Upload
lehanh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“PEMBERDAYAAN TRANSPORTASI UMUM DI KOTA BANDUNG”
Usulan Penelitian Ini Dikumpulkan Sebagai Salah-Satu Tugas Metode Penelitian Kualitatif
Dr. Dewi Kurniasih. S.IP., M.Si.
Aditya Zulpranandy Datau41712021
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG2014
LEMBAR PENGESAHAN
“PEMBERDAYAAN TRANSPORTASI UMUM DI KOTA BANDUNG”
Aditya Zulpranandy Datau41712021
Telah Disetujui dan Disahkan di Bandung Sebagai Tugas Usulan PenelitianPada Tanggal :
Menyetujui,
Dosen Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Dr. Dewi Kurniasih, S.IP., M.Si.NIP. 4127.35.31.003
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhânahû wa Ta`âlâ yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya kepada kami, hingga kami dapat menyelesaikan penyusunan dengan judul
“PEMBERDAYAAN TRANSPORTASI UMUM DI KOTA BANDUNG”. Karya sederhana
ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Etika Ilmu Pemerintahan.
Kami menyadari, bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami berterima kasih kepada semua pihak yang
memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. Pada kesempatan ini,
kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Ibu Dewi Kurniasih S.IP., M.Si. Sebagai dosen mata kuliah Metode Penelitian
Kualitatif yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti, sehingga Usulan
Penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Kepada rekan-rekan satu kelas peneliti yang telah membantu peneliti dalam
memberikan saran-saran guna menyempurnakan isi Usulan Penelitian ini.
3. Kepada ayahanda dan ibunda peneliti yang selalu memberikan dukungan moral
dan materiil kepada peneliti sehingga Usulan Penelitian ini bisa terselesaikan
dengan lancar.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna di dunia ini. Demikian pula
dengan penelitian makalah ini. Kritik dan saran sangatlah kami harapkan dan dapatkan dan
dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Semoga makalah ini menjadi
tambahan khazanah pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iii
DAFTAR BAGAN............................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL................................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah...............................................................................................................4
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian...............................................................................................4
1.4. Kegunaan Penelitian..............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN....................................................6
2.1. Pengertian Pemberdayaan......................................................................................................6
2.2. Pemberdayaan Sebagai Proses.............................................................................................11
2.3. Pemberdayaan Sebagai Proses Pembelajaran.......................................................................15
2.4. Pelaku Pemberdaya..............................................................................................................16
2.5. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan.............................................................................................24
2.6. Pengertian Transportasi Umum...........................................................................................27
2.7. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Pelayanan Transportasi Umum..................................29
2.8. Klasifikasi Transportasi.......................................................................................................31
2.9. Unsur-Unsur Transportasi....................................................................................................32
2.10. Kebijakan Transportasi Perkotaan...................................................................................34
2.11. Kriteria transportasi Umum/Publik..................................................................................35
2.12. Masalah Transportasi.......................................................................................................36
2.13. Manfaat Transportasi.......................................................................................................40
2.14. Kota Bandung..................................................................................................................43
2.15. Kebijakan Pemerintah Terkait Pemberdayaan Transportasi Umum di Kota Bandung.....44
2.16. Kerangka Pemikiran........................................................................................................48
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................................................57
3.1. Desain Penelitian.................................................................................................................57
iii
3.2. Teknik Penumpulan Data.....................................................................................................58
3.3. Teknik Penentuan Informan.................................................................................................58
3.4. Teknik Analisis Data...........................................................................................................58
3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................61
iv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Proses Oprasionalisasi Pemberdayaan.....................................................................10Bagan 2 : Proses Perubahan.....................................................................................................15Bagan 3 : Kerangka Pemikiran................................................................................................56
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Tabel Penjabaran Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011 Terkait dengan Pemberdayaan Transportasi Umum....................................................................45
Tabel 2: Jadwal Penelitian.......................................................................................................52
iv
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kota Bandung dengan keindahan alamnya, kesejukan udaranya, ditambah lagi dengan
letak geografis yang mendukung untuk dijadikan salah satu kota terbaik di Indonesia. Hal ini
menjadikan Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat sekaligus menjadi Kota
Metropolitan terbesar di Jawa Barat. Kemudian seiring perkembangan zaman, tanpa diduga-
duga pula Kota Bandung menjadi kota yang paling banyak didirikannya perguruan tinggi
baik itu perguruan tinggi negeri maupun swasta sehingga Kota Bandung juga sering dijuluki
sebagai Kota Ilmu. Maka jangan heran apabila dari tahun ke tahun kepadatan Kota Bandung
semakin meningkat karena selalu menjadi kota favorit para mahasiswa untuk menuntut ilmu
di kota ini.
Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, terhitung sejak
tahun 2010 jumlah penduduk asli Kota Bandung mencapai 2.393.633 orang. Akan tetapi pada
kenyataannya jumlah tadi belum termasuk dengan para pendatang yang tinggal sementara di
kota tersebut, sehingga jumlah kepadatannya hampir mencapai angka 4 juta jiwa. Hak ini
tentu semakin menambah beban lebih bagi Kota Bandung yang penduduk aslinya pun sudah
terhitung banyak.
Tentunya kepadatan penduduk di Kota Bandung ini menjadi sorotan bagi Pemerintah
Kota Bandung. Sehingga berbagai kebijakan terus diterapkan mulai dari menyelaraskan
pertumbuhan ekonomi dengan situasi sosial kependudukan dan Sumber daya Manusia, serta
mengantisipasi masalah-masalah sosial kependudukan, kepadatan penduduk, patologi sosial
1
perkotaan, dan pemerataan sarana dan prasarana perkotaan. Hingga menyediakan sistem
transportasi yang aman, efisien, nyaman, terjangkau, dan ramah lingkungan.
Transportasi memiliki peranan penting dan strategi dalam pembangunan nasional,
mengingat transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian,
memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan.
Pentingnya transportasi sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial ekonomi, politik, dan
pertahanan keamanan memiliki dua fungsi ganda yaitu sebagai unsur penunjang dan sebagai
unsur pendorong. Sebagai unsur penunjang, transportasi berfungsi menyediakan jasa
transportasi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan berbagai sektor dan menggerakkan
pembangunan nasional. Sebagai unsur pendorong, transportasi berfungsi menyediakan jasa
transportasi yang efektif untuk membuka daerah-daerah yang terisolasi, melayani daerah
terpencil, merangsang pertumbuhan daerah tertinggal dan terbelakang.
Transportasi juga merupakan salah satu fasilitas bagi suatu daerah untuk maju dan
berkembang serta transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas atau hubungan suatu daerah
karena aksesibilitas sering dikaitkan dengan daerah. Untuk membangun suatu pedesaan
keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat terpisahkan dalam suatu program
pembangunan. Kelangsungan proses produksi yang efisien, investasi dan perkembangan
teknologi serta terciptanya pasar dan nilai selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik.
Transportasi faktor yang sangat penting dan strategis untuk dikembangkan, di antaranya
adalah untuk melayani transportasi barang dan manusia dari satu daerah ke daerah lainnya
dan menunjang pengembangan kegiatan-kegiatan sektor lain untuk meningkatkan
pembangunan nasional di Indonesia.
Jadi, transportasi memegang peranan yang sangat penting karena melibatkan dan
mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia yang saling berkaitan. Semakin lancar
2
transportasi tersebut, maka semakin lancar pula perkembangan pembangunan daerah maupun
nasional.
Akan tetapi pada kenyataannya kelancaran arus lalu lintas di Kota Bandung saat ini
tidak berbanding lurus seperti yang diharapkan. Ini dikarenakan kepemilikan kendaraan
pribadi di Kota Bandung cukup tinggi, belum lagi ditambah jumlah kendaraan para
pendatang yang berasal dari luar daerah yang semakin memperpadat volume kendaraan di
kota ini. Ditambah lagi dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola
transportasi umum yang masih belum maksimal bahkan mengecewakan yang membuat
masyarakat semakin berpaling pada pengunaan kendaran pribadi. Keadaan ini tentu membuat
pemerintah semakin memperhatikan transportasi umum yang ada di Kota Bandung, jenis
transportasi umum yang ada di Kota ini terdiri dari dua macam yaitu bus dan kereta. Untuk
bus terdiri dari tiga jenis yaitu small bus, medium bus, dan large bus. Untuk small bus
memiliki 38 trayek dengan panjang rata-rata trayek berkisar 12,5 km. kemudian medium bus
hanya memiliki satu trayek dengan panjang 31 km. dan untuk large bus memiliki 15 trayek
dengan 4 trayek yang tidak beroperasi lagi.
Swiss merupakan salah satu kota yang rata-rata penduduknya sudah menggunakan
transportasi umum kemanapun mereka pergi, karena fasilitas transportasi yang diberikan
sudah lengkap dan memadai bagi warganya. Sampai-sampai Perdana Menteri di sana pun
tidak segan untuk memakai kereta untuk bepergian. Sedangkan di Indonesia fasilitas
transportasi umum yang dimiliki masih di bawah ekspektasi warganya, dari segi pelayanan,
kenyamanan, kuantitas, dll yang mesti di evaluasi kembali.
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang di dalamnya banyak transportasi umum
(angkot) yang hanya berfungsi untuk mengantarkan penumpang menuju transportasi umum
yang lebih besar dan trayeknya lebih panjang. Hal ini kiranya menjadi salah satu
3
permasalahan yang harus di evaluasi lebih lanjut lagi oleh pemerintah Kota Bandung terkait
transportasi umum.
Inilah yang membuat peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut sebagai tema
usulan penelitian. Karena peneliti beranggapan penting kiranya untuk mengetahui bagaimana
efektivitas transportasi umum bagi warga Kota Bandung setelah Pemerintah Kota Bandung
mulai memperhatikan masalah ini dengan memberdayakan transportasi umum sehingga
diharapkan warga Kota Bandung bisa beralih kepada penggunaan sarana tersebut dibanding
dengan menggunakan kendaraan pribadi mereka masing-masing.
Berangkat dari pemikiran tersebut maka guna mengetahui dan memberikan solusi
terkait masalah di atas maka peneliti memberi judul “PEMBERDAYAAN TRANSPORTASI UMUM DI
KOTA BANDUNG” untuk usulan penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang peneliti angkat dari usulan penelitian ini adalah bagaimana
efektivitas pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas
pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dilakukannya penelitian ini, diharapkan bisa memberikan manfaat
sekurang-kurangnya bagi:
1. Guna Peneliti
Semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi peneliti sendiri untuk terus melakukan
penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai fenomena-fenomena yang terjadi disekitaran
peneliti.
4
2. Guna Teoritis
Semoga penelitian ini bisa menambah sumber teori yang dipakai terkait dengan
pemberdayaan dan bisa menjadi sumber jurnal untuk dijadikan rujukan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
3. Guna Praktis
Semoga penelitian ini juga bisa bermanfaat bagi instansi terkait yang menjadi objek
penelitian ini, sehingga diharapkan dengan penelitian ini instansi terkait bisa mendapatkan
solusi untuk menyelesaikan permasalahan terkait pemberdayaan transportasi umum
khususnya di Kota Bandung itu sendiri.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
2.1. Pengertian Pemberdayaan
Menurut (Slamet, 2003: 45) dikatakan bahwa pemberdayaan adalah:
“ Pemberdayaan berarti berdaya, mampu, tahu, mengerti, paham termotivasi, berkesempatan, melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, mampu bertindak sesuai situasi. Pemberdayaan akan menghasilkan masyarakat yang dinamis dan progresif secara berkelanjutan sebab didasari oleh adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik sekaligus”.
