab IV pada Pasal 22 sampai

dengan pasal 28, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksanaannya ( PP No. 9

Tahun 1975) dalam Bab VI Pasal 37 dan 38, serta diatur pula dalam Kompilasi

Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)) Bab XI Pasal 70 sampai dengan

Pasal 76.

Pasal 22 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa:

perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa perkawinan itu batal karena tidak

terpenuhinya syarat-syarat yang dimaksud, namun jika perkawinan itu terlanjur

terlaksana maka perkawinan itu dapat dibatalkan.

Menurut Yahya Harahap arti Pembatalan Perkawinan adalah:

Tindakan Pengadilan yang berupa keputusan yang menyatakan perkawinan

yang dilakukan itu dinyatakan tidak sah (no legal force or declared void).

Sesuatu yang dinyatakan no legal force; maka kedaan itu dianggap tidak

pernah ada (never existed ) oleh karena itu si laki-laki dan si perempuan yang

Page 45: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

31

di batalkan perkawinannya dianggap tidak pernah kawin sebagai suami

isteri.18

Pengertian pembatalan perkawinan tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu:

a. Perkawinan dianggap tidak sah (no legal force).

b. Dengan sendirinya perkawinan dianggap tidak pernah ada (never existed).

c. Oleh karena itu, antara laki-laki dan perempuan yang dibatalkan.

perkawinannya dianggap tidak pernah sebagai suami-isteri.

Pembatalan perkawinan diatur dalam bab IV Undang-Undang No.1 Tahun

1974. Masalah pembatalan perkawinan berkaitan dengan berbagai pasal dan

ketentuan yaitu:

a. Pembatalan Perkawinan terkait dengan syarat dan rukun nikah.

b. Pembatalan Perkawinan terkait dengan masalah larangan perkawinan.

c. Menyangkut masalah perkawinan poligami.

d. Bahkan ada sangkut pautnya dengan pencatatan perkawinan yang diatur

dalam Bab II serta tata cara perkawinan yang terdapat dalam ketentuan Bab

III Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.19

Ad 1. Pembatalan perkawinan terkait dengan masalah syarat dan rukun nikah,

karena perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat dan rukun perkawinan seperti:

a. Tidak ada kesepakatan nikah antara calon suami dan calon isteri.

18

Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Indonesia, Medan, Cv Zahir Tranding Co. 1978,

Halaman 71 19

Yahya harahap, 2001. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7/

1989, edisi ke dua, Sinar Grafika, Jakarta, hal 142

Page 46: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

32

b. Pernikahan tersebut dilangsungkan tanpa adanya wali, baik itu wali hakim

maupun wali yang ditunjuk oleh pihak calon isteri.

c. Tidak dihadiri oleh dua orang saksi.

d. Tidak ada ijab Kabul.

Ad 2. Pembatalan terkait dengan masalah larangan perkawinan

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, larangan perkawinan diatur

dalam pasal 8, yaitu:

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah;

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara;

c. Hubungan semenda yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

d. Hubungan sesusuan yaitu orang tua susuan, anak, saudara, bibi/paman susuan;

e. Berhubungan saudara dengan isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih

dari seorang;

f. Mempunyai hubungan yang oleh agama atau peraturan lain yang berlaku

dilarang kawin;

Larangan-larangan perkawinan yang dirumuskan dalam pasal 8 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah larangan yang bersifat selama-lamanya,

sedangkan larangan perkawinan yang bersifat sementara atau berlaku hanya sepihak

saja, diatur dalam pasal-pasal:

Page 47: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

33

a. Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 yang berisikan tentang poligami.

b. Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang

berisikan tentang seorang wanita yang masih terikat perkawinan dengan

orang lain maka tidak dapat kawin lagi.

Ad 3. Pembatalan perkawinan yang menyangkut masalah perkawinan poligami

Menurut Hukum Islam mengawini wanita lebih dari seorang diperbolehkan

dengan dibatasi paling banyak empat (4) orang. Pembolehan ini diberikan dengan

batasan-batasan, yaitu:

a. Jumlah wanita yang boleh dinikahi tidak lebih dari empat orang;

b. Sanggup berlaku adil terhadap isteri-isterinya;

c. Wanita yang akan dinikahi lagi seyogyanya adalah wanita yang

mempunyai anak yatim supaya anak yatim tersebut berada dibawah

pengawasan laki-laki yang akan berpoligami tersebut;

d. Wanita yang hendak dinikahi itu tidak boleh ada hubungan saudara baik

sedarah maupun sesusuan.

