Click here to load reader
Upload
nguyenanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
RINGKASAN
PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN
TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI
SULAWESI SELATAN
Oleh:
Darwing Paduppai, Suradi, & Sabri
I. PERMASALAHAN PENELITIAN
Komite sekolah secara eksplisit termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional merupakan lembaga mandiri yang berkedudukan di setiap sekolah (satuan pendidikan)
yang merupakan “perwakilan” masyarakat dengan harapan dapat berperan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan. Namun demikian, tampaknya amanat undang-undang tersebut masih berada pada
tatanan konseptual yang sangat indah didengar dalam untaian retorika yang terpublikasi dalam
lembaga negara, sebab belum disertai dengan upaya dan kemauan yang kuat untuk
mengimplementasikannya, terutama dari pihak birokrat sekolah. Setidaknya hal ini merupakan
pengalaman empiris dan pemantauan terbatas penulis yang juga sebagai komite sekolah pada
suatu kompleks satuan pendidikan yang terdiri dari tiga sekolah. Mungkin pula hal ini hanya
merupakan kasus di Sulawesi Selatan, khususnya, beberapa sekolah di Kota Makassar.
Namun demikian, beberapa hal yang perlu kita cermati pada permulaan tahun ajaran baru,
antara lain: (1) pihak sekolah telah menentukan besar pembayaran awal yang sifatnya sangat
variatif antarsekolah pada saat pendaftaran siswa yang baru saja diterima, padahal komite
sekolah belum melakukan pertemuan dengan pihak orang tua siswa baru; (2) pihak sekolah
mempaketkan buku-buku dari penerbit dengan hitung-hitungan komisi, ironisnya cenderung
tidak memprioritaskan buku-buku yang berkualitas, tapi perhatian sekolah (khususnya kepala
sekolah) lebih dititikberatkan pada persentase yang paling tinggi di antara penerbit yang datang
menawarkan buku melalui “negosiasi” dengan koperasi; dan (3) ada juga sekolah yang sengaja
menerima siswa baru kurang dari daya tampung sebenarnya dengan harapan bisa
2
menegosiasikan harga “letjen” (siswa masuk lewat jendela), termasuk menuliskan nama-nama
fiktif untuk mencukupkan daya tamping dengan harapan yang sama. Dan mungkin masih ada hal
lain bagian-bagian manajemen sekolah yang tidak mengakomodasi peran dan fungsi komite
sekolah sebagaimana mestinya. Inilah yang menarik untuk diteliti, sekaligus mencari solusi
kebijakannya.
Gambaran di atas sejalan dengan ungkapan Suryadi (2003) yang mengemukakan bahwa
keterpurukan mutu dan keunggulan pendidikan disebabkan oleh sistem birokrasi yang selalu
menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan
keputusan. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kekuasaan birokrasi
persekolahan telah membuat sistem pendidikan kita tak pernah terhenti dari keterpurukan.
Padalah, di sisi lain gagasan pemerintah, dalam hal ini Depdiknas, mengenai tata kelola
pendidikan yang dikenal dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sungguh suatu
konsep yang sangat baik yang diharapkan dapat memberikan solusi terhadap masalah-masalah
yang selama ini terjadi di suatu pendidikan.
Konsep MBS dapat dipandang sebagai langkah untuk meningkatkan otonomi
(kemandirian) dan profesionalisasi setiap satuan pendidikan (sekolah). Keberhasilan MBS
ditentukan dengan meningkatnya partisipasi masyarakat, dengan jalan mengakomodasi
pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi,
transparansi, dan akuntabilitas. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui Komite Sekolah sebagai
“perwakilan” masyarakat di tingkat satuan pendidikan/sekolah yang merupakan konsekuensi dari
meningkatnya kompleksitas organisasi sekolah sebagai akibat munculnya konsep MBS (Suryadi,
2003).
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diselidiki dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman pengurus komite sekolah mengenai peran fungsinya dalam
meningkatkan mutu, pemetaan, dan efisiensi tata kelola serta akuntabilitas pendidikan?
2. Bagaimanakah kinerja komite sekolah selama ini pada tingkat pendidikan dasar di Provinsi
Sulawesi Selatan?
3. Bagaimanakah mekanisme kerja komite sekolah agar dapat diberdayakan sesuai peran dan
fungsinya?
3
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan secara faktual mengenai
efektivitas keberadaan komite sekolah dalam meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi tata
kelola serta akuntabilitas pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Kepmendiknas
Nomor 044/U/2002. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pemahaman pengurus komite sekolah mengenai peran dan fungsinya.
2. Mengetahui kinerja dan dukungan komite sekolah dalam menyukseskan program kerja
satuan-satuan pendidikan dasar di Sulawesi Selatan.
3. Mengetahui langkah-langkah yang telah dirumuskan oleh komite sekolah dalam menjalankan
peran dan fungsinya.
4. Mengetahui kendala-kendala yang dialami komite sekolah dalam melaksanakan peran dan
fungsinya.