Mengacu pada teori di atas, pemberdayaan adalah cara seseorang untuk
bertindak sesuai dengan situasi dengan melihat peluang, memanfaatkan peluang,
dan memberikan kebijakan terkait dengan masalah yang sedang dihadapi,
sehingga masalah tersebut bisa mendapatkan solusi yang tepat dalam
penyelesaiannya. Kemudian Mc. Ardle (1989) pemberdayaan adalah proses
pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan
keputusan tersebut. Jadi Mc. Ardle berpendapat bahwasannya pemberdayaan
adalah segala sesuatu yang diputuskan oleh seseorang yang benar-benar
konsekuen dan bertanggung jawab penuh atas apa yang telah diputuskannya.
6
Dikatakan lagi oleh (Parsons,1994) mengenai pemberdayaan sebagai
berikut:
“ Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya”.
Jadi Parson mengatakan bahwasannya pemberdayaan itu adalah suatu
proses atau langkah-langkah untuk membuat masyarakat bisa berpartisipasi untuk
mengontrol, kemudian mempengaruhi segala sesuatu yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Aspek-aspek yang mempengaruhinya bisa bermacam-macam
seperti pemerintah sebagai organisasi yang memang memiliki hak untuk membuat
peraturan serta melaksanakannya ataupun hal yang lainnya, sehingga masyarakat
pun tidak merasa dirugikan secara sepihak. Kemudian Parson juga berpendapat
bahwa yang ditekankan di dalam pemberdayaan adalah bagaimana masyarakat
bisa memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup agar
mereka bisa mempengaruhi kehidupannya serta orang lain yang menjadi fokus
perhatiannya.
Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan
komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya
(Rappaport,1984). Berdasarkan pendapat ini bisa dikatakan bahwa pemberdayaan
merupakan cara untuk mengarahkan rakyat, organisasi dan juga komunitas yang
mana komunitas juga merupakan bagian dari organisasi agar mampu menguasai
kehidupannya. Sehingga ketiga elemen ini bisa hidup dan diharapkan dengan
7
pemberdayaan ini maka tidak ada kesenjangan yang membuat salah satu di antara
ketiganya tidak dapat menguasai kebutuhan mereka masing-masing.
Menurut (Suharto,2009:57-60). pemberdayaan adalah sebuah proses dan
tujuan. Maksudnya pemberdayaan sebagai proses pemberdayaan merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok
lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti
memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya
Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995)
menyatakan bahwa :
“ Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn Ana use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the sistem, and so on.”
Definisi tersebut di atas mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment)
sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap
individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat
menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Di sisi lain Paul (1987) dalam Prijono
dan Pranarka (1996) mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian
kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada
kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan
8
hasil-hasil pembangunan. Maksudnya adalah di dalam pemberdayaan terdapat
pembagian kekuasaan yang adil di antara berbagai kelompok yang dapat
meningkatkan kesadaran politis untuk untuk membangun kelompok atau sektor
yang lemah dalam proses dan hasil pembangunan.
Sedangkan konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini
pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui otonomi
pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskan
pada sumber daya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan
pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung. Friedman berpendapat
sesungguhnya pemberdayaan merupakan bagaimana cara seseorang mengambil
suatu keputusan yang dapat melindungi hak-hak rakyat dengan berpedoman pada
sumber daya pribadi, melalui partisipasi rakyat, asas demokrasi, dan melalui
pengamatan secara empiris terkait masalah yang sedang dihadapi.
Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan
memiliki
dua kecenderungan, antara lain: pertama, kecenderungan primer, yaitu
kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,
kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi
lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun aset
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi;
dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada
proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
9
pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan
(pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan
kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu
(Sumodiningrat, 2002) . jika kita bentuk kerangkanya,
Bagan 1 : Proses Oprasionalisasi Pemberdayaan
Menurut Wallerstein (1992) yang dimaksud pemberdayaan adalah
“ Empomerment is a sosial action process that pramates participation of people, organizations, and mommunities, toward the goal of increase individual of community control, political efficiency, improwed quality of community live and sosial justice”.
Pengertian tersebut di atas bahwa pemberdayaan adalah suatu proses aksi
sosial yang meningkatkan partisipasi orang, organisasi, dan masyarakat menuju
tujuan meningkatnya pengawasan individu dan masyarakat, efisiensi politik,
memperbaiki kehidupan masyarakat dan keadilan sosial, di mana individu-
10
Proses Oprasionalisasi Pemberdayaan
Kecenderungan Primer
Meberikan Kekuasaan atau kekuatan kepada masyarakat
atau individu
Kecenderungan Sekunder
mendukung, menstimulasi, dan memotivasi masyarakat
atau individu
individu dan kelompok-kelompok mendapatkan akses kekuasaan untuk
mengawasi sumber daya dan mengawasi kehidupannya. Dalam pelaksanaannya
mereka punya kemampuan untuk mencapai aspirasi dan tujuan-tujuan pribadi
maupun kelompok.
Kemudian (Stewardt, 1994:34) mengemukakan bahwa pemberdayaan
adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya,
kekuatan atau kemampuan pada individu dan masyarakat lemah agar dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan, kebutuhan dan potensi serta masalah
yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan
mengoptimalkan sumber daya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Berdasarkan pendapat tersebut pemberdayaan sebagai proses menunjuk
pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara sistematis dan mencerminkan
pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum
berdaya, berkekuatan dan berkemampuan menuju keberdayaan. Sehingga peneliti
berpendapat pemberdayaan juga bukan hanya untuk manusia yang kurang
berdaya, ini juga berlaku untuk semua aspek yang memerlukan pemberdayaan
sehingga sumber daya itu bisa digunakan secara optimal dan mandiri.
2.2. Pemberdayaan Sebagai Proses
Selaras dengan perkembangan peradaban manusia, telah terjadi perubahan-
perubahan di dalam kehidupan manusia, baik yang bersifat alami atau disebabkan
oleh perubahan-perubahan kondisi lingkungan fisik maupun perubahan-
11
perubahan yang terjadi sebagai akibat ulah atau perilaku manusia dalam
kehidupannya sehari-hari.
Sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan tersebut, kebutuhan
manusia juga semakin berubah, baik dalam ragam, jumlah, dan bentuk-bentuk
kebutuhannya. Pada masyarakat yang masih “sederhana” mereka hanya
membutuhkan tiga macam pokok, yang berupa pangan/makanan,
sandang/pakaian, dan papan/pemukiman. Tetapi, dengan semakin berkembangnya
peradaban (pengetahuan, keinginan, aspirasi, atau harapan-harapan, teknologi
yang digunakan, dll.), kebutuhan pokok itu terus berubah dan bertambah; dengan
pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi, teknologi dan informasi. Bahkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak hanya menyangkut kebutuhan fisik,
meningkat lagi termasuk kebutuhan non fisik seperti spiritual, kebebasan,
keadilan, gaya hidup, dll.
Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut, Lippit, dkk. (1985)
mengemukakan bahwa, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perilaku
manusia itu, pada dasarnya disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Adanya keinginan manusia untuk selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang semakin berubah, dan atau keinginan mereka untuk dapat
memecahkan masalah yang dihadapi; dengan memodifikasi atau
memanipulasi sumber daya dan lingkungan di sekelilingnya, melalui
penerapan ilmu pengetahuan yang dikuasainya;
12
2. Adanya atau telah ditemukannya inovasi-inovasi yang menumbuhkan
peluang atau aspirasi-aspirasi baru bagi setiap manusia untuk berusaha
memenuhi kebutuhan atau memperbaiki kesejahteraan hidupnya, tanpa
harus mengganggu lingkungan aslinya.
Kemudian Dahama dan Bhatnagar (1980) juga mengemukakan beberapa
faktor-faktor pendorong terjadinya perubahan pada manusia, sebagai berikut:
1. Adanya keinginan manusia untuk selalu melakukan “modifikasi” terhadap
kebutuhan-kebutuhannya baik untuk menghadapi masalah-masalah dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Selaras dengan itu, setiap individu
atau masyarakatnya juga terus menerus melakukan koreksi-koreksi
terhadap cara atau upaya-upaya serta teknologi yang harus diterapkan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan “baru” tersebut;
2. Terjadi persaingan-persaingan antar individu atau masyarakat yang
senantiasa ingin memenuhi kebutuhan, dan hal ini hanya dapat
dimenangkan melaui upaya-upaya perubahan dengan mengeksploitasi dan
atau memodifikasi sumber daya (fisik dan non fisik) yang tersedia dan
dapat dimanfaatkan di lingkungannya;
3. Terjadi kerusakan-kerusakan lingkungan fisik dan kelembagaan serta
akibat persaingan antar individu atau antar masyarakat yang saling
bersaing untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Alasan-alasan di atas seringkali menumbuhkan motivasi pada diri seseorang
dan atau masyarakat/bangsa untuk melakukan upaya-upaya tertentu yang
13
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kebutuhan tersebut. Sebab jika ia
tetap tinggal diam, akan menjadi orang terbelakang atau tertinggal.
Untuk mengantisipasi terjadinya perubahan-perubahan ini, maka setiap
warga masyarakat (secara individual atau bersama-sama dengan warga
masyarakat yang lain) harus merancang kegiatan-kegiatan yang menuju pada
perubahan-perubahan berdasarkan upaya-upaya manusia melalui kegiatan-
kegiatan “pwmbangunan” atau “perubahan yang terencana”.
Perubahan terencana pada hakikatnya merupakan suatu proses yang
dinamis, yang direncanakan oleh seseorang (secara individual atau tergabung
dalam suatu lembaga-lembaga sosial). Artinya, perubahan tersebut memang
menuntut dinamika masyarakat untuk mengantisipasi keadaan-keadaan di masa
yang akan datang.
Oleh sebab itu perubahan terencana selalu menuntut adanya: perencanaan,
pelaksanaan kegiatan yang direncanakan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan
hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.
Pemberdayaan sebagai proses perubahan, memerlukan inovasi yang berupa:
ide-ide, produk, gagasan, metoda, peralatan atau teknologi. Dalam praktik, inovasi
tersebut seringkali harus berasal atau didatangkan dari luar. Tetapi, inovasi juga
bisa dikembangkan melalui kajian, pengakuan atau pengembangan terhadap
kebiasaan, nilai-nilai tradisi, kearifan lokal, atau kearifan tradisional.
Di samping itu, pemberdayaan sebagai proses perubahan, mensyaratkan
fasilitator yang kompeten dan memiliki integritas tinggi terhadap perbaikan mutu
14
hidup masyarakat yang akan difasilitasi. Fasilitator ini, dapat terdiri dari aparat
pemerintah (PNS), aktivis LSM, atau tokoh masyarakat/warga setempat.
Untuk itu, pemberdayaan juga memerlukan fasilitator yang akan berperan
atau bertindak sebagai agen perubahan (Agent of Change) yang berkewajiban
untuk memotivasi, memfasilitasi dan melakukan advokasi demi mewujudkan
perubahan-perubahan yang diperlukan. Mengenai fasilitator pemberdayaan, akan
dibahas pada sub-bab selanjutnya.