Ad 4. Pembatalan perkawinan ada hubungan dengan pencatatan perkawinan dan tata

cara perkawinan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 .

Page 48: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

34

Pencatatan perkawinan diatur dalam Bab II Pasal 2 PP No. 9 Tahun 1975,

yang intinya mengatakan bahwa pencatatan perkawinan dapat dilakukan di:

a. Kantor Pegawai Pencatat Nikah bagi mereka yang melangsungkan

perkawinan menurut agama Islam.

b. Kantor Catatan Sipil bagi mereka yang melangsungkan perkawinannya

menurut agama dan kepercayaannya itu selain agama Islam.

Tata cara perkawinan diatur dalam Bab III pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975,

yaitu:

a. Perkawinan dilangsungkan setelah hari ke 10 (sepuluh) sejak pengumuman;

b. Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaannya itu;

c. Perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah dan dihadiri

oleh dua orang saksi;

Jika ada pelanggaran terhadap pencatatan dan tata cara perkawinan maka

perkawinan tersebut dapat dibatalkan.

Isteri yang diceraikan pengadilan dengan jalan fasakh atau pembatalan

perkawinan tidak dapat dirujuk oleh suaminya. Jadi kalau keduanya ingin kembali

hidup bersuami isteri maka harus dengan perkawinan yang baru, yaitu melaksanakan

akad-nikah baru. 20

20

Soemiyati, Op.cit, halaman 114

Page 49: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

35

II. Pihak-Pihak yang Berhak Mengajukan Pembatalan Perkawinan

Pihak-pihak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan diatur dalam

pasal 23 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:

1. Para keluarga dalam keturunan garis lurus keatas dari suami atau isteri;

2. Suami atau isteri

3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan

4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan

setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap

perkawinan tersebut tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

Yahya Harahap berpendapat mengenai pejabat yang berwenang untuk

mengajukan pembatalan selama perkawinan belum diputuskan, diartikan bahwa jika

telah ada putusan tentang permohonan pembatalan dari orang-orang yang disebut

pada sub a yaitu para keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau isteri dan sub

b yaitu dari suami atau isteri dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,

maka pejabat yang berwenang tersebut tidak boleh mengajukan pembatalan

perkawinan. Pembatalan juga dapat dimintakan oleh Jaksa sesuai Pasal 26 ayat (1)

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dalam hal perkawinan dilakukan oleh Pegawai

Pencatat Nikah yang tidak berwenang, wali tidak sah atau tidak dihadiri oleh dua

orang saksi.21

21

Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Indonesia, Op. cit, hal 73.

Page 50: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

36

Pihak-Pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut

Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 73, yaitu:

Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari suami atau

isteri;

b. Suami atau isteri;

c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut

Undang-Undang;

d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun

dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan Peraturan Perundang-

undangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 67.

III. Alasan-alasan Pembatalan Perkawinan

Alasan pembatalan perkawinan diatur dalam beberapa pasal, Perkawinan

dapat di batalkan apabila tidak memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan (pasal

22 UU No. 1 Tahun 1974), Alasan pembatalan perkawinan juga diatur dalam Pasal

24, Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

Pasal 24 Undang-Undang No 1. Tahun 1974:

Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari

kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan

pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal

3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-Undang ini.

Page 51: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

37

Pasal 26 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974:

1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang

tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa

dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para

keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri.

2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat

(1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri

dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat

perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya

sah.

Pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974:

1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang

melanggar hukum.

2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

sangka mengenai diri suami atau isteri.

3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari

keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap

hidup sebagai suami isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan

permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Page 52: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

38

Menurt Yahya Harahap pengertian ancaman yang melanggar hukum adalah

pada hakekatnya untuk menghilangkan kehendak bebas (vrijwillig) dari salah

seorang calon mempelai. Pengertian lebih luasnya adalah merupakan ancaman

kekerasan yang bersifat tindak pidana yang dapat menghilangkan hakekat bebas

seorang calon mempelai. Kemudian salah sangka yang dimaksud dalam hal ini

adalah salah sangka (dwaling) mengenai diri suami atau isteri, jadi orangnya atau

personnya, sehingga salah sangka itu tidak mengenai keadaan orangnya yang

menyangkut status social ekonominya.22

Pembatalan perkawinan diatur juga di dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu

pasal 70 sampai dengan pasal 76, tentang alasan pembatalan perkawinan disebutkan

dalam pasal 70, pasal 71 dan pasal 72.

