17
1 PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA Mochammad Anjang Cahyono Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jl. Semolowaru Nomor 45 Surabaya 60118, Indonesia 081357666876, [email protected] Abstrak Pada perkembangannya, Negara perlu bekerja sama dengan berbagai pihak dalam masalah pembangunan segala sarana untuk mendukung kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya dengan pihak swasta. Oleh karenanya pemerintah melalui Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan/jasa diberikan kewenangan untuk melakukan itu melalui pembuatan kontrak. Namun pada prakteknya hal ini tidak selalu berjalan dengan mulus karena banyak terjadi keterlambatan, dan masalah lain baik disengaja ataupun tidak. Pemerintah melalui Pejabat Pembuat Komitmen diberikan kewenangan tersebut oleh perpres dan peraturan pelaksananya diberikan kewenangan untuk membatalkan secara sepihak apabila menurut penilaian Pejabat Pembuat Komitmen terjadi hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Hal yang menjadi debatable adalah seharusnya para pihak dalam kontrak harus berada dalam kedudukan, dan posisi tawar menawar yang sama. Adanya Pemberian kewenangan tersebut seakan memberikan ketimpangan kedudukan antara pemerintah dan pihak penyedia barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT Cika Karya Nusantara dan Pemerintah Kota Surabaya. Pada penelitian ini, penulis akan menganalisa tentang apakah pembatalan ketentuan pembatalan kontrak secara sepihak yang diberikan untuk Pejabat Pembuat Komitmen tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hokum yang berlaku di Indonesia, serta bagaimana analisis terhadap sengketa pemutusan kontrak sepihak antara PT Cika Karya Nusantara Melawan Pemerintah Kota Surabaya dengan menggunakan metode pendekatan perundang- undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus dengan menganalisa beberapa putusan- putusan yang terkait dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan yang memberikan kewenangan pembatalan kontrak secara sepihak pada Pejabat Pembuat Komitmen, tidak melanggar kaidah hokum, namun dapat menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden), dalam kasus PT Cika Karya Nusantara melawan Pemerintah Kota Surabaya, Pemerintah kota Surabaya melalui Pejabat Pembuat Komitmen telah melakukan penyalahgunaan keadaan dengan menentukan secara sepihak waktu perpanjangan pengerjaan pembangunan gedung tanpa memperhatikan pihak penyedia jasa. Kata kunci : Pembatalan Kontrak, Kedudukan para pihak, Penyalahgunaan Keadaan. Abstrack In its development, the State needs to cooperate with various parties in the matter of development of all means to support the life of nation and state, one with the private sector. Therefore, the government through the Presidential Regulation on the procurement of goods and / services is authorized to do so through the making of contracts. But in practice this does not always run smoothly because there are many delays, and other problems whether intentional or not. The Government through the Committing Officer is given such authority by a presidential decree and

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

  • Upload
    others

  • View
    44

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

1

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

Mochammad Anjang Cahyono

Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Jl. Semolowaru Nomor 45 Surabaya 60118, Indonesia

081357666876, [email protected]

Abstrak

Pada perkembangannya, Negara perlu bekerja sama dengan berbagai pihak dalam masalah

pembangunan segala sarana untuk mendukung kehidupan berbangsa dan bernegara, salah

satunya dengan pihak swasta. Oleh karenanya pemerintah melalui Peraturan Presiden tentang

pengadaan barang dan/jasa diberikan kewenangan untuk melakukan itu melalui pembuatan

kontrak. Namun pada prakteknya hal ini tidak selalu berjalan dengan mulus karena banyak

terjadi keterlambatan, dan masalah lain baik disengaja ataupun tidak. Pemerintah melalui

Pejabat Pembuat Komitmen diberikan kewenangan tersebut oleh perpres dan peraturan

pelaksananya diberikan kewenangan untuk membatalkan secara sepihak apabila menurut

penilaian Pejabat Pembuat Komitmen terjadi hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Hal

yang menjadi debatable adalah seharusnya para pihak dalam kontrak harus berada dalam

kedudukan, dan posisi tawar menawar yang sama. Adanya Pemberian kewenangan tersebut

seakan memberikan ketimpangan kedudukan antara pemerintah dan pihak penyedia

barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT Cika

Karya Nusantara dan Pemerintah Kota Surabaya.

Pada penelitian ini, penulis akan menganalisa tentang apakah pembatalan ketentuan

pembatalan kontrak secara sepihak yang diberikan untuk Pejabat Pembuat Komitmen tidak

bertentangan dengan kaidah-kaidah hokum yang berlaku di Indonesia, serta bagaimana

analisis terhadap sengketa pemutusan kontrak sepihak antara PT Cika Karya Nusantara

Melawan Pemerintah Kota Surabaya dengan menggunakan metode pendekatan perundang-

undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus dengan menganalisa beberapa putusan-

putusan yang terkait dengan penelitian ini.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan yang memberikan kewenangan pembatalan

kontrak secara sepihak pada Pejabat Pembuat Komitmen, tidak melanggar kaidah hokum,

namun dapat menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan keadaan (misbruik van

omstandigheden), dalam kasus PT Cika Karya Nusantara melawan Pemerintah Kota Surabaya,

Pemerintah kota Surabaya melalui Pejabat Pembuat Komitmen telah melakukan

penyalahgunaan keadaan dengan menentukan secara sepihak waktu perpanjangan pengerjaan

pembangunan gedung tanpa memperhatikan pihak penyedia jasa.

Kata kunci : Pembatalan Kontrak, Kedudukan para pihak, Penyalahgunaan Keadaan.

Abstrack

In its development, the State needs to cooperate with various parties in the matter of development

of all means to support the life of nation and state, one with the private sector. Therefore, the

government through the Presidential Regulation on the procurement of goods and / services is

authorized to do so through the making of contracts. But in practice this does not always run

smoothly because there are many delays, and other problems whether intentional or not. The

Government through the Committing Officer is given such authority by a presidential decree and

Page 2: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

2

the regulation is authorized to cancel unilaterally if according to the rating of the Committing

Officer the things mentioned above. The thing that becomes debatable is that the parties to the

contract must be in a position, and the same bargaining position. The existence of such Authority

shall give an unbalanced position between the government and the providers of goods / services in

the Contract of Procurement of Goods / Services. One example is PT Cika Karya Nusantara and

Surabaya City Government.

In this study, the authors will analyze whether the cancellation of the terms of unilateral contract

cancellation given to the Committing Officer does not conflict with the legal rules applicable in

Indonesia, as well as how the analysis of unilateral contract termination disputes between PT

Cika Karya Nusantara Against Surabaya City Government using legal approaches, concept

approaches, and case approaches by analyzing some of the decisions related to this research.

The result of this study is that the provisions that authorize the unilateral cancellation of

contracts at the Committing Officer, do not violate the legal rules, but may be the cause of misuse

of the state (eg vanbrandic van omstandigheden), in the case of PT Cika Karya Nusantara against

the Surabaya City Government, Surabaya through the Committing Officer has committed misuse

of the circumstances by determining unilaterally the extension of construction work without

regard to the service provider.

Keywords: Cancellation of Contract, Position of the Parties, Abuse of Circumstances.