2.3. Pemberdayaan Sebagai Proses Pembelajaran
Secara teoritis, perubahan terencana yang dilaksanakan melalui
pemberdayaan, dapat dilakukan dengan melakukan: pemaksaan atau ancaman,
bujukan, dan pendidikan. Akan tetapi dari semua cara yang dapat dilakukan,
perubahan melalui proses pendidikan atau proses belajar adalah cara yang efektif
meskipun membutuhkan waktu yang lambat. Karena perubahan yang terjadi akan
berlangsung mantap dan lestari.
Bagan 2 : Proses Perubahan
15
Perubahan melalui proses belajar
Perubahan perilaku melalui bujukan dan paksaanPerubahan perilaku melalui bujukan dan paksaan
Oleh sebab itu, inti dari kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk
mewujudkan perubahan adalah terwujudnya proses belajar yang mandiri untuk
terus-menerus melakukan perubahan. Dengan perkataan lain, pemberdayaan harus
didesain sebagai proses belajar, atau dalam setiap upaya pemberdayaan, harus
terkandung upaya-upaya penyelenggaraan atau penyelenggaraan pelatihan, dll.
Proses belajar dalam pemberdayaan bukanlah proses “menggurui”
melainkan menumbuhkan semangat belajar bersama yang mandiri dan partisipatif
(Mead, 1959). Sehingga keberhasilan pemberdayaan bukan diukur dari seberapa
jauh terjadinya transfer pengetahuan, keterampilan atau perubahan perilaku; tetapi
seberapa jauh terjadi dialog, diskusi, dan pertukaran pengalaman. Karena itu,
antara fasilitator dan masyarakat sebagai penerima manfaat dalam pemberdayaan
harus saling membutuhkan dan saling menghormati.
Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran, harus berbasis dan selalu
mengacu kepada kebutuhan masyarakat, untuk mengoptimalkan potensi dan
sumber daya masyarakat serta diusahakan guna sebesar-besarnya demi
kesejahteraan masyarakat.
2.4. Pelaku Pemberdaya
Rahim mengutip dari (Schramm dan Lerner, 1976) beliau mengungkapkan
bahwa, di dalam setiap proses pemberdayaan yang dipandang sebagai pemaknaan
alternatif dari pembangunan, pada dasarnya terdapat dua kelompok atau “sub-
sistem” pelaku-pelaku pembangunan, yang terdiri atas:
16
1. Sekelompok kecil warga masyarakat yang merumuskan perencanaan
dan berkewajiban untuk mengorganisasi dan menggerakkan warga
masyarakat yang lain untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pengertian merumuskan perencanaan merumuskan perencanaan
pembangunan itu, tidak berarti bahwa ide-ide yang berkaitan dengan
rumusan kegiatan dan cara mencapai tujuan hanya dilakukan sendiri
oleh kelompok ini akan tetapi mereka sekedar merumuskan semua ide-
ide atau aspirasi yang dikehendaki oleh seluruh warga masyarakat
melalui suatu mekanisme yang telah disepakati. Sedang perencanaan
pembangunan di arus yang paling bawah, disalurkan melalui pertemuan
kelompok atau permusyawaratan pada lembaga yang terbawah, secara
formal maupun informal;
2. Masyarakat luas yang berpartisipasi dalam proses pembangunan, baik
dalam bentuk pemberian input (ide, biaya, tenaga, dll.), pelaksanaan
kegiatan, pemantauan, dan pengawasan, serta pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan. Dalam kenyataan, pelaksana utama hasil-hasil
pembangunan justru terdiri dari kelompok ini; sedang kelompok “elit
masyarakat” hanya berfungsi sebagai penerjemah “kebijakan dan
perencanaan pembangunan” sekaligus mengorganisir dan
menggerakkan partisipasi masyarakat.
Yang dimaksudkan dengan sub-sistem “pemerintah dan penggerak” adalah:
semua aparat pemerintah, penyuluh (Change Agent), pekerja sosial, tokoh-tokoh
17
masyarakat, (formal dan informal), aktivitas LSM/LPSM yang terlibat dan
berkewajiban untuk:
1. Bersama-sama warga masyarakat merumuskan dan mengambil
keputusan dan memberikan legitimasi tentang kebijakan dan
perencanaan pembangunan;
2. Menginformasikan dan atau menerjemahkan kebijakan dan perencanaan
pembangunan kepada seluruh warga masyarakat;
3. Mengorganisir dan menggerakkan partisipasi masyarakat;
4. Bersama-sama masyarakat melakukan pemantauan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pembangunan;
5. Mengupayakan pemerataan hasil-hasil pembangunan kepada seluruh
masyarakat, khususnya yang terlibat langsung sebagai pelaksana dan
atau dijadikan sasaran utama pembangunan secara adil.
Sedang yang dimaksud dengan sub-sistem masyarakat atau pengikut,
adalah: sebagian besar warga masyarakat yang tidak termasuk dalam sub-sistem
“pemerintah dan penggerak” di atas, yang berkewajiban untuk:
1. Menyampaikan ide-ide atau gagasan tentang kegiatan pembangunan
yang perlu dilaksanakan, dan cara mencapai tujuan pembangunan yang
diharapkan, baik secara langsung maupun melalui perwakilannya yang
sah dalam suatu forum yang diselenggarakan untuk keperluan tersebut;
2. Secara positif menerima dan aktif berpartisipasi dalam pembangunan,
sejak pengambilan keputusan tentang kebijakan dan perencanaan
18
pembangunan, pelaksana kegiatan, pemantauan dan pengawasan, dan
upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan secara adil sesuai dengan
fungsi dan pengorbanan yang telah diberikan;
3. Memberikan masukan atau umpan balik tentang kegiatan pembangunan
yang telah dilaksnakan;
4. Menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan.
Sehubungan dengan itu, demi keberhasilan pemberdayaan kedua kelompok
pelaku-pelakunaya perlu menjalin hubungan psikologis yang akrab, sehingga
dapat terjalin komunikasi atau berinteraksi secara efektif. Di samping itu, antar
pelaku-pelaku pemberdayaan di dalam setiap kelompoknya masing-masing juga
perlu melakukan hal yang sama.
Tentang hal ini, beberapa hal berikut ini perlu mendapat perhatian dari
kedua sub-sistem pelaku-pelaku pemberdayaan:
1. Aparat pemerintah atau penguasa, di dalam pengambilan keputusan
tentang kebijakan dan perencanaan pembangunan harus senantiasa
mendengarkan, memahami, dan menghayati aspirasi masyarakat,
memahami kondisi dan masalah-masalah yang sedang dan akan
dihadapi masyarakat. Untuk itu tiga hal yang harus selalu diingat, yaitu
(Loekman, Sutrisno dan Dove, 1981):
a. Adanya keterlibatan anggota-anggota masyarakat untuk
memberi tahukan kepada penguasa tentang apa dan bagaimana
dengan sebaik-baiknya pembangunan yang direncanakan harus
19
mampu menolong mereka, dan sebaliknya, penguasa tidak boleh
hanya percaya terhadap hasil-hasil konsultasi antar jenjang
birokrasi pemerintah;
b. Adanya hak “tawar menawar” (bargaining power) yang dimiliki
oleh sub-sistem pengikut (masyarakat). Artinya masyarakat harus
diberi kesempatan untuk bila perlu menolak kebijakan atau
program-program dan proyek pembangunan yang tidak
mencerminkan kebutuhan masyarakat, atau kegiatan
pembangunan yang akan terlalu banyak menuntut pengorbanan
masyarakat tanpa diimbangi manfaat yang layak dan dapat
dinikmati oleh masyarakat yang akan diwajibkan untuk
memberikan pengorbanan tersebut;
c. Setiap perencanaan harus selalu merupakan “proses belajar”
(learning process), yaitu perlunya ada keinginan para perumus
kebijakan dan perencanaan pembangunan untuk belajar dari
pengalaman masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan
sebelum pengambilan keputusan;
2. Masyarakat harus selalu diberitahu tentang apa apa yang sedang dan
telah direncanakan oleh penguasa, serta diberitahu cara-cara yang telah
dipilih untuk melaksanakan pembangunan yang direncanakan itu. Untuk
selanjutnya, masyarakat harus aktif mempersiapkan diri untuk
berpartisipasi di dalam proses pembangunan tersebut;
20
3. Masyarakat harus ditingkatkan kemampuan (pengetahuan, sikap,
keterampilan) dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi
dan di dalam setiap kegiatan pembangunan, sejak pengambilan
keputusan perencanaan pembangunan hingga pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan.
Peneliti juga mengutip pendapat yang di ungkapkan oleh (Sobahi dan
Suhana, 2011:111). Beliau berpendapat bahwa sesungguhnya pelaku pemberdaya
itu tidak hanya dituntut untuk memperkaya pengetahuannya saja, melainkan
mereka juga dituntut untuk memperkaya keterampilannya dalam mendesain
program pemberdayaan. Karena dengan keterampilan dan kreativitas yang baik
dalam membuat konsepan desain program tersebut, maka masyarakat sebagai
seseorang yang menerima dan menjalankan kebijakan tersebut akan tertarik untuk
menjalankan dan mensukseskan program program yang sudah dicanangkan. Lalu
(Tjokrowinoto, 2001) memberikan penjelasan yang lebih lanjut dengan
menawarkan lima kemampuan yang dianggapnya sangat relevan dengan kualitas
pelaku pemberdayaan, yakni:
1. Kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang ada,
2. Kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah-langkah yang
dianggap prioritas dengan mengacu pada visi, misi dan tujuan yang
ingin dicapai,
3. Kemampuan mengidentifikasikan subjek-subjek yang mempunyai
potensi memberikan input dan sumber bagi proses pembangunan,
21
4. Kemampuan mejual inovasi dan memperluas wilayah penerimaan
program-program yang diperuntukkan bagi kaum miskin dan
5. Kemampuan memainkan peranan sebagai fasilitator atau meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan
sendiri.
Keterpaduan kelima kemampuan pelaku pemberdayaan tersebut patut
dijadikan rujukan atau pedoman oleh seluruh unsur stakeholders, terutama yang
mempunyai tanggung jawab langsung terhadap keberhasilan pembangunan dan
penanggulangan sumber daya yang harus diberdayakan. Namun dukungan kelima
kemampuan ini pun tidak akan berarti kalau tidak disertai sikap pelaku adil dan
komitmen yang kuat.
(Jamasy, 2004) yang dikutip peneliti di dalam buku (Sobahi dan Suhana,
2011) di mana beliau memaparkan lebih lanjut mengenai syarat kemampuan
umum yang harus dimiliki pelaku pemberdayaan dan kesemuanya harus
terefleksikan dalam kegiatan aksi program. Berikut adalah syarat-syarat umum
tersebut:
1. Mempertahankan keadilan,
2. Mempertahankan kejujuran,
3. Melakukan Problem Solving,
4. Mempertahankan misi,
5. Memfasilitasi,
6. Menjual inovasi, dan
22
7. Fasilitasi yang bertumpu pada kekuatan masyarakat sendiri.
Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses
pemberdayaan juga dapat diwujudkan dengan pendekatan partisipasi aktif
masyarakat, fasilitator harus terampil mengintegrasikan tiga hal penting yakni:
optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi
masyarakat. Masyarakat pada saat menjelang batas waktu harus diberi kesempatan
agar siap melanjutkan program pembangunan secara mandiri. Sebaliknya
fasilitator harus mulai mengurangi campur tangan secara perlahan. Tanamkan
kepercayaan pada masyarakat yang selanjutnya akan mengelola program.
