21
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 223 PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR’AN KALIBEBER WONOSOBO Nasokah, Alh & Ahmad Khoiri Penulis adalah Dosen FITK UNSIQ, Pengasuh Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Kalibeber. Wonosobo Abstraksi Fakta yang ditemukan dalam Pembelajaran Tahfidzul Quran di Pondok Pesantren Ulumul Quran menggunakan metode (thariqah) menghafal Beberapa Ayat atau Satu Ayat; Membagi Satu Halaman, Menghafal Per Halaman; Menghafal Ayat-ayat Panjang; Mengulang (Takrir); Menyetorkan Hafalan kepada Kyai; Membuat Klasifikasi Target Hafalan; cara semaan dengan Sesama, Memperbanyak Membaca Al-Qur’an; dan Teknik Mendengarkan Sebelum Menghafal. Metode ini sebagai karakteristik Pondok Pesantren dalam mengimplementasikan pembelajaran Tahfidzul Qur’an yang dianggap strategis. Serangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur’an menempuh jalan yang panjang dan penuh kesabaran bagi penghafal, sehingga dalam memulai menghafalkannya terdapat syarat tertentu yang harus dilakukannya yaitu: Mengikhlaskan Niat karena Allah swt; Izin orang tua, Suami atau Walinya; Mempunyai tekat yang besar dan kuat; Menjauhkan diri dari maksiat (sifat-sifat Tercela); Istiqamah; Harus berguru pada yang ahli; Mempunyai ahlak terpuji; Memaksimalkan usia; Menggunakan satu mushaf; Mampu membaca dengan baik, serta Memilih waktu dan tempat yang tenang. Hasil temuan ini memberikan kontribusi besar kepada penghafal Al-Qur’an umumnya, supaya dalam proses menghafalkannya lebih sabar, tabah dan menjaga hafalan sampai ahir hayat dengan sebaik-baiknya. Strategi menghafal yang dianggap paling efektif dan sering dilakukan yaitu menghafal dan menyetorkan secara langsung kepada guru atau kyai yang telah hafidz Al-Qur’an. Menjaga orisinalitas Al-Qur’an, selain dilakukan dengan cara membaca dan memahaminya, juga harus berusaha dengan jalan menghafalkannya, karena keistimewaan yang Allah Swt berikan kepada para penghafal Al-Qur’an baik di dunia maupun di akhirat dengan jaminan surga. Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an, Pondok Pesantren A. Pendahuluan Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca. Al -Qur’an adalah masdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul makru sama dengan yang dibaca. Menurut istilah ahli agama (urf syara’) ialah nama dari kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang ditulis dalam mushaf. Para ahli fiqh menetapkan bahwa nama dari Al-Qur’an adalah nama bagi keseluruhan Al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya. 1 Al-Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam mushaf, dipindahkan secara teratur menurut riwayat, serta bacaannya termasuk ibadah menjadi petunjuk dalam hidup manusia. 2 Al-Qur’an adalah kitab agung dan suci yang 1 Teungku Muhammad Habsi As-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2009), hal. 1. 2 H. M. Shalahuddin Hamid, MA, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara, 2002), hal. 17.

PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

  • Upload
    ledan

  • View
    268

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 223

223

PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK

PESANTREN ULUMUL QUR’AN KALIBEBER WONOSOBO

Nasokah, Alh & Ahmad Khoiri Penulis adalah Dosen FITK UNSIQ, Pengasuh Pondok Pesantren Ulumul

Qur’an Kalibeber. Wonosobo

Abstraksi

Fakta yang ditemukan dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren

Ulumul Qur’an menggunakan metode (thariqah) menghafal Beberapa Ayat atau

Satu Ayat; Membagi Satu Halaman, Menghafal Per Halaman; Menghafal Ayat-ayat

Panjang; Mengulang (Takrir); Menyetorkan Hafalan kepada Kyai; Membuat

Klasifikasi Target Hafalan; cara semaan dengan Sesama, Memperbanyak Membaca

Al-Qur’an; dan Teknik Mendengarkan Sebelum Menghafal. Metode ini sebagai

karakteristik Pondok Pesantren dalam mengimplementasikan pembelajaran

Tahfidzul Qur’an yang dianggap strategis.

Serangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur’an menempuh jalan

yang panjang dan penuh kesabaran bagi penghafal, sehingga dalam memulai

menghafalkannya terdapat syarat tertentu yang harus dilakukannya yaitu:

Mengikhlaskan Niat karena Allah swt; Izin orang tua, Suami atau Walinya;

Mempunyai tekat yang besar dan kuat; Menjauhkan diri dari maksiat (sifat-sifat

Tercela); Istiqamah; Harus berguru pada yang ahli; Mempunyai ahlak terpuji;

Memaksimalkan usia; Menggunakan satu mushaf; Mampu membaca dengan baik,

serta Memilih waktu dan tempat yang tenang. Hasil temuan ini memberikan

kontribusi besar kepada penghafal Al-Qur’an umumnya, supaya dalam proses

menghafalkannya lebih sabar, tabah dan menjaga hafalan sampai ahir hayat dengan

sebaik-baiknya. Strategi menghafal yang dianggap paling efektif dan sering

dilakukan yaitu menghafal dan menyetorkan secara langsung kepada guru atau kyai

yang telah hafidz Al-Qur’an.

Menjaga orisinalitas Al-Qur’an, selain dilakukan dengan cara membaca dan

memahaminya, juga harus berusaha dengan jalan menghafalkannya, karena

keistimewaan yang Allah Swt berikan kepada para penghafal Al-Qur’an baik di

dunia maupun di akhirat dengan jaminan surga.

Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an, Pondok Pesantren

A. Pendahuluan

Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah

masdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul makru sama dengan yang dibaca. Menurut

istilah ahli agama (urf syara’) ialah nama dari kalamullah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw., yang ditulis dalam mushaf. Para ahli fiqh menetapkan bahwa nama dari

Al-Qur’an adalah nama bagi keseluruhan Al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya.1

Al-Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam

mushaf, dipindahkan secara teratur menurut riwayat, serta bacaannya termasuk ibadah

menjadi petunjuk dalam hidup manusia.2 Al-Qur’an adalah kitab agung dan suci yang

1 Teungku Muhammad Habsi As-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Pustaka

Rizki Putra, Semarang, 2009), hal. 1. 2 H. M. Shalahuddin Hamid, MA, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara, 2002), hal.

17.

Page 2: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

224 | ISSN: 2356-2447-XIII

224

dikirimkan Allah kepada kita untuk memenuhi segala kebutuhan kita, baik fisik maupun

rohani.3

Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dengan

perantara Malaikat Jibril dimulai dengan Surat Al Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-

Naas dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara muttawatir

agar dijadikan undang-undang bagi umat manusia.4 Al-Qur’anul Karim berisi serangkaian

ajaran yang diturunkan dari sumber keagungan dan maqam kebesaran kepada Rasulullah

Saw., untuk menunjukkan kepada manusia jalan kebahagiaan. Kitab suci ini terdiri dari

serangkaian topic teoritis dan praktis untuk umat manusia. Dan jika ajaran tersebut

dilaksanakan niscaya akan menjadikan kebahagiaan.5

Rasulullah Saw., tidak menerima risalah ini turun sekaligus tetapi secara berangsur-

angsur dan turun tanpa paksaan sehingga ummatnya dapat memperbaiki sikap dan

perilaku mereka yang tidak benar, akan tetapi timbul dari rasa kesadaran hati nuraninya.

Maka Al-Qur’an berfungsi sebagai penetapan dalam hati Nabi, sebagai hiburan baginya

melalui peristiwa dan kejadian-kejadian hingga sempurna risalah islam, dan sempurna

nikmat yang diberikan Allah kepada ummat Nabi Muhammad.6 Dengan penurunan secara

bertahap ini, menjadikan Al-Qur’an hingga sekarang bahkan sampai yaumul qiyamah.

Bertahap-tahapnya Al-Qur’an mengandung hikmah, antara lain :

a. Untuk meneguhkan dan menguatkan hati dan jiwa Rasulullah.

b. Untuk membimbing dan membina umat Islam dalam menjalankan syariat islam.

c. Untuk memberi jawaban dan respon atas berbagai permasalahan yang terjadi

waktu itu.

Dengan cara penurunan seperti ini memudahkan para sahabat dalam menghafalkan

ayat-ayat yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah Saw. Selain itu juga memberi

kesempatan bagi mereka dalam mempelajari dan mengamalkan hukum-hukum yang

terdapat di dalamnya.7

Setiap Nabi Saw., menerima wahyu selalu dihafalkan, kemudian ia sampaikan

kepada sahabatnya dan diperintahkan untuk menghafalkan dan menuliskannya di batu-

batu, pelapah kurma, kulit-kulit binatang, dan apa saja yang bisa dipakai untuk

menulisnya.8 Setelah Rasullah Saw. Wafat, para sahabat ahlul Qur’an meneruskan jejak

beliau untuk menyampaikan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabat dan tabi’in

yang lain. Dan berkat mereka pula, Al-Qur’an nantinya bisa dikumpulkan dan disalin

dalam satu mushaf yang selanjutnya bisa dimodifikasikan dalam standar Mushaf Usmani.