Pasal 70 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa Perkawinan batal apabila:

1) Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah

karena sudah mempunyai empat orang isteri sekalipun salah satu dari keempat

isterinya dalam iddah talak raj’i.

2) Seseorang menikahi isterinya yang telah di li’annya.

3) Seseorang menikahi bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak

olehnya, kecuali bila bekas isterinya tersebut pernah menikah dengan pria lain

kemudian bercerai lagi ba’da al-dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa

iddahnya.

4) Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah,

semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan

menurut pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:

22

Ibid, hal 76.

Page 53: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

39

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan keatas;

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang

dengan saudara neneknya;

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah

tiri;

d. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara

sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.

Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam

Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:

a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;

b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri

pria lain yang mafqud;

c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;

d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan

dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Kecuali ada dispensasi dari

pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria

maupun pihak wanita.

e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak

berhak.

f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Page 54: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

40

Pasal 72 Kompilasi Hukum Islam:

1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang

melanggar hukum.

2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan

atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.

3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari

keadaannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap

hidup sebagai suami isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan

permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

IV. Akibat Pembatalan Perkawinan

Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

batalnya suatu perkawinan dimulai setelah Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan

hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya perkawinan. Adanya keputusam

pengadilan tersebut berarti perkawinan dianggap tidak sah dan dengan sendirinya

dianggap tidak pernah kawin. Namun dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 menyebutkan bahwa keputusan tidak berlaku surut terhadap:

a. Anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk

melindungi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut agar

Page 55: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

41

mempunyai status hukum yang jelas dan resmi sebagai anak dari orang tua

mereka.

b. Suami atau isteri yang beritikad baik kecuali tehadap harta bersama, apabila

pembatalan perkawinan berdasarkan adanya perkawinan lain yang lebih dulu.

c. Pihak ketiga lainnya sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad

baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum

yang tetap. Segala perikatan hukum di bidang keperdataan yang dibuat oleh

suami-isteri sebelum pembatalan perkawinan adalah perikatan yang sah dan

dapat dilaksanakan kepada harta perkawinan atau dipikul bersama oleh suami

isteri yang telah dibatalkan perkawinannya secara tanggung menanggung,

baik terhadap harta bersama maupun terhadap harta kekayaan masing-masing.

V. Tata cara Pembatalan Perkawinan

Tata cara permohonan pembatalan perkawinan hampir sama dengan tata cara

permohonan perceraian. Permohonan pembatalan perkawinan diawali dengan

mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada pengadilan yang berwenang

memeriksa dan memutus pembatalan perkawinan dalam daerah hukum dimana

perkawinan dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri.

Tata cara pembatalan perkawinan diatur dalam Bab VI Pasal 38 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang menyebutkan:

1) Permohonan pembatalan suatu perkawinan diajukan oleh pihak-pihak yang

berhak mengajukannya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi

Page 56: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

42

tempat berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal kedua suami-

isteri, suami atau isteri.

2) Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai

dengan tata cara pengajuan gugatan perceraian.

3) Hal-hal yang berhubungan dengan panggilan, pemeriksaan pembatalan

perkawinan dan putusan pengadilan, dilakukan sesuai dengan tata cara

tersebut dalam pasal 20 sampai dengan pasal 36 Peraturan Pemerintah ini.

Dalam memeriksa permohonan pembatalan perkawinan, baik Pengadilan

Agama maupun Pengadilan Negeri menurut petunjuk Mahkamah Agung No.

MA.Pemb/0807/75 tanggal 20 Agustus 1975, haruslah memberlakukan ketentuan-

ketentuan Pasal 22 sampai dengan 28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Menurut

Pasal 1 huruf ( b) PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa Pengadilan adalah

Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi yang lain.

Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan bahwa

Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan

tata cara pengajuan gugatan perceraian.

Pasal 20 PP No. 9 Tahun 1975 menyebutkan:

1. Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada

Pengadilan di daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat;

Page 57: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

43

2. Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau

tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan cerai diajukan kepada

pengadilan di tempat kediaman penggugat;

3. Dalam hal tergugat berkediaman diluar negeri, gugatan perceraian

diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua

Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada penggugat

melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.