PENDAHULUAN

Jasa pemborongan adalah hal yang sangat lazim dilakukan dewasa kini, baik itu antara swasta

dengan swasta, ataupun swasta dengan pemerintah sebagai bouwheer dalam pekerjaan proyek.

Maka para pihak yang memiliki pekerjaan (owner/bouwheer) dan pemborong (kontraktor), terikat

dalam suatu perjajian pemborongan tentang pembuatan suatu karya.1 Istilah pemborongan sendiri

sebenarnya mempunyai cakupan yang lebih luas daripada istilah konstruksi, sebab istilah

pemborongam dapat saja berarti bahwa yang diborong tersebut bukan hanya

konstruksinya/pembangunanya, melainkan dapat juga pengadaan barang saja.2

Berdasarkan Buku ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk wetboek) kontrak

pemborongan dapat dikatagorikan sebagai pernjanjian konsensuil yaitu perjanjian yang lahir sejak

adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong

mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan/kontrak. Dengan “disepakati”nya hal

tersebut perjanjian atau kontrak pemborongan mengikat kedua belah pihak, artinya perjanjian

atau kontrak itu tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan yang lainnya, otomatis pembatalan

secara sepihak tersebut melanggar prinsip konsensuil yang ada dalam perjanjian.

Pada prakteknya, pelaksaan kontrak Pengadaan Barang dan/atau Jasa dilakukan melalui

pemilihan penyedia jasa dengan pelelangan umum atau terbatas berdasarkan prinsip persaingan

sehat. Namun hal tersebut tidak mengurangi kemungkinan terjadinya keterlambatan, kelalaian

dari salah satu pihak (wanprestasi), baik yang dilakukan secara sengaja atau karena keadaan

memaksa (force majeure). Hal itu menyebabkan tidak jarang terjadi ketidakpuasaan Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) atas pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan/atau jasa.

Ketidakpuasaan tersebut tidak jarang berujung pada pemutusan kontrak secara sepihak oleh

1 F.X. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1996, h.5.

2Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, h.12

Page 3: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

3

Pejabat Pembuat Komitmen bahkan juga berujung pada dimasukkannya penyedia barang

dan/atau jasa kedalam daftar hitam.

Hal inilah yang terjadi pada PT.Cika Karya Nusantara dan pemerintah Kota Surabaya. Melalui

surat Pemutusan Kontrak No,642.2/0111/436.6.2/2013, pemerintah Kota Surabaya memutuskan

secara sepihak kontrak konstruksi dengan PT.Cika Karya Nusantara untuk pembangunan Gedung

Type B SDN Klampis Ngasem I No.246 dan IV No.560 Surabaya, hal tersebut membuat PT. Cika

Karya Nusantara dimasukkan dalam daftar hitam oleh pemerintah Kota Surabaya. Hal tersebut

menjadikan PT. Cika Karta Nusantara selaku penyedia jasa konstruksi mengalami kerugian baik

sekarang maupun dikemudian hari karena dimasukkannya dalam daftar hitam.

Hal ini menjadi polemik karena ketentuan mengenai pembatalan kontrak secara sepihak

sebagaimana diatur dalam pasal 93 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010

tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah terkesan terlalu berpihak kepada pemerintah

melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Padahal Kontrak pengadaan barang dan/atau jasa

adalah bersifat konsensuil yang artinya antara pihak penyedia dan pembeli harusnya seimbang.

Memang paska berlakunya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah tidak memberikan kewenangan kepada PPK untuk

membatalkan kontrak secara sepihak, namun dalam ketentuan peralihan, menyataan bahwa

peraturan presiden tersebut tidak membatalkan peraturan pelaksana peraturan presiden

sebelumnya. Padahal dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 73 Tahun 2012 sebagaimana

diubah dengan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Kelima

atas Peraturan Walikota Surabaya Nomor 73 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Penggunaan

Langsung Anggaran Belanja dan Pengadaan Barang/ memberi kewenangan Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) untuk membatalkan kontrak secara sepihak. Hal-hal itulah yang

melatarbelakangi penulis untuk menulis skripsi ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalah di atas, penulis menarik beberapa permasalan antara lain:

1. Apakah ketentuan pembatalan kontrak secara sepihak oleh pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan kaidah-kaidah hokum yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimana analisa terhadap sengketa pembatalan kontrak yang dilakukan oleh pemeritah

kota surabata teradap PT. Cika Karya Nusantara?

1. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu

penelitian hukum untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.3 Penelitian ini menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statue aoproach), pendekatan kasus (case approach). dan

pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan

menelaah4 ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang

Perbuahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan barang dan Jasa

Pemerintah, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

3Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencara Prenada Media Group, Jakarta 2010,h. 35

4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana Media Group, 2011 cetakan ke 7, h.133.

Page 4: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

4

Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Walikota Surabaya Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan

kelima atas peraturan walikota Surabaya Nomor 73 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis

Penggunaan Langsung Anggaran Belanja dan Pengadaan Barang dan Jasa. Serta putusan-putusan

dan produk perundang-undangan yang terkait dengan objek yang diteliti. Pendekatan kasus

dilakukan dengan menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang menjadi

putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.5yaitu:

- Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor

197/B/2013/PT.TUN.SBY

Pendekatan konsep dilakukan dengan menelaah konsep-konsep yang berkaitan dengan isu

yang dihadapi. Pendekatan konsep dilakukan manakala penelitian tidak beranjak dari aturan

hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum

untuk masalah yang dihdapi.6

PEMBAHASAN

Mengenai pengertian serta unsur-unsur yang ada dalam Hukum Perjanjian. didalam Hukum Perdata

juga diatur mengenai asas-asas yang harus ditaati dalam hal dibuatnya perjanjian. Asas-asas tersebut antara

lain :

a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan sebagai kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Dalam asas ini

memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang

telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian

tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan

tersebut telah dicapai secara lisan sematamata. Hal ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan

berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian, untuk

menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-

bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu.7

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum perjanjian.

Meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat

dalam hubungan kontraktual para pihak. Kebebasan berperjanjian pada dasarnya merupakan perwujudan dari

kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalisme yang

mengagungkan kebebasan individu.

Menurut asas kebebasan berperjanjian, seseorang pada umumnya mempunyai pilihan bebas untuk

mengadakan perjanjian. Didalam asas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan

5Ibid, h. 134 6Ibid, h.177

7Ibid., h. 34.

Page 5: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

5

atau tidak melakukan perjanjian. Menurut Sutan Remi Sjahdeini asas kebebasan berperjanjian menurut

hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut8 :

(1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

(2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.

(3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan dibuatnya.

(4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

(5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

(6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang – undang yang bersifat

opsional (aanvullend optional).

c. Asas Mengikatnya Perjanjian (Pacta Sunt Servanda)

Asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat

perjanjian. Asas pacta sunt servanda menggariskan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang . Mereka

tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.9 Setiap orang

yang membuat perjanjian, maka mereka terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut, karena perjanjian

tersebut mengandung janji- janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana

mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.10

d. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad

baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.

Sementara itu, Arrest H.R di negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap

praperjanjian bahkan kesesatan di tempatkan dibawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori kehendak.

Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundang-undangan atau perjanjian antara para

pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad

baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak

dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak

dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar

terhadap pihak lawan sebelum menandatangani perjanjian atau masing-masing pihak harus menaruh

perhatian yang cukup dalam menutup perjanjian yang berkaitan dengan itikad baik. Walaupun itikad baik

para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum itikad baik harus

8 Agus Yudha Hernoko, Hukum Kontrak Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Komersial, Kencana:

Jakarta, 2011, h.110. 9 Salim HS dkk, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), PT Sinar Grafika: Jakarta,

2008, h.2. 10

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT Rajawali Press: Jakarta, 2011, h.4.

Page 6: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

6

selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh

pihak lainnya.11

e. Asas Kepercayaan

Dalam asas ini dinyatakan bahwa para pihak yang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian harus dapat

menimbulkan kepercayaan diantara mereka. Artinya, kedua belah pihak percaya bahwa satu sama lain akan

memenuhi prestasinya di kemudian hari.

f. Asas Persamaan Hak

Dalam asas ini, para pihak mempunyai derajat yang sama, tidak ada perbedaan dan penyalahgunaan keadaan

(misbruik van omstandingheden) dan kedua belah pihak wajib saling menghormati.

g. Asas Kebiasaan

Berdasarkan Pasal 1339 dan Pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian tidak hanya

mengikat pada hal-hal yang diatur secara tegas dalam isi perjanjian, tetapi juga paa hal-hal yang berlaku

sebagai kebiasaan dalam masyarakat, dimana selalu mengalami perubahan.

1. Pembatalan Kontrak Secara Sepihak Oleh Pemerintah

Bentuk pemberian kewenangan kepada pemerintah untuk membatalkan kontrak secara sepihak

tersebut terdapat pada beberapa Peraturan Presiden yang mengatur menganai pengadaan barang

dan jasa pemerintah. Namun, paska adanya Peraturan Presiden 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan

Barang dan Jasa Pemerintah melalui PPK tidak diberikan kewenangan untuk membatalkan

kontrak secara sepihak, tapi dalam ketentuan peralihan, menyatakan bahwa peraturan presiden

tersebut tidak membatalkan peraturan pelaksana peraturan presiden sebelumnya. Padahal dalam

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 73 Tahun 2012 sebagaimana diubah dengan Peraturan

Walikota Surabaya Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Walikota

Surabaya Nomor 73 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Langsung Anggaran

Belanja dan Pengadaan Barang/Jasa memberi kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

untuk membatalkan kontrak secara sepihak.

Hal yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah apakah diberikannya kewenangan terhadap

PPK untuk membatalkan kontrak secara sepihak tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah

hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk menjawab hal tersebut, terlebih dahulu penulis akan

menjabarkan salah satu ketentuan pasal yang memberikan kewenangan kepada Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) untuk membatalkan kontrak secara sepihak, sebagaimana diatur dalam

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan

Walikota Surabaya Nomor 73 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Langsung

Anggaran Belanja dan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 77 ayat (2) mengatur :

“Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dapat memutuskan kontrak secara sepihak apabila :

a. kebutuhan barang/jasa dapat ditunda melebihi batas berkahirnya kontrak;

b. berdasarkan penelitian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Penyedia Barang/Jasa tidak

akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan

sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan

pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;

11

Ibid.,h.5.

Page 7: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

7

c. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh)

hari kalender sejak masa berkahirnya pelaksanaan pkerjaan, penyedia Barang/Jasa tidak

dapat menyelesaikan pekerjaan;

d. Penyedia barang/jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak

memperbaiki kelalainya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

e. Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN), kecurangan

dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang

berwenang; dan/atau

f. Pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN)

dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

dinyatakan benar oleh instansi berwenang.”

Jika kita mencermati ketentuan pasal di atas, ada ketimpangan antara pihak penyedia barang/jasa

dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu dalam hal Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

berwenang membatalkan kontrak secara sepihak apabila terjadi hal-hal yang melanggar kontrak

dengan penilaian personal dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sendiri. Tentu secara awam,

model klausul seperti ini sangat mirip dengan klausula baku. Namun yang menjadi persoalan

adalah, sebenarnya kewenangan itu berada di luar perjanjian dan diberikan oleh peraturan

perundang-undangan. Jadi secara tidak langsung sebenarnya, sejak awal kedudukan para pihak

adalah seimbang dalam perjanjian, namun menjadi timpang karena ada peraturan perundang-

undangan yang memberikan salah satu pihak kewenangan ekstra dari pihak lainnya.

Selanjutnya, penulis menghubungkan ketentuan pasal tersebut dengan alasan-alasan yang dapat

membatalkan perjanjian sebagaimana telah dibahas dalam sub-bab sebelumnya. Sejatinya,

kebebasan berkontrak berinti pada kedudukan kedua belah pihak yang sama kuat, mereka

memiliki (bargaining power) yang sama, sehingga masing-masing pihak berkeudukan sebagai mitra

kontrak. Karena itu, harus selalu diingat, bahwa penyusunan kontrak seyogyanya harus

mengedepankan win-win attitude, yaitu sebuah sikap yang dilandasi oleh itikad, bahwa kontrak itu

sedapat mungkin akan menguntungkan secara timba balik. Itulah sebabnya, pangkal tolak dari

setiap kontrak sebenarnya adalah itikad baik, sekalipun dalam penyusunannya boleh saja

melibatkan taktik dan strategi.12

Pada perkembanganya juga, prinsip kebebasan berkontrak mengalami berbagai macam

pembatansan-pembatasan dalam penerapannya, terutama terhadap akibat negative yang

ditimbulkan yaitu ketidakadilan dalam berkontrak. Disinilah Negara mengambil perannya untuk

membatasi hal tersebut baik melalui peraturan perundang-undangan ataupun melalui berbagai

putusan hakim. Akibat nyata dari perkembangan ini adalah berkurangnya kebebasan Individu.13

Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Friedman bahwa kebebasan berkontrak masih

dianggap aspek yang essensial dari kebebasan individu, tetapi tidak lagi mempunyai nilai absolut

seperti satu abad lalu (freedom of contract is still regarded as an essential aspect of Individual freesim, but

it has no longer the absolute value attributed to it a century ago).14 Namun, sejatinya adanya

pembatasan-pembatasan tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan kedudukan para pihak agar

memiliki (bargaining power) yang sama dan menghindari akibat-akibat negative dari adanya

perjanjian. Di Indonesia, hal itu tertuang dalam pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata).

