Upload
virzah-syalvira
View
30
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Diplomasi
Citation preview
Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dendy Perwira 1110113000086
Arlinda Ayuningtyas 1112113000040
Ratna Widya Laili 1112113000042
Hani Samantha 1112113000047
Dinda C. Savitry 1112113000052
Tasya Safirah Ghassani 1112113000054
Latar Belakang
Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah melalui fase yang damai, melainkan penuh dengan persoalan yang didominasi politik. Sejarah Indonesia sendiri sudah melakukan negosiasi dengan Belanda sejak koloni Belanda menginjakkan kaki di Indonesia.Negosiasi tersebut pun tidak hanya sebatas verbal, namun juga adanya deterrence terutama oleh Belanda yang mempersiapkan pasukannya di sekitar kamp koloni. Terdapat dua faktor utama yang melatarbelakangi munculnya konflik antara Belanda dengan Indonesia yaitu : faktor politik dan ekonomi.
Perjanjian RI – Belanda Masa Peralihan Perundingan Jakarta Konferensi Malino Perundingan Linggarjati Perundingan Renvile Pertemuan Musyawarah Federal Konferensi Meja Bundar
Kilas Balik Sejarah Republik Indonesia
Syarat terbentuknya suatu negara :
•Adanya Wilayah•Adanya Rakyat yang bertempat tinggal di wilayah tersebut•Adanya Pemerintah yang diakui oleh rakyatnya•Adanya pengakuan secara de jure oleh masyarakat Internasional
Konferensi Meja Bundar
•Indonesia secara resmi mendapatkan pengakuan de jure dari masyarakat Internasional pada 27 Desember 1949 sebagai Negara Federal
Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Status Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan Kedaulatan
Pembentukan Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat
Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942
Permasalahan
Tidak mampu menyelesaikan permasalahan Irian Barat
Dampak negatif pembentukan Uni-Indonesia Belanda
Peran Belanda yang masih dominan dalam perekonomian Indonesia
Penanggungan biaya militer / utang Belanda sejak 1942
Pertemuan Musyawarah Federal 8 Juli 1948 diadakan perundingan Bijeenkomst voor
Federal Overleg (BFO) atau Pertemuan Musyawarah Federal (PMF) di Bandung atas prakarsa Perdana Menteri Indonesia Timur, Perdana Menteri Pasundan, dan Perdana Menteri Kalimantan Timur.
Tujuan : untuk membentuk suatu pemerintah sementara yang seluruhnya terdiri atas orang-orang Indonesia
Konferensi Antar-Indonesia Yogyakarta: pembentukan Republik Indonesia Serikat
beserta badan kelengkapan negara. Jakarta: Bahasa, bendera, dan lagu kebangsaan Republik
Indonesia Serikat. Panitia Persiapan Nasional -> persiapan pembentukan
Republik Indonesia Serikat.
Gerakan Anti FederalKedaulatan sudah diperoleh Indonesia
melalui pembentukan RIS. Strategi yang direncanakan oleh para tokoh nasionalis
Indonesia ini sudah berhasil. Maka dari itu, selepas penyerahan kedaulatan, seluruh
Nusantara serempak mulai bergerak untuk melanjutkan apa yang disebut sebagai gerakan menuju negara kesatuan. Yaitu
gerakan yang menjadikan sistem federalism sebagai sasaran utamanya.
Proses Indonesia Menjadi Negara Kesatuan
Proses Indonesia menjadi Negara Kesatuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat mencabut
Rancangan Undang-Undang Federal yang diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri Anak Agung Gde agung pada 16 Februari 1950 mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan dari wilayah Republik Indonesia Serikat
Parlemen dan Senat Republik Indonesia Serikat mengajukan usulan Undang-Undang Darurat berdasarkan Pasal 130 Konstitusi Republik Indonesia Serikat mengenai penggabungan beberapa negara bagian maupun daerah bagian ke dalam Republik Indonesia
Rancangan Undang Undang Darurat tersebut disetujui dan menjadi rujukan Soekarno untuk mengeluarkan Keputusan Presiden mengenai penggabungan negara bagian ke dalam Republik Indonesia
Setelah beberapa daerah dan negara bagian mengajukan permohonan untuk menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia, pada akhir Maret 1950 hanya tersisa tiga negara bagian yang masih berdiri yaitu, Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) dan Republik Indonesia.