Disinilah akhirnya muncul sistem (metode) pembelajaran menghafal Al-Qur’an

dengan suasana belajar mengajar yang mengembangkan potensi dan memiliki kekuatan

3 Zubeyr Tekin, Kemuliaan Kitab Suci Al-Qur’an, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2007), hal. 1.

4 Ali Ash-Shabuny, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 49. 5 Yunus Hanis Syam, Mukjizat Membaca Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), hal. 9-10.

6 Shalahuddin Hamid, Studi Ulumul Qur’an,, hal. 53-54.

7 Zaki Zamani, Muhammad Syukron, Menghafal Al-Qur’an Itu Gampang, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), hal. 15-16.

8 Muhaimin Zein, Problematika Menghafalkan Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), hal. 6

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 3: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 225

225

sepiritual dan keagamaan yang kuat. Menurut Imam Nawawi hukum menghafal Al-

Qur’an adalah fardu kifayah. Yang dimaksud dengan fardu kifayah yaitu kewajiban yang

ditujukan kepada semua mukallaf atau sebahagian dari mereka yang apabila diantara

mereka (cukup sebagiannya saja) melaksanakannya maka akan menggugurkan dosa yang

lainnya (yang tidak melaksanakan) dan apabila tidak ada seorangpun yang melaksanakan

kewajiban tersebut maka dosanya ditanggung bersama. Imam Haramain dalam kitab Al-

Giyaai mengungkapakan bahwa fardu kifayah lebih utama dari pada fardu ‘ain dilihat dari

bahwa pelakunya itu menutupi dan menggugurkan dosa umat islam yang lainnya

sedangkan fardu ain hanya untuk dirinya sendiri.

Akan tetapi di Era sekarang ini sudah tidak banyak orang yang mau belajar

menghafalkan Al-Qur’an, karena gemerlapnya panggung hiburan, playstation, diskotik

yang menutup, melupakan, melalaikan mereka untuk menuntut ilmu dalam belajar

menghafal Al-Qur’an. Atas dasar inilah, Pondok Pesantren Ulumul Qur’an hadir sebagai

satu diantara sekian pondok pesantren di Kalibeber Wonosobo yang mengkhususkan pada

pembelajaran tahfidzul Qur’an.

B. Kajian Teori

Metode Tahfidzul Qur’an

Dalam menghafalkan Al-Qur`an sebanyak 30 juz bukan merupakan suatu pekerja’an

yang mudah. Semua pekerja’an atau program akan berjalan lancar dan berhasil dalam

mencapai target yang telah ditetapkan, jika menggunakan suatu cara atau metode yang

tepat. Keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan juga tergantung kepada

pemilihan dan penerapan suatu metode, sistem atau cara yang tepat. Dan semua akan

berjalan secara efektif dan efisien. H. A.Muhaimin Zen membagi metode menghafal

Al-Quran menjadi dua macam, dengan pernyata’annya:

“Adapun metode menghafal Al-Qur`an ada dua macam yang satu dengan yang lain tidak dapat

dipisahkan, yaitu metode tahfidz dan takrir. Tahfidz: yaitu menghafal materi baru yang belum

pernah dihafal. Takrir: Yaitu mengulang hafalan yang sudah diperdengarkan kepada

instruktur.”9

Sedangkan menurut Abdul-Rabb Nawabuddin dalam kitabnya yang berjudul Kayfa

Tuhfadzul Quran al-Karim, yang sudah diterjemahkan oleh H. Ahmad E. Koswara

dengan judul Metode Efektif Menghafa1 a1-Qur’an, beliau membagi metode menghafal

Al-Qur`an menjadi dua bentuk, yaitu metode global dan rinci. Sementara, menurut Ahsin

W. al-Hafidz metode menghafalkan Al-Qur`an terbagi menjadi lima 5 metode yaitu:

Metode wandah; Metode kitabah; Metode sim’ai; Metode Gabungan; Metode Jama. 10

1. Metode Tahfidz.

Metode tahfidz adalah cara menghafal materi baru yang belum pernah dihafal,

metode tahfidz ini dapat dijelaskan secara mendetail, sebagaimana langkah-langkah

sebagai berikut:

9 Muhaimin Zein, Problematika, hal. 248

10 Abdul-Rabb Nanwabuddin, Op.cit.,h. 36

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 4: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

226 | ISSN: 2356-2447-XIII

226

1) Pertama kali terlebih dahulu calon penghafal membaca bin nadzar (dengan

melihat mushaf) materi-materi yang akan diperdengarkan ke hadapan

kyai/instruktur minimal 3(tiga) kali.

2) Setelah dibaca binnadzar (dengan melihat mushaf) dan terasa ada bayangan, lalu

dibaca dengan hafalan (tanpa melihat mushaf) minimal 3 (tiga) kali dalam satu

kalimat dan maksimalnya tidak terbatas. Apabila sudah dibaca dan dihafal 3

(tiga) kali masih belum ada bayangan atau masih belum hafal, maka perlu

ditingkatkan sampai menjadi hafal betul dan tidak boleh materi baru.

3) Setelah satu kalimat tersebut ada dampaknya dan menjadi hafal dan lancar, lalu

ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya sehingga sempurna menjadi

satu ayat. Materi-materi baru ini selalu dihafal sebagaimana halnya menghafal

pada materi pertama. Kemudian dirangkaikan dengan mengulang-ulang materi

atau kalimat yang telah lewat, minimal 3 (tiga) kali dalam satu ayat ini dan

maksimal tidak terbatas sampai betul-betul hafal. Tetapi apabila materi hafalan

satu ayat ini belum lancar betul, tidak bolehkan dipindah ke materi berikutnya.

4) Setelah materi satu ayat ini dikuasai hafalannya dengan hafalan yang betul-betul

lancar, maka diteruskan dengan menambah materi ayat baru dengan membaca

binnadzar terlebih dahulu dan mengulang-ulang seperti pada materi pertama.

Setelah ada bayangan lalu dilanjutkan dengan membaca tanpa melihat sampai

hafal betul sehagaimana halnya menghafal ayat pertama.

5) Setelah mendapat hafalan dua ayat dengan baik dan lancar tidak terdapat

kesalahan lagi, maka hafalan tersebut diulang-ulang mulai dari ayat pertama

dirangkaikan dengan ayat kedua minimal 3 (tiga) kali dan maksimal tidak

terbatas. Begitu pula menginjak ayat-ayat berikutnya sampai kebatas waktu yang

disediakan habis dan pada materi yang telah ditargetkan.

6) Setelah materi yang ditentukan menjadi hafal dengan baik dan lancar, lalu

hafalan ini diperdengarkan kehadapan instruktur untuk ditashih hafalannya serta

mendapatkan petunjuk-petunjuk dan bimbingan seperlunya.

7) Waktu menghadap instruktur pada hari kedua, penghafal memperdengarkan

materi baru yang sudah ditentukan dan mengulang materi hari pertama. Begitu

pula pada hari ketiga. Materi hari pertama, hari kedua dan hari ketiga harus

selalu diperdengarkan untuk lebih memantapkan hafalannya. Lebih banyak

mengulang-ulang materi hari pertama dan kedua akan lebih menjadi baik dan

mantap hafalannya.11

2. Metode Takrir

Metode ini merupakan suatu metode untuk mengulang-ulang hafalan yang sudah

diperdengarkan kepada instruktur. Metode takrir ini sangat penting diterapkan, karena

menjaga hafalan merupakan suatu kegiatan yang sulit dan kadangkala terjadi kebosanan.

Sangat dimungkinkan sekali suatu hafalan yang sudah baik dan lancar menjadi tidak

lancar atau bahkan menjadi hilang sama sekali. Sewaktu takrir, materi yang

11 Muhaimin Zein, Problematika, hal. 249-250

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 5: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 227

227

diperdengarkan kehadapan instruktur harus selalu seimbang dengan tahfidz yang sudah

dikuasainya. Jadi tidak boleh terjadi bahwa takrir jauh ketinggalan dari tahfidznya.

Dalam hal ini perimbangan antara tahfidz dan takrir adalah satu banding sepuluh.

Artinya apabila penghafal mempunyai kesanggupan hafalan baru atau tahfidz dalam satu

hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (satu juz).