Berkaitan dengan jangka waktu keterlibatan fasilitator, pelalu pemberdayaan
dalam mengawal proses pemberdayaan sumber daya, (Sumodinigrat, 2000) yang
kemudian dianalisis ulang oleh peneliti. Beliau mengatakan sesungguhnya
pemberdayaan itu tidak bersifat selamanya. Di sini peneliti memahami
bahwasannya ketika suatu sumber daya sudah berhasil diberdayakan dan sumber
daya tersebut mampu mandiri, maka pemberdayaan itu akan berhenti dilakukan.
Mengacu pada pendapat (Jamasy, 2004) di mana terkait dengan waktu yang
disediakan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan. Ini maksudnya fasilitator
harus mulai untuk mengurangi campur tangannya ketika sumber daya yang
diberdayakan sudah optimal. Akan tetapi tidak dilepas begitu saja, melainkan
fasilitator perlu melakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan
secara terus menerus agar tidak mengalami kemunduran.
23
Berkaitan tentang tugas pelaku pemberdayaan sebagai fasilitator oleh
(Parson, Jogersen dan Hernandez, 1994) memberikan kerangka acuan mengenai
tugas tersebut. Sebagai berikut:
1. Mendefinisikan siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan,
2. Mendefinisikan tujuan keterlibatan,
3. Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan
perbedaan-perbedaan,
4. Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem: menemukan
kesamaan dan perbedaan,
5. Memfasilitasi pendidikan membangun pengetahuan dan keterampilan,
6. Memberikan contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah bersama
mendorong kegiatan kolektif,
7. Mengidentifikasi masalah masalah prioritas yang akan dipecahkan
bersama dan memfasilitasi penetapan tujuan,
8. Merancang solusi-solusi alternatif,
9. Mendorong pelaksanaan tugas, dan
10. Memecahkan konflik atau masalah.
2.5. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan
Mathews menyatakan bahwa “Prinsip adalah suatu pernyataan tentang
kebijakan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan
melaksanakan kegiatan secara konsisten”. Jadi menurut peneliti prinsip selalu
menjadi landasan di setiap pengambilan keputusan secara konsisten, karena
prinsip ibarat sebuah pagar yang membatasi ke arah mana kita akan melangkah.
24
Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, (Leagans,
1961) menilai bahwa setia penyuluh/fasilitator dalam melaksanakan kegiatannya
harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip pemberdayaan. Karena tanpa
berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh tidak
mungkin dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Bertolak pada pemahaman pemberdayaan sebagai suatu proses
pembelajaran, maka pemberdayaan memiliki prinsip-prinsip:
1. Mengerjakan, artinya, kegiatan pemberdayaan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan atau menetapkan segala
sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan mengalami proses
belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
keterampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih
lama.
2. Akibat, artinya, kegiatan pemberdayaan harus memberikan akibat atau
pengaruh yang baik atau bermanfaat; karena perasaan senang, puas,
kecewa, dan tidak senang akan mempengaruhi semangat untuk mengikuti
kegiatan belajar atau pemberdayaan di masa-masa mendatang.
3. Asosiasi, setiap kegiatan pemberdayaan harus dikaitkan dengan kegiatan
lainnya, karena setiap orang cenderung untuk mengaitkan atau
menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan atau peristiwa lainnya.
Lebih lanjut (Dahama dan Bhatnagar, 1980) mengungkapkan prinsip-prinsip
pemberdayaan yang lain yang mencakup:
25
1. Minat dan Kebutuhan, artinya, pemberdayaan akan efektif jika selalu
mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini,
harus dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi minat dan
kebutuhan yang dapat menyenangkan setia individu maupun segenap
warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat dipenuhi sesuai
dengan tersedianya sumber daya, serta minat dan kebutuhan mana yang
perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu;
2. Keragaman Budaya, artinya, pemberdayaan harus memperhatikan
adanya keragaman budaya. Perencanaan keragaman budaya harus selalu
disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. Karena di lain pihak,
perencanaan pemberdayaan yang seragam untuk setiap wilayah
seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman
budayanya;
3. Perubahan Budaya, artinya setiap kegiatan pemberdayaan akan
mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan pemberdayaan harus
dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi
tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu setiap penyuluh
atau fasilitator harus memperhatikan nilai-nilai budaya lokal sebelum
melakukan pemberdayaan.
4. Kerjasama dan Partisipasi, artinya pemberdayaan hanya akan efektif
jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu
bekerjasama dalam melaksanakan program-program pemberdayaan
yang telah dirancang;
26
5. Demokrasi Dalam Penerapan Ilmu, artinya dalam pemberdayaan harus
selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar
setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi
di sini, bukan terbatas pada tawar menawar tentang ilmu alternatif saja,
tetapi juga dalam penggunaan metoda pemberdayaan, serta proses
pengambilan keputusan yang akan dilakukan.
6. Penggunaan Metoda yang Sesuai, artinya pemberdayaan harus
dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan
kondisi sasarannya. Karena tidak satupun metoda yang dapat diterapkan
di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
7. Kepuasan. Artinya pemberdayaan harus mampu mewujudkan
tercapainya kepuasan. Karena kepuasan akan sangat menentukan ke-
ikut sertaan masyarakat dalam mensukseskan program-program
pemberdayaan selanjutnya.
2.6. Pengertian Transportasi Umum
Peneliti megutip definisi mengenai transportasi dari (Abdul Kadir, 2006:1),
beliau mengatakan bahwa:
“ Transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pengangkutan atau pemindahan barang dengan transportasi adalah untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan atau menaikkan utilitas atau kegunaan dari barang yang diangkut. Utilitas yang dapat diciptakan oleh transportasi atau pengangkutan tersebut, khususnya untuk barang yang diangkut ada dua macam, yaitu utilitas tempat (place utility) dan utilitas waktu (time utility).”
27
Dari pengertian di atas, transportasi adalah kegiatan atau aktivitas
memindahkan, mengantarkan, mengangkut, dan membawa barang atau manusia
dari satu tempat ke tempat lainnya agar bisa sampai dapa tujuan secara efektif
untuk meningkatkan kegunaan dari barang atau manusia yang diangkut di
dalamnya. Di sini Abdul Kadir membagi utilitas yang dapat diangkut oleh
transportasi menjadi dua macam, sebagai berikut:
1. Utilitas Tempat (Place Utility): Adalah kenaikan atau tambahan nilai
ekonomi atau nilai kegunaan dari suatu komoditi yang diciptakan
dengan mengangkutnya dari suatu tempat atau daerah, di mana barang
tersebut mempunyai kegunaan yang lebih kecil ke tempat atau daerah
yang mempunyai kegunaan yang lebih besar. Dalam hubungan ini,
place utility yang diciptakan biasanya diukur dengan uang (in terms of
money) yang pada dasarnya merupakan perbedaan dari harga barang
tersebut pada tempat di mana barang itu dihasilkan kemudian
dipindahkan ke tempat di mana barang tersebut lebih diperlukan atau
lebih mempunyai utilitas yang lebih tinggi.
2. Utilitas Waktu (Time Utility): transportasi akan menyebabkan
terciptanya kesanggupan dari barang untuk memenuhi kebutuhan
manusia dengan menyediakan barang yang bersangkutan tidak hanya
di mana mereka dibutuhkan, tetapi juga ada pada waktu yang tepat
bilamana diperlukan. Hal ini berhubungan dengan terciptanya utilitas
yang disebut sebagai time utility atau utilitas waktu. Time utility
berarti dengan menggunakan transportasi akan bisa diusahakan agar
28
proses pemindahan barang-barang atau manusia bisa dilakukan
secepat-cepatnya dan bisa sampai ke tempat tujuan tepat pada
waktunya.
Pengertian transportasi menurut (Steenbrink, 1974), “transportasi adalah
perpindahan orang atau barang dengan menggunakan alat atau kendaraan dari dan
ke tempat-tempat yang terpisah secara geografis.” Menurut (Morlok, 1978),
“transportasi didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan atau mengangkut sesuatu
dari suatu tempat ke tempat lain.” Sedangkan menurut (Bowersox, 1981), transportasi
adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, di mana
produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Dari pengertian di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa sesungguhnya transportasi adalah suatu kegiatan untuk
memindahkan orang atau barang dari tempat satu ke tempat yang lainnya baik dengan
atau tanpa sarana.
Menurut Utomo, transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan. Sedangkan menurut Sukarto, transportasi adalah
perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat
pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi,
kerbau), atau mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip)
antara asal (origin) dan tujuan (destination).
2.7. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Pelayanan Transportasi Umum
Pihak yang berkaitan dalam pengoperasian transportasi umum penumpang
diklasifikasikan atas tiga kelompok. Ketiga pihak yang berkepentingan adalah
penumpang, operator, dan masyarakat banyak.
29
1. Pihak Penumpang, menghendaki adanya unsur-unsur seperti ini:
a. Ketersediaan, yang mengandung arti lokasional dan temporal. Lokasional
yaitu dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan sistem terminal. Temporal
diwujudkan dengan frekuensi pelayanan.
b. Ketepatan Waktu, berkaitan dengan penjadwalan pelayanan yang tepat.
c. Kecepatan (waktu perjalanan), merupakan komposisi dari 5 aspek yaitu:
akses, menunggu, perpindahan, perjalanan, dan waktu keberangkatan.
d. Tarif, merupakan faktor penting bagi para penumpang, berkaitan dengan
kemampuan dan kondisi sosial ekonomi penumpang yang bersangkutan.
e. Menyenangkan, merupakan konsep yang sukar karena hal ini mencakup
banyak faktor yang sifatnya kualitatif dan berkaitan dengan faktor
kendaraan yang bersangkutan.
f. Kenyamanan, hal ini berkaitan dengan sistem secara keseluruhan.
Konsep kenyamanan ini juga bersifat kualitatif.
2. Pihak Operator, menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini:
a. Cakupan wilayah pelayanan, kawasan potensial, dan aksesibilitas perlu
dipertimbangkan dalam lintasan pelayanan.
b. Frekuensi pelayanan yang diekspresikan dengan jumlah keberangkatan
kendaraan dalam setiap satuan waktu. Headway yang teratur merupakan
elemen penting untuk menarik perjalanan penumpang.
c. Kecepatan perjalanan, pihak operator dalam hal ini memperhatikan faktor
kecepatan kendaraan yang dapat mempengaruhi biaya secara keseluruhan,
30
baik terhadap bahan bakar, pemeliharaan penumpang serta untuk menarik
penumpang.
d. Biaya. Guna memperoleh keuntungan, pihak operator perlu menekan biaya
operasi serendah mungkin dan memperoleh penumpang sebanyak
mungkin.
e. Kapasitas, berupa kapasitas jalan dan kapasitas terminal yang memadai
untuk keberadaan transportasi umum tersebut.
f. Keamanan, dalam hal ini pihak operator harus memberikan perhatian
besar, tidak hanya untuk keamanan penumpang tapi juga untuk keamanan
sistem operasi secara keseluruhan.