Perundingan Segitiga Diketuai oleh Perdana Menteri Mohammad
Hatta yang bertindak sebagai perwakilan Republik Indonesia Serikat, Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim sebagai perwakilan Republik Indonesia dan beberapa perwakilan dari Negara Indonesia Timur seperti J.H Dokko, Manoppo, G.S.S.R Ratulangi
Ditujukan untuk membicarakan upaya-upaya untuk mencapai kesesuaian pemahaman mengenai bentuk kenegaraan seperti apa yang akan diciptakan nantinya, kesatuan ataukah federal.
Perundingan 3-5 Mei 1950 Dilakukan oleh Perdana Menteri Mohammad
Hatta sebagai perwakilan RIS, Presiden Negara Indonesia Timur Sukawati, dan Perdana Menteri Negara Sumatera Timur Dr. Mansyur.
Menghasilkan persetujuan mengenai pembentukan suatu negara kesatuan serta dipercayakannya pembentukan Negara Kesatuan tersebut sepenuhnya kepada Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat
Perundingan 19 Mei 1950 Dilakukan antara Perdana Menteri Republik
Indonesia Serikat yang mewakili NIT dengan NST di satu pihak dengan Perdana Menteri Republik Indonesia A. Halim di pihak lainnya.
Pertemuan ini menghasilkan tercapainya persetujuan diantara kedua belah pihak untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai penjelmaan dari Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945
Piagam Persetujuan Republik Indonesia, Negara Kedua pemerintah
sepakat untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan Republik Indonesia berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945.
Undang-Undang Dasar yang diperoleh dengan mengubah konstitusi RIS sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip pokok UUD 1945 dan bagian-bagian yang baik dari konstitusi RIS termasuk di dalamnya.
Dewan menteri harus bersifat parlementer. Presiden adalah Presiden Sukarno, sedangkan
jabatan wakil presiden akan dibicarakan lebih lanjut. Membentuk sebuah panitia yang bertugas
menyelenggarakan persetujuan tersebut.
Pembentukan forum perundingan dan panitia bersama untuk membahas Undang-Undang Dasar Sementara ini merupakan indikasi lancarnya proses menuju pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait permasalahan dalam dimensi politik internasional mengenai pengakuan terhadap Negara Kesatuan yang baru diciptakan. Republik Indonesia dengan ikhlas meleburkan diri dengan Republik Indonesia Serikat. Hal ini dilakukan sehingga secara yuridis tidak akan ada permasalahan di dunia internasional karena perubahan yang terjadi hanya berada di dalam tataran konstitusinya, bukan negaranya
Peralihan Kembali Konstitusi ke UUD 1945 Pada pertemuan tanggal 19 Mei 1950 pertemuan dinyatakan
bahwa NKRI akan didasarkan pada Proklamasi RI 17 Agustus 1945. Sehingga dengan demikian, Konstitusi RIS tidak akan lagi dipergunakan dalam tata aturan hukum negara Indonesia.
Pada 12 Agustus 1950, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat mengesahkan rancangan UUDS. Disusul dua hari berikutnya, rancangan disahkan oleh Senat RIS.
Dalam Parlemen RIS, pengesahan rancangan UUDS berjalan lambat sebab adanya beberapa anggota parlemen yang ingin menggunakan hak amandemen sehingga melambatkan proses pengusahan rancangan UUDS.
Pada sidang 14 Agustus 1950, Parlemen RIS menyetujui rancangan UUDS dengan 90 suara setuju dan 18 menolak.
Akhirnya pada 15 Agustus 1950, naskah UUDS ditandatangani oleh Perdana Menteri dan Menteri Kehakiman RIS. Pada saat yang sama, melalui rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS, Presiden Soekarno menyatakan bahwa NKRI telah terbentuk
Demokratisasi Indonesia Penyelenggaraan pemilihan umum 1955 merupakan kunci
demokratisasi di Indonesia. Pemilu tersebut dipandang sebagai pemilihan umum yang memenuhi parameter demokrasi dan cukup bersih, mulai dari tidak adanya partai dominan, panitia penyelenggara yang netral serta mematuhi kaidah dan peraturan dasar pelaksanaan pemungutan suara, tidak adanya bayang-bayang intimidasi aparat keamanan dan setiap partai bebas melakukan kampanye, serta tidak ada seorang pun dalam anggota parlemen yang berhasil mendapatkan kursi tanpa melalui proses pemilu.