Tepatnya materi tahfidz satu juz yang terdiri dari dua puluh halaman, harus mendapat

imbangan takrir sepuluh kali, demikian seterusnya. Dan apabila materi satu juz itu belum

mendapat imbangan, umpama tahfidznya sudah mendapat dua puluh halaman (satu juz)

sedangkan takrirnya baru enam atau tujuh kali, maka kesempatan untuk tahfidz perlu

dihentikan dan kesempatan selanjutnya disediakan untuk mengejar takrirnya sampai

mencukupi jumlah perimbangan yaitu sepuluh kali.12

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa harus adanya keseimbangan antara

takrir (mengulang hafalan) dengan tahfidz (menghafal materi baru) dari ayat-ayat Al-

Qur`an. Takrir sebagian dari proses menghafalkan Al-Qur`an yang juga sebagai kunci

keberhasilan dari semua yang diusahakan dalam menghafalkan dan menjaga hafalan Al-

Qur`an pada diri seseorang. Usaha pengulangan ini harus diadakan secara ketat, karena

kalau hafalan yang sudah ada tidak akan bertahan lama dan akan sia-sia jikalau

pemelihara’an tidak dilaksanakan. Sedangkan kunci keberhasilan menghafal Al-Qur`an

adalah mengulang-ulang hafalan yang telah dihafalnya yang disebut “takrir”.13

3. Metode Global (sas)

Metode Global yaitu santri/murid mengulang-ulang pelajaran atau surat yang panjang

sekaligus tanpa diperinci, misalnya dalam menghafal surat an-Nur yang isinya tiga hizb,

sebanyak delapan lembar dibaca sekaligus sambil diulang-ulang. Jadi metode global atau

sas ini merupakan metode yang sangat sulit untuk menghafal. Karena seseorang harus

menghafal satu kesatuan yang banyak sekaligus, tidak sedikit demi sedikit. Seseorang

kalau mampu menghafal dengan kemampuan yang tinggi maka dia akan cepat menye-

lesaikan hafalannya. Akan tetapi metode ini juga banyak efek negatifnya yaitu dengan

kebosanan atau meletihkan otak, karena harus menghafal dalam lingkup yang banyak dan

waktu yang tidak dibatasi, mengakibatkan cepat lupa, sulit diterapkan di sekolah umum

atau sesuai dengan materi yang harus dicerna dalam waktu yang sudah ditentukan, sulit

diterapkan pada surat-surat yang panjang.

Abdul Rabb Nawabuddin menjelaskan dampak negatif dari metode global (kulli,

sas) dalam bukunya, yaitu:

1) Akan cepat lupa secara beruntun setelah menghafal, kecuali jika murid sering

mengulang-ulang dan tidak berhenti.

2) Meletihkan otak yang ditumbuhkan hafalan yang masuk dalam waktu singkat.

3) Metode ini tidak cocok bagi siswa pada umumnya: seperti anak kecil, orang tua

dan siswa-siswa sekolah umum yang tidak terikat dengan pelajaran lain yang

harus dicerna pada waktunya.

12 Muhaimin Zein, Problematika, hal.250 – 251.

13 Muhaimin Zein, Problematika, hal..246

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 6: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

228 | ISSN: 2356-2447-XIII

228

4) Metode ini tidak tepat pada surat-surat panjang (tujuh surat panjang) karena surat

ini memerlukan rincian. Ada surat yang sulit untuk dihafal tanpa direnung dan

lapang dada, seperti surat al-A’raf terutama dua pertiga yang pertama banyak

perasaannya dan saling memasuki dalam susunan ayatnya, terutama dalam

kisah-kisah Adam, Nuh, Hud, Shaleh, Syuaib, Luth dan Musa. Banyak kisah

para nabi dalam berbagai surat dengan lafadz-lafadz yang bermacam-macam

serta susunan kata yang banyak. 14

4. Metode Terperinci atau Metode Juz’i

Metode ini merupakan suatu metode yang digunakan dalam menghafal Al-Qur`an

secara terperinci atau mendetail. Setiap bagian-bagian dihafal dan jika sudah hafal benar

maka penghafal baru pindah pada bagian yang lain dengan merangkai materi yang lalu

dengan materi yang akan dihafal. Metode ini sebenarnya sudah mendekati pada

penggabungan metode metode tahfidz dan metode takrir. Karena sudah mengandung

sedikit dari maksud metode tahfidz dan takrir. Sebagaimana pendapat Abdul Rabb

Nawabuddin dengan pernyata’annya dalam bukunya, Kayfa Tuhfadzul Quranul Karim.

Metode terperinci ialah membagi ayat-ayat yang akan dihafal, misalnya tujuh baris,

sepuluh, satu halaman atau satu hizb. Jika telah betul-betul hafal, pindah lagi kepada

pelajaran lain. Kemudian merangkaikan dengan materi yang lalu dalam satu rangkaian

pada satu surat. Misalnya seorang murid menghafal surat al-Hujurat dalam dua atau tiga

periode. Surat al-Kahfi empat atau lima periode.15 Metode terperinci (juz’i) ini banyak

hal-hal yang melatarbelakangi dengan beberapa alasan sebagai belikut:

1) Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Asakir dariAbu Nadrah, yang

artinya: Adalah Abu Sa’id Al-Khuzriy, mengajarkan kepada kami akan Al-

Qur’an, lima ayat dipagi hari dan lima ayat disore hari dan jibril pernah

menghabarkan bahwa Al-Qur’an diturunkan lima ayat-lima ayat.

2) Begitu Pula cara mengajarkan qira’at kepada para sahabat dan para sahabat

mengajarkan kepada generasi selanjutnya.

3) Metode ini sangat diutamakan pada anak kecil, orang yang kurang

pengalaman serta untuk kebanyakan murid.

4) Metode ini sangat tepat dalam menghafal ayat-ayat mutasyabihat, serupa dalam

susunan dan kata, serta terulang-ulang. Seperti dalam surat ar-Rahman, al-

Waqiah, al-Jin, al-Mursalat dan sebagainya. Sebagaimana telah kami sebutkan

dalam kelemahan keempat metode umum. Perlu sekali membuat jadwal waktu

sebagai pegangan murid yang ingin sukses dalam program yang penuh berkah

ini program yang penuh berkah ini untuk dipergunakan menurut waktu, situasi

dan kemampuannya.16

14 Abdul Rabb Nawabuddin, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Tri Daya Inti), hal. 38

15 Abdul Rabb Nawabuddin, Metode Efektif, hal. 38

16 Abdul Rabb Nawabuddin, Metode Efektif, hal. 39

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 7: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 229

229

5. Metode Wandah

Metode yang menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafal. Untuk

mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali,

atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangan, akan tetapi

hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-benar hafal

barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. Demikian

seterusnya hingga mencapai satu muka. Setelah ayat-ayat dalam satu muka telah

dihafalnya, maka gilirannya menghafal urut-urutan ayat dalam satu muka. Untuk

menghafal yang demikian maka langkah selanjutnya ialah membaca dan mengulang-ulang

lembar tersebut hingga benar-benar lisan mampu mereproduksi ayat-ayat dalam satu muka

tersebut secara alami atau refleksi. Demikian selanjutnya, sehingga semakin banyak

diulang maka kualitas hafalan akan semakin representatif.17

6. Metode Kitabah

Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain daripada metode

yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan

dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat

tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar baca’annya, lalu dihafalkannya.

Menghafalnya bisa dengan metode wandah atau dengan berkali-kali menuliskannya

sehingga dengan berkali-kali menuliskannya ia dapat sambil memperhatikan dan sambil

menghafalnya dalam hati. Berapa banyak ayat tersebut ditulis tergantung kemampuan

penghafal.18

Metode kitabah ini sebenarnya prosesnya hampir sama dengan metode wandah.

Persama’annya yaitu kemampuan menghafal sama-sama menentukan cepat lambatnya dan

banyaknya ayat yang dihafal. Dan bisa juga sebagai alternative tambahan untuk

Pengulangan (takrir) dalam proses menghafal juga sama-sama diterapkan. Faktor jenis

ayat juga mempengaruhi banyak atau tidak yang dihafal. Contohnya dalam surat as-Sabut

thiwal (7surah yang panjang) maka ayat yang dihafal pun akan relatif sedikit jumlahnya.

Semua itu tergantung kepada penghafal dan alokasi waktu yang disediakannya. Metode

kitabah juga banyak keuntungannya, sebagaimana dikemukakan Ahsin W. al-Hafidz :

Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual

menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam

bayangan ingatannya.19

7. Metode Sima’i.

Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah mendengarkan

suatu baca’an untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang

mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak yang masih di

bawah umur yang belum mengenal baca tulis Al-Qur`an. Metode ini dapat dilakukan

dengan dua alternatif:

17 Ahsin W.Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 6 18 Ahsin W.Al-Hafidz, Bimbingan Praktis, hal. 64.

19 Ahsin W.Al-Hafidz, Bimbingan Praktis, hal.64

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 8: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

230 | ISSN: 2356-2447-XIII

230

a. Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal tunanetra

atau anak-anak. Dalam hal ini, instruktur dituntut untuk lebih berperan aktif,

sabar dan teliti dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus mem-

bacakan satu persatu ayat untuk dihafal, sehingga penghafal mampu menghafal

secara sempurna. Baru kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya.

b. Merekam lebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam pita kaset

sesuai dengan kebutuhan dalam kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan

didengar dengan seksama sambil mengikuti secara perlahan-lahan. Kemudian

diulang lagi dan diulang lagi, dan seterusnya menurut kebutuhan sehingga ayat-

ayat tersebut benar-benar hafal di luar kepala. Setelah hafalan dianggap cukup

mapan barulah berpindah kepada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama,

dan demikian seterusnya. Metode ini akan sangat efektif untuk penghafal tuna

netra, anak-anak, atau penghafal mandiri atau untuk takrir (mengulang kembali)

ayat-ayat yang sudah dihafalnya. Tentunya penghafal yang menggunakan

metode ini, harus menyediakan alat-alat bantu secukupnya, seperti tape recorder,

pita kaset dan lain-1ain.20

8. Metode Gabungan

Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama dan metode kedua, yakni

metode wandah dan metode kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki

fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya, kemudian ia

mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya dengan hafalan

pula. Jika ia telah mampu mereproduksi kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk

tulisan, maka ia bisa melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya. Tetapi

jika penghafal belum mampu mereproduksi hafalannya kembali dalam tulisan secara baik,

maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan yang

solid, demikian seterusnya. Kelebihan metode ini adalah adanya fungsi ganda, yakni

berfungsi untuk menghafal, sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalan. Pemantapan

hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan

kesan visual yang mantap.21

9. Metode Jama

Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang dilakukan secara

kolektif. Yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama,

dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau

beberapa ayat dan siswa menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur

membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya.

Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka

mengikuti baca’an instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf

(tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang

dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya. Setelah siswa benar-

benar hafal, barulah kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang

20 Ahsin W.Al-Hafidz, Bimbingan Praktis, hal. 65

21 Ahsin W.Al-Hafidz, Bimbingan Praktis, hal.66

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 9: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 231

231

sama. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat

menghilangkan kejenuhan disamping akan dapat membantu menghidupkan daya ingat

terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.22

Jadi pada dasarnya semua metode yang dikemukakan Ahsin W. al-Hafidz di atas

dapat diterapkan untuk menjalani proses menghafalkan Al-Qur`an atau sebagai pedoman

dalam menghafalkannya. Para penghafal Al-Qur`an dapat menggunakan salah satu di

antara metode-metode di atas atau menggunakan sebagian, bahkan juga bisa

menggunakan semua metode. Karena dengan menggunakan beberapa metode yang ada

akan dapat menghafalkan Al-Qur`an secara variatif atau secara selingan dan berkesan

tidak monoton. Sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses

menghafalkan Al-Qur`an. Berdasarkan beberapa metode yang dikemukakan oleh Abdul

Rabb Nawabuddin, H. A. Muhaimin Zen atau Ahsin W. al-Hafidz, itu semua dapat

dijadikan sarana atau metode dalam menghafalkan Al-Qur`an. Adapun metode yang

bagaimana yang paling baik sebagai pedoman bagi seseorang itu masih tergantung pada

potensi individu penghafal, sistem yang ada pada lembaga tersebut atau lingkungan

sekitar individu tersebut.

Sedangkan makna atau jenis serta pembagian dan penama’an memang berbeda. Akan

tetapi jika ditarik kesimpulan metode yang bagaimana yang biasanya diterapkan pada

pondok pesantren atau lembaga pendidikan yang lain, yaitu metode tahfidzh dan metode

takrir atau proses menghafal dan proses pemelihara’an dengan mengulang-ulang. Jadi

kedua metode tersebut dapat dikembangkan secara luas lagi, sebagaimana yang

dikemukakan Ahsin W. Al-Hafidz. Jadi metode bagi penulis dalam menghafalkan Al-

Quran adalah semua yang telah dikemukakan ketiga tokoh di atas. Dan penulis akan

meneliti langsung praktek metode yang mana diterapkan pada pondok pesantren Darul

Ilmi Banjarbaru dalam menghafalkan Al-Qur`an.

C. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian kualitatif dengan metode filed research dalam rangka

mengkaji metode pembelajaran Tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an

(PPUQ), untuk mengidentifikasi sistem pembelajaran Tahfidzul Qur’an.

Metode atau teknik pengumpulan data antara lain; Observasi partisipatif dengan

melakukan pengamatan secara langsung dimana peneliti berpartisipatif dalam kegiatan

pembelajaran Tahfidzul Qur’an. Wawancara dengan tanya jawab kepada kyai dan santri,

dan dokumentasi sebagai aktifitas mengkaji dokuemen pendukung kegiatan pembelajaran

Tahfidzul Qur’an. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif berpola deduktif

induktif.

D. Pembahasan

1. Profil Pondok Pesantren

PPUQ berdiri pada tanggal 10 Januari 2008, atas usulan dari KH. Nur Chamid, Alh

beliau adalah Kyai Ustadz Nasokah, Alh., ketika menimba ilmu dari Pondok Pesantren

Serang. Beliau mengusulkan Ustadz Nasokah, Alh., mendirikan Pondok Pesantren dengan

22 Ahsin W.Al-Hafidz, Bimbingan Praktis, hal.66

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 10: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

232 | ISSN: 2356-2447-XIII

232

nama Ulumul Qur’an dengan harapan disiplin ilmu dalam Al-Qur’an dapat dipelajari,

dikembangkan, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari bekal pengalamanya mengelola pondok pesantren Al-Asy’ariyah dan SMP

Takhasus Al-Qur’an filial yang bertempat dikomplek makam KH. Asy’ariyah dan KH.

Muntaha, Alh pada periode 2003-2005 di Desa Dero Dhuwur, Ustadz Nasokah

menyetujui usulan tersebut. Maka denga dukungan dan dorongan dari kerabat-kerabat

terdekat, secara resmi Ustadz Nasokah memutuskan untuk menggunakan kediamanya

yang bertempat dibelakang MTSN Kalibeber sebagai tempat pembelajaran agama Islam

yang di awali dengan kedatangan seorang santri untuk belajar agama kepada beliau.

Pondok Pesantren Ulumul Qur’an memiliki visi, “Memadukan tradisi salafi dan

sholafi dalam upaya membentuk insan modern berakhlak Qur’ani”. Adapun Misinya

adalah: (1) memfasilitasi santri dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki

melalui program pendidikan berbasis musyawarah; (2) Menanamkan nilai kebersamaan

dan kekeluargaan dengan konsep “Al Ma’hadi Janati”; (3) Menanamkan sifat-sifat

kepemimpinan dalam diri santri dengan pelatihan kepemmimpinan secara bergilir; (4)

Memberikan pemahaman tentang kebebasan berfikir secara kholafi meninggalkan nilai-

nilai salafi sebagai jiwa kepesantrenan.

Penyelenggaraan pendidikan Pondok Pesantren Ulumul Qur’an terdiri dari sistem

madrasah (sekolah formal) dan sekolah non madrasah (non formal). Sistem formal diikuti

karena seluruh santri yang berdomisili adalah pelajar dan mahasiswa. Kegiatan wajib

terdiri dari pengajian ke-Al-Qur’an-an dan Kitab Kuning, sedangkan kegiatan

ekstrakulikuler santri terdiri dari shalawat, pidato, lughoh, qoriah, dan pengembangan

ilmu Al-Qur’an.

Pengkajian Al-Qur’an dilaksanakan secara langsung dari Kyai kepada santri,

sedangkan pengkajian kitab dilaksanakan dengan dua sistem, yaitu sistem sorogan dan

bandongan. Adapun kitab-kitab yang dikaji dalam bidang fiqih yaitu: Fiqih Wadhi,

Safinatunaja, Sulamunaja, Risalah Al Mahid, Fatchul Wahab, Fatchul Qarib, Bishuri, dan

Mahali. Dalam bidang ilmu tauhid yaitu: Jawahirul, Kalamiah, Fachtul Majid,

Aqidatul’awam. Dalam bidang akhlak: Akhlak Albanin, Sulam Ataufiq, Ihya, ‘ulumudin

dan Al Hikmah. Dalam bidang nahwu yaitu: Jurumiah, Mu’tamimah, Imrithi, Alviah Ibnu

Malik (Ibnu Aqil), Dahian dan Hudhori (Syariah Ibnu Aqil), MUgni Labib. Dalam bidang

ilmu sorof yaitu: Qowa’idul I’lal, Amstilatutasrif. Dalam bidang Ilmu balaghoh yaitu:

Jwahirul Maknun. Dalam bidang tafsir yaitu: Tafsir Jalalain, Tafsir Munir, Tafsir Ibnu

Katsir, Tafsir Maraghy, dan Tafsir Jami’ul bayan. Dalam bidang tajwid yaitu: Sifaul

Jinan, Thofatul Adfal, Al Jazariyah, Mustolachuttajwid, dan Qiro’an. Dalam bidang

Uumul Quran yaitu: Attibian fi’ulumul Qur’an dan attibian fi’adabil Qur’an. Dalam

bidang hadis yaitu: Arba’I Nawawi, Riyadhussholihin, Bulughul Marom, Shohih Muslim

dan Shohih Bukhari.

2. Syarat Tahfidz Al-Qur’an

Setiap santri Pondok Pesantren Ulumul Qur’an yang ingin menghafal Al-Qur’an

harus mempunyai persiapan yang matang agar proses hafalan dapat berjalan dengan baik

dan benar. Selain itu, persiapan merupakan syarat yang harus dipenuhi supaya hafalan

yang dilakukan bisa memperoleh hasil yang maksimal dan memuaskan. Persiapan

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 11: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 233

233

menghafal Al-Qur’an merupakan modal yang paling utama untuk menumbuhkan

semangat menghafal Al-Qur’an.. Ada beberapa persiapan atau syarat umum yang harus

dimiliki seorang santri Pondok Pesantren Ulumul Qur’an dalam menghafal Al-Qur’an,

diantaranya:

a. Mengikhlaskan Niat karena Allah swt

Hal yang pertama sebelum memulai menghafal Al-Qur’an seorang santri harus

mengikhlaskan niat. Diriwayatkan dalam Ash-Shahih bahwasanya Rasulullah Saw.,

pernah bersabda:

Pada hari kiamat nanti seorang ahli Al-Qur’an yang bersikap riya’ dibawa di hadapan Allah.