Para pihak yang hendak membatalkan perkawinannya harus mengajukan surat

yang berisi pemberitahuan bahwa para pihak bermaksud untuk membatalkan

perkawinannya kepada pengadilan ditempat tinggal suami atau isteri dengan disertai

alasan-alasan, serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk

keperluan pembatalan perkawinan tersebut. Pengadilan kemudian mempelajari isi

surat yang dimaksud dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

Page 58: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

44

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan Yuridis Normatif, yang merupakan penelitian hukum kepustakaan.

Sehingga data dasar dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data

sekunder meliputi surat-surat pribadi, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen

resmi yang dikeluarkan pemerintah23

.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat

menemukan hukum in abstracto dalam perkara in concreto, maka tipe penelitiannya

adalah penerapan hukum, yang dalam hal ini adalah penerapan sistem hukum

perkawinan terhadap kasus pembatalan perkawinan pada putusan perkara Nomor:

929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder.

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, data sekunder dapat berupa bahan-

bahan hukum meliputi:

23

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1985, hal 24

Page 59: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

45

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat

seperti norma dasar, peraturan perundang-undangan atau keputusan

pengadilan. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah bahan hukum

primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan keputusan

pengadilan, yang terdiri dari:

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun

1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 juni 1991 (Kompilasi Hukum

Islam)

3. Dokumen yang berupa Putusan Pengadilan Agama Purwokerto

Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer dan isinya tidak mengikat. Bahan hukum

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa literatur (pustaka).

4. Teknik Pengumpulan data

Data diperoleh dengan cara studi pustaka yaitu mengumpulkan bahan-bahan

kepustakaan , literatur dan dokumen yang ada relevansinya dengan permasalahan

yang diteliti yaitu buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dan putusan

Pengadilan Agama Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt.

Page 60: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

46

5. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang dikualifikasikan

dan disusun secara sistematis mengikuti alur sistematika pembahasan. Dalam arti

uraian yang disusun antara data yang satu dengan data yang lain harus relevan dengan

permasalahan sebagai satu kesatuan yang utuh, saling berhubungan, serta urut dan

beraturan.

6. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif yaitu dengan

cara menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan doktrin hukum Perkawinan

menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

Page 61: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil Penelitian yang diperoleh berdasarkan pada putusan Pengadilan Agama

Purwokerto dengan Nomor 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. tentang pembatalan perkawinan

sebagai berikut:

1. Subyek Hukum

a. Pihak Pemohon

Bernama “X”, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan swasta,

tempat kediaman Desa Ledug, RT 06 RW 04, Kecamatan Kembaran,

Kabupaten Banyumas.

b. Pihak Termohon

Bernama “Y”, umur 26 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, tempat

kediaman di Kelurahan Kober RT. 01 RW. 05, Kecamatan Purwokerto

Barat Kabupaten Banyumas.

2. Duduk Perkara

Pemohon dengan surat gugatannya tertanggal 13 Agustus 2007 yang

terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Purwokerto dengan Nomor:

929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. mengajukan gugatan yang isinya sebagai berikut:

Page 62: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

48

a. Pada tanggal 02 Juni 2007, Pemohon dengan Termohon

melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah

Kantor Urusan Agama Kecamatan Purwokerto Barat Kabupaten

Banyumas (Kutipan Akta Nikah Nomor : 228/05/VI/2007 tanggal 04

Juni 2007).

b. Setelah pernikahan tersebut Pemohon dengan Termohon bertempat

tinggal di rumah orang tua Termohon selama 2 minggu, selama 2

minggu tersebut Pemohon kerja di Bandung seminggu sekali pulang

kerumah Tergugat, selama pernikahan tersebut Pemohon dengan

Termohon telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri.

c. Termohon mengaku sedang hamil hampir 3 bulan dengan laki-laki

lain, sehingga Pemohon merasa sangat kecewa dan sangat tidak rela,

oleh karena itu Pemohon langsung pulang ke rumah orang tua

Pemohon, hingga sekarang telah pisah 2 bulan lamanya.