Dalam pemilu 1955 tersebut, partai-partai yang terlibat cukup berimbang dalam pemungutan suara, dengan PNI 22,3 persen (57 kursi); Masyumi 20,9 persen (57 kursi); NU 18,4 persen (45 kursi); dan PKI 16,4 persen (39 kursi). Dari 52 kontestan pemilu, hanya 27 partai yang memperoleh kursi di DPR, sedangkan partai lainnya terpaksa harus membubarkan diri atau berkoalisi dengan partai yang masih bertahan
Teori Perubahan Konstitusi CF. Strong: cara perubahan konstitusi dibagi
ke dalam 4 kategori, yaitu: melalui parlemen, referendum, persetujuan negara bagian, dan konvensi atau lembaga khusus. Dalam hal ini, perubahan konstitusi Indonesia
dari UUDS 1950 hingga kembali ke UUD 1945 termasuk ke dalam cara perubahan konstitusi melalui parlemen sebab harus mendapat persetujuan parlemen.
Kabinet Ali Sostroamidjojo II
KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955). Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program : 1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera
menyelenggarakan Pemilu. 2. Pembebasan Irian Barat secepatnya. 3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali
persetujuan KMB. 4. Penyelesaian Pertikaian politik Hasil : · Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota
parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. · Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Kemudian Kabinet ini pun berakhir dan diagnti oleh
persetujuan Presiden dengan Kabinet Burhanudin Harahap.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957) Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU. Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program : Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima
Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut. 1. Perjuangan pengembalian Irian Barat 2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat
terbentuknya anggota-anggota DPRD. 3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai. 4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara. 5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional berdasarkan kepentingan rakyat. Selain itu program pokoknya adalah, · Pembatalan KMB, · Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima
tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif, · Melaksanakan keputusan KAA. Hasil : Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai
titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959) Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda Program : Programnya disebut Panca Karya sehingga sering
juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
· Membentuk Dewan Nasional · Normalisasi keadaan Republik
Indonesia · Melancarkan pelaksanaan Pembatalan
KMB · Perjuangan pengembalian Irian Jaya · Mempergiat/mempercepat proses
Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil : · Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia
melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
· Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
· Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
· Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Analisa Teori Hubungan Internasional
Dalam proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kami menggunakan teori Konstruktivis. Hal ini dikarenakan, dalam prosesnya, pemerintah Indonesia banyak melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Adanya perundingan tersebut sama dengan mengakomodir Shifting Idea, yakni perundingan mengakomodir setiap ide yang ada, sehingga para aktor baik perwakilan Indonesia maupun Belanda memiliki kesepahaman dan ide yang sama untuk mencari win-win solution
Melalui perundingan dan negosiasi yang dijalankan antara Belanda dan Indonesia tersebut, pihak Indonesia mengupayakan idenya bahwa tanah air Indonesia adalah milik masyarakat pribumi dan tidak berhak bagi Belanda untuk mengusik kedaulatan dan kemerdekaan negara. Adapun hasil dari perundingan tersebut, ialah adanya collective meaning atau kesepahaman bersama antar kedua pihak.
Analisa Teori Diplomasi
Praktek dan cara diplomasi maupun perundingan yang ditempuh oleh pawa perwakilan tersebut dilakukan untuk mencegah dan mengakhiri ancaman eskalasi konflik yang meluas. Melalui perundingan Indonesia-Belanda tersebut, perwakilan Indonesia secara otomatis turut menjalankan fungsi diplomat yang tercantum dalam Konvensi Wina, yakni negotiation atau perundingan dengan pihak luar, dan protection atau perlindungan terhadap warga negara Indonesia, kedaulatan negara, dan kepentingan nasional.
SELESAI