12

Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Jakarta, Grasindo, 2001, h.3. 13

Herlien Budiono, Azas Keseimbanhan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandasakan Azazs

Azas Wigati Indonesia, alih bahasa Tristam P. Moeliono, Bandungm Citra Aditya Bakti, 2006, h.109 14

W. Friedman, Legal Theory, Foruth Edition, Londing, Steven and Sons Limited, 1960, h.369

Page 8: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

8

Kembali pada ketentuan pasal 77 ayat (2) diatas, jelas sebenarnya dapat dikatakan bahwa

ketentuan pasal tersebut mengakibatkan adanya ketimpangan (bargaining power) kedua belah

pihak, dalam hal ini pihak yang posisi tawarnya lebih kuat adalah pemerintah melalui Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK). Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Van Dunne, ia

berpendapat bahwa tidaklah tepat menyatakan perjanjian yang terjadi dibawah pengaruh

penyalahgunaan bertentangan dengan kebiasaan yang baik. Penyalahgunaan keadaan itu

berhubungan dengan terjadinya kontrak. Bahwa suatu perjanjian terjadi dalam keadaan-keadaan

tertentu tidak mempunyai pengaruh atas dibolehkan tidaknya sebab perjanjian itu.15

Penyalahgunaan keadaan itu menyangkut keadaan-keadaan yang berperan pada terjadinya

kontrak : menikmati keadaan orang lain tidak dibolehkan, tetapi menyebabkan kehendak yang

disalahgnakan menjadi tidak bebas.16 Selanjutnya, Cohen pernah berpendapat bahwa tidaklah

tepat untuk menggolongkan penyalahgunaan keadaan sebagai kausa yang tidak halal

(ongeoorloofde oorzak), karena kausa yang tiak halal memiliki ciri yang sangat berbeda, karena tidak

ada kaitannya dengan kehendak yang cacat (wilsgebrek). Perbedaanya adalah bahwa, dalam

ongeoorlofde oorzak tidaklah perlu salah satu pihak untuk mendalilkannya sebagai alasan untuk

membatalkan suatu perjanjian, namun hakim secara ex officio wajib mempertimbangkannya.

Dalam wilsgebrek: pernyataan batal atau pembatalan perjanjian hanya akan diperiksa oleh hakim

kalau didalilkan oleh yang bersangkutan.17

Melalui paparan penjelasan diatas, penulis dapat mengatakan bahwa sebenarnya, ketentuan yang

memberikan kewenangan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk membatalkan

kontrak secara sepihak bukanlah merupakan hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan serta kaidah hukum yang ada di Indonesia. Karena pada dasarnya, ketika ketentuan

tersebut merupakan pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum yang ada, maka ia dapat

dinyatakan sebagai kausa yang tidak halal (ongeoorloofde oorzak). Namun, ketentuan dalam

peraturan tersebut, merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Karena pada prinsipnya secara teoritis

perjanjian harus diawali oleh kedua belah pihak yang bersepakat dan mempunyai kedudukan

yang sama, posisi tawar menawar (bargaining power) yang sama juga. Adanya ketentuan pasal

tersebut merupakan sebuah pengejawentahan dari ketimpangan kedudukan salah satu pihak,

dalam hal ini adalah dalam kontrak pengadaan Barang/Jasa pemerintah, dimana pihak yang lebih

tinggi adalah pemerintah melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun sesuai dengan apa

yang dinyatakan Cohen sebelumnya bahwa hal tersebut hanya dapat dikataka sebagai bentuk

wilsgebrek apabila ada pihak yang mendalilkannya sebagai alasan yang dapat membatalkan

perjanjian. Sepanjang tidak ada pihak yang mendalilkan demikian, maka ia bukanlah merupakan

penyalahgunaan, melainkan menurut heman penulis hanya sebagai salah satu penyebab yang

dapat menimbulkan penyalahgunaan keadaan dalam kontrak pengadaan Barang/Jasa

pemerintah.

2. Analisis Terhadap Sengketa Pembatalan Kontrak Secara Sepihak oleh Pemerintah Kota

Surabaya terhadap PT. Cika Karya Nusantara

Pada sub-bab sebelumnya, penulis telah memaparkan secara luas mengenai apakah pembatalan

kontrak secara sepihak yang dilakukan oleh pemerintah bertentangan dengan kaidah-kaidah

15

Van Dunne, Diktat Kursus Hukum Perikatan yang diterjemahkan Sudikno Martokusumo, Yogyakarta, h.9. 16

Ibid, h.10. 17

Varia Peradilan, 14 Nopember 1986, h.87.

Page 9: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

9

hukum yang ada di Indonesia atau tidak. Berikutnya, dalam sub-bab ini penulis akan membahas

tentang contoh kasus yang terjadi karena adanya pembatalan kontrak secara sepihak oleh

pemerintah dalam kontrak pengadaan barang dan jasa. Kasus tersebut adalah kasus antara PT

CIKA KARYA NUSANTARA selaku penyedia jasa melawan Pemerintah Kota Surabaya. Kasus itu

didasari oleh keberatan dari pihak penyedia jasa atas pembatalan kontrak secara sepihak oleh

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang berujung pada pemberian sanksi daftar hitam selama 2

(dua) tahun oleh PPK terhadap penyedia jasa. Adapun duduk perkaranya, yaitu :

1. Bahwa penggugat sebagai pihak penyedia jasa telah melaksanakan pekerjaan

pembangunan Gedung Type B Sekolah Dasar Negeri Klampis Ngasem 1 No,246 dan IV No.

560 Surabaya yang telah disepakati oleh penggugat dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

pada Dinas Cipta Karya dan Rara Ruang Pemerintah Kota urabaya berdasarkan kontrak jasa

Pemborongan Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang No. 642.2/2304/436.6/2012, tanggal 6 juli

2012.

2. Bahwa pada saat penggugat melaksanakan pekerjaan pembangunan gedung Type B

Sekolah Dasar Negeri Klampis Ngasem I No. 246 dan IV No,560 Surabaya, penggugat

mengalami kendala dalam melaksanakan peerjaannya dikarenakan tidak diperbolehkannya

oleh pihak sekolah untuk melakukan aktivitas pekerjaan, sebagaimana surat dari Kepala

Sekolah Dasar Negeri Klampis Ngasem IV No. 560 Surabaya Nomor

422/22/436.5.6.16.8/2012, tanggal 13 nopmber 2012 tentang tidak diperbolehkannya

kendaraan material proyek Penggugat untuk masuk lokasi sekolah pada jam 08:00 sampai

dengan jam 15:00 karena pada jam tersebut ada aktivitas belajar mengajar. Apabila penggugat

melaksanakan pekerjaan pada jam tersebut, maka akan mengganggu kegiatan sekolah dan

membahayakan bagi para siswa, oleh karena itu Penggugat baru bisa melaksanakan pekerjaan

diluar jam belajar mengajar di sekolah tersebut, sehingga waktu pengerjaan pun menjadi

pendek atau berkurang dan berakibat tidak tepatnya waktu penyelesaian pembangunan

gedung sebagaimana yang disepakati dalam kontrak jasa pemborongan antara penggugat

dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

3. Bahwa kendala yang dihadapi oleh penggugat tersebut di atas, bukanlah suatu kesengajaan

yang dibuat oleh penggugat dikarenakan fakta di lapangan, pihak Dinas Cipta Karya dan Tata

Ruang (DCKTR) Pemerintah Kota Surabaya yang dalam hal ini PPK tidak pernah melakukan

sosialisasi kepada pihak sekolah akan adanya aktivitas pembangunan gedung di sekolah

tersebut,

4. Bahwa oleh karena keterbatasan waktu pengerjaan yang dilakukan oleh Penggugat, maka

oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dianggap pekerjaan Penggugat tidak selesai 100%

sebagaimana Kontrak Jasa Pemborongan. Namun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah

memberikan perpanjangan waktu pengerjaan selama 50 (lima puluh) hari kepada Pengggugat

secara paksa, walaupun Penggugat sendiri sudah menyampaikan secara lisan kepada Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) bilamana waktu yang diberikan tersebut sangat mustahil untuk

bisa diselesaikan oleh Penggugat.