3. Peristiwa Hukumnya

a. Pemohon adalah suami Termohon yang menikah dihadapan Pejabat

Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Purwokerto

Barat, Kabupaten Banyumas (Kutipan Akta Nikah Nomor:

228/05/VI/2007 tanggal 04 Juni 2007).

b. Pemohon berkehendak untuk membatalkan pernikahannya karena

setelah pernikahan berjalan satu minggu ketika Pemohon pulang dari

Page 63: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

49

Bandung setelah melakukan hubungan kelamin, Termohon mengaku

sedang hamil kurang lebih 3 bulan dengan laki-laki lain, sehingga

Pemohon merasa ditipu oleh Termohon.

4. Bukti-bukti

Untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan

alat bukti surat-surat sebagai berikut:

a. Fotocopy Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan

Purwokerto Barat Kabupaten Banyumas Nomor: 228/05/VI/2007

Tanggal 04/06/2007 (P.1).

b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk dari Desa Ledug Lor, Kecamatan

Kembaran, Kabupaten Banyumas, Nomor: 3302202809770002

tanggal 2007 (P.2)

Surat-surat bukti tersebut dicocokkan dengan aslinya dan ternyata

sesuai dengan aslinya serta bermaterai cukup, lalu Majelis Hakim memberi

tanda pada masing-masing surat tersebut dengan tanda P.1 dan P.2.

Selain bukti-bukti tertulis tersebut Pemohon juga telah mengajukan

saksi-saksi sebagai berikut:

1) Bernama ’’XX’’, umur 47 tahun, Agama Islam, pekerjaan Guru TK,

tempat kediaman di Desa Ledug RT 6 RW 4, Kecamatan Kembaran,

Kabupaten Banyumas, setelah bersumpah dalam persidangan

memberikan keterangan sebagai berikut:

Page 64: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

50

a. Bahwa Saksi adalah ibu kandung Pemohon;

b. Sebelum Pemohon menikah dengan Termohon, Pemohon dan

Termohon belum pernah berhubungan, Pemohon dan Termohon

dijodohkan oleh temannya dan kenal baru satu minggu dan ketemu

baru (2) dua kali. Sebenarnya pada waktu melamar saksi sudah curiga

kepada Termohon karena badannya sudah lain agak mekar dan pada

waktu melamar pihak Termohon minta cepat menikah serta langsung

ditentukan tanggalnya yaitu tanggal 2 Juni 2007;

2) Bernama ’’YY’’, umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan Wiraswasta,

tempat kediaman di kelurahan Kober RT 1 RW 5, Kecamatan Purwokerto

Barat, Kabupaten Banyumas. Setelah bersumpah dalam persidangan

memberikan keterangan sebagai berikut:

a. Bahwa Saksi adalah Ibu kandung Termohon;

b. Bahwa Saksi sebagai orang tua Termohon sama sekali tidak tahu

bahwa Termohon sedang hamil, hanya saja Termohon pernah pernah

bercerita bahwa Termohon sedang didekati oleh Bosnya padahal

Bosnya sudah beristeri lalu Saksi mencegahnya supaya jangan

diteruskan;

c. Bahwa saksi baru mengetahui Termohon hamil pada malam minggu

setelah menikah satu minggu, Termohon pulang dan mukanya terlihat

murung kemudian saksi menanyakan apa yang terjadi tetapi

Termohon tidak mau memberi tahu, setelah didesak oleh saksi barulah

Page 65: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

51

Termohon mengaku bahwa Termohon sedang hamil dan sudah

berterus terang kepada Pemohon, lalu saksi menanyakan hamil

dengan siapa dan Termohon mengaku dengan Bosnya dan sekarang

sudah digugurkan;

5. Pertimbangan Hukum

a. Pemohon dan Termohon terbukti terikat didalam suatu pernikahan

yang sah. Hal ini berdasarkan pada pengakuan Pemohon dan

Termohon juga bukti fotocopy Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan

oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Purwokerto Barat

Kabupaten Banyumas Nomor: 228/05/VI/2007 tanggal 04 Juni 2007

b. Berdasarkan keterangan Pemohon dan pengakuan Termohon yang

dikuatkan dengan keterangan saksi, maka dapat diperoleh fakta

sebagai berikut:

1. Ketika Pemohon dan Termohon melangsungkan pernikahan yang

dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama

Kecamatan purwokerto Barat Kabupaten Banyumas (Kutipan Akta

Nikah Nomor: 228/05/VI/2007), ternyata Termohon sedang hamil

3 bulan dengan orang lain, hal tersebut baru diketahui Pemohon

setelah satu minggu menikah dengan Termohon, Termohon yang

mengaku sendiri kepada Pemohon sehingga Pemohon merasa

Page 66: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

52

ditipu, dan hal tersebut sesuai dengan maksud pasal 72 ayat 2

Kompilasi Hukum Islam

2. Kehamilan Termohon adalah hasil hubungan dengan Bosnya, dan

sudah digugurkan.