Kemudian Allah bertanya kepadanya,”apa yang telah engkau lakukan ketika di dunia?” Ia

menjawab,”Aku belajar dan mengajarkan Al-Qur’an untuk mendapatkan keridhaan-Mu.”

Allah berfirman. Engkau dusta. Sesungguhnya tujuan engkau belajar adalah engkau dikatakan

sebagai orang alim (berilmu). Dan sesungguhnya engkau membacanya agar engkau dikatakan

sebagai qari’, dan sebutan itu telah engkau dapatkan. Kemudian Allah memerintahkan kepada

malaikat agar menyeret orang itu pada wajahnya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.”

Jika tanpa di dasari niat yang ikhlas maka menghafalkan Al-Qur’an akan menjadi

sia-sia belaka. Kesalahan dalam pijakan pertama ini akan membawa konsekuensi-

konsekuensi tersendiri. Sesungguhnya, niat yang ikhlas ialah untuk mencari Ridha Allah

Swt, hal ini yang ditekankan betul-betul dalam segala perilaku ketika menghafal Al-

Qur’an di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an (PPUQ).

Seorang penghafal Al-Qur’an apabila sudah mempunyai niat yang ikhlas, berarti ia

sudah ada hasrat dan kemauan yang telah tertanam dalam hatinya, sehingga jika ada

kesulitan ketika menghafalkan ayat-ayat Allah, maka ia akan menghadapinya dengan

pantang menyerah sekaligus menjalaninya dengan rasa sabar dan tawakal. Karena itu

ikhlas merupakan salah satu kunci kesuksesan menjadi penghafal Al-Quran yang

sempurna.

b. Izin Orang Tua, Suami atau Walinya

Pondok Pesantren Ulumul Qur’an mensyaratkan izin kepada orang tua, suami atau

wali, hal ini dimaksudkan agar tercipta saling pengertian antara kedua belah pihak, yakni

antara orang tua dengan santri yang hendak menghafal Al-Qur’an, sehingga orang

tua/wali dapat memberikan dorongan dan motivasi bagi anak-anaknya yang sedang dalam

proses menghafal Al-Qur’an.

c. Mempunyai Tekat yang Besar dan Kuat

Seorang yang hendak menghafalkan Al-Qur’an wajib mempunyai tekad atau

kemauan yang besar dan kuat. Hal ini akan sangat membantu kesukesan dalam

menghafalkan Al-Qur’an. Sebab, saat proses menghafalkan Al-Qur’an, seseorang tidak

akan terlepas dari berbagai masalah dan akan diuji kesabarannya oleh Allah, seperti

kesulitan dalam menghafal ayat-ayat, mempunyai masalah dengan teman atau pengurus

asrama atau pondok, masalah keuangan, susah melawan rasa malas, dan masalah cinta,

atau bahkan masalah keluarga yang terbawa hingga ke pondok. Sehingga proses

penghafalan menjadi terganggu. Dengan adanya tekad yang besar, kuat, dan terus

berusaha untuk menghafalkan Al-Qur’an, maka semua ujian-ujian tersebut insya Allah

akan bisa di lalui dan dihadapi dengan penuh rasa sabar. Menghafal Al-Qur’an merupakan

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 12: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

234 | ISSN: 2356-2447-XIII

234

tugas yang mulia dan besar. Tidak akan ada orang yang sanggup melakukannya, selain

‘ulul azmi, yaitu orang-orang yang bertekad kuat dan berkeinginan membaja.

d. Menjauhkan Diri dari Maksiat (Sifat-sifat Tercela)

Perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan tercela merupakan dua yang harus

dijauhi oleh setiap muslim pada umumnya dan seorang yang menghafal Al-Qur’an pada

khususnya, karena keduanya mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam mengusik

ketenangan jiwa orang yang dalam proses menghafal Al-Qur’an. Diantara sifat-sifat yang

tercela itu ialah ujub, ria, dan hasud, dan lain sebagainya. Ujub yaitu sifat ingin dikagumi

oleh orang lain. Sedang ria, yaitu melakukan suatu amal yang baik semata-mata hanya

agar diketahui oleh orang lain, dan hasud yaitu tidak senang (lantaran iri hati) apabila

orang lain mendapat kenikmatan.

e. Istiqamah

Sikap disiplin atau istiqamah merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap

penghafal Al-Qur’an, baik mengenai waktu menghafal, tempat yang biasa digunakan buat

menghafal Al-Qur’an, maupun terhadap materi-materi yang dihafal. Dengan

mengistiqamahkan waktu, santri yang menghafal dituntut untuk selalu jujur terhadap

waktu, konsekuen, dan bertanggung jawab. Sangat dianjurkan untuk tidak berhenti

menghafalkan Al-Qur’an sebelum berhasil hafal seluruh isi Al-Qur’an. Dalam proses

menghafal Al-Qur’an, istiqamah sangat penting sekali. Walupun ia memiliki kecerdasan

tinggi, namun kalau tidak istiqamah akan kalah dengan orang yang kecerdasannya biasa-

biasa saja, tetapi istiqamah. Sebab, pada dasarnya kecerdasan bukanlah penentu

keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an, namun keistiqamahan yang kuat dan ketekunan

sang penghafal itu sendiri.

f. Harus Berguru pada yang Ahli

Seorang yang menghafal Al-Qur’an harus berguru kepada ahlinya, yaitu guru

tersebut harus seorang yang hafal Al-Qur’an, serta orang yang sudah mantap dalam segi

agama dan pengetahuannya tentang Al-Qur’an, seperti ulumul Qur’an, ashab an-nuzul-

nya, tafsir, ilmu tajwid, dan lain-lain. Selain itu guru tersebut juga mesti terkenal oleh

masyarakat bahwa ia mampu menjaga diri, keluarga, dan santrinya. Dalam menghafal Al-

Qur’an, peran kyai/guru yang ahli dalam bidang hifdhul Qur’an adalah urgen. Perannya

adalah untuk memberi contoh bacaan yang benar, bacaan yang harus diikuti oleh santri,

dan membenarkan bacaan santri jika terdapat kesalahan. Dalam belajar Al-Qur’an tidak

bisa serta-merta dengan otodidak, walaupun dengan tingkat kecerdasan yang tinggi,

karena dalam membaca Al-Qur’an menuntut adanya praktik langsung di hadapan

kyai/guru sehingga sang kyai/guru dapat menuntun santri/murid kepada bacaan yang

fashih dan shahih (benar).

Kyai/guru yang lebih diutamakan adalah yang telah memperoleh sanad. Dengan

alasan, pertama, sanad adalah bukti bahwa bacaan yang dibaca oleh sang guru adalah

bacaan yang mutawatir dan muttashil hingga ke Baginda Nabi Muhammad Saw, yang

telah diakui ulama. Kedua, kyai/guru yang telah memiliki sanad lebih bisa diakui

keahliannya dalam dunia belajar dan menghafal Al-Qur’an maupun dalam pengamalan.

Selain itu, kyai/guru bisa menjadi figure bagi santri/muridnya. Sehingga santri/murid akan

berusaha meniru (meneladani) akhlakul karimah sang kyai/guru. Keberadaan kyai/guru

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 13: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 235

235

tersebut akan memotivasi si santri/murid, dengan berusaha sekuat tenaga, untuk bisa

meraih keberhasilan seperti yang diraih oleh gurunya. Terakhir, barakah guru sangat

diidam-idamkan oleh seorang murid.

g. Mempunyai Ahlak Terpuji

Sangat penting sekali meneladani akhlak Rasulullah Saw terutama bagi orang yang

menghafalkan Al-Qur’an. Orang yang menghfalkan Al-Qur’an bukan hanya bagus bacaan

dan hafalannya, melainkan juga harus terpuji akhlaknya karena ia adalah calon hamilul

Qur’an. Jadi sifat dan perilakunya juga mesti sesuai dengan semua yang diajarkan dalam

Al-Qur’an.

Sesungguhnya, bisa menghafalkan Al-Qur’an merupakan sebuah rahmat dan hidayah

dari Allah Swt dan hal tersebut hanya bisa didapat oleh orang-orang yang mempunyai hati

yang bersih. Oleh karena itu, orang yang akan menghafal Al-Qur’an tidak akan bertahan

lama dihati orang-orang yang sering atau sibuk melakukan maksiat. Hal ini menyebabkan

lupa hafalannya, dalam artian tidak pernah menjaganya, karena sibuk dengan urusan

duniawi. Oleh karena itu, seorang penghafal Al-Qur’an, haruslah menjaga hati dan panca

inderanya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an,

sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:

“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang

diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim.”

(QS. Al Ankabut (29):49).

h. Memaksimalkan Usia

Pada dasarnya, tidak ada batasan mengenai usia bagi seseorang yang hendak

menghafalkan Al-Qur’an. Sebab, pada waktu Al-Qur’an diturunkan pertama kali, banyak

di antara para sahabat yang baru memulai menghafalkan Al-Qur’an setelah usia mereka

dewasa, bahkan ada yang lebih dari 40 tahun.