3. Masyarakat banyak. Persyaratan yang dituntut oleh masyarakat banyak, dapat
berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Aspek-aspek yang dimiliki
meliputi :
1) Tingkat pelayanan dari transportasi umum
2) Keberadaan transportasi umum
3) Pengaruh terhadap lingkungan
4) Aspek energi dan penghematannya
5) Efisien ekonomi
2.8. Klasifikasi Transportasi
Transportasi dapat diklasifikasikan menurut jenis dan macamnya (models of
transportastion) yaitu:
1. Dari segi barang yang diangkut terdiri atas:
31
a. Angkutan penumpang (passenger)
b. Angkutan barang (goods)
c. Angkutan pos (mail)
2. Dari sudut geografis terdiri atas:
a. Angkutan antar benua
b. Angkutan antar kontinental
c. Angkutan antar pulau
d. Angkutan antar kota
e. Angkutan antar daerah
f. Angkutan di dalam kota
3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutan terdiri atas:
a. Angkutan jalan raya (highway transportation) seperti
pengangkutan menggunakan truk, bus dan sedan.
b. Pengangkutan rel (rail transportation) yaitu angkutan kereta api,
trem dan sebagainya
c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation)
seperti pengangkutan sungai, danau, kanal dan sebagainya.
d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation) seperti transportasi
untuk mengalirkan minyak tanah, bensin dan air minum.
e. Pengangkutan laut atau pengangkutan samudra (ocean
transportation) yaitu angkutan dengan menggunakan angkutan
kapal.
32
f. Pengangkutan udara (air transportation) yaitu pengangkutan
dengan menggunakan pesawat terbang.
Untuk pengangkutan barang di suatu negara negara menurut kondisinya
dipakai 3 macam alat pengangkutan yaitu : truk, kereta api, dan kapal laut.
2.9. Unsur-Unsur Transportasi
Transportasi umum tidak akan pernah berfungsi apabila salah satu dari
keempat unsur-unsur yang ada di dalamnya tidak terpenuhi. Berikut adalah unsur-
unsurnya:
1. Jalan (the way), jalan adalah suatu kebutuhan yang paling esensial
dalam transportasi, dan tanpa adanya tak mungkin disediakan jasa
transportasi. Jalan ini dapat berupa jalan raya, jalan kereta api, jalan air,
dan jalan udara.
2. Alat angkutan (the vehicle), kendaraan dan alat angkutan pada
umumnya merupakan unsur transportasi yang penting lainnya. Jalan
dan alat angkutan merupakan dua unsur yang saling berjalin atau
berkaitan satu sama lainnya. Alat angkutan ini dapat dibagi dalam alat
angkutan jalan darat, alat angkutan jalan air, dan alat angkutan udara.
Alat angkutan jalan darat dapat berupa gerobak, pedati bendi, sepeda,
sepeda motor mobil, bus, truk, kereta api, trem dan lainnya. Alat
angkutan air dapat berupa rakit, sampan, kano, kapal layar, kapal uap
dan kapal mesin. Sedangkan alat angkutan udara adalah berbagai rupa
pesawat terbang.
33
3. Tenaga penggerak (motive power), yang dimaksudkan dengan tenaga
penggerak di sini adalah tenaga atau energi yang dipergunakan untuk
menarik atau mendorong alat angkutan. Untuk keperluan ini dapat
dipergunakan tenaga manusia, binatang, tenaga uap, batu bara, BBM,
tenaga diesel dan tenaga listrik, bahkan juga tenaga atom dan tenaga
nuklir. Penggunaan berbagai rupa tenaga penggerak ini telah semakin
berkembang sesuai dengan kemajuan dan pemakaian teknologi di
negara dan daerah yang bersangkutan.
4. Tempat pemberhentian dan tempat tujuan (terminal), Terminal adalah
tempat di mana suatu perjalanan transportasi berhenti atau berakhir.
Karena itu di terminal disediakan berbagai fasilitas untuk penumpang,
bongkar dan muat, dan lain-lain. Lebih-lebih lagi untuk terminal yang
dibuat seperti stasiun kereta api, stasiun bus, bandar udara, dan
pelabuhan (laut) adalah perlu disediakan jasa-jasa pemakai yang pantas
dan menyenangkan.
2.10. Kebijakan Transportasi Perkotaan
Kebijakan transportasi perkotaan menurut Direktorat Bina Sistem Lalu
Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengembangkan sistem angkutan umum massal yang lancar, aman,
nyaman, dan efisien, terjangkau oleh daya beli seluruh kelompok
masyarakat namun tetap mampu memelihara kelangsungan
penyelenggaraan perhubungan, dapat mengurangi kemacetan dan
gangguan lalu lintas jalan, sekaligus dapat memelihara kualitas
34
lingkungan hidup.
2. Memadukan sistem jaringan jalan perkotaan dengan wilayah sekitarnya
agar angkutan perkotaan dapat berfungsi secara optimal dalam melayani
kegiatan lokal dan wilayah sekitarnya.
3. Mengembangkan keterpaduan antar moda yang sejalan dengan
kebijaksanaan spasial daya dukung lingkungan, serta mampu menjawab
pertumbuhan kebutuhan.
4. Mengembangkan manajemen transportasi perkotaan dalam rangka
mencapai efisiensi dan kualitas pelayanan yang lebih tinggi dengan:
a. Penataan jaringan trayek sesuai dengan hierarki trayek dikaitkan
dengan klasifikasi ukuran kota dan ukuran kendaraan.
b. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi seiring dengan
peningkatan pelayanan angkutan umum.
c. Manajemen lalu lintas yang menyeluruh, peningkatan dan
pemeliharaan jalan yang ditekankan untuk kepentingan angkutan
umum.
d. Mengembangkan standar kualitas sarana angkutan sesuai
perkembangan sosial dan kebutuhan masyarakat.
5. Meningkatkan koordinasi antara perencanaan dengan pelaksanaan
transportasi perkotaan, termasuk di dalamnya kerangka pengaturan dan
kelembagaan.
6. Meningkatkan peran serta swasta dalam investasi dan pengolahan
transportasi perkotaan, termasuk di dalamnya kerangka pengaturan dan
35
kelembagaan.
2.11. Kriteria transportasi Umum/Publik
Sebagai sarana transportasi umum, maka transportasi harus memenuhi
kriteria pelayanan publik. Menurut (Dagun, 2006:126), “transportasi yang baik
bagi pelayanan publik harus memenuhi tiga kriteria dasar, yaitu kenyamanan,
keamanan, dan kecepatan”.
Ketentuan pertama adalah kenyamanan. Kenyamanan adalah salah satu
aspek yang harus dirasakan oleh setiap pengguna transportasi umum tersebut.
Pengguna transportasi umum akan merasa nyaman dalam menggunakan sarana
tersebut apabila di dalamnya terdapat berbagai fasilitas yang membuat mereka
merasa nyaman, seperti pendingin udara, kedap terhadap asap kendaraan lainnya,
sampai proses yang dijalani para pengguna transportasi umum sebelum dan
setelah menggunakan sarana tersebut.
Ketentuan kedua adalah keamanan. Merupakan aspek di mana para
pengguna jasa transportasi umum merasa aman ketika menggunakannya. Hal ini
menjadi aspek yang sangat penting tentunya karena aspek ini adalah salah satu
ketentuan yang membuat masyarakat mau menggunakan jasa transportasi umum
atau tidak. Oleh karena itu aspek ini harus diperhatikan semaksimal mungkin.
Ketentuan ketiga adalah kecepatan. Yaitu terpenuhinya waktu sampai ke
tempat tujuan dengan cepat atau tepat. Ketentuan ini hanya dapat terwujud apabila
di dalam transportasi umum tersebut terdapat para-sarana yang khusus. Seperti
kereta api dengan adanya rel khusus yang membuat kendaraan ini hampir tidak
36
pernah mengalami hambatan, dan sekarang sudah mulai di adopsi oleh bus dengan
membangun jalur khusus yang membuat transportasi ini lancar dan bebas
hambatan yang sekarang namanya busway. Hal ini kiranya penting diperhatikan
dan dikembangkan karena sarana transportasi umum yang memiliki keunggulan
dalam ketepatan waktu akan sangat berguna sekali di dalam daerah perkotaan.
Sehingga masyarakat pun semakin tertarik untuk menggunakan sarana
transportasi umum.
2.12. Masalah Transportasi
Permasalahan transportasi menurut Tamin (1997:5) beliau mengatakan:
“ Tidak hanya terbatas pada terbatasnya prasarana transportasi yang ada, namun sudah merambah kepada aspek-aspek lainnya, seperti pendapatan rendah, urbanisasi yang cepat, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi, kualitas kualitas sumber daya manusia, disiplin yang rendah, dan lemahnya perencanaan dan pengendalian, sehingga aspek-aspek tersebut memperparah masalah transportasi.”
Tamin menjelaskan bahwa sesungguhnya masalah yang ada pada
transportasi tidak hanya terbatas pada keterbatasan jumlah sarana transportasi
yang dioperasikan, namun sudah merambat kepada sektor-sektor yang lainnya
seperti tingkat urbanisasi yang tinggi, dan yang paling penting adalah masih
kurangnya perencanaan dan pengendalian terkait dengan pemberdayaan
transportasi. Sehingga tidak heran apabila tingkat pelayanan transportasi sekarang
ini masih kurang memuaskan dan kurang mendapatkan minat dari masyarakat
untuk menggunakannya.
Kemudian (Sukarto, 2006) mengatakan : “penyelesaian masalah transportasi
di perkotaan merupakan interaksi antara transport, tata guna lahan (land use),
37
populasi penduduk dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah perkotaan.” Sehingga
transportasi sangat berhubungan dengan adanya pembangkitan ekonomi di suatu
daerah perkotaan guna memacu perekonomian setempat, penciptaan lapangan
kerja, dan untuk menggerakkan kembali suatu daerah.
Di dalam mengatasi permasalahan transportasi, (Sukarto, 2006)
mengungkapkan bahwa untuk pemilihan moda transportasi pada dasarnya
ditentukan dengan mempertimbangkan salah satu persyaratan pokok, yaitu
pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah terbesar dan jarak
terkecil. Artinya bahwa syarat pokok moda transportasi itu adalah bagaimana
suatu moda transportasi bisa memindahkan, mengangkut, membawa barang atau
manusia dalam jumlah yang sebesar-besarnya dengan menempuh jarak yang
sesingkat-singkatnya. Dalam hal ini maka transportasi massal merupakan pilihan
yang lebih baik dibandingkan dengan transportasi individual.
Kajian bidang transportasi memiliki perbedaan dengan kajian bidang lain,
karena kajian transportasi cukup luas dan beragam serta memiliki kaitan dengan
bidang-bidang lainnya. Singkatnya menurut (Tamin, 1997:11) kajian transportasi
akan melibatkan kajian multi moda, multi disiplin, multi sektoral, dan multi
masalah. Keempat kajian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Multi moda, kajian masalah transportasi selalu melibatkan lebih dari
satu moda transportasi. Hal ini karena objek dasar dari masalah
transportasi adalah manusia dan/atau barang yang pasti melibatkan
banyak moda transportasi. Apalagi secara geografis, Indonesia
merupakan negara dengan ribuan pulau, sehingga pergerakkan dari Satu
38
tempat ke tempat lain tidak akan mungkin hanya melibatkan satu moda
saja.