6. Amar Putusan

a. Mengabulkan gugatan Penggugat;

b. Membatalkan perkawinan antara Pemohon ”X” dengan Termohon ”Y”

yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Purwokerto

Barat, Kabupaten Banyumas pada tanggal 2 Juni 2007;

c. Menyatakan Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah Nomor:

228/05/VI/2007 tanggal 04 Juni 2007 yang dikeluarkan oleh Kantor

Urusan Agama Kecamatan Purwokerto Barat tidak berkekuatan

hukum;

d. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 186.000,- (Seratus delapan puluh enam ribu rupiah);

Page 67: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

53

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Pengadilan Agama Nomor:

929/ Pdt.G/2007/PA/Pwt. serta dilengkapi dengan studi yang berhubungan dengan

permasalahan maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut:

Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa suatu

perkawinan haruslah didasarkan atas persetujuan dari kedua belah pihak yaitu calon

suami dan calon isteri, hendaklah persetujuan itu adalah suatu persetujuan yang murni

yang betul-betul tercetus dari hati calon mempelai sendiri.

Persetujuan perkawinan itu tidaklah sama dengan persetujuan-persetujuan

yang lain, misalnya persetujuan jual-beli, sewa-menyewa, tukar menukar dan lain-

lain.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perbedaan antara persetujuan perkawinan dan

persetujuan-persetujuan yang lain adalah dalam persetujuan biasa para pihak

pada pokoknya penuh merdeka untuk menentukan sendiri isi dari persetujuannya

itu sesuka hatinya asal saja persetujuan itu tidak bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebaliknya dalam suatu persetujuan

perkawinan sudah sejak semula ditentukan oleh hukum, isi dari persetujuan

antara suami-isteri itu.24

Sehubungan dengan adanya persetujuan dalam suatu perkawinan, pasal 27

Undang-Undang Perkawinan memperingatkan kemungkinan adanya suatu ’’ancaman

yang melanggar hukum’’ dan ’’salah sangka mengenai diri suami atau isteri’’, dan

sekaligus memberikan kesempatan untuk mengajukan pembatalan perkawinan. 25

24 Wiryono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 8. 25

K Wantjik Saleh, Op.Cit, halaman 25.

Page 68: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

54

Apa yang dimaksud dengan ancaman dan salah sangka tersebut tidak terdapat

suatu penjelasan resmi. Oleh karena itu, menurut hemat kami, haruslah diartikan

seluas mungkin, bukan saja suatu ancaman yang bersifat jasmani saja tetapi juga

rohani. begitu juga salah sangka, bukan hanya yang berpangkal dari diri si calon

sendiri tapi juga yang berasal dari orang lain, umpamanya tipuan.26

Pembatalan perkawinan menurut hukum Islam disebut dengan istilah Fasakh

yang artinya merusak atau membatalkan. Soemiyati dalam bukunya mengatakan

bahwa:

Arti Fasakh adalah merusakkan atau membatalkan, ini berarti bahwa

perkawinan itu diputuskan atau dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh

Hakim Pengadilan Agama. Fasakh disebabkan karena salah satu pihak menemui

cela pada pihak lain atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui

sebelum berlangsungnya perkawinan.27

Ahmad Azhar Basyir juga berpendapat bahwa fasakh atau pembatalan

perkawinan dapat terjadi karena terdapat hal-hal yang membatalkan akad nikah yang

dilakukan dan dapat pula terjadi karena sesuatu hal yang baru dialami sesudah akad

nikah dilakukan dalam hidup perkawinan berlangsung.28

Pembatalan perkawinan atau fasakh dapat diminta oleh isteri dengan alasan-

alasan sebagai berikut:

1) Suami sakit gila

2) Suami menderita penyakit menular yang tidak dapat diharapkan sembuh,

seperti penyakit lepra.

26

Loc.cit. 27

Soemiyati, Op.Cit hal 113. 28

Ahmad Azhar Basyir, Op.Cit. hal 77

Page 69: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

55

3) Suami tidak mampu atau kehilangan kemampuan untuk melakukan

hubungan kelamin karena impoten atau terpotong kemaluannya.