5. Merumuskan mekanisme kerja komite sekolah agar dapat diberdayakan sesuai peran dan
fungsinya.
Selanjutnya, manfaat yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan umpan balik kepada pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional
mengenai keberadaan dan kinerja komite sekolah pada tingkat pendidikan dasar di Sulawesi
Selatan.
2. Menawarkan acuan operasional mengenai mekanisme kerja komite sekolah agar dapat
diberdayakan sesuai peran dan fungsinya.
3. Memberikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pendidikan, khususnya yang
terkait dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
III. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil analisis data dan wawancara terbatas, berikut ini dipaparkan beberapa
hasil penelitian:
1. Pemahaman pengurus komite sekolah pada jenjang Pendidikan Dasar di Sulawesi Selatan
mengenai peran dan fungsinya (pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan
penghubung) hanya mencapai sekitar 60,4%. Tentu tingkat pemahaman seperti ini belum
dapat diandalkan untuk meningkatkan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
4
Terlebih lagi jika pengurus dengan tingkat pemahaman seperti itu tidak mempunyai
komitmen dan jiwa pengabdian yang tinggi.
2. Kinerja komite sekolah pada jenjang Pendidikan Dasar di Sulawesi Selatan menunjukkan
bahwa peran komite sekolah yang dominan terlaksana adalah sebagai pemberi pertimbangan
(advisory agency) dan penghubung (mediating agency), itupun hanya sebahagian idikator.
Selanjutnya, peran komite sekolah yang jarang sekali terlaksana adalah sebagai pengontrol
(controlling agency) dan pendukung (supporting agency).
3. Kalau dicermati lebih jauh, maka diperoleh fakta bahwa komite sekolah sangat jarang dan
bahkan hampir tidak pernah melaksanakan indikator fungsi-fungsi manajemen pendidikan
dalam hal berikut:
� Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru.
� Mengidentifikasi sumber daya dan potensi sumber daya pendidik dalam masyarakat.
� Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di
sekolah.
� Memobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah.
� Memobilisasi tenaga kependidikan nonguru untuk mengisi kekurangan di sekolah.
� Memantau angka bertahan dan angka mengulang di sekolah.
� Mengidentifikasi kondisi sumber daya sekolah.
� Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah.
4. Kendala/hambatan yang dialami pengurus komite sekolah dalam menjalankan peran dan
fungsinya, antara lain sebagai berikut:
� Kurangnya pemahaman dan wawasan pengurus komite sekolah dalam hal manajemen
pendidikan.
� Kurangnya koordinasi antara Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite
Sekolah di tingkat satuan pendidikan.
� Kurang optimalnya pembinaan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota terhadap
Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan.
� Tidak adanya pengawasan dan evaluasi pemerintah daerah mengenai program kerja
komite sekolah.
5
� Tidak adanya alokasi anggaran kinerja dan biaya manajemen operasional dari
pemerintah, kecuali pembiayaan rapat-rapat pengurus yang dialokasikan melalui dana
BOS, khususnya di tingkat Pendidikan Dasar.
5. Mekanisme kerja Komite sekolah secara operational mengacu pada Kepmendiknas
044/U/2002 dengan mengoptimalkan kinerja bidang-bidang. Di samping itu, perlu
ditekankan agar pengurus Komite Sekolah tidak melakukan intervensi ke dalam manajemen
internal tingkat satuan pendidikan, serta senantiasa menjalin interaksi yang baik dengan staf
dan pimpinan satuan pendidikan.
IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Rekomendasi kebijakan sebagai impilkasi temuan dalam penelitian ini adalah sebgai
berikut:
1. Ketua komite sekolah sebaiknya orang yang mempunyai wawasan dan pengetahuan
kependidikan. Kriteria ini perlu dicantumkan secara jelas didalam lampiran atau penjelasan
Kepmen 044/U/2002.
2. Pengurus komite sekolah perlu mendapatkan alokasi anggaran kinerja secara eksplisit untuk
melaksanakan peran dan fungsinya, terutama di tingkat pendidikan dasar. Hal ini dapat
diakomodasikan melalui kebijakan pemberian dan BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
3. Mekanisme kerja komite sekolah secara operasional mengacu pada indikator kinerja yang
telah dikembangkan oleh Balitbang Depdiknas dan struktur kepengurusan yang terdapat
dalam lampiran Kepmendiknas 044/U/2002 dengan beberapa revisi kecil berdasarkan revisi
kecil berdasarkan temuan penelitian.
V. PUBLIKASI ILMIAH DAN SOSIALISASI
Artikel hasil penelitian ini sedang diajukan ke Jurnal “PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN”, ISSN: 0215-2673, diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
6
Hasil penelitian kebijakan ini telah disosialisasi pada kegiatan “Sosialisasi
Pemberdayaan Komite Sekolah se Kecamatan Panakukang dan Manggala” yang
dilaksanakan oleh UPTD Kec. Panakukang dan Mangala Dinas Pendidikan Kota Makassar pada
Tanggal 2 Desember 2006.