2. Multi disiplin, kajian maslah transportasi melibatkan banyak disiplin
ilmu karena kajiannya sangat beragam, mulai dari ciri pergerakkan,
pengguna jasa, sampai dengan prasarana ataupun sarana transportasi itu
sendiri. Adapun bidang keilmuan yang dilibatkan di antaranya adalah
rekayasa, ekonomi, geografis, operasi, sosial politik, matematika,
informatika, dan psikologi.
3. Multi sektoral, yaitu melibatkan banyak lembaga terkait (baik
pemerintah maupun swasta) yang berkepentingan dengan masalah
transportasi. Sebagai contoh dalam kasus masalah terminal bus, maka
lembaga-lembaga yang terkait di antaranya adalah Dinas Tata Kota,
Kepolisian, Perusahaan Operator Bus, Dinas Pendapatan Daerah,
Kepolisian dan lainnya.
4. Multi masalah, karena merupakan kajian multi moda, multi disiplin,
dan multi sektoral, maka akan menimbulkan multi masalah.
Permasalahan tersebut sangat beragam dan mempunyai dimensi yang
sangat luas pula, seperti masalah sosial, ekonomi operasional, pengguna
jasa dan lainnya.
Keempat aspek di atas memberikan indikasi bahwa masalah transportasi
merupakan masalah yang cukup kompleks sehingga perlunya keterkaitan pada
keempat aspek di atas. Namun demikian, transportasi memberikan peran yang
39
sangat penting bagi pembangunan nasional secara keseluruhan, bahkan sebagai
aspek penting dalam kerangka ketahanan nasional.
Terkait dengan permasalahan-permasalahan transportasi, (Wells, 1975)
mengemukakan beberapa pemecahan masalah terkait dengan transportasi.
Menurutnya di dalam pemecahan masalah transportasi dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Membangun prasarana transportasi dengan dimensi yang lebih besar
sehingga kapasitasnya sesuai dengan atau melebihi kebutuhan;
2. Mengurangi tuntutan akan pergerakan dengan mengurangi jumlah
armada yang menggunakan jumlah transportasi; dan
3. Menggabungkan poin pertama dan kedua di atas, yaitu menggunakan
prasarana transportasi yang ada secara optimum, membangun
prasarana transportasi tambahan, daerah sekaligus melakukan
pengawasan dan pengendalian sejauh mungkin atas meningkatnya
kebutuhan akan pergerakan.
2.13. Manfaat Transportasi
Menurut (Soesilo, 1997) transportasi memiliki manfaat yang sangat besar
dalam mengatasi permasalahan suatu kota atau daerah. Beberapa manfaat yang
dapat disampaikan adalah:
1. Penghematan biaya operasi, penghematan ini akan sangat dirasakan
bagi perusahaan yang menggunakan alat pengangkutan, seperti bus
dan truk. Penghematan timbul karena bertambah baiknya keadaan
sarana angkutan dan besarnya berbeda-beda sesuai dengan jenis
40
kendaraannya dan kondisi sarananya. Dalam hal angkutan jalan raya,
penghematan tersebut dihitung untuk tiap jenis kendaraan per km,
maupun untuk jenis jalan tertentu serta dengan tingkat kecepatan
tertentu.
2. Penghematan waktu, manfaat lain yang menjadi penting dengan
adanya proyek transportasi adalah penghematan waktu bagi
penumpang dan barang. Bagi penumpang, penghematan waktu dapat
dikaitkan dengan banyaknya pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh
penumpang tersebut. Untuk menghitungnya dapat dihitung dengan
jumlah penumpang yang bepergian untuk satu satu usaha jasa saja;
dan dapat pula dihitung dengan tambahan waktu senggang atau
produksi yang timbul apabila semua penumpang dapat mencapai
tempat tujuan dengan lebih cepat. Adapun manfaat dari penghematan
waktu tersebut dapat dihitung dengan mengalikan perbedaan waktu
tempuh dengan rata-rata pendapatan per jam dari jumlah pekerja yang
menggunakan fasilitas tersebut.
3. Pengurangan kecelakaan, untuk proyek-proyek tertentu, pengurangan
kecelakaan merupakan suatu manfaat yang nyata dari keberadaan
transportasi. Seperti perbaikan-perbaikan sarana transportasi
pelayaran, jalan kereta api dan sebagainya telah dapat mengurangi
kecelakaan. Namun di Indonesia, masalah ini masih belum banyak
mendapat perhatian, sehingga sulit memperkirakan besarnya manfaat
karena pengurangan biaya kecelakaan. Jika kecelakaan meningkat
41
dengan adanya peningkatan sarana dan prasarana transportasi, hal ini
menjadi tambahan biaya atau bernilai manfaat negatif.
4. Manfaat akibat perkembangan ekonomi, pada umumnya kegiatan
transportasi akan memberikan dampak terhadap kegiatan ekonomi
suatu daerah. Besarnya manfaat ini sangat bergantung pada elastisitas
produksi terhadap biaya angkutan. Tambahan output dari kegiatan
produksi tersebut dengan adanya jalan dikurangi dengan nilai sarana
produksi merupakan benefit dari proyek tersebut.
5. Manfaat tidak langsung, merupakan manfaat yang didapat karena
terhubungnya suatu daerah dengan daerah lain melalui jalur
transportasi. Selain manfaat karena terintegrasinya dua daerah
tersebut, maka akan terjadi pemerataan pendapatan dan prestise,
sehingga manfaat ini sangat sulit untuk diperhitungkan secara
kualitatif.
Selanjutnya (Soesilo, 1997) mengungkapkan bahwa manfaat dari transportasi
dapat dibedakan menjadi tiga jenis traffic, yaitu:
1. Normal Traffic, yaitu traffic yang diperkirakan akan menggunakan
sarana angkutan tersebut, meskipun tidak ada proyek transportasi.
Jumlah traffic seharusnya naik sesuai dengan pertumbuhan penduduk di
daerah-daerah yang dilayani sarana transportasi tersebut. Manfaat biaya
ini dapat dihitung melaui biaya operasi tanpa proyek transportasi
dikurangi dengan biaya proyek. Gagasan biaya ini didasarkan kepada
surplus konsumen, di mana si pemakai mengalami penurunan harga
42
suatu jasa tetap bersedia membeli walaupun dengan tingkat harga yang
sama.
2. Diverted Traffic, yaitu traffic yang berasal dari jenis lain atau dari
fasilitas lain jenis angkutan baru. Manfaat biaya ini dapat dikelompokan
ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Biaya operasi dari penggunaan jalan semua dikurangi biaya operasi
dengan menggunakan jalan baru;
b. Berkurang padatnya kendaraan di jalan semula karena berpindahnya
traffic ke jalan yang baru, sehingga biaya yang tetap menggunakan
jalan semula menjadi berkurang.
3. Generated/Induced Traffic, yaitu traffic yang benar-benar baru. Adanya
traffic ini disebabkan oleh turunnya biaya angkutan sehingga
menggiatkan daerah sekitarnya. Misalnya dapat dicontohkan bila suatu
daerah semakin berkembang, maka hasil daerahnya dapat dijual ke
daerah lainnya.
2.14. Kota Bandung
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat
sekaligus menjadi Ibukota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah
tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta
dan Surabaya menurut jumlah penduduk.
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota
Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107 32’38,91” BT dan⁰
6 55’16,94” LS. Adapun batas administratifnya adalah:⁰
43
Utara : Kabupaten Bandung Barat
Selatan : Kabupaten Bandung
Barat : Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi
Timur : Kabupaten Bandung
Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, dan
perekonomian. Hal tersebut dikarenakan pada pertemuan poros jalan yaitu barat
sampai timur memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan utara sampai
selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan
Pangalengan)
Secara administratif Kota Bandung terbagi menjadi 30 Kecamatan. Dari ke-
30 Kecamatan tersebut hanya Kecamatan Gedebage yang memiliki wilayah paling
luas yaitu 9,58km2 atau 5,7% dari luas keseluruhan Kota Bandung. Sedangkan
Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Astana Anyar dengan luas
2,89 km2 atau hanya 1,73% dari luas Kota Bandung.
2.15. Kebijakan Pemerintah Terkait Pemberdayaan Transportasi Umum di
Kota Bandung
Berdasarkan Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Bandung Tahun 2012. Kemudian
Peraturan Walikota Bandung Tersebut dijabarkan dalam Tujuan dan Sasaran
Pembangunan Kota Bandung Tahun 2009-2013 yang peneliti cantumkan hanya
peraturan-peraturan yang terkait mengenai kebijakan transportasi umum, sebagai
berikut:
44
1. Menata Kota Bandung Menuju Metropolitan Terpadu yang Berwawasan
Lingkungan.
a. Menyediakan sistem transportasi yang aman, efisien, aman, terjangkau,
dan ramah lingkungan:
1) Berkembangnya sistem prasarana transportasi yang mendukung
struktur ruang kota.
2) Terkendalinya aspek-aspek penyebab kemacetan dan kecelakaan.
3) Berkembangnya sarana angkutan umum massal (SAUM) dan
terbatasnya penggunaan kendaraan bermotor.
Kebijakan ini difokuskan kepada pengembangan transportasi massal.
Dengan rincian sebagai berikut:
Tabel Penjabaran Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011
Terkait Transportasi Umum
Pengembangan Sistem Transportasi Massal SKPD"Tersedianya Sistem Transportasi Massal
yang Layak dan Terjangkau Oleh Masyarakat"Program Prioritas:
Program Pengembangan Sistem Transportasi Massal dalam kota
SKPD Utama:Dinas Perhubungan
Urusan Wajib:Program Sosialisasi Blue Print (cetak biru) Transportasi
Massal Kota Bandung
SKPD Pendukung:BappedaDistarcipDBMP
Tabel 1: Tabel Penjabaran Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011 Terkait dengan Pemberdayaan Transportasi Umum.
45
Dari tabel di atas tampak jelas bahwasannya terhitung sejak tahun 2011
Pemerintah Kota Bandung benar-benar telah merencanakan dengan serius untuk
pemberdayaan transportasi massal yang layak dan terjangkau bagi masyarakat
Kota Bandung. Hanya saja membutuhkan proses yang cukup membutuhkan waktu
yang lama agar semua kendaraan transportasi umum bisa diperbarui dan
ditingkatkan lagi pelayanannya.
Berikut ini peneliti mengutip beberapa berita terkait dengan kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan transportasi umum di kota
Bandung:
“Bus Sekolah Gratis sebagai Salah Satu Program Pemerintah Kota Bandung”
Salah satu program dari Pemerintah Kota Bandung yang cukup dikenal adalah program bus gratis untuk para pelajar SD, SMP, dan SMA sederajat di mana saja. Pada awalnya, program ini hanya berlaku setiap Hari Senin untuk pelajar ke segala jurusan. Namun, karena program ini terus digerakkan dan banyaknya investor yang kemudian tertarik dengan adanya program ini maka bus sekolah gratis ini berlaku juga pada Hari Kamis.
Program Pemerintah Kota Bandung yang mengusung bus sekolah gratis ini seluruhnya berasal dari dana CSR (Corporate Sosial Responsibilty). Hal ini tentu membantu dalam pengembangan infra struktur dan pembangunan kenyamanan di Kota Bandung dan juga meringankan pengeluaran APBD Kota Bandung.