4) Suami jatuh miskin hingga tidak mampu memenuhi kewajiban nafkah

terhadap isteri.

5) Isteri merasa tertipu, baik mengenai nasab keturunan, kekayaan atau

kedudukan suami.

6) Suami mafqud, hilang tanpa berita dimana tempatnya dan apakah masih

hidup atau telah meninggal dalam waktu yang cukup lama (misalnya

empat tahun).

Fasakh atau pembatalan perkawinan dapat pula diminta oleh pihak suami

kepada pengadilan, dengan alasan;

a) suami merasa tertipu bahwa isterinya yang pernah mengatakan masih gadis

ternyata sudah bukan gadis lagi.

b) isterinya yang dulu nampak berambut indah ternyata setelah kawin diketahui

bahwa rambutnya adalah palsu atau ia tidak berambut sama sekali.

c) isteri yang mengaku anak kandung orang yang mengasuhnya ternyata setelah

kawin diketahui hanya anak pungut atau anak angkat.

d) Secara garis besar, suami kemudian menjumpai bahwa pada isterinya terdapat

hal-hal yang tidak mungkin mendatangkan ketenteraman dan pergaulan yang

baik dalam hidup perkawinan yang semula tidak diketahuinya dapat

Page 70: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

56

mengajukan kepada pengadilan untuk minta fasakh perkawinannya atau di

batalkan perkawinannya. 29

Pembatalan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yaitu

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 termuat dalam Bab IV pada Pasal 22 sampai

dengan pasal 28, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksanaannya (PP No. 9 Tahun

1975) dalam Bab VI Pasal 37 dan 38, serta diatur pula dalam Kompilasi Hukum

Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)) Bab XI Pasal 70 sampai dengan Pasal

76.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 27 ayat 2 menjelaskan

bahwa:

Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

sangka mengenai diri suami atau isteri.

Pembatalan perkawinan dengan alasan yang tersebut dalam Pasal 27 ayat 2

Undang-Undang perkawinan itu hanya mengenai diri atau orangnya saja, tidak

terhadap keadaan orangnya atau hal-hal lainnya. Sehubungan dengan hal ini M Yahya

Harahap yang dikutip dalam bukunya Abdul Manan mengatakan bahwa alasan

pembatalan perkawinan yang tersebut dalam pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 adalah alasan yang agak limitatif tetapi tidak secara mutlak, Alasan

tersebut tidak menutup kemungkinan timbulnya alasan-alasan lain yang dapat

dipergunakan untuk mengajukan pembatalan perkawinan yang didasarkan kepada

29

Ibid, halaman 78.

Page 71: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

57

ketentuan dalam batas-batas perikemanusiaan dan kesusilaan seperti penipuan,

penyakit gila dan impoten. Hal ini penting untuk mewujudkan tujuan perkawinan

sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Perkawinan yaitu mewujudkan rumah

tangga bahagia dan sejahtera serta kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tujuan perkawinan tersebut tidak akan tercapai kalau dalam pelaksanaan perkawinan

terjadi cacat sehingga merugikan salah satu pihak.30

Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan:

Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan

atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.

Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 72 ayat (2) menyebutkan bahwa

perkawinan dapat dibatalkan tidak hanya salah sangka mengenai diri suami atau isteri

saja tetapi juga termasuk penipuan. Penipuan yang tersebut disini tidak hanya

dilakukan oleh pihak pria saja, tetapi dapat juga dilakukan oleh pihak wanita. Dari

pihak pria biasanya penipuan dilakukan dalam bentuk pemalsuan identitas, misalnya

pria tersebut sudah pernah kawin tetapi mengaku masih jejaka atau bentuk perbuatan

licik lainnya. Penipuan yang dilakukan oleh pihak wanita biasanya menyembunyikan

kekurangan yang ada pada dirinya, misalnya dikatakan tidak ada cacat fisik tetapi

kenyataannya tidak demikian.31

30

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Materiel dalam Praktek Peradilan Agama, Pustaka bangsa, Jakarta, 2003, hal 68.