Meskipun demikian, sebaiknya kita menghafalkan Al-Qur’an dalam usia “emas”,

yaitu terhitung dari usia 5-23 tahun. Sebab, pada usia tersebut, kekuatan hafalan manusia

masih sangat bagus, namun dalam kasus di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an (PPUQ)

usia penghafal Al-Qur’an mulai 10-27 tahun. Pada usia muda, otak manusia masih sangat

segar dan jernih, sehingga hati lebih fokus, tidak terlalu banyak kesibukan, serta masih

belum memiliki banyak problem hidup. Selain itu, di usia muda juga sangat baik untuk

menyimpan data, serta informasi yang tidak terbatas. Dalam kondisi tersebut, suatu materi

atau daya yang telah masuk dalam memori otak seserorang akan terus bisa ingat sampai ia

dewasa. Tentunya, hal ini berbeda jika ia menghafalkannya setelah dewasa.

Oleh karena itu, bagi siapa pun yang ingin menghafal Al-Qur’an, sebaiknya

memanfaatkan dan tidak menyia-nyiakan masa mudanya. Jika waktu yang potensial itu

tidak dikonsentrasikan dari kesibukan selain menghafal, niscaya ia tidak akan

mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur’an. Terkait hal ini Allah Swt.

berfirman:

“Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang

yang mengambil pelajaran?”(QS. Al Qamar (54): 17)

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 14: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

236 | ISSN: 2356-2447-XIII

236

i. Menggunakan Satu Mushaf

Maksud dari menggunakan satu macam mushaf adalah tidak berganti-ganti model

mushaf. Ada dua syarat di dalamnya. Pertama, memakai Al-Qur’an yang sering disebut

dengan “Al-Qur’an pojok”. Al-Qur’an pojok adalah Al-Qur’an yang setiap pergantian

halamannya selalu tepat pada akhir ayat. Untuk memilih Al-Qur’an pojok, anda harus

selektif, karena tidak semua Al-Qur’an yang secara tata letak adalah Al-Qur’an pojok

tetapi bukan Al-Qur’an standar untuk menghafal. Maksud Al-Qur’an pojok disini adalah

mushaf yang tata letaknya sama dengan Mushaf utsmani, yang biasa digunakan untuk

menghafal. Kedua, memakai Al-Qur’an dengan satu penerbit. Karena mushaf yang ada,

walaupun sama dengan mushaf utsmani (awal dan akhir halaman) tetapi setiap penerbit

mempunyai perbedaan-perbedaan, baik dalam khot maupun dalam bagian-bagian tertentu

(selain awal dan akhir halaman). Hal ini dimaksudkan agar tidak membingungkan

penghafal dalam me-muraja’ah hafalannya. Karena dengan berganti-ganti mushaf,

penghafal akan merasa bingung dengan perbedaan-perbedaan tiap model mushaf.

j. Mampu Membaca dengan Baik

Sebelum melangkah pada periode menghafal, seorang calon penghafal terlebih

dahulu berupaya meluruskan bacaanya dengan bin nadzor. Terdapat dua hal penting

sebelum memasuki periode menghafal yang diinternalisasikan di Pondok Pesantren

Ulumul Qur’an (PPUQ), yaitu:

1) Melancarkan bacaannya.

2) Meluruskan atau membenarkan bacaannya.

Dua hal ini mempunyai fungsional penting dalam menghafal Al-Qur’an. Tradisi yang

berlaku di dalam masyarakat kita, untuk mencapai tujuan ini ialah mengaji di hadapan

seorang guru sehingga benar-benar lancar dan bagus bacaannya, bahkan tuan gurunya

biasa menasihatkan agar tidak mulai menghafal sebelum khatam membaca bin nadzor

beberapa kali khataman. Attensi seperti ini memang dirasa perlu agar dalam

menghafalnya nanti tidak terlalu banyak kesulitan lantaran belum bisa membacanya

dengan baik dan lancar.

k. Memilih Waktu dan Tempat yang Tenang

Pilihlah waktu dan tempat yang sesuai dengan keinginan, yang membuat pikiran

tenang dan konsentrasi dalam menghafal. Hindari tempat yang panas, tempat yang banyak

orang, dan tempat yang membuat pikiran kita cepat jenuh. Pilihlah tempat yang sejuk,

indah, dan nyaman.

Diantara waktu-waktu yang baik untuk menghafal adalah pada sepertiga malam

terkhir setelah melaksanakan shalat tahajud. Pada saat itu suasana tenang, sehingga

hafalan cepat masuk. Begitu pula waktu setelah shalat shubuh merupakan waktu yang

baik untuk menghafal. Waktu yang paling baik untuk menghafal tentunya berbeda-beda

bagi tiap orang. Karena itu yang lebih tahu waktu menghafal yang baik adalah orang-

orang yang akan menghafal itu sendiri. Maka, sebelum menghafal cobalah pilih terlebih

dahulu waktu yang tepat untuk menghafal.

Rekomendasi bagi seorang pendidik yang ingin menanamkan rasa cinta kepada Al-

Qur’an di hati anak didiknya, haruslah memilih waktu yang tepat untuk menghafal dan

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 15: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 237

237

berinteraksi dengan Al-Qur’an. Adapun waktu yang dimaksud bukan saat seperti ini:

setelah lama begadang dan mencicipi tidur hanya sebentar, setelah makan dan kenyang,

setelah waktu belajar yang padat, ketika anak dalam kondisi psikologi yang kurang baik,

ketika terjadi hubungan tidak harmonis antara orang tua dan anak supaya anak tidak

membenci Al-Qur’an disebabkan perselisihan dengan orang tuanya.

3. Metode Thafidzul Qur’an di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an

Setiap penghafal Al-Qur’an, tentunya menginginkan waktu yang cepat dan singkat,

serta hafalannya menancap kuat di memori, hal tersebut dapat terlaksana apabila

penghafal menggunakan metode yang tepat, rajin, dan istiqamah dalam menjalani

prosesnya, walaupun cepatnya menghafal seseorang tidak terlepas dari otak atau IQ yang

dimiliki. Metode yang digunakan para penghafal Al-Qur’an berbeda-beda sesuai

kesanggupannya.

Menghafal Al-Qur’an yang ideal adalah membaca ayat-ayat itu dengan tajwid yang

benar, memahami makna kata demi kata, lalu berusaha menyimpannya di dada.

Menghafal Al-Qur’an adalah menyimpan kata demi kata dari “surat cinta” sang kekasih di

benak dan hati kita. Dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an Pondok Pesantren Ulumul

Qur’an (PPUQ) secara umum menerapkan beberapa metode, diantaranyai:

a. Metode Menghafal Beberapa Ayat atau Satu Ayat

Yaitu menghafal satu ayat dengan bacaan yang benar sebanyak dua atau tiga kali,

lalu memperdengarkan (tasmi’) ayat ini kepada orang lain. Selanjutnya menghafal ayat

kedua dan melakukan hal yang sama pada ayat pertama. Namun, sesudah itu

memperdengarkan ayat pertama dan ayat kedua sekaligus. Kemudian menghafal ayat

ketiga dengan menggunakan metode yang sama, dan dilanjutkan ayat ke empat, hingga

sampai akhir halaman. Sesudah itu, memperdengarkan hafalan satu halaman tadi dengan

mengulangnya sebanyak tiga kali.

Sebagai catatan dalam menjalankan metode ini janganlah beranggapan bahwa ayat

pertama telah sering dihafal sehingga tidak perlu diulang-ulang. Sebab, sebagian dari

mereka apabila telah menghafal setengah halaman, ia mengatakan, “setengah halaman

pertama sudah terhafalkan secara kuat maka jika menghafalkan setengah halaman kedua

tidak perlu lagi mengulang setengah halaman pertama hingga akhir.” Namun, setiap ayat

pada halaman yang sudah dihafal tersebut terulang dari pertama hingga sampai dimana ia

telah hafal, hingga genap satu halaman. Sesudah itu memperdengarkan hafalan satu

halaman tersebut sebanyak tiga kali. Secara umum, metode ini termasuk metode yang

paling lambat. Dan biasanya ia membutuhkan waktu sekitar lima belas menit, karena

penghafal akan melakukan pengulangan. Selain itu, metode ini juga lemah karena seorang

penghafal jika tidak menyambungkan satu dengan ayat berikutnya, maka akan terjadi

penghentian pada sebagian ayat.

b. Metode Membagi Satu Halaman Menjadi Tiga Bagian

Dengan metode membagi satu halaman menjadi tiga bagian dan kita anggap setiap

bagiannya sebagai satu ayat, serta mengulang-ulangnya hingga beberapa kali sampai

hafal. Kemudian menyambungkan antara ketiga bagian itu.Dengan metode seperti ini,

menjadi sempurnalah penghubungan sebagian ayat dengan sebagian lainnya dengan cara

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 16: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

238 | ISSN: 2356-2447-XIII

238

yang lebih baik. Sebagaimana metode ini juga dapat mempersingkat waktu yang biasa

dihabiskan untuk mengulang ayat demi ayat.

c. Menghafal Per Halaman

Metode ini mirip dengan metode sebelumnya, hanya saja dalam metode ini langsung

menghafal satu halaman penuh. Lebih jelasnya, orang yang ingin menghafal hendaknya

membaca satu halaman penuh dari awal sampai akhir dengan bacaan yang pelan dan

benar, sebanyak tiga atau lima kali, sesuai daya tangkap dan kemampuan menghafalnya.

Bila telah membacanya sebanyak tiga hingga lima kali ini, dengan bacaan yang di iringi

dengan kehadiran hati konsentrasi pikiran serta akal, dan bukan sekedar bacaan di lidah

saja. Tapi ia memfokuskan hati serta pikirannya karena ingin menghafal dari bacaan ini.