Sebelumnya, program bus sekolah gratis ini didanai oleh Baitul Maal Muamalat dan PT Agung Podomoro Land yang bekerjasama dengan Perum Damri. Kerjasama yang terjalin tersebut berlaku untuk bus sekolah gratis pada Hari Senin. Sedangkan untuk program bus sekolah gratis Hari Kamis berasal dari bantuan PT Istana Grup.
Program Pemerintah Kota Bandung yang menggratiskan pelajar SD, SMP, dan SMA sederajat ini disambut antusias oleh warga Bandung. Khususnya bagi pelajar yang setiap kali menggunakan Bus Damri sebagai alat transportasi mengantarkannya menuju sekolah. Selain menghemat pengeluaran, program pemerintah ini juga membantu mengurangi kemacetan.
46
Kemacetan yang saat ini menjadi suatu permasalahan di Kota Bandung, sedikitnya dapat terurai oleh adanya program bus sekolah gratis dari Pemerintah Kota Bandung. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan penghematan bagi para pelajar.
Lebih jelas Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil menjelaskan bahwa program bus sekolah gratis ini telah banyak menginspirasi kota-kota lain di Indonesia lainnya, seperti Prabumulih dan kota-kota lain di Sulawesi. Hal ini tentu saja menjadi hal yang baik bagi kemajuan program-program pemerintah yang ada di Indonesia.
Untuk ke depannya, Wali Kota Bandung berharap program ini dapat terlaksana tidak hanya pada Hari Senin dan Kamis, tetapi juga setiap hari. Untuk itu, Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil menghimbau kepada perusahaan-perusahaan di Kota Bandung membantu mewujudkan bus sekolah gratis setiap hari dengan dana CSR-nya.
Itulah sekilas tentang program Pemerintah Kota Bandung yang mengusung bus sekolah gratis di Hari Senin dan Kamis. Semoga dengan adanya pembahasan kali ini membuat semua pihak mau mewujudkan slogan baru Bandung sebagai Kota Juara.
(Sebandung.com).
“Program Angkot Day Menelan Biaya 100 Juta Rupiah”
Program “Angkot Day” di Bandung yang akan menggratiskan ongkos penumpang trayek Kebon Kalapa-Dago selama sehari pada Jumat, 20 September 2013, menelan biaya Rp 100 juta. Dana itu hasil patungan donatur, pemerintah daerah, komunitas, dan para sponsor selama dua pekan. Koordinator kelompok Riset Indie yang menggagas Angkot Day, Seterhen Akbar, mengatakan bahwa biaya itu paling besar dipakai untuk membayar sewa angkutan kota (angkot) dari pukul 05.00-19.00 WIB. Jumlah angkot yang terlibat sekitar 270 unit, kebanyakan trayek Kebon Kalapa-Dago.
Untuk setiap angkot trayek tersebut, panitia membayar Rp 350 ribu. "Uang itu untuk membayar bensin, setoran, dan sopir," katanya. Sedangkan angkot lain yang irisan trayeknya cukup panjang, yaitu Dago-Stasiun Hall, akan diberi kompensasi sekitar Rp 175 ribu per angkot.
Menurut Seterhen, angkot yang digratiskan itu harus melayani penumpang dengan maksimal. Antara lain tidak ngebut, ugal-ugalan, dan tidak berhenti sembarangan menunggu penumpang atau mengetem. "Sopir sudah dikoordinasikan dengan relawan kami yang akan mengawal di dalam angkot," ujarnya.
47
Angkot Day merupakan program uji coba sekaligus riset masalah kemacetan di Kota Bandung yang kian parah. Kelompok Riset Indie, kata Seterhen, juga mau mencari model bisnis baru bagi angkot agar tetap bertahan. "Kalau mengandalkan dari bayaran penumpang, masih bisa enggak bertahan," katanya.
Kepala Sub-Bagian Potensi dan Daya Saing Bagian Perekonomian Kota Bandung, Lusi Lesminingwati, mengatakan pemerintah ikut mendukung Angkot Day karena dampaknya bisa untuk perencanaan transportasi. Pembahasan program itu dilakukan sejak April-Mei lalu. "Hasilnya untuk perbaikan kondisi kemacetan di Kota Bandung," katanya.
(Tempo.com).
Pada intinya pemerintah Kota Bandung sudah membuat beberapa program
yang cukup kreatif dalam rangka memberdayakan transportasi massal bagi
masyarakat Kota Bandung agar tertarik untuk beralih menggunakannya. Menurut
peneliti program-program seperti ini patut dikembangkan terus, karena dengan
mengusung program-program yang unik, maka masyarakat pun akan penasaran
dan tertarik untuk mencoba menggunakan fasilitas yang sudah diberikan oleh
pemerintah.
2.16. Kerangka Pemikiran
Dari pembahasan di atas mengenai pemberdayaan, transportasi umum, dan
Kota Bandung, maka peneliti akan menginterpretasikan satu persatu secara
mendasar berdasarkan pemahaman dan pemikiran murni peneliti.
Sudah di bahas di atas bahwasannya transportasi umum dan perkotaan
sudah menjadi kedua unsur yang sulit untuk dipisahkan. Ibarat satu buah koin
dengan dua kedua sisinya yang tidak bisa dipisahkan. Transportasi umum bahkan
menjadi tolok ukur maju atau tidaknya suatu daerah. Semakin baik pelayanan,
48
kuantitas, keamanan, kenyamanan suatu moda transportasi umum di suatu daerah,
maka bisa dipastikan daerah tersebut maju dan berhasil membangun daerahnya
dengan baik. Hal inilah yang menjadi minat peneliti untuk meneliti lebih lanjut
bagaimana pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung.
Pemberdayaan merupakan cara seseorang untuk membuat keputusan,
melihat peluang, memanfaatkan peluang, berpikir kreatif, menyelesaikan
permasalahan, memperbarui sesuatu dan memanfaatkan kesempatan yang ada
untuk digunakan sebaik-baiknya sehingga sumber daya yang menjadi fokus utama
untuk diberdayakan bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Dalam
pemberdayaan juga dapat membuat masyarakat turut berpartisipasi dan terlibat
dalam proses pembuatan keputusan, serta mampu membantu pemerintah dalam
proses pengontrolan lembaga-lembaga yang ada di daerah. Sehingga masyarakat
tidak merasa dirugikan akibat keputusan yang dianggap merugikan bagi
masyarakat.
Dalam proses pemberdayaan memang dibutuhkan cara-cara tertentu untuk
membuat program yang telah ditetapkan bisa berjalan dengan lancar. Karena tidak
setiap masyarakat setuju dengan program yang ditetapkan oleh pemerintah dalam
proses pemberdayaan, ada dua cara agar proses pemberdayaan dapat dilaksanakan
dan diterapkan di dalam masyarakat pertama, dengan cara paksaan.
Sesungguhnya pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus
memiliki hak-hak istimewa agar dalam proses pelaksanaan pemerintahan bisa
berjalan dengan lancar. Salah satu hak tersebut adalah hak memaksa, cara ini
memang membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat dan cepat, karena
49
masyarakat mau tidak mau suka atau tidak dipaksa untuk menuruti dan
melaksanakan program yang sudah ditetapkan. Akan tetapi seiring waktu ketika
pemerintah sudah tidak memaksa lagi maka masyarakat pun tidak akan mau
melaksanakan program itu kembali. Kedua, dengan cara proses pembelajaran.
Cara ini memang membutuhkan waktu yang lebih lama dan butuh kesabaran
untuk mengajak, membimbing, dan memberikan pendidikan kepada masyarakat
terkait baik dan buruknya suatu program diterapkan. Akan tetapi efek dari pada
proses belajar ini akan sangat efektif dan bertahan lama dalam masyarakat, karena
masyarakat sadar dan sadar untuk melakukan dan melaksanakan program yang
sudah ditetapkan meskipun sudah tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Transportasi umum adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan
sesuatu baik itu berbentuk barang ataupun manusia dari satu tempat ke tempat
lainnya yang digunakan secara bersama. Transportasi sangat dibutuhkan dalam
kegiatan sehari-hari dalam kehidupan manusia, karena sifatnya untuk
mempermudah memindahkan barang atau manusia ke tempat lain lebih cepat.
Oleh karena itu transportasi harus benar-benar dimiliki di setiap daerah manapun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan transportasi umum
sebagai berikut:
1. Ketersediaan, pemerintah harus benar-benar menyediakan sarana
transportasi yang memiliki akses menuju tempat-tempat yang strategis
seperti pusat perbelanjaan, pusat pemerintahan, dan tempat-tempat
50
lainnya yang sering dikunjungi oleh masyarakat. Maupun ketersediaan
pelayanan yang baik di dalam menggunakan transportasi tersebut.
2. Ketepatan waktu, hal ini menjadi penting karena estimasi waktu sangat
penting bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang bekerja, sekolah,
dan lain sebagainya.
3. Kecepatan, kecepatan kendaraan harus diperhatikan dalam
pengoprasian moda transportasi umum, karena transportasi umum
mengangkut banyak muatan dan bertanggung jawab atas keselamatan
apa yang diangkutnya.
4. Tarif, tarif transportasi umum akan menentukan ramai tidaknya moda
transportasi itu digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu tariff dari
suatu moda transportasi juga harus sesuai standar yang dimiliki oleh
masyarakat.
Dalam proses pemberdayaan transportasi umum khususnya di Koata
Bandung, peneliti menganalisa ada beberapa tahapan-tahapan agar proses
pemberdayaan ini bisa berjalan dengan baik dan lancar. Dengan menggunakan
pendekatan manajemen, peneliti berusaha untuk memetakan tahapan-tahapan
dalam proses pemberdayaan tersebut.
Pertama sebelum melaksanakan proses pemberdayaan transportasi umum,
perencanaan yang baik harus benar-benar diperhatikan. Alasan perencanaan
menjadi tahapan awal yang dimunculkan dalam penelitian ini karena dengan
perencanaan yang baik maka pemerintah akan mengetahui langkah-langkah apa
yang harus ditempuh, serta dengan cara seperti apa suatu program pemberdayaan
51
bisa diterapkan dan output-nya bisa dirasakan oleh kalangan banyak. Perencanaan
ini meliputi:
1. Minat dan kebutuhan, pemerintah harus menganalisa terlebih dahulu
apa minat masyarakat Kota Bandung untuk memenuhi kebutuhannya.
Contohnya masyarakat Kota Bandung sering bepergian ke tempat-
tempat pariwisata maka pemerintah harus menyediakan trayek
transportasi umum yang mengarah ke tempat tersebut. Kemudian
kebutuhan apa yang menjadi skala prioritas masyarakat Kota
Bandung, salah satu kebutuhan yang sering dipersoalkan oleh
masyarakat Kota Bandung adalah kemacetan, maka pemerintah harus
menyediakan sarana transportasi umum yang bebas dari kemacetan
kota.
2. Keragaman budaya, dalam perencanaan pemberdayaan pemerintah
harus benar-benar memperhatikan budaya dan kultur masyarakat
setempat, sehingga kegiatan pemberdayaan tersebut tidak
menimbulkan pertentangan dari masyarakat setempat karena bertolak
ataupun tidak sesuai dengan budaya masyarakat.