5. Bahwa setelah perpanjangan waktu pengerjaan yang diberikan oleh Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) kepada Penggugat, faktanya Penggugat tetap tidak dapat menyelesaikannya

100%.

6. Bahwa oleh karena Penggugat dianggao oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak dapat

menyelesaikan pekerjaan 100% sebagaimana yang telah disepakati, maka kepalada Dinas

Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan Surat

Page 10: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

10

Pemberitahuan No.602/662/436.6/2013, tanggal 4 februari 2013 tentang penghentian

pekerjaan.

7. Bahwa penggugat pernah menyampaikan usulan secara lisan kepada Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) untuk bermusyawarah mufakat tentang perselisihan terkait tidak selesainya

pekerjaan Penggugat yang dikarenakan bukan kesalahan Penggugat, namun Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) tidak mengindahkan azas musyawarah mufakat sebagai langkah awal

timbunya perselisihan, maka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) jelas-jelas telah melanggar

Pasal 98 PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG DAN

PENGADAAN BARANG/JASA.

8. Bahwa berdasarkan Surat Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Pemerintah

Kota Surabaya tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengeluarkan Surat Pernyataan

Wanprestasi/Pemutusan Kontrak No.602/662/436.6/2013, tanggal 5 februari 2013 terhadap

Penggugat yang dinyatakan telah melakukan wanprestasi, sehingga dilakukan Pemutusan

Kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penggugat diberikan sanksi dimasukkan

dalam daftar hitam.

9. Bahwa menurut penggugat, surat pernyataan Wanprestasi/Pemutusan Kontrak tersebut

mengandung kejanggalan dan atau keragu-raguan bagi Penggugat, karena Surat Pernyataan

Wanprestasi/Pemutusan Kontrak dibuat dan ditandatangani oleh seorang Plh. Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK).

10. Bahwa selain itu Surat Pernyataan Wanprestasi/Pemutusan Kontrak

No.642.2/0111/436.6.2/2013 tanggal 5 februari 2013 adalah suatu keputusan yang tidak

berdasar pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagaimana yang tertuang

pada Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Neagara yang Bersih dan

Bebas Korupsi Kolusi Nepotisme. Bahwa keputusan tersebut sangat bertentangan dengan

AUPB yaitu pasal 3 khususnya pada asas bertindak cermat. Sesuai asas tersebut semestinya

Tergugat 1 dalam mengambil keputusan untuk memutuskan kontrak harus bertindak

berhatii-hati. Karena akibat keputusan Tergugat 1 akan timbul kerugian bagi penggugat.

11. Bahwa keputusan tergugat 1 juga tindak mengindahkan Asas Kebijaksanaan, asas tersebut

harusnya dijadikan rumusan dalam mengambil keputusan. Faktanya Tergugat 1 sangat

mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Penggugat sehingga Penggugat tidak dapat

menyelesaikan sebagaimana yang ditentukan dalam Kontrak Jasa Pemborongan.

12. Bahwa surat pernyataan Wanprestasi/Pemutusan Kontrak No.642.2/0111/436.6.2/2013

tanggal 5 februari 2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh tergugat 1 adalah keputusan

yang tidak berdasar pada AUPB, sehingga surat tersebut haruslah dinyatakan batal atau tidak

sah dan mewajibkan Tergugat 1 untuk mencabut surat tersebut.

13. Bahwa lebih irnis lagi bagi penggugat, pada hari dan tanggal yang sama yaitu 5 februari

2013, tergugat II telag menetapkan penggugat pada daftar hitam penyedia barang/jasa selama

2 (dua) tahun terhitung 5 februari 2013 sampai dengan 5 februari 2015.

14. Bahwa terlebih lagi penetapan dafar hitam penyedia Barang/Jasa yang dibuat an

ditandatangani oleh Tergugat II terhadap penggugat sangat bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Preside RI. Nomor 24 Tahun 2010

tentang Pengadaan Barang/Jasa pasal 118 ayat 2 huruf b yang berbunyi “sanksi pencantuman

dakam daftar hitam” dan pasal 118 ayat a yang berbunyi “pemberinan sanksi sebagai

Page 11: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

11

dimaksud pada ayat 2 huruf b dilakukan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran setelah mendapat masukan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/Unit Layanan

Pengadaan (ULP)/Pejabat pengadaan sesuai dengan ketentuan” j.o pasal 5 peraturan kepala

lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah nomor : 7 Tahun 2011 tentang

Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam yang berbunyi : “Pengguna Anggaran/Kuasa

Pengguna Anggaran berwenang menetapkan Daftar Hitam terhadap Penyedia Barang/Jasa

dan/atau Penerbit Jaminan pada penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa”

15. Bahwa terkait pembangunan gedung type B (SMPN 24 SURABAYA) penggugat sebagai

pihak penyedia jasa telah melaksanakan pekerjaan pembangunan gedung type B SMPN 24

Surabaya yang telah disepakati oleh penggugat dengan pejabat pembuat komitmen (PPK)

pada dinas cipta karya dan tata ruang pemerintah kota Surabaya berdasarkan Kontrak Jasa

Pemborongan Dinas Cipta Karta dan Tata Euang, No. 642.2/2197/436.6.2/2012 ranggal 28

juni 2012.

16. Bahwa penggugat dalam melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan Gedung Type B

SMPN 4 Surabaya, ternyata menemui kendala dari warga setempat di lingkungan proyek

pekerjaan penggugat yang keberatan dengan keberadaan kendaraan pengangkuut material

proyek yang melweati akses jalan warga yang merupakan akses satu-satunya bagi penggugat

untuk mencapai likasi proyek, sehingga mengakibatkan rusaknya sarana jalan (paving dan

gorong-gorong). Untuk itu warga meminta Penggugat untuk sementara tidak melewati akses

jalan warga karena warga menuntut penggugat untuk memperbaiki sarana jalan warga, dan

jika perbaikan akses jalam warga tersebut selesai, maka penggugat boleh kembalo

melaksanakan proyek pekerjaannya dengan melewati kembali akses jalan warga tersebut.

17. Bahwa dari kendala yang dihadapi penggugat tersebut di atas, mengakibatkan molornya

waktu pengerjaan proyek gedung Type B SMPN 24 Surabaya, sehinngga penyelesaian

pekerjaan penggugat tidak sesuai dengan jadwal yang telah disepakati sebagaimana Kontrak

Jasa Pemboongan dan kendala yang dihadapi oleh Penggugat tersebut juga telah diketahu

sebelumnya oleh tergugat I saat diadakan rapat dengan warga setempat di lingkungan proyek

pekerjaan penggugat.

18. Bahwa dari kendala yang dihadapi oleh penggugat dalam pelaksanaan pekerjaan

pembbangunan Gedung-gedung type B SMPN 24 Surabaya, bukanlah suatu kesengajaan yang

dibuat oleh Penggugat. Fakta di lapangan penggugat dihadapkan dengan kendala dengan

warga setempat sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan maksimal

sebagaimana yang telah disepakati natara Penggugat dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).