Apabila ia sudah membaca sebanyak tiga atau lima kali ini ia menutup mushafnya

dan mulai membaca halaman tadi tanpa melihat ke mushaf. Selagi belum selesai atau

tidak dapat di hafal dengan hanya membaca tiga atau lima kali. Namun, ia telah

menghafal bagian awalnya dan terus membaca, lalu ia terhenti (lantaran lupa). Maka ia

membuka mushafnya, melihat dimana ia berhenti dan memperhatikan kelanjutannya.

Kemudian meneruskan membaca dengan mushaf tertutup. Lantas terhenti lagi, baik kedua

kalinya atau ketiga kalinya. (setelah selasai satu halaman penuh) kemudian ia mengulangi

membaca halaman ini tanpa melihat ke mushaf. Terjadi di bacaan kedua, ia tak lagi

berhenti di tempat ia berhenti di bacaan pertama. Sebab, kata atau kalimat ditempat

tersebut telah terukir di ingatannya dan tertanam dalam akalnya. Sehingga tempat-tempat

berhenti pun semakin berkurang.

Biasanya menurut pengalaman, ia akan membaca yang pertama dilanjutkan yang

kedua (dengan beberapa kali berhenti karena lupa). Tapi, umumnya dengan bacaan ketiga

kalinya ia mampu melafalkan satu halaman penuh dengan hafalan yang baik secara

keseluruhan ia sudah melewati delapan kali bacaan. Yakni tiga atau lima kali berupa

bacaan awal yang terfokus (dengan melihat ke mushaf). Dilanjutkan langkah kedua

dengan membaca halaman ini tanpa melihat mushaf, dan ia akan berhenti di bagian

pertama dan kedua. Lalu biasanya, pada bacaan ketiga tidak lagi berhenti-henti.

Pada langkah ketiga, Ia mengulangi bacaan yang benar itu, yang ia lakukan di kali

terakhir, sebanyak kurang lebih tiga kali. Dengan begitu total bacaannya pada halaman ini

berjumlah sembilan atau sebelas kali.Jadi, satu halaman dibaca dengan bacaan yang fokus

dan tepat sebanyak tiga atau lima kali. Di lanjutkan membacanya tanpa melihat ke mushaf

sebanyak tiga kali percobaan atau tiga kali usaha. Kemudian mengoreksinya dengan tiga

kali bacaan tanpa melihat mushaf. Insya Allah dengan demikian bacaan tersebut telah

hafal dengan baik dan kuat.

d. Metode Menghafal Ayat-ayat Panjang

Di dalam Al-Qur’an akan banyak dijumpai ayat yang panjang-panjang, hingga

membuat kesusahan dalam menghafalnya. Namun, terdapat solusi yang baik, yaitu

menghafalnya dengan cara memotong ayat menjadi beberapa bagian. Lalu setiap bagian

dihafalkan dan diteruskan dengan bagian lainnya.

e. Metode Menambah Hafalan Baru

Apabila santri (penghafal) menambah hafalan baru, selalu memperhatikan hafalan

yang lama, dan membatasi penambahan hafalan baru. Dalam setiap hari harus

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 17: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 239

239

menargetkan hafalan baru sesuai dengan kemampuan. Jangan sampai terfokus menambah

hafalan baru, namun hafalan yang lama dilupakan. Sebelum menambah hafalan baru,

harus mengulang (nderes) hafalan lama dari ayat pertama hingga terkhir sebanyak 20 kali.

Hal ini dilakukan supaya hafalan santri kuat dan tidak mudah lupa, serta selalu melekat

dalam ingatan atau otaknya. Setelah itu, penghafal diperbolehkan menambah hafalan baru

dengan metode yang sama seperti ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.

f. Metode Mengulang (Takrir)

Dalam proses menghafal Al-Qur’an, keinginan cepat khatam 30 jus memang

sangatlah wajar. Namun, jangan sampai keinginan tersebut membuat santri terburu-buru

dalam menghafalkan Al-Qur’an dan pindah ke halaman baru. Sebab, bila penghafal

berfikir demikian, dikhawatirkan akan melalaikan hafalan yang sudah pernah dihafal tidak

pernah diulang kembali karena santri lebih fokus pada halaman baru dan tidak men-takrir

hafalan yang lama. Dengan kata lain santri penghafal tidak diperbolehkan berpindah ke

hafalan berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafalkan benar-benar sempurna. Hal

seperti ini sering terjadi di kalangan penghafal Al-Qur’an, sehingga surat atau jus-jus yang

berada di depan halaman beberapa waktu kemudian banyak yang hilang atau lupa.

Menjaga kualitas hafalan yang baik dan kuat, santri tidak terburu-buru ketika

menghafalkan.

Dalam menghafalkan yang baik, santri mengulang yang sudah pernah dihafalkan atau

sudah disetorkan kepada guru atau kyai secara terus menerus dan istiqamah. Tujuan dari

takrir atau mengulang ialah supaya hafalan yang sudah dihafalkan tetap terjaga dengan

baik, kuat dan lancar. Mengulang hafalan bisa dilakukan dengan sendiri atau didengarkan

oleh guru atau teman santri. Pada umumnya, seorang guru membagi waktu kegiatan

menyetor hafalan Al-Qur’an. Waktu pagi biasanya untuk menyetor hafalan baru, dan

waktu sore setelah Ashar atau setelah Maghrib menyetor hafalan mengulang.

g. Menyetorkan Hafalan kepada Kyai

Setiap santri yang menghafalkan Al-Qur’an wajib menyetorkan hafalannya kepada

kyai, ini bertujuan agar bisa diketahui letak kesalahan ayat-ayat yang dihafalkan. Apabila

santri menghafalkannya sendiri, dan terjadi kesalahan-kesalahan dalam bacaan, maka

kesalahan dalam ayat yang dihafalkan akan terus terbawa dalam hafalannya. Kesalahan

dalam hafalan, misalnya salah dalam pembacaan makhfijul huruf, mad (panjang), qashar

(pendek) bacaan, letak waqaf dalam ayat-ayat yang panjang, dan lain sebagainya. Untuk

itu, seorang murid janganlah sembarangan dalam memilih kyai yang akan dijadikan untuk

menyetorkan hafalannya. Hendaknya, ia seorang yang hafidz atau hafidzah Al-Qur’an,

terkenal agamanya, bagus dan alim, serta pandai menjaga dari perbuatan buruk dan

perbuatan yang berbau maksiat. Selain itu, lebih dianjurkan guru tersebut mempunyai

silsilah atau nasab yang sampai pada Rasulullah Saw, bukan sembarang guru.

h. Membuat Klasifikasi Target Hafalan

Bagi para calon penghafal Al-Qur’an, hendaknya membuat target hafalan dalam

setiap harinya, selain itu juga membuat target waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan hafalan sebanyak 30 juz. Menentukan target hafalan adalah sebuah

program yang positif. Sebab, ini akan terus membangkitkan semangat menghafal. Selain

itu, apabila hafalan terjadwal atau terprogram, tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 18: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

240 | ISSN: 2356-2447-XIII

240

Pada dasarnya membuat target hafalan tergantung pada kemampuan masing-masing

santri. Ada yang mampu mencapai target hafalan dalam sehari sebanyak 1 halaman.

Namun, ada pula yang kurang dari 1 halaman, atau bahkan lebih dari itu, yaitu mencapai 2

atau 3 halaman. Menentukan target dalam proses menghafal Al-Qur’an sangat diperlukan

supaya mampu memicu semangat dalam menghafal Al-Qur’an, serta agar dapat

menyelesaikan hafalan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Seorang tahfidz Al-Qur’an

tidak hanya menghafal Al-Qur’an, tetapi juga harus menekuni ilmu-ilmu lain, seperti ilmu

tafsir dan hadits, ulumul Qur’an, tajwid, dan lain sebagainya. Namun, apabila tidak

membuat program menargetkan hafalan akan selalu terbebani oleh hafalan yang masih

belum terselesaikan. Setidaknya, program menentukan target akan sangat membantu

santri menjalani proses menghafal Al-Qur’an.

i. Metode Semaan dengan Sesama

Semaan Al-Qur’an atau Tasmi’ (memperdengarkan hafalan kepada orang lain),

misalnya kepada sesama teman tahfidz atau kepada senior yang lebih lancar merupakan

hal yang sangat positif. Sebab, kegiatan tersebut merupakan salah satu metode untuk tetap

memelihara hafalan supaya tetap terjaga, serta agar bertambah lancar sekaligus untuk

mengetahui letak ayat-ayat yang keliru ketika baca. Dengan cara ini teman santri akan

membenarkannya jika terjadi kekeliruan dalam bacaannya.