31 Loc.cit.

Page 72: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

58

Berdasarkan uraian diatas maka apabila pada waktu berlangsungnya

perkawinan terjadi penipuan maka seorang suami atau isteri dapat mengajukan

pembatalan perkawinan. Seperti yang terjadi pada putusan Pengadilan Agama

Purwokerto Nomor: 929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. berdasarkan data penelitian pemohon

mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dengan alasan merasa tertipu,

berdasarkan gugatan pemohon yang telah dikuatkan dengan bukti-bukti dan

keterangan saksi-saksi maka dapat ditemukan fakta bahwa ketika perkawinan

dilangsungkan ternyata Termohon sedang dalam keadaan hamil 3 bulan dengan orang

lain, sedangkan Termohon baru mengaku atau memberitahukan tentang

kehamilannya setelah perkawinannya berjalan satu minggu sehingga Pemohon

merasa ditipu, dengan demikian pembatalan perkawinan tersebut sudah sejalan

dengan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan sesuai pula dengan

pasal 72 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam. Pembatalan perkawinan yang dilakukan

dengan alasan merasa tertipu juga telah sesuai dengan beberapa doktrin yang

menyebutkan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan jika suami atau isteri

merasa tertipu.

Page 73: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

Lazimnya pembatalan perkawinan dilakukan dengan alasan perkawinan yang

telah dilaksanakan ternyata tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan

perkawinan, tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa pembatalan perkawinan

dilakukan dengan alasan pihak suami merasa tertipu oleh isteri.

Hakim mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dalam perkara Nomor:

929/Pdt.G/2007/PA.Pwt. dengan alasan Pemohon merasa tertipu, Pertimbangan

Hakim tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 27 ayat 2

yang menyebutkan bahwa:

Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

sangka mengenai diri suami atau isteri.

Pertimbangan Hakim juga sudah sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam

Pasal 72 ayat (2) yang menyebutkan:

Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan

atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.

Page 74: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

60

Pembatalan perkawinan dengan alasan merasa tertipu juga sudah sesuai pula

dengan Doktrin dari K Wantjik Saleh, Soemiyati, Ahmad Azhar Basyir, M yahya

Harahap, serta Abdul Manan. Doktrin menyebutkan bahwa Salah sangka mengenai

diri suami atau isteri yang disebutkan dalam pasal 27 ayat 2 Undang-undang No.1

Tahun 1974 dapat diperluas pengertiannya, tidak hanya kekeliruan mengenai diri

orangnya saja tetapi juga termasuk keadaan orangnya seperti penipuan, penyakit gila,

dan impoten. Hal ini penting untuk dapat terwujudnya keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Tujuan perkawinan tidak akan

tercapai apabila dalam pelaksanaan perkawinan terjadi penipuan sehingga merugikan

salah satu pihak.

B. Saran

Hakim dalam memutus suatu perkara hendaknya jangan hanya

menyebutkan pasal dari Kompilasi Hukum Islam saja, tetapi juga

menyebutkan pasal yang terkait dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

Page 75: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

61

DAFTAR PUSTAKA

Basyir, Ahmad Azhar. 1990 Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press

Harahap, Yahya, 1978. Hukum Perkawinan Indonesia, Medan, CV Zahir Tranding

Co.

_____________, 2001. Kedudukan Kewenangan dan acara Peradilan Agama, Sinar

Grafika, Jakarta.

Idris Ramulyo, Mohd. 1999. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Manan, Abdul, 2003. Aneka Masalah Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan

Agama, Pustaka Bangsa, Jakarta.

Prakoso Djoko,dan Murtika Iketut, 1987. Asas-Asas Hukum Perkawinan di

Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Saleh, K. Wantjik, 1980. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soekanto Soerjono, dan Sri Mamudji, 1985. Penelitian Hukum Normatif. CV

Rajawali

Soemiyati, 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan.

Yogyakarta:Liberty.

Subekti, R. 1980. Pokok-Pokok Hukum perdata, cetakan ke XVIII, PT Inter masa,

Jakarta.

Subekti, Trusto, 2007. Bahan Pembelajaran Hukum Keluarga dan Perkawinan,

Fakultas Hukum UNSOED. Purwokerto.

Pedoman Penulisan Skripsi, 2003. Tata Cara Penulisan Skripsi Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Prodjodikoro, Wiryono, 1984. Hukum Perkawinan di Indonesia, cetakan ke 8,

Bandung: Sumur Bandung.

Page 76: PEMBATALAN PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Terhadap …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/MUSRIYADI_E1E008002.pdf · telah membantu pelaksanaan proker KKN, ... UII Press,

62

Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang

Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10

juni 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.