19. Bahwa kendala yang dihadapi oleh penggugat tersebut di atas, bukanlah suatu

kesengajaan yang dibuat oleh penggugat dikarenakan fakta di lapangan, pihak dinas cipta

karta dan tata ruang pemerintah kota Surabaya yang dalam hal ini PPK tidak pernah

melakukan sosialisasi kepada pihak sekolah akan adanya aktibitas pembangunan gedung di

sekolah tersebut.

20. Bahwa oleh karena keterbatasan waktu pengerjaan yang dilakukan oleh Penggugat, maka

oleh PPK dianggap pekerjaan penggugat tidak selesai 100% sebagaimana kontrak jasa

pemborongan, namun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah memberikan perpanjangan

waktu selama 50 hari kepada penggungat secara paksa, walaupun penggugat sendiri sudah

menyampaikan secara lisan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bilamana waktu yang

diberikan tersebut sangat mustahil untuk bisa diselesaikan oleh Penggugat.

Page 12: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

12

21. Bahwa setelah perpanjangan waktu pengerjaan yang diberikan oleh Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) kepada penggugat, faktanya Penggugat tetap tidak dapat menyelesaikannya

100%.

22. Bahwa karena hal tersebut, tertanggal 4 februari 2013 hubungan kontrak diputus secara

sepihak dan pihak penyedia jasa dimasukkan dalam daftar hitam atau blacklist.

Berdasarkan duduk perkara tersebut, pihak PT Cika Karya Nusantara mengajukan upaya

pembatalan atas surat penghentian kontrak kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya.

Melalui Putusan Nomor 47/G/2013, PTUN Surabaya mengabulkan gugatan PT Cika Karya

Nusantara dengan dalil yang pada prinsipnya adalah menyatakan bahwa Plh Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah melampaui

kewenangannya dan melakukan cacat prosedur dalam terbitnya surat keputusan penghentian

kontrak dan pemberian sanksi daftar hitam. Dalam pertimbangannya sangat sedikit dijumpai

bahwa majelis hakim PTUN Surabaya mempertimbangkan aspek keperdataan melainkan

hanya berkutat pada kewenangan. Tentu ini tidak salah karena memang sejatinya itulah

kompetensi dari Peradilan Tata Usaha Negara.

Hal tersebut berbeda dengan pertimbangan yang dipakai oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara dalam Putusan PTTUN Nomor 197/B/2013 yang mengabulkan permohonan banding

pihak tergugat dalam kasus tersebut. Pertimbangan majelis hakim dalam pengambilan keputusan

tersebut antara lain :

1. Bahwa menurut majelis hakim, Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II/Pembanding dalam

eksepsi/ dan jawabanya, khususnya dalam eksepsinya mengajukan eksepsi kompetensi absolut

bahwa Pengadilan Tingkat Pertama tidak berwenang mengadilili karena merupakan

Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak dapat disengketakan du Pengadilan Tata Usaha

Negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009, selain itu Tergugat I dan Tergugat UU juga mengemukakan alasan-

alasan karena Penggugat/terbanding telah melakukan wanprestasi dalam kontrak

pemborongan barang dan jasa sebagaimana dimaksud sebelumnya.

2. Bahwa dengan mempertimbangkan bukti T I, II-5 dan 7 diubungkan dengan bukti P-3 an P-5

hubungan hukum antara tergugat I/Pembandung dan Penggugat/terbanding dalam kontrak

jasa pemborongan, yang mana Tergugat I sebagai pemberi kerja Kontrak Pemborongan dan

Jasa dan Penggugat/terbanding sebagai pelaksana kerja pemborongan dan jasa. Meskipun

tergugat I/Pembanding adalah salah satu instansi pemerintah dalam hal ini dapat dikualifikasi

sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, akan tetapi Tindakan yang dilakukan oleh tergugat

I/Pembanding dalam konteks oerkara ini adalah dalam posisi melaksanakan egiatan

keperdataan yaitu perjanjian pemborongan dan jasa. Dalam situasi perjanjian kontrak ini,

kedudukan hukum tergugat I/Penggugat adalah dalam ranah hubungan keperdataan yaitu

sebagai piak-pihak dalam perjanjian (kedua belah pihak berpekara terikat dalam kontrak kerja

yang mereka setujui bersama). Jadi tindakan tergugat I dalam menerbitkan atau melakukan

pemutusan hubungan kerja dan menyatakan Penggugtat/Terbanding melakukan wanprestasi

merupakan rangkaian kontrak pemborongan (Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa

ini). Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 2a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 seperti

yag didalilkan Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II/ Pembanding. Sedangkan tindakan

Tergugat II/Pembanding merupakan tindak lanjut yang dlakukan Tergugat I/ Pembanding.

Page 13: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

13

Dengan berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim menerima eksepsi yang diajukan

oleh pembanding.

Seperti yang telah penulis jabarkan sebelumnya, terdapat perbedaan pendapat antara majelis

hakim alam tingkat pertama dan majelis hakim dalam tingkat banding dalam memutus sengkete

tersebut. Perbedaan tersebut sangat mencolok berada pada apakah tindakan pemutusan kontrak

dan pemberian sanksi daftar hitam merupakan tindakan hukum publik pemerintah (publiek

rechtelijkehandelingen) atau tindakan hukum privat pemerintah (private rechtelijkehandelingen).

Untuk itu, pertama-tama penulis akan mengular secara singkat mengenai tindakan hukum

pemerintah (bestuur rechthandelingen).

Dalam koridor hukum administrasi, pemerintah merupakan subjek hukumnya. Hal ini berarti

dapat dikatakan bahwa pemerintah merupakan pendukung hak-hak dan kewejiban-kewajiban

hukum (dragger van de rechten en plichten). Selayaknya subjek hukum pada umumnya, pemerintah

juga melakukan tindakan. Tindakan tersebut adalah tindakan nyata (bestuur feitelijkehandelingen)

maupun tindakan hukum pemerintah (bestuur rechttelijkehandelingen). Tindakan nyata tidak

memiliki relevansi dengan hukum, oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum.

Sedangkan tindakan hukum menurut Huisman merupakan tindakan yang berdasarkan sifat-

sifatnya dapat menimbullkan akibat hukum, “Een rechtshandeling is gericht op het scheppen van

rechten of plichten” yang artinya tindakan humum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk

menciptakan hak dan kewajiban.

Berdasarkan pengertian tersebut terdapat beberapa unsur di dalamnya. Muchsan menyebutkan

unsur-unsur tindakan hukum pemerintahan adalah sebagai berikut :

a) Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam kedudukannya sebagai penguasa

maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan

tanggung jawab sendiri.

b) Perbuatan tersebut dapat dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.

c) Perbauatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di

bidang hukum administrasi.

d) Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara

dan rakyat.