Melakukan semaan Al-Qur’an bersama teman-teman di pondok pesantren dalam

jadwal kegiatan rutin pondok pesantren. Misalnya, satu minggu sekali dalam forum yang

resmi, atau di undang oleh masyarakat karena adanya sebuah acara. Semaan Al-Qur’an

dapat dilakukan kapan saja. Santri mencari teman semaan yang bisa diajak secara

bergantian. Semaan dapat dilakukan sebelum menyetorkan hafalan kepada seorang guru

atau sesudah menyetorkannya. Mempunyai pasangan sangatlah penting dan sangat

membantu santri dalam proses untuk memperlancar dan penguatan hafalan. Hal ini

dilakukan sebagai proses saling mengoreksi satu sama lain agar letak kesalahan yang

terjadi bisa terdeteksi.

j. Memperbanyak Membaca Al-Qur’an

Salah satu metode untuk mempercepat menghafal Al-Qur’an ialah memperbanyak

membaca Al-Qur’an sesering mungkin sebelum santri menghafalkannya. Sebagaiman

yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuannya, santri akan mengenal terlebih dahulu ayat-

ayat yang akan dihafalkan dan tidak asing lagi dengan ayat-ayat tersebut, sehingga lebih

mudah menghafalkannya. Semakin sering menghafal Al-Qur’an (bin nadzri), maka akan

semakin mudah menghafalkannya.

k. Teknik Mendengarkan Sebelum Menghafal

Sebagian penghafal ada yang cocok dengan cara ini, karena tidak memerlukan

pencurahan pemikiran yang serius sehingga membuat pikiran cepat tegang. Penghafal

hanya memerlukan keseriusan mendengar ayat-ayat yang akan dihafal. Ayat-ayat yang

akan dihafalkan dapat didengarkan melalui kaset-kaset tilawah Al-Qur’an yang sudah

diakui keabsahannya, mendengarkan harus dilakukan berulang-ulang. Setelah banyak

mendengarkan santri dapat memulai menghafal ayat-ayat tersebut, akan mendapatkan

kemudahan sendiri ketika menghafalnya. Menghidupkan Al-Qur’an lewat shalat jama’ah,

baik wajib atau sunnah, dapat memudahkan mu’min yang cinta berjama’ah untuk

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 19: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 241

241

menghafal Al-Qur’an. Rasulullah Saw dalam shalat selalu memperdengarkan ayat-ayat

yang panjang dan tidak terbatas pada surat-surat yang pendek.

E. Kesimpulan

Pembelajaran Tahfidzul Quran di Pondok Pesantren Ulumul Quran menggunakan

metode (thariqah) menghafal Beberapa Ayat atau Satu Ayat; Metode Membagi Satu

Halaman Menjadi Tiga Bagian; Menghafal Per Halaman; Metode Menghafal Ayat-ayat

Panjang; Metode Menambah Hafalan Baru; Metode Mengulang (Takrir); Menyetorkan

Hafalan kepada Kyai; Membuat Klasifikasi Target Hafalan; Metode Semaan dengan

Sesama; Memperbanyak Membaca Al-Qur’an; dan Teknik Mendengarkan Sebelum

Menghafal. Metode ini menjadikan karakteristik PPUQ dalam mengimplementasikan

pembelajaran Tahfidzul Qur’an yang dianggap strategis.

Serangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur’an menempuh jalan

yang panjang dan penuh kesabaran bagi penghafal, sehingga dalam memulai

menghafalkannya terdapat syarat tertentu yang harus dilakukannya yaitu: Mengikhlaskan

Niat karena Allah swt; Izin Orang Tua, Suami atau Walinya; Mempunyai Tekat yang

Besar dan Kuat; Menjauhkan Diri dari Maksiat (Sifat-sifat Tercela); Istiqamah; Harus

Berguru pada yang Ahli; Mempunyai Ahlak Terpuji; Memaksimalkan Usia;

Menggunakan Satu Mushaf; , mampu membaca dengan baik, serta memilih waktu dan

tempat yang tenang. Hasil temuan ini memberikan kontribusi besar kepada penghafal,

supaya dalam proses menghafalkannya efektif.

Daftar Pustaka

Al-Ghazali, Abu Hamid Muihmad Ibnu Muhammad., Ihya ‘Ulumuddin, Beirut:

Dar al-Fikr, t.t

Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakariya, Himpunan Fadhilah Amal,

Yogyakarta: Ash-Shaff, 2006

Ash Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study al-Qur’an (At-ibyan), Bandung:

PT.Al-Ma’arif, 1984

Ash-Shabuny, Ali., Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1999

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir/A1-Qurban, cet.

XV, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994

As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Habsi., Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2009

As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, Al-Itqan Fi Ulumil Qur`an, Beirut: Dar Al-

Fikr, 1979

Az-Zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri,Surabaya: Al-Hidayah,t.t

Bukhari, Imam Abi Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mughirah,

As-Shahih Bukhari, Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, 1981

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: al-Alwah, t.t.

Departemen Agama RI., Pola Pengembangan Pondok Pesantren, 2000

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,

cet. III, Jakarta : LP3ES, 1984

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 20: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

242 | ISSN: 2356-2447-XIII

242

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta, Fak: Psikologi UGM, 1983

Hamid, H. M. Shalahuddin, Studi Ulumul Qur’an, Inti Media Cipta Nusantara,

Jakarta Timur, 2002

Kusnan, M. Rosyid, Mengenal Kitab Suci, Macanan Baru : Cempaka Putih, 2008

Muhaimin Zein , Problematika Menghafalkan Al-Qur’an Pustaka Al-Husna,

Jakarta, Cetakan 2, 1985

Muslim bin Hujjaj, Abu Husin., Shahih muslim, cet.8, 1967

Nawabuddin, Abul Rabbi, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: CV. Tri

Daya Inti

Qattan, Manna al- Khalil, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Beirut: asy-Syirkah al

Mutahadil lil Tauzi, t.t.

Qattan, Manna al- Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Jakarta : PT. Pustaka Litera

Antar Nusa, 1994

R.H.A. Soenarjo, S.H., dkk., Al-Qur’an dan Terjemahanya , Proyek pengadaan

Kitab Suci Al-Quran Depag RI, pelita 1V/Tahun 1/1984-1985

Sodiqin, Ali. Antropologi Al-Qur’an, Ar-ruz Media, Yogyakarta, 2008

Sujanto, Agus. Psikologi Perkembangan , Jakarta: Aksara Baru, 1988

Surahmat, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1990

Syam, Yunus Hanis. Mukjizat Membaca Al-Qur’an, Mutiara Media,Yogyakarta,

2009, hal. 9.

Tekin, Zubeyr. Kemuliaan Kitab Suci Al-Qur’an, PT Gramedia Pustaka Umum,

Jakarta, 2007

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 20, Sistem Pendidikan Nasional

dan Penjelasannya, Bandung: Citra Umbara, 2003

Yunus, Mahmud, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta : PT. Hidaya

Karya Agung, 1983

Zaki Zamani, Muhammad Syukron, Menghafal Al-Qur’an Itu Gampang, Mutiara

Media, Yogyakarta, 2009.

Zarqani, Muhammad al-Adhim Aziz, Manahil al-‘Irfan Fil’Ulum Al-Qur’an,

Mesir: ttp., t.t.,

Zen, Muhaimin, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-

petunjuknya, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985

Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993

Nasokah & Ahmad Khori, Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Page 21: PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN PONDOK PESANTREN ULUMUL QUR ...abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/15.pdf · Kata kunci : Pembelajaran, Tahfidzul Al-Qur’an,

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 243

243

P R O F I L

PUSAT STUDI KEPENDIDIKAN (PSKp)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

Pusat Studi Kependidikan (PSKp) FITK UNSIQ Jawa Tengah adalah lembaga Studi yang bergerak

dalam bidang penelitian, pengkajian, pelatihan, dan pendampingan pendidikan yang dinafasi oleh

nilai-nilai dasar ajaran Islam. Pusat studi ini didirikan sebagai bukti kepedulian FITK UNSIQ Jawa

Tengah di Wonosobo dalam merespon berbagai perkembangan pendidikan di berbagai lembaga

pendidikan. Pusat Studi Kependidikan (PSKp) FITK UNSIQ memiliki kewenangan otonom pada

penetapan area, pelaksanaan serta cakupan lingkup kerjasama penelitian dan pengembangan

dengan berpedoman pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang mengarah pada azas kemanfaatan

bagi masyarakat, pendidik dan lembaga pendidikan di bidang penelitian, pendampingan dan

pengembangan kependidikan.

A. V I S I

Menjadikan Pusat Studi Kependidikan (PSKp) FITK UNSIQ Jawa Tengah sebagai lembaga

unggulan dan rujukan dalam penelitian, pengembangan, dan informasi ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni, terutama dalam bidang kependidikan.

B. M I S I

1. Menyelenggarakan penelitian yang mendasarkan diri pada penggalian dan pemecahan

berbagai persoalan pendidikan yang muncul di tengah-tengah masyarakat.

2. Melakukan pengkajian terhadap berbagai persoalan pendidikan yang sedang dan akan

berlangsung guna menemukan solusi pengembangannya di masa depan.

3. Menyelenggarakan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan sehingga memiliki

kecakapan managerial, administratif dan edukatif yang lebih profesional

4. Melakukan pendampingan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dalam

melaksanakan tugas-tugas kependidikan.

5. Melakukan pembinaan terhadap lembaga pendidikan dalam pengelolaan dan

pengembangan lembaga.

Pusat Studi Kependidikan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Sains Al Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo

Jl. Raya Kalibeber Km. 03 Wonosobo, Kode 56351, Tlp. (0286) 3326054-321873, Fax. (0286)

324160, HP. 085292143211, Email: [email protected]