3. Perubahan budaya, dalam setiap pelaksanaan pemberdayaan biasanya
akan menimbulkan perubahan dalam budaya, karena sesungguhnya
pemberdayaan itu adalah merubah sesuatu menjadi lebih baik maka
konsekuensinya yaitu ada beberapa hal yang harus dirubah. Oleh
karena itu pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya agar
52
perubahan ini tidak menimbulkan kekagetan bagi masyarakat yang
sudah terbiasa menggunakan budaya lama.
4. Kerjasama dan partisipasi, proses pemberdayaan hanya akan
terleksana secara efektif apabila masyarakat ikut terlibat dan
berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan tersebut bersama-sama
dengan pemerintah selaku pembuat perencanaannya.
5. Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya karena pemberdayaan
membuat masyarakat ikut terlibat dalam proses pembuatan kebijakan
dan pengontrolan terhadap lembaga-lembaga di daerah, maka
seharusnya pemerintah memberikan opsi-opsi atau metoda-metoda
seperti apa yang baik untuk membuat kegiatan pemberdayaan ini
berjalan dengan baik.
6. Penggunaan metoda yang sesuai, setelah metoda disepakati bersama-
sama oleh pemerintah dan masyarakat, maka metoda itu harus dikaji
kembalo apakah sudah sesuai dengan kondisi fisik lingkungan dan
sosial budaya yang menjadi sasarannya. Mengingat tidak semua
metoda bisa sesuai dan cocok untuk digunakan di suatu daerah.
Kedua, dalam melakukan proses pemberdayaan pemerintah adalah tahap
organizing (pengorganisasian),atau penetapkan kepada siapa instansi atau Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merencanakan dan bertanggungjawab
dalam pelaksanaan program ini. Hal ini akan sangat penting karena apabila segala
urusan daerah ditanggung dan dibebankan kepada kepala daerah atau
Walikota/Bupati seorang, maka urusan tersebut tidak akan terselesaikan dengan
53
baik dan optimal.oleh karena itu pembagian kerja sangat penting untuk diterapkan
di manapun daerahnya. Untuk urusan pemberdayaan transportasi umum ini
instansi atau SKPD yang terkait adalah
1. DISHUB (Dinas Perhubungan)
Dinas Perhubungan Kota Bandung dibentuk berdasaskan Peraturan Daerah
Nomor 13 Tanun 2007 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah
Kota Bandung pada pasal 8 menyebutkan bahwa Dinas Perhubungan mempunyai
tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Daerah di bidang perhubungan. Untuk
melaksanakan tugas pokok mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan teknis bidang perhubungan;
2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum
di bidang perhubungan;
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas operasional di bidang perhubungan
yang meliputi lalu lintas dan parkir, angkutan dan terminal, sarana dan
operasional;
4. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan Dinas;
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
2. BAPPEDA Kota Bandung (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah).
Adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung
yang ditetapkan berdasarkan Peratuaran Daerah Kota Bandung Nomor 6 Tahun
2001. BAPPEDA sebagai salah satu lembaga teknis daerah yang merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah, mengemban tiga urusan yang wajib untuk
54
dilaksanakan, yaitu urusan penataan ruang, perencanaan pembangunan dan urusan
statistik.
3. DISTARCIP (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya).
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Bandung Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Dinas Daerah Kota Bandung. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
merupakan intergrasi dari Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, dan Dinas
Perumahan. DISTARCIP mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan
wajib pemerintahan di bidang penatan ruang, sebagian bidang pekerjaan umum
dan sebagian bidang perumahan.
Ketiga, adalah tahap actuating (implementasi), setelah tahapan perencanaan,
dan pengorganisasian sudah rampung dan selesai tinggal tahap implementasi
melalui sebuah program-program untuk mewujudkan proses pemberdayaan
transportasi umum di Kota Bandung.
Keempat, tahap ini merupakan tahapan yang paling penting dalam
pelaksanaan suatu program kebijakan yaitu controlling (Evaluasi). Dengan
evaluasi maka suatu program bisa menjadi lebih baik lagi ke depannya karena
dengan evaluasilah pemerintah mengetahui apa saja kekuarangan terkait
perencanaan, pengeorganisasian, dan implementasi suatu program proses
pemberdayaan. Sehingga inilah yang menjadi alasan mengapa evaluasi
dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan apapun.
55
Akhirnya setelah tahapan-tahapan di atas dilakukan dan diterapkan, maka
seharusnya proses pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung bisa
berjalan dengan baik walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
mewujudkannya. Alur berpikir yang dikemukakan oleh peneliti di atas bersifat
sirkulatif atau berputar terus menereus sehingga membutuhkan sebuah komitmen
dan konsisten yang tinggi dari pemerintah untuk terus melakukannya agar proses
pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung bisa cepat terwujud.
Untuk mempermudah para pembaca dalam memahami kerangka berpikir di
atas, maka penelitiberusaha untuk memvisualisasikan kerangka pemikiran
tersebut dalam bentuk bagan. Berikut adalah alur berpikir untuk mencapai proses
pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung:
Bagan
Kerangka Pemikiran
56
Evaluasi terhadap planning, organizing, actuating, untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses pemberdayaan
Bagan 3 : Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Menunjukan Hubungan: Menunjukan Keharusan
BAB IIIMETODE PENELITIAN
57
Pemberdayaan Transportasi Umum
di Kota Bandung
Planning(Perencanaan)
Organizing(Pengorganisasian)
Actuiting(Implementasi)
Controlling(Evaluasi)
1. Minat & Kebutuhan
2. Keragaman Budaya
3. Perubahan Budaya
4. Kerjasama & Partisipasi
5. Demokrasi dalam Penerapan
6. Penggunaan Metoda yang Sesuai
Instansi atau Lembaga terkait yang ber- tanggungjawab mengurus masalah pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung
Segala kebijakan pemerintah melaui program-program untuk memberdayakan transportasi umum di Kota Bandung
Evaluasi terhadap planning, organizing, actuating, untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses pemberdayaan
KONSISTEN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian
permasalahan-permasalahan sosial berupa pendapat, pengalaman, tanggapan,
jawaban manusia yang tidak diangkakan oleh peneliti. Adapun alasan mengapa
peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif ini karena permasalahan yang
diangkat oleh peneliti memang memerlukan pendekatan secara kualitatif dengan
mengumpulkan dan menganalisis data, seperti:
5. Makna yang diberikan oleh individu-individu terhadap sesuatu dan
konteks sosial makna tersebut atau bagaimana manusia memperoleh
makna itu (Silverman, 1985: 101-106)
6. Pengalaman seseorang tentang sesuatu (Strauss dan Corbin, 203: 5).
7. Pengetahuan peneliti dan bagaimana cara peneliti menggunakan
pengetahuan tersebut untuk mendeskripsikan dan menganalisis data-
data yang telah diperoleh.
8. Proses terjadinya sesuatu dan kaitannya dengan lingkungan sosial
kejadian tersebut.
Alasan selanjutnya mengapa peneliti menggunakan metode deskriptif
kualitatif, karena peneliti dapat mendeskripsikan permasalahan mengenai
Pemberdayaan Transportasi Umum di Kota Bandung.
3.2. Teknik Penumpulan Data
Penelitian yang bersifat teoritis dilakukan melalui studi pustaka yaitu
penelitian dilakukan pada teori pemberdayaan secara umum. Fokus utama dalam
58
penelitian melalui studi pustaka ini adalah penelitian yang berkaitan langsung
dengan teori pemberdayaan, teori transportasi umum, dan Kota Bandung. Studi
pustaka untuk bahan kajian permasalahan Usulan Penelitian ini bersumber dari
buku, jurnal ilmiah, internet, serta sumber ilmiah lain yang dapat
dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Kemudian studi pustaka yang bersifat
praktis berupa Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011 yang
menjadi dasar dalam proses pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung.
3.3. Teknik Penentuan Informan
Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan dengan pemberdayaan
transportasi umum di Kota Bandung. Teknik penelitian dengan informan
ditentukan secara aksidental. Di mana peneliti langsung menanyakan kepada
siapapun yang ditemuinya mengenai pendapat, tanggapan, persepsi masyarakat
Kota Bandung yang menikmati fasilitas transportasi umum begitupun sebaliknya.
3.4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan
kualitatif, karena hasil penelitian akan memberikan gambaran mengenai kondisi
nyata pemberdayaan transportasi umum di Kota Bandung. Hasil analisis data
sebagai dasar menarik kesimpulan dan penyampaian saran bagi objek penelitian.
Langkah-langkah kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi Data: yaitu data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup
banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,memfokuskan pada
59
hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan memudahkan
penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari
bila diperlukan.
2. Penyajian Data: yaitu penyajian data penelitian yang dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Penyajian data
demikian dikarenakan penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif yang bersifat naratif.
3. Penarikan Kesimpulan: yaitu akhir penelitian dengan menarik
kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal dengan bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan kevaliditasan dengan kekonsistenannya,
sehingga kesimpulan dibuat merupakan kesimpulan kredibel.
Teknik analisis data di atas merupakan teknik analisis data yang digunakan
dalam analisis data hasil penelitian ini. Tujuannya adalah untuk menjamin
agar hasil penelitian ini teruji dan melahirkan kesimpulan yang bersifat
ilmiah.
60
3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandung. Waktu penelitian
dilakukan selama 2 minggu mulai dari tanggal 26 Oktober – 9 Nopember 2014
dengan jadwal sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel
Jadwal Penelitian
NO KEGIATAN TAHUN 2014
OKTOBER NOPEMBER26
27
28
29
30
31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pengajuan Judul
2 Pencarian Literatur Buku
3 Penyusunan BAB I
4 Penyusunan BAB II
5 Penyusunan BAB III
6 Penyusunan Daftar Pustaka
7 Tahanpan Akhir Tabel 2 : Jadwal Penelitian
61
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S. d. (2000). Manajemen Transportasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu (Vol. I). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Bhatnagar, D. d. (1980). Education and Communication of Development. New Delhi: Oxford & IBH.
Ife, J. W. (1995). Community Development: Creating Community Alternatives-vision, Analysiis and Practice. Melbourne: Longman.
Karna Sobahi, C. S. (2011). Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan di Era Otonomi Daerah. Bandung: CV. Cakra.
Leagans. (1961). Extension Edication in Community Developmentin Kamath. New Delhi: Directorate of Extension, Government Of India.
Mead. (1959). Redefinition Of Education. NEA Jurnal, 48, 15-17.
Nasution, A. (1996). Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia .
Pranarka, P. d. (1996). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Schramm. (n.d.). Azas-azas Komunikasi Antar Manusia . Jakarta: LP3ES.
Studi Tentang Transportasi. (2011, Juni 03). Retrieved Oktober 21, 2014, from http://yunieapocalipse.blogspot.com: http://yunieapocalipse.blogspot.com/2011/06/studi-tentang-transportasi.html
Sumodiningrat. (1995). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia.
Teori dan Teknik Pemberdayaan. (2012, Maret 02). Retrieved Oktober 21, 2014, from http://fikhbosua.blogspot.com: http://fikhbosua.blogspot.com/2012/03/teori-dan-teknik-pemberdayaan.html
Totok Mardikanto, P. S. (2013). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik (Vol. II). Bandung: ALFABETA.
62