Tindakan pemerintah yang termasuk dalam tindakan hukum dibagi dalam dua jenis, yaitu :

1. Tindakan Hukum Publik Pemerintah (publiek rechstelijkehandelingen). Tindkan hukum publik

pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Perbuatan Hukum Publik yang Bersegi Satu (eenzijdige

publiekrechttelijke handelingen) dan Pebuatan Hukum Publik Pemerintah Bersegi Dua

(tweezijdige publiekerechtelijkke handelingen) yang oleh Van Der Pot, Kranenberg-Vegting,

Wiarda, dan Donner mengaki adanya hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian

dalam hukum publik. Ia memberi contoh, adanya kortverband contract atau kontrak kerja

jangka pendek yang diadakan seorang swasta sebagai pekerja dengan pihak pemerintah

sebagai pihak pemberi pekerjaa.

2. Tindakan Hukum Privat Pemerintah (privat rechtelijkkehandelingen), yaitu suatu tindakan

pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan hukum privat degan subyek hukum-hukum

lain. Seperti sewa-menyewa, jual-beli, dan sebagainya.

Mencermati penjelasan singkat mengenai tindakan hukum pemerintah di atas, maka menurut

penulis adalah tidak tepat ketika majelis hakim menyatakan bahwa tindakan penerbitan surat

penghentian kontrak secara sepihak dan pemberian sanksi blacklist terhadap PT. Cika Karya

Nusantara adalah murni sebagai tindakan dalam koridor hukum perdata. Bagi penulis,

pernyataan tesebut merupakan pelanggaran atas azas hukum vigilantibus jus scriptum (Hakim

Page 14: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

14

dilarang membuat kesembronoan dalam memutus perkara). Karena jika kita cermati penjelasan di

atas, maka dalam hal pembuatan kontrak pengadaan barang dan jasa, pemerintah tunduk dalam

hukum perdata, sedangkan dalam pengambilan keputusan untuk membatalkan kontrak secara

sepihak dan memberikan sanksi blacklist, kewenangan itu tidak diberikan oleh kontrak, namun

diberikan oleh Peraturan Presiden dan Peraturan Walikota Surabaya yang merupakan peraturan

perundang-undangan. Sehingga, tidakrlah tepat jika dikatakan itu merupakan private

rechtetlijkkehandelingen, melainkan merupakan tweezijdige publiekerechtelijkke handelingen dalam

bentuk perbuatan hukum keperdataan dalam ranah hukum publik.

Pada putusan hakim baik ditingkat pertama ataupun banding, majelis hakim tidak banyak

membahas mengenai hubungan keperdataan antara kedua belah pihak. Karenanya selain

menganalis sengketa ini melalui pertimbangan hakim, penulis akan menganalisa juga dengan

memperhatikan duduk perkara yang telah penulis paparkan sebelumnya.

Secara teoritis dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam hukum perjanjian,

ada ketentuan mengenai hak-hal yang dapat membatalkan sebuah perjanjian berdasarkan

terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang telah diatur dalam ketentuan pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Syarat yang pertama adalah syarat subjektif

(kecakapan dan kesepakatan) yang jika tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan

(fernietigbaar) dan yang kedua adalah syarat objektif (adanya objek tertentu dan kausa yang halal)

yang jika tidak terpenuhi akan berakibat batal demi hukum terhadap perjanjian (nietig van

rechtswege).

Jika kita amati berdasarkan syarat objektifnya, tentu saja kontrak jasa pemborongan antara PT

Cika Karya Nusantara dan Pemerintah Kota Surabaya telah memenuhi segala syarat objektifnya.

Yaitu pertama, objek yang diperjanjikan adalah jelas yaitu jasa untuk pembangunan Gedung Type

A dan Gedung Type SDN Klampis Ngasem dan SMPN 24 Surabaya. Tentu saja juga, objek untuk

penyediaan jasa konstruksi bukanlah hal yang melanggar hukum, karenanya kontrak ini tidak

memuat kausa yang tidak halal.

Selanjutnya dari segi subjekif, tentu PT Cika Karya Nusantara dan Pemerintah Kota Surabaya

tidak perlu dipertanyakan kecakapannya menurut hukum. Sehingga, berikutnya adalah masalah

kesepakatan antara kedua belah pihak. Seperti yang telah penulis paparkan secara rinci dalam

sub-bab sebelumnya, dalam pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),

diatur mengenai hal-hal yang dapat membatalkan kesepakatan karena adanya keccacatan dalam

berkehendak (wilsgebreken). Hal tersebut antara lain adalah adanya Kekhilafan atau kesesatan

(dwang), Paksaan (dwaling), Kebohongan atau penipuan (bedrog) dan ketentuan lain yang tidak

diatur dalam KUHPerdata yaitu Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden).

Jika kita cermati dalam duduk perkara, tidak dapat kita temukan adanya unsur Kesesatan (dwang),

Paksaan (dwaling), ataupun kebohongan (bedrog). Namun jika kita amati terdapat penyalahgunaan

keadaan (misbruik van omstaghiden) dalam duduk perkara, yaitu :

• Bahwa kendala yang dihadapi oleh penggugat tersebut di atas, bukanlah suatu kesengajaan

yang dibuat oleh penggugat dikarenakan fakta di lapangan, pihak dinas cipta karta dan tata

ruang pemerintah kota Surabaya yang dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak

pernah melakukan sosialisasi kepada pihak sekolah akan adanya aktivitas pembangunan

gedung di sekolah tersebut.

• Bahwa oleh karena keterbatasan waktu pengerjaan yang dilakukan oleh Penggugat, maka

oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dianggap pekerjaan penggugat tidak selesai 100%

Page 15: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

15

sebagaimana kontrak jasa pemborongan, namun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah

memberikan perpanjangan waktu selama 50 hari kepada penggungat secara paksa, walaupun

penggugat sendiri sudah menyampaikan secara lisan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

bilamana waktu yang diberikan tersebut sangat mustahil untuk bisa diselesaikan oleh

Penggugat.

• Bahwa setelah perpanjangan waktu pengerjaan yang diberikan oleh Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) kepada penggugat, faktanya Penggugat tetap tidak dapat menyelesaikannya

100%.

Menurut penulis, melalui kronologis tersebut tentu telah terjadi Penyalahgunaan Keadaan

(misbruik van omstandigheden) yang dilakukan oleh Pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

terhadap penyedia jasa konstruksi, dalam hal ini adalah PT. Cika Karya Nusantara. Karena, seperti

yang telah penulis jabarkan sebelumnya, penyalahgunaan keadaan dapat terjadi jika adanya

kedudukan yang tidak seimbang antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Dalam hal ini

PPK melalui Peraturan Presiden dan juga Peraturan Wali kota Surabaya diberikan bargaining

power yang lebih kuat, karena dia diberikan kewenangan untuk memutuskan kontrak secara

sepihak ketika ada wanprestasi dengan salah satu bentuknya adalah keterlambatan dari pihak

penyedia jasa, dengan penilaian yang ditentukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sendiri.

Hal ini terlihat jelas bahwa, walaupun sebenarnya kesalahan ada pada Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) yang tidak pernah mensosialisasikan pembangunan Gedung kepada pihak sekolah yang

menyebabkan terpotongnya waktu pelaksanaan pembangunan gedung. Juga tidak

disosialisakannya kepada warga tentang adanya kendaraan proyek yang akan lewat melalui jalur

utama warga. Terlebih ketika dilakukan rapat dengan warga, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

mengerti bahwa sebenarnya keterlambatan bukanlah kesalahan dari penyedia jasa. Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) memang memberikan solusi dengan memberikan tambahan waktu,

namun kesepakatan ini tidak didasari oleh consent kedua belah pihak, mengingat pihak penyedia

jasa sudah mengatakan bahwa tambahan waktu tersebut tidak akan cukup. Meskipun begitu, PPK

tetap menyatakan penyedia jasa dalam hal ini adalah PT. CIKA KARYA NUSANTARA

melakukan wanprestasi. Tentu bagi penulis, ini adalah bentuk penyalahgunaan keadaan yang

jelas-jelas dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) karena pihak penyedia jasa tidak

memiliki kedudukan tawar yang sama dalam menentukan apakah keadaan tersebut kesalahan

penyedia jasa ataupun tidak dan juga keadaan tawar menawar dalam hal penambahan waktu.

Kesalahan yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa konstruksi (PT CIKA KARYA NUSANTARA)

adalah membawa hal ini dalam ranah Pengadilan Tata Usaha Negara. Padahal menurut penulis,

seharusnya terlebih dahulu pihak penyedia jasa menggugat secara keperdataan untuk

membatalkan klausula penambahan waktu yang tidak cukup dengan alasan bahwa dalam

menentukan hal itu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah melakukan penyalahgunaan keadaan,

yang mengakibatkan kontrak tersebut dapat dibatalkan baik sebagian maupun seluruhnya.

Setelah itu barulah gugat Surat Penghentian Kontrak Kerja, serta Pemberian Sanksi Blacklist atau

daftar hitam dengan bukti tambahan berupa, dinyatakannya batal perjanjian itu oleh pengadilan.

Sehingga mau tidak mau surat Penghentian Kontrak Kerja dan Pemberian Sanksi Blacklist karena

dianggap wanprestasi, menjadi tidak relevan dan cacat secara materi.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dalam sub-bab sebelumnya, maka penulis

mengambil kesimpulan yang antara lain :

Page 16: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PT CIKA KARYA

NUSANTARA OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS PERUMAHAN RAKYAT

DAN KAWASAN, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG PEMERINTAH KOTA SURABAYA

16

1. Ketentuan pemberian kewenangan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk

membatalkan kontrak secara sepihak dan untuk menilai keadaan-keadaan yang

menyebabkan keterlambatan dari pihak penyedia jasa secara sepihak yang terdapat dalam

peraturan pelaksana Peraturan Presiden Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang lama,

tidaklah melanggar kaidah-kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Namun ketentuan

tersebut dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan keadaan (misbruik

van omstandigheden), karena terdapat ketimpangan kedudukan antara pihak pemerintah

dan penyedia barang/jasa.

2. Telah terjadi penyalahgunaan yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen atas PT

Cika Karya Nusantara dalam hal penambahan waktu kerja yang tidak disepakati kedua

belah pihak, namun diputus sepihak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) karena, kedua

belah pihak tidak memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang sama.

Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis paparkan diatas, maka saran dari

penulis antara lain :

1. Ketentuan Peralihan yang ada pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16

Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dirubah, sehingga tidak hanya

mennyatakan peraturan presiden Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang lama tidak

berlaku saja, melainkan juga segala peraturan pelaksana yang terkait dengannya. atau;

2. Diberikannya aturan tambahan pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang mengatur secara tegas bahwa Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) tidak bisa membatalkan kontrak secara pihak, dan terkait

pembatalan kontrak secara sepihak, harus diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Negeri.

Hal ini penting untuk menjaga posisi kedua belah pihak agar memiliki kedudukan, posisi

tawar menawar (berganing position), kekuatan tawar menawar (bargaining power) yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Budiono, Herlien, 2006, Azas Keseimbanhan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian

Berlandasakan Azazs Azas Wigati Indonesia, alih bahasa Tristam P. Moeliono, Bandung, Citra

Aditya Bakti,

_______________2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung,

Djumialdji, F.X, 1991, Perjanjian Pemborongan, Jakarta, PT Rineka Cipta:

_____________,1996, Perjanjian Pemborongan, PT. Rineka Cipta, Jakarta,

Dunne, Van, Diktat Kursus Hukum Perikatan yang diterjemahkan Sudikno Martokusumo, Yogyakarta

Friedman, W, 1960, Legal Theory, Foruth Edition, Londing, Steven and Sons Limited.

Fuady, Munir, 1998, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

Hermoko, Agus Yudha, 2011, Hukum Kontrak Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Komersial,

Kencana: Jakarta,

HR, Ridwan, 2006 Hukum Aadministrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

Page 17: PEMBATALAN SEPIHAK KONTRAK PENGADAAN JASA …repository.untag-sby.ac.id/1199/7/JURNAL.pdf · barang/jasa dalam Kontrak Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Salah satu contohnya adalah PT

M. Anjang Cahyono

17

HS, Salim dkk, 2008, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (Mou), PT Sinar Grafika:

Jakarta,

H.S, Salim, 2008, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,

_________, 2010, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, PT Sinar Grafika: Jakarta,

I. Ervianto, Wulfram, 2005 Manajemen Proyek Konstruksi, YogyakArtha: C.V Andi,

Kartini Muljadi dkk, 2006, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Kencana: Jakarta,

Kusumohamidjojo, Budiono, 2001, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Jakarta, Grasindo,

Marzuki, Peter Mahmudi, 2010, Penelitian Hukum, Kencara Prenada Media Group, Jakarta

____________________, .2011 Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Media Group, cetakan ke 7

Mertokusumo, Sudikno, 2009,Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty: Yogyakarta,

Miru, Ahmadi, 2011 Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT Rajawali Press: Jakarta.

Muhammad,Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti: Bandung,

Muchsan, 1981, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara ke Peradilan Administrasi

Negara, Yogyakarta, Liberty,

Patrik, Purwahid, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung : Mandar Maju,

Rahman, Hassanudin, 2003, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, PT. Citra

Aditya Bakti, Jakarta,

Simanjuntak, Ricardo, 2003, Akibat Dari Tindakan-Tindakan Hukum Terhadap Pencantuman Klausula

Baku Dalam Asuransi Yang Bertentangan Dengan Pasal 18 UU No.8/1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Jurnal Hukum Bisnis Vol 22,

S.S. Soemadipradja, Rahmad, 2010, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, Nasional Legal

Reform Program, Jakarta,

Subekti dan Tjitrosudibio, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita:

Jakarta

Subekti, 1992, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 24, Jakarta, PT. Intermensa,

______, Hukum Perjanjian, 2002, PT Intermesa, Jakarta,

Sutantio, Retnowulan, 1990, Perjanjian Menurut Hukum Indonesia, varia peradilan,Tahun V No.56

Mei

Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya, Pustaka Tinta Mas,

Yasin, Nazarkhan, 2006, Mengenal Perjanjian Konstruksi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama:

Jakarta,

Jurnal :

Bandingkan KUHPerdata, Redaksi Aksara Sukses, 2013

Fatmah Paparang, 2016, Misbruik Van Omstandigheden dalam Perkembangan Hukum Kontrak,

Internet :

https://www.hukum-hukum.com/2015/03/paksaan-dan-penipuan-dalam-perjanjian.html,

diakses tgl 3 April 2018.